BAB I PENDAHULUAN. lapisan bentuk dan lapisan arti (Ramlan, 1985: 48). Lapisan bentuk ini terdiri dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lapisan bentuk dan lapisan arti (Ramlan, 1985: 48). Lapisan bentuk ini terdiri dari"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu media yang paling penting dalam berkomunikasi dan menyampaikan informasi. Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti (Ramlan, 1985: 48). Lapisan bentuk ini terdiri dari tataran bunyi dan tataran gramatik. Tataran bunyi termasuk kedalam bidang fonologi dan tataran gramatik termasuk kedalam tataran morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana, sedangkan lapisan arti termasuk ke dalam bidang semantik. Salah satu tataran yang berupa kalimat adalah satuan bahasa yang secara tulisan diawali huruf kapital dan diakhiri oleh tanda titik, koma, maupun seru, dan secara lisan diucapkan dengan intonasi naik turun dan diakhiri intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan (Alwi, 2014: 317). Dengan kata lain, kalimat mampu berdiri sendiri di dalam suatu struktur bahasa, dan dapat dibagi ke dalam dua unsur, yaitu kalimat tak berklausa dan kalimat berklausa. Pada kalimat berklausa ini, kalimat terdiri dari satuan yang berupa klausa. Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan atau tidak. Kalimat juga digolongkan berdasarkan klausa penyusunnya, yaitu kalimat sederhana dan kalimat luas (Ramlan, 1987: 43). Kalimat ini juga dikenal dengan istilah kalimat tunggal dan kalimat mejemuk (Dardjowidjojo, dkk, 1998), yang selanjutnya akan digunakan dalam penyebutan dalam penelitian ini. Kalimat

2 2 tunggal merupakan kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa, sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih. Berdasarkan hubungan gramatikal antara klausa yang satu dengan yang lain yang menjadi unsurnya, kalimat mejemuk dapat digolongkan lagi menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat, yang di selanjutnya lebih di kenal dengan istilah kalimat koordinatif dan kalimat subordinatif. (1) Someone was laughing loudly in the next room. Seseorang sedang tertawa keras di kamar sebelah. (2) My mother usually enjoys parties very much. Ibuku biasanya sangat senang pergi ke pesta. (3) It was Christmas Day and the snow lay thick on the ground. Saat itu adalah Hari Natal dan salju tebal menutupi permukaan tanah. (4) The weather has been remarkably warm since we returned from Italy last week. Cuaca sudah sangat hangat sejak kami kembali dari Italia minggu lalu. (Quirk, et al, 1985: 44-49) Kalimat (1) dan (2) merupakan kalimat tunggal karena masing-masing kalimat terdiri dari satu klausa, sedangkan kalimat (3) dan (4) merupakan kalimat majemuk karena masing-masing kalimat terdiri dari dua klausa atau lebih. Kalimat (3) terdiri dari dua klausa yaitu klausa pertama, it was Christmas Day, dan klausa kedua, the snow lay thick on the ground. Klausa-klausa pada kalimat (3) tidak merupakan bagian dari klausa lainnya, namun berdiri sendiri sebagai klausa yang setara, sehingga kedua klausa tersebut merupakan klausa inti (KI) dan disebut dengan klausa majemuk setara atau kalimat koordinatif. Sementara itu, pada

3 3 kalimat (4), klausa yang satu adalah bagian dari klausa lainnya. Ramlan (1987: 53) menyebut klausa yang merupakan bagian dari klausa lainnya itu dengan klausa bawahan (KB), sedangkan klausa lainnya disebut dengan klausa inti (KI). Klausa bawahan pada kalimat (4), yaitu we returned from Italy last week, sedangkan klausa intinya adalah the weather has been remarkably warm. Di samping itu, kalimat (3) dan (4) juga mengandung hubungan gramatikal antarklausanya. Dalam kalimat (3) dan (4) tersebut terdapat peranan kata penghubung yang juga dikenal dengan istilah konjungsi dalam menghubungkan klausa yang satu dengan yang lainnya. Ramlan (2008: 39) mengemukakan bahwa kata penghubung ialah kata yang berfungsi menghubungkan kata/frasa/klausa dengan kata/frasa/klausa lainnya. Dalam kalimat (3) terdapat konjungsi and dan untuk menggabungkan dua klausa yang setara dan konjungsi since sejak pada kalimat (4) untuk menggabungkan dua klausa yang tidak setara yang juga merupakan perluasan dari klausa inti yang berkedudukan sebagai keterangan waktu. Konjungsi tidak setara atau konjungsi subordinatif ini digolongkan berdasarkan pertalian semantik yang ditandainya menjadi 10 golongan oleh Darjdowidjojo, dkk (1988: 237), yaitu yang menandai pertalian semantik waktu, semantik syarat, semantik pengandaian, semantik tujuan, semantik konsesif, semantik pemiripan, semantik penyebaban, semantik pengakibatan, semantik penjelasan, dan semantik cara. Selain itu, konjungsi majemuk setara dapat digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu yang menandai pertalian semantik

4 4 penjumlahan, semantik pemilihan, semantik perurutan, semantik lebih, dan semantik perlawanan atau pertentangan. Penelitian ini hanya akan dibatasi pada konjungsi kalimat majemuk bertingkat yang juga dikenal dengan istilah konjungsi subordinatif yang menyatakan makna waktu (temporal) dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia pada studi kasus novel My Sister s Keeper. Ragam penggunaan konjungsi subordinatif temporal ini sangat bervariasi, baik itu di dalam bahasa Indonesia maupun di dalam bahasa Inggris. Alwi, dkk (2014: 415) menuliskan bahwa konjungsi subordinatif ini menyatakan makna waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama. Terdapat sekurang-kurangnya 33 bentuk konjungsi subordinatif temporal, yaitu ketika, saat, sampai, sedang, sejak, tatkala, tengah, waktu, begitu, hingga, sedari, selesai, sementara, seraya, sambil, manakala, setiap, demi, sehabis, sekembali, selagi, selama, selepas, semasa, sebelum, sesudah, semenjak, setelah, seusai, setiba, sewaktu, sepanjang, dan setiap kali Sama halnya dalam bahasa Inggris, konjungsi subordinatif merupakan suatu unsur terpenting dalam menghubungkan antara klausa dengan klausa (Quirk, et al, 1985: 1026). Konjungsi subordinatif ini merupakan salah satu penanda yang mengawali klausa subordinatif yang berfungsi sebagai keterangan (adverbia). Konjungsi ini dapat menggabungkan klausa inti dengan klausa bawahan yang memiliki 11 struktur makna, antara lain klausa waktu (clause of time), klausa tempat (clauses of place), klausa kemungkinan (clauses of contingency), klausa kondisi

5 5 (clauses of condition), klausa konsesi (clause of concession), klausa pengecualian (clauses of exception), klausa sebab (reason clause), klausa tujuan (clauses of purpose), klausa hasil (clauses of result), klausa persamaan dan perbandingan (clauses of similarity and comparison), klausa pilihan (clauses of preference). Berdasarkan Quirk, et al (1985: 1078) klausa adverbia bermakna waktu ini penggunaannya diawali oleh 16 konjungsi, yaitu after, as, before, once, since, till/until, when, whenever, while, whilst (esp BrE), now (that), as long as, so long as, as soon as, immediately (informal, esp BrE), directly (informal, esp BrE) (Quirk,dkk, 1985: 1078). Konjungsi whilst, immediately, dan directly adalah konjungsi dalam bahsa Inggris yang lebih umum digunakan di negara Inggris, bukan di negara Amerika. Pada kenyataannya, penggunaan konjungsi ini bervariasi dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Secara struktur, penggunaan konjungsi pada bahasa Indonesia dan bahasa Inggris adalah sama karena sama-sama digunakan sebagai kata tugas dalam menghubungkan dua klausa dalam sebuah kalimat. Namun, di dalam penerjemahan terkadang penggunaan beberapa konjungsi ini mengalami pergeseran bentuk dan makna dari Bahasa Sumber (BSu) ke dalam Bahasa Sasaran (BSa). Pergeseran makna ini tidak dapat dihindari mengingat setiap bahasa memiliki ciri yang berbeda. Simatupang (1999: 88) menyebutkan bahwa aturanaturan yang berlaku pada suatu bahasa belum tentu berlaku pada bahasa lain, baik dalam bidang gramatika, fonologi, maupun semantik. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa suatu bahasa mengalami perubahan-perubahan saat diterjemahkan kedalam bahasa lain. Perubahan ini diperlukan untuk mencapai

6 6 target dari penerjemahan, yaitu mampu menyepadankan pesan antara BSu dan BSa secara tepat, seperti yang di sampaikan oleh Nida dan Taber mengenai terjemahan yaitu (1982: 12), Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source-language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style, penerjemahan adalah usaha mencipta kembali pesan dalam BSu ke dalam BSa dengan padanan alami yang sedekat mungkin, pertama-tama dalam hal makna dan kemudian dalam hal gaya bahasa. Artinya, dalam mencipta suatu padanan alami yang sedekat mungkin dengan BSa, terkadang diperlukan suatu perubahan agar tercipta terjemahan yang tepat. Catford (1965: 73-82) menyebut pergeseran penerjemahan ini dengan translation shift dan membagi teori pergeseran ini ke dalam dua bagian besar, yaitu level shift (pergeseran tingkat) dan category shift (pergeseran kategori). Beberapa jenis pergeseran ini dapat di lihat pada terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister s Keeper oleh Jody Picoult dan terjemahannya yang berjudul Penyelamat Kakakku oleh Hetih Rusli. Beberapa contoh untuk fenomena tersebut dapat dilihat pada novel My Sister s Keeper berikut berserta dengan terjemahannya. (5) And they're not the little puffy darlings you picture when you go to sleep, either. (MSK/p. 294) Dan mereka bukan binatang-binatang gemuk yang lucu, yang kau bayangkan sebelum tidur. (MSKt/hl. 405) Kalimat (5) tersebut mengalami pergeseran bentuk dan pergeseran makna. Pertama, pada bentuk konjungsi when di dalam data yang bermakna waktu bersamaan,

7 7 bergeser di dalam terjemahannya menjadi kata berafiks sebelum yang terdiri dari prefiks se- dan adverbia belum. Kedua, terdapat penghilangan unsur pada subjek klausa penyusun konjungsi subordinatif temporal. Dalam kalimat (5) tersebut, subjek yang berupa pronomina kedua you di hilangkan sehingga pada terjemahannya hanya terdiri dari predikat tidur. Penghilangan bentuk subjek ini di lakukan demi ke efektifitasan terjemahan, karena adanya bentuk subjek yang sama pada klausa inti dan klausa bawahan, sehingga penghilangan bentuk subjek berterima. Selanjutnya, adanya pergeseran makna konjungsi when yang menyatakan makna waktu bersamaan bergeser menjadi makna waktu berurutan sebelum di dalam bahasa sasarannya. Bentuk konjungsi ini lebih tepat di gunakan sesuai dengan konteks kalimat tersebut. Pada akhirnya, penelitian ini akan mendiskusikan terkait bentuk, posisi, makna, dan pergeseran penerjemahan konjungsi temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada studi kasus novel My Sister s Keeper karya Jodi Picoult dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apa sajakah konjungsi yang menandai hubungan subordinatif temporal dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia pada novel My Sister s Keeper?

8 8 2. Bagaimanakah terjemahan konjungsi yang menandai hubungan subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister s Keeper? 3. Bagaimanakah pergeseran penerjemahan konjungsi yang menandai hubungan subordinatif temporal bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister s Keeper? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, terdapat beberapa tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1. Mendeskripsikan konjungsi yang menandai hubungan subordinatif temporal dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia pada novel My Sister s Keeper. 2. Mendeskripsikan terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister s Keeper. 3. Mendeskripsikan pergeseran penerjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister s Keeper.

9 9 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian mengenai terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia ini di harapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik dari aspek teoritis maupun praktisnya Manfaat Teoritis Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini secara teoritis yaitu mampu memberikan manfaat terkait dua bidang. Pertama, yang terkait pada bidang semantik dan sintaksis yaitu penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan dan pendeskripsian mengenai konjungsi subordinatif temporal, baik mengenai hubungan makna maupun penggunaannya dalam bahasa Inggris. Kedua, terkait dalam bidang penerjemahan, diharapkan mampu memberikan analisis baru mengenai penyesuaian dalam penerjemahan konjungsi subordinatif temporal dari tulisan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini cukup aplikatif, di mana manfaat nyata dapat dirasakan dengan adanya analisis terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia baik bagi pembelajar bahasa Inggris maupun pembelajar bahasa Indonesia. Dengan data dan analisis dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pemakaian terjemahan konjungsi yang tepat dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia maupun sebaliknya. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan atau referensi baru untuk

10 10 penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya yang terkait dengan teknik-teknik pergeseran dalam penerjemahan. 1.5 Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa keterkaitan antara penelitian sekarang dengan beberapa penelitian terdahulu, terutama yang berkaitan dengan konjungsi subordinatif temporal. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Junaidah Nur (2009) yang berjudul Klausa Adverbial Waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris: Analisis Kontrastif yang mengkontraskan klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam membahas klausa adverbial waktu tidak akan terlepas dalam penggunaan konjungsi yang digunakan sebagai penanda hubungan kalimat majemuk yang menyatakan makna waktu. Penelitian ini menjelaskan bentuk, makna, fungsi, dan posisi klausa adverbial waktu dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dijelaskan perbedaan dan persamaan antara kedua klausa tersebut dimana terdapat persamaan bentuk, makna, dan posisi di antara keduanya. Dijelaskan beberapa perbedaan di antara keduanya, yaitu pada bahasa Inggris pelesapan subjek dan konjungsi dalam klausa adverbial ini merubah bentuk verbanya, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak merubah bentuk verbanya. Dalam penentuan makna waktu, klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berbeda. Bahasa Indonesia menggunakan konjungsi-konjungsi yang menyatakan makna waktu, sedangkan bahasa Inggris selain menggunakan konjungsi juga mengatur pasangan tense pada anak kalimat dan klausa adverbial waktunya. Penelitian ini cukup menjelaskan secara rinci klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris namun belum dilakukan secara

11 11 mendalam analisis mengenai penggunaan dan terjemahan konjungsi dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini juga tidak membahas secara detail keseluruhan bentuk-bentuk konjungsi yang menandai hubungan makna waktu secara lengkap dan mendalam. Penelitian konjungsi temporal dalam bahasa Arab pernah dilakukan oleh Muhammad Ridwan (2011) dalam tesisnya Konjungsi Penghubung Makna Waktu dalam Kalimat Luas tak Setara Bahasa Arab FUSHAH. Penelitian ini membahas bentuk, subkategorisasi, pola urutan klausa, penyusun konjungsi, dan makna konjungsi dalam bahasa Arab. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa posisi konjungsi penghubung makna waktu selalu berada didepan klausa bukan inti. Jadi, jika konjungsi itu dilekatkan pada klausa inti maka kalimat majemuk tersebut tidak gramatikal. Disimpulkan juga dalam penelitian ini bahwa pola urutan inti dan klausa bukan inti pada konjungsi penghubung makna waktu tersebut adalah manasuka. Artinya, klausa inti bisa terletak di muka klausa bukan inti, dan klausa bukan inti bisa mendahului klausa inti. Penelitian ini dapat menjadi acuan peneliti dalam menulis tesis mengenai konjungsi dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Penelitian yang juga menjadi acuan dari penelitian ini adalah skripsi yang berjudul Konjungsi Temporal Bahasa Prancis dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia yang di lakukan oleh Sri Wahyuni (1998). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan perbedaan masing-masing konjungsi temporal, baik pada tataran sintaksis maupun pada tataran semantik (makna). Selanjutnya, penelitian ini juga bertujuan mengetahui bentuk-bentuk padanan yang terjadi dalam penerjemahannya

12 12 ke dalam bahasa Indonesia dan mencari kemungkinan variasi padanannya yang lain. Di dalam hasil penelitian di temukan pergeseran-pergeseran dalam penerjemahan bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia, karena dua bahasa tersebut memiliki kaidah yang berbeda. Di dalam terjemahannya terdapat pergeseran tataran, pergeseran unit, pergeseran struktur, pergeseran kelas, dan pergeseran intra-sistem. Pada penelitian ini, di temukan bahwa pergeseran struktur adalah pergeseran yang paling mencolok di temukan di dalam data, di mana klausa di dalama BSu yang awalnya berverba aktif di dalam BSa menjadi verba pasif. Penelitian lainnya yang menjadi bahan acuan peneliti dalam penulisan tesis terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia ini adalah tesis yang ditulis oleh Endang Setyowati (2014) berjudul Pergeseran dalam Penerjemahan Kohesi Leksikal dan Faktor-faktor Penyebabnya: Studi Kasus pada Novel Inferno dan Terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini memiliki tiga rumusan masalah, yaitu (1) menganalisa jenis-jenis kohesi leksikal yang digunakan dalam novel Inferno, (2) mengidentifikasi jenis-jenis pergeseran dalam penerjemahan kohesi leksikal dalm novel Inferno, dan (3) menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran dalam penerjemahan tersebut. Penelitian ini menggunakan teori pergeseran makna oleh Catford (1965) dengan hasil berupa pergeseran-pergeseran bentuk, dan teori yang dikenalkan oleh Baker (1992) dengan hasil yang menekankan pada pergeseran makna. Dalam penelitian ini ditemukan dua faktor penyebab terjadinya pergeseran dalam penerjemahan, yaitu faktor intralinguistik, seperti aturan gramatikal dan perubahan bentuk leksikon, serta faktor ekstralinguistik, seperti perbedaan budaya dan pilihan

13 13 penerjemah. Berdasarkan uraian tinjauan pustaka yang menjadi gambaran penulis tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada. 1.6 Landasan Teori Kalimat dan Klausa Berdasarkan Dardjowidjojo, dkk (1988: 254) kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dradjowidjojo, dkk melanjutkan bahwa wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Bagi Ramlan (2005: 21) kalimat tidak ditentukan dari banyaknya kata yang menjadi unsurnya, namun dari intonasinya, dimana setiap satuan kalimat dibatasi oleh jeda panjang yang disertai nada akhir turun ataupun naik. Alwi; dkk (2014: 317) memperjelas bentuk kalimat dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat ini dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara didalamnya disertakan berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Dengan kata lain, kalimat merupakan suatu susunan tatabahasa yang tidak didasarkan pada banyaknya jumlah kata namun adanya intonasi dalam tuturannya secara lisan serta adanya penggunaan huruf kapital pada awal kata dan penulisan tanda baca akhir pada akhir kata secara tulis. Berdasarkan unsurnya, Ramlan (2005: 23) membagi kalimat ke dalam dua golongan, yaitu kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa. Klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari S P baik disertai O, PEL, dan KET ataupun tidak

14 14 (Ramlan, 2005: 79). Alwi, dkk (2014: 318) juga menjelaskan hal yang sama mengenai definisi klausa yaitu satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata, atau lebih, yang mengandung unsur predikasi. Sehingga, klausa merupakan salah satu unsur inti di dalam golongan kalimat berklausa yang salah satu katanya berfungsi sebagai predikat, dan unsur lainnya berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap atau keterangan. Sehingga, baik klausa maupun kalimat sama-sama dapat mengandung unsur predikasi di dalam susunan sintaksisnya. Dardjowidjojo, dkk (1988: 267) mengelompokkan kalimat menurut bentuk dan maknanya. Berdasarkan bentuknya, kalimat digolongkan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal dapat dibagi berdasarkan macam predikatnya, yaitu kalimat yang berpredikat frasa nominal, frasa adjektiva, frasa verba, dan frasa lainnya. Kalimat majemuk juga dapat dibagi menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Sedangkan berdasarkan maknanya, kalimat dibagi menjadi lima golongan yaitu, kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya, kalimat seru, dan kalimat emfastik. Penggolongan ini dapat lebih jelasnya dilihat pada tabel berikut ini (Dardjowidjojo, dkk, 1988: 267)

15 15 Bentuk Tunggal a. Predikat Frasa Nominal b. Predikat Frasa Adjektival c. Predikat Frasa Verbal Kalimat d. Predikat Frasa Lain Majemuk Setara Bertingkat Makna a. Berita b. Perintah c. Tanya d. Seru e. Emfatik Kalimat Majemuk Subordinatif Berdasarkan jumlah klausa yang menjadi unsurnya, Quirk, et al (1985: 719) membedakan kalimat ke dalam dua bentuk, yaitu kalimat tunggal (simple sentence) dan kalimat majemuk (multiple sentence). Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa inti, sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk ini dalam hubungan sintaksisnya dapat digolongkan lagi menjadi dua macam golongan yaitu kalimat majemuk setara (compound sentence) dan kalimat majemuk bertingkat (complex sentence).

16 16 Kalimat majemuk setara ini selanjutnya dikenal dengan istilah kalimat majemuk koordinatif, sedangkan kalimat majemuk bertingkat dikenal dengan istilah kalimat majemuk subordinatif. Kalimat majemuk koordinatif ini merupakan kalimat yang memiliki lebih dari dua klausa dimana klausa yang satu tidak merupakan bagian dari klausa lainnya, sehingga masing-masing klausa berdiri sendiri-sendiri sebagai klausa yang setara, yaitu sebagai klausa inti semua (Ramlan, 2005: 46). Artinya, kalimat majemuk koordinatif ini merupakan kalimat yang terdiri dari dua buah klausa atau lebih yang masing-masing berkedudukan sama dalam kalimat tanpa adanya klausa yang menduduki sebuah fungsi sintaksis. (6) He tried hard, but he failed. (Quirk, et al, 1985: 921) KI KI Dalam kalimat (6) terdiri dari dua kalimat yang setara yaitu he tried hard dan he failed. Kedua klausa ini dihubungkan oleh konjungsi but yang berfungsi sebagai kata tugas untuk menghubungkan dua klausa yang memiliki kedudukan yang sama di dalam struktur kalimat, yaitu sebagai klausa inti (KI). Sedangkan kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih dimana klausa yang satu merupakan bagian dari klausa lainnya (Ramlan, 2005: 47). Dengan kata lain, dalam kalimat majemuk subordinatif ini klausa-klausa di dalam kalimatnya tidak memiliki kedudukan yang setara namun terdapat klausa yang menduduki fungsi sintaksis bagi klausa lainnya. Berdasarkan kebergantungannya di dalam konstruksi kalimat tersebut, klausa digolongkan menjadi dua macam golongan yaitu klausa inti (KI) dan klausa bawahan (KB). Klausa yang menduduki fungsi sintaksis bagi klausa yang lainnya disebut dengan

17 17 klausa bawahan, sedangkan klausa lainnya yang memuat pesan utama di dalam kalimat disebut klausa inti. (7) She telephoned while you were out. (Quirk, et al, 1985: 991) KI KB Dalam kalimat (7) terdiri dari dua buah klausa, yaitu she telephoned sebagai klausa inti dan you were out sebagai klausa bawahan. Dalam hal ini klausa bawahan terikat oleh sebuah konjungsi while yang menyatakan makna waktu Konjungsi Konjungsi adalah suatu kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih (Dardjowidjojo, dkk (1988: 235). Konjungsi termasuk kedalam kata tugas karena kata ini tidak memiliki makna leksikal, namun hanya makna secara gramatikal. Artinya, kata tersebut tidak dapat diartikan secara lepas, namun berkaitan dengan kata lain di dalam frasa atau kalimat. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa konjungsi ini dapat menghubungkan klausa-klausa pada kalimat majemuk koordinatif maupun pada kalimat majemuk subordinatif. Dalam pembentukan kalimat majemuk koordinatif, konjungsi ini digunakan untuk menghubungkan dua klausa yang memiliki fungsi yang sama di dalam struktur sintaksis dan terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: dan, atau, tetapi (Dardjowidjojo, 1988: 236). Sedangkan dalam pembentukan kalimat majemuk subordinatif, konjungsi digunakan untuk menghubungkan klausa inti dengan klausa bawahan.

18 18 Dardjowidjojo, dkk (1988: 237) mengelompokkan konjungsi subordinatif kedalam kelompok-kelompok sebagai berikut: 1. Konjungsi Subordinatif waktu : sesudah, setelah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai 2. Konjungsi Subordinatif Syarat: jika, kalau, jikalau, asl(kan), bila, manakala 3. Konjungsi subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya, andaikan, umpamanya, sekitarnya 4. Konjungsi Subordinatif Tujuan: agar, supaya, agar supaya, biar 5. Konjungsi subordinatif Konsesif: biarpun, meski (pun), sekalipun, walau (pun), sungguhpun, kendati (pun) 6. Konjungsi Subordinatif Pemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana 7. Konjungsi subordinatif Penyebaban: sebab, karena, oleh karena 8. Konjungsi Subordinatif Pengakibatan: (se)hingga, sampai(-sampai), maka(nya) 9. Konjungsi Subordinatif Penjelasan: bahwa 10. Konjungsi Subordinatif Cara: dengan Di dalam bahasa Inggris, terdapat tiga konjungsi koordinatif, yaitu and, or, but (Quirk, et al, 1973: 254). Sedangkan konjungsi subordinatif biasanya selalu terikat oleh klausa bawahannya untuk membentuk klausa adverbial (keterangan). Klausa

19 19 adverbial ini menghubungkan beberapa makna seperti halnya di dalam bahasa Indonesia (Quirk, et al, 1985: ), seperti: 1. klausa waktu (clause of time): after, before, since, till/until, when(ever), once, while, as soon as. 2. klausa tempat (clauses of place): where, wherever 3. klausa kemungkinan (clauses of contingency): when, whenever, once, where, wherever, if 4. klausa syarat (clauses of condition): if, unless 5. klausa konsesif (clause of concession): although 6. klausa pengecualian (clauses of exception): but that, except (that), excepting (that), save that 7. klausa sebab (reason clause): because/cause, since 8. klausa tujuan (clauses of purpose): for fear (that), in case 9. klausa hasil (clauses of result): so (that) 10. klausa persamaan dan perbandingan (clauses of similarity and comparison): (just/exactly) as, (just/exactly) like 11. klausa pilihan (clauses of preference): rather than, sooner than Konjungsi Subordinatif Temporal Sebagaimana yang telah disebutkah pada subbab sebelumnya bahwa konjungsi subordinatif memiliki beberapa struktur makna, salah satunya adalah penghubung makna waktu (temporal). Konjungsi subordinatif temporal ini adalah konjungsi yang terikat dengan klausa bawahan untuk menyatakan waktu terjadinya

20 20 peristiwa atau keadaan yang dinyatakan oleh klausa inti. Quirk et al (1985: 1078) mengemukakan bahwa klausa bawahan (subordinatif) yang menyatakan makna temporal ini selalu diikuti oleh beberapa konjungsi, yaitu after, as, before, once, since, till/until, when, whenever, while, now (that), as long as, so long as, dan as soon as. Jadi, konjungsi subordinatif temporal ini menghubungkan klausa/frasa/kata dengan klausa/frasa/kata yang menunjukkan makna waktu pada klausa bawahan yang dinyatakan pada klausa inti. (8) Since I saw her last, she had dyed her hair. KB KI (Quirk et al, 1985: 1078) Dalam kalimat (8) di atas terdapat klausa bawahan I saw her last yang berfungsi sebagai keterangan menyatakan makna waktu terjadinya peristiwa pada klausa inti She had dyed her hair. Dalam bahasa Indonesia, Ramlan (2008: 46) menyebutkan sekurangkurangnya terdapat 26 konjungsi subordinatif yang menyatakan makna waktu, yaitu ketika, tatkala, setiap, setiap kali, sebelum, sesudah, setelah, sejak, semenjak, hingga, tengah, sedang, waktu, sewaktu, selagi, semasa, sementara, serta, demi, begitu, selama, dalam, sehabis, seusai, sedari, dan sampai. Chaer (2009: 102) menambahkan konjungsi subordinatif temporal saat yang juga sering digunakan dalam menghubungkan dua klausa yang tidak setara. (9) Dia memeluk kemurungannya sementara penghuni kota berpacu dengan KI KB kesibukannya. Dalam kalimat (9) di atas terdiri dari klausa inti dia memeluk kemurungan dan klausa bawahan sementara penghuni kota berpacu dengan kesibukannya yang

21 21 klausa bawahannya diawali oleh konjungsi sementara yang berfungsi sebagai adverbial bermakna waktu Penerjemahan dan Pergeseran Pembahasan mengenai pergeseran penerjemahan tidak dapat terlepas dari pembahasan mengenai terjemahan itu sendiri. Catford (1965: 20) mengartikan istilah penerjemahan, the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL), yaitu perubahan materi tekstual dalam bahasa satu (BSu) dengan materi tekstual yang padan dalam bahasa bahasa lainnya (BSa). Pinchuck (1977, dalam Kardimin, 2013: 4) mengartikan istilah terjemahan, a process of finding a TL equivalent for an SL utterances, yaitu proses penemuan padanan ujaran BSu di dalam BSa. Newmark (1981, dalam Suryawinata & Heriyanto, 2003: 15) mengartikan penerjemahan, a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message and/or statement in another language, yaitu keahlian berupa usaha untuk memindahkan suatu pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lainnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa terjemahan merupakan suatu proses dalam pengalihan ujaran BSu ke dalam BSa tanpa merubah makna asli dari BSu sehingga dicarilah bentuk-bentuk yang paling sepadan. Jakobson (1959: 114, dalam Suryawinata & Hariyanto, 2003: 33) membedakan terjemahan menjadi tiga jenis, yaitu terjemahan intrabahasa (intralingual translation), terjemahan antarbahasa (interlingual translation), dan terjemahan intersemiotik (intersemiotic translation). Terjemahan intrabahasa

22 22 adalah terjemahan suatu teks menjadi teks lain dalam satu bahasa yang sama. Terjemahan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan sinonim dalam penerjemahannya. Sedangkan terjemahan antarbahasa adalah terjemahan yang biasa dilakukan dan merupakan terjemahan yang sesungguhnya yaitu menuliskan kembali makna teks BSu ke dalam teks BSa. Jadi, dalam terjemahan ini melibatkan dua bahasa, dimana bahasa yang pertama (BSu) diubah bentuknya menjadi bahasa lain (BSa) dengan tetap mempertahankan pesannya. Sedangkan terjemahan intersemiotik adalah penafsiran sebuah teks ke dalam bentuk atau sistem tanda yang lain. Dalam penelitian ini, terjemahan antarbahasa menjadi fokus kajian karena meneliti terjemahan bahasa Inggris (BSu) ke dalam bahasa Indonesia (BSa). Dalam terjemahan ini tidak menutup kemungkinan adanya suatu perubahanperubahan yang terjadi dari BSu ke dalam pembentukan BSa. Perubahan-perubahan ini bukan dengan maksud untuk merusak isi pesan BSu, namun lebih sebagai penyesuaian untuk dapat diterima dalam BSa. Hal ini sesuai dengan pergeseran bahasa (language shift) yang dikenalkan oleh Catford (1965) yang membagi bentuk pergeseran bahasa ini ke dalam dua bagian besar, yaitu pergeseran tingkat (level shift) dan pergeseran kategori (category shift). Beberapa ahli memiliki teknikteknik terjemahan yang hampir sama dengan jenis pergeseran bahasa ini, namun berbeda dalam penyebutannya, seperti Nida (1964) yang menyebutnya dengan istilah teknik penyesuaian (technique of adjustment), Retsker (1974) dan Barkhudarov (1975) menyebutnya dengan istilah transformasi, sementara Vinay (1958) dan Darbelnet (1995) menyebutnya dengan istilah metode dan prosedur.

23 23 Menurut Nida, pada dasarnya teknik penyesuaian dibuat untuk tujuan sebagai berikut: (1) menyesuaikan bentuk pesan sesuai dengan struktur bahasa sasaran, (2) menampilkan struktur semantik yang sepadan, (3) menghasilkan kesepadanan stilistik yang tepat, dan (4) menghasilkan efek komunikatif yang sepadan. Dalam memenuhi tujuan-tujuan tersebut, Nida menyatakan bahwa perubahan-perubahan di dalam penerjemahan tidak mampu di hindari, dengan tujuan utama untuk menghasilkan padanan yang tepat dan bukan untuk merusak pesan dari BSu. Menurut Nida, terdapat situasi-situasi dimana terkadang suatu perubahan radikal diperlukan, yaitu pada saat: (1) padanan yang tepat tak memiliki arti, (2) padanan membawa arti yang salah. Jadi, perubahan ini dilakukan bukan semata-mata sebagai peningkatan editorial ataupun kehendak dan kemuan penerjemah pribadi, namun sebagai terjemahan yang mampu diterima dan dipahami dalam BSa. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, karena berdasar pada pemberian data-data yang lengkap secara tipikal serta mengolah dan menganalisa data secara lebih mendalam. Sebagai langkah kerja, dilakukan tiga tahapan utama dalam penelitian ini, yaitu (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis data, dan (3) tahap penyajian data Tahap Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat karena penelitian menggunakan teks sebagai sumber data. Pertama, penulis mencari

24 24 konjungsi-konjungsi temporal dalam bentuk kalimat pada novel bahasa Inggris berjudul My Sister s Keeper karya Jodi Picoult dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia oleh Hetih Rusli Novel My Sister s Keeper merupakan salah satu novel best seller pada tahun terbitnya 2005 dari Amerika Serikat dan memiliki ragam bahasa kontemporer sebagai media komunikasi tulis. Novel ini juga mengandung banyak ragam konjungsi yang dapat menjadi sumber data yang tepat dalam mengungkap konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris kontemporer Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih dengan teknik dasar bagi unsur langsung dan teknik lanjutannya adalah teknik baca markah. Teknik bagi unsur langsung dilakukan dengan mengidentifikasi satuan lingual kalimat menjadi beberapa klausa. Dari teknik bagi unsur langsung ini akan dapat diketahui unsur-unsur apa saja yang dapat membentuk klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Teknik ini digunakan untuk menganalisis permasalahan pertama dan kedua. Teknik baca markah digunakan untuk memahami hubungan antara klausa ataupun kalimat dengan cara membaca pemarkah atau tanda dalam suatu konstruksi kebahasaan. Teknik baca markah digunakan untuk mengidentifikasi bentuk konjungsi tertentu sebagai pemarkah atau penanda pertalian makna menyatakan hubungan waktu. Teknik ini juga di gunakan untuk melihat posisi dan makna konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia. Pada rumusan masalah kedua, teknik baca markah di gunakan untuk melihat bentuk dan

25 25 makna terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga, penulis menggunakan metode padan teknik translasional, yaitu metode padan yang alat penentunya adalah bahasa lain. Metode ini digunakan untuk menganalisa pergeseran penerjemahan konjungsi subordinatif temporal dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Alat penentu yang digunakan dalam menentukan apakah suatu penerjemahan mengalami pergeseran atau tidak adalah bahasa Inggris sebagai bahasa sumbernya Penyajian Data Sudaryanti (1993: 145) mengemukakan dua metode yang digunakan dalam penyajian hasil analaisis data. Metode itu adalah secara formal dan informal. Pada penelitian ini, penyajian data dilakukan secara informal dan formal. Secara informal karena laporan ini berwujud perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145) dan secara formal karena menggunakan alat bantu visual yang berwujud lambang. 1.8 Sistematika Penyajian Sistematika penulisan hasil penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi bentuk, posisi, dan makna konjungsi subordinatif temporal dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bab III akan membahas terjemahan konjungsi subordinatif temporal dari bahasa Inggris ke

26 26 dalam bahasa Indonesia. Bab IV berisi pergeseran penerjemahan konjungsi subordinatif temporal dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Pada bab terakhir, yaitu bab V, akan ditarik kesimpulan yang diikuti oleh saran bagi penelitian selanjutnya di bidang yang berhubungan dengan kelas kata, khususnya konjungsi.

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang digunakan untuk berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat beranekaragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifakasikan diri

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa secara umum dapat diartikan sebagai suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita sendiri bisa menjadikannya sebagai sahabat. Buku cerita memberikan informasi kepada anak tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan warna kulit, ras, agama, bangsa dan negara. Bahasa merupakan perwujudan suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalimat adalah gabungan dari beberapa kata yang dapat berdiri sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu maksud dari pembicara. Secara tertulis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda. Berbagai macam problematika pada proses komunikasi juga turut

BAB I PENDAHULUAN. berbeda. Berbagai macam problematika pada proses komunikasi juga turut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat mendukung terjalinnya komunikasi di antara semua orang dari berbagai belahan dunia yang berbeda. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni kegiatan mengubah bentuk bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam The Merriam Webster Dictionary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya

BAB I PENDAHULUAN. tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Clay dalam arti yang sesungguhnya adalah tanah liat, namun selain terbuat dari tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa (Ramlan, 2008:39). Tanpa kehadiran konjungsi, adakalanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan secara tertulis dari teks suatu

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan secara tertulis dari teks suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan secara tertulis dari teks suatu bahasa ke bahasa yang lain. Teks yang diterjemahkan disebut Teks Sumber (Tsu) dan bahasanya

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

RINGKASAN PENELITIAN

RINGKASAN PENELITIAN RINGKASAN PENELITIAN KONSTRUKSI KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI GURU-GURU SEKOLAH DASAR KABUPATEN CIAMIS OLEH DRA. NUNUNG SITARESMI, M.PD. FPBS UPI Penelitian yang berjudul Konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbedaan bahasa sudah tidak lagi menjadi hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia. Tuntutan mendapatkan informasi inilah yang memunculkan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian penerjemahan dan metode penerjemahan yang akan digunakan untuk menganalisis data pada Bab 3. Seperti dikutip

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan serta saran berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab sebelumnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga dewasa sekalipun. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain sebagai hiburan, penghilang stres, dan

Lebih terperinci

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda. Dalam menghadapi masalah ini, kegiatan penerjemahan memberikan solusi karena

BAB I PENDAHULUAN. berbeda. Dalam menghadapi masalah ini, kegiatan penerjemahan memberikan solusi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa, baik lisan maupun tulisan merupakan alat yang penting dalam mendukung terjalinnya komunikasi antar individu. Dalam kegiatan komunikasi, tujuan dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel Higurashi no Ki merupakan salah satu karya penulis terkenal bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya sebagai penulis pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman hidup. Anwar, dkk. (2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era kemajuan teknologi dewasa ini semakin banyak terjemahan bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks bahasa sumber (TSu) ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, dibalik kemajuan teknologinya yang pesat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

PELESAPAN FUNGSI SINTAKTIK DALAM KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA THE ELLIPIS OF THE SYNTACTIC IN THE INDONESIAN LANGUANGE COMPOUND SENTENCE

PELESAPAN FUNGSI SINTAKTIK DALAM KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA THE ELLIPIS OF THE SYNTACTIC IN THE INDONESIAN LANGUANGE COMPOUND SENTENCE Pelesapan Fungsi. (Satya Dwi) 128 PELESAPAN FUNGSI SINTAKTIK DALAM KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA THE ELLIPIS OF THE SYNTACTIC IN THE INDONESIAN LANGUANGE COMPOUND SENTENCE Oleh: Satya Dwi Nur Rahmanto,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini, penulis akan menjabarkan teori-teori yang digunakan penulis dalam menerjemahkan Komik Indonesia Nusantaranger karya Tim Nusantaranger. Agar dapat menerjemahkan komik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM Supadmi, A310090132, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

ANALISIS KLAUSA SUBORDINASI DALAM WACANA BERITA OTOMOTIF PADA TABLOID OTOMOTIF NOVEMBER 2016

ANALISIS KLAUSA SUBORDINASI DALAM WACANA BERITA OTOMOTIF PADA TABLOID OTOMOTIF NOVEMBER 2016 ANALISIS KLAUSA SUBORDINASI DALAM WACANA BERITA OTOMOTIF PADA TABLOID OTOMOTIF NOVEMBER 2016 Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh RIZKI SETYO WIDODO 1201040076 PROGRAM

Lebih terperinci

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU Fungsi eterangan dalam alimat Majemuk Bertingkat dalam ompas Minggu FUNGSI ETERANGAN DALAM ALIMAT MAJEMU BERTINGAT DALAM OMPAS MINGGU TRULI ANJAR YANTI Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Catford (1969:20)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Catford (1969:20) BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Terjemahan Translation atau penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia dan selalu diperlukan dalam setiap kegiatan. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Surat kabar sebagai media informasi dan publikasi. Surat kabar sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Surat kabar sebagai media informasi dan publikasi. Surat kabar sebagai media 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat kabar sebagai media informasi dan publikasi. Surat kabar sebagai media cetak selalu identik dengan tulisan dan gambar-gambar yang dicetak pada lembaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk hubungan makna yang terdapat dalam satuan bahasa yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia biasanya disebut dengan

Lebih terperinci

Konjungsi yang Berasal dari Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia. Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Konjungsi yang Berasal dari Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia. Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Konjungsi yang Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro moejid70@gmail.com Abstract Conjunctions are derived from the basic + affixes, broadly grouped into two, namely the coordinative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah memberi banyak definisi tentang penerjemahan, diantaranya: (1) bidang ilmu secara umum,

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 1982: 17). Dalam ilmu pengetahuan, bahasa merupakan objek

BAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 1982: 17). Dalam ilmu pengetahuan, bahasa merupakan objek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,

Lebih terperinci

KONJUNGSI DALAM KALIMAT MAJEMUK SISWA KELAS X SMK (STUDI KASUS MULTISITUS)

KONJUNGSI DALAM KALIMAT MAJEMUK SISWA KELAS X SMK (STUDI KASUS MULTISITUS) Tersedia secara online EISSN: 2502-471X Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 1 Nomor: 2 Bulan Februari Tahun 2016 Halaman: 214 221 KONJUNGSI DALAM KALIMAT MAJEMUK SISWA KELAS

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR oleh Nunung Sitaresmi Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pemakaian jenis kalimat bahasa Indonesia dalam buku teks Sekolah

Lebih terperinci

KALIMAT TANYA PESERTA BIMBINGAN SMART GENIUS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA SEBUAH KAJIAN DESKRIPTIF

KALIMAT TANYA PESERTA BIMBINGAN SMART GENIUS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA SEBUAH KAJIAN DESKRIPTIF Kalimat Tanya Peserta (Dewi Restiani) 1 KALIMAT TANYA PESERTA BIMBINGAN SMART GENIUS SANDEN BANTUL YOGYAKARTA SEBUAH KAJIAN DESKRIPTIF INTERROGATIVE SENTENCE OF SMART GENIUS TUTORING CENTER S STUDENTS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Wayan Yuni Antari 1*, Made Sri Satyawati 2, I Wayan Teguh 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau sebuah konstruksi tata bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. atau sebuah konstruksi tata bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur bahasa terdiri atas beberapa tingkatan yaitu kata, frasa, klausa dan kalimat. Frasa merupakan satuan sintaksis yang satu tingkat berada di bawah satuan klausa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berkomunikasi antar manusia dibutuhkan bahasa yang disepakati oleh pengguna bahasa itu sendiri. Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. Dengan bahasa seseorang juga dapat menyampaikan pikiran dan perasaan secara tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kekuatan imaginasi. Fungsi imaginative bahasa biasanya digunakan pada

BAB I PENDAHULUAN. pada kekuatan imaginasi. Fungsi imaginative bahasa biasanya digunakan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi bahasa menurut Halliday (1978:21) adalah fungsi imaginative, yaitu bahasa digunakan untuk melahirkan karya sastra yang berbasis pada kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan merupakan upaya untuk mengganti teks bahasa sumber ke dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan penerjemahan as changing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Pokok Bahasan Bahasa adalah sebuah perangkat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Adapun definisinya secara umum, adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan

Lebih terperinci

Oleh Septia Sugiarsih

Oleh Septia Sugiarsih Oleh Septia Sugiarsih satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap. Conth: Saya makan nasi. Definisi ini tidak universal karena ada kalimat yang hanya terdiri atas satu kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia lainnya, baik sebagai makhluk individu maupun mahluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia lainnya, baik sebagai makhluk individu maupun mahluk sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia memiliki sifat ingin berinteraksi dengan manusia lainnya, baik sebagai makhluk individu maupun mahluk sosial, untuk mewujudkan

Lebih terperinci

KLAUSA KONSESIF DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT BAHASA INDONESIA

KLAUSA KONSESIF DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT BAHASA INDONESIA KLAUSA KONSESIF DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT BAHASA INDONESIA Sumiyanto dan Mukhlish Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa pos-el: sumiyanto.wening@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

PENULISAN KARYA ILMIAH

PENULISAN KARYA ILMIAH Modul ke: Fakultas.... PENULISAN KARYA ILMIAH Memahami pengertian karya ilmiah, ciri-ciri karya ilmiah, syarat-syarat karya ilmiah, bahasa yang benar dalam karya ilmiah, jenis-jensi karya ilmiah, tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Gilang Puspasari Fathiaty Murtadlo Asep Supriyana Abstrak. Penelitian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik, bahasa selalu muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik, bahasa selalu muncul dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS. Oleh. Suci Sundusiah

PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS. Oleh. Suci Sundusiah PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS Oleh Suci Sundusiah 1. Klausa sebagai Pembentuk Kalimat Majemuk Dalam kajian struktur bahasa Indonesia, kumpulan dua kluasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah bahasa. Bahasa adalah sitem lambang bunyi yang bersifat arbiter

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah bahasa. Bahasa adalah sitem lambang bunyi yang bersifat arbiter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. Dalam masyarakat moderen, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya.sarana yang paling vital untuk menenuhi kebutuhan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya.sarana yang paling vital untuk menenuhi kebutuhan tersebut adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi.di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa sangatlah penting, karena merupakan penghubung dalam setiap pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Pada setiap bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerima dan bahasa menjadi media dalam penyampaian informasi tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. penerima dan bahasa menjadi media dalam penyampaian informasi tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Komunikasi menjadi tali penghubung dalam hubungan antar manusia. Dalam berkomunikasi, dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kata adalah satuan-satuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kata adalah satuan-satuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kata Berikut ini adalah pendapat dari para ahli bahasa mengenai konsep kata. 1. Kata adalah satuan-satuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi dapat berupa percakapan (lisan) dan tulisan. Apabila pesan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi dapat berupa percakapan (lisan) dan tulisan. Apabila pesan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat penting bagi manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa percakapan (lisan) dan tulisan. Apabila pesan yang disampaikan oleh penutur tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian pola kalimat yang sudah pernah dilakukan adalah analisis pola kalimat berpredikat verba dalam bahasa Indonesia pada buku mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci