PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LITTER SIZE, BOBOT LAHIR, MORTALITAS SELAMA MENYUSUI DAN BOBOT SAPIH PADA KELINCI PERSILANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LITTER SIZE, BOBOT LAHIR, MORTALITAS SELAMA MENYUSUI DAN BOBOT SAPIH PADA KELINCI PERSILANGAN"

Transkripsi

1 1 PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LITTER SIZE, BOBOT LAHIR, MORTALITAS SELAMA MENYUSUI DAN BOBOT SAPIH PADA KELINCI PERSILANGAN SKRIPSI Oleh : DEWI LESTARI SEMBIRING IPT DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 2 PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LITTER SIZE, BOBOT LAHIR, MORTALITAS SELAMA MENYUSUI DAN BOBOT SAPIH PADA KELINCI PERSILANGAN SKRIPSI Oleh : DEWI LESTARI SEMBIRING IPT Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Ujian Akhir Pada Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 3 Judul Penelitian : Pengaruh Frekuensi perkawinan dan sex ratio Terhadap Litter size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan. Nama : Dewi Lestari Sembiring Nim : Departemen : Peternakan Program studi : Ilmu Produksi Ternak Disetujui Oleh Komisi Pembimbing (Dr. Ir.Daisy Tambajong, MP ) (Ir. Sayed Umar, MS ) Ketua Anggota Mengetahui : ( Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP ) Ketua Departemen

4 4 Tanggal di ACC : ABSTRAK Dewi Lestari Sembiring, pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada kelinci persilangan. Dibawah bimbingan Ibu Dr. Ir. Daisy Tambajong, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Roeswandi selaku anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan di peternakan rakyat Bapak Jamin Purba Spt jln Udara Gang Rukun, Berastagi Kabupaten Karo. Yang berlangsung pada tanggal 5 Juni sampai 31 Agustus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio serta interaksinya terhadap jumlah anak yang lahir (litter size), bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada kelinci persilangan. Rancangan yang diguanakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah frekuensi perkawinan dengan 4 taraf yaitu F1=satu kali kawin, F2=dua kali kawin, F3=tiga kali kawin dan F4=empat kali kawin. Faktor yang kedua adalah sex ratio dengan 3 taraf yaitu B1 (2 : 1 ), B2 (4 : 1 ) dan B3 (6 : 1 ) dengan perameter jumlah anak sekelahiran (litter size), bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih. Dari hasil penelitian diperoleh rataan litter size (ekor) sebesar 6,88 yang tertinggi terdapat pada perlakuan F 1 B 3 sebesar 8,00 ekor dan terendah pada F 1 B 1 sebesar 6,17 ekor. Rataan bobot lahir (gram/ekor) diperoleh sebesar 50,13 yang tertinggi pada perlakuan F 1 B 3 sebesar 55,80 (gram/ekor) terendah pada perlakuan perkawinan terdapat pada perlakuan F 3 B 1 sebesar 45,27 gram/ekor.rataan mortalitas selama menyusui (%) diperoleh sebesar 11,90 yang tertinggi F 3 B 2 sebesar 22,02 % terendah pada F 1 B 1 sebesar 6,25 %. Rataan bobot sapih (gram/ekor) sebesar 311,59 yang tertinggi pada F 1 B 1 sebesar 366,45 gram/ekor terendah F 3 B 1 sebesar 269,27 gram/ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio serta interaksi antara dua faktor tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap Litter size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan.

5 5 ABSTRACK Dewi Lestari Sembiring, "The effect of marriage frequency and sex ratio to litter size, born weight, mortality of during suckling and wean weight of cross rabbit." under instruction of Dr. Ir. Daisy Tambajong, MP as supervisor and Ir. Sayed Umar, MS as co-supervisor. This research was conducted in animal husbandry of Mr. Jamin Purba Spt. Jln Udara, Gang rukun. Regensy of Karo, that was started on 5 th June until 31 st Agust The purpose of this research is to study the influence of marriage frequency and sex ratio to litter size, born weight, mortality of during suckling and wean weight of cross rabbit. This research was conducted by using Faktorial Completely Randomized Desige (CRD). First factor is marriage frequency with F1=once marry, F2= twice marry, F3=thrice marryy and F4= four times marry. Secondary factor is sex ratio with B1=2 : 1, B2=4 : 1 dan B3=6 : 1 The result of research indicated the average of litter size (animal) was 6,88 that high on F1B3 treatment for 8,00 and the lowest on F1B1 for 6,17. the average born weight (gram/animal) is 50,13 that highest on F1B3 for 55,80 gram/animal and the lowest on F3B1 for 45,27 gram/animal. The average of motility during suckling (%) is 11,90 that highest on F3B2 for 22,02 % and the lowest on F1B1 for 6,25 %. The average of wean weight (gram/animal) is 311,59 that the highest on F1B1 for 366,45 gram/animal and the lowest on F3B1 for 269,27 gram/animal. The result of research indicated that influence of marriage frequency and sex ratio and interaction beetwen bath factor exected no significan effect to litter size, born weight, mortality of juring suckling and wean weight of cross rabbit

6 6 RIWAYAT HIDUP Dewi lestari sembiring, dilahirkan diujung Teran, kecamatan Tigalingga pada tanggal 16 juni 1984 anak keempat Bapak J. Sembiring dan Ibu C. br karo dari lima bersaudara. Pendidikan formal yang telah dilalui : 1. Sekolah Dasar Negeri Tanah Baru, tamat tahun Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Lawe Deski, tamat tahun Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Lawe Deski,, tamat tahun Masuk sebagai mahasiswa Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP/PMDK, tahun Kegiatan yang pernah diikuti : 1. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) desa Sinur, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, tahun Melaksanakan penelitian Skripsi pada bulan juni 2007 sampai pada Agustus 2007 di Jalan udara, gang Rukun Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo.

7 7 KATA PENGANTAR Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian ini dengan baik. Adapun judul dari penelitian ini adalah Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter size (Jumlah anak sekelahiran), Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Daisy Tambajong, MP Selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sayed Umar MS, Selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan hasil penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penulisan hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan hasil penelitian penulis ini. Medan, Januari 2008

8 8 Penulis DAFTAR ISI ABSTACK... i BSTRAK... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Kegunaan Penelitian... 2 Hipotesa Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci... 4 Pakan Induk... 6 Jumlah Anak...7 Bobot Lahir... 7 Mortalitas Selama Menyusui... 8 Bobot Sapih BAHAN ALAT DAN METODE Tempat Dan Waktu Penelitian Bahan Dan Alat Penelitian Bahan Penelitian Alat Penelitian Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kandang Pemilihan Ternak Random Ternak Pemeliharan Pelaksanan Perkawinan Penimbangan Berat Lahir Pemeriksaan Mortalitas Anak Selama Menyusui... 16

9 9 Penimbangan Berat Sapih Pembersihan Kandang Parameter Yang Diamati Litter Size (jumlah Anak Sekelahiran) Bobot Lahir Mortalitas Selama Menyusui Bobot Sapih HASIL DAN PEMBAHAASAN Hasil...17 Litter Size (jumlah Anak Sekelahiran) Bobot Lahir Mortalitas Selama Menyusui Bobot Sapih Pembahasan...22 Litter Size (jumlah anak) Bobot Lahir Mortalitas menyusui Bobot sapih Rekapitulasi Hasil Penelitian KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...31 Saran...31 DAFTAR PUSTAKA

