PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana"

Transkripsi

1 PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur secara yuridis pasal-pasal yang menyangkut kejahatan atau tindak pidana pencurian mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 pada Bab XXII Buku II KUHP. Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan jenis tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Jenis tindak pidana pencurian ini merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir dalam setiap daerah di Indonesia. Oleh karenanya menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana pencurian ini menempati urutan teratas diantara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa / tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan. Tindak pidana pencurian yang diatur mulai Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu : 1. Pencurian Biasa

2 Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan : Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. 18 Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP diatas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut : a. Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur : 1. Mengambil 2. Suatu barang 3. Yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain b. Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur : 1. Dengan maksud 2. Untuk memiliki barang / benda tersebut untuk dirinya sendiri 3. Secara melawan hukum Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbutki telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal 362 KUHPidana Walaupun pembentuk undang-undang tidak menyatakan dengan tegas bahwa tindak pidana pencurian seperti yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHPidana harus dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dapat 18 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politea, 1984.

3 disangkal lagi kebenarannya bahwa tindak pidana pencurian tersebut harus dilakukan dengan sengaja, yakni karena undang-undang pidana yang berlaku tidak mengenal lembaga tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan tidak sengaja Pencurian Dengan Pemberatan Istilah pencurian dengan pembertan biasanya secara doctrinal disebut sebagai pencurian yang dikualifikasikan. Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa. 20 Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHPidana. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya. Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut : 19 P.A.F.Lamintang, Theo Lamintang, Op.Cit, hal Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Eresco, 1986, hal. 19.

4 1. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana dirumuskan sebagai berikut : (1)Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : Ke-1 pencurian ternak Ke-2 pencurian ppada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu (2)Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun. 2. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana. Jenis pencurian ini lazim disebut dengan istilah pencurian dengan kekerasan atau popular dengan

5 istilah curas. Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHPidana ini adalah sebagai berikut : (1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2)Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun : Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal yang direngkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3 3. Pencurian Ringan Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidanaya menjadi diperingan.

6 Pencurian ringan di dalam KUHPidana diatur dalam ketentuan Pasal 364. Termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini dalah pencurian dalam keluarga. Rasio dimasukkannya pencurian keluarga ke dalam pencurian ringan adalah oleh karena jenis pencurian dalam keluarga ini merupakan delik aduan, dimana terhadap pelakunya hanya dapat ditunutut apabila ada pengaduan. Dengan demikian, berbeda dengan jenis pencurian biasa pada umumnya yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk penuntutannya. Dengan demikian terdapat dua bentuk pencurian yang diatur dalam Pasal 364 dan Pasal 367 KUHPidana. a. Pencurian Ringan Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHPidana, yang menyatakan : 21 Perbuatan yng diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 ke-4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh 21 R. Soesilo, Op.Cit

7 lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah. b. Pencurian Dalam Keluarga Pencurian dalam keluarga diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPidana yang menyatakan : (1) Jika pelaku atau pembantu dalam salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami atau isteri dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja dan tempat itdur atau terpisah harta kekayaaan, maka terhadap pelaku atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana (2) Jika dia adalah suami atau isteri yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia keluarga sedarah atau semeda, baik dalam garis lurus, maupun garis menyimpang sampai derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan, jika ada pengaduan dari yang terkena kejahatan (3) Jika menuntut lembaga matriarlkhal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak kandungnya, maka aturan tersebut ayat diatas, berlaku juga bagi orang itu Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPIdana ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHPidana akan terjadi, apabila seorang suami atau isteri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda isteri atau suaminya. Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) kuhpidana apabila suami isteri tersebut masih dalam iktan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayaannya,

8 maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan. 22 Disamping pembagian bentuk-bentuk tindak pidana pencurian sebagaimana tersebut diatas, maka penulis dalam hal ini juga akan memaparkan tentang bentuk-bentuk tindak pidana penadahan. Tindak pidana penadahan atau disebut juga tindak pidana pemudahan ini diatur dalam Bab XXX KUHPidana. Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini merupakan tindak pidana yang erat kaitannya dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang lain. Tindak pidana penadahan diatur dalam ketentuan Pasal 480 KUHPidana yang menyatakan : Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah karena penadahan. Ke-1 barang siapa menjual, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan Ke-2 barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan. Bahwa apabila diperhatikan, maka tindak pidana yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana ini meliputi dua macam bentuk tindak pidana penadahan, yaitu : 22 Tongat, Hukum Pidana Meteriil, Malang, UMM Press, 2003, hal.43.

9 a. Membeli, menyewa, menukar, menerima sebagai gadai dan menerima sebagai hadiah sesuatu benda yang berasal dari kejahatan. b. Karena ingin menarik keuntungan telah menjual, menyewakan, menukarkan, memberikan sebagai gadai, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang berasal dari kejahatan. Adapun jenis tindak pidana penadahan ini dapat dibgi kedalam dua bentuk, yaitu : 1. Penadahan sebagai kebiasaan Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 481 KUHPidana yang menyatakan : (1) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukarkan, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang, yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Yang bersalah dapat dicabut hanya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan. Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHPidana ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHPidana tetapi dikenai

10 dengan Pasal 480 KUHPidana sebagai tindak pidana penadahan biasa Penadahan ringan Jenis tidak pidana ini diatur dalam Pasal 482 KUHPidana yang menyatakan : Diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan dari mana benda diperoleh adalah satu kejahatan yang diterangakan dalam Pasal 364, 373 dan 379. Berdasarkan ketentuan Pasal 482 KUHPidana di atas tersimpul bahwa penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu akan menjadi penadahan ringan, apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu dilakukan terhadap barang-barang hasil dari tindak pidana pencurian ringan, berasal dari tindak pidana penggelapan ringan atau dari penipuan ringan. B. Bentuk-bentuk dari Pemidaan atas Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan Masalah pokok dalam hukum pidana adalah pemidanaan, disamping tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pemidanaan dapat dilihat sebagai rangkaian proses dan kebijakan yang konkretisasinya sengaja direncanakan melalui tahapan-tahapan berikut, 23 Ibid, hal.106.

11 yaitu tahap legislatif (kebijakan formulatif), tahap yudikatif (kebijakan aplikatif) dan tahap eksekutif (kebijakan administratif). Pemidanaan merupakan sarana yang dipakai dalam penegakan hukum pidana, dan dengan mengacu pada tahapan-tahapan tersbut, maka dikatakan, bahwa penegakan hukum pidana bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab aparat yudikatif sebagai pemegang kebijakan aplikatif, tetapi juga menjadi tugas dan tanggung jawab aparat pemegang kebijakan pembuat undang-undang. Satjipto Rahardjo dalam kaitan ini menyatakan, bahwa proses penegakan hukum itu menjangkau pula sampai kepada tahapan pembuatan undang-undang. Perumusan pikiran pembuat undang-undang yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu nanti dijalankan. 24 Hal ini berarti, garis-garis kebijakan sistem pidana dan pemidanaan yang diformulasikan oleh aparat pembuat undang-undang merupakan landasan legalitas bagi aparat yudikatif. Hal ini juga berarti, apabila pada tahan pembuatan undang-undang ini terdapat kelemahan pada formulasi sistem pemidanaannya, maka eksesnya akan berimbas pada aplikasinya oleh aparat yudikatif. Menurut Sudarto, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang 24 Satjipto Rahadjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1983, hal 24.

12 hukum (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau pidana bersyarat. 25 Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Sudarto menyatakan bahwa pemberian pidana itu mempunyai dua arti, yaitu : Dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undangundang, ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto) 2. Dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana itu (pemberian pidana in concreto). Menurut Jan Remmelink, pemidanaan adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum. 27 Jerome Hall dalam M. Sholehuddin membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan, yaitu sebagai berikut : 28 a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup b. Ia memaksa dengan kekerasan c. Ia diberikan atas nama Negara, ia diotorisasikan 25 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal.7 28 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hal.55

13 d. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan penentunnya, yang diekspresikan didalam putusan e. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan diperberat atau diperingan dengan melihat personalitas (kepribadian) si pelanggar, motif dan dorongannya Terhadap pelaku tindak pidana pencurian maupun penadahan, penerapan sanksi pidananya mengacu kepada ketentuan Hukum Pidana Indonesia yang hanya mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan : Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Berdasarkan ketentuan Pasal 69 KUHPidana, maka urutan pidana pokok sebagimana disebutkan di dalam Pasal 10 KUHPidana menunjukkan perbandingan berat atau ringannya pidana pokok yang tidak sejenis, dengan demikian pidana pokok yang terberat adalah pidana mati.

14 Bahwa akan tetapi terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan, terhadap pelakunya secara umum selalu dijatuhkan salah satu jenis pidana pokok yakni pidana penjara, sesuai dengan yang diancam terhadap tindak pidana yang dianggap terbukti, sedangkan terhadap lamanya masa hukuman yang dijatuhkan tergantung penilaian hakim berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, maupun terhadap hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan atas perbuatan terdakwa tersebut. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok ini adalah merupakan suatu keharusan, artinya impertif, sedangkan penjatuhan jenis pidana tambahan berifat fakultatif, artinya bukan merupakan suatu keharusan, artinya hakim boleh tidak menjatuhkan pidana tambahan tersebut. P.A.F. Lamintang menyebutkan, bahwa mengenai keputusan apakah perlu atau tidaknya dijatuhkan suatu pidana tambahan, selain dari menjatuhkan suatu tindak pidana pokok kepada seorang terdakwa, hal ini sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan hakim. 29 Sehingga terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan jarang sekali dan bahkan hampir tidak pernah dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim terhadap terdakwa. C. Pola Hukuman yang diberikan kepada Pelaku Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan Kendaraan Bermotor hal P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armico, 1984,

15 Istilah pola menunjukkan sesuatu yang dapat digunakan sebagai model, acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat atau menyusun sesuatu. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan, bahwa pola hukuman / pemidanaan yang dimaksud dalam skripsi ini ialah acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat, menyusun sistem sanksi (hukum) pidana. Bertitik tolak dari pengertian tersebut di atas, dapatlah dinyatakan, bahwa sebenarnya pola pemidaan yang bersifat umum dan ideal harus ada lebih dahulu sebelum perundang-undangan pidana dibuat, bahkan sebelum KUHP dibuat. 30 Jenis saksi pidana yang berlaku sekarang ini telah diatur dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan : Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim 30 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 169.

16 Sedangkan jenis sanksi yang digunakan dalam Konsep / Rancangan KUHPidana, terdiri dari jenis pidana dan tindakan. Masing-masing jenis sanksi ini terdiri dari : 31 a. Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 RKUHP, terdiri dari : a.1. Pidana Pokok 1. Pidana penjara 2. Pidana tutupan 3. Pidana pengawasan 4. Pidana denda 5. Pidana kerja sosial a.2. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak tertentu 2. perampasan barang tertentu dan tagihan 3. pengumuman putusan hakim 4. Pembayaran ganti kerugian 5. pemenuhan kewajiban adat dan / atau kewajiban menurut ketentuan hukum yang hidup b. Tindakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 dan 41 RKUHP, terdiri dari : b.1. Untuk orang tidak atau kurang mampu bertanggung jawab ( tindakan dijatuhkan tanpa pidana) 1. Perawatan di rumah sakit jiwa 2. Penyerahan kepada pemerintah, atau 3. Penyerahan kepada seseorang b.2. Untuk orang pada umumnya yang mampu bertanggung jawab (dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok) 1. Pencabutan surat izin mengemudi 2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana 3. Perbaikan akibat tindak pidana 4. latihan kerja 5. Rehabilitasi, dan / atau 6. Perawatan di lembaga 31 Elsam RUUKUHP 203.pdf, diakses pada tanggal 28 Mei 2011, pada pukul Wib

17 Bahwa pola jenis yang berhubungan dengan pola pembagian jenis tindak pidana untuk kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana penjara atau denda, sedangkan untuk pelanggaran pada umumnya diancam dengan pidana kurungan atau denda. Konsep RKUHP ini tidak lagi membedakan jenis tindak pidana berupa kejahatan dan pelanggaran. 32 Namun demikian, di dalam pola kerja Tim Penyusun Konsep ada pula pengklasifikasian tindak pidana yang sifatnya / bobotnya dipandang sangat ringan, berat dan sangat serius. Untuk delik yang sangat ringan hanya diancam dengan pidana denda, untuk delik yang dipandang berat diancam dengan pidana penjara atau denda (alternatif), dan untuk delik yang sangat serius diancam dengan pidana penjara saja (perumusan tunggal) atau dalam hal-hal khusus sangat pula diancam dengan pidana mati yang dialternatifkan dengan penjara seumur hidup atau penjara dalam waktu tertentu. Secara kasar polanya dapat digambarkan dalam skema berikut : 33 Bobot Delik Jenis Pidana Keterangan 1. Sangat ringan Denda Perumusan tunggal Denda ringan (kategori I atau II 2. Berat Penjara atau denda Perumusan alternatif Penjara berkisar 1 s.d. 7 tahun Denda lebih berat (kategori III-IV 3. Sangat serius Penjara saja Mati / penjara Perumusan tunggal atau alternatif Dapat dikumulasikan 32 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal Ibid, hal

18 dengan denda Dengan pola diatas, secara kasar menurut konsep hanya akan ada tiga kategori pengelompokan tindak pidana, yaitu : a. Yang hanya diancam pidana denda (untuk delik yang bobotnya dinilai kurang dari 1 tahun penjara) b. Yang diancam pidana penjara atau denda secara alternatif (untuk delik yang diancam dengan pidana penjara 1-7 tahun) c. Yang hanya diancam dengan pidana penjara (untuk delik yang diancam dengan pidana penjara dari 7 tahun) Terhadap pola perumusan pidana menurut KUHPidana yang berlaku sekarang ini, jenis pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik ialah pidana pokok, dengan menggunakan 9 (sembilan) bentuk perumusan, yaitu : 34 a. diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu b. diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu c. diancam dengan pidana penjara (tertentu) d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda f. diancam dengan pidana penjara atau denda g. diancam dengan pidana kurungan h. diancam dengan pidana kurungan atau denda i. diancam dengan pidana denda Dari sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut : 34 Ibid, hal.179

19 a. KUHP hanya menganut 2 (dua) sistem perumusan, yaitu : a.1. perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok) a.2. perumusan alternatif b. Pidana pokok yang diancam / dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal. c. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan. Untuk pidana tambahan bersifat fakultatif, namun pada dasarnya untuk dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik. Sedangkan menurut Konsep / Rancangan KUHPidana, jenis pidana yang dicantumkan dalam perumusan delik hanya pidana mati, penjara dan denda. Pidana pokok berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial tidak dicantumkan. Bentuk perumusannya tidak berbeda dengan pola KUHPidana sekarang, hanya dengan catatan bahwa di dalam konsep : 35 a. Pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman minimumnya b. Pidana denda dirumuskan dengan sistem kategori c. Ada pedoman untuk menerapkan pidana yang dirumuskan secara tunggal dan secara alternatif yang member kemungkinan 35 Ibid, hal.180

20 perumusan tunggal diterapkan secara alternatif dan perumusan alternatif diterapkan secara kumulatif.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Bab XXII : Pencurian Pasal 362 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan

Lebih terperinci

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Penanggulangan Penanggulangan itu sendiri berasal dari kata tanggulang yang berarti menghadapi, mengatasi. Kemudian ditambah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan 2.1.1 Pengertian Tindak Pidana Pencurian pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Kata mengambil (wegnemen) merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM. HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP

BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM. HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP A. Pengertian Pencurian Dikalangan Keluarga Dalam KUHP Pengertian pencurian di kalangan keluarga menurut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN. BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB A. Tindak Pencurian Kendaraan Bermotor yang Dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Anak dan Batasan Umur Anak Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai undang-undang. Pengertian tersebut tidak memberikan suatu konsepsi tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi PEMERASAN/AFPERSING AFPERSING DAN PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING FACHRIZAL AFANDI, S.Psi., SH., MH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya PEMERASAN DAN PENGANCAMAN (BAB XXIII) PEMERASAN DALAM BENTUK POKOK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kata pencurian dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar curi yang memperoleh imbuhan pe diberi akhiran

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 362 KUHP mengatur tentang tindak pidana pencurian biasa yang berbunyi 51

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian Analisis dan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Tinggi dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian dan Narkoba serta Implikasinya Pada Keadilan dan Overcapacity Lapas 1. Pengantar Sebagian pengaturan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP dengan salah satu

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB II. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan. Pemberatan. A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan. Pemberatan. A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pencurian dengan pemberatan, maksudnya adalah pencurian biasa yang diatur dalam

Lebih terperinci

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) Subaidah Ratna Juita Fakultas Hukum, Universitas Semarang email: ratna.shmh@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang populer dengan nama KUHAP sejak diundangkannya pada tanggal 31 Desember 1981,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Pasal 413 Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 98/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda "straafbaarfeit"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi negara republik indonesia atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah

Lebih terperinci

UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DI WILAYAH POLSEK PASAR KOTA JAMBI

UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DI WILAYAH POLSEK PASAR KOTA JAMBI UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DI WILAYAH POLSEK PASAR KOTA JAMBI Oleh : Nyimas Enny Fitriya Wardhani, S.H., M.H Fery Agus Susanto Abstract Terjadinya kejahatan pencurian yang salah

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS. PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberadaan pidana denda

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi memberi

I. PENDAHULUAN. sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi memberi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kejahatan atau tindak pidana, umumnya dilakukan pelaku kejahatan karena didorong atau dimotivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan hidup yang relatif sulit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 24 BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN 2.1. Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

Pasal 48 yang berbunyi :

Pasal 48 yang berbunyi : 41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kejahatan pencurian adalah salah satu kejahatan terhadap kepentingan individu yang merupakan kejahatan terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB POLRI DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002

SUATU TINJAUAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB POLRI DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 SUATU TINJAUAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB POLRI DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 Oleh : Islah, S.H., M.H Dudi Handika Abstract Tanggung Jawab atau peran Kepolisian RI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR 51 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Sanksi Aborsi yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur di Pengadilan Negeri Gresik Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan ( Wetmatigsheid Van

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan ( Wetmatigsheid Van BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang berlandaskan atas hukum yang dinamis (Rechtstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan semata. Menurut Julilus

Lebih terperinci

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP 2012 A. Pengertian Zina Lajang Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul yang sekarang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP. Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK

PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP. Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK Pidana denda merupakan salah satu pidana pokok dalam stelsel pemidanaan di Indonesia yang

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Pasal 242 (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017 ALASAN PENGHAPUS PIDANA KHUSUS TERHADAP TINDAK PIDANA ENYEMBUNYIKAN PELAKU KEJAHATAN DAN BARANG BUKTI BERDASARKAN PASAL 221 KUH PIDANA 1 Oleh: Suanly A. Sumual 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam

Lebih terperinci