BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pantai Parangtritis merupakan salah satu pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta yang paling banyak menyumbangkan pendapatan daerah, khususnya bagi Kabupaten Bantul. Pantai Parangtritis juga merupakan salah satu pantai yang menjadi maskot wisata Kabupaten Bantul. Pantai ini selalu menjadi destinasi wisata utama wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasinya terletak di ujung Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul yang berdekatan dengan Kabupaten Gunungkidul. Angin yang bertiup di kawasan Parangtritis cenderung berasal dari arah tenggara karena angin yang bertiup ke daratan dibelokkan oleh perbukitan karst Gunungsewu di bagian timur Parangtritis. Kekuatan angin yang besar seringkali mampu membawa dan menerbangkan pasir. Kombinasi antara kekuatan angin yang besar dengan pasir pantai yang kering menyebabkan banyak terjadi pergerakan pasir yang disebabkan oleh angin. Besarnya kekuatan angin yang bertiup menyebabkan pasir mampu bergerak secara merayap, meloncat, sampai melayang di udara. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pada kawasan Parangtritis terjadi deflasi pasir. Proses deflasi menyebabkan tiupan angin dapat membawa pasir. Deflasi merupakan perpindahan material pasir atau debu karena aktivitas angina (Cooke dan Doornkamp, 1974). Proses tersebut mengakibatkan terbentuknya jalur gumuk pasir selebar dua kilometer yang mempunyai azimut antara 335 o -340 o dari arah karst Gunungsewu (Verstappen, 2013). Deflasi di kawasan Parangtritis dapat menjadi masalah bagi para pengunjung karena dapat mengganggu kenyamanan berwisata. Pedagang dan penjaga wahana di Pantai Parangtritis juga terganggu oleh fenomena deflasi. Selain itu, deflasi berpengaruh juga terhadap fasilitas wisata seperti jalan penghubung Pantai Parangtritis dengan Pantai Parangkusumo. Banyak sekali pasir 1

2 yang masuk ke jalan, sehingga sangat mengganggu kenyamanan orang berkendara atau pejalan kaki. Pergerakan pasir yang diakibatkan oleh proses deflasi masih belum bisa dihambat oleh adanya pohon perindang yang difungsikan sebagai penahan laju pasir. Fenomena deflasi yang terjadi di kawasan Pantai Parangtritis pada dasarnya merupakan fenomena alam biasa, namun karena pesatnya perkembangan kegiatan pariwisata di Parangtritis fenomena deflasi ini dapat menjadi salah satu tipe bahaya di kawasan Parangtritis. Kerugian dapat ditimbulkan akibat adanya deflasi bila tidak dikelola dengan baik. Fenomena deflasi di kawasan Parangtritis harus tetap berjalan karena merupakan salah satu proses geomorfologis, namun kerugian yang ditimbulkan terhadap kegiatan pariwisata juga harus ditekan. Kajian mengenai deflasi di kawasan Parangtritis menjadi sangat penting karena pengelolaan bahaya deflasi perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian kegiatan pariwisata. Memerhatikan pentingnya hal tersebut, maka karakteristik deflasi di kawasan Pantai Parangtritis perlu diketahui. Selain itu observasi terhadap pihak yang terdampak langsung oleh deflasi juga diperlukan untuk mengetahui pengaruh deflasi dan dampaknya terhadap kegiatan pariwisata Perumusan Masalah Perkembangan kegiatan pariwisata di kawasan Pantai Parangtritis yang cukup pesat menyababkan munculnya masalah yang berkaitan dengan proses alam. Aprilia (2003) menyebutkan bahwa besar deflasi di kawasan Paragtritis yaitu di sekitar gumuk pasir rata-rata sebesar 0,051 gr/detik. Proses alam seperti deflasi yang ada di kawasan Parangtritis menjadi terganggu karena pada jalur pergerakan pasir dibangun berbagai fasilitas penunjang pariwisata seperti jalan, toko, dan bangunan lain. Proses alam yang berjalan ini pada dasarnya bukan merupakan suatu masalah, tetapi karena prosesnya terganggu oleh kegiatan manusia maka berubah menjadi masalah dan menjadi salah satu tipe bahaya di kawasan Pantai Parangtritis. Deflasi yang terjadi ini tentunya mempunyai kekuatan yang cukup besar karena sudah menjadi salah bahaya yang dapat merugikan. 2

3 Deflasi yang terjadi di kawasan Pantai Parangtritis memliki karakteristik tertentu. Karakteristik deflasi dapat diteliti dengan mengetahui besar kejadiannya pada saat waktu siang dan malam. Selain itu karakteristik deflasi juga dapat diketahui secara fisiknya, yaitu dengan mengetahui ukuran butir, kebulatan, dan kebundaran material terdeflasi, arah deflasi, serta ambang batas kecepatan angin. Pasir yang bergerak akibat proses deflasi dapat mengganggu kenyaman pengunjung dan dapat menganggu saluran pernafasan. Selain itu, akibat deflasi juga dapat memengaruhi omzet pedagang karena pasir mampu mengotori barang yang dijual pedagang. Lebih jauh lagi pergerakan pasir yang sangat intensif mampu masuk ke jalan sehingga mengganggu para pengendara dan pejalan kaki. Akibatnya kegiatan pariwisata di kawasan Pantai Parangtritis dapat terganggu. Berdasarkan masalah tersebut maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Berapa besar deflasi yang terjadi di kawasan Parangtritis? 2. Bagaimana karakteristik deflasi di kawasan Parangtritis? 3. Apa dampak deflasi terhadap aktivitas pariwisata di kawasan Parangtritis? 1.3. Tujuan 1. Mengetahui besar deflasi pasir di kawasan Parangtritis. 2. Mengetahui karakteristik deflasi pada kawasan Parangtritis. 3. Menemukenali dampak deflasi terhadap aktivitas pariwisata di kawasan Parangtritis Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang besarnya deflasi yang terjadi di kawasan Parangtritis dan dampak yang ditimbulkan akibat proses tersebut terhadap pariwisata. Informasi ini dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk pengelolaan kawasan Parangtritis agar proses deflasi tetap berjalan sebagaimana mestinya dan dilain pihak kegiatan pariwisata tidak terganggu. Penelitian ini juga bermanfaat 3

4 untuk pengembangan studi geomorfologi yang berkaitan dengan fenomena antropogenik. 1.5.Telaah Pustaka Proses Angin dalam Studi Geomorfologi Obyek kajian utama geomorfologi merupakan bentuklahan. Dalam studi geomorfologi, terdapat kajian mengenai tenaga geomorfik. Tenaga geomorfik merupakan tenaga yang bekerja mengahasilkan perkembangan bentuklahan. Angin merupakan salah satu tenaga geomorfik yang menghasilkan bentukan aeolian. Angin memiliki kekuatan untuk mengangkat dan mentransportasikan partikel debu pada jarak tertentu. Selain itu kecepatan dan arah angin juga menetukan keragaman bentukan asal proses angin (aeolian) (Thornburry, 1954). Fenomena aeolian pada lokasi-lokasi tertentu dapat berkombinasi dengan proses marine. Fenomena ini terjadi di kawasan Parangtritis. Verstappen (1957) menyebutkan bahwa sumber utama material pasir yang membentang di kawasan Parangtritis berasal dari Gunungapi Merapi yang tersusun oleh magnetit, gelas vulkanik, fragmen batuan andesitik, plagioklas, augit, hiperstin, dan beberapa ilmenit. Proses marine berupa arus berperan mendeposisikan pasir yang terbawa aliran sungai. Angin juga berperan dalam mendeposisikan material pasir di kawasan ini. Kondisi inilah menyebabkan pada kawasan Parangtritis terbentuk gumuk pasir (sand dune). Virginia Marine Resource Comission (1993) dan King (1966) menyebutkan bahwa fenomena sand dune di wilayah pesisir merupakan fenomena alam yang menarik dan atraktif untuk berkembangnya pariwisata. Proses aeolian secara mendasar dipengaruhi oleh erosivitas dan erodibiltas. Erosivitas mencakup angin permukaan dan iklim, sedangkan erodibilitas mencakup material dan kondisi permukaan. Erosi oleh angin terjadi ketika tekanan udara pada permukaan tanah atau pasir lebih besar dari pada gravitasi. Angin permukaan yang mampu membawa pasir merupakan angin yang bergerak secara turbulen. Kecepatan angin permukaan semakin besar jika semakin tinggi dari permukaan tanah (Cooke dan Doornkamp, 1990). 4

5 Pergerakan Pasir Pergerakan pasir sangat erat hubungannya dengan kecepatan angin. Pergerakan material pasir atau debu karena ativitas angin merupakan fenomena deflasi (Cooke dan Doornkamp, 1974). Pethick (1984) menyebutkan bahwa awal pergerakan pasir berada pada kecepatan angin yang bertiup 5 m/detik. Namun demikian, bila kecepatan angin sudah mulai konstan maka pasir mampu bergerak dengan kecepatan angin 4 m/detik. Kecepatan angin yang bertiup dapat menyebabkan perbedaan pergerakan pasir. Pasir mampu bergerak secara merayap, meloncat, dan melayang. Pasir yang merayap berada pada ketinggian maksimal 1 cm dari atas permukaan pasir, Pasir yang bergerak pada ketinggian 1 cm sampai 1 meter di atas permukaan pasir merupakan pasir yang bergerak secara meloncat. Pasir yang bergerak di atas 1 meter dari permukaan pasir merupakan pasir yang bergerak secara melayang. Studi yang dilakukan Chepil (1963, dalam Cooke dan Doornkamp, 1990) mengestimasikan bahwa 50-75% dari total material yang tererosi bergerak secara meloncat, 3-40% bergerak melayang, dan 5-25% bergerak secara merayap. Berbeda halnya dengan studi yang dilakukan oleh Susmayadi dkk. (2009) mengemukaan bahwa pasir di kawasan Parangtritis yaitu di gumuk pasir bergerak secara merayap sebanyak 84,81%, bergerak secara meloncat sebanyak 15,17%, dan bergerak secara melayang sebanyak 0,02% dari total pergerakan pasir. Perbedaan persentase pergerakan pasir ini disebabkan oleh liputan vegetasi, sumber material, dan kecepatan angin. Ukuran butir pasir dan kelembapan pasir mempunyai pengaruh terhadap pergerakan pasir. Oleh sebab itu, pada musim kering pasir akan lebih mudah mengalami pergerakan. King (1966) mengemukakan bahwa pada kondisi alami, material pasir yang pertama terbawa oleh angin adalah material pasir yang paling halus. Ketika material yang berukuran paling besar mampu terbawa angin, maka kecepatan angin tersebut merupakan ambang batas kecepatan angin (threshold 5

6 velocity). Berbeda halnya pada kondisi material pasir yang telah mengalami sortasi, pasir pada berbagai ukuran dapat bergerak secara bersamaan Deflasi di Kawasan Parangtritis Material pasir yang ada di kawasan Parangtritis berjumlah banyak, namun demikian gumuk pasir pesisir yang ada di kawasan Parangtritis relatif datar. Bird (1969) menjelaskan bahwa sedimen pasir yang ada di pantai dengan ukuran yang halus akan membentuk gumuk pasir pesisir yang relatif datar. Hal ini mengindikasikan bahwa material pasir yang ada di Parangtritis cenderung memiliki ukuran pasir halus. Menurut Verstappen (2013) bentang karst yang memiliki gawir pada bagian timur Parangtritis menyebabkan angin munson timur membelok menuju kawasan Parangtritis yang mampu menambah besar kekuatan angin untuk membawa pasir. Kondisi ini mampu mengakibatkan terjadinya deflasi pada kawasan Parangtritis. Pergerakan pasir yang terjadi di kawasan Parangtritis merupakan proses alamiah biasa. Susmayadi dkk. (2009) menyebutkan bahwa masuknya proses antropogenik berupa kepariwisataan kedalam wilayah yang berpotensi deflasi mengakibatkan munculnya ancaman deflasi yang mampu mengakibatkan bencana. Ancaman deflasi ini mampu menimbulkan kerusakan pada intensitas dan skala yang berbeda. Ancaman bahaya deflasi di kawasan Parangtritis ini berupa terpaan angin yang disertai material pasir, timbunan pasir, dan gangguan kesehatan oleh material pasir yang berukuran mikro. Kawasan Parangtritis menjadi rentan terhadap ancaman bahaya deflasi karena rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap deflasi dan sikap masyarakat yang cenderung mengabikan fenomena deflasi. Pembangunan rumah yang terlalu dekat dengan pantai dan berada pada koridor angin, serta tata ruang kawasan yang kurang ekologis menyebabkan kerentanan kawasan Parangtritis terhadap deflasi semakin besar Variabel dan Pengukuran Deflasi Shear stress (tegangan geser) yang ada di permukaan pasir merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pergerakan pasir. Ketika tegangan geser 6

7 mencapai keadaan kritis, maka pasir akan mulai bergerak. Tegangan geser mempunyai hubungan dengan kecepatan angin, yaitu yang dinyatakan dalam shear velocity atau gradien kecepatan angin. Gradien kecepatan angin (V * ) inilah yang menjadi tenaga penggerak utama pergerakan pasir (Belly, 1964). Banyak sekali studi yang telah mempelajari tentang deflasi. Dong et al. (2003) merangkum beberapa metode dalam perhitungan deflasi seperti pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Beberapa Metode untuk Menentukan Besarnya Deflasi No. Rumus Kontributor Tahun 1 q = C(d/D) (ρ/g)v * 2 q = C(d/D) (ρ/g)v * 3 q = (1/gd) 1.5 e (4.97d-0.47) 3 V * 4 q = C(1-R 2 3 t )(ρ/g)v * Bagnold 1941 Zingg 1953 Hsu 1971 Kind q = CV 3 (C=0.03) O'Brien dan Rindlaub 1936 C: Koifisien variasi ; D: diameter standar pasir ; d: ukuran butir ρ: kepadatan udara ; g: gravitasi ; V * : gradien kecepatan angin ; R t : V * /V *t (U *t : ambang batas gradien kecepatan angin) ; V: kecepatan angin. Sumber : Dong., et al. (2003) Belly (1964) membandingkan beberapa hasil perhitungan deflasi dari berbagai metode. Metode perhitungan deflasi yang dibandingkan oleh Belly (1964) antara lain adalah metode Bagnold, Zingg, Kawamura, dan Horikawa. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, metode pehitungan deflasi Bagnold (1938) merupakan metode yang mempunyai hasil paling bagus dibandingakn dengan metode lainnya. Perhitungan deflasi menggunkan metode Bagnold (1938) tidak memiliki hasil yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar

8 Gambar 1.1. Perbandingan Beberapa Metode Perhitungan Deflasi (Belly, 1964) Bagnold (1938) dalam memperhitungkan deflasi hanya mempetimbangkan pasir yang bergerak secara merayap dan meloncat (saltation). Variabel yang digunakan untuk Bagnold (1938) dalam menentukan deflasi antara lain adalah diameter pasir standar, diameter pasir hasil pengukuran, kepadatan udara, gravitasi, gradien kecepatan angin, dan koefisien standar pasir. Alat yang digunakan Bagnold dalam perhitungan deflasi adalah kolektor pasir vertikal dengan tinggi 0,76 m seperti yang ditunjukkan pada Gambar

9 Gambar 1.2. Penangkap Pasir (Sand trap) yang digunkan Bagnold (1938) Deflasi adalah salah satu proses geomorfologi yang bertipe erosif sehingga proses tersebut akan menghasilkan sedimen. Material yang terbawa oleh proses deflasi atau sedimen hasil deflasi memiliki karakteristik tertentu seperti diameter pasir, kebundaran (roundness), dan kebulatan (sphericity) yang dipengaruhi oleh kecepatan angin dan sumber material pasir. Kecepatan angin memiliki hubungan dengan diameter besar butir pasir. Kekuatan angin yang lebih besar akan menggerakkan pasir yang berukuran lebih besar. Selain itu kebulatan juga memiliki hubungan dengan kebundaran material pasir. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.3 dan Tabel

10 Gambar 1.3. Klasifikasi Hubungan Kebulatan dan Kebundaran (Brewer, 1976 dalam Aprilia, 2003) Tabel 1.2. Hubungan Kecepatan Angin dengan Diameter Butir Pasir Kecepatan Angin (m/detik) Diameter Butir Maksimum (mm) 4,5 6,7 0,25 6,8 8, ,5 11,4 1,00 11,5 13,00 1,50 Samber : Verstappen (1957) 1.6. Penelitian Sebelumnya Studi mengenai deflasi di kawasan Pantai Parangtritis termasuk gumuk pasir telah banyak dilakukan. Rudjito (2001) melakukan studi perbedaan dan tipe perkembangan gumuk pasir di pesisir Bantul, yaitu di daerah timur Sungai Opak dan barat Sungai Opak. Hasil dari penelitian ini adalah tipe gumuk pasir yang berada di wilayah timur Sungai Opak lebih berkembang dan beragam dibandingkan dengan gumuk pasir di barat Sungai Opak. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah karakteristik angin. 10

11 Aprilia (2003) meneliti tentang deflasi pasir pada berbagai tipe gumuk pasir di Parangtritis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada setiap tipe gumuk pasir memiliki besar deflasi yang berbeda. Penelitian ini juga menghasilkan persamaan regresi besar deflasi dengan berbagai faktor. Aprilia (2003) juga menyatakan bahwa distrubusi vertikal pergerakan pasir di berbagai tipe gumuk pasir berbeda-beda. Susmayadi,dkk. (2009) mengakaji deflasi di Parangtritis sebagai salah satu proses fisik dan dinamika di kawasan pesisir. Kajian yang dilakukan oleh Susmayadi dkk. (2009) tidak hanya fokus pada proses deflasi saja, melaikan juga proses fisik lain seperti rip current (arus balik) dan abrasi. Hasil dari penelitian ini adalah potensi risiko deflasi di kawasan Parangtritis. Selain disajikan dalam tabel potensi risiko juga disajikan dalam peta risiko yang menunjukkan bahwa wilayah antropogenik di kawasan Parangtritis memiliki tingkat risiko deflasi yang tinggi. Perbedaan mendasar penelitian yang dilakukan Rudjito (2001), Aprlia (2003), dan Susmayadi dkk. (2009) dengan peneliti adalah pada karakterisik deflasi yang diukur. Peneliti menghitung besar deflasi di kawasan Pantai Parangtritis pada waktu siang dan malam hari. Analisis grain size juga dilakukan pada sedimen hasil deflasi. Selain itu peneliti menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh deflasi terhadap para kelompok pelaku wisata di kawasan Pantai Parangtritis. Tabel 1.3. Perbandingan Peneliti dengan Peneliti Sebelumnya Peneliti Judul Tujuan Hasil Rudjito (2001) Aprilia (2003) Studi Gumuk Pasir (sand dune) di Pesisir Kabupaten Bantul Daerah Istimiewa Yogyakarta Deflasi Pasir pada Berbagai Tipe Gumuk Pasir di Parangtritis 1. Memperlajari perkembangan gumuk pasir di Parangtrtitis 2. Mengetahui faktor penyebab perbedaan perkembangan agihan dan tipe perkembangan gumuk pasir di daerah penelitian 1. Mengetahui karakteristik material pada tipe gumuk pasir Faktor yang mempengaruhi perbedaan perkembangan gumuk pasir di pesisir Bantul. 1. Krankteristik material, vegetasi, dan angin 11

12 Lanjutan Tabel Susmayadi, dkk (2009) Malawani (2014) Proses Fisik dan Dinamika Kawasan Pesisir, Rip Curret, Deflasi, dan Abrasi Karakterisitik Deflasi dan Dampaknya Terhadap Pariwisata di Kawasan Parangtritis 2. Mengertaui distribusi vertikal pasir yang bergerak pada tiap tipe gumuk pasir 3. Mengetahui besarnya deflasi pasir dan faktor yang memengaruhinya Mengetahui potensi risiko rip current, deflasi, dan abrasi 1. Mengetahui besar deflasi pada kawasan Parangtritis 2. Mengetahui karakteristik fisik material terdeflasi di kawasan Parangtritis 3. Menemukenali dampak deflasi pada kegiatan pariwisata di kawasan Parangtritis 2. Perbandungan distribusi vertikal tiap tipe gumuk pasir 3. Besar deflasi pada tipa tipe gumuk pasir 4. Persamaan regresi untuk mengetahui besar deflasi 5. Peta Geomoroflogi 1. Tabel potensi risiko deflasi 2. Peta bahaya, rawan, dan risiko rip current, deflasi, dan abrasi 1. Besar deflasi di kawasan Parangtritis 2. Karaktertisktik fisik material terdeflasi di kawasan Parangtritis 3. Dampak delfasi pada kegiatan pariwisata 1.7. Kerangka Pemikiran Angin merupakan faktor yang penting dalam pergerakan pasir. Karakteristik angin seperti arah dan kecepatan angin berkontribusi terhadap terjadinya pergerakan pasir. Pasir yang digerakkan oleh angin memiliki beberapa cara bergerak, yaitu merayap, meloncat, dan melayang. Adanya pergerakan material pasir yang disebabkan oleh angin merupakan proses deflasi. Material pasir yang terdeflasi tentunya memiliki karakteristik tertentu sesuai dengan tenaga penggeraknya. Karakteristik deflasi dapat dilihat dari besar deflasi, ukuran butir pasir, kebulatan, dan kebundaran material pasir yang terdeflasi. Di kawasan Parangtritis, fenomena deflasi dapat memengaruhi kegiatan pariwisata. Pihak yang dapat terdampak langsung oleh deflasi antara lain adalah pengunjung, pedagang, penjaga wahana, dan penjaga pantai atau Tim SAR. Masing-masing pelaku kegiatan pariwisata tersebut tentunya mempunyai dampak yang berbeda akibat 12

13 adanya proses deflasi. Atas dasar uraian tersebut, kerangka pemikiran penelitian dapat disusun seperti pada Gambar 1.4. Angin Arah Angin Kecepatan Angin Pergerakan Pasir Merayap Meloncat Melayang Deflasi Karakteristik Deflasi Pengaruh Deflasi pada Pariwisata Granolometri, kebulatan, kebundaran, besar deflasi siang dan malam, arah deflasi, serta threshold velocity Pelaku Wisata Pengunjung Pedagang Penjaga Wahana Petugas/SAR Dampak Deflasi Gambar 1.4. Kerangka Pikir Penelitian 13

14 1.8.Batasan Operasional Aeolian processes adalah proses yang melibatkan erosi, transportasi, dan sedimentasi oleh angin yang dapat terjadi pada lingkungan pesisir, gurun, dan wilayah agrikultur. (Lancaster, 2009) Ancaman adalah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan bencana (UURI No. 24 Tahun 2007) Angin adalah massa udara yang bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, sejajar dengan permukaan bumi. (Tjasyono, 2007) Deflasi adalah perpindahan atau pergerakan material pasir atau debu akibat erosivitas angin. (Cooke dan Doornkamp, 1974). Grain size (ukuran butir) adalah sifat paling mendasar dari partikel sedimen yang dipengaruhi keberadaan, transportasi, dan deposisinya yang dapat memberikan petunjuk penting berupa asal sedimen, transportasi, dan sejarah pengendapan. (Blott dan Pye, 2001) Shear velocity (gradien kecepatan angin) adalah tenega gesekan angin dengan permukaan pasir yang mampu menyebabkan pasir bergerak. (Belly, 1964) Threshold velocity adalah ambang batas kecepatan angin yang mampu menggerakkan pasir. (King, 1966) 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gumuk Pasir (sand dunes) merupakan bentukan alam berupa gundukangundukan pasir menyerupai bukit akibat pergerakan angin (eolean). Istilah gumuk berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gumuk pasir pada umumnya dijumpai di wilayah beriklim gurun (Pye and Tsoar, 2009). Tenaga utama pembentuk gumuk pasir adalah angin. Gumuk pasir di wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATAPENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PETA INTISARI ABSTRACT BAB I.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATAPENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PETA INTISARI ABSTRACT BAB I. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATAPENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR PETA... ix INTISARI... x ABSTRACT... xi BAB I. PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

dkk.,1997; Kay dan Alder, 2005 dalam Marfai dkk.,2011).

dkk.,1997; Kay dan Alder, 2005 dalam Marfai dkk.,2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan suatu wilayah yang mempunyai suatu ekosistem yang khas dan mempunyai sumberdaya alam yang baik. Ekosistem ini ada pada mintakat daratan maupun

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.5

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.5 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.5 1. Perombakan batuan menjadi bagian lebih kecil, tetapi tidak mengubah unsur kimia batuan tersebut dikenal dengan pelapukan....

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan mempunyai banyak pulau, baik besar maupun kecil, yang tersebar dari barat hingga timur. Wilayah laut Indonesia sangat luas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir Indonesia menjadi tempat tinggal yang paling diminati oleh penduduk karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang bertempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses erosi dan sedimentasi merupakan proses yang memiliki peranan penting dalam dinamika permukaan Bumi. Verstappen dan van Zuidam (1968) mengklasifikasikan bentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

PENGARUH BANGUNAN TERHADAP PERKEMBANGAN GUMUK PASIR PARANGTRITIS. Fajar Sugiarto Sunarto

PENGARUH BANGUNAN TERHADAP PERKEMBANGAN GUMUK PASIR PARANGTRITIS. Fajar Sugiarto Sunarto PENGARUH BANGUNAN TERHADAP PERKEMBANGAN GUMUK PASIR PARANGTRITIS Fajar Sugiarto sugiartototok838@gmail.com Sunarto sunartogeo@gmail.com Abstract This research was conducted in Parangtritis sand dunes area.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Herning Dyah Kusuma Wijayanti 1, Fikri Abubakar 2 Dosen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia, sebagian wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Meika,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGSAHAN.. HALAMAN PERNYATAAN.. INTISARI.. ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR..

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGSAHAN.. HALAMAN PERNYATAAN.. INTISARI.. ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGSAHAN.. HALAMAN PERNYATAAN.. INTISARI.. ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL i ii iii iv v vi viii xi xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

Berikut kerangka konsep kegiatan pembelajaran geografi kelas VI SD semester II pada KD mengenal cara cara menghadapi bencana alam.

Berikut kerangka konsep kegiatan pembelajaran geografi kelas VI SD semester II pada KD mengenal cara cara menghadapi bencana alam. Materi Ajar Mitigasi Bencana Tsunami Di Kawasan Pesisir Parangtritis ( K.D Mengenal Cara Cara Menghadapi Bencana Alam Kelas VI SD ) Oleh : Bhian Rangga J.R Prodi Geografi FKIP UNS Berikut kerangka konsep

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Sungai Sungai merupakan jalan air alami dimana aliranya mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Menurut Soewarno (1991) dalam Ramadhan (2016) sungai

Lebih terperinci

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN. Oleh

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN. Oleh Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : Nilai PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN Oleh Nama : NIM : PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 % I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan wilayah dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 % dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

KAJIAN KERUSAKAN PANTAI AKIBAT EROSI MARIN DI WILAYAH PESISIR KELURAHAN KASTELA KECAMATAN PULAU TERNATE

KAJIAN KERUSAKAN PANTAI AKIBAT EROSI MARIN DI WILAYAH PESISIR KELURAHAN KASTELA KECAMATAN PULAU TERNATE KAJIAN KERUSAKAN PANTAI AKIBAT EROSI MARIN DI WILAYAH PESISIR KELURAHAN KASTELA KECAMATAN PULAU TERNATE Adnan Sofyan *) Abstrak : Tingkat kerusakan di wilayah pesisir Kelurahan Kastela yaitu sesuai panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geografi adalah ilmu yang mempelajari permukaan bumi sebagai sebuah ruang yang mana di dalamnya merupakan tempat sekumpulan orang tinggal (Hagget 1986, 175). Pariwisata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Geologi lingkungan merupakan suatu interaksi antara manusia dengan alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang

Lebih terperinci

BENTANG ALAM EOLIAN. 1. Cekungan Deflasi di Gurun Gobi

BENTANG ALAM EOLIAN. 1. Cekungan Deflasi di Gurun Gobi BENTANG ALAM EOLIAN Bentang alam eolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena aktivitas angin. Bentang alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir. Gurun pasir sendiri lebih diakibatkan adanya

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampungan dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta BAB IV GAMBARAN UMUM GAMBAR 4.1 Peta Daerah Istimewa Yogyakarta B. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. (Pregiwati, 2014) menyebabkan penduduknya dominan bermata pencaharian di

BAB I PENGANTAR. (Pregiwati, 2014) menyebabkan penduduknya dominan bermata pencaharian di 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Bentang alam pesisir Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km (Pregiwati, 2014) menyebabkan penduduknya dominan bermata pencaharian di pesisir dan laut. Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia HOME ENGLISH KONTAK SITE MAP SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia Advanced Search Tema Fisik dan Lingkungan Potensi dan Sumberdaya Sejarah, Wilayah, Penduduk & Budaya Interaktif Peta

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Nomor Per.06/MEN/2010 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP SEBARAN GUMUK PASIR DI PANTAI PARANGTRITIS TAHUN

ANALISA PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP SEBARAN GUMUK PASIR DI PANTAI PARANGTRITIS TAHUN JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 246-256 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISA PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP SEBARAN GUMUK PASIR DI PANTAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Dinamika morfologi muara menjadi salah satu kajian yang penting. Hal ini disebabkan oleh penggunaan daerah ini sebagai tempat kegiatan manusia dan mempunyai

Lebih terperinci

PROSES GEOMORFIK. Kelompok V : 1. Nur Asyriyanti Bagenda 2. Ikawati Basri 3. Jamriani 4. Ririen

PROSES GEOMORFIK. Kelompok V : 1. Nur Asyriyanti Bagenda 2. Ikawati Basri 3. Jamriani 4. Ririen PROSES GEOMORFIK Kelompok V : 1. Nur Asyriyanti Bagenda 2. Ikawati Basri 3. Jamriani 4. Ririen Pendahulua n Pengertian Geomorfologi Katastrofisme, Uniformitarianisme dan Evolusi Proses Proses Geomorfik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sangat panjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dayeuhkolot merupakan kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung yang berada di sisi Sungai Citarum. Berdasarkan sejarah, Dayeuhkolot yang dalam bahasa sunda berarti kota

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL YOGYAKARTA

GEOLOGI REGIONAL YOGYAKARTA GEOLOGI REGIONAL YOGYAKARTA Fisiografi Yogyakarta terbentuk akibat pengangkatan Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo pada Kala Plistosen awal (0,01-0,7 juta tahun). Proses tektonisme diyakini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan transisi ekosistem terestrial dan laut yang ditandai oleh gradien perubahan ekosistem yang tajam (Pariwono, 1992). Kawasan pantai merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan garis pantai terluas di Asia Tenggara (81.000 km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai.

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi bangsa dan rakyat. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km 2 ini terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi bangsa dan rakyat. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km 2 ini terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa dan rakyat Indonesia, merupakan rahmat dari pada-nya dan wajib dikembangkan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan kegiatan industri, pariwisata, agribisnis, agroindustri, permukiman, transportasi, dan pelabuhan.

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan, melalui suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1) PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 1 (215), Hal.21-28 ISSN : 2337-824 Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DI AREA GUMUKPASIR PARANGTRITIS KABUPATEN BANTUL TAHUN

ANALISIS DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DI AREA GUMUKPASIR PARANGTRITIS KABUPATEN BANTUL TAHUN ANALISIS DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DI AREA GUMUKPASIR PARANGTRITIS KABUPATEN BANTUL TAHUN 2003-2014 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

SD kelas 4 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 14. PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK Latihan Soal 14.2

SD kelas 4 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 14. PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK Latihan Soal 14.2 SD kelas 4 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 14. PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK Latihan Soal 14.2 1. Di bawah ini pernyataan yang tidak tepat mengenai angin adalah... Angin merupakan udara yang bergerak Angin bertiup

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketika kesetimbangan neraca air suatu daerah terganggu, maka terjadi pergeseran pada siklus hidrologi yang terdapat di daerah tersebut. Pergeseran tersebut dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo 09.02.4.0011 PROGRAM STUDI / JURUSAN OSEANOGRAFI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2012 0 BAB

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jatuhan batuan atau yang biasa disebut dengan istilah rockfall merupakan salah satu jenis gerakan massa yang terjadi berupa jatuhnya bongkahan batuan dari suatu lereng

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci