International bibliographic systems and databases:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "International bibliographic systems and databases:"

Transkripsi

1 Vol. 2, No. 1, 2018

2 International bibliographic systems and databases: Index Copernicus Scientific Index Services (SIS) Open Access Infrastructure for Research in Europe (OpenAIRE) Mendeley Bielefeld Academic Search Engine (BASE) Munich Personal RePEc Archive EconPapers Ideas ResearchBib Google Scholar Indonesian bibliographic system and database: Indonesian Publication Index (IPI) Publisher copyright & self-archiving: Creative Commons Zenodo LOCKSS

3

4 Technology Acceptance Model (TAM) of Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) Applications Echo Perdana Kusumah Department of Management, Faculty of Economic, University of Bangka Belitung Abstract Department of Management, Faculty of Economics, University of Bangka Belitung has been using SPSS application in the implementation of teaching management subjects, to improve productivity of lecturers work by automating work in the form of SPSS applications. SPSS application aims to provide convenience and acceleration in the process of completion research. This study aims to find out how the user's perception of usefulness and ease of use of SPSS applications. Respondents in this study amounted to 100 students majoring in management. Method of collecting data using electronic questionnaire (google form), measuring tool with 5- point Likert scale, in the validity and reliability test as well analyzed using descriptive analysis by finding the mean value of each item statement. The research model uses Technology Acceptance Model (TAM) with two the main constants are perceived usefulness and perceived ease of use. The results of the discussion show the user perception of the benefits of SPSS application on average overall get the value of Mean with a score of 4.08 and the ease of use SPSS application on average the overall value of Mean score 4.10, so it can be concluded that the respondents get good benefits in using SPSS applications. Keywords: Perception, SPSS Application, Technology Acceptance Model 1. Pendahuluan Aplikasi SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) di lingkungan Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung sudah menjadi kebutuhan mutlak yang bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam memberikan pelayanan pada mahasiswa. Aplikasi SPSS yang ada dibuat berdasarkan mekanisme yang panjang, melalui berbagai proses kajian dan penyesuaian sehingga menjadi aplikasi yang comfortable, compatible, and user friendly. Aplikasi SPSS bukan hanya sebagai aplikasi pelengkap pengajaran praktikum tetapi aplikasi ini juga dilengkapi dengan fitur-fitur penelitian yang dibutuhkan. Seiring perkembangannya, melalui berbagai proses penyesuaian, saat ini Aplikasi SPSS yang diproduksi oleh perusahaan IBM sudah dimodifikasi dan mencapai bentuk aplikasi terkini yaitu SPSS versi 24. Aplikasi SPSS dirasa oleh Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung sangat relevan dan merupakan solusi yang tepat dalam rangka menyeimbangkan peran dan fungsi perguruan tinggi dengan kebutuhan percepatan peningkatan pelayanan terhadap mahasiswa. Walaupun demikian masih ada mahasiswa di lingkungan Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung yang belum optimal memanfaatkan aplikasi ini untuk mendukung pekerjaannya. Kurangnya kemampuan dan pemahaman dalam mengoperasikan perangkat komputer baik itu perangkat keras dan perangkat lunak merupakan 1

5 salah satu penyebab belum optimalnya penggunaan aplikasi berbasis teknologi (Sari & Witono, 2014; Andriani, 2010; Wedhasmara, 2014). Model penerimaan teknologi atau Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan oleh Davis F.D pada tahun 1986 (Kusumah, 2009), digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur persepsi penerimaan pengguna terhadap teknologi informasi dengan menggunakan dua konstruk utama TAM yaitu persepsi pengguna terhadap kemanfaatan/kegunaan (Perceived Usefulness) dan persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan (Perceived Ease Of Use). TAM (Technology Acceptance Model) yang dikembangkan dari teori psikologis menjelaskan perilaku pengguna teknologi informasi, yaitu berlandaskan pada kepercayaan, sikap, intensitas dan hubungan perilaku pengguna (Kusumah, 2009). Tujuan model ini untuk menjelaskan tentang persepsi pengguna terhadap manfaat dan kemudahan dalam penggunaan teknologi informasi itu sendiri. Salahsatu keberhasilan dari penerapan aplikasi SPSS adalah kesiapan sumber daya manusia. Sumber daya manusia khususnya adalah pengguna dari aplikasi tersebut. Tahap pertama dari keberhasilan penerapan aplikasi SPSS adalah kemauan pengguna untuk menerima aplikasi SPSS tersebut, apakah aplikasi SPSS itu bermanfaat dan memberikan kemudahan bagi pengguna. 2. Kajian Pustaka Persepsi Persepsi adalah tanggapan untuk penerimaan langsung dari suatu serapan atau proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal melalui panca indranya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2017). Sedangkan, menurut Walgito (2010), persepsi merupakan suatu proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Oleh Karena itu proses persepsi tidak bisa lepas dari proses penginderaan yang merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Menurut Kotler (2013), persepsi adalah dimana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yangberarti. Dari beberapa pengertian persepsi sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi pengguna adalah suatu pandangan proses sebagai pengorganisasian, penerimaan, dan penginterpretasi pengguna yang dalam penelitian disini adalah mahasiswa. Aplikasi SPSS Menurut Technopedia (2017), Aplikasi SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) adalah paket perangkat lunak yang digunakan dalam analisis statistik data. Ini dikembangkan oleh SPSS Inc. dan diakuisisi oleh IBM pada tahun Pada tahun 2014, perangkat lunak tersebut secara resmi berganti nama menjadi Statistik SPSS IBM. Perangkat lunak ini pada awalnya ditujukan untuk ilmu sosial, namun telah populer di bidang lain seperti ilmu kesehatan dan terutama di bidang pemasaran, riset pasar dan data mining. SPSS adalah program yang banyak digunakan untuk analisis statistik dalam ilmu sosial, khususnya di bidang pendidikan dan penelitian. Namun, karena potensinya, ini juga banyak digunakan oleh periset pasar, periset perawatan kesehatan, organisasi survei, pemerintah dan, terutama, mahasiswa dan dosen ilmu sosial. Sedangkan menurut Mathew Chandler (2017) dari University of Windsor, selain dari analisis statistik, perangkat lunak SPSS juga dilengkapi dengan pengelolaan data, yang memungkinkan pengguna untuk melakukan pemilihan kasus, membuat data yang diturunkan dan melakukan 2

6 pembentuk ulang file. Fitur lainnya adalah dokumentasi data, yang menyimpan kamus metadata beserta datafile. Dari penjelasan diatas, aplikasi SPSS bagi mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung diharapkan dapat menganalisis dan menyajikan data-data hasil penelitian mereka secara deskriptif denganlebih mudah dan informatif. Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model (TAM) merupakan teori penerimaan teknologi yang dikembangkan oleh Davis pada tahun 1986 (Kusumah, 2009; Gefen & Larsen; 2017; Wu & Chen, 2017). Model TAM diadopsi dari model Theory of Reasoned Action (TRA), yaitu teori tindakan yang beralasan yang dikembangkan oleh Fishben dan Ajzen tahun 1975 (Jokar, Noorhosseini, Allahyari & Damalas, 2017; Xu, Thong & Tam, 2017) dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Teori ini membuat model perilaku seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku. TAM secara lebih terperinci menjelaskan penerimaan teknologi informasi dengan dimensidimensi tertentu yang dapat mempengaruhi dengan mudah diterimanya teknologi informasi dalam hal ini adalah aplikasi SPSS oleh pengguna. Persepsi dari tiap-tiap perilaku pengguna ditempatkan dalam model TAM ini dengan dua pernyataan yaitu kemanfaatan dan kemudahan penggunaan. Kesimpulannya adalah TAM dapat menjelaskan bahwa persepsi mahasiswa terhadap manfaat dan kemudahan akan menentukan penerimaan aplikasi SPSS. 3. Metode Penelitian Tempat, Waktu dan Jenis Data Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung, Indonesia, selama dua bulan, yaitu pada bulan November dan Desember Jenis data dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer yaitu data didapatkan langsung dari sumbernya dengan menyebarkan kuesioner elektronik (Google Form). Pengguna sistem informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Mahasiswa semester akhir yang telah menggunakan aplikasi SPSS yang berjumlah 100 orang. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu pada waktu penelitian menggunakan pengumpulan data (Creswell & Creswell, 2017; Beins, 2017). Instrumen penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu: bagian pertama berisi tentang identitas responden, bagian kedua berisi sejumlah pertanyaan dan pernyataan yang telah terstruktur dengan menggunakan skala likert mengenai persepsi pengguna terhadap kemanfaatan (Perceived Ease Of Use) aplikasi SPSS dan persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan aplikasi SPSS. No Tabel 1. Kuesioner Perceived Ease Of Use Pertanyan 1 Aplikasi SPSS mempermudah tugas saya 2 Aplikasi SPSS sangat mudah diakses dari semua spesifikasi komputer 3 Input data dapat dilakukan dengan mudah 4 Aplikasi SPSS yang ada mudah digunakan Likert Scale STS TS N S SS 3

7 5 Aplikasi SPSS yang disajikan jelas untuk di pelajari dan dimengerti 6 Tata letak tampilan/display mudah dikenali /dilihat No Tabel 2. Kuesioner Perceived Usefulness Pertanyan 1 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, mempercepat penyelesaian tugas-tugas saya 2 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, meringankan pekerjaan saya (tugas dan ujian) 3 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, membuat pekerjaan (tugas dan ujian) saya lebih mudah 4 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, Data dapat diakses oleh bagian yang membutuhkan seperti teman dan dosen saya. 5 Menurut saya, aplikasi SPSS berguna dalam pekerjaan saya (tugas dan ujian) Likert Scale STS TS N S SS Uji Instrumen Uji Validitas Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen dikatakan valid apabila Instrumen tersebut dapat melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang harus diukur (Sugiyono, 2016; Ghozali, 2016). Uji validitas digunakan untuk mengetahui tingkat kesahihan setiap butir pertanyaan dalam angket atau kuesioner. Kuesioner yang baik harus dapat berfungsi sebagai alat pengumpul data yang tepat dan akurat. Uji validitas dilakukan terhadap seluruh butir pertanyaan dalam instrumen, yaitu dengan cara mengkorelasikan skor setiap butir dengan skor total melalui teknik Pearson Correlation (Pc). Nilai Pc yang didapati akan dibandingkan dengan nilai r-tabel, dimana jika nilai Pc lebih besar dari r-tabel (Pc > r-table) maka butir pertanyaan tersebut dianggap valid (Kusumah, 2016). Uji Reliabilitas Suatu alat pengukuran dikatakan realiabel apabila mendapatkan hasil yang tetap sama dari gejala pengukuran yang tidak berubah yang dilakukan pada waktu yang berbeda. Instrumen dikatakan reliable apabila dipergunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama dalam waktu yang berbeda akan menghasilkan data yang sama. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Ghozali, 2016; Ferdinand, 2014). Dengan kata lain, realibilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas dari suatu skala pengukuran dengan menggunakan nilai croncbach alpha pada hasil analisis (Kusumah, 2016). Analisis Data Analisis Deskriptif 4

8 Analisis deskriptif merupakan analisa terhadap konstruk instrumen penelitian dimana analisa dilakukan berdasarkan dari hasil pernyataan responden pada masing-masing pertanyaan disetiap indikator. Analisis deskriptif ini dikemukakan cara-cara penyajian data dalam tabel maupun diagram yaitu penentuan rata-rata (mean). Arti dari mean atau disebut mean aritmatika adalah salah satu tipe dari rata-rata (average). Menurut Sugiyono (2016), analisa dilakukan dengan menggunakan nilai mean yaitu menentukan nilai besarnya kelas sebagai berikut: Nilai maksimum = 5 ; Nilai Minimum = 1 Rentang Skor = ( 5 1 ) / 5 = 0,8 Kategori : - 1,00 s.d 1,80 = sangat rendah/sangat buruk - 1,81 s.d 2,60 = rendah/buruk - 2,61 s.d 3,40 = sedang/cukup - 3,41 s.d 4,20 = baik/tinggi - 4,21 s.d 5,00 = sangat baik/sangat tinggi Setelah mendapatkan hasil perhitungan statistika maka dilakukan penafsiran sesuai dengan kondisi yang ada. Untuk memudahkan penghitungan tersebut peneliti menggunakan aplikasi SPSS Versi 22.0 untuk sistem operasi Window. 4. Pembahasan Hasil Pengujian Kuesioner Uji Validitas Perceived Usefulness (PU) Hasil uji validitas yang telah dilakukan terhadap perceived usefulness (PU) menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan (5 butir) yang ada memiliki skor validitas di atas r-tabel (0,197), sehingga dapat dinyatakan seluruh butir pertanyaan tersebut valid. Batasan nilai r-tabel dengan n = 100 (df = n-2) maka di dapat nilai r-tabel sebesar 0,197 artinya jika nilai Pearson Correlation lebih dari batasan r-tabel yang ditentukan maka butir dianggap valid, sedang jika kurang dari batasan r-tabel yang ditentukan maka butir dianggap tidak valid. Hasil uji validitas terhadap pernyataan butir 1 (X2.1) sampai dengan butir 5 (X2.5) dalam dimensi perceived usefulness (PU) skor lengkapnya tersaji pada Tabel 3 berikut : Tabel 3. Nilai Validitas Perceived Usefulness Correlations X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 PU X2.1 Pearson Correlation 1,778 **,791 **,620 **,614 **,874 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000 N X2.2 Pearson Correlation,778 ** 1,892 **,626 **,696 **,927 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000 N X2.3 Pearson Correlation,791 **,892 ** 1,567 **,673 **,913 ** 5

9 Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000 N X2.4 Pearson Correlation,620 **,626 **,567 ** 1,665 **,789 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000 N X2.5 Pearson Correlation,614 **,696 **,673 **,665 ** 1,836 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000 N PU Pearson Correlation,874 **,927 **,913 **,789 **,836 ** 1 Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000 N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Dari data output Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai Pearson Correlation dari butir 1 sampai butir 5 berada di atas r-tabel 0,197 dan memiliki tanda bintang dua, artinya hal ini menunjukan bahwa butir tersebut valid dan nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,00. Uji Validitas Dimensi Perceived Ease of Use (PEU) Hasil uji validitas yang telah dilakukan terhadap perceived Ease of Use (PEU) menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan (6 butir) yang ada memiliki skor validitas di atas r-tabel (0,197), sehingga dapat dinyatakan seluruh butir pertanyaan tersebut valid. Batasan nilai r-tabel dengan n = 100 (df = n-2) maka di dapat nilai r-tabel sebesar 0,197 artinya jika nilai Pearson Correlation lebih dari batasan r-tabel yang ditentukan maka butir dianggap valid, sedang jika kurang dari batasan r-tabel yang ditentukan maka butir dianggap tidak valid. Hasil uji validitas terhadap pernyataan butir 1 (X1.1) sampai dengan butir 6 (X1.6) dalam dimensi perceived usefulness (PEU) skor lengkapnya tersaji pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Nilai Validitas Perceived Ease of Use Correlations X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 PEU X1.1 Pearson Correlation 1,726 **,374 **,719 **,626 **,601 **,854 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000,000 N X1.2 Pearson Correlation,726 ** 1,366 **,602 **,579 **,503 **,807 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000,000 N X1.3 Pearson Correlation,374 **,366 ** 1,546 **,412 **,422 **,635 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000,000 N

10 X1.4 Pearson Correlation,719 **,602 **,546 ** 1,707 **,566 **,864 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000,000 N X1.5 Pearson Correlation,626 **,579 **,412 **,707 ** 1,622 **,831 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000,000 N X1.6 Pearson Correlation,601 **,503 **,422 **,566 **,622 ** 1,776 ** Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000,000 N PEU Pearson Correlation,854 **,807 **,635 **,864 **,831 **,776 ** 1 Sig. (2-tailed),000,000,000,000,000,000 N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Dari data output Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai Pearson Correlation dari butir 1 sampai butir 6 berada di atas r-tabel 0,197 dan memiliki tanda bintang dua, artinya hal ini menunjukan bahwa butir tersebut valid dan nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,00. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk membuktikan bahwa butir-butir pernyataan dalam kuesioner konsisten atau tidak. Apabila nilai Cronbach Alpha > r-tabel maka butir-butir pernyataan dalam kuesioner tersebut dapat dipercaya atau reliabel. Hasil uji reliabilitas dari kedua secara rinci tersaji pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Perceived Ease of Use dan Perceived Usefulness Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items,884 6 Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Alpha if Item Item Deleted if Item Deleted Total Correlation Deleted X1.1 20,41 11,275,778,850 X1.2 20,50 11,081,694,865 X1.3 20,56 13,178,503,891 X1.4 20,59 11,456,797,848 X1.5 20,61 11,311,740,856 X1.6 20,43 11,965,672,867 7

11 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items,918 5 Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Alpha if Item Item Deleted if Item Deleted Total Correlation Deleted X2.1 16,22 8,678,806,898 X2.2 16,40 7,859,876,882 X2.3 16,46 7,685,849,888 X2.4 16,33 9,213,686,920 X2.5 16,19 8,782,746,909 Dari data output Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai Cronbach's Alpha dari butir pertanyaan X1.1 sampai butir X2.5 memiliki nilai diatas nilai r tabel sebesar 0,197, artinya hal ini menunjukan bahwa butir pertanyaan yang ada tersebut dapat dipercaya atau reliabel. Analisis Deskriptif Persepsi Pengguna Terhadap Kemudahan Penggunaan Aplikasi SPSS Hasil analisis deskriptif data skor perceived ease of use disajikan pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Skor Perceived Ease of Use No Pertanyan N Min Max Mean 1 Aplikasi SPSS mempermudah tugas saya ,21 2 Aplikasi SPSS sangat mudah diakses dari semua ,12 spesifikasi komputer 3 Input data dapat dilakukan dengan mudah ,06 4 Aplikasi SPSS yang ada mudah digunakan ,03 5 Aplikasi SPSS yang disajikan jelas untuk di ,01 pelajari dan dimengerti 6 Tata letak tampilan/display mudah dikenali ,19 /dilihat Rata-rata 4,10 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa untuk pernyataan butir 1 sampai dengan butir 6 untuk persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan aplikasi SPSS (perceived ease of use) secara rata-rata keseluruhan nilai Mean mendapatkan skor 4,10, dengan Jumlah N Valid sebesar 100 responden. Persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan aplikasi SPSS dapat dinyatakan baik atau tinggi, ini menunjukan responden mempunyai persepsi bahwa aplikasi SPSS mudah untuk digunakan. 8

12 Persepsi Pengguna Terhadap Kemanfaatan Aplikasi SPSS Hasil analisis deskriptif data skor Perceived Usefulness disajikan pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Skor Perceived Usefulness No Pertanyan N Min Max Mean 1 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, ,18 mempercepat penyelesaian tugas-tugas saya 2 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, ,00 meringankan pekerjaan saya (tugas dan ujian) 3 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, ,94 membuat pekerjaan (tugas dan ujian) saya lebih mudah 4 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, Data ,07 dapat diakses oleh bagian yang membutuhkan seperti teman dan dosen saya. 5 Menurut saya, aplikasi SPSS berguna dalam ,21 pekerjaan saya (tugas dan ujian) Rata-rata 4,08 Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa untuk pernyataan butir 1 sampai dengan butir 5 untuk persepsi pengguna terhadap kemanfaatan aplikasi SPSS (perceived usefulness) secara rata-rata keseluruhan mendapatkan nilai Mean dengan skor 4,08, dengan Jumlah N Valid sebesar 100 responden. Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan persepsi pengguna terhadap kemanfaatan (Perceived Usefulness) menggunakan aplikasi SPSS baik atau menerima aplikasi SPSS yang digunakan jurusan Manajemen FE-UBB, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden mendapatkan manfaat yang baik dalam menggunakan aplikasi SPSS. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data terhadap 100 responden di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung tentang persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan persepsi kemudahan penggunaan (TAM) aplikasi SPSS, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Persepsi pengguna terhadap kemanfaatan aplikasi Sistem Informasi Baru (Perceived Usefulness) sudah baik, hal ini berdasarkan pada rata-rata nilai mean mendapatkan skor 4,10 ini berarti bahwa aplikasi SPSS yang telah digunakan dalam proses pengajaran bermanfaat dan dapat diterima oleh pengguna, dalam hal ini yaitu mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung. 2. Persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan aplikasi SPSS (Perceived Ease Of Use) sudah baik, hal ini berdasarkan pada rata-rata nilai mean mendapatkan skor 4,08, hal ini menunjukan bahwa aplikasi SPSS mudah digunakan, ini berarti aplikasi SPSS memberikan kemudahan dalam proses pembelajaran oleh mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung. 9

13 Referensi Andriani, W. (2010). Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Keterandalan dan Ketepatwaktuan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Daerah Kab. Pesisir Selatan). Jurnal Akuntansi & Manajemen, 5(1), Beins, B. C. (2017). Research method: A tool for life. Cambridge University Press. Chandler, M. (2017). What is SPSS? Retrieved December 11, 2017, from statistical-software-support-page Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2017). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. Sage publications. Ferdinand, Augusty. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gefen, D., & Larsen, K. (2017). Controlling for Lexical Closeness in Survey Research: A Demonstration on the Technology Acceptance Model. Journal of the Association for Information Systems, 18(10), Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Jokar, N. K., Noorhosseini, S. A., Allahyari, M. S., & Damalas, C. A. (2017). Consumers acceptance of medicinal herbs: an application of the technology acceptance model (TAM). Journal of Ethnopharmacology. Kusumah, E. P. (2016). Olah Data Skripsi Dengan SPSS 22. Pangkalpinang, Bangka Belitung: LABKOM FE-UBB. doi: Kusumah, E. P. (2009). Ultilization of On-line Application Among International Students for Entry Into Universiti Utara Malaysia (UUM) (Doctoral dissertation, Universiti Utara Malaysia). Sari, S. P., & Witono, B. (2014). Keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan daerah ditinjau dari sumber daya manusia, pengendalian internal dan pemanfaatan teknologi informasi. Sugiyono. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta. Technopedia. (n.d.). What is the Statistical Package for the Social Sciences (SPSS)? - Definition from Techopedia. Retrieved December 11, 2017, from statistical-package-for-the-social-sciences-spss Wedhasmara, A. (2014). Langkah-langkah perencanaan strategis sistem informasi dengan menggunakan metode Ward and Peppard. Jurnal Sistem Informasi, 1(1). Wu, B., & Chen, X. (2017). Continuance intention to use MOOCs: Integrating the technology acceptance model (TAM) and task technology fit (TTF) model. Computers in Human Behavior, 67,

14 Xu, X., Thong, J. Y., & Tam, K. Y. (2017). Winning Back Technology Disadopters: Testing a Technology Readoption Model in the Context of Mobile Internet Services. Journal of Management Information Systems, 34(1),

15 The Prediction of Bankruptcy Using Altman Z-Score Model (Case Study In BRI Bank, BNI Bank, Mandiri Bank, BTN Bank) Herlin Faculty of Economic, University of Dehasen Bengkulu Abstract Based on the calculation of the Altman model in predicting bankrupt at PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk in 2014, 2015, 2016, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk in 2014 and 2015 and is PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk in 2014 with a score of Z-score above 2.99 indicates that included in the company healthy or not potential to go bankrupt. Companies included in the category of unhealthy or potential companies to go bankrupt with a Z-score of less than 1.81 ie PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk in 2014 with a Z-score of (<1.81). Companies included in the Gray Area (unpredictable) are PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 2015 with Z-score of 2, 753 and year 2016 with Z-score 2,858. PT Bank Tabungan Negara in 2015 and 2016 with Z-score of 2,138 and 1,906 and PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk in 2016 which shows the value of Z-score of 2,168. Keywords: Altman Model, Financial Distress 1. Pendahuluan Sektor perbankan merupakan sektor keuangan yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meningkatnya bisnis dibidang perbankan dari tahun ketahun baik yang bergerak dibidang konvensional atau bank-bank syariah yang semakin menapakan sayapnya di industri perbankan. Untuk itu industri perbankan berlomba-lomba untuk menarik minat masyarakat dalam menggunakan jasa dan produk yang ditawarkan. Salah satu yang menjadi andalan setiap bank adalah dengan meningkatkan kinerja keuangan yang sehat yang tercermin dalam laporan Laba Rugi dan Neraca, sehingga dapat diperhitungkan di mata masyarakat.kinerja keuangan bank juga dapat menggambarkan kondisi keuangan pada suatu periode yang menyangkut aspek pengimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal likuiditas, dan profitabilitas (Jumingan, 2006:54). Tujuan pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah mengetahui tingkat likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, stabilitas suatu perusahaan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan di masa yang akan datang (Munawir, 2005:76). Informasi keuangan bank yang tercermin dalam Laporan Laba Rugi dan Neraca ini, berguna bagi pemilik perusahaan untuk mengambil keputusan tentang kepastian investasi di masa yang akan datang untuk menghindari kerugian dalam investasi yang telah dilakukan. Jika manajemen dapat mendeteksi kebangkrutan lebih awal biasanya tindakan merger atau restrukturisasi keuangan yang akan dilakukan untuk menghindari kebangkrutan. Kebangkrutan atau kepailitan merupakan 12

16 IJBE: Integrated Journal of Business and Economics kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran kewajiban, menyatakan Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditor. 2. Kajian Pustaka Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak yang terdiri dari : a. Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kasmir (2008) bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito, kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya, dimana jenis-jenis bank dapat ditinjau dari berbagai segi adalah: 1. Dilihat dari segi fungsinya a. Bank Umum, Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007 tentang bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Seperti memberikan kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme system pembayaran bagi semua sector perekonomian. b. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. c. Bank Sentral, di pegang oleh Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia merupakan lembaga Negara yang berfungsi untuk mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap Bank Umum dan bank Perkreditan Rakyat (BPR) 2. Dilihat dari segi kepemilikannya a. Bank milik pemerintah b. Bank milik swasta nasional c. Bank milik asing d. Bank milik campuran 3. Dilihat dari segi status a. Bank Devisa b. Bank Non Devisa 4. Dilihat dari segi menentukan harga a. Bank dengan prinsip konvensional b. Bank dengan prinsip syariah 13

17 Kegiatan Operasional Bank Umum Milik Pemerintah Dalam melakukan kegiatan usahanya bank umum melayani semua keinginan nasabah baik dalam menyimpan uang nasabah dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Menurut Kasmir (2008) kegiatan operasional bank umum meliputi : a. Menghimpun dana (Funding) b. Menyalurkan dana (lending) c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (service) Adapun Bank Umum Milik Pemerintah (BUMN) adalah: 1) PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero), merupakan bank milik pemerintah yang didirikan oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja di Purwokerto Jawa Tengah dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto. Bank BRI pada saat itu adalah suatu lembaga keuangan yang sengaja dibuat untu melayani orang-orang yang berkebangsaan Indoensia, yang sudah berdiri semenjak tanggal 16 Desember 1895 yang akhirnya dinobatkan sebagai hari milad BRI (Bank Rakyat Indonesia). Pada tanggal 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas, dimana kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 2) PT. Bank Negara Indonesia (Persero), didirikan pada tanggal 5 juli 1946, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menjadi bank pertama milik Negara yang lahir setelah kemerdekaan Indonesia. BNI sempat berfungsi sebagai bank sentral dan bank umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/1946, sebelum akhirnya beroperasi sebagai bank komersial sejak tahun PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk didirikan oleh Margono Djojohadikusumo, yang merupakan satu dari anggota BPUPKI, lalu mendirikan bank sirkulasi/sentral yang bertanggung jawab menerbitkan dan mengelola mata uang RI. 3) Bank Tabungan Negara, didirikan 09 Februari 1950 yang didirikan oleh Bapak Darmosoetanto dengan nama Bank Tabungan Pos. Kantor Tabungan Pos dibuka pada tahun 1949 yang diganti menjadi Bank Tabungan RI. Banyak kejadian bernilai sejarah sejak Perubahan nama dari Bank Tabungan Pos menjadi BTN didasarkan pada Perpu No.4 Tahun 1964 tanggal 23 Juni 1963 yang kemudian dikuatkan dengan UU No. 2 Tahun 1964 tanggal 25 Mei ) Bank Mandiri, didirikan pada tanggal 2 Oktober 1998 yang bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Ekspor Impor Indonesia (Ban Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999, dimana masing-masing bank tersebut memiliki peran yang tak terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Sampai dengan hari ini, Bank Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun memberikan kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia. 14

18 Laporan Keuangan IJBE: Integrated Journal of Business and Economics Menurut PSAK No. 1 Paragraf ke 7 (revisi 2009) menyatakan bahwa laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Munawir (2014) laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut. Sawir (2005), laporan keuangan adalah hasil akhir proses akuntansi, dimana setiap transaksi yang dapat diukur dengan nilai uang, dicatat dan diolah sedemikian rupa. Laporan keuangan dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi atau gambaran tentang perusahaan secara periodic yang dilakukan oleh pihak manajemen yang bersangkutan. Tujuan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikutip oleh Sawir (2005), adalah: a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. b. Laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama oleh sebagian besar pemakainya, yang secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu. c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang dilakukan manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. d. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan saat ini. e. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode. f. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang perubahan netto dari kekayaan sebagai hasil dari aktivitas usaha. Menurut Gitman dan Xutter (2012) Jenis jenis laporan keuangan adalah: The four key financial statements required by the SEC for reporting to shareholders are (1) the income statement, (2) the balance sheet, (3) the statement of stockholders equity, and (4) the statement of cash flows. Terdapat empat laporan keuangan utama yang dibutuhkan untuk dilaporkan kepada para pemegang saham, yaitu (1) laporan laba-rugi,(2) neraca, (3) laporan keuangan ekuitas pemegang saham, dan (4) laporan arus kas. Harahap (2009) bahwa jenis-jenis laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Daftar Neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal tertentu. 2. Perhitungan Laba/Rugi yang menggambarkan jumlah hasil, Biaya dan Laba/Rugi perusahaan pada suatu periode tertentu. 3. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana. Di sini dimuat sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode. 4. Laporan arus kas. Di sini digambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode. 5. Laporan harga pokok produksi yang menggambarkan berapa dan unsur apa yang diperhitungkan dalam harga pokok produksi suatu barang. 6. Laporan Laba Ditahan, menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. 15

19 7. Laporan perubahan modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik saham PT atau Modal dalam perusahaan perseroan. Analisis Rasio Keuangan Menurut Fahmi (2014) rasio keuangan terdiri dari : 1. Rasio Likuiditas, rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu 2. Rasio solvabilitas menggambarkan tentang kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban saat perusahaan dilikuidasi 3. Rentabilitas/Profitabilitas, rasio inimenggambarkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya (SDM, modal, kas) yang ada untuk menghasilkan laba untuk perusahaan. 4. Rasio Leverage menggambarkan tentang utang perusahaan terhadap asset atau modal. Rasio ini digunakan untuk melihat sejauh mana kemampuan perusahaan dibiayai oleh utang jika dibandingkan dengan kemampuan perusahaan jika dilihat dengan modal sendiri atau ekuitas. 5. Rasio aktivitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan operasinya seperti kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya. 6. Rasio Pertumbuhan menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisinya di dalam industri dan dalam perkembangan ekonomi secara. 7. Penilaian pasar menggambarkan situasi/keadaan prestasi perusahaan di pasar modal. 8. Rasio produktivitas menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang dinilai dengan menilai dari segi produktivitas unit-unitnya Financial Distress Financial distress atau kebangkrutan atau bangkrut sering juga disebut dengan kesulitan keuangan atau ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang yang sudah jatuh tempo. Pengelolaan kesulitan keuangan jangka pendek (tidak mampu membayar kewajiban pada saat jatuh tempo) yang tidak tepat akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable (jumlah utang lebih besar daripada jumlah aset) dan akhirnya mengalami kebangkrutan (Munawir, 2014). Darsono dan Ashari (2005) mendeskripsikan bahwa secara garis besar penyebab kebangkrutan berasal dari faktor internal seperti bagian internal manajemen perusahaan dan faktor eksternal berupa yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro. Berikut beberapa definisi financial distress yang berkaitan informasi dalam laporan keuangan menurut beberapa ahli Sri Mulyati (2017): 1. Kristijadi (2003) menyatakan financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif selama beberapa tahun dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden, pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran dividen. 2. Luciana (2006) menyatakan financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di-merger. 3. Atmini (2005) mendefinisikan financial distress jika melakukan pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran dividen. 16

20 4. Endri (2009), mengategorikan kondisi financial distress berdasarkan kriteria dari informasi Wall Street Journal Index (WSJI). debt default, yaitu terjadinya kegagalan membayar hutang atau terdapat indikasi kegagalan membayar hutang (debt default) dengan melakukan negosiasi ulang dengan kreditur atau institusi keuangan lainnya. Fachrudin (2008) kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti yaitu: a. Kegagalan Ekonomi (Economic Failure) b. Kegagalan Usaha (Business Failure) c. Insolvensi Teknis (Technical Insolvency) Menurut Permana (2007:97) membagi penyebab kebangkrutan yaitu: 1. Sektor ekonomi, dimana berawal dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga, dan devaluasi atau revaluasi mata uang asing. 2. Sektor sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun yang berhubungan dengan karyawan 3. Sektor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya yang ditanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan implementasi. 4. Sektor pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif, ekspor dan impor bisa berubah, kebijakan Undang-Undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain. 5. Sektor pelanggan/nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan nasabah bank harus melakukan identifikasi terhadap sifat nasabah atau konsumen juga menciptakan peluang untuk mendapatkan nasabah baru. 6. Sektor kreditur, dimana kekuatan terletak pada pemberian pinjaman dan penetapan jangka waktu pengembalian hutang piutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap likuiditas suatu bank. 7. Sektor pesaing/bank lain, dimana merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pinjaman kepada nasabah. 8. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar. 9. Manajemen yang tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap adaptif dan inisiatif dari manajemen. 10. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun yang sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan. 3. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu. Menurut Sugiyono (2012:13) penelitian deskriptif kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme yaitu menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka-angka dan melakukan analisa angka dengan pada populasi atau sampel tertentu. Dengan pengumpulan data menggunakan penelitian serta analisis data bersifat kuantitatif. Menurut Harun (2007:34) analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Metode analisis data digunakan dalam penelitian ini untuk memprediksi 17

21 kebangkrutan dengan menggunakan model prediksi Altman Z-Score (Mamduh dan Halim, 2009: 274) dengan rumus: Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X X5 Dimana : Z = Bunkrupcy Index X1 = Working Capital/Total Assets X2 = Retained Earnings/Total Assets X3 = Net Profit Margin Before Interest and Taxes/Total Assets X4 = Market Value of Equity /Book Value of Debt X5 = Sales/Total Asset Keterangan : X1 = Working Capital/Total Assets (Modal Kerja/Total Aset), Rasio ini digunakan untuk mengukur dan membandingkan modal kerja perusahaan dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva. Jika rasio ini negative, maka perusahaan mengalami masalah dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, namun jika rasio ini positif maka perusahaan tidak menghadapi kesulitan dalam membayar kewajibannya. Rasio Modal kerja dengan aktiva : Modal Sendiri Total Aset X2 = Retained Earning/Total Asset atau laba ditahan/total aset, Rasio laba ditahan terhadap modal aktiva ini menggambarkan jumlah keseluruhan dari pendapatan perusahaan yang diinvestasikan ke dalam perusahaan yaitu aset perusahaan yang dibiayai dengan menggunakan laba ditahan, bila perusahaan rugi maka laba ditahan akan menjadi negatif. Rasio laba ditahan dengan aset : Laba ditahan Total Aset X3 = Net Profit Margin Before Tax/total asset (laba bersih sebelum pajak/total aset), Rasio ini untuk mengukur kemampuan tingkat pengembalian/produktifitas aktiva perusahaan sebelum pembayaran pajak dengan total aktiva. Rasio ini merupakan rasio keuangan yang mengukur tingkat produktifitas perusahaan dalam menghasilkan laba. Return On Investment (ROI) = Laba Bersih sebelum pajak Total Aset X4 = Book Value of Equity/book value of debt atau Nilai pasar modal/nilai buku utang, Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar perlembar saham biasa. Nilai buku utang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. modal/nilai utang atau total hutang) : Nilai Pasar Modal Total utang 18

22 X5 = Sales/Total Asset (penjualan atau pendapatan/ total aset), Rasio ini yaitu rasio penjualan terhadap total aktiva yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan penjualan dari aktiva perusahaan yang merupakan suatu ukuran dari kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi yang kompetitif. Jika rasio ini rendah mengindikasikan bahwa pihak manajemen perusahaan kurang efektif dalam mengelola aset yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan penjualan yang lebih tinggi. Rasio perputaran aset usaha = Penjualan Total Aset Kriteria nilai Z-Score: Dengan menggunakan nilai cut off 2,675 dan 1,81 Altman membagi perusahaan berdasarkan nilai Z-score masing-masing perusahaan menjadi 3 kategori yaitu : a. Jika Z > 2,99 maka perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat atau tidak potensial bangkrut b. Jika 1, 81 < Z < 2,99 maka perusahaan dalam grey area, yaitu perusahaan mengalami masalah dalam keuangannya c. Jika nilai Z < 1,81 maka perusahaan tidak sehat atau potensial bangkrut. Adapun langkah- langkah yang dilakukan dalam proses analisis ini adalah sebagai berikut: 1. Menghitung rasio keuangan bank tiap tahunnya meliputi X1,X2,X3,X4, dan X5. 2. Menghitung nilai Z-Score ( Z= 1,2X1+1,4X2+3,3X3+0,6X4+1,0X5) 3. Menghitung masing-masing skor dengan menggunakan formula Altman Z-Score. 4. Mengategorikan masing-masing perusahaan sesuai dengan cut off yang sudah ditentukan. 5. Menarik kesimpulan kinerja keuangan bank memprediksi kebangkrutan. 4. Pembahasan Hasil Bank Umum Milik Pemerintah yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Bank Umum Milik Pemerintah (BUMN) merupakan bank yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah, dimana kegiatan utamanya adala : 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. 3. Menerbitkan surat pengakuan utang. 4. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan nasabah dan atas perintah nasabahny seperti surat wesel, obligasi, surat jaminan pemerintah dan sertifikasi Bank Indonesia. Model Altman Z-score Dalam Memprediksi Kebangkrutan Bank Umum Milik Pemerintah Jumlah perusahaan perbankan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Bank Umum Milik Pemerintah (BUMN) yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara dan Bank Mandiri, dengan Periode pengamatan selama 3 tahun yaitu dari tahun 2014 sampai dengan tahun Berdasarkan data dari laporan keuangan Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara dan Bank Mandiri (Lampiran 1), 19

23 Berikut hasil perhitungan rasio keuangan Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara dan Bank Mandiri tahun 2014, 2015 dan 2016 yang dinyatakan dalam X1, X2, X3, X4 dan X5 yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan di masa yang akan datang : Tabel 1. Hasil Perhitungan Rasio Keuangan No. Bank Tahun X1 X2 X3 X4 X5 1 Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk 2 Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk 3 Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ,12 0,11 0,04 0,40 0, ,13 0,12 0,04 0,37 0, ,15 0,12 0,03 0,33 0, ,15 0,08 0,03 0,33 0, ,15 0,08 0,02 0,23 0, ,15 0,08 0,02 0,21 0, ,08 0,04 0,01 0,21 0, ,08 0,29 0,01 0,19 0, ,09 0,04 0,02 0,21 0,02 4 Bank Mandiri (Persero) Tbk ,12 0,09 0,03 0,15 0,03 Sumber : Data diolah peneliti, ,13 0,10 0,03 0,13 0, ,15 0,09 0,02 0,01 0,02 Dalam memprediksi kebangkrutan model Altman menggunakan persamaan yaitu Z = 1,2X1 + 1,4X2 +3,3X3 +0,6X4 + 1,0X5, dengan menggunakan nilai cut off sebesar 2,675 dan 1,81 artinya jika skor yang diperoleh Bank Umum Milik Pemerintah Z >2,675, maka perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat dan tidak mengalami financial distress (tidak potensial bangkrut), jika skor 1,81< Z < 2,675, maka perusahaan dalam Grey Area artinya perusahaan mengalami masalah dalam keuangannya (tidak dapat diprediksi), jika skor Z<1,81 artinya termasuk perusahaan yang tidak sehat dan mengalami masalah financial distress (potensial bangkrut). Berikut hasil perhitungan dan persamaan model Altman untuk memprediksi kebangkrutan pada Bank Umum Milik Pemerintah tahun 2014, 2015 dan 2016 adalah : Tabel 2. Hasil Perhitungan Model Altman Z-Score No. Bank Tahun Z-Score Keterangan 1 Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk Tidak Potensial ,200 Bangkrut ,144 Tidak Potensial Bangkrut ,047 Tidak Potensial Bangkrut 2 Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk Tidak Potensial ,803 Bangkrut ,753 Grey area ,858 Grey area 3 Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ,405 Potensial Bangkrut 20

24 4 Bank Mandiri (Persero) Tbk Sumber : Data diolah peneliti, ,138 Grey area ,906 Grey area ,497 Tidak Potensial Bangkrut ,364 Tidak Potensial Bangkrut ,168 Grey area Hasil perhitungan nilai Z-score pada tabel 2 di atas dengan menggunakan persamaan model Altman dalam memprediksi kebangkrutan pada Bank Umum Milik Pemerintah yaitu PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat atau tidak potensial bangkrut, dimana nilai Z-score tahun 2014 sebesar 4,200, tahun 2015 sebesar 4,144 dan tahun 2016 sebesar 4,047 ini menunjukkan bahwa nilai Z-score berada di atas 2, 99 artinya PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk termasuk dalam perusahaan yang sehat. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, pada tahun 2014 termasuk perusahaan yang sehat atau tidak potensial bangkrut ini ditunjukkan dengan nilai Z-score sebesar 3,803, sedangkan tahun 2015 dan 2016 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berada pada kondisi grey area (tidak dapat diprediksi) dengan hasil nilai Z-score tahun 2015 sebesar 2,753 dan tahun 2016sebesar 2,858 ini menunjukkan bahwa PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk termasuk perusahaan yang tidak potensial bangkrut dan juga dapat potensial bangkrut. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk tahun 2014 dengan nilai Z-score 1,405 artinya termasuk perusahaan yang tidak sehat atau potensial bangkrut, sedangkan tahun 2015 dan 2016 PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berada pada kondisi grey area (tidak dapat diprediksi) dengan hasil nilai Z-score tahun 2015 sebesar 2,138 dan tahun 2016 sebesar 1,906 ini menunjukkan bahwa PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk termasuk perusahaan yang tidak potensial bangkrut dan juga dapat potensial bangkrut. PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, tahun 2014 dan tahun 2015 masuk dalam kategori perusahaan sehat atau tidak potensial bangkrut dengan nilai Z-score tahun 2014 sebesar 3,497 dan tahun 2015 sebesar 3,364, sedangkan pada tahun 2016 berada pada posisi grey area (tidak dapat diprediksi) ini menunjukkan bahwa PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk termasuk perusahaan yang dapat potensial bangkrut dan juga tidak potensial bangkrut. Prediksi kebangkrutan terhadap perusahaan Bank Umum Milik Pemerintah yang mengakibatkan perusahaan potensial bangkrut karena perusahaan mengalami penurunan laba bersih dan tidak mampu membayar utang jangka panjang perusahaan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Elloumi dan Gueyie dalam Parulian (2007), potensial bangkrut dapat disebab juga oleh ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo dan manajemen tidak bisa menggunakan modal kerja secara efektif. Nilai rasio solvabilitas dan rasio profitabilitas perusahaan yang rendah dapat mengakibatkan perusahaan potensial bangkrut disebabkan oleh menurunnya kondisi keuangan yang dialami perusahaan yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi. Menurut Munawir (2014:56) pengelolaan kesulitan keuangan jangka panjang (tidak mampu membayar kewajiban pada saat jatuh tempo) yang tidak tepat akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable 21

25 (jumlah hutang lebih besar daripada jumlah aset) dan akhirnya mengalami kebangkrutan. Kemampuan Bank Umum Milik Pemerintah dalam membayar kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang dengan menggunakan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan di masa yang akan datang dan perusahaan dapat terhindar dari kondisi potensial bangkrut. 5. Kesimpulan 1. Perusahaan yang termasuk dalam perusahaan sehat atau tidak potensial bangkrut adalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tahun 2014 dengan nilai Z-score 4,200, tahun 2015 nilai z-score sebesar 4,144 dan tahun 2015 dengan nilai Z-score 4,047. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Tahun 2014 dengan nilai Z-score sebesar 3,803 dan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk tahun 2014 dan 2015 dengan nilai Z-score sebesar 3,497 dan 3, Perusahaan yang termasuk dalam kategori perusahaan tidak sehat atau potensial bangkrut adalah PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk pada tahun 2014 dengan nilai Z-score kurang dari 1,81 yaitu sebesar 1, Perusahaan yang termasuk dalam Grey Area (tidak dapat diprediksi) adalah PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk tahun 2015 dengan nilai Z-score 2, 753 dan tahun 2016 dengan nilai Z-score 2,858. PT Bank Tabungan Negara pada tahun 2015 dan 2016 dengan nilai Z-score 2,138 dan 1,906. dan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk tahun 2016 yang menunjukkan nilai Z-score sebesar 2, 168. Referensi Beaver, William H. (1966). Financial Ratios as Predictors of Failure. Journal of Accounting Research, Supplement Darsono dan Ashari. (2005). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Andi Publisher Elloumi, F. and Gueyie, J.P. (2001). Financial Distress and Corporate. Governance: An Empirical Analysis. Corporate Governance. Universitas Sumatera Utara Fachrudin. Amalia, K. (2008). Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Pesonal. Medan: USU Press Fahmi, I. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta Gitman dan Xutter. (2012). Principle of Managerial Finance. 13th Edition. Global Edition: Pearson Eduaction Limited Halim. et al. (2009). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Harahap, S. S. (2011). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta : Raja Grafindo Persada Harun. (2007). Statistika Sosial. Bandung:Program Pascasarjana UNPAD 22

26 Jumingan. (2006). Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Pertama, Jakarta: PT Bumi Aksara Kasmir. (2008). Manajemen Perbankan. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Martono dan Harjito, A. (2010). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Ekonesia Munawir, S. (2005). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Munawir, S. (2014). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007 Tentang Bank Umum Permana, Y. (2009). Implementasi Metode X-Score dan Y-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan : Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur DI BEI Periode Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang Sartono, A. (2012). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta. Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan UU RI No.4 Tahun 1998 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran kewajiban Zu amah, S. (2005). Perbandingan Ketepatan Klasifikasi Model Prediksi Kepailitan Berbasis Akrual dan berbasis Aliran Kas. SNA VIII, hal

27 Analysis of Factors Affecting Economic Growth in Bangka Belitung Province, Indonesia With LSDV and FGLS Methods Darman Saputra Departement of Management, Faculty of Economics, University of Bangka Belitung Abstract The Least Square Dummy Variable (LSDV) method can be used to estimate parameters in the panel data regression model incomplete one-way fixed effect. To produce the best model with GDP data of GRASB. Variables that do not occur heteroscedasticity and models that meet the smallest sum square of error is the variable Mining and Processing Industry, this variable affects the per capita income. The Feasible Generalized Least Square (FGLS) method can be used to estimate the regression parameters for incomplete panel data for a one-way random effect. In this model produce the best model with non-oil and gas GRDP data. The variables that fulfill it are the processing Industry, service and agriculture of Forestry and Fishery. Therefore looking at the above model can be concluded non-oil and Gas GRDP has three factors that affect per capita income in Bangka Belitung. This should be a reference of local governments to further improve the quality or production in agriculture and services because this potential is more promising for the future. Software used to analyze data in this paper is with R. Keywords: Heteroscedasticity, Panel data is not complete, Least Square Dummy Variable (lsdv), Feasible Generalized Least Square (FGLS), R. 1. Pendahuluan Pembangunan daerah harus sesuai dengan kondisi potensi serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka pemanfaatan sumber daya yang ada menjadi kurang optimal. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. (Prishardoyo, 2008). Data panel memiliki banyak kelebihan yang terdiri dari data yang lebih informatif (bervariasi, lebih besar dan efisien), mendalami efek-efek ekonomi yang tidak dapat diperoleh jika hanya menggunakan data time series atau cross section saja (Hsiao, 1986). Data panel disebut tidak lengkap (unbalanced panel data) jika jumlah observasi berbeda untuk unit cross-section atau dengan kata lain ada data atau nilai yang hilang (missing value). Secara singkat : { xit, yit} untuk i = 1,2,..,N ; t = 1,2,...,T atau T 1 = T 2 =... = T N sehingga banyaknya keseluruhan observasi data panel adalah N Ti. i 1 Heteroskedastisitas dalam model panel merupakan suatu keadaan atau fenomena penyimpangan asumsi dimana variansi dari masing-masing komponen uit adalah suatu konstanta yang bernilai tidak sama atau lebih sering dikenal dengan nama homoskedastisitas. Komponen u sendiri memiliki dua komponen yang mempengaruhi model panel tersebut it yaitu ui yang merupakan efek khusus individual yang tidak tampak dan komponen galat vit 24

28 yang merupakan nilai nilai galat dari model panel linear untuk semua observasi unit crosssectional untuk semua periode (Baltagi, 2005). Didalam penulisan ini, permasalahan yang akan dibahas difokuskan pada pembentukan model data panel tidak lengkap (unbalanced panel data) : Satu arah (one-way) pada fixed effect menggunakan Least Square Dummy Variable (LSDV) dan pada random effect menggunakan Feasible Generalized Least Square (FGLS). 2. Kajian Pustaka Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah fenomena penyimpangan asumsi dimana variansi dan masing masing komponen galat u it (bersyarat terhadap pemilihan prediktor) merupakan suatu konstanta yang bernilai tidak sama. Nama lain untuk heteroskedastisitas adalah variansi galat yang tidak konstan. Dalam konteks model panel linear, diasumsikan sedemikian sehingga variansi dari masing-masing galat u it (bersyarat terhadap pemilihan prediktor) merupakan suatu konstanta yang bernilai sama. Keadaan ini disebut dengan homoskedastisitas. Teori Hipotesis Pengujian terdapat atau tidaknya data yang bersifat heteroskedastisitas dapat mengunakan uji White. Dalam uji White, diuji hipotesis null H 0 : asumsi homoskedastisitas dari komponen error terpenuhi versus H 1 : error bersifat heteroskedastisitas. Model Regresi Data Panel Tidak Lengkap Didefinisikan model regresi untuk data panel tidak lengkap yaitu : y 0 X, u k it k it k it k 1 dengan komponen error uit satu arah didefinisikan : uit i vit dan komponen error uit dua arah didefinisikan : uit i t vit dimana i = 1,2,...N ; t = 1,2,...T i ; k = 1,2,...K. Estimasi Parameter Data Panel Tidak Lengkap Fixed Effect Satu Arah dengan Least Squeare Dummy Variable (LSDV) Pada model ini mengasumsikan intersep bervariasi antar individu maupun antar waktu, sedangkan slope-nya konstan. Sehingga dapat dibentuk menjadi dua model, yaitu model efek individu dan model efek waktu. Untuk perbedaan intersep-nya digunakan varaiabel dummy. Model Efek Individu Pada model efek individu, intersep diperbolehkan berbeda antar individu, sedangkan slopenya diasumsikan bersifat konstan. Sehingga dalam model ini variabel dummy hanya berperan untuk penggolongan unit individu. yit 0 Xit i vit dengan i = 1,2,...,N ; t = 1,2,...Ti dan n = N Ti atau jika dinyatakan dalam bentuk matriks adalah : n 0 i 1 Y X M v. Model Efek Waktu Pada model efek waktu intersep diperbolehkan berbeda antar unit waktu dan slope-nya diasumsikan konstan. Sehingga variabel dummy dalam model ini hanya berperan dalam penggolongan waktu. Model data panel tidak lengkap waktu adalah sebagai berikut : 25

29 y X u v dengan i = 1,2,...,N ; t = 1,2,...,Ti dan it 0 it t it bentuk matriks : Y n 0 X M v. N n T atau jika ditulis dalam i 1 i Random Effect Satu Arah dengan Feasible Generalized Least Square (FGLS) Pada model data panel, efek dari level berasal dari individu dan waktu. Oleh karena itu individu dan waktu dipilih secara random, maka efek dari individu dan waktu diasumsikan suatu variabel acak akan dilihat variabilitas masing-masing efek. Dengan demikian, pada model efek random perbedaan karakteristik individu dan waktu terletak pada error dari 2 model. Diasumsikan bahwa komponen error i~ IID(0, ) dan komponen error v it ~ IID 2 (0, v ). Didefinisikan model regresi untuk data panel tidak lengkap : K y X u it 0 k it, k it k 1 u i vit uit dengan : it dengan i = 1,...N ; t = 1,...T i dan k = 1,...,K dimana komponen error merupakan komponen error satu arah. Data dan Variabel Studi kasus ini menggunakan data yang dikumpulkan dari BPS Provinsi Bangka Belitung yaitu terdiri dari pendapatan per kapita, jumlah penduduk, kemiskinan, PDRB MIGAS (industri pengolahan, pertambangan dan listrik,gas dan air) dan Penduduk sedangkan untuk PDRB NON MIGAS (pertanian, perternakan, kehutanan dan perikanan (PPKP), perdagangan, hotel dan restaurant (PHR), idustri pengolahan dan jasa-jasa) dan Penduduk. 3. Metode Penelitian Effect Model pada Data Panel Suatu effect dikatakan fixed effect, jika level dari faktor-faktornya dipilih tertentu berdasarkan keinginan peneliti dari populasi yang ada. Pada model data panel, effect dari level-level antara lain berasal dari individu dan waktu. Oleh karena individu dan waktu yang dipilih tersebut. Random Effect Model pada Data Panel Sedangkan suatu effect disebut random effect, jika level dari faktor-faktornya dipilih secara acak dari populasi level yang ada. Effect dari level-level antara lain dari individu dan waktu. Oleh karena itu individu dan waktu dipilih secara random maka effect dari individu dan waktu diasumsikan suatu variabel acak dan akan dilihat variabilitas masing-masing effect. Ordinary Least Square (OLS) Model linear statistik: y = β 1 X 1 + β 2 X β 2k X k + u. Dengan sejumlah n data observasi maka model linear ini dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut: y 1 y 2 Generalized Least Square (GLS) β 1 β 2 u 1 x 11 x 1k u ( ) = ( 2 ) ( ) + ( x y 1t x ) tk t β t u t Sehingga model ini dapat disederhanakan sebagai y = Xβ + u 26

30 Pada penaksiran OLS, asumsi-asumsi yang digunakan dalam model regresi linear Y X u adalah E (u) = 0 dan Var (u) = 2 I. Asumsi variansi error 2 I disebut asumsi error spherical, yakni error tidak berkorelasi dan mempunyai variansi yang sama (pada diagonal utama terdapat entri yang sama). Namun tidak tertutup kemungkinan variansi tidak sama atau dengan kata lain terjadi heteroscedastic, sehingga dapat dinyatakan bahwa 2 Var (u) =. 4. Hasil dan Pembahasan Analisis Data Fixed Effect Untuk mengilustrasikan komponen model panel dengan R, model-model panel yang akan diestimasi sebagai berikut: Model II: Pendapatan = b 1 IDP + b 2 Pertambangan + b 3 Kemiskinan + b 4 Penduduk + c i + dt + Ԑ i,t Analisis Model Fixed Effect Tabel 1. Uji Haussman Model e-13 Hipotesis H 0 ditolak, Sumber: Data diolah peneliti, 2017 digunakan efek tetap Tabel 2. Uji Breusch-Pagan Model 2 H 0 :c i =0,d t = e- 14 H 0 ditolak, ada efek dua arah. H0:c i = e- 15 H 0 ditolak, ada efek individu Ho:d t = H 0 diterima, tidak ada efek waktu. Sumber: Data diolah peneliti, 2017 Dari hasil uji Hausmann dan Breusch-Pagan di atas, dapat disimpulkan bahwa model-model berikut akan diestimasi. Model 2: Model efek tetap, dengan efek individu Pendapatan = b 1 IDP + b 2 Pertambangan + b 3 Kemiskinan + b 4 Penduduk + c i + dt + Ԑ i,t Heteroscedasticity Robust Covariance Estimator Model 2: Pendapatan = b 1 IDP + b 2 Pertambangan + b 3 Kemiskinan + b 4 Penduduk + c i + dt + Ԑ i,t Test of coefficients: Estimate Std. Error t value Pr(> t ) IDP ** Kemiskinan *** Penduduk e-05 *** Pertambangan *** 27

31 Signif. codes: 0 '***' '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1 Dalam model ini tidak terdapat heteroskedatisitas karena semua variabel independen menunjukkan p-value lebih kecil dari tingkat siginfikan α = Analisis Data Random Effect Tabel 3. Uji Hausmann Model Hipotesis H 0 Sumber: Data diolah peneliti, 2017 diterima, digunakan efek random Tabel 4. Uji Breusch-Pagan Model 3 H 0 :c i =0,d t = e- 08 H0:c i = e- 09 H 0 ditolak, ada efek dua arah. H 0 ditolak, ada efek individu Ho:d t = H 0 diterima, tidak ada efek waktu. Sumber: Data diolah peneliti, 2017 Dari hasil uji Hausmann dan Breusch-Pagan di atas, dapat disimpulkan bahwa model-model berikut akan diestimasi. Model efek random, dengan efek individual Pendapatan = b 1 IDP + b 2 Jasa + b 5 PPKP + c i + dt + Ԑ i,t Estimasi Model Berdasarkan hasil uji Hausman dan Breusch-Pagan menjelaskan hanya terdapat pada model 3 yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Model 3 mempunyai efek random dengan efek tetap dimana variabel independennya adalah IDP, Jasa dan PPKP. Berdasarkan hasil analisis data untuk model 3, diperoleh hasil pengujian berikut. Effects: var std.dev share idiosyncratic 5.582e e individual 9.723e e theta: Residuals : Min. 1st Qu. Median 3rd Qu. Max. 28

32 Coefficients : Estimate Std. Error t-value Pr(> t ) (Intercept) e e ** IDP e e e-07 *** Jasa e e e-07 *** PPKP e e e-05 *** Signif. codes: 0 '***' '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1 Total Sum of Squares: e+15 Residual Sum of Squares: e+14 F-statistic: on 3 and 52 DF, p-value: < 2.22e-16 Hasil dari perhitungan estimasi ini dapat disimpulkan bahwa semua independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Variabel IDP, Jasa, PPKP p-value lebih kecil dari tingkat signifikan α = Uji Diagnostik Tabel 5. Uji Korelasi Serial Model p-value Kesimpulan Model H 0 ditolak, terdapat korelasi serial Sumber: Data diolah peneliti, 2017 Hasil perhitungan statistik diatas menunjukkan terdapat korelasi serial pada komponen galat. Model 3 tersebut menunjukkan p-value yang lebih besar dari tingkat signifikansi = Pemilihan Model Terbaik Studi kasus ini bertujuan untuk melihat tingkat pengaruh pendapatan per kapita terhadap variabel-variabel fixed effect terdiri dari PDRB Migas dan random effect terdiri dari PDRB Non Migas. Perbandingan setiap model diambil dari setiap hasil estimasi model yang terbaik. Penjelasan variabel-variabel apa saja yang berpengaruh terhadap pendapatan per kapita di provinsi Bangka Belitung akan dijelaskan pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Hasil Perbandingan Fixed Effect dan Random Effect Nama Variabel Model Total Sum of Residual Sum of dilihat dari PDRB Squares Squares Migas dan Non Migas Idp, Pertambangan Fixed effect e e+13 Idp, Jasa, PPKP Random effect e e+14 Sumber: Data diolah peneliti,

33 Melihat hasil tabel di atas model random effect memiliki variabel yang paling banyak berpengaruh terhadap pendapatan per kapita atau pertumbuhan ekonomi di provinsi Bangka Belitung yaitu Industri pengolahan, Jasa-jasa dan Pertanian Peternakan Kehutanan Perikanan, sedangkan model fixed effect hanya dipengaruhi oleh Industri pengolahan dan Pertambangan. Dengan demikian PDRB Non Migas seharusnya lebih diperhatikan dan ditingkatkan hasilnya secara maksimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung. 5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari pembahasan penelitian ini dapat dsimpulkan bahwa metode Least Square Dummy Variable (LSDV) dapat digunakan untuk menaksir parameter pada model regresi data panel tidak lengkap fixed effect satu arah. Untuk menghasilkan model terbaik dengan data PDRB Migas. Variabel yang tidak terjadi heteroskedastisitas dan model yang memenuhi sum square of error yang terkecil adalah variabel Pertambangan dan Industri Pengolahan, variabel ini berpengaruh terhadapat pendapatan per kapita. Oleh karena itu melihat model di atas dapat dsimpulkan PDRB Non Migas memiliki tiga faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita di Bangka Belitung. Hal ini seharusnya menjadi acuan pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan kualitas atau produksi dibidang pertanian dan jasa-jasa karena potensi ini lebih menjanjikan untuk masa yang akan datang. Saran Beberapa saran yang bermanfaat untuk menindaklanjuti penelitian ini adalah perlunya dipelajari metode lain dalam penaksiran parameter pada model regresi untuk data panel tidak lengkap, antara lain metode penaksiran yang menggunakan efek dua arah, Maximum Likelihood dan Restricted Maximum Likelihood. Referensi Baltagi. H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data. 3 rd ed. John Wiley & Sons Ltd, Chichester. Baltagi. H., Seuck H.Song. (2006). Unbalanced Panel Data : A Survey, Statistical Paper 47, BPS.Bangka Belitung.(2015). Data Pertumbuhan Ekonomi di Bangka Belitung Gujarati. D.(1978), Ekonometrika Dasar (terj.dra.ak.sumarno Zain, MBA). Jakarta : Erlangga Greene. W. (2003). Econometic Analysis. 5 th ed. Prentice Hall, New Jersey. Irmaningtiyas. Widya.(2014). Estimasi Parameter Model Data Panel Dinamik dengan Kovariat Menggunakan Metode Arellano-Bonal, Tesis, FMIPA, Yogyakarta Malau, A. (2008). Heteroskedastisitas Dalam Model Panel Fixed Effect Untuk Komponen Galat Cross-Section, Skripsi, FMIPA, Yogyakarta 30

34 Prishardoyo. Bambang.(2008), Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pati ( ), Jurnal Ekonomi, FE, Semarang Rosadi. D. (2012). Diktat Kuliah Analisis Data Panel. Jurusan Matematika, FMIPA UGM. 31

35 The Role of Ratio Profits as The Improvement of Realization of KPR BTN Credit on PT. Bank Saving Country (Persero) Tbk. Achmad Fauzi University of BSI Bandung Abstract Mortgages are used as credit services provided by banks to customers who want a special loan to meet the needs in the construction of houses or home renovations that must be in accordance with the procedures that have been specified as a condition of completeness of KPR. Data collection methods in the preparation of this research is a qualitative research method with one case study in calculating the profit generated by Bank BTN (Bank Tabungan Negara) can be calculated by using the ratio. One of the ratios used is the profitability ratio. In the ratio of profitability there are ratios such as: ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), NIM (Net Interest Margin), and BOPO (Operational Cost). To find out the ROA (Return On Asset) ratio, net income after tax and income is required. As for calculating ROE (Return On Equity) ratio required net income after interest and taxes and capital. And for NIM (Net Interest Margin) ratio required total net profit after tax and income, while BOPO (Operational Cost) required operational and operational income. Analysis of financial statements is very important to do because at this stage the financial statements that have been calculated on the ratio already described, the ratio results obtained by PT. Bank BTN (Bank Tabungan Negara) may be decided to comply with the provisions of the BI standard provisions. Keywords: Credit Realization, KPR, Rentability Ratio 1. Pendahuluan Bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotif profit juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja (Hasibuan, 2005:2). Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan (Lukman, 2009:14). Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya (Kasmir, 2012:24). Salah satu fungsi bank adalah menyalurkan kredit baik kepada perorangan maupun badan usaha. Pemerintah sangat mendorong, mendukung dan membantu kepada sector UKM (usaha Kecil Menengah atau istilah asing SME Small Medium Entrerprise ), agar UKM menjadi penopang tatanan perekonomian Indonesia. Artinya Pemerintah menginginkan agar perekonomian Indonesia berkembang terutama melalui sector UKM (Maryanto, 2011:3). Kredit sebagai penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak peminjam untuk melunasi utangnya 31

36 IJBE: Integrated Journal of Business and Economics setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Menurut Sigit dan Totok (2006:114) Kredit nasabah berdasarkan kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Kredit merupakan suatu reputasi yang dimiliki seseorang yang memungkinkan ia bisa memperoleh uang, barang-barang atau tenaga kerja, dengan jalan menukarkannya dengan suatu perjanjian untuk membayarnya disuatu waktu yang akan datang (Firdaus dan Ariyanti, 2009:2). KPR atau Kredit Pemilikan Rumah merupakan salah satu jenis pelayanan kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabah yang menginginkan pinjaman khusus untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan rumah atau renovasi rumah (Hardjono, 2008:25). KPR suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah (Bank Indonesia, 2011). KPR merupakan salah satu bentuk dari kredit konsumer yang dikenal pula dengan housing loan, pemberian fasilitas ini untuk konsumen yang memerlukan papan, digunakan untuk kepentingan pribadi keluarga atau rumah tangga, tidak ditujukan untuk yang bersifat komersial dan tidak memiliki pertambahan nilai barang atau jasa di masyarakat (Nasrun, 2012:14). Laporan keuangan merupakan laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, terutama pihak di luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.. Soemarso (2005:34). Laporan keuangan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktifitas perusahaan (Sundjaya, 2006:47). Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009:1) 2. Kajian Pustaka Analisis rasio rentabilitas merupakan suatu rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi usaha untuk memperoleh laba semaksimal mungkin (Jumingan, 2011:122). Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Prastowo, 2008:90). Rentabilitas adalah hasil perolehan dari investasi (penanaman modal) yang dikatakan dengan persentase dari besarnya investasi (Veithzal. dkk., 2007:720) Menurut Veithzal. dkk. (2007:720) Faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen berikut: 1. ROA (Return On Asset ) ROA (return on asset) adalah kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya. Rasio ini dapat di bandingkan dengan tingkat bunga bank yang berlaku. Rumus yang dipergunakan adalah: 32

37 Laba sebelum pajak ROA = x 100 % Rata-rata total asset Semakin besar ROA, berarti semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dari semakin baiknya posisi bank dari segi penggunaan assetnya. 2. ROE ( Return On Equity) Merupakan indikator yang sangat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Rumus yang digunakan adalah: Laba setelah pajak ROE = x 100 % Rata-rata Equity Apabila terjadi kenaikan dalam rasio ini, berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan kenaikan ini menyebabkan naiknya harga saham bank, yang akan membuat para pemegang sahan bank dan para investor di pasar modal ingin membeli saham bank tersebut. 3. NIM (Net Interest Margin) Rasio ini menunjukan kemampuan earning assets dalam menghasilkan pendapatan bunga. Rumus yang digunakan adalah: Pendapatan Bunga Bersih NIM = x 100 % Rata-rata Aktiva Produktif NIM harus cukup besar untuk menutupi kerugian-kerugian pinjaman, kerugian-kerugian sekuritas dan pajak untuk dijadikan profit dan meningkatkan pendapatan. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan studi kasus, dengan objek penelitian adalah persepsi informan Accounting, Finance, Treasury, dan Marketing. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengambilan informasi, obyek penelitian di ambil sesuai dengan kriteria data yang diperlukan dan di butuhkan oleh peneliti sendiri. Dimana kriteria tersebut menjadi sebuah sampel dalam penelitian sebagai berikut: Pengambilan sampel yang memperhatikan pertimbangan unsur-unsur atau kategori dalam populasi penelitian. Seperti Aspek Keuangan, yaitu meliputi perhitungan ROA, Laba Sebelum pajak, Rata- rata total asset. ROE yang merupakan indikator yang sangat penting untuk para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih. NIM (Net Interest Margin), menunjukkan kemampuan earning asset dalam menghasilkan pendapatan bunga, dimana indikator yang 33

38 dibutuhkannya adalah pendapatan bunga bersih, dan rata- rata aktiva produktif. BOPO, perbandingan antara biaya variabel operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasional, indikator yang dibutuhkan antara lain, total beban operasional dan total pendapatan operasional. Teknik Analisis Data Pengambilan sampel dengan menetapkan ciri yang sesuai dengan tujuan. Seperti aspek teoritis, yang meliputi keterkaitan obyek yang diteliti dengan teori - teori perpajakan yang berlaku untuk menghindari kesalahan penyajian. Data Rekap laporan keuangan pada bank BTN. Melakukan Grand Tour dengan cara wawancara kepada bagian Finance, Treasury, Accounting dan Manager.Hal ini dilakukan sebagai salah satu sahnya persyaratan dalam metodologi penelitian kualitatif dengan studi kasus. Teknik sampel digunakan adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dimana kriteria tersebut menjadi sebuah sampel dalam penelitian sebagai berikut : 1. Data perusahaan yang meliputi laporan keungan laba/rugi, Neraca, dan laporan posisi keuangan bank BTN 2. Data laporan keuangan Laporan keuangan Mewawancarai staf perusahaan yang berkaitan langsung dengan peneliti seperti bagian Accounting, finance, Treasury, Manager. 4. Pembahasan Hasil Penelitian dilakukan pada bagian Accounting, Finance, Treasury, dan Marketing pada bank BTN (Persero), Tbk. Intervensi peneliti terhadap jawaban informan dihindari sehingga diperoleh pendapat yang asli. Sebanyak 10 informan yang diwaancarai mengenai persepsi mereka mengenai Kredit KPR. Laporan Keuangan yang terkait dengan rasio Rentabilitas. Rangkuman jawaban informan dikelompokkan menjadi 5 bahagian yaitu: perhitungan realisasi kredit, perhitungan rasio rentabilitas yang terdiri atas: ROA (Return On Asset), ROE (Return on Equity), NIM (NET Interest Margin) dan BOPO (By Operasional), Realisasi Kredit Tabel 1. Realisasi Kredit Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015 (Dalam Persentase) Keterangan 2013 Naik Turun 2014 Naik Turun 2015 Naik Turun Konsumer 106% % - 33% % 58.39% - Komersial 76% % - 16% 89.74% 29.74% - Realisasi 90% % - 23% 92.83% 25.83% - 34

39 Kredit Sumber: Data diolah, 2017 Berdasarkan tabel III.1 diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 realisasi kredit senilai 90%, dan terjadi penurunan sebesar 23% pada tahun 2014 sehingga realisasi kredit di tahun 2014 senilai 67%. Pada tahun 2015 terjadi kenaikan realisasi kredit sebesar 25.83% sehingga realisasi kredit di tahun 2015 senilai 92.83%. ROA (Return On Asset) Tabel 2. Rasio ROA (Return On Asset) Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015 (Dalam Milliaran Rupiah) Komponen Rasio ROA (Return On Asset) Laba sebelum pajak Rata-rata Total Asset Total ROA (dalam %) 1.63 % 1.07 % 1.47 % Sumber : Data diolah, 2017 Dari tabel diatas juga dapat diketahui Total Aset terbesar Bank BTN terdapat pada tahun 2015 yaitu sebesar , sedangkan Total Aset terendah Bank BTN terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar Dari tabel diatas juga dapat diketahui besarnya ROA Bank BTN pada periode 2013 sampai dengan 2015, dan diketahui ROA terbesar Bank BTN terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar 1.63 %, sedangkan ROA terendah Bank BTN terdapat pada tahun 2014 yaitu sebesar 1.07 %. ROE ( Return On Equity) Tabel 3. Rasio ROE (Return On Equity) Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015 ( Dalam Milliaran Rupiah ) Komponen Rasio ROE (Return On Equity) Laba setelah pajak Rata-rata Equity Total ROE (dalam %) 12.50% 9.13 % % Sumber: Data diolah, 2017 Dari tabel diatas juga dapat diketahui Rata-rata Equity terbesar Bank BTN terdapat pada tahun 2015 yaitu sebesar , sedangkan Rata-rata Equity terendah Bank BTN terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar Dari tabel diatas juga dapat diketahui besarnya ROE Bank BTN pada periode 2013 sampai dengan 2015, dan diketahui ROE terbesar Bank BTN terdapat pada tahun 2015 yaitu sebesar %, sedangkan ROE terendah Bank BTN terdapat pada tahun 2014 yaitu sebesar 9.13 %. 35

40 NIM (Net Interest Margin) IJBE: Integrated Journal of Business and Economics Tabel 4. Rasio NIM (Net Interest Modal) Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015 ( Dalam Milliaran Rupiah ) Komponen Rasio NIM (Net Interest Margin) Pendapatan bunga bersih Rata-rata Aktiva Produktif Total NIM (dalam %) 5.45 % 4.45 % 5.14 % Sumber: Data diolah, 2017 Dari tabel diatas juga dapat diketahui Rata-rata Aktiva Produktif tebesar Bank BTN terdapat pada tahun 2015 yaitu sebesar , sedangkan Rata-rata Aktiva Produktif terendah Bank BTN terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar Dari tabel diatas juga dapat diketahui besarnya NIM Bank BTN pada periode 2013 sampai dengan 2015, dan diketahui NIM terbesar Bank BTN terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar 5.45 %, sedangkan NIM Bank BTN terendah terdapat pada tahun 2014 yaitu sebesar 4.45 %. BOPO (Biaya Operasional) Tabel 5. Rasio BOPO (Beban Operasional) Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015 ( Dalam Milliaran Rupiah ) Komponen Rasio BOPO (Biaya Operasional) Total Beban Operasional Total Pendapatan Operasional Total BOPO (dalam %) % % % Sumber: Data diolah, 2017 Dari tabel diatas juga dapat diketahui Total Pendapatan Operasional tebesar Bank BTN terdapat pada tahun 2014 yaitu sebesar , sedangkan Total Pendapatan Operasional terendah Bank BTN terdapat pada tahun 2015 yaitu sebesar Dari tabel diatas juga dapat diketahui besarnya BOPO Bank BTN pada periode 2013 sampai dengan 2015, dan diketahui BOPO terbesar Bank BTN terdapat pada tahun 2014 yaitu sebesar %, sedangkan BOPO Bank BTN terendah terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar %. Analisa Perkembangan Pada analisa perkembangan kinerja laporan keuangan periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015 pada PT. Bank BTN dapat dilihat pada tabel rasio sebagai berikut: Tabel 6. Perkembangan Rasio Rentabilitas Menurut Standar BI Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015 (Dalam milliaran rupiah ) 36

41 Rasio Tahun Standar BI ROA 1.63% 1.07% 1.47% 0,5%-1,25% ( jika hasil rasio ini lebih tinggi maka dikatakan perolehan laba sangat tinggi). ROE 12.50% 9.13% 13.08% 5%-12,5% ( jika hasil rasionya di lebih besar maka dikatakan perolehan laba sangat tinggi). NIM 5.45% 4.45% 5.14% 1,5%-2% ( jika hasil rasio ini diatasnya maka dikatakan margin bunga bersih sangat tinggi). BOPO 82.19% 89.19% 85.53% 94 % (jika hasil rasio ini dbawahnya maka dikatakan semakin efisien biaya operasional bank). Sumber : Laporan Tahunan PT.Bank BTN ( Bank Tabungan Negara ) Ket Perolehan laba sangat tinggi Perolehan laba sangat tinggi Margin bunga bersih sangat tinggi Biaya operasional sangat tinggi 5. Kesimpulan Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :Semakin meningkatnya rentabilitas maka semakin baik perusahaan dalam memperoleh kenaikan laba bersih dan semakin baik pula perusahaan dalam pemberian kredit.semakin rendahnya biaya operasional perusahaan, maka semakin efisien bank dalam kegiatan operasionalnya.keberhasilan bank BTN pada tahun 2013 sampai dengan 2015 dapat dikatakan berhasil karena kondisi rentabilitas dan realisasi kredit yang meningkat sesuai dengan ketetapan SE BI No. 6/23/DPNP 2004.Dalam segi KPR (Kredit Pemilikan Rumah), bank BTN mampu menjadi pesaing dalam dunia perbankan. Referensi Arianti, M. dan Firdaus, R. (2009). Manajemen Perkreditan Bank Umum. Alfabeta Budisantoso, T dan Sigit. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat Haroen, N. (2012). Pembiayaan Musyarakah dari segi KPR. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Hasibuan, M. SP Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT. Bumi Aksara Ikatan Akuntansi Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Indonesia. Jakarta: Salemba Empat Jumingan. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara 37

42 Kasmir. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Muljono, P. T. (2007). Manajemen Perkreditan bagi Bank komersil. Yogyakarta: Liberty Prastowo, D. (2008). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan YKPN Rivai, V. (2007). Bank dan Financial Institution Management. Jakarta: PT. Raja Grafindo Sastrohamidjojo, H. (2008). Mudah Memiliki Rumah Idaman Lewat KPR. Jakarta: Galang Press Supriyono, M. (2011). Buku Pintar Perbankan. Jakarta: Andi Publisher 38

43 Contribution Linkage and Role of Village Apparatus in Village Finance Management to Achieve Accountability of Village Revenue Expenditure Budget Karmawan 1 and Dony Yanuar 2 1 Departement of Accountancy, Faculty of Economic, University of Bangka Belitung 2 Department of Management, Faculty of Economic, University of Bangka Belitung Karmawan77@gmail.com Abstract This Empirical Research aims to look at the contribution and role of Management Village Finance by village apparatus, overall activities including planning, Implementation, administration, reporting and accountability of village finances and Funds Villages sourced from the State Revenue and Expenditure Budget are designated For villages transferred through the District / City Revenue and Expenditure Budget And used to finance the administration, development, Community development, and community empowerment based on Ministerial Regulation Internal Affair of Ministry Number 113 of The results of this study are expected to contribute to the device Village in district of West Bangka Regency about Strategies to create financial statements and manage a good budget, deliver Training on information technology for village apparatus, training documenting ways and orderly administration and ways of making numbers/codes and codes Documents / archives and others. The population in this study is all of the villages in Mentok and Parit Tiga District of West Bangka Regency while the sample in this study are geographically located villages in Mentok and Parit Tiga Districts of West Bangka Regency. This study uses Primary Data in the form of interviews and Secondary Data taken directly from Object of Research with statistics test. Descriptive and Quantitative Test Correlation (relationship) with Pearson Correlation between research variable. Keywords: Contributions, Role of Village Apparatus, Village Finance Management, Accountability, Village of Revenue and Expenditure Budget. 1. Pendahuluan Proses Pengelolaan Keuangan Desa merupakan rangkaian keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa dan Dana Desa yaitu dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 113 tahun 2014 terutama implementasinya pada beberapa desadesa yang ada di Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga di Kabupaten Bangka Barat. Banyak pendapat dan persepsi dari Masyarakat awam biasanya mendeskripsikan Desa identik dengan masyarakatnya yang miskin, tradisionalis, dan kurang terpelajar, namun sebenarnya desa mempuyai keluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa adalah pelopor sistem demokrasi 39

44 yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini pembangunan desa masih dianggap seperempat mata oleh pemerintah. Desa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asalusul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat tempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam persepktif sosiologis, desa adalah komunitas yang menempati wilayah tertentu dimana warganya saling mengenal satu sama lain dengan baik, bercorak homogen, dan banyak tergantung pada alam (Anwar dan Jatmiko, 2010). Peraturan memberikan landasan bagi semakin otonomnya desa secara praktek, bukan hanya sekedar normatif. Dengan adanya pemberian kewenangan pengelolaan keuangan desa (berdasarkan Permendagri 37/ 2007) dan adanya alokasi dana desa (berdasarkan PP 72/2005), seharusnya desa semakin terbuka (transparan) dan responsibel terhadap proses pengelolaan keuangan. Dalam ketentuan umum Permendagri No.37 tahun 2007 juga disampaikan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi: perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa, sehingga dengan hak otonom tersebut diharapkan desa dapat mengelola keuangannya secara mandiri, baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan, juga mengelola pembelanjaan anggaran. Akan tetapi pada kenyataanya sangat banyak desa yang belum dapat memanfaatkan keistimewaanya tersebut, ketergantungan dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sangat kuat. Desa belum dapat mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan desa dengan berbasis pada kekayaan dan potensi desanya. Penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang seharusnya diisi dengan kegiatan/program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat belum dapat diwujudkan, misalnya: kegiatan pembangunan fisik tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan yang tercantum di dalam APBDes, contoh adanya kecurangan terlihat mulai dari adanya perbedaan volume, kualitas, harga dan sebagainya. Kontribusi dari penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, efektifitas dan ekonomis bagi perangkat desa dalam pengelolaan dana desa di Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan terkait perencanaan, program dan juga evaluasi terkait perkembangan daerah. Berbagai penelitian tentang fenomena tersebut di atas sudah dilakukan oleh beberapa diantaranya Putriyanti (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan otonomi desa di Desa Aglik memuat tiga agenda pokok yaitu kewenangan desa, perencanaan pembangunan desa, dan keuangan desa. Penguatan akuntabilitas pemerintahan Desa Aglik dilakukan melalui tiga bentuk pertanggungjawaban yaitu Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa kepada Bupati, Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa kepada BPD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Masyarakat. Penguatan pemberdayaan masyarakat desa di Desa Aglik dilakukan melalui program PNPM Mandiri Pedesaan, Kelompok Tani, Kelompok Ternak, 40

45 dan pembuatan pupuk organik dan masih kurang tanggapnya masyarakat terhadap informasi Laporan Penyelenggaraan Desa serta kurangnya pengawasan terhadap pertanggungjawaban pemerintah desa merupakan kendala dalam menguatkan akuntabilitas pemerintahan Desa Aglik. Sedangkan dalam hal penguatan pemberdayaan masyarakat desa, tidak adanya pembukuan atas penyelenggaraan program serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat atasprogram yang dicanangkan merupakan kendala utama yang dihadapi dalam proses pemberdayaan masyarakat di Desa Aglik. Furqani (2010) dari hasil penelitiannya tentang manajemen keuangan dari Desa Kalimo Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, transparansi terjadi hanya ketika perencanaan saja. Hampir semua proses tidak memenuhi prinsip tanggung jawab karena ada beberapa hal dalam proses yang tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 37/2007. Sementara akuntabilitas sangat rendah karena tanggung jawab tidak melibatkan masyarakat dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa/Badan Permusyawaratan Desa) sedangkan Anwar dan Jatmiko (2010) dapat menjelaskan bahwa pemerintahan desa telah memperhatikan kesejahteraan desa serta dalam memperlakukan keseluruh masyarakat dilakukan secara adil dan bijak. Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk di terapkan di Desa-Desa Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat. 2. Kajian Pustaka Anggaran Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), menerangkan bahwa anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk suatu periode. Menurut Nordiawan (2006) Anggaran merupakan sebuah rencana financial yang menyatakan rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarakat atau aktivitas lain dapat mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan, estimasi besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam merealisasikan rencana tersebut, perkiraan sumber-sumber mana saja yang akan menghasilkan pemasukan serta seberapa besar pemasukan tersebut. Menurut Halim (2007) anggaran (budget) adalah suatu rencana operasional yang dinyatakan dalam suatu uang dari suatu organisasi, dimana suatu pihak menggambarkan perkiraan pendapatan atau penerimaan guna menutupi pengeluaran tersebut untuk periode tertentu yang umumnya satu tahun. Menurut Munandar (2001) Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang. Berbagai pengertian anggaran yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk dijadikan pedoman atas rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarakat atau aktivitas lain dapat mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan, meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk suatu periode. Sedangkan menurut Adisaputo dan Asri (2003) anggaran merupakan suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi dan pengawasan. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan yaitu: (a) Bahwa anggaran harus bersifat formal, artinya bahwa 41

46 anggaran disusun dengan sengaja dan bersungguh-sungguh dalam bentuk tertulis. (b) Bahwa anggaran harus bersifat sistematis, artinya bahwa anggaran disusun dengan berurutan dan berdasarkan suatu logika, (c) Bahwa setiap saat manajer dihadapkan pada suatu tanggung jawab untuk mengambil keputusan, sehingga anggaran merupakan suatu hasil pengambilan keputusan yang berdasar beberapa asumsi tertentu, (d) Bahwa keputusan yang diambil oleh manajer tersebut merupakan pelaksanaan fungsi manajer dari segi perencanaan, koordinasi dan pengawasan. Transparansi Salah satu unsur utama dalam pelaporan keuangan pemerintahan adalah transparansi. Transparansi artinya dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah mengungkapkan hal-hal yang sifatnya material secara berkala kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk itu, dalam hal ini yaitu masyarakat luas. Menurut Mardiasmo (2010), pengertian transparansi adalah Keterbukaan Pemerintah dalam membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Menurut Nordiawan (2006) menyatakan Transparansi memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung-jawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa transparansi suatu negara dapat tercipta apabila sistem pemerintahan negara tersebut memberikan kebebasan bagi masyarakatnya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Akuntabilitas Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntunan masyarakat yang harus dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Sabeni dan Ghozali (2001) menyatakan Akuntabilitas atau pertanggungjawaban (accountability) merupakan suatu bentuk keharusan seseorang (pimpinan/pejabat/pelaksana) untuk menjamin bahwa tugas dan kewajiban yang diemban nya sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Akuntabilitas dapat dilihat melalui laporan tertulis yang informatif dan transparan. Mardiasmo (2010) mengatakan Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (Principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggung-jawaban tersebut. Menurut Nordiawan (2006) mengatakan Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. Seperti yang telah dijabarkan, dari beberapa definisi tersebut menurut Mardiasmo (2010) menjelaskan terdapat lima dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu: (1) Akuntabilitas Keuangan, Akuntabilitas keuangan terkait dengan penghindaran penyalahgunaan dana publik; (2) Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum, akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan dengan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik; (3) Akuntabilitas Proses, akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi; (4) Akuntabilitas Program, akuntabilitas 42

47 program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan dapat ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternative program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal; (5) Akuntabilitas Kebijakan, akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggung-jawaban Pemerintah, baik Pusat maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Berdasarkan beberapa definisi di atas mengenai pengertian akuntabilitas maka pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang terdiri atas Surplus/Defisit, LRA, Neraca dan CaLK. Laporan keuangan tersebut merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik dan merupakan salah satu alat ukur kinerja Financial Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. Pemerintahan Desa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten dalam Widjaya HAW, (2003), rumusan definisi Desa secara lengkap terdapat dalam Undang-Undang No.22/1999 tentang Pemerintah daerah: Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan pasal 18 UUD Landasan pemikiran dalam pengaturan Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Desa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat tempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelolaan Keuangan Desa Pengelolaan Keuangan Desa yaitu keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, ketatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa serta Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun Gambar 1. Rerangka Berpikir 43

48 3. Metode Penelitian IJBE: Integrated Journal of Business and Economics Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Desa yang ada di Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah Desa-desa yang letak geografisnya ada di Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat Hal ini dilakukan karena Desa desa tersebut pertimbangannya menerima dan juga mengelola Dana Desa. Sampel Menurut Sugiyono (1999) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Sedangkan untuk pengambilan sampel teknik yang digunakan adalah Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling dimana populasi yang akan dijadikan sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria sampel tertentu. Kriteria-kriteria tersebut adalah Desa Desa di Kecamatan yang dijadikan obyek penelitian tersebut sudah menerima dan mengelola Alokasi Dana Desa baik dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat yaitu Kementerian terkait. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan Data Primer berupa wawancara dan Data Sekunder yang diambil langsung dari Obyek Penelitian. Metode pengumpulan data lainnya yang digunakan adalah studi pustaka yaitu melalui jurnal, buku teks, artikel, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang masih berkaitan dengan topik penelitian ini. Metode Analisis Data Metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis Statistik Deskriptif & Uji Kuantitatif. Statistik deskriptif merupakan metode untuk mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisa data kuantitatif secara deskriptif. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi dari suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) dan Uji Kuantitatif Korelasi (hubungan) dengan Pearson Correlation antar Variabel Penelitian (Ghozali, 2013). 4. Pembahasan Hasil Karakteristik responden dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori yaitu karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Total Persentase (%) Laki-laki Perempuan Total Sumber : Data Primer diolah,

49 Tabel 1. menunjukkan bahwa persentase responden pria adalah 44,5% dan persentase responden wanita adalah 55,5%. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dalam penelitian ini terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu Sarjana S1 dan SMA. Jumlah tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tingkat Pendidikan Total Persentase (%) S Diploma SLTA Total Sumber : Data Primer diolah, 2017 Tabel 2. menunjukkan bahwa jumlah responden dengan tingkat pendidikan terakhir adalah Sarjana 12 orang atau sebanyak 26,7%, jumlah responden dengan tingkat pendidikan SLTA adalah 15 orang atau 33,3%, dan jumlah responden dengan tingkat pendidikan Diploma adalah 18 orang atau 40,0%. Dalam pembahasan ini, peneliti menekankan dampak alat analisis korelasi, yaitu peneliti meneliti hubungan antara variabel yang akhirnya peneliti dapat menentukan faktor yang paling dominan, sedangkan untuk mengetahui hasil korelasi dapat dilihat dengan rangking berikut. : Tabel 3. Tingkat Korelasi Koefisien Koefisien Tingkat Korelasi 0 Tidak berkorelasi Sangat rendah Rendah Moderat Kuat Sangat Kuat 1 Sempurna Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa kontribusi dan peran aparat desa di kecamatan Mentok dan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat dapat dijelaskan hanya 20% aparatur desa yang berkontribusi dan berkontribusi dalam pengelolaan dana kelurahan. Sedangkan dari variabel perencanaan, dapat diketahui bahwa Aparatur Desa yang ada di Kabupaten Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat dari sisi perencanaan dijelaskan 15,98% Aparatur Desa yang terlibat dalam Pengelolaan Dana Desa. Sebanyak 46,42% Aparat Desa di Kecamatan Mentok dan Parit Tiga di Bangka Barat telah menerapkan anggaran sesuai dengan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. 45

50 Tabel 4. Descriptive Statistics Sumber : Data Primer diolah, 2017 Dalam hal Administrasi Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa berdasarkan hasil hanya 12,89% aparatur desa yang sudah melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan dengan baik. Dalam hal Pelaporan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa berdasarkan hasil 22,98% Aparat Desa yang ada telah menerapkan Pelaporan Keuangan Desa Fund dengan baik. Sedangkan pertanggungjawaban dapat disimpulkan bahwa 12.42% Perangkat Desa telah dilaksanakan dengan baik untuk mewujudkan Dana Pengelolaan Akuntabilitas Desa di Kabupaten Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat. Tabel 5. Pearson Correlation Analysis Sumber : Data Primer diolah, 2017 Berdasarkan hasil Uji Korelasi Pearson diperoleh r = 0,620 atau (hubungan kuat) antara, Kontribusi dan Peran Perangkat Desa dengan Perencanaan di APBD untuk mewujudkan 46

51 Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat. Sedangkan hubungan antara Perencanaan APBD dengan Implementasi diperoleh Nilai r = 0,655 atau (hubungan kuat), dalam upaya mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Variabel Implementasi hubungannya dengan Administrasi APBD diperoleh Nilai r = 0,731 atau (Relasi Kuat), dalam upaya mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat. Hubungan antara Administrasi Variabel dengan Dana Akuntabilitas APBD memperoleh Nilai Korelasi r = 0,895 atau (Sangat Kuat) dalam mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat. 5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kontribusi dan peran aparatur desa di kecamatan Mentok dan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat sudah dalam perencanaan APBD, pelaksanaannya, administrasi dan akuntabilitas APBD Dana APBD juga baik. sedang berlangsung dalam mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Dari Hasil Perhitungan Hubungan Korelasi antara Variabel Administrasi dengan Akuntabilitas Dana APBD di Kecamatan Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat Sangat Kuat dalam Mencapai Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat. Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini hanya mengambil dua obyek Kecamatan saja di Kabupaten Bangka Barat, sehingga menyebabkan hasilnya belum begitu sempurna, Waktu dan Biaya juga menjadi masalah membatasi ruang, pergerakan dan waktu pelaksanaan studi ini. Saran Diharapkan peneliti lebih lanjut menambahkan obyek dan populasi dan sampel untuk memperbaiki penelitian ini. Referensi Abdullah, S. dan Halim, A. (2006). Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi Pemerintahan, 2(2), pp Anwar, M. dan Jatmiko, B. (2010). Pengelolaan Keuangan Desa Untuk Mewujudkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Yang Transparan dan Akuntabel. Putriyanti. A. (2012). Penerapan Otonomi Desa dalam Menguatkan akuntabilitas Pemerintahan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aglik Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo. Yogyakarta: UNY. Bastian, I. (2007). Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi kedua. Jakarta: Salemba Empat 47

52 Furqani, A. (2010). Tesis: Pengelolaan Keuangan Desa dalam Mewujudkan Good governance (Studi pada Pemerin-tahan Desa Kalimo ok Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep). Jatim: UPN. Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS. 20, Edisi Keenam, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Halim, A. (2007). Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Mardiasmo. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET. Nordiawan, D. (2006). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat. Sabeni, A. dan Ghozali, I. (2001). Pokok-pokok Akuntansi Pemerintahan. Yogyakarta: BPFE. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Pengelolaan Keuangan Desa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang berasal dari APBN. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Undang-undang Otonomi Daerah, (1999:47). 48

53 Effect of Financial Performance on Dividend Policy in Manufacturing Companies in Indonesia Stock Exchange Delfian Rian Zaman STIE Prakarti Mulya Abstract This study aims to examine the effect of cash ratio, debt to equity ratio, and return on the asset to dividend payout ratio on manufacturing companies listed on Indonesia Stock Exchange with observation period The sampling technique used is purposive sampling so that the number of samples is 27 companies. The analysis technique used in this research is multiple linear regression and hypothesis test using t-statistic to test partial regression coefficient and f- statistic to test the feasibility of research model with a level of significance 5%. Besides, there is also a classic assumption test that includes normality test, multicollinearity test, heteroscedasticity test and autocorrelation test. The result of the analysis shows that the variables of cash ratio and return on asset have positive and significant influence, while the variable of debt to equity ratio has a negative and significant effect to dividend payout ratio. Keywords: Cash Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Dividend Payout Ratio. 1. Pendahuluan Cash ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini berarti setiap peningkatan nilai cash ratio maka pada umumnya akan terjadi pula peningkatan pada nilai dividend payout ratio. Jumlah kas dan setara kas yang dipunyai perusahaan juga secara tidak langsung akan mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membagi dividen kepada para pemegang saham. Debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini berarti dengan rendahnya nilai debt to equity ratio perusahaan maka pada umumnya kemampuan perusahaan untuk membayar dividen akan semakin tinggi. Peningkatan dan penurunan hutang sangat mempengaruhi jumlah laba bersih yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai laba ditahan yang tercatat, jika nilai hutang tinggi tentu saja akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. Return on asset berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini bermakna bahwa setiap kenaikan nilai return on asset maka pada umumnya akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada pemegang saham. Ini disebabkan karena meningkatnya kemampuan profitabilitas perusahaan maka akan diikuti kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang tinggi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Rumusan Masalah 1. Seberapa besar pengaruh Likuiditas Cash Ratio terhadap Dividen Payout Ratio? 2. Seberapa besar pengaruh Leverage debt to equity ratio terhadap Dividen Payout Ratio? 49

54 3. Seberapa besar pengaruh Profitabilitas Return On Aset terhadap Dividen Payout Ratio? Hipotesis 1. Terdapat pengaruh Likuiditas Cash Ratio terhadap kebijakan Dividen Payout Ratio? 2. Terdapat pengaruh Leverage Debt to Equity Ratio terhadap kebijakan Dividen Payout Ratio? 3. Terdapat pengaruh Profitabilitas Return On Aset terhadap kebijakan Dividen Payout Ratio? 2. Kajian Pustaka Rasio Likuiditas Menurut Kasmir (2012:130), Rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu. Tujuan dan manfaat rasio likuditas untuk perusahaan menurut Kasmir (2012:132) adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang secara jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur di bawah satu tahun atau sama dengan satu tahun, dibandingkan dengan total ktiva lancar. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah. 4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. 5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. 6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang. 7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode. 8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar. 9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini. Bagi pihak luar perusahaan, seperti pihak penyandang dana (kreditor), investor, istributor, dan masyarakat luas, rasio likuiditas bermanfaat untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban kepada pihak ketiga. Jenis-jenis rasio likuiditas adalah sebagai berikut: 50

55 1. Rasio lancar (current ratio) menurut Kasmir (2012:134) adalah sebagai berikut: Rasio lancar atau current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo. Rumus untuk mencari rasio lancar atau current ratio dapat yang digunakan sebagai berikut : 2. Rasio Kas (Cash Ratio) menurut Kasmir (2012:138) adalah sebagai berikut : Rasio kas atau (cash ratio) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. Rumus untuk mencari rasio kas atau cash ratio dapat digunakan sebagai berikut: Rasio Leverage Rasio Leverage adalah mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang terdiri dari utang jangka pendek dan utang jangka panjangnya. Data yang digunakan untuk menilai leverage dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada tahun yang diperoleh melalui ( Leverage didalam penelitian ini diwakili oleh debt to equity ratio. Debt to equity ratio adalah rasio yang merupakan perbandingan antara total utang dengan modal sendiri. Secara matematis, debt to equity ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Rasio Profitabilitas Menurut Kasmir (2012:196) Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah enggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu: 51

56 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjman maupun modal sendiri. 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri. Jenis- jenis rasio profitabilitas adalah sebagai berikut: 1. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) menurut Kasmir (2012:200) Margin laba bersih merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih perusahaan atas penjualan. Rumus untuk menghitung margin laba bersih (net profit margin) adalah sebagai berikut: 2. Hasil Pengembalian Investasi (Return On Investment/ROI) menurut Kasmir (2012:201) adalah sebagai berikut: Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama return on investment (ROI) atau return on assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. Semakin kecil rasio ini semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Rumus untuk mencari return on investment (ROI) adalah sebagai berikut : 3. Hasil Pengembalian Ekuitas (Return On Equity/ROE) menurut Kasmir (2012:201) adalah sebagai berikut: Hasil pengembalian ekuitas (return on equity/roe) atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Rumus untuk mencari return on equity (ROE) adalah sebagai berikut: 52

57 Dividen Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba di tahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis. Menurut Stice et al (2004:902) Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Sementara menurut Skousen et al (2001:757) yang dikutip oleh Manurung dan Siregar (2008:3) Dividen adalah pendistribusian laba secara proporsional kepada para pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Menurut Martono dan Harjito (2005:253), menyatakan bahwa Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Warsono (2003:271) menjelaskan, Dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning available for common stockholder) yang dibagikan kepada para pemegang saham. Hanafi (2004:361), mengemukakan bahwa Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dari keuntungan dari laba perusahaan. Dyckman, et al. (2001: 439) menjelaskan bahwa dividen merupakan distribusi laba kepada pemegang saham dalam bentuk aktiva atau saham perusahaan penerbit. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan bagian laba yang dihasilkan oleh perusahaan, baik berasal dari laba periode saat ini ataupun laba periode sebelumnya yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai hasil atas investasi. Menurut Warsono (2003:275), indikator untuk mengukur kebijakan dividen yang secara luas digunakan ada dua macam, yaitu: 1. Hasil Dividen (Dividend Yield). Dividend Yield adalah suatu rasio yang menghubungkan dividen yang dibayar dengan harga saham biasa. Dividend Yield menyediakan suatu ukurankomponen pengembalian total yang dihasilkan dividen, dengan menambahkan apresiasi harga yang ada. Beberapa investor menggunakan dividend yield sebagai suatu ukuran risiko dan sebagai suatu penyaring investasi, yaitu mereka akan berusaha menginvestasikan dananya dalam saham yang menghasilkan dividend yield yang tinggi. 2. Rasio Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio/DPR) DPR merupakan rasio hasil perbandingan antara dividen dengan laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa. DPR banyak digunakan dalam penilaian sebagai cara pengestimasian dividen untuk periode yang akan datang, sedangkan kebanyakan analis mengestimasikan pertumbuhan dengan menggunakan laba ditahan lebih baik daripada dividen 3. Metode Penelitian 53

58 Metode Penelitian ini untuk memperoleh gambaran tentang cash ratio, debt to equity ratio dan retun on assets kebijakan dividen serta mengukur pengaruh kinerja keuangan terhadap kebijakan dividen melalui pengujian hipotesis. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan verifikatif. Penelitian deskriptif adalah penilitan yang bertujuan mendapatkan gambaran tentang ciri-ciri variable penelitian sedangkan sifat penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji kebenaran suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan. Dalam penelitian ini akan menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur di bursa efek Indonesia. Tipe penelitian ini adalah kausalitas, yaitu tipe penelitian adanya hubungan sebab akibat antara variable bebas (independent variable) dan variable terikat (depedent variable). Unit analisis dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), melalui website : dan melalui situs-situs resmi perusahaan. Data dalam penelitian ini menurut jenisnya merupakan data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Menurut sumbernya, data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui laporan tertulis berupa laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari Neraca, Laporan Rugi/Laba, dan Laporan Perubahan Modal/Ekuitas yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia. Laporan Keuangan yang menjadi objek analisis diambil selama kurun waktu Populasi dan Sample Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini populasinya adalah perusahaanperusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun Periode (5 tahun) digunakan sebagai periode pengamatan karena dengan rentang waktu tersebut diharapkan akan didapatkan jumlah sampel penelitian yang cukup dan dapat digeneralisasi. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metoda purposive sampling dengan menggunakan kriteria sebagai berikut. : 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI berturut-turut dari tahun Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangannya untuk periode yang berakhir 31 Desember. 3. Perusahaan yang membagikan dividen lima tahun berturut-turut dari tahun Berdasarkan data dari ICMD perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI adalah 170 perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut diseleksi kembali sesuai dengan kriteria purposive sampling yang telah ditetapkan sebelumnya. Seleksi sampel penelitian disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Seleksi Sampel Penelitian No. Kriteria Jumlah 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI berturut- 170 turut dari tahun Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangannya untuk periode yang berakhir pada 31 Desember (1) 54

59 3. Perusahaan yang tidak membagikan dividen lima tahun (57) berturut-turut dari Jumlah sample akhir 27 Jumlah Pengamatan 135 Sumber: Data peneliti, 2014 Pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 170 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun hanya terpilih 27 perusahaan yang akan digunakan sebagai sampel penelitian dan jumlah pengamatan sebanyak 108 pengamatan. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar variabel untuk mendapatkan kebenaran, sedangkan metode kuantitatif bertujuan untuk mengangkat fakta, keadaan variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang dan menyajikan apa adanya (Sugiyono 2012). Adapun kriteria-kriteria yang harus dianalisis dalam penelitian ini dijelaskan pada sub bab berikutnya. 4. Pembahasan Hasil Statistik Deskriptif Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi karakteristik variabel penelitian khususnya mengenai mean dan deviasi standar. Pengukuran mean merupakan cara yang paling umum digunakan untuk mengukur nilai sentral dari suatu distribusi data. Deviasi standar merupakan perbedaan antara nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. Berikut ini disajikan hasil statistik deskriptif pengujian pengaruh cash ratio, debt to equity ratio, dan return on asset terhadap dividend payout ratio pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Statistik Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation CR 135,07 57,73 2,9789 5,10583 DER 135,14 3,24,8300,67565 ROA 135-1,52 78,64 15, ,06736 DPR 135,68 141,55 39, ,34825 Valid N (listwise) 135 Sumber: Data peneliti diolah, Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 2 tersebut nampak bahwa dari perusahaan dengan sampel sebanyak 135 pengamatan, nilai rata-rata DPR selama periode pengamatan sebesar 39,3160 dengan standar deviasi sebesar 22, Hasil itu menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih kecil dari rata-rata DPR, demikian pula jarak yang cukup besar antara nilai minimum dan maximum dari DPR dimana nilai minimum sebesar 0,68 dan nilai maksimum sebesar 141,55. Hasil yang sama juga didapat oleh variabel cash ratio sedangkan untuk variabel debt to equity ratio memiliki nilai rata-rata lebih besar dari 0,8300 > 0,67565 dan return on asset 55

60 memiliki rata-rata lebih besar dari 15,8411> 14,06736, hal tersebut menunjukkan penyimpangan data yang rendah. Hasil Asumsi Klasik Uji normalitas Uji normalitas yang bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Statistik uji yang digunakan untuk menguji normalitas adalah One-Sample Kolmogorov Smimov (K-S) Test seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardiz ed Residual N 135 Normal Parameters a,b Mean, Std. 20, Most Extreme Differences Deviation Absolute,062 Positive,062 Negative -,047 Kolmogorov-Smirnov Z,062 Asymp. Sig. (2-tailed),200 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Data diolah peneliti, Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov - Smirnov menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,200. Angka ini lebih besar dari α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan memiliki distribusi data normal. Uji multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel bebas. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflaction factor (VIF) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Uji Multikolinearitas Collinearity Statistics Model Tolerance VIF 1 (Constant) CR,908 1,101 DER,901 1,110 ROA,991 1,010 56

61 Sumber : Data diolah peneliti, Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 4, nilai tolerance variabel bebas tidak kurang dari 10% atau 0,1 dan nilai variance inflation factor (VIF) semuanya kurang dari 10 yang berarti tidak ada multikolineritas antarvariabel bebas. Uji autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Untuk dapat mengetahui adanya autokorelasi dilakukan dengan metode Durbin-Watson (DW). Hasil uji DW dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Uji Autokolerasi Adjusted R Std. Error of Durbin- Model R R Square Square the Estimate Watson 1,362 a,131,111 21, ,771 Sumber : Data diolah peneliti, Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson yang diperoleh adalah sebesar 1,771. Nilai ini terletak diantara DU<DW<4-DU yaitu 1,845<1,771< 2,303 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat masalah autokorelasi. Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Glejser yang ditunjukkan pada Tabel 6 berikut ini : Tabel 6. Uji Heteroskedastisitas Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) 14,562 2,408 6,047,000 CR,151,232,059,649,517 DER -,188 1,761 -,010 -,107,915 ROA,086,081,093 1,066,288 Sumber : Data diolah peneliti, Hasil pengujian menunjukkan seluruh variabel bebas tidak berpengaruh pada nilai absolut residual yang dilihat dari nilai signifikan masing-masing variabel bebas diatas 0,05. Hal ini berarti model regresi bebas dari heteroskedastisitas. Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis 57

62 Hasil analisis pengujian dengan menggunakan program SPSS 22 dirangkum dalam tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) 43,965 3,882 11,325,000 CR,613,374,140 1,638,104 DER -9,734 2,839 -,294-3,429,001 ROA,101,130,064,779,437 Adjusted R 2 = 0,111 F-test = 6,581 Signifikansi F = 0,000 a. Dependent Variable: DPR Sumber : Data diolah peneliti, Berdasarkan Tabel 7 diatas terlihat bahwa nilai adjusted R 2 adalah 0,111 atau 11,1 persen. Ini berarti varian variabel bebas cash ratio, debt to equity ratio, dan return on asset memengaruhi variabel terikat dividend payout ratio sebesar 11,1 persen sedangkan sisanya 88,9 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai F test digunakan untuk melihat hubungan variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 6,581 dengan signifikansi 0,000. Angka signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05, hal ini berarti model yang digunakan dalam penelitian ini adalah layak. Dilihat dari Tabel 7 diatas maka dapat disusun persamaan regresi linear berganda sebagai berikut. DPR = 43, ,374CR 2,839DER + 0,130 ROA + ε Hasil pengujian masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Variabel cash ratio Dari hasil penghitungan uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar 1,638 dengan nilai signifikansi sebesar 0,104. Karena nilai t hitung (1,638) lebih besar dari nilai t tabel (1,978) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 0,3% maka hipotesis 1 diterima. Ini berarti bahwa variabel cash ratio berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap dividend payout ratio. Tanda positif pada koefisien menunjukkan bahwa meningkatnya nilai cash ratio pada umumnya akan meningkatkan dividend payout ratio. 2) Variabel debt to equity ratio Hasil penghitungan uji t diperoleh nilai t hitung sebesar -3,429 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001. Karena nilai t hitung (-3,429) lebih kecil dari t tabel (1,978) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 0,1% maka hipotesis 2 diterima. Ini berarti bahwa variabel debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik 58

63 terhadap dividend payout ratio. Tanda negatif yang terdapat pada koefisien regresi menunjukkan bahwa menurunnya nilai debt to equity ratio pada umumnya akan menyebabkan peningkatan dividend payout ratio. 3) Variabel return on asset Hasil pengujian uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 0,779 dengan nilai signifikansi sebesar 0,437. Karena nilai t hitung (0,779) lebih besar dari t tabel (1,978) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 43,7% maka hipotesis 3 diterima. Hal ini berarti bahwa variabel return on asset berpengaruh positif dan signifikan secara statistic terhadap dividend payout ratio. Tanda positif yang terdapat pada koefisien regresi menunjukkan bahwa setiap peningkatan nilai return on asset pada umumnya akan menyebabkan meningkatnya dividend payout ratio. Pengaruh cash ratio (X1) terhadap dividend payout ratio (Y) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa cash ratio berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap dividend payout ratio. Variabel cash rasio memiliki koefisien positif, ini berarti bahwa apabila cash ratio meningkat maka kemungkinan dibagikannya dividen akan semakin besar. Hasil pengujian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (1999) yang menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dividend payout ratio. Penelitian tersebut menggunakan sampel dari perusahaan publik yang listed di Bursa Efek Jakarta periode tahun Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel cash ratio berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian ini juga juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2008) yang melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada perusahaan otomotif yang listed di Bursa Efek Indonesia periode Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel cash ratio mempunyai pengaruh yang positif terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian lainnya yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Prihantoro (2003) yang menyimpulkan bahwa posisi kas perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Sunarto dan Kartika (2003) dan Chasanah (2008) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan hasil penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Sunarto dan Kartika (2003) menghasilkan kesimpulan bahwa cash ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap terhadap dividend payout ratio, pada penelitian yang dilakukan oleh Chasanah (2008) menunjukkan hasil bahwa cash ratio berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap dividend payout ratio pada perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki manajemen sedangkan cash ratio berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap dividen payout ratio`pada perusahaan yang sahamnya tidak dimiliki manajemen. Nilai positif dalam variabel cash ratio ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah kas dan setara kas dalam perusahaan maka akan meningkatkan dividend payout ratio. Semakin likuid perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Meningkatnya cash ratio juga dapat meningkatkan harapan investor terhadap kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. Mollah dan Keasen (2000) menyatakan bahwa cash ratio merupakan variabel penting yang dipertimbangkan oleh manajemen dalam penentuan kebijakan dividen. Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar sehingga free cash 59

64 flow yang tinggi akan memungkinkan perusahaan lebih berfokus pada pembiayaan dividen atau pelunasan hutang untuk mengurangi biaya keagenan (Mollah dan Keasen,2000). Pengaruh debt to equity ratio (X2) terhadap dividend payout ratio (Y) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap debt to equity ratio. Semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Hal ini disebabkan karena semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya. Peningkatan hutang pada gilirannya akan memengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividend yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividen. Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga DER mempunyai pengaruh negatif dengan dividend payout ratio. Dilihat dari perkembangan periode pengamatan, perusahaan manufaktur rata-rata memiliki nilai debt to equity ratio yang rendah, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur lebih menyukai pmbiayaan dengan modal sendiri daripada menggunakan dana dari pihak luar. Hal tersebut sejalan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan) daripada pendanaan dari luar. Hal ini tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata pihak eksternal karena hutang memberikan risiko yang tinggi, artinya perusahaan harus mampu mengambil keputusan di tengah tawaran akan manfaat dari leverage atau menjaga kesejahteraan pemegang saham, dengan menjauhkannya dari risiko tersebut. Hasil pengujian penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ismiyanti dan Hanafi (2004) yang meneliti tentang pengaruh kebijakan utang, kepemilikan manajerial, risiko dan kepemilikan institusional dengan variabel kontrol ROA dan IOS (Investment Opportunity Set) yang diproksi dengan Book Value Equity/ Market Value Equity) terhadap dividen. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan hutang (diproksi dengan leverage) berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Prihantoro (2003), Andriyani (2008), dan Appannan dan Sim (2011). Prihantoro (2003) yang meneliti tentang estimasi pengaruh dividend payout ratio pada perusahaan publik di Indonesia menyatakan bahwa debt equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Jika beban hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah sehingga DER mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio. Andriyani (2008) menghasilkan kesimpulan bahwa debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Kesimpulan ini didapat setelah meneliti pengaruh cash ratio, debt to equity ratio, insider ownership, investment opportunity set, dan profitability terhadap kebijakan dividen yang dilakukan pada perusahaan otomotif yang listed di Bursa Efek Indonesia. Appannan dan Sim (2011) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada lima perusahaan yang masuk kedalam kategori industri pengolahan makanan (konsumsi) yang listed di Kuala Lumpur Stock Exchange. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel debt 60

65 to equity ratio dan past dividend per share adalah variabel yang paling kuat berpengaruh terhadap dividend payout ratio. Pengaruh return on asset (X3) terhadap dividend payout ratio (Y) Pada variabel ini tanda positif pada koefisien regresi menunjukkan bahwa apabila return on asset meningkat maka dividend payout ratio juga meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh positif variabel return on asset terhadap dividend payout ratio menjelaskan bahwa tingkat profitabilitas perusahaan akan berdampak pada peningkatan pembagian dividen yang akan dibayarkan. Tanda positif dalam penelitian ini sesuai dengan teori information content or signaling hypothesis yang dikemukan oleh Miller dan Mondigliani dalam Sartono (2010) yang menyatakan bahwa kenaikan dividen merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang. Berdasarkan teori tersebut, dapat ditunjukkan bahwa penghasilan yang tinggi melalui asset yang dimiliki yang tercermin dari nilai return on asset menunjukkan pengaruh yang positif terhadap kebijakan dividen. Dalam perkembangannya rata-rata return on asset pada industri manufaktur menunjukkan hasil yang baik (data terlampir). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang tentunya akan meningkatkan nilai perusahaan dan memberikan sinyal baik kepada investor tentang kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amidu dan Abor (2006), Anil dan Kapoor (2008), dan Puspita (2009). Amidu dan Abor (2006) meneliti tentang faktor-faktor yang memengaruhi dividend payout ratio pada 22 perusahaan yang listed di Ghana Stock Exchange pada periode tahun Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Anil dan Kapoor (2008) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi dividend payout ratio pada perusahaan-perusahaan IT di India. Hasil penelitian Anil dan Kapoor (2008) menunjukkan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Puspita (2009) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen dengan studi kasus pada perusahaan yang terdaftar di Busa Efek Indonesia periode Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel return on asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian kali ini bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya. Damayanti dan Achyani (2006) yang melakukan penelitian terhadap seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode dengan menguji pengaruh antara variabel independen investasi perusahaan, likuiditas, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan variabel dependen dividen payout ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel profitabilitas tidak berpengaruh siginifikan terhadap dividend payout ratio. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini: 1) Cash ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini berarti setiap peningkatan nilai cash ratio maka pada umumnya akan terjadi pula peningkatan pada 61

66 nilai dividend payout ratio. Jumlah kas dan setara kas yang dipunyai perusahaan juga secara tidak langsung akan mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membagi dividen kepada para pemegang saham. 2) Debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini berarti dengan rendahnya nilai debt to equity ratio perusahaan maka pada umumnya kemampuan perusahaan untuk membayar dividen akan semakin tinggi. Peningkatan dan penurunan hutang sangat mempengaruhi jumlah laba bersih yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai laba ditahan yang tercatat, jika nilai hutang tinggi tentu saja akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. 3) Return on asset berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini bermakna bahwa setiap kenaikan nilai return on asset maka pada umumnya akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada pemegang saham. Ini disebabkan karena meningkatnya kemampuan profitabilitas perusahaan maka akan diikuti kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang tinggi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Referensi Damayanti, S. dan Achyani, F. (2006). Analisis Pengaruh Investasi, Likuiditas, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Payout Ratio. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 5(1), Dyckman, T. R., Roland E. D., Charles, J. D. (2002). Akuntansi Intermediate. Edisi Kesepuluh. Jilid I. Terjemahan Emil Salim. Jakarta: Erlangga. Elloumi, F. dan Jena-Pierre Gueyle, J. (2003). CEO Compensation, IOS, and The Role of Corporate Governance, Corporate Governance, (1)2, Gaver, J. J. dan Gaver, K. M. (1993). Additional Evidence on The Association Between The Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend and Compensation Policies, Journal of Accounting and economics, 1, Ghozali, I. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi II. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gill, Amarjit., Biger, N. dan Tibrewala, R. (2010). Determinants of Dividend Payout Ratios: Evidence fro United States. The Open Business Journal, 3, Gitman, L. J. (2003), Principles of Managerial Finance. Edisi Kesepuluh. Massachusetts: Addison Wesley Publishing Company. Hafeez, A. dan Javid, A. Y. (2009). The Determinants of Dividend Policy in Pakistan. International Research Journal of Finance and Economics, 29. Hanafi, M. M. dan Halim, A. (2009). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta: YKPN. Harahap. (2012). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 62

67 Harahap, S. S. (2009). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers. Harahap, S. S. (2010). Teori Akuntansi Edisi Revisi Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hatta, A. J. (2002). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen: Investasi Pengaruh Teori Stakeholder. JAAI, (6)2. Helfert, E. A. (1993). Analisa Laporan Keuangan. Edisi Ketujuh. Terjemahan oleh Herman Wibowo. Jakarta: Erlangga. Ghozali, I. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Ismiyanti, F. dan Hanafi, M. (2003). Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institutional, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen: Analisa Persamaan Simultan, Makalah Seminar, Simposium Nasional Akuntansi VI, Ikatan Akuntansi Indonesia, Jensen, M., and Meckling, W. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency, and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, Jensen, S. and Zorn. (1992). Simultaneous Determination of Insider Ownership, Debt and Dividend policies, Journal of Financial and Quantitative Analysis, (27)2, Karen, F.R. (2003). A Blue Print for Corporate Governance. New York: American Management Assosiation. Wibowo, H. (1995). Akuntansi Intermediate. Edisi ke 7. Jakarta:. Bina Rupa Aksara. Mahadwartha, P. A. dan Jogiyanto, H. (2002). Uji Teori Keagenan Dalam Hubungan Interdependensi Antara Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen, Makalah Seminar, Simposium Nasional Akuntansi V, Ikatan Akuntansi Indonesia, p Manurung, I. A. dan Siregar, H. S. (2009). Pengaruh Laba Bersih Dan Arus Kas Operasi Terhadap Kebijakan Dividen. Jurnal Akuntansi 3. Martono dan Harjito, A. (2002). Manajemen Keuangan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Yogyakarta: Ekonista. Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Prihantoro. (2003). Estimasi Pengaruh Dividen Payout Ratio pada Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, (1)8. Puspita, F. (2009). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividend Payout Ratio (Studi Kasus pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode ) (tesis). Semarang : Universitas Diponegoro Semarang. 63

68 Strategic Management of Organization Development and Civil Service Based Pumpinghr Model at Ibn Khaldun University Bogor Amir Tengku Ramly and Dudung Abdul Syukur Ibn Khaldun Bogor University Abstract Ibn Khaldun University which is the oldest Islamic campus in the city of Bogor founded by ulama leaders has a future interest to be a modern, leading-edge private campus with strong Islamic roots. This study aims to get UIKA's human resource management strategy that can become a strategic human resource for the achievement of UIKA's mission vision. This study is evaluativedescriptive, scientific literature search results with secondary data and modern theories of strategic management. UIKA's human resource development starts from creating strategic plan, UIKA's future organizational structure and determining three important competency standards, namely (1) core competency standard, and (2) managerial competency standard, and (3) Supporting Competency. Keywords: Human Resources, Strategic Management, Competence 1. Pendahuluan Manajemen strategis adalah seni dan ilmu dalam penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian. Manajemen strategis merupakan aktivitas manajemen tertinggi yang biasanya disusun oleh dewan direksi dan dilaksanakan oleh CEO serta tim eksekutif organisasi tersebut. Manajemen strategis memberikan arahan menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat dengan bidang perilaku organisasi. Manajemen strategis berfokus pada proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis/aktifitas untuk mencapai tujuan organisasi. Ada tiga tahapan dalam manajemen strategis, yaitu perumusan strategi, pelaksanaan strategi, dan evaluasi strategi. Manajemen strategis berbicara tentang gambaran besar. Inti dari manajemen strategis adalah mengidentifikasi tujuan organisasi, sumber dayanya, dan bagaimana sumber daya yang ada tersebut dapat digunakan secara paling efektif untuk memenuhi tujuan strategis. Manajemen strategis di saat ini harus memberikan fondasi dasar atau pedoman untuk pengambilan keputusan dalam organisasi. Ini adalah proses yang berkesinambungan dan terus-menerus. Rencana strategis organisasi merupakan dokumen hidup yang selalu dikunjungi dan kembali dikunjungi. Bahkan mungkin sampai perlu dianggap sebagaimana suatu cairan karena sifatnya yang terus harus dimodifikasi. Seiring dengan adanya informasi baru telah tersedia, dia harus digunakan untuk membuat penyesuaian dan revisi. 64

69 Universitas Ibn Khaldun Bogor yang lahir tahun 1961 merupakan universitas tertua swasta di Bogor yang didirikan oleh para pejuang bangsa lintas ilmu dengan mengedepankan nilai-nilai syar i dalam visi dan misi pengajarannya. Visi universitas ibn khaldun menjadi "Universitas Unggul Berbasis keislaman dan Teknologi Pada Tahun 2025". Adapun misi universitas Ibn Khaldun adalah: (1) menyelenggarakan program pendidikan tinggi yang unggul berbasis nilainilai keislaman dan penerapan teknologi, (2) mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk kesejahteraan masyarakat sebagai perwujudan keagungan ajaran Islam, dan (3) mengembangkan kerjasama dalam lingkungan nasional, regional, dan internasional dalam pelaksanaan program tridharma perguruan tinggi. Tujuan universitas Ibn Khaldun adalah (1) menjadi Universitas Islam yang memiliki keunggulan dalam proses pembelajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berbasis nilainilai keislaman dan penerapan teknologi, (2) menghasilkan insan akademik yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, dan relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat, (3) menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat sesuai dengan ajaran Islam, dan (4) terjalinnya kerjasama dalam lingkup nasional, regional, dan internasional dalam pelaksanaan program tridharma perguruan tinggi. Berdasarkan visi, misi dan tujuan tersebut maka UIKA dalam pengelolaannya membutuhkan SDM pegawai (tenaga kependidikan) dan dosen yang berkualitas yang memiliki peran strategis dalam pencapaian visi, misi dan tujuan Universitas Ibn Khaldun Bogor. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pentingnya UIKA dalam pengembangan organisasinya kedepan menggunakan strategic management dengan memperhatikan sejarah berdirinya UIKA, visi misi, dan tridharma perguruan tinggi. Penelitian ini akan menjawab 3 permasalahan dasar, yaitu (1) apakah yang menjadi focus pengembangan UIKA kedepan?, (2) apakah yang menjadi strategic plan UIKA dalam pengembangan organisasinya?, dan (3) bagaimana menerapkan prinsip pengembangan SDM PumpingHR Model dalam MSDM strategic UIKA? 2. Kajian Pustaka Manajemen Strategik Manajemen strategic menurut Harrrison (2003) sangat erat hubungannnya dengan keunggulan kompetitif yang dalam prakteknya terdiri dari analisis, keputusan dan aksi dari organisasi. Menurut sampurno (2011) definisi tersebut mencakup dua elemen penting yang menjadi inti dari manajemen startegik, yaitu (1) tiga ongoing process (analisis, keputusan, aksi) dan (2) studi mengetahui mengapa organisasi dapat mempunyai kinerja yang lebih baik dibanding dengan yang lain. Manajemen strategic focus pada pertanyaan fundamental: bagaimana organisasi dapat bersaing dengan menciptakan keunggulan bersaing di pasar, tidak hanya sekedar karena unik dan bernilai tetapi juga sulit bagi pesaing untuk menirunya? (Sampurno, 2011). Menurut Michael Porter dalam Sampurno (2011) keunggulan bersaing yang berkelanjutan, yang tidak bisa di tiru tidak dapat diperoleh hanya melalui efektifitas operasional. Keunggulan daya saing yang berkelanjutan (sustainable) hanya dapat dicapai melalui aktifitas dengan strategi yang baik. Menurut Barney (1991) keunggulan daya saing yang berkelanjutan dapat dicapai apabila organisasi melaksanakan value creating strategy. Barney menekankan keunggulan bersaing berkelanjutan sangat ditentukan oleh sumberdaya strategis (strategic asset) dengan ciri-ciri: 65

70 bernilai (valuable), langka (rare), tidak dapat ditiru (imperfectly imitable) dan tidak tergantikan (non Subtitutiable). Ada empat atribut penting manajemen strategic, yaitu (1) terarah langsung pada tujuan organisasi, (2) melibatkan berbagai stakeholder dalam pengambilan keputusan, (3) diinkoporasikan pada perspektif jangka pendek maupun jangka panjang, dan (4) menengarai trade off antara efisiensi dan efektifitas (Des, Lumpkin & Eishner dalam Sampurno, 2011). Dalam mempraktekkan manajemen strategic terdapat 5 tugas manajerial yang harus dilaksanakan, yaitu (1) mengartikulasikan visi strategic dan misi organisasi, (2) merumuskan tujuan yang merupakan konversi visi strategic menjadi kinerja spesifik yang harus dicapai oleh organisasi, (3) menyusun strategi untuk mencapai outcome yang dikehendaki, (4) implementasi dan eksekusi strategi, dan (5) evaluasi dan monitoring kinerja dan inisiasi corrective adjustment terhadap arah lembaga jangka panjang, tujuan, strategi atau eksekusi dan implementasi strategi (Thomson & Strickland, 2003). MSDM Strategik Manajemen Sumberdaya Manusia (MSDM) strategic menurut Mangkuprawira (2004) mengacu pada bagaimana organisasi menggunakan karyawan dalam rangka memenangkan atau mempertahankan keunggulan bersaing terhadap pesaing. MSDM Strategik merupakan suatu system dimana terjadi keterkaitan antara MSDM dengan sasaran dan tujuan strategic organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan serta mengembangkan budaya organisasi yang mengadopsi inovasi dan fleksibilitas (Mathis & Jackson, 2003). MSDM strategic berbicara mengenai integrase dan adaptasi yang konsentrasinya untuk memastikan bahwa (1) SDM sepenuhnya terintegrasi dengan strategi dan kebutuhan strategic organisasi, (2) Kebijakan SDM melekat baik melampaui area kebijakan maupun hierarki, (3) praktik SDM telah disesuaikan, diterima, dan digunakan oleh manajer lini dan karyawan sebagai bagian dari pekerjaan seharihari (Mangkuprawira, 2011). Menurut Mello (2002) MSDM strategic meliputi 5-P, yaitu philosophy, policy, program, practice, dan process. Secara rinci kegiatan 5 P itu adalah seperti pada Gambar 1 berikut ini (Mangkuprawira, 2011). 66

71 Gambar 1. Kegiatan 5-P dalam Kebutuhan Manajemen dan MSDM Strategik Manajemen sumberdaya manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumberdaya manusia (Umar, 2005). Tugas MSDM adalah mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. PumpingHR Model Pumping model merupakan karya intelektual peneliti yang telah diuji cobakan pada programprogram training selama 10 tahun sejak tahun Pumping model telah mendapat hak kekayaan intelektual (HAKI) dari kemenkumham dengan No Haki: IDM , tanggal 15 Agustus Kerangka Pumping Model terbentuk dalam 3 fondasi utama yaitu pumping principle, pumping competence dan pumping action yang bersumber dari pendekatanpendekatan teori yang telah ada dan teruji secara ilmiah, yaitu: Menggunakan perumpamaan pohon yang baik yang terdiri dari akar, batang dan buah/daun (QS 14: 24) Bersandar pada prinsip-prinsip model milky way (tata surya) yang terdiri dari pusat orbit, titik orbit dan garis orbit. Bersandar pada teori Iceberg yang memperlihatkan 3 alam manusia, yaitu bawah sadar (unconsious), prasadar (pra-consious) dan alam sadar (consious). Bersandar pada teori-teori modern tentang anugerah manusiawi, yaitu pancaindera, otak, dan hati. Tabel 1. Komponen PumpingHR model dalam berbagai Analogi Struktur/Komponen Pumping HR model Analogi Pohon Tata Surya Manusia Pumping Principle Akar Pusat Orbit Hati Ikhsan Iman Pumping Competency Batang Titik Orbit Otak Iman Ilmu Pumping Action Buah/daun Garis Orbit Pancaindera Islam Amal Secara konsep Pumping model mengacu pada Al Qur an dan teori-teori talent management serta competency management para pakar seperti David McClelland, Michael Armstrong, Gary S Becker, Angela Barron, Dave Ulrich, R Palan, Lance A Berger, Dorothy R Berger, Michael Zwell, dan lain-lain. Pumping model menggunakan konsep modal manusia, dimana didalamnya memadukan potensi bakat, perilaku, personal ability, professional ability, kompetensi intangible dan kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan emosional (EQ), serta kecerdasan adversity (AQ). Pumping model sebagai konsep human capital menekankan pentingnya pengembangan unsur manusia melalui penguatan nilai-nilai (value) menjadi kekuatan keyakinan (belief system), proses kesadaran diri (self awareness processs) dan mengeksplor (memompa) potensi-potensi terbaiknya sebagai perilaku dan karakter menuju pada kesuksesan diri. 67

72 Gambar 2. Konsep Pengembangan SDM based Pumping HR Model (Ramly, 2016) PumpingHR model mengandung aset-aset penting yang tidak tampak (intangible) yang sangat dibutuhkan individu dan organisasi, yaitu 4 prinsip sukses, 12 kompetensi dan 5 langkah tindakan (aksi) untuk sukses. Unsur-unsur nilai, kompetensi dan tindakan yang ada pada struktur pumping model yang dimaksu adalah seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Intangible asset dari Pumping HR Model Kompetensi Sukses Prinsip Sukses K- Utama K-pendukung Tindakan Sukses 1. Visi 7. Mentality 1. Statement 1. Belief System 2. Personality 2. Leaderhip 8. Morality 2. Core Values Change 3. Self Awareness 3. Manajemen 9. Spirituality 3. Self Controling Process 4. Network- 4. Knowledge 10. Intuiting 4. Personality Collaboration (Perilaku dan 5. Motivasi 11. thingking 5. Continuous Karakter Sukses) 6. Exercise 12. Feeling Improvement Pumping HR model merupakan model pengembangan SDM dengan menggunakan prinsipprinsip Human Capital. Baron & Armstrong (2007) mengatakan Human capital is an important element of the intangible assets of an organization. Human capital tidak dimiliki oleh organisasi tetapi didapatkan melalui hubungan kerja dengan karyawan. Manusia mempunyai kemampuan bawaan, perilaku dan energy pribadi. Unsur-unsur ini membentuk human capital yang mereka bawa kedalam pekerjaannya (Davenport dalam Baron & Armstrong, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan Ramly (2016) menunjukkan bahwa pengembangan SDM dalam organisasi harus memperhatikan 3 hal penting, yaitu (1) karakter SDM, (2) kompetensi SDM, dan (3) perilaku SDM. Tiga komponen penting dalam Pumping HR Model tersebut mempengaruhi terhadap kesuksesan, motivasi dan produktifitas kerja karyawan. Sange (1996) mengajukan lima komponen penting dalam pengembangan diri dan organisasi pembelajar, yaitu 68

73 (1) membangun visi bersama, (2) kompetensi (keahlian) pribadi, (3) berpikir system, (4) model mental, dan (5) pembelajaran tim. 3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dua tahap, tahap pertama bersifat kualitatif-deskriptif melalui penelusuran literatur terkait hasil penelitian, sejarah, pedoman organisasi, kebijakan dan pendapat para pakar manajemen organisasi. Tahap kedua bersifat evaluative dengan survey dan wawancara. Menurut Sugiono (2005) penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksankan demi kesejahteraan bersama. Masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentative dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan. Sumber Data Penelitian Dalam metodologi penelitian kualitatif, ada berbagai metode pengumpulan data/sumber yang biasa digunakan. Menurut Millan dan Schumacer (2001) paling sedikit ada empat strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu (1) observasi partisipatif, (2) wawancara mendalam, (3) studi literatur dan artefak, serta (4) teknik pelengkap. Menurut Bugin (2008) metode literatur adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial untuk menelusuri data histories. Literatur merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiono, 2005). Metode atau studi literatur, meski pada mulanya jarang diperhatikan dalam metodologi penelitian kualitatif, pada masa kini menjadi salah satu bagian yang penting dan tak terpisahkan dalam metodologi penelitian kualitatif. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran dan pemahaman baru yang berkembang di para peneliti, bahwa banyak sekali data-data yang tersimpan dalam bentuk literatur dan artefak. Sehingga penggalian sumber data lewat studi literatur menjadi pelengkap bagi proses penelitian kualitatif (Dapur Ilmiah, 2014). Bahkan Guba dalam Bugin (2008) menyatakan bahwa tingkat kredibilitas suatu hasil penelitian kualitatif sedikit banyaknya ditentukan pula oleh penggunaan dan pemanfaatan literatur yang ada. Metode Studi Literatur Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2008). Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. Studi kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama yaitu mencari dasar pijakan / fondasi utnuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan menentukan dugaan sementara atau disebut juga dengan hipotesis penelitian. Dengan demikian para peneliti dapat menggelompokkan, mengalokasikan mengorganisasikan, dan menggunakan variasi pustaka dalam bidangnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, para peneliti mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah yang hendak diteliti. Melakukan studi literatur ini dilakukan oleh 69

74 peneliti antara setelah mereka menentukan topik penelitian dan ditetapkannya rumusan permasalahan, sebelum mereka terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan (Darmadi, 2011). Analisis Dari literatur yang didapatkan, peneliti membandingkan dengan hasil penelitian, pendapat para pakar dan visi-misi UIKA yang ada. Peneliti juga menggunakan prinsip-prinsip pengembangan institusi yang dalam sejarah UIKA sangat erat kaitannya satu sama lain, yaitu manajemen organisasi IPB. IPB banyak menghasilkan tokoh yang kemudian mengabdikan dirinya di UIKA sebagai bukti komitmen ke Islaman dan rasa tanggungjawab terhadap amanah para tokoh dan ulama pendiri UIKA. Dengan visi-misi yang ada, sejarah tokoh Ibn Khaldun dan motivasi para pendiri UIKA serta system manajemen organisasi UIKA saat ini yang ada, peneliti memetakan dalam teori-teori manajemen strategic dan hasil penelitian Pengembangan SDM berbasis Pumping HR model serta pendapat para pakar manajemen organisasi dan manajemen SDM strategic. 4. Pembahasan Hasil Berdasarkan literatur sejarah pendirian, UIKA merupakan organisasi (universitas) tertua di Bogor yang membawa visi keislaman dalam pendidikan tinggi. Dilihat dari tokoh-tokoh yang menjadi pendiri UIKA merupakan orang-orang besar yang memiliki latarbelakang yang beragam, namun memiliki visi dan misi yang sama. Para pendiri UIKA dimaksud adalah (1) dr. Marzuki Mahdi, yang berlatarbelakang sebagai seorang dokter, yang namanya diabadikan sebagai RS Marzuki Mahdi di kota Bogor, (2) KH. Sholeh Iskandar, berlatarbelakang ulama dan pejuang yang namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di kota bogor, (3) RSA Karta Djumena, (4) Ir. Prijono Hardjosentono, (5) Djunus Dali, (6) Ir. Imam Rahardjo, (7) RSA Suwigyo, dan (8) H.M Djunaedi. Berdasarkan literatur nama Ibn Khaldun Bogor diambil dari nama seorang ilmuwan muslim bernama Ibn Khaldun yang hidup pada abad ke 14 Masehi, tepatnya beliau dilahirkan di Tunis 1 Ramadhan 732 Hijriyah (27 Mei 1332 Masehi) dan wafat di Kairo pada tanggal tanggal 25 Ramadhan 808 Hijriyah (19 Maret 1406 Masehi). Ibn Khaldun mempunyai nama lengkap Abu Zaid Abdurrahman Ibn Khaldun. Ibn Khaldun juga seorang Sosiolog dan Sejarawan terkenal dengan bukunya Mukaddimah. Beliau merupakan perintis filsafat sejarah dan sosiologi yang tidak ada tandingan pada zamannya. Mengingat beliau seorang ilmuwan besar muslim dan juga karena kebesaran jiwanya, maka para pendiri Yayasan Ibn Chaldun (Ibn Chaldun Foundation) mengabadikan namanya sebagai nama Yayasan maupun nama Universitas. Ibn Khaldun yang lahir di Tunisia dan besar di Mesir ini merupakan tokoh yang menguasai ilmu pengetahuan multidisipliner. Salah satu bukunya The Muqadimah yang disebutkan diatas, menjadi bacaan penting abad 21, bahkan CEO Facebook, Mark Zuckerberg, memasukan buku tersebut dalam 11 buku bacaan wajibnya. Berdasarkan literatur visi misi lembaganya, UIKA memiliki visi misi Menjadi Universitas Unggul Berbasis Keislaman dan Teknologi Pada Tahun Sedikitnya ada 3 hal besar dalam visi misi UIKA, yaitu: 70

75 (1) universitas unggul, yakni berdaya saing kompetitif, (2) nilai-nilai Islam, dan (3) penguasaan teknologi modern. Selain visi misi tersebut, hasil literatur UIKA juga memiliki konsep program Islamisasi sains dan kampus. Selain itu juga ada motto Toward leading Isamic University dan juga ada motto iman, ilmu dan amal. Berdasarakan literatur yang ada UIKA memiliki struktur organisasi seperti Gambar 3 berikut ini. Gambar 3. Struktur Organisasi UIKA Sumber: Buku Pedoman Akademik UIKA (telah diolah) Berdasarkan literatur, UIKA memiliki norma-norma kehidupan (perilaku/artefak) yaitu: (1) mengembangkan sikap 3 S (Senyum-Salam-Sapa) saat bertemu; (2) berpenampilan rapih dan berpakaian Islami; (3) saling menghormati dan bertutur kata sopan santun sesuai Kaidah Akhlak al-karimah ; (4) menghentikan semua kegiatan apabila terdengar kumandang Adzan dan bergegas untuk menunaikan sholat berjama ah di masjid; (5) menjaga dan melestarikan lingkungan kampus; (6) menyelesaikan studi tepat waktu; (7) cinta dan haus ilmu pengetahuan serta berfikir kritis sesuai kaidah ilmiah; (8) senang dan aktif berorganisasi dalam kebaikan; (9) menjaga nama baik dan integritas almamater; (10) tidak berkhalwat di dalam lingkungan kampus. (11) tidak merokok di area kampus. Para pendiri UIKA yang merupakan perpaduan tokoh dari berbagai profesi menunjukkan bahwa UIKA lahir atas keberagaman dan latarbelakang pendirinya yang mempersatukan mereka karena visi dan aqidah yang sama. Sebagai penghormatan pada para pendiri, maka fakultas-fakultas yang ada bisa mencerminkan keprofesian para pendirinya. Misalnya KH Sholeh Iskandar maka dicerminkan dengan ada nya fakultas agama Islam. Yang roh pendidikan harus diisi dengan semangat dan daya juang beliau sebagai pendakwah dan pejuang nasional. Fakultas yang sangat penting untuk menjaga semangat pendirian UIKA adalah fakultas kedokteran. Dengan adanya FK akan menjadi kekuatan bagi UIKA untuk terus maju dengan melahirkan dokter-dokter yang tidak hanya menguasai teknologi tetapi juga nilai-nilai Islam dalam praktek para dokter. 71

76 Dari nama Ibn Khaldun yang digunakan pendiri menunjukkan kesungguhan para pendiri untuk melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam yang akan menjadi penerus ibn khaldun dalam perjuangan dan keilmuwannya. UIKA melahirkan sosok-sosok manusia pembelajar dengan berbagai penguasaan disiplin ilmu. Oleh karenanya sosok dan figure Ibn Khaldun harus menjadi motivasi awal mahasiswa UIKA. UIKA membutuhkan perubahan organisasi dan manajemen sesuai dengan kemajuan zaman dan tuntutan perubahan itu sendiri. Untuk mewujudkan visi-misinya, UIKA perlu merancang strategic plan pengembangan UIKA dalam jangka panjang 25 sd 50 tahun kedepan. Sehingga setiap pergantian rektor akan menjadi pelanjut pencapaian visi-misi tersebut, dalam bentuk focus kebijakan tahunan dan 5 tahunan. UIKA tidak boleh mapan secara penataan lembaga dan pengembangan SDM nya, karena organisasi yang tidak siap berubah, maka akan mati. UIKA perlu mempraktekkan disiplin kelima sebagai organisasi pembelajar (Senge, 1995). Organisasi yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan pendekatan badan hukum milik negara (BHMN) atau untuk UIKA dapat disebut Badan Hukum Milik Yayasan (BHMY). Mengacu pada organisasi BHMN (IPB, 2013) setidaknya UIKA memiliki 5 organ utama, yaitu: (1) Majelis- UIKA dan Senat Akademik, (2) Pengelola yaitu Rektor dan wakil rektor, (3) Pelaksana Akademik, terdiri dari Fakultas, lembaga Penjamin Mutu, LPPM, departemen, dan pusat studi, (4) Pelaksana Administrasi, yaitu direktorat dan kantor, dan (5) Penunjang Akademik yang meliputi perpustakaan, lab/bagian, bengkel, rumah sakit, satuan usaha, satuan keamananketertiban, dan bentuk lainnya. Pimpinan UIKA perlu membangun visi bersama civitas akademika melalui kepemimpinan kampus yang inspiratif, intelektual dan transformative. Membangun visi bersama dapat dimulai dari pengembangan dosen dalam manajemen system dan strategic. Menurut Arwildayanto (2013) pengembangan SDM dosen sudah menjadi kebutuhan nyata bagi usaha perbaikan mutu perguruan tinggi melalui proses yang sistematis, runtut, terukur dan terorganisir dibawah kepemimpinan kampus yang baik. Untuk norma-norma dan perilaku akademisi kampus (mahasiswa, karyawan dan dosen) perlu dilakukan penguatan 3 hal utama, yaitu (1) pemahaman secara prinsip (core values) UIKA sebagai Islamic University Culture, (2) perilaku dan tindakan-tindakan para akademisi sebagai individu dan tim UIKA, (3) kompetensi unggul sebagai ciri intelektual dan pekerja keras, cerdas dan ikhlas. UIKA harus merumuskan 3 standar kompetensi dasar bagi para civitas akademika UIKA, yaitu (1) core competency UIKA, (2) managerial competency UIKA, dan (3) supporting Competency UIKA. Dalam penguatan kompetensi UIKA perlu mengembangkan manajemen kinerja dan indicator kinerja kunci dalam berbagai perspektif, seperti perspektif stakeholder, academic dan research, perspektif Quality Control Internal Process, dan perspektif ketokohan dan tim yang kuat. Seperti contohnya IPB dalam menyusun manajemen kinerja selalu dimulai dengan pertanyaan, bagaimana IPB dipandang oleh pemangku kepentingan, bagaimana cara menerjemahkan visi dan misi IPB melalui kegiatan yang menghasilkan keunggulan riset dan akademik (IPB, 2012). Sebagai gambaran standar penjaminan mutu secara komprehensif yang dimulai dari visi, akademik, non akademik sampai ke indicator kerja adalah seperti Gambar 4 berikut. 72

77 Perbaikan IJBE: Integrated Journal of Business and Economics VISI UIKA Standar Mutu Eksternal STANDAR MUTU UIKA STANDAR AKADEMIK STANDAR NON AKADEMIK KOMPETENSI INTI, MANAGERIAL DAN PENUNJANG INDIKATOR KINERJA KUNCI UIKA KINERJA UIKA Gambar 4. Penentuan Kinerja UIKA secara menyeluruh Sumber: IPB (2012) telah diolah. 5. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan 1. UIKA organisasi yang focus sebagai universitas dengan menghasilkan sarjana-sarjana yang menguasai ilmu multidispliner dengan basis nilai-nilai Islam yang kuat. 2. UIKA dalam mewujudkan visi misi nya membuat strategic plan terkait manajemen dan pengembangan organisasi kampus menuju Modern Islamic University sinergis dengan gagasan pemikiran Ibn Khaldun. 3. UIKA menerapkan pengembangan SDM strategic berbasis PumpingHR Model dengan 3 competency utama, yaitu (1) membangun core competency dengan nilai-nilai luhur pendiri dan muqadimahnya Ibn Khaldun, (2) mengembangkan managerial competency bagi dosen dan karyawan serta lulusan UIKA yang sinergis dengan Standar Kerja Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI), dan (3) menggunakan supporting competency individu dan tim civitas akademika dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah. Rekomendasi Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memahami efektifitas SDM dan penataan organisasi UIKA saat ini dan disain organisasi serta MSDM strategic untuk mewujudkan visi misi dan tujuan pendirian UIKA. 73

78 Penataan organisasi UIKA dapat mencontoh system penataan perguruan tinggi BHMN yang ada di Indonesia. Perlu revitalisasi nilai-nilai keislaman dan university culture yang bersumber dari nilainilai dan gagasan ilmuwan Ibn Chaldun Nilai-nilai Muqadimah dapat dijadikan materi wajib dalam masa perkenalan kampus UIKA bagi mahasiswa baru, baik dalam bentuk ceramah, video, drama dan tau rekam jejak perjuangan ilmuwan Ibn Khaldun UIKA perlu membangun taman rektorat dengan artifak Ibn Khaldun sebagai semangat dalam menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan keahlian para civitas akademika dan alumni UIKA Bogor Referensi Alquranulkarim. (2016). Alquran dan Terjemahan nya Edisi tahun 2002 oleh Kementrian Agama RI. Jakarta: CV Darus Sunnah. Arwildayanto. (2013). Manajemen Sumberdaya Manusia Perguruan Tinggi, Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional. Bandung: Alfabeta. Baron, A. & Armstrong, M. (2007). Human capital Management, Achieving Added Value Through People. London & Philadelphia: Kogan Page. Barney, J. (1991). Firm resources and sustained competitive advantage. Jurnal: Management Science, 17, Bugin, B. (2008). Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Dapur Ilmiah. (2014). Penelitian Literatur. Online: 2014/06/penelitianliteratur.html. Diunggah tanggal 9 November Harrison, J. S. (2003). Strategic Management of Resources and Relationship. New York: John Wiley & Sons, Inc. IPB. (2008). Strategic Plan Bogor Agricultural University Bogor: IPB IPB. (2012). Indikator Kinerja Kunci Menuju IPB sebagai Learning Organization Unggul. Bogor: Simaker IPB Jauhari, Heri Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: CV. Pustakasetia. Khaldun, I. (2015). Mukaddimah. Terjemahan. Jakarta: Alkautsar. Mangkuprawira, S. (2011). Manajemen Sumberdaya Manusia Strategik. Bogor: Ghalia Indonesia. Mathis, R. L. & Jackson, J. H. (2003). Human Resource Management. 10 th Edition, Ohio: Thompson South-Western. 74

79 Mello, J. A. (2002). Strategic Human Resource Management, Cincinati: South Western. McMillan, J. H. & Schumacher, S. (2001). Research in Education: A Conceptual Introduction. New York: Addison Wesley Longman Inc. Palan, R. (2008). Competency Management. Jakarta: Penerbit PPM Ramly, A. T. (2016). Disertasi: Evaluasi Program Pelatihan Pengembangan Sumberdaya Manusia berbasis Pumping HR Model. Jakarta: Pascasarjana UNJ. Sampurno. (2011). Manajemen Strategik: Menciptakan Keunggulan Bersaing yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Senge, P. M. (1996). Disiplin kelima. Jakarta: Binarupa Aksara. Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. Ruhenda, dkk. (2013). Pedoman Akademik Universitas Ibn Khaldun Bogor. Bogor: UIKA. Tafoya, D.W. (2010). The Effective Organization. New York: Routledge. Thomson & Strickland. (2003). Strategic Management, Concept &Ccases. Newyork: McGraw Hill Higher Education. Umar, H. (2005). Riset Sumberdaya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 75

80 The Opportunity of SMEs Development by Triple Helix ABG Method in Supporting Creative Economy in Pangkalpinang City Hamsani and Khairiyansyah Department of Management, Faculty of Economics, University of Bangka Belitung Abstract Creative industries based on local wisdom are born from the creativity of the community who see the potential and unique characteristics in its region. Pangkalpinang City is the capital of the province of Bangka Belitung Islands always strives to improve economic development in improving the level of welfare of its people, one of them through the creation of SMEs. This study aims to identify and analyze how SMEs development opportunities by Tripple Helix ABG method in supporting creative economy in Pangkalpinang City. Kind of this research is descriptive qualitative approach by data collecting. This study is one of Small Research and Development (R & D) category. Respondents of this research are the beginner perpetrator of SMEs Creative Industry in Pangkalpinang City. The SMEs men are 61 persons. In this research, creative economy field covers 9 (nine) sectors: Advertising, Publishing and Printing, Fashion, Design, Research and Development, Information Technology, Architecture, Craft, and Interactive Games. The results of this study indicate the efforts and roles of each aspect of Triple Helix have not been so maximal, so further development opportunities can still be done. Keywords: SMEs, Creative Economy, Triple Helix ABG 1. Introduction The creative industries developed in Indonesia are based on GDP, employment, as well as corporate and international trade activities. In , Indonesia's creative industry is targeted to contribute between 7-8%. Its GDP growth is calculated based on GDP growth that has been targeted by the government and also the target of creative industry GDP contribution to national GDP. Until now the GDP growth trend in creative industry sub-sector is 2.7% for architecture; 2.4% for design; 2.6% for fashion; 5.9% for film, video and photography; 5.5% for handicrafts; 12.5% for computer and software services; 0.6% for music; -3.9% for market and art goods; -0.2% for publishing and printing; 12% for advertising; 14.9% for interactive games; 7.2% for research and development; 6.6% for performing arts; and 6% for television and radio. Developing Creative Industry Based on Local Wisdom Through According to Desperindag in blueprint printed "Creative Industries Development of 2025" mentions that the main problem which becomes the focus of creative industry development plan to 2015 is the quality and quantity of humanity of creative industry, business climate, technology, business networks and capital. Capital is not the main problem to stimulate the development of this creative industry but the most important is how the creative industry players can add soft skills that support their business, technology, and information related to the industry. In an effort to overcome the problems to develop creative industry in Indonesia can not only depend on government efforts and programs only but there must be support from various parties such as 76

81 economic institutions, academics, business people, and society. Creative industries based on local wisdom are born from the creativity of the community who see the potential and unique characteristics if a product in association with local wisdom in the area. Pangkalpinang City is the capital of the province of Bangka Belitung Islands always strives to increase economic development in improving the welfare level of its people. Various efforts to improve the welfare of the community through the development and empowerment of SMEs in Pangkalpinang city. 2. Literature Reviews Definition of SMEs In Indonesia, there are different definitions of SMEs based on the institutional interests that define them: a. Central Bureau of Statistics (BPS): SME is a company or industry with workers between 5-19 people. b. Bank Indonesia (BI): SME is a company or industry with the following characteristics: (a) its capital is less than Rp. 20 million; (b) for one round of his effort requires only Rp 5 juts; (c) having a maximum asset of Rp 600 million outside land and buildings, and (d) annual turnover Rp 1 billion. c. Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises (UU No. 9/1995): SMEs are small and traditional economic activities of the people, with a net worth of RP 50 million - Rp. 200 Million (excluding land and building of business place) and annual turnover Rp 1 billion; in the UMKM / 2008 law with a net worth of Rp 50 million to Rp 500 million and annual net sales of Rp 300 million to Rp 2.5 billion. d. Keppres No. 16/ 1994: SMEs are companies with a maximum net worth of Rp. 400 million. e. Ministry of Industry and Trade: 1) The Company has maximum assets of Rp 600 million outside land and building (Ministry of Industry before merged), 2) The Company has working capital below Rp 25 million. f. Ministry of Finance: SMEs are companies that have a maximum turnover of Rp 600 million per year and or a maximum asset of Rp 600 million outside land and buildings. g. Ministry of Health: companies that have quality standard marking in the form of Certificate of Extension (SP), Domestic Brand (MD) and Foreign Brand (ML). Definition of Triple Helix This creative economic enterprise cannot develop by itself. "It" requires the touch of three stakeholders known as the triple helix, ie businessmen, intellectuals, and government in a holistic, concrete and sustainable networking. Definition of the Creative Economy The term creative economy began to be known globally since the advent of The How to Make Money From Ideas (2011) by John Howkins. Howkins concisely defines the Creative Economy as: "The Creation of Value as a Result Ideas". Howkins more clearly defines the creative economy as an economic activity in which input and output are ideas. Or in one short sentence, the essence of creativity is the idea. In other cases Howkins explains that creative economy is an 77

82 economic activity in a society that spends most of its time generating ideas, not just doing routine and repetitive things. Definition of the Creative Industry According to DCMS (Creative Digital Industries National Mapping Project ARC Center of Excellent for Creative Industries and Innovation, 2007) creative industry is an industry derived from the utilization of creativity, skills and individual talents to create welfare and employment through the creation and utilization of creativity and creativity such individuals (NAF / WRT / 001 / I / 2009 January issue). The same thing was also expressed by Mohammad Adam Jerusalem (2009), that the creative industry is an industry that has authenticity in individual creativity, skills and talents that have the potential to generate income and job creation through the exploitation of intellectual property. Research Purposes Figure 1. Research Framework To analyze and know how SMEs development opportunities through Tripple Helix ABG method in supporting the creative economy in Pangkalpinang City. Benefits of Research A. Practical Benefits 1. Providing inputs for SMEs to be able to expand their business through Tripple Helix ABG Method in supporting creative economy in Pangkalpinang City. 2. Providing inputs to local governments that there is a need for greater support in SME development in Pangkalpinang City. B. Theoretical Benefits Application in SME development and empowerment strategy. 3. Research Methods Type of Research The approach taken in this research is the qualitative descriptive approach to data collection in the field. This study belongs to the category of Small Research and Development (R & D). On the aspect of the research will be revealed the profile of SMEs in the city of Pangkalpinang, 78

83 mapping potential creative industry players, and needs analysis through Triple Helix ABG approach. Time and Place of Study The time of the research is conducted for 1 year, starting from January 2014 until December The place of research implementation is to SME creative industry players in Pangkalpinang city. Data Collection Technique Data collection techniques, both primary and secondary data are done by: a. Interview The interview is collecting data obtained through questionnaire and answer with SME Creative Industry players in Pangkalpinang city. b. Field Research Undertake the process of introduction to the object of research that includes activities at the location of SMEs Creative Industries c. Library Study Techniques of collecting data sought the basics of thought through books, information, and previous studies. Population and Sample Population and Sample in this research are SMEs Creative industry Beginner category in Pangkalpinang City, with 9 sectors of study are: Advertising, Publishing and Printing, Craft, Design, Fashion, Technology and Information, Interactive Game, Research and Development, Architecture. Data Analysis Technique Because the data are related to behavioral exposure and statements and perceptions, the data are generally qualitative data, while some data in the form of numbers or quantitative will be used to complement and assist the descriptions of qualitative data. 4. Results Recapitulation of interview result: Table 1. Interview Results 61 Respondents Yes/No Questions NO YES (%) NO (%) MAJORITY YES NO NO NO YES YES YES 79

84 YES YES YES NO YES Source: Data processed by researchers, Based on the above table can be obtained data as follows: 1. Most respondents answered that the universities (PT) have visited and do observation in their place of business. 2. Most respondents answered that the PT never provided assistance and guidance to their business. 3. Most respondents replied that the PT was never involved in the operationalization of their business. 4. Most respondents answered that the PT has never given advocacy and consultancy related to capital, technology, human resources, or managerial in their business. 5. Most respondents answered that the level of competition in their business is quite high. 6. Most respondents answered that their business also depends on other types of business. 7. Most respondents replied that their business has good prospects. 8. Most respondents answered that their business contributed to the growth of creative industries. 9. Most respondents replied that the Government of Pangkalpinang City (Related Office) had visited and made observations to their place of business. 10. Most respondents replied that the Government of Pangkalpinang City (Related Office) once provided assistance and guidance to their business. 11. Most respondents answered that the relevant Dinas never made policies that complicate the operationalization of their businesses. 12. Most respondents replied that the relevant Dinas provided formal training on capital, technology, human resources, or managerial in their business. The interview results are based on questions with explanations Based on the results of interviews on respondents, obtained information as follows: 1. Respondents gave their opinion that what can be done by universities to support the growth of creative industry are: a. Participate and do their business assistance b. Synergize with the government to provide counseling and training for their businesses c. Can contribute to the facilitation of creative industries supporting equipment d. Facilitate apprenticeship programs for students to assist their businesses 2. Respondents argue that what their business can do to support the creative industry is: a. Improve their business performance with the achievement of profit that continues to grow with positive progress b. As inspiring business for follower development for similar business c. Continue to grow up to support the tourism sector as a superior sector alternative 3. Respondents argued that the Pangkalpinang City Government to support the growth of the creative industries could do the following: 80

85 a. Strengthening government functions as mediators and regulators to enhance the growth of creative industries. b. To facilitate socialization to strengthen market share and coverage of creative industries marketing area. c. Facilitating the training of SMEs in the creative industry sector must be targeted and appropriate benefits. d. The Government may provide incentives or capital access facilities for the development of creative industries in Pangkalpinang. Urgency of Creative Industry Development in Pangkalpinang City Here are some items that explain how the creative industry has a crucial role for the development of several aspects of life: 1. Aspects of economic contribution: creating employment, creating prosperity of the people of Pangkalpinang City. 2. Business aspects: creating markets for other industries and supporting other business sectors in Pangkalpinang City. 3. Social impact: improving Human Development Index (HDI) and quality of life of the people of Pangkalpinang City. 4. Identity: cultural heritage, build culture, keep the values that have been crystallized to the people of Pangkalpinang City. 5. Innovation and Creativity: improving innovation, helping problem solving, and stimulating creativity of the people of Pangkalpinang City. 6. Communication: strengthen ideas and ideas, as a discussion forum, and the outlook on the people of Pangkalpinang City. Creative Industry Development Opportunity in Pangkalpinang City Academic Games R & D Fashion Triple Helix Desain Industri Kreatif Percetakan Business Goverment Kerajinan Iklan IT Arsitektur Source: primary data processed, 2014 Figure 2. Scheme of Development of 9 Creative Industries Sector in Pangkalpinang From the schematic above picture can be explained the process of strengthening the development of 9 creative industry sectors in Pangkalpinang can be pursued through Triple Helix method, with detail explanation as follows: 81

86 1. From the Academic dimension, the efforts that can be done to strengthen the development of creative industries include business assistance, counselling and training, equipment facilitation, student internship program. 2. From the Business dimension, efforts that can be done is to improve business performance, as a model (inspiring business), and support other business sectors 3. From the Government dimension, the strengthening of activities that can be done in strengthening the function of mediator and regulator, facilitation of marketing, training, as well as government incentives and easy access to capital. 5. Conclusions and Recommendations Conclusions Based on the explanation and discussion and the previous analysis can be concluded several things as follows: 1. Efforts and synergy of academic, business, and government in developing creative industry in Pangkalpinang felt not maximal yet. 2. Each Triple Helix dimension has a function and role in the development of Creative Industry in Pangkalpinang 3. The creative industry is a crucial entity in improving the quality of life in some aspects of life. 4. The existence of opportunities and gap efforts that still felt necessary to improve the creative industry sector in Pangkalpinang. Recommendations 1. The synergy of ABG needs to be continuously improved for the purpose of improving the quality of Creative Industry in Pangkalpinang. 2. Any development opportunities suggested by respondents for the development of Creative Industry need to get special attention from Pangkalpinang City Government. 3. One sector of Creative Industry such as craft should be a vehicle that can inherit and strengthen the culture and values and norms prevailing in the community of Pangkalpinang City. References Departemen Perdagangan Republik Indonesia. (2008). Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025: Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia Etzkowitz, H. and Leydesdorff, L. (2000). The Dynamics of Innovation: From National Systems and Mode 2 to a Tripple Helix of University-Industry Government. Research Policy 29. Ginanjar, S. (2010). Analisis Pengaruh Inovasi Produk Melalui Kinerja Pemasaran Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing Berkelanjutan (Studi Kasus Pada Industri Kecil danmenengah Batik Pekalongan). Jurnal Fakultas Ekonomi Magister Manajemen UNDIP Semarang. 82

87 Kementrian Koperasi dan UKM. (2010). Renstra (RencanaStrategis) Kementrian Koperasi dan UKM Tahun Jakarta. Kuncoro, M. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kuncoro, M. (2004). Otonomi & Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Erlangga. Muniarti, D. E. (2009). Peran Perguruan Tinggi Dalam Tripple Helix Sebagai Upaya Pengembangan Industri Kreatif. Seminar Nasional Jurusan PTBB FT UNY. Purnama. dkk. (2003). Analisis Pengaruh Sumber-sumber Keunggulan Bersaing Bidang Pemasaran Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Di Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis, (2)8. Sukarno, G. (2013). Pertumbuhan Industri Kreatif Di Surabaya Melalui Upaya Triple Helix Dan Keunggulan Bersaing. Seminar Nasional & Sidang Pleno ISEI XVI. Sukarno. dkk. (2012). Competitive Advantage Throught SANTRI Community In Improving Performance, GLOBAL NETWORK. International Journal of Business Management, (5)2. Tambunan, T. (2000), Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya. Tambunan, T. (2003). Perkembangan UKM dalam Era AFTA: Peluang, Tantangan, Permasalahan dan Alternatif Solusinya. Paper Diskusi pada Yayasan Indonesia Forum 83

88 Linkage Investment Opportunity Set (IOS) with Financial Policy in Growing Companies in Indonesia Stock Exchange (BEI) Marheni STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung Abstract The aims of this study were to analyze the influence of disclosure policy, funding policy, dividend policy on IOS and to analyze the difference of IOS influence on disclosure policy, fund policy and dividend policy in the company grow and not grow. The population in this study were companies listed on the Indonesia Stock Exchange there are 509 companies. The sample was chosen by purposive sampling method as many as 88 companies. Methods of data analysis used multiple linear regression analysis and independent t-test. The result of data analysis shows that the company disclosure policy has no effect on IOS. Funding policies as measured by Book Debt Equity companies had a significant effect on IOS. The dividend policy measured by the House of Representatives had no significant effect on IOS. There were IOS differences, disclosure policies, funding policies and dividend policies in the company growing and not growing. Keywords: Disclosure, Funding, Dividends, IOS 1. Introduction Determination of the right investment can be done based on the analysis of investment in the capital market, one way to use fundamental analysis. This approach assumes that any securities have intrinsic value, that dividends, capital structure, and growth potential of the company (Hartono, 2007). The intrinsic value is also called the fundamental value of the value that reflects the true value of the company (Hartono, 2007). The intrinsic value of shares also shows the characteristics of the firm as a basis for knowing whether a stock is rated undervalued or overvalued. Differences in the value of the shares are influenced by the company's internal condition which the company is a growing or not growing company and growth potential can be shown by the comparison between the value of stock market and the value of the book (Hartono, 2007). According to Smith and Watts (1992), company growth can be proxied by a combination of various values of Investment Opportunity Set (IOS). IOS is a collection of investment options in the future. Gaver and Gaver (1993) argue that an enterprise's IOS is inherently unobservable, so IOS needs a proxy for interpreting it. IOS scores are in the form of book values of assets and firm equity and the value of future growth opportunities of a company (in the form of the market value of the firm). IOS shows the present value of the company's choices to make future investments (Chung and Charoenwong, 1991). Chung and Charoenwong (1991) who say that the essence of growth for the company is the existence of investment opportunities that can generate profits. Furthermore, growing companies will respond positively to the market (Nugroho and Hartono, 2002). 84

89 IOS is related to policies made by management, including disclosure policy, funding policy and dividend policy. Disclosure policy related to the financial statements and various information submitted by the issuer to know the growth of the company. The company's funding policy is used to finance the company's operations, development and research as well as improving the company's performance. Cristian Herdinata (2007) explains that firms tend to determine the selection of funding sources that is with internal equity first, if internal equity is considered not sufficient new use external finance. Companies tend to determine the selection of funding sources that is with internal equity first, if internal equity is considered not sufficient new use external finance. Pecking Order Theory states that the company prioritizes funding of investment opportunities with internal financing and subsequently with external financing (Keown et al., 2001: 355). This is in line with the contracting hypotheses that the company's funding grew more sourced internally ie retained earnings, rather than external factors such as debt and stock expenses. Martati (2010) that rises investment options prefer internal funding rather than expensive external funding. Meanwhile, according to signalling hypothesis, growing companies have higher debt, assuming the company has better conditions in the face of financial distress (Smith and Watts, 1992). IOS is related to disclosure policy. Skinner (1993) also conducted a study of the relationship between the choice of corporate accounting procedures with IOS. Some studies provide encouraging evidence that the content of financial reporting practices is significantly influenced by organizational characteristics. Disclosure policy of each company is different according to the level of importance. The average issuer on the Indonesia Stock Exchange fulfills the obligation to submit reports in accordance with the OJK rules on mandatory disclosure. Conversely, voluntary disclosure depends on the policies of each company. Investors use the financial statements and various information submitted by each issuer to know the growth of the company. This is related to the possibility of investment opportunity for the company. Hadi and Sabeni (2002) undertook research on factors affecting the voluntary disclosure of firms that went public on the Indonesia Stock Exchange. The results of this study concluded that the larger the size of a company the more extensive the voluntary disclosure of the company. The IOS linkage to the disclosure policy is explained by the efficient contracting perspective which states that acceptance of accounting arrangements and disclosure options is developed to maximize corporate value and managers voluntarily select accounting policies and disclosures to reduce intensive conflict between managers, shareholders and owner of debt (Watts and Zimmerman 1990). Transparency of management report disclosure is required to avoid such conflicts. Management is required to convey various information about the company openly so as to know the performance of management and growth of the company. Companies in addition to submitting routine financial reports also need to submit other information that can add value to the company's performance put into disclosure. The growth conditions of the company affect the funding policy and the dividends made. Gaver and Gaver (1993) and Skinner (1993) found evidence that growing and non-growing companies adopted different funding policies. Funding policies in a company should aim to maximize prosperity. The policy should consider and analyze the combination of sources of funding economically for the company to finance investment needs for the company. The company's decision on debt usage is also intended to maximize the prosperity of the company owners by maximizing profits. Maximizing the prosperity of the company owner is measured by the earnings per share. Firms that grow have 85

90 less leverage than firms that do not grow with consideration to reduce the risk of their business, in case of failure so unable to pay interest on the debt. Prasetyo (2000), Isnaeni (2005), Herdinata (2007), Kusumawati and Sodiq (2008) stated that the funding policy is relatively small for the growing companies. The results of this study suggest that there is a difference in terms of funding policies between growing companies and companies that do not grow. The funding policy is proxies with the book value of debt to equity associated with IOS. Dividend policy is a policy that is done with a fairly expensive expense, because the company must provide funds in large amounts for dividend payout purposes. Companies generally make stable dividend payouts and refuse to reduce dividend payouts. Only companies with high profits and bright future prospects are able to pay dividends. Many companies are always communicating that the company has a perspective and facing financial problems will certainly be difficult to pay dividends. This has an impact on companies that pay dividends, marking the market that the company has a bright future prospect and is able to maintain the level of dividend policy set in the previous period. Companies with bright future prospects will have higher stock prices. Fijrijanti and Hartono (2000) also proved that firms that grew smaller dividends than firms that did not grow because the retained earnings generated by the company were mostly allocated for expansion. The purposes of this study are: 1. To analyze the effect of disclosure policy on IOS. 2. To analyze the effect of funding policy on IOS. 3. To analyze the effect of dividend policy on IOS. 4. To analyze the differences in IOS, disclosure policy, funding policy and dividend policy in the company grow and not grow. 2. Literature Reviews Investment Opportunity Set (IOS) Understanding investment, in general, is the activity of investing capital by investors on a particular asset to get a greater return than the sacrificed. Aharony (2010) defines investment as a current commitment in money, for a period of time in order to obtain future payments that will compensate investors for: (1) the time when funds are used, (2) expected inflation rate and (3) uncertainty over future payments. Investors in the meaning can be individuals, companies or governments. Dharmapala et. al. (2008) mentions investment is the current commitment to money or other resources in the hope of making a profit in the future. To invest, a company needs an opportunity, a plan or project to choose from to achieve its goal of making more money. A set of investment opportunities (sets of investment opportunities) are the investment options available to the individual or company that the company can do. The firm's investment opportunities affect the way managers, owners, investors and creditors think about the value of a company. Future investment options are related to company growth rates. The growth of the company is expected to provide a positive aspect for the company as there is an opportunity to invest in the future. Smith and Watts (1992) argue that the company's growth opportunities are seen in investment opportunities proxied with various Investment Opportunity Set (IOS) value combinations. Smith and Watts (1992) explain that IOS is a component of company value derived from the choice to make the investment in the future. The Kallapur and Trombley (1999) research states that the company's IOS influences the way companies are rated by managers, owners, investors and creditors. 86

91 From the above definition, it can be interpreted that the IOS contains two terms. First, IOS is an investment decision by the company to provide positive growth, so IOS is considered a growth prospect. Secondly, IOS is the company's ability to determine the type of investment to be performed. For a company that is not able to choose the right investment, then the expenditure will be higher than the value of the lost opportunity. Therefore, it can be concluded that IOS is the relationship between current expenditure and future value/return/prospect as a result of investment decision to generate shareholder value. Future investment options are not solely indicated by projects supported by research and development activities (Gaver and Gaver, 1993). But it is also demonstrated by the company's deeper ability to exploit the opportunity to take advantage of other firms in its industry group. This high corporate capability is unobservable. Future investment options are related to the company's growth rate. The growth of the company is expected to provide a positive aspect for the company as there is an opportunity to invest in the future. The growth opportunities will be seen on investment opportunities proxied with various combinations of investment opportunity set value. Companies that make various investment choices signal that the company is in its infancy. Companies that are growing are not always small companies that are actively conducting research and development activities. Small firms face a limited choice in determining and executing new projects or if they want to restructure existing assets. Large companies tend to have dominance in restructuring their potential markets (Gaver and Gaver, 1993). Large companies often have a competitive advantage in exploring emerging investment opportunities. The variation of corporate strategy choices in order to gain a competitive advantage as well as the difference in investment decisions taken by firms to deal with competing companies entering the market lead to investment opportunity sets (Gaver and Gaver, 1993). Various ios proxies have been used in many previous studies and always indicate that there are always unusable IOS proxies, so there is no agreement on the proxies that can represent an appropriate investment opportunity set (Gaver and Gaver, 1993). The measurement of the measurement of the firm's market value at the book value of the asset is measured by the percentage of firm value associated with asset-in-place. The higher this ratio indicates a lack of dependence on assets and higher growth options. The growth opportunities and the firm's market value on the asset book value should be positively correlated. The difference between the book value and the equity market will occur because the growth opportunities in the firm (Anindita and Prashant, 2010), the market value of the book value of equity, measure the value of the firm as the proportion of non-growth opportunities so that the market value of the book value of equity is expected to increase along with increasing growth opportunities. The market value of the firm on the book value of assets (MKTBKA) is measured from the percentage of firm value associated with the assets-in-place. The higher the ratio indicates the lack of dependence on the asset and the higher the growth option. Growth opportunities and MKTBKA should be positively correlated. Chung and Chaeroewong (1991) show that the price to earnings ratio will increase as the percentage of earnings coming from the assets-in-place increases. The earnings-to-price ratio tends to be inversely related to growth options. If the ratio is used to reverse ratio, Price to Earnings Ratio (P / E), it is expected to have a positive relationship between P / E and growth options. The impact of these measures was tested collectively not individually because the results found no significant difference between the two. 87

92 Identify the size of IOS, in general, using analytical factors such as those done by Gaver and Gaver (1993). IOS Relationships with Disclosure Policy According to Chairiri and Imam Ghozali (2000) disclosure means that the financial statements should provide sufficient information and explanation about the activities of a business unit. The information must be complete, clear and can describe accurately the economic events that affect the results of operations unit. Disclosed information should be used and not confuse the users of financial statements in economic decision-making. Hossain et. al. (2000) revealed that IOS has a positive and significant impact on disclosure. Hossain et. al. (2005) examines the effect of IOS against voluntary disclosure of simultaneous approaches to firms in New Zealand, they found IOS to positively and significantly influence the level of voluntary disclosure. Akhtaruddin and Hossian (2008), show that companies with high-profit growth rates, the higher the voluntary disclosure by ownership control. Kumalahadi (2004) measured IOS using these six proxies. These ratios are expected to reflect the company's investment opportunities, the higher the IOS ratios, the higher the growth opportunity of the company, because the IOS ratios are a good description for the company's growth. If the company has a good growth opportunity, will signal through the disclosure. In order to control the size of the company, the use of natural log market capillarization (LMCAP), dichotomous indicator variable (OFF), is coded 1 for firms issuing securities in year 1 or intending to issue securities in year t + 1 and 0 besides. The measure of the percentage of shares held by the public (OWNST) is to control stock spread. IOS Relations with Funding Policies Funding and dividend policies are corporate policy forms based on contracting theory. According to Imam Subekti (2000) contracting theory in principle uses the main assumption that the company's policy selection aims to maximize the value of the company. Companies that grow need funding where the funding can be obtained from internal financing resources as well as external financing resources. Internal funding is funding derived from within the enterprise itself derived from retained earnings that are not distributed as dividends to shareholders, while external funding is financed from outside the enterprise ie debt obtained from the creditor. Each company has its own policy of providing funding to invest. Gaver and Gaver (1993) have found evidence of a link between IOS and the funding policy. Subekti and Kusuma (2000) who stated that growing companies have smaller funding policies than non-growth companies. Prasetyo (2000), Isnaeni (2005), Herdinata (2007), Kusumawati and Sodiq (2008) stated that the funding policy is relatively small for the growing companies. The results of this study suggest that there is a difference in terms of funding policies between growing companies and companies that do not grow. The funding policy is proxied with the book value of debt to equity associated with IOS. Determination of funding and dividend policy according to Barclay et. al. (1998) relates to the problem of the company's free cash flow. High growth companies have a profitable opportunity to fund investments internally so that companies are not tempted to pay more profits to outsiders. Conversely, low-growth companies seek to withdraw funds from the outside to fund investments 88

93 at the expense of most of their earnings in the form of dividends or interest. This requirement according to Barclay et. al. (1998) is consistent with the prediction of contracting theory which suggests that firms that have the option to grow larger will have less debt because the company prefers solutions to its debt-related problems. IOS Relationships with Dividend Policy The dividend policy concerns the issue of the use of profits that are the rights of shareholders. Basically, such profits may be divided into dividends or held for reinvestment. Thus the question should be when (meaning, under what circumstances) the profit will be distributed and when it will be withheld, keeping in mind the company's goal of increasing the value of the company. The problem sometimes becomes complicated because of external funding alternatives. Thus it is possible to divide the profits as dividends, and at the same time issue new shares. Or is it better not to share dividends and also not to issue new shares? Another problem is that the company can distribute dividends not in cash but in the form of shares (known as stock dividends) or buy back (partial) shares (known as the repurchase of stock) (Husnan, 2003). The payment of dividends in the past will affect the number of funds that can be used for investment in the future. Asymmetric information causes the company's behavior in determining dividend policy to be a signal as a future prospect of the company. Investment opportunities owned by the company will be related to the number of dividends distributed. Companies that have many opportunities for investment will encourage the company to make a small dividend payout, so the company has internal equity to fund the investment. Conversely, companies lacking investment opportunities will encourage companies to make high dividend payouts. Thus seen the relationship between IOS and dividend payout ratio. The research to find out the relationship between investment and dividend payout ratio has been done by Fijrijanti and Hartono (2000) support the research of Subekti and Kusuma (2000) that dividend policy is relatively small for the company to grow. The results of their research found that investment is negatively related to dividends meaning that companies with high IOS will pay smaller dividends. The Company Grows and Does not Grow Stage of life journey of the company will experience 2 conditions that company grow and company not grow. Kallapur and Trombley (1999) examined the tested ratios of market to book value assets (MTBVA), on the premise that the company's growth prospects were reflected in stock prices, the market rated the growing company larger than its book value, market to book value of equity (MTBVE) reflects the market rate of return on future corporate investment to be greater than expected return of equity, price to earnings (PER), capital expenditure to book value assets (CAPBVA) and capital expenditure to market value of assets (CAPMVA). Based on the explanation shows that the ratio between book value and market value of a stock can show growth of a company. A comparison between the book value and the market value of the stock can be used as a growing company's gauge and can provide opportunities for future investment options for investors. Stock market price is the stock price that occurs in the stock market at a certain moment, while the book value is the value recorded by the company (Hartono, 2007). It causes investors to have a lucrative investment opportunity by analyzing the growth of a company that is visible from the book value and market value of the company's stock. The hypothesis of this study is described as follows: 89

94 Hypothesis 1: Disclosure policy has a positive and significant impact on IOS. Hypothesis 2: The book value of debt to equity has a negative and significant impact on IOS. Hypothesis 3: Dividend Payout (DP) has a negative and significant effect on IOS. Hypothesis 4: Dividend Yield (DY) has a negative and significant effect on IOS. Hypothesis 5: There is a significant difference between a disclosure policy in a growing company or not growing. Hypothesis 6: There is a significant difference between the funding policies at the company growing or not growing. Hypothesis 7: There is a significant difference between the dividend policy in a growing company or not growing. 3. Research Methods Research on Investing Opportunity Set (IOS) Test With Disclosure Policy, Funding Policy and Dividend Policy In Indonesia Stock Exchange (IDX) is an explanatory research based on hypothesis testing. The population in this study are companies listed on the Indonesia Stock Exchange. There are 509 companies listed on the Indonesia Stock Exchange which are divided into sectors according to the type of business. Samples are taken from companies submitting annual reports on the Indonesia Stock Exchange. The sample is chosen by purposive sampling method, with criteria such as: 1. Companies listing on Indonesia Stock Exchange in The selection of sample listing indicates that the company is not flawed in the BEI because it never came out of BEI. 2. The Company does not engage in corporate actions such as acquisitions or mergers during the period of observation. If the company conducts acquisitions and mergers during the observation period it will cause the variables in the study to experience changes that are not comparable with the previous period. Meanwhile, if a company is liquidated then the results of the research will not be used because the company in the future will no longer operate. 3. Financial services firms (such as banks, financial institutions, securities firms, insurance companies, and mutual funds) are not included because their activities cannot be directly comparable by BI because of health criteria such as NPLs, CARs and others. 4. Have no profit and total negative equity, because the negative balance of earnings and equity as denominator becomes meaningless. 5. The Company shall divide the dividend at the time of the research period because, in the disclosure of the dividend policy, the company shall dividend in The variables of this research are: 1. IOS as a set of investment opportunities as measured by market book value asset (MBVA) proxies. 2. Disclosure policies are measured in accordance with the time of disclosure and presentation contained in the company's annual report on the Indonesia Stock Exchange in accordance with the National Standardization Body. 3. Company's funding policy is the company's financing policy as measured by the book value of debt to equity proxy. The dividend policy is the decision shared by the shareholders as dividends and those held are measured by dividend payout and dividend yield proxies. 4. Companies growing and not growing are companies that have grown measured by the market to book value market ratio. 90

95 The research variables are calculated by the following steps: 1. IOS as a set of investment opportunities that require proxies with market book value asset size, namely: MBVA= Disclosure Policy Disclosure Information Prospective is measured in accordance with the disclosures and presentations contained in the annual reports of companies in the Indonesia Stock Exchange in accordance with the National Standardization Agency, namely the timeliness in the delivery of financial statements. Disclosure of Prospective Information is measured by the date of submission of audited annual financial statements to OJK. Disclosure Prospective information is the timeliness in the delivery of financial statements. This variable is measured by the date of submission of audited annual financial statements to OJK with dummy variables with categories i.e. for companies that have timeliness (submitting their financial statements less than 90 days after the end of the year or before March 30) into category 1 and companies that are not on time (submitting its financial statements more than 90 days after the end of the year or after 30 March) is categorized as 0. Funding Policy The funding policy is produced with the following ratios: Book value of debt to equity: Dividend Policy The dividend policy is proxied to the following ratio: Payout Dividend: Dividend Yield: The Company Grows and Does not Grow In this study, the opportunity to grow the company (growth) is measured by the ratio of market value of equity to the book value of equity of the company at the beginning of the year of observation (Market to book ratio). Market to book ratio (MTBR) can be calculated using the following formula (Scott, 2009): MTBR = NPE NBE In this case: NPE = Market value of equity (Stock price x Number of shares outstanding) NBE = Book value of equity MTBR criteria include: if MTBR < 1 then the company does not grow if MTBR > 1 then the company grows. 91

96 Testing hypothesis in this research, researcher use statistical analysis tool that is linear regression method which is a linear correlation between two or more independent variable (X1, X2,... Xn) with the dependent variable (Y). This analysis to know the direction of the relationship between independent variables with dependent variable whether each independent variable is positive or negative and to predict the value of the dependent variable if the value of independent variables increases or decrease. This analysis is done by a group of a sample that is whole company sample all year, the sample of the company grew and the sample of the company did not grow. Regression model in this research is expressed as follows: Information: Y DISC BDE DP DY E β0 β1s/d β3 Y = β 0 + β 1.DISC + β 2.BDE + β 3.DP + β 4.DY + e : IOS (with MBVA proxy) : Disclosure policy : Book debt equity : Dividend payout : Dividend yield : Error term : Constants : Regression coefficient 4. Results This study uses a public company population listed on the Indonesia Stock Exchange during 2014 as many as 509 companies. Selection of research sample is done by purposive sampling to get a sample which can represent criteria specified in research. The grouping of firms growing and not growing is explained by the growth opportunity of the company (growth) measured by the ratio of market value of equity to the book value of equity of the company at the beginning of Market to book ratio (MTBR). MTBR criteria include: if MTBR <1 then the company does not grow but if MTBR> 1 then the company grows. After the criteria stage, then groupings of companies grow and do not grow. The grouping of research samples is explained by the results of 30 companies growing and there are 57 companies that do not grow. The process of grouping research samples to be processed as described in the following table: Table 1. Grouping of Company Observation Samples No Jenis Observasi Jumlah Perusahaan 1 All samples of the study 88 2 The company is growing 58 3 The company does not grow 30 Source: Data processed by researchers Multiple linear regression methods, that is a method used to test the influence of two or more independent variable to a dependent variable with measurement or ratio scale in a linear equation (Indriantoro and Supomo, 2002). Independent variable in this research is corporate disclosure, Book Value to Debt of Equity, House of Representatives and dividend yield. While the dependent variable is IOS. 92

97 IJBE: Integrated Journal of Business and Economics Table 2. Results of Multiple Linear Regression Analysis Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t hitung Sig. 1 (Constant) -0,229 0,353-0,648 0,519 Diclosure -0,098 0,227-0,047-0,432 0,667 Ln Book Debt -0,085 0,057-0,124-2,149 0,025 Equity Ln DPR -0,119 0,103-0,239-2,317 0,019 Ln Dividen -0,032 0,057-0,103-0,567 0,572 Yield Source: Data processed by researchers Based on the analysis result obtained by regression equation as follows: Y = DIS BDE DPR Yield Hypothesis Testing Influence of Corporate Disclosure Variables, Book Value to Debt of Equity, House of Representatives and Dividend Yield. T-test Hypothesis test used in this research use partial regression test (t-test). The t-test is conducted to find out whether the independent variables contained in the regression equation individually affect the dependent variable. Based on the results of multiple regression analysis in Table 2 with the t-test obtained the results can be stated: a. Corporate disclosure has a significance level (sig t) of This value is more than α (= 0.05), then the first hypothesis that states disclosure firm significantly affect the IOS is rejected. That is, corporate disclosure has no effect on IOS on the company. b. Book Value to Debt of Equity has a significance level (sig t) of with a negative sign. This value is less than α (= 0.05), then the second hypothesis which states Book Value to Debt of Equity has a negative and significant effect on IOS accepted. That is, the Book Value of Debt of Equity Company has a negative and significant impact on IOS on the company. c. DPR has a significance level (sig t) of with a sign of negative coefficient. This value is more than α (= 0.05), then the third hypothesis that states House significant effect on the IOS is rejected That is, the House of Representatives has a significant effect on IOS on the company. d. The yield dividend has a significance level (sig t) of with a positive coefficient sign. This value is more than α (= 0.05), then the fourth hypothesis that states Dividend yield significant effect on IOS is rejected. That is, Dividend yield companies have no significant effect on IOS on the company. Based on the result of the t-test, the coefficients of multiple linear regression equations can be interpreted as follows: 1. Corporate disclosure statistically does not affect the IOS means any increase or decrease in corporate disclosure variables have no effect on IOS increase and decrease. 2. Book Value to Debt of Equity statistically has a negative and significant influence on IOS means that any increase or decrease of Book Value to Debt of Equity of company has the influence to increase and decrease IOS. 93

98 3. The House of Representatives statistically has a negative and significant influence on IOS means any increase or decrease in the House of Representatives has an influence on the increase and decrease of IOS. 4. Dividend Yield statistically has no significant effect on IOS means any increase or decrease in Corporate Dividend Yield has no effect on IOS increase and decrease. Disclosure Differences Companies, Book Value to Debt of Equity, House and Dividend Yield for Growing and Not Growing Companies. The disclosure discrepancies, Book Value to Debt of Equity, House of Representatives and Dividend Yields for growth and non-growing companies used the Whitney Man test for nondistributed and independent t-test data due to normal data distribution. This test is used to test whether there is a corporate disclosure, Book Value to Debt of Equity, House of Representatives and Dividend Yield for the company grows and does not grow. The t-test results are presented in the following table: Table 3. Independent Test Result of T-test Sample Variables Criteria N P value Information Diclosure Not Growing 58 Growing 30 0,000 Significant Book Value to Not Growing 58 Debt of Equity Growing 30 0,920 Not Significant DPR Not Growing 58 Growing 30 0,620 Not Significant n Dividen Not Growing 58 Yield Growing 30 0,074 Not Significant Source: Data processed by researchers Table 3 shows that for the disclosure variable there is a significant difference as the company grows at 1.00 and does not grow by 0,00 with the value of P-Value of which is less than The different test result of book Value to Debt of Equity of company grow and not grow that point value P value equal to 0,920 more than 0,05 so there is no significant difference. Different test results for variable DPR in company grow at -2,2456 and do not grow equal to - 2,1017 shows value of P Value equal to 0,748 more than 0,05 so there is no difference significant. Dividend Yield different test result at company grow equal to -7,22212 and the company did not grow by which shows the value of P Value of which is more than 0.05 so there is no significant difference. Influence of Disclosure Policy on IOS Based on the results of hypothesis testing shows that disclosure policy has no significant effect on IOS. It shows that the first hypothesis that the company disclosure affect IOS is rejected. Disclosure policy actually implies that the financial statements should provide sufficient information and explanation about the activities of a business unit. The information is complete, clear and can accurately describe the economic events that affect the unit's operating results. Disclosure policy has no significant effect on IOS, it can be caused because in this research only see from time side of disclosure of financial statement so as not to give just about financial 94

99 statement contents. In fact, for decision-making about investment should consider the contents of financial statements such as profit and asset growth. The results of this study are not the same as the findings of Hossain et.al. (2000) found that disclosure of financial statement disclosure affects ios for future corporate prospects. The Influence of Funding Policies on IOS The funding policy measured by Book Value to Debt of Equity statistically positively affects IOS means that any increase in Book Value to Debt Equity causes IOS to increase and vice versa. Funding policy measured by book value of debt to equity has positive effect on IOS, the company's high funding source with debt indicates that the company signaled the ability to seize investment opportunities and be able to pay interest expenses on the debt. So it shows that companies dare to take risks to increase funding with debt. This is consistent with the findings of Adi Prasetyo (2000), Isnaeni (2005), Cristian Herdinata (2007), Rita Kusumawati and M. Shodiq (2008) stating that the company's funding policy has a positive effect on IOS which is proxied by Book Value to Debt of Equity and Market Value to Debt of Equity. Effect of Dividend Policy on IOS The results of this study indicate that dividend policy has no effect on IOS. This is evidenced by the House of Representatives does not statistically significant effect on IOS means any increase or decrease in the House of Representatives does not affect the increase or decrease IOS. Likewise, Dividend Yield statistically has no significant effect on IOS means any increase or decrease Dividend Yield does not affect to increase or decrease IOS. Investment opportunities owned by the company will be related to the number of dividends distributed. Companies that have many opportunities for investment will encourage the company to make a small dividend payout, so the company has internal equity to fund the investment. Conversely, companies lacking investment opportunities will encourage companies to make high dividend payouts. Thus seen the relationship between IOS and dividend payout ratio. The results of this study indicate that dividend policy has no significant effect on IOS. That's because investors think dividend policy indicates that the company does not seem to have a better investment opportunity. The results of this study are inconsistent with Tettet Fijrijanti and Jogiyanto Hartono (2000) supporting the research of Imam Subekti and Indra Wijaya Kusuma (2000) that investment is negatively related to dividend means that companies with high IOS will pay a smaller dividend. Differences in IOS, Disclosure Policy, Funding Policies and Dividend Policy in Growing and Non-Growing Companies The result of data analysis indicates that there is difference between IOS, disclosure policy, funding policy and dividend policy at growing and a not growing company which tested by paired sample t-test. Disclosure test results of different companies grow and grow show no significant difference. This shows that disclosure which is the time of disclosure of financial statements is not enough to give effect to IOS. The company grows more consistently to be on time than the small company in informing its financial statements, because large companies are much highlighted by the public. The company grew more knowledgeable about the existing regulations. Therefore, firms that grow more in compliance with regulations on timeliness than 95

100 firms do not grow. The results found empirical evidence that there is a disclosure difference between firms growing and not growing. Different test results of Book Value to Debt of Equity between companies growing and not growing showed no significant difference. This indicates that the book value of equity for the company grows and does not grow does not affect the IOS. Different test results of the House grew and grew showed no significant difference. Increased companies have smaller financing policies than firms that do not grow. This is similar to the findings of Prasetyo (2000), Isnaeni (2005), Herdinata (2007), Kusumawati and Sodiq (2008) stating that funding policies are relatively smaller in growing companies. Different test results Dividend Yield of the company grew and grew showed no significant difference between Dividend Yield between the companies grow and not grow. Companies with low growth rates are more likely to pay larger dividends, in order to divert the company's funding sources from being invested in projects with a negative net present value. 5. Limitations of Research This study shows results that have not been entirely able to answer the purpose of research. This is because this study has the following limitations: 1. This research pro- poses disclosure, funding and dividend policy without considering other factors such as profit, macro condition, stock ownership and company policy. 2. This study only uses variables that reflect the company's financial condition, in this case, this study does not compare existing data with variables outside the company such as government regulation, tax system and legal system of a country where the variables it can be a factor affecting the company's IOS. 3. This study only uses the sample of distributed dividend companies, without considering the sample of dividends for the non-distributed. 6. Conclusions and Suggestions Conclusions Based on the results of data analysis can be concluded things as follows: 1. Corporate disclosure policy has no effect on IOS means any increase or decrease of corporate disclosure variable has no effect on IOS increase and decrease. 2. Book Value to Debt of Equity companies significantly influence IOS means any increase or decrease in Book Value to Debt of Equity companies have an influence on IOS increase and decrease. 3. The dividend policy measured by the House of Representatives has no significant effect on IOS means that any increase or decrease in the House of Representatives has no effect on the increase and decrease of IOS. Corporate Dividend Yields have no significant effect on IOS on growing companies and do not grow meaning any increase or decrease Dividend Yield companies have no effect on IOS increase and decrease. 4. There are differences in IOS, disclosure policy, funding policy and dividend policy in the company grow and not grow. Different test results of Book Value to Debt Equity of companies grow and grow show no significant difference Book Value to Debt of Equity between companies growing and not growing. Different test results of the House of 96

101 Representatives grew and grew showed no significant difference between the House of companies growing and not growing. Different test results Dividend Yield of the company grew and grew showed no significant difference between Dividend Yield between the companies grow and not grow. Suggestions Suggestions that can be asked in the research include: 1. For investors Investors should consider the policies related to IOS so that in investing the necessary consideration with the policies. 2. For further research a. Future research should increase the population by comparing it so that the study is more comparable. b. Variables of this study coupled with other variables such as other proxies so that further research is expected to show the effect of the above variables that may be able to give a much greater influence in predicting the number of deposits. c. Should be able to find more information by using a longer period, so it is hoped that future research can give maximum results, varied and representative. References Aharony, J., J. W. Wang, and Yuan, H. Q. (2010). Tunneling as an incentive for earnings management during the IPO process in China. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 29. Akhtaruddin, M. and Hossian, M. (2008). Investment Opportunity Set, Ownership Control and Voluntary Disclosures in Malaysia. JOAAG. Vol. 3. No. 2. Anindita, K. and Prashant, K. (2010). Advertising And Firm Value: Mapping The Relationship Between Advertising, Profitability and Business Strategy in India. M.A.N.K. Keown, A. J., et al. (2001). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi ke 7. Terjemahan Chaerul D. Djakman. Jakarta: Salemba Empat. Barclay., et. al. (1998). The Determinant of Corporate Leverage and Dividend Policies. University of Rochester. Chairiri, A. and Ghozali, I. (2000). Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Chung, K. H and Charoenwong, C. (1991). Investment Options, assets in place and the risk of Stock. Financial Management. Vol. 20, pp Dharmapala, D. and Khanna, V. (2008). Corporate governance, enforcement, and firm value: evidence from India. Working Paper Series. No. 8, Vol. 5. Fijrijanti, T. and Hartono, J. (2000). Analisis Korelasi Pokok IOS dengan Realisasi Pertumbuhan, Kebijakan Pendanaan dan Dividen. Simposium Nasional Akuntansi III. p

102 Gaver, J. J and Gaver, K. M. (1993). Additional Evidence on the Association between the IOS and corporate financing, dividend, and compensation policies. Journal of Accounting and Economics, Vol. 16 (1-3),p Ghozali, I. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hadi, N. and Sabeni, A. (2002). Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas. Pengungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Go Publik di Bursa. Efek Jakarta. Jurnal Maksi 1, pp Hartono, J. (2007). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 5. Yogyakarta: BPFE. Herdinata, C. (2007). Kebijakan Pendanaan dan Dividen dengan Pendekatan IOS. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 13, No.2 Mei 2009, hal Hossain, M., Kamran, A. and Godfrey, J. M. (2005). Investment Opportunity Set and Voluntary Disclosure of Prospective Information: A Simultaneous Equations Approach. Journal of Business Finance and Accounting, Volume 32, Issue 56, pp Hossain, M., Cahan, S. F. and Adams, M. B. (2000). The Investment Opportunity Set and The Voluntary Use of Outside Directors: New Zealand Evidence. Accounting and Business Research, Volume 30, No. 4, pp Indriantoro, N. and Bambang, S. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan. Kedua, Yogyakara: BFEE UGM. Kallapur, S. and Trombley, M. A. (1999). The Association between IOS Proxies and Realized Growth. Journal of Bussiness Finance and Accounting, pp Kumalahadi. (2004). Pengaruh Pemoderasi Aliran Kas Kejutan terhadap Hubungan Antara Set Kesempatan Investasi dan Reaksi Pasar. Disertasi Program Pasca Sarjana UGM tidak dipublikasikan. Kusumawati, R. and Shodiq, M. (2008). Analisis Hubungan Kebijakan Utang, Kebijakan Dividen, dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Set Kesempatan Invetasi (IOS). Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. XVI, No. 1, pp Martati, I. (2010). Faktor Penentu Dividend Per Share Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia. Jurnal Eksis, Vol. 6, No. 2, pp Nugroho, A. J. and Hartono, J. (2002). Confirmatory Factor Analysis Gabungan Proksi Invesment Opportunity Set dan Hubungannya Terhadap Realisasi Pertumbuhan. Simposium Nasional Akuntansi, pp Prasetyo, A. (2000). Asosiasi antara IOS dengan Kebijakan Pendanaan, Kebijakan Dividen, Beta dan perbedaan Reaksi Pasar: Bukti Empiris dari Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi III. pp Isnaeni, R. (2005). Analisis Hubungan Investment Opportunity Set (IOS) dengan Realisasi Pertumbuhan Serta Perbedaan Perusahaan yang Tumbuh dan Tidak Tumbuh Terhadap Kebijakan Pendanaan dan Dividen Di Bursa Efek Jakarta. SMART, Vol. 1, No. 2, pp

103 Measurement of Accountability Management of Village Funds Anggraeni Yunita 1 and Christianingrum 2 1 Accounting Department, Faculty of Economy, University of Bangka Belitung 2 Management Department, Faculty of Economy, University of Bangka Belitung anggi21.ay@gmail.com Abstract The purpose of this study is to measure the accountability of village funds management in Kabupaten Bangka. In relation to the Village Funds program which is a government program, the measurement of accountability of Village Funds management uses accountability principles consisting of Transparency, Liability, Controlling, Responsibility and Responsiveness which are the principles of accountability developed by the United Nations Development Program in measuring bureaucratic accountability. This research is a qualitative research by taking data from several villages in Bangka Regency. As well as qualitative research, the data taken in this study using snowball sampling method, where researchers take data by conducting in-depth interviews until the data obtained until the condition is saturated, meaning there is a repetition of the same information at the time of data collection. The results of this study indicate that villages in Bangka Regency have met the accountability principles of 5 (five) starting from planning, implementation and reporting when measured from 5 (five) accountability principles consisting of Transparency, Obligation, Controlling, Responsibility and Responsiveness. Keywords: Village Fund, Accountability, Transparency, Liability, Controlling, Responsibility, Responsiveness 1. Introduction The government of President Joko Widodo (Jokowi) has one of the visions of building Indonesia from the fringe within the framework of the Unitary State of the Republic of Indonesia, so to realize that vision needs to be allocated larger funds in order to strengthen regional and village development. According to Law no. 6 the Year 2014 on the Village, the meaning is the village or another so-called customary village, hereinafter referred to as the Village, is a legal community unity that has the boundaries of the territory authorized to regulate and administer government affairs. The State Revenue and Expenditure Budget is a source of Village Funds intended for villages transferred through the Regency / City Revenue and Expenditure Budget and is used to finance the implementation of governance, development implementation, community development and community empowerment (Regulation of the Minister of Finance of the Republic of Indonesia No. 49 / PMK.07 / 2016). Village Funds Program is for the purpose of realizing economic growth and equity of income with priority to finance the development and empowerment of the community, for example, Program and activities especially in the field of Sharing Village Owned Enterprise (BUMDesa) activities, water storage facilities for village irrigation, superior products Village or rural area and sport facilities Village. The priority of the Village Fund is for the benefit of the local community based on community initiatives, rights of 99

104 origin, and/or traditional rights recognized and respected within the system of government of the Unitary State of the Republic of Indonesia. A new product related to the disbursement and use of funds may potentially cause a loss of state derived from misuse of realization to the liability of funds committed by the person concerned in the mechanism of disbursement, use and liability for the use of funds. The Corruption Eradication Commission (KPK), based on the results of a review conducted by the institution in 2014, finds the potential problems of managing village funds both related to the Village Fund Allocation (ADD) which is an obligation of the Regency / City Government to allocate budgets for the Village taken from the Revenue Sharing Fund (DBH) and General Allocation Fund (DAU) which is part of Balancing Fund and Village Fund divided into 4 (four) aspects, namely regulation and institutional aspect, management aspect, supervision aspect and human resources aspect. Potential issues related to regulatory and institutional aspects are the regulations and technical guidelines for village financial management are not yet complete. In addition, the other problem is the possibility of overlapping authority between the Ministry of Village and the Directorate General of Village Administration of the Ministry of Home Affairs, the formula for the distribution of village funds has not been transparent, the revenue sharing of the village apparatus has not been fair and the responsibility of preparing the accountability report by the village is inefficient because the regulation overlaps. The government itself, until April 2015, has disbursed the first phase of village funds, planned in three phases, in 63 districts with a total funding of more than Rp 898 billion. The total amount of village funds alone has been set at Rp20.7 trillion, sourced from APBNP 2015 and will be channelled to 74,093 villages in Indonesia. Meanwhile, the Provincial Government of Bangka Belitung Islands in 2015 allocates village funds amounting to Rp 91,927,560,000, -. The funds will be distributed to 309 village government coffers spread over 40 sub-districts, six districts (BPMPD Province of Bangka Belitung Islands, 2015). 2. Literature Reviews Accountability Theory According to Ndraha (2003: 85), the concept of accountability begins with the concept of accountability, the concept of accountability itself can be explained from the existence of authority. Authority here means legitimate power. According Mardiasmo (2009: 18), accountability is the responsibility to the public for every activity undertaken. Meanwhile, according to Mardiasmo (2002: 20), public accountability is the obligation of the holder of the trust to give accountability, present and disclose all its activities and activities which is its responsibility to the principal having the right and authority to accept the accountability. According to Rasul (2002), accountability is the ability to give answers to higher authorities over the actions of a person/group of people to the wider community within an organization. Meanwhile, according to the United Nations Development Program (UNDP), accountability is the process of implementation of activities / organizational performance to be accountable and as feedback for the leadership of the organization to be able to further improve the performance of the organization in the future. Accountability Principles 100

105 The principle of public accountability is a measure that shows how much the level of service conformity with the size of the values or external norms owned by stakeholders with an interest in the service (Hasniati, 2016). In this regard, the United Nations Development Program (UNDP) develops a method or method for measuring bureaucratic accountability that can be seen from the five principles of accountability, namely transparency, liability, controllability, responsibility, and responsiveness. Tabel 1. Principles of Accountability No. Principles of Accountability Key Questions 1 Transparency Is the organization concerned able to express facts about its performance? 2 Liability Does the organization deal with the consequences of its performance? 3 Controllability Does the organization do what the assignee wants? 4 Responsibility Does the organization have the responsibility of existing performance standards? 5 Responsiveness Has the organization met the real expectations of the stakeholders? Source: UNDP, 1997 Accountability Bureaucracy The urgency of bureaucratic accountability in the implementation of programs for the benefit of the community is something that must be addressed as mandatory. This is because the community as the target group of a program always demands transparency and accountability in the budget process (Carlitz, 2013). 3. Research Methods This study was conducted in villages receiving Village Funds in Bangka Regency around August This research used qualitative methods, with in-depth interview data collection techniques. In-depth interviews were used to explore the application of accounting principles. The respondents are the Members of the Activity Management Team, Members of the Village Consultative Board, the Village Head, the Village Secretary, and the Community. Data analysis method is a qualitative analysis with reference to Miles and Huberman (1984) i.e. data reduction, data presentation, and conclusion. Miles and Huberman (1984) argue that the activity in qualitative data analysis is done interactively and continuously until complete so that the data is saturated. 4. Results Based on UNDP, there are 5 (five) principles in measuring accountability, namely transparency, liability, controllability, responsibilities, and responsiveness. The five principles of accountability each have an indicator of an assessment in measuring accountability. First, Transparency is an integral part of the principle of accountability. Based on the principle of transparency, indicators of villages receiving village funds have implemented this principle is 101

106 whether the organization concerned is able to present facts about its performance. Based on research conducted, villages receiving the Village Fund Program have been able to present facts about their performance. This is indicated by the realization report and accountability report on the realization of the Revenue and Expenditure Budget (APBDesa) has been informed to the public in writing and with the media easily accessible by the public, for example through bulletin boards. Secondly, based on the principle of liability, indicators of villages receiving village funds have implemented this principle is whether the organization concerned faces the consequences of its performance. Abuse of village financial management is an act prohibited by village apparatus. If done then the concerned can be subject to administrative sanctions in the form of oral / written warning, temporary dismissal can even be continued with termination. In addition, such action if it qualifies the misuse of state finances that result in state losses, it can be categorized as an act of corruption as regulated by Law no. 31 the Year 1999 jo. UU no. 20 The year 2001 on the Eradication of Corruption. The community can make reports or complaints to the local Village Consultative Board (BPD) and the Supra Desa (districts) Government, regarding the object of activities and the estimated value of the misused loss. In the reporting or complaint, need to be accompanied by a concrete explanation of the object of activities that became an alleged act of misuse. In the event that there is no follow-up from the two institutions referred to the reporting that has been done, then the community can convey the alleged misappropriation of village funds to the District Government, in this case, the Regent cq. Regional Device Work Unit (SKPD) in charge of fostering the implementation of village administration, and the Regional Inspectorate of the Regency. If indeed the community has strong and accountable evidence before the law for alleged misuse of the village funds (corruption), then the public is entitled to report the person to the law enforcement authorities on the follow-up process. Thirdly, based on the principle of controllability, indicators of villages receiving village funds have implemented this principle is whether the organization concerned does what the assigning party desires. Supervision of financial management of the implementation of village funds program has been quite effective because it has been conducted direct supervision of the inspectorate and BPK. But the control function undertaken by the community has not been well managed. This is because complaints reports from the public are still delivered through SMS only. The grievance mechanism of the community should be submitted in writing to the Village Head. Fourth, based on the principle of responsibility, the indicators of villages receiving village funds have implemented this principle is whether the organization concerned has the responsibility of existing performance standards. The obligations of the village apparatus in accountability of the village fund program realization report include reports on income, expenditure and financing. The reporting format has been adapted to the format set out in Permendagri No. 113 Realization of APBDesa The format of the accountability report for the realization of APBDesa implementation has attached the Responsibility Report on the Realization of the Implementation of APBDescription of the related fiscal year, the Village Property Wealth Report as of 31 December of the relevant year and the format of the Government and Local Government Program Report that goes to the village. The report was submitted to the Sub district head, the Village Investment Coordinating Board (BKPMD) and the Regent. 102

107 Fifth, based on the principle of responsiveness, indicators of villages receiving village funds have implemented this principle is whether the organization concerned has met the real expectations of the stakeholders. So far there has been no deviation from the management of village funds. For the implementation of the village fund program, village apparatus has coordinated with the community through the Village Consultative Board in planning and budgeting in the implementation of the village fund program. 5. Conclusion Measurement of village fund management accountability can use 5 (five) principles as developed by UNDP, namely transparency, liability, controllability, responsibility, and responsiveness. Based on the results of the research, the implementation of village fund management in villages in Bangka Regency using measurement of 5 (five) accountability principles developed by UNDP to public sector organizations that are responsible for managing certain program funds from the government, has been uniformly categorized as complying with the principle accountability, as based on the indicators outlined in the five principles, has been well implemented by village officials as managers of village funding programs. References Carlitz, R. (2013). Improving Transparency and Accountability in the Budget Process: An Assessment of Recent Initiatives. Development Policy Review, (31)51, Ndraha, T. (2013). Metodologi Ilmu Pemerintahan. Rineka Cipta. Hasniati. (2016). Model Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa, Jurnal Analisis dan Pelayanan Publik, (2)1, Rasul, Syahrudin, Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam Perspektif UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. Jakarta: PNRI UNDP. (1997). Governance for Sustainable Human Development. UNDP Policy Paper, New York: UNDP Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa 103

108 Political and Religious Contributions in Economic Development Lia Kian Asia Banking Finance and Informatic Institute (ABFII) Perbanas Jakarta Abstract The great conclusion of this paper is to prove the synergy between religion and politics in the economic development of a State. The more polarized the system of ethical religious and political beliefs, the more help the economic development of a State. Based on the discourse on the religion and politics of the author in the direction of Beng-Lan Goh (2006), Wilson Erin K (2014), and Melleuish Gregory (2014) explaining the ideology of the state as an alternative logic forming religious symbolism from capitalist exploitation or commoditization, the best civilian politics in serving the people's welfare by rejecting the dichotomy of morality and interest systems, as well as religious and political understanding limits the capacity of religious clerics and actors in their significant influence on religious actions and rituals to the political sphere that greatly affects economic growth. The authors oppose the opinions of Bin Hassan (2007), San Juan (2011), Martinelli (2013) and Faux Jeff (2004) explaining that Effects of Islamic revival around the world in the competition of political power that directly and indirectly contribute to the development of Islam in politics, the United States and transnational geopolitical interests as a consequence of the contradiction between emerging and conservative nationalist impulses, the United States Congress that has successfully influenced key decisions on regulatory policy, has so far weakened existing systems and American economic politics flourish across borders, the same that happens in today's globalized economy. The data used in this paper comes from secondary data obtained from books, magazines, the Internet and other documentation relating to the study of the problems and this paper. This writing is descriptive qualitative with approach of research library. Keywords: Politics, Religion and Growth of State Economy 1. Pendahuluan Agama dan Negara merupakan dua variabel penting yang memiliki hubungan dengan pembangunan politik dan ekonomi suatu Negara. Agama dan Negara mengatur semua sisi kehidupan masyakat. Agama merupakan bingkai kepercayaan terhadap Tuhan yang maha esa dalam membangun karakter dan kepribadian manusia. Negara merupakan tempat tinggal manusia hidup dimuka bumi. Negara lahir sebagai syarat lahirnya suatu pemerintahan, melalui kedaulatan politik, maka Negara dan pemerintahan dapat diakui dan sejalan dengan sinergistas dengan pengakuan Agama sebagai kepercayaan ketuhanan masyarakat yang diakui oleh negara. Emile Durkheim mengatakan ide tentang agama adalah roh masyarakat, (Pals, 2001). Beberapa kalangan berpendapat, Islam merupakan Agama satu kesatuan yang mempunyai kesatuan sosial politik yang tidak dapat dipisahkan, pendapat ini dipertegas oleh Abd Salam Sarif, dengan adanya doktrin sesungguhnya islam itu adalah agama dan negara (Inna al-islaam Din Wa Daula) (Abegriel, dkk, 2004). 104

109 Menurut Azyumardi Azra islam bersifat ilahiah berasal dari wahyu sakral dan suci sedangkan politik berkenaan dengan kehidupan profan yang terkadang melibatkan trik-trik manupulatif, (Azra, 2000). Bahtiar Efendy juga menjelaskan bahwa islam politik telah menemukan format baru yang mencakup landasan teologis, di Indonesia prakteknya secara sintetis dapat dikembangkan antara pemikiran politik islam dan negara, (Efendy, 2001). Besarnya negara yang ada dalam islam, Nabi meninggalkan Madinah yang kemudian kepimpinannya diteruskan oleh Umar Bin Khatab, dimasa Umar Bin Khatab, Islam adalah bagian imperium dunia dari pantai timur atlantik hingga sampai pada Asia Tenggara, Menurut Abdrurahman Wahid ketidakjelasan konsep, yang menjadi konseptual negara islam berukuran mendunia atau sebuah bangsa saja, dan juga tidak jelas negara bangsa (nation state) ataukah negara kota (city state), (Wahid, 2006). Konsep negara kota dalam pemikiran kenegaraan dari al-farabi yang dituangkan dalam karyanya Ara Alh al-madinah al-fadhilah merupakan konsep ini secara subtansial di ilhami atau di inspirasi atas karya plato dalam buku Republic, sehingga konsep al-madinah al-fadhilah, alfarabi berpendapat bahwa manusia adalah makluk sosial yang memiliki kebutuhan dalam hidup bermasyarakat atau bernegara yang juga membutuhkan dalam memenuhi tujuan hidup kebahagian dunia dan akhirat. al-farabi memberi warna islam islam dalam pada pandangan plato dan aristoteles adalah tujuan masyarakat ukhrawi dari pembentukan negara, (Soehina, 1996). Menurut Richard Walzer (1985), idealisasi negara al-farabi memandang tidak memandang realitas politik saat itu, dimana pemerintah islam berbentuk negara nasional, bagi al-farabi sistem yang terbaik terdapat pada negara kota. Sedangkan menurut Suharto (2007), Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peradaban dan harkat martabat kemanusiaan yang memadukan antara aspek material dan spiritual, keduniawian dan keukhrowian. Islam bertujuan menciptakan sebuah sistem dimana prinsip keadilan berada di atas keuntungan segelintir atau sekelompok orang. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peradaban dan harkat martabat kemanusiaan. Islam selalu menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kemaslahatan. Islam merupakan bagian integral pemikiran gerak dalam pembangunan dalam diri manusia. Islam peradaban menentang sistem modernitas yang lebih cenderung kapitalis dan mengekploitasi sumberdaya dengan mengabaikan prinsip kemaslahatan bangsa dan negara. Masyarakat muslim di negara islam hendaknya menjalakan syariat dan tabiat islam. Tabiat dan risalah Islam, menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang yang universial dan syari at yang komprehensif, dimana syari at Islam tabiatnya harus memasuki seluruh aspek kehidupan, sehinggga tidak terbayangkan urusan negara diabaikan dan diserahkan kepada kaum liberalis dan atheis. (Qardhawi, 2003). 2. Diskursus Agama dan Politik Hubungan antara agama / religiusitas dan nilai-nilai demokrasi merupakan topik panas dalam ilmu politik. Di satu sisi, 'sekuler' memandang agama sebagai inheren yang bertentangan dengan sikap demokratis (karena dogmatisme dan tertutup pikiran) dan berpendapat bahwa religiusitas intens dapat menimbulkan hambatan bagi difusi nilai-nilai demokrasi. Di sisi lain, beberapa sarjana telah menantang keyakinan dan telah secara empiris menunjukkan bahwa agama tidak berarti dukungan yang lebih rendah untuk demokrasi. Menurut Filetti (2014) pengaruh religiusitas terhadap sikap politik menunjukkan bahwa agama dapat memainkan beragam peran dalam konteks yang berbeda tergantung pada bagaimana orang melihat itu dalam konseptualisasi yang lebih luas dari modernitas. Seperti yang terjadi di Georgia dan Azerbaijan. Menurut 105

110 Laustsen (2013) studi tentang politik dan agama saat ini terfragmentasi ke tingkat yang hampir tidak dapat menyebutnya sebagai salah satu bidang akademik. Ada empat pendekatan yang berbeda secara fundamental untuk studi politik dan agama yang terdiri agama politik, politik agama, agama sipil dan teologi politik, empat pendekatan tersebut memilik hubungan antara politik dan agama dengan segala kompleksitasnya. Di Indonesia hubungan agama dan politik telah didominasi menjadi salah satu birokratisasiperaturan isu agama kebijakan terhadap agama dari institusi pelaksana (yaitu, pengadilan atau birokrasi) dari modus delegasi (vertikal dibandingkan horizontal) yang membentuk hubungan antara pembuat kebijakan dan lembaga mengimplementasikannya. Sedangkan menurut Sezgin dkk, (2014) Heterogenitas agama memiliki dampak besar pada prospek pembangunan bangsa dan demokratisasi politik, dan pentingnya kebijakan terhadap agama, dalam proses demokrasi politik dalam suatu negara. Tradisi keagamaan termasuk penyiksaan dapat diartikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Sama halnya dalam hal penyiksaan oleh masyarakat religius cenderung menjadi produk orientasi interpretatif. Berkaitan dengan agama, moral hak asasi manusia telah membuatnya menjadi sulit untuk mengakui bahwa agama bisa mentolerir tindakan kekerasan, (An-Na im, A. A., 2013). Pemahaman agama dan politik membatasi kapasitas ulama dan aktor keagamaan sama-sama untuk merasakan pengaruh yang signifikan akan tindakan dan ritual keagamaan dalam ranah politik. Kegiatan didominasi agama, seperti shalat, zakat dan perhotelan untuk orang asing, dapat memiliki implikasi politik yang signifikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang hal demikian sebagai tindakan keagamaan mengambil makna politik, (Wilson, E. K., 2014). Hubungan antara agama sekuler di Australia sangat kompleks dan tidak ada transisi sederhana dari masyarakat agama yang sekuler. munculnya perintah moral dari perdebatan ekonomi dimulai pada paruh kedua abad kesembilan belas, di Australia di mana perdagangan bebas didasarkan pada teologi natural optimis berjuang dengan keyakinan yang memiliki akar kuat dalam bentuk sekuler Calvinisme, (Melleuish, G., 2014). Black, Antony (2010) dalam studi nya menjelaskan bahwa Pemikir Muslim, dimulai dengan al- Mawardi ( ), berusaha untuk mengembalikan subsumption politik dalam agama, terutama selama revolusi Syiah abad keenam belas di Iran. Sementara hari ini, Barat memandang agama dan politik sebagai kategori yang terpisah, Muslim melihat ini akibat dari kegalan barat yang memisahkan agama dan politik. pemikiran politik Islam terutama didasarkan pada wahyu (ditafsirkan dalam berbagai cara), sementara pemikiran politik Barat didasarkan pada filosofi. Schall (1998) juga melihat pikiran dan keyakinan sekitarnya politik agama dari filsafat Aristoteles dimana filsafat dan agama posisinya yang lebih tinggi daripada politik. Pengaruh agama dan politik dan sebaliknya tidak lagi menjadi sumber kontroversi akademis. Namun, kebanyakan ilmuwan politik dan sosiolog mengeksplorasi hubungan ini dengan berfokus pada suatu negara, di seluruh dunia dan di seluruh waktu untuk menjelajahi sifat dari hubungan antara agama dan politik. (Wilcox, C., 2004). Seperti komentar Haynes: "Gagasan sekularisasi dapat dipahami untuk menjadi baik anti-agama atau netral ke arah itu" istilah "sekularisme" membutuhkan definisi yang lebih luas. Untuk masyarakat multi-budaya dan multiagama, sekularisme bukan merupakan pilihan ideologis tapi strategi politik. (Kumaraswamy, P. R, 1996). 106

111 Menurut Kramer, L. (2011) Teori politik Perancis Benjamin Constant ( ), kekuasaan pemerintah atau kepemimpinannya dari pihak liberal yang muncul dalam Restorasi era politik Perancis, Rosenblatt menegaskan bahwa sejarah liberalisme Constant juga harus menekankan ide agamanya Protestan dan tanggapan untuk debat agama Eropa antara tahun 1780-an dan 1820-an. Begitu juga dengan pendapat dari Williams, R. (2001), agama di dunia dan memiliki pengaruh politik dan kehidupan publik hal ini menunjukan pentingnya keterlibatan agama dalam politik dunia, begitu juga menurut Niose, David. (2008:45-6) perlunya dibangun bagi kebebasan sipil dan kebebasan beragama. Menurut Beng-Lan, G. (2006), dalam perspektif ekonomi hubungan antara politik negara dan dalam tindakan agama, tidak dapat dipisahkan antara sekuler dan sakral dalam konstitusi kehidupan masyarakat di Asia Tenggara dan membuat kontribusi penting dalam antropologi simbolik dengan penentuan kontradiksi dalam ideologi negara sebagai logika alternatif membentuk simbolisme agama dari eksploitasi kapitalis atau komoditisasi. Islam politik adalah fenomena modern, dengan akar dalam kondisi sosial politik dari negara-negara Muslim di abad kesembilan belas dan kedua puluh. Ini adalah produk dari interaksi masyarkat muslim, militer, politik, ekonomi, budaya, dan intelektual - dengan Barat selama dua ratus tahun terakhir, periode ketika kekuasaan Barat telah dalam kekuasaan dan Muslim telah menjadi objek, bukan subyek, dari sejarah, (Ayoob, M., 2004). Pemimpin politik Muslim telah menegaskan prinsip dan tujuan demokrasi, good governance, kemakmuran ekonomi, keadilan sosial-ekonomi, hak asasi manusia dan pluralisme sebagai tujuan Islam tersebut. Dengan penetapan kebijakan mereka pada tujuan ini mereka juga telah menarik konstituen yang lebih luas yang mencakup Muslim dan non-muslim, sekuler dan Islamis, dan telah mereda beberapa kekhawatiran pemerintah Barat telah dengan Islam dalam politik Islam, (Rane, H., 2011). Teori politik merupakan suatu cara yang digunakan untuk memahami ilmu politik, dimana didalamnya terdapat penjelasan ilmu politik dan kaitannya dengan bagian-bagian ilmu politik lainnya. Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theory, teori politik dibedakan dalam dua macam, yaitu: 1. Valuational, yang merupakan teori-teori yang mengandung nilai moral dan norma politik, dimana dalam teori ini segala sesuatunya harus mempertimbangkan baik buruk atau konsekuensinya. Yang termasuk teori valuational adalah filsafat politik, politik sistematis dan ideologi politik. 2. Non-Valuational, merupakan teori-teori yang membahas fakta-fakta politik tanpa mempersoalkan nilai moral maupun norma. Teori ini memberikan gambaran dan perbandingan fenomena politik dalam kehidupan nyata. Di dalam teori politik terdapat konsep penentuan tujuan politik, bagaimana cara untuk mencapai tujuan itu dengan segala konsekuensinya. Teori-teori politik yang mempunyai dasar moral memiliki fungsi utama sebagai pedoman dalam mengatur hubungan-hubungan antara anggota masyarakat agar berjalan stabil dan dinamik. Ada tiga golongan yang termasuk dalam teori valuational, diantaranya adalah: 107

112 1. Filsafat Politik, menjelaskan hubungan antara sifat dari alam semesta dengan sifat dari kehidupan politik, dimana dalam menyelesaikan persoalan politik menggunakan pandangan yang terpusat pada alam. Menurut filsuf Yunani, Plato, keadilan merupakan hakekat dari alam semesta yang sekaligus merupakan pedoman untuk mencapai kehidupan yang baik yang dicita-citakan olehnya. 2. Politik Sistematis, teori ini merealisasikan filsafat politik, menerapkan norma-norma dalam kegiatan politik. 3. Ideologi Politik Ideologi merupakan suatu keyakinan atau ide yang muncul dalam pikiran seseorang berdasarkan pemikiran-pemikiran yang logis (masuk akal) yang kemudian menjadikan ide ini sebagai pedoman dalam kehidupannya sesuai dengan tujuan pemikirnya. Jadi ideologi politik merupakan suatu pedoman atau cara bertindak dalam pelaksanaan kekuasaan sesuai dengan tujuan awal. Di bawah ini ada beberapa macam ideologi politik dunia, antara lain: 1. Liberalisme, suatu ideologi yang memberikan kebebasan individu tanpa batasan atau halangan dari pemerintah. Munculnya ideologi ini disebabkan karena ketatnya peraturan sehingga membuat kekuasaan bersifat otoriter, tanpa memberikan kebebasan berpikir kepada rakyatnya. Salah satu yang menganut ideologi liberalisme adalah Amerika. 2. Sosialisme, ideologi ini berbeda dengan liberalisme yang mengutamakan kepentingan individu, ideologi sosialisme lebih mengutamakan kebersamaan. Dalam sosialisme setiap individu harus berusaha untuk mendapatkan layanan yang layak untuk kebahagiaan bersama, misalnya pemerataan kesempatan kerja, pembagian hasil secara merata, bahan konsumsi secara menyeluruh dan lain sebagainya. 3. Demokrasi, yaitu kekuasaan ditangan rakyat. Pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat membuat ketetapan hukum bagi dirinya sendiri melalui dewan perwakilan yang kemudian dilaksanakan oleh pemerintah. 3. Sinergisitas Agama dan Politik dalam Pembangunan Ekonomi Berdasarkan konstruk teori yang diperoleh dari diskursus terhadap agama dan politik dalam memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi suatu negara, dalam tulisan ini penulis searah dengan pendapat Beng-Lan, G. (2006), Wilson, E. K. (2014), dan Melleuish, G. (2014) yang menjelaskan ideologi negara sebagai logika alternatif membentuk simbolisme agama dari eksploitasi kapitalis atau komoditisasi, perlu nya membangun tatanan politik sipil yang terbaik yang bisa melayani kesejahteraan rakyat. Menolak dikotomi ketatnya moralitas dan sistem bunga dalam berusaha serta pemahaman agama dan politik membatasi kapasitas ulama dan aktor keagamaan yang memiliki pengaruh yang signifikan dalam tindakan dan keputusan keagamaan dalam ranah politik, seperti kegiatan perintah zakat dan munculnya perintah moral dalam moralitas ekonomi dan bisnis. Pemerintah dalam negara memiliki andil besar dalam membangun tatanan politik sesuai dengan ajaran Agama. Sejarah politik islam dimana daerah Balkan misalnya merupakan salah satu pusat budaya dan seni pada Kekaisaran Ottoman, yang memberikan perhatian khusus dalam pengembangan wilayah ini dan membuat pusat pertumbuhan investasi ekonomi dan juga menjadi pusat politik dan budaya, (Özcan, N., 2013). Sejarah telah membuktikan bahwa politik dan agama meerupakan aspek penting dalam memajukan perekonomian suatu negara, dan sebalik nya bilang muncul sifat negatif dari dua aspek tersebut bisa membuat stagnan ekonomi suatu 108

113 negara. Hal ini dijelaskan oleh Bin Hassan, M dalam studinya (2007) menjelaskan bahwa efek dari kebangkitan agama (Islam) di seluruh dunia dalam persaingan kekuasaan politik yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi terhadap perkembangan Islam dalam politik. Periode awal Islam di daerah Malaysia, yang saat ini dikenal sebagai Malaysia Barat, berbeda dengan di Nusantara. Muslim telah tiba di Nusantara pada abad kelima akibat kegiatan perdagangan. Menurut Jan Erik Lane dan Svante Ersson, (2002). Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh Politik, dimana politik berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi dan begitu juga sebaliknya bahwa ekonomi berpengaruh terhadap politik. Begitu juga dengan konsep ekonomi politik islam, menurut Masudul Alam Choudhury, Muhammad Syukri Salleh dan Abdad (1997), konsep ekonomi politik islam telah terdapat beberapa karya-karya yang telah dihasilkan melalui proses pengumpulan karya-karya ekonomi politik islam dengan melalui penelitian. Karya ekonomi politik islam seperti Islamic Political Economy in Capitalist- Globalization. Menurut Choudhury pengaplikasian ekonomi politik islam berkaitan dengan negara dan sub sistem pasarnya. Menurut Mohd Syakir Mohd Rosidi (2010) ekonomi politik islam sebenarnya berasal dari dua bidang yang utama yaitu bidang politik islam dan bidang ekonomi islam, begitu juga menurut Kosugi (2012) yang menyatakan bahwa ekonomi politik islam diantaranya tentang pembiayaan ekonomi, penjagaan alam sekitar, instituisi islam, perspektif global, sosio ekonomi dalam islam dan ekonomi islam. Jan Erik Lane dan Svante Ersson juga mempertegas bahwa Politik sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dikarenakan faktor pertama kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah dalam berbagai periode dapat memperbesar dan memperkecil pertumbuhan dan faktor kedua politik dapat membentuk iklim politik yang dapat mewarnai faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Menurut Monzer Kahf, (2004), peta kekuatan baru dalam arena sosial politik mayoritas negeri islam, ada dua hal penting yakni pertama secara jangka pendek memperkuat jaringan untuk melebarkan pengaruh ekonomi politik gagasan ekonomi islam dan kedua adalah secara jangka panjang mendukung orientasi gerakan politik islam. Selain itu juga, berbagai persoalan pentingnya merawat politik dan agama dalam sosial masyarakat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu kawasan atau suatu negara. Sebagai contoh yang dijelaskan oleh Irogbe, K. (2013), secara umum menjelaskan bahwa perusahaan multinasional telah secara politik telah mempengaruhi kedaulatan negara-negara berkembang, sebagai contoh perusahaan minyak internasional di Nigeria dan termasuk kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Begitu juga halnya dengan promosi investasi langsung asing (Foreign Direct Investment) misalnya yang ada di Republik Ceko dan Slovakia, Ekonomi asing yang dipimpin di Eropa Tengah dan Timur pada akhir 1990-an dimana strategi ekonomi menuju model yang berbeda dari negara-negara pesaingnya, (Drahokoupil, J., 2008). Konsep hubungan material ekonomi yang juga ditentukan oleh politik, budaya, dan regulasi, hal demikian lebih bernuansa sebagai bentuk pola keagenan yang merupakan bagian dari identitas pasar, (Roscoe, P., 2013). Kepentingan geopolitik Amerika Serikat dan transnasional sebagai bagian konsekuensi dari kontradiksi antara impuls nasionalis yang muncul dan konservatif yang juga terjadi di Filipina, (San Juan, E. 2011). Kongres Amerika Serikat yang berhasil mempengaruhi keputusan kunci 109

114 mengenai kebijakan regulasi, sejauh ini telah melemahkan sistem yang ada terhadap kontrol kelembagaan dan untuk mencegah aturan baru untuk produk-produk keuangan baru, (Martinelli, A., 2013). Dimana hal demikian merupakan bagian dari dampak krisis ekonomi dan keuangan global dalam beberapa dekade terakhir ini Para analis politik telah menyatakan pentingnya pada budaya politik sekarang dalam memberi kontribusi untuk pertumbuhan ekonomi dan demokratisasi, (Rich, P. J., 1994). Politik ekonomi Amerika berkembang melintasi batas negara, proses yang sama yang terjadi dalam perekonomian yang mengglobal saat ini yang menegosiasikan perjanjian perdagangan dan investasi secara resmi mewakili kepentingan nasional yang berbeda, (Faux, J., 2004). Konsep pemerintahan dan New Public Management (NPM) yang dilaksanakan 7th International Research Conference on Dilemmas for Human Services dimana masalah tata kelola pemerintahan telah menyebabkan hubungan yang lebih fleksibel antara pemerintah dan yang diperintah, (Radcliffe, J., dan Mike D., 2005). Kontroversi politik oleh pembiayaan publik di mana yang tujuannya masalah keadilan sosial yang berkaitan dengan distribusi pendapatan dengana tas dasar ini justifikasi untuk pendanaan publik, (Murray, D., 2009). Upaya restrukturisasi perkotaan bertujuan untuk membangun kembali lingkungan dalam kota yang umum di seluruh AS yang melibatkan koalisi aktor publik dan swasta yang memainkan peran komplementer dalam mempromosikan investasi, Organisasi nirlaba umumnya tidak dianggap sebagai pemain sentral dalam inisiatif ini, meskipun mereka sering melayani fungsi pembangunan masyarakat bagi penduduk yang tinggal di low income ruang miskin kota, (Fraser, J., 2014). Indikasi bahwa proyek-proyek yang diselenggarakan oleh pemerintah kota cenderung menunjukkan modal yang paling sosial, tidak ada hubungan antara jumlah pembiayaan proyek dan modal sosial, dan tingkat tinggi motivasi menyebabkan peningkatan modal sosial, (Teilmann, K., 2012). Sebuah penelitian dilakukan investasi asing di Slovenia untuk mengeksplorasi interaksi arus investasi global, ketahanan terhadap kepemilikan asing, upaya proteksionis nasional, dan tekanan dari asosiasi regional. Temuan mengungkapkan bahwa pejabat negara Slovenia bernegosiasi dengan Uni Eropa dan tekanan domestik dengan mengesahkan decoupling praktek ekonomi dan politik formal. (Bandelj, N., 2004). Negara Islam seperti Maroko, Dalam beberapa tahun terakhir dimana kelompok-kelompok yang berkepentingan telah mengabaikan parlemen. Secara signifikan, media dan analis menghabiskan banyak waktu dalam pelacakan apa yang terjadi dalam dinding-dinding parlemen. Parlemen Maroko sebagai representasi politik dan hak pengawasan eksekutif yang akan berpengaruh terhadap pembuatan hukum bahkan berkaitan dengan meninjau dan menyetujui anggaran belanja. (Denoeux, G. P. dan Helen, R. D., 2007). Kebijakan perkotaan di negara muslim seperti di Turki telah melakukan perubahan dengan melalui analisis antara neoliberalisme dan Islamisme. Dalam hal ini, yang jelas bukan proyek politik dengan tujuan akhirnya, melainkan kontekstasi antara neoliberalisme dan Islamisme didekati sebagai rasionalitas politik. Rasionalitas politik antara neoliberalisme dan Islamisme memilik perbedaan bertujuan dalam mengkonfigurasi semua aspek kehidupan sosial, (Karaman, O., 2013). Sejarah Islam dan demokrasi liberal. Sepanjang sejarah, dimana wilayah Muslim umumnya ditampilkan sangat sedikit fungsi demokrasinya, Namun demikian, unsur-unsur dalam hukum Islam yang dapat mendorong pengembangan beberapa bentuk demokrasi, Demokrasi biasanya berkembang dari gerakan menuju kebebasan. (Lewis, B., 1996). 110

115 Populasi pendudukan dunia termasuk 1,620 juta orang yang merupakan bagian dari perluasan Ummat Islam, ditemukan dalam jumlah besar di seluruh wilayah dunia yang terkonsentrasi di Afrika, Asia, Timur Tengah. Beberapa negara Islam kebanyakan warga Muslim hidup dalam kondisi kemiskinan, pengangguran, buta huruf, sakit, kerusuhan sosial dan politik dan, di beberapa daerah, ekstremisme agama. (Estes, R., dan Habib T., 2014). Peran dan pengaruh negara pada operasi modal sosial dan politik sangatlah penting, sebagai contoh dapat dilihat melalui studi kasus perusahaan holding Islam di Turki dan jaringan sosial mereka dalam ruang transnasional. Dalam dua dekade terakhir, telah terjadi proliferasi perusahaan Islam, bank dan perusahaan holding yang dibentuk organisasi bisnis mereka sendiri pada tahun 1990.Pengeluaran modal perusahaan holding tersebut diciptakan, tanpa dasar hukum, melalui mobilisasi tabungan ratusan ribuan penabung kecil di Turki dan di seluruh Eropa. (Baki, A. E., 2009). Negara islam seperti Suriah telah melakukan reformasi ekonomi dibawah kepemimpinan Presiden Bashar Assad yang telah mengeluarkan kebijakan reformasi ekonomi secara bertahap yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan keterbukaan dalam pemerintahan otoriter Suriah. Suriah telah menarik investasi asing hanya terbatas dan pembangunan ekonomi. (Gifford, L. A., 2009). Mudrajad Kuncoro menjelaskan berbagai hasil studi menunjukkan bahwa iklim investasi Indonesia lebih buruk dibanding Cina,Thailand, Vietnam dan negara-negara ASEAN lainnya. Iklim investasi dapat didefinisikan sebagai semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa mendatang, yang bisa mempengaruhi tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi, investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik. (Rajagukguk, E., 2007). Dukungan ekonomi politik di Indonesia sangat diharapkan terutama yang berkaitan dengan investasi shariah dalam pembiayaan pembangunan perkotaan, sebagai buktinyata aspek ekonomi politik dapat memberikan kontribusinya dalam cita-cita pengembangan lembaga ekonomi islam. Pendirian lembaga ekonomi islam meredup disebabkan kurangnya dukungan politik. Pada tahun 1990-an menjelang jatuhnya Orde Baru titik awal menandai kelahiran ekonomi islam di Indonesia secara kelembagaan setelah dikeluakannya Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan secara implisit dimungkinkan penerapan bagi hasil. Kemudian peluang ini muncul dalam praktek perbankan tentang bagi hasil setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.72 tahun (Wirdyaningsih, 2005). Sebagai contoh dari keterputusan antara norma-norma dan hasil Ekonomi politik moral yang menawarkan lensa yang inovatif untuk penilaian kritis hubungan Afrika, Karibia, dan Pasifik (ACP) dan Uni Eropa dimana Bank Investasi Eropa (EIB) dan kegiatan di negara-negara ACP fokus khusus pada Fasilitas Investasi Bank (IF). (Langan, M., 2014). Proyek-proyek pembangunan dalam suatu wilayah tidak terlepas dari keputusan strategis dari para penguasa ditingkat level kepemimpnan nasional maupun daerah. Proyek-proyek pembangunan tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit yang dperlukan keseriusan oleh pemerintah maupun dari lembaga legelatif dalam melakukan sistem penganggaran yang teralokasi secara efektif. Efektifitas penggunaan dana-dana proyek-proyek pembangunan yang dipergunakan haruslah tepat guna dan tepat sasaran, dalam Sejarah perkembangan yang terjadi di negara-negara dunia hal demikian ini tidak pernah terjadi, dimana hal demikian dibuktikan hasil temuan winters yang menjelaskan bahwa proyek-proyek investasi yang didanai Bank Dunia 111

116 menunjukkan hubungan negatif antara penargetan dan dan sasaran proyek investasi pembangunan. (Winters, M., 2014) Begitu juga halnya dengan tren ke arah penyediaan layanan hukum hasil dari produk politik secara khusus yanga mengatur investasi didaerah terpencil atau setingkat pedesaan, yang memerlukan investasi yang lebih besar baik di tingkat struktural. (Franklin, A. dan Robert, G. L., 2007), dan begitu juga dengan saluran alternatif melalui lembaga mempengaruhi pertumbuhan, dan mempelajari hubungan empiris antara lembaga, investasi, dan pertumbuhan. (Dawson, J. W. 1998). Menurut Sri Edi Swasono Ketimpangan pembangunan wilayah antara desa dan kota, antara jawa dan luar jawa, antara pengusaha asing dan nasional harus direstruktur secara politik perlunya campur tangan pemerintah agar daulat pasar agar tidak menggusur daulat rakyat. Stabilitas politik negara tetap dijaga dan dipelihara karena menurut al-mawardi stabilitas politik merupakan faktor penting dalam peningkatan hasil produksi dalam kemajuan ekonomi dan peluang investor asing dalam menanamkan modalnya, welfare state menurut al-mawardi juga dilihat dari stabilitas nasional untuk memberikan rasa aman bagi investor, (Francis A., 1991). 4. Kesimpulan Politik dan agama merupakan faktor penting dalam pembangunan nasional suatu bangsa begitu juga di Indonesia. Kedua variabel ini merupakan variabel eksternal dalam mempengaruhi kebijakan dan arah pembangunan ekonomi Negara Indonesia. Semakin baik kondisi politik dan keyakinan serta ketaatan dalam beragama maka akan semakin baik arah pembangunan ekonomi dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan sebalik semakin tidak adanya sinergistas antara politik dan agama maka akan sulit bagi suatu Negara dalam melakukan pembangunan ekonominya. Pentingnya dua variabel ini tetap menjadi fokus perhatian bagi semua komponen bangsa Indonesia tanpa terkecuali pemerintah akan tetapi masyarakat, pengusaha dan stakeholder lainnya bekerjasama dalam berafiliasi untuk menjalankan politik demokrasi yang baik dan terhormat yang selalu mengkedapan norma-norma dan aturan yang berlaku dengan dasar agama yang diyakini. Agama merupakan suatu keyakinan dengan aturan yang harus ditaati bagi pemeluknya, bagi agama islam Al-quran dan hadist merupakan pinjakan dan pedoman dalam membangun bangsa dan Negara. Afiliasi dan singergistas dari konteks politik dan agama akan memberikan kontribusi positif dalam pembangunan suatu bangsa, pinjakan politik dan keyakinan agama yang baik maka Indonesia akan maju dalam mengembangkan dan melaksanakan program pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkeadilan yang didasari dasar Negara Pancasila yang juga mengatur tentang ketuhanan yang maha esa. Referensi Abraham, F. (1991). Perspective on Moderanization: Toward a General Theory of Third World Development, Rusli Karim, Modernisasi di Dunia Ketiga: Suatu Teori Umum Pembangunan. Yogyakarta: Tiara Wacana. Alberto, M. (2013). Some Neglected Causes of the Global Financial Crisis and Their Implications for Effective Crisis Governance. Fudan Journal Of The Humanities & Social Sciences, 6(3),

117 An-Na im, A. A. (2013). Critical Reflections on Torture, Religion and Politics. Muslim World, 103(2), Ayoob, M. (2004). Political Islam: Image and Reality. World Policy Journal, (21)3, Azra, A. (2000). Islam subtantif: Agar Umat Tidak Jadi Buih. Bandung: Mizan. Bandelj, N. (2004). Negotiating Global, Regional, and National Forces: Foreign Investment in Slovenia. East European Politics & Societies (18)3, Beng-Lan, G. (2006). SPIRITED POLITICS: Religion and Public Life in Contemporary Southeast Asia. Pacific Affairs (79)2. Bin Hassan, M. (2007). Explaining Islam's Special Position and the Politic of Islam in Malaysia. Muslim World, (97)2, Black, A.. (2010). Religion and Politics in Western and Islamic Political Thought: A Clash of Epistemologies?. Political Quarterly, (81)1, Dale, M. (2009). Reflections on Public Funding for Professional Sports Facilities. Journal of the Philosophy of Sport, (36)1, Daniel, L. P. (2001). Dekontruksi kebenaran; Kritik Tujuh Teori Agama. Yogyakarta: IRCiSoD. Dawson, J. W. (1998). Institutions, investment, and growth: new cross-country and panel data evidence. Economic Inquiry, (36)4, Denoeux, G. P., and Helen, R. D. (2007). Rethinking the Moroccan Parliament: The Kingdom's Legislative Development Imperative. Journal of North African Studies, (12)1, Drahokoupil, J. (2008). The Investment-Promotion Machines: The Politics of Foreign Direct Investment Promotion in Central and Eastern Europe. Europe-Asia Studies (60)2. Edi, S. (2007). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik: Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial Dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan Indonesia. Bandung: Alfabeta Efendy, B. (2001). Teologi Baru Politik Islam: Pertautan Agama, Negara dan Demokrasi. Yogyakarta: Galang Press. Estes, R. and Habib, T. (2014). Development Trends in Islamic Societies: From Collective Wishes to Concerted Actions. Social Indicators Research, (116)1, Filetti, A. (2014). Religiosity in the South Caucasus: searching for an underlying logic of religion s impact on political attitudes. Journal Of Southeast European & Black Sea Studies, (14)2, Franklin, A. and Robert, G. L. (2007). The Embedded Nature of Rural Legal Services: Sustaining Service Provision in Wales. Journal Of Law & Society, (34)2, Gifford, L. A. (2009). Syria: The Change That Never Came. Current History (108)722, Irogbe, K. (2013). Global Political Economy and the Power of Multinational Corporations. Journal Of Third World Studies, (30)2, James, F. and Edward L. (2014). Governing urban restructuring with city-building nonprofits. Environment & Planning A, (46)6, Jan, E. L. dan Svante, E. (2002). Ekonomi Politik Komparatif: Demokrasi dan Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Jeff, F. (2004). Without Consent: Global Capital Mobility and Democracy. Economic Policy Institute: Winter, (51)1,

118 Kahf, M. (2004). Islamic Banking: The Rise of a New Power Alliance of Wealth of Islamic and Sharia Scholarship dalam Henry M.Clement dan Rodney Wilson (Ed). Edinburgh: Edinburgh University Press and Colombia University Press. Karaman, O. (2013). Urban Neoliberalism with Islamic Characteristics. Urban Studies (Sage Publications, (50)16, Kasper, T. (2012). Measuring social capital accumulation in rural development. Journal of Rural Studies, (28)4, Kramer, L. (2011). Liberal Values: Benjamin Constant and the Politics of Religion. French Politics, Culture & Society, (29)1. Kumaraswamy, P. R. (1996). Religion in Third World Politics. Domes, (5)4. com/docview/ ?accountid= Langan, M. (2014). A moral economy approach to Africa-EU ties: the case of the European Investment Bank. Review of International Studies, (40)3, Laustsen, C. B. (2013). Studying Politics and Religion: How to Distinguish Religious Politics, Civil Religion, Political Religion, and Political Theology. Journal of Religion in Europe (6)4, Lewis, B. (1996). Islam and liberal democracy: a historical overview. Journal of Democracy, (7), Masudul, A. C., Muhammad, S. S.dan Abdad. (1997). Islamic Political Economy in Capitalist- Globalization. Universiti Sains Malaysia: Publication and Distrutors Sdn.Bhd dan International Project on Islamic Political Economy (IPIPE). Melleuish, G. (2014). A Secular Australia? Ideas, Politics and the Search for Moral Order in Nineteenth and Early Twentieth Century Australia. Journal of Religious History, (38)3, Mohd, S. M. R. (2010). Dr. Burhanuddin Al-Helmi dan Pembangunan Ekonomi Politik Islam di Malaysia. Universiti Sains Malaysia: Disertasi Non Publikasi. Niose, David. 2008, "The Stillborn God: Religion, Politics, and the Modern West." The Humanist 68, no. 1: Özcan, N. (2013). Şuara Tezkirelerine Göre Selanikli Divan Şairleri. (Turkish)." Journal Of International Social Research, (6)26, Qardhawi, Y. (2003). Menuju Pemahaman Islam Yang Kaffah: Analisis Komprehensif Tentang Pilar, Karakteristik, Tujuan dan Sumber-Sumber Acuan Islam. Jakarta: Insan Cemerlang. Rajagukguk, E. (2007). Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia. Rane, H. (2011). The Impact Of Maqasid Al-Shari'ah On Islamist Political Thought: Implications For Islam-West Relations. Islam and Civilisational Renewal, (2)2, Roscoe, P. (2013). Economic embeddedness and materiality in a financial market setting. Sociological Review, (61)1, San, J. E. (2011). Contemporary Global Capitalism and the Challenge of the Filipino Diaspora. Global Society: Journal Of Interdisciplinary International Relations, (25)1, A.Maftuh, A., dkk. (2004). Negara Tuhan: The Thematic Echlopedia. Yogyakarta: SR-Ins Publishing. Schall, J. V. (1998). Aristotle: Religion, Politics, and Philosophy. Perspectives on Political Science, (27)1,

119 Sezgin, Y. and Mirjam, K. (2014). Regulation of Religion and the Religious : The Politics of Judicialization and Bureaucratization in India and Indonesia. Comparative Studies In Society & History, (56)2, Soehina. (1996). Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberti. Wahid, A. (2006). Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta: Wahid Institut. Walzer, R. (1985). al-farabi on The Perfect State: Abu Nasr al-farabi s Mabadi Ara Ahl al-madinah al- Fadilah. Newyork: Oxford University, Press. Wilcox, C. (2004). Politics & Religion. Political Science Quarterly, (119). com/docview/ ?accountid= Williams, R. (2001). The Desecularization of the World: Resurgent Religion and World Politics. Sociology of Religion (62)1. = Wilson, E. K. (2014). Theorizing Religion as Politics in Postsecular International Relations." Politics, Religion & Ideology, (15)3, Winters, M. (2014). Targeting, Accountability and Capture in Development Projects. International Studies Quarterly, (58)2, Wirdyaningsih. (Ed). (2005). Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta:Prenada Media. 115

120 Brand Image Theoretical Aspects Margarita Išoraitė Vilniaus kolegija-the University Applied Sciences, Lithuania Abstract The article analyzes the image of a brand and a brand image, brand value assessment methods, brand value, and benefits. A brand is a word or phrase that identifies and separates goods belonging to one person from belonging to another person. A brand is one of the elements of marketing, advertising. High-quality brand brings significant benefits to the manufacturer or the trader. A brand name may consist of a brand name and a brand symbol. There is several brand value evaluation model analyze in the article, like capital market-oriented brand value model, Aaker's brand value model, the Interbrand Brand Assessment Methodology, which helps evaluate brand value and benefit. Keywords: Brand, Brand Image, Brand Value, Brand Value Evaluation Methods 1. Introduction Competition between brands is intensifying. More and more businesses are aware of the importance of branding. The image is both emotional and communicative perception of products and services that helps ensure the company's success. One of the most important goals of the company in order to profitably operate is to introduce its activities, the offered goods and services to the largest possible number of users, and thus to check their favor and reputation. According to Čereška (2004), advertising, acting as a company, product or service, can do miracles. Often, only because of a strong positive image can compete in a saturated market and achieve recognition of a product or service. Brand image can be perceived as emotion, which, being an intangible asset of the company, ensures its long-term prosperity. Due to the abundance of brands, the consumer is exposed to many promotional incentives, but he affects the strongest. For the consumer, the value is created by brands that are able to satisfy the main elements: visibility, quality, price, association, brand identity, loyalty, and relationships. The versatility of these elements means that the brand itself must become diverse. 2. Brand and Brand Image Concept Characteristics of the brand image are different in the scientific literature. At one time, the image is understood as part of the process, elsewhere the image is associated with emotions; elsewhere, the image is understood as the information disseminated by the organization. Brands compete with each other, so companies must understand that a good image is the organization's success. Brand image concept Table 1. Brand image concept Authors 116

121 Zhang (2015) Newman (1957) Martineau (1959) Bivainienė, Šliburytė (2008) Lee,L., J., James, J. D., Kim, Y. K. (2014) Aaker (1991) Rio,A., B., Vazquez, R., Iglesias, R. (2001) Bastos, W., Levy, S., J. (2012) Grubor, A., Milovanov, O. (2017) Brand image is the key driver of brand equity, which refers to consumer s general perception and feeling about a brand and has an influence on consumer behavior. Brand image is everything people associate with a brand. Brand image is in consumer s mind of functional and psychological attributes. The brand image is related to benefit to consumer, distinguishing emotions, idionsyncrasies and associations, The brand image orient to issue how certain group understand the commodity, brand, policy, company or event country. Brand image forms the basis for making better strategic marketing decisions about targeting specific market segments and positioning a product. The phrase, brand image, however, has been defined and applied in various ways by different researchers. The variations in definition can be confusing with regard to brand image measurement and subsequent assessment of brand equity and brand positioning. Brand image creates value in a variety of ways, helping consumers to process information, differentiating the brand, generating reasons to buy, giving positive feelings, and providing a basis for extensions. Brand image can be defined as perceptions about a brand as reflected by the cluster of associations that consumers connect to the brand name in memory. Branding as the naming of a product is essentially a simple one, the applications of this idea and the thinking about it have evolved in dramatic ways. To appreciate that evolution requires awareness of the difference between a sign and a symbol. Brand is a unique blend of functional and emotional characteristic perceived by consumers as an additional value, unique experience and fulfilled promise. It has a symbolic value different from everything that is available in reality, and ability to represent interests that go beyond the brand itself. For the company, it is the core strategic resource and most powerful invaluable asset. Pullig, Ch. (2008) A brand image is strongest when it is highly relevant to your 117

122 customer. Relevance is determined by what customers want as they choose their realtor. It may be aggressive marketing, it may be a solid reputation, or it may be a certain type of expertise. Market research and understanding your strengths and the needs of the segment you find most attractive will help you to determine what type of brand image and specific associations you want to create. Westre, M. (2016) Branding is now more than a list of attributes from an organisation; it is a promise to the customer. Brand marketing is generally used to promise a unique benefit to customers. According to Drūteikienė, Marčinskas (2000), the most convenient way would be to explain the scheme illustrating the organization's image creation (see Figure 1). Image Profile Identity Culture Basis Figure 1. The organization's image creation (Drūteikienė, Marčinskas, 2000) The culture of the organization's employees recognizes the values and attitudes that manifest themselves in dealing with clients, choosing priorities (mostly unconsciously). Identity is a symbolic expression of the culture. Profile identity elements relevant to public relations. An image of the whole body of impression that a person creates about an organization. 3. Brand Image Value Models Capital market oriented brand value model. Černikovaitė (2011) stated that capital market oriented brand value models evaluate y that any one brand is as much as possible worth as much as the consumer is willing to buy. The market value-driven model states that the brand value is calculated on the basis of similar trademarks at market prices. Cost-oriented brand value the measurement model is based on the concept of net asset value, which is often used by corporations in the field of evaluation. Aaker's brand value model, As stated Černikovaitė (2011) Aaker's brand value model is one of the most popular brand value models to highlight the factors that create the product brand value for the consumer. Brand value is understood as a value and liability related to the brand, its name and symbol, which is an integral part or part of the consumer's receipt of the product or 118

123 service. Aaker separates five brand value factors - brand loyalty, brand understanding, perceived quality, brand associations and other related values with the brand. Brand awareness can be a prerequisite for buying product. The high quality of the product or service encourages consumers to buy, and this means additional profit for the manufacturer. The brand associations are a typical consumer attitude to the brand. Other brand values are the legal and institutional benefits the state can afford to offer a brand and thus protect its value. Figure 2. Aaker brand value model (Aaker (1991) The Inter-brand Brand Assessment Methodology seeks to provide you with a rich and insightful analysis of your brand by clearly showing how your brand contributes to business growth today, along with an action plan for tomorrow's improvement in growth. In order to be included in Best Global Brands, the brand must be truly global, well beyond the geographical and cultural boundaries. It has expanded through established centers of the world economy and entered the main growth markets. From a meaningful point of view, this requires that: At least 30% revenue must be from the trademark location. The trademark must be firmly established in Asia, Europe and North America, and has a large geographic scope for emerging markets. There must be enough publicly available trademark financial results. Profit will be expected to be positive for a long time and profits will exceed the brand's capital costs. The trademark must be publicly known and known in all major world economies. These requirements - for a brand to be global, visible, growing and relatively transparent, based on financial results, it is explained that there are no well-known brands that may appear in the rating. 4. Brand Value and Benefit The most intangible brand element is its brand value, which is reflected in it changes in the brand, user thinking, feelings and actions, as well prices, market share and profitability. The brand value can be measured by examining it awareness, associations, expected quality and consumer loyalty. The brand benefit can be reflected in what consumers feel, feel and behave as regards the brand, as well as the prices, market share and profitability of the brand creates for the company. The brand value is an important intangible asset that is provides financial value to the 119

124 company and has a psychological effect on the consumer. People choose goods that they think are different from others, provided that the difference is meaningful to them. Different can help to create the value of a product by allowing him to manage price supplements. Author Maurya, U.K., Mishra, P. (2012) Business dictionary (2018) Margarisová, K., Vokáčová, L. (2016) Kaplan, K. (2016) Raggio, R.D., Leone, R., P (2009) Table 2. Brand value Definition Brand values are a subject of notable interest, as shown by reference to core brand values in the academic literature (e.g. Cook, 1995; Meenaghan, 1995) and the trade (e.g. Thrift, 1997; Beckett, 1996; Southgate, 1996).Consumers' decisions are influenced by personal and cultural values. Brand value - the premium that accrues to a brand from customers who are willing to pay extra for it. Brand value is a set of assets (and liabilities) associated with the name and symbol of the brand that increases (or decreases) the value, which the product or service brings the company and/ or customer. Each brand asset forming the brand value creates a product value in many different ways (e.g. popularity of the known, signal of reliability and commitment to customers, reduction of marketing costs, attraction of new customers, a reason to buy, differentiation/position, process of helping/obtaining information, creation of positive attitude/feeling, advantage over the competition, etc.) Brand is a subjective perception of value based on the sum of a person s experiences with a product or company that ultimately influences that person s sentiment and decisions in the marketplace. Brand is a tool for influencing choice. Brand is not made of visuals or words alone it s not a logo or a slogan. Brand value must be considered from a firm s perspective, and generally can be thought of as the sale or replacement price of a brand. This value will vary depending on the owner (or potential owner) of the brand, as different owners may be able to capture more or less of the potential value of the brand, based on their ability to leverage brand equity. Weng, X.D. (2002) The core values of the brand is the main part of brand equity, it allows consumers to clearly identify and remember the brand personality point of interest, and even dominantly force the consumers to fall in love with a 120

125 brand. Zhang, X.Y. (2011) The brand core values includes the emotional value and rational value into two parts, in which the emotional values include historical heritage, personality characteristics, social characteristics, personal contact degree and perceived value, rational values include perceived quality and functional benefits. According business encyclopedia (2018) the brand value grows and grows due to customer experience with the brand. The process involves a customer or user's natural relationship with the brand, which occurs according to a predictable model: Awareness. A brand is delivered to the target audience, often with advertising, so that it is noticeable. Recognition. Customers get to know the brand and recognize it at the store or elsewhere. Investigation. Now that they recognize the brand and know what it means, they are trying to do this. Preference. When a user has a good brand experience, it becomes a desirable option. 5. Conclusion Brand can be a word or a symbol, a letter, a digit, a design, an emblem, a slogan, a spatial characteristic of the product itself (image, packaging, shape, color), which is marked and helps to distinguish between a person or a product belonging to the company. The brand has its own value. Initially, the value is equal to registration costs, but later, with a reputation, brand value increases. The most expensive world's brand costs billions of euros. Nowadays brand names become so familiar that no one else uses the name of the item, just a sign and everyone understands what is being said, such as Toyota, Pampers, Kempinski, Facebook, and Google. There is several brand value evaluation model like capital market oriented brand value model, Aaker's brand value model, the Inter-brand Brand Assessment Methodology, which help evaluate brand value and benefit. References Aaker, D. A. (1991). Managing Brand Equity. New York: The Free Press. Bastos, W., and Levy, S. J. (2012). A history of the concept of branding: practice and theory. Journal of Historical Research in Marketing, (4)3, Bivainienė, L., and Šliburytė, L. (2008). The Brand Image As An Element of Brand Equity Socialiniai tyrimai/social research, (12)2, Business dictionary. (n.d.). What are brand values? definition and meaning. Retrieved 2018, from Business encyclopedia (2018). What is Brand Equity?. Retrieved from encyclopedia/brand-equity 121

126 Čereška, B. (2004). Reklamos teorija ir praktika. Vilnius. Černikovaitė, M. (2011). Prekės ženklo vertės matavimo modeliai. Socialinių mokslų studijos/ Societal studies, (3)3, Interbrand. (n.d.). Best Global Brands. Retrieved 2018, from best-global-brands/methodology/ Kaplan, K. (2016). Brand Is Experience in the Digital Age. Retrieved from oup.com/articles/brand-experience-ux/ Lee, L., J., James, J. D., and Kim, Y. K. (2014). A Reconceptualization of Brand Image. International Journal of Business Administration. (5)4, Margarisová, K., and Vokáčová, L. (2016). Regional branding: building brand value. Acta universitatis agriculturae et silviculturae mendelianae brunensis, (64)6, Martineau, P. (1959). Sharper focus for the corporate image. Harvard Business Review, (3)1, Maurya, U.K., and Mishra, P. (2012). What is a brand? A Perspective on Brand Meaning. European Journal of Business and Management. (4)3, Newman, J. W. (1957). Motivation research and marketing management. Norwood: The Plimpton Press. Raggio, R. D., and Leone, R. P. (2009). Chasing Brand Value: Fully Leveraging Brand Equity to Maximize Brand Value. Marketing Faculty Publications. marketing-faculty-publications/8 Pullig, Ch. (2008). What is Brand Equity and What Does the Branding Concept Mean to You? Keller Center Research Report, pp Rio,A., B., Vazquez, R., and Iglesias, R. (2001). The effects of brand associations on consumer response. Journal of consumer marketing, (18)5, Weng, X. D. (2002). Local Brand Strategy. Hangzhou: Zhejiang People s Publishing House. Westre, M. (2016). Brand associations and the Disney Magic. LSBM working paper series. Zhang, Y. (2015). The Impact of Brand Image on Consumer Behavior: A Literature Review. Open Journal of Business and Management, Zhang, X.Y. (2011) Analysis on the Realization of the Core Values of the Brand. Medium and Small Business Management and Technology, 7,

127 On-line access at Publisher Address: Integrated Campus of Bangka Belitung University, Tin Building II, Balunijuk Village, Bangka Regency, Bangka Belitung Islands Province, Indonesia.

Technology Acceptance Model (TAM) of Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) Applications

Technology Acceptance Model (TAM) of Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) Applications Technology Acceptance Model (TAM) of Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) Applications Echo Perdana Kusumah Department of Management, Faculty of Economic, University of Bangka Belitung echo_perdana@ubb.ac.id

Lebih terperinci

The Prediction of Bankruptcy Using Altman Z-Score Model (Case Study In BRI Bank, BNI Bank, Mandiri Bank, BTN Bank)

The Prediction of Bankruptcy Using Altman Z-Score Model (Case Study In BRI Bank, BNI Bank, Mandiri Bank, BTN Bank) The Prediction of Bankruptcy Using Altman Z-Score Model (Case Study In BRI Bank, BNI Bank, Mandiri Bank, BTN Bank) Herlin Faculty of Economic, University of Dehasen Bengkulu herlin_olin81@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara karena fungsi utamanya sebagai perantara (financial intermediary) antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Financial distress merupakan kondisi saat keuangan perusahaan dalam keadaan

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Financial distress merupakan kondisi saat keuangan perusahaan dalam keadaan BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Financial Distress Financial distress merupakan kondisi saat keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Kondisi financial distress

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Rasio dan Analisis Rasio Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Rasio dan Analisis Rasio Keuangan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Rasio Keuangan 2.1.1 Pengertian Rasio dan Analisis Rasio Keuangan Rasio adalah satu angka yang dinyatakan dalam hubugannya dengan yang lain (Harvarindo 2010:12). Dimana angka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dalam Kartikawati, 2008). Financial distress juga didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dalam Kartikawati, 2008). Financial distress juga didefinisikan sebagai 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Financial Distress Financial distress atau kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebangkrutan 2.1.1 Pengertian Kebangkrutan Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya atau dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Tujuan dan Jenis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan suatu perusahaan memiliki peranan yang sangat penting bagi pihak manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laba a. Pengertian Laba Laba didefinisikan dengan pandangan yang berbeda-beda. Pengertian laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk selanjutnya disebut dengan BNI pertama kali didirikan pada

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI MILIK PEMERINTAH (BUMN) DAN MILIK SWASTA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI MILIK PEMERINTAH (BUMN) DAN MILIK SWASTA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI MILIK PEMERINTAH (BUMN) DAN MILIK SWASTA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Heri Setiawan Politeknik Negeri Sriwijaya Abstract This study aims

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat panjang bahkan hingga ribuan tahun. Pada periode waktu yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat panjang bahkan hingga ribuan tahun. Pada periode waktu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berkembang seiring dengan pertumbuhan dunia usaha terutama sektor perdagangan. Dunia usaha dan perdagangan itu sendiri telah memiliki usia yang sangat panjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Peran Bank Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat,

Lebih terperinci

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN USAHA PADA KSP.MADANI NTB

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN USAHA PADA KSP.MADANI NTB ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN USAHA PADA KSP.MADANI NTB I Nengah Arsana, Baehaki Syakbani Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMM Mataram Email: arsana.inengah@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Perbankan a. Pengertian Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 Perubahan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai kekuatan rasio keuangan dalam memprediksi kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai kekuatan rasio keuangan dalam memprediksi kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Evanny Indri Hapsari (2012) Penelitian mengenai kekuatan rasio keuangan dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur di BEI pada

Lebih terperinci

Analisis Balanced Scorecard Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk BAB I PENDAHULUAN

Analisis Balanced Scorecard Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk BAB I PENDAHULUAN Analisis Balanced Scorecard Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk BAB I PENDAHULUAN Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan. Data sekunder yaitu laporan keuangan publikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Laporan Keuangan Pengertian laporan keuangan menurut Feriansya (2015:4) : Laporan keuangan merupakan tindakan pembuatan ringkasan dan keuangan perusahaan. Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang semakin beragam, perbankan dihadapkan dengan risiko yang semakin kompleks terutama karena kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Analisis Rasio Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh membagi satu angka dengan angka lainnya. Jadi, rasio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang menghimpun dana (Funding) dari masyarakat yang. kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana (Deficit unit) untuk

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang menghimpun dana (Funding) dari masyarakat yang. kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana (Deficit unit) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian, sektor perbankan merupakan sektor yang mempunyai peranan penting bagi perkembangan perekonomian suatu negara. Peran tersebut diwujudkan dalam fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Umumnya Laporan Keuangan terdiri dari 4 laporan penting, yaitu: neraca,

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Umumnya Laporan Keuangan terdiri dari 4 laporan penting, yaitu: neraca, BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Laporan Keuangan Pada Umumnya Laporan Keuangan terdiri dari 4 laporan penting, yaitu: neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Keuangan 2.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 48 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan Komponen Z-Score Uraian pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa model Altman (Z-Score) yang telah dikemukakan oleh Altman untuk negara-negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. menginventasikan dana diberbagai bentuk aset.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. menginventasikan dana diberbagai bentuk aset. 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Manajemen Keuangan Menurut Ahmad Rodono & Herni (2010) Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank Bank merupakan salah satu sarana yang memiliki peran strategis dalam usaha meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan itu sendiri. Menurut Marcelinda et al. (2014), perusahaan bisa

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan itu sendiri. Menurut Marcelinda et al. (2014), perusahaan bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan merupakan organisasi yang mencari keuntungan sebagai tujuan utamanya walaupun tidak menutup kemungkinan mengharapkan kemakmuran sebagai tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas dengan angkaangka yang tertulis di atasnya, tetapi penting juga untuk memikirkan assetaset

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Munculnya globalisasi perekonomian yang merupakan suatu proses kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Munculnya globalisasi perekonomian yang merupakan suatu proses kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Munculnya globalisasi perekonomian yang merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dimana dihapuskan batasan antar Negara, menyebabkan persaingan antar perusahaan

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis moneter dan perbankan yang melanda Indonesia pada tahun 1997 memakan biaya fiskal yang amat mahal. Krisis tersebut telah menumbuhkan kesadaran akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis untuk menjelaskan hubungan tertentu antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam suatu laporan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. a. Pengertian Laporan Keuangan. mempunyai arti yang sangat penting terutama bagi pihak-pihak yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS. a. Pengertian Laporan Keuangan. mempunyai arti yang sangat penting terutama bagi pihak-pihak yang BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Teoritis 1. Laporan Keuangan a. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan berisi tentang posisi perusahaan pada suatu waktu tertentu maupun operasinya selama beberapa

Lebih terperinci

PREDIKSI KEBANGKRUTAN CV. BATUBARA MAS ABADI DI SAMARINDA LISA CINTHIA. Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda

PREDIKSI KEBANGKRUTAN CV. BATUBARA MAS ABADI DI SAMARINDA LISA CINTHIA. Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda PREDIKSI KEBANGKRUTAN CV. BATUBARA MAS ABADI DI SAMARINDA LISA CINTHIA Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda cinthia_08@ymail.com ABSTRACT The company was founded with the hope of generating

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Laporan Keuangan Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 2012 dikemukakan laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II Tinjauan Pustaka 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Setiap perusahaan mempunyai laporan keuangan yang bertujuan menyediakan informasi yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal menjalankan dua

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal menjalankan dua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal adalah salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dananya, dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sumber: Majalah SWA 6 Desember 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sumber: Majalah SWA 6 Desember 2007 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia usaha dewasa ini semakin maju ditandai dengan semakin ketatnya persaingan di antara perusahaan-perusahaan yang ada. Persaingan ini terjadi di dalam

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat di gunakan sabgai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan 1) Pengertian Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:1), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Tujuan dan Jenis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan suatu perusahaan memiliki peranan yang sangat penting bagi pihak manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Laporan Keuangan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Sebuah perusahaan pastilah memerlukan pencatatan keuangan atas transaksi-transaksi bisnis yang telah dilakukan agar perusahaan

Lebih terperinci

Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun

Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun 2007-2010 Tugas Manajemen Keuangan Lanjutan Dosen: Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME Oleh: Junita Nelly Panjaitan NIM. 127019020 Kelas A Pararel

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Hasil Perhitungan Variabel Independen Model Altman (z-score) Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa rumus (formula)

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BERDASARKAN RASIO KEUANGAN PADA PT. INDOSAT, Tbk YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BERDASARKAN RASIO KEUANGAN PADA PT. INDOSAT, Tbk YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE ANALISIS KINERJA KEUANGAN BERDASARKAN RASIO KEUANGAN PADA PT. INDOSAT, Tbk YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2013 Sutoro, Arna Suryani, Evi Adriani Abstract This research aims to identify

Lebih terperinci

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA PERUSAHAAN PT GAJAH TUNGGAL DAN PT MULTISTRADA ARAH SARANA

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA PERUSAHAAN PT GAJAH TUNGGAL DAN PT MULTISTRADA ARAH SARANA ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA PERUSAHAAN PT GAJAH TUNGGAL DAN PT MULTISTRADA ARAH SARANA Tya Laras Satyastri e-mail : 212201101831@mhs.dinus.ac.id Program Studi Akuntansi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Rasio Keuangan Rasio yang menggambarkan suatu hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Sawir (2008:67) kinerja keuangan adalah penilaian tingkat efisiensi dan produktifitas perusahaan di bidang keuangan yang dilakukan secara berkala atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat, cerdas dan semakin berisiko. Perluasan industri biasa dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat, cerdas dan semakin berisiko. Perluasan industri biasa dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin maraknya persaingan di setiap industri saat ini membuat perusahaan harus kreatif untuk selalu melakukan inovasi agar dapat terus tumbuh dan berkembang. Di era

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian ini ada 4 penelitian yaitu: 1. Titik Aryati dan Shirin Balafif (2007). Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 20 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan Pengertian manajemen keuangan menurut beberapa pendapat, yaitu: Segala aktifitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Dalam PSAK No. 1, 2012 : 1,3, dalam Denny (2014) Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja

Lebih terperinci

Bab 9 Teori Rasio Keuangan

Bab 9 Teori Rasio Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 123 Bab 9 Teori Rasio Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai jenis dan pembagian laporan keuangan serta mengerti tentang perhitungan tentang rasio

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik BAB III PEMBAHASAN A. Laporan Keuangan Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum tentang status

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV-Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Profil Unit Analisis Dalam penelitian ini, penulis menggunakan unit analisis berupa bank-bank

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 27 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Initial Public Offering (IPO) adalah proses pertama suatu perusahaan berubah statusnya yaitu dari perusahaan milik perorangan menjadi perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam lembaga keuangan. Salah satu di antara lembaga-lembaga keuangan tersebut yang nampaknya paling besar

Lebih terperinci

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DITINJAU DARI RENTABILITAS DAN MODEL ALTMAN DALAM MENILAI KINERJA PERUSAHAAN ALAT BERAT YANG TERDAFTAR DI BEI

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DITINJAU DARI RENTABILITAS DAN MODEL ALTMAN DALAM MENILAI KINERJA PERUSAHAAN ALAT BERAT YANG TERDAFTAR DI BEI ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DITINJAU DARI RENTABILITAS DAN MODEL ALTMAN DALAM MENILAI KINERJA PERUSAHAAN ALAT BERAT YANG TERDAFTAR DI BEI Nur Said 20205906 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi keuangan perusahaan. Pada mulanya laporan keuangan hanya dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi keuangan perusahaan. Pada mulanya laporan keuangan hanya dijadikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Analisis laporan keuangan Laporan keuangan merupakan dasar menyediakan banyak informasi yang diperlukan para pemakai untuk membuat keputusan ekonomis sehubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. (Irham Fahmi, 2011 : 239)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. (Irham Fahmi, 2011 : 239) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kinerja keuangan 2.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisis terhadap laporan keuangan pada dasarnya karena ingin mengetahui posisi keuangan perusahaan saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Sinyal Grand teori dari penelitian ini adalah teori sinyal. Teori sinyal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Sinyal Grand teori dari penelitian ini adalah teori sinyal. Teori sinyal 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Sinyal Grand teori dari penelitian ini adalah teori sinyal. Teori sinyal (signalling theory) adalah teori yang mengungkapkan bahwa pihak perusahaan memberikan sinyal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. mengetahui tingkat keuntungan dan tingkat risiko perusahaan.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. mengetahui tingkat keuntungan dan tingkat risiko perusahaan. BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Menurut Hanafi dan Halim (1996 : 49) laporan keuangan perusahaan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu 50 BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu perusahaan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Pada hakekatnya laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengukomunikasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Merger dan akuisisi adalah salah satu tindakan strategis perusahaan untuk menjaga eksistensi dan mengembangkan usahanya. Dalam merger, entitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Fungsi Kredit Menurut Dahlan Siamat (2005 : 349), kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. a) Hasil Kuesioner b) Hasil Wawancara c) Observasi (Pengamatan)

METODE PENELITIAN. a) Hasil Kuesioner b) Hasil Wawancara c) Observasi (Pengamatan) IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani yang berlokasi di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS PADA PT BUKIT ASAM (Persero) Tbk.

ANALISIS RASIO LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS PADA PT BUKIT ASAM (Persero) Tbk. ANALISIS RASIO LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS PADA PT BUKIT ASAM (Persero) Tbk. (LIQUIDITION RATIO ANALYSIS OF DAD SOLVABILITY IN PT BUKIT ASAM (Persero) Tbk.) Yunita Aswan 1)*, Lihan Rini Puspo Wijaya 2),

Lebih terperinci

Wenda Purnama Sari Program Studi Akuntansi, Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri Batam Jl. Ahmad Yani, Batam Center, Batam, 29461, Indonesia

Wenda Purnama Sari Program Studi Akuntansi, Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri Batam Jl. Ahmad Yani, Batam Center, Batam, 29461, Indonesia Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis Vol. 1, No. 2, December 2013, 161-166 p-issn: 2337-7887 Article History Received October, 2013 Accepted November, 2013 Analisis Laaporan Keuangan Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bidang keuangan merupakan bidang yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bidang keuangan merupakan bidang yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang keuangan merupakan bidang yang sangat penting dalam perusahaan. Banyak perusahaan yang berskala besar atau kecil, akan mempunyai perhatian besar di bidang keuangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Laporan keuangan adalah media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Laporan keuangan adalah media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Financial Distress. Financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan. Financial distress terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian, Tujuan dan Karakteristik Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan unsur yang sangat penting dalam menilai kinerja keuangan perusahaan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu yang disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan di negara-negara Asia mengalami perubahan yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan di negara-negara Asia mengalami perubahan yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan di negara-negara Asia mengalami perubahan yang berarti selama dekade 80-an sampai sekarang. Hampir semua negara Asia melakukan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan tersebut yaitu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan tersebut yaitu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebangkrutan yang dialami oleh perusahaan tidak hanya merugikan pihak internal perusahaan itu sendiri saja, namun banyak pihak yang akan juga dirugikan terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan masyarakat, tempat untuk meminjam, menukar, memindahkan dan menerima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Bank BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mendengar kata bank sebenarnya tidak asing lagi bagi kita, terutama yang hidup di perkotaan.bahkan di pedesaan sekalipun saat ini kata bank bukan merupakan kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Hutang Hutang sering disebut juga sebagai kewajiban, dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan

BAB II LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kinerja Keuangan Menurut Fahmi (2012), Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perusahaan telah melaksanakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan perusahaan lain. Ketidakmampuan perusahaan dalam. mengantisipasi perkembangan global dengan memperkuat fundamental

BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan perusahaan lain. Ketidakmampuan perusahaan dalam. mengantisipasi perkembangan global dengan memperkuat fundamental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan yang semakin kuat membuat perusahaan dituntut untuk selalu memperkuat fundamental manajemen sehingga nantinya akan mampu bersaing dengan perusahaan lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan (agent of development). Hal ini dikarnakan adanya fungsi utama

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan (agent of development). Hal ini dikarnakan adanya fungsi utama BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan suatu negara adalah salah satu agen pembangunan (agent of development). Hal ini dikarnakan adanya fungsi utama dari perbankan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil akhir suatu proses kegiatan pencatatan akuntansi yang merupakan suatu

Lebih terperinci

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z-SCORE PADA PT MULIA INDUSTRINDO, Tbk.

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z-SCORE PADA PT MULIA INDUSTRINDO, Tbk. PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z-SCORE PADA PT MULIA INDUSTRINDO, Tbk. DAN ENTITAS ANAK Arifin Hengan Ejen email: arifinhenganejen98@gmail.com Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan( NPL), Likuiditas dan Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan

Lebih terperinci

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH. Oleh : Junaedi,SE,M.Si

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH. Oleh : Junaedi,SE,M.Si ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH Oleh : Junaedi,SE,M.Si Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan: Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Rasio Keuangan Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dalam melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Horne dan Wachowicz

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 51% harus dikuasai oleh pemerintah (Wikipedia, 2017). Persero

BAB IV GAMBARAN UMUM. 51% harus dikuasai oleh pemerintah (Wikipedia, 2017). Persero BAB IV GAMBARAN UMUM A. Bank Persero Persero adalah BUMN yang bentuk usahanya adalah perseoran terbatas atau PT. Saham kepemilikan Persero sebagaian besar atau setara 51% harus dikuasai oleh pemerintah

Lebih terperinci

Nama : Putri Wulan Sari Kosnadi NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing: Rini Dwiastutiningsih.,SE.,MMSI

Nama : Putri Wulan Sari Kosnadi NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing: Rini Dwiastutiningsih.,SE.,MMSI ANALISIS POTENSI KEBANGKRUTAN DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE PADA PT ADHI KARYA (PERSERO),TBK PERIODE 2007-2011 Nama : Putri Wulan Sari Kosnadi NPM :23209191 Jurusan : Akuntansi Pembimbing: Rini Dwiastutiningsih.,SE.,MMSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 dibawah ini, menggambarkan tentang tahapan-tahapan

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 dibawah ini, menggambarkan tentang tahapan-tahapan BAB III METODE PENELITIAN Gambar 3.1 dibawah ini, menggambarkan tentang tahapan-tahapan penelitian yang akan digunakan untuk meneliti penerimaan penerapan PARIS (Parking Information System) dengan metode

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Penggabungan Usaha Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan menegmbangkan perusahaan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Menurut Kasmir (2008:104), rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini laju pertumbuhan ekonomi dunia dipengaruhi oleh dua elemen penting yaitu globalisasi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan persaingan diantara perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, tingkat persaingan antar perusahaan pun semakin tinggi dan pada akhirnya menjadi suatu tuntutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Price Earnig Ratio Price Earning Ratio merupakan salah satu ukuran paling besar dalam analisis saham secara fundamental dan bagian dari rasio penilaian untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT GUDANG GARAM, TBK Febriani Huntojungo Roy Ferdinand Runtuwene Dantje Keles

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT GUDANG GARAM, TBK Febriani Huntojungo Roy Ferdinand Runtuwene Dantje Keles ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT GUDANG GARAM, TBK Febriani Huntojungo Roy Ferdinand Runtuwene Dantje Keles Abstrack Summary. The performance of the company's financial statements stable financial condition

Lebih terperinci