BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN"

Transkripsi

1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan dan pembasahan yang telah dijelaskan, dapat dijelaskan proses konsensus Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo lebih mengarah pada proses konsensus yang berbentuk negosiasi/tawar menawar. Adapun proses negosiasi tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahapan pra negosiasi, tahapan negosiasi dan tahapan pasca negosiasi. Pada Dusun Pelemsari tahapan pra negosiasi telah terdapat kesepakatan intern warga sejak dari masa pengungsian. Pada masa pengungsian masyarakat Dusun Pelemsari telah sepakat untuk melakukan relokasi karena hunian mereka yang hancur dan efek traumatis karena erupsi Merapi 2010 merenggut korban jiwa di Dusun Pelemsari. Representasi masyarakat Pelemsari dalam dialog dengan pemerintah dilakukan oleh kepala dusun dan tokoh-tokoh masyarakat. Pada tahapan negosiasi, Dusun Pelemsari yang sudah mempunyai agenda untuk melakukan relokasi. Namun opsi A yang ditawarkan pemerintah lewat Gubernur DIY jauh dari harapan warga. Maka pada pertemuan dengan pemerintah selanjutnya, warga menyatakan sikap bahwa mereka siap direlokasi namun tanah baik di hunian tetap maupun di Dusun Pelemsari menjadi hak milik warga. Karena belum mendapatkan tanggapan dari Gubernur DIY, maka warga berinisiatif untuk mencari lahan sendiri sebagai calon hunian tetap mereka. Ketika sudah mendapatkan tanah di Karangkendal, Dusun Gondang, Desa Umbulharjo dan akan dibangun hunian relokasi bagi warga Dusun Pelemsari timbul masalah. Tanah yang akan dibangun tersebut kurang luas apabila ditambah dengan 117

2 sarana dan prasarana pendukung tingkat dusun. Sehingga warga mengadakan audiensi dengan Bupati Sleman untuk meminta solusi. Berhubung tanah yang dibeli warga dekat dengan tanah kas desa, maka Bupati Sleman kemudian akan mengusulkan kepada Gubernur DIY agar diteruskan pada Departemen Dalam Negeri agar tanah kas desa tersebut dapat menutupi kekurangan tanah relokasi Dusun Pelemsari. Pada audiensi ini pula masyarakat dan pemerintah sepakat pembangunan hunian tetap warga Pelemsari akan difasilitasi oleh Rekompak. Pada fase ini antara warga dan pemerintah telah mencapai kesepakatan. Pada tahapan pasca negosiasi, yaitu proses perencanaan dan pembangunan hunian tetap Karangkendal, memakan waktu sekitar satu tahun. Masyarakat mengikuti proses yang difasilitasi Rekompak. Warga dapat menempati hunian tetap Karangkendal pada pertengahan Kemudian pada Januari 2013, warga mendapat kejelasan. Pada saat itu Gubernur DIY menyerahan sertifikat hak milik hunian tetap. Pada penyerahan sertifikat inilah pemerintah memenuhi hak para warga yang sudah sepakat untuk direlokasi. Sedangkan untuk Dusun Pangukrejo, pada tahapan pra negosiasi belum banyak yang dilakukan oleh warganya. Pada saat itu warga lebih banyak yang berupaya memperbaiki kembali rumah mereka di Dusun Pangukrejo. Hal ini disebabkan tingkat kerusakan yang terjadi di Dusun Pangukrejo tidak merata, ada yang rumahnya rusak berat dan ada yang rusak ringan. Pada masa pengungsian, warga juga tidak mengungsi bersama, namun terbagi ke dalam beberapa kelompok. Hal ini menyebabkan sulitnya komunikasi diantara warga. Dalam benak warga setelah erupsi akan kembali ke Dusun Pangukrejo. Kondisi kepala dusun yang sedang sakit dan meninggal pada awal tahun 2011 juga menyebabkan Dusun Pangukrejo kehilangan sosok yang dapat menyatukan warganya. Hal ini menyebabkan representasi warga dalam dialog antara masyarakat Pangukrejo dan pemerintah kurang dapat mewakili aspirasi masyarakat walaupun juga diwakili oleh tokoh masyrakat Dusun Pangukrejo. 118

3 Tahapan negosiasi Dusun Pangukrejo dimulai ketika Gubernur DIY meresmikan huntara Plosokerep dimana juga menjadi huntara bagi warga Dusun Pangukrejo. Pada saat itu Gubernur DIY juga mensosialisasikan opsi A. Warga Pangukrejo pun menolak opsi ini. Setelah opsi A, timbul pula tawaran seperti relokasi mandiri, bagi warga yang mempunyai tanah di bawah dapat dibangunkan oleh pemerintah. Namun opsi ini juga tidak terlalu mendapat tanggapan dari warga. Setelah itu pada pertengahan 2011, warga diberikan opsi B untuk relokasi. Rekompak dan tokoh masyarakat setempat kemudian membuka pendaftaran bagi warga yang ingin mendaftar relokasi sesuai dengan opsi B yang telah disosialisasikan melalui tokoh masyarakat. Pada saat itu kemudian ada 114 KK yang mendaftar untuk mengikuti relokasi. Sebanyak 114 KK lantas mengikuti proses perencanaan yang difasilitasi Rekompak. Dalam proses perencanaan warga harus menandatangani surat pernyataan tidak akan menghuni tanah mereka di Dusun Pangukrejo. Timbul keraguan warga ketika harus menandatangani surat pernyataan ini. Warga kemudian meminta jaminan tertulis yang ditandatangani pejabat berwenang bahwa tanah yang di Dusun Pangukrejo tidak akan diambil oleh pemerintah. Rekompak yang menjadi fasilitator kemudian mengajukan hal tersebut kepada pemerintah Kabupaten Sleman. Pemerintah kemudian menggelar beberapa kali dialog dengan tokoh masyarakat. Namun tidak menemukan kesepakatan dengan warga dikarenakan antara pertemuan satu dengan pertemuan lainnya selalu berbeda instansi yang bernegosiasi. Karena tidak tercapainya kesepakatan, maka oleh kepala BPBD Sleman warga Dusun Pangukrejo yang tidak jadi ikut relokasi dapat mengambil opsi live harmony with disaster. Pada tahap awal ini yang tetap ikut relokasi pemerintah sebanyak 35 KK dari 114 KK yang awalnya mendaftar. Pada tahapan pasca negosiasi di Dusun Pangukrejo, akhirnya ada 56 KK yang telah mendaftar untuk menyusul 35 KK yang sudah berada di hunian tetap 119

4 Plosokerep. Beberapa warga yang menyusul ini dikarenakan mereka telah melihat Dusun Pelemsari yang oleh pemerintah benar-benar ditepati akan diberikan sertifikat hak milik, baik di hunian tetapnya maupun tanah asal mereka. Rekompak akan menunggu hingga akhir Juni 2013 sebagai akhir waktu pendaftaran untuk mengikuti relokasi pemerintah ini, karena setelah Juni 2013, program relokasi pemerintah untuk korban erupsi Merapi 2010 akan dihentikan. Kedua proses konsensus yang berupa negosiasi di atas pasti mempunyai beberapa faktor pengaruh. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi proses konsensus relokasi masyarakat di Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo adalah sebagai berikut : a. Tingkat kerusakan rumah, faktor ini adalah faktor yang paling mendasari warga untuk memutuskan relokasi atau tidak. Dusun Pelemsari yang tingkat kerusakannya parah hingga rata dengan tanah relatif lebih mudah untuk direlokasi. Mereka dari awal mempunyai kesadaran dan berkomitmen untuk relokasi. Sedangkan Dusun Pangukrejo yang tingkat kerusaskan bervariasi, bahkan beberapa hanya rusak ringan lebih sulit direlokasi karena dengan beberapa perbaikan mereka sudah bisa menghuni rumah mereka kembali. Mereka merasa berat untuk meninggalkan rumah mereka yang sudah susah payah mereka bangun kembali. b. Masalah tanah dan jaminan atas tanah, warga Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari mempermasalahkan bagaimana status tanah asal mereka dan keduanya ingin masih memiliki tanah tersebut. Warga Dusun Pangukrejo bahkan ingin jaminan tertulis bahwa tanah di dusun mereka tidak akan diambil oleh pemerintah. c. Representasi masyarakat Masyarakat Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo keduanya ketika berdialog dengan pemerintah diwakili oleh tokoh masyarakat masing-masing. Untuk Dusun Pelemsari, tokoh masyarakat mampu mengkomunikasikan 120

5 keinginan warga karena di dalam masyarakat Dusun Pelemsari telah terjalin kesepakatan. Sedangkan untuk Dusun Pangukrejo, dalam masyarakatnya sendiri belum terjalin kesepakatan sehingga ketika tokoh masyarakat berdialog dengan pemerintah tidak bisa menyuarakan keinginan masyarakat. 6.2 Saran Berdasarkan temuan penelitian, analisis, dan kesimpulan, beberapa saran bagi penelitian selanjutnya atau bagi seluruh stakeholder yang terlibat adalah sebagai berikut : Untuk penelitian selanjutnya Penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang potensi ekonomi pariwisata di Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari. Saat ini wisata lava tour telah berkembang dengan pesat. Banyaknya pengunjung pasca erupsi Merapi 2010 yang ingin mengetahui sisa-sisa erupsi dapat dimanfaatkan warga sekitar untuk membantu pemulihan ekonomi warga pasca erupsi. Hal ini dapat diteliti bagaimana proses perkembangannya dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi berkembangnya lava tour di Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari. Bagi Pemerintah Kebijakan yang disampaikan kepada masyarakat sebaiknya merupakan kebijakan yang sudah final. Sosialisasi kebijakan yang diberikan kepada masyarakat Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari keduanya belum final. Awalnya masyarakat diberi opsi A, kemudian opsi B menjadikan masyarakat resisten terlebih dahulu karena kebijakan awal yang dilontarkan adalah kebijakan yang paling ketat. Apalagi bagi mereka yang tidak terlalu membutuhkan relokasi seperti di Dusun Pangukrejo akan lebih resisten pada tahap-tahap selanjutnya. Berbeda bagi warga Dusun Pelemsari yang memang membutuhkan hunian relokasi masih dapat menerima opsi B. 121

6 Agen pemerintah dalam dialog masyarakat setidaknya harus sama dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya. Hal ini sangat dibutuhkan agar kesepakatan dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya dapat terus dijalankan. Perbedaan agen pada setiap dialog akan menjadikan tidak sinkronnya antara satu dialog dengan dialog selanjutnya. Beberapa komunikasi penting atau penyampaian informasi penting sebaiknya dapat dilakukan langsung antara pemerintah dan seluruh masyarakat. Hal ini dapat meminimalisir informasi yang diberikan tidak sepenuhnya atau ditambah-tambahi apabila melalu perantara misalnya oleh tokoh masyarakat. Komunikasi langsung antara pemerintah dan seluruh masyarakat juga dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan mendukung komunikasi-komunikasi selanjutnya Bagi masyarakat Tokoh masyarakat yang memegang peranan penting sebagai perwakilan dalam proses dialog hendaknya dapat mengetahui bagaimana keinginan para warga. Tokoh masyarakat setidaknya dalam pertemuan intern warga dapat menjaring aspirasi warga dan menyampaikannya dalam dialog dengan pemerintah. Sehingga tokoh masyarakat tidak hanya menyampaikan apa yang didapatnya dari dialog dengan pemerintah, namun juga ikut menyampaikan usulan kepada pemerintah tentang apa yang masyarakat inginkan. 122

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 merupakan salah satu letusan besar dalam catatan sejarah terjadinya erupsi Gunung Merapi. Letusan eksplosif yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Anastasia Ratna Wijayanti 154 08 013 Rizqi Luthfiana Khairu Nisa 154 08 015 Fernando Situngkir 154 08 018 Adila Isfandiary 154 08 059 Latar Belakang Tujuan Studi Kasus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga,

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Erupsi Gunung Merapi pada 26 Oktober dan 5 November 2010 telah membuat dampak kerusakan diberbagai sektor. Dari segi fisik, bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG MAKALAH KELOMPOK PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG Diajukan sebagai tugas mata kuliah Evaluasi Infrastrukur Pasca Bencana Disusun oleh : Irfan Faris Abdurrahman 12511313 Ilhamius Hamit 12511432 Fitra Mabrur

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.

Lebih terperinci

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya penyelamatan masyarakat

Lebih terperinci

PROPOSAL : PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT SALIMAH PW SALIMAH DIYOGYAKARTA 2010

PROPOSAL : PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT SALIMAH PW SALIMAH DIYOGYAKARTA 2010 PROPOSAL PROGRAM PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT PW DIYOGYAKARTA 2010 NAMA PROGRAM : PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT RASIONALISASI : 1. Erupsi Merapi Oktober November 2010 menimbulkan sekian banyak korban : ratusan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Efektivitas implementasi program pada ketiga kegiatan dalam program REKOMPAK dibagi menjadi efektivitas proses dan efektivitas output. Pada kegiatan penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 1 Kebijakan Teknis Evakuasi Kebijakan teknis evakuasi merupakan bagian dari Skenario Rencana Penanggulangan Bencana Erupsi Gunungapi Merapi Menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT OPERASIONAL DAN UNIT PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara MELEPAS SAR LINMAS DALAM KARYA BHAKTI REKONSTRUKSI PASCA ERUPSI MERAPI DI KALIURANG Wates, 2 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 2014 saja, jumlah kejadian bencana yang terjadi di Indonesia mencapai 972 kejadian dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 8 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 8 TAHUN 2009 1 ` LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 8 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00

NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00 NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00 GEMPA BUMI BERSKALA 5,9 RICHTER / SABTU PAGI KEMARIN / TELAH MEMPORAK-PORANDAKAN BERBAGAI BANGUNAN / RUMAH / DAN PERKANTORAN /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, badai dan banjir. Bencana tersebut datang hampir setiap

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone No.421, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sengketa Lingkungan Hidup. Penyelesaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT SALINAN BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan devisa melalui upaya pengembangan dan pengelolaan dari berbagai

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah meneliti, mengkaji, memahami dan menganalisis hasil

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah meneliti, mengkaji, memahami dan menganalisis hasil BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah meneliti, mengkaji, memahami dan menganalisis hasil penelitian perubahan alih fungsi lahan Eks Pabrik Es Saripetojo menjadi Hotel Saripetojo yang tejadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh geometri global dari lempeng tektonik (Smith, 1996). Letak Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh geometri global dari lempeng tektonik (Smith, 1996). Letak Indonesia yang 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu bencana alam yang mengancam Indonesia adalah erupsi gunungapi. Seperti gempa bumi, persebaran dan perilaku gunungapi dikontrol oleh geometri global dari

Lebih terperinci

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G PERATURAN TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA PADI Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENETAPAN, PERESMIAN DAN PELANTIKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obyek wisata Lava Tour merupakan tempat objek wisata yang terletak di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Sleman, Yogyakarta. Tempat wisata ini memberikan sensasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN 2.1 PROFIL KABUPATEN SLEMAN 2.1.1 Letak Wilayah Menurut Statistik Kebudayaan dan Pariwisata (2010: 3), secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 107º 15ʹ 03ʺ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilakukan untuk menelaah institusi lokal dalam pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilakukan untuk menelaah institusi lokal dalam pengelolaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan untuk menelaah institusi lokal dalam pengelolaan obyek wisata Volcano Lava Tour Merapi, 1 di Padukuhan Palemsari dan Padukuhan Pangukrejo,

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN LAMANDAU DENGAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan kebijakan relokasi atas dasar pertimbangan Peta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan hasil analisis mean sistem manajemen bangunan pasca letusan

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan hasil analisis mean sistem manajemen bangunan pasca letusan BAB V PENUTUP Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis mean sistem manajemen bangunan pasca letusan merapi didapatkan nilai

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi

BAB VII PENUTUP. masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi BAB VII PENUTUP Pada bab ini Peneliti akan menyampaikan kesimpulan dan beberapa masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi tentang kegiatan Sertifikasi Hak atas Tanah Nelayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 17.480 pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab 134 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi masyarakat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 140 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Strategi komunikasi pemasaran pariwisata oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman menggunakan bauran pemasaran yaitu periklanan dan publisitas.

Lebih terperinci

Pengelolaan Bencana. Nama : Hamid Faqih Umam NPM : Fakultas : Kedokteran Kelas : PB 39

Pengelolaan Bencana. Nama : Hamid Faqih Umam NPM : Fakultas : Kedokteran Kelas : PB 39 Pengelolaan Bencana Nama : Hamid Faqih Umam NPM : 1406599361 Fakultas : Kedokteran Kelas : PB 39 Bencana merupakan suatu peristiwa yang senantiasa mengancam manusia di belahan bumi manapun. Sebagai respon

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2014 BNPB.Bantuan. Duka. Cita.Besaran. Pemberian Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 03 B TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN SANTUNAN KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 03 B TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN SANTUNAN KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 03 B TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN SANTUNAN KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk meringankan beban

Lebih terperinci

KEBIJAKAN REGROUPING DAN RESILIENSI SEKOLAH PASCA ERUPSI MERAPI DI SD NEGERI UMBULHARJO 2

KEBIJAKAN REGROUPING DAN RESILIENSI SEKOLAH PASCA ERUPSI MERAPI DI SD NEGERI UMBULHARJO 2 KEBIJAKAN REGROUPING DAN RESILIENSI SEKOLAH PASCA ERUPSI MERAPI DI SD NEGERI UMBULHARJO 2 SKRIPSI Ditujukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam 2010 mengguncang Indonesia, mulai dari banjir bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Arahan Presiden RI pd Peninjauan Korban Gunung Sinabung, Tgl 23 Jan 2014, di Sumut Kamis, 23 Januari 2014

Arahan Presiden RI pd Peninjauan Korban Gunung Sinabung, Tgl 23 Jan 2014, di Sumut Kamis, 23 Januari 2014 Arahan Presiden RI pd Peninjauan Korban Gunung Sinabung, Tgl 23 Jan 2014, di Sumut Kamis, 23 Januari 2014 ARAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PENINJAUAN KORBAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABANJAHE,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Anonim, 2006, Dokumen RPJM Desa Umbulharjo tahun , Pemerintah Desa Umbulharjo.

Anonim, 2006, Dokumen RPJM Desa Umbulharjo tahun , Pemerintah Desa Umbulharjo. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA BUKU Anonim, 2006, Dokumen RPJM Desa Umbulharjo tahun 2006 2011, Pemerintah Desa Umbulharjo. Anonim, 2011, Dokumen RPJM Desa Umbulharjo tahun 2011 2016, Pemerintah Desa Umbulharjo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini, dimaksudkan untuk menjelaskan urgensi permasalahan penelitian yang diuraikan dengan sistematika (1) latar belakang; (2) pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2014 salah satunya adalah menurunnya kematian bayi menjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp. 0321 690957 PERATURAN DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR : 02 TAHUN 2001 T E N T A N G TATA

Lebih terperinci

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Desa Kepuharjo terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Desa Kepuharjo secara geografis

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA CUTI BAGI KEPALA DESA YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI KEPALA DESA

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA CUTI BAGI KEPALA DESA YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI KEPALA DESA BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA CUTI BAGI KEPALA DESA YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang :

Lebih terperinci

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1170, 2015 BNPP. Garda Batas RI. Pembinaan. Pedoman. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR

Lebih terperinci

IV.B.18. Urusan Wajib Pertanahan

IV.B.18. Urusan Wajib Pertanahan 18. URUSAN PERTANAHAN Perkembangan penduduk dengan jumlah kebutuhan akan tanah yang menyertainya semakin tidak sebanding dengan luasan tanah yang tidak pernah bertambah merupakan salah satu permasalahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Penelitian bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko kesehatan masyarakat di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Merapi dengan menggunakan variabel dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai sektor formal. Selama kurun waktu 5 tahun (2005-

BAB I PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai sektor formal. Selama kurun waktu 5 tahun (2005- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan Perda Nomor 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima, hal ini dilakukan untuk menjadikan sektor ekonomi informal

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 05 Tahun : 2010 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 05 Tahun : 2010 Seri : E c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

UU 27/2002, PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI JAWA BARAT

UU 27/2002, PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI JAWA BARAT Copyright (C) 2000 BPHN UU 27/2002, PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI JAWA BARAT *13478 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI

Lebih terperinci

Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan

Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan Hasil Survei dan Konsultasi Tim Greenomics Indonesia terhadap Masyarakat Pengungsi di Sepanjang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi kehidupan manusia, juga menyimpan potensi bahaya dan bencana. Erupsi (letusan) gunung api merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 01 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa batas desa

Lebih terperinci

PEMERINTAH DESA WIROKERTEN KECAMATAN BANGUNTAPAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DESA WIROKERTEN KECAMATAN BANGUNTAPAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DESA WIROKERTEN KECAMATAN BANGUNTAPAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DESA WIROKERTEN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA WIROKERTEN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci