BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. lengkung geligi sebagian. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. lengkung geligi sebagian. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan GTSL adalah setiap prostesis yang menggantikan beberapa gigi dalam satu lengkung geligi sebagian. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable partial denture (The Glossary of Prosthodontic, 2005) Fungsi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Tujuan dari GTSL antara lain adalah (Osborne and Lammie, 1986 cit Eliades, 2003): - Untuk mengembalikan estetika - Untuk mengembalikan fungsi bicara - Untuk mengembalikan fungsi pengunyahan - Untuk mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Selain itu, telah terbukti bahwa kerusakan jaringan dapat terjadi pada orang yang kehilangan gigi aslinya dan tidak memakai gigi tiruan. Di antaranya adalah sebagai berikut (Davenport, 2000): a. Drifting dan Tilting dari gigi asli yang masih ada Hal ini disebabkan, kehilangan kontinuitas deretan lengkung gigi dan juga kehilangan posisi ideal gigi asli dalam menerima tekanan gigitan sewaktu terdapat gerak pengunyahan. Struktur jaringan periodontium gigi asli tersebut menderita gangguan. Secara tidak langsung akibat miringnya letak gigi asli

2 akan menyulitkan pembersihan gigi, dengan demikian menambah cepatnya karies di tempat itu. b. Over Eruption Bila geligi asli tidak mempunyai antagonis maka gigi akan menjadi bebas bergerak ke arah oklusal. Hal ini dapat diikuti ataupun tidak oleh pertumbuhan tulang alveolar. Pada contoh gigi yang mengalami extruded tidak diikuti pertumbuhan tulang alveolar, dapat terjadi kerusakan struktur periodontal. Sedangkan pada contoh gigi extruded yang diikuti pertumbuhan tulang alveolar, akan menyebabkan kesulitan jika pasien membutuhkan gigi tiruan penuh di kemudian hari. c. Berkurangnya efisiensi pengunyahan Fungsi mekanis gigi asli menurun, atau hilang sama sekali. Kejadian ini dapat diterangkan bahwa fungsi pengunyahan merupakan faktor yang sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan pasien. d. Persendian Temporomandibular Kebiasaan mengunyah yang tidak teratur, gangguan pada persendian temporomandibular (Eccentric jaw relationship) biasanya terjadi karena hilangnya beberapa gigi asli. Hal ini menyebabkan rasa sakit pada persendian atau pada otot-otot yang berhubungan. e. Tekanan yang berlebihan pada jaringan penyangga Jika tekanan pengunyahan dan oklusi dibebankan oleh beberapa gigi yang masih ada, biasanya menyebabkan beban yang berlebihan, akibatnya terjadi kerusakan jaringan periodontal disertai hilangnya gigi.

3 f. Perubahan nada suara Gigi-gigi yang hilang sering menyebabkan gangguan dalam berbicara. Yang paling nyata adalah bila gigi yang hilang adalah gigi anterior atas, maka akibatnya bicara menjadi tidak jelas. g. Faktor estetika berkurang Hilangnya gigi-gigi anterior atas akan menyebabkan faktor estetika berkurang, menurut pandangan masyarakat modern. Salah satu alasan yang penting dalam menggunakan gigi tiruan adalah untuk memperbaiki profil wajah. h. Gangguan pada kesehatan mulut (Oral Hygiene) Selain drifting dan tilting gigi-gigi, maka hilangnya gigi antagonis akan mencegah abrasi dari gigi-gigi yang masih ada. Dengan demikian sisa makanan akan mudah menutup permukaan gigi dan resiko terjadinya karies akan bertambah. i. Atrisi Pada beberapa kasus ditemukan bahwa membran periodontal dari gigi-gigi yang menerima beban berlebih tidak mengalami kerusakan tetapi mengakibatkan keausan vertikal dari permukaan gigi ketika gigi-gigi dalam keadaan sentrik oklusi. j. Pengaruh pada jaringan lunak Bila gigi-gigi hilang, maka ruang dalam lengkung gigi akan ditempati oleh jaringan lunak dari pipi dan lidah. Jika keadaan ini berlanjut untuk beberapa tahun, maka pasien akan menemukan kesulitan dalam penyesuaian, dengan pemakaian alat yang menggeser jaringan ini.

4 Dengan mengetahui akibat-akibat yang dapat timbul tanpa pemakaian gigi tiruan sebagian, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari gigi tiruan sebagian adalah (MacEntee, 1993): - Mengembalikan estetika - Mengembalikan fungsi bicara - Mengembalikan fungsi pengunyahan - Mempertahankan kesehatan jaringan mulut - Memperbaiki oklusi - Membantu mempertahankan gigi-gigi yang masih ada Klasifikasi Kennedy Terdapat beberapa metode klasifikasi sebagian lengkung rahang tidak bergigi yang telah diusulkan dan digunakan hingga saat ini. Menurut Henderson (1976), diperkirakan bahwa dalam suatu lengkung tunggal terdapat lebih dari kombinasi gigi dan dan daerah tidak bergigi. Maka diperlukan sebuah klasifikasi dasar untuk dapat mencukupi (Keating, 1991). Metode klasifikasi dari Kennedy merupakan klasifikasi sebagian lengkung rahang tidak bergigi yang paling banyak diterima saat ini. Maka memacu pada pemakaian klasifikasi yang lebih umum, digunakan klasifikasi Kennedy dalam penyusunan skripsi ini. Klasifikasi Kennedy adalah klasifikasi yang pertama kali ditemukan oleh dr. Edward Kennedy pada akhir tahun Klasifikasi ini bertujuan untuk menggolongkan dan menggabungkan sebagian lengkung rahang yang tidak bergigi (McGarry, 2002).

5 Gambar 1 Gambaran daerah tidak bergigi pada rahang yang diklasifikasikan oleh Kennedy (Skinner, 1959) Klasifikasi Kennedy membagi semua lengkung rahang yang tidak bergigi sebagian menjadi empat golongan besar berdasarkan sadel dan free end. Selain itu daerah tidak bergigi juga dibedakan dalam tipe yang terbentuk sebagai daerah modifikasi. Klasifikasi Kennedy adalah sebagai berikut (McGarry, 2002): Klas I : Daerah tidak bergigi bilateral yang letaknya pada bagian posterior dari gigi asli yang masih tinggal pada bagian anterior (Bilateral free end) Klas II : Daerah tidak bergigi unilateral pada bagian posterior dari gigi asli yang masih tinggal (Unilateral free end)

6 Klas III.:.Daerah tidak bergigi unilateral dengan gigi asli yang tinggal pada bagian anterior dan posterior (Bounded saddle) Klas IV : Tunggal (single). Tetapi bilateral (memotong garis tengah), letak daerah tidak bergigi pada daerah anterior saja, tetapi masih ada gigi pada daerah posterior. a b c d e f g h Gambar 2 Klasifikasi Kennedy dengan modifikasi. (a) Klas I; (b) Klas II; (c) Klas III; (d) Klas IV; (e) Klas I modifikasi 1; (f) Klas II modifikasi 2; (g) Klas III modifikasi 3; (h) Klas III modifikasi 2 (McGarry,2002)

7 Untuk menentukan klasifikasi Kennedy, terdapat peraturan-peraturan tertentu yang harus diperhatikan. Tanpa aturan yang pokok untuk setiap keadaan, akan sulit untuk menerapkan klasifikasi Kennedy. Untuk itu digunakan aturan sebagai berikut (Applegate, 1960): a. Klasifikasi yang diikuti pencabutan gigi yang mengubah klasifikasi sebelumnya b. Jika molar ketiga tidak ada, maka molar ketiga tersebut tidak diperhitungkan dalam klasifikasi c. Jika molar ketiga ada dan dapat digunakan sebagai penyangga, maka harus diperhitungkan dalam klasifikasi d. Jika molar kedua tidak ada dan tidak diganti, maka tidak dipertimbangkan dalam klasifikasi e. Kebanyakan daerah tidak bergigi pada bagian belakang selalu menentukan dalam klasifikasi f. Daerah tidak bergigi selain menentukan klasifikasi juga menunjukkan adanya modifikasi dan direncanakan pada daerah tidak bergigi g. Luasnya modifikasi ini tidak menjadi pengaruh, hanya jumlahnya yang menentukan h. Tidak ada modifikasi dalam lengkung kelas IV Bagian-bagian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Resin Akrilik GTSL adalah suatu gigi tiruan sebagian lepasan yang terdiri dari akrilik serta elemen gigi tiruan. Bagian dari GTSL adalah (Gunadi, 1982):

8 a. Retainer/penahan Retainer merupakan bagian gigi tiruan sebagian lepasan yang berfungsi memberi retensi sehingga menahan protesa tetap pada tempatnya. Retainer dibagi menjadi 2 kelompok: 1. Retainer langsung (direct retainer) Yaitu bagian dari gigi tiruan yang berkontak langsung dengan permukaan gigi abutment, dan dapat berupa cengkeram atau kaitan presisi 2. Retainer tidak langsung (indirect retainer) Yaitu bagian dari gigi tiruan yang memberikan retensi untuk melawan gaya yang cenderung melepas protesa ke arah oklusal dan bekerja pada basis. Retensi tak langsung ini diperoleh dengan cara memberikan retensi pada sisi berlawanan dari garis fulkrum dimana gaya tadi bekerja. Retensi tidak langsung dapat berupa lengan pengimbang, sandaran/rest b. Basis /Plat Akrilik Merupakan penyangga atau landasan gigi tiruan sebagian lepasan yang terbuatdari resin akrilik. Fungsinya: 1. Mendukung gigi (elemen tiruan) 2. Meneruskan tekanan oklusal ke jaringan di bawahnya 3. Memberikan retensi dan stabilisasi kepada gigi tiruan Basis biasanya terbuat dari bahan metal, resin, atau kombinasi metal-resin c. Gigi Pengganti (Artificial Teeth) Merupakan bagian dari gigi tiruan yang menggantikan gigi asli yang hilang.

9 2.1.5 Desain Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Resin Akrilik Rencana pembuatan desain merupakan salah satu tahap penting dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan sebuah gigi tiruan. Dalam pembuatan desain gigi tiruan dikenal empat tahap yaitu (Soelarko, 1980): a. Tahap pertama : menentukan kelas dari masing-masing daerah tak bergigi (sadel) b. Tahap kedua : menentukan macam dukungan dari setiap sadel. Dukungan bagi gigi tiruan sebagian lepasan merupakan semua dukungan yang diterima dari jaringan mulut untuk melawan atau menahan atau menyangga daya oklusal yang diterima protesa. Bentuk daerah tak bergigi ada dua macam, yaitu sadel tertutup (paradental) dan daerah berujung bebas (free end). Ada tiga pilihan untuk dukungan sadel paradental, yaitu dukungan dari gigi, dari mukosa,atau dari gigi dan mukosa (kombinasi). Untuk sadel berujung bebas, dukungan bisa berasal dari mukosa, atau gigi dan mukosa (kombinasi). Dukungan terbaik untuk protesa sebagian lepasan dapat diperoleh dengan memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti keadaan jaringan penyangga, panjang sadel, jumlah sadel, dan keadaan rahang yang akan dipasangi gigi tiruan. Syarat-syarat pemilihan gigi abutment yang digunakan sebagai pegangan klamer: 1. Gigi penyangga harus cukup kuat. - Akarnya panjang - Masuk kedalam prosesus alveolaris dalam dan tidak longgar - Makin banyak akar makin kuat - Gigi penyangga tidak boleh goyang

10 - Tidak ada kelainan jaringan periodontal pada gigi penyangga. 2. Bentuk mahkota sedapat mungkin sesuai dengan macam klamer yang digunakan 3. Kedudukan gigi tersebut hendaknya tegak lurus dengan prosesus alveolaris, gigi yang letaknya rotasi atau berputar tidak baik untuk penyangga 4. Gigi tersebut masih vital atau tidak mengalami perawatan 5. Bila memerlukan dua klamer atau lebih maka hendaknya dipilihkan gigi yang letaknya sejajar c. Tahap ketiga: menentukan jenis penahan (retainer) Ada dua macam retainer untuk gigi tiruan, yaitu direct retainer dan indirect retainer. Untuk menentukan jenis retainer yang akan dipilih, maka perlu diperhatikan faktor dari dukungan sadel, stabilisasi gigi tiruan, dan estetika. d. Tahap keempat: menentukan jenis konektor. Konektor pada tiap rahang terbagi menjadi: - Konektor utama (major connector) Merupakan bagian gigi tiruan sebagian lepasan yang menghubungkan bagian protesa yang terletak pada salah satu sisi rahang dengan yang ada pada sisi lainnya. Untuk protesa resin, konektor yang dipakai biasanya berbentuk plat - Konektor minor atau tambahan (minor connector) Merupakan bagian gigi tiruan sebagian lepasan yang mengubungkan konektor utama dengan bagian lain, misalnya suatu penahan langsung atau sandaranoklusal dihubungkan dengan konektor utama melalui suatu konektor minor

11 Dalam menentukan desain dari gigi tiruan sebagian lepasan, perlu diperhatikan beberapa faktor, yaitu (Jepson, 2004): a. Retensi Adalah kemampuan gigi tiruan untuk melawan daya pemindah yang cenderung memindah protesa ke arah oklusal. Yang dapat memberikan retensi adalah: lengan retentive, klamer, occlusal rest, kontur dan landasan gigi, oklusi, adhesi, tekanan atmosfer, dan surface tension b. Stabilisasi Adalah kemampuan gigi tiruan untuk melawan daya pemindah alam arah horizontal. Dalam hal ini semua bagian cengkeram berfungsi kecuali bagian terminal/ujung lengan retentive. Stabilisasi terlihat bila dalam keadaan berfungsi. Gigi yang mempunyai stabilisasi pasti mempunyai retensi, sedangkan gigi yang mempunyai retensi belum tentu mempunyai stabilisasi c. Estetika 1. Penempatan klamer harus sedemikian rupa sehingga tidak terlihat dalam posisi bagaimanapun juga 2. Gigi tiruan harus pantas dan tampak asli bagi pasien, meliputi warna gigi daninklinasi/ posisi tiap gigi 3. Kontur gingiva harus sesuai dengan keadaan pasien 4. Perlekatan gigi di atas ridge. 2.2 Kegoyangan Gigi Kegoyangan gigi merupakan hubungan antara daya yang kecil dan perpindahan gigi dalam jarak pendek untuk waktu yang lama (MacEntee, 1993).

12 2.2.1 Mekanisme Kegoyangan Gigi Jarak perpindahan gigi tidak dapat ditentukan hanya dengan mengetahui besarnya daya yang mengenai gigi tersebut, tetapi perlu pula mengetahui lamanya atau waktu daya berlangsung dan variasi daya yang diberikan. Maka dapat disamakan bahwa jarak yang ditempuh berbanding lurus dengan (Noyes and Solt, 1972): - Besarnya daya yang diberikan - Lamanya daya berlangsung - Faktor intrinsik kegoyangan gigi Jika daya yang diterima oleh gigi besar dan berlangsung secara terusmenerus, lama kelamaan jaringan penyangga yang ada akan mengalami kerusakan dan terjadi resorbsi hingga menyebabkan kegoyangan gigi Derajat Kegoyangan Gigi Pada keadaan normal gigi menunjukkan kegoyangan pada tingkat yang sangat ringan. Kegoyangan gigi yang normal pada gigi incisivus lebih besar dibandingkan dengan gigi molar dan premolar. Pemeriksaan klinik akan dapat membedakan antara kegoyangan yang normal dengan kegoyangan yang abnormal. Kebanyakan kegoyangan gigi terjadi ke arah fasiolingual dan sedikit ke arah mesiodistal maupun vertikal. Kegoyangan ke arah vertikal terjadi pada kasus penyakit periodontium yang sudah parah/lanjut (Neuman, 2002). Percobaan yang dilakukan oleh Grand (1972) menunjukkan bahwa gigi normal mempunyai variasi gerakan antara 0,2 mm arah horizontal dan 0,02 mm

13 ke arah vertikal. Pada keadaan pathologi maka gerakan tersebut dapat bertambah sepuluh kali lipat atau lebih (MacEntee, 1993). Sesuai dengan tingkat keparahan dan ukuran besar kegoyangannya maka derajat kegoyangan gigi dapat dibagi menjadi (Neuman, 2002): Derajat kegoyangan 1 : Gigi sudah menunjukkan kegoyangan yang tidak normal namun masih ringan Derajat kegoyangan 2 : Kegoyangan gigi sedang atau moderat. Kegoyangan gigi pada socketnya berjarak sampai 1 mm Derajat kegoyangan 3 : Gerakan gigi sudah lebih dari 1 mm atau gigi sudah dapat bergerak ke arah vertikal. Derajat kegoyangan 4 :.Kegoyangan yang sudah parah, yaitu ke segala arah. Tingkat atau derajat kegoyangan gigi adalah penting untuk menentukan prognosa perawatannya (Neuman, 2002) Penyebab Kegoyangan Gigi Hampir semua penyakit pada jaringan periodontal pada stadium lanjut dapat menyebabkan kegoyangan gigi. Pada dasarnya kegoyangan gigi dapat disebabkan oleh satu atau beberapa faktor, yaitu (Manson and Eley, 1989): a. Trauma oklusi b. Inflamasi periodontal membran c. Kerusakan tulang alveolus

14 Trauma Oklusi Trauma oklusal atau trauma yang disebabkan oleh oklusi, merupakan perubahan patologis atau adaptif pada jaringan periodontal yang disebabkan oleh kekuatan oklusal berlebihan yang melebihi kapasitas reparatifnya. Dapat pula dikatakan akibat perkusi atau ketukan berulang-ulang yang sifatnya fungsionil misalnya cleanching, bruxism dan clamping. Berat ringannya lesi pada trauma bervariasi ditentukan oleh: a. Faktor lingkungan lokal yang menentukan besar dan arah daya b. Frekuensi daya yang mengenainya c. Kemampuan penyembuhan tiap individu. Jika trauma berlangsung cukup lama, sering dan konstan, kemudian proses penyembuhan tidak mampu menanggulangi maka akan terjadi kerusakan permanen atau tanggalnya gigi (Deas and Mealey, 2006). Riwayat trauma oklusal diklasifikasikan menjadi trauma oklusal primer dan trauma oklusal sekunder. Trauma oklusal primer dihasilkan dari kekuatan oklusal berlebihan yang diterima oleh gigi dengan jaringan penyangga yang normal dan sehat, sedangkan trauma oklusal sekunder merupakan perubahan yang terjadi saat kekuatan oklusal normal maupun abnormal dikenakan pada gigi dengan jaringan penyangga yang inadekuat (Davies and Gray, 2001) Inflamasi Periodontal Membran Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala yang mungkin dapat terjadi pada inflamasi periodontal membran, walaupun kerusakan tulang adalah faktor penting penyebab kegoyangan gigi.

15 Perubahan degeneratif dapat berhubungan dengan adanya inflamasi periodontal membran yang menyeluruh walaupun pengaruhnya secara tidak langsung. Dengan demikian kerusakan dari principal fibers karena ketidak seimbangan hubungan antara sementum dan berkurangnya tulang sebagai penyangga gigi dapat menyebabkan kegoyangan gigi (Manson and Eley, 1989). Penyebab inflamasi periodontal membran di antaranya dapat berasal dari: a. Mikroorganisme b. Mekanis c. Chemical d. Thermal Kerusakan Tulang Alveolus Persoalan yang sulit akibat kerusakan jaringan periodontal adalah jika sudah sampai terjadi pada tulang alveolus. Perubahan pathologi yang terjadi pada jaringan periodontal menandai adanya proses yang menyeluruh akibat penyakit periodontal yang kronis. Namun pada akhirnya kerusakan tulang alveolus bertanggung jawab atas adanya gigi yang lepas. Pada keadaan normal maka secara mikroskopis akan terlihat adanya keseimbangan yang tetap antara pembentukan dan resorbsi tulang. Keseimbangan ini akan diatur oleh kombinasi pengaruh lokal dan pengaruh sistemik. Apabila pengaruh resorbsi tulang lebih besar dari pembentukannya maka akan terjadi reduksi tulang alveolus. Reduksi ini bisa terjadi dengan bertambahnya umur (Manson and Eley, 1989).

16 Pada kerusakan tulang yang kronis maka keseimbangan ini akan terganggu karena adanya resorbsi tulang yang lebih besar, hal ini jika lebih parah akan terjadi dan berakibat hilangnya tulang (Mizuuchi, 2002). 2.3 Problem Pemakaian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Resin Akrilik Gigi penyangga adalah gigi yang digunakan sebagai penyangga atau pegangan geligi tiruan lepasan maupun tetap dan berfungsi menahan tekanan secara normal yang mengarah langsung ke gigi yang hilang. Gigi penyangga tertancap di dalam processus alveolaris dan didukung oleh serabut-serabut periodontal. Serabut tersebut bersifat elastis dan memiliki kompresibilitas sekitar 0,1 mm. Geligi tiruan dapat melakukan gerakan vertikal, horizontal dan torsi, di mana daya kunyah horizontal dan torsi tersebut dapat merusak gigi penyangga. Daya kunyah ini akan diteruskan kepada jaringan penyangga gigi dan landasan dari gigi tiruan tersebut. Batas kemampuan dari jaringan penyangga gigi terhadap daya tergantung dari kekuatan jaringan tersebut (Noyes and Solt, 1972 cit Igarashi, 1999). Gigi tiruan sebagian didukung oleh gigi penyangga dan jaringan lunak serta jaringan tulang yang berada di bawah landasan gigi tiruan. Maka dengan sendirinya daya kunyah yang diterima oleh geligi tiruan akan disalurkan pada jaringan-jaringan tersebut (Mizuuchi, 2002). Fungsional stress dalam ukuran besar yang melebihi batas kemampuan suatu jaringan penyangga akan menyebabkan rangsangan yang menyebabkan dimulainya kerusakan hingga selanjutnya resorbsi berjalan cepat. Resorbsi yang berjalan cepat ini dapat mengakibatkan gigi tiruan menjadi goyang atau longgar.

17 Goyangnya gigi tiruan pada waktu berfungsi akan mempengaruhi jaringan penyangga dan selanjutnya akan mengakibatkan goyangnya gigi penyangga (Mizuuchi, 2002) Mekanisme Penyebab Goyangnya Gigi Penyangga Saat mengunyah, daya kunyah tersebut akan disalurkan baik ke jaringan lunak maupun ke gigi penyangga, dan beban itu disalurkan baik ke arah vertikal maupun lateral. Beban vertikal merupakan beban yang tidak mempengaruhi gigi penyangga, bagaimana pun besarnya beban tersebut. Sebaliknya, beban lateral membawa efek yang dapat mengakibatkan kegoyangan bagi gigi penyangga sebab memiliki daya ungkit yang sifatnya seperti menyongkel. Beban lateral menyebabkan rasa nyeri pada jaringan lunak mulut apabila beban tersebut berlebihan, kemudian lama-kelamaan menyebabkan resorbsi (Mizuuchi, 2002). Resorbsi secara fisiologis terjadi pada processus alveolaris yang telah kehilangan gigi dan sisa tulang ini disebut dengan residual ridge. Tetapi resorbsi akan dipercepat dengan adanya beban yang berlebihan (overload). Maka beban tersebut dapat menyebabkan proses resorbsi semakin hebat. Semakin besar resorbsi, maka gigi tiruan semakin longgar dan tidak stabil. Semakin tidak stabil gigi tiruan, semakin hebat goncangan yang didapat oleh processus alveolaris maupun gigi penyangganya. Hal tersebut akan mengakibatkan kegoyangan gigi penyangga semakin besar (Mizuuchi, 2002).

18 2.3.2 Cara Mencegah Kegoyangan pada Gigi Penyangga Tindakan yang dilakukan untuk menghindari akibat yang buruk, baik terhadap gigi penyangga (abutment) maupun terhadap jaringan lunak mulut di bawah basis gigi tiruan adalah sebagai berikut (MacEntee, 1993): a. Luas basis gigi tiruan Semakin luas basis gigi tiruan, semakin luas pula jaringan penyangga beban yang disebabkan oleh daya kunyah. Beban tidak hanya disangga oleh gigi namun juga oleh mukosa sehingga gaya yang diterima tidak terlalu berat. Namun basis juga tidak boleh terlalu luas karena fungsi lidah maupun bibir dan langit-langit lunak dapat terganggu. b. Menghubungkan lebih dari satu gigi sebagai gigi penyangga Dengan menghubungkan lebih dari satu gigi, maka daya kunyah akan dipikul oleh lebih dari satu gigi, sedikitnya dua gigi. Hal ini dapat dilihat pada sebuah free end denture. c. Menggunakan occlusal rest Kegunaan occlusal rest adalah: 1. Mendukung protesa terhadap tekanan vertikal dari oklusal dan kekuatan ini diteruskan pada gigi penyangganya 2. Mencegah masuknya makanan ke dalam ruang pulpa antara sadel dan gigi penyangga 3. Mencegah tekanan yang berlebihan pada jaringan lunak yang ada di bawah basis gigi tiruan 4. Mencegah displacement/perpindahan tempat dari gigi tiruan 5. Mencegah ekstrusi gigi penyangga

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti

Lebih terperinci

2.2.1 Klarifikasi Istilah (Step 1) Semua isitilah dimengerti pada skenario sehingga tidak terdapapat isitilah yang harus diklarifikasi.

2.2.1 Klarifikasi Istilah (Step 1) Semua isitilah dimengerti pada skenario sehingga tidak terdapapat isitilah yang harus diklarifikasi. 3 BAB II ISI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kehilangan Gigi (Edentulous) Edentulous adalah kondisi dimana hilangnya seluruh gigi asli. Kehilangan gigi telah lama dianggap sebagai bagian dari proses penuaan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BLOK PERAWATAN KURATIF DAN REHABILITATIF KEDOKTERAN GIGI II SKENARIO 2 LAPORAN TUTORIAL. Oleh Kelompok 3

BLOK PERAWATAN KURATIF DAN REHABILITATIF KEDOKTERAN GIGI II SKENARIO 2 LAPORAN TUTORIAL. Oleh Kelompok 3 BLOK PERAWATAN KURATIF DAN REHABILITATIF KEDOKTERAN GIGI II SKENARIO 2 LAPORAN TUTORIAL Oleh Kelompok 3 Dosen Pembimbing : drg. H. A. Gunadi, MS, Ph. D FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2012

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER Dewi Kristiana, Amiyatun Naini, Achmad Gunadi Bagian Prostodonsia FKG Universitas

Lebih terperinci

OLEH: Prof. Dr.Sudibyo, drg. Sp. Per. SU.

OLEH: Prof. Dr.Sudibyo, drg. Sp. Per. SU. OLEH: Prof. Dr.Sudibyo, drg. Sp. Per. SU. PERIODONTAL SPLINT SPLINT: MERUPAKAN ALAT STABILISASI DAN IMMOBILISASI GIGI GOYAH KARENA SUATU LESI, TRAUMA, ATAU PENYAKIT PERIODONTAL Splint Berguna Untuk: 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Indikator yang paling penting dalam kesehatan gigi dan mulut adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan gigi geligi. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Gigi tiruan sebagian lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retensi dan stabilisasi suatu gigi tiruan saling berkaitan. Retensi berkenaan dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan, sedangkan stabilisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti karies dan penyakit periodontal, trauma, penyakit yang menyerang pulpa, periradikular, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) rahang bawah yang memberi kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan dengan mendapatkan retensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG

TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG TUGAS PEMICU I GUSI BERDARAH DAN GIGI YANG HILANG CHIHARGO, DRG PPDGS PROSTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 KASUS Seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun datang ke instalasi

Lebih terperinci

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat Kegagalan gigi tiruan cekat dapat terjadi karena A. Kegagalan sementasi. B. Kegagalan mekanis C. Iritasi dan resesi gingiva D. Kerusakan jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dengan sangat cepat pada negara industri. Weintraub dan Burt

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dengan sangat cepat pada negara industri. Weintraub dan Burt BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut data demografi, prevalensi edentulous menurun pada banyak negara dan dengan sangat cepat pada negara industri. Weintraub dan Burt menyatakan bahwa kelompok

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kennedy Klasifikasi Kennedy pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Edward Kennedy pada tahun 1925. Klasifikasi Kennedy merupakan metode klasifikasi yang paling umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan estetik (Fernatubun dkk., 2015).

Lebih terperinci

IMPAKSI MAKANAN. Definisi: Masuknya makanan secara paksa ke dalam jaringan periodonsium.

IMPAKSI MAKANAN. Definisi: Masuknya makanan secara paksa ke dalam jaringan periodonsium. IMPAKSI MAKANAN Definisi: Masuknya makanan secara paksa ke dalam jaringan periodonsium. Area yang umum mengalami impaksi makanan: 1. Vertical impaction: A. Open contacts B. Irregular marginal ridge C.

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh manusia dan tak dapat dihindarkan. Proses menua akan terjadi terus menerus secara alamiah dimulai

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan yang menggantikan satu gigi atau lebih dan didukung oleh gigi dan atau jaringan di bawahnya, serta dapat dibuka

Lebih terperinci

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

SINDROM KOMBINASI MAKALAH

SINDROM KOMBINASI MAKALAH SINDROM KOMBINASI MAKALAH Disusun oleh: Drg. LISDA DAMAYANTI, Sp. Pros. NIP: 132206506 BAGIAN PROSTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2009 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D.

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D. ORTODONTI III H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D. 1 PERAWATAN PADA MASA GIGI PERMANEN. * Umumnya dilakukan pada umur 13 tahun keatas * Anomali sudah nyata terbentuk * Jalannya perawatan lebih sulit jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

Teknik altered cast untuk memperbaiki dukungan pada kasus free end gigitiruan sebagian kerangka logam

Teknik altered cast untuk memperbaiki dukungan pada kasus free end gigitiruan sebagian kerangka logam Teknik altered cast untuk memperbaiki dukungan pada kasus free end gigitiruan sebagian kerangka logam 1 Muhammad Nurung, 2 Moh. Dharmautama 1 Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia 2 Bagian

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigitiruan Sebagian Lepasan 2.1.1 Definisi Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang pada rahang atas atau rahang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia seseorang akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu, keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat mempengaruhi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

II. KOMPONEN-KOMPONEN GIGI TIRUAN CEKAT

II. KOMPONEN-KOMPONEN GIGI TIRUAN CEKAT II. KOMPONEN-KOMPONEN GIGI TIRUAN CEKAT Komponen atau bagian-bagian Gigi Tiruan Cekat : 1. Gigi abutment 2. Retainer 3. Konektor/ Joint 4. Pontik/ Dummy Gambar 2. Komponen-komponen Gigi Tiruan Cekat Keterangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL 13 Rencana perawatan periodontal BAB 2 RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit sudah ditegakkan dan prognosis diramalkan maka langkah berikutnya adalah

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah gigi yang paling sering dijumpai. Hipersensitivitas dentin ditandai sebagai nyeri akibat dentin yang terbuka jika

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Cekat Gigi tiruan cekat, yang terdiri dari mahkota tiruan dan GTJ, adalah restorasi yang direkatkan dengan semen secara permanen pada gigi asli yang telah dipersiapkan,

Lebih terperinci

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Prognosis PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Ramalan perkembangan,perjalanan dan akhir suatu penyakit Prognosis Penyakit Gingiva dan Periodontal Ramalan

Lebih terperinci

GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN ANAK

GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN ANAK GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN ANAK Tanggalnya gigi sulung secara dini disebabkan oleh kerusakan gigi atau karena faktor genetik. Tanggalnya gigi mengakibatkan migrasi gigi tetangga dan antagonisnya untuk

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi analitik potong lintang (cross sectional). Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penentuan dimensi vertikal maxillomandibular merupakan satu tahapan penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah kehilangan gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigi tiruan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigi tiruan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang pada rahang atas atau rahang bawah dan dapat dibuka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Oklusi Hubungan oklusal gigi geligi pertama kali diperkenalkan oleh Edward Angle pada tahun 1899. Oklusi menjadi topik yang menarik dan banyak didiskusikan

Lebih terperinci

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula Helmi Siti Aminah*, Erna Kurnikasari** *Peserta PPDGS Prostodontia FKG Universitas Padjdjaran ** Bagian Prostodontia FKG Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sebanyak 91% dari orang dewasa pernah mengalami karies, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sebanyak 91% dari orang dewasa pernah mengalami karies, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (World Health Organization, 2012) menyatakan bahwa karies gigi dan penyakit periodontal merupakan penyebab terbesar dari kehilangan gigi. Diperkirakan sebanyak 91%

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang terutama disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal. Gigi yang hilang dan tidak

Lebih terperinci

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL PENDAHULUAN Langkah-langkah penanganan kasus periodontal : Penegakan Diagnosis Ramalan Prognosa Rencana Perawatan DEFINISI Rencana perawatan suatu kasus : cetak biru (blue

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 12, 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 12, 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. 10 2.1.1. Oklusi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi cross-sectional (potong-lintang) analitik. Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang berkonsentrasi pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada gigi. Tujuan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut The Glossary of Prostodontics Term prostodonsia adalah cabang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut The Glossary of Prostodontics Term prostodonsia adalah cabang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut The Glossary of Prostodontics Term prostodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari tentang pemulihan, pemeliharaan fungsi mulut, kenyamanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut. 1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK 1. Pendahuluan Preventif orthodontik mempunyai peranan yang sangat penting dalam halmengusahakan agar gigi-gigi permanen yang akan menggantikan posisi gigi desidui akan mendapatkan

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian piranti ortodonti cekat saat ini semakin banyak digunakan di masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena masyarakat mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengunyahan atau sistem mastikasi merupakan suatu proses penghancuran makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehilangan gigi menyebabkan pengaruh psikologis, resorpsi tulang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehilangan gigi menyebabkan pengaruh psikologis, resorpsi tulang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Gigi yang rusak, tidak teratur susunannya, ataupun yang hilang bisa berdampak

Lebih terperinci

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes. PENDAHULUAN Perawatan implan gigi adalah cara yang efisien untuk menggantikan gigi yang hilang. Namun,diabetes dapat dianggap sebagai kontraindikasi perawatan karena tingkat kegagalan sedikit lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

DISAIN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN BERUJUNG BEBAS AKRILIK SEDERHANA

DISAIN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN BERUJUNG BEBAS AKRILIK SEDERHANA DISAIN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN BERUJUNG BEBAS AKRILIK SEDERHANA Dipresentasikan pada Seminar Sehari Ilmiah KG, PDGI Cab.Tasikmalaya, Juni 2007 Makalah oleh : Rachman Ardan NIP: 130367233 FAKULTAS

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci