BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana"

Transkripsi

1 BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana Istilah tindak pidana dalam bahasa latin disebut dengan delictum atau delicta yaitu delik, dalam Bahasa Inggris tindak pidana dikenal dengan istilah delict, yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman. Sementara dalam bahasa Belanda tindak pidana dikenal dengan istilah strafbaarfeit, yang terdiri dari tiga unsur kata, yaitu straf, baar dan feit.strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Dalam hukum pidana dibedakan antara perbuatan atau tindak pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Suatu perbuatan atau tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana, jika tindakan tersebut telah dirumuskan terlebih dahulu sebagai perbuatan pidana. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menentukan bahwa tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu dari perbuatan itu. Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo, pengertian strafbaar feitdibedakan menjadi : 51

2 a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum; b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. 1 Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah peristiwa pidana pernah digunakan secara resmi dalam UUDS 1950, yakni dalam Pasal 14 (1). Secara substansif, pengertian dari istilah peristiwa pidana lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan oleh perbuatan manusia maupun oleh gejala alam. 2 Teguh Prasetyo merumuskan bahwa: Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana. Pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) dan perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum). 3 Menurut E.Y Kanter dan S.R Sianturi sebagaimana dikutip oleh Amir Ilyas bahwa tindak pidana mempunyai 5 (lima) unsur-unsur, yaitu: 1 Pompe dalam Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, hlm Ibid, hlm Teguh Prasetyo, 2011, Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm

3 a. Subjek; b. Kesalahan; c. Bersifat melawan hukum dari suatu tindakan; d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana; e. Waktu, tempat dan keadaan (unsur objektif lainnya). 4 Tindak pidana juga dapat diartikan sebagai suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya. Akan tetapi, sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan sendiri berdasarkan asas legalitas (principle of legality) yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan (nullum delictum nulla poena sine lege poenali). Ucapan Nullum Delictum Nulla Poena Sine Pravia Lege Poenale(tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu)berasal dari Anselm von Feurbach, seorang sarjana hukum pidana Jerman. Anselm von Feurbach, merumuskan asas legalitas secara mantap dalam bahasa latin, yaitu: a. Nulla poena sine lege, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang; b. Nulla poena sine crimine, tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana; 4 E.Y Kanter dalam Amir Ilyas, Op.Cit, hlm

4 c. Nullum crimen sine poena legali, tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang. 5 Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa asas legalitas yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung makna bahwa: a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika belum diatur dalam suatu aturan undang-undang; b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi; c. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa strafbaar feit mempunyai dua arti yaitu menunjuk kepada perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, dan menunjuk kepada perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini sesuai dengan pandangan dari Moeljatno mengenai strafbaar feit ini, menggunakan istilah perbuatan pidana yang diartikan sebagai "perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut". 6 Hal ini berarti bahwa perbuatan yang dilarang disertai dengan sanksi pidana bagi pelakunya adalah yang berkaitan dengan 5 Anselm von Feurbach dalam Amir Ilyas, Ibid, hlm Moeljatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, PT Rinekacipta, hlm

5 pelanggaran atau perkosaan kepentingan hukum dan suatu yang membahayakan kepentingan hukum. Perbuatan pidana merupakan salah satu bagian yang dipelajari dalam hukum pidana. Hukum pidana tidak hanya memberikan pengertian tentang perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut, melainkan juga mencakup hal berkaitan dengan pengenaan pidana dan cara bagaimana pidana tersebut dapat dilaksanakan. Larangan tersebut ditujukan kepada perbuatannya, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan atau perbuatan seseorang. Ancaman pidananya atau sanksinya ditujukan kepada pelaku yang melakukan perbuatan pidana yang biasanya disebut dengan perkataan "barangsiapa" yaitu pelaku perbuatan pidana sebagai subyek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban dalam bidang hukum. Pemidanaan merupakan bagian terpenting dalam hukum pidana, karena merupakan puncak dari seluruh proses mempertanggungjawabkan seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana. Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti terhadap kesalahan tersebut. Dengan demikian, konsepsi tentang kesalahan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengenaan pidana dan proses pelaksanaannya. 55

6 Tujuan pengenaan pemidanaan selalu menjadi perdebatan para ahli hukum pidana, dari waktu ke waktu. Tidak mengherankan apabila para ahli hukum akan gembira sekali jika dapat menentukan dengan pasti tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penjatuhan pidana dan pemidanaan itu. 7 Pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi suatu keharusan. Hakikat suatu pidana adalah pembalasan. 8 Menurut teori ini, pemidanaan diberikan karena si pelaku harus menerima sanksi itu demi kesalahannya. Pemidanaan menjadi retribusi yang adil bagi kerugian yang sudah diakibatkan. Manfaat terbesar dengan dijatuhkannya pidana terhadap pembuat adalah pencegahan dilakukannya tindak pidana, baik pencegahan atas pengulangan oleh pembuat maupun pencegahan mereka yang sangat mungkin melakukan tindak pidana tersebut. Pada pokoknya menurut teori pembalasan tujuan pengenaan pidana adalah membalas atas tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat, sedangkan menurut teori manfaat, tujuan tersebut terutama adalah mencegah pembuat mengulangi dan masyarakat melakukan tindak pidana tersebut. 7 Chairul Huda, 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Kencana Prenada Media, hlm Andi Hamzah, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, PT Rineka Cipta, hlm

7 Unsur-unsur tindak pidana terdiri dari unsur subyektif dan unsur obyektif.menurut Soemitro unsur subyektif tindak pidana adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku tinjau dari segi batinnya yaitu: a. Kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa); b. Niat atau maksud dengan sengaja bentuknya; c. Ada atau tidaknya perencanaan untuk melakukan perbuatan tersebut; d. Adanya perasaan takut. 9 Selain itu, beliau juga mendefinisikan unsur obyektif adalah hal-hal yang berhubungan dengan keadaan lahiriah ketika tindak pidana itu dilakukan dan berada di luar batin si pelaku, yaitu: a. Sifat melawan hukum dari perbuatan itu; b. Kualitas atau kedudukan si pelaku, misalnya sebagai ibu, pegawai negeri sipil dan hakim; c. Kausalitas yaitu berhubungan dengan sebab akibat yang terdapat di dalamnya. 10 Menurut doktrin, unsur-unsur tindak pidana terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif. Terhadap unsur-unsur tersebut dapat diutarakan sebagai berikut: a. Unsur Subyektif Unsur subyektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku.asas hukum pidana menyatakan tidak ada hukuman tanpa ada kesalahan (anact 9 Ibid, hlm Ibid, hlm

8 does not make a person guilty unless the mind is guilty atau actus non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaandan kealpaan. Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa kesengajaan terdiri atas 3 (tiga) bentuk, yaitu: a) Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk); b) Kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn); c) Kesengajaan dengan keinsyafan akan kemungkinan (dolus evantualis). 11 Kealpaan adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan. Kealpaan terdiri atas 2 (dua) bentuk, yaitu: a) Tak berhati-hati, dan b) Dapat menduga akibat itu. 12 b. Unsur Obyektif Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri si pelaku yaitu sebagai berikut: a) Perbuatan manusia, berupa: 1) Act, yaitu perbuatan aktif, dan 2) Ommission, yaitu perbuatan pasif (perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan). b) Akibat (result) perbuatan manusia 11 Andi Jauzailah Dwi Saputri, 2014, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penipuan (Skripsi Sarjana tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar), hlm Ibid 58

9 Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum.misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan, dan sebagainya. c) Keadaan-keadaan (circumstances) 1) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan, dan 2) Keadaan setelah perbuatan dilakukan. d) Sifat dapat dihukum dan melawan hukum Semua unsur delik tersebut merupakan satu kesatuan. Salah satu unsur saja tidak terbukti, dapat menyebabkan terdakwa dibebaskan oleh hakim di pengadilan. 13 Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah: a) Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa); b) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain; d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; e) Perasaan takut yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. 14 Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut: 13 Leden Marpaung, 2002, Proses Penanganan Perkara Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, hlm P.A.F Lamintang, 2007, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm

10 a) Sifat melawan hukum atau wederrecttelijkheid; b) Kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri; c) Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 15 Dapat dilihat bahwa pada unsur-unsur dari pengertian di atas tersebut tidak ada perbedaan, yaitu bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam undang-undang, dan diancam dipidana bagi yang melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri pembuat atau dipidananya pembuat, sematamata mengenai perbuatannya. B. Jenis-jenis Tindak Pidana Pembagian tindak pidana dibedakan berdasrakan kriteria dan tolak ukur tertentu, karena di dalam peraturan perundang-undangan perumusan tindak pidana sangat beragam. Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu sebagai berikut: a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dimuat dalam buku II dan pelanggaran dimuat dalam buku III Penggolongan tindak pidana di dalam KUHP terdiri atas kejahatan (rechtdelicte) dan pelanggaran (wetsdelicten).kejahatan diatur di dalam Buku II KUHP dan pelanggaran diatur di dalam Buku III KUHP. 15 Ibid, hlm

11 Dasar pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran didasarkan pada alasan bahwa pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat perbuatanperbuatan yang pada dasarnya memang sudah tercela dan pantas untuk dipidana, bahkan sebelum dinyatakan demikian dalam UU, dan juga ada perbuatan yang baru bersifat melawan hukum dan dipidana setelah UU menyatakan demikian. Untuk yang pertama disebut kejahatan dan yang kedua disebut pelanggaran. 16 Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan keadilan dan di ancam pidana lebih berat daripada pelanggaran. Pelanggaran merupakan perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana, karena undang-undang menyebutkan sebagai delik, dan diancam pidana lebih ringan daripada kejahatan. Apapun alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran, yang pasti jenis pelanggaran itu lebih ringan daripada kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih didominasi dengan ancaman pidana penjara. b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil Penggolongan tindak pidana ini berdasarkan bentuk perumusannya di dalam undang-undang.tindak pidana formil adalah tindak pidana yang 16 Chazawi Adami, Op.Cit, hlm

12 dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu.perumusan tindak pidana formil tidak memerhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. c. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif (delic commissions) dan tindak pidana pasif (delic ommissions) Menurut Chazawi Adami, bahwa tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat, dengan berbuat aktif orang melanggar larangan. 17 Perbuatan aktif ini terdapat dalam tindak pidana yang dirumuskan secara formil maupun secara materil. Bagian terbesar tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP adalah tindak pidana aktif. 17 Ibid, hlm

13 Berbeda dengan tindak pidana pasif, dalam tindak pidana pasif ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat sesuatu, yang apabila ketika seseorang tidak melakukan perbuatan itu, ia telah melanggar kewajiban hukumnya tadi. 18 Di sini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana pasif ada dua macam yaitu tindak pidana pasif murni dan tindak pidana pasif yang tidak murni. Tindak pidana pasif murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah berupa perbuatan pasif. Sementara itu, tindak pidana pasif yang tidak murni berupa tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif, atau tindak pidana yang mengandung suatu akibat terlarang, tetapi dilakukan dengan tidak berbuat atau mengabaikan, sehingga akibat itu benar-benar timbul. 19 d. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus) dan tindak pidana yang tidak disengaja (culfa) Ketika membicarakan tentang unsur kesalahan dalam tindak pidana, sudah cukup dibicarakan perihal kesengajaan dan kelalaian. Tindak pidana sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Sementara tindak pidana 18 Ibid 19 Amir Ilyas, Op.Cit, hlm

14 culfa adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur culfa atau lalai. Dari beberapa jenis-jenis tindak pidana yang diuraikan seperti di atas, masih banyak jenis-jenis tindak pidana yang dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya. Maka dapat dibedakan antara tindak pidana yang terjadi seketika, misalnya pencurian (Pasal 362 KUHP) dan tindak pidana yang terjadi dalam waktu yang lama atau berlangsung lama, misalnya perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP). Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum (semua tindak pidana yang termuat dalam KUHP) dan tindak pidana khusus (semua tindak pidana yang termuat di luar kodifikasi), berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutannya dan dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dibedakan antara delik communia (yang dapat dilakukan siapa saja) dan delik propria (dilakukan oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu, misalnya seorang ibu yang membunuh bayinya, Pasal 342 KUHP). 20 Tindak pidana dengan kealpaan merupakan tindak pidana yang terjadi sementara sebenarnya pelaku tidak berkeinginan untuk melakukan perbuatan itu. Demikian pula dengan akibat yang ditimbulkannya atau tidak adanya pedugadugaan yang diharuskan oleh hukum dan penghati-hatian oleh hukum, 20 Ibid, hlm

15 misalnya : karena kealpaannya menyebabkan matinya seseorang (Pasal 359 KUHP). e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung terus menerus Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja, disebut juga dengan aflopende delicten. Sebaliknya ada tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan, tindak pidana itu masih berlangsung terus menerus yang disebut dengan voordurende delicten. 21 Tindak pidana ini juga dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang. f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (Buku II dan Buku III). Sementara itu, tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi KUHP. g. Dilihat dari segi subjeknya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan 21 Pipin Syarifin, Op.Cit, hlm

16 tindak pidana propria (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu Pada umumnya tindak pidana itu dibentuk dan dirumuskan untuk berlaku pada semua orang. Akan tetapi, ada perbuatan yang tidak patut yang khusus hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu saja, misalnya: pegawai negeri (pada kejahatan jabatan). h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan Tindak pidana biasa yang dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan terhadap pembuatnya dan tidak diisyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. Sementara itu, tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang dapat dilakukan penuntutan pidana apabila terlebih dahulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan. i. Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, dapat dibedakan antara tindak pidana pokok, tindak pidana diperberat dan tindak pidana yang diperingan Dilihat dari berat ringannya, ada tindak pidana tertentu yang dibentuk menjadi: a) Dalam bentuk pokok disebut juga bentuk sederhana atau dapat juga disebut dengan bentuk standar; b) Dalam bentuk yang diperberat; 66

17 c) Dalam bentuk ringan. 22 Tindak pidana dalam bentuk pokok dirumuskan secara lengkap, artinya semua unsurnya dicantumkan dalam rumusan. Sementara itu pada bentuk yang diperberat dan/atau diperingan, tidak mengulang kembali unsurunsur bentuk pokok, melainkan sekedar menyebut kualifikasi bentuk pokoknya atau pasal bentuk pokoknya, kemudian disebutkan atau ditambahkan unsur yang bersifat memberatkan atau meringankan secara tegas dalam rumusan. Adanya faktor pemberat atau faktor peringan menjadikan ancaman pidana terhadap bentuk tindak pidana yang diperberat atau yang diperingan itu menjadi lebih berat atau lebih ringan dari pada bentuk pokoknya. C. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Penggelapan Istilah penggelapan sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk menyebut jenis kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan verduistering dalam bahasa Belanda. 23 Suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak pidana yang terjadi harus diketahui makna dan definisinya termasuk tindak pidana penggelapan. hlm Ibid 23 Effendy Rusli, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Ujung Pandang, LEPPEN-UMI, 67

18 Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni sebagai berikut: Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, dipidana penggelapan dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah. Lamintang mengemukakan penjelasannya mengenai tindak pidana penggelapan yaitu: Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam BAB XXIV KUHP lebih tepat disebut sebagai tindak pidana penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan. Sebab, inti dari tindak pidana yang diatur dalam BAB XXIV KUHP tersebut adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan. Penyebutan tersebut maka akan lebih memudahkan bagi setiap orang untuk mengetahui perbuatan apa yang sebenarnya dilarang dan diancam pidana dalam ketentuan tersebut. 24 Selanjutnya, Tongat menegaskan perihal telaah pengertian tentang penggelapan ini, bahwa: Apabila suatu benda berada dalam kekuasaan orang bukan karena tindak pidana, tetapi karena suatu perbuatan yang sah, misalnya karena penyimpanan, perjanjian penitipan barang, dan sebagainya. Kemudian orang yang diberi kepercayaan untuk menyimpan dan sebagainya itu menguasai barang tersebut untuk diri sendiri secara melawan hukum, maka orang tersebut berarti melakukan pengelapan Lamintang dalam Tongat, Op.Cit, hlm Ibid, hlm

19 Adami Chazawi menambahkan penjelasan mengenai penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP yang dikemukakan sebagai berikut: Perkataan verduistering yang kedalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan secara arti luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membikin sesuatu menjadi tidak terang atau gelap. Lebih mendekati pengertian bahwa petindak menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai suatu benda (memiliki), hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai benda tersebut bukan karena kejahatan. 26 Dari beberapa pengertian dan penjelasan mengenai arti kata penggelapan dapat kita lihat juga C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil mendefinisikan penggelapan secara lengkap sebagai berikut: Penggelapan; barang siapa secara tidak sah memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, ia pun telah bersalah melakukan tindak pidana eks. Pasal 372 KUHP yang dikualifikasikan sebagai verduistering atau penggelapan. 27 Namun demikian untuk apa yang dikatakan sebagai penggelapan itu sebagaimana yang dikatakan dalam Pasal 372 KUHP. Tindak Pidana penggelapan dalam Rancangan Undang-Undang KUHP Tahun 2015 pengaturan pasalnya terdapat dalam 6 pasal, yaitu mulai dari Pasal 613 sampai dengan Pasal 618. Pasal 613 RUU KUHP Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena 26 Chazawi Adami, Op.Cit, hlm C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Op.Cit, hlm

20 penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam buku II Bab XXIV juga mengatur tentang tindak pidana penggelapan umum pada Pasal 372 yaitu: Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, dipidana penggelapan dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah. Pasal 614 RUU KUHP Jika yang digelapkan bukan ternak atau barang yang bukan sumber mata pencaharian atau nafkah yang nilainya tidak lebih dari Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah) maka pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 613, dipidana karena penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam buku II Bab XXIV juga mengatur tentang tindak pidana penggelapan ringan pada Pasal 373 yaitu: Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 372, bila yang digelapkan bukan ternak ataupun nilainya tidak lebih dari dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Pasal 615 RUU KUHP Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk penguasaan barang tersebut, maka pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 70

21 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam buku II Bab XXIV juga mengatur tentang tindak pidana penggelapan dengan pemberatan pada Pasal 374 yaitu: Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 616 RUU KUHP Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 613 dilakukan oleh orang yang menerima barang dari orang lain yang karena terpaksa menyerahkan barang padanya untuk disimpan atau oleh wali, pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan terhadap barang yang dikuasainya, maka pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam buku II Bab XXIV juga mengatur tentang tindak pidana penggelapan dalam rumah tangga pada Pasal 375 yaitu: Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang kepadanya barang itu terpaksa diberikan untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Pasal 617 RUU KUHP Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 608 berlaku juga bagi tindak pidana sebaimana dimaksud dalam bab ini. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam buku II Bab XXIV juga mengatur tentang tindak pidana penggelapan dalam turut membantu Pasal 376 yaitu: 71

22 Ketentuan Pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang diterangkan dalam bab ini. Pasal 618 RUU KUHP (1) Pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 613, Pasal 615, atau Pasal 616, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf c dan pencabutan hak satu atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam menjalankan profesinya, maka pembuat tindak pidana dpat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf g. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam buku II Bab XXIV juga mengatur tentang pemidanaan pelaku tindak pidana penggelapan Pasal 377 yaitu: (1) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 372, 374, dan 375, hakim dapat memerintahkan pengumuman putusannya dan pencabutan hak-hak tersebut dalam Pasal 35. (2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka haknya untuk menjalankan pekerjaan itu dapat dicabut. D. Unsur-unsur Tindak Pidana Penggelapan Menurut Tongat bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 372 KUHP, tindak pidana dalam bentuk pokok mempunyai unsur sebagai berikut: a. Unsur-unsur objektif yang terdiri dari: a) Mengaku sebagai milik sendiri; b) Sesuatu barang; c) Seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain; d) Yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. b. Unsur Subjektif yang terdiri dari: 72

23 a) Unsur Kesengajaan; b) Unsur Melawan Hukum. 28 Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Unsur Objektif a) Mengaku sebagai milik sendiri Adami Chazawi menerangkan bahwa perbuatan memiliki adalah berupa perbuatan menguasai suatu benda seolaholah ia pemilik benda itu. 29 Dengan pengertian ini dapat diterangkan demikian, bahwa pelaku dengan melakukan perbuatan memiliki atas suatu benda yang berada dalam kekuasaannya, adalah ia melakukan suatu perbuatan sebagaimana pemilik melakukan perbuatan terhadap benda itu. Pada penjelasannya mengenai unsur mengakui sebagai milik sendiri (menguasai), Tongat menyebutkan: Dalam tindak pidana pencurian unsur menguasai ini merupakan unsur subjektif, tetapi dalam tindak pidana penggelapan unsur tersebut merupakan unsur objektif. Dalam hal tindak pidana pencurian, menguasai merupakan tujuan dari tindak pidana pencurian. Dalam hal ini unsur tersebut tidak perlu terlaksana pada saat perbuatan yang dilarang (yaitu mengambil barang itu) selesai. Dalam hal itu hanya harus dibuktikan, bahwa pelaku mempunyai maksud untuk menguasai barang itu untuk dirinya sendiri, tanpa perlu terbukti barang itu benar benar menjadi miliknya.sementara dalam tindak pidana penggelapan, perbuatan menguasai tersebut merupakan perbuatan yang dilarang. Karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang, maka tidak ada 28 Tongat, Op.Cit, hlm Chazawi Adami, Op.Cit, hlm

24 penggelapan apabila perbuatan menguasai tersebut belum selesai. 30 Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa dalam tindak pidana penggelapan dipersyaratkan, bahwa perbuatan menguasai itu harus sudah terlaksana atau selesai. Misalnya, barang tersebut telah dijual, dipakai sendiri, ditukar, dan sebagainya. b) Sesuatu barang Perbuatan menguasai suatu barang yang berada dalam kekuasaannya sebagaimana yang telah diterangkan diatas, tidak mungkin dapat dilakukan pada barang-barang yang sifat kebendaannya tidak berwujud. Karena objek penggelapan hanya dapat ditafsirkan sebagai barang yang sifat kebendaannya berwujud, dan atau bergerak. Menurut Adami Chazawi, dalam penjelasannya mengenai unsur ini, menerangkan bahwa: Pengertian barang yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan barang itu, yang menjadi indikatornya ialah, apabila ia hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu, dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, adalah hanya terhadap bendabenda yang berwujud dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi terhadap benda-benda tidak berwujud dan tetap. 31 c) Seluruhnya atau sebagian milik orang lain 30 Tongat, Op.Cit, hlm Chazawi Adami, Op.Cit, hlm

25 Unsur ini mengandung pengertian bahwa benda yang diambil haruslah barang atau benda yang dimiliki baik seluruhnya ataupun sebagian milik orang lain. Jadi harus ada pemiliknya sebagaimana dijelaskan diatas, barang atau benda yang tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya tidak apat menjadi objek penggelapan. Dengan demikian dalam tindak pidana penggelapan, tidak dipersyaratkan barang yang dicuri itu milik orang lain secara keseluruhan. Penggelapan tetap ada meskipun itu hanya sebagian yang dimiliki oleh orang lain. d) Berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan Hal pertama yang harus dibahas dalam ini adalah maksud dari menguasai. Dalam tindak pidana pencurian, menguasai termasuk sebagai unsur subjektif sedangkan dalam penggelapan, hal ini termasuk unsur objektif. Dalam pencurian, menguasai merupakan tujuan dari pelakunya sehingga unsur menguasai tidak perlu terlaksana pada saat perbuatan yang dilarang. Dalam hal ini, maksud pelakulah yang harus dibuktikan. Sedangkan dalam penggelapan, menguasai bukan merupakan tujuan pelaku sehingga perbuatan menguasai dalam penggelapan harus ada pada pelaku. Dalam tindak pidana penggelapan, perbuatan menguasai bukan karena kejahatan, bukan merupakan ciri pokok. Unsur ini merupakan pembeda dengan pidana pencurian. Sebagaimana diketahui bahwa 75

26 suatu barang dapat berada dalam kekuasaan orang, tidaklah harus terkena tindak pidana. Penguasaan barang oleh seseorang dapat terjadi karena perjanjian sewa-menyewa, jual beli, pinjam meminjam dan sebagainya. Apabila suatu barang berada dalam kekuasaan orang bukan karena kejahatan tetapi karena perbuatan yang sah, kemudian orang yang diberi kepercayaan untuk menyimpan dan sebagainya itu menguasai barang tersebut untuk kepentingan diri sendiri secara melawan hukum, maka orang tersebut berarti melakukan penggelapan. Mengenai perbuatan menguasai tidak hanya terbatas pada menguasai secara melawan hukum benda-benda tersebut secara nyata barulah dapat dikatakan sebagai penggelapan bahkan dapat pula dikatakan sebagai penggelapan terhadap perbuatan menguasai secara melawan hukum terhadap benda-benda yang secara nyata tidak langsung dikuasai oleh orang tersebut. Mengenai perbuatan menguasai benda-benda yang secara tidak langsung dikuasai Van Bemmelen dan Van Hattum mengatakan: Untuk dapat disebut yang ada padanya itu tidak perlu bahwa orang harus menguasai sendiri benda tersebut secara nyata. Dapat saja orang mendapat penguasaan sendiri benda tersebut secara nyata. Dapat saja orang mendapat penguasaan atas suatu benda melalui orang lain. Barangsiapa harus menyimpan suatu benda, ia dapat menyerahkannya kepada orang lain untuk 76

27 menyimpan benda tersebut. Jika ia kemudian telah memerintahkan orang lain untuk menjualnya, maka ia telah melakukan suatu penggelapan. 32 b. Unsur Subjektif a) Unsur kesengajaan Adami Chazawi mengklasifikasikan kesengajaan pelaku dalam penggelapan berarti: 1) Petindak mengetahui, sadar bahwa perbuatan memiliki benda milik orang lain yang berada dalam kekuasaannya itu sebagai perbuatan yang melawan hukum, suatu perbuatan yang bertentengan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan hak orang lain; 2) Petindak dengan kesadaran yang sedemikian itu menghendaki untuk melakukan perbuatan memiliki; 3) Petindak mengetahui, menyadari bahwa ia melakukan perbuatan memiliki itu adalah terhadap suatu benda, yang disadarinya bahwa benda itu milik orang lain sebagaian atau seluruhnya; 4) Petindak mengetahui, menyadari bahwa benda milik orang lain berada dalam kekuasaannya bukun karena kejahatan. 33 Kesengajaan yang harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya itu harus dibuktikan dalam persidangan. Oleh karenanya hubungan antara orang yang menguasai dengan barang yang dikuasai harus sedemikian langsungnya, sehingga untuk 32 Van Bemmelen dalam P.A.F Lamintang, Op.Cit, hlm Chazawi Adami, Op.Cit, hlm

28 melakukan sesuatu terhadap barang tersebut orang tidak memerlukan tindakan lain. b) Unsur melawan hukum Pada saat membicarakan pencurian, telah cukup dibahas akan unsur melawan hukum ini. Karenanya di sini tidak akan dibicarakan lagi. Dalam hubungannya dengan kesengajaan, penting untuk diketahui bahwa kesengajaan pelaku juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum ini, yang pengertiannya sudah diterangkan diatas. Ada beberapa perbedaan antara penggelapan dengan pencurian. Perbedaan itu diantaranya adalah: 1) Tentang perbuatan materiilnya. Pada penggelapan adalah mengenai perbuatan memiliki, sedangkan pada pencurian adalah perbuatan mengambil. Pada pencurian ada unsur memiliki, yang berupa unsur subjektif. Pada penggelapan unsur memiliki adalah unsur tingkah laku, berupa unsur objektif. Untuk selesainya penggelapan disyaratkan pada selesai atau terwujudnya perbuatan memiliki, sedang pada pencurian pada perbuatan mengambil, bukan pada unsur memiliki; 2) Tentang beradanya benda objek kejahatan ditangan pelaku. Pada pencurian, benda tersebut berada ditangan/kekuasaan pelaku akibat dari perbuatan mengambil, berarti benda 78

29 tersebut berada dalam kekuasaannya karena suatu kejahatan (pencurian). Namun demikian pada penggelapan tidak, benda tersebut berada dalam kekuasaannya karena perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan hukum. Penjelasan unsur-unsur tindak pidana penggelapan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sebagai berikut: 1) Unsur pertama Pasal 372 KUHP, yaitu dengan sengaja, merupakan unsur subyektif. Dengan sengaja berkaitan dengan tindak pidana penggelapan dijelaskan lebih lanjut oleh Sianturi sebagai berikut: Pelaku menyadari bahwa ia secara melawan hukum memiliki sesuatu barang. Menyadari bahwa barang itu adalah sebagian atau seluruhnya milik orang lain, demikian pula menyadari bahwa barang itu ada padanya atau ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. 34 Jadi kesengajaan dalam tindak pidana penggelapan ini termasuk kesengajaan sebagai maksud yakni si pembuat menghendaki adanya akibat yang dilarang dari perbuatannya. 2) Unsur kedua Pasal 372 KUHP ialah menguasai atau memiliki secara melawan hukum. Pengertian memiliki 34 Sianturi, 2003, Tindak Pidana di KUHP berikut Uraiannya, Jakarta, Alumni, hlm

30 secara melawan hukum dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung No. 69 K/Kr/1959 tanggal 11 Agustus 1959 memiliki berarti menguasai suatu benda bertentangan dengan sifat dari hak yang dimiliki atau benda itu. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 83 K/Kr/1956 tanggal 8 Mei 1957, memiliki yaitu menguasai sesuatu barang bertentangan dengan sifat dari hak yang dijalankan seseorang atas barang-barang tersebut. 35 Jadi apabila barang tersebut berada di bawah kekuasaannya bukan didasarkan atas kesengajaan secara melawan hukum, maka tidak dapat dikatakan sebagai telah melakukan perbuatan memiliki sesuatu barang secara melawan hukum. 3) Unsur ketiga Pasal 372 KUHP, yaitu suatu benda, menurut Sugandhi adalah sebagai berikut: Barang yang dimaksudkan ialah semua benda yang berwujud seperti uang, baju, perhiasan dan sebagainya, termasuk pula binatang, dan benda yang tidak berwujud seperti aliran listrik yang disalurkan melalui kawat serta yang disalurkan melalui pipa. Selain benda-benda yang bernilai uang pencurian pada benda-benda yang tidak bernilai uang, asal bertentangan 35 Ibid, hlm

31 dengan pemiliknya (melawan hukum) dapat pula dikenakan pasal ini. 36 Menurut Sianturi bahwa: Unsur barang sama saja dengan barang pada pencurian sebagaimana Pasal 362 KUHP. Pada dasarnya barang adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis setidak-tidaknya bagi pemiliknya. 37 Hal tersebut berarti bahwa pengertian barang diartikan secara luas, yaitu tidak hanya terbatas pada benda yang berwujud, melainkan termasuk benda-benda yang tidak berwujud, namun mempunyai nilai ekonomis, misalnya aliran listrik, gas dan yang lainnya. 4) Unsur ke empat Pasal 372 KUHP ialah sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain, dijelaskan oleh Sianturi bahwa: Barang tersebut seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, berarti tidak saja bahwa kepunyaan itu berdasarkan perundangundangan yang berlaku, tetapi juga berdasarkan hukum yang berlaku. 38 Selanjutnya Sianturi mengemukakan bahwa barang yang dimaksud ada padanya atau kekuasaannya ialah ada kekuasaan tertentu pada seseorang itu terhadap Sugandhi, 2000,KUHP dengan Penjelasannya, Surabaya, Usaha Nasional, hlm. 37 Sianturi, Op. Cit, hlm Ibid, hlm

32 barang tersebut. Barang itu tidak mesti secara nyata ada di tangan seseorang itu, tetapi dapat juga jika barang itu dititipkan kepada orang lain, tetapi orang lain itu memandang bahwa si penitip inilah yang berkuasa pada tersebut. E. Jenis-jenis Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan diatur dalam Buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berjudul Penggelapan. Tindak pidana penggelapan diatur dalam beberapa pasal yaitu Pasal 372 KUHP sampai dengan Pasal 377 KUHP, maka tindak pidana penggelapan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Penggelapan dalam bentuk pokok Kejahatan penggelapan dalam bentuk pokok dalam Pasal 372 KUHP yaitu kejahatan yang dilakukan sesorang yang dengan sengaja menguasai secara melawan hukum suatu benda yang seluruhnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain. Namun orang tersebut dalam mendapatkan barang dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. b. Penggelapan ringan Maksud dari penggelapan ringan adalah seperti diterangkan dalam Pasal 373 KUHP yaitu suatu kejahatan penggelapan yang dilakukan oleh 82

33 seseorang yang mana jika penggelapan tidak terhadap ternak ataupun nilainya tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah. Mengapa disebutkan bahwa yang digelapkan itu haruslah bukan ternak, karena perlu diingat bahwa ternak merupakan unsur yang memberatkan, sehingga ternak dianggap barang khusus. c. Penggelapan dengan pemberatan Kejahatan penggelapan dengan pemberatan atau disebut juga gequalifierde verduistering tersebut diatur dalam pasal 374 KUHP. Dalam Pasal 374 KUHP menyatakan bahwa penggelapan dengan pemberatan adalah penggelapan yang dilakukan oleh mereka yang menguasai suatu benda karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapatkan uang sebagai imbalannya. Berdasarkan Pasal 375 KUHP menyatakan bahwa penggelapan dengan pemberatan adalah penggelapan yang dilakukan oleh mereka atas benda yang karena terpaksa telah titipkan kepadanya sebagai wali, curator, kuasa untuk mengurus harta benda orang lain, pelaksana suatu wasiat dan kedudukan mengurus benda amal atau yayasan. d. Penggelapan sebagai delik aduan Kejahatan sebagai delik aduan ini tersimpul dalam Pasal 376 KUHP yang mengacu pada Pasal 367 ayat (2) KUHP. Dengan adanya ketentuan ini berarti seseorang yang mempunyai hubungan keluarga melakukan penggelapan atau membantu melakukan penggelapan terhadap milik anggota 83

34 keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah hanya dapat dituntut terhadap mereka itu hanya dapat dilakukan apabila ada atau terdapat pengaduan dari pihak-pihak yang telah dirugikan karena kejahatan penggelapan. e. Penggelapan oleh pegawai negeri karena jabatannya Jenis penggealapn ini tidak diatur dalam Buku II Bab XXIV KUHP melainkan dalam Bab XXVIII yang mengatur mengenai apa yang disebut ambtsmisdrijven atau kejahatan jabatan. Penggelapan yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri dalam jabatannnya disebut penggelapan jabatan. Ketentuan mengenai penggelapan jabatan ini diatur dalam Pasal 415 dan Pasal 417 KUHP yang mengatur tentang seorang pegawai negeri yang karena jabatannya uang atau kertas berharga yang dalam jabatannya menguasai benda-benda tersebut membiarkan diambil atau digelapkan oleh orang lain. F. Pengertian dan Fungsi Surat Berharga Schelma mendefinisikan surat berharga sebagai akta yang sengaja dibuat atau diterbitkan untuk memberi pembuktian mengenai perikatan yang disebut di dalamnya. 39 Berlainan dengan Schelma, H.M.N Purwosutjipto mendefinisikan secara singkat surat berharga sebagai bukti tuntutan uang, pembawa hak, dan mudah diperjual-belikan. Berdasarkan definisi tersebut 39 Schelma dalam H.M.N Purwosutjipto, 2004, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm

35 suatu surat dapat disebut sebagai surat berharga jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Surat bukti tuntutan utang; b. Pembawa hak; c. Dapat dengan mudah diperjual-belikan. 40 Seperti pada Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) menguraikan bahwa pendaftaran tanah diakhiri dengan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat bukti pembuktian yang kuat. Surat tanda hak bukti tersebut untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak yang bersangkutan dan kepada yang bersangkutan akan diberikan sertifikat hak atas tanah. Pengertian sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Dalam UUPA tidak pernah disebut sertifikat tanah, namun seperti yang dijumpai dalam Pasal 19 Ayat (2) huruf c ada disebutkan surat tanda 40 Ibid 85

36 bukti hak. Dalam pengertian sehari-hari surat tanda bukti hak ini sudah sering ditafsirkan sebagai sertifikat tanah. Dan penulispun di sini membuat pengertian yang sama bahwa surat tanda bukti hak adalah sertifikat. Sebagaimana kalimat ini tersebut dalam sampul map yang berlogo burung Garuda yang dijahit menjadi satu dengan surat ukur atau gambar situasi tanah tersebut. Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda Certificat yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi dikatakan sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktian hak seseorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang. 41 Inilah yang disebut sertifikat tanah tadi. Dalam PP No. 24 Tahun 1997, sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak atas pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa sertifikat tanah terdiri atas salinan buku tanah dan surat 41 Ibid, hlm

37 ukur yang asli dijahit menjadi sampul. Buku tanah yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Sedangkan surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. Sertifikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. Data fisik (pemetaan ) meliputi letak tanah, batas-batas tanah, luas tanah dan bangunan/tanaman yang ada diatasnya. Sedangkan data yuridis berupa status tanah (jenis haknya), subjeknya, hak-hak pihak ketiga yang membebaninya dan jika terjadi perisitiwa hukum atau perbuatan hukum, wajib didaftarkan. Selanjutnya, sertifikat tanah hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah sebagai pemegang hak atau kepada pihak yang diberikan kuasa oleh pemegang hak. Menurut Ali Achmad Chomzah bahwa sertifikat merupakan surat tanah yang sudah diselenggarakan pengukuran desa demi desa, karenanya ini merupakan pembuktian yang kuat, baik subjek maupun objek ilmu hak atas tanah. 42 Di atas sudah disebut sertifikat adalah surat tanda bukti hak, oleh karena itu telah kelihatan berfungsinya, bahwa sertifikat itu berguna sebagai alat bukti. Alat bukti yang menyatakan tanah ini telah diadministrasi oleh 42 Ali Achmad Chomzah dalam Boedi Harsono, Op.Cit, hlm

38 Negara. Dengan dilakukan administrasinya lalu diberikan buktinya kepada orang yang mengadministrasi tersebut. Sertifikat tanah memiliki manfaat yang sangat penting dan menguntungkan bagi setiap pihak yang memilik atau menguasai sebidang tanah.manfaat dari setifikat tanah adalah: a. Dengan sertifikat tanah maka dapat dibuktikan secara meyakinkan akan hak yang dimiliki atas sebidang tanah; b. Sertifikat tanah sangat diperlukan dalam pengajuan kredit bank sebab pihak bank berpendapat bahwa sertifikat tanah adalah jaminan yang aman; c. Bagi ahli waris, sertifikat tanah atas harga berupa tanah yang diwariskan oleh pewaris akan jaminan hak-hak yang akan diperoleh ahli waris atas tanah yang diwariskan tersebut; d. Biasanya pada transaksi jual belii pembeli tanah akan menawar harga tanah lebih tinggi apabila tanah yang diperjual belikan telah memiliki sertifikat tanah; e. Selain itu biasanya pula penjualan tanah yang telah bersertifikat akan lebih mudah. 43 Bukti atau sertifikat adalah milik seseorang sesuai dengan yang tertera dalam tulisan di dalam sertifikat tadi. Jadi bagi si pemilik tanah, sertifikat tadi adalah merupakan pegangan yang kuat dalam hal pembuktian hak miliknya, sebab dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang secara hukum. Hukum melindungi pemegang sertifikat tersebut dan lebih kokoh bila 43 H.M.N Purwosutjipto, Op.Cit, hlm

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 24 BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN 2.1. Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembentuk undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembentuk undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan perkataan tindak pidana sebagai terjemahan dari strafbaar

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu No.12/Pid.B/2009/PN.PL) ANHAR / D 101 07 355 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Anak dan Batasan Umur Anak Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai undang-undang. Pengertian tersebut tidak memberikan suatu konsepsi tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Konsep hukum indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam menyebutkan istilah tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Di pidananya seseorang tidak cukup jika seseorang telah memenuhi unsur tindak pidana saja. Meskipun telah melakukan perbuatan yang memenuhi

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Pidana a. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 PERCOBAAN SEBAGAI ALASAN DIPERINGANKANNYA PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh: Meril Tiameledau 2 ABSTRAK Penelitiahn ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang menjadi dasar

Lebih terperinci

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum Pidana Materil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu tindak pidana tidak hanya dapat terjadi dengan adanya suatu kesengajaan dari pelaku, tetapi juga terdapat suatu tindak pidana yang terjadi karena adanya

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DAN SISTEM PEMIDANAAN PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DILAKUKAN OLEH JESICA KUMALA WONGSO TERHADAP WAYAN MIRNA SALIHIN

BAB II TINDAK PIDANA DAN SISTEM PEMIDANAAN PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DILAKUKAN OLEH JESICA KUMALA WONGSO TERHADAP WAYAN MIRNA SALIHIN BAB II TINDAK PIDANA DAN SISTEM PEMIDANAAN PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DILAKUKAN OLEH JESICA KUMALA WONGSO TERHADAP WAYAN MIRNA SALIHIN A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk Undang-Undang

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MEDAN AREA

UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mengkaruniakan kesehatan dan kelapangan berpikir kepada penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kesalahan 2.1.1. Pengertian Kesalahan Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Nomor: 198 /Pid.B/2015/PN.Skt. & Putusan Nomor 145/Pid.B/2016/PN.Skt.)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017 KAJIAN YURIDIS TENTANG SYARAT UNTUK DAPAT DIPIDANANYA DELIK PERCOBAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER 1 Oleh: Stewart Eliezer Singal 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017 TINJAUAN YURIDIS PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh : Chant S. R. Ponglabba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur tindak pidana dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS A. Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikenal dengan istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas

Lebih terperinci

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Pasal 413 Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang

Lebih terperinci

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan 1 PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN Ahmad Afandi /D 101 10 440 Abstrack Hutan merupakan kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum Pidana Merumuskan hukum pidana kedalam rangakaian kata untuk dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA A. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility

Lebih terperinci

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak lain, (WJS. Poerwadarminta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

Lebih terperinci

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya ILMU HUKUM PIDANA Ilmu Hukum Pidana ialah ilmu tentang Hukum Pidana. Yang menjadi objek atau sasaran yang ingin dikaji adalah Hukum Pidana. Ilmu Hukum Pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan strafbaarfeit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF 40 BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF A. Pengertian Dan Dasar Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Anak Oleh Orang Tuanya Menurut Hukum Pidana Positif

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2 A B S T R A K Ruang lingkup penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana substantif/materiel dapat

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci