BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimaksud dengan strafbaarfeit itu (Adami Chazawi, 2014: 67).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimaksud dengan strafbaarfeit itu (Adami Chazawi, 2014: 67)."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaarfeit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit itu (Adami Chazawi, 2014: 67). Istilah delik yang berasal dari bahasa Latin yakni kata Delictum sering dipakai dalam kepustakaan tentang hukum pidana. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tercantum sebagai berikut: Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana ( diakses pada tanggal 17 Maret 2017 pukul 23.00). Berdasakan rumusan yang ada maka delik (strafbaarfeit) memuat beberapa unsur yakni: 1. Suatu perbuatan manusia. 2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undangundang. 3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. 6

2 Tindak pidana merupakan istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur-unsur tindak pidana tersebut sebagai berikut: 1. Unsur Subjektif Unsur subjektif adalah unsur yang bersalah dalam diri pelaku. Asas hukum pidana mengatakan Tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan (does not make a person guilty unless the mind is guilty or actus non fault reum nisi mens sit rea) kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (inention/opzet/dolus) dan kealpaan (schuld/culpa). Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah: a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa) b. Maksud dan Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP. c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya didalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain. d. Merencankan terlebih dahulu atau voorbedachrte yang seperti yang terdapat didalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; dan 7

3 e. Perasaan takut yang antara lain terdapat didalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. 2. Unsur Objektif Unsur Objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas: a. Perbuatan manusia, berupa: 1) Act, yakni perbuatan aktif atau positif. 2) Omissions, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negatif yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan. b. Akibat (Result) perbuatan manusia. Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang diperintahkan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan sebagainya. c. Keadaan-keadaan (Circumstances). Pada umumnya keadaan ini dibedakan antara lain. 1) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan. 2) Keadaan setelah perbuatan dilakukan. 3) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum. Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan perilaku dari hukum. Tindak pidana merupakan istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa. 8

4 Sedangkan pembuat undang-undang dalam merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Para pakar asing Hukum Pidana menggunakan istilah tindak pidana atau perbuatan pidana atau peristiwa pidana dengan istilah: 1. Strafbaarfeit diterjemahkan dengan peristiwa pidana. 2. Strafbare Handlung diterjemahkan dengan perbuatan pidana, yang digunakan oleh para sarjana Hukum Pidana Jerman. 3. Criminal Act diterjemahkan dengan istilah perbuatan kriminal. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan pengertian dari istilah itu. Moeljatno (1987:54) menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Wirjono Prodjodikoro (2008:61) merumuskan istilah tindak pidana yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, dan pelaku tersebut dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata pidana berarti hal yang dipidanakan, yaitu yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkannya (Wirjono Prodjodikoro, 1986:1). 9

5 Dari beberapa definisi diatas, dapat diketahui bahwa ada tiga masalah pokok di dalam pengertian hukum pidana yaitu: a. Adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. b. Adanya pertanggungjawaban pidana. c. Adanya sanksi dan pidana. Sedangkan menurut Simons suatu tindak pidana yaitu suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana, bertentangan dengan hukum pidana dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: 1) Dari sudut teoritis. 2) Dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sedangkan dari sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan-kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundangundangan yang ada (Adami Chazawi, 2014: 79). Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah: a) Kelakuan dan akibat (perbuatan). b) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan. c) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana (pemerkosaan disertai pembunuhan). 10

6 d) Unsur melawan hukum obyektif (keadaan lahir, jelas). e) Unsur melawan hukum subyektif sikap bathin terdakwa (Moeljatno, 1987:63). Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui ada sebelas unsur tindak pidana, yaitu: a. Unsur tingkah laku. b. Unsur melawan hukum. c. Unsur kesalahan. d. Unsur akibat konstitutif. e. Unsur keadaan yang menyertai. f. Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntutnya pidana. g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana. h. Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana. i. Unsur objek hukum tindak pidana. j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana. k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana. Dari sebelas unsur tersebut, diantaranya dua unsur. Kesalahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif sedangkan yang lainya merupakan unsur objektif. 11

