BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak kalah pentingnya adalah pembangunan di bidang hukum dari tahun ke tahun yang diusahakan pembaharuan hukum sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Seperti yang termuat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat), sebagai negara hukum maka Indonesia mempunyai serangkaian peraturan atau hukum supaya kepentingan masyarakat dapat terlindungi. Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan konstitusional negara ini memuat bahwa tujuan negara salah satunya adalah menciptakan kesejahteraan umum. Jadi semua usaha dan pembangunan yang dilakukan negara ini harus mengarah pada tujuan ini sehingga tercipta kesejahteraan rakyat. Di

2 dalam pergaulan masyarakat terdapat beraneka ragam hubungan antara anggota masyarakat, yaitu hubungan yang timbul oleh kepentingan anggota masyarakat itu. Adanya keanekaragaman hubungan tersebut, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan dalam hubungan tersebut agar tidak terjadi kekacauan. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya kesadaran hukum dalam masyarakat menyebabkan terjadinya ketidakpercayaan antara anggota masyarakat itu sendiri maupun ketidakpercayaan dengan aparat penegak hukum dan pemerintah. Terlebih dengan kondisi perekonomian negara kita yang sulit saat ini, mengakibatkan timbulnya kasus kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat yang dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang mendesak. Kondisi yang terjadi setiap hari dan dialami oleh masyarakat sebagai contohnya, penjambretan, penodongan, pencurian, perampokan, penganiayaan, perkosaan, pembunuhan, tawuran remaja, atau lebih dikenal dengan kejahatan jalanan atau street crime menjadi tantangan bagi proses penegakan hukum. Kejahatan tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus kejahatan semakin sering terjadi dan yang paling dominan adalah

3 jenis kejahatan terhadap harta kekayaan, khususnya yang termasuk di dalamnya adalah tindak pidana penadahan. Bahwa kejahatan terhadap harta benda akan tampak meningkat di negara-negara sedang berkembang. Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Di setiap negara tidak terkecuali negara yang paling maju sekalipun, pasti akan menghadapi masalah kejahatan yang mengancam dan mengganggu ketentraman dan kesejahteraan penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan tidak hanya tumbuh subur dinegara miskin dan berkembang, tetapi juga dinegara-negara yang sudah maju. Seiring dengan adanya perkembangan kejahatan seperti diuraikan di atas, maka hukum menempati posisi yang penting untuk mengatasi adanya persoalan kejahatan ini. Perangkat hukum diperlukan untuk menyelesaikan konflik atau kejahatan yang ada dalam masyarakat. Salah satu usaha pencegahannya dan pengendalian kejahatan itu ialah dengan menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana. Kejahatan dapat diartikan secara kriminologis dan yuridis. Kejahatan dalam arti kriminologis yaitu perbuatan manusia yang menodai norma-norma dasar dari masyarakat. Hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan unsur yang menyalahi aturan-aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat. Kejahatan secara yuridis yaitu perilaku jahat atau perbuatan jahat dalam arti hukum pidana maksudnya bahwa kejahatan itu dirumuskan di dalam peraturan-peraturan pidana. Masalah

4 pidana yang paling sering terjadi di dalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, pengrusakan, dan penadahan. Salah satu tindak pidana terhadap harta kekayaan yang masih sering menimbulkan perdebatan adalah tindak pidana penadahan kendaraan bermotor yang berasal dari hasil pencurian. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak di Kota Medan, berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor pada saat ini. Kalau hal ini tidak dapat diatasi tentu perbuatan tersebut sangat meresahkan masyarakat. Kejahatan pencurian kendaraan bermotor merupakan kejahatan terhadap harta benda yang tidak lajim terjadi di negara-negara berkembang. selanjutnya dikatakan bahwa kejahatan pencurian kendaraan bermotor beserta isi-isinya merupakan sifat kejahatan yang menyertai pembangunan. 1 Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab semakin maraknya terjadi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor adalah diantaranya semakin marak juga tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil curian tersebut. Sehingga para pelaku pencurian kendaraan bermotor (curanmor) tidak merasa kesulitan untuk memasarkan kendaraan bermotor hasil curiannya. 1 Soerjono Soekanto, Hartono Widodo dan Chalimah Sutanto, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor Suatu Tinjauan Kriminologi Jakarta,,Penerbit Aksara 1988, hal. 20.

5 Selain itu juga semakin maraknya penjualan bagian-bagian (onderdil) kendaraan bermotor bekas oleh para pedagang kaki lima, yang tidak menutup kemungkinan onderdil kendaraan tersebut didapatkan oleh pedagang dari para pelaku curanmor, untuk itu perlu dilakukan penyelidikan terhadap para pedagang kaki lima yang memperdagangkan onderdil kendaraan bermotor bekas tersebut. Namun hingga kini para pedagang kaki lima yang memperdagangkan onderdil kendaraan tidak pernah dilakukan pemeriksaan oleh aparat kepolisian, sehingga memungkinkan tindak penadahan terus berlangsung dan aparat juga belum pernah mengadakan koordinasi dengan aparat Pemda Kota Medan untuk melakukan penertiban para pedagang kaki lima yang memperdagangkan onderdil kendaraan bermotor. Tindak pidana penadahan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 480 KUHP, dimana salah satu unsur penadahan yang sering dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam praktik persidangan sehari-hari adalah unsur culpa, yang berarti bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap patut harus dapat menyangka asalnya barang dari kejahatan dan jarang dapat dibuktikan bahwa si penadah tahu benar hal itu (asal-usul barang). Dalam hal ini, maksud untuk mendapatkan untung merupakan unsur dari semua penadahan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji masalah tindak pidana penadahan dengan mengambil judul : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN

6 KENDARAAN BERMOTOR HASIL PENCURIAN DAN UPAYA PENERAPAN / PENEGAKAN HUKUMNYA (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESORT KOTA MEDAN). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dan penadahan dalam hukum positif di Indonesia. 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kenderaan bermotor di Kota Medan. 3. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kendaraan bermotor di Kota Medan. C. Tujuan Penulisan adalah : Adapun yang ingin penulis capai dalam penulisan skripsi ini

7 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dan penadahan dalam hukum positif di Indonesia. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kendaraan bermotor. 3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kendaraan bermotor. D. Manfaat Penulisan Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi tersebut. Manfaat penelitian secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. 1. Manfaat Teoritis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum pidana mengenai tindak pidana pencurian dan penadahan kendaraan bermotor. 2. Manfaat Praktis

8 Dari segi praktis diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan atau diterapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang hukum pidana khususnya mengenai tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kenderaan bermotor. Dengan mengetahui faktor-faktor pendorong dari dilakukannya tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kenderaaan bermotor, maka penegak hukum an masyarakat dapat mengambil langkah penanggungan yang tepat untuk menangani apabila timbul suatu tindak pidana. E. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Hasil Pencurian (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Kota Medan). Sehubungan dengan keaslian judul skripsi, penulis telah melakukan pengecekan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebelumnya penulis telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Bapak Ketua Departemen Hukum Pidana dan Pembimbing skripsi mengenai judul yang penulis sajikan. Dan berdasarkan hal tersebut diatas penulis memberanikan diri untuk mengerjakan skripsi ini. F. Tinjauan Kepustakaan

9 1. Pengertian Tindak Pidana Untuk memberikan pengertian tindak pidana, pembentuk undangundang telah mempergunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Perkataan feit itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een gedeelte van de werkelijkheid 2, sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harfian perkataan perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. 3 Menurut Hazewinkel-Suringa, telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari strafbaar feit sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya. 4 Menurut Profesor Pompe, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma 2 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, sebagaimana dikutip dari van Bemmelen, Ons Strafrecht I, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997, hal Ibid, hal Ibid, sebagaimana dikutip dari Hazewinkel-Suringa,Inleiding, hal. 182.

10 (gangguanterhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. 5 Demikian juga menurut Profesor Simon, telah merumuskan strafbaar feit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindaknnya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 6 Alasan dari Profesor Simons apa sebabnya strafbaar feit itu harus dirumuskan adalah karena : a. Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa di situ harus terdapat sutau tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggraan terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang. c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan 5 Ibid, sebagaimana dikutip dari Pompe,Handboek, hal Ibid, sebagaimana dikutip dari Simons,Leerboek, hal. 185.

11 sutu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrecntmatige handeling. 7 Menurut S.R. Sianturi, pengertian tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum serta dengan kesalahan, dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Maka selanjutnya unsur-unsur tindak pidananya adalah terdiri dari : subjek, kesalahan, bersifat melawan hukum, tindakan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undangundang serta waktu dan tempat serta keadaan tertentu Pengertian Tindak Pidana Pencurian Sebelum mengetahui apa itu pencurian, maka sebaiknya mengetahui asal kata pencurian yang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata curi yang mengalami imbuhan pe dan berakhiran an sehingga kata pencurian mengandung arti proses, perbatan cara mencuri dilaksanakan. 9 7 Ibid, hal S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerannya, Jakarta, Penerbit Alumni AHM-PTHM, 1986, hal Peter Salim & Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta, Modern English Press, 2002, hal. 303.

12 Dalam kamus Bahasa Indonesia juga disebutkan bahwa mencuri ialah perbuatan yang mengambil hak milik orang lain dengan jalan tidak sah. 10 Pencurian adalah pelanggaran terhadap harta milik dan merupakan delik formil (formeel delict), yaitu delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang, dan merupakan norma yang dibentuk larangan atau verbod, seperti pada Pasal 362 Kitab Undang-undang Pidana yang mencantumkan larangan untuk mencuri. 11 Demikian juga disebutkan pencurian adalah perbuatan yang telah memenuhi perumusan Pasal 362 KUHP yaitu mengambil sesuatu barang baik berwujud maupun tidak berwujud yang sama sekali atau sebahagian termasuk kepunyaan orang lain, yang dilakukan dengan sengaja dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak yang sanksinya telah ditetapkan yaitu hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya atau Rp Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur secara juridis pasal-pasal yang menyangkut kejahatan atau tindak pidana pencurian sebagaimana yang terurai dalam Pasal 362 KUHP : 10 Ibid. hal P.A.F. Lamintang, C. Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, Bandung, Penerbit Tarsito, 1981, hal R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana, Bogor, Politea, 1996, hal.52.

13 Barang siapa mengambil dengan sengaja barang yang sama sekali atau sebahagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-. 13 Dari perumusan tersebut di atas, jika diuraikan dari sudut unsurunsurnya, agar dapat disebut melakukan tindak pidana pencurian adalah : 1. Unsur subjek adalah barang siapa. 2. Unsur kesalahan adalah sengaja, yang tersirat pada kata mengambil dan kemudian dipertegas lagi oleh kata-kata dengan maksud untuk memilikinya. 3. Unsur bersifat melawan hukum yang ditentukan pada Pasal 362 KUHP dan dua macam yaitu bersifat melawan hukum materil dan bersifat melawan hukum formil. Unsur bersifat melawan hukum materil dalam pasal tersebut adalah tindakan mengambil sesuatu barang, sedangkan mengenai pemilikan ditentukan sebagai bersifat melawan hukum formil. Tindakan mengambil sesuatu barang harus dapat dibuktikan bersifat melawan hukum, sedangkan mengenai pemilikan barang tersebut wajib dibuktikan bersifat melawan hukum, baik di dalam surat dakwaan maupun dalam putusan hakim. 4. Unsur tindakannya adalah melakukan perbuatan mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan 13 BPHN, Hasil Tim Penerjemah, Departemen Kehakiman, KUHP, Jakarta, Penerbit Sinar Harapan, 1983, hal.141.

14 orang lain dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum. 5. Unsur waktu, tempat dan keadaan adalah ditentukan oleh hukum pidana formil (hukum acara pidana). Unsur subjek dalam perumusan tindak pidana adalah terletak pada kata barang siapa dan memang pada prinsipnya dalam hukum pidana umum (KUHP) yang menjadi subjek hukum pidana atau biasa juga disebut pelaku atau pembuat (dader), hanya orang atau manusi (natuurlijke persoon). Pada tindak pidana pencurian seperti yang diatur pada Pasal 362 KUHP secara umum subjek hukumnya adalah seseorang atau sekelompok orang. Unsur kedua dari tindak pidana adalah kesalahan (schuld). Kesalahan dibagi dua bagian, yaitu sengaja (dolus) dan lalai (culpa). Sengaja mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat dalam diri pelaku terhadap suatu tindakan, dibandingkan dengan kelalaian. Dan untuk membuktikan adanya sifat kesengajaan dalam tindakan sipelaku bukanlah hal yang mudah. Sengaja disini adalah menghendaki atau menginsafi. Dan kesengajaan yang digunakan dalam KUHP adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana tertentu (misalnya pencurian) dan orang itu menghendaki tindakannya tersebut, artinya ada hubungan kejiwaan yang erat antara sipelaku dengan tindakannya.

15 Pada Pasal 362 KUHP unsur kesalahan yang berbentuk sengaja seperti yang tersirat pada kata-kata mengambil sesuatu barang dengan maksud untuk memiliki menunjukkan bahwa pelaku mempunyai kehendak dan tujuan untuk melakukan sesuatu itu (memiliki) Mempunyai kehendak berarti ada kesengajaan. Dan kata-kata dengan maksud pada pasal ini tidak berarti kehendak dan tujuan yang ada pada diri pelaku sudah terlaksana atau terpenuhi sepenuhnya. 14 Mengenai perumusan unsur bersifat melawan hukum, pada sistem hukum pidana Indonesia adalah mengikuti pada ajaran bersifat melawan hukum material, yakni semua delik harus senantiasa dianggap mempunyai unsur bersifat melawan hukum, walaupun tidak dengan tegas dirumuskan. Dan bersifat melawan hukumnya tindakan itu harus selalu dapat dibuktikan apabila dipersoalkan dipersidangan, serta harus ternyata dalam surat dakwaan sampai pada putusan hakim. Sementara dari sudut ajaran bersifat melawan hukum yang formil, apabila unsur melawan hukum tidak dirumuskan dalam perundang-undangan, maka tidak ada keharusan untuk membuktikannya. Unsur tindakan yang dilarang dalam Pasal 362 KUHP adalah tindakan mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilarang tersebut (pencurian) adalah delik formil, yang berarti delik dianggap sempurna 14 S.R Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Jakarta, Penerbit Alumni AHMPTHM, Cetakan Pertama, 1993, hal.591.

16 (voltooid) jika tindakannya sudah memenuhi rumusan delik tanpa mempersoalkan akibatnya. 4. Pengertian Tindak Pidana Penadahan Tindak pidana penadahan telah diatur didalam Bab XXX dari buku II KUHP sebagai tindak pidana pemudahan. Menurut Prof. Satochid Kartanegara, tindak pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang meungkin saja tidak akan ia lakukan, seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima hasil kejahatan. 15 Demikian juga BadanPembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI di dalam Bab XXXI dari usul rancangannya mengenai Buku II dari KUHP yang baru ternyata telah bermaksud untuk memasukkan tindak pidana penadahan ke dalam pengertian suatu jenis tindak pidana baru yang disebutnya sebagai pertolongan jahat Unsur-unsur Tindak Pidana Penadahan Tindak pidana penadahan dalam bentuk pokok oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP terdiri atas : a. Unsur-unsur subjektif, yang terdiri dari dari : 15 P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal Ibid, hal. 363.

17 1. Yang ia ketahui atau waarvan hij weet 2. Yang secara patut harus dapat ia duga atau warn hij redelijkerwijs moet vermoeden b. Unsur-unsur objektif, yang terdiri dari : 1. Kopen atau membeli 2. Buren atau menyewa 3. Inruilen atau menukar 4. In pand nemen atau menggadai 5. Als geschenk aannemen atau menerima sebagai hadiah atau sebagai pemberian 6. Uit winstbejag atau didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan 7. Verkopen atau menjual 8. Verhuren atau menyewakan 9. In pand geven atau menggadaikan 10. Vervoeren atau mengangkut 11. Bewaren atau menyimpang dan 12. Verbergen atau menyembunyikan Dari penjabaran ke dalam unsur-unsur mengenai tindak pidana penadahan seperti yang diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa untuk subjektif pertama dari tindak pidana penadahan ialah unsur waarvan hij weet atau yang ia ketahui.

18 Karena tindak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP mempunyai dua macam unsur subjektif, masing-masing yakni unsur kesengajaan atau unsur dolus dan unsur ketidaksengajaan atau unsur culpa atau dengan kata lain karena tidak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP mempunyai unsur subjektif yang pro parte dolus dan pro parte culpa, maka di dalam surat dakwaannya penuntut umum dapat mendakwakan kedua unsur subjektif tersebut secara bersama-samaterhadap seorang terdakwa yang didakwa telah melakukan tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam Pasal 480 angka 1 KUHP. 17 Disamping itu pula unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 480 angka 2 KUHP terdiri dari : a. Unsur-unsur subjektif, yang terdiri dari : 1. Yang ia ketahui 2. Yang secara patut harus dapat diduga b. Unsur-unsur objektif, terdiri dari : 1. Barangsiapa 2. Mengambil keuntungan dari hasil suatu benda 3. Yang diperoleh karena kejahatan 17 Ibid, hal. 369.

19 Perbuatan mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang diperoleh karena kejahatan itu tidak perlu selalu diartikan sebagai perbuatan mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang diperoleh karena kejahatan, yakni jika benda tersebut dijual, melainkan jika benda yang diperoleh karena kejahatan itu telah disewakan, digadaikan, dipertunjukkan, bahkan juga jika benda itu telah dibudidayakan, diternakkan,dan lain-lainnya. 6. Pengertian Kendaraan Bermotor Kenderaan bermotor, baik itu yang beroda dua atau lebih adalah alat transportasi bagi manusia yang bernilai ekonomis dan memiliki kegunaan, sehingga kendaraan bermotor dijadikan sebagai bagian dari harta benda. Menyadari bahwa kenderaan bemotor merupakan bagian dari harta kekayaan yang benilai mewah, maka setiap orang ingin memilikinya, baik itu dengan cara membeli, mengangsur atau kredit, mencuri, merampas, menadah dan sebagainya. Memiliki kenderaan bermotor dengan cara mencuri memang tidak perlu mengeluarkan biaya / uang, dan lebih mudah, cepat memperolehnya serta mempunyai resiko yang kecil untuk diketahui oleh pihak yang berwajib, oleh karena biasanya oleh sipelaku identitas pemilik kenderaan bermotor tersebut secepatnya dirubah. Demikian juga memiliki kenderaan bermotor dengan cara menadah dengan mengeluarkan biaya yang begitu kecil dan tidak sebagaimana

20 mestinya, dan komponen-komponen kenderaan tersebut dapat diperjualbelikan kepada orang lain dengan suatu keuntungan yang cukup besar. G. Metode Penulisan Dalam menyusun suatu skripsi, data adalah faktor yang sangat penting sekali untuk kelengkapan penulisan skripsi, sehingga usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang relevan dengan materi akan cenderung membentuk isi skripsi akan lebih baik dan lebih sempurna. Maka dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode, sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat yang dinamakan dengan data primer, sedangkan data yang diperoleh dari perpustakaan lazimnya dinamakan dengan data sekunder. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dapat dinamakan penelitian hukum normatif, disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer. Berdasarkan jenis

21 penelitian hukum tersebut, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif sosiologis. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitin dilakukan di Kepolisian Resort Kota (POLRESTA) Medan dan Pengadilan Negeri Klas I A Medan. Dari tempat penelitian ini dapat diperoleh data-data tentang masalah yang akan diteliti. 3. Sumber Data Sumber data skripsi ini terdiri dari : a. Data Primer, yaitu data yang didapat dari sumber asli. Data diperoleh dengan cara wawancara dengan pihak yang berkompeten di lokasi penelitian b. Data Skunder, yaitu data yang didapat dari tangan kdua dan seterusnya berupa catatan, arsip, buku dan lainnya yang berhubungan dengan isi skripsi. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data yang diperlukan, penulis menggunakan dua metode penelitian yaitu : a. Penelitian kepustakaan, yaitu cara untuk mendapatkan data teoritis yang relevan melalui bahan-bahan literatur seperti buku-buku, Koran dan laporan-laporan penelitian lainnya yang berhubungan dengan

22 masalah yang dibahas dalam penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian ini berwujud teori-teori, konsep-konsep yang dikelompokkan sebagai data sekunder. b. Penelitian lapangan, yaitu cara untuk mendapat data yang dilakukan langsung ke objek penelitian dalam ini Kepolisian Resort Kota (POLRESTA) Medan dan Pengadilan Negeri Klas I A Medan. Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengamatan (observation), yaitu melakukan peninjauan langsung ke objek penelitian untuk memperoleh gambaran tentang fakta yang ada di lapangan. Hasil-hasil pengamatan akan dicatat seperlunya sebagai bahan temuan. b. Wawancara (interview), yaitu melakukan Tanya jawab langsung kepada pihak yang berwenang untuk memberikan keterangan / data yang diperlukan. 5. Analisis Data Dalam penulisan skripsi ini, analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan menggunakan metode normatif kuantitatif. Metode normati artinya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan. Cara kualitatif yaitu tanpa menggunakan rumus-rumus statistic, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh. Data yang

23 diperoleh dikualifikasikan dengan cara mempelajari, memahami semua data yang ada. Selanjutnya dianalisis dengan menafsirkan menggunakan metode normatif kualitatif. H. Sistematika Penulisan Agar dapat diperoleh pemahaman yang menyatu dan memudahkan pembahasan tesis ini, maka penulisan skripsi ini dilakukan dengan sistematika yang telah ditetapkan oleh Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang terdiri seperti sebagai berikut ini: BAB I : Bab Pendahuluan disajikan beberapa Sub Bab yaitu latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan (jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data analisis data, sistematika penulisan. BAB II : Memberikan gambaran umum tentang pengaturan tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian dalam hukum positif di Indonesia. BAB III : Membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian dan bagaimana modus

24 operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian. BAB IV : Mengenai tentang upaya penangulangan tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian dan bentuk putusan yang dijatuhkan terhadap pelaku serta analisis putusan, pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Medan. BAB V : Mengenai bagian kesimpulan dan saran yang berisi pada bagian pertama kesimpulan dan pada bagian kedua berisi saran terhadap penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian. BAB II

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan masyarakat baik di kota maupun di daerah, berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PENGATURAN TINDAK PIDANA PENADAHAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DI INDONESIA. Oleh : Coby Mamahit 1

ASPEK HUKUM PENGATURAN TINDAK PIDANA PENADAHAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DI INDONESIA. Oleh : Coby Mamahit 1 ASPEK HUKUM PENGATURAN TINDAK PIDANA PENADAHAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DI INDONESIA Oleh : Coby Mamahit 1 email: cobymamahit@gmail.com Abstrack Pembangunan di bidang ekonomi tersebut juga diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang menyalahi aturan-aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan perbuatan jahat dalam arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimaksud dengan strafbaarfeit itu (Adami Chazawi, 2014: 67).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimaksud dengan strafbaarfeit itu (Adami Chazawi, 2014: 67). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaarfeit. Walaupun istilah ini terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri karena kejahatan merupakan produk dari masyarakat dan ini perlu ditanggulangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara hukum, pernyataan tersebut termuat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang berdasar kekuasaan belaka (machtstats). Oleh karena itu tata kehidupan dalam bermasyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

PELAKU TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR ( MOBIL ) DITINJAU DARI PASAL 480 AYAT 1 DAN 2 KUHP SKRIPSI

PELAKU TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR ( MOBIL ) DITINJAU DARI PASAL 480 AYAT 1 DAN 2 KUHP SKRIPSI PELAKU TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR ( MOBIL ) DITINJAU DARI PASAL 480 AYAT 1 DAN 2 KUHP SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai negara hukum, maka untuk menjalankan suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kendaraan bermotor, kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua.

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kendaraan bermotor, kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan pertumbuhan sosial dimasyarakat ditandai pula dengan tingkat konsumtif masyarakat yang naik pula, salah satunya adalah dengan banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Pidana a. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dari pembangunan tersebut antara lain semakin majunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. positif dari pembangunan tersebut antara lain semakin majunya tingkat BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan Pembangunan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat, untuk itu pembangunan memerlukan sarana dan prasarana pendukung

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada hukum.namun dilihat dari sudut hukum, hak dan kewajiban secara individual selalu berkonotasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan tercipta dari pembangunan yang baik dan merata bagi seluruh rakyat. Di Indonesia pembangunan yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

Fitriyanti Kilo NIM :

Fitriyanti Kilo NIM : Tinjauan Hukum Terhadap Barang Sitaan Pencurian Kendaraan Bermotor Di Polres Gorontalo, Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Hukum Universitas Negeri Gorontalo 2013. Fitriyanti Kilo NIM : 271 409 063 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang di dunia telah melakukan pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Kriminologis 1. Pengertian Kriminologi Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan mana yang dianggap tidak baik. Namun, masih saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek terpenting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia menurut kodratnya adalah merupakan makhluk sosial, yang artinya setiap individu selalu ingin hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang benar-benar menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017 ALASAN PENGHAPUS PIDANA KHUSUS TERHADAP TINDAK PIDANA ENYEMBUNYIKAN PELAKU KEJAHATAN DAN BARANG BUKTI BERDASARKAN PASAL 221 KUH PIDANA 1 Oleh: Suanly A. Sumual 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN DI KABUPATEN BULUKUMBA. (Studi Putusan Nomor 45/Pid.B/2014/PN.BLK)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN DI KABUPATEN BULUKUMBA. (Studi Putusan Nomor 45/Pid.B/2014/PN.BLK) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN DI KABUPATEN BULUKUMBA (Studi Putusan Nomor 45/Pid.B/2014/PN.BLK) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan, 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kriminologi Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum selalu melekat pada manusia bermasyarakat. Dengan berbagai peran hukum, maka hukum memiliki fungsi: menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum, hukum diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar tercipta suatu kehidupan yang serasi, selaras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 24 BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN 2.1. Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Benda Purba Dikaitkan dengan Pasal 362 KUHP JO Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 1 Tubagus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu tindak pidana tidak hanya dapat terjadi dengan adanya suatu kesengajaan dari pelaku, tetapi juga terdapat suatu tindak pidana yang terjadi karena adanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 ABSTRAK Penggunaan kekerasan oleh seseorang terhadap orang lain, merupakan hal yang dilarang dalam

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017 TINJAUAN YURIDIS PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh : Chant S. R. Ponglabba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur tindak pidana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci