V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah"

Transkripsi

1 V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Pada bagian ini akan dibahas keadaan umum wilayah penelitian dan keadaan umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah sebagai penunjang pengembangan peternakan khususnya pengembangan usaha ternak sapi sehingga perlu dipelajari dalam penelitian ini. Keadaan wilayah tersebut di Sulawesi Utara menyangkut keadaan kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow. Keadaan rumahtangga yang dimaksud yaitu karakteristik dan perilaku rumahtangga. Karakteristik rumahtangga meliputi umur, lama pendidikan (baik formal maupun informal), pengalaman berusaha ternak sapi serta jumlah anggota keluarga, jumlah anak sekolah dan jumlah angkatan kerja. Perilaku rumahtangga menyangkut perilaku ekonomi yang meliputi :1) kegiatan produksi, 2) curahan kerja, 3) pendapatan; dan 4) pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga petani peternak Keadaan Umum Wilayah Penelitian Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara LU dan BT. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, Republik Philipina dan Laut Pasifik. Sebelah Timur dengan Laut Maluku, sebelah Selatan dengan Teluk Tomini dan sebelah Barat dengan Provinsi Gorontalo. Wilayah Sulawesi Utara terdiri dari 6 Kabupaten dan 3 Kota dengan luas wilayah sebesar ,06 km 2 (Tabel 8). Kabupaten Bolaang Mongondow merupakan Kabupaten terluas yaitu km 2 (54.35 %), kemudian diikuti Kabupaten Minahasa Selatan km 2 (13.52%), Kepulauan Talaud km 2 (8.14%), Minahasa km 2 (7.27

2 144 %), Minahasa Utara km 2 (6.66 %), Kepulauan Sangihe km 2 (6.09%), Kota Bitung km 2 (2.20%), Kota Manado km 2 (1.03%) dan yang terkecil Kota Tomohon seluas km 2 (0.74 %). Tabel 8. Luas Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Kabupaten/Kota Luas (Km 2 ) % 1. Bolaang Mongondow Minahasa Selatan Kepulauan Talaud Minahasa Minahasa Utara Kepulauan Sangihe Kota Bitung Kota Manado Kota Tomohon Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara (2005) Jumlah penduduk Sulawesi Utara berdasarkan hasil Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2003 sebesar jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai jiwa/km 2. Penduduk Sulawesi Utara dibagi dalam 2 kelompok yaitu penduduk yang masuk kelompok angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk usia kerja yang masuk angkatan kerja berjumlah jiwa ( jiwa sedang mencari pekerjaan). Sedangkan penduduk yang masuk bukan angkatan kerja berjumlah jiwa ( jiwa yang bersekolah dan jiwa mengurus rumahtangga). Berdasarkan laporan BPS (2005) bahwa luas daratan provinsi Sulawesi Utara sebesar Ha terdiri dari lahan sawah Ha (4.25%), lahan kering Ha (95.75%). Tanaman perkebunan yang potensial adalah kelapa ( Ha), cengkeh ( Ha), pala ( Ha), kopi (9 733 Ha) dan coklat ( Ha).

3 145 Ternak sapi sudah lama dikenal dan tersebar di setiap Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara. Populasi ternak sapi di Sulawesi Utara yang terbanyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow, kemudian diikuti oleh Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Kepulauan Sangihe dan Talaud, Kota Tomohon, Kota Manado, dan populasi terkecil di Kota Bitung. Populasi Ternak Sapi di tiap Kabupaten dan Kota dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Populasi Ternak Sapi di Kabupaten dan Kota Provinsi Sulawesi Utara (Ekor) Kabupaten / Kota Populasi Ternak Sapi Kabupaten 1. Bolaang Mongondow Minahasa Kepulauan Sangihe Kepulauan Talaud 5. Minahasa Selatan Minahasa Utara Kota 1. Manado Bitung Tomohon Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara (2005) Data Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mongondow merupakan daerah basis ternak sapi. Berdasarkan daerah basis ternak tersebut maka kedua kabupaten tersebut dijadikan lokasi contoh penelitian tentang ekonomi rumahtangga petani peternak sapi Kabupaten Minahasa Kabupaten Minahasa dengan ibu Tondano memiliki luas sekitar km 2 dan secara administratif terdiri dari 18 Kecamatan, 154 Desa dan 38 Kelurahan.

4 146 Sebelah Utara berbatasan dengan laut Sulawesi, kota Manado, kota Tomohon. Sebelah Timur berbatasan dengan laut Maluku, kabupaten Minahasa Utara dan Kota Tomohon. Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Maluku dan Kota Tomohon. Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon. Kabupaten Minahasa berdasarkan laporan Dinas Kehewanan (2007) memiliki topografi bergunung-gunung yang membentang dari utara ke selatan. Daerah ini beriklim tropis dan mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Kelembaban udara relatif tinggi berkisar rata-rata antara 84 sampai 93 persen dan rata-rata suhu minimum dan maksimum berkisar dan C. Jumlah penduduk di Minahasa tahun 2004 sebanyak jiwa, dengan kepadatan penduduk per km 2 sebesar 291 jiwa. Jumlah rumahtangga tercatat sebanyak KK dan sekitar persen atau KK bekerja pada sektor pertanian. Data ini sebagai penunjang dilakukannya penelitian pada rumahtangga petani khususnya rumahtangga petani peternak sapi Kabupaten Bolaang Mongondow Luas Kabupaten Bolaang Mongondow mencapai km 2 dan secara administratif terdiri dari 27 Kecamatan dan 278 Desa. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, sebelah Timur dengan Kabupaten Minahasa, sebelah Selatan dengan Teluk Tomini dan sebelah Barat dengan Provinsi Gorontalo. Keadaan topografi Kabupaten Bolaang Mongondow berdasarkan Laporan BPS SULUT (2005) terdiri dari dataran dan pegunungan dengan letak ketinggian

5 147 bervariasi antara m di atas permukaan laut. Daerah ini mempunyai iklim tropis relatif basah dengan curah hujan yang tinggi mencapai mm pada setiap tahunnnya. Iklim daerah ini termasuk iklim tipe A (Schmidt dan Ferguson) pada daerah dataran tinggi, dan pada daerah dataran rendah termasuk iklim tipe B. Penggunaan lahan di Bolaang Mongondow dibagi menurut penggunaan lahan bukan sawah dan penggunaan lahan untuk sawah. Lahan bukan sawah termasuk lahan perkebunan (15.28 persen) termasuk perkebunan kelapa didalamnya. Jumlah penduduk tahun 2005 sebanyak jiwa dengan mata pencaharian terbesar petani (sekitar persen) (Dinas Pertanian dan Peternakan Bolaang Mongondow, 2005). Hal ini juga sebagai penunjang penelitian di Bolaang Mongondow terhadap rumahtangga petani khususnya rumahtangga petani peternak sapi Biaya Transaksi dan Peraturan Daerah Usaha ternak sapi selain memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga, juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah. Pendapatan daerah bidang peternakan diperoleh dari izin usaha pertanian dan peternakan, pungutan retribusi ternak serta hasil-hasilnya. Kondisi tersebut merupakan wujud nyata otonomi daerah. Otonomisasi daerah didasarkan pada undang-undang No 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya adalah upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk menunjang pembangunan daerah. Berkaitan dengan sub sektor peternakan telah ditetapkan beberapa peraturan daerah diantaranya PERDA No 10 Tahun 2000 tentang Rumah

6 148 Potong Hewan (RPH), walaupun masih terbatas pada kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong dengan tarif Rp Kemudian PERDA No 19 Tahun 2001 tentang Izin Usaha Hasil Pertanian Peternakan serta pungutan retribusi. Pungutan retribusi menyangkut retribusi pengeluaran termasuk penjualan ternak, terutama pengeluaran ke luar daerah Sulawesi Utara (Pemda Bolaang Mongondow, 2005). Tarif dan retribusi diatur berdasarkan PERDA provinsi Sulawesi Utara No 3 Tahun Besarnya keterangan pengeluaran/pemasukan ternak adalah Rp dan pengeluaran/pemasukan bibit ternak (aneka ternak) adalah Rp Sedangkan keterangan pengeluaran/pemasukan ternak potong Rp Kenyataan di lapangan surat keterangan pengeluaran ternak sebesar Rp rupiah dikenakan bagi pembeli. Bagi rumahtangga petani peternak dikenakan Rp per ekor setelah ternak sapi terjual dan Rp per ekor setiap masuk pasar blantik. Dalam penelitian ini disebut biaya administrasi dan biaya retribusi sebagai komponen biaya transaksi. Namun biaya retribusi belum diatur dalam PERDA provinsi Sulawesi Utara No 3 Tahun 2003 tersebut (Pemda SULUT, 2003) Karakteristik Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman Karakteristik rumahtangga menyangkut karakteristik kepala keluarga maupun ibu rumahtangga di Kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow. Karakteristik rumahtangga petani peternak sapi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Karakteristik rumahtangga sangat penting dipelajari karena dapat mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga, dengan kata lain karakteristik rumahtangga dapat mempengaruhi keputusan produksi dan keputusan konsumsi. Dalam pengambilan keputusan

7 149 produksi termasuk bagaimana keputusan mengalokasikan tenaga kerja untuk memperoleh pendapatan. Pendapatan yang diperoleh dialokasikan untuk pengeluaran konsumsi rumahtangga baik konsumsi pangan maupun non pangan. Tabel 10. Karakteristik Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow Karakteristik RT Minahasa Bolaang Mongondow Rata-Rata Umur (Tahun) : - Kepala Keluarga Ibu RT Rata-rata Pendidikan Formal (Tahun) : - Kepala Keluarga Ibu RT Pendidikan Non Formal (%) Rata-rata Pengalaman Usaha (Tahun) Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Rata-rata Jumlah Anak Sekolah (Orang) Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja (Orang) Dalam teori ekonomi rumahtangga, keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi, sebaliknya keputusan produksi mempengaruhi keputusan konsumsi berkaitan dengan karakteristik rumahtangga. Apabila terjadi perubahan internal dalam rumahtangga dapat berdampak pada konsumsi yang menyebabkan terjadi perubahan rasio konsumsi dan pekerja. Semakin tinggi konsumsi maka rasio tersebut semakin besar sehingga rumahtangga harus menambah waktu untuk bekerja dan mendapatkan pendapatan. Implikasinya, rumahtangga yang mempunyai struktur demografi lebih besar membutuhkan waktu untuk bekerja lebih besar. Hasil penelitian seperti terlihat pada Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani peternak sapi sebagai kepala keluarga di Minahasa sebesar 49 tahun atau

8 150 berkisar antara tahun. Rata-rata umur ini lebih besar dibanding rata-rata umur petani peternak sapi di Bolaang Mongondow yaitu sebesar tahun atau berkisar antara tahun. Demikian pula rata-rata umur ibu rumahtangga di Minahasa yaitu 46 tahun, lebih besar rata-rata umur ibu rumahtangga di Bolaang Mongondow yaitu sebesar tahun. Namun berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa sebagian besar petani peternak sapi di daerah penelitian masih dikategorikan sebagai usia produktif. Tingkat pendidikan petani peternak sebagai kepala keluarga maupun ibu rumahtangga di Minahasa mulai dari tidak tamat SD sampai dengan tamat Perguruan Tinggi dengan rata-rata lama pendidikan sebesar 8 tahun. Sedangkan tingkat pendidikan di Bolaang Mongondow mulai dari tidak tamat SD sampai dengan tamat SMA dengan rata-rata lama pendidikan petani peternak sebagai kepala keluarga berkisar 8.33 tahun dan 7.80 tahun untuk ibu rumahtangga. Pendidikan petani peternak merupakan faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha ternak sapi. Dalam hal ini, pendidikan dapat mempengaruhi keputusan produksi. Semakin tinggi pendidikan, petani peternak semakin dapat mengadopsi teknologi. Selanjutnya petani peternak dapat meningkatkan produksi dengan rasional untuk mencapai keuntungan maksimal. Demikian pula, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi keputusan konsumsi rumahtangga. Semakin tinggi pendidikan maka petani peternak dapat meningkatkan konsumsi dengan rasional untuk mencapai utilitas yang maksimal. Pendidikan informal dalam hal ini penyuluhan dapat mempengaruhi responden dalam beternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 113 (58.25 %)

9 151 petani peternak di Minahasa pernah mengikuti penyuluhan pertanian dan sisanya 81 (41.75 %) petani peternak belum pernah mengikuti penyuluhan. Sedangkan petani peternak di Bolaang Mongondow sekitar 78 (33.48 %) petani peternak pernah mengikuti penyuluhan pertanian dan sisanya 155 (66.52 %) belum pernah mengikuti penyuluhan. Penyuluhan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha ternak sapi. Namun, penyuluhan yang pernah diikuti petani peternak di kedua kabupaten bukan penyuluhan bidang peternakan. Petani peternak sebagai kepala keluarga baik di Minahasa maupun Bolaang Mongondow umumnya telah berpengalaman memelihara sapi. Rata-rata pengalaman beternak sapi untuk petani peternak di Minahasa sebesar 20 tahun, lebih tinggi dibanding rata-rata pengalaman beternak sapi di Bolaang Mongondow yaitu berkisar tahun. Pengalaman beternak sapi ini juga dapat mempengaruhi keputusan berproduksi bagi petani peternak. Diduga semakin lama beternak sapi maka petani peternak dapat meningkatkan produksi ternak sapi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada awal mulai beternak, sebagian petani peternak memperoleh bibit sebagai warisan orangtua, sebagian sebagai warisan dan beli sendiri. Sebagian petani peternak membeli sendiri ternaknya sebagai bibit atau bibit diperoleh dengan cara ditukar misalnya ditukar kebun. Bibit yang diperoleh petani peternak di Minahasa sekitar 71 petani peternak (36.60 %) merupakan warisan orangtua. Sekitar 46 petani peternak (23.71 %) memperoleh bibit pada awal beternak dengan cara beli dan sebagian merupakan warisan. Selanjutnya, sekitar 57 petani peternak (29.38 %) membeli bibit ternak sapi pada awal mulai beternak sapi, dan sekitar 20 petani peternak (10.31%) memperoleh bibit dengan cara tukar kebun.

10 152 Sedangkan di Bolaang Mongondow sekitar 111 petani peternak (47.64 %) memperoleh bibit dari orangtua (warisan), 83 petani peternak (35.62 %) membeli bibit sendiri, sisanya 39 petani peternak (16.74 %) membeli bbit dan sebagian warisan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa usaha ternak yang ada di Sulawesi Utara merupakan usaha ternak yang diusahakan secara turun temurun. Rata-rata jumlah anggota keluarga di Minahasa sebanyak 4 orang, lebih besar dibanding dengan di Bolaang Mongondow (rata-rata 3.42 orang). Jumlah anggota keluarga di Minahasa termasuk anak sekolah (rata-rata 0.5 orang) dan angkatan kerja (rata-rata 1 orang). Demikian juga jumlah anggota keluarga di Bolaang Mongondow termasuk anak sekolah dan angkatan kerja dengan jumlah rata-rata 1.13 orang baik anak sekolah maupun angkatan kerja. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi baik keputusan produksi maupun keputusan konsumsi. Dalam penelitian ini, peneliti juga mempelajari kondisi sosial dari petani peternak. Kondisi ini perlu diperhatikan karena berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani peternak sapi, dengan anggapan kondisi tersebut sebagai penunjang tingkat pendapatan maupun pengeluaran rumahtangga petani peternak sapi. Sebagian besar tanah pekarangan dan rumah di Minahasa merupakan milik rumahtangga petani peternak (50%). Sisanya 50 % adalah milik orang tua atau lainnya. Walaupun jenis rumah permanen hanya sekitar 26.29%, 3.09 % semi permanen, 6.70 % berasal dari bambu dan 63.92% berasal dari papan (rumah panggung). Sedangkan status rumah dan pekarangan di Bolaang Mongondow sekitar % milik sendiri dan % milik orangtua atau lainnya. Jenis rumah permanen dimiliki oleh % rumahtangga, % semi permanen, %

11 153 rumah papan dan 5.15 % rumah bambu. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa di Sulawesi Utara masih terdapat petani peternak yang dikategorikan sebagai orang miskin. Sebagian besar petani peternak sapi di Minahasa sudah menggunakan listrik dalam arti mempunyai meteran listrik. Hanya 12.37% petani peternak di Minahasa belum memasang listrik. Sedangkan di Bolaang Mongondow sekitar % yang belum mempunyai meteran listrik. Sumber air di Minahasa berasal dari sumur dan PAM Desa. Sekitar 10.82% bersumber dari sumur, sisanya % merupakan sumber PAM desa. Hasil penelitian di Minahasa juga menunjukkan % petani peternak sudah memiliki televisi dan 30.93% memiliki radio. Sedangkan di Bolaang Mongondow, % sudah memiliki TV dan % masih memiliki radio. Hal ini menunjukkan petani peternak sudah mengenal teknologi dan sudah bisa memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya dari media elektronik yang ada. Keadaan tersebut sangat menunjang pengembangan usaha ternak sapi di Sulawesi Utara Keadaan Usaha Ternak Sapi Keadaan usaha ternak yang dibahas dalam penelitian ini menyangkut pemilikan dan penjualan ternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow Pemilikan Ternak Ternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow sebagian besar masih dipelihara secara tradisional. Dalam arti belum memperhatikan tiga unsur keberhasilan usaha ternak yaitu breeding, feeding dan management. Hal ini disebabkan usaha ternak sapi yang ada merupakan usaha sambilan. Hasil penelitian

12 154 menunjukkan bibit sapi di Bolaang Mongondow berasal dari hasil perkawinan alamiah antara induk dan pejantan lokal. Keadaan tersebut menunjukkan petani peternak belum memperhatikan cara pemilihan bibit yang baik. Berbeda dengan di Bolaang Mongondow, petani peternak di Minahasa bersedia mengeluarkan uang untuk membayar pejantan. Mereka berusaha mencari pejantan terbaik untuk dikawinkan dengan sapi betinanya walaupun pejantan tersebut berada di desa lain. Biaya mengawinkan ternak sapi dengan pejantan yang baik di Minahasa (sewa pejantan) berkisar antara Rp Rp /sekali kawin. Menurut hasil wawancara, besarnya sewa pejantan ditentukan berdasarkan kondisi sapi betina. Bila sapi betina bagus (kulit putih licin tidak hitam, kaki belakang simetris, ekor halus ujung warna hitam, mempunyai tanda di dahi) maka biaya sewa pejantan lebih mahal. Jenis sapi (bangsa sapi) baik di Minahasa maupun Bolaang Mongondow untuk setiap petani peternak berbeda-beda. Jenis sapi tersebut diantaranya sapi PO, Sumba, Bacan, Bali dan Lokal. Sebagian besar pemilikan sapi di Minahasa adalah sapi sumba yaitu dimiliki oleh 116 petani peternak (59.79%), sapi PO dimiliki oleh 73 petani peternak (37.63 %), 5 petani peternak (2.58 %) memiliki jenis sapi bacan. Sapi sumba bulunya putih sedangkan sapi PO terdapat bercak abu-abu pada bulunya. Di Bolaang Mongondow, sekitar 96 (41.20 %) petani peternak memelihara jenis sapi Bacan, 24 (10.30%) petani peternak memelihara sapi Bali, 102 (43.78%) petani peternak memelihara sapi lokal dan 11 (4.72%) petani peternak memelihara jenis sapi sumba (4.72%). Pemilihan bibit belum menjadi perhatian bagi petani peternak di Bolaang Mongondow. Tipe sapi bacan lebih besar dibanding sapi bali dan sapi lokal. Namun sapi sumba dan PO lebih besar dari ketiga jenis sapi sebelumnya.

13 155 Tujuan pemeliharaan sapi di daerah penelitian bukan untuk penggemukan (fattening) ataupun pembibitan. Tetapi tujuan pemeliharaan adalah dwi fungsi, yaitu sebagai pekerja sekaligus pedaging bila sapi dijual atau sudah afkir. Pada tahun 2004, di Bolaang Mongondow terdapat Perusahaan Penggemukan Sapi Potong (yaitu di desa Poyuyanan, kecamatan Passi) dengan jumlah ternak 19 ekor. Namun pada tahun 2006, perusahaan tersebut tutup dan baru sekali menjual ternak yaitu pada bulan Pebruari 2005 (Potabuga, 2007). Dugaan peneliti bahwa penyebab utama adalah pemilik bukanlah peternak sehingga tidak ada naluri beternak dari si pemilik. Selain itu pemilik tidak punya pengetahuan beternak sapi. Pemilik hanya memiliki modal. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang dapat fasilitas Kredit Penggemukan Sapi (RCP = Rural Credit Project) dari pemerintah. Sapi dikandangkan pada malam hari dan pada siang hari dilepas di bawah pohon kelapa. Pengembangan ternak sapi ke arah yang lebih baik dapat dilakukan dengan cara perbaikan kualitas bibit sapi. Dalam hal ini perlu dilakukan introduksi IB, walaupun hal ini bukan satu-satunya cara untuk mengatasi peningkatan kualitas bibit. Menurut informasi ada kasus yang pernah terjadi bahwa sapi betina yang dikawinkan dengan sistem IB tidak berhasil. Ternak yang lahir dari hasil IB tersebut mati karena ternaknya sangat besar sehingga induk tidak mampu melahirkannya. Walaupun demikian sistem IB sangat dibutuhkan dan perlu keterampilan inseminator untuk menentukan jenis sapi mana yang cocok untuk dikawinkan. Rata-rata pemilikan sapi oleh petani peternak saat penelitian di Minahasa adalah sebesar 6 ekor dan di Bolaang Mongondow 3.93 ekor. Jumlah ternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 11.

14 156 Tabel 11. Rata-rata Jumlah Pemilikan Ternak Sapi Berdasarkan Umur oleh Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun Umur Sapi (Tahun) Jumlah Pemilikan (Ekor) Jantan Betina T o t a l (Ekor) Minahasa : < > Sub Total Bolaang Mongondow < > Sub Total (%) Data Tabel di atas menunjukkan rata-rata populasi ternak betina di Minahasa dan Bolaang Mongondow lebih tinggi dibanding ternak sapi jantan. Kondisi tersebut menunjukkan rumahtangga petani peternak sapi masih mempertahankan sapi betina terutama di Minahasa. Rata-rata populasi ternak sapi di Minahasa lebih banyak tetapi ternak sapi berumur di atas tiga tahun populasinya di Minahasa paling sedikit yaitu sekitar 19.83% dari jumlah ternak sapi yang dimiliki. Sebaliknya di Kabupaten Bolaang Mongondow, ternak sapi di atas tiga tahun populasinya terbanyak yaitu sekitar 59.80%. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa masih mempertahankan populasi ternak sapi di bawah satu tahun. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ternyata pemilikan sapi anakan di Bolaang Mongondow lebih sedikit, disisi lain ternak sapi di atas tiga tahun di Minahasa lebih banyak. Keadaan ini menunjukkan produktivitas ternak sapi yang ada

15 157 di Sulawesi Utara dianggap rendah. Konsekuensinya populasi ternak sapi rendah. Salah satu penyebab rendahnya populasi ternak sapi di Sulawesi Utara adalah ternak sapi dewasa baik jantan maupun betina produktif dimanfaatkan sebagai tenaga kerja sampai sapi tersebut berumur > 10 tahun. Faktor lain yang juga menyebabkan rendahnya populasi ternak sapi adalah terjadinya pemotongan betina produktif dan penjualan ternak sapi anakan. Kondisi di atas terjadi disebabkan adanya peningkatan permintaan daging sapi dan ternak sapi bibit baik lokal maupun dari luar daerah. Peningkatan permintaan disebabkan adanya kecenderungan naiknya pendapatan masyarakat dan naiknya jumlah penduduk. Permintaan luar daerah terhadap sapi anakan juga mengalami peningkatan. Hal ini terjadi setiap saat dan tidak ada intervensi dari pemerintah. Di Minahasa, sebagian besar ternak sapi adalah milik sendiri (98.97 %) dan sisanya milik orang lain (1.03%) dengan sistem bagi hasil. Sedangkan di Bolaang Mongondow sekitar 8 rumahtangga (3.43 %) memelihara ternak sapi milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil baik di Minahasa dan Bolaang Mongondow adalah sama yaitu bila ternak lahir pertama menjadi bagian pemilik ternak dan ternak yang lahir kedua menjadi bagian peternak sapi. Sebagian besar petani peternak sapi yang menjadi sampel di daerah penelitian belum pernah mendapatkan bantuan ternak sapi dari pemerintah maupun swasta. Keberhasilan ternak sapi selain tergantung pada bibit juga pakan (feeding). Berdasarkan hasil penelitian, rumahtangga belum memperhatikan pemberian pakan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Pemberian pakan untuk ternak sapi bila ternak dikandangkan (tujuan pemeliharaan penggemukan maupun pembibitan) adalah

16 158 berupa hijauan (70 %) dan konsentrat (30 %). Kenyataannya, pakan yang diberikan hanya berupa rumput yang tumbuh liar ataupun rumput jagung ataupun limbah pertanian. Ternak sapi di Minahasa selain diberikan rumput jagung sebagai pakan juga rumput letup. Sebagian besar petani peternak menanam rumput tersebut dibawah tanaman jagung. Di Bolaang Mongondow, ternak sapi dipelihara di bawah pohon kelapa, rumput yang dimakan adalah rumput yang tumbuh liar di bawah pohon tersebut. Pagi hari sekitar jam 06.00, ternak dibawa ke kebun kelapa yang jauh, ternak dilepas dan dibiarkan merumput. Pada sore hari sekitar jam 18.00, sebagian peternak membawa ternaknya dan diikat di kebun paling dekat dengan rumah tinggal. Di Minahasa, pada pagi hari sekitar jam ternak dibawa ke kebun dan dibiarkan merumput di sekitar kebun. Sore hari ternak di bawa pulang dan diikat di halaman rumah atau di bawah kolong rumah bagi penduduk yang memiliki model rumah panggung. Petani peternak memotong rumput liar atau rumput jagung dan diberikan kepada ternak setelah ternak di rumah pada sore dan malam hari. Di Minahasa, jagung ditanam selain untuk dijual, % diberikan kepada ternak. Dua minggu setelah jagung berbuah, pohon jagung dipotong dan diberikan kepada ternak. Indikasinya, petani peternak di Minahasa sudah memberikan pakan jagung untuk pertumbuhan ternaknya. Hal ini yang menyebabkan berat badan sapi di Minahasa lebih besar dibanding di Bolaang Mongondow untuk jenis sapi dan umur yang sama. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan usaha ternak sapi adalah pengelolaan (management). Pengelolaan diantaranya mencakup pengelolaan bibit, pakan, perkandangan, kesehatan ternak, penanganan hasil ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja. Seperti telah diuraikan sebelumnya, usaha ternak sapi

17 159 merupakan usaha ternak rakyat yang dikelola secara sambilan sehingga rumahtangga petani peternak sapi belum memperhatikan pemilihan bibit yang baik. Hal ini lebih khusus terjadi bagi rumahtangga di daerah Bolaang Mongondow. Demikian juga mengenai pemberian pakan. Rumahtangga petani peternak hanya memanfaatkan limbah pertanian dan rumput liar. Walaupun di wilayah Minahasa petani peternak sapi memanfaatkan jagung muda (selain limbahnya) sebagai pakan namun jagung muda tersebut belum tentu sudah memenuhi syarat kualitas pakan yang baik. Untuk mengatasi masalah pakan, dalam hal ini rumput, ada berbagai cara yang dapat dilakukan oleh rumahtangga dan perlu ditunjang oleh pemerintah. Cara tersebut diantaranya, pertama, perlu diintroduksi pakan hijauan (rumput dan leguminosa) di bawah pohon kelapa (khusus untuk wilayah Bolaang Mongondow). Kedua, limbah pertanian dapat dibuat hay atau silase. Hal ini dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pakan apabila terjadi kemarau panjang. Ketiga, perlu dilakukan pertanian campuran antara jagung dan leguminosa. Hal tersebut telah dilakukan di Minahasa. Rumahtangga petani peternak menanam jagung tumpang sari dengan kacang merah (brenebon), kacang tanah atau ditanam bergantian antara jagung dan kacang merah atau kacang tanah. Tanaman leguminosa selain bermanfaat sebagai pakan juga dapat menyuburkan lahan pertanian. Namun di Minahasa rumput kacangkacangan berupa limbah hanya dimanfaatkan oleh sebagian kecil rumahtangga. Petani peternak di daerah penelitian belum memperhatikan soal perkandangan walaupun di Minahasa ternak pada sore hari dibawa pulang ke rumah tetapi sebagian besar dibiarkan di halaman rumah. Petani peternak sapi juga belum memperhatikan kesehatan ternak. Di Bolaang Mongondow, ternak yang sakit hanya diberikan obat-

18 160 obatan tradisional berupa daun-daunan atau obat-obat warung untuk manusia. Di Minahasa, petani peternak berusaha mencari petugas kesehatan ataupun penyuluh bila ternaknya sakit. Salah satu faktor penyebab pemeliharaan yang tradisional adalah kurangnya pengetahuan, ditunjang juga dengan kurangnya modal yang dimiliki rumahtangga. Untuk mengatasi hal ini diperlukan penyuluhan dan intervensi pemerintah dalam hal pengontrolan penyakit ternak sapi. Berdasarkan kondisi seperti di jelaskan di atas, usaha ternak sapi di kedua lokasi perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dalam memberikan bantuan ternak sapi, pemerintah harus memperhatikan tatalaksana pemeliharaan ternak sapi. Bantuan tersebut harus ditunjang dengan bibit yang baik, pemanfaatan pakan yang berkualitas serta kontrol terhadap kesehatan ternak sapi. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka menunjang keberhasilan usaha ternak sapi di Sulawesi Utara ke arah yang lebih baik Penjualan Ternak Sapi Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumahtangga petani peternak sapi di kedua lokasi penelitian menjual ternak sapi karena adanya kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tersebut diantaranya adalah : bila ada anggota keluarga yang sakit, kebutuhan pendidikan anak, kebutuhan membangun rumah, membeli lahan pertanian, untuk membeli input pertanian dan lain sebagainya. Saluran pemasaran ternak sapi di Sulawesi Utara berbeda-beda untuk setiap rumahtangga petani peternak sapi. Saluran pemasaran ternak sapi tersebut melalui pedagang maupun petani lain. Pedagang yang dimaksud adalah pedagang lokal

19 161 maupun pedagang luar daerah. Pedagang juga adalah pedagang pengumpul maupun pedagang sebagai tukang potong sapi. Namun transaksi penjualan ternak sapi baik melalui pedagang, tukang potong atau petani lainnya selalu menggunakan perantara. Transaksi yang terjadi di pasar blantik Kotamobagu tidak seramai di pasar blantik Kecamatan Kawangkoan Minahasa. Di pasar blantik Kawangkoan setiap minggunya merupakan tempat pertemuan pedagang-pedagang sapi dari berbagai daerah maupun lokal Sulawesi Utara. Pasar blantik ini sudah berdiri sejak tahun 1960-an. Yang menarik di pasar blantik, perilaku yang terjadi selain dapat memberikan pendapatan bagi penjual ternak (rumahtangga) juga terhadap perantara. Pengunjung yang datang di pasar blantik bukan hanya pembeli atau penjual atau tukang blantik tetapi juga masyarakat sekitar khusus untuk menonton transaksi-transaksi yang terjadi. Transaksi di pasar blantik tersebut terjadi sekali dalam seminggu yaitu setiap hari kamis. Pasar blantik ini juga memberikan pemasukan bagi pemerintah baik pemerintah daerah maupun Dinas Kehewanan Kabupaten Minahasa melalui retribusi dan biaya administrasi. Skema saluran pemasaran ternak sapi dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan Gambar 9 terlihat, transaksi ternak sapi yang terjadi yaitu dari petani peternak sapi disalurkan ke pedagang pengumpul, tukang potong sapi ataupun ke petani lain. Pedagang pengumpul yang melakukan transaksi berasal dari daerah Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Ternak sapi dari pedagang pengumpul dijual ke petani dan tukang potong maupun pedagang antar pulau. Sebagian besar rumahtangga di Minahasa menjual ternak sapi melalui pedagang pengumpul dan tukang potong di pasar blantik, hanya sebagian kecil pedagang pengumpul yang mendatangi rumahtangga.

20 162 Petani Pedagang pengumpul Tukang Potong/RPH Pedagang Antar Pulau Tukang bakso Konsumen Pasar Tradisional Rumah makan Konsumen Petani Peternak Tukang potong Sapi/RPH Konsumen Tukang bakso Konsumen Swalayan Rumah makan Konsumen Konsumen Petani Gambar 9. Saluran Pemasaran Ternak Sapi di Sulawesi Utara

21 163 Sebagian besar rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow menjual ternak didatangi pedagang baik pedagang pengumpul maupun tukang potong sapi. Setiap transaksi yang terjadi melalui perantara. Perantara memperoleh upah sebagai balas jasanya dalam penjualan ternak sapi. Adanya perantara tersebut disebabkan karena terjadinya asymetri information di tingkat rumahtangga sebagai pemilik ternak sapi yang menyebabkan terjadinya biaya transaksi. Dalam hal ini rumahtangga di Bolaang Mongondow sebenarnya menanggung biaya transpor pedagang yang datang di lokasi, sehingga harga yang diterima lebih kecil. Pedagang pengumpul yang ada di daerah penelitian maupun dari luar daerah menyalurkan ternak sapi ke petani, tukang potong dan ada yang mengantarpulaukan. Menurut informasi beberapa pedagang pengumpul, ternak yang dikumpulkan dijual di desa-desa di Sulawesi Utara juga diluar daerah diantaranya : Sulawesi Tengah dan Gorontalo. Pada saat penelitian, salah seorang petani peternak di Bolaang Mongondow masih melakukan penjualan antar pulau dengan tujuan Balikpapan. Untuk Minahasa tidak ada lagi pedagang yang mengantarpulaukan ternak sapi. Sesuai hasil wawancara dengan 4 (empat) pedagang (tukang potong ternak sapi) yang berada di pasar blantik bahwa tahun 2002 terakhir mereka mengantarpulaukan ternak sapi. Pedagang membeli ternak kemudian dipelihara selama beberapa bulan, sebagai upaya meningkatkan berat badan sapi, selanjutnya diantarpulaukan. Tujuan antar pulau ternak sapi tersebut di antaranya Balikpapan, Irian dan Pulau Jawa. Sekarang ini pedagang-pedagang tersebut tidak lagi mengantarpulaukan ternak sapi disebabkan beberapa pedagang dari Balikpapan datang sendiri ke Sulawesi Utara untuk membeli ternak sapi. Adanya transaksi yang dilakukan pedagang dari luar daerah tanpa kontrol

22 164 dari pemerintah, sehingga terjadi pembelian/pengeluaran ternak sapi yang menyebabkan populasi ternak sapi di Sulawesi Utara semakin menurun. Transaksi melalui tukang potong ternak sapi yaitu tukang potong yang berada di beberapa kota kabupaten di Sulawesi Utara dan kota Manado. Tukang potong menyalurkan daging sapi ke pasar-pasar tradisional maupun pasar swalayan di kabupaten dan kota Manado. Kemudian tukang bakso, rumah makan maupun konsumen membeli melalui pasar tradisional ataupun pasar swalayan. Penjualan melalui tukang potong sapi disalurkan ke pasar tradisional dan swalayan. Namun, penjualan ke pasar tradisional dan swalayan sebagian melalui rumah potong hewan (RPH) di Kota Manado untuk dipotong dan sebagian tidak. RPH dalam hal ini sebagai pengontrol kesehatan ternak sapi yang akan dipotong. Dari RPH kemudian disalurkan ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Sebagian ternak dipotong untuk dijual di pasar swalayan maupun pasar tradisional yang berada di kota Manado maupun kabupaten Minahasa (Tomohon dan Tondano). Apabila ternak sapi dipotong di RPH dapat memberikan keuntungan bagi konsumen daging sapi. Keuntungannya adalah ternak sapi tersebut sudah layak dipotong baik dari segi higienes maupun segi kehalalan. Pemotongan ternak di RPH dikenakan retribusi untuk keterangan kesehatan ternak dan keterangan hasil ikutan ternak Perilaku Rumahtangga Perilaku rumahtangga dipelajari berdasarkan perilaku ekonomi rumahtangga yang menyangkut produksi, penggunaan input produksi dan tenaga kerja, biaya produksi, biaya transaksi, pendapatan rumahtangga dan pengeluaran.

23 Produksi Produksi dipelajari berdasarkan integrasi usaha ternak sapi dan tanaman. Di Minahasa menyangkut kombinasi usaha ternak sapi-jagung, sedangkan di Bolaang Mongondow menyangkut kombinasi usaha ternak sapi-kelapa. Produksi ternak sapi baik di Bolaang Mongondow maupun Minahasa dihitung berdasarkan pertambahan berat badan ternak sapi selama setahun. Rata-rata produksi ternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow masing-masing sebesar kg dan kg. Data tersebut menunjukkan produksi sapi dalam kg berat hidup di Minahasa lebih banyak dibanding di Bolaang Mongondow. Produksi sapi berkaitan dengan penggunaan input produksi maupun input tenaga kerja. Input produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pakan dan obat-obatan. Input pakan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi rumput oleh sapi di lokasi penelitian. Sedangkan input tenaga kerja akan dibahas lebih lanjut pada poin tenaga kerja. Pada usaha penggemukan sapi, sapi bakalan (umur ± 6 bulan) merupakan input usaha ternak. Dalam penelitian ini biaya bakalan tidak dihitung karena usaha ternak sapi yang ada merupakan usaha ternak tradisional yang dipelihara sebagai usaha sambilan. Selain itu, seperti telah dijelaskan sebelumnya, usaha ternak sapi yang ada merupakan usaha turun temurun. Dalam penelitian ini penggunaan bibit dianggap tidak mempengaruhi keuntungan. Konsumsi pakan di Minahasa dan Bolaang Mongondow berupa rumput. Tujuan usaha ternak sapi bukan khusus pedaging tapi selain sebagai ternak kerja sekaligus sebagai pedaging. Kondisi ini menyebabkan ternak tidak diberikan konsentrat yang berfungsi sebagai makanan penguat. Khusus Minahasa, makanan

24 166 tambahan yang diberikan berupa jagung muda beserta daunnya. Walaupun pemberiannya tidak kontinyu tapi tergantung musim tanam jagung. Sedangkan di Bolaang Mongondow pakan berasal dari rumput liar dan limbah pertanian. Rumahtangga di Minahasa dan Bolaang Mongondow menggunakan obat-obat apabila sapi sakit dan dinyatakan dalam bentuk biaya. Input produksi lain adalah sapi penjantan dan dinyatakan dalam bentuk biaya pejantan. Dalam penelitian ini produksi jagung dipelajari khusus untuk daerah Minahasa. Rumahtangga di daerah Minahasa sengaja ditentukan berdasarkan rumahtangga petani peternak sapi yang menanam jagung. Dalam hal ini rumahtangga di Minahasa dapat memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan dan kotoran ternak dapat dijadikan pupuk kompos. Pupuk kompos ini dapat digunakan untuk usahatani tanaman pangan. Limbah pertanian dapat dibuat hay atau silase untuk mengatasi bila terjadi musim kemarau. Namun pembuatan hay dan silase tersebut belum dikaji secara ilmiah. Pakan berkualitas dapat meningkatkan produksi ternak sapi. Bila rumahtangga petani peternak sapi dapat membuat pupuk kompos maka selain mengurangi biaya input, pupuk tersebut dapat dijual ke petani lainnya. Sistem ini dikenal dengan integrated farming system antara ternak sapi-jagung (Djajanegara dan Ismail, 2004). Sistem usahatani ini dapat memberikan manfaat bagi rumahtangga, namun belum dilakukan sepenuhnya oleh rumahtangga di Minahasa. Sistem usahatani tersebut di atas dapat diimplementasikan di daerah penelitian namun perlu intervensi pemerintah. Peran pemerintah dalam hal ini sebagai fasilitator untuk memberikan penyuluhan ataupun pelatihan bagi rumahtangga petani peternak sapi. Penyuluhan dimaksud adalah bagaimana cara pembuatan hay dan

25 167 silase, sampai pada pembuatan pupuk kompos. Pemerintah dapat melakukan pembentukan kelompok tani ternak sapi sebagai percontohan agar kegiatan tersebut dapat lebih efisien dan efektif. Dalam hal ini pemerintah juga dapat melibatkan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penunjang lainnya. Rata-rata produksi dan konsumsi jagung dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata Penjualan Jagung Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman dan Konsumsi Jagung oleh Ternak Sapi di Minahasa, Tahun U r a i a n Rata-rata (Kg) (%) Penjualan Konsumsi Produksi Rata-rata luas areal jagung yang dimiliki rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa sebesar 0.83 ha. Jagung bukan sumber pendapatan utama bagi rumahtangga di Minahasa. Namun dalam penelitian ini rumahtangga petani peternak sapi sebagai sampel sengaja ditentukan yang menanam jagung. Jagung ditanam tumpang sari dengan tanaman kacang-kacangan atau ditanam secara bergilir. Produksi jagung dipengaruhi input produksi dan input tenaga kerja. Input produksi dalam penelitian ini meliputi luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk TSP dan jumlah pupuk KCl. Penjualan jagung oleh rumahtangga adalah sebesar persen dan konsumsi ternak sebesar persen. Dalam penelitian ini, produksi kelapa dipelajari untuk Bolaang Mongondow. Peneliti ingin mempelajari sejauhmana pengembangan ternak sapi diintegrasikan dengan tanaman tahunan (dalam hal ini kelapa dalam). Sekarang ini sebagian besar

26 168 lahan dibawah pohon kelapa tidak dimanfaatkan. Ternak sapi diikat di bawah pohon kelapa dan dapat memanfaatkan rumput tersebut, kemudian kotoran ternak dijadikan sebagai pupuk. Pupuk bermanfaat bagi tanaman kelapa maupun tanaman lainnya. Lahan di bawah pohon kelapa dapat ditanami hijauan. Apabila siklus tersebut terjadi secara berkesinambungan maka produktivitas pakan baik kualitas maupun kuantitas dapat ditingkatkan. Di sisi lain, rumahtangga petani peternak dapat memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk sehingga dapat menyuburkan tanah dan mengurangi biaya pembelian pupuk. Sistem usahatani tersebut dikenal sebagai integrated farming system. Berdasarkan hasil penelitian, rumahtangga belum melakukan sistem integrasi tersebut. Ternak sapi diikat di bawah pohon kelapa tetapi rumput yang dimakan adalah rumput liar yang tumbuh di bawah pohon kelapa. Implementasi sistem ini dapat berjalan apabila ada intervensi pemerintah atau perguruan tinggi sebagai lembaga penelitian untuk mengintroduksi hijauan di bawah pohon kelapa. Kelapa merupakan sumber pendapatan utama bagi sebagian rumahtangga di Bolaang Mongondow. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar produksi kelapa dibuat kopra. Namun di Kecamatan Amurang telah berdiri pabrik tepung kelapa menyebabkan pada tiga tahun terakhir sebagian rumahtangga menjual dalam bentuk buah. Produksi, kopra, penjualan dan konsumsi kelapa dapat dilihat pada Tabel 13. Produksi kelapa yang dibuat kopra adalah sebesar persen dan dijual dalam bentuk buah hanya sebesar persen. Pembuatan kopra sekitar buah kelapa untuk setiap 100 kg kopra. Rata-rata jumlah buah yang diproses menjadi kopra adalah sebesar buah. Rata-rata penjualan dalam bentuk kopra sebesar

27 kg per tahun. Pembuatan kopra membutuhkan waktu cukup lama dan biaya produksinya cukup tinggi. Hal ini yang menyebabkan sebagian rumahtangga petani peternak sapi mulai beralih dengan menjual dalam bentuk buah kelapa. Penyebab lain, adanya pabrik tepung kelapa seperti dijelaskan di atas. Tabel 13. Alokasi Produksi Kelapa Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi - Tanaman untuk Dikonsumsi, Dijual dan Diolah Jadi Kopra di Bolaang Mongondow, Tahun U r a i a n Jumlah Buah Kelapa (Butir) (%) Dikonsumsi Dijual Diolah Jadi Kopra Produksi Kelapa Berdasarkan produksi kopra menunjukkan masih banyak rumahtangga petani peternak sapi yang membuat kopra walaupun biayanya cukup tinggi. Jumlah rumahtangga yang menjual kopra dan buah kelapa dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman Yang Menjual dalam Bentuk Buah Kelapa dan Kopra di Bolaang Mongondow, Tahun Bentuk Penjualan Jumlah Rumahtangga (Unit) (%) Kopra Buah Kelapa T o t a l Jumlah rumahtangga yang menjual dalam bentuk kopra lebih besar dibanding menjual buah kelapa. Hal ini disebabkan kopra merupakan produk ekspor yang

28 170 sewaktu-waktu harganya dapat meningkat tergantung nilai tukar rupiah terhadap dollar. Faktor lain, sejak zaman dahulu rumahtangga di Sulawesi Utara sudah memproduksi kopra. Selain itu, pabrik minyak goreng di Sulawesi Utara membeli dalam bentuk kopra bukan buah kelapa. Produksi kelapa tergantung pada input produksi dan input tenaga kerja. Input produksi yang dimaksud adalah input lahan (luas lahan) dan penggunaan pupuk. Walaupun input lahan tidak bisa ditambah dalam waktu dekat. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata luas lahan yang ditanami kelapa adalah sebesar 1.23 ha dengan rata-rata umur kelapa tahun (8 sampai 90 tahun). Sedangkan penggunaan pupuk urea untuk petani peternak hanya sebagian kecil (30 %). Pupuk Urea yang diberikan untuk tanaman kelapa dicampur dengan garam dapur. Cara pemberian ini hanya berlaku bagi beberapa petani kelapa. Berdasarkan pengalaman petani, pupuk urea dicampur dengan garam dapat meningkatkan produksi buah kelapa dan daging buah kelapa menjadi lebih tebal. Secara ilmiah belum dapat dibuktikan. Sebagian petani peternak tidak melakukan perlakuan untuk meningkatkan produksi kelapa. Selain itu produksi kelapa yang ada di pinggir pantai lebih banyak, buahnya lebih berat karena daging buah lebih tebal sehingga untuk menghasilkan kopra 100 kg diperlukan 300 buah kelapa. Hal ini berbeda dengan daerah yang lebih jauh dari pantai (diperlukan buah kelapa untuk 100 kg kopra). Produksi kelapa juga dipengaruhi oleh jumlah pohon kelapa. Jumlah pohon kelapa berkisar antara 50 sampai 500 pohon atau rata-rata pohon. Di Minahasa, tanaman jagung bukan usahatani yang utama. Tanaman jagung ditanam khusus untuk pakan sapi walaupun konsumsi sapi hanya sekitar persen

29 171 dari produksi. Usahatani utama adalah hortikultura yaitu tanaman kacang merah (brenebon), bawang merah dan tomat. Beberapa rumahtangga menanam kacang tanah dan kacang hijau. Sebagian memiliki tanaman tahunan berupa cengkeh. Jenis ternak yang dipelihara selain sapi adalah ternak babi, kambing, kuda, ayam, itik dan anjing. Untuk Bolaang Mongondow, selain usaha kelapa, rumahtangga petani peternak sapi juga berusaha kebun coklat, cengkeh dan kopi. Terdapat usaha jagung, padi, kacang tanah, kacang hijau, cabe dan sayur-sayuran. Beberapa rumahtangga memelihara ternak ayam, itik, kambing sebagai sumber pendapatan mereka Penggunaan Input Penggunaan input baik di Minahasa maupun Bolaang Mongodow masingmasing dibahas penggunaan input produksi dan input tenaga kerja. Penggunaan input produksi dilihat dari permintaan rumput yang dikonsumsi sapi dan input produksi usaha jagung. Khusus Minahasa konsumsi rumput ditambah konsumsi jagung. Penggunaan input produksi dalam usaha kelapa yaitu berupa pupuk urea. Namun hanya sebagian kecil rumahtangga di Bolaang Mongondow yang menggunakan pupuk urea untuk kelapa sehingga tidak dibahas dalam penelitian ini. Konsumsi rumput oleh ternak sapi per tahun dapat dilihat pada Tabel 15. Data Tabel 15 tersebut di atas menunjukkan rata-rata konsumsi rumput per ekor per hari lebih besar di Minahasa dibanding di Bolaang Mongondow. Hal ini menunjukkan rumahtangga di Minahasa lebih memperhatikan masalah pakan, walaupun konsumsi tersebut belum sesuai dengan yang dianjurkan yaitu konsumsi rumput sekitar 10 persen dari berat badan ternak.

30 172 Tabel 15. Rata-rata Konsumsi Rumput dan Jagung serta Jumlah Ternak Sapi Yang Dimiliki Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun [ L o k a s i Konsumsi Rumput Jumlah Ternak (Kg/Tahun) (Kg/Ekor/Hari) (Ekor) A. Minahasa Konsumsi Rumput Konsumsi Jagung B. Bolaang Mongondow Penggunaan input produksi pada usaha jagung dijelaskan dari permintaan benih jagung, pembelian pupuk urea, TSP dan KCl. Rata-rata jumlah benih, jumlah pupuk urea, TSP dan KCl dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-rata Penggunaan Benih, Pupuk dan Harga Pembelian oleh Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa, Tahun U r a i a n Jumlah Penggunaan Harga (Kg) (Rp/Kg) Benih Pupuk - Urea TSP KCl Sebagian besar rumahtangga menggunakan pupuk untuk merangsang pertumbuhan jagung. Pupuk KCl hanya digunakan sebagian kecil rumahtangga. Jenis benih yang digunakan adalah Manado Kuning, hibrida dan benih lokal. Input tenaga kerja yang digunakan rumahtangga di Minahasa dan di Bolaang Mongondow adalah tenaga kerja keluarga, tenaga kerja sewa dan tenaga kerja ternak sapi. Input tenaga kerja keluarga yang dimaksud yaitu curahan tenaga kerja dalam

31 173 keluarga dalam usaha ternak sapi, usaha jagung dan usaha kelapa, curahan kerja sebagai buruh tani. Tenaga kerja sewa yang dimaksud adalah penggunaan tenaga kerja sewa dalam usaha jagung dan kelapa. Input tenaga kerja yang digunakan untuk usaha ternak sapi di kedua kabupaten berupa tenaga kerja keluarga. Input tenaga kerja yang digunakan untuk usaha jagung di Minahasa adalah tenaga kerja keluarga, luar keluarga dan tenaga kerja ternak. Tenaga kerja ternak sapi digunakan untuk membajak sawah, ladang dan mengangkut output usahatani. Selain itu, ternak sapi digunakan untuk mengangkut material bangunan (batu, kerikil) dan kayu. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha kelapa di Bolaang Mongondow adalah tenaga kerja keluarga, tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja ternak sapi. Tenaga kerja ternak sapi digunakan untuk mengangkut buah kelapa dan kopra, bajak sawah, ladang dan angkut material serta angkut kayu. Penggunaan input tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga terdiri dari pria dan wanita. Untuk tenaga kerja keluarga suami dan anak pria dinyatakan sebagai tenaga kerja pria. Sedangkan tenaga kerja keluarga istri dinyatakan sebagai tenaga kerja wanita. Hasil penelitian baik di Minahasa maupun Bolaang Mongondow menunjukkan tenaga kerja anak tidak ditemukan. Beberapa hasil penelitian diantaranya Chavas et al. (2004) mengukur input tenaga kerja awal adalah jumlah anak < 15 tahun. Input tenaga kerja anak dalam penelitian ini adalah berumur di atas 15 tahun sehingga diukur sebagai tenaga kerja pria dewasa. BPS Sulawesi Utara (2005) juga mengukur anak lebih dari 15 tahun sebagai input tenaga kerja pria

32 174 dewasa. Penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usaha ternak sapi, usaha jagung dan usaha kelapa serta usahatani lainnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rata-rata Curahan Kerja Suami, Isteri dan Anak pada Setiap Usaha Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun Usaha Suami Isteri Anak (dewasa) HOK Jam HOK Jam HOK Jam A. Minahasa : 1. Usaha Ternak Sapi Usaha Jagung Usahatani Lainnya B. Bolaang Mongondow: 1. Usaha Ternak Sapi Usaha Kelapa Usahatani Lainnya Rumahtangga mengalokasikan tenaga kerja keluarganya (suami, isteri dan anak) pada usaha ternak sapi paling tinggi dibanding pada usaha jagung dan usahatani lainnya. Hal ini disebabkan alokasi kerja untuk usaha ternak sapi dilakukan setiap hari. Kegiatan usaha ternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow hanya dilakukan oleh kepala keluarga. Curahan kerja yang dilakukan adalah memindahkan ternak sapi (pagi dan sore), mencari rumput, memberi makan dan memandikan ternak sapi. Kegiatan usaha jagung di Minahasa dilakukan oleh petani peternak sebagai kepala keluarga, isteri dan anak pria dewasa. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan I dan penyiangan II, panen dan penjemuran. Selanjutnya, kegiatan usaha kelapa di Bolaang Mongondow dilakukan oleh petani peternak sebagai kepala keluarga dan anak pria dewasa. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah panjat pohon kelapa,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI. produksi serta rasio biaya transaksi dan penerimaan, rasio biaya transaksi dan

VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI. produksi serta rasio biaya transaksi dan penerimaan, rasio biaya transaksi dan VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI Berdasarkan tujuan penelitian pertama, dalam bab ini akan dibahas besarnya biaya transaksi berdasarkan usaha ternak sapi jagung di Minahasa dan usaha ternak sapi kelapa di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 41/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. Sondakh 1), dan Andi Tenrirawe 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN

VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN 93 VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN 6.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Agam merupakan salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Pemeliharaannya dilakukan dengan cara mengandangkan secara terus-menerus

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian.

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian. V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Deskripsi statistik rumahtangga petani dilakukan pada peubah-peubah yang digunakan dalam model ekonometrika, sehingga dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Propinsi Sulawesi Utara mencakup luas 15.272,44 km 2, berbentuk jazirah yang memanjang dari arah Barat ke Timur pada 121-127 BT dan 0 3-4 0 LU. Kedudukan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 No. 18/03/35/Th.X, 1 Maret 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Februari 2012 Turun 1,39 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012 No. 23/04/35/Th.X, 2 April 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Maret 2012 Turun 0,79 persen. Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Gambaran Umum Desa Ciaruten Ilir Desa Ciaruten Ilir merupakan bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Negeri Baru yang merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG Oleh : Ir. BERTI PELATIHAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE TA. 2014 1. Sapi Bali 2. Sapi Madura 3.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 04/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2013, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,13 PERSEN Berdasarkan penghitungan dengan tahun dasar baru (2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG

PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG Ferdinan S. Suek, Melkianus D. S. Randu Program Studi Produksi

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

(Monografi Desa Ngijo 2011). 6,5 Sedangkan horizon B21 dalam cm: warna 5YR 3/3

(Monografi Desa Ngijo 2011). 6,5 Sedangkan horizon B21 dalam cm: warna 5YR 3/3 61. a. Topografi dan Jenis Tanah Topografi Desa Ngijo adalah berupa dataran tinggi dengan ketinggian 105 m dpal dengan curah hujan 10 mm/tahun. Jenis tanah di Desa Ngijo adalah jenis tanah Mediteran coklat.

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terletak di Pulau Jawa. Bagian utara

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terletak di Pulau Jawa. Bagian utara IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 110 12 34 sampai 110 31 08 Bujur Timur dan antara 7 44 04 sampai 8 00 27 Lintang Selatan. Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Deskripsi Lokasi Lokasi usaha peternakan sapi perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos terletak di Jalan Veteran 3 Kp. Tapos Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

5. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

5. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat 33 5. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat Gambar 10. Peta Wilayah Jawa Barat Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 50 50 70 50 lintang selatan dan 1040 48-1080

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. bersifat kuantitatif/statistik (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini, data yang

METODE PENELITIAN. bersifat kuantitatif/statistik (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini, data yang III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan biasanya digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu yang representatif. Pengumpulan data

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Geografi Kabupaten Bone Bolango secara geografis memiliki batas batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara : Kabupaten Bolaang Mongondow

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/06/Th. XIV, 1 Juni 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 99,49 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Mei 2011 tercatat sebesar 99,49 persen,

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian Sejarah Desa Bale Luas, Batas dan Topografi Wilayah

BAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian Sejarah Desa Bale Luas, Batas dan Topografi Wilayah BAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian 4.1.1 Sejarah Desa Bale Desa Bale terletak diwilayah timur Indonesia tepatnya di wilayah Maluku Utara. Pada tahun 1800an kesultanan ternate berkunjung

Lebih terperinci