7 B. Fungsi Hukum Pidana Fungsi hukum pidana dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Fungsi Umum Fungsi umum hukum pidana yaitu mengatur kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat, secara patut dan bermanfaat (zweckmassig), sehingga hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk menuju ke-policy dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya, Tata Tentrem Kerta Raharja 2. Fungsi Khusus Fungsi khusus hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang akan memperkosanya (Rechtguterschautz) dengan sanksi yang berupa pidana, yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan sanksi dalam cabang hukum lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum pidana berfungsi memberi aturan-aturan untuk menanggulangi perbuatan jahat, dengan pengaruh atau upaya preventif (pencegahan) terhadap terjadinya pelanggaran-pelanggaran norma hukum, disamping sebagai alat kontrol sosial (social control) (Sudarto, 1990 : 11) C. Jenis-jenis Pidana Menurut Pasal 10 KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Urutan dari pidana menunjukan berat ringannya pidana. Pidana pokok terdiri dari: 12

8 1. Pidana mati. 2. Pidana penjara. 3. Pidana kurungan. 4. Pidana denda. 5. Pidana tutupan (ditambahkan berdasarkan UU No. 20 Tahun 1946) Pidana tambahan terdiri dari: 1. Pidana pencabutan hak-hak tertentu. 2. Pidana perampasan barang-barang tertentu. 3. Pidana pengumuman keputusan hakim. D. Jenis-jenis Tindak Pidana Pembagian tindak pidana dibedakan berdasarkan kriteria dan tolak ukur tertentu. Peraturan perundang-undangan perumusan tindak pidana sangat beragam. Tindak pidana dapat digolongkan antara lain sebagai berikut: 1. Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran. Penggolongan tindak pidana di dalam KUHP terdiri atas kejahatan (rechtdelichted) dan pelanggaran (wetsdelicten). Kejahatan diatur di dalam Buku II KUHP dan pelanggaran diatur dalam Buku III KUHP. Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, dan diancam pidana lebih berat dari pelanggaran. Pelanggaran merupakan perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana, karena undang-undang menyebutkan sebagai delik, dan diancam pidana lebih ringan daripada kejahatan. 13

9 2. Tindak Pidana Formal dan Tindak Pidana Material Penggolongan tindak pidana ini berdasarkan bentuk perumusannya di dalam undang-undang. Tindak pidana formal merupakan tindak pidana yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang, dan bukan pada akibat dari perbuatan itu, sehingga akibat dari tindak pidana tersebut bukan merupakan unsur dari tindak pidananya, misalnya: Penghinaan (Pasal 315 KUHP). Tindak pidana material merupakan tindak pidana yang perumusannya menitik beratkan pada akibat dari perbuatan itu, misalnya: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP). 3. Tindak Pidana Aduan dan Tindak Pidana Bukan Aduan. Penggolongan tindak pidana ini berdasarkan pada kriteria sumber prakarsa atau inisiatif penuntutannya. Tindak pidana aduan merupakan tindak pidana yang penuntutannya berdasarkan pada adanya pengaduan dari pihak korban tindak pidana. Tindak pidana bukan aduan merupakan tindak pidana yang penuntutannya tidak didasarkan pada prakarsa atau inisiatif dari korban. 4. Tindak Pidana dengan Kesengajaan dan Tindak Pidana dengan Kealpaan. Penggolongan tindak pidana ini berdasarkan pada unsur-unsur tindak pidana yang ada dan bentuk kesalahannya. Tindak pidana dengan unsur kesengajaan merupakan tindak pidana yang terjadi karena pelaku memang menghendaki untuk melakukan tindak pidana tersebut, termasuk juga mengetahui timbulnya akibat dari perbuatan itu, misalnya: 14

10 Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP). Tindak pidana dengan unsur kealpaan merupakan tindak pidana yang terjadi sementara sebenarnya pelaku tidak berkeinginan untuk melakukan perbuatan itu, demikian pula dengan akibat yang ditimbulkannya atau tidak adanya penduga-dugaan yang diharuskan oleh hukum dan hehati-hatian oleh hukum, misalnya: Karena kealpaannya menyebabkan matinya orang (Pasal 359 KUHP). 5. Tindak Pidana Sederhana dan Tindak Pidana disertai Pemberatan. Tindak pidana sederhana merupakan tindak pidana dalam bentuk pokok tetapi tidak ada keadaan yang memberatkan, misalnya: Penganiayaan (Pasal 351 KUHP). Tindak pidana yang ada pemberatannya merupakan tindak pidana dalam bentuk pokok tetapi ada keadaan yang memberatkan, misalnya: Pencurian pada waktu malam (Pasal 363 KUHP). 6. Delik yang Berlangsung Terus dan Delik yang Tidak Berlangsung Terus. Delik yang tidak berlangsung terus merupakan tindak pidana yang terjadinya tidak mensyaratkan keadaan terlarang yang berlangsung lama. Delik yang berlangsung terus merupakan tindak pidana yang berciri, bahwa keadaan terlarang itu berlangsung lama, misalnya: Merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP). 7. Delik Tunggal dan Delik Berganda. Delik tunggal merupakan tindak pidana yang terjadi cukup dengan satu kali perbuatan. Delik berganda merupakan suatu tindak pidana yang 15

11 baru dianggap terjadi bila dilakukan berkali-kali, misalnya: Penadahan sebagai kebiasaan (Pasal 481 KUHP). 8. Tindak Pidana Commissionis, Tindak Pidana Omissionis dan Tindak Pidana Commissionis Per Omisionem commissa. Penggolongan tindak pidana ini didasarkan pada kriteria bentuk dari perbuatan yang menjadi elemen dasarnya. Tindak pidana commmisionis merupakan tindak pidana yang berupa melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang oleh perundang-undangan atau melanggar larangan, misalnya: Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak pidana omissionis merupakan tindak pidana pasif atau negatif, ditandai dengan tidak dilakukannya perbuatan yang diperintahkan atau diwajibkan oleh perundang-undangan, misalnya: Tidak menolong orang yang berada dalam bahaya (Pasal 531 KUHP). Tindak pidana commissionis per omissionem commissa merupakan tindak pidana commissionis tetapi dilakukan dengan jalan tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu yang merupakan kewajibannya, misalnya: Seorang ibu tidak menyesui anaknya dan membiarkan anaknya kehausan dan kelaparan hingga meninggal (Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP). E. Teori Pemidanaan Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan kedalam tiga golongan besar, yaitu: 16

12 1. Teori Absolut Dasar pijakan dari teori ini ialah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana ialah karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Maka oleh karenanya ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana mempunyai dua arah, yaitu: a. Ditujukan pada penjahatnya (sudut subyektif dari pembalasan) b. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat (sudut obyektif dari pembalasan) 2. Teori Relatif atau Teori Tujuan Teori relatif atau teori tujuan berpokok pamgkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat dapat terpelihara. Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu: a. Bersifat menakut-nakuti (afschikking). b. Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering). c. Bersifat membinasakan (onschadelijk maken). 17

13 Sedangkan sifat pencegahannya ada dua macam, yaitu: a. Pencegahan umum (general preventie). b. Pencegahan khusus (speciale preventie). 3. Teori Gabungan. Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada teori pembalasan dan teori pertahanan tata tertib masyarakat. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapat dipertahankanya tata tertib masyarakat. b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana. (Adami Chazawi, 2002: ) F. Tinjauan Umum Penadahan Salah satu bentuk tindak pidana terhadap harta kekayaan orang yang sangat sulit untuk dilakukan pengusutan dalam tindakannya adalah tindak pidana penadahan. Bentuk kejahatan ini sebenarnya sering terjadi di lingkungan masyarakat, tetapi karena rapihnya si pelaku dalam menutupnutupi dan karena kurangnya kepedulian dari masyarakat sekitar, maka sering kali tindak pidana ini hanya dipandang sebagai perbuatan yang biasa atau wajar saja dan bukan merupakan suatu bentuk kejahatan. 18

14 Fencing itself is the heart of the problem of theft. Not only professional large-scale theft but also countless thefts by juveniles, depending on market demand and to provide services (a receiver) for goods resulting from crimes (Jerome Hall, 1968:460). Penadahan sendiri merupakan inti dari masalah pencurian. Tidak hanya pencurian professional skala besar tetapi juga tak terhitung pencurian oleh remaja, tergantung pada permintaan pasar dan untuk menyediakan layanan (penadah) bagi barang hasil kejahatan. 1. Pengertian Penadahan Penadahan sendiri dilihat dari segi tata bahasa adalah suatu kata kajian atau sifat yang berasal dari kata tadah yang mendapat awalan pedan akhiran an. Kata penadahan sendiri adalah suatu kata kerja tadah yang menunjukan kejahatan itu atau subjek pelaku. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebut (Indra Santoso, 2014: 486). a. Tadah: benda yang dipakai untuk menadah, menampung dsb. b. Menadah: menampung atau menerima. c. Bertadah: memakai tadah (alas, lapik). d. Tadahan: hasil atau pendapatan menadah. e. Penadah: orang yang menerima barang gelap atau barang curian. f. Menadahkan: memakai sesuatu untuk menadah; g. Tukang tadah: orang yang menerima barang gelap atau barang curian. Mengenai arti penadahan, sampai sekarang belum ada rumusan yang jelas atau defenisi resmi sebagai pegangan para ahli hukum pidana. 19

15 Mereka hanya menggolongkan tindak pidana penadahan sebagai suatu bagian dari kejahatan terhadap harta benda. Penadahan sebagai suatu perbuatan pidana merupakan bagian terakhir dari kejahatan terhadap harta kekayaan. Sedangkan pengertian penadahan menurut Pasal 480 KUHP adalah: a) Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau dengan harapan akan memperoleh keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang ia ketahui atau secara patut ia diduga, bahwa benda tersebut diperoleh karena kejahatan. b) Barangsiapa mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang secara patut ia ketahui atau harus dapat ia duga bahwa benda tersebut diperoleh karena kejahatan. Penadahan dalam bahasa Belanda disebut Heling merupakan tindak pidana yang berantai, suatu tindak pidana yang harus didahulukan dengan kejahatan, sebab setelah seseorang melakukan kejahatan maka barangbarang hasil kejahatan tersebut ada yang dipergunakan sendiri dan ada pula yang dipakai untuk dihadiahkan serta sering pula dipakai untuk menarik keuntungan. Tetapi kasus yang paling sering muncul dalam tindak pidana penadahan adalah menjual untuk mendapatkan keuntungan barang dari hasil kejahatan tindak pidana pencurian. 20

16 Dari penjelasan Pasal 480 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa tindak pidana penadahan merupakan tindak pidana formil, sehingga ada ataupun tidaknya pihak lain yang dirugikan bukanlah unsur yang menentukan. Hal tersebut kembali dipertegas dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung NO.79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli dan Yurisprudensi Mahkamah Agung NO.126 K/Kr/1969 tanggal 29 November 1972 yang menyatakan bahwa: tidak ada peraturan yang mengharuskan untuk lebih dahulu menghukum orang yang mencuri sebelum menuntut dan menghukum orang yang menadah dan pemeriksaan tindak pidana penadahan tidak perlu menunggu adanya keputusan mengenai tindak pidana yang menghasilkan barang-barang tadahan yang bersangkutan. 2. Unsur- unsur Tindak Pidana Penadahan Untuk dapat menyatakan seseorang terdakwa telah terbukti memenuhi unsur yang ia ketahui sebagaimana yang dimaksud diatas baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan didepan sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa: a) Bahwa terdakwa mengetahui yakni bahwa benda itu telah diperoleh karena kejahatan, b) Bahwa terdakwa menghendaki atau mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum, seperti membeli, menyewa, menukar, menggadai atau menerima sebagai hadiah atau pemberian, 21

17 c) Bahwa terdakwa menghendaki atau mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum, seperti menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan karena didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan, atau setidak-tidaknya mengetahui bahwa perbuatan itu telah ia lakukan karena terdorong oleh maksud atau hasrat untuk memperoleh keuntungan. Satochid Sastranegara dalam P.A.F Lamintang, (1989:337) mengatakan Tindak pidana penadahan sebagai tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang mungkin saja tidak mungkin ia lakukan, seandainya tidak ada orang bersedia menerima hasil kejahatanya. Penadahan dapat dikatakan delik pemudahan, karena dengan adanya penadahan, memudahkan seseorang melakukan kejahatan, salah satunya adalah pencurian, dengan adanya seseorang yang menadah maka memudahkan orang mencuri karena adanya tempat dalam menyalurkan barang hasil curian. Dalam Pasal 480 angka 1 KUHP ada dua rumusan kejahatan penadahan, rumusan penadahan yang pertama mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. Unsur-unsur objektif: 1) Perbuatan kelompok 1, yakni: 2) Membeli (kopen), 3) Menukar (inruilen), 22

18 4) Menerima gadai (in pand nemen), 5) Menerima sebagai hadiah (als geschenk aannemen), atau b. Kelompok dua untuk menarik keuntungan (uit winstbejag): 1) Menjual (verkopen); 2) Menyewakan (verhuren); 3) Menukar (inruilen); 4) Menggadaikan (in pand geven); 5) Mengangkut (vervoeren); 6) Menyimpan (bewaren); 7) Menyembunyikan (verbergen). Objeknya adalah suatu benda yang diperoleh dari suatu kejahatan. c. Unsur-unsur subjektif: 1) Yang ia ketahui (waarvan hij weet) 2) Yang secara patut harus dapat ia duga (warn hij redelijkerwijs moet vermoeden). Unsur tindak pidana dapat dibedakan menjadi dua arti, yaitu pengertian unsur tindak pidana dalam arti sempit dan pengertian unsur-unsur dalam arti luas. Misalnya unsur-unsur tindak pidana dalam arti sempit terdapat pada tindak pidana penadahan biasa, yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 480 KUHP. Sedangkan unsur-unsur tindak pidana dalam arti luas terdapat pada tindak pidana penadahan dengan pemberatan, yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 481 KUHP. Apabila kita perhatikan 23

19 rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP dapat dibedakan antara unsur-unsur obyektif dan unsur-unsur subyektif. Tindak pidana dalam arti sempit dan pengertian unsur-unsur dalam arti luas. Misalnya unsur-unsur tindak pidana dalam arti sempit terdapat pada tindak pidana penadahan biasa, yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 480 KUHP. Sedangkan unsur-unsur tindak pidana dalam arti luas terdapat pada tindak pidana penadahan dengan pemberatan, yaitu unsurunsur yang terdapat dalam Pasal 481 KUHP. Apabila kita perhatikan rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP dapat dibedakan antara unsur-unsur obyektif dan unsur-unsur subyektif. (1) Yang disebut unsur obyektif ialah: a) Perbuatan manusia. Pada umumnya tindak pidana yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan unsur-unsurnya terdiri dari unsur lahir atau unsur objektif. Namun demikian ada kalanya sifat melawan hukumnya perbuatan tidak saja pada unsur objektif tetapi juga pada unsur subjektif yang terletak pada batin pelaku. Bentuk suatu tindak pidana dengan unsur objektif antara lain terdapat pada tindak pidana yang berbentuk kelakuan. Maka akibat yang terjadi dari perbuatan tidak penting artinya. Dari rentetan akibat yang timbul dari kelakuan tidak ada yang menjadi inti tindak pidana, kecuali yang telah dirumuskan dalam istilah yang telah dipakai untuk merumuskan kelakuan tersebut. Misalnya kelakuan dalam tindak 24

20 pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHP, dirumuskan dengan istilah mengambil barang yang merupakan inti dari delik tersebut. Adapun akibat dari kelakuan yang kecurian menjadi miskin atau yang kecurian uang tidak dapat belanja, hal itu tidak termasuk dalam rumusan tindak pidana penadahan. b) Delik materiil. Delik materiil dimana dalam perumusannya tindak pidana hanya disebutkan akibat tertentu sebagai akibat yang dilarang. Apabila kita jumpai delik yang hanya dirumuskan akibatnya yang dilarang dan tidak dijelaskan bagaimana kelakuan yang menimbulkan akibat itu, harus menggunakan ajaran hubungan kausal, untuk manggambarkan bagaimana bentuk kelakuan yang menurut logika dapat menimbulkan akibat yang dilarang itu. Dengan begitu baru dapat diketahui perbuatan materiil dari tindak pidana yang menyebabkan timbulnya akibat yang dilarang. Tanpa diketahui siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itu, tidak dapat ditentukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan dengan akibat yang dilarang tersebut. c) Delik formil. Delik formil ialah delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu perbuatan yang dilarang. Dalam delik formil hubungan kausal mungkin diperlukan pula tetapi berbeda dengan yang diperlukan dalam delik materiil. Dengan demikian 25

21 dapat dikatakan bahwa delik materiil tidak dirumuskan perbuatan yang dilarang sedang akibatnya yang dirumuskan secara jelas, berbeda dengan delik formil yang dilarang dengan tegas adalah perbuatannya. (2) Yang disebut unsur subyektif ialah: a) Dilakukan dengan kesalahan. Delik yang mengandung unsur memberatkan pidana, apabila pelaku penadahan itu dengan keadaan yang memberatkan seperti yang tertera pada Pasal 481 ayat 1, 2, 3 dan 4 KUHP. Maka pelaku penadahan ini dapat dikenakan pencabutan hak seperti yang tertera dalam Pasal 336 KUHP yang berbunyi; Dalam pemidanaan karena salah satu perbuatan yanmg diterangkan dalam Pasal 480 dapat dijatuhkan pencabutan hak tersebut. b) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Menurut pengertian Simons yang dikutip dalam bukunya Sudarto tentang adanya unsur-unsur pada tindak pidana apabila: Perbuatan manusia, diancam dengan pidana, melawan hukum, dilakukan, dengan kesalahan, oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Pengertian kemampuan bertanggung jawab, banyak yang telah mengemukakan pendapat antara lain Simons berpendapat bahwa: Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya suatu pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari 26

22 orangnya. Dari penjabaran ke dalam unsur-unsur mengenai tindak pidana penadahan seperti yang diatur dalam Pasal 480 ayat 1 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa untuk subjektif pertama dari tindak pidana penadahan ialah unsur waarvan hij weet atau yang ia ketahui. Tindak pidana penadahan diatur dalam Pasal 480 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: a. Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena ingin mendapat keuntungan, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan, menyewakan, suatu benda yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan. b. Barangsiapa menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa diperoleh dari kejahatan. Karena tindak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 ayat 1 KUHP mempunyai dua macam unsur subjektif, masing-masing yakni unsur kesengajaan atau unsur dolus dan unsur ketidaksengajaan atau unsur culpa atau dengan kata lain karena tindak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 ayat 1 KUHP mempunyai unsur subjektif yang pro parte dolus dan pro parte culpa, maka di dalam surat dakwaannya penuntut umum dapat mendakwakan kedua unsur subjektif tersebut secara bersama- 27

23 sama terhadap seorang terdakwa yang didakwa telah melakukan tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam Pasal 480 ayat 1 KUHP. Di samping itu pula unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 480 ayat 2 KUHP terdiri dari: (1) Unsur-unsur subjektif, yang terdiri dari: (a) Yang ia ketahui (b) Yang secara patut harus dapat diduga (2) Unsur-unsur objektif, yang terdiri dari: (a) Barangsiapa (b) Mengambil keuntungan dari hasil suatu benda (c) Yang diperoleh karena kejahatan. Perbuatan mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang diperoleh karena kejahatan itu tidak perlu selalu diartikan sebagai perbuatan mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang diperoleh karena kejahatan, yakni jika benda tersebut dijual, melainkan jika benda yang diperoleh karena kejahatan itu telah disewakan, digadaikan, dipertunjukkan, bahkan juga jika benda itu telah dibudidayakan, diternakkan, dan lain-lainnya. 3. Jenis-jenis Penadahan Menurut Code Penal Prancis, yakni sesuai dengan kebanyakan perundang-undangan pidana dari berbagai negara di Eropa yang berlaku pada abad 18, perbuatan menadah benda-benda yang diperoleh karena kejahatan tidak dipandang sebagai suatu kejahatan yang berdiri sendiri atau 28

24 sebagai suatu jelfstandig misdrijft, melainkan suatu perbuatan membantu melakukan kejahatan atau sebagai suatu medeplichtigheid dalam suatu kejahatan, yakni dengan perbuatan mana pelaku dapat memperoleh bendabenda yang diperoleh karena kejahatan. Para pembentuk kitab undang-undang hukum pidana ternyata telah meninggalkan paham seperti itu, dan menurut Prof. Simons, mereka itu dengan tepat telah mengatur tindak pidana penadahan dalam bentuk pokok oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP tersebut. Menurut Satochid Kartanegara, tindak pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan, yang mungkin saja tidak akan ia lakukan, seandainya tidak ada orang bersedia menerima hasil kejahatan tersebut. Akan tetapi, Simons pun mengakui bahwa pengaturan tindak pidana penadahan di dalam bab XXX buku 2 KUHP sebagai tindak pidana pemudahan itu sebenarnya kurang tepat, sebab perbuatan menadah yang didorong oleh hasrat untuk memperoleh keuntungan sebenarnya tidak dapat disebut sebagai telah dilakukan dengan maksud untuk memudahkan orang lain melakukan kejahatan. Badan pembinaan hukum nasional departemen hukum dan ham RI dalam bab XXXI dari usul rancangannya mengenai buku 2 dari KUHP yang baru ternyata telah bermaksud untuk memasukkan tindak pidana penadahan kedalam pengertian suatu jenis tindak pidana baru yang 29

25 disebutnya sebagai pertolongan jahat. Kiranya para pakar Bahasa Indonesia dapat membantu untuk menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud dengan pertolongan jahat. Penadahan dibagi kedalam beberapa jenis berdasarkan pada bentuk dan berat ringannya penadahan, yaitu sebagai berikut: a. Penadahan Biasa. Penadahan biasa diatur dalam Pasal 480 KUHP dengan rumusan sebagai berikut: 1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Terhadap ketentuan Pasal 480 KUHP diatas, terdapat rumusan penadahan 2) Unsur-unsur obyektif Perbuatan. Kelompok: a) Yaitu: Membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah. b) Yaitu: Menarik keuntungan dari menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkat, menyimpan dan menyembunyikan. Pasal 480 KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: Objeknya adalah suatu benda yang diperoleh dari suatu kejadian. 3) Unsur-unsur subyektif yang diketahuinya, yang sepatutnya dapat diduga bahwa benda tersebut didapat dari sebuah kejahatan. Dari rumusan diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dari kedua 30

26 unsur tersebut yaitu pada unsur kedua perbuatannya di dorong oleh suatu motif untuk menarik keuntungan, dan motif ini harus dibuktikan. Sedangkan bentuk pertama tidak diperlukan motif apapun juga. Sedangkan dalam ayat (2) dirumuskan penadahan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: Unsur-unsur Obyektif, perbuatan yang bertujuan menarik keuntungan dari Objeknya adalah hasil dari suatu benda yang diperolehnya dari suatu kejahatan. Unsur-unsur subyektif yang diketahuinya, atau patut menduga benda itu hasil dari kejahatan. b. Penadahan Sebagai Kebiasaan Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHP ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHP tetapi dikenai dengan Pasal 480 KUHP sebagai tindak pidana penadahan biasa. Penadahan yang dijadikan kebiasaan dimuat dalam Pasal 481 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut: Ke 1. Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 31

27 Ke 2. Yang salah dapat dicabut haknya tersebut dalam Pasal 35, Nomor 1-4 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan. Unsur-unsur kejahatan yang dirumuskan dalam pasal tersebut adalah: 1) Perbuatan, yaitu: membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan, dan menyembunyikan 2) Objeknya adalah suatu benda. 3) Yang diterima dari suatu kejahatan 4) Menjadikan suatu kebiasaan unsur-unsur subyektif atau sengaja. (Adami, Chazawi, 2004:5) c. Penadahan Ringan Jenis penadahan yang ke tiga adalah penadahan ringan, diatur dalam pasal 482 KUHP, yaitu: Perbuatan diterangkan dalam Pasal 480 KUHP diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan darimana diperoleh adalah salah satu yang diterangkan dalam Pasal 364, 373, dan 379. Ada dua macam perbuatan si penadah: 1. Yang menerima dalam tangannya, yaitu menerima gadai, menerima hadiah,membeli, menyewa, atau menukar. 32

28 2. Yang melepaskan barang dari tangannya, yaitu menjual, menukar, menyewakan, menggadaikan, memberi hadiah, menyimpan, menyembunyikan, mengangkut. (Tri, Andrisman. 2012:196). a. Dampak negatif 1) Terganggunya keseimbangan sosial 2) Pudarnya nilai dan norma 3) Merusak unsur-unsur budaya 4) Kriminalitas b. Dampak positif 1) Menumbuhkan kesatuan masyarakat 2) Memperkokoh nilai-nilai dan norma dalam masyarakat 3) Memperjelas batas moral 4) Mendorong terjadinya perubahan sosial 33

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Pidana a. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang

bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penadahan 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu masalah sosial yaitu masalah yang timbul di dalam suatu kalangan masyarakat, dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan, 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kriminologi Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd PENGERTIAN HUKUM PIDANA Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya ILMU HUKUM PIDANA Ilmu Hukum Pidana ialah ilmu tentang Hukum Pidana. Yang menjadi objek atau sasaran yang ingin dikaji adalah Hukum Pidana. Ilmu Hukum Pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Konsep hukum indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam menyebutkan istilah tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana BAB 1 PENDAHULUAN A. Istilah Hukum Pidana Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek terpenting dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 24 BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN 2.1. Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana

BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana Istilah tindak pidana dalam bahasa latin disebut dengan delictum atau delicta yaitu delik, dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Anak dan Batasan Umur Anak Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai undang-undang. Pengertian tersebut tidak memberikan suatu konsepsi tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERKARA PENADAHAN MOBIL (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERKARA PENADAHAN MOBIL (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERKARA PENADAHAN MOBIL (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajad Sarjana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan karena merupakan suatu kejahatan. Jika seseorang melakukan suatu tindak pidana maka ia harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan masyarakat baik di kota maupun di daerah, berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan 2.1.1 Pengertian Tindak Pidana Pencurian pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Kata mengambil (wegnemen) merupakan

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN DI KABUPATEN BULUKUMBA. (Studi Putusan Nomor 45/Pid.B/2014/PN.BLK)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN DI KABUPATEN BULUKUMBA. (Studi Putusan Nomor 45/Pid.B/2014/PN.BLK) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN DI KABUPATEN BULUKUMBA (Studi Putusan Nomor 45/Pid.B/2014/PN.BLK) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran nama baik, maupun serangan seperti halnya pencurian identitas, dan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran nama baik, maupun serangan seperti halnya pencurian identitas, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cybercrime saat ini menjadi salah satu tempat berkembangnya suatu tindak kejahatan. Dimana semakin banyak kejahatan yang memanfaatkan kecepatan dari teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu No.12/Pid.B/2009/PN.PL) ANHAR / D 101 07 355 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

PELAKU TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR ( MOBIL ) DITINJAU DARI PASAL 480 AYAT 1 DAN 2 KUHP SKRIPSI

PELAKU TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR ( MOBIL ) DITINJAU DARI PASAL 480 AYAT 1 DAN 2 KUHP SKRIPSI PELAKU TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR ( MOBIL ) DITINJAU DARI PASAL 480 AYAT 1 DAN 2 KUHP SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Tindak Pidana Penadahan Hasil Pencurian Sepeda Motor Dan Upaya Penanggulangannya Oleh Ma arif

Tindak Pidana Penadahan Hasil Pencurian Sepeda Motor Dan Upaya Penanggulangannya Oleh Ma arif Abstraksi Tindak Pidana Penadahan Hasil Pencurian Sepeda Motor Dan Upaya Penanggulangannya Oleh Ma arif Penadahan sebagai penampung hasil pencurian sepeda motor memberikan kemudahan bagi si pelaku untuk

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh I Nyoman Adi Wiradana Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedang mengalami kehancuran maka mulai timbul tindak pidana dengan modus

I. PENDAHULUAN. sedang mengalami kehancuran maka mulai timbul tindak pidana dengan modus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang tekhnologi dan informasi saat ini banyak sekali memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Pada saat perekonomian nasional yang sedang mengalami

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Pasal 413 Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG A. PENGANIAYAAN Kejahatan terhadap tubuh orang lain dalam KUHP diatur pada pasal 351-358 KUHP. Penganiayaan diatur dalam pasal 351 KUHP yang merumuskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS A. Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikenal dengan istilah

Lebih terperinci

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI OLEH: AGUSTINUS POHAN DISAMPAIKAN DALAM PUBLIC SEMINAR ON CORPORATE CRIMINAL LIABILITIES JAKARTA 21 FEBRUARI 2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERTANGGUNGJAWABAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci