I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunungapi Merapi, berdasar sumber informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, merupakan gunungapi aktif yang dipadati penduduk dengan berbagai macam aktivitasnya. Lereng gunungapi Merapi yang memiliki suhu udara sejuk, air bersih melimpah, serta didukung oleh berbagai macam vegetasi yang tumbuh, banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk budidaya pertanian dan peternakan. Salah satu usaha yang berlangsung secara turun temurun, serta merupakan mata pencaharian pokok bagi sebagian masyarakat lereng gunungapi Merapi adalah usaha ternak sapi perah. Sapi perah di wilayah ini diproduksi untuk menghasilkan susu dan pedet atau bibit (Dinas Pertanian, 2006). Hasil samping usaha ternak sapi perah di lereng gunungapi Merapi adalah feses yang dapat dipergunakan sebagai pupuk untuk tanaman, sangat cocok bagi vegetasi kawasan hutan. Sebagian peternak ada yang memanfaatkan feses sebagai biogas. Usaha ternak sapi perah tersebut mendukung sistem usaha pertanian yang berkelanjutan. Kawasan lereng selatan gunungapi Merapi yang termasuk dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meliputi 14 desa di Kecamatan Turi, Pakem dan Cangkringan. Populasi sapi perah di Sleman ekor, sekitar 88% (7.062) tersebar di Kecamatan Turi, Pakem dan Cangkringan (Kompas, 2008). Sepanjang tahun peternakan sapi perah di Sleman rata-rata menghasilkan 1,7 juta 1

2 liter susu dari total produksi susu rakyat di DIY, yaitu sebanyak 1,82 juta liter pertahun. Populasi sapi perah di lereng selatan gunungapi Merapi yang terancam terkena awan panas yaitu ekor (Tabel 1.1), dengan populasi terbesar terdapat di Dusun Kaliadem, Kelurahan Kepuharjo. Tabel 1.1. Populasi sapi perah di daerah rawan bencana gunungapi Merapi tahun 2006 (ekor) No Dusun Sapi perah (Ekor) 1 Tunggularum, Wonokerto 60 2 Ngandong dan Tritis, Girikerto Turgo I & II, Purwobinangun Pangukrejo, Umbulharjo Pelemsari/Kinahrejo, Umbulharjo Ngrangkah, Umbulharjo Kalitengah Lor & Kalitengah kidul, Glagahharjo Kaliadem, Kepuharjo 600 Jumlah Sumber: Dinas Pertanian Propinsi DIY, 2006 Fenomena gunungapi Merapi yang merupakan gunungapi tipe Strato paling aktif di Indonesia dengan periode erupsi 2-7 tahun menarik untuk dipelajari, yaitu tidak hanya pada aspek banyaknya korban dan luasnya wilayah yang terkena dampak erupsi, tetapi juga menyangkut aspek lingkungan dan kehidupan peternak yang ada di lereng gunungapi Merapi. Korban letusan akibat awan panas dan lahar sejak tahun 1672 menurut Simkin & Siebert (1994) (dalam Dinas Pertanian Propinsi DIY, 2006) mencapai orang. Letusan pada tahun 2006, mengakibatkan ribuan orang mengungsi untuk menghindari bencana awan panas. Data Bakornas Penanggulangan Bencana gunungapi Merapi per tanggal 16 Mei 2006 dalam harian Kedaulatan Rakyat (2010), tercatat orang 2

3 pengungsi yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta pada waktu itu. Pengungsi tersebut berasal dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Turi (1.017 orang), Pakem (2.679 orang) dan Cangkringan (1.925 orang). Data terakhir menurut Kasubbid Operasi Penanggulangan Bencana Dinas Kesbanglinmas Kabupaten Sleman, sesuai dengan skenario pasca erupsi 2006, jika gunungapi Merapi mengalami erupsi menuju Kabupaten Sleman akan mengancam orang yang berada di 23 dusun dari 7 desa. Dengan rincian orang kelompok rentan dan orang kelompok produktif (Kedaulatan Rakyat, 2010). Letusan gunungapi Merapi terakhir terjadi pada bulan Oktober-November tahun 2010 dengan letusan pertama pada tanggal 26 Oktober 2010 dan diikuti letusan secara terus menerus dengan letusan terbesar pada tanggal 5 November Aktivitas dari letusan gunungapi Merapi tahun 2010 sangat jauh berbeda dengan yang terjadi dalam 100 tahun terakhir. Letusan ditandai dengan letusan eksplosif. Menurut Subandrio, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), letusan yang terjadi pada tahun 2010 melebihi letusan pada tahun 1872, dengan material vulkanik lebih dari 140 juta meter kubik dengan suara gemuruh melebihi 60 km (Detiknews, 2010). Aktivitas letusan gunungapi Merapi menyebabkan adanya gelombang pengungsi yang berasal dari 3 kabupaten. Perkembangan jumlah pengungsi sampai dengan tanggal 9 November 2010 menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di DIY orang yang tersebar di 11 titik (posko pengungsi), sedang di Jawa Tengah tersebar di 578 titik posko pengungsi 3

4 mencapai orang meliputi pengungsi dari Kabupaten Klaten, Magelang dan Boyolali. Jumlah korban tewas akibat letusan gunungapi Merapi tercatat sebanyak 151 orang, masing-masing 135 orang di DIY dan 16 orang di wilayah Jawa Tengah. Informasi yang dikutip harian Republika tanggal 15 Desember 2010, data terakhir pada 1 Desember 2010 menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian; Jumlah ternak mati akibat letusan gunungapi Merapi (perhatikan Gambar 1.1) sebanyak ekor, yang masih hidup dari lokasi bencana ekor dan yang sudah dijual dalam kondisi ternak hidup sebanyak 414 ekor (Republika, 2010). Gambar 1.1. Sapi perah korban letusan gunungapi Merapi di Dusun Kaliadem 28 Oktober 2010 ( Menghadapi situasi dan kondisi tersebut maka Pemerintah (Daerah dan Pusat) berkewajiban mencegah, mengendalikan situasi yang tidak pasti dan meminimalkan jatuhnya korban (manusia dan ternak) dan kerugian harta benda. Selama ini belum ada rencana program yang bersifat bottom-up dan berlaku untuk 4

5 jangka menengah dan jangka panjang untuk penanganan atau evakuasi ternak. Rencana penanggulangan bencana gunungapi Merapi yang sudah ada yang terkait dengan sektor peternakan hanya bersifat insidental dan top down. Proses evakuasi mengalami beberapa kendala di lapangan, antara lain yaitu sulitnya mengevakuasi warga di daerah bencana. Salah satu penyebabnya dimungkinkan karena tidak adanya penanganan yang baik untuk evakuasi ternak. Barak pengungsian permanen hanya tersedia bagi manusia, sedangkan untuk ternak belum disediakan. Kandang penampungan sementara untuk ternak sapi perah tidak sesuai, baik dilihat dari struktur bangunan maupun fasilitas yang ada (perhatikan Gambar 1.2). Pada Gambar 1.2 dapat diamati mengenai struktur bangunan kandang yang terlihat seadanya, tanpa bangunan penutup samping dan alas/lantai beton. Gambar 1.2. Kandang penampungan/relokasi sapi perah di Tlogoadi, Mlati, Sleman (Dinas Pertanian DIY, 2011) Sebagian peternak memilih tidak mengevakuasi ternak mereka karena kandang penampungan sementara dianggap tidak memadai dan peternak kesulitan dalam penyediaan hijauan pakan ternak (HPT). Hal ini dapat dipahami karena biasanya sapi perah dikandangkan dalam kandang yang memadai dan permanen 5

6 (perhatikan Gambar 1.3), serta peternak memperoleh hijauan pakan berasal dari lahan sendiri dan lahan sekitar lokasi pemukiman secara gratis, artinya peternak tidak perlu membeli atau mengeluarkan uang untuk biaya pakan. Gambar 1.3. Kondisi peternakan sapi perah milik peternak di Dusun Gondang Wetan 25 September 2012 (koleksi pribadi) Dalam mempelajari perilaku manusia, termasuk peternak sapi perah di lereng Merapi mengacu pada teori Gestalt. Menurut teori Gestalt tahun 1923, proses persepsi dan kognisi manusia lebih penting daripada mempelajari perilaku tampaknya (overt behavior). Perilaku manusia lebih disebabkan oleh prosesproses persepsi (Vcitch & Arkkelin, 1995 dalam Helmi, 1999). Perilaku seseorang dalam menghadapi risiko sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap risiko tersebut (Lachman & Bonk, 1960 dalam Gaillard & Dibben, 2008). Dalam beberapa kasus, terdapat hubungan nyata antara persepsi risiko dengan perilaku seseorang terhadap risiko bencana alam gunungapi. Apabila tidak terdapat 6

7 hubungan langsung antara persepsi dan perilaku seseorang terhadap risiko bencana gunungapi, maka pengalaman individu sebelumnya dalam menghadapi bahaya letusan gunungapi mungkin merupakan faktor penting dalam membentuk penyesuaian persepsi (Perryl & Lindell, 1990 dalam Gaillard & Dibben, 2008). Dalam Psikologi Lingkungan, teori yang berorientasi lingkungan, salah satu aplikasinya adalah determinisme lingkungan. Perbedaan lokasi di mana manusia tinggal dan berkembang akan menghasilkan perilaku yang berbeda (Helmi, 1999). Terkait dengan perbedaan lokasi di lereng Merapi yang dibagi dalam tiga tingkatan peta kawasan bencana dari rendah ke tinggi berturut-turut yaitu kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Merapi I, II dan III dimungkinkan menyebabkan persepsi yang berbeda terhadap risiko bahaya yang ditimbulkan dari gunungapi Merapi. Hal ini menjadi menarik karena apabila dilihat dari sebaran data korban, fatality rate justru lebih besar di dusun yang terletak jauh dari puncak Merapi. Perilaku masyarakat menyikapi bahaya terkait dengan persepsi mereka terhadap risiko bahaya gunungapi Merapi. Individu dan kelompok memiliki perbedaan dalam cara pandang terhadap efek yang menonjol dari risiko, pandangan ini digunakan untuk kerangka acuan dalam menentukan seberapa penting risiko bahaya tersebut. Selama ini belum diketahui secara pasti bagaimana persepsi peternak sapi perah di lereng selatan gunungapi Merapi terhadap risiko bahaya yang berasal gunungapi Merapi. Risiko berasal dari material vulkanik dari gunungapi Merapi, yaitu awan panas, aliran lava (lahar), guguran batu pijar, gas beracun dan abu vulkanik. 7

8 Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan seringkali diadopsi untuk pengurangan risiko bencana (Tobin & Whiteford, 2002). Perilaku masyarakat Jawa dalam menghadapi ancaman vulkanik dibentuk oleh interaksi yang kompleks antara persepsi risiko terkait dengan bahaya gunungapi, keyakinan budaya dan kendala sosial ekonomi. Guna mengamankan kebutuhan sehari-hari, matapencaharian mereka lebih berharga dibanding persepsi atas risiko bencana. Akses mata pencaharian merupakan faktor penting pada evakuasi penduduk di daerah bahaya, pada kasus masyarakat sekitar gunungapi Merapi, kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan alasan utama. Perilaku peternak sapi perah di lereng selatan gunungapi Merapi dalam rangka mempertahankan penghidupan pasca erupsi 2010 penting untuk diketahui. Pasca erupsi 2010, sebagian rumah dan kandang ternak rata dengan tanah akibat timbunan material vulkanik, sehingga mereka tinggal sementara di pengungsian dan saat ini sebagian sudah menempati hunian tetap (Huntap) atau rumah relokasi yang dibuat oleh pemerintah. Seiring dengan berjalannya waktu dan dengan adanya program penggantian sapi perah oleh pemerintah, baik untuk sapi perah yang mati dan yang ditinggal di lokasi bencana oleh peternak, memungkinkan peternak sapi perah untuk kembali beternak. Permasalahan baru yang dihadapi peternak muncul, antara lain: (1) Beternak sapi perah memerlukan lokasi kandang yang cukup luas, air bersih dan sumber pakan ternak yang cukup. Sumber pakan, terutama pakan hijauan biasa didapat peternak secara gratis, mudah, dan relatif dekat di sekitar lingkungan tempat tinggal (dusun) mereka semula dan tidak terpenuhi di daerah baru (jauh dari sumber pakan ternak), dan 8

9 (2) wilayah tempat tinggal peternak semula masuk dalam kawasan rawan bencana yang sewaktu-waktu dapat terkena dampak dari erupsi gunungapi Merapi apabila terjadi letusan pada masa mendatang. Dengan masalah tersebut, dimungkinkan bahwa peternak sapi perah memiliki keinginan untuk kembali, yaitu membangun kembali rumah mereka dan melanjutkan hidup seperti sebelum erupsi 2010 atau sekedar menggunakan lahan tempat tinggal mereka semula sebagai tempat usaha/beternak, akan tetapi untuk hunian tetap di Huntap (relokasi) Masalah Penelitian Berdasar latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan berbagai permasalahan pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini. Permasalahan tersebut adalah: 1. Bagaimana persepsi peternak sapi perah di kawasan rawan bencana, yang terkena dampak langsung erupsi gunungapi Merapi 2010, di lereng selatan terhadap risiko bahaya gunungapi Merapi. Apakah terdapat perbedaan persepsi peternak terhadap risiko bahaya gunungapi Merapi pada lokasi KRB III dan KRB II? 2. Mengapa peternak sapi perah di kawasan rawan bencana di lereng selatan gunungapi Merapi ingin kembali ke dusun asal mereka. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi keputusan untuk kembali? 3. Bagaimana strategi dalam mempertahankan penghidupan yang dilakukan peternak sapi perah di kawasan rawan bencana di lereng selatan gunungapi 9

10 Merapi dalam mempertahankan penghidupan pasca erupsi 2010 setelah peternak mengalami guncangan/shock dalam mata pencaharian mereka untuk beberapa saat? 4. Bagaimana model strategi mempertahankan penghidupan terbaik bagi peternak sapi perah di kawasan rawan bencana di lereng selatan gunungapi Merapi dalam mempertahankan penghidupan yang berkelanjutan pasca erupsi gunungapi Merapi 2010? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasar permasalahan tersebut diatas, dapat disusun tujuan dalam penelitian ini. Penelitian bertujuan untuk menganalisis dan mengkaji: 1. Persepsi peternak sapi perah di lereng selatan gunungapi Merapi terhadap risiko bahaya pasca erupsi 2010 pada KRB III dan KRB II. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan peternak sapi perah di kawasan rawan bencana di lereng selatan gunungapi Merapi untuk kembali ke dusun asal mereka sesudah erupsi Strategi peternak sapi perah di kawasan rawan bencana di lereng selatan gunungapi Merapi dalam mempertahankan penghidupan pasca erupsi gunungapi Merapi Menyusun model strategi penghidupan terbaik bagi peternak sapi perah di daerah rawan bencana di lereng selatan gunungapi Merapi pasca erupsi

11 1.4. Keutamaan Penelitian Keaslian penelitian Sejauh pengetahuan dan pengamatan peneliti, belum ada peneliti lain yang mengangkat permasalahan yang terkait dengan topik persepsi peternak sapi perah terhadap risiko bahaya gunungapi Merapi dan strategi peternak sapi perah dalam mempertahankan sumber penghidupan di kawasan rawan bencana pasca erupsi tahun Publikasi ilmiah terkait bahaya gunungapi Merapi masih bersifat umum untuk semua penduduk, belum menganalisis tentang peternak sapi perah yang sangat spesifik. Analisis mengenai pengungsi akibat bencana gunungapi pada umumnya terfokus pada evakuasi dan mitigasi, sedikit sekali penelitian yang berusaha mengkaji mengenai perilaku pengungsi pasca bahaya berakhir. Beberapa penelitian terdahulu sebagai referensi antara lain: 1. Lavigne et al., (2008) dengan judul: People s behaviour in the face of volcanic hazards: Perspectives from Javanese communities, Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat beberapa kendala evakuasi dalam kasus gunungapi Merapi yaitu: (1) persepsi, (2) kepercayaan/ budaya, (3) kendala sosial ekonomi, (4) pengetahuan dasar mengenai bahaya gunungapi Merapi, (5) pengalaman dalam menghadapi krisis, dan (6) selang waktu antara periode erupsi yang telah berlalu. Faktor-faktor dalam kendala evakuasi menjadi dasar dalam pemilihan faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan peternak sapi perah untuk kembali ke daerah asal. 2. Dove (2008) dengan judul: Perception of volcanic eruption as agent of 11

12 change in Merapi volcano, Central Java. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak hanya persepsi terhadap risiko saja yang mempengaruhi tingkah laku masyarakat di sekitar gunungapi Merapi, tetapi adanya beraneka persepsi secara budaya yang bervariasi terhadap gunungapi Merapi itulah yang menyebabkan adanya kendala dalam evakuasi. 3. Chester (2005) dengan judul: Theology and Disaster Studies: The Need for Dialoque. Pada kasus gunungapi Merapi khususnya, agama merupakan elemen penting dari budaya dan harus secara berhati-hati dipertimbangkan dalam proses perencanaan dan bukan hanya dianggap sebagai gejala dari ketidaktahuan, takhayul dan keterbelakangan. Demikian pula, akses terhadap matapencaharian adalah penting dalam mempengaruhi pilihan masyarakat untuk menghadapi bahaya gunungapi Merapi. Kenyataan, kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan bahaya sehari-hari, sementara fenomena vulkanik adalah bahaya langka sehingga dianggap kurang berbahaya. 4. Penelitian mengenai kembalinya pengungsi gunungapi Merapi yang dilakukan oleh Laksono tahun 1998 dalam Lavigne et al., (2008) hanya memasukkan variabel persepsi dan strukstur sosial ekonomi, tanpa memasukkan variabel lain seperti pengalaman menghadapi bahaya gunungapi Merapi, mata pencaharian, budaya, kepemilikan aset lain dan adanya pengaruh informasi. Hasil penelitian Laksono menggambarkan bagaimana penduduk sekitar lereng gunungapi Merapi yang bertransmigrasi ke Sumatera memilih segera kembali ke daerah asal (Merapi), hal ini dikarenakan daerah baru (Sumatera) mereka anggap sebagai sesuatu yang lebih berbahaya dibanding selama mereka tinggal di 12

13 lereng gunungapi Merapi dengan segala kekerabatan dan struktur sosialekonomi yang sudah berlangsung sebagai mekanisme bertahan mereka menghadapi bahaya gunungapi Merapi. Fenomena letusan gunungapi Merapi yang terjadi pada Oktober- November 2010 yang begitu dasyat dan menimbulkan korban baik manusia dan ternak serta pengungsi yang begitu besar, sangat menarik untuk dikaji. Khusus mengenai strategi penghidupan peternak sapi perah di kawasan bencana pasca erupsi gunungapi Merapi belum ada yang meneliti. Referensi ilmiah yang menjadi acuan dalam kajian penghidupan berkelanjutan adalah hasil penelitian dari (Kelman & Mather, 2008). Penerapan pendekatan penghidupan yang berkelanjutan dalam masyarakat rentan bahaya gunung Pinatubo melalui 4 cara yaitu: (1) Pemahaman komunikasi dan pengelolaan kerentanan serta risiko yang mengancam kehidupan mereka, 2) memaksimalkan keuntungan masyarakat dari lingkungan volkan tanpa meningkatkan kerentanannya selama periode tidak aktif, 3) mengelola krisis ketika terjadi bencana, dan 4) mengelola rekonstruksi dan permukiman kembali setelah periode krisis. Dari studi ini dapat dilihat bahwa penghidupan orang di sekitar wilayah volkan telah dengan baik diadaptasikan dengan pola aktivitas volkan. Penelitian pendahuluan yang mendorong peneliti untuk mengangkat topik ini dilakukan pada tahun 2008 dengan studi kasus di Dusun Kaliadem dengan judul: The effects of dairy cattle ownership and farmer s demography factors on the evacuation moving farmers behaviour at Merapi volcano area. Hasil penelitian Andarwati (2010) membuktikan bahwa variabel yang berpengaruh 13

14 terhadap keputusan peternak untuk mengungsi atau tidak mengungsi, adalah kepemilikan sapi perah, dengan arah koefisien logit negatif, artinya jika semakin tinggi jumlah kepemilikan ternak, maka keinginan untuk mengungsi semakin kecil Manfaat penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan aplikasi praktis di lapangan terhadap penanganan bencana. A. Manfaat bagi ilmu pengetahuan: 1. Pengembangan ilmu pengetahuan mengenai penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) di daerah bencana gunungapi, terutama terkait mengenai pemahaman persepsi penduduk sekitar volkan terhadap risiko bencana dan strategi mempertahankan penghidupan yang berkelanjutan. 2. Masukan bagi pemerhati lingkungan khususnya dalam rangka mempelajari fenomena sosial, budaya dan ekonomi dalam penanggulangan bencana alam. B. Manfaat praktis bagi masyarakat: 1. Peternak sapi perah yang tergabung dalam kelompok tani ternak dalam rangka meningkatkan kohesivitas kelompok dan kesiapan dalam proses evakuasi ternak manakala sewaktu-waktu gunungapi Merapi menunjukkan peningkatan aktivitasnya. 2. Pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dalam pembuatan kebijakan untuk memberikan kesempatan matapencaharian 14

15 yang berkelanjutan dan penyusunan rencana operasional penanggulangan bencana gunungapi Merapi dalam jangka panjang yang lebih bersifat bottom-up. 15

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya penyelamatan masyarakat

Lebih terperinci

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 1 Kebijakan Teknis Evakuasi Kebijakan teknis evakuasi merupakan bagian dari Skenario Rencana Penanggulangan Bencana Erupsi Gunungapi Merapi Menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Gunung Merapi merupakan salah satu gunungapi teraktif di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas vulkanik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan wilayah yang mempunyai keunikan dan keistimewaan yang khas di dunia. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lereng Gunungapi Merapi merupakan daerah yang dipenuhi oleh berbagai aktivitas manusia meskipun daerah ini rawan terhadap bencana. Wilayah permukiman, pertanian,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 merupakan salah satu letusan besar dalam catatan sejarah terjadinya erupsi Gunung Merapi. Letusan eksplosif yang terjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Penelitian bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko kesehatan masyarakat di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Merapi dengan menggunakan variabel dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berbagai permasalahan persusuan pun semakin bertambah, baik

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berbagai permasalahan persusuan pun semakin bertambah, baik PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia, berbagai permasalahan persusuan pun semakin bertambah, baik permasalahan dari sisi peternak, koperasi, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skripsi ini menganalisis tentang partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Gunungapi Merapi dikenal sebagai gunungapi teraktif dan unik di dunia, karena periode ulang letusannya relatif pendek dan sering menimbulkan bencana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Dusun Ngerahkah di Kecamatan Cangkringan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Dusun Ngerahkah di Kecamatan Cangkringan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Dusun Ngerahkah di Kecamatan Cangkringan Dusun Ngerahkah merupakan bagian dari wilayah Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan dari flora dan faunanya, serta kekayaan dari hasil tambangnya. Hamparan bumi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Desa Kepuharjo terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Desa Kepuharjo secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono ABSTRAK Erupsi Gunung Merapi telah menghasilkan sekitar

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA GLAGAHARJO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 ABSTRAK

PERUBAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA GLAGAHARJO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 ABSTRAK ISSN 1412-8683 60 PERUBAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA GLAGAHARJO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 Oleh I Putu Ananda Citra Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada pada lingkaran cincin api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah seyogyanya dilakukan dengan mengacu pada potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di suatu lokasi tertentu. Di samping itu, pembangunan

Lebih terperinci

DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP KERUGIAN EKONOMI PADA USAHA PETERNAKAN

DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP KERUGIAN EKONOMI PADA USAHA PETERNAKAN ATIEN PRIYANTI dan N. ILHAM: Dampak Erupsi Gunung Merapi terhadap Kerugian Ekonomi pada Usaha Peternakan DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP KERUGIAN EKONOMI PADA USAHA PETERNAKAN ATIEN PRIYANTI 1 dan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY ISSN 0126-8138 15 PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY Oleh I Putu Ananda Citra Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA GUNUNG MERAPI BERBASIS DESA BERSAUDARA (SISTER VILLAGE) DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH

MITIGASI BENCANA GUNUNG MERAPI BERBASIS DESA BERSAUDARA (SISTER VILLAGE) DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH MITIGASI BENCANA GUNUNG MERAPI BERBASIS DESA BERSAUDARA (SISTER VILLAGE) DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2000 sekitar 500 juta jiwa penduduk dunia bermukim pada jarak kurang dari 100 m dari gunungapi dan diperkirakan akan terus bertambah (Chester dkk., 2000). Indonesia

Lebih terperinci

KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN

KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN Dicky Setya Adi W, Kusumastuti, Isti Andini Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 17.480 pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan. kualitas karena terdapat kerusakan lingkungan dimana kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan. kualitas karena terdapat kerusakan lingkungan dimana kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan

Lebih terperinci

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letusan Gunung Merapi Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Indonesia berada diantara dua lempeng tektonik yaitu lempeng eurasia dan lempeng India- Australiayang setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan usaha sapi perah dilakukan untuk memenuhi gizi masyarakat dan mengurangi tingkat ketergantungan nasional terhadap impor susu. Usaha susu di Indonesia sudah

Lebih terperinci

XI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. erupsi Merapi terhadap sektor pertanian dan lingkungan TNGM di Provinsi DIY dan

XI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. erupsi Merapi terhadap sektor pertanian dan lingkungan TNGM di Provinsi DIY dan 213 XI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 11.1. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian tentang dampak erupsi Merapi terhadap sektor pertanian dan lingkungan TNGM di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Eurasia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan sektor ekonomi secara keseluruhan mengalami peningkatan (Berz, 1999; World Bank, 2005 dalam Lowe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian ini akan menggambarkan secara menyeluruh

METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian ini akan menggambarkan secara menyeluruh III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan metode deskriptif. Metode penelitian ini akan menggambarkan secara menyeluruh peristiwa dalam berbagai kondisi dan situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN 2.1 PROFIL KABUPATEN SLEMAN 2.1.1 Letak Wilayah Menurut Statistik Kebudayaan dan Pariwisata (2010: 3), secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 107º 15ʹ 03ʺ

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan kebijakan relokasi atas dasar pertimbangan Peta

Lebih terperinci

Dr.Ir. Gunawan Budiyanto (2) PENDAHULUAN.

Dr.Ir. Gunawan Budiyanto (2) PENDAHULUAN. STRATEGI KEDAULATAN PANGAN LOKAL BERDASAR ZONASI KAWASAN RAWAN BENCANA ERUPSI MERAPI (Studi Kasus desa Kepuharho Cangkringan Sleman DIY) (1) Strategy for Local Food Sovereignty Based on Disaster Prone

Lebih terperinci

Penataan Ruang Berbasis Multipihak Pasca Erupsi Merapi

Penataan Ruang Berbasis Multipihak Pasca Erupsi Merapi Penataan Ruang Berbasis Multipihak Pasca Erupsi Merapi Analisa Kritsis Tata Ruang Pasca Erupsi Merapi Suparlan S.Sos.I WALHI-Yogyakarta Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Pendahuluan Ruang wadah yang meliputi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGHIDUPAN PETERNAK SAPI PERAH DI LERENG SELATAN GUNUNGAPI MERAPI PASCA ERUPSI 2010

STRATEGI PENGHIDUPAN PETERNAK SAPI PERAH DI LERENG SELATAN GUNUNGAPI MERAPI PASCA ERUPSI 2010 Buletin Peternakan Vol. 41 (1): 91-100, Februari 2017 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X Bulletin of Animal Science, DOI: 10.21059/buletinpeternak.v41i1.12768 STRATEGI PENGHIDUPAN PETERNAK SAPI PERAH DI LERENG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga,

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Erupsi Gunung Merapi pada 26 Oktober dan 5 November 2010 telah membuat dampak kerusakan diberbagai sektor. Dari segi fisik, bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam 2010 mengguncang Indonesia, mulai dari banjir bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta.

Lebih terperinci

Vulnerability. (Kerentanan) Praktikum Lapangan Gunung Merapi Mata Kuliah Mitigasi Bencana

Vulnerability. (Kerentanan) Praktikum Lapangan Gunung Merapi Mata Kuliah Mitigasi Bencana Vulnerability (Kerentanan) Praktikum Lapangan Gunung Merapi Mata Kuliah Mitigasi Bencana Aria Gumilar Rachmat Arie Prabowo M. Kurniawan Rama Irawan Program Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Effendi 2009). Di awal tahun 2000 banyak terjadi bencana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Effendi 2009). Di awal tahun 2000 banyak terjadi bencana di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, Indonesia terletak di wilayah yang rawan bencana (Effendi 2009). Di awal tahun 2000 banyak terjadi bencana di Indonesia seperti banjir, tanah longsor,

Lebih terperinci

STRATEGI PENYELAMATAN TERNAK DI KAWASAN BENCANA MERAPI

STRATEGI PENYELAMATAN TERNAK DI KAWASAN BENCANA MERAPI ATIEN PRIYANTI et al.: Strategi Penyelamatan Ternak di Kawasan Bencana Merapi STRATEGI PENYELAMATAN TERNAK DI KAWASAN BENCANA MERAPI ATIEN PRIYANTI 1, B.R. PRAWIRADIPUTRA 2, I. INOUNU 1 dan P.P. KETAREN

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE Annastasia Gadis Pradiptasari 1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT 2, Windy Mononimbar, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dan setiap individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, dijelaskan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi kehidupan manusia, juga menyimpan potensi bahaya dan bencana. Erupsi (letusan) gunung api merupakan

Lebih terperinci

Kajian Struktur Ruang Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi Kabupaten Sleman

Kajian Struktur Ruang Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi Kabupaten Sleman Kajian Struktur Ruang Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi Kabupaten Sleman Septiana Fathurrohmah, Ayu Candra Kurniati septianafath@gmail.com Abstrak Di Indonesia, korban jiwa akibat bencana gunungapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Merapi dan Potensi Pariwisata Kegunungapian Nasional Erupsi dan Merapi sebagai jajaran The Country Ring Of Fire merupakan julukan yang tepat karena termasuk salahsatu

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci