SKRIPSI OLEH: FEBRIANI MULIATIKA SARI DEWI NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI OLEH: FEBRIANI MULIATIKA SARI DEWI NIM"

Transkripsi

1 ANALISIS KANDUNGAN RESIDU OKSITETRASIKLINPADA AYAM RAS BROILERSERTA PENGETAHUAN PETERNAK DI KOTA LANGSA TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH: FEBRIANI MULIATIKA SARI DEWI NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN

2 ANALISIS KANDUNGAN RESIDU OKSITETRASIKLIN PADA AYAM RAS BROILER SERTA PENGETAHUAN PETERNAK DI KOTA LANGSA TAHUN 2017 Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH: FEBRIANI MULIATIKA SARI DEWI NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN

3 HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ANALISIS KANDUNGAN RESIDU OKSITETRASIKLIN PADA AYAM RAS BROILER SERTA PENGETAHUAN PETERNAK DI KOTA LANGSA TAHUN2017 ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Medan, Januari 2018 Yang Membuat Pernyataan FebrianiMuliatika Sari Dewi 66

4 67

5 ABSTRAK Antibiotik Oksitetrasiklin dan Antibiotik Tetrasiklin merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces sp yang bekerja secara bakteriostatik. Antibiotik oksitetrasiklin adalah golongan antibiotik tetrasiklin yang banyak digunakan oleh peternakan karena berfungsi untuk menghambat sintesis protein bakteri dan dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi panen. Meskipun demikian, residu antibiotik oksitetrasiklin pada manusia dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti reaksi alergi, resistensi, keracunan dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan karsinogenik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pemberian antibiotic, pengetahuan dan sikap peternak dan pekerja terhadap penggunaan antibiotik dan residu antibiotik pada daging ayam di peternakan Kota Langsa. Residu antibiotik golongan tetrasiklin pada daging ayam diperiksa dengan metode uji tapis (screening test) secara bioassay. Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif, objek penelitiannya adalah daging ayam broiler yang diambil pada umur 30 hari yang diambil daging bagian dada dan hatinya. Hasil pemeriksaan mengacu pada SNI Penentuan sampel responden dilakukan dengan cara accidental sampling yaitu sampel mengambil sampel atau responden pemilik dan pekerja di peternakan ayam di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu antibiotik pada 4 sampel daging bagian dada dan 2 sampel hati ayam seluruhnya positif mengandung residu antibiotik tetrasiklin. Rataaan diameter zone hambat sampel daging ayam yang berasal dari peternakan desa Seulalah yakni 7,5 mm, peternakan desa buket madang arak yakni 9,2 mm, masih dibawah Batas Maksimum Residu yang ditetapkan SNI No sehingga masih aman untuk dikonsumsi. Sebagian besar pemilik dan pekerja berada pada kategori pengetahuan kurang baik (100%) dan sikap kurang baik (100%). Disarankan kepada pemilik dan pekerja untuk lebih teliti dalam penggunaan antibiotik dengan cara mematuhi dosis pemberian dan waktu henti penggunaan antibiotik yaitu 5 hari sebelum masa panen. Kata Kunci : Residu antibiotik, Golongan tetrasiklin, Produk hewani, Bioassay 68

6 Abstract Oxytetracycline and tetracycline antibiotics are antibiotics produced by streptomyces sp which works bacteriostatically. Oxytetracycline antibiotic is a class of the tetracycline one widely used by farms because it serves to inhibit bacterial protein synthesis and can spur the growth and increase the crop production. However, oxytetracycline antibiotic residues of humans may cause some health problems such as allergic reactions, resistance, toxicity and over long periods of time can lead to carcinogenicity. This study aims to determine how the antibiotics are used. It also determines the knowledge and attitudes of farmers and workers on the use of antibiotics and antibiotic residues in chicken meat in the city of Langsa. The tetracycline class of antibiotic residues in chicken meat is examined by bioassay screening test. This type of research is a descriptive survey, the object of study is broiler chicken meat at the age of 30 days whose the meat of the chest and heart were taken. The results of the inspection refer to SNI Determination of respondent sample is chosen by accidental sampling in which the sample or respondent of owner and workers was taken in the chicken farm at research location. The results showed that antibiotic residues in 4 chest meat samples and 2 chicken liver samples over all contained tetracycline antibiotic residues positively, with a mean of inhibit zone around 7.14 mm and in Buket Madang Arak village around 9.7 mm, those are still at the maximum residue about 0.1 ppm (with the inhibition zone diameter <13 mm) so it is still safe to be consumed. Most workers and owners are in the category of less good knowledge (100%) and less good attitude (100%). It is advisable to the owners and workers to be more thorough on the use of antibiotics by adhering to the dose and stop time of antibiotic use for about 5 days before harvest time. Keywords: antibiotic residues; class of tetracycline; animal products; bioassay 69

7 KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT, atas berkat dan anugerah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Kandungan Residu Oksitetrasiklin pada Ayam Ras Broiler serta Pengetahuan dan Sikap Peternak di Kota Langsa tahun Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam pelaksanaan penyusunan penulisan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ir. Evi Naria, M.kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai. 70

8 5. dr. Devi Nuraini Santi, M.kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran dan petunujuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS. selaku Dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Kakak Dian Afriyanti,Amd., selaku staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan berkas-berkas penelitian dengan tepat waktu. 9. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU. 10. Ibu Eji., selaku Kepala Laboratorium Balai Veteriner Medan yang telah memberikan izin memperoleh data data yang mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian. 11. Bapak Marwan., selaku kepala KTU yang telah memeberikan izin dalam penggunaan Laboratorium Balai Veteriner Medan dalam menyelesaikan penelitian. 12. Teristimewa untuk kedua orang tua saya Musni dan ibu saya tercinta Siti Baiyah, yang telah memberi dukungan, semangat dan doa kepada penulis selama ini, nenek saya Hartati dan kedua adik saya Kholida Munasti dan Rizky Ramadhani yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penulisan ini. 71

9 13. Terkhusus buat kesayanganku Muhammad Ridwan dan Muhammad Khalif Raffasya yang tiada hentinya memberikan semangat,dukungan dan doa, yang selalu mendampingi dalam suka duka dan membantu dalam penulisan skripsi ini. 14. Sahabat saya dari SMA hingga sekarang Chairani Chodri Saragih 15. Sahabat yang selama ini dianggap sebagai keluarga yaitu Anggi Novita, Kiki seruni paramitha simarmata, Rani Annisa, Nabila Qamariah. 16. Teman-teman PBL FKM USU di desa Ajijahe yaitu Suci Defayanti SKM, Febri Muliatika, Ayu Hadiatin Nisa SKM, Ahmad Taufik SKM, Aidhatul Adha SKM, Saadah Toyibah, Surya Budianto 17. Teman-teman Tim Akre FKM USU yang sama-sama berjuang dan membantu selama skripsi yaitu Sahril Hamdi, Erafita Lumban Gaol, Zira Azzahra SKM, Ranjani M Duma dan Kepada Teman-teman FKM USU, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak menemani hari-hari penulis. 18. Seluruh anak peminatan dari jururan kesehatan lingkungan yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang menambah semangat penulis dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satupersatu, penulis mengucapkan terima kasih. 72

10 Dalam penyelesaian skripsi ini, masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Medan, Januari 2018 Penulis Febriani Muliatika Sari Dewi 73

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... xi xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii RIWAYAT HIDUP... xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Bahan Toksik Pada Makanan Defenisi Pangan Bahan Pangan Hewani Keamanan Pangan Bahaya Pangan Asal Ternak yang Tercemar Bahan Tambahan Imbuhan Pakan Kegunaan Bahan Tambahan Imbuhan Pakan

12 2.4 Pengertian Antibiotik Penggolongan Antibiotik Antibiotik Tetrasiklin dan Oksitetrasiklin Pengertian dan Sifat Fisik Antibiotik Oksitetrasiklin Pengertian dan Sifat Fisik Antibiotik Tetrasiklin Antibiotik yang Digunakan pada Ayam Residu Antibiotik Tetrasiklin pada Ternak Toksisitas Antibiotik Dampak Residu Antibiotik Terhadap Kesehatan Pengertian Ayam Broiler Pemberian Antibiotik pada Ayam Penggunaan Antibiotik pada Ayam Pengertian dan Klarifikasi Perilaku Pengetahuan Sikap Tindakan Kerangka Konsep BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Objek Penelitian Metode Pengumpulan Data

13 3.5.1 Data Primer Data Sekunder Defenisi Operasional Pengambilan Sampel Daging Ayam Cara Pengujian Residu Antibiotik Tetrasiklin pada Daging Ayam Alat, Bahan dan Media Alat Bahan Media Prosedur Kerja Pelaksanaan Pengujian Aspek Pengukuran Variabel Pengetahuan Variabel Sikap Pengolahan dan Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Lokasi Peternakan Ayam di Kota Langsa Antibiotik yang diberikan pada ayam Pemberian Antibiotik pada Ayam Broiler Karakteristik Peternak Pengetahuan Pemilik dan Peternak Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik pada Daging Ayam Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik Pada Daging Ayam BAB V PEMBAHASAN Cara Pemberian Antibiotik Pada Ayam Ras Broiler Karakteristik Responden

14 5.3 Pengetahuan Peternak Ayam Broiler Terhadap Penggunaan Di Kota Langsa Tahun Keberadaan Residu Antibiotik Tetrasiklin pada Daging Ayam Broiler BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 77

15 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Daftar imbuhan pakan yang diizinkan beredar di Indonesia Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Oksitetrasiklin dan Tetrasiklin Tabel 2.3 Waktu henti pemakaian golongan antibiotik sesuai dengan Jenis hewan Tabel 4.1 Antibiotik Yang Diberikan Pada Ayam Broiler Tabel 4.2 Frekuensi (rentang waktu), Dosis, Waktu Henti Pemberian antibiotik Tabel 4. 3 Distribusi Pemilik dan pekerja pada peternakan ayam terhadap Pemeliharaan ayam broiler yang berada di peternakan ayam Kota Langsa Tabel 4. 4 Distribusi pengetahuan pemilik dan peternak terhadap penggunaan antibiotik Pada ayam broiler Kota Langsa Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Pemilik Dan Peternak Terhadap Penggunaan Antibiotik Tabel 4. 5 Hasil pemeriksaan residu antibiotik pada daging dan hati ayam pada peternakan di Desa Seulalah di Kota Langsa tahun Tabel 4. 6 Hasil pemeriksaan residu antibiotik pada daging dan hati ayam pada peternakan di Desa Buket Madang Arak di Kota Langsa tahun

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Rantai penyediaan produk ternak (daging) Gambar 2.2 Struktur Kimia Oksitetrasiklin Gambar 2.3 Struktur Kimia Tetrasiklin Gambar 2.4 Kerangka Konsep

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Lampiran 2. Surat izin Penelitian Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian Lampiran 4. Lembaran Hasil Pengujian Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian 80

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pangan adalah bahan yang dibutuhkan oleh manusia untuk tumbuh dan berkembang serta mampu beraktifitas dan memelihara kondisi tubuh. Saat ini banyak terjadi permasalahan konsumen pada bidang pangan khususnya, diantaranya adalah yang paling mengkhawatirkan masyarakat adalah kasus kasus tentang masalah penyalahgunaan bahan berbahaya pada produk pangan ataupun bahan yang diperbolehkan tetapi melebihi batas yang telah ditentukan. Produk pangan yang sering dikonsumsi konsumen setiap harinya, yang selama ini diandalkan sebagai sumber protein nabati namun ternyata masyarakat sebagai konsumen tidak menyadari bahwa produk pangan tersebut mengandung bahan berbahaya. Produk pangan yang dimaksud, banyak sekali terdapat pada jajanan sekolah, jajanan pasar, makanan Catering, bahakan di dalam toko toko swalayan yang sering kali kita anggap paling bersih dalam hal penyediaan bahan makanan yang merupakan bentuk dari pasar modern pun tak luput dari ancaman bahan tambahan berbahaya. Penelitian terhadap 30 peternakan ayam di Kabupaten Jombang didapatkan bahwa hampir 50% antibiotika golongan tetrasiklin merupakan sediaan yang ditambahkan ke dalam pakan, hal ini dibuktikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap pakan yang berasal dari peternakan ayam petelur dan pedaging. 81

19 Keberadaan antibiotik ditengah-tengah masyarakat sudah tidak diragukan lagi, karena hampir semua produk pakan yang diberikan ke ayam mengandung antibiotik. Dengan mengkonsumsi pakan yang diberi tambahan antibiotik, pertumbuhan mikroorganisme patogen terutama pada saluran pencernaan ayam akan terhambat dan tentu akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ayam yang meningkat. Akan tetapi, penggunaan antibiotik dapat berakibat buruk dikarenakan dapat menyebabkan adanya residu antibiotik dalam daging. Bahaya residu dapat menjadi permasalahan yang serius, jika masuk kedalam tubuh konsumen. Residu antibiotik dapat memberikan efek karsinogenik dalam jangka panjang. Data Badan Pusat Statistik (2012) menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam ras pedaging masyarakat Indonesia cenderung terus meningkat sebesar 2,27% per tahun. Rerata konsumsi daging ayam nasional sebesar 3,75 kg/kapita/tahun. Angka kebutuhan nasional daging ayam ras pedaging mencapai 3,3 kg/kapita/tahun. Total permintaan terhadap daging unggas adalah 4,6 kg per tahun. Kebutuhan protein hewani yang berasal dari daging ayam ras pedaging adalah sebesar 71,7%. Produk utama yang berupa daging merupakan produk yang digemari oleh masyarakat sehingga permintaan kebutuhan daging ayam semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keberadaan peternakan ayam pedaging dapat menjadi solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan masyarakat, ayam pedaging mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat, yaitu 5-7 minggu. Ayam pedaging memiliki peran penting sebagai sumber protein hewani asal ternak (resnawati,2005). 82

20 Daging ayam merupakan salah satu komoditas peternakan yang memiliki nilai gizi sejajar dengan nilai gizi daging lainnya. Konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia meningkat 10% per tahun (Rumiati 2003). Oleh karena itu, pengawasan untuk menghasilkan daging ayam bermutu tinggi, bebas dari cemaran maupun residu bahan kimia terutama obat-obatan serta aman dikonsumsi perlu dilakukan. Peternakan broiler memilki kecenderungan lebih mengutamakan keselamatan ayam dari serangan penyakit dibandingkan pertimbangan residu obat antibiotika dan sulfa pada ayam. Rahayu (2014) menyatakan bahwa residu dapat ditemukan akibat penggunaan obat-obatan, termasuk antibiotika, pemberian feed additive ataupun hormon pemacu pertumbuhan hewan. Senyawa obat yang masuk kedalam tubuh ternak tidak dapat seluruhnya dieksresikan dari jaringan dan akan tertahan dalam jaringan tubuh sebagai residu. Antibiotik selama ini digunakan untuk pengobatan dan sebagai imbuhan pakan agar hewan ternak tersebut bebas dari penyakit sehingga pertumbuhan badannya tidak terhambat. Pemakaian antibiotik yang tidak beraturan dapat menyebabkan residu dalam jaringan organ yang dapat menyebabkan reaksi alergi, resistensi dan mungkin keracunan sehingga cukup berbahaya bagi kesehatan manusia (Yuningsih 2004). Salah satu antibiotik yang banyak digunakan adalah golongan tetrasiklin yang berfungsi untuk menghambat sintesis protein bakteri (Castellari & Regueiro 2003). Tetrasiklin merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces sp. dan umum digunakan untuk melawan beberapa jenis bakteri (Berrensen & Rhijn 2006). Tetrasiklin bekerja secara bakteriostatik dan dapat 83

21 mencegah penyakit yang ditimbulkan baik oleh bakteri gram positif maupun negatif seperti Sphirocete, Actynomycetes, Ricketsia, dan Mycoplasma (Cherlet et al. 2003). Pemakaian tetrasiklin pada ternak semakin berkembangnya jenis antibiotik dalam bidang peternakan, terutama untuk meningkatkan produksi peternakan, maka para peternak perlu mengetahui cara-cara pemberian dan pemakaian macam antibiotika secara selektif dan sesuai dengan tujuan, seperti ; 1) untuk pengobatan sehingga mengurangi resiko kematian dan mengembalikan kondisi ternak yang dapat berproduksi kembali (normal), juga mencegah menyebarnya mikroorganisme pathogen pada ternak lainnya. 2) untuk memacu pertumbuhan (promoter growth), sehingga dapat mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produksi hasil ternak sehingga mengurangi biaya pakan (Yuningsih,2004). Residu tetrasiklin merupakan sejumlah senyawa yang tertinggal didalam produk makanan hewani, dan tidak membahayakan jika dikonsumsi selama konsentrasi residu dibawah ambang toksisitas. Penggunaan antibiotik yang kurang memperhatikan aturan pemberiannya atau penggunaan antibiotik sebagai pengobatan yang tidak sesuai dengan petunjuk, misalnya waktu henti obat tidak dipatuhi menjelang hewan akan dipotong, akan menyebabkan obat tertinggal di dalam jaringan/organ tubuh, disebut sebagai residu, yang kemudian akan terakumulasi dengan konsentrasi yang bervariasi. Pengamatan di lapangan menunjukkan pemakaian antibiotika pada peternak ayam pedaging dan petelur cenderung berlebihan dan kurang tepat, tanpa memperhatikan aturan pemakaian yang benar (Bahri dkk., 2000). Waktu 84

22 henti pemakaian antibiotik golongan tetrasiklin adalah 5 hari menjelang ternak dipotong dan oksitetrasiklin adalah 15 hari menjelang ternak dipotong (Lastari,dkk, 1987). Tetrasiklin merupakan salah satu golongan antibiotika yang cukup banyak dipakai dalam pengobatan ternak. Pada unggas pengobatan dilakukan dengan menambahkan antibiotik langsung pada pakan, air minum, atau dalam bentuk aerosol. Selain sebagai pengobatan senyawa tetrasiklin juga diberikan dalam dosis subterapeutik sebagai pemacu pertumbuhan (Chopra dan Robert, 2001). Antibiotik tetrasiklin yang ditambahkan ke dalam pakan ayam pedaging dapat menimbulkan residu dalam daging ayam tersebut. Residu antibiotik dapat menimbulkan bahaya pada manusia yang mengkonsumsinya, seperti alergi, keracunan, gagalnya pengobatan akibat resistensi dan gangguan jumlah mikroflora dalam saluran pencernaan (Murdiati,1997). Pemberian antibiotika pada hewan dalam peternakan skala besar umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti dengan pemberian antibiotika melalui pakan. Umumnya pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan secara missal dibandingkan secara individual. Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis (Martaleni,2007). Hampir semua pabrik pakan menambahkan obat hewan berupa antibiotika kedalam pakan komersial, sehingga sebagian besar pakan komersial yang beredar di Indonesia menggandung antibiotika. Apabila peternak menggunakan pakan tersebut tidak memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternak mengandung residu antibiotika yang dapat mengganggu 85

23 kesehatan manusia, antara lain berupa resistensi terhadap antibiotika tertentu, reaksi alergi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih, 2004). Oleh karena itu, residu-residu tersebut perlu mendapat perhatian yang serius, penggunaan antibiotic sebagai imbuhan pakan sudah merupakan kebiasaan yang dilakukan peternak ayam yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan yang berdampak positif pada peningkatan produktivitas ternak (Meyer,1997). Untuk memastikan produk pangan aman untuk dikonsumsi, Badan Standarisasi Nasional (BSN 2000) menetapkan batas maksimal residu (BMR) yang tercantum dalam SNI yang menetapkan bahwa batas cemaran residu tetrasiklin pada produk hewan ternak ialah 100 ppb pada daging, 50 ppb pada telur, dan 50 ppb pada susu. Hasil penelitian di Jabotabek yang dilakukan oleh Rusiana (2003), menyimpulkan bahwa dari 80 sampel ayam ras broiler, sebanyak 85% daging dan 37% hati terancam residu antibiotik tylosin, penicillin, oxcytetracycline dan kanamycin. Selain itu, studi yang dilakukan di Kota Semarang dari 47 sampel yang diambil, yaitu 33 sampel dari pasar tradisional dan 14 sampel dari pasar modern, terbukti 3 sampel dari pasar tradisional positif mengandung residu Oksitetrasiklin, masing-masing 0,869 ppm (Pasar Johar), 0,271 (Pasar Sampangan) dan 0,366 (Pasar Dammar) yang melebihi Batas Maksimum Residu (BMR) yaitu lebih dari 0,1 ppm (Faizah, 2011). Berdasarkan hasil survey pendahuluan kepeternakan yang berada di Desa Buket Madang Arak dan Desa Seulalah yang berasa dikota Langsa. Desa Buket Madang Arak merupakan salah satu desa yang termasuk kedalam wilayah 86

24 Kecamatan Langsa timur, desa ini memiliki sebuah badan milik gampong (BMKG) yaitu usaha peternakan ayam broiler, peternakan ini memiliki 5000 ekor ayam broiler,dan memiliki 2 orang pekerja, peternakan ayam tersebut memberikan antibiotik tetrasiklin yang dicampurkan pada air minum, antibiotic diberikan pada ayam yang terserang penyakit CRD dan digunakan untuk meningkatkan bobot ayam dengan cepat. Sedangkan peternakan ayam yang berada di Desa Seulalah juga memiliki 5000 ekor ayam broiler dengan 2 orang pekerja, peternakan ayam broiler di desa seulalah ini letaknya jauh dari pemukiman warga. Peternakan tersebut juga memberikan antibiotik salah satunya antibiotik golongan tetrasiklin, antibiotic diberikan untuk menaikkan bobot ayam dengan cepat dan waktu panen yang singkat dan antibiotic digunakan untuk pengobatan penyakit CRD. Berdasarkan pernyataan tersebut maka penulis melakukan penelitian tentang Analisis Kandungan Residu Oksitetrasiklin pada Ayam Ras Broiler serta Pengetahuan Peternak di Kota Langsa tahun Rumusan Masalah Peternakan ayam broiler yang terletak di Desa Buket Madang Arak dan Desa Seulalah merupakan salah satu peternakan ayam yang ada di Langsa. Masingmasing peternakan tersebut memiliki 5000 ekor ayam, kedua peternakan tersebut diketahui menggunakan antibiotik tetrasiklin untuk mengobati penyakit infeksi saluran pernafasan pada ayam dan untuk meningkatkan berat badan ayam dengan cepat untuk mendapatkan hasil panen yang singkat. Kedua peternakan dalam pemberian antibiotik tidak mematuhi cara pemberian antibiotik tersebut, kedua 87

25 peternakan tersebut juga memberikan dosis yang tidak sesuai dalam pemberian antibiotik tetrasiklin dan tidak mematuhi waktu henti penggunaan antibiotic tersebut. Pemberian antibiotik ini dilakukan peternak dengan 2(dua) cara yaitu dengan menyuntikkannya pada bagian dada dan mencampurkannya dengan air minum, Daging ayam yang mengandung antibiotik tersebut tidaklah aman untuk dikonsumsi secara terus menerus. Berdasarkan permasalahan diatas, penulis ingin mengetahui kemungkinan ada tidaknya kadar residu oksitetrasiklin pada daging ayam serta tingkat pengetahuan dan sikap peternak, terhadap penggunaan residu oksitetrasiklin pada daging ayam yang berada di peternakan ayam tersebut, karena dengan mengetahui pengetahuan dan sikap peternak dapat diketahui bagaimana kepedulian peternak terhadap hasil daging ayam dari peternakan ayam tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui kandungan residu oksitetrasiklin pada ayam ras boiler dan mengetahui bagaimana pengetahuan peternak terhadap residu oksitetrasiklin di Kota Langsa tahun Tujuan Khusus 1. Menganalisis cara pemberian antibiotik oksitetrasiklin pada ayam ras broiler. 2. Menganalisis pengetahuan peternak ayam broiler terhadap penggunaan oksitetrasiklin di Kota Langsa tahun Menganalisis kandungan residu oksitetrasiklin pada ayam boiler di Kota Langsa. 88

26 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini, yaitu : 1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat mengenai ada tidaknya residu oksitetrasiklin pada ayam ras boiler yang ada di peternakan ayam di Kota Langsa, sehingga masyarakat lebih teliti lagi dalam memilih dan mengkonsumsi ayam pedaging. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang residu oksitetrasiklin. 2. Bermanfaat sebagai penambah wawasan dan pengembangan sebagai seorang mahasiswa, dari sudut akademis diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan perbandingan atau bahan rujukan atau bahan masukan bagi beberapa pihak yang melakukan peneliatian lanjutan. 89

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan Makanan merupakan sumber nutrisi tubuh. Tetapi makanan juga bisa menjadi sumber petaka. Di dalam bahan pangan, baik secara alami maupun kontaminasi mikroba banyak terdapat senyawa toksik. Selain itu, dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari ternyata mengandung zat-zat kimia yang bersifat toksik. Zat kimia ini berpengaruh terhadap tubuh kita didalam sel, sehingga kebanyakan kita akan mengetahui dampaknya dalam waktu yang lama. Pencemaran pada makanan adalah pencemaran yang disebabkan oleh masuknya suatu bahan baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang akan mempengaruhi kualitas makanan itu sendiri (Nurmaini, 2001). Salah satu penyebab pencemaran pada makanan adalah adanya penambahan zat atau bahan toksik dengan tujuan ingin meningkatkan kualitas makanan. Bahan toksik adalah bahan beracun dan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap organisme hidup (New York Health, 2013). Pencemaran yang dapat ditemukan dalam pangan asal ternak adalah cemaran dan residu bahan kimia beracun dan obat-obatan yang terdiri dari residu pestisida, mitotoksin, logam berat, antibiotika dan hormon. Keberadaan residu bahan kimia dan obat-obatan di dalam pangan dapat menurunkan kualitas pangan yang dihasilkan dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat. 90

28 2.2 Defenisi Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk didalamnya adalaha bahan tambahan pangan. Bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan ataupun pembuatan makanan atau minuman (Saparianto et al,2006). Berdasarkan cara perolehannya pangan dapat dibagi menjadi 3 (Saparianto et al,2006) : 1. Pangan Segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung maupun tidak langsung. 2. Pangan Olahan Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara ataupun metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan makanan. 3. Pangan Olahan Tertentu Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara atau meningkatkan kualitas kesehatan Bahan Pangan Hewani Bahan pangan hewani adalah bahan pangan baik bahan mentah ataupun bahan olahan yang berasal dari hewan. Bahan pangan hewani mempunyai sifat- 91

29 sifat yang khas, baik fisik, sifat kimiawi maupun sifat biologinya, sehingga tidak bias digeneralisasi. Bahan pangan hewani merupakan sumber bahan pangan yang kaya akan protein dan lemak. Jenis-jenis bahan pangan hewani adalah sebagai berikut : 1. Susu, yaitu produk berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara peraan. 2. Ikan, dalam arti luas adalah makhluk hidup yang hidup di air. Baik ar tawar, air payau maupun yang layak dan bisa dimakan. Ikan dalam arti sempit adalah semua jenis ikan sungai, ikan danau, ikan rawa, ikan yang dipelihara di empang dan sebagainya. Yang termasuk dalam kategori ikan (hasil perikanan) ini adalah hasil perikanan lainnya seperti kerang, teripang, abalone, dan lainlain 3. Daging, yaitu produk yang diperoleh dengan cara pemotongan ternak (mamalia dan unggas) 4. Produk-produk olahan dari bahan pangan tersebut diatas misalnya produkproduk seperti krim, keju, susu bubuk, dan sebagainya. Produk olahan daging seperti sosis, dendeng, dan lain-lain. Bahan pangan hewani memiliki karakteristik. Beberapa diantaranya adalah: a) Bahan pangan hewani memiliki daya simpanyang jauh lebih pendek daripada bahan pangan nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman. 92

30 b) Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. c) Karakteristik masing-masing bahan pangan hewani sangat spesifik sehingga tidak bisa digeneralisasi. Sifat pada daging sangatlah berbeda dengan sifat telur. Berbeda dengan pangan nabati yang memiliki kesamaan dalam hal jaringan-jaringan atau komponen-komponen penyusunnya. Pada bahan pangan hewani, lemak pada daging terletak pada jaringan lemak, pada susu terletak pada globula-globula lemak dan pada telur terdapat pada kuning telur. d) Bahan pangan hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak dan bahan pangan nabati merupakan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, lemak dan protein Keamanan Pangan Keamanan pangan pada dasarnya merupakan hal yang kompleks dan berkaitan erat dengan aspek kebijakan, toksisitas, mikrobiologis, kimia, status gizi, kesehatan dan ketentraman batin. Sementara itu, masalah keamanan pangan bersifat dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia yang meliputi aspek sosial budaya, kesehatan,kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan manusia. Untuk memberikan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, maka diperlukan jaminan keamanan terhadap pangan produk peternakan. Namun untuk mendapatkan pangan produk peternakan yang aman harus melalui proses yang panjang mulai dari farm (proses praproduksi) sampai dengan proses pasca 93

31 produksi yang lebih dikenal dengan jaminan keamanan from farm to table. Dalam hal ini berbagai factor yang dapat mempengaruhi Keamanan Pangan Asal Ternak akan dibahas sesuai dengan Gambar 1 Produsen/Peternak/Farm Transportasi Praproduksi Prosesor (RPH) Produksi Distributor pengecer Pasca Produksi konsumen Gambar 2.1 Rantai penyediaan produk ternak (daging) Pangan produk peternakan yang terdiri dari daging, susu dan telur dipengaruhi oleh proses yang menyertai penyediaan produk pangan asal ternak tersebut. Secara garis besar terdapat tiga macam tahapan utama yaitu: (1)proses praproduksi;(2)prosesproduksi, serta(3)proses pascaproduksi. Sebagai tindak lanjut dalam mewujudkan upaya keamanan pangan asal unggas, maka telah diberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kriteria RPU dalam SNI Tim Penyusun Ambang Batas Cemaran Mikro badan Residu di dalam bahan makanan asal hewan telah dibentuk oleh Departemen terkait (Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian) untuk melindungi konsumen dari bahaya cemaran mikrobadan residu. Batas Maksimum 94

32 Cemaran Mikroba dan BatasnMaksimum Residu (BMR) dalam bahan pangan asal hewan yang tertuang dalam SNI ditujukan untuk: a) Memberikan perlindungan kepada konsumen dan masyarakat untuk aspek keamanan dan kesehatan; b) Mewujudkan jaminan mutu dari bahan pangan asal hewan; c) Mendukung perkembangan agroindustri dan agrobisnis Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan seharihari. kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (feed addictive) yang berbahaya (Syah,2005) Bahaya Pangan Asal Ternak yang Tercemar Bahaya atau hazard yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak dapat terjadi pada setiap mata rantai produksi pangan, mulai dari titik praproduksi di tingkat peternak atau produsen maupun pada proses pasca produksi sampai saat produk peternakan tersebut didistribusikan dan disajikan kepada konsumen. Hazard tersebut dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu a) Penyakit ternak (zoonosis). b) Penyakit bawaan makanan(foodborne disease) c) Cemaran atau kontaminasi d) Pemalsuan dan bahan pengawet 95

33 2.3 Bahan Tambahan Imbuhan Pakan Imbuhan pakan yang telah diizinkan beredar di Indonesia dibedakan atas kelompok antibiotika dan kelompok non antibiotika. Dari kelompok antibiotika berdasarkan SK Dirjen Peternakan tertanggal 23 Juli 1991, telah terdaftar sebanyak 19 jenis dan dari kelompok non antibiotika terdaftar sebanyak 25 jenis (Infovet, 1994). Golongan tetrasiklin yang tidak termasuk dalam daftar imbuhan pakan yang diizinkan, tetapi karena harganya relatif murah dibandingkan antibiotika yang memang diperbolehkan untuk imbuhan, maka golongan tetrasiklin banyak dipergunakan sebagai imbuhan pakan. Antibiotika golongan tetrasiklin dalam pakan ayam yang beredar dipasaran telah dilaporkan, juga adanya residu tetrasiklin dalam daging ayam boiler yang siap dipasarkan (Balitvet, 1991 ; Murdiati dan Bahri, 1991). 96

34 Tabel 2.1 Daftar imbuhan pakan yang diizinkan beredar di Indonesia Golongan non antibiotika Golongan antibiotika Aklomide Zink Basitrasin Amprolium Virginiamisin Butinorat Flavomisin Klopidol Higromisin Dequinate Monensin Etopabate Salinomisin Levamisole Spiramisin Piperasin basa Kitasamisin Piperasin sitrat Tiamulin hidrogen fumarat Tetramisol Tilosin Robenidin Lasalosid Roksarson Avilamisin Sulfaklopirasin Avoparsin Sulfadimetoksin Envamisin Sulfanitran Kolistin hidroklorida Sulfaquinoksaline Maduramisin Buquinolate Narasin Nitrofurason Nastatin Furasolidon Phenotiasin Halquinol Pirantel tatrat Olaquindoks Alumunium silikat Nitrovina Sumber : INFOVET, Kegunaan Bahan Tambahan Imbuhan Pakan Bahan tambahan imbuhan pakan merupakan bahan makanan pelengkap yang digunakan sebagai sumber vitamin, mineral dan juga antibiotika. Fungsi bahan imbuhan pakan adalah untuk menambah vitamin, mineral dan antibiotik dalam ransum, menjaga dan mempertahankan kesehatan tubuh terhadap serangan penyakit, pengaruh stress, merangsang pertumbuhan badan (pertumbuhan daging menjadi baik) dan penambahan nafsu makan, meningkatkan produksi daging atau telur. 97

35 Imbuhan pakan adalah setiap bahan yang tidak lazim dikonsumsi ternak sebagai pakan, yang dengan sengaja ditambahkan, memiliki atau tidak memiliki nutrisi dapat mempengaruhi karakteristik pakan atau produk hewan. Bahan imbuhan pakan merupakan bahan makanan tambahan atau pelengkap yang diberikan dengan beberapa tujuan diantaranya : a. Memperbaiki kondisi fisik ransum, terutama yang dibuat pellet, baik dari segi warna maupun tekstur ransum. b. Memberikan aroma atau bau khas dari ransum (flavoring agent) sehingga palatabilitas atau rasa kesukaan terhadap ransum meningkat. c. Memperbaiki atau meningkatkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi dari ransum. 2.4 Pengertian Antibiotik Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik, hasil sintesis, semi sintetis yang mempunyai struktur yang sama dan zat ini dapat merintangi atau memusnahkan jasad lainnya. Antibiotika merupakan obat yang sangat penting dan dipakai untuk memberantas berbagai penyakit infeksi, misalnya radang paru-paru, typhus, luka-luka yang berat dan sebagainya. Penggunaan antibiotika harus dibawah pengawasan seorang dokter, karena dapat menimbulkan kerja ikutan yang tidak dikehendaki dan kerugian yang cukup besar bila pemakaiannya tidak dikontrol dengan betul (Wijajanti, 2011) Penggolongan Antibiotik Penggolongan Antibiotik Berdasarkan Daya Kerjanya : A. Bakterisida 98

36 Antibiotika yang bakterisida secara aktif membasmi kuman. Termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, polipeptida, rifampisin, isoniazid. B. Bakteriostatik Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetoprim, linkomisin, makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat Antibiotik Oksitetrasiklin dan Antibiotik Tetrasiklin Pengertian dan Sifat Fisik Antibiotik Oksitetrasiklin Oksitetrasiklin merupakan tetrasiklin dengan tambahan satu gugus OH pada struktur cincinnya. Oksitetrasiklin dengan rumus molekul C22H24N2O9 memiliki nama IUPAC [ 4s - (4α,4aα,5α,5aα,6β,12aα)] 4 - (dimetilamino) -1,4,4 a,5,5a,6-11,12a -oktahidro-3, 5, 6, 10, 12, 12a- heksahidroksi-6-metil-1,11- diokso- 2- naftasenkarboksamida dan bobot molekul 460,44 g/mol (Gambar 2). Oksitetrasiklin berbentuk serbuk halus berwarna kuning muda dan tidak berbau. Oksitetrasiklin memiliki kelarutan yang lebih besar dibandingkan tetrasiklin, yaitu 1g/ml pada suhu 28 C dan sangat mudah larut dalam etanol. 99

37 Gambar 2.2 Struktur kimia oksitetrasiklin Pengertian dan Sifat Fisik Antibiotik Tetrasiklin Tetrasiklin merupakan antibiotika berspektrum luas yang aktif terhadap bakteri gram-positif maupun gram-negatif yang bekerja merintangi sintesa protein (Tan dan Rahardja, 2008). Antibiotika golongan tetrasiklin seperti tetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, dan klortetrasiklin merupakan salah satu golongan antibiotika yang sering digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi respirasi kronis yang disebabkan oleh Mycoplasma galliseticum, sinovitis yang disebabkan oleh Mycoplasma sinovae dan kolera unggas (fowl cholera) pada ayam (Cherlet et al., 2003). Tetrasiklin ialah antibiotik yang umum digunakan sebagai obat-obatan veteriner dan diisolasi dari bakteri Streptomyces sp.. Penggunaan tetrasiklin sebagai obat-obatan veteriner umumnya dicampurkan ke dalam pakan. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Tetrasiklin memiliki spektrum yang luas, artinya antibiotik ini memiliki kemampuan melawan sejumlah bakteri patogen (Yuningsih 2004). Tetrasiklin merupakan senyawa kristal berwarna kuning dan sedikit larut dalam air. Pada suhu 28 C kelarutan tetrasiklin dalam air sebesar 1,7 mg/ml sedangkan dalam metanol lebih dari 20 mg/ml (Schunack et al. 1990). 100

38 Tetrasiklin memiliki rumus molekul C22H24N2O8 dan memiliki nama IUPAC [4s-(4α,4aα,5aα,6β,12aα)] -4- (dimetilamino) 1,4,4a,5,5a, 6-11,12a-oktahidro- 3,6,10,12,12a- pentahidroksi- 6- metil -1,11-diokso- 2- naftasenkarboksamida dengan bobot molekul 444,44 g/mol. Gambar 2.3 Struktur kimia tetrasiklin Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Oksitetrasiklin dan Tetrasiklin Tetrasiklin Persamaan 1. Antibiotika berspektrum luas 2. bersifat bakteriostatik 3. isolasi dari bakteri Streptomyces sp 4. digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan 5. efek samping, mual, muntah Oksitetrasiklin 1. Antibiotik berspektrum luas 2. bersifat bakteriostatik 3. isolasi dari bakteri Streptomyces sp 4. digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan 5. efek samping mual dan muntah Perbedaan 1. senyawa kristal berwarna kuning 2. sedikit larut dalam air 3. struktur kimia C22H24N2O8 1. serbuk halus berwarna kuning muda dan tidak berbau. 2. kelarutan yang lebih besar 3. struktur kimia C22H24N Antibiotik yang Digunakan pada Ayam Pada umumnya antibiotik yang saat ini beredar dipasaran bersifat broad spectrum (spectrum luas) dan dapat digunakan untuk mengatasi penyakit 101

39 pernafasan maupun pencernaan pada ayam yang disebabkan oleh agen bacterial. Akan tetapi, antibiotic yang memiliki spectrum spesifik terhadap penyakit tertentu akan memberikan daya kerja yang lebih optimal. Untuk mengatasi penyakit pernafasan pada anak ayam dapat digunakan produk antibiotic seperti Doxytin, Erysuprim, Neo Meditril, Proxan-C, Proxan-S, Trimeyn, Sulfamix Tetrachlor, Limoxin, Duracol-D A. Doxytin 1. Komposisi : Setiap Kg mengandung - Doxycycline HCL 50 g Colistin sulfat IU 2. Dosis : 1 gram per 2 liter air minum selama 5 7 hari selama berturutturut. 3. Waktu Henti 3 hari sebelum unggas di sembelih. B. Duracol-D 1. Komposisi : Setiap Kg Mengandung Doxycycline 50 g, Colistin Sulfat IU 2. Dosis Unggas : 1 gram untuk 2 liter air minum 5-7 hari 3. Waktu Henti 5 hari sebelum unggas di sembelih. C. Limoxin, Injeksi Oksitetrasiklin 1. Komposisi : Setiap ml mengandung Oxytetracycline base 50 mg 2. Dosis :Ayam 0,5 1 ml D. Trimeyn Komposisi : Setiap Kg mengandung Sulfadiaine, Trimethoprim 102

40 2. Dosis : 1 gram tiap 1-2 liter air minum atau 0,1-0,2 gram tiap kg diberikan selama 3-5 hari berturut-turut 3. Waktu Henti 5 hari sebelum unggas di sembelih. E. Tetrachlor 1. Komposisi : Tetracycline HCL 50 mg, Erythromycin 10 mg, Vitamin B1 1 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 1 mg, Vitamin B12 3 mg, Vitamin C 10 mg,, Potassium Chloride 50 mg, Sodium Sulfate 25 mg 2. Dosis : Umur 4 minggu : sehari 1 kali ½ kapsul Umur 4-8 minggu : sehari 2 kali ½ kapsul Umur 8 minggu lebih : sehari 2 kali 1 kapsul Obat diminumkan 4-5 hari secara berturut- turut 3. Waktu Henti 3 hari sebelum unggas di sembelih. 2.5 Residu Antibiotik Tetrasiklin Residu obat atau bahan kimia adalah akumulasi obat atau bahan kimia dan atau metabolitnya dalam jaringan atau organ hewan setelah pemakaian obat atau bahan kimia untuk tujuan pencegahan/pengobatan atau sebagai imbuhan pakan untuk pemacu pertumbuhan. Residu antibiotik dalam makanan asal hewan erat kaitannya dengan penggunaan antibiotik untuk pencegahan dan pengobatan penyakit serta penggunaannya sebagai imbuhan pakan. Sebagai imbuhan pakan, antibiotik dapat memacu pertumbuhan ternak agar dapat tumbuh lebih besar dan lebih cepat serta dapat mencegah terjadinya infeksi bakteri. 103

41 Residu antibiotik adalah sisa dari antibiotik atau metabolitnya dalam jaringan atau organ hewan/ ternak setelah pemakaian obat hewan (Rahayu,2009). Menurut Oramahi dkk,2004; Bahri dkk,2005) pemberian antibiotik sebagai pakan ternak yang diberikan dalam waktu yang cukup lama dengan tidak memperhatikan aturan pemberiannya akan terakumulasi didalam jaringan tubuh ternak sehingga menyebabkan terdapatnya residu pada jaringan tubuh ternak. Residu antibiotika yang terakumulasi memiliki konsentrasi yang berbeda-beda antara jaringan tubuh ternak satu dengan yang lainnya (Bahri dkk,2005). Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa antibiotika tidak dapat seluruhnya dieksresikan dari jaringan tubuh ternak, seperti : daging, air susu dan telur. Hal ini berarti sebagian antibiotika masih tertahan dalam jaringan tubuh sebagai bentuk residu. Penggunaan antibiotik yang berlebihan serta tidak dipatuhinya waktu henti obat menyebabkan timbulnya residu didalam daging ternak, telur, susu atau produk ternak lannya. Waktu henti adalah kurun waktu dari saat pemberian obat terakhir hingga ternak boleh dipotong atau produknya dapat dikonsumsi (Bahri, 2008). Waktu henti pemakaian antibiotik golongan oksitetrasiklin adalah 15 hari menjelang ternak dipotong (Lastari,dkk, 1987). 104

42 Tabel 2.3 Waktu henti pemakaian golongan antibiotik sesuai dengan jenis hewan Jenis Antibiotik Jenis Hewan Cara Pemakaian Waktu Henti (Hari) Ampisilin Ayam Injeksi 5 Sapi Injeksi 6 Amprolium Sapi Oral 1 Dihidrostreptomisin Babi Injeksi 30 Sapi Injeksi 30 Erithromisin Babi Injeksi 7 Sapi Injeksi 14 Furazolidon Ayam Oral 5 Babi Oral 5 Karbadoks Babi Oral 70 Khlortetrasiklin Ayam Injeksi 15 Monensin Ayam Oral 3 Nitrofurazon Ayam Oral 5 Babi Oral 5 Penisilin G Ayam Injeksi 5 Babi Injeksi 5 Oksitetrasiklin Ayam Injeksi 15 Penisilin Streptomisin Babi Injeksi 30 Sapi Injeksi 30 Preparat Sulfonamida Sapi Oral 7-15 Tetrasiklin Sapi Oral 5 Thiobendazol Sapi Oral 3 Tilosina Babi Oral 2 Streptomisin Ayam Oral 4 Sapi Oral 2 Sumber : Ditjennak, 1993 Waktu henti pemakaian antibiotik sangat bervariasi bergantung pada, jenis antibiotik, spesies hewan, faktor genetik ternak, iklim setempat, cara pemberian dosis obat, status kesehatan hewan, produk ternak yang dihasilkan, batas toleransi residu antibiotik, formulasi antibiotik. Oleh karena itu, sudah sewajarnya setiap perusahaan yang memproduksi antibiotik hewan mencantumkan keterangan secara jelas tentang waktu henti pemberian antibiotik. Waktu henti pemberian antibiotik hewan yang tidak dipatuhi menyebabkan terjadinya residu antibiotik 105

43 hewan pada produk ternak (Bahri et al. 1992; Murdiati et al.1998;iniansredef 1992;Widiastuti et al.(2004b) Toksisitas Antibiotik Antibiotika dapat mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung antibiotika memiliki sifat toksik bagi manusia, sebagai contoh khloramfenikol memilki efek samping yang cukup serius, yaitu penekanan aktivitas sumsum tulang yang berakibat gangguan pembentukan selsel darah merah. Kondisi ini dapat menyebabkan aplastik anemia yang secara potensial berakibat fatal (Naim, 2002) Banyak antibiotika yang digunakan sebagai agen terapeutik pada hewan domestik dalam kenyataannya juga digunakan manusia. Bahaya toksikologik yang terjadi pada manusia akibat residu antibiotic terutama yang berasal dari bahan pangan sangat erat hubungannya dengan dosis dan durasi keterpaparan (Focosi,2005) Dampak Residu Antibiotik Terhadap Kesehatan Antibiotik yang digunakan terus menerus akan menimbulkan efek negatif berupa residu antibiotik dalam daging ayam sehingga berbahaya bagi konsumen karena dikhawatirkan akan menjadi resisten terhadap antibiotik. Wuryaningsing (2005) menyatakan bahwa isu keamanan pangan asal ternak yang meresahkan masyarakat antara lain cemaran mikroba patogen dalam daging seperti residu antibiotik yang dapat menimbulkan resistensi ketika masih mempunyai aktivitas antibakteri, sehingga hal tersebut perlu penanganan bahaya residu antibiotik pada pakan. Keadaan ini menjadi masalah bagi sebagian konsumen, sehingga mereka 106

44 mengiginkan daging ayam yang aman (bebas residu antibiotik) dan sehat (rendah kolesterol). Pemakaian yang luas dari obat-obatan pada ternak menimbulkan kemungkinan yang besar terjadinya resiudu obat maupun metabolitnya dalam produk ternak. Kehadiran residu obat-obatan di dalam makanan tentu akan mempengaruhi kesehatan manusia. Salah satunya misalnya terjadinya reaksi alergi dari antibiotik golongan β-lakytame pada konsumen yang sensitif. Efek lain yang mungkin timbul yaitu terjadinya keracunan, resisten mikroba dan gangguan fisiologis pada manusia, gangguan kulit, fotosensitivitas, muntah, diare.(botsoglou dan Fletouris, 2001). 2.6 Pengertian Ayam Broiler Ayam broiler merupakan hasil persilangan antara ayam Cornish dengan Plymouth Rock. Ayam broiler memiliki ciri-ciri seperti pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak. Pertambahan berat badan yang ideal 400 gram per minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu. Menurut Gordon dan Charles (2002), menyebutkan bahwa broiler adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan betina yang dikembangbiakan oleh perusahaan pembibitan khusus. Menurut Hardjoswaro dan Rukminasih (2000), ayam broiler dapat digolongkan kedalam kelompok unggas penghasil daging artinya dipelihara khusus untuk menghasilkan daging. Umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut, memiliki kerangka tubuh besar, 107

45 pertumbuhan badan cepat, pertumbuhan bulu yang cepat, dan lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging. Ayam broiler memiliki ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan daging baik, dada lebih besar, dan kulit licin (North dan Bell, 1990). Ayam pedaging memiliki waktu pemeliharaan yang singkat, ayam pedaging umumnya dipanen pada umur 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber pedaging. Ayam pedaging memiliki sifat karakteristik badan yang besar, berlemak, memiliki gerak yang lamban dan memiliki pertumbuhan yang cepat, serta menghasilkan daging dengan kandungan protein yang tinggi Pemberian Antibiotik pada Ayam Cara pemberian antibiotik golongan tetrasiklin bias dilakukan melalui oral maupun suntikan (subkutan atau intramuskuler). Hanya saja jika diberikan melalui oral sebaiknya memperhatikan kandungan logam Ca2+, Mg2+, dan Al3+ karena dapat menurunkan daya serap saat berada di usus. Feed supplement yang mengandung mineral sebaiknya diberikan pada waktu yang berbeda dengan pemberian antibiotic fluoroquinolon dan tetrasiklin, misalnya pemberian antibiotic pada pagi hari hingga sore hari dan supplement pada malam hari atau setelah pengobatan berakhir. Cara pemberian antibiotika pada hewan dalam peternakan skala besar umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti dengan pemberian antibiotika melalui pakan (Martaleni, 2007). Umumnya pemberian antibiotika 108

46 yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan secara massal dibandingkan pemberian secara individual (Doyle, 2006). Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis (Bahri dkk, 2000). Cara pemberian antibiotik golongan tetrasiklin bisa dilakukan melalui oral maupun suntikan. Lama waktu pemberian obat menjadi petunjuk ketiga yang tercantum pada aturan pakai. Sama halnya dengan dosis dan rute pemberian, lama waktu pemberian obat menjadi kunci pokok yang menentukan keberhasilan pengobatan, yaitu obat berada dalam waktu yang cukup. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kadar obat didalam tubuh akan berkurang dalam jangka waktu tertentu. Kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh ini ditunjukkan melalui waktu paruh. Waktu paruh yang diberi symbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibandingkan dengan yang mempunyai T1/2 panjang. Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif didalam darah. Tetrasiklin dan penisilin merupakan antibiotic yang memiliki T1/2 pendek. Oleh karena itu, pemberian antibiotic melalui air minum sebaiknya tidak dilakukan dalam 1 kali pemberian dalam waktu yang terlalu singkat (misalnya selama 2 jam), terlebih lagi untuk obat yang mempunyai T1/2 pendek. Alasanya kadar obat tersebut didalam darah bakan cepat turun setelah pemberian selama 2 jam dan gagal mencapai konsentrasi minimal sehingga obat 109

47 tidak bekerja optimal. Idealnya obat diberikan 24 jam atau minimal 8-12 jam dengan maksimal obat dikonsumsi habis selama 4-6 jam setelah obat dilarutkan. Contoh pola pemberian obat yang ideal yaitu 2 kali sehari, pelarutan obat ke-1 untuk dikonsumsi Pagi sampai siang hari (misalnya pukul ) dan pelarutan obat ke-2 untuk dikonsumsi siang sampai malam hari (misalnya ) sedangkan pada malam sampai pagi hari diberi air minum biasa. Selain pola pemberian tersebut, lama pengobatan hendaknya dilakukan sesuai dengan aturan pakai yang tercantum pada etiket atau leaflet Penggunaan Antibiotik pada Ayam Pada unggas (ayam, kalkun), untuk pencegahan CRD tetrasiklin diberikan dengan dosis mg/gallon air minum, sedangkan untuk pengobatan CRD dan air sacculitis, hexamitiasis dan bleucomb, sinusitis, dan sinivovitis, tetrasiklin diberikan dengan dosis mg/gallon air minum (subronto, 2001). Dibidang peternakan, selain untuk tujuan terapetik, antibiotik juga dipakai sebagai imbuhan pakan untuk merangsang pertumbuhan pada ternak (Bahri, 2008). 2.7 Pengertian dan Klasifikasi Perilaku Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003), teori perilaku merupakan teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respons. Hal ini dikarenakan perilaku merupakan suatu respons organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu, 110

48 1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit atau usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terbagi menjadi tiga aspek, yaitu : a. Perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangta tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut. 2. Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan (health seeking behavior) Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan keluar negeri. 111

49 3. Perilaku kesehatan lingkungan Perilaku kesehatan lingkunagan merupakan suatu uapaya seseorang dalam merespons lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tau, yang diperoleh dari pengalaman perasaan, akal pikiran atau antuisinya setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan dapat diukur melalui wawancara kepada informan terhadap materi yang akan diteliti. Adapun tingkatan dari pengetahuan yaitu : a. Tahu diartikan sebgai mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan dengan baik bahan yang diberikan sebagai rangsangan. c. Aplikasi, merupakan kemampuan seseorang dalam menerapkan bahan yang dipelajari dalam kehidupan yang sebenarnya. d. Analisis, kemampuan untuk menjabarkan bahan yang diberikan kedalam komponen yang masih dalam satu topic pembahasan dan masih terkait satu sama lain. 112

50 e. Sintesis, merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam satu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi, merupakan kemampuan dalam menilai suatu materi yang berdasarkan pada nilai sendiri maupun nilai yang sudah ada dan sudah ditetapkan Sikap Sikap merupakan suatu respon yang masih bersifat tertutup terhadap objek atau stimulus, karena masih merupakan suatu kesiapan seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Pengukuran sikap seseorang dapat dilakukan dengan menanyakan bagaimana pendapat seseorang terhadap suatu objek atau stimulus. Ada beberapa tingkatan dalam sikap, antara lain : a. Menerima, yang diartikan bahwa seseorang mau dan memperhatikan stimulus yang telah diberikan (objek). b. Merespon,diartikan apabila seseorang memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelasaikan tugas yang diberikan. c. Menghargai,diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab, diartikan apabila segala sesuatu yang telah dipilihnya harus siap dengan segala risiko dalam melaksanakan stimulus Tindakan Pengetahuan dan sikap masih masih merpakan perilaku yang bersifat tertutup (concert behavior) yang perlu diubahkan menjadi perilaku yng bersifat terbuka (open behavior) dan dinyatakan dalam suatu tindakan nyata yang tentunya 113

51 memerlukan berbagai faktor yang mendukung. Pengukuran terhadap tindakan seseorang dapat dilakukan melalui observasi kegiatan informan. Tindakan terbagi atas 4 tingkatan, yaitu a. Persepsi, adalah upaya untuk mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b. Praktik terpimpin (guided response), diartikan apabila seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau panduan. c. Praktik secara mekanisme (mechanism), apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis. d. Adopsi (adoption), merupakan suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi. 2.8 Kerangka Konsep Ayam Ras Broiler Pemberian antibiotika : - Frekuensi - Dosis - Waktu henti - Pengetahuan - Sikap Karakteristik peternak Pemeriksaan Laboratorium Residu Oksitetrasiklin Ada Tidak Sesuai dengan SNI No Umur - Jenis kelamin - pendidikan Gambar 2.4 Kerangka Konsep 114

52 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk melihat keberadaan residu oksitetrasiklin pada ayam broiler serta tingkat pengetahuan peternak ayam broiler di Kota Langsa tahun Lokasi dan waktu penelitian Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di 2 peternakan ayam ras broiler 1. Desa Buket Madang Arak 2. Desa Seulalah Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2017 sampai September Populasi dan sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini diambil dari 2 peternakan ayam ras broiler di Kota Langsa yaitu Peternakan ayam di Desa Batee puteh dengan 2 orang pekerja, dan 1 pemilik. Peternakan ayam di Desa Seulalah memiliki 2 orang pekerja dan 1 pemilik Sampel Sampel penelitian ini diambil dari 2 peternak ayam yang ada di Langsa, jumlah sampel keseluruhannya adalah 6 (Enam) sampel, pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Balai Veteriner Medan. 115

53 3.4 Objek penelitian Objek penelitian ini adalah ayam ras broiler yang ada di peternakan tersebut yang diambil dagingnya. 3.5 Metode pengumpulan data Data primer Data primer diperoleh melalui hasil pemeriksaan kadar residu antibiotik oksitetrasiklin di Laboratorium Balai Veteriner Medan Data sekunder Data sekunder diperoleh dari kepustakaan, pengumpulan informasi dari internet, penelitian-penelitian yang berhubungan serta referensi atau literaturliteratur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. 3.6 Defenisi operasional 1) Ayam ras broiler merupakan hasil persilangan antara ayam Cornish dengan Plymouth Rock. Ayam broiler memiliki ciri-ciri badan yang besar, berlemak, memiliki gerak yang lamban dan memiliki pertumbuhan yang cepat, serta menghasilkan daging dengan kandungan protein yang tinggi 2) Pemberian antibiotika merupakan cara pemberian antibiotika pada ayam broiler. 3) Frekuensi (penggunaan antibiotika) merupakan berapa kali antibiotik itu harus diberikan dalam sehari atau dalam jangka waktu tertentu. 4) Dosis merupakan takaran antibiotik yang menimbulkan efek farmakologi (khasiat) yang tepat dan aman bila diberikan pada ayam broiler. 116

54 5) Waktu henti adalah kurun waktu dari saat pemberian obat terakhir hingga ternak boleh dipotong atau produknya dapat dikonsumsi. 6) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. 7) Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. 8) Umur adalah lamanya hidup respondn yang di hitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir. 9) Jenis kelamin adalah gender yang membedakan responden. 10) Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan atau ditamatkan oleh responden. 11) Hasil pemeriksaan laboratorium adalah apabila hasil laboratorium menunjukkan tidak maka daging ayam tersebut memenuhi syarat kesehatan, tetapi jika hasil pemeriksaan menunjukkan hasil ada maka daging ayam tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan. 12) Oksitetrasiklin : merupakan golongan dari antibiotik tetrasiklin, antibiotik yang digunakan dalam pengobatan (sering dicampurkan pada makanan ternak). 13) Pemeriksaan laboratorium secara kualitatif : Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui keberadaan residu oksitetrasiklin pada daging ayam yang berada dipeternakan tersebut. 117

55 3.7 Pengambilan Sampel Daging Ayam Sampel daging ayam yang digunakan pada penelitian ini diambil langsung dari beberapa peternakan ayam di Kota Langsa yaitu peternakan ayam di Desa Seulalah dan Desa Madang Arak, sampel diambil pada umur ayam 30 hari pada saat ayam siap panen. Sampel diambil menggunakan metode pengambilan sampel secara acak. Sampel yang diambil dimasukkan kedalam kantong plastic dan diberi tanda kemudian diletakkan dalam cooling bag yang berisi es, selanjutnya disimpan di Laboratorium dalam lemari pembeku suhu -20ºC dan akan stabil sampai 8 bulan bila disimpan pada suhu dibawah -75ºC. 3.8 Cara Pengujian Residu Antibiotik Tetrasiklin pada Daging Ayam Alat, Bahan dan Media Alat 1. cawan petri 2. tabung reaksi 3. tabung sentrifus 4. labu ukur 5. gelas ukur 6. Erlenmeyer 7. botol timbang 8. pipet volumetric 9. pipet graduasi 10. botol media 11. pengocok tabung 118

56 12. sentrifus rpm 13. penangas air 14. lemari steril 15. homogenizer 16. autoklaf 17. lemari pendingin 18. freezer 19. timbangan analitik 20. incubator 21. magnet pengaduk 22. ph meter 23. pipet mikro 24. jangka sorong 25. burner 26. pinset gunting Bahan 1. daging ayam 2. baku pembanding Oksitetrasiklin hidroklorida 3. KH 2 PO 4 (Kalium hidrogen fosfat) 4. Na2HPO4 (Dinatrium hidrogen fosfat) 5. Kertas Cakram (paper disk) Media 1. Spora Bacillus Cereus ATCC

57 2. Media agar Bacillus Cereus yeast extract, beef extract, peptone, bacto agar Prosedur Kerja a. pembuatan larutan baku pembanding larutkan sejumlah baku pembanding Oksitetrasiklin hidroklorida dalam air suling hingga didapat konsentrasi µg/ml b. larutan baku kerja pipet 2 ml larutan stok baku tetrasiklin, diencerkan sampai dengan 20 ml dengan dapar Na2HPO4 dihomogenkan agar diperoleh larutan baku kerja 100 µg/ml. selanjutnya lakukan pengenceran serial hingga diperoleh konsentrasi 1,0 µg/ml Pelaksanaan Pengujian 1. Cairkan media agar yang telah dibuat dengan pemanasan, kemudian letakkan pada penangas air hingga temperature mencapai 55ºC ± 1ºC. 2. Pipet 1 ml biakan kuman uji vegetative atau spora, dan campurkan kedalam 100 ml media yang telah dicairkan hingga merata. 3. Kemudian pipet 8 ml media yang telah mengandung kuman uji atau spora ke dalam setiap cawan petri. 4. Tempatkan cawan petri pada bidang yang datar sampai media membeku. 5. Teteskan terlebih dahulu masing-masing larutan baku pembanding yang telah disiapkan kedalam kertas cakram yang sejenisnya sebanyak 75µl (diameter 88 mm) atau 100 µl (diameter 10 mm) dan biarkan sampai menyerap seluruhnya sebelum diletakkan pada media cawan petri. 120

58 Teteskan juga larutan baku pembanding sebagai control positif dan larutan dapar sebagai control negative. 6. Tempatkan masing-masing cawan petri pada bidang datar dalam ruangan dengan temperatur kamar selama 1 jam. 7. Inkubasikan dalam inkubator selama 16 jam sampai 18 jam pada temperature 30 ºC ± 1ºC. 3.9 Aspek pengukuran Aspek skala pengukuran variabel penelitian terhadap pengetahuan, sikap, tindakan peternak ayam tentang residu oksitetrasiklin yang diukur melalui wawancara dengan kuesioner Variabel Pengetahuan Pengetahuan responden diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaanpertanyaan yang terdapat pada kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan dengan total skor maksimal adalah 20. Adapun ketentuan pemberian skor adalah sebagai berikut : 1. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 2,3,4,8,9 a. jawaban a diberi skor = 2 b. jawaban b diberi skor = 1 c. jawaban c diberi skor = 0 2. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 5,6,7,10 a. jawaban a diberi skor = 0 b. jawaban b diberi skor = 2 3. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1 121

59 a. jawaban a diberi skor = 2 b. jawaban b diberi skor = 0 Berdasarkan total nilai yang diperoleh, selanjutnya tingkat pengetahuan responden dikategorikan berdasarkan skala likert sebagai berikut : 1. Baik : Bila total nilai yang diperoleh responden 15% (dengan rentang 16-20) 2. Kurag Baik : Bila total nilai yang diperoleh responden 15% (dengan rentang 1-15) Variabel Sikap Sikap adalah pendapat atau pandangan peternak ayam tentang penggunaan antibiotik tetrasiklin. 1. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 7,8,10 a. jawaban a diberi skor = 2 b. jawaban b diberi skor = 1 c. jawaban c diberi skor = 0 2. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1,4 a. jawaban a diberi skor = 0 b. jawaban b diberi skor = 2 3. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 2,3,5,8 a. jawaban a diberi skor = 2 b. jawaban b diberi skor = 0 Berdasarkan total nilai yang diperoleh, selanjutnya tingkat pengetahuan responden dikategorikan berdasarkan skala likert sebagai berikut : 122

60 1. Baik : Bila total nilai yang diperoleh responden 15% (dengan rentang 16-20) 2. Kurag Baik : Bila total nilai yang diperoleh responden 15% (dengan rentang 1-15) 3.10 Pengolahan dan Analisis data Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di laboratorium diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dengan mengacu pada Permenkes No.1168/Menkes/Per/IX/1999 perubahan tentang Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan dan tabel hasil kuesioner. 123

61 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Lokasi Peternakan Ayam di Kota Langsa Kota langsa merupakan kota pesisir yang memiliki garis pantai 16 km, Kecamatan terbesar di Kota Langsa yaitu Kecamatan Langsa Timur sedangkan Kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Langsa Kota. Secara geografis, wilayah kota langsa mempunyai luas wilayah 262,41 km 2 dengan batas batas sebagai berikut : Batas Utara : Kabupaten Aceh Timur dan Selat Malaka Batas Selatan : Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang Batas Timur : Kabupaten Aceh Tamiang Batas Barat : Kabupaten Aceh Timur Langsa dikenal sebagai pusat perdagangan dan jasa khususnya hasil bumi dari Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan yang paling banyak dari Medan, Sumut. Kondisi perikanan di Kota Langsa cukup potensial dikembangkan, selain udang windu dibudidayakan pula udang putih dan udang api-api. Langsa juga membudidayakan ikan jenis ekonomis tinggi seperti ikan kerapu, selain kondisi perikanan langsa juga memiliki peternakan ayam broiler, peternakan ayam broiler terletak pada desa Buket Madang Arak dan Desa Seulalah. Peternakan ayam yang ada di desa Buket Madang Arak tersebut letaknya jauh dari pemukiman penduduk, kandang ayam tersebut memiliki lebar 8 meter dan panjang 60 meter, sedangkan peternakan ayam di desa Seulalah letaknya juga jauh dari pemukiman warga dan peternakan tersebut dekat dengan tambang ikan, kandang ayam 124

62 tersebut memiliki panjang 90 meter dengan lebar 10 meter. Aktivitas pada kedua peternakan tersebut hampir satu harian karena ayam tersebut harus selalu sering dipantau. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui kondisi ayam dengan pasti. 4.2 Antibiotik yang Diberikan pada Ayam Antibiotik oksitetrasiklin adalah antibiotik golongan tetrasiklin yang dihasilkan dari streptomyces sp, antibiotik ini bekerja secara bakteriostatik yang berfungsi menghambat sintesis protein bakteri dan dapat memacu pertumbuhan. Antibiotik yang diberikan pada ayam di dapatkan dari peternakan ayam dan komposisi dari antibiotik diketahui dari toko peternakan. Antibiotik yang diberikan pada ayam di dapat dari penjual obat-obat ayam broiler dan di dapat dari peternak ayam tersebut, untuk komposisi dari obat tersebut di dapat dari penjual obat ayam broiler. Tabel 4.1 Antibiotik Yang Diberikan Pada Ayam Broiler No. Lokasi Desa Nama Antibiotik 1. Desa Seulalah A. Duracol-D Komposisi Setiap Kg Mengandung Doxycycline 50 g, Colistin Sulfat IU, Dosis : Unggas 1 gram untuk 2 liter air minum 5-7 hari, Waktu Henti 5 hari sebelum unggas di sembelih. B.. Tetrachlor Komposisi : Tetracycline HCL 50 mg, Erythromycin 10 mg, Vitamin B1 1 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 1 mg, Vitamin B12 3 mg, Vitamin C 10 mg,potassium Chloride 50 mg, Sodium Sulfate 25 mg, Dosis : Umur 4 minggu : sehari 1 kali ½ kapsul, Umur 4-8 minggu : sehari 2 kali ½ kapsul, Umur 8 minggu lebih : sehari 2 kali 1 kapsul, Obat diminumkan 4-5 hari secara berturut- turut Waktu Henti 3 hari sebelum unggas di sembelih. 125

63 2. Desa Buket Madang Arak A. Trimeyn Komposisi : setiap Kg mengandung Sulfadiaine, Trimethoprim, Dosis :1 gram tiap 1-2 liter air minum atau 0,1-0,2 gram tiap kg diberikan selama 3-5 hari berturutturut, Waktu Henti 5 hari sebelum unggas di sembelih. B. Tetrachlor Komposisi : Tetracycline HCL 50 mg, Erythromycin 10 mg, Vitamin B1 1 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 1 mg, Vitamin B12 3 mg, Vitamin C 10 mg,potassium Chloride 50 mg, Sodium Sulfate 25 mg, Dosis : Umur 4 minggu : sehari 1 kali ½ kapsul, Umur 4-8 minggu : sehari 2 kali ½ kapsul, Umur 8 minggu lebih : sehari 2 kali 1 kapsul, Obat diminumkan 4-5 hari secara berturut- turut Waktu Henti 3 hari sebelum unggas di sembelih. C. Vet Oxy, komposisi tiap ml mengandung Oxytetrasiklin 50 mg, Lidocaine 2%, dosis pada unggas 0,5 1 ml. D. Limoxin, Injeksi Oksitetrasiklin Komposisi : Setiap ml mengandung Oxytetracycline base 50 mg, Dosis :Ayam 0,5 1 ml 4.3 Pemberian Antibiotika Pada Ayam Broiler Dari hasil wawancara dipeternakan tersebut di ketahui cara pemberian antibiotik pada ayam yang terdapat pada peternakan ayam di Desa Seulalah dan Desa Madang Arak, hasil dari wawancara tersebut disajikan dalam bentuk table dibawah ini. Frekuensi (rentan waktu) pemberian antibiotik pada ayam di ketahui dari wawancara ke peternak ayam. Di desa Seulalah dan Desa Madang Arak. 126

64 Tabel 4.2 Frekuensi (Rentan Waktu), Dosis dan Waktu Henti Pemberian Antibiotik No. Pemberian Antibiotik Desa Seulalah 1. Frekuensi 2 kali sehari, yaitu pelarutan antibiotic ke-1 untuk dikonsumsi Pagi sampai siang hari (misalnya pukul ) dan pelarutan antibiotik ke-2 untuk dikonsumsi siang sampai malam hari (misalnya ) 2. Dosis Dosis dalam pemberian antibiotik pada ayam tidak mematuhi batas pemberian antibiotik, antibiotic diberikan dengan dosis 2 bungkus (2 kg) antibiotic dilarutkan dengan 10 liter air. Desa Buket Madang Arak a. 2 kali sehari, yaitu pelarutan antibiotic ke- 1untuk dikonsumsi Pagi sampai siang hari (misalnya pukul ) dan pelarutan antibiotik ke-2 untuk dikonsumsi siang sampai malam hari (misalnya ) b. Rentang waktu pemberian antibiotic dengan cara injeksi intramuscular dilakukan/diulang setelah 3-5 hari. a. Pemberian antibiotic dengan air minum diberikan dengan dosis yang tidak sesuai dengan petunjuk pemakaian yaitu 10 liter air diberikan antibiotic 1,5 bungkus atau hampir 2 bungkus antibiotic. b. Dosis dalam penggunaan secara Injeksi pada ayam dilkukan dengan dosis 2 ml/kg BB 3. Waktu Henti Waktu henti yang diberikan dalam penggunaan antibiotik yaitu 1 hari sebelum masa panen Waktu henti yang diberikan dalam penggunaan antibiotik 2 hari kadang juga sampai masa panen Berdasarkan tabel diatas peternakan ayam di desa Seulalah dan desa Buket Madang Arak diketahui memberikan obat antibiotic dengan pola pemberian yang sama yaitu 2 kali sehari, pelarutan antibiotic ke-1 untuk 127

65 dikonsumsi Pagi sampai siang hari (misalnya pukul ) dan pelarutan antibiotik ke-2 untuk dikonsumsi siang sampai malam hari (misalnya ) sedangkan pada malam sampai pagi hari diberi air minum biasa. Hal ini dapat berpengaruh pada pertambahan bobot, sehingga pada saat proses pemberian antibiotic perlu diperhatikan dan dikontrol secara ketat antara perkembangan kondisi kesehatan ayam, konsumsi pakan dan pertambahan bobotnya, agar dapat memberikan hasil yang signifikan peternak juga memberikannya dengan injeksi/suntikan intramuscular (bias melalui dada ayam sedalam 1 cm) dengan menggunakan vetsrep ataupun OTC dan Vet Oxy yang dilarutkan dengan vitamin B kompleks dan diualang setelah 3-5 hari dengan dosis 2 ml/ Kg BB. Pemberian antibiotik pada peternakan di desa Seulalah dilakukan sampai 1 hari menjelang ternak di potong, sedangkan di desa Madang Arak 2 hari sebelum masa panen. Dosis dalam pemberian antibiotik di Desa Seulalah yaitu Dosis dalam pemberian antibiotik pada ayam tidak mematuhi batas pemberian antibiotik, antibiotic diberikan dengan dosis 2 bungkus ( 2 kg) antibiotic dilarutkan dengan 10 liter air. Sedangkan pada desa Madang Arak Pemberian antibiotic dengan air minum diberikan dengan dosis yang tidak sesuai dengan petunjuk pemakaian yaitu 10 liter air diberikan antibiotic 1,5 bungkus atau hampir 2 bungkus (1,5 kg) antibiotic, dan dosis dalam penggunaan secara Injeksi pada ayam dilkukan dengan dosis 2 ml/kg BB. 128

66 4.4 Karakteristik Peternak Karakteristik responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Hasil disajikan pada table dibawah ini : Tabel 4.3 Distribusi Pemilik dan Pekerja Pada Peternakan Ayam terhadap Pemeliharaan Ayam Broiler yang berada di Peternakan ayam Kota Langsa. Karakteristik Responden Frekuensi % Umur (tahun) n (%) ,7 Jumlah Tingkat Pendidikan n (%) SMP 4 66,7 SMA Jumlah Jenis Kelamin n (%) Perempuan Laki-laki 5 83,3 Jumlah Dari tabel 4.3 dapat diketahui dari 6 responden diperoleh bahwa umur responden terbanyak pada usia termuda yaitu tahun sebanyak 3 orang (50%). Untuk tingkat pendidikan, dari 6 responden diperoleh bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMP yaitu 4 orang (66,7%). Dan untuk jenis kelamin, dari 6 responden diperoleh bahwa jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 5 orang (83,3%). 4.5 Pengetahuan Pemilik dan Peternak Pengetahuan pemilik dan Peternak yaitu kemampuan dalam hal pemahaman terhadap penggunaan antibiotik tetrasiklin pada ayam broiler. Distribusi pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini, 129

67 Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Pemilik dan Pekerja Terhadap Penggunaan Antibiotik Pada Daging Ayam Broiler di Peternakan Ayam Kota Langsa No. Pengetahuan Responden Jumlah (orang) 1. Adakah pemberian antibiotik tetrasiklin dalam peteranakan ayam a. ada 6 b. tidak 0 2. cara pemberian antibiotik tetrasiklin a. dicampurkan pada minum b. disuntikkan c. Tidak tahu 3. Suntikkan antibiotik tetrasiklin diberikan pada bagian apa a. dada b. paha c. Tidak tahu 4. Jika dicampurkan pada minum, kapan waktu pemberiannya a. setiap 2 kali dalam sehari b. saat ayam terkena penyakit pernafasan c. Tidak tahu 5. Setiap ayam apakah berbeda daerah suntikkannya a. iya b.tidak 6. Pernahkah Saudara mendapatkan penyuluhan sebelumnya a. iya b. tidak 7. Adakah dampak buruk setelah diberikan antibiotik a. ada b. tidak 8. Manfaatnya penggunaan antibiotik tetrasiklin a. bobot ayam cepat bertambah b. tidak terkena penyakit pernafasan c. Tidak tahu Persenta se (%) ,7 33,

68 9. Dosis yang diberikan a. tidak sesuai petunjuk yang terdapat pada kemasan b. sesuai petunjuk yang terdapat pada kemasan c. Tidak tahu 10. Pengalaman beternak ayam broiler a. 5-7 tahun b. 14 tahun ,3 16,7 Berdasarkan tabel 4.4 pengetahuan pemilik dan pekerja mengenai penggunaan antibiotik tetrasiklin kurang baik, karena dari hasil; kuesioner pemilik dan peternak menggunakan antibiotic tidak mematuhi waktu henti penggunaan antibiotic. Hal ini dapat dilihat dari salah satu pertanyaan seperti pertama kali pemberian antibiotic tetrasiklin 66,7% responden menjawab 1 hari setelah bibit ayam masuk, selain itu dapat dilihat tentang manfaat dari penggunaan antibiotik tetrasiklin 83,3% responden menjawab untuk meningkatkan berat badan ayam. Pengetahuan responden juga dapat dilihat dari waktu henti pemberian antibiotik tetrasiklin yaitu 100 % responden menjawab 1 (satu) hari sebelum masa panen. Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Pemilik dan pekerjadi Peternakan Terhadap Penggunaan Antibiotik di Kota Langsa tahun 2018 No. Pengetahuan Responden Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Baik Kurang Baik Jumlah Berdasarkan tebel dapat diketahui bahwa pemilik dan pekerja memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap penggunaan antibiotik tetrasiklin sebanyak 6 orang (100%)

69 4.6 Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik pada Daging Ayam Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik pada Daging Ayam Pemeriksaan residu antibiotik tetrasiklin pada 6 sampel yaitu 4 daging ayam dan 2 hati ayam yang ada pada peternakan ayam di Kota Langsa. Sampel diambil pada saat ayam berumur 30 hari dengan waktu henti pemberian antibiotik tetrasiklin 1 hari sebelum masa panen. Pemeriksaan dilakukan dengan metode uji tapis (screening test) secara bioassay. Sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Balai Veteriner Medan untuk dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi residu antibiotik tetrasiklin pada daging ayam. Hasil pemeriksaan tetrasiklin bioassay pada daging ayam dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik pada daging dan hati ayam pada peternakan di Desa Seulalah di Kota Langsa tahun 2018 No. Kode Pemilik Sampel 1. DA1 Farm Agus 2. DA3 Farm Agus 3. DA5 Farm Agus zone hambat Hewan Ket Tetracycline Bioassay 7,5 mm Ayam Daging Positif Broiler bagian dada 7,5 mm Ayam Daging Positif Broiler bagian 7,5 mm Ayam Broiler dada Hati Positif Berdasarkan hasil uji residu antibiotik pada 3 (tiga) sampel yaitu 2 (dua) daging ayam dan 1(satu) hati ayam yang diambil dari peternakan di desa seulalah Kota Langsa positif mengandung residu antibiotik golongan tetrasiklin dengan diameter zone hambat 7,5mm. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya zona hambatan pertumbuhan bakteri Bacillus Cereus > 2 mm pada media agar. 132

70 Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Residu Antibiotik pada daging dan hati ayam pada peternakan di Desa Buket Madang Arak di Kota Langsa tahun 2018 No. Kode Pemilik Sampel 1. DA2 Farm Bambang 2. DA4 Farm Bambang 3. DA6 Farm Bambang zone hambat Hewan Ket Tetracycline Bioassay 9,2 mm Ayam Daging Positif Broiler bagian dada 9,2 mm Ayam Daging Positif Broiler bagian 9,2 mm Ayam Broiler dada Hati Positif Berdasarkan hasil uji residu antibiotik pada 3 (tiga) sampel yaitu 2 (dua) daging ayam dan 1(satu) hati ayam yang diambil dari peternakan di desa Buket Madang Arak Kota Langsa positif mengandung residu antibiotik golongan tetrasiklin dengan diameter zone hambat 9,2 mm. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya zona hambatan pertumbuhan bakteri Bacillus Cereus >2 mm pada media agar. Antibiotik golongan tetrasiklin biasanya ditambahkan pada air minum ayam sebagai pencegah penyakit pernafasan dan digunakan secara luas dalam industri peternakan yang umumnya dipergunakan untuk pengobatan penyakit pernafasan disamping ditambahkan dalam campuran makanan sebagai perangsang pertumbuhan (growth promotor) (Delepine et.al,1996). Rataaan diameter zone hambat sampel daging ayam yang berasal dari peternakan desa Seulalah yakni 7,5 mm, peternakan desa buket madang arak yakni 9,2 mm, masih dibawah Batas Maksimum Residu yang ditetapkan SNI No yaitu maksimal 0,1 ppm (diameter zona hambat <13 mm) sehingga masih aman untuk dikonsumsi. 133

71 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Cara Pemberian Antibiotik Pada Ayam Ras Broiler. Pola pemberian antibiotik dipeternakan ayam di desa Seulalah dan desa Buket Madang Arak diketahui memberikan obat antibiotik dengan pola pemberian yang sama yaitu 2 kali sehari, pelarutan antibiotik ke-1 untuk dikonsumsi Pagi sampai siang hari (misalnya pukul ) dan pelarutan antibiotik ke-2 untuk dikonsumsi siang sampai malam hari (misalnya ) sedangkan pada malam sampai pagi hari diberi air minum biasa. Hal ini dapat berpengaruh pada pertambahan bobot, sehingga pada saat proses pemberian antibiotic perlu diperhatikan dan dikontrol secara ketat antara perkembangan kondisi kesehatan ayam, konsumsi pakan dan pertambahan bobotnya, agar dapat memberikan hasil yang signifikan peternak juga memberikannya dengan injeksi/suntikan intramuscular (bias melalui dada ayam sedalam 1 cm) dengan menggunakan vetsrep ataupun OTC yang dilarutkan dengan vitamin B kompleks dan diualang setelah 3-5 hari dengan dosis 2ml/kg BB. Dosis dalam pemberian antibiotik di Desa Seulalah yaitu Dosis dalam pemberian antibiotik pada ayam tidak mematuhi batas pemberian antibiotik, antibiotic diberikan dengan dosis 2 bungkus (2 kg) antibiotic dilarutkan dengan 10 liter air. Sedangkan pada desa Madang Arak Pemberian antibiotic dengan air minum diberikan dengan dosis yang tidak sesuai dengan petunjuk pemakaian yaitu 10 liter air diberikan antibiotic 1,5 bungkus (1,5 kg) atau hampir 2 bungkus antibiotic 134

72 Cara pemberian antibiotik golongan tetrasiklin bias dilakukan melalui oral maupun suntikan (subkutan atau intramuskuler). Hanya saja jika diberikan melalui oral sebaiknya memperhatikan kandungan logam Ca2+, Mg2+, dan Al3+ karena dapat menurunkan daya serap saat berada di usus. Feed supplement yang mengandung mineral sebaiknya diberikan pada waktu yang berbeda dengan pemberian antibiotic fluoroquinolon dan tetrasiklin, misalnya pemberian antibiotic pada pagi hari hingga sore hari dan supplement pada malam hari atau setelah pengobatan berakhir. Pada unggas (ayam, kalkun), untuk pencegahan CRD tetrasiklin diberikan dengan dosis mg/gallon air minum, sedangkan untuk pengobatan CRD dan air sacculitis, hexamitiasis dan bleucomb, sinusitis, dan sinivovitis, tetrasiklin diberikan dengan dosis mg/gallon air minum (subronto, 2001). Dibidang peternakan, selain untuk tujuan terapetik, antibiotik juga dipakai sebagai imbuhan pakan untuk merangsang pertumbuhan pada ternak (Bahri, 2008). Beberapa antibiotika yang banyak dipakai sebagai perangsang pertumbuhan antara lain dari golongan tetrasiklin, penisilin, macrolida, dan lincomisin. Pengaruh pemberian antibiotik yang menguntungkan disebabkan oleh adanya faktor pengendali infeksi subklinis. Antibiotik juga mampu meningkatkan digesti pati dengan jalan menekan aktivitas mikroba yang bertanggung jawab terhadap produksi gas di lambung (Soeparno, 1998). Pada hasil penelitian pada kuesioner diketahui pemberian antibiotic pada ayam diberikan dengan cara dicampurrkan pada air minum dan dilakukan dengan cara injeksi intramuscular. 135

73 5.2 Karakteristik Responden Hasil analisis data menunjukkan bahwa karakteristik responden peternak yaitu sebagian besar berada pada usia termuda yaitu tahun sebanyak 3 orang (50%). Berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa responden peternak sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMP yaitu terbanyak 4 orang (66,7%). Berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa responden peternak ayam tersebut sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu terbanyak 5 orang (83,3%). 5.3 Pengetahuan Pemiliki dan Pekerja di Peternakan Ayam Broiler Terhadap Penggunaan Antibiotik Di Kota Langsa Tahun Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti dengan 2 orang pemilik dan 4 orang pekerja peternakan ayam broiler di Kota Langsa diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai penggunaan antibiotik golongan tetrasiklin kurang baik. Responden yang memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 6 orang (100%), dan yang memiliki pengetahuan baik tidak ada. Hasil penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan responden tentang penggunaan antibiotik tetrasiklin kurang baik, karena responden menggunakan antibiotik tersebut tidak sesuai dengan petunjuk penggunaan yang terdapat pada kemasan. Responden mengatakan bahwa mereka memberikan antibiotik dengan dosis yang tidak sesuai dengan petunjuk yang terdapat pada kemasan, responden juga memberikan antibiotic tidak sesuai dengan kebutuhan ayam yaitu pada saat ayam mulai terkena penyakit pernafasan, tapi responden memberikan antibiotic 136

74 ini juga untuk meningkatkan bobot ayam dengan cepat sehingga memiliki waktu panen yang singkat yaitu 30 hari. Responden juga tidak mematuhi waktu henti penggunaan tetrasiklin sehingga menyebabkan tertinggalnya residu pada daging ayam, responden juga tidak pernah mendapat penyuluhan tentang penggunaan penggunaan tetrasiklin. Dampak yang ditimbulkan jika banyak konsumen yang mengkonsumsi daging ayam broiler responden tidak mengetahuinya karena kurangnya informasi tentang hal itu, responden hanya memikirkan bagaimana menaikkan bobot ayam dengan cepat dengan waktu panen yang singkat dan dengan biaya yang relatif murah. Berdasarkan Notoadmodjo (2003), dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil penginderaan yang diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, raba, yang memberikan informasi tertentu kepada seseorang dan menjadi pengetahuannya. Penginderaan tersebut dapat bersumber dari pengalaman yang ada, baik berupa pengalaman belajar, bekerja serta aktivitas dan interaksi lain dalam kehidupan sehari hari. Green menyebutkan dalam Notoadmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku seseorang. Notoadmodjo (2003) juga menyebutkan bahwa perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. 137

75 5.4 Keberadaan Residu Antibiotik pada Daging Ayam Broiler Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan untuk menganalisis keberadaan residu antibiotik tetrasiklin pada daging ayam yang ada di peternakan ayam Kota Langsa didapatkan hasil bahwa seluruh sampel penelitian pada daging ayam dan hati ayam positif mengandung residu antibiotik yang berupa antibiotik golongan tetrasiklin. Rataaan diameter zone hambat sampel daging ayam yang berasal dari peternakan desa Seulalah yakni 7,5 mm, peternakan desa buket madang arak yakni 9,2 mm, masih dibawah Batas Maksimum Residu yang ditetapkan SNI No yaitu maksimal 0,1 ppm (diameter zona hambat <13 mm) sehingga masih aman untuk dikonsumsi. Pemeriksaan dalam penelitian ini menggunakan metode bioassay. Daging ayam yang mengandung antibitik tetrasiklin dibuktikan dengan terbentuknya zona hambatan pertumbuhan bakteri Bacillus Cereus pada media agar. Penelitian ini dilakukan untuk melihat keberadaan kandungan antiobiotik pada daging dan hati ayam broiler yang ada di peternakan tersebut dengan menggunakan metode bioassay. Penggunaan antibiotik tetrasiklin pada daging memiliki batas maksimum yaitu 0,1 ppm (<13 mm) sesuai dalam SNI Terdapatnya antibiotik golongan tetrasiklin dalam sampel daging ayam tersebut disebabkan karena peternak ayam tidak mematuhi waktu henti penggunaan antibiotik tetrasiklin yaitu 5 hari sebelum masa panen, sehingga antibiotik masih terakumulasi did aging ayam tersebut. Kemungkinan lain adalah pakan komersial yang diberikan mengandung antibiotic. Menurut Bahri (2008) 138

76 hampir semua pabrik pakan menambahkan senyawa obat berupa antibiotic kedalam ransum jadi sebagai aditif pakan. Tetrasiklin dalam bidang peternakan digunakan untuk pengobatan penyakit pernafasan dan jika dosisnya rendah dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan (Reig & Toldra,2009). Menurut Botsoglou et al. (2001) menambahkan antibiotik seperti tetrasiklin secara luas digunakan dalam dunia peternakan baik untuk pengobatan, pencegahan penyakit maupun sebagai tambahan dalam pakan yang mendorong pertumbuhan pada ternak. Golongan tetrasiklin secara umum, diarbsobsi didalam plasma dan diikat oleh protein plasma dal;am jumlah yang bervariasi, tetrasiklin secara luas didistribusikan ke jaringan tunuh setelah diaplikasikan secara oral atau pun intravena. Tetrasiklin mampu berpenetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh dengan cukup baik, sekitar 60% antibiotik ini diekskresikan melalui ginjal dan 40% dieksresikan melalui feses (Reviere & Spoo, 2001a). Golongan tetrasiklin tidak termasuk dalam daftar aditif pakan yang diizinkan, namun harganya relatif murah dibandingkan antibiotika yang memang diperbolehkan untuk imbuhan, maka golongan tetrasiklin banyak digunakan sebagai aditif pakan (Murdiati et al.,1991). Residu antibiotik dapat menimbulkan bahaya pada manusia apabila terlalu sering mengkonsumsinya, seperti alergi, keracunan, gagalnya pengobatan akibat resistensi dan gangguan jumlah mikroflora dalam saluran pencernaan (Murdiati,1997). 139

77 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pemberian antibiotik pada peternakan di Desa Seulalah dan Buket Madang Arak dilakukan dengan cara dicampurkan pada air minum dan dilakukan dengan cara injeksi intramuscular. 2. Dosis dalam pemberian antibiotik di Desa Seulalah yaitu Dosis dalam pemberian antibiotik pada ayam tidak mematuhi batas pemberian antibiotik, antibiotic diberikan dengan dosis 2 bungkus (2 kg) antibiotik dilarutkan dengan 10 liter air. Sedangkan pada desa Madang Arak pemberian antibiotic dengan air minum diberikan dengan dosis yang tidak sesuai dengan petunjuk pemakaian yaitu 10 liter air diberikan antibiotic 1,5 (1,5 kg) bungkus atau hampir 2 bungkus antibiotik dan dosis dalam penggunaan secara Injeksi pada ayam dilkukan dengan dosis 2 ml/kg BB 3. Waktu henti yang dilakukan pada peternakan di Desa Seulalah yaitu 1 hari sebelum masa panen sedangkan di Desa Buket Madang Arak 2 hari kadang juga sampai masa panen 4. Tingkat pengetahuan responden tentang penggunaan antibiotik tetrasiklin pada ayam broiler berada pada kategori kurang baik yaitu 6 orang (100%). 5. Hasil pemeriksaan 6 sampel daging ayam yang terdapat pada 2 peternakan ayam yaitu peternakan ayam yang terdapat di Desa Seulalah dan Desa Batee Puteeh Kota Langsa seluruh sampel positif mengandung residu antibiotik tetrasiklin dengan Rataaan diameter zone hambat sampel daging 140

78 ayam yang berasal dari peternakan desa Seulalah yakni 7,5 mm, peternakan desa buket madang arak yakni 9,2 mm, masih dibawah Batas Maksimum Residu yang ditetapkan SNI No Saran 1. Sebaiknya peternak lebih meningkatkan pengetahuan, tentang penggunaan antibiotik tetrasiklin, dan bagaimana cara penggunaannya yang benar/tepat dalam pemberiannya kepada ayam broiler yang ada di peternakan dan waktu henti pemberian antibiotik sebelum panen yaitu 5.hari sebelum ayam dipanen. Sehingga agar tidak ada lagi residu yang tertinggal pada daging ayam yang akan di konsumsi. 2. Kepada peternak, dalam menggunakan antibiotik tetrasiklin sebaiknya sesuai dengan aturan pakai yang terdapat pada label kemasan dan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan yaitu jika ayam mulai terserang sakit pernafasan. 3. Kepada konsumen, sebaiknya mengkonsumsi ayam pedaging 3 kali dalam sebulan karena jika mengkonsumsi ayam pedaging setiap hari akan mengakibatkan gangguan kesehatan. 4. Kepada pihak pemerintah, Dinas Peternakan dan Pangan sebaiknya harus lebih waspada dan sebaiknya memberikan penyuluhan kepada peternak tentang budidaya ayam broiler yang benar. 141

79 DAFTAR PUSTAKA Anggitasari, septiani,dkk Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Komersial Terhadap Kinerja Produksi Kuantitatif dan Kualitatif Ayam Pedaging, Buletin Peternakan, vol.40(3): , oktober 2016, ISSN Anonimus Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Asal Hewan. Dewan Standarisasi Nasional-DSN. Standar NasionalIndonesia-SNI No : Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. JenderalProduksi Peternakan Departemen Pertanian. Badan Pusat Statistik,2012. Survei Sosial Ekonomi Nasional, Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2010, Jakarta. Bahri,S.,Kusumaningsih,A.,Murdiati,T.B.,Nurhadi,A.,danMasbulan,E.,2000. Analisis Kebijakan Keamanan Pangan asal ternak (Terutama Ayam Ras Petelur dan Broiler). Laporan Penelitian Bogor:Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bahri, S., E. Masbulan, dan A. Kusumaningsih Proses Praproduksi Sebagai Faktor Penting Dalam Menghasilkan Produk Ternak Yang Aman Untuk Manusia. Diakses pada 10 Agustus Bahri, S., Beberapa Aspek Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 1(III) Botsoglou, N.A., D.J. Fletouris, Drug Residues in Foods pharmachology, food safety, and analysis. New York: Marcel dekker. Delepine,B., D.H. Pessel and P.Sanders Multiresidue Method for Confirmation of Makrolide Abtibiotics in Bovine Muscle by liquid Chromatography/ Mass Spectrometry. J.AOAC. DIT.JEN.NAK Indeks Obat Hewan Indonesia.Edisi III.Jakarta. Gordon,S.H.and D.R. Charles Niche and Orgaric Chicken Products: Their Technology and Scientific Principles. Nottingham University Press,Definitions:III-X:UK. Infovet Kronologi ketentuan penggunaan Feed Addictive di Indonesia. Invofet.014:

80 Infovet Seputar Perkembangan Farmasetik.Infovet.027:8-9.Iyo Peternak,Penyakit bakteri dan antibiotika.majalah Infovet online. diakses 27 maret New York State Health Departement An Introduction to toxic Substances diakses dari pada 27 januari Nurmaini pencemaran makanan secara kimia dan biologi.lecture papers,sumatera:universitas Sumatera Utara. Notoatmodjo,soekidjo.2012.Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Murdiati, T.B., S. Bahri, Pola penggunaan antibiotic antibiotika dalam kepeternakan ayam di Jawa Barat. Kemungkinan hubungan dengan masalah residu. Proceedings Kongres Ilmiah ke 8 / SFI, Jakarta. Rahayu,I.2014.Prinsippengobatan.HusbandryCorner. d/?p=81. Diakses 6 September Saparianto,C.danHidayati,D.2006.BahanTambahan Pangan.Yogyakarta:Kanisius. Standar Nasional Indonesia, SNI No: Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Residu Maksimum Antibiotic Dalam Bahan Makanan Asal Hewan.( file=mutu STANDARISASI/STANDAR-MUTU/Standar Nasional/SNI Ternak/ Metode% 20uji/1.pdf) [13 september2011]. Subronto,I. Tjahajati,2008. Ilmu penyakit ternak III: Farmakologi Veteriner, Farmakodinamika dan Farmakokinetis, Farmakologis klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soeparno,2009. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Syah,D,dkk.2005.Manfaat dan Bahaya Tambahan Pangan.Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.Bogor:Institut Pertanian Bogor. Tamalluddin,F Ayam Broiler, 22 Hari Panen Lebih Untung.penebar swadaya.jakarta. 143

81 Winarno, F.G., Undang Undang Tetang Pangan. Kumpulan Makalah pada Musyawarah II dan seminar Ilmiah Persatun Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan Indonesia Jakarta, November Yuningsih.T.B.Murdiarti,danS.Juariah 2004.Keberadaaan Residu Antibiotika Tilosin (Golongan Makrolida) dalam Daging Ayam Asal Daerah Sukabumi, Bogor, dan Tanggerang.seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner,bogor. 144

82 KUISIONER PENELITIAN ANALISIS KANDUNGAN RESIDU OKSITETRASIKLINPADA AYAM RAS BROILER SERTA PENGETAHUAN DAN SIKAP PETERNAK DI KOTA LANGSA TAHUN 2017 Lampiran I : Daftar kuisioiner penelitian 1. Nama Responden : 2. Umur :...(tahun) 3. Jenis Kelamin : 4. Kecamatan : 5. Pendidikan Terakhir : 1. Tidak Tamat SD 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan Tinggi 6. Status Pekerjaan : 1. Peternak 2. Pegawai / karyawan 3. Pedagang 4. Wiraswasta 5. Pensiunan A. Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik Tetrasiklin 1. Apakah saudara memberian antibiotik tetrasiklin dalam peteranakan ayam a. ada b. tidak 2. cara pemberian antibiotik tetrasiklin a. dicampurkan pada minum b. disuntikkan c. Tidak tahu 3. Suntikkan antibiotik tetrasiklin diberikan pada bagian apa a. dada b. paha c. Tidak tahu 4. Jika dicampurkan pada minum, kapan waktu pemberiannya a. setiap 2 kali dalam sehari b. saat ayam terkena penyakit pernafasan c. Tidak tahu 5. Setiap ayam apakah berbeda daerah suntikkannya a. iya b.tidak 6. Pernahkah Saudara mendapatkan penyuluhan sebelumnya a. iya b. tidak 145

83 7. Adakah dampak buruk setelah diberikan antibiotik a. ada b. tidak 8. Manfaatnya penggunaan antibiotik tetrasiklin a. bobot ayam cepat bertambah b. tidak terkena penyakit pernafasan c. Tidak tahu 9. Berapa dosis yang diberikan a. tidak sesuai petunjuk yang terdapat pada kemasan b. sesuai petunjuk yang terdapat pada kemasan c. Tidak tahu 10 Pengalaman beternak ayam broiler a. 5-7 tahun b. 14 tahun 146

84 Lampiran 2. Surat izin Penelitian 147

85 Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian 148

86 Lampiran 4. Lembaran Hasil Penelitian 149

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan asal hewan sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia sebagai sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia dini yang karena laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA DALAM USAHA PETERNAKAN

PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA DALAM USAHA PETERNAKAN PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA DALAM USAHA PETERNAKAN TRI BUDHI MURDIATI Balai Penelitian Veteriner Alan R.E. Martadinata 30, P.O.Box 52, Bogor 16114 PENDAHULUAN Penggunaan obat-obatan dalam usaha peternakan hampir

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA...4 1.1 Tinjauan Antibiotik...4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2011), dalam survey yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2011), dalam survey yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan asal hewan dibutuhkan manusia sebagai sumber protein hewani yang didapat dari susu, daging dan telur. Protein hewani merupakan zat yang penting bagi tubuh manusia

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik Pengujian residu antibiotik pada daging ayam dan sapi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode uji tapis (screening test) secara bioassay, sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan asal hewan merupakan sumber zat gizi, termasuk protein yang banyak mengandung asam amino, lemak, kalsium, magnesium dan fosfor sehingga bermanfaat bagi

Lebih terperinci

HASIL PENGUJIAN SAMPEL IMBUHAN PAKAN (FEED ADDITIVES) GOLONGAN ANTIBIOTIKA TAHUN

HASIL PENGUJIAN SAMPEL IMBUHAN PAKAN (FEED ADDITIVES) GOLONGAN ANTIBIOTIKA TAHUN HASIL PENGUJIAN SAMPEL IMBUHAN PAKAN (FEED ADDITIVES) GOLONGAN ANTIBIOTIKA TAHUN 2008 2012 MUHAMMAD ZAHID, BUDIANTONO, MARIA FATIMA PALUPI Pelayanan Sertifikasi dan Pengamanan Hasil Uji Balai Besar Pengujian

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DEDEH SURYANI

VALIDASI METODE ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DEDEH SURYANI VALIDASI METODE ANALISIS RESIDU ANTIBIOTIK TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DEDEH SURYANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga banyak orang menjadikan sebagai usaha komersial yang terus dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat yang sehat dan produktif dapat terwujud melalui perlindungan dan jaminan keamanan produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Salah satu upaya yang harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR KADMIUM (Cd) PADA AIR SUMUR DENGAN TEKANAN DARAH MASYARAKAT DI DESA NAMO BINTANG KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 TESIS.

HUBUNGAN KADAR KADMIUM (Cd) PADA AIR SUMUR DENGAN TEKANAN DARAH MASYARAKAT DI DESA NAMO BINTANG KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 TESIS. HUBUNGAN KADAR KADMIUM (Cd) PADA AIR SUMUR DENGAN TEKANAN DARAH MASYARAKAT DI DESA NAMO BINTANG KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 TESIS Oleh PUTRI RAMADHANI IRSAN 147032135 / IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

Pengkajian Residu Tetrasiklin Dalam Daging Ayam Pedaging, Ayam Kampung Dan Ayam Petelur Afkir Yang Dijual Di Kota Kupang

Pengkajian Residu Tetrasiklin Dalam Daging Ayam Pedaging, Ayam Kampung Dan Ayam Petelur Afkir Yang Dijual Di Kota Kupang Jurnal Kajian Veteriner Vol. 2 No. 2 : 175-181 ISSN : 2356-4113 Pengkajian Residu Tetrasiklin Dalam Daging Ayam Pedaging, Ayam Kampung Dan Ayam Petelur Afkir Yang Dijual Di Kota Kupang Consalesius A. Ngangguk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang berkarakteristik diantara

I. PENDAHULUAN. ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang berkarakteristik diantara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub-sektor peternakan merupakan salah satu pemasok bahan pangan protein hewani yang sangat penting bagi masyarakat. Salah satu sumber gizi asal ternak yang sangat potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR RESIDU TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA ADISI STANDAR DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

PENETAPAN KADAR RESIDU TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA ADISI STANDAR DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI PENETAPAN KADAR RESIDU TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING SECARA ADISI STANDAR DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET OLEH: CHRISTINA NIM 071501028 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA

KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA YOKI YOGASWARA dan LOKA SETIA Subdit Residu, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. satu jenis ayam lokal di antaranya adalah ayam sentul yang merupakan ayam asli

I PENDAHULUAN. satu jenis ayam lokal di antaranya adalah ayam sentul yang merupakan ayam asli 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal kaya akan sumber daya genetik, tetapi keberadaannya belum digali secara optimal. Salah satu potensi sumber daya genetik peternakan adalah ayam lokal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang. Ayam pedaging merupakan ternak yang paling ekonomis bila

I. PENDAHULUAN. Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang. Ayam pedaging merupakan ternak yang paling ekonomis bila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang dipelihara secara intensif. Daging ayam pedaging yang berkualitas tinggi memiliki warna merah terang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang pesat, pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada tahun 2012 menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ternak ayam yang pertumbuhan badannya sangat cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal hewan terutama

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkembang pesat dengan kemajuan tekhnologi hingga saat ini. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut diikuti pula dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah

I. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, karena pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam petelur ringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan sampel berdasarkan jumlah susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia pada tahun 2011 yaitu 39 570.90 kg, sehingga jumlah sampel yang diuji dalam penelitian ini sebanyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang sektor peternakan di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 mencapai 274,1 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR..... i ii iii iv vi vii viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam buras) merupakan salah satu hewan ternak yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dalam pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).

Lebih terperinci

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI

PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI ELLIN HARLIA, ROOSTITA L. BALIA dan DENNY SURYANTO Jurusan Teknologi Hasil Ternak Fakultas an Universitas Padjadjaran ABSTRAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: a. bahwa untuk lebih meningkatkan kesehatan dan produksi peternakan diperlukan tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging merupakan hasil persilangan yang dihasilkan dari jantan strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan strain bertulang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan endosperm (makanan cadangan yang terdapat di dalam biji tumbuhan) biji buah aren yang masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat tingginya permintaan kebutuhan daging ayam broiler. Permintaan pasar yang tinggi terhadap daging ayam

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis unggas yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler dapat dipanen pada kisaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak ditemukannya antibiotik oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, antibiotik telah memberikan kontribusi yang efektif dan positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Penyusun: Arnold P Sinurat Sofjan Iskandar Desmayati Zainuddin Heti Resnawati Maijon Purba BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke. dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu

I. PENDAHULUAN. Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke. dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu pertumbuhan atau meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA

IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA Indonesia sebagai negara tropis dengan curah hujan dan kelembaban udara yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok untuk berkembangbiaknya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi

Lebih terperinci

ILMU PASCAPANEN PETERNAKAN

ILMU PASCAPANEN PETERNAKAN ILMU PASCAPANEN PETERNAKAN Kuliah TM-2 Ketahanan dan Keamanan Pangan Proses menghasilkan pangan asal ternak Permasalahan terkait hasil ternak LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci