BAB II LANDASAN TEORI. A. Anatomi Telinga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Anatomi Telinga"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Anatomi Telinga Telinga secara anatomi terbagi menjadi 3 bagian : telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Telinga luar dan telinga tengah berhubungan dengan konduksi udara gelombang suara. Gambar 1 : Anatomi telinga (Kalmanovich, 2006). 1. Telinga luar Telinga Luar terdiri dari : daun telinga : terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit, liang telinga : panjang 2,5 3 cm. Liang telinga terbagi atas 2 bagian yaitu : sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan dan banyak terdapat kelenjar serumen ( modifikasi kelenjar keringat ), rambut dan 2/3 bagian dalam terdiri dari tulang dan ditemukan sedikit kelenjar serumen. Telinga luar berfungsi 5

2 mengumpulkan suara dan mengubanya menjadi energi getar sampai ke gendang telinga (Paparella et al., 1997). 2. Telinga tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas : batas luar : membran timpani ; batas depan : tuba eustachius ; batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis), batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis ; batas atas : tegmen timpani (meningen/otak) ; batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium (Djaafar et al., 2007). a. Kavum timpani Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, disebelah superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. fasialis. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus stapedius. Tuba Eustachius menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring, berjalan dari muaranya pada bagian atas dinding depan atas kavum timpani ke muaranya di nasofaring persis di belakang ujung belakang konka infeior. Pada orang dewasa perbedaan tinggi muaranya di kedua tempat itu adalah sekitar 25 mm, sedangkan panjangnya sekitar 30 sampai 40 mm. Pada anak ukurannya lebih pendek dan lebih datar. Dinding tuba Eustachius mempunyai bagian tulang rawan yang merupakan 2/3 bagian seluruh panjangnya mulai dari muaranya di kavum timpani. Pada 1/3 bagian yang lain berdinding tulang rawan, turun ke arah nasofaring dan bermuara ke situ. Dinding tulang rawan ini tidak lengkap. Dinding bawah dan lateral bawah merupakan jaringan ikat yang bergabung dengan m. tensor dan levator veli palatini. Pada keadaan istirahat, lumen tuba eustachius tertutup. Terdapat mekanisme pentil pada tuba ini, udara lebih sukar masuk ke kavum timpani dari pada keluar (Paparella et al., 1997; Helmi, 2005). 6

3 Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani (Helmi, 2005). Gambar 2.3. Telinga Tengah (Probs, Grevers dan Iro, 2006) b. Membran timpani Membran timpani berbentuk hampir lonjong, terletak obliq di liang telinga, membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran timpani rata-rata sekitar 1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke superior posterior (Gulya, 2003). Membran timpani dibagi menjadi 2 bagian; pars flaksida merupakan bagian atas dan pars tensa yang merupakan bagian bawah. Membran timpani 7

4 terdiri atas 3 lapis: lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar merupakan kulit terusan dari kulit yang melapisi dinding liang telinga. Lapisan tengah merupakan jaringan ikat yang terdiri atas 2 lapisan yaitu lapisan radier yang serabut-serabutnya berpusat di manubrium maleus dan lapisan sirkuler yang serat-seratnya lebih padat di lingkaran luar serta makin jarang ke arah sentral. Lapisan dalam merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani. Membran timpani merupakan struktur yang terus tumbuh, yang memungkinkannya menutup bila ada perforasi. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran (gambar 2), dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo. Hasilnya didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-belakang. Pembagian kuadran ini untuk menyatakan letak perforasi membran timpani (Gulya, 2003; Helmy, 2005; Djaafar et al., 2007). Gambar 2.3. Membran timpani (kanan) (Kalmanovich, 2006). Suplai persarafan membran timpani untuk persarafan sensoris permukaan dalam membran timpani (mukosa) dipersarafi oleh n. Jacobson yaitu cabang timpani n. glosofaringeus sedangkan persarafan sensoris merupakan terusan dari persarafan sensoris kulit liang telinga. Nervus aurikulotemporalis mempersarafi bagian posterior dan inferior membran timpani, sedangkan bagian anterior dan 8

5 superior diurus oleh cabang aurikularis n. vagus (n.arnold) (Paparella et al., 1997). Suplai pendarahan membran timpani oleh arteri yang berasal dari cabang aurikuler a. maksilaris interna, yang bercabang-cabang di bawah lapisan kulit, dan dari cabang stilomastoid a. aurikularis posterior dan cabang timpanik a.maksilaris interna yang mendarahi bagian mukosa. Vena yang letaknya superfisial bermuara ke v. jugularis eksterna sedangkan vena-vena yang dalam bermuara sebagian ke sinus transversus, sebagian ke vena-vena durameter, dan sebagian lagi ke pleksus di tuba eustachius. Arteri timpani anterior yang merupakan cabang a.maksilaris yang mengarah ke atas di belakang sendi temporomandibuler masuk ke telinga tengah melaui fisura petrotimpani. Arteri itu mempendarahi bagian anterior kavum timpani termasuk mukosa membran timpani. Arteri timpani anterior membentuk sirkulus vaskuler di sekeliling membran timpani, dan beranastomosis dengan cabang karotikotimpanik dari karotis interna (Paparella et al., 1997). B. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) 1. Definisi OMSK adalah radang telinga tengah yang ditandai dengan adanya perforasi membrane timpani, keluar cairan dari telinga yang hilang timbul ataupun terus menerus selama lebih dari tiga bulan (Helmi,2005; Chole dan Nason, 2009). Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM). Tuba Eustachius merupakan suatu sistem untuk drainase telinga tengah (Stierman et al.,1998; Rout et al., 2012). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka saat menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan 9

6 mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa (Stierman et al.,1998; Helmi,2005). Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah (Stierman et al.,1998; Sato, 1999). Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah (Sato, 1999) Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya selsel tambahan tersebut dan kembali kebentuk lapisan epitel sederhana (Gilroy, 2002). Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi (Helmi,2005; Chole dan Nason, 2009). 2. Klasifikasi Radang menahun yang terjadi pada mukosa telinga tengah ini dibagi atas 2 tipe, yaitu: a. Tipe tubotimpanal. 10

7 Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Helmi, 2005). b. Tipe atikoantral Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai chronic supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi membran timpani yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran timpani (anulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut penyakit atikoantral (Gilroy, 2002; Helmi, 2005). Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering dikatakan sebagai penyakit yang tidak aman dan secara umum memerlukan penatalaksanaan bedah (Gilroy, 2002). 3. Patogenesis OMSK OMSK ditandai dengan keadaan patologis yaitu inflamasi yang irreversibel di telinga tengah dan mastoid. Disfungsi tuba Eustachius memegang peranan pada otitis media akut dan otitis media kronis (Chole dan Nason 2009). Bila bakteri memasuki telinga tengah melalui nasofaring atau defek membran timpani, terjadi replikasi bakteri di dalam efusi serosa. Hal ini disertai pelepasan mediator inflamasi dan imun ke dalam ruang telinga tengah. Hiperemia 11

8 dan leukosit polimorfonuklear yang mendominasi fase inflamasi akut memberi jalan pada fase kronis, ditandai dengan mononuklear selular mediator (makrofag, sel plasma, limfosit), edema persisten dan jaringan. Selanjutnya dapat terjadi metaplasia epitel telinga tengah, dimana terjadi perubahan epitel kuboidal menjadi epitel kolumnar pseudostratified yang mampu bergranulasi meningkatkan sekret mukoid jaringan granulasi menjadi lebih fibrotik, kadang membentuk adhesi di telinga tengah dan bahkan dapat terjadi destruksi tulang. Obstruksi kronis menyebabkan perubahan irreversibel di dalam mukosa telinga tengah dan destruksi tulang (Chole dan Nason, 2009). 4. Diagnosis Untuk dapat menegakkan diagnosis omsk, maka perlu dilakukan anamnesa yang teliti, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan mukos, tidak berbau busuk dan intemiten. Pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah (Helmi, 2005; Djaafar et al., 2007). Nyeri dapat dikeluhkan karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. Vertigo merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberi kesan adanya fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang seringkali pada kanalis semisirkularis horisontalis (Helmi, 2005; Paparella et al., 1997). b. Pemeriksaan Klinis 12

9 Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal atau pada atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe bahaya, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel retro aurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga tengah, (sering pada epitimpanum), sekret berbentuk nanah dan berbau aroma kolesteatoma (Helmi, 2005; Aboet, 2007). c. Pemeriksaan Audiologi Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap hantaran udara dan hantaran tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan unuk memperbaiki pendengaran (Aboet, 2007). Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Kekurangan pendengaran ini merupakan akibat dari perforasi membran timpani dan putusnya rantai tulang pendengaran pada telinga tengah karena proses osteomielitis sehingga suara yang masuk ke telinga tengah langsung menuju tingkap oval. Kekurangan pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses infeksi melibatkan koklea atau saraf pendengaran (Aboet, 2007). d. Pemeriksaan Radiologi Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schuller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. Secara roentgenologis, kolesteatoma terlihat seperti area dengan densitas yang rendah. Proses ini terbentuknya selalu dihubungkan dengan mastoiditis kronis, dan biasanya ditemukan pada mastoid yang sklerotik. Gambaran yang terlihat pada foto roentgen mastoid adalah area yang densitasnya rendah dengan dikelilingi oleh area yang densitasnya tinggi. Area dengan densitas tinggi merupakan hasil dari 13

10 reaksi osteotik karena proses inflamasi. Kolesteatoma biasanya timbul di regio antrum mastoid dan pada atik (Makes, 1999). 5. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan OMSK secara umum adalah untuk menyembuhkan gejala dan meminimalisir resiko komplikasi penyakit. Penatalaksanaannya disesuaikan dengan jenis OMSK tersebut (Helmi, 2005; Aboet, 2007). a. Penatalaksanaan medis Prinsip mendasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah (Gilroy, 2002): 1. Aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret. 2. Terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal sesuai dengan hasil kultur dan sensitifitas kuman.. b. Penatalaksanaan bedah Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah secara operasi mastoidektomi yang bertujuan, yang terdiri dari (Gilroy, 2002; Helmi, 2005): 1. Mastoidektomi sederhana Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid. Ini pada kasus OMSK jenis tidak bahaya. 2. Mastoidektomi radikal Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti Ini pada kasus OMSK jenis bahaya. 14

11 OMSK jenis bahaya - OMSK jenis bahaya bersifat progresif - Kolesteatoma yang semakin luas akan mendestruksi tulang yang dilewatinya - Infeksi sekunder akan menyebabkan keadaan septik lokal - Nekrosis septik di jaringan lunak yang dilalui kolesteatoma dan di jaringan sekitarnya juga menyebabkan destruksi jaringan lunak yang mengancam akan terjadinya komplikasi-komplikasi Pilihan: - Atikotomi anterior - Timpanoplasti dinding utuh (Canal wall up tympanoplasty) - Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty) - Atticoantroplasti/osteoplastik epitimpanotomi - Timpanoplasti buka-tutup (open and close tympanoplasty) Gambar 2.4. Algoritme penatalaksanaan OMSK jenis bahaya (Helmi, 2005) 15

12 OMSK OMSK tenang OMSK aktif Stimulasi epitelialisasi tepi perforasi Cuci telinga, antibiotik topikal, antibiotik sistemik Perforasi menutup Perforasi menetap Otorea stop Otorea menetap > 1 minggu Tuli konduktif - Tuli konduktif + Ro. Mastoid (Schuller x-ray) Audiogram AB berdasarkan hasil kultur mikrobiologi Menetap > 3 bulan timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi mastoidektomi + timpanoplasti Gambar 2.5. Algoritma OMSK jenis tidak bahaya (Helmi, 2005). C. Respon Imun Respon imun tubuh diawali proses pengenalan tubuh terhadap benda asing atau substansi patogen, kemudian dilanjutkan dengan reaksi tubuh untuk melawan serta menghilangkan benda asing atau patogen tersebut. Respon imun tubuh dibedakan atas dua jenis yaitu: respon imun yang bersifat bawaan (nonspesifik / natural / innate / nonadaptif) dan respon imun yang didapat (spesifik / adaptif). Imunitas adaptif dimediasi oleh sel T dan B (Baratawijaya, 2009; Abbas et al., 2010). 1. Sistem imun spesifik atau adaptif Sistem imun ini disebut spesifik karena mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk 16

13 kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan (Abbas et al., 2010). Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada sistem selular, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk mengancurkan mikroba. Pada sistem humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular (Baratawijaya, 2009). Imunitas adaptif dimediasi oleh sel T dan B. Sel Thelper / sel CD4+ merupakan faktor kunci dalam membangun respons imun. Sel tersebut berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel efektor yang tergantung pada kombinasi sitokin dalam lingkungan, antigen dan antigen presenting cell (APC). Sampai saat ini terdapat empat jenis yang diketahui, meliputi Th 1, Th 2, T-regulatory (Treg) dan Th-17 (Romagnani, 2000). Sel Th 17, turunan baru sel CD4+, tidak hanya berbeda dari sel Th lainnya pada ekspresi dan regulasi gen, tetapi juga dalam hal fungsi biologisnya (Dong, 2008). Sel Th 17 secara khusus ditandai melalui produksi IL-17, serta memiliki fungsi pada penyakit autoimun, inflamasi kronis dan pertahanan inang terhadap patogen infeksius. IL-17 berperan sebagai aktivator sistem imun adaptif (Bettelli et al., 2006, Yang et al., 2008, Crome et al., 2010). Ternyata ada faktor proinflamasi lain,selain dari produk Th1, seperti IL- 17 (poduk dari Th17) yang dapat berpengaruh besar untuk respon imun seperti pada kasus periodontitis dan RA dengan destruksi tulang (Cardoso et al., 2009) Pada kondisi tengah, bakteri gram positif atau negatif memegang peran penting terjadinga inflamasi ditelinga dimana bakteri gram negatif lebih sering ditemukan pada OMSK dengan destruksi tulang (Robert et al.,2009). 17

14 Gambar 2.6. Ikatan hantaran sinyal antigen pada dinding bakteri dengan permukaan sel (Abbas et al., 2010). Pada tahun 2009, Robert et al. meneliti mekanisme destruksi tulang pada kasus otitis kronik. Pada penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa lipopolisakarida (LPS) pada bakteri menginduksi proses terjadinya osteoklastogenesis. 18

15 Gambar 2.7. Aktifasi TLR Ligan oleh LPS mengaktifkan Th17 via CD4 + (Abdollahi-Roodsaz et al., 2008). Pada tahun 2008, Abdollahi-Roodsaz et al. melaporkan peran LPS sebagai kontribusi eksogen terhadap Toll Like Receptor factor4 (TLR-4) ligan kemudian oleh APC mengaktifkan CD4 + Naïve mengaktifkan Th17 yang berperan pada pelepasan IL-17 pada penyakit arthritis. Peran LPS pada bakteri gram negatif dianggap sebagai faktor virulensi yang penting. LPS merupakan lapisan terluar yang dimiliki oleh bakteri gram negatif. LPS tersusun atas ikatan rantai lipid A dan rantai O-polisaccharida (O-antigen). O-antigen dari Pseudomonas aeruginosa didapatkan lebih dari 20 O-serogrup. O-antigen dari Pseudomonas aeruginosa didapatkan lebih banyak dibandingkan bakteri gram negatif lain (Bystrova et al., 2004). Dalam laporan Zhuang et al. (2007) disimpulkan LPS menginduksi osteoklasgenesis melalui jalur TLR4 in vitro dan vivo. Pseudomonas aeruginosa,sebagai bakteri gram negatif yang memiliki LPS, sangat sering ditemukan dalam kasus otitis media supuratif kronik (Nakagawa et al., 2004). Dinding sel pada Pseudomonas aeruginosa memiliki perbedaan dibandingkan lipopolisakarida pada gram negatif lainnya atau gram positif. Perbedaan ini membawa keunggulan Pseudomonas aeruginosa dibandingkan gram negatif lain. Perbedaan ini antara lain adalah : 1) LPS pada Pseudomonas aeruginosa lebih tidak permeabel dibandingkan bakteri gram lain; 2) LPS sebagai membrane luar dari bakteri gram negatif pada Pseudomonas aeruginosa lebih lebar/tebal dibandingkan daripada bakteri gram negatif lainnya karena adanya faktor waap kinase yang lebih sedikit/kurang dibandingkan bakteri gram negatif; 3) Rasio O-polysaccharide pada LPS Pseudomonas aeruginosa diklasifikasikan lebih dari 20 o-serogrup sedangkan pada LPS gram negatif hanya kurang dari 20 o-serogrup (Bystrova et al., 2004; Angela, et al., 2011). 2. Sistem imun nonspesifik atau nonadaptif Garis pertama pertahanan tubuh imunitas nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah 19

16 mikroba masuk tubuh. Pada pertahanan humoral, sistem imun nonspesifik menggunakan molekul larut. Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain sitokin, komplemen, protein. Pada pertahanan seluler, yang berperan adalah fagosit, sel Natural Killer (NK), sel mast, eosinofil dan sel dendrit (Khoury dan Naclerio, 2006; Baratawijaya, 2009). Fungsi utama fagosit adalah migrasi, kemotaksis menghancurkan mikroorganisme. Fagositosis menjadi lebih efisien dengan adanya antibodi (opsonin) yang terdapat pada permukaan mikroorganisme sehingga sebagai penanda bagi fagosit untuk menghancurkannya. Opsonisasi yang terjadi melalui tiga mekanisme, antara lain : 1) ikatan antibodi dan antigen dapat membentuk molekul kompleks imun yang mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik 2) antibodi sendiri sebagai opsin 3) opsnin dapat juga dihasilkan pasca aktivasi C melalui jalur lektin (Abbas et al.,2007). D. Interleukine-17 dan Destruksi Tulang Sitokin IL-17 dikeluarkan pertama oleh sel T CD4 + dalam bentuk percampuran antara nonglycosylate dan N-glycosylated. Sitokin interleukin-17 (IL-17) pertama kali di isolasi dari cdna binatang roden oleh Infante-Duarte et al.. IL-17 dikeluarkan pertama oleh sel T CD4 + dalam bentuk percampuran antara nonglycosylate dan N-glycosylated. Merupakan sitokin yang berperan kuat sebagai proinflamasi. Infante-Duarte et al., (2000) pertama kali menunjukkan bahwa populasi Th yang yang memproduksi IL-17 (sel Th17) berbeda dari sel Th1 dan sel Th2 pada tikus dan manusia. Pada manusia gen encodingnya IL-17 ada pada kromoson 6. Jenis atau golongan dari IL-17 terbagi atas : IL-17A, IL-17B, IL-17C, IL-17D, IL-17E, IL-17F. IL-17A lebih jelas berperan pada fisiologi tulang dan artritis saat ini (Sudeepta, 2002; Infante-Duarte et al., 2002; Sarah, 2004). 20

17 Gambar 2.8. Diferensiasi sel T CD4+: sel T CD4+ berdiferensiasi menjadi berbagai sel efektor antara lain empat jenis sel T H efektor yang memiliki fungsi yang berbeda berdasarkan ekspresi faktor transkripsi dan karakteristik sitokin yang unik (Harrington et al., 2005). Harrington et al., menjelaskan sebuah dasar dari mekanisme molekuler, yaitu sel T yang memproduksi IL-17 ( disebut sel Th17 atau sel T inflamasi ( Thi ) memerlukan sitokin yang berbeda ( IL-23, namun bukan IL-12 maupun IL-4) dan faktor transkripsi dari sel Th1 dan sel Th2 (Harrington et al., 2005). 21

18 Gambar 2.9. Mekanisme destruksi tulang pada pengaktifan IL-17 (Sarah, 2004). Pada tahun 2003, Aggarwal et al., lebih lanjut dapat menunjukkan bahwa IL-23 merangsang sel T CD4+ untuk menginduksi sekresi IL-17 yang mengikuti induksi dari T-cell receptor (TCR). Penelitin terbaru menyatakan bahwa IL-23 penting untuk ekspansi, kelangsungan hidup dan patogenisitas sel Th 17. Sitokin kunci yang diperlukan untuk diferensiasi Th 17 merupakan kombinasi dari sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi, yaitu masing-masing IL-6 dan Tumor Growth Factor β (TGF-β) (Veldhoen et al., 2006; Mangan et al., 2006; Betteli et al., 2006; Kimura dan Kishimoto, 2011). Gambar Efek IL-17 pada populasi di rheumatoid (Pieere, 2003). 22

19 Sel Th 17 juga memproduksi IL-21 dan IL-22, selain IL-17 sebagai sitokin utama (Wei et al., 2007; Dong, 2008). Turunan Th 17 diartikan dengan produksi sitokin interleukin-17 (juga disebut sebagai IL-17A) dan IL-17F, anggota IL-17 sebagai homodimer atau heterodimer (Aggarwal et al., 2003). IL-21 selain beraksi dengan TGFβ untuk memacu diferensiasi Th 17, juga diproduksi oleh sel Th 17 (Korn et al., 2007). Sel Th 17 juga diketahui menghasilkan sitokin tertentu lainnya, termasuk TNF-α dan limfotoksin-β, IL 6, Interferon γ, IL 1α dan subset Th 17 yang ditandai oleh ekspresi reseptor kemokin (CCR6), ligan CCR6, CCL20 (Hirota et al., 2007; Liang et al., 2007; Torchinsky dan Blander, 2010). Gambar Diferensiasi Th 17 dan aktivasi sel imun untuk respons imunitas, peradangan (Kryczek et al., 2009). IL-17 menginduksi produksi sitokin inflamasi seperti IL-1, TNFα dan IL-6 oleh fibroblas, monosit dan makrofag. Selain itu, IL-17 menginduksi metaloproteinase matriks, RANKL dalam kondrosit, oksida nitrat dan PGE2 dengan konsekuensinya adalah destruksi tulang. Oleh karena itu, IL-17 juga mengaktifkan berbagai sitokin dan enzim untuk menginduksi destruksi tulang 23

20 pada pasien dengan OMSK mirip dengan mekanisme yang mendasari rheumatoid arthritis (Takuo et al., 2010). Gambar mediator-mediator inflammasi dalam proses patogenesis periodontitis (Lindberg dan Bage, 2013). Proses resorpsi lebih dominan dibandingkan proses formasi tulang dan terjdinya proses enzimatik yang diinduksi oleh mediator inflamasi sitokin berakibat kerusakan pada tulang akibat ketidakseimbangan antara proses resorbsi oleh osteoklas dengan proses formasi tulang oleh osteoblas. Akibat ketidakseimbangan ini, mengakibatkan destruksi pada tulang (Gravallese, 2002; Haruyama, 2010; Cardoso, 2009). 24

21 Gambar Proses hemapoetik pengaktifan osteoklas ( Tanaka, et al., 2003). Osteoklas adalah sel multinuklear berasal dari sel-sel induk hematopoietik. Berfungsi untuk katabolisme tulang, bertanggung jawab untuk resorpsi tulang. Bekerja dengan melarutkan kristal hidroksiapatit. Mereka diferensiasi jalur umum dengan makrofag dan sel dendritik. Jadi prekursor promieloid dapat berubah menjadi osteoklas, makrofag atau sel dendritik, tergantung pada apakah terkena reseptor penggerak NF-kB ligan (RANKL, juga disebut tumor nekrosis faktor yang berhubungan dengan aktivasi yang diinduksi sitokin (TRANCE)), osteoprotegerine ligan (OPGL) atau Osteoklast Differenciation Factor (ODF), macrophagecolony-stimulating factor (M-CSF) atau granulocyte-macrophage colonystimulating factor (GMCSF) (Tanaka et al., 1993). Marophage colony stimulating factor (M-CSF) dan receptor activator of nuclear factor B ligand (RANKL) adalah dua faktor kunci penting untuk diferensiasi osteoklas. RANKL memainkan peran penting untuk mengaktifkan dan kelangsungan osteoklas (Kong and Feice et al., 1999; Suda et al., 2009; Armelle et al., 2012). Meningkatnya resorpsi tulang oleh osteoklas yang dominan dibandingkan proses remodeling adalah kunci patofisiologi dari destruksi tulang. Osteoklas memediasi patogenesis penyakit tulang terkait seperti RA dan osteoporosis. Pengembangan suatu model in vitro resorpsi tulang dengan menggunakan 25

22 osteoklas primer terisolasi dan tulang mineral atau dentin matriks sebagai substrat hampir dua puluh tahun yang lalu memberikan sistem yang sangat baik untuk studi biologi sel rinci resorpsi tulang (Boyce and Xing, 2007). Gambar Stimulasi prekursor osteoklas ekspresi RANK ligan (RANKL) (Armelle et al., 2012). Peran IL-17 dalam osteoklas pada kasus remodeling tulang mulai didiskripsikan dalam 10 tahun terakhir. IL-17 penting dalam patogenesis kerusakan tulang seperti pada artritis. Chabaud, (2003) dalam penelitiannya menyatakan IL-17 baik sendiri ataupun kombinasi dengan sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-α) berperan pada destruksi tulang dalam kasus osteoartritis dan rematoid artritis. Tahun 2006, Sato meneliti peran IL-17 dalam proses osteoklas pada kasus RA melalui kombinasi antara RANKL dan M-CSF. Pada destruksi tulang, peran IL-17 jelas pada proses osteoklasgenesis dengan melalui peningkatan regulasi dari matrix metalloproteinases (MMPs) dan receptor activator of NF-κβ Ligan (RANKL) sehingga terbentuk osteoklas meningkat. Faktor RANKL yang meningkat membuat osteoprotegerin (OPG) tertekan. Faktor OPG yang tertekan menyebabkan berkurangnya fungsi penghambat dari perubahan RANKL menjadi RANK (Sarah, 2004; Haruyama et al., 2010; Gravallese et al., 2014). 26

23 Gambar Mekanisme kerusakan tulang akibat proses inflamasi pada periodontitis (Hajishengallis, 2014). Peran IL-17 dalam destruksi tulang melalui peningkatan osteoklastogenesis melalui produksi MMPs dan juga peningkatan RANKL. Fungsi inilah membuat IL-17 sebagai sitokine baru dalam perkembangan terjadinya proses resorbsi tulang (Pierre, 2003). Sel T yang terlibat dalam destruksi tulang adalah IL-17. Il-17 bekrja sinergis dengan sitokine lainnya seperti IL-1β dan TNF-α untuk memperkuat inflamasi dan sebagai element pathogenesis destruksi tulang. IL 17 meningkatkan regulasi IL 1α dan TNFα. Peningkatan regulasi TNFα menyebabkan peningkatan myeloid prekusor. Peningkatan regulasi IL-1α menyebabkan peningkatan peningkatan NO dan PGE yang menyebabkab OPG turun (Cardosa et al., 2009) Destruksi tulang yang ditemukan pada penyakit rematoid artritis dilaporkan bahwa peran RANKL dan Th17 memberi kontribusi yang jelas. Kolesteatoma yang dapat merusak struktur tulang temporal pada kasus OMSK tipe berbahaya juga dimungkinkan adanya peran RANKL dan Th17 seperti 27

24 rematoid artritis. Keberadaan RANKL dan IL17 spesifik lebih tinggi pada OMSK dengan kolesteatoma dibandingkan otitis media lainnya (Yoshiki dan Issaku, 2013). Inflamasi yang muncul pada telinga tengah membuat makrofag teraktifasi sebagai sistem imun spesifik. Pada fase inflamasi terjadi pelepasan IFNγ, TNFα dan IL-23. IL-23 menginduksi Th0 menjadi Th17. Aktivasi Th17 mengekspresikan faktor destruksi tulang, RANKL dan pelepasan IL-17. Pada OMSK dengn kolesteatoma peningkatan IL-17 dibandingkan OMSK lainnya didapat karena terjadi peningkatan RANKL dan Th17 (Yoshiki dan Issaku, 2013). E. Tingkatan Destruksi Tulang Pada Otitis Media Supuratif kronis Pada telinga ketidakseimbangan antara proses formasi tulang dengan penyerapan tulang dapat terjadi karena adanya otitis media kronik atau adanya kolesteatom. Kondisi yang disebabkan proses infeksi di telinga tengah akan meningkatkan terjadinya inflamasi di tulang sekitarnya. Terjadi peningkatan aktivasi osteoklas menyebabkan destruksi tulang ( Robert et al., 2009). Teori tentang destruksi tulang pada OMSK dapat terjadi karena adanya faktor sitokin yang dilepaskan pada proses inflamasi yang mengaktifkan osteoklas, faktor mekanik karena desakan dan faktor kolesteatom (Yoshiki dan Issaku, 2013). Pada penelitian Haruyama et al. (2010) dikatakan adanya peran sitokine (IL-17) dalam kerusakan tulang pada OMSK selain peran kolesteom dan mekanik. Berdasarkan pembagian yang diajukan oleh Kuczkowski et al. (2011), destruksi tulang di telinga dapat dikelompokan menjadi: - Tanpa ada destruksi / tingkat 0 : tidak ada destruksi - Tingkat ringan / tingkat 1 : destruksi pada skutum dan salah satu osikel - Tingkat sedang / tingkat 2 : destruksi pada tegmen dan seluruh osikel - Tingkat berat / tingkat 3 : destruksi pada tegmen, seluruh osikel, tulang labirin, kanalis fasialis, dinding saluran telinga, sinus sigmoid, koklea, dinding tulang mastoid 28

25 Pembagian oleh Takuo et al. (2010) berdasarkan temuan operasi ada tidaknya tereksposnya nervus facilis, tereksposnya duramater, tereksposnya kanalis semisirkularis/fistel maka destruksi tulang dikelompokan menjadi: Tingkat 0 : tidak ada daerah yang terdestruksi tulang Tingkat 1 : hanya ditemukan meliputi salah satu lokasi yang dinilai saat temuan operasi Tingkat 2 : ditemukan dua lokasi tulang yang terdestruksi yang dinilai saat operasi Tingkat 3 : jika ditemukan lebih dari tiga lokasi yang dinilai terdapat destruksi. Invasi jaringan granulasi oleh Kuczkowski et al. (2011), dikelompokan menjadi : - meliputi 1 area : epitimpanum atau mesotimpanum - meliputi 2 area : epitimpanum atau mesotimpanum dan antrum - meliputi 3 area : epitimpanum, mesotimpanum dan antrum 29

26 F. Kerangka Pikir Bakteri Pada Telinga Tengah TLR APC TNFα Makrofag IL-1α CD4 + activated Sitokrom P-450 IL-23 IL-6 Th 0 Th17 Proses Oksidasi Produksi NO M-CSF-cFms IL-17 Fibroblast RANKL - RANK OPG Osteoblas berkurang MMPS Stem sel Myeoloid Prekusor Osteoklas Prekursor Osteoklas Aktif Destruksi Tulang Destruksi Tulang Tingkat O Destruksi Tulang Tingkat commit 1 to user Destruksi Tulang Tingkat 2 Destruksi Tulang Tingkat 3 30

27 Keterangan : : Variabel terikat pada penelitian : Variabel bebas pada penelitian APC CD4 + GCSF IL-1 IL-6 IL-17 IL-23 LPS MCSF MMP S OPG RANKL RANK Th0 Th17 TLR TNF : Antigen Precenting Cell : Cluster of differentiation of factor 4 : granulocyte colony stimulating faktor : Interleukine factor 1 : Interleukine factor 6 : Interleukine factor 17 : Interleukine factor 23 : Lipopolisakarida : Macrofage coloni stimulating factor : matrix metalloproteinases : osteoprotegerine : receptor activator of NF-κβ Ligan : receptor activator of NF-κβ : Thelper 0 : Thelper17 : Toll like receptor : Tumor necroting factor G. Hipotesis Ada hubungan ekspresi IL-17 di jaringan granulasi kavum timpani dengan tingkat destruksi tulang pada pasien OMSK. Peningkatan ekspresi IL-17 diikuti peningkatan tingkat destruksi tulang. 31

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 20 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronis Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan adanya lubang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga tersebut lebih dari tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 4 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi Telinga Tengah 1. Membran timpani 2. kavum timpani 3. prossesus mastoideus 4. tuba eustachius Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah Gambar ini dikutip dari Netter

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Gambar 1 anatomi telinga (Sumber: Kaneshiro N K,2011) 2.1.1. Anatomi telinga luar Anatomi luar terdiri dari, heliks, lipatan heliks, kanal heliks,kanalis auditorius

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon : Lampiran 1 LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :. Agama : No. M R : Tanggal : II. Keluhan Utama : III. Keluhan tambahan : - Sakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Telinga tengah adalah rongga yang terdapat antara membran timpani dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Telinga tengah adalah rongga yang terdapat antara membran timpani dengan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah adalah rongga yang terdapat antara membran timpani dengan kapsul tulang labirin yang terdapat ditulang petrosus yang berisi antara lain

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan dipelajari anatomi telinga dan fisiologi pendengaran. Telinga dibagi atas telinga luar,telinga

Lebih terperinci

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN LAPORAN KASUS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN Oleh : SAIFUL BAHRI ( H1A 005 045 ) DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA ANTARA PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TIPE JINAK DAN TIPE BAHAYA TESIS

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA ANTARA PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TIPE JINAK DAN TIPE BAHAYA TESIS PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA ANTARA PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TIPE JINAK DAN TIPE BAHAYA TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat magister Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) 2.1.1. Definisi Otitis Media merupakan suatu keadaan inflamasi pada mukosa telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga tersebut lebih dari tiga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJUAN KEPUSTAKAAN 2. 1. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK 2.1.1. DEFINISI OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Otitis Media Supuratif Kronis 2.1.1 Definisi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan pendukung gigi disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal

Lebih terperinci

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar BAB II Kepustakaan 2.1 Anatomi telinga luar Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut TUGAS IMUNOLOGI DASAR TUGAS I : CELLS AND TISSUE IN THE IMMUNE SYSTEM 1 Sebutkan jaringan dan sel yang terlibat dalam system imun Jaringan yang terlibat dalam system imun adalah : a. Primer Bone Marrow

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) 2.1.1 Definisi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat

Lebih terperinci

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TUGAS REFERAT PENYUSUN Dwi Meutia Julyta 030.13.063 PEMBIMBING Dr. Bima Mandraguna, Sp THT- KL Dr. Aditya Arifianto, Sp THT - KL KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis mediasupuratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan. Farmasi dalam kaitannya

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari : 1. Membran timpani. 2. Kavum timpani. 3. Tuba Eustachius 4. Prosesus mastoideus. Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah (Dikutip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otitis Media Supuratif Kronis 2.1.1 Definisi Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga tengah disertai perforasi membran timpani yang telah berlangsung

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik Tahapan Respon Sistem Imun 1. Deteksi dan mengenali benda asing 2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon 3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon 4. Destruksi atau supresi penginvasi Respon Imune

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB 3 KETERLIBATAN SITOKIN PADA PROSES DESTRUKSI JARINGAN PERIODONSIUM

BAB 3 KETERLIBATAN SITOKIN PADA PROSES DESTRUKSI JARINGAN PERIODONSIUM BAB 3 KETERLIBATAN SITOKIN PADA PROSES DESTRUKSI JARINGAN PERIODONSIUM Meskipun penyakit periodontal diawali dengan bakteri yang berkolonisasi pada permukaan gigi dan sulkus gingiva, respon tubuh dipercaya

Lebih terperinci

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN OMSK 1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet)

PENATALAKSANAAN OMSK 1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet) PENATALAKSANAAN OMSK OMSK Tipe Aman Pengobatan OMSK tipe aman berprinsip pengobatan konservatif atau dengan medikamentosa. Pengobatan OMSK tipe aman secara konservatif, yaitu : 1. Membersihkan liang telinga

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi

BAB II KONSEP DASAR. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi telinga tengah, jika tidak diobati dapat terjadi osteomilitis (Brunner dan Suddarth, 2000). Mastoiditis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Embriologi Telinga Tengah Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal pertama, disamping itu bersama-sama dengan telinga luar, telinga tengah juga mempunyai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media

Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah dampak dari episode otitis media akut

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia yang mempunyai dua fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gangguan Pendengaran Menurut World Health Organization (WHO), gangguan pendengaran adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kehilangan pendengaran di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition 0 Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition Penerjemah : Oki Suwarsa Reyshiani Johan ISBN : Halaman dan Ukuran Buku : 1-40; 18,2x25,7

Lebih terperinci

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam

Lebih terperinci