10 10 DAFTAR TABEL 1. Rataan litter size ternak kelinci persilangan Dwi kasta litter size ternak kelinci persilangan Rataan bobot lahir anak ternak kelinci Dwi kasta bobot lahir ternak kelinci Rataan mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci Dwi kasta mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci Rataan bobot sapih ternak kelinci persilangan Dwi kasta bobot sapih anak ternak kelinci Analisa ragam litter size ternak kelinci persilangan selama penelitian Analisa ragam bobot lahir anak ternak kelinci anak ternak kelinci persilangan selama penelitian Analisa ragam mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian Analisa ragam bobot sapih anak tenak kelinci persilangan selama penelitian Rekapitulasi hasil penelitian litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada ternak kelinci persilangan dengan perlakuan frekuensi perkawinan dan sex ratio...30

11 11 DAFTAR LAMPIRAN 1. Kombinasi frekuensi perkawinan dan sex ratio Frekuensi perkawinan betina Waktu kawin pada betina Random Pejantan Random Betina Data bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian Data bobot sapih & persentase mortalitas kelinci persilangan selama penelitian Data kebutuhan nutrisi ransum induk bunting dan induk menyusui Komposisi ransum BUS Data Litter Size Data Tabel Dwikasta Litter Size Data ANOVA Litter Size Data Bobot Lahir Data Tabel Dwikasta Bobot Lahir Data ANOVA Bobot Lahir Data Mortalitas Data Tabel Dwikasta Mortalitas Data ANOVA Mortalitas Data Bobot Sapih Data Dwikasta Bobot Sapih Data ANOVA Bobot Sapih...55

12 Analisa Proksimat Rumput Lapangan...56 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia yang semakin meningkat, sehingga kekurangan gizi dikalangan masyarakat masih jauh dari kebutuhan, terutama yang berasal dari protein hewani, seperti daging, susu dan telur. Didukung oleh pengetahuan akan pentingnya protein hewani, maka secara otomatis permintaan akan protein hewani semakin meningkat pula. Ternak kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan kandungan protein yang tinggi, kadar lemak yang rendah, mampu menghasilkan anak 4-12 ekor perkelahiran, perkembangbiakannya cepat, pemeliharaannya mudah, hasil sampingannya dapat dimanfaatkan dan tidak membutuhkan areal yang luas dalam pemeliharaannya. Kelinci yang dipelihara secara intensif memerlukan perhatian yang lebih pada semua aspek kehidupannya. Kelalaian dan ketidak pedulian terhadap kehidupan kelinci tersebut menyebabkan kegagalan dan kemerosotan produksi dan bahkan dapat merugikan lingkungan usaha. Untuk memajukan usaha ternak, hendaknya mengarahkan usaha tersebut ketingkat yang lebih menguntungkan. Sehubungan dengan ini maka peternak harus bisa mengerti pemuliabiakan dan perkembangbiakan. Pemuliabiakan berarti mengawinkan sekelompok ternak dengan maksud untuk memperbaiki, dan sekaligus mengembangbiakan. Dengan demikian perkawinan bukan terjadi secara kebetulan atau liar, melainkan terarah dan teratur. Sehingga sebelum ternak induk 1

13 13 dikawinkan, terlebih dahulu perlu diadakan seleksi (memilih ternak yang bernilai tinggi atau menguntungkan). Perkawinan yang baik diharapkan menghasilkan jumlah anak atau persentase pembuahan yang tinggi. Pembuahan optimal ini bisa dicapai bila dilakukan pengaturan perkawinan oleh peternak. Semakin banyak jumlah anak yang lahir kemungkinan semakin rendah bobot lahirnya dan mortalitasnya semakin tinggi. Pejantan yang terlalu sering dikawinkan bisa menyebabkan kegagalan bunting. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian mengenai pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada kelinci persilangan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter size (jumlah anak sekelahiran), bobot lahir anak, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada kelinci persilangan. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi peternak khususnya peternak kelinci tentang frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada ternak kelinci persilangan. 2. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Pertanian Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

14 14 3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan kalangan akademisi atau instansi yang berhubungan dengan peternakan. Hipotesis Penelitian Adanya pengaruh dari frekwensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter size (jumlah anak sekelahiran), bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada ternak kelinci persilangan.

15 15 TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci Dalam klasifikasi biologi kelinci termasuk kedalam ordo Lagomorpha, kelinci liar mengalami domestikasi menjadi jinak dan tersebar keberbagai belahan dunia sebagai hewan peliharaan. Dewasa ini kelinci-kelinci dikawin silangkan sehingga menghasilkan berbagai jenis, tipe, dan ukuran. Menurut tipenya kelinci dibagi atas 3 yaitu, kelinci tipe kecil (berbobot 0,9-2 kg) dewasa kelamin umur 3-4 bulan, tipe sedang (berbobot 2-4 kg) dewasa kelamin 5-6 bulan, dan tipe berat (berbobot 5-8 kg) dewasa kelamin umur 7-8 bulan (Putra dan Budiana,2006). Pada awalnya kelinci dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai ternak hias pada tahun 1835, dan perkembangannya mencapai puncak pada tahun Mula-mula kelinci hanyalah terdapat dirumah-rumah tuan tanah keluarga Eropa (pegawai anderneming), lalu meluas kekalangan masyarakat petani. Kelinci jenis Jawa beratnya 2-3 kg bahkan ada yang lebih, warnanya ada yang putih, hitam, coklat muda, belang atau warna campuran dari yang telah disebutkan (Sarwono, 2002; Subroto, 1998). Kelinci Chinchilla dimanfaatkan untuk ternak dwiguana yaitu produksi fur dan daging. Pada umumnya kelinci ini memiliki warna bulu abu-abu. Kelinci New Zealand White memiliki bulu putih mulus, padat, tebal dan agak kasar kalau diraba, mata merah. Pertumbuhannya cepat cocok diternakkan sebagai penghasil daging komersil dan kelinci percobaan di laboratorium (Sarwono, 2002). Seekor pejantan ideal mampu melayani 10 ekor betina. Idealnya 5 ekor betina dicampur dengan satu pejantan didalam satu kandang koloni, frekuensi 4

16 16 perkawinan yang baik untuk menjamin kebuntingan adalah dua kali kawin dan biasanya perkawinan yang kedua kali ini akan terjadi semakin banyak kawin semakin banyak jumlah anak yang akan lahir atau persentase pembuahan semakin tinggi (AAK, 1988; Sarwono, 2002; Rismunardar, 1990). Pemakaian pejantan yang berlebihan untuk mengawini betina mengakibatkan kelebihan sexsual, disusulnya oleh menurunnya libido pejantan tersebut. Libido pejantan ditentukan oleh faktor genetik yaitu sifat yang diturunkan oleh bapaknya. Umur yang terlalu tua akan diikuti oleh libido yang menurun, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menurunkan libido (Hardjopranjoto, 1995). Pada pengaturan perkawinan jangan mengawinkan kelinci lebih dari 3 kali seminggu. Tetapi dalam keadaan darurat ia bisa dikawinkan tiap hari dalam beberapa hari untuk mengejar kebuntingan dan kelahiran yang hampir bersamaan, tetapi setelah itu kelinci harus beristirahat lama (Sumoprastowo, 1993). Lama kebuntingan pada ternak kelinci berkisar antara hari. Perkembangbiakan kelinci dapat diatur dengan kelahiran terencana. Kelahiran untuk kelinci biasanya terjadi hari sesudah perkawinan berlangsung. Adapun rata-rata kebuntingan pada ternak kelinci adalah 31 hari, yang dipengaruhi oleh waktu kawin. Pada saat bunting kebutuhan akan air sangat perlu diperhatikan (Sarwono, 2002). Kelahiran kelinci yang paling sering terjadi di waktu malam hari. Setelah melahirkan anak-anaknya, induk kelinci istrahat sampai pagi hari. Anak-anak kelinci yang dilahirkan dalam keadaan lemah dengan mata tertutup dan tidak berbulu itu akan tinggal di dalam sarang sampai lebih kurang 10 hari. Sumber

17 17 pakannya adalah susu induknya. Pada hari ke-11 mereka mulai membuka matanya dan mulai keluar dari sarang untuk makan dan minum pada hari ke-20. Apabila anak-anak kelinci keluar dari sarangnya sebelum hari ke-20, hal itu menandakan bahwa induk kelinci tidak mempunyai cukup air susu. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada anak yang baru lahir apabila tidak ditangani dengan baik. Anak-anak yang masih sangat kecil selalu di dalam sarang dan mereka disusui pada malam hari saja atau pada pagi hari (AAK, 1982; Kartadisastra, 1994). Pakan Induk Induk kelinci yang menyusui memerlukan makanan yang lebih banyak dan lebih baik karena diperlukan untuk memproduksi susu, memulihkan kondisi induk setelah melahirkan, mengasuh anak, dan persiapan untuk kebuntingan berikutnya. Pakan yang baik akan menghasilkan kualitas susu yang baik pula dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak sewaktu menyusui Menurut ransum induk bunting dan induk menyusui kebutuhan akan zat makanan terdiri dari : protein %, dan energi kkal/kg sedangkan untuk hidup pokok kkal / kg. (Aritonang, 1995; Sumoprastowo, 1993) Jika pakan jelek dalam waktu lama, hal ini bisa menyebabkan abortus atau anak yang dilahirkan mati karena kekurangan akan makanan secara terus menerus. Dan pergantian ransum harus dilakukan sedikit demi sedikit. Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya hijauan sebagai pakan pokok, konsentrat, hay (rumput kering) biji-bijan, dan umbi-umbian juga perlu diberikan (AAK, 1982; Sarwono, 2002). Makanan yang tidak cukup dapat mengakibatkan laju konsepsi (kebuntingan) menurun, banyak anak perkelahiran menurun, bobot badan dan

18 18 kemampuan hidup anak yang lahir menurun. Sperma yang abnormal biasanya muncul pada pejantan yang terlalu sering dikawinkan (Sihombing, 1997). Jumlah Anak Banyak sedikitnya hasil pembiakan tak lepas dari faktor kesuburan karena ada jenis kelinci yang bisa melahirkan anak dalam jumlah yang banyak 10 ekor dan ada jenis kelinci yang hanya beranak sedikit 4 ekor (Subroto, 1998). Perkawinan yang berkali-kali dilaksanakan dan tidak ada hasilnya tentu ada sebabnya. Kesuburan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dimana umur yang baik untuk pembiakan atau perkawinan ternak kelinci adalah umur 2-3 tahun (Rismunandar, 1990). Jumlah anak yang dilahirkan setiap kelinci berkisar antara 4-12 ekor sekaligus, tetapi yang baik adalah sekitar 6-8 ekor saja dan jumlah anak dipengaruhi juga oleh faktor genetik, jenis atau strain kelinci. Anak kelinci matanya masih terpejam dan telinganya belum bisa untuk mendengar. Nanti bila sudah berumur 10 hari baru bisa melihat dan mendengar, setelah 20 hari baru bisa meloncat-loncat mengikuti induknya (Dinas Peternakan, 1982; Rianggoro, 1995). Agar dicapai pembuahan ovum secara maksimal, perkawinan biasanya dilakukan dengan dua kali perkawinan sehinga dihasilkan angka kebuntingan (konsepsi) yang tinggi, karena banyak ovum yang dibuahi dan dengan demikian jumlah anak yang dilahirkan per litter juga lebih banyak (Blakely dan Bade,1998). Bobot Lahir Bobot lahir penting karena sangat berkorelasi dengan pertumbuhan, dengan demikian bobot lahir merupakan faktor penting yang mempengaruhi

19 19 produktivitas. Keragaman dalam bobot lahir termasuk didalamnya jumlah anak dari tiap induk disebabkan oleh faktor genetik, strain atau spesies dan lingkungan. Pada saat kelahiran bobot lahir dipengaruhi oleh ransum pada waktu induk bunting tua. Pada umumnya induk muda melahirkan anak yang lebih ringan dari pada induk yang lebih tua (Sumoprastowo,1993). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot lahir adalah jumlah anak yang lahir, jenis atau strain, dan juga pakan waktu bunting. Rata-rata bobot lahir kelinci di Ciawi Bogor adalah gram (Brahmantiyo, 2007). Bobot lahir dari anak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, jumlah anak yang lahir mempengaruhi berat anak, pengaruh jenis kelamin umumnya jenis kelamin jantan lebih berat daripada betina, breed induk dan pejantan, makanan dan umur induk (Cahyono, 1998). Bobot lahir ternak kelinci 45,4 gram, pada umur 3 minggu 362,2 gram dengan pertambahan berat badan kelinci perharinya adalah 15,1 gram (Reksohadiprojdo, 1984) Mortalitas Selama Menyusui Dua hari sesudah induk melahirkan, harus diadakan pemeriksaan, sebab ada kemungkinan anak-anaknya yang baru dilahirkan itu terlampau kecil, cacat (tubuh tak sempurna) atau mati. Anak kelinci yang mati harus segera diambil dan yang kecil atau cacat harus diafkir, anak kelinci yang baru lahir dan tidak mendapat air susu sampai 2 atau 3 hari, maka anaknya bisa mati oleh karena itu anak kelinci yang baru lahir perlu diperhatikan. Produksi air susu ada yang keluar terlampau banyak, tetapi ada pula yang sangat kurang, sehingga hal ini memberi pengaruh terhadap mortalitas anak selama menyusui (AAK, 1982; Sumoprastowo, 1993)

20 20 Air susu induk adalah makanan alami yang paling lengkap, paling cocok dan tepat untuk anak kelinci yang masih menyusui (Sumoprastowo, 1993). Halhal yang menyebabkan berkurang air susu atau gagal sama sekali penyebabnya adalah pergantian cuaca secara tiba-tiba, ransum yang tidak sempurna, diare secara terus menerus, pergantian tempat yang mendadak, adanya penyakit mastitis dan berasal dari keturunan induk yang hanya sedikit menghasilkan air susu (Brahmantiyo, 2007). Menurut Sumoprastowo (1993), sebab-sebab kematian anak selama menyusui antara lain karena pengolahan kotak beranak tidak baik, makanan yang tidak memenuhi gizi, induk tidak cukup menghasilkan susu, adanya gangguan binatang asing seperti kucing, ular, dan anjing yang bisa mengejutkan kelinci sehingga meloncat-loncat mengakibatkan anak terinjak-injak sampai mati. Rianggoro (1995), menyatakan ada juga sifat keibuan induk yang jelek, meskipun menghasilkan air susu tetapi ia tidak rajin mengasuh anak-anaknya, acuh tak acuh terhadap anaknya, sehingga anak kelinci menjadi kurus dan mati kelaparan. Kematian anak bisa mencapai 30-40% selama anak disusui, oleh karena itu perawatan sarang sangat menentukan keberhasilan anak. Induk yang melahirkan anak banyak dan semuanya hidup, apalagi kalau anak itu jumlahnya masih utuh sampai umur disapih, maka induk itu baik sekali untuk dipertahankan hidup sebagai penghasil bibit untuk generasi yang akan datang (Sumoprastowo, 1993). Angka kematian anak kelinci tinggi, dapat mencapai 20-25%, hal ini menyebabkan hanya 5-6 ekor anak kelinci yang hidup waktu disapih (Sarwono, 2002).

21 21 Bobot Sapih Anak-anak kelinci yang telah mencapai umur 4 minggu dapat disapih dengan memindahkan atau memisahkannya ke petak kandang yang lain. Penyapihan umur 4 minggu akan menghasilkan anak-anak yang lebih kecil dan keadaan perdagingannya kurang memuaskan dibandingkan dengan yang disapih pada umur 7 sampai 8 minggu, namun penyapihan yang lebih awal akan memungkinkan jumlah litter yang lebih banyak dalam masa setahun. Disapih pada umur berapapun anak-anak kelinci biasanya dipotong pada umur 8 minggu (Blakely dan Bade,1998). Kurangnya air susu akan berpengaruh pada bobot sapih anaknya, karena anak kelinci membutuhkan air susu dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan. Air susu pada induk yang sedang menyusui paling banyak biasanya dicapai pada minggu ke tiga kemudian air susu menurun sedikit demi sedikit, maka pada minggu keempat anak kelinci sudah bisa disapih dari induk (Reksohadiprodjo,1984). Umumnya penyapihan paling lambat sampai umur 8 minggu atau 56 hari. Penyapihan lebih awal akan memungkinkan little size yang lebih banyak dalam masa setahun (Sarwono, 2002). Semakin lama disapih makin baik, tapi jumlah anak yang lahir dalam pertahun akan berkurang. Dimana cepat lambatnya waktu sapih dan kondisi induk sangat berpengaruh terhadap bobot sapihnya. Lama waktu pemeliharan dan pakan yang bagus akan mempengaruhi bobot sapih. Lama penyapihan juga akan mempengaruhi berat sapihnya. Rata-rata berat sapih kelinci Anggora sekitar 500 gram (Rismunandar, 1990; Rianggoro, 1995; Whendrato dan Madyana, 1999).

22 22 Menurut Putra dan Budiana (2006), penyapihan kelinci New Zealand White berat badannya mencapai 850 gram pada umur 35 hari, dan umur 58 hari berat sapihnya dapat mencapai 1,8 kg. Berat rata-rata bobot sapih pada ternak kelinci di Ciawi-Bogor adalah 0,4-0,5 kg pada umur sapih rata-rata 1,5-2,0 bulan (Raharjo, 2007).

23 23 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di (Peternakan Kelinci Bapak Jamin Purba Spt) Gang Rukun, Jalan Udara, Berastagi. dengan ketinggian 1368 m di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata o C. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari 5 Juni sampai 31 Agustus Bahan dan Alat Bahan Jenis kelinci betina dan jantan yang dipakai adalah keturunan kelinci persilangan New Zealand white dengan Chincilla Kelinci betina yang berasal dari keturunan yang sama, yang mempunyai umur 2 3 tahun, rata-rata bobot badan dengan kisaran bobot badan awal 1,8-3 kg yang dihitung dengan rumus x ± 2 sd = 2,40 kg ± 2(0,3) sebanyak 144 ekor. Kelinci jantan yang mempunyai umur sama yaitu umur 2 tahun, dengan kisaran bobot badan awal 1,7-2,9 kg yang dihitung dengan rumus x ± 2 sd = 2,30 kg ± 2(0,3) sebanyak 36 ekor. Ransum yang diberikan konsentrat Berlian Unggas Sakti 622 (BUS 622) dan rumput yang diberikan secara ad libitum. Obat-obatan seperti Ivomec dan whormektin untuk scabies, sulpastrong dan Teramycin untuk sakitaan, Betadine untuk infeksi luka. Rodalon sebagai desinfektan kandang. 12

24 24 Alat Kandang individu sebanyak 180 petak, tiap petak berukuran 80 cm x 80 cm x 70 cm. 144 petak untuk kelinci betina dan 36 petak untuk kelinci jantan. Tempat pakan dan tempat minum Termometer Timbangan salter dengan kapasitas 2 kg dan 5 kg dengan kepekaan 0.01 gr Bola pijar 60 watt Pembersih kandang Alat tulis, buku data dan kalkulator Pisau Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 4 x 3 dengan Faktor I : Frekuensi perkawinan ( F ) F1 = 1 x kawin F2 = 2 x kawin F3 = 3 x kawin F4 = 4 x kawin Faktor II : Sex Ratio ( B ) B1 = 2 : 1 (2 : 1 ) B2 = 4 : 1 (4 : 1 ) B3 = 6 : 1 (6 : 1 )

25 25 Model matematik yang digunakan berdasarkan (Hanafiah, 2000) adalah : Metode Analisa : Yijk = µ + αi + βj ( αβ ) j + ijk. Dimana : Yijk = Respon yang diamati pada perlakuan I dan perlakuan j µ = Nilai tengah umum α i = Pengaruh taraf ke-i dari faktor I (i= 1,2,3,4) β i = Pengaruh taraf ke-j dari faktor II (j = 1,2,3) (αβ )ij = Pengaruh interaksi perlakuan dari ke dua faktor ijk = Galat percobaan taraf ke-i dan faktor I dan taraf ke-j dari faktor II pada ulangan ke-k Banyak ulangan dihitung dengan rumus sebagai berikut : T.C (n-1) (n-1) (n-1) n n n n 12 n 2,25 n = 3 Susunan perlakuan sebagai berikut : F1B1 F1B2 F1B3 F2B1 F2B2 F2B3 F3B1 F3B2 F3B3 F4B1 F4B2 F4B3

26 26 Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kandang Kandang yang digunakan adalah kandang sistem individu, dibuat berbentuk panggung terdiri dari 144 unit dan setiap unit diisi 1 ekor kelinci. Sebelum kelinci dimasukkan, kandang dan peralatan disinfektan terlebih dahulu dengan rodalon. Lampu dihidupkan sebagai sumber penerangan. Pemilihan Ternak Ternak kelinci yang dipilih adalah kelinci betina yang berasal dari keturunan sama, mempunyai umur 2 3 tahun, dengan kisaran bobot badan awal dihitung dengan rumus x ± 2 sd. Sebanyak 144 ekor, dan kelinci jantan umur 2 tahun sebanyak 36 ekor. Penimbangan Kelinci Kelinci jantan dan betina ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan bobot badan awal. Random Kelinci Sebelum kelinci dimasukkan ke dalam unit percobaan, kelinci dirandom terlebih dahulu baik kelinci betina maupun jantan, untuk menghilangkan subjektifitas dan memperkecil error. Setelah itu kelinci ditempatkan ke masingmasing unit kandang sebanyak 1 ekor per unit kandang. Pemberian Pakan Pemberian pakan dilaksanakan pada pagi hari jam dan sore hari jam

27 27 Perkawinan Kelinci dikawinkan sesuai dengan perlakuan masing-masing. Waktu mengawinkan selama 2 minggu. Penimbangan Berat Lahir Kelinci induk yang sedang melahirkan tersebut diperiksa, kemudian ditimbang berapa berat lahir anaknya. Pemeriksaan Mortalitas anak selama menyusui Mortalitas anak kelinci diperiksa mulai dari anak lahir sampai umur satu bulan. Penimbangan berat sapih Berat sapih anak ditimbang sesudah umur satu bulan. Pembersihan kandang dan peralatanya dilakukan setiap hari. Parameter Yang Diamati 1. Litter Size (ekor). litter Size merupakan jumlah anak sekelahiran dari seekor induk kelinci. 2. Bobot lahir anak (gram/ekor) Bobot lahir anak adalah berat anak saat lahir, diperoleh dari rata-rata bobot lahir anak pada setiap kelahiran (gram). 3. Mortalitas selama menyusui (%). Perbandingan antara jumlah anak yang mati dengan jumlah anak yang lahir selama menyusui dikali Bobot sapih (gram/ekor)

28 28 Bobot sapih adalah berat anak saat sapih diperoleh dari rata-rata anak saat lepas sapih (gram).

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Litter Size (Jumlah Anak Sekelahiran) Hasil Litter Size merupakan jumlah anak sekelahiran dari seekor induk kelinci Rataan jumlah anak ternak kelinci persilangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Litter Size ternak kelinci persilangan selama penelitian (ekor) Perlakuan Ulangan Total Rataan F 1 B 1 5,00 5,50 8,00 18,50 6,17 F 1 B 2 6,60 7,20 7,30 21,10 7,03 F 1 B 3 5,20 6,00 7,40 18,60 6,20 F 2 B 1 7,50 6,50 7,00 21,00 7,00 F 2 B 2 7,60 7,60 6,00 21,20 7,07 F 2 B 3 5,80 7,00 7,60 20,40 6,80 F 3 B 1 8,00 7,00 9,00 24,00 8,00 F 3 B 2 6,00 6,50 8,00 20,50 6,83 F 3 B 3 4,50 7,60 7,20 19,30 6,43 F 4 B 1 7,00 7,00 8,50 22,50 7,50 F 4 B 2 7,00 5,50 6,20 18,70 6,23 F 4 B 3 7,00 8,00 7,00 22,00 7,33 Total 77,20 81,40 89,20 247,80 82,60 Rataan 6,43 6,78 7,43 20,65 6,88 Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Litter Size ternak kelinci berkisar antara 5,00 ekor sampai 8,00 ekor, sedangkan rataan Litter Size kelinci selama penelitian adalah 6,88 ekor. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan Litter Size kelinci persilangan selama penelitian yang terendah terdapat pada perlakuan F 1 B 1 (frekuensi satu kali perkawinan satu jantan dengan dua betina) yaitu sebesar 6,17 ekor sedangkan Litter Size tertinggi terdapat pada perlakuan F 3 B 1 (frekuensi 3 kali perkawinan antara satu jantan dengan dua betina) yaitu sebesar 8,00 ekor.

30 17 Rataan litter size ternak kelinci untuk masing-masing faktor perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 beikut : Tabel 2. Dwi kasta litter size ternak kelinci selama penelitian T/C B 1 B 2 B 3 Total Rataan F 1 18,50 21,10 18,60 58,20 19,40 F 2 21,00 21,20 20,40 62,60 20,87 F 3 24,00 20,50 19,30 63,80 21,27 F 4 22,50 18,70 22,00 63,20 21,07 Total 86,00 81,50 80,30 247,80 82,60 Rataan 21,50 20,38 20,08 61,95 20,65 Bobot Lahir Bobot lahir merupakan berat anak saat lahir, diperoleh dari rata-rata bobot lahir anak pada setiap kelahiran. Rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian (gram/ekor) Perlakuan Ulangan Total Rataan F 1 B 1 70,70 47,10 47,70 165,50 55,17 F 1 B 2 45,10 48,50 51,60 145,20 48,40 F 1 B 3 62,90 54,80 49,70 167,40 55,80 F 2 B 1 47,30 46,80 45,00 139,10 46,37 F 2 B 2 47,60 45,30 48,10 141,00 47,00 F 2 B 3 48,40 49,60 50,50 148,50 49,50 F 3 B 1 44,60 48,80 42,40 135,80 45,27 F 3 B 2 56,10 47,90 46,50 150,50 50,17 F 3 B 3 63,20 44,20 49,20 156,60 52,20 F 4 B 1 50,70 44,50 47,40 142,60 47,53 F 4 B 2 52,60 55,60 50,80 159,00 53,00 F 4 B 3 47,70 50,80 54,80 153,30 51,10 Total 636,90 583,90 583, ,50 601,50 Rataan 53,08 48,66 48,64 150,38 50,13

31 18 Dari Tabel 3 diperoleh bahwa bobot lahir anak ternak kelinci berkisar antara 42,40 gram/ekor sampai 70,70 gram/ekor, sedangkan rataan bobot lahir anak kelinci adalah 50,13 gram/ekor. Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian yang terendah terdapat pada perlakuan F 3 B 1 (frekuensi 3 kali perkawinan antara satu jantan dengan dua betina) yaitu sebesar 45,27 gram/ekor sedangkan bobot lahir ternak kelinci persilangan tertinggi terdapat pada perlakuan F 1 B 3 (frekuensi satu kali perkawinan antara satu jantan dengan enam betina) yaitu sebesar 55,80 gram/ekor. Rataan bobot lahir anak ternak kelinci untuk masingmasing faktor perlakuan selama penelitian dapat di lihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Dwi kasta bobot lahir anak ternak kelinci selama penelitian T/C B 1 B 2 B 3 Total Rataan F 1 165,50 145,20 167,40 478,10 159,37 F 2 139,10 141,00 148,50 428,60 142,87 F 3 135,80 150,50 156,60 442,90 147,63 F 4 142,60 159,00 153,30 454,90 151,63 Total 583,00 595,70 625, ,50 601,50 Rataan 145,75 148,93 156,45 451,13 150,38 Mortalitas Selama Menyusui Mortalitas selama menyusui merupakan jumlah anak ternak kelinci persilangan yang mengalami kematian selama masa menyusui dibagi jumlah anak ternak kelinci persilangan yang lahir oleh seekor induk dikali 100%. Rataan mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci selama menyusui selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

32 19 Tabel 5. Rataan mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian (%) Perlakuan Ulangan Total Rataan F 1 B 1 0,00 0,00 18,75 18,75 6,25 F 1 B 2 0,00 13,39 12,50 25,89 8,63 F 1 B 3 12,69 15,47 30,00 58,16 19,39 F 2 B 1 12,50 0,00 14,28 26,78 8,93 F 2 B 2 22,22 0,00 0,00 22,22 7,41 F 2 B 3 12,50 13,42 12,50 38,42 12,81 F 3 B 1 18,25 0,00 21,25 39,50 13,17 F 3 B 2 12,50 28,57 25,00 66,07 22,02 F 3 B 3 0,00 17,36 12,50 29,86 9,95 F 4 B 1 0,00 12,50 11,11 23,61 7,87 F 4 B 2 14,28 0,00 18,75 33,03 11,01 F 4 B 3 12,50 21,25 12,50 46,25 15,42 Total 117,44 121,96 189,14 428,54 142,85 Rataan 9,79 10,16 15,76 35,71 11,90 Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa mortalitas anak selama menyusui pada ternak kelinci berkisar antara 0,00% sampai 3,00%, sedangkan rataan mortalitas anak selama menyusui selama penelitian adalah 11,90% (53 dari 821 ekor) Tabel 5 juga menunjukkan bahwa rataan mortalitas selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian yang terendah terdapat pada perlakuan F 1 B 1 (frekuensi satu kali perkawinan satu jantan dengan dua betina) yaitu sebesar 6,25 % sedangkan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan F 3 B 2 (frekuensi tiga kali perkawinan antara satu jantan dengan empat betina) yaitu sebesar 22,02 %. Rataan mortalitas anak selama menyusui untuk masing-masing faktor perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

33 20 Tabel 6. Dwi kasta mortalitas anak selama menyusui pada ternak kelinci T/C B 1 B 2 B 3 Total Rataan F 1 18,75 25,89 58,16 102,80 34,27 F 2 26,78 22,22 38,42 87,42 29,14 F 3 39,50 66,07 29,86 135,43 45,14 F 4 23,61 33,03 46,25 102,89 34,30 Total 108,64 147,21 172,69 428,54 142,85 Rataan 27,16 36,80 43,17 107,14 35,71 Bobot Sapih Bobot sapih merupakan berat anak saat sapih diperoleh dari rata-rata anak saat lepas sapih. Rataan bobot sapih ternak kelinci persilangan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan bobot sapih ternak kelinci persilangan selama penelitian (gram/ekor) Perlakuan Ulangan Total Rataan F 1 B 1 421,15 373,35 304, ,35 366,45 F 1 B 2 312,80 311,72 280,83 905,35 301,78 F 1 B 3 450,82 346,47 296, ,03 364,68 F 2 B 1 262,85 336,25 365,00 964,10 321,37 F 2 B 2 269,50 273,96 302,12 845,58 281,86 F 2 B 3 362,34 271,35 291,40 925,09 308,36 F 3 B 1 256,50 280,65 270,65 807,80 269,27 F 3 B 2 337,56 304,10 283,26 924,92 308,31 F 3 B 3 372,81 262,02 278,34 913,17 304,39 F 4 B 1 282,80 290,00 264,20 837,00 279,00 F 4 B 2 346,10 342,67 342, ,39 343,80 F 4 B 3 271,50 273,42 324,58 869,50 289,83 Total 3946, , , , ,09 Rataan 328,89 305,50 300,38 934,77 311,59 Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot sapih ternak kelinci berkisar antara 256,50gram/ekor sampai 421,15gram/ekor, sedangkan rataan bobot sapih ternak kelinci selama penelitian adalah 311,59gram/ekor.

34 21 Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan bobot sapih ternak kelinci persilangan selama penelitian yang terendah terdapat pada perlakuan F 3 B 1 (frekuensi tiga kali perkawinan antara 1 ekor jantan dengan dua ekor betina) yaitu sebesar 269,27 gram/ekor sedangkan bobot sapih tertinggi terdapat pada perlakuan F 1 B 1 (frekuensi satu kali perkawinan antara satu ekor jantan dengan dua ekor betina) yaitu sebesar 366,45 gram/ekor. Rataan bobot sapih anak ternak kelinci untuk masing-masing faktor perlakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 berikut : Tabel 8. Dwi kasta bobot lahir anak ternak kelinci selama penelitian T/C B 1 B 2 B 3 Total Rataan F ,35 905, , , ,91 F 2 964,10 845,58 925, ,77 911,59 F 3 807,80 924,92 913, ,89 881,96 F 4 837, ,39 869, ,89 912,63 Total 3708, , , , ,09 Rataan 927,06 926,81 950, ,32 934,77

35 22 Pembahasan Litter Size (Jumlah anak) Untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap Litter Size maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 9. Tabel 9. Analisa keragaman litter size ternak kelinci persilangan selama penelitian F tabel SK DB JK KT F hitung Ulangan 2 6,18 3,09 2,97 tn 3,40 5,61 Perlakuan 11 10,54 0,96 0,92 tn 2,22 3,09 F 3 2,16 0,72 0,69 tn 3,01 4,72 B 2 1,51 0,75 0,72 tn 3,40 5,61 F x B 6 6,88 1,15 1,10 tn 2,51 3,67 Galat 24 24,97 1,04 Total 35 35,5 1,02 KK = 14,8 % tn = tidak nyata Hasil analisa keragaman pada Tabel 9 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti bahwa frekuensi dan sex ratio pada kelinci memberi pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap litter size kelinci, walaupun rataan litter size kelinci berkisar antara 6,17 dan 8,00. Tidak adanya pengaruh nyata terhadap litter size menunjukkan bahwa perlakuan dengan frekwensi perkawinan dan sex ratio tidak memberi perbedaan yang nyata pada ternak kelinci dalam menghasilkan jumlah anak sekelahiran, hal ini dapat disebabkan karena kesuburan kelinci yang digunakan hampir sama, ini terlihat dari umur yang digunakan selama perlakuan adalah sama yaitu kisaran antara 2-3 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Rismunandar (1990), bahwa kesuburan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi 22

36 23 perkawinan, umur yang baik untuk pembiakan atau perkawinan ternak kelici berkisar antara 2-3 tahun. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rataan litter size yang tertinggi pada F 3 B 1 (frekuensi tiga kali perkawinan antara 1 ekor jantan dengan dua ekor betina).menurut Blakely dan Bade(1998), agar dicapai pembuahan ovum secara maksimal perkawinan biasanya dilakukan dua kali perkawinan. Dari hasil penelitian didapatkan litter size tertinggi adalah pada frekuensi tiga kali perkawinan hal ini disebabkan oleh dengan adanya frekuensi tiga kali perkawinan maka makin banyaknya ovum yang dibuahi dengan demikin jumlah anak yang dilahirkan per litter juga lebih banyak. Perlakuan F3B1 paling tinggi disebabkan oleh batas maksimal seekor pejantan mengawini betina adalah tiga kali dalam seminggu lebih dari tiga kali akan mengalami kemunduran hal ini sesuai dengan yang dilakukan di lapangan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Sumoprastowo (1993), bahwa jangan mengawinkan kelinci lebih dari tiga kali dalam seminggu. Dari hasil penelitian menunjukkkan bahwa rataan litter size kelinci selama penelitian terdapat pada interaksi F 3 B 1 (frekuensi tiga kali perkawinan antara 1 ekor jantan dengan dua ekor betina). Walaupun angka-angka tersebut menunjukkan litter size yang bervariasi, akan tetapi setelah dilakukan analisis keragaman ternyata tidak menunjukkan perbedaan-perbedaan yang nyata pada tiap-tiap perlakuan. Sehingga dapat diartikan bahwa kecendrungan ternak kelinci dapat menghasilkan litter size dengan baik bila di kawinkan tiga kali dengan perbandingan 1 ekor jantan dua ekor betina.

37 24 Bobot Lahir Untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap bobot lahir maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 10 yang ada di bawah ini. Tabel 10. Analisa keragaman bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian SK DB JK KT F hitung F tabel Ulangan 2 156,65 78,32 2,33 tn 3,40 5,61 Perlakuan ,17 35,11 1,04 tn 2,22 3,09 F 3 146,33 48,78 1,45 tn 3,01 4,72 B 2 80,53 40,27 1,20 tn 3,40 5,61 F x B 6 159,32 26,55 0,79 tn 2,51 3,67 Galat ,75 33,61 Total ,93 34,08 KK= 11,5 % tn = tidak nyata Hasil analisa keragaman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan frekuensi persilangan dan sex ratio pada ternak kelinci persilangan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot lahir ternak kelinci persilangan walau rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan sedikit berbeda. Dari hasil penelitian tampak bobot lahir anak kelinci persilangan cenderung berbeda pada masing-masing perlakuan walau menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Tidak adanya pengaruh yang nyata atas perlakuan frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap keragaman bobot lahir ternak kelinci selama penelitian karena jenis pakan yang diberikan pada waktu induk bunting tua adalah sama, disamping itu kondisi lingkungan selama penelitian selama penelitian juga

38 25 sama, sehingga bobot lahir yang dihasilkan pada tiap perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumoprastowo (1993), bahwa pada saat kelahiran bobot lahir dipengaruhi oleh ransum pada waktu induk bunting tua dan keragaman dalam bobot lahir dipengaruhi oleh lingkungan. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan bobot lahir anak kelinci tertinggi pada perlakuan F 1 B 3 yaitu 55,80 gram/ekor sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan F 3 B 1 sebesar 45,27 gram/ekor. Jumlah anak yang dihasilkan antar perlakuan selama penelitian hampir sama, seiring dengan itu maka bobot lahir yang dihasilkan pada tiap perlakuan juga hampir sama karena jumlah anak yang dihasilkan oleh ternak turut mempengaruhi bobot lahir dimana makin banyak anak yang dilahirkan maka cenderung bobot anak yang dilahirkan tersebut semakin menurun hal ini sesuai dengan peryataan Cahyono (1998), yang menyatakan bobot lahir dari anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, jumlah anak yang lahir, pengaruh dari jenis kelamin umumnya jenis kelamin jantan lebih berat daripada betina, breed, induk dan pejantan, makanan dan umur induk. Mortalitas Selama Menyusui Untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap mortalitas selama menyusui, maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 11. Tabel 11. Analisa keragaman mortalitas selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian F tabel SK DB JK KT F hitung Ulangan 2 268,74 134,37 1,72 tn 3,40 5,61 Perlakuan ,38 72,50 0,93 tn 2,22 3,09 F 3 136,23 45,41 0,58 tn 3,01 4,72 B 2 173,31 86,66 1,11 tn 3,40 5,61 F x B 6 487,84 81,31 1,04 tn 2,50 3,67

39 26 Galat ,25 78,09 Total ,60 76,33 KK = 24,2 % tn = tidak nyata Hasil analisa keragaman pada Tabel 11 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti bahwa perlakuan frekuansi perkawinan dan sex ratio pada ternak kelinci persilangan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap mortalitas ternak kelinci persilangan, walau rataan mortalitas ternak kelinci persilangan sedikit berbeda antar perlakuan. Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap mortalitas karena setiap induk yang digunakan selama penelitian dapat memenuhi/menghasilkan air susu untuk kebutuhan masing-masing anaknya. Masing-masing induk pada tiap perlakuan juga memiliki sifat keibuan yang baik, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Brahmantiyo (2007), bahwa induk yang hanya sedikit menghasilkan susu dapat menyebabkan kematian anak yang dilahirkan Sumoprastowo (1993), juga menyatakan bahwa sebab-sebab kematian anak selama menyusui adalah induk tidak cukup menghasilkan susu. Perlakuan frekuensi perkawinan dan sex ratio selama penelitian cenderung meningkatkan mortalitas anak kelinci persilangan namun setelah diuji statistik menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Tidak adanya pengaruh yang nyata perlakuan sex ratio terhadap mortalitas selama menyusui ternak kelinci persilangan pada perlakuan dipengaruhi oleh sifat keibuan yang jelek, seperti tidak merontokkan bulu untuk menghangatkan anaknya, sikap acuh tak acuh induk terhadap anaknya sehingga anak kelinci menjadi kurus dan mati kelaparan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rianggoro (1995), bahwa salah satu penyebab kematian anak kelinci selama menyusui adalah sifat keibuan yang jelek

40 27 dari induk ternak kelinci tersebut, meskipun menghasilkan air susu tetapi induk tidak rajin mengasuh anak-anaknya, acuh tak acuh terhadap anaknya sehingga anak kelinci menjadi kurus dan mati kelaparan karena sifat induk yang jelek. Mortalitas selama menyusui yang tidak berbeda nyata antara masingmasing perlakuan disebabkan oleh manajemen kandang, penanganan waktu melahirkan, kondisi lingkungan, manajemen pemeliharaan yang sama antara masing-masing perlakuan dan juga cara pemberian pakan yang sama dapat menyebabkan mortalitas selama menyusui tidak berbeda nyata. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa mortilitas tertinggi terdapat pada perlakuan F 3 B 2 yaitu 22,02% hal ini disebabkan oleh sifat keibuan yang jelek. Rianggoro (1995), menyatakan bahwa salah satu penyebab kematian anak kelinci selama menyusui adalah sifat keibuan yang jelek dari induk ternak kelinci tersebut, meskipun menghasilkan air susu tetapi induk tidak rajin mengasuh anakanaknya, sedangkan yang terendah pada perlakuan F 1 B 1 yaitu 6,25%. Tingkat mortalitas biasanya dipengaruhi oleh jumlah anak yang dilahirkan yang mana biasanya semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan cenderung mortalitas anak selama menyusui lebih tinggi dibandingkan jumlah anak yang dilahirkan sedikit karena pada kondisi jumlah anak yang lebih banyak maka tingkat kompetensi (persaingan) anak untuk memperoleh air susu induk lebih tinggi dibandingkan jumlah anak yang dilahirkan lebih sedikit, selama penelitian jumlah anak yang dilahirkan tidak berbeda nyata turut serta mempengaruhi mortalitas yang tidak berbeda nyata juga.

41 28 Bobot Sapih Untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap bobot sapih selama menyusui, maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 11. Tabel 11. Analisa keragaman bobot sapih ternak kelinci persilangan selama penelitian SK DB JK KT F hitung F tabel Ulangan , ,03 0,13 tn 3,40 5,61 Perlakuan , ,86 0,82 tn 2,22 3,09 F ,5 4482,50 0,32 tn 3,01 4,72 B 2 491, ,70 0,14 tn 3,40 5,61 F x B , ,08 1,93 tn 2,50 3,67 Galat , ,88 Total , ,41 tn = tidak nyata Hasil analisa keragaman pada Tabel 11 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti bahwa perlakuan yang diberikan pada ternak kelinci persilangan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot lahir ternak kelinci persilangan, walau rataan jumlah anak ternak kelinci persilangan sedikit berbeda antarperlakuan. Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap bobot sapih kelinci pada perlakuan dipengaruhi oleh pakan yang diberikan pada induk maupun anak adalah sama dan waktu penyapihan pada masing-masing perlakuan sama yaitu umur 1 bulan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rianggoro (1995), lama waktu pemeliharaan dan pakan yang bagus akan mempengaruhi bobot sapih, selain itu Whendroto dan madyana (1999) menyatakan bahwa cepat lambatnya waktu sapih dan kondisi induk sangat berpengaruh terhadap bobot sapihnya.

42 29 Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap bobot sapih anak kelinci juga dipengaruhi oleh lama periode menyusui yang mana semakin lama periode menyusui cenderung meningkatkan bobot sapih akan tetapi pada perlakuan adalah sama sehingga bobot sapih pada masing-masing perlakuan hampir sama, komposisi nutrisi yang diberikan pada induk maupun anak yang diberikan adalah sama, sehingga bobot sapih pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata. Bobot lahir anak juga berkorelasi (berhubungan) dengan bobot sapih anak dalam penelitian bobot lahir tertinggi terdapat pada perlakuan F 1 B 1 dan pada bobot sapih juga sama, bobot lahir anak antar perlakuan tidak berbeda nyata bobot sapih juga tidak berbeda nyata hal ini sesuai dengan penyataan Sumoprastowo (1993) bahwa bobot lahir penting karena sangat berkorelasi dengan pertumbuhan.

43 30 Rekapitulasi Hasil Penelitian Rekapitulasi hasil penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rekapitulasi Litter Size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada ternak kelinci persilangan dengan perlakuan dengan perlakuan frekuensi perkawinan dan sex ratio. Perlakun Litter size (ekor) Bobot lahir (gram) Mortalitas selama menyusui (%) Bobot sapih (gram) F 1 B 1 6,17 tn 55,17 tn 6,25 tn 366,45 tn F 1 B 2 7,03 tn 48,40 tn 8,63 tn 301,78 tn F 1 B 3 6,20 tn 55,80 tn 19,39 tn 364,68 tn F 2 B 1 7,00 tn 46,37 tn 8,93 tn 321,37 tn F 2 B 2 7,07 tn 47,00 tn 7,41 tn 281,86 tn F 2 B 3 6,80 tn 49,50 tn 12,81 tn 308,36 tn F 3 B 1 8,00 tn 45,27 tn 13,17 tn 269,27 tn F 3 B 2 6,83 tn 50,17 tn 22,02 tn 308,31 tn F 3 B 3 6,43 tn 52,20 tn 9,95 tn 304,39 tn F 4 B 1 7,50 tn 47,53 tn 7,87 tn 279,00 tn F 4 B 2 6,23 tn 53,00 tn 11,01 tn 343,80 tn F 4 B 3 7,33 tn 51,10 tn 15,42 tn 289,83 tn Keterangan tn : tidak nyata Dari rekapitulasi hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio memberi pengaruh yang tidak nyata terhadap litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih kelinci persilangan.

PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LAMA BUNTING DAN LITTER SIZE PADA KELINCI PERSILANGAN SKRIPSI OLEH :

PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LAMA BUNTING DAN LITTER SIZE PADA KELINCI PERSILANGAN SKRIPSI OLEH : PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LAMA BUNTING DAN LITTER SIZE PADA KELINCI PERSILANGAN SKRIPSI OLEH : SISKA RIA LIMBONG 0006016 IPT DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI 1 PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI EDEN PRANATHA GINTING 060306025 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENGUJIAN LEVEL ENZIM RENNET, SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK KEJU DARI SUSU KERBAU MURRAH SKRIPSI OLEH :

PENGUJIAN LEVEL ENZIM RENNET, SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK KEJU DARI SUSU KERBAU MURRAH SKRIPSI OLEH : PENGUJIAN LEVEL ENZIM RENNET, SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK KEJU DARI SUSU KERBAU MURRAH SKRIPSI OLEH : MELATI EKA SARI SIREGAR 030306041 IPT DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TAPE KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PAKAN KAMBING SEDANG TUMBUH SKRIPSI WINA J. SIHOMBING

PENGGUNAAN TAPE KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PAKAN KAMBING SEDANG TUMBUH SKRIPSI WINA J. SIHOMBING PENGGUNAAN TAPE KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PAKAN KAMBING SEDANG TUMBUH SKRIPSI WINA J. SIHOMBING 040306007 DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 PENGGUNAAN TAPE KULIT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERFORMANS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERFORMANS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERFORMANS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH PRODIPA NAINGGOLAN 060306007 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO METIONIN DAN LISIN DALAM RANSUM TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN MORTALITAS TELUR BURUNG PUYUH

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO METIONIN DAN LISIN DALAM RANSUM TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN MORTALITAS TELUR BURUNG PUYUH PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO METIONIN DAN LISIN DALAM RANSUM TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN MORTALITAS TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) RAJA MP SIREGAR 020306042 IPT DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Puyuh Betina (Cortunix cortunix japonica) dilaksanakan pada Oktober

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) SKRIPSI OLEH:

PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) SKRIPSI OLEH: PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) SKRIPSI OLEH: HERMAN SITEPU 030306027 IPT DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH

SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI Oleh: YUNIKA TARIGAN 090306066 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS PASIR

KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS PASIR KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS PASIR (Butis amboinensis) SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN PADA BROILER SKRIPSI Oleh : RAHMAYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi. 16 III BAHAN DAN METODE 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Penelitian ini menggunakan puyuh betina fase produksi yang dipelihara pada umur 8 minggu sebanyak 100 ekor. Puyuh dimasukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di Kandang Digesti Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, dan di Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Pangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 10 minggu di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. Analisis kandungan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH KADARWATI D24102015 Skripsi ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di 15 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di Varia Agung Jaya Farm Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight DOC of Free-range Chicken) Irawati Bachari,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

Analisis Usaha Pemanfaatan Sisa Panen Tanaman Pisang Sebagai Pengganti Rumput Dalam Pakan Komplit Berbentuk Pelet Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih

Analisis Usaha Pemanfaatan Sisa Panen Tanaman Pisang Sebagai Pengganti Rumput Dalam Pakan Komplit Berbentuk Pelet Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih Analisis Usaha Pemanfaatan Sisa Panen Tanaman Pisang Sebagai Pengganti Rumput Dalam Pakan Komplit Berbentuk Pelet Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih Friska Devi Siregar 090306026 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

DALAM RANSUM SIKRIPSI. Oleh: UNIVERSI Universitas Sumatera Utara

DALAM RANSUM SIKRIPSI. Oleh: UNIVERSI Universitas Sumatera Utara i PENGARUH PENAMBAHAN ASAM AMINO LISIN L DANN METIONIN DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN BROILER UMUR 1-42 HARI SIKRIPSI Oleh: FERYANTO SIHOMBINGG 040306017 DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIANN UNIVERSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci (Oryctologus cuniculus) diklasifikasikan dengan dunia Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Legomorpha, famili Leporidae,genus Oryctologus dan spesies

Lebih terperinci

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK i 0 b('/ PEMANFAATAN RANSUM AMPAS TEH (Cnnzrllin sinensis) YANG DITAMBAHKAN SENG (Zn) LEVEL BERBEDA TERHADAP REPRODUKSI DAN KONSUMSI KELINCI BETINA PADA SETIAP STATUS FISIOLOGI SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau pada bulan

MATERI DAN METODE. Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau pada bulan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Peneliitian telah dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Teknologi Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau pada bulan September

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Efisiensi Penggunaan Energi pada Ayam Buras Super Umur 3-12 Minggu yang Dipelihara Dikandang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ayam Broiler Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang memiliki bobot badan 750 ± 50 gram pada umur 18 hari yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 14 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 September sampai 20 Oktober 2015 di Desa Gledeg, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 2, Agustus 2006 Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat terhadap Persentase Bobot Non-karkas dan Income Over Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN AMPAS SAGU FERMENTASI DAN NON FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU

PEMANFAATAN AMPAS SAGU FERMENTASI DAN NON FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU PEMANFAATAN AMPAS SAGU FERMENTASI DAN NON FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU SKRIPSI OLEH FERBINA MALEMTA GINTING 100306026 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci