BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Menurut The Glossary of Prosthodontic Terms, gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi asli yang didukung oleh gigi, mukosa atau gigi dan mukosa, dapat dilepas dan dipasangkan kembali oleh pasien sendiri. 2,3 Beberapa syarat GTSL yang baik adalah gigi tiruan tersebut mampu memenuhi tujuan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, tidak menyebabkan kerusakan yang lebih parah pada gigi yang tersisa dan jaringan pendukung, dapat dengan mudah dilepas dan dipasangkan kembali oleh pasien, dapat dengan mudah dibersihkan, dapat dengan mudah diperbaiki, harganya terjangkau, tidak boleh tebal, stabil dan retentif Jenis Dukungan Gigi tiruan sebagian lepasan memiliki tiga jenis dukungan, yaitu: a. Dukungan Mukosa Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan mukosa adalah jenis gigi tiruan dengan beban oklusal yang diterima oleh mukosa dan tulang alveolar dibawahnya. 24,25 Wills dan Manderson (1977) serta Picton dan Wills (1978) dalam penelitian yang mereka lakukan memastikan bahwa efek dari tekanan yang terjadi pada mukosa dalam waktu yang lama dapat mengurangi ketebalan sebanyak 45% yang menunjukkan bahwa penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan dukungan mukosa dapat menyebabkan kehilangan tulang alveolar yang besar. Oleh karena itu, penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan dukungan mukosa merupakan pilihan terakhir. 26 b. Dukungan Gigi Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan gigi adalah jenis gigi tiruan dengan beban oklusal yang diterima oleh gigi yang tersisa. Oleh karena gigi yang tersisa

2 11 digunakan untuk mendukung gigi tiruan, gigi yang tersisa tidak boleh bergerak selama tekanan fungsional sehingga diperlukan desain komponen gigi tiruan yang akan mendukung gigi tiruan dukungan gigi, seperti adanya dukungan vertikal positif yang didapat dengan melakukan preparasi sandaran dan opposing guide planes sebagai sudut yang membatasi dislodging force. 24,25,27 c. Dukungan Gigi dan Mukosa Gigi tiruan sebagian lepasan dukungan dari gigi dan mukosa adalah jenis gigi tiruan dengan beban oklusal yang diterima oleh gigi dan mukosa. Pada kasus GTSL dengan perluasan basis, oleh karena gigi yang tersisa tidak mampu mendukung gigi tiruan maka dibutuhkan dukungan dari linggir sisa yang berperan dalam mempertahankan gigi tiruan yang sedang berfungsi agar tetap stabil. Ketika sebuah gigi tiruan digunakan pada rahang dengan dukungan gigi dan mukosa, gigi tiruan harus didesain untuk memudahkan pergerakan fungsional dari basis. Gigi tiruan dukungan gigi dan mukosa didesain untuk memenuhi dua tujuan, yaitu mendapatkan kestabilan yang berasal dari gigi dan mengantisipasi pergerakan vertikal dan/atau horizontal dari perluasan basis. 25, Bahan Basis Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan sebagian lepasan yang terletak di atas mukosa dan tempat anasir gigi tiruan diletakkan. 28,29 Basis gigi tiruan yang ideal memenuhi beberapa syarat, yaitu dapat beradaptasi dengan jaringan, tidak mengiritasi jaringan, memiliki kekuatan yang cukup untuk mecegah terjadinya fraktur atau distorsi pada saat penggunaan, biokompatibel, estetis yang baik, memiliki stabilitas dimensi yang baik, dapat dibersihkan dengan mudah, dapat dipreparasi, harga ekonomis, dan memiliki konduktivitas termal yang baik. 27,28 Beberapa jenis bahan basis gigi tiruan sebagian lepasan adalah: a. Akrilik Gigi tiruan dengan basis berbahan resin akrilik diindikasikan pada individu yang memiliki alergi terhadap logam, long span free end, pada saat melakukan

3 12 relining, penggunaan gigi tiruan berbahan akrilik, dan extension base partial denture. Basis gigi tiruan berbahan resin akrilik harus memiliki ketebalan minimal 1.5 mm untuk kekuatan yang baik. 28,29 Penggunaan bahan akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan memiliki beberapa keuntungan, antara lain penggantian gigi anterior yang akan meningkatkan estetis bahkan pada kasus dimana telah terjadi resorbsi pada linggir alveolar, mengembalikan kontur linggir alveolar, mengembalikan kontur bibir dan pipi, serta dapat dilakukan relining. Namun, penggunaan akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan juga memiliki beberapa kerugian, antara lain basis harus dibuat luas untuk mendistribusikan gaya yang baik, dapat rusak pada saat penggunaan, serta cenderung mengakumulasikan tumpukan saliva yang dapat mengiritasi jaringan lunak. 28 b. Logam Gigi tiruan dengan basis berbahan logam diindikasikan pada pengunaan gigi tiruan dukungan gigi dan jarak antarlengkung yang tidak memadai. 29 Gigi tiruan dengan basis berbahan logam terbentuk dari emas, krom kobalt, titanium, dan vitallium yang ditempa. Basis berbahan logam yang paling modern dibentuk dari aloi yang kuat yang disebut krom kobalt. Jenis gigi tiruan dengan basis berbahan logam ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih stabil dan retentif karena melekat erat dengan mukosa, dapat ditempa menjadi lapisan yang tipis dan lebih kuat dibandingkan resin akrilik, tidak mengakibatkan terjadinya akumulasi tumpukan saliva oleh karena lebih mudah dibersihkan, tidak mengganggu pergerakan lidah, dapat menghantar perubahan termal yang terjadi pada jaringan lunak dibawahnya, dan bersifat bakteriostatik Namun, beberapa kerugian yang diakibatkan penggunaan gigi tiruan basis logam adalah basis yang over-extension dapat melukai jaringan lunak, sebaliknya basis yang under-extension dapat memicu terjadinya resorbsi pada linggir alveolar, sulit dalam melakukan penyesuaian, estetis yang kurang baik, serta sulit untuk dilakukan relining atau rebasing. 27,28

4 13 c. Fleksibel Gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel dibuat dari bahan termoplastik nilon, diindikasikan pada setiap kondisi kehilangan gigi sebagian yang dialami oleh pasien yang menginginkan penggunaan gigi tiruan yang dapat dilepaskan dari mulut. Gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel digunakan pada kasus dengan kondisi linggir yang gerong pada kedua sisi atau gerong yang parah, sehingga retensi gigi tiruan menjadi lebih baik. Penggunaan gigi tiruan dengan basis berbahan fleksibel tidak memerlukan modifikasi pada gigi penyangga. Basis fleksibel tidak memiliki sisa monomer sehingga dapat digunakan oleh pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap monomer. Kelebihan lain yang dimiliki gigi tiruan fleksibel adalah warna basis yang translusen serta tidak menggunakan clasp dengan bahan logam atau kawat, melainkan dengan bahan termopalstik sehingga memiliki estetik yang baik. 31, Tahap Perawatan Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan terbagi dalam tiga tahap, yaitu: a. Rencana Perawatan Pada tahap rencana perawatan dilakukan analisis tentang konsep umum kehilangan gigi, mengapa gigi tiruan dibutuhkan, bagaimana cara menangani kehilangan gigi sebagian, klasifikasi dari kehilangan gigi sebagian, biomekanika dari gigi tiruan sebagian lepasan, pengetahuan mengenai konektor mayor dan minor, sandaran dan dudukan sandaran, retainer langsung dan tidak langsung, basis gigi tiruan, prinsip desain gigi tiruan sebagian lepasan, dan cara melakukan survei serta tujuan dilakukan survei pada model. 4 b. Klinik dan Laboratorium Pada tahap klinik dan laboratorium dilakukan penentuan diagnosa dan rencana perawatan, persiapan keadaan rongga mulut sebelum dilakukannya proses pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, persiapan gigi penyangga, bahan cetak yang digunakan dan prosedur pencetakan yang akan dilakukan, dukungan pada basis gigi tiruan sebagian lepasan, hubungan oklusal pada gigi tiruan sebagian lepasan, proses

5 14 laboratorium, otorisasi kerja dalam pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, dan pemasangan, penyesuaian, serta perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan. 4 Pada tahap akhir klinik dan laboratorium dilakukan pemasangan, penyesuaian, dan perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan. Pada tahap ini, gigi tiruan sebagian lepasan dicobakan kepada pasien untuk melihat apakah gigi tiruan telah retentif, tidak memiliki hambatan oklusi, serta pasien diedukasi tentang gigi tiruan yang dimilikinya. Istilah penyesuaian pada tahap ini memiliki dua konotasi, yaitu penyesuaian yang dilakukan pada permukaan dukungan gigi tiruan dan permukaan oklusal gigi tiruan, sedangkan arti lain dari istilah ini adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap pasien, baik secara psikologis dan biologis. 4 Tahap pemasangan, penyesuaian, dan perbaikan gigi tiruan sebagian lepasan mencakup lima tahap, antara lain penyesuaian permukaan dukungan basis gigi tiruan, mengeleminasi gangguan oklusal yang berasal dari komponen gigi tiruan, penyesuaian oklusi dengan gigi asli dan gigi tiruan lain, memberikan instruksi kepada pasien, dan pentingnya kunjungan berkala. Pada tahap penyesuaian oklusi antara gigi asli dengan gigi tiruan lain, diperlukan alat untuk mendeteksi apakah oklusi yang dihasilkan harus diperbaiki. Salah satu alat yang dapat mendeteksi adanya gangguan oklusal adalah shim stock. Penyesuaian oklusi ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya beban pengunyahan yang berlebih oleh karena permukaan oklusal yang tidak efisien yang dapat mengakibatkan terjadinya trauma pada struktur pendukung. Oklusi yang menyebabkan trauma pada struktur pendukung dikenal sebagai traumatik oklusi. 4 Selain itu, pasien harus dapat memahami pentingnya kunjungan berkala yang dilakukan setiap 6 bulan untuk menjaga kesehatan rongga mulutnya, baik gigi dan struktur pendukung serta mengevaluasi gigi tiruan sebagian lepasan yang digunakannya. 27 c. Pemeliharaan Tahap pemeliharaan mencakup tahap relining dan rebasing gigi tiruan sebagian lepasan, perbaikan dan penambahan komponen gigi tiruan sebagian lepasan, gigi tiruan sebagian lepasan interim, pertimbangan pemakaian gigi tiruan sebagian

6 15 lepasan sebagai protesa maksilofasial, dan pertimbangan pemakaian dental implan pada gigi tiruan sebagian lepasan Oklusi Defenisi Oklusi didefinisikan sebagai kontak yang terjadi antara gigi di maksila dan mandibula. Sistem stomatognasi dibentuk oleh tiga unsur yang sangat penting, yaitu gigi, jaringan periodontal, dan sistem artikulasi. 33 (Gambar 1) Gambar 1. Sistem Stomatognasi Sistem Artikulasi Sistem artikulasi didefinisikan sebagai sekelompok hal, yaitu sendi temporomandibula, otot-otot pengunyahan, dan oklusi gigi, yang saling berhubungan atau tidak dapat dipisahkan yang akan membentuk kesatuan yang kompleks. Dalam sistem artikulasi, individu dapat mengimajinasikan sendi temporomandibula sebagai engsel, otot-otot pengunyahan sebagai motorik, dan oklusi gigi sebagai kontak. 33 (Gambar 2)

7 16 Gambar 2. Sistem Artikulasi. (a) Elemenelemen sistem artikulasi; (b) Gambaran elemen-elemen sistem artikulasi dalam istilah mekanis 33 Dari gambar diatas terlihat bahwa setiap elemen dari sistem artikulasi saling berhubungan. Adanya perubahan yang terjadi pada salah satu elemen dapat mempengaruhi dua elemen lainnya Konsep Oklusi Oklusi Statis Oklusi statis mempelajari kontak antara gigi maksila dan mandibula yang terjadi ketika rahang tidak bergerak Oklusi Sentrik Oklusi sentrik adalah oklusi ketika pasien mengoklusikan giginya dalam keadaan interkuspasi maksimum. Sinonim dari oklusi sentrik yang umum dikenal adalah posisi interkuspasi (ICP) atau habitual bite. Oklusi sentrik merupakan oklusi yang paling mudah untuk didapatkan karena oklusi sentrik merupakan oklusi yang

8 17 hampir selalu dilakukan oleh pasien ketika pasien diinstruksikan untuk mengontakkan gigi maksila dan mandibula. 33 (Gambar 3) Gambar 3. Oklusi Sentrik Relasi Sentrik Relasi sentrik bukan merupakan oklusi karena tidak berhubungan dengan gigi. Relasi sentrik merupakan hubungan rahang, yang menggambarkan hubungan konseptual antara maksila dan mandibula. Relasi sentrik dapat dijelaskan dalam tiga cara yang berbeda, yaitu secara anatomis, konsepsional, dan geometris. 33 Secara anatomis, relasi sentrik digambarkan sebagai posisi mandibula dan maksila dimana diskus intra-artikular berada pada tempatnya pada saat kepala dari kondilus berlawanan dengan bagian yang paling superior dari distal yang menghadap inklinasi dari fossa glenoid. Hal ini dapat disebut sebagai uppermost dan foremost. 33 (Gambar 4)

9 18 Gambar 4. Relasi Sentrik secara Anatomi 33 Secara konseptual, relasi sentrik dapat digambarkan sebagai posisi relatif mandibula dengan maksila dimana diskus artikular berada pada tempatnya pada saat otot-otot yang mendukung mandibula berada pada posisi yang paling renggang (dalam keadaan relaksasi). 33 Secara geometris, relasi sentrik dapat digambarkan sebagai posisi relatif mandibula dengan maksila dimana diskus intra-artikular berada pada tempatnya pada saat kepala dari kondilus berada pada terminal hinge axis Freedom in Centric Occlusion Freedom in centric occlusion juga dikenal sebagai long centric occlusion. Freedom in centric occlusion terjadi ketika mandibula dapat digerakan ke arah anterior dalam jarak yang pendek ketika gigi tetap berkontak pada horizontal plane dan sagital plane yang sama. 33 (Gambar 5)

10 19 Gambar 5. Freedom in Centric Occlusion.a. Tidak ada freedom in centric occlusion dimana kontak oklusal gigi mandibula terkunci dengan gigi maksila; b. Mandibula dapat digerakkan ke arah anterior dengan jarak yang pendek pada keadaan sagital dan horizontal plane yang sama Oklusi Dinamis Oklusi dinamis mengacu pada kontak oklusal yang dihasilkan ketika mandibula bergerak secara relatif terhadap maksila, baik pergerakan ke arah anterior, lateral, maupun posterior. Kontak yang dihasilkan bukan berupa titik, melainkan berbentuk garis. Mandibula digerakkan oleh otot-otot pengunyahan dan jalur dari pergerakan mandibula diatur tidak hanya oleh otot, tetapi juga oleh dua sistem guidence, yaitu posterior guidence yang diatur oleh sendi temporomandibula dan anterior guidence Canine Guidence Canine guidence merupakan oklusi dinamis yang terjadi pada kaninus selama pergerakan ekskursif ke arah lateral dari mandibula (hanya gigi kaninus yang akan berkontak). 33,34 Canine protective occlusion merujuk pada fakta bahwa canine

11 20 guidence merupakan satu-satunya kontak oklusal dinamis pada pergerakan ekskursif. 33 (Gambar 6 dan 7) Gambar 6. Canine Guidence pada Saat Oklusi Dinamis 36 Gambar 7. Tanda Canine Guidence pada Rahang Atas Group Function Group function merupakan kontak yang termasuk ke dalam anterior guidence dimana kontak terjadi di beberapa gigi pada working side selama pergerakan ekskursi ke lateral sehingga beban dibagi ke gigi tersebut. 33,34 (Gambar 8 dan 9)

12 21 Gambar 8. Group Function pada Saat Oklusi Dinamis 36 Gambar 9. Tanda Group Function pada Rahang Atas Working Side Working side adalah sisi mandibula yang menuju ke arah pergerakan mandibula selama pergerakan ekskursi ke lateral. Working side interference adalah kontak yang terjadi pertama kali hanya pada satu gigi pada working side ketika rahang digerakkan ke arah lateral. 33,34 (Gambar 10 dan 11)

13 22 Gambar 10. Pergerakan Dinamis pada Working Side dan Balancing Side. A. Sisi kiri menunjukkan working side dan skema kontak oklusal pada pergerakan lateral; B.sisi kanan menunjukkan balancing side dan skema kontak oklusal 35 Gambar 11. Working Side Interference Balancing Side Balancing side adalah sisi mandibula yang berlawanan dari arah pergerakan mandibula selama pergerakan ke arah lateral. Balancing side interference adalah kontak yang terjadi jika bagian yang berlawanan dari working side berkontak. 33,34 (Gambar 12 dan 13)

14 23 Gambar 12. Pergerakan Dinamis pada Working Side dan Balancing Side. A. Sisi kiri menunjukkan working side dan skema kontak oklusal pada pergerakan lateral; B. Sisi kanan menunjukkan balancing side dan skema kontak oklusal 35 Gambar 13. Balancing Side Interference Occlusal Indicator Indikator oklusi terbagi atas dua jenis yaitu indikator kualitatif dan indikator kuantitatif. Indikator kualitatif berfungsi untuk menentukan lokasi dan jumlah gigi yang berkontak, sedangkan indikator kuantitatif berfungsi untuk menetukan waktu dan karakteristik besar tekanan dari gigi yang berkontak. 15,16 Beberapa material yang

15 24 termasuk ke dalam indikator kualitatif adalah kertas artikulasi, articulating silk, articulating film, shim stock, dan high spot indicator. Material yang termasuk ke dalam indikator kuantitatif adalah T-Scan occlusal analysis system dan virtual dental patient. 14, Jenis Kertas Artikulasi Kertas artikulasi digunakan untuk mendeteksi gigi yang mengalami traumatik oklusi. Bagian yang berwarna dari kertas artikulasi mengandung wax, minyak dan pigmen, yang akan hilang ketika terkena saliva karena sifatnya yang hidrofobik. Bagian yang mengalami traumatik oklusi akan mudah terlihat dengan adanya tanda yang tertinggal setelah penggunaan kertas artikulasi. Namun, kertas artikulasi merupakan material yang tidak fleksibel dan kurang akurat karena ketebalan yang dimilikinya Shim Stock Shim stock adalah selapis material berbentuk lembaran tipis yang berfungsi untuk memeriksa kontak diantara dua permukaan. Sebuah lembaran shim stock memiliki lebar 8 mm dengan ketebalan 0, 6, 8, dan 12 µm. 18 Pada saat digunakan, shim stock dilekatkan pada forcep tipe Miller dan diletakkan pada daerah yang ingin diperiksa oklusinya. Film shim stock tahan terhadap sobekan. Shim stock dapat digunakan untuk mengevaluasi kontak proksimal selama pemasangan gigi tiruan cekat seperti mahkota atau veneer. Selain itu, shim stock juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kontak oklusal yang berlebihan. 14,18 Namun, dalam penggunaannya, shim stock tidak dapat digunakan tanpa dikombinasikan dengan kertas artikulasi. Hal ini disebabkan karena permukaan metalik yang dimiliki shim stock tidak memberikan bekas tanda pada gigi yang diperiksa oklusinya. 19

16 Cara Penggunaan Cara untuk memeriksa daerah yang mengalami kontak oklusal berlebihan dengan menggunakan shim stock yang dikombinasi dengan kertas artikulasi adalah sebagai berikut: 18,37 1. Tempatkan kertas artikulasi pada daerah yang ingin diperiksa oklusinya. (Gambar 14) Gambar 14. Kertas Artikulasi Instruksikan pasien untuk mengoklusikan gigi pada posisi interkuspal maksimum. 3. Setelah itu instruksikan pasien membuka mulut untuk mengeluarkan kertas artikulasi. Pada gigi, akan terlihat tanda yang tidak sesuai dengan oklusi normal yang menandakan terjadinya traumatik oklusi pada gigi. (Gambar 15) Gambar 15. Tanda pada Gigi yang Dihasilkan Setelah Menggunakan Kertas Artikulasi 38

17 26 4. Setelah itu, tempatkan shim stock pada daerah yang ingin dicek oklusinya, yaitu oklusi sentrik, working side, balancing side, dan anteroposterior. (Gambar 16) Gambar 16. Shim Stock Instruksikan pasien untuk mengoklusikan gigi pada posisi interkuspal maksimum. Cara ini disebut dengan close and hold. Klinisi menarik shim stock diantara gigi yang sedang dioklusikan ke arah bukal. (Gambar 17) Gambar 17. Penempatan Shim Stock Klinisi mengamati seberapa kuat gigi yang sedang dioklusikan tersebut menahan shim stock pada saat shim stock ditarik ke arah bukal. 2.4 Temporomandibular Disorder Temporomandibular Disorder (TMD) merupakan kondisi patologis yang melibatkan otot-otot pengunyahan, otot-otot postural pada leher dan kepala atau merupakan kombinasi kondisi patologis yang terjadi pada otot dan sendi temporomandibula. 39 Istilah TMD mencakup berbagai kondisi, seperti rasa sakit pada

18 27 daerah wajah atau sendi temporomandibula, sakit kepala, sakit pada telinga, pusing kepala, hipertropi otot-otot pengunyahan, terbatasnya pergerakan mulut pada saat membuka, menutup ataupun terkuncinya sendi temporomandibula, terjadinya atrisi pada gigi-geligi yang diakibatkan bruksism, suara kliking pada sendi, dan berbagai keluhan lain. 40 Pada tahun 1980, beberapa klinisi menganggap bahwa perubahan internal dari sendi temporomandibula merupakan faktor yang paling banyak terjadi pada kelainan ini. Namun, saat ini secara umum telah diterima bahwa kelainan ini mencakup berbagai jenis kelainan lain yang melibatkan sendi temporomandibula dan otot-otot pengunyahan, baik secara terpisah maupun bersama-sama. 41 Tingkat keparahan TMD yang dialami individu dapat dikategorikan berdasarkan index Helkimo (1974). Dalam penelitian epidemiologikal yang dilakukannya, Helkimo mengembangkan sebuah index yang terbagi menjadi anamnesis, klinis, dan disfungsi oklusal. Helkimo anamnestic index berisi 10 buah pertanyaan, yaitu mengenai sulit atau tidaknya membuka mulut, sulit atau tidaknya menggerakkan rahang ke lateral, nyeri pada otot saat mengunyah, frekuensi sakit kepala, nyeri pada leher atau bahu, nyeri pada area telinga, bunyi pada daerah sendi, mengunyah di satu sisi, dan nyeri pada wajah di pagi hari yang harus dijawab. Setiap pertanyaan terdiri atas 3 pilihan jawaban, yaitu tidak (skor 0), kadang-kadang (skor 1), dan ya (skor 2). Penarikan kesimpulan pasien yang mengalami Temporomandibular Disorder (TMD) didasarkan pada total skor seluruh pertanyaan, yaitu tidak ada TMD (skor 0 3), gangguan TMD ringan (skor 4 8), gangguan TMD sedang (skor 9 14), dan gangguan TMD berat (skor 15 23). Helkimo dysfunction index mengevaluasi lima tanda klinis gangguan fungsi sendi, yaitu pengukuran jarak pembukaan mulut maksimal, penurunan fungsi sendi temporomandibula, nyeri otot, pemeriksaan pada sendi temporomandibula, dan nyeri pada pergerakan mandibula. Dari hasil pemeriksaan klinis, penilaian yang diberikan akan dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu normal (skor 0), ringan (skor 1), dan berat (skor 5). Penarikan kesimpulan pasien yang mengalami Temporomandibular Disorder (TMD) didasarkan pada total skor seluruh pemeriksaan klinis yang

19 28 dilakukan, yaitu tidak ada gangguan (skor 0), TMD ringan (skor 1-4), TMD sedang (skor 5-9), dan TMD berat (skor 10-25). 42, Tanda dan Gejala Tanda dan gejala klinis TMD dapat dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan struktur yang dipengaruhi, yaitu otot, sendi temporomandibula, dan gigi. Kelainan pada otot dan sendi temporomandibula akan membentuk kondisi yang dikenal sebagai Temporomandibular Disorder. 44 Dalam mengevaluasi individu yang terkena kelainan, penting untuk dapat mengidentifikasi tanda dan gejala yang dialami. Tanda adalah temuan klinis objektif yang ditemukan selama pemeriksaan klinis. Gejala adalah keluhan yang dilaporkan oleh individu yang terkena Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Otot Kelainan fungsional yang terjadi pada otot merupakan keluhan yang paling sering dilaporkan oleh penderita Temporomandibular Disorder. Kelainan pada otot memiliki dua gejala utama yang dapat diamati, yaitu rasa sakit dan disfungsi. 42,44 a. Rasa Sakit Keluhan yang paling umum terjadi pada pasien dengan kelainan otot pengunyahan adalah sakit pada otot. Sakit yang terjadi pada jaringan otot disebut myalgia, yang dapat terjadi akibat peningkatan penggunaan otot. Gejala yang umum dirasakan adalah lelah pada otot dan ketegangan. Walaupun asal dari sakit pada otot masih diperdebatkan, beberapa peneliti menyakini ada hubungan terhadap vasokonstriksi yang terjadi pada arteri yang menyalurkan nutrisi dan akumulasi dari produk buangan metabolisme dalam jaringan otot. Dalam area iskemik pada otot, substansi algogenik seperti bradikinin dan prostaglandin dilepaskan dan menyebabkan terjadinya sakit pada otot. 44 Tingkat keparahan dari sakit pada otot berhubungan dengan aktivitas fungsional yang melibatkan otot. Oleh karena itu, pasien sering kali

20 29 melaporkan rasa sakit tersebut mempengaruhi aktivitas fungsional. Pada saat pasien mengeluhkan rasa sakit ketika mengunyah makanan atau berbicara, aktivitas fungsional tersebut biasanya bukan penyebab kelainan. Namun, rasa sakit tersebut meningkatkan tingkat kewaspadaan pasien. Gejala umum lain yang berhubungan dengan sakit pada otot pengunyahan adalah sakit kepala. 44 b. Disfungsi Disfungsi merupakan gejala klinis umum yang berhubungan dengan kelainan pada otot pengunyahan. Umumnya gejala ini terlihat sebagai berkurangnya jarak pembukaan mandibula. Ketika jaringan otot digunakan secara berlebihan, setiap kontraksi atau peregangan yang terjadi akan meningkatkan terjadinya rasa sakit. Oleh karena untuk mempertahankan kenyamanan, pasien akan membatasi pergerakan dalam jarak yang tidak akan meningkatkan rasa sakit. Secara klinis hal ini akan terlihat seperti ketidakmampuan untuk membuka mulut lebar. Pada beberapa kelainan myalgic, pasien dapat membuka mulut lebar secara perlahan, namun rasa sakit masih terasa dan mungkin akan menjadi lebih parah. 44 Maloklusi akut merupakan jenis lain dari disfungsi. Istilah maloklusi akut merujuk pada setiap perubahan kondisi oklusal yang terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh kelainan. Maloklusi akut mungkin merupakan hasil dari perubahan yang tiba-tiba dari panjang otot yang mengontrol posisi rahang ketika istirahat. Ketika hal ini terjadi, pasien akan merasakan perubahan kontak oklusal dari gigi. Posisi mandibula dan perubahan kontak oklusal yang terjadi bergantung pada keterlibatan otot. Pemendekan dari otot elevator pada saat fungsional, pasien akan mengeluhkan ketidakmampuan untuk mengoklusikan gigi secara normal. 44 c. Skema Rasa Sakit pada Otot Pengunyahan Fungsi otot normal dapat terganggu oleh beberapa keadaan yang dapat muncul dari faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal merujuk pada keadaan

21 30 yang mengubah secara akut input sensori atau proprioseptif pada struktur pengunyahan misalnya fraktur pada gigi, penempatan restorasi yang pada gigi yang mengalami supraoklusi, trauma pada struktur lokal seperti kerusakan jaringan akibat suntikan, dan trauma yang terjadi akibat penggunaan yang berlebihan atau tidak biasa dari struktur pengunyahan seperti mengunyah makanan yang keras dalam waktu yang lama. Faktor sistemik merujuk pada keadaan yang menganggu fungsi normal otot. Salah satu faktor sistemik yang paling umum adalah stres emosional. Stres akan merubah fungsi otot melalui sistem efferent gamma ke spindle otot atau aktivitas simpatis jaringan otot dan struktur terkait. Jika keadaan tersebut berpengaruh secara signifikan, otot akan merespon keadaan tersebut. Respon dari otot disebut dengan protective cocontraction. Dalam beberapa peristiwa, konsekuensi dari keadaan tersebut adalah kecil dan co-contraction dapat dengan cepat terselesaikan, sehingga fungsi otot kembali normal. Namun, jika protective co-contraction berlangsung lama, biokemikal lokal dilepaskan dan perubahan struktur dapat terjadi sehingga akan menyebabkan terjadinya rasa sakit lokal pada otot. Kondisi ini dapat diatasi dengan istirahat atau segera mendapat perawatan. Jika rasa sakit lokal pada otot tidak terselesaikan, perubahan pada jaringan otot akan terjadi, yang akan menyebabkan rasa sakit yang berkepanjangan. Rasa sakit yang terjadi secara terus-menerus dapat mempengaruhi Central Nervous System (CNS), menyebabkan terjadinya respon otot tertentu, seperti myofacial pain dan myospasm. Pada beberapa peristiwa CNS akan memberi respon dengan menginduksi kontraksi secara tidak sadar yang terlihat secara klinis sebagai spasme otot. Kelainan pada otot pengunyahan umumnya menghasilkan beberapa masalah akut. Jika masalah-masalah ini telah diidentifikasi dan disembuhkan, maka otot akan kembali ke fungsi normal. Namun jika kelainan akut myalgia tidak disembuhkan secara tepat, maka kondisi yang memperparah akan menyebabkan kelainan myalgia tersebut menjadi kronis sehingga CNS akan berkontribusi lebih untuk mempertahankan kondisi tersebut. Oleh karena CNS merupakan faktor yang

22 31 penting dalam kondisi tersebut, hal ini disebut sebagai centrally mediated myalgia. Centrally mediated myalgia kronis sering kali sulit untuk disembuhkan. Contoh lain dari kelainan rasa sakit kronis pada muskuloskeletal adalah fibromyalgia. Tidak seperti kelainan rasa sakit pada otot lainnya yang merupakan kelainan regional, fibromyalgia meluas pada kondisi yang global. 44 (Gambar 18) Gambar 18. Skema Rasa Sakit pada Otot Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Sendi Temporomandibula Kelainan fungsional yang terjadi pada sendi temporomandibula merupakan gejala umum yang didapati pada saat memeriksa pasien yang mengalami disfungsi pengunyahan. Kelainan pada sendi temporomandibula memiliki dua gejala utama yang dapat diamati, yaitu rasa sakit dan disfungsi. 42,44 a. Rasa Sakit Rasa sakit pada sendi disebut dengan arthralgia. Arthralgia berasal dari nosiseptor yang terletak pada jaringan lunak yang mengelilingi sendi. Tiga jaringan periartikular yang mengandung nosiseptor adalah ligamen diskus, ligamen kapsular, dan jaringan rertodiskal. Kita tidak dapat membedakan ketiga struktur tersebut, sehingga setiap nosiseptor yang terstimulasi akan memancarkan sinyal yang diterima sebagai rasa sakit pada sendi. Stimulasi yang terjadi pada nosiseptor menghasilkan kerja inhibitori

23 32 pada otot yang dapat menggerakkan mandibula. Arthralgia yang berasal dari struktur sendi normal yang sehat dirasakan sebagai rasa sakit yang tajam, tibatiba, dan terus-menerus yang berhubungan dengan pergerakan sendi. Ketika sendi diistirahatkan, rasa sakit tersebut akan mereda dengan cepat. Jika struktur sendi mengalami kerusakan, inflamasi yang terjadi dapat menghasilkan rasa sakit yang terus-menerus yang dihasilkan oleh pergerakan sendi. 44 b. Disfungsi Disfungsi merupakan kelainan fungsional umum yang terjadi pada sendi temporomandibula. Umumnya hal ini ditandai dengan terganggunya pergerakan kondilus-diskus yang normal, dengan dihasilkannya suara pada sendi. Suara pada sendi dapat terjadi pada satu kejadian dengan durasi yang singkat yang dikenal sebagai click. Jika suara click yang dihasilkan keras, dikenal sebagai pop. Krepitasi merupakan suara yang didengar multiple, kasar dan seperti kerikil. Disfungsi yang terjadi pada sendi temporomandibula selalu dihubungkan dengan pergerakan rahang Kelainan Fungsional yang Terjadi pada Gigi Gigi dapat menunjukkan tanda dan gejala kelainan fungsional. Umumnya dihubungkan dengan kerusakan yang diperoleh dari beban oklusal yang berlebihan pada gigi dan struktur pendukung. Tanda dari kerusakan yang terjadi pada gigi merupakan tanda yang umum, namun hanya pada beberapa peristiwa saja pasien mengeluhkan terjadinya gejala. 44 a. Mobiliti Mobiliti gigi secara klinis merupakan pergerakan yang tidak biasa dari gigi pada soket. Dua faktor yang menyebabkan terjadinya mobiliti gigi adalah kehilangan tulang pendukung yang disebabkan oleh penyakit periodontal kronis dan beban oklusal yang berlebihan. Keparahan dari mobiliti yang terjadi bergantung pada durasi dan tingkat beban yang diterima gigi. 44

24 33 b. Pulpitis Gejala lain yang dihubungkan dengan terjadinya kelainan fungsional pada gigi adalah pulpitis. Beban berlebihan pada saat aktivitas parafungional dapat menimbulkan gejala pulpitis. Ciri khas dari pulpitis adalah pasien mengeluhkan sensitif terhadap makanan/minuman panas dan dingin. Beban yang berlebihan pada gigi akan mengganggu aliran darah pada foramen apikal. Gangguan terhadap pasokan darah yang terjadi pada pulpa menimbulkan gejala pulpitis. 44 c. Keausan Gigi Tanda yang paling umum dihubungkan dengan terjadinya kelainan fungsional pada gigi adalah keausan gigi. Hal ini dapat terlihat dengan area datar yang mengkilat pada oklusal gigi. Etiologi dari keausan gigi adalah aktivitas parafungsional Tanda dan Gejala Lain Tanda dan gejala lain yang dapat dihubungkan dengan Temporomandibular Disorder (TMD) adalah: 44 a. Sakit Kepala Nuprin melaporkan bahwa sekitar 73% populasi dewasa telah mengalami sedikitnya satu kali sakit kepala dalam 12 bulan terakhir. Penelitian serupa lainnya melaporkan bahwa 5%-10% populasi mencari saransaran medis mengenai sakit kepala yang dideritanya. Terdapat berbagai macam jenis sakit kepala yang berasal dari berbagai jenis etiologi. The International Classification of Headache Disorder mengenali lebih dari 230 jenis sakit kepala dalam 13 kategori yang luas. Beberapa sakit kepala merupakan hasil dari masalah yang terjadi pada struktur kranial, seperti tumor otak atau peningkatan tekanan intrakranial. Oleh karena sakit kepala dapat merepresentasikan berbagai masalah serius, sakit kepala harus diidentifikasi dengan cepat dan mendapatkan perawatan yang tepat. Tipe yang paling umum

25 34 dari sakit kepala adalah tipe sakit kepala yang tegang. Tipe dari sakit kepala seperti ini disebut juga sebagai muscle tension headache atau muscle contraction headache. Terdapat berbagai etiologi yang dapat menyebabkan sakit kepala tipe tegang. Salah satunya adalah berasal dari otot. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua sakit kepala tipe tegang berasal dari otot. 44 b. Migrain (sakit kepala neurovaskular) Migrain biasanya ditandai dengan rasa sakit yang hebat, berdenyut, dan unilateral. Etiologi dari sakit kepala neurovaskular belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan penelitian terdahulu, etiologi migrain adalah spasme serebrovaskular, sedangkan yang lain meyakini adanya kelainan pada platelet. Hubungan antara migrain dan TMD adalah mekanisme pemicu. Ketika seseorang yang menderita migrain mengalami sakit pada muskuloskeletal yang berhubungan dengan TMD, rasa sakit menggambarkan pemicu dari serangan migrain. 44 c. Gejala Otologik Tanda lain yang berhubungan dengan kelainan fungsional pada sistem pengunyahan adalah keluhan pada telinga. Pasien juga sering mengeluhkan sensasi penuh dalam telinga. Gejala ini dapat dijelaskan dengan mengetahui anatomi. Tabung eusthasia menghubungkan rongga pada telinga tengah dengan nasofaring. Selama menelan, palatum terangkat dan menutup nasofaring. Selama palatum terangkat, otot tensor palati berkontraksi. Hal ini menyebabkan tabung eusthasia menjadi lurus, tekanan udara di antara telinga tengah dan tenggorokan menjadi sama. Ketika otot tensor palati gagal untuk terangkat dan tabung eusthasia gagal menjadi lurus, sensasi sesak akan terasa dalam telinga. 44 Otot tensor timpani, yang melekat pada membran tympani, juga dapat mempengaruhi gejala pada telinga. Ketika oksigen diserap dari udara melalui membran mukosa pada rongga telinga tengah, tekanan negatif terbentuk

26 35 dalam rongga. Penurunan tekanan mengakibatkan membran timpani retraksi, sehingga tekanan pada tensor timpani berkurang. Penurunan tonus pada otot secara refleks akan mengakibatkan tensor palati meningkatkan tonusnya, sehingga dapat menyebabkan tabung eusthasia terbuka selama penelanan berikutnya. 44 Tinnitus dan vertigo juga dilaporkan terjadi pada penderita TMD. Beberapa penderita mengeluhkan gangguan pendengaran yang merupakan hasil dari protective co-contraction pada tensor timpani. Ketika otot berkontraksi, gendang telinga akan direnggangkan dan dirapatkan. Tensor timpani, sama seperti tensor palati, diinervasi oleh saraf kranial kelima (saraf trigeminal). Oleh karena itu, setiap rasa sakit yang terjadi pada struktur yang dilalui oleh saraf trigeminal akan mempengaruhi fungsi telinga dan menciptakan sensasi sesak dalam telinga Pemeriksaan Sendi Temporomandibula Pergerakan Mandibula Pergerakan mandibula harus diukur secara vertikal dan lateral. Cara pengukuran pergerakan mandibula, yaitu dengan menggunakan penggaris, Willis bite gauge atau Vernier bite gauge. Pemeriksaan pergerakan mandibula tidak akan relevan selama teknik yang digunakan tidak konsisten. 45 a. Jarak Pengukuran Vertikal Pasien diminta untuk membuka mulut sampai terasa sakit dan saat ini jarak antara insisal edge dari gigi anterior diukur. Pengukuran ini disebut dengan maximum comfortable mouth opening. 46 (Gambar 19)

27 36 Gambar 19. Maximum Comfortable Mouth Opening 46 Pasien diminta membuka mulut selebar mungkin walaupun terasa sakit. Pengukuran ini disebut dengan maximum mouth opening. 46 (Gambar 20) Gambar 20. Maximum Mouth Opening 46 b. Jarak Pengukuran Lateral Pasien diperiksa dalam keadaan ICP maksimum dan area gigi insisivus mandibula yang terletak dibawah midline (diantara gigi insisivus maksila) ditandai. 20,46 (Gambar 21) Gambar 21. Posisi Interkuspasi Maksimum 46. Pasien diinstruksikan melakukan pergerakan laterotrusif maksimum ke arah kiri terlebih dahulu kemudian ke arah kanan. Kemudian ukur jarak yang telah

28 37 ditandai dengan perpindahan yang telah terjadi dari midline. Pengukuran ini akan memperlihatkan jarak mandibula yang berpindah pada setiap arah. 46 (Gambar 22) Gambar 22. Jarak Midline Setelah Pergerakan Mandibula Bunyi pada Sendi Temporomandibula Bunyi pada sendi terbagi dua, yaitu kliking atau krepitasi. Kliking adalah suara tunggal dengan durasi yang singkat. Jika bunyi yang dihasilkannya kuat, maka disebut sebagai pop. Krepitasi adalah bunyi yang terdengar seperti kerikil yang multiple. Bunyi pada sendi dapat diketahui dengan meletakkan jari tangan diatas permukaan lateral sendi pada saat pasien membuka dan menutup mulut. Pemeriksaan yang lebih akurat jika menggunakan stetoskop atau alat perekam suara sendi. 12,20,45-49 (Gambar 23) Gambar 23. Bunyi pada Sendi Temporomandibula.a. Bunyi pada sendi didengar dengan menggunakan stetoskop; b. Stetoskop Jarak Pembukaan Mulut Maksimal Agerberg melaporan bahwa jarak pembukaan mulut maksimal yang normal adalah mm pada orang dewasa. Karena gejala pada otot biasanya terjadi selama

29 38 berfungsi, umumnya seseorang mengambil pola pergerakan yang terbatas. Pasien diinstruksikan untuk membuka mulut secara perlahan hingga sakit terasa. Pada saat ini jarak antara insisal edge gigi anterior maksila dan mandibula diukur. Saat ini disebut sebagai maximal comfortable opening. Pasien kemudian diinstruksikan untuk membuka mulut secara maksimal walaupun terasa sakit. Hal ini disebut sebagai maximal opening. Pembukaan mulut dikatakan terbatas bila jarak yang dihasilkan kurang dari 40 mm. Pada kondisi tersebut menunjukkan adanya kemungkinan terdapat masalah pada otot atau sendi. 46 Kemudian pasien diinstruksikan untuk menggerakkan mandibula ke lateral. Bila pergerakan ke arah lateral kurang dari 8 mm maka hal ini menunjukkan pergerakan yang terbatas. Pergerakan protrusif juga dievaluasi dengan cara yang sama. Pada sistem pengunyahan yang sehat, tidak ada perubahan arah pada saat pembukaan mulut. Ada dua jenis perubahan yang dapat terjadi, yaitu deviasi dan defleksi. Deviasi adalah perubahan pada midline selama pembukaan yang akan hilang dengan pembukaan yang terus dilakukan (kembali ke midline). Defleksi adalah pergerakan midline ke satu sisi dengan jarak yang akan terus menjauh dan tidak kembali ke tengah midline pada saat pembukaan maksimal. 46 (Gambar 24) Gambar 24. Arah Pembukaan Mulut A. Deviasi; B. Defleksi Pemeriksaan Palpasi Otot-Otot Pengunyahan Cara untuk menentukan rasa sakit pada otot adalah dengan palpasi menggunakan jari (digital palpation). 20,45,48 Palpasi pada otot dapat diperiksa dengan menggunakan permukaan telapak tangan dari jari tengah. Ketika melakukan palpasi otot, respon dari pasien dikategorikan atas, 0 (pasien tidak merasa sakit saat

30 39 dipalpasi), 1 (pasien merasa tidak nyaman pada saat palpasi), 2 (pasien merasakan ketidaknyamanan atau rasa sakit saat dipalpasi), 3 (pasien menunjukkan sikap yang mengelak atau menangis (mengeluarkan air mata) atau secara langsung memberitahu untuk tidak mempalpasi daerah tersebut lagi Otot Temporalis Temporalis terbagi atas tiga daerah, yaitu daerah anterior, daerah tengah, dan daerah posterior. Daerah anterior dipalpasi pada daerah diatas tulang zygomatik dan anterior dari sendi temporomandibula. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah vertikal. Otot temporalis bagian anterior digunakan dalam keadaan bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian anterior yang bekerja dapat dilihat pada saat elevasi mandibula dan megunyah pada sentrik oklusi. Sedangkan otot temporalis bagian anterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi mandibula. Daerah tengah dipalpasi pada daerah diatas sendi temporomandibula dan superior dari tulang zygomatik. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah oblik melewati bagian lateral dari tengkorak. Otot temporalis bagian tengah dapat dilihat saat bekerja yakni pada pergerakan protrusif. Daerah posterior dipalpasi pada daerah diatas dan belakang telinga. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah horizontal. Otot temporalis bagian posterior digunakan dalam keadaan bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian posterior yang bekerja dapat dilihat pada retraksi mandibula. Sedangkan otot temporalis bagian posterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi dan protrusi mandibula. 46 (Gambar 25) Gambar 25. Palpasi Otot Temporalis. A. Daerah Anterior; B. Daerah Tengah; C. Daerah Posterior 46

31 Otot Masseter Masseter dipalpasi secara bilateral pada bagian perlekatan superior dan inferior. Langkah pertama, tempatkan jari pada setiap tulang zygomatik (hanya bagian anterior dari sendi temporomandibula). Setelah itu, jari tersebut ditempatkan pada perlekatan inferior dari inferior border ramus. 46 (Gambar 26) Gambar 26. Palpasi Otot Masseter. A. Pada perlekatan superior di lengkung zygomatik; B. Pada otot masseter superfisial didekat batas bawah mandibula Otot Lateral Pterigoid Otot lateral pterigoid memiliki dua cabang, yaitu bagian superior dan inferior dimana bagian superior merupakan bagian yang lebih kecil daripada inferior. Otot lateral pterigoid bagian superior keluar dari permukaan infra-temporal sayap paling besar dari sphenoid dan masuk ke bagian anterior dari diskus dan kapsul intraartikular, sedangkan bagian inferior keluar dari permukaan lateral dari plat lateral pterigoid dan masuk ke leher mandibula yang terletak di bawah kondilus. Otot lateral pterigoid bagian superior bekerja pada saat clenching dan bagian inferior bekerja selama pembukaan mulut. 50 (Gambar 27, 28, dan 29)

32 41 Gambar 27. Pemeriksaan Otot Lateral Pterigoid Inferior 46 Gambar 28. Pemeriksaan Otot Lateral Pterigoid Superior 46 Gambar 29. Palpasi Otot Lateral Pterigoid Otot Medial Pterigoid Otot medial pterigoid berasal dari daerah yang terletak diantara dua pterygoid plate. Kedua pterygoid plate ini akan membagi otot kedalam dua daerah yaitu posterior dan lateral dan masuk ke bagian dalam dari sudut mandibula. Otot medial

33 42 pterigoid bekerja pada saat gerakan elevasi mandibula, selama protrusi dan pergerakan lateral mandibula. 50 (Gambar 30) Gambar 30. Palpasi Otot Medial Pterigoid Etiologi Etiologi terjadinya TMD masih merupakan perdebatan selama beberapa tahun belakangan. Walaupun teknologi dalam mendiagnosa telah berkembang, namun kesepakatan mengenai etiologi terjadinya TMD belum disepakati. Terdapat dua konsep etiologi mengenai penyebab terjadinya kelainan ini, yaitu: Konsep Etiologi a. Teori Pergeseran Mekanis Menurut teori ini, kurangnya dukungan dari gigi molar menyebabkan posisi kondilus dalam fossa glenoid menjadi lebih eksentrik, mengakibatkan elevasi secara berlebihan dari otot-otot mandibula yang akan menekan kondilus sehingga saraf dan pembuluh darah yang berada disekitarnya termasuk chorda tympani akan mengalami kerusakan. Hal ini memicu terjadinya rasa sakit, disfungsi, dan gejala pada telinga (tinnitus). 40 b. Teori Trauma Teori ini diperkenalkan oleh Zarb dan Speck (1979) dimana mikro- /makrotrauma merupakan faktor utama yang menginisiasi proses patologis dan disfungsi pada berbagai bagian yang berbeda dari sistem stomatognasi yang akan memicu terjadinya TMD. Berdasarkan teori ini, setiap trauma yang

34 43 dapat menyebabkan perubahan terhadap struktur sendi atau otot disebut makrotrauma, sedangkan mikrotrauma ditujukan pada setiap tekanan kecil yang terjadi berulang-ulang pada struktur sendi dalam waktu yang lama. 40 c. Teori Biomedikal Teori ini diperkenalkan oleh Reade (1984) yang mendukung peran trauma dalam menginisiasi terjadinya kelainan. Setelah terjadi inisiasi, kondisi kelainan dapat lebih parah karena adanya beberapa faktor seperti oklusi yang terganggu, kebiasaan parafungsional, dan psikologis yang terganggu akibat tekanan pekerjaan. Menurut Reade teori ini akan menjelaskan mengapa gangguan oklusal yang sama tidak dapat menyebabkan gejala yang sama pada individu yang berbeda dan mengapa tidak setiap individu yang memiliki gangguan psikologis seperti stres mengalami TMD. 40 d. Teori Osteoarthritis Teori ini diperkenalkan oleh Stegenga (1989) dimana faktor penyebab terjadinya TMD adalah osteoarthrosis. Menurut teori ini, gejala pada otot dan kelainan internal merupakan patologi sendi sekunder. Perubahan patologis pada sendi temporomandibula dapat diinduksi oleh beban berlebihan absolut atau relatif. Beban berlebihan absolut pada sendi dapat terjadi pada saat trauma, sedangkan beban berlebih relatif dapat terjadi jika kapasitas adaptif dari struktur sendi berkurang yang disebabkan oleh inflamasi atau penuaan. 40 e. Teori Otot Teori ini didukung oleh Travel dan Rinzler yang menyatakan bahwa faktor etiologi TMD utama adalah otot pengunyahan. Teori ini menyatakan bahwa myalgia pada otot pengunyahan dapat menunjukkan rasa sakit pada sendi temporomandibula. Myalgia yang terjadi pada area wajah disebabkan oleh myospasme kronis. 40

35 44 f. Teori Neuromuskular Teori ini didukung oleh Ramjford (1995) yang menyatakan bahwa gangguan oklusal merupakan faktor kausatif kelainan. Teori ini mengemukakan bahwa gangguan oklusal menyebabkan umpan balik proprioseptor yang terganggu, sehingga terjadi ketidakkoordinasian dan spasme pada beberapa otot pengunyahan. 40 g. Teori Psikofisiologikal Teori ini didukung oleh Schwartz dan Laskin yang menyatakan bahwa faktor psikologikal merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan gangguan oklusal dalam menginisiasi dan memperlama terjadinya TMD. Spasme yang terjadi pada otot-otot pengunyahan disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan atau kelelahan pada otot yang disebabkan oleh parafungsi yang dilakukan oleh individu untuk meredakan stres. 40 h. Teori Psikologikal Teori ini menyatakan bahwa gangguan emosional merupakan faktor utama dalam menginisiasi terjadinya TMD, menginduksi aktivitas berlebihan dari otot-otot yang akan mengarahkan tejadinya kebiasaan parafungsional dan secara tidak langsung menyebakan abnormalitas pada oklusal. Teori ini menekankan faktor emosional seperti stres yang akan menyebabkan individu melakukan clinching sehingga terjadi kontraktilitas pada otot dan menyebabkan rasa sakit Konsep Multifaktorial Bell (1990) telah mengkategorisasikan semua faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan ke dalam tiga bagian, yaitu: 13,40,47,51 a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi adalah setiap faktor yang meningkatkan risiko terjadinya TMD. Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor predisposisi

36 45 adalah sistemik, psikologis, dan struktur. Faktor psikologis mencakup kepribadian dan tingkah laku individu. Faktor struktur mencakup kelelahan yang terjadi pada sendi, perawatan gigi yang tidak baik, dan setiap gangguan oklusal seperti prematur kontak yang menyebabkan traumatik oklusi. 40 b. Faktor Inisiasi Faktor inisiasi adalah faktor yang menyebabkan awal terjadinya TMD. Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor inisiasi adalah beban yang berlebihan pada sistem pengunyahan dan trauma (mikrotrauma ataupun makrotrauma). 40 c. Faktor Perpetuasi Faktor perpetuasi adalah faktor yang mengganggu proses penyembuhan atau memperparah terjadinya TMD. Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor perpetuasi adalah gaya mekanis dan otot, gaya hidup, sosial, dan gangguan emosional Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Temporomandibular Disorder Jenis Kelamin Penelitian deskripftif cross-secional yang dilakukan Ebrahimi dkk (2011) terhadap pelajar sekolah menengah atas yang terdiri dari 400 orang perempuan dan 400 orang laki-laki yang diambil dari 7 distrik menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya TMD. Hal ini ditunjukkan dengan persentase perempuan yang mengalami TMD sebesar 40.5% yang secara signifikan jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki hanya sebesar 29%. 11 Penelitian yang dilakukan oleh Hiltunen (2004) juga menyatakan bahwa wanita cenderung mengalami gejala TMD lebih sering daripada pria dengan perbandingan 23% dan 12%. 42 Sedangkan Motegi dkk (1992) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya TMD. Menurut

37 46 mereka, jika ada perbedaan persentase terjadinya TMD pada laki-laki dan perempuan, hal ini disebabkan perempuan cenderung lebih sering melakukan kontrol ke dokter gigi dibandingkan laki-laki serta faktor hormonal yang dianggap merupakan faktor penting terjadinya TMD. Penelitian yang dilakukan Casanova-Rosado dkk (2006) menyatakan bahwa jenis kelamin, bruxism, gangguan psikologis seperti stres, mengunyah satu sisi, dan kehilangan gigi merupakan faktor yang paling utama menyebabkan terjadinya TMD pada orang dewasa. Sedangkan jenis kelamin dan kurangnya kepercayaan diri, yang dikombinasikan dengan faktor oklusal merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya TMD pada remaja. 11 Prevalensi terjadinya TMD yang lebih tinggi pada wanita disebabkan oleh sensitivitas biologis dalam menerima stimulus yang dimiliki wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Wanita dapat mendeteksi sinyal yang tidak dapat dikenali oleh pria. Selain itu, perbedaan status sosial mengakibatkan wanita lebih bebas dalam mengemukakan pengalamannya akan rasa sakit yang diderita. Jika dilihat secara biologis, hormonal juga berpengaruh terhadap terjadinya TMD. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa siklus menstruasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya rasa sakit pada muskuloskeletal Usia Okeson (2013) melaporkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya TMD pada anak-anak dan dewasa muda, namun mereka jarang mengeluhkan gejala yang terjadi. Pada penelitian yang sama, individu yang berumur 60 tahun jarang mengeluhkan terjadinya gejala TMD. Penelitian epidemiologi yang dilakukan menunjukkan gejala TMD paling banyak ditemukan pada individu yang berusia tahun. 13 Penelitian yang dilakukan oleh Hiltunen (2004) dan Himawan dkk (2007) menyatakan bahwa gejala TMD akan berkurang sesuai peningkatan umur. Namun, Rutkiewitz (2006) dalam penelitiannya terhadap populasi orang dewasa di Finlandia (30-80 tahun) menyatakan bahwa terdapat tanda klinis TMD yang dapat dibuktikan pada kelompok umur dewasa dibandingkan dengan kelompok umur yang lebih muda. 53

38 47 Individu yang termasuk dalam kategori dewasa muda, yaitu berumur tahun merupakan kalangan yang paling sering mengalami TMD. Hal ini disebabkan oleh kualitas hidup, faktor stres dan kapasitas adaptif yang rendah. Kualitas hidup dan stres dapat menyebabkan terjadinya TMD karena individu yang berada dalam kategori dewasa muda berada pada tingkatan hidup yang produktif dan mengalami banyak masalah. Peningkatan usia seseorang yang mengalami TMD menyebabkan standar hidup dan kapasitas adaptif berubah, sehingga tanda dan gejala TMD menjadi subklinis (tidak jelas) dan merasakan intensitas yang lebih kecil atau bahkan tidak terdeteksi, menyebabkan tingkat keparahan yang menjadi tidak jelas Lama Pemakaian Gigi Tiruan Penelitian yang dilakukan Bordin dkk (2013) pada 210 individu yang terbagi atas 3 kelompok, yaitu 70 orang memakai GTSL, 70 orang memakai GTP, dan 70 orang dengan gigi asli, di mana sampel 70 orang yang memakai GTSL tersebut telah memakai GTSL selama kurang dari 1 tahun (26.8%), 1-5 tahun (21.4%), dan lebih dari 5 tahun (51.8%), menunjukkan bahwa prevalensi tanda dan gejala TMD paling banyak ditemukan pada pasien yang memakai gigi tiruan lebih dari 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa lama pemakaian gigi tiruan berpengaruh terhadap terjadinya TMD. Beberapa faktor dalam penelitian Bordin dkk (2013) yang memicu terjadinya TMD adalah kebiasaan parafungsional, lama pemakaian gigi tiruan, tidak menggunakan gigi tiruan pada siang hari, berkurangnya dimensi vertikal yang diakibatkan kehilangan gigi, buruknya adaptasi (stabilitas dan retensi) gigi tiruan, melepaskan gigi tiruan ketika tidur, dan kondisi psikologis. 12 Adaptasi yang buruk dari gigi tiruan dapat mengakibatkan kontraksi otot secara terus-menerus yang bertujuan untuk menstabilkan gigi tiruan, namun kontraksi yang terjadi secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya rasa sakit dan disfungsi pada otot. Melepas gigi tiruan pada siang hari dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada sendi temporomandibula dan sistem muskular yang mengakibatkan terganggunya posisi kondilus, sedangkan jika melepas gigi tiruan

39 48 pada malam hari akan berpengaruh terhadap terjadinya TMD dimana meningkatkan aktivitas otot pada malam hari Perawatan Setiap perawatan yang diberikan harus didasarkan pada pembuktian atas keberhasilannya. Beberapa perawatan yang telah dilakukan, baik satu atau gabungan beberapa perawatan, dianjurkan sesuai dengan berbagai macam teori etiologi dari Temporomandibular Disorder (TMD). Beberapa perawatan yang dianjurkan dalam menangani pasien yang mengalami TMD adalah obat Non-steroidal antiinflammatory (NSAIDs), muscle relaxant drug, terapi psikologis, perawatan fisioterapi, penyelarasan oklusal, splint seperti stabilisation splint, anterior repositioning splint, soft bite guard, mandibular appliance, partial coverage splints dan anterior bite plane. 39,45, Hubungan Traumatik Oklusi dengan Temporomandibular Disorder Al-Jabrah dan Al Shumailan (2006) meneliti pasien yang memakai gigi tiruan penuh (GTP) dan GTSL melaporkan bahwa pasien yang memakai GTSL memiliki insidensi gejala TMD yang lebih tinggi daripada pasien yang memakai GTP. Hasil penelitian yang mereka lakukan menunjukkan satu atau lebih gejala TMD terlihat pada 36% pasien yang memakai GTSL sedangkan pasien yang memakai GTP dan memperlihatkan gejala TMD hanya 17%. 12,20 Dari 36% pasien yang memakai GTSL tersebut, 25% GTSL yang dimilikinya ill-fitting, 40% GTSL tidak stabil, 75% gigi penyangga dari GTSL mengalami mobiliti, dan 70% pasien mengalami susunan gigi yang tidak baik contohnya ekstrusi, torasi, dan drifting. 20 Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dulčić, Jerolimov, dan Pandurić (2006) yang menyatakan bahwa 44,3% pengguna GTSL dan 40,4% pengguna GTP memiliki gejala klinis dari TMD. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitan Hanson dan Oberg (1977) dan Sidelsky dan Clayton (1990). 9 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Agerberg (1973), prevalensi gejala TMD pada pemakaian GTSL akan semakin meningkat seiring dengan semakin sedikitnya jumlah gigi yang tersisa. 20

40 49 Penelitian epidemiologis dan klinis yang dilakukan oleh Roberts dkk (1987), Seligman dkk (1988) dan Celic dan Jerolimov (2002) menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara gangguan pada oklusal dengan terjadinya TMD. Selain itu, pada aplikasi dasar dari analisis regresi logistik multifaktorial, peneliti menunjukkan bahwa hanya 5% - 27% pasien TMD yang ada hubungannya dengan gangguan oklusi. 9 Okeson (2013) melaporkan dari 57 penelitian yang telah dilakukan untuk melihat hubungan antara oklusi dengan gejala terjadinya TMD, 22 penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara oklusi dengan terjadinya TMD, sedangkan 35 penelitian lain menunjukkan adanya hubungan antara oklusi dan TMD. Penelitianpenelitian yang dilaporkan tersebut memperlihatkan hasil yang tidak konsisten mengenai jenis gangguan oklusal yang terbanyak menyebabkan terjadinya TMD. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara oklusi dan terjadinya TMD masih menjadi perdebatan. 10,13 Dalam penelitiannya, Moteghi (1992) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara oklusi dan terjadinya gejala TMD pada 7337 pasien. Gangguan pada oklusal, khususnya kontak prematur sisi balancing dan lateral merupakan faktor penyebab utama terjadinya traumatik oklusi. Tazkayayilmaz (2004) menemukan adanya hubungan antara posisi kondilus, diskus TMJ dan kontak oklusi pada pergerakan lateral mandibula. Tazkayayilmaz (2004) menyimpulkan bahwa kontak prematur dari sisi balancing akan memberi dampak pada kondisi diskus. 8 Peneliti lainnya menyatakan bahwa gangguan pada oklusal yang menjadi penyebab utama terjadi TMD adalah sentrik oklusi, yang kemudian diikuiti oleh sisi balancing. Akan tetapi, dalam penelitian yang dilakukan Westling (1995) pada pasien dengan gangguan oklusi sentrik menemukan tidak adanya dampak terhadap perkembangan terjadinya TMD. Penelitian yang dilakukan Minagi dkk (1990) mengenai hubungan antara gangguan oklusal pada sisi balancing dengan perpindahan secara vertikal dari kondilus menyimpulkan bahwa secara alami sisi balancing tidak membahayakan, namun berfungsi sebagai perlindungan. Ćelić dkk (2003) menyatakan bahwa sisi balancing bukan merupakan faktor penting yang dapat dihubungkan dengan terjadinya TMD. 21 Penelitian yang dilaukan Ingervall dkk (1980) menyatakan bahwa

41 50 TMD yang terjadi akibat kontak prematur pada sisi balancing ditemukan terjadi pada 8% dari seluruh subjek penelitian, sedangkan TMD yang terjadi akibat kontak prematur pada sisi working ditemukan terjadi pada 20% dari seluruh subjek penelitian. 22 Hubungan yang terjadi antara oklusi dengan Temporomandibular Disorder (TMD) dapat dievaluasi secara statis dan dinamis. Penelitian-penelitian yang dilakukan secara statis telah banyak dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut belum memberikan kesimpulan mengenai faktor utama yang berhubungan dengan TMD. Cara untuk mengetahui hubungan antara oklusi dengan TMD dapat diketahui dengan menyelidiki hubungannya dengan kombinasi faktor lainnya. Pullinger dkk (1993) mencoba untuk melihat hubungan antara oklusi dengan TMD melalui analisis multifaktorial yang bertujuan mengetahui dampak dari interaksi 11 faktor oklusi yang dikumpulkan secara random. Mereka menyimpulkan bahwa tidak ada satupun faktor oklusal yang dapat membedakan pasien TMD dengan orang yang sehat. Namun, dari 11 faktor oklusi tersebut terdapat empat ciri oklusal yang umum terjadi pada pasien TMD, antara lain gigitan terbuka anterior skeletal, overjet lebih dari 4mm, 5 atau lebih gigi posterior yang hilang atau tidak digantikan, dan kontak retruded contact position (RCP) ke intercuspal contact position (ICP) lebih dari 2 mm. Pullinger dkk (1993) menyimpulkan bahwa oklusi tidak dapat dianggap sebagai faktor etiologi utama yang berhubungan dengan TMD. 13 Hubungan oklusi dengan TMD secara dinamis merupakan hubungan antara mandibula dengan kranium yang diakibatkan oleh kondisi oklusal. Terdapat dua teori yang menjelaskan terjadinya TMD akibat oklusi. Teori yang pertama berhubungan dengan bagaimana traumatik oklusi dapat mempengaruhi kestabilan ortopedi mandibula. Kestabilan ortopedi tercapai ketika posisi stabil interkuspal dari gigi memiliki hubungan yang harmonis dengan posisi stabil muskukoskeletal dari kondilus yang berada pada fossa. Bila traumatik oklusi dan ketidakstabilan ortopedi terjadi, maka interkuspasi maksimal tidak tercapai. Hal ini akan mengakibatkan posisi oklusal yang tidak stabil meskipun kondilus berada pada posisi yang stabil. Oklusi yang stabil berpengaruh terhadap fungsi pengunyahan, penelanan, dan berbicara.

42 51 Oleh karena itu, individu akan berusaha untuk mencapai kestabilan oklusi dengan menggerakkan mandibula sehingga memaksimalkan kontak oklusi (posisi interkuspasi tercapai). Pergerakan mandibula akan menyebabkan kondilus tidak berada pada posisi stabil muskuloskeletal. Jika pada saat kondilus tidak berada pada posisi stabil, gigi menerima beban yang berlebihan dan konstan disebabkan oleh otot elevator atau tekanan ekstrinsik (trauma), maka pergerakan yang abnormal akan terjadi untuk mencapai kestabilan pada kondilus. Pergerakan yang terjadi ini merupakan hasil dari peregangan minor pada mandibula yang disebabkan oleh beban yang diakibatkan otot elevator. Beban tersebut dapat menyebabkan tercapainya kestabilan pada kondilus. Namun, pergerakan abnormal yang terjadi akibat peregangan minor mandibula menyebabkan terjadinya tegangan pada ligamen diskus dan secara bertahap terjadi pemanjangan dari ligamen diskus dan penipisan diskus sehingga diskus dapat bergerak dengan bebas. Hal inilah yang lama-kelamaan akan mengakibatkan terjadinya TMD. 13 (Gambar 31)

43 52 Gambar 31. Traumatik Oklusi Dapat Mempengaruhi Kestabilan Ortopedi Mandibula. A. Ketika gigi tidak beroklusi, otot elevator mempertahankan kondilus pada posisi stabil muskuloskeletal sehingga sendi berada pada situasi yang stabil; B. Ketika ada gigi yang mengalami traumatik oklusi, gigi tidak dapat mencapai interkuspasi maksimum sehingga terjadi ketidakstabilan okusal. Namun, sendi masih berada pada kondisi stabil. Hal inilah yang disebut dengan ketidakstabilan ortopedi; C. Untuk mencapai kestabilan oklusi, mandibula digerakkan ke arah dimana posisi interkuspasi gigi tercapai. Kestabilan oklusi tercapai, namun kondilus tidak berada pada kestabilan muskuloskeletal. Pada saat terjadi beban yang berlebihan dan berulang-ulang, kondilus akan mencari cara untuk mencapai kestabilan. Jika terus dibiarkan, kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya TMD 13

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti karies dan penyakit periodontal, trauma, penyakit yang menyerang pulpa, periradikular, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan suatu unit fungsional yang terdiri atas beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot pengunyahan, dan gigi geligi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan yang menggantikan satu gigi atau lebih dan didukung oleh gigi dan atau jaringan di bawahnya, serta dapat dibuka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Oklusi Hubungan oklusal gigi geligi pertama kali diperkenalkan oleh Edward Angle pada tahun 1899. Oklusi menjadi topik yang menarik dan banyak didiskusikan

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN 0 Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN Selamat Pagi, Nama saya Michiko, NIM 110600131, alamat saya di jalan Majapahit no 69, nomor telepon 08126223933. Saya adalah mahasiswi di Program

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. lengkung geligi sebagian. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. lengkung geligi sebagian. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan 2.1.1 Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan GTSL adalah setiap prostesis yang menggantikan beberapa gigi dalam satu lengkung geligi sebagian. Restorasi

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

Prosedur ( salah satu atau lebih ) Pengasahan Pembuatan restorasi Pencabutan gigi

Prosedur ( salah satu atau lebih ) Pengasahan Pembuatan restorasi Pencabutan gigi Penyelarasan Oklusal dan Pensplinan Periodontal Penyelarasan Oklusal Tindakan untuk mengembalikan hubungan fungsional yang menguntungkan bagi periodonsium Prosedur ( salah satu atau lebih ) Pengasahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat Pagi/Siang Bapak/Ibu Saya Shinta Agustina, mahasiswa FKG USU yang sedang menjalani penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut. 1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kennedy Klasifikasi Kennedy pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Edward Kennedy pada tahun 1925. Klasifikasi Kennedy merupakan metode klasifikasi yang paling umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut sendi temporomandibula (Fawcett, 2002). berbicara dan mengunyah (Fehrenbach dan Herring, 2007; Cate, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut sendi temporomandibula (Fawcett, 2002). berbicara dan mengunyah (Fehrenbach dan Herring, 2007; Cate, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Sendi Temporomandibula a. Definisi Sendi atau artikulasi berfungsi untuk menghubungkan dua tulang. Oleh karena itu sendi yang menghubungkan antara tulang temporal

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penentuan dimensi vertikal maxillomandibular merupakan satu tahapan penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah kehilangan gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Indikator yang paling penting dalam kesehatan gigi dan mulut adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan gigi geligi. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Gigi tiruan sebagian lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih

Lebih terperinci

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat Kegagalan gigi tiruan cekat dapat terjadi karena A. Kegagalan sementasi. B. Kegagalan mekanis C. Iritasi dan resesi gingiva D. Kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah gigi yang paling sering dijumpai. Hipersensitivitas dentin ditandai sebagai nyeri akibat dentin yang terbuka jika

Lebih terperinci

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi berfungsi sebagai organ mastikasi saat menjalankan fungsinya harus berintegrasi dengan organ lainnya

Lebih terperinci

Relationship of Occlusal Schemes with the Occurrence of Temporomandibular Disorders

Relationship of Occlusal Schemes with the Occurrence of Temporomandibular Disorders ORIGINAL ARTICLE Relationship of Occlusal Schemes with the Occurrence of Temporomandibular Disorders Dina H. Sugiaman 1, Laura S. Himawan 2, Sitti Fardaniah 2 1 Prosthodontics Residency Program, Faculty

Lebih terperinci

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa pembukaan mulut (pada umumnya). 8 Pasien dengan sindroma nyeri

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Fundamental perawatan ortodonti adalah menciptakan penampilan wajah yang seimbang dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula Helmi Siti Aminah*, Erna Kurnikasari** *Peserta PPDGS Prostodontia FKG Universitas Padjdjaran ** Bagian Prostodontia FKG Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, proses penuaan tidak dapat dihindari. Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA Rekonstruksi mandibula masih merupakan tantangan yang kompleks. Tulang mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga dukungan jalan pernafasan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehilangan Seluruh Gigi Kehilangan seluruh gigi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Kehilangan seluruh gigi adalah parameter umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retensi dan stabilisasi suatu gigi tiruan saling berkaitan. Retensi berkenaan dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan, sedangkan stabilisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun BIONATOR DRG.NAZRUDDIN C.ORT. PH.D. 1 BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun 1970-1980. 2 Bionator Balters 3 BIONATOR Merawat retrusi mandibula Menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimensi Vertikal Menurut The Glossary of Prosthodontic Terms, pengertian dimensi vertikal adalah jarak antara 2 tanda anatomis (biasanya 1 titik pada ujung hidung dan titik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa ditandai oleh adanya perubahan bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis yang dipengaruhi oleh faktor genetik

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA 2.1 Defenisi Ankilosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekakuan pada sendi akibat proses dari suatu penyakit. Ankilosis dapat didefenisikan sebagai penyatuan

Lebih terperinci

BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER. sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan,

BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER. sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan, 4 BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER 2.1 Defenisi Temporomandibula disorder merupakan istilah kolektif yang mencakup sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan, sendi

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG

TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG CHIHARGO, DRG PPDGS PROSTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 KASUS Seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun datang ke instalasi

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Pengertian

Pendahuluan. Bab Pengertian Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. Penampilan fisik terutama dapat dilihat dari penampilan wajah, tidak terlepas dari penampilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. fungsi pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem stomatognatik merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap fungsi pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga organ utama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mandibula Mandibula adalah tulang wajah yang terbesar dan terkuat yang berbentuk seperti tapal kuda. Mandibula juga merupakan satu-satunya tulang tengkorak yang dapat bergerak.

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) rahang bawah yang memberi kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan dengan mendapatkan retensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehilangan gigi menyebabkan pengaruh psikologis, resorpsi tulang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehilangan gigi menyebabkan pengaruh psikologis, resorpsi tulang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Gigi yang rusak, tidak teratur susunannya, ataupun yang hilang bisa berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah.

1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah. 1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect a. Pembuatan activator secara indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah. Membuat bite registration. Letakkan malam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Definisi Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci