HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN SAINS DALAM PEMIKIRAN IAN G. BARBOUR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STUDI ISLAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN SAINS DALAM PEMIKIRAN IAN G. BARBOUR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STUDI ISLAM"

Transkripsi

1 Hubungan Antara Agama dan Sains dalam Pemikiran Ian G HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN SAINS DALAM PEMIKIRAN IAN G. BARBOUR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STUDI ISLAM Moh. Mizan Habibi Dosen Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia habibimizan@yahoo.co.id DOI: Abstract This paper discusses the views of Ian G. Barbour on the relationship between religion and science. Barbour found that many consider religion and science are extremely opposing to each other. He classifies the perspectives on the relationship between the two into four typologies, namely: conflictual, independence, dialogical and integrative. He argues that the fourth perspective is the best one. He proposes a philosophical approach that connect religion and science through integration in which empirical elements of science are integrated into textual and metaphysical aspect of religion. This requires academician to develop an open attitude and intelligent and health dialogical awareness. Keywords: religion, science, integration Pendahuluan: sekilas mengungkap aib sejarah Dalam realitas kehidupan terdapat relasi yang kuat antar manusia, namun dalam praktik keilmuan yang dikembangkannya tidak selalu berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari adanya pengelompokanpengelompokan dalam bidang keilmuan sehingga tampak benar tidak saling menyapa. Apalagi ketika pengelompokan itu tampak sebagai sebuah upaya pemisahan. Pemisahan yang dimaksud di atas seperti halnya pemisahan yang bertolak dari paradigma ilmu yang dikembangkan di Barat, yaitu knowledge for power, sementara pada sisi lain agamawan berparadigma knowledge for []. ISSN: [Halaman 49-62].[] 49

2 Moh. Mizan Habibi, M.Pd.I living. Dua paradigma itu kemudian melahirkan dua wajah peradaban yang berbeda. Paradigma pertama telah menjadikan ilmu sebagai tandingan Tuhan atau Tuhan Baru yang memperlakukan obyeknya dengan semenamena, sementara paradigma kedua lebih menekankan ilmu sebagai media untuk hidup lebih baik secara berdampingan. Pemisahan seperti itu pada akhirnya menghasilkan tragedi dan krisis kemanusiaan dan lingkungan hidup. Ilmu yang semula diciptakan manusia untuk kemaslahatan dan memudahkan hidupnya berubah menjadi faktor yang menentukan arah hidup manusia. Maka pada titik inilah dirasakan bahwa ilmu tidak menjadi solusi, tapi menjadi bagian dari problem (Samsul Anwar, 2007: vii). Karena nampaknya ini juga sering menggangu hubungan antara sains dan agama. Barbour menemukan banyak fenomena bahwa kebanyakan penulispenulis saat ini melihat bahwa ilmu pengetahuan dan agama sebagai dua kutub yang bertolak belakang yang pada dasarnya tidak berhubungan satu sama lain. Alasan itu didasarkan pada temuannya dalam perbedaan teori pada sejarah abad modern tentang peristiwa ketika adanya pemimpin gereja yang mengecam teori Galileo tentang sistem tata surya atau teori Darwin tentang evolusi yang mengeluarkan pernyataanpernyataan tentang isu ilmiah, padahal mereka sebagai pimpinan gereja tidak mempunyai kompetensi untuk memberikan penilaiannya atas isu sains tersebut. Sebaliknya, Newton dan ilmuwan lainnya menggunakan kehendak Tuhan untuk mengisi kekosongan dalam penjelasan ilmiah mereka hingga peran Tuhan sebagai pengisi kekosongan tidak diperlukan lagi (Barbour, 2006: 1). Hal ini menunjukkan adanya gap antara sains dan agama yang seolah-olah saling bertolak belakang. Maka dari beberapa argumen di atas, Barbour memberikan tawaran metodologis dengan pendekatan filosofis yang akan menghubungkan antara sains dan agama. Upaya ini dilakukan untuk memberikan pencerahan bagi para penjelajah ilmu agar mempunyai peta pemikiran non-dikotomik yang komprehensif dan utuh, sehingga tidak terjebak pada satu sisi dan mempunyai pikiran beku. Kajian tentang sains dan agama merupakan satu hal yang harus benar-benar ditelaah secara mendalam. Sebagai kaum yang tidak hanya berpatokan pada sesuatu yang bersifat empiris, perbincangan tentang persoalan agama menjadi bagian yang tidak boleh diabaikan. Bahkan beberapa pendapat mengatakan bahwa sains dan agama merupakan satu 50

3 Hubungan Antara Agama dan Sains dalam Pemikiran Ian G kesatuan yang saling mengisi, dan terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa sains adalah bagian dari agama. Begitu pula sebaliknya, sains dalam beberapa hal bisa menjadi bukti kebenaran tentang agama. Maka kajian ini menjadi penting untuk diperbincangkan, biar tidak terjadi stigma bahwa sains dan agama menuai dikotomi keilmuan yang saling bertentangan. Dalam pengantarnya pada buku terjemahan Isu Dalam Sains dan Agama karya Ian G. Barbour, Amin Abdullah yang kala itu menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga mengatakan bahwa perlu adanya proses untuk selalu bergelut mendialogkan tradisi agama dan ilmu pengetahuan, serta melakukan pembahasan dan penyelidikan yang saling melengkapi dan mendukung mengenai kedua hal tersebut, tanpa menutup kemungkinan saling menyapa dan mengkritik dalam format antar disiplin keilmuan yang konstruktif. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang saling mengisi dan berdialektika antara ilmu pengetahuan secara umum dan agama. Kerangka Teori Tipologi hubungan antara sains dan agama a. Konflik Tipologi konflik ini muncul pada masa pemikiran Richard Dawkins, Francis Crick, Steven Pinker serta Stephen Hawking pada abad ke-19. Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan. Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya. Masing-masing menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang bersebrangan. Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya, keduanya hanya mengakui keabsahan eksistensi masingmasing. Konflik antara agama dengan sains bisa dicontohkan dalam kasus hukuman yang diberikan oleh gereja Katolik terhadap Galileo Galilei tentang teori tata surya atas aspek pemikirannya yang dianggap menentang gereja. Demikian pula penolakan gereja Katolik terhadap teori evolusi Darwin pada abad ke-19 (Barbour, 2006: 1). Para ilmuwan menganggap bahwa yang riil yaitu dapat diukur 51

4 Moh. Mizan Habibi, M.Pd.I dan dirumuskan dengan hubunagn matematis. Maka penganut tipologi ini cenderung memaksakan otoritas sains ke bidangbidang di luar sains. Sedangkan agama, bagi kalangan saintis barat dianggap subyektif, tertutup dan sangat sulit berubah. Keyakinan terhadap agama juga tidak dapat diterima karena bukanlah data publik yang dapat diuji dengan percobaan dan kriteria sebagaimana halnya sains. Barbour merespon hal ini dengan argumen bahwa mereka keliru apabila melanggengkan dilema tentang keharusan memilih antara sains dan agama. Kepercayaan agama menawarkan kerangka makna yang lebih luas dalam kehidupan. Sedangkan sains tidak dapat mengungkap rentang yang luas dari pengalaman manusia atau mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan bagi tranformasi hidup manusia sebagaimana yang dipersaksikan oleh agama (Barbour, 2005: 224). b. Independensi Beberapa ilmuan menganut independensi dengan memisahkan sains dan agama dalam dua wilayah yang berbeda. Masing-masing mengakui keabsahan eksistensi sains dan agama. Baik agama maupun sains dianggap mempunyai kebenaran sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain, sehingga bisa hidup berdampingan dengan damai. Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan masalah yang dikaji, domain yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Mereka berpandangan bahwa sains berhubungan dengan fakta, dan agama mencakup nilai-nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian ditinjau dengan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing. Sains hanya mengeksplorasi masalah terbatas pada fenemona alam, tidak untuk melaksanakan fungsi selain itu. Sedangkan bahasa agama berfungsi memberikan seperangkat pedoman, menawarkan jalan hidup dan mengarahkan pengalaman religius personal dengan praktek ritual dan tradisi keagamaan. Para ilmuan yang menganut tipologi ini di antaranya adalah seorang Biolog Stephen Joy Gould, Karl Bath dan Langdon Gilkey. Barbour mengungkapkan pandangan Karl Bath tentang independensi, bahwa: Tuhan adalah transendensi yang berbeda dari yang lain dan tidak dapat diketahui kecuali melalui penyingkapan 52

5 Hubungan Antara Agama dan Sains dalam Pemikiran Ian G diri. Keyakinan agama sepenuhnya bergantung pada kehendak Tuhan, bukan atas penemuan manusia sebagaimana halnya sains. Saintis bebas menjalankan aktivitas mereka tanpa keterlibatan unsur teologi., demikian pula sebaliknya, karena metode dan pokok persoalan keduanya berbeda. Sains dibangun atas pengamatan dan penalaran manusia sedangkan teologi berdasarkan wahyu Ilahi (Barbour, 2002: 66). c. Dialog Tipologi ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih dinamis daripada tipologi konflik dan independensi. Asumsi di atas dilandaskan bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sanins dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan. Barbour memberikan contoh masalah yang didialogkan ini dengan digunakannya model-model konseptual dan analogianalogi ketika menjelaskan hal-hal yang tidak bisa diamati secara langsung. Dialog juga bisa dilakukan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tentang ilmu pengetahuan yang mencapai tapal batas. Seperti: mengapa alam semesta ini ada dalam keteraturan yang dapat dimengerti? dan sebagainya (Barbour, 2005:32). Dari pertanyaan itulah, ilmuwan dan kaum agamawan dapat menjadi mitra dialog dalam menjelaskan fenomena tersebut dengan tetap menghormati integritas masing-masing. Penganut tipologi dialog ini berpendapat bahwa sains dan agama tidaklah sesubyektif yang dikira. Antara sains dan agama memiliki kesejajaran karakteristik yaitu koherensi, kekomprehensifan dan kemanfaatan. Begitu juga kesejajaran metodologis yang banyak diangkat oleh beberapa penulis termasuk penggunaan kriteria konsistensi dan kongruensi dengan pengalaman. Seperti pendapat filosof Holmes Rolston yang menyatakan bahwa keyakinan dan keagamaan menafsirkan dan menyatakan pengalaman, sebagaimana teori ilmiah menafsirkan dan mengaitkan data percobaan (Barbour, 53

6 Moh. Mizan Habibi, M.Pd.I 2005:80). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesejajaran konseptual maupun metodologis menawarkan kemungkinan interaksi antara sains dan agama secara dialogis dengan tetap mempertahankan integritas masing-masing. d. Integrasi Tipologi ini melahirkan hubungan yang lebih konstruktif daripada pendekatan dialog. Sains dan doktrin-doktrin keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman. Dalam pandangan ini, hubungan integratif memberikan wawasan yang lebih besar yang mencakup sains dan agama sehingga dapat bekerja sama secara aktif. Bahkan sains dapat meningkatkan keyakinan umat beragama dengan memberi bukti ilmiah atas wahyu atau pengalaman mistis. Menurut Barbour, tardapat dua pendekatan yang digunakan dalam hubungan integrasi ini. Pertama, berangkat dari data ilmiah yang menawarkan bukti konsklusif bagi keyakinan agama untuk memperoleh kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan. Kedua, yaitu dengan menelaah ulang doktrin-doktrin agama dalam relevansinya dengan teori-teori ilmiah, atau dengan kata lain, keyakinan agama diuji dengan kriteria tertentu dan dirumuskan ulang sesuai dengan penemuan sains terkini. Lalu pemikiran sains keagamaan ditafsirkan dengan filsafat proses dalam kerangka konseptual yang sama. (Barbour, 2002:42). Dalam tipologi integrasi ini, tercatat ada beberapa tindakan yang harus dilakukan untuk memadukan atau mempertautkan antara sains dan agama sebagai dua titik yang mempunyai hubungan komplementer. Pertama adalah semipermeable. Tindakan ini dilakukan dengan saling melakukan evaluasi dan interaksi yang mendalam antara sains dan agama, maupun ilmuan dan agamawan untuk menghindari perilaku blik atau arogansi keilmuan. Kedua adalah intersubjective testibility, yang digunakan sebagai alat untuk menguji kebenaran dari masing-masing unsur subjective (agama/ agamawan) dan objective (sains/ilmuan). Dan ketiga adalah creative 54

7 Hubungan Antara Agama dan Sains dalam Pemikiran Ian G imagination. Tindakan ini dilakukan untuk melihat sisi-sisi objektifitas, guna melakukan penyesuaian diri dengan bermodalkan tindakan semipermeable dan intersubjetive testibility. Metode dalam Sains dan Agama Pada bagian pendahuluan dalam buku Isu dalam Sains dan Agama, disebutkan bahwa agama memiliki metode yang berbeda dengan prosedur ilmu pengetahuan. Menurut beberapa ahli teologi,pengetahuan agama seluruhnya berasal dari pengungkapan diri Tuhan melalui wahyu sejarah, bukan dari penemuan manusia, kita harus melihat peristiwa-peristiwa tertentu ketika Tuhan mengungkapkan diri-nya, dan peristiwa-peristiwa tersebut tidak bersinggungan dengan ilmu pengetahuan. Menurut beberapa ahli teologi lain, persoalan-persoalan agama muncul dalam individualis pribadi, bukan dalam wilayah objektivitas non-pribadi yang dikaji ilmu pengetahuan (Barbour, 2006:2). Dengan demikian, ajaran agama bersumber sepenuhnya dari Tuhan, sehingga hal ini mempunyai konsekuensi, bahwa keyakinan merupakan bagian awal untuk merespon pengetahuan agama. Maka hal ini juga berimplikasi terhadap keterlibatan pribadi secara langsung dan fundamental, yang sangat berbeda dari perilaku tidak bias dan objektif para ilmuwan. Di sisi lain, pemisahan lingkup pengetahuan dan agama telah diperkuat oleh pandangan banyak ilmuwan bahwa ilmu penngetahuan menyediakan pengetahuan teknis untuk bidang-bidang tertentu, dan bukannya filosofi total tentang kehidupan. Argumen tersebut juga dipaparkan oleh pandangan positivistic, bahwa ilmu pengetahuan (sains) hanya memberikan pengetahuan terbatas mengenal masalah teknis. Sehingga kita tidak boleh mengharapkan ilmu pengetahuan melakukan fungsi lain, seperti halnya memberikan pandangan tentang semua kehidupan yang menyeluruh atau filosofi kehidupan (Barbour, 2006:2). Pandangan tersebut merupakan implikasi dari sumber ilmu pengetahuan (sains) yang berasal dari observasi (penelitian) yang dilajutkan menjadi sebuah teori dan kesimpulan. Selanjutnya adalah pengaruh analisis bahasa, para analisis linguistic mengarahkan perhatiannya pada fungsi berbagai macam bahasa yang digunakan dalam kehidupan manusia. Di antara fungsi karakteristik yang dianggap berasal dari agama adalah ungkapan dan ingatan tentang ibadah dan komitmen diri tentang cara hidup. Sedangkan fungsi bahasa ilmiah 55

8 Moh. Mizan Habibi, M.Pd.I adalah sebagai prediksi dan kontrol atas fenomena yang kelihatan secara umum, fenomena yang bisa berulang. Komunitas agama menggunakan bahasa aktor, sedangkan komunitas ilmiah menggukan menggunakan bahasa pengamat. Maka agama dan ilmu pengetahuan adalah bahasa yang komplementer (Barbour, 2006:4). Dengan menggunakan pendekatan bahasa komplemeter diharapkan para ilmuwan dan ahli teologi memiliki kerendahan hati untuk mampu menahan diri para pandangan subyektivitas atas kebenaran yang diperoleh. Hal ini membawa konsekuensi kepada masing-masing komunitas untuk mampu berdialog secara sehat. Terdapat teori lain yang memaparkan bahwa metode yang digunakan dalam ilmu pengetahuan menggabungkan observasi, teori, dan kesimpulan. Implementasinya adalah pengagabungan itu dimulai dengan penemuan sebuah teori (hipotesis) yang berasal dari faktafakta, selanjutnya diikuti dengan pengemabilan kesimpulan sementara, kemudian dihubungkan lagi dengan observasi-observasi untuk memperkuat atau bahkan menyangkal teori, dan untuk menghasilkan teori yang direvisi, yang menghasilkan kesimpulan-kesimpulan baru, yang mendiskusikan kembali fakta-fakta tersebut. Model ini disebut dengan model hipotesis-deduktif (Roston III, 2006:2). Dari pemaparan di atas, dapat di asumsikan bahwa ilmu pengetahuan (sains) berorientasi pada produksi yang bersifat empiris berdasarkan tamuan-temuan baru akibat adanya anomaly dan keraguan. Agama juga menggabungkan pengalaman, teori, dan kesimpulan secara metodis. Dalam agama sering kali dijumpai konsepsi tentang wahyu dan inspirasi yang bersifat otoritas-normatif yang tidak dapat dengan mudah didamaikan dengan prosedur ilmu pengetahuan. Keyakinan tidak sesingkat teori ilmiah dan banyak elemen non-kognitif di dalam agama yang tidak ada di dalam ilmu pengetahuan. Namun, dengan cara yang umum keyakinan agama berkembang selama beberapa pengalaman diputuskan sebagai kepentingan pokok, seperti penderitaan atau kesenangan, dosa dan keselamatan, kesucian dan moral. Menurut pemikiran ahli teologi, ada konsepsi kognitif dan teoritis yang mengusungkan beberapa hukum spiritual universal, yang menghasilkan suatu kondisi realitas pokok yang mendasari di dalam dan di luar dunia yang memadai untuk menjelaskan tentang pengalaman-pengelaman tersebut. Tuhan, Brahma, atau sunyata (kekosongan) kemudian digunakan untuk menafsirkan pengalaman secara terus-menerus (Roston III, 2006:9). Dari sini menunjukkan bahwa 56

9 Hubungan Antara Agama dan Sains dalam Pemikiran Ian G sumber teori yang ada dalam agama berasal dari wahyu, yang kemudian dibuktikan oleh pengalaman-pengalaman secara nyata. Dengan beberapa perbedaan yang ada dalam medote ilmu pengetahuan dan agama, menjadikan keduanya tidak bisa berhenti pada pemisahan yang terjadi, namun harus ada kemungkinan untuk melakukan proses dialog. Berikut beberapa pertimbangan-pertimbangan yang akan menuntun terjadinya proses dialog (Barbour, 2006:5-7): Pertama, meskipun dua bidang tersebut berbeda, ada juga kesejajaran signifikan pada metodenya, bahwa terdapat kesamaan pada interaksi pengalaman dan penafsiran, model dan analogi, dan pada peran komunitas penyelidikan di kedua bidang tersebut. Meskipun tingkat keterlibatan pribadi dalam ilmu pengetahuan dan agama berbeda, tetapi tidak ada dikotomi objektivitas mutlak versus subjektivitas. Kedua, bahwa kita ditekankan untuk mencari pandangan tentang semua kehidupan yang terintegrasi. Perspektif komplementer adalah perspektif pada dunia tunggal. Pencarian kesatuan ini didorong olehkeinginan terhadap keherensi pemikiran yang menggantikan pemisahan dan isolaasi intelektual yang memutus dialog. Ketiga, kita akan mempertahankan teologi alam. Meskipun teologi memang dimulai dari wahyu historis dan bidang keberadaan pribadi, teologi tidak berhenti disini. Misalnya, diskusi mengenai petunjuk Tuhan kebanyakn mengacu pada tindakan Tuhan dalam sejarah, namun tidak membahas tindakan-nya di alam. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk memandang keteraturan alam dalam kerangka kerja ide-ide teologi yang terutama berasal dari penafsiran wahyu historis dan pengalaman religious. Keempat, dari sisi ilmiah, sebuah pandangan baru tentang alam memaksa kita untuk mengakaji kembali ide-ide kita tentang hubungan Tuhan dengan dunia. Pertumbuhan dan perkembangan alam semesta yang dinamis dan temporal harus disikapi secara serius dalam teologi. Keempat pertimbangan di atas bermuara kepada terjadinya sebuah dialog antara komunitas agama dan ilmiah, masing-masing harus menghormati integritas yang lainnya dan menahan dorongan untuk memaksakan kategori pemikirannya sendiri pada kategori pemikiran yang lain. Dengan demikian, pusat perhatian kajian ini adalah hubungan antara 57

10 Moh. Mizan Habibi, M.Pd.I filosofi agama dan filosofi ilmu pengetahuan, yakni persoalan komparatif tentang epistimologi, metafisika, dan analisis bahasa pada kedua bidang. Ilmuwan dn ahli teologi biasanya telah mencoba untuk mengkaitkan ilmu pengetahuan secara langsung dengan agama, meskipun pengabaian kontribusi filosofi dapat mengklarifikasi persoalan. Di lain pihak para ahli filosofi professional mempunyai hubungan dengan komunitas ilmiah dan agama, dan formulasi abstrak mereka kadang-kadang menyerupai apa yang sebenarnya dilakukan oleh para ahli ilmuwan dan teologi (Barbour, 2006:15). Secara sederhana, proses ini memberikan stimulus kepada kita untuk melakukan proses integrasi antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama. Agar tidak tejebak dalam satu mindset berfikir. Implikasi dalam Studi Keislaman; Pertautan melalui Semipermiable, Intersubjective Tetibility, dan Creative Imagination. Albert Einstein pernah mengungkapkan bahwa Religion without science is blind: science without religion is lame. Agama akan buta tanpa sains, dan sains akan lumpuh tanpa agama. Berangkat dari ungkapan di atas, hal ini sesuai dengan argument yang berpendapat bahwa jika kerja-kerja ilmiah yang berjalan linier dan sendirian, maka produk yang dihasilkan adalah budaya dan peradaban yang tidak sesuai dengan prisip humanisme universal dan etika sosial serta agama yang menjadi pegangan masyarakat dunia. Dengan demikian tragedi kemanusiaan, dan lingkungan hidup dapat muncul karena tidak adanya jaringan dan kerjasama antar elemen pengembang ilmu (Anwar, 2007: ix). Salah satu upaya integrasi yang dilakukan adalah bukannya tanpa pijakan atau dasar yang kuat dalam tradisi Islam. Ide utama yang membentuk gagasan tersebut adalah doktrin metafisika keesaan Tuhan yang berkonsekuensi pada dua hal, yaitu adanya prinsip kesatuan kosmis, khususnya kesatuan dunia alam, dan prinsip kesatuan pengetahuan dan sains (Anwar, 2007: ix-x). Maka dengan pendekatan integrasi, terdapat upaya mensintesakan dua hal yang selama ini dianggap tidak bisa bersatu, termasuk sains dan agama. Upaya integrasi ini dilakukan dengan menggunakan tiga tindakan seperti halnya yang telah dipaparkan di atas, yakni semipermeable, intersubjektive testibility, dan creative imagination. Dalam studi keislaman, pendekatan integrasi dimaknai sebagai kajian yang menggunakan cara pandang dan/atau cara analisis yang menyatu dan terpadu. Analisis integrasi dapat dikelompokkan menjadi 58

11 Hubungan Antara Agama dan Sains dalam Pemikiran Ian G dua. Pertama, integrasi antara seluruh nash yang terkait dengan masalah yang sedang dikupas atau dibahas. Kedua, integrasi antara nash dengan ilmu lain yang terkait dengan masalah yang sedang dibahas (Nasution, 2009:230) (dalam kajian ini adalah nash agama dan sains). Pada praktknya, tindakan semipermeable digunakan untuk mempertemukan dan saling mengisi kekosongan-kekosongan di antara nash agama dengan penemuanpenemuan sains. Selanjutnya, intersubjective testibility digunakan untuk saling menguji kebenaran antara subjektivitas kaum agamawan dan objektivitas kaum ilmuan. Sementara creative imagination digunakan untuk menggunakan potensi akal dan daya imajinasi menautkan antara unsur subjetivitas dan unsur obejektivitas atau unsur agama dan unsur sains. Dengan demikian prosedur yang digunakan dalam penggunaan pendekatan integrasi antara nash agama dan sains adalah memadukan penemuan-penemuan sainstifik yang diperoleh dari observasi secara empirik dengan ayat-ayat al-qur an yang relevan atau menerangkan penemuan sains yang dibahas. 59

12 Moh. Mizan Habibi, M.Pd.I Sebuah ilustrasi: Nash agama sebagai pengisi kekosongan (gap) sains. 1. Sains sebagai pengsisi kekosongan (pembuktian) nash agama. 60

13 Hubungan Antara Agama dan Sains dalam Pemikiran Ian G 2. Integrasi sains dan agama 1 Refleksi Masalah-masalah besar kemanusiaan jangan diserahkan hanya kepada para ahli teknologi yang tidak tahu apa-apa tentang agama dan etika, atau hanya kepada kaum agamawan dan etikawan yang tidak tahu apa-apa tentang teknologi. Ungkapan di atas menunjukkan bahwa proses integrasi merupakan sebuah keniscayaan. Dengan proses integrasi, seharusnya membuka kesadaran bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki karakteristik yang unik dan tidak selalu bersifat universal. Sintesis dapat terjadi antara sains dan agama. Maka membutuhan sikap keberanian dan keterbukaan serta kerjasama untuk melakukan integrasi. Tanpa adanya sikap demikian, upaya itu tidak akan berhasil. Karena itu, tidak boleh adanya pemaksaan-pemaksaan ideologi ilmu tertentu atas ilmu lainnya. Pada sisi lain, secara nilai, integrasi bukan hanya terkait dengan hubungan antar disiplin ilmu (agama dan sains) sebagaimana dikemukakan di atas, namun juga antar tradisi, antar budaya, dan antar peradaban. Dengan ini pada akhirnya seorang akademisi dan intelektual tidak terkurung pada satu paradigma, namun mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikan antar bidang secara komprehensif. 1 Catatan kuliah oleh Amin Abdullah pada mata kuliah Filsafat Ilmu: Topik-topik Epistimogi27 Oktober

14 Moh. Mizan Habibi, M.Pd.I Daftar Pustaka Anwar, Syamsul, dkk, Kriteria Keilmuan Integrasi dan Interkoneksi; Bidang Agama, Sosial, dan Kealaman, Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, Barbour, Ian G., Isu dalam Sains dan Agama, Terj. Damayanti, Yogyakarta: Suka Press, 2006., Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama, Bandung: Mizan, 2005., Juru Bicara Tuhan Antara Sains Dan Agama, Bandung: Mizan,2002. Catatan kuliah oleh Amin Abdullah pada mata kuliah Filsafat Ilmu: Topik-topik Epistimogi, kelas I PAI-A, Selasa, 27 Oktober Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: AkdemiaTazzafa, Roston, Holmes, III, Ilmu dan Agama; Sebuah Survei Kritis, Terj. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,

Hubungan Sains dan Agama

Hubungan Sains dan Agama Hubungan Sains dan Agama Pendahuluan Di akhir dasawarsa tahun 90-an sampai sekarang, di Amerika Serikat dan Eropa Barat khususnya, berkembang diskusi tentang sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci).

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Dwi yuliani NIM : 11.12.5832 Kelompok : Nusa Jurusan : S1- SI 07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan BAB VII KESIMPULAN Kesimpulan Setiap bangsa tentu memiliki apa yang disebut sebagai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Indonesia, negara dengan beragam suku, bahasa, agama dan etnis, juga pastinya

Lebih terperinci

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim Jika Tuhan itu ada, Mahabaik, dan Mahakuasa, maka mengapa membiarkan datangnya kejahatan?

Lebih terperinci

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman.

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman. Tinjauan Buku Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman. Tesis utama Plantinga dalam buku ini ialah bahwa konflik

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. dirumuskan sebelumnya. Kesimpulan yang dimunculkan dalam bab ini berisi

BAB VII PENUTUP. dirumuskan sebelumnya. Kesimpulan yang dimunculkan dalam bab ini berisi BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Paparan pada bab-bab sebelumnya merupakan rangkaian alur penelitian yang ditujukan untuk menjelaskan permasalahan seperti yang telah dirumuskan sebelumnya. Kesimpulan yang

Lebih terperinci

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL 071211133053 KETUA 2. MAS ULA 071211132008 SEKRETARIS 3. VINANDA KARINA D. P

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

Islam dan Sekularisme

Islam dan Sekularisme Islam dan Sekularisme Mukaddimah Mengikut Kamus Dewan:- sekular bermakna yang berkaitan dengan keduniaan dan tidak berkaitan dengan keagamaan. Dan sekularisme pula bermakna faham, doktrin atau pendirian

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 09Fakultas Dr. PSIKOLOGI PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KONSEP PENGETAHUAN Dalam Encyclopedia of

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keilmuan modern telah berkembang sedemikian rupa di bawah hegemoni paham sekularisme. Akibat sangat lamanya paham ini mendominasi sejarah peradaban modern akibatnya

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 14Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Katolik MENJAGA KEUTUHAN CIPTAAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM REFLEKSI IMAN KRISTIANI Untuk apa kita diciptakan?

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang 220 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa krisis spiritual manusia modern dalam perspektif filsafat Perennial Huston Smith dapat dilihat dalam tiga

Lebih terperinci

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik Pokok Bahasan Pada umumnya, dalam dunia ilmu pengetahuan orang mencoba untuk melihat dan menjelaskan suatu fenomena sosial menggunakan alur dan logika

Lebih terperinci

BOOK REVIEW SAINS: BAGIAN DARI AGAMA

BOOK REVIEW SAINS: BAGIAN DARI AGAMA BOOK REVIEW SAINS: BAGIAN DARI AGAMA Judul Penerjemah Judul AsU Pengarang Penerbit Tahun Tebal Melacak Jejak Tuhan dalam Sains: Tafsir Islami atas Sains Ahsin Muhammad Issues in Islam and Science Mehdi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA di Indonesia saat ini bertumpu pada standar proses pendidikan dasar dan menengah yang mengatur mengenai kriteria pelaksanaan pembelajaran pada satuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KONSEP HUMANISME RELIGIUS SEBAGAI PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABDURRAHMAN MAS UD

BAB IV ANALISIS KONSEP HUMANISME RELIGIUS SEBAGAI PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABDURRAHMAN MAS UD BAB IV ANALISIS KONSEP HUMANISME RELIGIUS SEBAGAI PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABDURRAHMAN MAS UD Berbagai pengertian dan pengembangan pendidikan Islam yang disampaikan oleh beberapa ahli pendidikan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian Penelitian tentang karakteristik organisasi petani dalam tesis ini sebelumnya telah didahului oleh penelitian untuk menentukan klasifikasi organisasi petani yang ada

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS Walaupun teori adalah suatu abstraksi dari realitas, penting disadari akan hubungan antara keduanya. Teori bukanlah murni abstrak, tanpa berdasarkan pengalaman yang nyata.

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 02Fakultas Dr. PSIKOLOGI CABANG FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id CABANG- CABANG FILSAFAT Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU Filsafat: upaya sungguh-sungguh dlm menyingkapkan segala sesuatu, sehingga pelakunya menemukan inti dari

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012 satu cara yang perlu ditempuh adalah mengembangkan model home schooling (yang antara lain berbentuk pembelajaran personal ) seperti yang pernah diterapkan pada masa kejayaan Islam abad pertengahan. - Membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

IDEALISME (1) Idealis/Idealisme:

IDEALISME (1) Idealis/Idealisme: Idealis/Idealisme: IDEALISME (1) Orang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya; Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum

Lebih terperinci

: Kemungkinan Studi Agama Secara Filsafati

: Kemungkinan Studi Agama Secara Filsafati Pokok Bahasan II : Kemungkinan Studi Agama Secara Filsafati A. Ultimasi Agama dan Filsafat: Upaya Mempertemukan Karakter-karakter yang Berbeda 1. Watak agama dan filsafat H.M.Rasjidi (1965: 3) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrachman Mas ud dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hal. 139.

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrachman Mas ud dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hal. 139. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Islam merupakan suatu proses pengembangan potensi kreatif peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berkepribadian muslim,

Lebih terperinci

Dr. H. Iskandar Zulkarnain Fahruddin Faiz SAg., M.Ag. Dasen Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan KaIibpa Yomakarta NOTA DINAS

Dr. H. Iskandar Zulkarnain Fahruddin Faiz SAg., M.Ag. Dasen Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan KaIibpa Yomakarta NOTA DINAS Dr. H. Iskandar Zulkarnain Fahruddin Faiz SAg., M.Ag. Dasen Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan KaIibpa Yomakarta NOTA DINAS Hal : Skripsi Saudara Heri Hidayanto Lamp. : 6 exp Kepada Yang Terhomt, Dekan Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelanggan merupakan kunci keberhasilan bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan berbagai cara untuk membuat pelanggan meningkat dan tetap setia, namun

Lebih terperinci

Misiologi David Bosch

Misiologi David Bosch Misiologi David Bosch Definisi Sementara Misi. 1. Iman Kristen bersifat misioner, atau menyangkali dirinya sendiri. Berpegang pada suatu penyingkapan yang besar dari kebenaran puncak yang dipercayai penting

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati I Proses pendidikan ada sebuah tujuan yang mulia, yaitu penanaman nilai yang dilakukan oleh pendidik terhadap

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI)

LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI) LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI) PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN SIKAP 1. Bertakwa kepada

Lebih terperinci

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya. ILMU TAUHID / ILMU KALAM Ilmu Tauhid sering disebut juga dengan istilah Ilmu Kalam, Ilmu 'Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan Teologi Islam. Menurut bahasa (etimologis) kata "tauhid" merupakan bentuk masdar yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh penting dalam kemajuan suatu negara. Dengan adanya pendidikan, pengetahuan baru dapat kita temukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah dinamisasi terutama setelah semakin banyaknya pergolakan pemikiran yang menyebabkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

PENGERTIAN FILSAFAT (1) PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di

Lebih terperinci

INTEGRASI-INTERKONEKSI KEILMUAN SAINS DAN ISLAM DALAM PROSES PEMBELAJARAN FISIKA

INTEGRASI-INTERKONEKSI KEILMUAN SAINS DAN ISLAM DALAM PROSES PEMBELAJARAN FISIKA INTEGRASI-INTERKONEKSI KEILMUAN SAINS DAN ISLAM DALAM PROSES PEMBELAJARAN FISIKA Faiq Makhdum Noor Pendidikan Fisika, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl Marsda Adisucipto1 Yogyakarta, 55281 Email: faiq_putra@yahoo.com

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya terhadap pendidikan

Lebih terperinci

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR S-1 UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO HAKIKAT IPA. By Nurratri Kurnia Sari, M. Pd

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR S-1 UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO HAKIKAT IPA. By Nurratri Kurnia Sari, M. Pd PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR S-1 UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO HAKIKAT IPA By Nurratri Kurnia Sari, M. Pd HAKEKAT SAINS SCIENCE (SAINS) ILMU PENGETAHUAN ALAM ILMU ALAMIAH INTEGRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemampuan berpikir siswa pada usia SMP cenderung masih berada pada tahapan kongkrit. Hal ini diungkapkan berdasarkan hasil pengamatan dalam pembelajaran IPA yang

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

Ahmad Fitroh,S.H.I. Bedah Buku The End of Science Karya John Horgan. Hal Ahmad Fitroh, S.H.I

Ahmad Fitroh,S.H.I. Bedah Buku The End of Science Karya John Horgan. Hal Ahmad Fitroh, S.H.I Ahmad Fitroh,S.H.I Bedah Buku The End of Science Karya John Horgan Hal 191-213 SENJAKALA ILMU SOSIAL Sintesa Para Tokoh EDWARD O. WILSON NOAM CHOMSKY CLIFFORD GEERTZ Oleh Ahmad Fitroh,S.H.I Bedah Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya, matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan lain dan sekaligus berperan untuk membantu perkembangan ilmu tersebut (Suherman, 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang dekat sekali dengan kehidupan manusia. Saat kita mempelajari IPA, berarti mempelajari bagaimana alam semesta

Lebih terperinci

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya; IDEALISME Arti kata IDEALIS secara umum: 1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya; 2. Seseorang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana

Lebih terperinci

2 Mulanya istilah demokrasi memang hanya digunakan dalam wilayah politik akan tetapi pada perkembangan selanjutnya istilah tersebut diterjemahkan sebagai sistem atau prosedur operasional atau pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran pada umumnya meliputi tiga jenis kompetensi, yaitu kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini di antaranya berdasarkan pada dua hal utama, yaitu 1) Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS KONSEP Pendekatan konstruktivisme. Harsono Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada

PEMBELAJARAN BERBASIS KONSEP Pendekatan konstruktivisme. Harsono Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada PEMBELAJARAN BERBASIS KONSEP Pendekatan konstruktivisme Harsono Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada J.A. Comenius (1592-1670): Permulaan pembelajaran harus dimulai dengan memperhatikan

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENERAPAN STRATEGI COMPETING THEORIES TERHADAP KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SMA PADA MATERI ELASTISITAS

2015 PENGARUH PENERAPAN STRATEGI COMPETING THEORIES TERHADAP KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SMA PADA MATERI ELASTISITAS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran fisika tentunya tidak hanya dihadapkan dengan segudang fakta, setumpuk teori maupun sederetan prinsip dan hukum, namun lebih diarahkan kepada pengalaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan intelektual. Karena itu pengorganisasian materi pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan intelektual. Karena itu pengorganisasian materi pembelajaran BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Intelektual Dalam proses belajar mengajar yang menekankan konstruksi pengetahuan, kegiatan utama yang berlangsung adalah berpikir atau mengembangkan keterampilan intelektual.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu pendidikan yang menuntun masyarakat Indonesia untuk mampu mewujudkan cita cita bangsa. Salah satu pelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) menyatakan Inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu proses untuk

Lebih terperinci

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Oleh : Agustina Abdullah *) Arti dan Pentingnya Filsafat Ilmu Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENGAJARAN

SATUAN ACARA PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN Mata Kuliah : Pendidikan Agama Kode / Bobot sks/smt : 703103A/2/III Waktu Pertemuan : menit/ Mgg Tujuan Pembelajaran Umum : Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi bertujuan untuk

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar pemeluk agama, misalnya Hindu, Islam, dan Sikh di India, Islam, Kristen dan Yahudi di Palestina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme menarik untuk dicermati dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan modal utama untuk seseorang yang harus ditingkatkan dalam rangka melaksanakan pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi pembelajaran PAI saat ini Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berperan penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk mengembangkan potensi diri dan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER l Edisi 001, Oktober 2011 Edisi 001, Oktober 2011 P r o j e c t i t a i g D k a a n MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER Ihsan Ali Fauzi 1 Edisi 001, Oktober 2011 Informasi Buku: Abdullahi Ahmed An- Na`im,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Al-Ghazali (w. 1111 M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi umat Islam hingga saat ini. Montgomerry Watt (Purwanto dalam pengantar Al- Ghazali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND MERESAPI SABDA TERLIBAT DI DALAM DUNIA Revitalisasi Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND Revitalisasi bagi Kongregasi Aktif Merasul berarti menggambarkan kembali

Lebih terperinci

Pembelajaran Berbasis Riset: Strategi Mengaitkan Pengajaran dan Riset Secara Sukses*)

Pembelajaran Berbasis Riset: Strategi Mengaitkan Pengajaran dan Riset Secara Sukses*) Pembelajaran Berbasis Riset: Strategi Mengaitkan Pengajaran dan Riset Secara Sukses*) Oleh Dr. Leonardus Banilodu, MS. Program Studi Biologi FMIPA UNWIRA Jln. Jend. A. Yani 50-52 Kupang 85225, Timor NTT

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 400 A. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Karakteristik kepemimpinan

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci