PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH"

Transkripsi

1 i PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Disusun oleh: ANTONIUS ADITYA PANJU ARIANSURYA NIM : PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012 i

2 ii UNSTEADY STATE HEAT TRANSFER FOR TWO- DIMENSIONAL FIN FINAL ASSIGNMENT Presented as partial fulfillment of the requirement as to obtain the Sarjana Teknik Degree in Mechanical Engineering By : ANTONIUS ADITYA PANJU ARIANSURYA Student Number : MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2012 ii

3 iii iii

4 iv iv

5 v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Yogyakarta, 30 Juli 2012 Antonius Aditya Panju Ariansurya v

6 vi HALAMAN PERSEMBAHAN Dipersembahkan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus. 2. Bapak Drs. Andreas Waluyo beserta Ibu Dra. Florentina Suwardaniyah selaku orangtua beserta kedua adiku, Maria Maya Oktariza dan Felix Budi Satria Jati. Atas support materi dan dukunganya. 3. Keluarga besar Y. Djakiman Broto Susastro dan Amad Dasuki. 4. Theodora Adeline Lupita Ratri atas cinta, kasih sayang, support dan kesabaran yang selalu mendukung dan membantu. 5. Laptop dan komputer yang telah rela digilir dan bekerja nonstop membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini. 6. Teman-temanku, modem dengan koneksi internetnya, dan banyak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. vi

7 vii INTISARI Sirip (fin) digunakan untuk memperluas permukaan pada alat pendingin. Penggunaan sirip tidak hanya dibidang otomotif saja (misalnya sirip pada motor bakar). Sirip juga digunakan pada komputer untuk mendinginkan komponen yang ada didalamnya. Banyak penelitian mengenai sirip, tujuanya adalah mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil yang maksimal berupa perpindahan panas, efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sirip. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua bentuk sirip 2D berbahan aluminium murni terhadap laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip dari waktu ke waktu pada keadaan tak tunak. Dari tujuan diatas, penelitian memberikan hasil : besarnya laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip dari waktu kewaktu dipengaruhi oleh luas permukaan sirip. Nilai tertinggi laju aliran kalor, efisiensi dan efektifitas yang dilepas sirip diperoleh dari sirip yang luas permukaannya lebih lebar, yaitu sirip utuh. vii

8 viii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Antonius Aditya Panju Ariansurya Nomor mahasiswa : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Karya Ilmiah saya yang berjudul: PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan seksama. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 2012 Yang menyatakan Antonius Aditya Panju Ariansurya viii

9 ix KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, rahmat dan kasih-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul: PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penelitian dan penyusunan Tugas Akhir ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Bapak R. Benedictus Dwiseno Wihadi, selaku dosen pembimbing Akademik. 4. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T., selaku pembimbing Tugas Akhir ini. 5. Dosen-dosen program studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma, atas ilmu pengetahuan dan bimbingannya kepada penulis semasa kuliah. ix

10 x 6. Semua pihak yang telah membantu penulis sampai dengan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis tulis diatas. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya besar harapan penulis semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu teknik. Yogyakarta, 30 Juli 2012 Penulis Antonius Aditya Panju Ariansurya x

11 xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... TITLE PAGE... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv v vi vii viii ix xi xiv xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Batasan Masalah Asumsi Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II DASAR TEORI Perpindahan Kalor... 6 xi

12 xii 2.2 Perpindahan Kalor konduksi Konduksi Termal Perpindahan Kalor Konveksi Konveksi Alamiah Konveksi Paksa Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Efisiensi dan Efektivitas sirip Bilangan Nusselt (Nu) Bilangan Reynold (Re) Bilangan Prandtl (Pr) Bilangan Rayleigh (Ra) Bilangan Grashoff (Gr) Hubungan Nu, Re, dan Pr Aliran Laminar Rata-rata pada Konveksi Paksa Aliran di atas Plat Rata pada Konveksi Paksa Aliran di atas Plat Vertikal pada Konveksi Alami BAB III PERSAMAAN NUMERIK TIAP VOLUME KONTROL Kesetimbangan Energi Keadaan Tak Tunak Persamaan Numerik tiap node dari waktu ke waktu BAB IV METODE PENELITIAN Metode Peneltian Pengumpulan Data Instrumen Penelitian xii

13 xiii Benda Uji dan Bahan Peralatan Pendukung Definisi Operasional Cara Pengolahan Data dan Kesimpulan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perhitungan dan Pembahasan Perpindahan Kalor Hasil perhitungan dan Pembahasan Efisiensi (%) Hasil Perhitungan dan Pembahasan Efektivitas 49 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 xiv DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nilai konduktivitas termal beberapa bahan... 9 Tabel 2.2 Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi Tabel 2.3 Persamaan untuk aliran yang melewati plat rata Tabel 2.4 Aliran yang melewati silinder penampang lingkaran dan tidak lingkaran Tabel 2.5 Nilai C dan m untuk aliran laminer Tabel 4.1 Sifat bahan yang digunakan dalam penelitian Tabel 5.1 Perbandingan perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh Tabel 5.2 Perbandingan efisiensi sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh Tabel 5.3 Perbandingan efektivitas sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh xiv

15 xv DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1.a Sirip bercelah... 3 Gambar 1.1.b Sirip tak bercelah... 3 Gambar 2.1 Skema perpindahan kalor konduksi... 7 Gambar 2.2 Skema perpindahan kalor konveksi Gambar 2.3 Perpindahan kalor secara konveksi Gambar 2.4 Perpindahan kalor secara konduksi Gambar 2.5 Skema Perpindahan kalor konveksi pada plat rata Gambar 2.6 Berbagai daerah aliran lapisan batas di atas plat rata Gambar 3.1 Kesetimbangan energi dalam volume kontrol Gambar 3.2.a Setengah bagian sirip bercelah Gambar 3.2.b Setengah bagian sirip tak bercelah Gambar 3.3 Volume kontrol pada bagian tepi sirip Gambar 3.4 Volume kontrol pada bagian pojok sirip Gambar 3.5 Volume kontrol pada bagian tengah sirip Gambar 5.1.a Grafik perbandingan perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh, 60 detik pertama.. 41 Gambar 5.1.b Grafik perbandingan perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh keadaan tunak Gambar 5.2.a Grafik perbandingan efisiensi sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh, 60 detik pertama Gambar 5.2.b Grafik perbandingan efisiensi sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh keadaan tunak xv

16 xvi Gambar 5.3.a Grafik perbandingan efektivitas sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh, 60 detik pertama Gambar 5.3.b Grafik perbandingan efektivitas sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh keadaan tunak xvi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kasus aplikasi di bidang teknik memerlukan komponenkomponen perpindahan kalor dengan unjuk kerja tinggi. Pada umumnya aplikasi yang sering dijumpai untuk mendapatkan peningkatan laju aliran kalor adalah penggunaan permukaan yang menonjol (extended surface) dalam bentuk sirip. Sebagai contoh penggunaan sirip, misalnya untuk proses pendinginan silinder pada motor pembakaran dalam, pendinginan silinder kompresor, pendinginan peralatan elektrikal seperti transformator, komputer dan lain sebagainya. Permukaan yang menonjol dalam bentuk sirip ini juga digunakan secara luas dalam alat penukar kalor (heat exchangers), untuk memperbesar luas permukaan perpindahan kalor, sehingga daya guna alat tersebut dapat meningkat. Proses pembakaran bahan bakar yang berlangsung terus-menerus dalam mesin mengakibatkan temperatur mesin dalam kondisi yang sangat tinggi. Temperatur yang sangat rendah juga tidak terlalu menguntungkan dalam proses kerja mesin. Sistem pendinginan digunakan agar temperatur mesin terjaga pada batas temperatur kerja yang ideal. Fungsi sirip (fin) secara umum adalah untuk memperluas permukaan benda, agar laju perpindahan panas dapat diperbesar, sehingga dapat mempercepat proses pendinginan. Misalnya pemasangan sirip pada motor bakar. Silinder motor 1

18 2 bakar yang dipasangi sirip akan terhindar dari piston mengunci yang diakibatkan karena panas berlebih (overheat) (PK Purwadi, 2008). Sebagai penulis, saya ingin menunjukkan bahwa sirip sangatlah penting dan banyak sekali dipergunakan dalam proses laju aliran perpindahan kalor diberbagai peralatan yang sering kita gunakan sehari-hari. Sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh karakteristik sirip 2D pada keadaan tak tunak. 1.2 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah akan dilakukan perbandingan terhadap laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip antara sirip bercelah (Gambar 1.1a) dengan sirip tidak bercelah / utuh (Gambar 1.1.b) pada keadaan tak tunak. Benda uji (sirip) mula-mula mempunyai suhu seragam sebesar, suhu udara disekitar sirip sebesar, dengan nilai h (koefisien perpindahan kalor konveksi) tertentu dan bersifat tetap serta merata. Kemudian dasar sirip dikondisikan tetap dan merata pada suhu. Persoalannya adalah menghitung besarnya laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip dari waktu ke waktu.

19 3 Gambar 1.1.a Sirip bercelah Gambar 1.1.b Sirip tak bercelah

20 4 1.3 Asumsi Beberapa asumsi yang diberlakukan dalam penelitian ini adalah: a) Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h di sekitar sirip bersifat tetap dan merata. b) Massa jenis bahan sirip ρ, kalor jenis bahan sirip bersifat tetap dan merata. c) Konduktivitas termal bahan k (koefisien perpindahan kalor koduksi) bersifat tetap dan merata. d) Perpindahan panas secara radiasi diabaikan, karena dianggap pengaruhnya kecil. e) Suhu fluida disekitar sirip diasumsikan tetap dan merata. f) Tidak ada pembangkitan energi didalam sirip. g) Penyelesaian penelitian ini dilakukan simulasi komputasi dengan mempergunakan metode beda hingga cara eksplisit. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: a) Menghitung distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas sirip pada keadaan tak tunak. b) Mengetahui perbandingan laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip tak bercelah.

21 5 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah: a) Penelitian ini dapat memberikan wawasan baru tentang perhitungan laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip 2D pada keadaan tak tunak untuk sirip berbentuk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.a dan Gambar 1.1.b. b) Penelitian ini dapat membantu dalam merancang sirip dan pemilihan bahan sirip dengan mempertimbangkan laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas pada sirip. c) Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi bagi para peneliti lain untuk mengembangkan penelitian dengan bentuk penampang sirip yang berbeda. d) Pada aplikasi langsung pembuatan sirip motor bakar, dengan adanya penelitian ini diharapkan dalam merancang sirip, engineer selalu mempertimbangkan pengaruh luas penampang sirip, jenis bahan sirip, dan faktor kecepatan fluida dalam perancangan suatu sistem pendingin motor bakar.

22 6 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Kalor Kalor didefinisikan sebagai bentuk energi yang dapat berpindah antara dua sistem atau sistem dengan lingkungannya karena perbedaan temperatur. Transformasi energi panas dari sistem bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur lebih rendah disebut perpindahan kalor. Ilmu perpindahan panas tidak hanya memaparkan transfer energi panas dari benda satu ke benda lainnya, tetapi bisa digunakan untuk merencanakan atau meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu (J.P.Holman, 1995). Pada dasarnya terdapat tiga macam perpindahan panas (Heat transfer), yaitu perpindahan panas secara konduksi, perpindahan panas secara konveksi dan perpindahan panas secara radiasi (J.P.Holman, 1995). Dalam penelitian ini perpindahan panas secara radiasi diabaikan, karena hasil yang diperoleh tidak maksimal. 2.2 Perpindahan Kalor Konduksi Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan kalor antar molekul dalam suatu zat. Proses konduksi terjadi pada benda padat, benda cair, maupun gas jika terjadi kontak secara langsung. Dicontohkan pada aliran panas dari dinding silinder merambat menuju sirip - sirip silinder. Semakin luas permukaan silinder, semakin cepat pula transfer panas yang dialirkan dan dibuang ke udara. Terdapat empat hal penting dalam perpindahan kalor konduksi, yaitu konduktivitas kalor, 6

23 7 konduktansi kalor, resistivitas kalor dan resistansi kalor (Rafael Falcon, FT UI, 2008). Konduktansi panas (k) adalah perhitungan kapasitas dari perpindahan panas materi dalam menghantarkan panas. Persamaan konduktansi panas adalah..,, dengan adalah laju perpindahan kalor dengan satuan Watt, dx adalah tebal benda dengan satuan meter, A adalah luas permukaan benda yang tegak lurus arah perpindahan kalor, dt adalah beda perpindahan temperatur. Resistivitas kalor (r) dan resistansi kalor (R) adalah kebalikan dari konduktivitas panas (k) dan konduktansi panas (K). Gambar 2.1 Skema perpindahan kalor konduksi Persamaan perpindahan kalor konduksi adalah:.....(2.1) dengan : q : Laju perpindahan kalor konduksi (Watt)

24 8 A : Luas permukaan benda yang tegak lurus arah perpindahan kalor ( m 2 ) k : Konduktivitas termal bahan (Thermal conductivity) ( ) : Perbedaan suhu ( dx : Tebal benda (m) Tanda minus digunakan untuk memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu kalor akan mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala suhu. Persamaan (2.1) disebut hukum Fourier tentang konduksi kalor. 2.3 Konduksi Termal Konduktivitas termal (k) merupakan perhitungan kapasitas hantar panas suatu bahan, atau bisa juga dikatakan konduktivitas adalah sifat bahan yang menunjukkan seberapa cepat bahan itu menghantarkan panas konduksi. Persamaan konduktivitas kalor (k) adalah. termal suatu bahan dapat diukur berdasarkan hukum Fourier.. Nilai konduktivitas Nilai konduktivitas termal bahan dapat dilihat dalam Tabel 2.1, untuk memperlihatkan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek. Pada umumnya konduktivitas termal bahan sangat tergantung pada suhu dan struktur atomik bahan.

25 9 Tabel 2.1 Nilai konduktivitas termal beberapa bahan (J.P.Holman, Sixth Edition hal 8) Bahan... Logam : Perak (murni) Tembaga (murni) Alumunium (murni) Nikel (murni) Besi (murni) Baja karbon 1% Timbal (murni) 34 20,3 Baja krom-nikel (18% Cr, 8% Ni) 16,3 9,4 Bukan logam : Kuarsa (sejajar sumbu) 41,6 24 Magnesit 4,15 2,4 Marmer 2,08-2,94 1,2-1,7 Batu pasir 1,83 1,06 Kaca jendela 0,78 0,45 Wol kaca 0,038 0,02 Zat cair Air raksa 8,21 4,74 Air 0,556 0,327 Amoniak 0,54 0,312 Minyak pelumas SAE 50 0,147 0,085 Freon 12 0,073 0,042 Gas Hidrogen 0,175 0,101 Helium 0,141 0,081 Udara 0, Uap air (jenuh) 0,0206 0,119 Nilai k semakin besar artinya kalor dapat mengalir dengan mudah dan cepat. Bahan logam, umumnya memiliki nilai konduktivitas termal yang lebih baik dibandingkan dengan bahan yang bukan logam.

26 Perpindahan kalor konveksi Perpindahan kalor konveksi adalah proses transfer panas cairan atau gas (fluida) yang suhunya lebih tinggi mengalir ke permukaan benda yang suhunya lebih rendah. Fluida mengalir melalui permukaan benda yang suhunya berbeda, energi panas akan mengalir diantara permukaan benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah. Laju aliranya tergantung pada sifat fisik fluida dan macam aliran fluida (J.P.Holman, 1995). Dengan kata lain, perpindahan kalor konveksi adalah perpindahan aliran panas melalui molekul molekul. Contoh, pada waktu kita merebus air, air panas yang dibawah naik ke atas. Contoh aplikasi pada motor, pada radiator. Gambar 2.2 Skema perpindahan kalor konveksi Persamaan Perpindahan kalor konveksi adalah: q = h.a.( - )...(2.2) dengan : q : Laju perpindahan kalor konveksi (Watt) A : Luas permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida (m 2 )

27 11 h : Koefisien Perpindahan kalor konveksi dengan satuan ( ) : Suhu permukaan benda ( : Suhu fluida ( Perpindahan kalor konveksi terjadi jika ada medium yang bergerak, misalnya fluida (udara, air, gas). Perpindahan kalor konveksi dibedakan menjadi 2 yaitu: konveksi alami dan konveksi paksa. Persamaan (2.2) disebut hukum Newton tentang konveksi kalor Konveksi alamiah Perpindahan kalor konveksi alamiah adalah perpindahan panas karena beda suhu dan beda kerapatan fluida, tidak ada energi luar yang mendorongnya. Perbedaan suhu antara permukaan benda padat dengan fluida mengakibatkan panas mengalir. Permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida mengalami perubahan kerapatan, perubahan kerapatan mengakibatkan fluida yang lebih berat mengalir ke bawah, dan fluida yang lebih ringan akan mengalir ke atas. Arus konveksi bebas dan arus konveksi paksa berfungsi mentransferkan energi panas yang tersimpan dalam fluida. Perbedaannya adalah intensitas gerakan pencampurannya, konveksi bebas umumnya memiliki nilai koefisien perpindahan kalor konveksi lebih kecil dibandingkan konveksi paksa Konveksi paksa Perpindahan kalor konveksi paksa adalah perpindahan panas yang terjadi karena adanya beda suhu, aliran fluida disebabkan karena energi luar yang mendorongnya; yang berasal dari pompa, kipas (fan).

28 Koefisien perpindahan kalor konveksi Koefisien perpindahan kalor konveksi (h) bervariasi terhadap: jenis aliran (laminer dan turbulen), bentuk ukuran benda dan area yang dialiri fluida, sifatsifat dari fluida, suhu rata-rata dan posisi sepanjang permukaan benda. Selain pengaruh diatas, nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) juga dipengaruhi mekanisme perpindahan panas dengan konveksi paksa (gerakan fluida karena bantuan pompa atau kipas), atau dengan konveksi bebas. Pada Tabel 2.2 disajikan nilai Koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dengan kondisi yang berbeda. 2.6 Efisiensi dan Efektivitas sirip Efisiensi sirip (η) adalah perbandingan antara kalor sesungguhnya yang dilepas sirip, dengan kalor ideal yang dilepas sirip. Efektivitas sirip (ε) adalah perbandingan antara kalor sesungguhnya yang dilepas sirip, dengan kalor yang dilepas sirip jika tidak bersirip. Eisiensi sirip η Efektivitas sirip ε dengan:.,.,...,.,.....(2.3)...(2.4), : Kalor sesungguhnya yang dilepas sirip (Watt) : Kalor ideal yang dilepas sirip (Watt) : Kalor yang dilepas sirip jika tidak bersirip (Watt) : Luas permukaan volume kontrol pada posisi i,j yang bersentuhan dengan fluida ( )

29 13 : Luas permukaan sirip ( ) : Luas dasar sirip ( ), : Suhu dasar sirip saat n+1 ( ) : Suhu volume kontrol diposisi i,j saat n+1 ( ) Tabel 2.2 Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (J.P.Holman, Sixth Edition hal 13) Konveksi bebas, dt= 30 Modulus... Plat vertikal (tinggi 0,3 m) atau (1 ft di udara). 4,5 0,79 Silinder horizontal (diameter 5 cm) di udara. 6,5 1,14 Silinder horizontal ( diameter 2 cm ) di air. Konveksi paksa Aliran udara 2 m/s di atas plat bujur sangkar 0,2 m. 12 2,1 Aliran udara 35 m/s di atas plat bujur sangkar 0,75 m ,2 Udara 2 atm mengalir di dalam tabung (diameter 2, ,4 cm), kecepatan 10 m/s. Air 0,5 kg/s dalam tabung 2,5 cm Aliran Udara mengalir didalam tabung (diameter 5 cm), kecepatan 50 m/s. Air mendidih Dalam kolam atau bejana Mengalir dalam pipa Pengembunan uap air, 1atm Muka vertikal Diluar tabung horizontal

30 Bilangan Nusselt (Nu) Bilangan Nusselt merupakan rasio perpindahan panas konveksi dengan perpindahan panas konduksi pada kondisi yang sama. Artinya, pada suatu titik (misalnya: n) pada permukaan benda yang tipis, terjadi perpindahan panas secara konveksi dan konduksi. Besarnya kalor yang dilepaskan benda secara konveksi sama dengan besarnya kalor yang dilepaskan benda secara konduksi. Pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 diperlihatkan perpindahan panas secara konveksi dan konduksi tersebut. Gambar 2.3 Perpindahan kalor secara konveksi.....(2.5) Gambar 2.4 Perpindahan kalor secara konduksi.....(2.6) Perbandingan persamaan (2.5) dengan persamaan (2.6) disebut bilangan Nusselt (2.7)

31 15 dengan : : Bilangan Nusselt k : Koefisien perpindahan panas kondukksi fluida ( ) h : Koefisien perpindahan kalor konveksi ( ) dx : Panjang karakteristik (m) Bilangan Reynold (Re) Bilangan Reynold (Re) merupakan rasio antara gaya inersia ( ) dengan gaya viscous ( ). Bilangan Reynold (Re) menggabungkan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu....(2.8) dengan : : Bilangan Reynold V : Kecepan fluida yang mengalir ( ) L : Panjang benda yang sejajar aliran fluida (m) ρ : Kerapatan (densitas fluida) ( ) µ : Viskositas absolut fluida dinamis ( ) ν : Viskositas kinematik fluida ( ), satuan ( ) Nilai ρ, μ, v tergantung jenis fluida (lampiran).

32 Bilangan Prandtl (Pr) Bilangan Prandtl merupakan rasio antara difusifitas momentum (kinematic viscosity, ν ) dengan difusifitas panas ( ). dengan :...(2.9) Pr : Bilangan Prandtl μ : Viskositas absolute fluida dinamis ( ) : Kalor jenis fluida ( ) k : Koefisien perpindahan panas konduksi fluida ( ) Bilangan Rayleigh (Ra) Bilangan Rayleigh adalah bilangan tak berdimensi yang terkait dengan aliran konveksi bebas atau konveksi natural. Bilangan Rayleigh digunakan untuk menentukan jenis aliran laminar atau turbulen pada aliran konveksi bebas....(2.10)

33 17 dengan : : Bilangan Rayleigh pada arah x g : Kecepatan gravitasi ß : Koefisien termal ekspansi 2 ß = ( 1 / T f ), T T : Temperatur fluida (K) : Temperatur permukaan benda (K : Temperatur pada suhu film (K x : Panjang karakteristik (m) α : Thermal diffucity, 2 ν : Viskositas kinematik fluida, Bilangan Grashoff (Gr) Bilangan Grashoff adalah bilangan tak berdimensi yang terkait dengan aliran konveksi bebas atau konveksi natural. Gr.ß.. x...(2.11) dengan : : Bilangan Grashoff pada arah x g : Kecepatan gravitasi 2 ß : Koefisien termal ekspansi ( ) ß = ( 1 / T f ), T

34 18 T : Temperatur fluida (K) : Temperatur permukaan benda (K : Temperatur pada suhu film (K x : Panjang karakteristik (m) ν : Viskositas kinematik fluida ( ) 2.8 Hubungan Bilangan Nusselt (Nu), Reynold (Re), Prandtl Number (Pr) konduksi). Nilai Re, dan Pr mempengaruhi besar nilai h (koefisien perpindahan kalor Gambar 2.5 Skema perpindahan kalor konveksi pada plat rata Pada Gambar (2.5) temperatur fluida rata-rata T dari nilai T bisa didapatkan nilai (ρ, μ, v, k, Pr) fluida yang bekerja. Berdasarkan persamaan (2.6) nilai Re bisa diketahui, sehingga persamaan Nu (bilangan Nusselt) bisa diketahui berdasarkan jenis alirannya. Pada Tabel 2.3 bisa didapatkan persamaan Nu berdasarkan jenis aliranya pada plat rata, dan pada Tabel 2.4 bisa diketahui persamaan Nu berdasarkan penampang benda yang dilalui fluida.

35 Aliran laminar rata-rata pada konveksi paksa Pada Tabel 2-3 persamaan untuk aliran laminar rata-rata adalah :...(2.12). 0, (2.13).0, (2.14) dengan : h : Koefisien perpindahan panas konveksi fluida ( ) dx : Panjang karakteristik (m) k : Koefisien perpindahan panas konduksi fluida ( ) V : Kecepatan fluida yang mengalir ( ) L : Panjang benda yang sejajar aliran fluida (m) ν : Viskositas kinematik fluida ( ), satuan ( ) Pr : Bilangan Prandtl (Bilangan tidak berdimensi). Pada persamaan 2.14, besarnya nilai h (Koefisien perpindahan panas konveksi fluida) sebanding dengan besarnya nilai k (Koefisien perpindahan panas konduksi fluida). Artinya semakin besar nilai k, nilai h juga semakin besar. Tetapi nilai h berbanding terbalik dengan nilai L. Jadi, nilai h suatu fluida dipengaruhi oleh nilai k, Re, Pr, dan L.

36 20 Tabel 2.3 Persamaan untuk aliran yang melewati plat rata (J.P.Holman, Sixth Edition Tabel 5.2) Aliran Batas / syarat Persamaan T = konstan;. Laminar lokal Re 5.10 ; 0,332. Re/. Pr / 0,6 < Pr < 50. T = konstan; Laminar lokal Re 5.10 ;.. / Laminar lokal Laminar lokal Pr < 100. q = konstan; Re 5.10 ; 0,6 < Pr < 50. q = konstan; Re 5.10 ; Laminar rata-rata Re T = konstan; Laminar lokal Re 5.10 ; Pr<1 (logam cair). T = konstan; Mulai pada x=x0; Laminar lokal Re 5.10 ; 0,6 < Pr < 50. T = konstan; Turbulen lokal 5.10 Re T = konstan; Turbulen lokal 5.10 Re q = konstan; Turbulen lokal 5.10 Re T = konstan; Laminar-Turbulen Re 5.10 rata-rata ; , 0,435. Re/. Pr /.,./. /, / /.. 0,664. Re/. Pr / 0,564. Re. Pr/ 0,332. Re. Pr. 1 / St, Pr / 0,0296. Re, St, Pr / 0,185. logre,. 1,04.. Tw konstan St, Pr / 0,037. Re, 850. Re h. x k Pr 0,037. Re, 850

37 21 Tabel 2.4 Aliran yang melewati silinder penampang lingkaran dan tidak lingkaran (Cengel, Tabel 7-1) Penampang silinder Fluida Batas Bilangan Nusselt Lingkaran Segiempat Gas atau Cair 0, h. D k 0,989. Re,. Pr / h. D k 0,911. Re,. Pr / h. D k 0,683. Re,. Pr / h. D k 0,193. Re,. Pr / h. D k 0,027. Re,. Pr / Gas h. D k 0,102. Re,. Pr / Segiempat diputar 45 Gas ,246. Re,. Pr / Segienam Gas ,153. Re,. Pr / Segienam diputar 45 Plat vertikal Gas , , h. D k 0,160. Re,. Pr / h. D k 0,0386. Re,. Pr / Gas ,228. Re,. Pr / Elips Gas 2, ,248. Re,. Pr /

38 Aliran di atas plat rata pada Konveksi Paksa Pengelompokan aliran yang mengalir di atas plat diketahui dari bilangan Reynolds, Re. Gambar 2.6 Berbagai daerah aliran lapisan batas di atas plat rata Transisi dari aliran laminar menjadi turbulen terjadi bila Re > , untuk aliran sepanjang plat rata, lapisan batas selalu turbulen untuk Re dan untuk mengetahui jenis aliran fluida dapat dilihat pada Tabel (2.3) Aliran di atas plat atau silinder vertikal pada Konveksi Alami Koefisien perpindahan kalor konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dinyatakan dalam bentuk :......(2.15) dengan : Nu : Bilangan Nusselt pada suhu film C, m : Konstanta perpindahan kalor konveksi bebas Gr Pr : Bilangan Grashoff pada suhu film : Bilangan Prandtl pada suhu film

39 23 f menunjukkan bahwa sifat-sifat untuk gugus tak berdimensi dievaluasi pada suhu film : ) dengan : Tw Ts : Suhu fluida kerja ( : Suhu permukaan benda ( Bilangan Rayleigh (Ra) = Hasil perkalian Gr.Pr...(2.17) dengan : Ra Gr Pr : Bilangan Rayleigh : Bilangan Grashoff : Bilangan Prandtl Nilai C dan m untuk aliran laminer bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.5 Nilai C dan m untuk aliran laminer Jenis aliran Ra=Gr.Pr C m 10 Laminar 10 0,59 1/ ,10 1/3

40 24 BAB III PERSAMAAN NUMERIK TIAP VOLUME KONTROL 3.1 Kesetimbangan Energi Keadaan Tak Tunak Kesetimbangan energi keadaan tak tunak yaitu, jumlah energi yang masuk atau yang keluar pada volume kontrol selalu tidak tetap/ berubah-ubah terhadap waktu. Kesetimbangan Energi persatuan waktu pada volume kontrol (ruang yang dibatasi control surface dimana energi dan materi dapat lewat) dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:...(3.1) Dengan: = Energi yang masuk volume kontrol persatuan waktu (Watt). = Energi yang dibangkitkan volume kontrol persatuan waktu (Watt). = Energi yang keluar volume kontrol persatuan waktu (Watt). = Energi yang tersimpan di dalam volume kontrol persatuan waktu (Watt). Gambar 3.1 Kesetimbangan energi dalam volume kontrol 24

41 25 Berdasarkan persamaan kesetimbangan Energi pada keadaan tak tunak, maka persamaan kesetimbangan energi dalam volume kontrol sebagai berikut: q Dengan : ρ. c. V. )...(3.2) = Jumlah kalor yang masuk dalam volume kontrol. ρ = Massa jenis bahan sirip ( kg ) m = Kalor jenis bahan sirip (. ) V = Volume kontrol ( ) n dt = Menunjukan waktu. = Selang waktu (detik) 3.2 Persamaan Numerik tiap node dari waktu ke waktu Sirip yang akan di analisis berbentuk seperti pada Gambar 1.1a dan Gambar 1.1.b, masing-masing dibagi menjadi 2 bagian bagian sama besar. Kemudian penampang tersebut masing-masing dibagi menjadi 175 dan 231 volume kontrol (node). Setiap volume kontrol (node) memiliki nilai 0,01, dengan tebal sirip ( Pembagian volume kontrol (node) kedua sirip dapat dilihat pada Gambar 3.2.a dan Gambar 3.2.b..

42 26 Gambar 3.2.a Setengah bagian sirip bercelah

43 27 Gambar 3.2.b Setengah bagian sirip tak bercelah/ utuh

44 28 Pada Gambar 3.2.a dan Gambar 3.2.b, dapat dilihat penelitian ini terdapat 4 persamaan yang menjadi pokok dalam perhitungan distribusi suhu pada tiap volume kontrol (node) dari waktu ke waktu. Persamaan tersebut, yaitu: a) Volume kontrol (node) pada suhu dasar sirip. Volume kontrol dikondisikan tetap sebesar (Suhu dasar sirip). Volume kontrol tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2.a (sirip bercelah) dengan nomor : 1; 22; 43; 64; 85; 106; 127; 148; 155; 162; 169, dan pada Gambar 3.2.b (sirip tak bercelah/ utuh) dengan nomor : 1; 22; 43; 64; 85; 106; 127; 148; 169; 190; 211. Persamaanya sebagai berikut :...(3.3) b) Volume kontrol (node) bagian tepi sirip, Gambar 3.3 Volume kontrol pada bagian tepi sirip

45 29 Sirip bercelah (Gambar 3.2.a) pada nomor : 2-20; 42; 63; 84; 105; 126; ; 154; 161; 168; 175. Sirip tak bercelah/ utuh (Gambar 3.2.b) pada nomor : 2-20; 42; 63; 84; 105; 126; 147; 168; 189; 210; ,.....,.,,,,....(3.4). (3.5)...(3.6)...,...(3.7).(. ).,......(3.8).(. ).,......(3.9) Persamaan numerik volume kontrol keadaan tak tunak :... ; dx = dy...(3.10) ,,...(3.11)...,,...,,...,...,..., =.... Kedua ruas dikali.. (3.12),,,,.....,,,,,,.,,.., (3.13)

46 30,,,,,..,,,,.,... Kedua ruas dikali... (3.14). 2..,,.,,.,, 2..., ,,, (3.15),.,,, (3.16),. Syarat stabilitas : (3.17) (3.18) (3.19)...(3.20) (3.21) (3.22)

47 31 c) Volume kontrol (node) bagian pojok sirip, Sirip bercelah (Gambar 3.2.a) pada nomor : 21 dan 147. Sirip tak bercelah/ utuh ( Gambar 3.2.b) pada nomor : 21. Gambar 3.4 Volume kontrol pada bagian pojok sirip...,,...(3.23)...,...(3.24)...,...(3.25)...,,...(3.26) 6.(. ).,...(3.27)

48 32 Persamaan numerik pada volume kontrol keadaan tak tunak :... ; dx = dy...(3.28) ,,...(3.29).....,.,,,...,,...,...,.(. ).,.(. )., Kedua ruas dikali... (3.30) 2.,,...,..., 2.,....,....,,, (3.31) 2.,, 2.., 2.., 2.,,....,,,... (3.32),.,.,, (3.33) Syarat stabilitas : (3.34) (3.35)

49 (3.36) (3.37)...(3.38) (3.39) d) Volume kontrol (node) bagian tengah sirip, Sirip bercelah (Gambar 3.2.a) pada nomor : 23-41; 44-62; 65-83; ; ; ; ; ; ; Sirip tak bercelah/ utuh (Gambar 3.2.b) pada nomor : 23-41; 44-62; 65-83; ; ; ; ; ; ; Gambar 3.5 Volume kontrol pada bagian tengah sirip

50 34. 1,. 1,.,1.,1,,,,...(3.40)...(3.41)...(3.42)...(3.43)...,...(3.44) Persamaan numerik pada volume kontrol keadaan tak tunak :... ; dx = dy...(3.45) ,,...(3.46). 1,,. 1,,., ,.....,,,.,1 Kedua ruas dikali....(3.47),,,,,,,,....,...,,, (3.48),,,,,,,,....,.,, Kedua ruas dikali Fo...(3.49)

51 35.,,.,,.,,.,,.....,,,...(3.50),.,,,,,......(3.51).... Syarat stabilitas : (3.52) (3.53) (3.54) (3.55)...(3.56) (3.57) dengan :,, : adalah suhu volume kontrol ke-i, saat t= n ( ) : adalah suhu volume kontrol ke-i, saat t= n+1 ( ) : adalah suhu volume kontrol diposisi i,j, saat t= n ( ) : adalah suhu volume kontrol diposisi i,j, saat t= n+1 ( ) : adalah suhu fluida disekitar sirip ( ) : Bilangan Biot.

52 36 t k : Bilangan Fourrier. : Jarak antara volume kontrol dalam arah x (m) : Jarak antara volume kontrol dalam arah y (m) : Selang waktu (s) : Tebal sirip (m) : Koefisien perpindahan panas konduksi ( ) h : Koefisien perpindahan panas konveksi ( ) ρ : Masa jenis bahan sirip ( 3 ) C : Kalor jenis bahan ( ) α : Difusivitas thermal bahan ( )

53 37 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan secara komputasi, data pada program diperoleh dari penurunan rumus suhu dari waktu ke waktu secara numerik dengan metode beda hingga eksplisit. 4.2 Pengumpulan Data Setelah program untuk perhitungan distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas dibuat, maka input dari variabel penelitian dimasukkan. Dan dengan menjalankan program, maka akan diperoleh data dari hasil penelitian seperti yang diinginkan. Kemudian data hasil penelitian disimpan dan siap untuk diolah. Langkah perhitungan data untuk variasi bentuk sirip sebagai berikut: 1. Penurunan rumus suhu dari waktu ke waktu secara numerik. 2. Pembuatan program distribusi suhu sirip dari waktu ke waktu secara komputasi. 3. Pembuatan program kalor yang dilepas sirip dari waktu ke waktu secara komputasi. 4. Pembuatan program efisiensi dan efektivitas sirip dari waktu ke waktu secara komputasi. 37

54 38 5. Pembuatan grafik perbandingan terhadap laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas kedua sirip. 6. Nilai sifat bahan sirip (ρ, α, k, Cp) sesuai dengan bahan yang digunakan. Bahan yang digunakan tersebut adalah : alumunium murni. 4.3 Instrumen Penelitian Benda uji (sirip), ukuran dan bahan Bentuk dan gambar benda uji (sirip) dapat dilihat pada Gambar 1.1.a dan Gambar 1.1.b, dengan ukuran 20cm x 20cm x 1mm. Data bahan sirip yang digunakan dalam penelitian ini yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut : No Bahan ρ ( ) Cp (. ) α ( ) k ( ) 1 Aluminium murni ,418x Tabel 4.1 Sifat bahan yang digunakan dalam penelitian Peralatan Pendukung a. Perangkat keras (Hardware) : 1). Laptop HP Compaq 510, processor Intel Core 2 Duo CPU T GHz 2). Kalkulator CASIO fx-4500pa b. Perangkat lunak (Software) 1). Ms-Word ). Ms-Excel ). AutoCAD ). Photoshop

55 Definisi Operasional Dalam penelitian ini, definisi operasional yang diberlakukan pada bahan sirip sebagai berikut: 1. Bahan sirip dan sifat bahan yang digunakan dalam penelitian ditunjukan pada Tabel Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) sebesar 50 diasumsikan tetap dan seragam dari waktu ke waktu. 3. Suhu fluida disekitar sirip ( 25 ) diasumsikan tetap dan seragam dari waktu ke waktu. 4. Suhu mula-mula sirip ( 25 ) diasumsikan tetap dan seragam dari waktu ke waktu. 5. Suhu dasar sirip ( 100 ) diasumsikan tetap dan seragam dari waktu ke waktu. 6. perbandingan dilakukan terhadap laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip antara sirip bercelah (Gambar 1.1a) dengan sirip tidak bercelah/ utuh (Gambar 1.1.b), pada keadaan tak tunak. 4.5 Cara pengolahan data dan kesimpulan Cara pengumpulan data dilakukan dengan perhitungan secara komputasi, mulai dari penurunan rumus dan pembuatan program. Data-data diolah dengan bantuan program tertentu yang dapat menghasilkan bentuk grafik. Dengan membawanya ke dalam bentuk grafik, pembahasan dan kesimpulan terhadap hasil penelitian dapat dilakukan dengan mudah.

56 40 Hasil perhitungan secara komputasi dapat dilihat dari grafik hubungan pada tiap sirip. Dari grafik hubungan kalor yang yang dilepas sirip, efisiensi dan efektivitas sirip dari waktu ke waktu. Dari grafik hubungan tersebut, maka dapat diketahui pengaruh nilai suhu dasar sirip (T ), suhu fluida disekitar sirip (T ), nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dan jenis bahan sirip terhadap kalor yang yang dilepas sirip, efisiensi dan efektivitas sirip dari waktu ke waktu.

57 41 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Perhitungan n dan Pembahasan untuk Perpindahan Kalor Hasil dari perhitungan dan perbandingan perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip tak bercelah/ utuh dengan bahan aluminium murni, tersaji pada Gambar 5.1.a, Gambar 5.1.b dan Tabel 5.1 berikut : sirip bercelah 60 Kalor (Watt) sirip utuh Syarat batas : Tb = 100 ºC Tf = 25 ºC Ti = 25 ºC h = 50 Waktu ( detik ) Gambar 5.1.a Grafik perbandingan laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh pada 60 detik pertama.

58 sirip bercelah Kalor (Watt) sirip utuh Syarat batas : Waktu ( detik ) Tb = 100 ºC Tf = 25 ºC Ti = 25 ºC h = 50 Gambar 5.1.b Grafik perbandingan perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh pada detik ke-60 sampai keadaan tunak.

59 43 Tabel 5.1 Perbandingan perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh No. waktu (detik) Q total, Watt sirip bercelah sirip utuh % selisih penurunan 1 0 7,91 7,91 0,00 % ,55 23,55 0,00 % ,79 31,79 0,00 % ,67 37,67 0,00 % ,25 42,26-0,02 % ,93 45,98-0,11 % ,97 49,09-0,24 % ,51 51,71-0,39 % ,65 53,97-0,59 % ,46 55,92-0,82 % ,01 57,61-1,04 % ,33 59,10-1,30 % ,48 60,41-1,54 % ,47 61,56-1,77 % ,33 62,58-2,00 % ,08 63,49-2,22 % ,74 64,30-2,43 % ,32 65,02-2,61 % ,83 65,66-2,79 % ,28 66,24-2,96 % ,67 66,76-3,13 % ,02 67,22-3,27 % ,34 67,64-3,40 % ,61 68,02-3,54 % ,86 68,36-3,66 % ,08 68,66-3,76 % ,28 68,94-3,86 % ,46 69,18-3,93 % ,61 69,41-4,03 % ,76 69,61-4,09 % ,88 69,79-4,17 % ,00 71,48-4,87 % ,06 71,58-4,92 % ,06 71,58-4,92 % ,06 71,58-4,92 %

60 44 Hasil dari perhitungan perbandingan laju perpindahan kalor secara komputasi dapat dilihat pada Gambar 5.1.a, Gambar 5.1.b dan Tabel 5.1. Pada Gambar 5.1.a (60 detik pertama) dan Gambar 5.1.b (keadaan tunak) tampak bahwa perpindahan kalor pada sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip tak bercelah/ utuh dengan bahan yang sama (aluminium murni) berbeda. Dengan demikian, bentuk geometri sirip berpengaruh terhadap besarnya perpindahan kalor yang terjadi pada sirip. Bentuk sirip yang utuh (tidak bercelah) menunjukkan bahwa nilai laju perpindahan kalor lebih besar dibandingkan dengan sirip bercelah. Besarnya penurunan laju perpindahan kalor pada sirip bercelah dibandingkan dengan sirip utuh (yang dinyatakan dalam prosentasi), tersaji pada Tabel 5.1, bergerak antara 0 % s.d 4,92 %. Dengan demikian, selisih perbedaannya sebesar 4,92 %. Pada detik ke-60 untuk sirip utuh, besar kalor yang dipindahkan sebesar 69,79 Watt, sedangkan pada sirip bercelah sebesar 66,88 Watt. Penurunan laju perpindahan kalor karena adanya celah pada sirip sebesar 2,91 Watt atau 4,17 %. Pada keadaan tunak, untuk sirip utuh, besar kalor yang dipindahkan sebesar 71,58 Watt, sedangkan pada sirip bercelah sebesar 68,06 Watt. Besarnya penurunan laju perpidahan kalor karena adanya celah pada sirip sebesar 3,52 Watt atau 4,92 %. Penurunan sebesar 5 % untuk proses perpindahan kalor dapat dianggap kecil (dapat diabaikan). Jika faktor ekonomi turut menentukan dalam pemilihan sirip, maka akan lebih ekonomis penggunaan sirip yang bercelah dibandingkan dengan sirip utuh. Sirip bercelah mempunyai ukuran yang lebih kecil

61 45 dibandingkan dengan sirip utuh, yaitu 1 / 1,4 x sirip utuh. Sehingga pengeluaran biaya pembelian sirip dapat ditekan. 5.2 Hasil Perhitungann dan Pembahasan untuk Efisiensi (%) Hasil dari perhitungan dan perbandingan efisiensi dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip tak bercelah/ utuh dengan bahan aluminium murni, tersaji pada Gambar 5.2.a, Gambar 5.2.b dan Tabel 5.2 berikut : sirip bercelah Efisiensi (%) sirip utuh Syarat batas : Tb = 100 ºC Tf = 25 ºC Ti = 25 ºC h = Waktu ( detik ) Gambar 5.2.a Grafik perbandingan efisiensi sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh pada 60 detik pertama.

62 sirip bercelah Efisiensi (%) sirip utuh Syarat batas : Waktu ( detik ) Tb = 100 ºC Tf = 25 ºC Ti = 25 ºC h = 50 Gambar 5.2.b Grafik perbandingan perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh pada detik ke-60 sampai keadaan tunak.

63 47 Tabel 5.2 Perbandingan efisiensi dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh No. waktu (detik) Efisiensi sirip bercelah sirip utuh % selisih penurunan 1 0 6,21 6,21 0,00 % ,47 18,47 0,00 % ,93 24,93 0,00 % ,55 29,55 0,00 % ,13 33,14-0,03 % ,03 36,06-0,08 % ,41 38,50-0,23 % ,40 40,56-0,39 % ,08 42,33-0,59 % ,50 43,86-0,82 % ,71 45,19-1,06 % ,75 46,35-1,29 % ,65 47,38-1,54 % ,43 48,28-1,76 % ,10 49,08-2,00 % ,69 49,80-2,23 % ,21 50,43-2,42 % ,66 51,00-2,63 % ,06 51,50-2,80 % ,41 51,95-2,96 % ,72 52,36-3,13 % ,00 52,72-3,26 % ,24 53,05-3,41 % ,46 53,35-3,54 % ,66 53,61-3,64 % ,83 53,85-3,75 % ,98 54,07-3,87 % ,12 54,26-3,94 % ,25 54,44-4,02 % ,36 54,60-4,10 % ,46 54,74-4,17 % ,33 56,06-4,87 % ,38 56,14-4,92 % ,38 56,14-4,92 % ,38 56,14-4,92 %

64 48 Hasil dari perhitungan perbandingan nilai efisiensi secara komputasi dapat dilihat pada Gambar 5.2.a, Gambar 5.2.b dan Tabel 5.2. Pada Gambar 5.2.a (60 detik pertama) dan Gambar 5.2.b (keadaan tunak) tampak bahwa efisiensi pada sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip tak bercelah/ utuh dengan bahan yang sama (aluminium murni) berbeda. Dengan demikian, bentuk geometri sirip berpengaruh terhadap efisiensi pada sirip. Bentuk sirip yang utuh (tidak bercelah) menghasilkan nilai efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan sirip bercelah. Besarnya penurunan efisiensi pada sirip bercelah terhadap sirip utuh (yang dinyatakan dalam prosentasi), tersaji pada Tabel 5.2, bergerak antara 0 % s.d 4,92 %. Dengan demikian, selisih perbedaan maksimal sebesar 4,92 %. Pada detik ke-60 untuk sirip utuh, nilai efisiensi sebesar 54,74, sedangkan pada sirip bercelah sebesar 52,46. Penurunan efisiensi yang disebabkan karena adanya celah pada sirip sebesar 2,28 atau 4,17 %. Pada keadaan tunak, efisiensi untuk sirip utuh sebesar 56,14, sedangkan pada sirip bercelah sebesar 53,38. Besarnya penurunan efisiensi karena adanya celah pada sirip sebesar 2,76 atau 4,92 %. Penurunan sebesar 5 % untuk nilai efisiensi dapat dianggap kecil (dapat diabaikan). Jika faktor ekonomi turut menentukan dalam pemilihan sirip, maka akan lebih ekonomis penggunaan sirip yang bercelah dibandingkan dengan sirip utuh. Sirip bercelah mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan sirip utuh, yaitu 1 / 1,4 x sirip utuh. Sehingga pengeluaran biaya pembelian sirip dapat ditekan.

65 Hasil Perhitungann dan Pembahasan untuk Efektivitas Hasil dari perhitungan dan perbandingan efektivitas dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip tak bercelah/ utuh dengan bahan aluminium murni, tersaji pada Gambar 5.3.a, Gambar 5.3.b dan Tabel 5.3 berikut : sirip bercelah Efektivitas sirip utuh Syarat batas : Tb = 100 ºC Tf = 25 ºC Ti = 25 ºC h = 50 Waktu ( detik ) Gambar 5.3.a Grafik perbandingan efektivitas sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh pada 60 detik pertama.

66 Efektivitas sirip bercelah sirip utuh Waktu ( detik ) Syarat batas : Tb = 100 ºC Tf = 25 ºC Ti = 25 ºC h = 50 Gambar 5.3.b Grafik perbandingan perpindahan kalor dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh pada detik ke-60 sampai keadaan tunak.

67 51 Tabel 5.3 Perbandingan efektivitas dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip utuh No. waktu (detik) Efektivitas sirip bercelah sirip utuh % selisih penurunan ,19 13,19 0,00 % ,25 39,25 0,00 % ,98 52,98 0,00 % ,79 62,79 0,00 % ,41 70,43-0,03 % ,56 76,64-0,10 % ,62 81,81-0,23 % ,85 86,19-0,39 % ,41 89,95-0,60 % ,43 93,19-0,82 % ,01 96,02-1,05 % ,22 98,50-1,30 % ,13 100,68-1,54 % ,78 102,60-1,77 % ,22 104,30-1,99 % ,47 105,82-2,22 % ,57 107,16-2,42 % ,53 108,37-2,62 % ,38 109,44-2,80 % ,13 110,40-2,96 % ,79 111,26-3,12 % ,37 112,04-3,28 % ,89 112,74-3,41 % ,36 113,36-3,53 % ,77 113,93-3,65 % ,14 114,43-3,75 % ,46 114,89-3,86 % ,76 115,31-3,95 % ,02 115,68-4,03 % ,26 116,02-4,10 % ,47 116,32-4,17 % ,33 119,13-4,87 % ,43 119,29-4,91 % ,44 119,30-4,91 % ,44 119,30-4,91 %

68 52 Hasil dari perhitungan perbandingan efektivitas secara komputasi dapat dilihat pada Gambar 5.3.a, Gambar 5.3.b dan Tabel 5.3. Pada Gambar 5.3.a (60 detik pertama) dan Gambar 5.3.b (keadaan tunak) tampak bahwa efektivitas pada sirip dari waktu ke waktu antara sirip bercelah dengan sirip tak bercelah/ utuh dengan bahan yang sama (aluminium murni) berbeda. Dengan demikian, bentuk geometri sirip berpengaruh terhadap efektivitas pada sirip. Bentuk sirip yang utuh (tidak bercelah) menghasilkan nilai efektivitas yang lebih besar dibandingkan dengan sirip bercelah. Besarnya penurunan efektivitas pada sirip bercelah terhadap sirip utuh (yang dinyatakan dalam prosentasi), tersaji pada Tabel 5.3, bergerak antara 0 % s.d 4,91 %. Dengan demikian, selisih perbedaan maksimal sebesar 4,91 %. Efektivitas pada detik ke-60 untuk sirip utuh, sebesar 116,32, sedangkan pada sirip bercelah sebesar 111,47. Penurunan nilai efektivitas yang disebabkan karena adanya celah pada sirip sebesar 4,85 atau 4,17 %. Pada keadaan tunak, efektivitas untuk sirip utuh sebesar 119,30, sedangkan pada sirip bercelah sebesar 113,44. Besarnya penurunan nilai efektivitas yang disebabkan karena adanya celah pada sirip sebesar 5,86 atau 4,91 %. Penurunan sebesar 5 % untuk nilai efektivitas dapat dianggap kecil (dapat diabaikan). Jika faktor ekonomi turut menentukan dalam pemilihan sirip, maka akan lebih ekonomis penggunaan sirip yang bercelah dibandingkan dengan sirip utuh. Sirip bercelah mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan sirip utuh, yaitu 1 / 1,4 x sirip utuh. Sehingga pengeluaran biaya pembelian sirip dapat ditekan.

69 53 Jadi, kesimpulan dari ketiga pembahasan di atas adalah bentuk sirip yang utuh (tidak bercelah) menunjukkan bahwa lebih baik dalam proses perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas pelepasan kalor dibandingkan dengan sirip bercelah. Namun bentuk sirip yang bercelah juga baik untuk digunakan jika memperhitungkan dari segi nilai ekonomis dan mengabaikan selisih penurunan nilai laju perpindahan kalor, efisiesnsi dan efektivitas.

70 54 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian : a) Perhitungan distribusi suhu dapat dilakukan dengan baik dengan menggunakan simulasi komputasi menggunakan metode beda hingga eksplisit. b) Besarnya laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh bentuk geometri sirip. Bentuk sirip utuh mempunyai laju perpindahan kalor yang lebih besar dibandingkan dengan sirip bercelah. Perbedaan laju perpindahan kalor berkisar antara 0 % s.d 4,92 %. c) Bentuk geometri sirip berpengaruh terhadap nilai efisiensi sirip. Bentuk sirip yang utuh (tidak bercelah) menghasilkan nilai efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan sirip bercelah. Perbedaannya berkisar antara 0 % s.d 4,92 %. d) Bentuk geometri sirip berpengaruh terhadap nilai efektivitas sirip. Bentuk sirip yang utuh (tidak bercelah) menghasilkan nilai efektivitas yang lebih besar dibandingkan dengan sirip bercelah. Perbedaannya berkisar antara 0 % s.d 4,91 %. 54

PENGANTAR PINDAH PANAS

PENGANTAR PINDAH PANAS 1 PENGANTAR PINDAH PANAS Oleh : Prof. Dr. Ir. Santosa, MP Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang, September 2009 Pindah Panas Konduksi (Hantaran)

Lebih terperinci

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK i PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DENGAN LUAS PENAMPANG BENTUK SEGIENAM FUNGSI POSISI DAN NILAI KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN FUNGSI SUHU KASUS SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK JUDUL SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Es krim adalah sejenis makanan semi padat. Di pasaran, es krim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Es krim adalah sejenis makanan semi padat. Di pasaran, es krim BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas dan pembuatan es krim Es krim adalah sejenis makanan semi padat. Di pasaran, es krim digolongkan atas kategori economy, good average dan deluxe. Perbedaan utama dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DENGAN PENAMPANG SEGIENAM KASUS 1 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin oleh : JULIUS TEGUH ARIWIBOWO

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMIAH PADA SALURAN PERSEGI EMPAT BERBELOKAN TAJAM OLEH Prof. DR. Ir. Ahmad Syuhada, M.

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTARISI DAFTARTABEL DAFTARGAMBAR DAFTARSIMBOL

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Termal Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau (Juni Oktober 2016). 3.2 Jenis

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Dwi Arif Santoso Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DENGAN LUAS PENAMPANG BENTUK PERSEGI FUNGSI POSISI DAN NILAI KONDUKTIVITAS FUNGSI SUHU KASUS SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR

SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR PERANCANGAN HEAT EXCHANGER TYPE SHELL AND TUBE UNTUK AFTERCOOLER KOMPRESSOR DENGAN KAPASITAS 8000 m 3 /hr PADA TEKANAN 26,5 BAR OLEH : FRANKY S SIREGAR NIM : 080421005 PROGRAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan Nama : Ahmad Sulaiman NIM : 5202414055 Rombel :2 PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan energi yang berpindah antar

Lebih terperinci

EFESIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LURUS BERPENAMPANG SEGI LIMA FUNGSI POSISI X KEADAAN TAK TUNAK KASUS 1 DIMENSI SKRIPSI

EFESIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LURUS BERPENAMPANG SEGI LIMA FUNGSI POSISI X KEADAAN TAK TUNAK KASUS 1 DIMENSI SKRIPSI EFESIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LURUS BERPENAMPANG SEGI LIMA FUNGSI POSISI X KEADAAN TAK TUNAK KASUS 1 DIMENSI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin Diajukan

Lebih terperinci

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam Pendekatan Perhitungan untuk intensitas radiasi langsung (beam) Sudut deklinasi Pada 4 januari, n = 4 δ = 22.74 Solar time Solar time = Standard time + 4 ( L st L loc ) + E Sudut jam Radiasi ekstraterestrial

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh. dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh. dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-nya. Shalawat serta salam penulis junjung kepada Nabi Muhammad

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 50 BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Menentukan Titik Suhu Pada Instalasi Water Chiller. Menentukan titik suhu pada instalasi water chiller bertujuan untuk mendapatkan kapasitas suhu air dingin

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR Oleh : DEKY PUTRA 04 04 22 013 3 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kondensor Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA Disusun Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik M. ROLAN

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PENDINGIN TRANSFORMATOR FREKUENSI TINGGI PADA MESIN BERKAS ELEKTRON 300 kev/20 ma

DESAIN SISTEM PENDINGIN TRANSFORMATOR FREKUENSI TINGGI PADA MESIN BERKAS ELEKTRON 300 kev/20 ma DESAIN SISTEM PENDINGIN TRANSFORMATOR FREKUENSI TINGGI PADA MESIN BERKAS ELEKTRON 300 kev/20 ma Mukhammad Cholil, Suprapto, Suyamto Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan-BATAN Jl. Babarsari Kotak

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL A. TUJUAN 1. Mengukur konduktivitas termal pada isolator plastisin B. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pengukuran dapat diperhatikan pada gambar 1.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Radiator Radiator adalah alat penukar panas yang digunakan untuk memindahkan energi panas dari satu medium ke medium lainnya yang tujuannya untuk mendinginkan maupun memanaskan.radiator

Lebih terperinci

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SOAL-SOAL KONSEP: 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! Temperatur adalah ukuran gerakan molekuler. Panas/kalor adalah

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS Nawawi Juhan 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe *Email:

Lebih terperinci

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng ALIRAN FLUIDA Kode Mata Kuliah : 2035530 Bobot : 3 SKS Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng Apa yang kalian lihat?? Definisi Fluida Definisi yang lebih tepat untuk membedakan zat

Lebih terperinci

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN MEMPEROLEH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN Disusun Oleh: MARULI TUA SITOMPUL NIM : 005202022 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP BERBENTUK BENDA PUTAR DENGAN JARI-JARI FUNGSI POSISI DAN KONDUKTIVITAS TERMAL FUNGSI SUHU KASUS SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN RINI YULIANINGSIH APA ITU PINDAH PANAS? Pindah panas adalah ilmu yang mempelajari transfer energi diantara benda yang disebabkan karena perbedaan suhu Termodinamika digunakan

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE PADA ALAT PENUKAR KALOR TABUNG CANGKANG DENGAN SUSUNAN TABUNG SEGITIGA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM PENURUNAN TEMPERATUR JUS BUAH DENGAN COIL HEAT EXCHANGER Nama Disusun Oleh : : Alrasyid Muhammad Harun Npm : 20411527 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi Standar Kompetensi 7. Menerapkan konsep suhu dan kalor 8. Menerapkan konsep fluida 9. Menerapkan hukum Termodinamika 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi 11. Menerapkan konsep magnet dan elektromagnet

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 4. Dasar Perhitungan Perhitungan beban pendingin di sini adalah perhitungan jumlah panas yang harus diambil leh evapratr. Adapun jumlah panas yang diambil leh evapratr

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR Jotho *) ABSTRAK Perpindahan panas dapat berlangsung melalui salah satu dari tiga

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan efflux time dalam dunia industri banyak dijumpai pada pemindahan fluida dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan pipa tertutup serta tangki sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT  JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com luqmanbuchori@undip.ac.id JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 KARYA AKHIR ANALISA STUDY TENTANG MESIN PENGGORENGAN DENGAN MENGGUNAKAN THERMOSIPHON REBOILER PADA PABRIK MIE INSTANT DENGAN KAPASITAS OLAH PABRIK 4. BUNGKUS /HARI LAMHOT AMRIS SAGALA 546 KARYA AKHIR YANG

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik JUNIUS MANURUNG NIM.

Lebih terperinci