PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DENGAN LUAS PENAMPANG BENTUK PERSEGI FUNGSI POSISI DAN NILAI KONDUKTIVITAS FUNGSI SUHU KASUS SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : FELIKS EKO SUHANANTO NIM : PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 i

2 EFFECTIVENESS AND EFFICIENCY OF ONE DIMENSIONAL RECTANGULAR FIN WITH FUNCTION OF POSITION AND THERMAL CONDUCTIVITY FUNCTION OF TEMPERATURE IN UNSTEADY STATE CONDITION FINAL PROJECT As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering by : FELIKS EKO SUHANANTO Student Number : MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2018 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 vi

7 ABSTRAK Sirip adalah piranti yang berfungsi untuk mempercepat perpindahan kalor dengan cara memperluas luas permukaan benda. Ketika suhu benda mengalami perpindahan kalor secara konveksi, maka laju perpindahan kalor dari benda tersebut dapat dipercepat dengan cara memasang sirip. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, nilai efisiensi dan efektivitas sirip dengan nilai k sebagai fungsi temperatur pada keadaan tak tunak. (2) Mengetahui pengaruh besarnya sudut kemiringan sirip terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor, nilai efisiensi dan efektivitas sirip dengan nilai k sebagai fungsi temperatur pada keadaan tak tunak. (3) Mengetahui pengaruh bahan material sirip terhadap efisiensi dan efektivitas sirip untuk kasus 1 dimensi dengan k sebagai fungsi temperatur pada keadaan tak tunak. Perhitungan distribusi suhu pada penelitian dilakukan menggunakan metode komputasi, dengan metode beda hingga cara eksplisit. Sirip berbentuk segiempat, mempunyai massa jenis tetap, kalor jenis tetap, dan nilai konduktivitas bahan fungsi suhu. Suhu dasar sirip ditetapkan 100 derajat Celcius dan dipertahankan tetap dari waktu ke waktu, serta pada saat waktu 0 detik, suhu awal di setiap volume kontrol ditetapkan merata sebesar 100 derajat Celcius. Suhu fluida di sekitar sirip diasumsikan sebesar 30 derajat Celcius. Perubahan volume dan perubahan bentuk pada sirip diabaikan. Variasi dari penelitian ini adalah nilai koefisien perpindahan kalor konveksi, material bahan sirip, dan besarnya sudut kemiringan sirip. Hasil penelitian terhadap sirip berpenampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi adalah a) Semakin besar koefisien perpindahan kalor konveksi (h) yang diberikan kepada sirip, maka laju aliran kalor akan semakin besar, namun nilai efisiensi dan efektivitasnya justru akan semakin rendah. b) Semakin besar sudut kemiringan suatu sirip, maka laju aliran kalor dan nilai efektivitasnya akan semakin kecil, namun efisiensinya akan semakin besar. c) Untuk material bahan sirip, urutan material bahan sirip yang memberikan nilai laju aliran kalor, efisiensi, maupun efektivitas dari material sirip yang paling besar hingga yang paling kecil berturut-turut adalah tembaga, alumunium, nikel, besi, dan baja karbon. Kata Kunci: efisiensi, efektivitas, sirip, segiempat, keadaan tak tunak vii

8 ABSTRACT A fin is a tool that has a function to accelerate the heat transfer by broadening the surface area of the object. When the temperature of the object undergoes the convection heat transfer, the rate of heat transfer from the corresponding object could be accelerated by assembling the fin. The objectives of this research are (1) determine the effect of the coefficient value of the convection heat transfer on the temperature distribution, the heat flow rate, the efficiency value, and effectivity of the fin by using the value of k as the temperature function under unsteady condition. (2) Determine the effect of the degree of slope angle of the fin on the temperature distribution, the heat flow rate, the efficiency value, and effectivity of the fin by using the value of k as the temperature function under unsteady condition. (3) Determine the effect of the fin material on the efficiency and effectivity values of the fin for one-dimensional case by using the value of k as the temperature function under unsteady condition. The calculation of the temperature distribution on this experiment was done by using the computational method, precisely, with the finite different method explicitly. The rectangular fin has the density, the fixed heat specific capacity, and the material conductivity value of the temperature function. The initial temperature of the fin was set on 100 degree Celsius and was permanently maintained over the times, and at the time of 0 seconds, the initial temperature of each control volume was equally set on 100 degree Celsius. The fluid temperature around the fin was assumed as 30 degree Celsius. Both changes in the volume and the fin shape were ignored. The variations of this experiment are the coefficient value of convection heat transfer, the fin material, and the degree of slope angle of the fin. The results of the rectangular fin, which its surface area had been changed based on its position, are a) the more significant coefficient value of the convection heat transfer (h) that had been applied on the fin resulted on the faster heat flow rate, but the efficiency and effectivity values would be decreased. b) If the degree of slope angle were broader, both the heat flow rate and the effectivity value would be reduced, but the efficiency would be increased. c) The fin materials, which affect the heat flow rate, efficiency, and effectivity, are ordered from the higher to the lower, consecutively, as follows: copper, aluminum, nickel, iron, and carbon steel. Keywords: efficiency, effectivity, fin, rectangular, unsteady state viii

9 KATA PENGANTAR Syukur dan terima kasih penulis kepada Allah Bapa di Surga yang telah memberikan berkat, rahmat serta kasih-nya yang berlimpah kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul Efektivitas dan Efisiensi Sirip Dengan Luas Penampang Bentuk Persegi cfungsi Posisi Serta Nilai Konduktivitas Fungsi Suhu Kasus Satu Dimensi Keadaan Tak Tunak. Penyusunan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Mesin di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Atas tersusunnya Skripsi ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math,Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 2. Ir. PK. Purwadi, M.T selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi. 3. Ir. Rines Alapan, M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Dosen-dosen Teknik Mesin yang telah membimbing selama perkuliahan. 5. Seluruh Tenaga Kependidikan di Teknik Mesin dan di Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma. ix

10 x

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i TITLE PAGE... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN PERNYATAAN... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR TABEL... xxii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah BendaUji Model Matematik Kondisi Awal Kondisi Batas Kondisi Batas Dasar Sirip Kondisi Batas Ujung Sirip Asumsi Manfaat Penelitian... 7 BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Definisi Perpindahan Panas... 8 xi

12 2.2 Perpindahan Panas Konduksi Konduktivitas Termal Material Perpindahan Panas Konveksi Konveksi Bebas Bilangan Rayleigh Bilangan Nusselt Konveksi Paksa Aliran Laminer Aliran Turbulen Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Perpindahan Panas Radiasi Sirip Laju Perpindahan Panas Efisiensi Sirip Efektivitas Sirip Tinjauan Pustaka BAB III PERSAMAAN DISKRIT DI SETIAP VOLUME KONTROL Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Penerapan Metode Numerik Pada Persoalan Persamaan Numerik Pada Dasar Sirip Persamaan Numerik Pada Tengah Sirip Persamaan Numerik Pada Ujung Sirip Penerapan Rumus Dalam Persoalan Mencari Sisi dan Luas Penampang Pada Sirip yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi Mencari Luas Selimut dari Volume Kontrol yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi Mencari Volume Pada Sirip yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi xii

13 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Objek Penelitian Alur Penelitian Alat Bantu Penelitian Variasi Penelitian Langkah-langkah Penelitian Cara Pengambilan Data Cara Pengolahan Data Cara Penyimpulan Data BAB V HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Hasil Perhitungan dan Pengolahan Data Hasil Perhitungan untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu dan Pada Saat Keadaan Tunak Distribusi Suhu untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu Laju Aliran Kalor untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu Efisiensi untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu Efektivitas untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu Distribusi Suhu, Laju Aliran Kalor, Efisiensi, Dan Efektivitas untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pada Saat Keadaan Tunak Hasil Perhitungan untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu dan Saat Keadaan Tunak xiii

14 Distribusi Suhu untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu ke Waktu Laju Aliran Kalor untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu kewaktu Efisiensi untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu ke Waktu Efektivitas untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu ke Waktu Distribusi Suhu, Laju Aliran Kalor, Efisiensi, Dan Efektivitas untuk Variasi Material Bahan Sirip Pada Saat KeadaanTunak Hasil Perhitungan untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu dan Saat Keadaan Tunak Distribusi Suhu untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu ke Waktu Laju Aliran Kalor untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu kewaktu Efisiensi untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu ke Waktu Efektivitas untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu ke Waktu Distribusi Suhu, Laju Aliran Kalor, Efisiensi, dan Efektivitas untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip Pada Saat KeadaanTunak Pembahasan Pembahasan untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Pembahasan untuk Variasi Material Bahan Sirip Pembahasan untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip Pembahasan Perbandingan Grafik Hubungan Efisiensi dan ξ Pada Literatur dan Hasil Penelitian xiv

15 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Geometri Benda Uji... 4 Gambar 2.1 Perpindahan Panas Konduksi... 9 Gambar 2.2 Perpindahan Panas Konveksi Gambar 2.3 Berbagai Jenis Bentuk Sirip Gambar 3.1 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Gambar 3.2 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Sirip Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Pembagian Sirip Menjadi Banyak Volume Kontrol Dalam Sirip Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol yang Terletak Di Dasar Sirip Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol yang Terletak Antara Dasar Sirip dan Ujung Sirip Kesetimbangan Energu Pada Volume Kontrol yang Terletak Di Ujung Sirip Gambar 3.7 Volume Kontrol Pada Sirip Gambar 3.8 Luas Selimut yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi Gambar 3.9 Volume Sirip Penampang Segiempat yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi Gambar 4.1 Obyek Penelitian Gambar 4.2 Diagram Alur Penelitian Gambar 5.1 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 1 s Gambar 5.2 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 20 s xvi

17 Gambar 5.3 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 40 s Gambar 5.4 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 60 s Gambar 5.5 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 80 s Gambar 5.6 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 100 s Gambar 5.7 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga ; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 120 s Gambar 5.8 Gambar 5.9 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; α = 2 o ; dari waktu ke waktu Nilai Efisiensi dengan Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; α = 2 o ; dari waktu ke waktu Gambar 5.10 Nilai Efektivitas dengan Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; α = 2 o ; dari waktu ke waktu Gambar 5.11 Distribusi Suhu Pada Sirip; Bahan Tembaga; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 C ; α = 2 ; pada saat tunak Gambar 5.12 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; pada saat keadaan tunak Gambar 5.13 Nilai Efisiensi dengan Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; pada saat keadaan tunak Gambar 5.14 Nilai Efektivitas dengan Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dengan Bahan Tembaga; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; pada saat keadaan tunak xvii

18 Gambar 5.15 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m 2o C ; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 1 s Gambar 5.16 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 20 s Gambar 5.17 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 40 s Gambar 5.18 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 60 s Gambar 5.19 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 80 s Gambar 5.20 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 100 s Gambar 5.21 Distribusi Suhu Pada Sirip ; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; saat t = 120 s Gambar 5.22 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Material Bahan Sirip dengan h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; α = 2 o ; dari waktu ke waktu Gambar 5.23 Nilai Efisiensi dengan Variasi Material Bahan Sirip dengan h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; α = 2 o ; dari waktu ke waktu Gambar 5.24 Nilai Efektivitas dengan Variasi Material Bahan Sirip dengan h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; α = 2 o ; dari waktu ke waktu Gambar 5.25 Distribusi Suhu Pada Sirip; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 C ; α = 2 ; pada saat tunak Gambar 5.26 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Material Bahan Sirip dengan h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; pada saat keadaan tunak Gambar 5.27 Nilai Efisiensi dengan Variasi Material Bahan Sirip dengan h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; pada saat keadaan tunak xviii

19 Gambar 5.28 Nilai Efektivitas dengan Variasi Material Bahan Sirip dengan h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; α = 2 ; pada saat keadaan tunak Gambar 5.29 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C Tb = 100 C; Ti = 100 C ; T = 30 C; saat t = 1 s Gambar 5.30 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C Tb = 100 C; Ti = 100 C ; T = 30 C; saat t = 20 s Gambar 5.31 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C Tb = 100 C; Ti = 100 C ; T = 30 C; saat t = 40 s Gambar 5.32 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C Tb = 100 C; Ti = 100 C ; T = 30 C; saat t = 60 s Gambar 5.33 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C Tb = 100 C; Ti = 100 C ; T = 30 C; saat t = 80 s Gambar 5.34 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C Tb = 100 C; Ti = 100 C ; T = 30 C; saat t = 100 s Gambar 5.35 Distribusi Suhu Pada Sirip ; Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C Tb = 100 C; Ti = 100 C ; T = 30 C; saat t = 120 s Gambar 5.36 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; dari waktu ke waktu Gambar 5.37 Nilai Efisiensi dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C;Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; dari waktu ke waktu Gambar 5.38 Nilai Efektivitas dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C;Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 o C; dari waktu ke waktu Gambar 5.39 Distribusi Suhu Pada Sirip; Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 o C; Ti = 100 o C; T = 30 C ; pada saat tunak Gambar 5.40 Nilai Laju Aliran Kalor dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; pada saat keadaan tunak xix

20 Gambar 5.41 Nilai Efisiensi dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; pada saat keadaan tunak Gambar 5.42 Nilai Efektivitas dengan Variasi Sudut Kemiringan Sirip dengan Bahan Tembaga; h = 250 W/m 2o C; Tb = 100 C ; Ti = 100 C ; T = 30 C ; pada saat keadaan tunak Gambar 5.43 Grafik Hubungan Efisiensi dan ξ Pada Sirip Silinder, Segitiga, dan Segiempat dari Buku Cengel (1998) Gambar 5.44 Grafik Hubungan Efisiensi dan ξ Pada Sirip Berpenampang Segiempat yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi dan Nilai Konduktivitas Berubah Terhadap Suhu yang Ditinjau Dalam Penelitian Gambar 5.45 Perbandingan Grafik Hubungan Efisiensi dan ξ Pada Sirip Berpenampang Segiempat yang Luasnya Berubah Terhadap Posisi dan Nilai Konduktivitas Berubah Terhadap Suhu yang Ditinjau Dalam Penelitian dengan Sirip Silinder yang Terdapat Pada Literatur xx

21 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas Termal Berbagai Material Tabel 2.2 Nilai Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Tabel 2.3 Nilai Konstanta C dan n Untuk Bentuk Silinder Tabel 2.4 Nilai Konstanta C dan n pada Benda dengan Bentuk Penampang Bukan Lingkaran Tabel 4.1 Persamaan Konduktivitas Termal Bahan Fungsi Suhu Tabel 5.1 Nilai Laju Aliran Kalor untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu Tabel 5.2 Nilai Efisiensi untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu Tabel 5.3 Nilai Efektivitas untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dari Waktu ke Waktu Tabel 5.4 Nilai Laju Aliran Kalor, Efisiensi, dan Efektivitas untuk Variasi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Saat Keadaan Tunak Tabel 5.5 Nilai Laju Aliran Kalor untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu ke Waktu Tabel 5.6 Nilai Efisiensi untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu ke Waktu Tabel 5.7 Nilai Efektivitas untuk Variasi Material Bahan Sirip dari Waktu ke Waktu Tabel 5.8 Nilai Laju Aliran Kalor, Efisiensi, dan Efektivitas untuk Variasi Material Bahan Sirip Saat Keadaan Tunak Tabel 5.9 Nilai Laju Aliran Kalor untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu ke Waktu Tabel 5.10 Nilai Efisiensi untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu ke Waktu Tabel 5.11 Nilai Efektivitas untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip dari Waktu ke Waktu Tabel 5.12 Nilai Laju Aliran Kalor, Efisiensi, dan Efektivitas untuk Variasi Sudut Kemiringan Sirip Saat Keadaan Tunak xxi

22 Tabel 5.13 Perbandingan Nilai Efisiensi Pada Sirip yang Ditinjau Dalam Penelitian dengan Sirip Silinder yang terdapat Dalam Buku Cengel (1998) xxii

23 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini perkembangan di bidang teknologi sangatlah berkembang pesat dan salah satunya dalam dunia industri. Perkembangan dalam dunia industri erat kaitannya dengan kinerja mesin, dan faktor efisiensi serta efektivitas mesin yang baik sangatlah diperlukan dalam perkembangan dunia industri. Suatu mesin yang beroperasi akan menghasilkan kalor, dan bila kalor yang dihasilkan tersebut berlebihan maka performa mesin tidaklah sempurna. Terdapat banyak hal yang dapat dilakukan guna mendapatkan kinerja mesin yang maksimal. Salah satunya adalah dengan diperlukannya proses membuang sebagian kalor yang dihasilkan oleh mesin, atau bisa disebut dengan proses pendinginan. Ada berbagai cara untuk mendinginkan, dan untuk menghasilkan proses pendinginan yang cepat dapat menggunakan sirip. Sirip merupakan suatu bagian yang biasanya terdapat pada system pendingin. Sirip digunakan untuk memperluas permukaan benda, sehingga mempercepat perpindahan kalor ke lingkungan. Melalui hal itu, sirip banyak digunakan pada peralatan yang memiliki suhu kerja yang tinggi. Dikarenakan penelitian mengenai sirip sangat sedikit dilakukan dan terdapat banyak faktor yang membuat penelitian tentang sirip ini menjadi sangat sulit dilakukan, antara lain dalam keterbatasan dalam menghitung tiap perubahan suhu yang terjadi dengan akurat karena terjadi pada waktu yang sangat cepat maka hanya sedikit pula 1

24 2 pengetahuan tentang distribusi suhu pada sirip terlebih untuk menentukan efisiensi dan distribusi suhunya. Berdasarkan itu semua, penulis mencoba memecahkan masalah ini dengan mencari distribusi suhu pada sirip dengan pendekatan kesetimbangan energi. Penelitian ini membahas proses perpindahan kalor pada sirip dengan variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi maupun konduksi, serta pengaruhnya terhadap perubahan suhu, berubah terhadap posisi, serta efektivitas sirip pada keadaan tak tunak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode komputasi dengan menggunakan simulasi Microsoft Excel. Penyelesaian model matematika yang sesuai untuk persoalan tersebut diatas relatif lebih kompleks bila dibandingkan dengan model matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan pada sirip keadaan tak tunak, dengan nilai k sebagai fungsi temperatur. Selain itu, penelitian tentang sirip hingga saat ini belum terlalu banyak dilakukan. Hal itu bisa saja dikarenakan adanya keterbatasan sarana dalam menghitung distribusi suhu sirip secara akurat pada waktu yang relatif cepat. Serta masih minimnya pengetahuan mengenai rumus-rumus maupun cara untuk menghitung distribusi suhu, efisiensi, dan juga efektivitas sirip. Sumber-sumber referensi baik buku maupun literatur yang sudah ada pun hanya menampilkan cara maupun rumus menghitung distribusi suhu, efisiensi, dan efektivitas yang terbatas hanya pada sirip dengan bentuk yang sederhana. Berdasarkan hal tersebut, maka melalui penelitian ini penulis mencoba memecahkan persoalan untuk mencari distribusi suhu, efisiensi, dan juga efektivitas suatu sirip.

25 3 1.2 Rumusan Masalah Perhitungan efisiensi dan efektivitas pada sirip dengan luas penampang yang berubah terhadap posisi serta berubah sesuai fungsi temperatur tidaklah mudah. Untuk bentuk sirip dengan luas penampang tetap, dapat dibantu dengan rumus ataupun grafik yang sudah tersedia di buku-buku referensi. Bagaimanakah perhitungan laju aliran kalor, efisiensi, dan efektivitas untuk sirip dengan bentuk penampang segiempat yang luas penampangnya berubah terhadap posisi serta konduktivitas termalnya memiliki fungsi temperatur pada kasus satu dimensi keadaan tak tunak? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan (a) untuk mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) terhadap efisiensi dan efektivitas sirip untuk kasus 1 dimensi, keadaan tak tunak dengan luas penampang segiempat yang berubah terhadap posisi. (b) Untuk mengetahui pengaruh besarnya sudut kemiringan sirip terhadap efisiensi dan efektivitas sirip untuk kasus 1 dimensi, keadaan tak tunak dengan luas penampang segiempat yang berubah terhadap posisi. (c) Serta untuk mengetahui pengaruh bahan terhadap efisiensi dan efektivitas sirip untuk kasus 1 dimensi, keadaan tak tunak dengan luas penampang segiempat yang berubah terhadap posisi. 1.4 Batasan Masalah Sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi memiliki kondisi awal berupa suhu yang seragam di setiap volume kontrol atau titiknya, setara dengan suhu pada dasar sirip, yang ditetapkan memiliki suhu sebesar

26 4 100 o C. Sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi dengan nilai konduktivitas termal k ini dikondisikan pada lingkungan yang baru dan memiliki suhu fluida T dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h dan dalam keadaan tak tunak (unsteady state) atau suhunya selalu berubah dari waktu ke waktu. Suhu fluida dan koefisien perpindahan kalor diasumsikan memiliki nilai yang tetap dari waktu ke waktu. Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah distribusi suhu pada setiap node sirip, jumlah kalor yang dilepas oleh setiap node sirip, efisiensi sirip, dan efektivitas sirip dari waktu ke waktu untuk variasi-variasi sirip yaitu (1) koefisien perpindahan kalor konveksi, (2) sudut kemiringan sirip, dan (3) jenis material bahan pada sirip Benda Uji Geometri dari benda uji berupa sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi disajikan dalam Gambar 1.1. T, h x Gambar 1.1 Geometri Benda Uji

27 5 Keterangan Gambar 1.1 : Tb : suhu dasar sirip, o C T : suhu fluida, o C L : panjang sirip, m α : sudut kemiringan sirip s : panjang sisi dasar sirip, m Model Matematika Model matematikanya berupa persamaan diferensial parsial, yang diturunkan dari keseimbangan energi volume kontrol yang berada di dalam benda: x T(x,t) das [k. Ac. ] h.. (T x dx x T ) = ρ. c. dv. T(x,t) dx t 0 < x < L, t > 0... (1.1) Kondisi Awal Kondisi awal sirip memiliki suhu yang seragam dan merata sebesar T = Ti dan memiliki persamaan kondisi awal seperti Persamaan (1.2). T (x,t) = T (x,0) = Ti ; 0 < x < L, t = 0 (1.2) Kondisi Batas Penelitian ini memiliki dua kondisi batas yang ditentukan yaitu kondisi batas pada ujung sirip dan kondisi batas pada dasar sirip. Kondisi tersebut dinyatakan dalam Persamaan (1.3) dan Persamaan (1.4).

28 Kondisi Batas Dasar Sirip Kondisi batas dasar sirip memiliki suhu yang dipertahankan tetap dari waktu ke waktu sebesar Tb. T(x,t) = T(0,t) = Tb ; x = 0, t (1.3) Kondisi Batas Ujung Sirip Kondisi batas ujung sirip yang langsung bersentuhan dengan fluida mengalami perpindahan kalor secara konveksi dengan fluida sekitar. h As (T - T(x,t)) + h Asi (T - T(x,t))kA T (x,t) x = ρ c dv T (x,t) ; x=l, dx t t 0... (1.4) Pada Persamaan (1.3) dan Persamaan (1.4) : T(x,t) = suhu sirip pada posisi x, pada saat t, 0 C Ti T = suhu awal sirip, 0 C = suhu dasar sirip, 0 C As = luas selimut sirip, m Asumsi Asumsi-asumsi yang diambil pada penelitian ini : a. Temperatur fluida dan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h di sekitar sirip diasumsikan seragam dan tetap. b. Tidak terjadi perubahan bentuk sirip (tidak mengalami penyusutan ataupun mengalami pembesaran atau pemuaian).

29 7 c. Massa jenis dan kalor jenis diasumsikan seragam dan tidak berubah terhadap waktu, sedangkan nilai konduktivitas termal bahan (k) berubah terhadap fungsi suhu atau temperatur. d. Tidak ada pembangkitan energi dari dalam sirip. e. Kondisi sirip dalam keadaan tak tunak. f. Perpindahan kalor konduksi di dalam sirip terjadi hanya dalam satu arah, arah x. g. Penelitian yang dilakukan hanya terbatas dengan menggunakan metode numerik dan tidak dilakukan dengan metode analitis dan eksperimen dikarenakan adanya keterbatasan sarana dan keterbatasan waktu. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaatmanfaat antara lain: a. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai referensi bagi penulis maupun pihak lain yang ingin meneliti dengan lebih dalam mengenai proses atau cara mengetahui efektivitas dan efisiensi pada suatu sirip dengan bentuk yang kompleks. b. Hasil penelitian dapat dipergunakan untuk menambah kasanah kepustakaan di perpustakaan.

30 BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perpindahan Panas Panas adalah suatu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu sistem ke sistem yang lain karena adanya perbedaan temperatur. Perpindahan panas adalah suatu ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Yang membedakan antara ilmu perpindahan kalor dan ilmu termodinamika adalah masalah laju perpindahan. Termodinamika membahas sistem dalam kesetimbangan, ilmu ini dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperluan untuk mengubah sistem dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan itu. Hal itu disebabkan karena pada waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem berada dalam keadaan tidak seimbang. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Jenisjenis perpindahan panas antara lain adalah (1) perpindahan panas secara konduksi, (2) perpindaan panas secara konveksi, dan (3) perpindahan panas secara radiasi. 8

31 9 2.2 Perpindahan Panas Konduksi Konduksi adalah proses perpindahan panas melalui benda padat dari satu bagian ke bagian yang lain dengan perubahan temperatur sebagai parameternya tanpa diikuti oleh perpindahan partikelnya, dan disertai perpindahan energi kinetik dari setiap molekulnya. Perpindahan panas konduksi ini dapat terjadi apabila ada media rambat yang bersifat diam. Gambar 2.1 Perpindahan Panas Konduksi (Sumber: Marcellus Ruben Winastwan, 2016) Persamaan perpindahan panas secara konduksi menurut Fourier dinyatakan dengan Persamaan (2.1). q = ka ΔT T1 T2 = ka.. (2.1) Δx Δx Pada Persamaan (2.1) : q k : laju perpindahan panas konduksi, W : konduktivitas termal bahan, W/m o C A : luas penampang tegak lurus terhadap arah rambatan panas, m 2

32 10 ΔT Δx : perbedaan suhu antara titik perpindahan panas, o C : jarak antara titik perpindahan panas, m Tanda minus pada persamaan perpindahan panas secara konduksi tersebut dimaksudkan agar persamaan di atas memenuhi hukum termodinamika, yaitu panas akan mengalir dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. 2.3 Konduktivitas Termal Material Konduktivitas termal bahan k bukanlah sebuah konstanta yang selalu bernilai konstan, tetapi nilai konduktivitas termal bahan ini dapat berubah sesuai fungsi temperatur. Walaupun berubah sesuai fungsi temperatur, dalam kenyataannya perubahannya sangat kecil sehingga diabaikan. Selain itu, nilai konduktivitas termal menunjukkan berapa cepat panas mengalir dalam bahan tertentu. Bahan yang memiliki nilai konduktivitas termal tinggi dinamakan konduktor dan bahan yang memiliki nilai konduktivitas termal rendah dinamakan isolator. Dapat dikatakan bahwa konduktivitas termal bahan merupakan suatu besaran intensif material yang menunjukkan kemampuan material menghantarkan panas. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1 untuk memperlihatkan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek.

33 11 Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas Termal Berbagai Material Bahan Konduktivitas Termal k W/m C BTU/(hr.ft. F) Logam Perak (murni) Tembaga (murni) Alumunium (murni) Nikel (murni) Besi (murni) Baja Karbon, 1% C Timbal (murni) 35 20,3 Baja Krom-Nikel (18%Cr, 8% Ni) 16,3 9,4 Bukan Logam Kuarsa (sejajar sumbu) 41,6 24 Magnesit 4,15 2,4 Batu Pasir 1,83 1,06 Kaca, jendela 0,78 0,45 Kayu maple atau ek 0,17 0,096 Serbuk gergaji 0,059 0,034 Wol kaca 0,038 0,022 Zat Cair Air raksa 8,21 4,74 Air 0,556 0,327 Amonia 0,540 0,312 Minyak lumas, SAE 50 0,147 0,085 Freon 12, CCl2F2 0,073 0,04 Gas Hidrogen 0,175 0,101 Helium 0,141 0,081 Udara 0,024 0,0139 Uap air (jenuh) 0,0206 0,0119 Karbondioksida 0,0146 0,00844 Modus lainnya adalah energi dapat berpindah sebagai getaran dalam struktur kisi-kisi bahan. Namun pada umumnya perpindahan energi melalui getaran ini tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Karena itu, penghantar listrik yang baik selalu merupakan penghantar panas yang baik pula, seperti tembaga, alumunium, dan perak. Sebaliknya, isolator listrik yang baik merupakan isolator kalor pula.

34 12 Pada suhu tinggi, perpindahan energi pada bahan isolator seperti kaca, jendela, atau wol kaca berlangsung dalam beberapa cara : konduksi melalui bahan berongga atau padat; konduksi melalui udara yang terkurung dalam ronggarongga; dan jika suhu cukup tinggi, melalui radiasi. 2.4 Perpindahan Panas Konveksi Konveksi adalah proses perpindahan panas dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi, gerakan mencampur oleh fluida cair atau gas. Gerakan fluida merupakan hasil dari perbedaan massa jenis dikarenakan perbedaan termperatur. Awalnya perpindahan panas konveksi diawali dengan mengalirnya panas secara konduksi dari permukaan benda padat ke partikelpartikel fluida yang berbatasan dengan permukaan benda padat tersebut, yang diikuti dengan perpindahan partikelnya ke arah partikel yang memiliki energi dan temperatur yang lebih rendah dan hasilnya, partikel-partikel fluida tersebut akan bercampur. Gambar 2.2 Perpindahan Panas Konveksi

35 13 Persamaan perpindahan panas secara konveksi dinyatakan dengan Persamaan (2.2) qkonv = h As (Tw - T ) (2.2) Pada Persamaan (2.2) : qkonv h : laju perpindahan panas konveksi, W : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m 2o C As : luas permukaan yang bersentuhan dengan fluida, m 2 Tw T : suhu permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida, o C : suhu fluida di sekitar benda, o C Di sini laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu menyeluruh antara dinding dan fluida, dan luas permukaan. Perhitungan analitis atas h dapat dilakukan dengan beberapa sistem. Untuk situasi yang rumit, h harus ditentukan dengan percobaan. Koefisien perpindahan kalor konveksi kadang-kadang disebut konduktans film (film conductance) karena hubungannya dengan proses konduksi pada lapisan fluida diam yang tipis pada muka dinding. Perpindahan kalor konveksi bergantung pada viskositas fluida di samping ketergantungannya kepada sifat-sifat termal fluida itu (konduktivitas termal, kalor spesifik, densitas). Hal ini dapat dimengerti karena viskositas mempengaruhi profil kecepatan, dan karena itu, mempengaruhi laju perpindahan energi di daerah dinding. Nilai kira-kira koefisien perpindahan kalor konveksi ditunjukkan pada Tabel 2.2.

36 14 Tabel 2.2 Nilai Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi (J.P Holman, halaman 12) Menurut cara menggerakkan alirannya, konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) konveksi bebas (free convection) dan (2) konveksi paksa (forced convection) Konveksi Bebas Konveksi bebas terjadi dikarenakan adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan temperatur. Misalkan ada sebuah benda di sambung dalam suatu fluida yang suhunya lebih tinggi atau lebih rendah daripada suhu benda tersebut. Akibat adanya perbedaan suhu, panas mengalir di antara benda sehingga fluida yang berada dekat benda mengalami perubahan rapat massa. Perbedaan rapat massa ini akan menimbulkan arus konveksi. Fluida dengan rapat

37 15 massa yang lebih kecil akan mengalir ke atas sedangkan fluida dengan rapat massa yang lebih besar akan turun ke bawah. Jika gerakan fluida ini terjadi hanya disebabkan adanya perbedaan rapat massa akibat adanya perbedaan suhu, maka mekanisme perpindahan panas seperti inilah yang disebut konveksi bebas. Untuk menghitung besarnya perpindahan panas konveksi bebas, perlu diketahui terlebih dahulu koefisien perpindahan panas konveksi (h) dengan memanfaatkan bilangan Nusselt. Untuk mencari besarnya bilangan Nusselt, perlu diketahui terlebih dahulu besar bilangan Rayleigh Bilangan Rayleigh (Ra) (2.3) Dimana β = 1 Tf Bilangan Rayleigh (Ra) dapat dicari dengan menggunakan Persamaan Ra = Gr Pr = gβ(ts T )ὁ v 2 2 Pr... (2.3) dan Tf = Ts T 2 Pada Persamaan (2.3) : Pr Gr : bilangan Prandtl : bilangan Grashof g : percepatan gravitasi, m/s 2 ὁ Ts T Tf v : panjang karakteristik, untuk dinding vertikal ὁ = L, m : suhu dinding, K : suhu fluida, K : suhu film, K : viskositas kinematik, m 2 /detik

38 Bilangan Nusselt (Nu) Bilangan Nusselt (Nu) untuk konveksi bebas dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan (2.4). Untuk Ra < Nu = 0,60 + ( 2 0,387 Ra 1/6 ) (1+(0,559/Pr) 9/16 ) 8/27. (2.4) Dari bilangan Nusselt (Nu), dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi. Nu = h ὁ k Pada Persamaan (2.5) : Nu k atau h = (2.5) ὁ Nu k h : bilangan Nusselt : konduktivitas termal fluida, W/m o C : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m 2o C Konveksi Paksa Konveksi paksa merupakan proses perpindahan panas konveksi yang ditandai dengan adanya flluida yang bergerak disebabkan oleh alat bantu seperti kipas dan pompa. Koefisien perpindahan panas ini lebih besar dibandingkan dengan konveksi bebas sehingga proses pendinginan berlangsung lebih cepat. Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi (h), dapat dihitung menggunakan bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt dapat dicari dengan menggunakan Bilangan Reynold. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai

39 17 dengan aliran fluidanya, karena bilangan Nusselt untuk setiap aliran fluida berbeda-beda Aliran Laminer Syarat aliran laminar adalah Rex < 5 x 10 5 dan Bilangan Reynold dapat dicari dengan menggunakan Persamaan (2.6). Rex = ρ U L µ....(2.6) Untuk persamaan Nusselt dengan x=0 sampai dengan x=l : Nu = h L kf = 0,644 ReL1/2 Pr 1/3....(2.7) Aliran Turbulen Syarat aliran turbulen adalah 5 x 10 5 < Rex < 10 7 dan persamaan Nusselt dengan x=0 sampai dengan x=l. Nu = h L kf = 0,037 ReL4/5 Pr 1/3.. (2.8) Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Untuk berbagai geometri benda, koefisien perpindahan panas rata-rata dapat dihitung dengan Persamaan (2.9). h L = kf C(U L vf ) n Pr 1/3.. (2.9) Pada Persamaan (2.6) hingga Persamaan (2.9) Re Nu : bilangan Reynold : bilangan Nusselt

40 18 Pr vf L U : bilangan Prandtl : viskositas kinematik fluida, m 2 /detik : panjang dinding, m : kecepatan aliran fluida, m/s µ : viskositas dinamik, kg/ms ρ : massa jenis fluida, kg/m 3 kf h : konduktivitas termal fluida, W/m o C : koefisien perpindahan kalor konveksi fluida, W/m 2 C Dengan besar konstanta C dan n sesuai dengan tertera pada Tabel (2.3) Tabel 2.3 Nilai Konstanta C dan n Untuk Bentuk Silinder (Sumber: J.P Holman, 1995, Hal 268) Re C N 0,4 4 0,989 0, ,911 0, ,683 0, ,193 0, ,0266 0,805 Sedangkan untuk mengetahui koefisien perpindahan kalor konveksi paksa dari silinder yang tidak bundar, nilai konstanta C dan n ditentukan pada Tabel (2.4).

41 19 Tabel 2.4 Nilai Konstanta C dan n pada Benda dengan Bentuk Penampang Bukan Lingkaran (Sumber: J.P Holman, 1995, Hal 271) 2.5 Perpindahan Panas Radiasi Radiasi merupakan proses perpindahan panas tanpa melalui molekul perantara. Proses perpindahan panas ini terjadi melalui perambatan gelombang elektromagnetik. Semua benda memancarkan radiasi secara terus menerus tergantung pada suhu dan sifat permukaannya. Energi radiasi bergerak dengan kecepatan 3x10 8 m/s. Radiasi ini biasanya dalam bentuk Gelombang Elektromagnetik (GEM) yang berasal dari matahari. Sinar Gelombang Elektromagnetik tersebut dibedakan berdasarkan panjang gelombang dari frekuensinya. Semakin besar panjang gelombang semakin kecil frekuensinya. Energi radiasinya tergantung dari besarnya frekuensi dalam arti semakin besar frekuensi, semakin besar energi radiasinya. Sinar Gamma adalah gelombang elektromagnetik dan sinar radioaktif dengan energi radiasi terbesar.

42 20 Dalam kasus ini, terdapat hal yang disebut dengan radiasi benda hitam, yang memaparkan bahwa semakin hitam benda tersebut, maka energi radiasi yang dipaparkannya juga semakin besar. Oleh karena itu, warna hitam dikatakan sempurna menyerap panas, sedangkan warna putih mampu memantulkan panas atau cahaya dengan sempurna sehingga emisivitas bahan (kemampuan menyerap panas) untuk warna hitam ialah e = 1. q = ε σ A (T1 4 -T2 4 ).. (2.10) Pada Persamaan (2.10) : q ε : laju perpindahan panas radiasi, W : emisivitas bahan σ : konstanta Stefan Boltzmann (5,67x10-8 ), W 2 /m 2 K 4 A : luas permukaan benda, m 2 T1 T2 : suhu mutlak, K : suhu fluida, K 2.6 Sirip Sirip adalah piranti yang berfungsi untuk mempercepat laju perpindahan panas dengan cara memperluas luas permukaan benda. Ketika suatu benda mengalami perpindahan panas secara konveksi, maka laju perpindahan panas dari benda tersebut dapat dipercepat dengan cara memasang sirip sehingga luas permukaan benda semakin luas dan pendinginannya semakin cepat. Berbagai jenis muka sirip dapat dilihat pada Gambar 2.5.

43 21 Gambar 2.3 Berbagai Jenis Bentuk Sirip (Sumber: Y. A. Cengel) Manfaat sirip yang maksimum tidak didapatkan berdasarkan panjang sebuah sirip. Namun, efisiensi maksimum suatu sirip bisa didapatkan dari kuantitas material sirip (massa, volume, atau biaya), dan proses memaksimumkan ini jelas mempunyai arti ekonomi. Perlu dicatat pula bahwa sirip yang dipasang pada muka perpindahan kalor tidak selalu mengakibatkan peningkatan laju perpindahan kalor. Jika nilai h, koefisien konveksi, besar sebagaimana pada fluida berkecepatan tinggi atau zat cair mendidih, maka sirip dapat mengakibatkan berkurangnya perpindahan kalor. Hal ini disebabkan karena dibandingkan dengan tahanan konveksi, tahanan konduksi merupakan halangan yang lebih besar terhadap aliran kalor. 2.7 Laju Perpindahan Panas Laju perpindahan panas merupakan jumlah panas yang dilepas oleh sirip. Laju aliran panas yang dilepas sirip sesungguhnya dinyatakan dengan qaktual dan laju aliran panas maksimum dinyatakan dengan qmaks. Panas maksimal dapat

44 22 terjadi jika seluruh permukaan sirip memiliki sushu yang sama dengan suhu dasar sirip. Besar perpindahan panas dapat diketahui dengan Persamaan (2.11). n q= i=1 qi.(2.11) n q = i=1 h(asi(ti T )) Pada persamaan (2.11): q h n = laju perpindahan panas, W = koefisien perpindahan kalor konveksi bahan, W/m 2o C = jumlah volume control pada sirip Asi = luas permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida di posisi i, m 2 Ti T = suhu permukaan sirip pada volume kontrol i, o C = suhu fluida di sekitar sirip, o C 2.8 Efisiensi Sirip Efisiensi sirip dapat dihitung melalui perbandingan antara banyaknya kalor yang dilepas dengan banyaknya kalor yang dipindahkan jika seluruh sirip suhunya sama dengan suhu dasar sirip dan dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.12). η = n i=1 qi = n i=1 hasi (Ti T ) hasf(tb T ) hasf(tb T ).. (2.12) Pada Persamaan (2.12) : η h n : efisiensi sirip : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m 2o C : jumlah volume kontrol Asi : luas permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida, m 2

45 23 Asf : luas permukaan seluruh sirip yang bersentuhan dengan fluida, m 2 Ti T Tb : suhu permukaan sirip pada volume control i, o C : suhu fluida di sekitar sirip, o C : suhu dasar sirip, o C 2.9 Efektivitas Sirip Efektivitas sirip merupakan perbandingan antara panas yang dilepas sirip sesungguhnya dengan panas yang dilepas seandainya tidak ada sirip atau tanpa sirip dan dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.13) ε = n i=1 qi = n i=1 hasi (Ti T ) hac0(tb T ) hac0(tb T )... (2.13) Pada persamaan (2.13) : ε h : efektivitas sirip : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m 2o C Asi : luas permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida, m 2 Ac0 : luas penampang pada dasar sirip, m 2 Tsi T Tb : suhu sirip pada volume kontrol ke i, o C : suhu fluida di sekitar sirip, o C : suhu dasar sirip, o C

46 Tinjauan Pustaka Firmansyah, B. (2009) melakukan penelitian perpindahan panas pada perangkat elektronik, tepatnya dalam penggunaan water-block pada pendingin CPU. Penelitian ini menggunakan data input yang berbeda pada sirip yang digunakan. Nilai distribusi temperatur yang diperoleh pun berbeda-beda baik pada tanpa sirip, panjang sirip yang kecil, sedang, maupun yang panjang di setiap node maupun elemennya. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa besar maupun kecilnya pendinginan temperatur disebabkan karena beda panjang sirip, walaupun memiliki koefisien konveksi yang sama di setiap analisa. Kesimpulan yang diperoleh pun water block CPU yang menggunakan sirip lebih panjang memiliki nilai perpindahan kalor yang lebih baik dibanding yang menggunakan sirip lebih pendek. Supriyono (2005) melakukan penelitian perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Proses perhitungan yang digunakan dalam perpindahan panas tidak hanya dilakukan melalui pengamatan langsung, namun juga melalui perhitungan numeris. Dalam menggunakan perhitungan numeris, para peneliti maupun praktisi saat ini banyak yang masih menggunakan metode beda hingga. Salah satu metode penyelesaian yang saat ini sedang dikembangkan adalah penggunaan metode elemen hingga. Dengan menggunakan metode elemen hingga, ada banyak domain yang mampu terselesaikan, tidak hanya segi empat, segi tiga, ataupun segi lima. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode elemen hingga perhitungan perubahan panas akan lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan metode beda hingga.

47 25 Perangkat lunak yang dibangun juga dapat untuk menghitung perambatan panas untuk banyak elemen seberapapun. Miriam, Sarah (2011) melakukan penelitian dan membuat suatu program yang dapat melakukan komputasi distribusi suhu pada suatu sistem yang dalam keadaan tunak. Bentuk geometri sistem yang dipilih adalah penurunan persamaan perpindahan panas. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis, program komputasi distribusi suhu yang dirancang menggunakan metode LSOR, melalui pendekatan beda hingga, dalam bahasa MATLAB, telah berhasil dirancang dan dapat berfungsi dengan semestinya. Secara umum, tingkat ketelitian dari program komputasi ini dapat dikatakan cukup tinggi. Hasil keluaran dari program ini divisualisasikan oleh MATLAB dalam grafik kontur dan grafik dua dimensi yang berwarna. Perbedaan derajat panas ditunjukkan oleh perbedaan warna pada grafik. Novianarenti, Eky (2016) melakukan penelitian guna mengetahui karakteristik aliran dan perpindahan panas diluar pipa yang mengalir secara crossflow. Salah satunya adalah dengan melakukan modifiasi susunan pipa pada daerah surface condenser untuk mengurangi gaya dinamik akibat tumbukan aliran fluida di jajaran pipa kritis dengan tidak mengurangi tujuan dari desain sebuah surface condenser yaitu untuk mengembunkan exhaust steam menjadi air murni sehingga mungkin kembali ke generator uap sebagai boiler feed water. Dan didapatkan penggunaan device berupa rectangular plate yang ditambahkan di daerah kritis pada tube banks condenser yang tersusun staggered memiliki pengaruh terhadap karakteristik perpindahan panas. Hal tersebut dikarenakan

48 26 adanya peningkatan kecepatan di daerah sekitar tube tersebut dan berkontribusi terhadap penurunan tekanan. Istanto, Tri dan Juwana, Wibawa Edra (2010) melakukan penelitian dan menguji karakteristik perpindahan panas dan penurunan tekanan dari susunan sirip-sirip pin silinder tirus dalam saluran udara segiempat. Sirip-sirip pin disusun secara segaris dan selang-seling. Temperatur rata-rata permukaan plat dasar dijaga konstan sebesar 60 o C. Sirip-sirip pin terbuat dari bahan duralumin dengan tinggi 75 mm, diameter dasar dan dimeter ujung berturut-turut 12,7 mm dan 7 mm, dan jarak antar titik pusat sitip dalam arah melintang aliran udara. Penghitungan laju perpindahan panas menunjukan bahwa susunan segaris dan selang-seling dari sirip pin silinder tirus menyebabkan peningkatan perpindahan panas relatif terhadap permukaan halus (tanpa sirip).

49 BAB III PERSAMAAN DISKRIT DI SETIAP VOLUME KONTROL 3.1 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi memiliki kondisi awal berupa suhu yang seragam disetiap posisi atau titiknya, yang sama dengan suhu pada dasar siripnya, yang diterapkan memiliki suhu sebesar Ti = Tb =100 o C. Sirip dengan penampang segiempat yang luasnya berubah terhadap posisi dengan nilai konduktivitas termal k=k(t) ini dikondisikan pada lingkungan yang baru yang memiliki suhu fluida T dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) yang tetap dan merata dari waktu ke waktu. Penyelesaian persoalan ini dengan metode komputasi, dilakukan dengan membagi benda sirip menjadi elemen-elemen kecil yang dinamakan dengan volume kontrol. Kesetimbangan energi yang terjadi pada volume kontrol dipergunakan untuk mendapatkan suhu di setiap posisi sirip. Gambar 3.1 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Sirip 27

50 28 Kesetimbangan energi pada volume kontrol (Gambar 3.1) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, seperti yang tertera pada Persamaan (3.1). Ein Eout - Eq= Es... (3.1) Untuk Eq = 0, persamaan dapat dinyatakan dengan: (Ein Eout) = Es... (3.2) Untuk Eout = 0, persamaan dapat dinyatakan dengan: (Ein) = (Es)... (3.3) Keterangan: Ein Eout Es : jumlah energi yang masuk ke volume kontrol dalam selang waktu t : jumlah energi yang keluar dari volume kontrol dalam selang waktu t : jumlah energi yang tersimpan di dalam volume kontrol dalam selang waktu t Eq : energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol dalam selang waktu t Gambar 3.2 Kesetimbangan Energi Pada Volume Kontrol Sirip

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DENGAN LUAS PENAMPANG BENTUK SEGIENAM FUNGSI POSISI DAN NILAI KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN FUNGSI SUHU KASUS SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK JUDUL SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK i PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

PENGANTAR PINDAH PANAS

PENGANTAR PINDAH PANAS 1 PENGANTAR PINDAH PANAS Oleh : Prof. Dr. Ir. Santosa, MP Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang, September 2009 Pindah Panas Konduksi (Hantaran)

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL A. TUJUAN 1. Mengukur konduktivitas termal pada isolator plastisin B. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pengukuran dapat diperhatikan pada gambar 1.

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH

PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH i PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

Lebih terperinci

EFESIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LURUS BERPENAMPANG SEGI LIMA FUNGSI POSISI X KEADAAN TAK TUNAK KASUS 1 DIMENSI SKRIPSI

EFESIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LURUS BERPENAMPANG SEGI LIMA FUNGSI POSISI X KEADAAN TAK TUNAK KASUS 1 DIMENSI SKRIPSI EFESIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LURUS BERPENAMPANG SEGI LIMA FUNGSI POSISI X KEADAAN TAK TUNAK KASUS 1 DIMENSI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin Diajukan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP BERBENTUK BENDA PUTAR DENGAN JARI-JARI FUNGSI POSISI DAN KONDUKTIVITAS TERMAL FUNGSI SUHU KASUS SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Es krim adalah sejenis makanan semi padat. Di pasaran, es krim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Es krim adalah sejenis makanan semi padat. Di pasaran, es krim BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas dan pembuatan es krim Es krim adalah sejenis makanan semi padat. Di pasaran, es krim digolongkan atas kategori economy, good average dan deluxe. Perbedaan utama dari

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan Nama : Ahmad Sulaiman NIM : 5202414055 Rombel :2 PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan energi yang berpindah antar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DENGAN PENAMPANG SEGIENAM KASUS 1 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin oleh : JULIUS TEGUH ARIWIBOWO

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR A. Pengertian Suhu Suhu atau temperature adalah besaran yang menunjukkan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat (

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K. KALOR Dosen : Syafa at Ariful Huda, M.Pd MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai tugas OLEH : MARDIANA 20148300573 LADAYNA TAWALANI M.K. 20148300575 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Wire Cut adalah Suatu mesin potong dengan cara menggunakan tembaga untuk pembakaran. Tembaga tersebut dialirkan panas untuk memotong baja sehingga. Air adalah media yang berguna sebagai

Lebih terperinci

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5 Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5 PENGERTIAN KALOR Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda

Lebih terperinci

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi Standar Kompetensi 7. Menerapkan konsep suhu dan kalor 8. Menerapkan konsep fluida 9. Menerapkan hukum Termodinamika 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi 11. Menerapkan konsep magnet dan elektromagnet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN RINI YULIANINGSIH APA ITU PINDAH PANAS? Pindah panas adalah ilmu yang mempelajari transfer energi diantara benda yang disebabkan karena perbedaan suhu Termodinamika digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 i KONDUKTIVITAS TERMAL LAPORAN Oleh: LESTARI ANDALURI 100308066 I LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 ii KONDUKTIVITAS

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Pengertian Sifat Termal Zat. Sifat termal zat ialah bahwa setiap zat yang menerima ataupun melepaskan kalor, maka zat tersebut akan mengalami : - Perubahan suhu / temperatur

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA 2.1 Konsep Dasar Thermodinamika Energi merupakan konsep dasar termodinamika dan merupakan salah satu aspek penting dalam analisa teknik. Sebagai gagasan dasar bahwa

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA

PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA Firmansyah Burlian, M. Indaka Khoirullah Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA MATERIAL YANG BERBEDA. Idawati Supu, Baso Usman, Selviani Basri, Sunarmi

PENGARUH SUHU TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA MATERIAL YANG BERBEDA. Idawati Supu, Baso Usman, Selviani Basri, Sunarmi Jurnal Dinamika, April 2016, halaman 62-73 ISSN 2087-7889 Vol. 07. No. 1 PENGARUH SUHU TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA MATERIAL YANG BERBEDA Idawati Supu, Baso Usman, Selviani Basri, Sunarmi Pogram Studi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DENGAN LUAS PENAMPANG FUNGSI POSISI BERPENAMPANG BELAH KETUPAT KASUS SATU DIMENSI PADA KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI

EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DENGAN LUAS PENAMPANG FUNGSI POSISI BERPENAMPANG BELAH KETUPAT KASUS SATU DIMENSI PADA KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DENGAN LUAS PENAMPANG FUNGSI POSISI BERPENAMPANG BELAH KETUPAT KASUS SATU DIMENSI PADA KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744 A. Suhu dan Pemuaian B. Kalor dan Perubahan Wujud C. Perpindahan Kalor A. Suhu Kata suhu sering diartikan sebagai suatu besaran yang menyatakan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Seperti besaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 15) Temperatur Skala Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor dan Energi Internal Kalor Jenis Transfer Kalor Termodinamika Temperatur? Sifat Termometrik?

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas ke suatu tempat yang temperaturnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang kami beri judul suhu dan kalor ini tepat pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan ABSTRAK SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Aliran panas pada pelat

Lebih terperinci

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B Kalor sebagai Energi 143 B A B B A B 7 KALOR SEBAGAI ENERGI Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan gambar di atas. Seseorang sedang memasak air dengan menggunakan kompor listrik. Kompor listrik itu

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Oleh : JOKO SUPRIYANTO NIM. I

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Oleh : JOKO SUPRIYANTO NIM. I SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS 2 DIMENSI PADA PROSES PENDINGINAN TEMBAGA MURNI DENGAN VARIASI CETAKAN PASIR DAN MULLITE MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEDA HINGGA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER ABSTRAK Telah dilakukan perhitungan secara analitik dan numerik dengan pendekatan finite difference

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH) TURBO Vol. 6 No. 1. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi

Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) A-83 Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi Ahlan Hamami, Chairul

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR Alexander Clifford, Abrar Riza dan Steven Darmawan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara e-mail: Alexander.clifford@hotmail.co.id Abstract:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas/Kalor Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 50 BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Menentukan Titik Suhu Pada Instalasi Water Chiller. Menentukan titik suhu pada instalasi water chiller bertujuan untuk mendapatkan kapasitas suhu air dingin

Lebih terperinci

BAB II KABEL DAN PERPINDAHAN PANAS

BAB II KABEL DAN PERPINDAHAN PANAS BAB II KABEL DAN PERPINDAHAN PANAS II.1 Umum Kemampuan hantar arus kabel dipengaruhi oleh perpindahan panas yang terjadi dari kabel ke lingkungan sekitar. Secara umum sumber panas dalam kabel dapat dibagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan metode pengawetan alami yang sudah dilakukan dari zaman nenek moyang. Pengeringan tradisional dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal

Lebih terperinci

Fisika Dasar 13:11:24

Fisika Dasar 13:11:24 13:11:24 Coba anda gosok-gosok tangan anda, apa yang anda rasakan? 13:11:24 Apakah tangan anda menghangat? Kenapa bisa terjadi seperti itu? Mempelajari pengaruhdarikerja, aliranpanas, dan energi di dalam

Lebih terperinci

PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN

PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMA BERBAGAI OGAM DENGAN METODE GANDENGAN A. Tujuan Percobaan. Memahami konsep konduktivitas termal. 2. Menentukan nilai konduktivitas termal berbagai logam dengan metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas/Kalor Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 RANCANG BANGUN GENERATOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI MEMANFAATKAN PANAS BUANG MOTOR BAKAR DENGAN PASANGAN REFRIJERAN - ABSORBEN AMONIA-AIR Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD SKRIPSI Oleh: Ido Hilka Zirahya NIM. 090210102056 PROGRAM

Lebih terperinci