V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Aspek Prioritas dan Variabel Utama Dalam Sistem Usahatani Berkelanjutan di Kabupaten Karanganyar Berdasarkan hasil survey yang dilakukan saat penelitian pendahuluan didapatkan bahwa di Kabupaten Karanganyar terdapat enam pola usahatani yaitu : (1). pola usahatani monokultur padi, (2). pola usahatani monokultur sayuran, (3). pola usahatani monokultur palawija, (4). pola usahatani tumpangsari, (5). pola usahatani mixed farming, dan (6). pola usahatani monokultur tanaman hias (bunga). Berdasarkan hasil Fokus Group Discussion (FGD) dengan stakeholder sistem usahatani di Kabupaten Karanganyar dalam rangka menentukan variabel utama sistem usahatani berkelanjutan dihasilkan 13 variabel utama untuk dimensi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Untuk dimensi lingkungan variabel yang penting adalah : jenis komoditas, sumberdaya air dan sumber daya laha. Untuk dimensi ekonomi variabel yang penting adalah : produksi, pasar, harga, modal, tenaga kerja, dan sarana produksi. Untuk dimensi sosial variabel yang penting adalah pendidikan, kelembagaan, kesehatan, dan informasi. Hasil identifikasi pola usahatani dan variabel utama akan dipadukan dalam bentuk hirarki dalam rangka menentukan prioritas pola usahatani yang berkelanjutan. Struktur hirarki sistem usahatani berkelanjutan di Kabupaten Karanganyar terdiri dari 4 level, yaitu: 1). Level kesatu, yaitu menentukan keberlanjutan sistem usahatani pada setiap pola usahatani di Kabupaten Karanganyar sebagai tujuan; 2). Level dua, menentukan prioritas utama dimensi pembangunan berkelanjutan; 3). Level ketiga yaitu menentukan prioritas variabelvariabel utama indikator dari masingmasing aspek pembangunan berkelanjutan; 4). Level ke empat menentukan prioritas keberlanjutan pola usahatani.

2 Struktur hirarki sistem usahatani berkelanjutan di Kabupaten Karanganyar di sajikan pada gambar 9. Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa aspek sosial memiliki bobot tertinggi untuk keberlanjutan sistem usahatani di Kabupaten Karanganyar, yaitu sebesar 0.461, disusul aspek lingkungan sebesar dan yang terendah adalah aspek ekonomi sebesar 0,218. Hal ini berarti bahwa pada level kesatu prioritas keberlanjutan sistem usahatani di Kabupaten Karanganyar adalah faktor sosial kemudian faktor lingkungan dan faktor ekonomi. Sistem Usahatani Berkelanjutan Di Kabupaten Karanganyar Lingkungan (0.321) Ekonomi (0.218) Sosial (0.461) 1. Jenis Komoditas (0.167) 2. Sumberdaya Air (0.076) 3. Sumberdaya Lahan (0.078) 1. Produksi 1. Pendidikan (0.061) (0.136) 2. Pasar 2. Kelembagaan (0.025) (0.151) 3. Harga 3. Kesehatan (0.027) (0.076) 4. Modal 4. Informasi (0.028) (0.098) 5. Tenaga Kerja (0.049) 6. Sarana Produksi (0.028) 6 Pola Usahatani 1. Monokultur Padi (0.131) 2. Monokultur Palawija (0.148) 3. Monokultur Sayuran (0.139) 4. Tumpangsari (0.148) 5. Mixed Farming (0.168) 6. Tanaman Hias (0.267) Gambar 9. Bangunan model (model building) sistem usahatani berkelanjutan di Kabupaten Karanganyar 61

3 Pada level 2 prioritas variabel yang menentukan tingkat keberlanjutan sistem usahatani pada aspek lingkungan adalah variabel jenis komoditas yang diusahakan dengan bobot sebesar 0.167, diikuti variabel sumberdaya lahan sebesar dan yang terendah variabel sumberdaya air sebesar Dalam perspektif pembangunan berkelanjutan, jenis komoditas yang diusahakan perlu memperhatikan nilainilai konservasi lingkungan sehingga kegiatan usahatani tidak menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Di lokasi studi, umumnya pada setiap pola usahatani, jenis komoditas yang diusahakan masih lebih berorientasi pada nilai ekonomi. Padahal, pada kondisi lahan dengan kemiringan lereng tertentu, jenis komoditas yang ditanam merupakan salah satu variabel yang akan mempengaruhi tingkat erosi. Pada aspek ekonomi, variabel yang paling menentukan tingkat keberlanjutan sistem usahatani adalah variabel produksi (0.061), kemudian diikuti variabel tenaga kerja (0.049), sarana produksi dan modal masingmasing (0.028), harga (0.027) dan pasar (0.025). Data tersebut menunjukkan bahwa, pada aspek ekonomi yang perlu menjadi perhatian utama agar keberlanjutan usahatani dapat terjamin adalah tingkat produksi komoditas yang diusahakan. Hal ini dapat dipahami karena tingkat produksi suatu komoditas tertentu akan berbanding lurus dengan tingkat pendapatan petani. Jika pendapatan petani meningkat maka secara ekonomi kegiatan usahatani yang dilakukan akan berkelanjutan (layak). Pada aspek sosial, variabel yang paling menentukan tingkat keberlanjutan sistem usahatani adalah variabel kelembagaan (0.151), kemudian diikuti variabel pendidikan (0.136), informasi (0.098), dan kesehatan (0.076). Hal ini mengandung pengertian bahwa, pada aspek sosial yang perlu menjadi perhatian utama agar keberlanjutan sistem usahatani dapat terjamin adalah kelembagaan usahatani. Penguatan kelembagaan, khususnya kelembagaan pelayanan memiliki peran yang strategis dalam upaya pemberdayaan pelaku agribisnis, terutama dalam 62

4 penyediaan teknologi, informasi pasar, penyuluhan, peningkatan sumberdaya manusia dan finansial. keberlanjutan usahatani (Mangkuprawira dan Hubeis, 2007). Peran kelembagaan pelayanan dan penyuluhan yang optimal akan memberdayakan pelaku agribisnis dan keberlanjutan usahatani agar mampu meminimalisasikan kendala yang dihadapi karena kecilnya aset usaha dan meningkatkan kualitas pelakunya dalam memanfaatkan teknologi serta mengelola variabel penting sumberdaya, karena kondisi pendidikan dan pelatihan menjadi faktor yang menentukan terhadap lamanya adopsi teknologi budidaya. Efektivitas dalam mengkomunikasikan informasi teknologi baru dalam pemanfaatan sarana produksi (pupuk, bibit dan peralatan pengolahan pascapanen), permodalan, dan pemasaran bagi keberlanjutan sistem usahatani memerlukan mekanisme dan alat komunikasi atau media komunikasi yang tepat. Di Kabupaten Karanganyar, terdapat delapan kelembagaan yang mempengaruhi keberlangsungan kegiatan usatani, yaitu: 1. Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) yaitu lembaga keuangan yang melakukan fungsi seperti lembaga perbankan untuk memberikan pelayanan kredit usaha dan penyimpanan (menabung) bagi masyarakat, seperti Lembaga Keuangan Syari ah, Unit Pengelolaan Keuangan Desa (UPKD), dan lainlain. 2. Balai Penyuluh Pertanian (BPP) dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) merupakan salah satu lembaga pemerintah dalam bidang pertanian dengan melakukan berbagai penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani. 3. Kios Sarana Produksi Pertanian merupakan lembaga usaha swasta yang melakukan fungsi menjual berbagai kebutuhan sarana produksi seperti pupuk, pestisida, bibit, dan lainlain. 4. Kelompok Tani merupakan salah satu organisasi petani yang dibentuk oleh pemerintah sebagai sarana untuk melaksanakan perekayasaan 63

5 usahatani (meningkatkan kemampuan petani dalam usahatani), khususnya pada aspek produksi. 5. Koperasi Unit Desa merupakan salah satu pelaku ekonomi pada tingkat desa yang beranggotakan masyarakat desa yang bersangkutan untuk melakukan fungsi ekonomi dalam rangka mensejahterakan anggotanya. 6. Pasar merupakan salah satu lembaga usahatani yang sangat penting. Pasar yang dimaksud adalah pasar tradisional (di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten) dan pedagang pengumpul. 7. Pemerintah Desa dan Kecamatan merupakan lembaga terendah dalam struktur pemerintahan yang melakukan fungsi pembinaan, pengamanan, pengadministrasian, dan lainlain pada tingkat desa/kecamatan. 8. Bank Rakyat Indonesai (BRI Unit) merupakan salah satu lembaga keuangan perbankan pada tingkat kecamatan yang memberikan fasilitas simpan pinjam bagi masyarakat Analisis Keberlanjutan Enam Pola Usahatani Penilaian terhadap masingmasing variabel pada bangunan model setiap pola usahatani, menghasilkan bobot keberlanjutan yang menggambarkan tingkat keberlanjutan pola usahatani tersebut. Nilai ini mengandung pengertian bahwa pola usahatani yang memperoleh bobot terbesar merupakan pola usahatani yang paling memenuhi kriteria sistem usahatani berkelanjutan yang dilihat dari aspek lingkungan tidak menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, secara ekonomi layak, dan secara sosial berkeadilan. Berdasarkan bobot yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa pola usahatani monokultur tanaman hias merupakan pola usahatani yang paling berkelanjutan dengan bobot sebesar 0.267, diikuti pola usahatani mixed farming sebesar 0.168, pola usahatani monokultur palawija dan tumpangsari masingmasing sebesar 0.148, pola usahatani monokultur 64

6 sayuran sebesar dan yang terendah adalah pola usahatani monokultur padi dengan bobot sebesar (Gambar 10). Mixed farming Tumpangsari Tanaman hias Monokultur sayuran Monokultur palawija Monokultur padi Bobot Gambar 10. Bobot tingkat keberlanjutan sistem usahatani untuk setiap pola usahatani di Kabupaten Karanganyar Pola usahatani tanaman hias memiliki tingkat keberlanjutan paling tinggi dibandingkan pola usahatani lainnya yang ada di Kabupaten Karanganyar. Beberapa variabel yang menjadi indikator keberlanjutan sistem usahatani memiliki nilai yang lebih besar daripada nilai variabel pada pola usahatani yang lain. Dapat ditunjukkan bahwa variabel harga dan pemasaran pada aspek ekonomi pada pola usahatani tanaman hias memiliki keunggulan dibanding pola usahatani padi, sayuran, palawija, tumpangsari maupun mixed farming. Harga hasil produksi tanaman hias memiliki kecenderungan meningkat bahkan pada periode tertentu cukup mahal/tinggi. Sedangkan harga produksi pertanian pada pola usahatani selain tanaman hias berfluktuatif. Artinya pada musim tertentu (panen) harga hasil produksi pertanian sangat rendah (anjlok) dilain waktu harganya cukup tinggi. Demikian juga untuk variabel pasar karena pemasaran tanaman hias dari Kabupaten Karanganyar sudah menyebar ke beberapa provinsi di Pulau Jawa. Bahkan sudah sampai ke Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. 65

7 5.3. Analisis Gender pada Enam Pola Usahatani di Kabupaten Karanganyar Analisa gender dilakukan pada enam pola usahatani yang ada di lokasi studi, yaitu; 1). pola usahatani monokultur padi, 2). pola usahatani monokultur sayuran, 3). pola usahatani monokultur palawija, 4). pola usahatani tumpangsari, 5). pola usahatani mixed farming, dan 6). pola usahatani monokultur tanaman hias (bunga). Berdasarkan hasil FGD di kelompok tani dan dengan melalui pendekatan SEAGA diperoleh gambaran tentang peran lakilaki dan perempuan dalam mengalokasikan sumberdaya, mengidentifikasi masalah yang dihadapi, mencari solusi atau menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan tingkat akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang dimiliki dan tahapan kegiatan usahatani yang dilakukan. Secara rinci gambaran kondisi peran lakilaki (petani lakilaki) dan perempuan (petani perempuan) dalam kegiatan usahatani pada setiap pola usahatani di Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut Pola usahatani monokultur padi Tabel 9 menunjukkan pendapat lakilaki dan perempuan dalam pelaksanaan kegiatan usahatani monokultur padi memberikan informasi yang sama tentang alokasi penggunaan lahan, masalah yang dihadapi, solusi yang pernah/akan dilakukan serta akses dan kontrol. Tabel 9. Pendapat petani lakilaki dan petani perempuan tentang alokasi penggunaan lahan, masalah yang dihadapi, solusi yang pernah/akan dilakukan, akses dan kontrol pada pola usahatani monokultur padi di Kabupaten Karanganyar. Pola usahatani monokultur padi 1. Alokasi penggunaan lahan o Usahatani padi o Waduk o Permukiman o Pasar desa o Jalan 2. Masalah yang dihadapi o Kelangkaan pupuk o Kelangkaan air Petani lakilaki Petani perempuan 66

8 Tabel 9 (lanjutan) o o o Pola usahatani monokultur padi Pemasaran hasil pertanian (petani gurem) Ketidaktepatan waktu pengendalian hama dan penyakit Permasalahan barang untuk jaminan meminjam modal 3. Solusi yang pernah/akan dilakukan o Untuk kelangkaan pupuk dengan membina kelembagaan dengan BPP o Untuk mengatasi air dengan membuat sumur 4. Akses dan Kontrol terhadap o Pengolahan tanah o Penentuan harga hasil tani o Pemasaran o Penyemprotan hama o Panen o Menjemur padi Petani lakilaki (dominan) tidak tidak tidak Petani perempuan Tidak memberikan solusi Tidak (dominan) (dominan) Tidak Dari hasil FGD dengan petani diperoleh informasi bahwa baik lakilaki maupun perempuan menghadapi masalah yang sama, yaitu kesulitan dalam hal kelangkaan pupuk, kelangkaan air, pemasaran hasil pertanian, ketidaktepatan waktu dalam pengendalian hama dan penyakit, dan permasalahan barang untuk jaminan meminjam modal. Petani lakilaki memiliki kemampuan dalam memikirkan solusi permasalahan yang dihadapi, bahkan sudah mengetahui harus melaksanakan apa untuk penyelesaian masalah, misalnya dalam hal kelangkaan pupuk, lakilaki dapat mengatasi dengan cara membina kerjasama dengan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) untuk pengadaan pupuk. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan BPP lebih memiliki akses dalam mencarikan pupuk. Hal ini menunjukkan bahwa lakilaki lebih berperan dan tanggap, sedangkan perempuan tidak memberikan jawaban pemecahan masalah yang pernah/akan dilakukan terhadap masalah yang mereka hadapi. Hal ini selain disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan, juga karena dalam keluarga seorang isteri misalnya selalu akan mengikuti apa yang telah diputuskan suami, selain akses serta 67

9 pengambilan keputusan isteri memang terbatas hanya pada budidaya padi. Selain hal tersebut, kegiatan perempuan dalam usahatani adalah membantu lakilaki di sawah, kecuali yang berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional. Hal ini menunjukkan masih kentalnya budaya patriarkhi, dimana isteri pada umumnya jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau dalam menentukan kebijakan keluarga. Jadi masih terlihat nyata bahwa isteri adalah sebagai teman belakang atau konco wingking yang berarti perempuan belum diposisikan sebagai mitra kerja lakilaki, di dalam ruang lingkup keluarga. Akses dan kontrol kegiatankegiatan yang didominasi oleh lakilaki yaitu pengolahan tanah, penyemprotan hama dan penyakit, sedangkan kegiatankegiatan yang didominasi oleh perempuan adalah penentuan harga, pemasaran dan panen. Hal ini menunjukkan masih adanya pembagian tugas, peran dan tanggungjawab antara lakilaki dan perempuan dalam melakukan kegiatan usahatani. Di lapangan diketemukan bahwa dalam hal pengaturan ekonomi dalam keluarga tani yang lebih berperan adalah isteri, dengan alasan faktor ketelitian dan faktor kejujuran mereka dalam pengelolaan keuangan keluarga. Sedangkan pada saat melakukan tahapan kegiatan usahatani yang lebih berperan adalah suami, dikarenakan mereka dianggap memiliki kekuatan fisik dan keahlian bertani. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa kegiatan yang mencakup kekuatan fisik yang sangat menonjol adalah dalam kegiatan pengendalian hama dan penyakit, dimana lakilaki dianggap lebih tahu akan faktor risiko dan caracara menghindari dampak obatobatan pertanian terhadap kesehatan yang diperolehnya pada waktu mengikuti kegiatan penyuluhan pertanian. Ketidaksetaraan posisi antara lakilaki dan perempuan terlihat dari akses dan kontrol mereka terhadap beragam sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani monokultur padi. Sebanyak 9 dari 10 akses dan kontrol terhadap sumberdaya didominasi oleh lakilaki dan hanya satu didominasi oleh perempuan (Tabel 10). 68

10 Tabel 10. Akses dan kontrol lakilaki dan perempuan terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani monokultur padi di Kabupaten Karanganyar. Sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani monokultur padi Akses Responden Responden Petani Lakilaki Petani Perempuan Petani Petani Petani Petani L P L P (%) (%) (%) (%) Kontrol Responden Responden Petani Lakilaki Petani Perempuan Petani Petani Petani Petani L P L P (%) (%) (%) (%) Sumberdaya 1. Lahan Sawah 83,33 67,33 83,33 73,33 93,33 30,00 70,00 43,33 2. Tanaman padi 86,67 60,67 80,00 60,33 73,33 30,00 70,67 50,00 3. Informasi/ 90,00 70,00 80,00 76,67 80,00 43,33 56,67 66,67 media 4. Pendidikan 80,00 56,67 73,33 53,33 66,67 36,67 63,33 40,00 5. Pelatihan 73,33 23,33 80,00 20,00 73,33 10,00 76,67 20,00 6. Penyuluhan Pertanian 86,67 13,33 86,67 20,00 83,33 10,00 83,33 20,00 7. Hasil Penjualan Panen 63,33 93,33 56,67 93,33 36,67 63,33 16,67 83,33 8. Modal 83,33 60,00 80,00 70,00 63,33 36,67 63,33 53,33 9. Kredit 70,00 33,33 70,00 43,33 53,33 26,67 56,67 36, Peralatan 96,67 53,33 93,33 66,67 86,67 26,67 73,33 26,67 Tahapan Kegiatan 1. Pengolahan tanah 86,67 36,67 96,67 6,67 83,33 10,00 90,00 10,00 2. Pembibitan 76,67 63,33 83,33 66,67 73,33 30,00 66,67 36,67 3. Pola Tanam 83,33 43,33 90,00 36,67 83,33 20,00 86,67 16,67 4. Pemupukan 80,00 53,33 80,00 53,33 70,00 26,67 66,67 33,33 5. Perawatan/ Pemeliharaan 6. Pengendalian Hama Dan Penyakit 76,67 76,67 83,33 66,67 63,33 43,33 60,00 60,00 86,67 36,67 90,00 23,33 86,67 13,33 83,33 16,67 7. Pengolahan 83,00 83,33 76,67 86,67 60,00 66,67 56,67 60,00 hasil panen 8. Pemasaran 76,67 86,67 66,67 80,00 53,33 56,67 40,00 73,33 Keterangan : L : Lakilaki P : Perempuan Perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya usahatani monokultur padi antara lakilaki dan perempuan tidak terlepas dari pengaruh budaya dan faktor stereotipi pembagian kerja/tugas/tanggungjawab antara lakilaik dan perempuan yang berlaku di masyarakat. Dari sudut pandang budaya, suami sebagai kepala rumahtangga mempunyai kekuasaan dan paling menentukan dalam memutuskan segala kebijakan dalam kehidupan keluarga. Sebaliknya, kedudukan seorang isteri selain mempunyai sifat penurut dengan apa yang telah digariskan suami, ada juga tradisi yang mengemukakan bahwa isteri adalah ibarat suwargo nunut dan neraka katut. 69

11 Dari sudut pandang pembagian kerja atau peran ditengahtengah masyarakat tampak jelas bahwa pekerjaanpekerjaan yang sifatnya memerlukan tenaga fisik, posisiposisi penting dan strategis masih didominasi oleh Lakilaki. Sebaliknya, untuk pekerjaanpekerjaan yang sifatnya tidak begitu memerlukan tenaga fisik, namun membutuhkan ketelitian dan kejujuran, serta yang sifatnya pelayanan masih melekat di pihak perempuan. Petani lakilaki maupun perempuan berpendapat sama bahwa dalam kegiatan pengambilan keputusan penentuan tahapan kegiatan usahatani dilakukan secara bersamasama. Sumber informasi bagi lakilaki dan perempuan adalah media elektronik baik radio maupun televisi. Selain itu, secara khusus lakilaki sering mengikuti penyuluhanpenyuluhan untuk memperoleh informasi tentang pertanian, sedangkan perempuan sering berhubungan dengan pasar sehingga dengan mudah mendapatkan berbagai macam informasi. Berdasarkan tahapan kegiatan pada pola usahatani monokultur padi semua responden petani lakilaki dan perempuan sepakat bahwa lakilaki lebih berperan. Hal ini dapat dilihat bahwa dari 8 tahap usahtani didominasi lakilaki sebanyak 5 (lima) tahap yaitu pengolahan tanah, pembibitan, pola tanam, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit. Petani perempuan hanya memiliki 2 (dua) peran dominan yaitu pengolahan hasil panen dan pemasaran. Untuk tahap perawatan/pemeliharaan dalam usahatani monokultur padi, lakilaki dan perempuan memiliki peran yang relatif hampir sama. Pembagian kerja tersebut dipengaruhi oleh stereotipi peran yang berkembang dalam masyarakat yang menyatakan bahwa peran perempuan tidak boleh melakukan pekerjaan di sawah yang relatif berat secara fisik karena pekerjaan tersebut seharusnya dilakukan oleh lakilaki. Sebagai contoh hal yang dilakukan oleh Bapak Har (56 tahun) berikut ini; 70

12 Kalo mengelola lahan seperti mencangkul ya jelas yang mengerjakan lakilaki. Kasihan kalo perempuan yang mengerjakan...mencangkul kan pekerjaan berat. Perempuan cukup melakukan pekerjaan yang ringanringan saja seperti; menanam bibit, menjarangi, panen, sortasi atau membersihkan hasil panen. Tetapi lakilaki ya bisa bantu pekerjaan perempuan di lahan. Intinya pak kita disini, ya lakilaki ya perempuan kerjanya ya samasama... Pada tahapan kegiatan penanaman bibit terdapat perbedaan pendapat antara lakilaki dan perempuan. Menurut lakilaki, kegiatan penanaman dominan dilakukan oleh perempuan karena menurut mereka penanaman tidak memerlukan tenaga yang kuat sehingga mudah untuk dilakukan. Selain itu perempuan juga lebih teliti. Menurut pendapat perempuan, pekerjaan yang berat di lahan usahatani harus dilakukan oleh lakilaki. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibu Mar (50 tahun) sebagai berikut: Menanam ya biasa dikerjakan perempuan. Wong nanam padi itu mudah kok, hanya tancapkan saja, perempuan sudah sangat biasa melakukannya...lakilaki ya jarang yang menanam padi, kerjanya ya yang beratberat saja.. Perbedaan pendapat antara lakilaki dan perempuan juga terdapat pada tahapan kegiatan penyiangan. Menurut lakilaki, penyiangan adalah dilakukan oleh lakilaki dan perempuan secara bersama. Sedangkan menurut perempuan, kegiatan menyiang didominasi oleh perempuan. Kegiatan penyiangan termasuk pekerjaan yang sifatnya ringan sehingga kebanyakan yang melakukan adalah perempuan. Padahal menurut lakilaki, banyak juga lakilaki yang ikut membantu perempuan untuk menyiangi tanaman padi, seperti hasil wawancara dengan bapak Min (52 tahun) berikut ;...menyiangi memang pekerjaan mudah dan ringan, makanya walaupun itu pekerjaan perempuan, tapi lakilaki ikut membantu juga pak. Biar pekerjaan perempuan di lahan lebih cepat selesai dan bisa segera pulang ke rumah untuk beresberes dan masak... Realita pembagian kerja diusahatani antara lakilaki dan perempuan menunjukkan masih eksisnya stereotipi pembagian peran 71

13 yang sangat jelas. Kegiatan yang mengandalkan kekuatan fisik dilakukan oleh lakilaki dan pekerjaan yang relatif ringan atau yang memerlukan ketelitian dilakukan oleh perempuan. Pola relasi gender secara kuantitatif ditunjukkan dalam bentuk angka Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender (IKKG). Indeks kesetaraan dan keadilan gender pada pola usahatani monokultur padi di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 11. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa pola relasi gender baik pada aspek akses maupun kontrol terhadap sumberdaya menunjukkan bahwa dominasi lakilaki terhadap perempuan terjadi hampir pada semua variabel kecuali variabel pengolahan hasil panen dan pemasaran. Pada variabel ini perempuan lebih dominan daripada lakilaki baik dalam hal akses maupun kontrol. Artinya, perempuan memiliki peran yang lebih besar dalam mengakses dan penguasaan (kontrol) terhadap pengolahan hasil panen (hasil usahatani) dan pemasaran. Hal ini dapat dipahami karena sudah menjadi budaya masyarakat khususnya di daerah penelitian di perdesaan di Kabupaten Karanganyar bahwa pendapatan dari hasil penjualan kegiatan usahatani seluruhnya di serahkan kepada perempuan (isteri), dikarenakan perempuan dipandang sebagai orang yang lebih teliti, jujur dan hemat dalam mengelola keuangan terutama keuangan keluarga, yaitu untuk disimpan sementara sebelum digunakan kembali untuk kegiatan usahatani maupun sebagai tabungan keluarga setelah untuk keperluan produktif usahatani atau menggunakannya sesuai dengan kebutuhan keluarga. Tabel 11. IKKG pada aspek akseskontrol lakilaki dan perempuan pada pola usahatani monokultur padi Sumberdaya dan Tahapan Akses Kontrol Gabungan Kegiatan Usahatani IKKG Klasifikasi IKKG Klasifikasi Sumberdaya 1. Penyuluhan pertanian 0.03 DL 0.04 DL DLDL 2. Pelatihan 0.08 DL 0.06 DL DLDL 3. Peralatan 0.08 DL 0.09 DL DLDL 4. Kredit 0.27 DL 0.33 DL DLDL 5. Tanaman padi 0.31 DL 0.26 DL DLDL 6. Pendidikan 0.37 DL 0.33 DL DLDL 7. Modal 0.42 DL 0.47 DL DLDL 8. Lahan sawah 0.47 DL 0.13 DL DLDL 72

14 Tabel 11 (lanjutan) Sumberdaya dan Tahapan Akses Kontrol Gabungan Kegiatan Usahatani IKKG Klasifikasi IKKG Klasifikasi 9. Informasi 0.49 DL 0.57 BS DLBS 10. Hasil penjualan panen 9.33 DP 7.56 DP DPDP Tahapan Kegiatan 1. Pegolahan tanah 0.33 DL 0.02 DL DLDL 2. Pengendalian hama dan 0.06 DL 0.03 DL DLDL penyakit 3. Pola tanam 0.10 DL 0.04 DL DLDL 4. Pemupukan 0.29 DL 0.20 DL DLDL 5. Pembibitan 0.46 DL 0.21 DL DLDL 6. Perawatan/pemeliharaan 0.63 BS 0.66 BS BSBS 7. Pengolahan hasil panen 1.43 DP 1.23 DP DPDP 8. Pemasaran 1.98 DP 2.12 DP DPDP Pada variabel akses terhadap informasi peran lakilaki lebih dominan daripada perempuan. Hal ini dilatarbelakangi dengan adanya pertemuan kelompok tani yang reguler untuk membicarakan permasalahanpermasalahan yang dihadapi dan sekaligus mencoba untuk memecahkannya bersama, dan apabila tidak bisa ditemukan pemecahan masalahnya, barulah meminta pertimbangan kepada PPL. Selain itu Lakilaki juga sering mengikuti kegiatankegiatan penyuluhan yang diadakan oleh PPL maupun diundang oleh Dinas Pertanian untuk menghadiri pertemuanpertemuan teknis. Dari pertemuanpertemuan tersebut lakilaki banyak mengakses informasi mengenai masalah seluk beluk teknis bertani. Tetapi dalam hal kontrol dilakukan secara bersamasama oleh lakilaki dan perempuan. Kontrol terhadap sumberdaya informasi secara bersama memberi nilai positif bagi keluarga petani, terutama informasi tentang harga komoditas hasil produksi pertanian dan sarana produksi pertanian sehingga membantu mereka mengambil keputusan secara tepat dan menguntungkan. Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa pola relasi gender yang terlihat secara bersamasama antara lakilaki dan perempuan pada tahapan kegiatan usahatani adalah variabel perawatan/pemeliharaan tanaman. Artinya merawat dan memelihara tanaman dilakukan secara bersamasama antara lakilaki dan perempuan. Hal ini dikarenakan kegiatan perawatan/pemeliharaan tanaman secara fisik dapat dikerjakan 73

15 bersama. Selain itu, perempuan relatif masih mempunyai waktu diselasela kesibukan mengerjakan kegiatan domestik. Sedangan anakanak, baik anak lakilaki maupun perempuan setelah pulang dari sekolah juga turut dikerahkan untuk kegiatan ini. Pada variabel pengolahan hasil panen dan pemasaran peran perempuan jauh lebih dominan daripada lakilaki, sedangkan dalam hal pengolahan hasil panen karena dilakukan di rumah dapat dikerjakan sewaktuwaktu sehingga lakilaki juga bisa membantu kegiatan ini setelah mereka selesai mengerjakan kegiatan di sawah. Kegiatan pemasaran didominasi oleh perempuan karena secara budaya sudah menjadi kebiasaan yang ada di daerah penelitian bahwa pemasaran memang menjadi tugas dan kewenangan perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan selain pandai menawarkan produk yang dijual juga selalu mengikuti perkembangan harga pasar, sehingga mereka lebih jeli dalam melihat kapan hasil produksi dapat dijual karena harga tinggi dan kapan tidak dijual karena harga sedang turun. Nilai IKKG setiap variabel sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani selanjutnya digambarkan dalam dua sumbu yang membentuk satu titik koordinat, yaitu aspek akses sebagai sumbu ordinat dan aspek kontrol sebagai sumbu aksis. Gambar ini bertujuan untuk melihat posisi nilai IKKG suatu variabel terhadap variabel yang lain. Dengan demikian akan terlihat variabelvariabel yang berada dalam satu kotak yang sama karena memiliki klasifikasi nilai IKKG yang sama pula. Pada Gambar 11, dapat dilihat variabelvariabel yang memiliki nilai IKKG DL untuk akses dan kontrol pada aspek sumberdaya berada pada kotak paling kiri bawah. Hal serupa juga berlaku untuk variabelvariabel tahapan kegiatan usahatani yang memperlihatkan posisi variabel tersebut dalam satu titik koordinat akses dan kontrol (Gambar 12). 74

16 Keterangan: 1. Penyuluhan pertanian 6. Pendidikan 2. Pelatihan 7. Modal 3. Peralatan 8. Lahan sawah 4. Kredit 9. Informasi 5. Tanaman padi 10. Hasil penjualan panen Gambar 11. Pemetaan relasi gender pada pola usahatani monokultur padi aspek sumberdaya. Keterangan 1. Pengolahan tanah 5. Pembibitan 2. Pengendalian hama dan penyakit 6. Perawatan/pemeliharaan 3. Pola tanam 7. Pengolahan hasil panen 4. Pemupukan 8. Pemasaran Gambar 12. Pemetaan relasi gender pada pola usahatani monokultur padi aspek tahapan kegiatan Pada Tabel 12 dan 13, disajikan pengelompokkan variabelvariabel sumberdaya dan tahapan kegiatan menjadi dua kategori, yaitu variabel internal dan eksternal. Variabel internal merupakan variabel yang secara penuh berada pada lingkungan dan kewenangan petani sebagai pelaku utama dalam sistem usahatani, sedangkan variabel eksternal merupakan 75

17 variabel yang berada di luar lingkungan dan kewenangan petani. Dengan demikian, variabel internal berfungsi sebagai variabel peubah dalam memperbaiki pola relasi gender sesuai dengan variabel yang bersangkutan, karena secara langsung dapat dibenahi oleh petani itu sendiri walaupun belum atau tidak ada intervensi dari pihak luar (pemerintah). Tabel 12. Formulasi arahan kebijakan berdasarkan kondisi relasi gender aspek sumberdaya usahatani padi. Variabel dan Arahan kebijakan 1. Penyuluhan pertanian 2. Pelatihan 3. Peralatan 4. Kredit 5. Tanaman padi (varietas) 6. Pendidikan 7. Modal 8. Lahan sawah Arahan kebijakan: Tingkatkan akses dan kontrol perempuan. 9. Informasi Arahan kebijakan: Tingkatkan akses perempuan. 10. Hasil penjualan panen Arahan kebijakan: Tingkatkan akses dan kontrol lakilaki Kondisi saat ini Internal Eksternal DLDL DLDL DLDL DLDL DLDL DLDL DLDL DLDL DLBS DPDP Tabel 12 menunjukkan ada empat variabel yang termasuk kategori variabel internal, yaitu: tanaman padi (varietas), lahan sawah, informasi dan hasil penjualan panen. Khusus variabel pendidikan disamping termasuk kategori internal juga termasuk variabel eksternal. Variabel tanaman padi dalam hal penentuan jenis varietas yang akan ditanam termasuk dalam kategori internal karena besar kecilnya akses dan kontrol lakilaki dan perempuan terhadap variabel ini sepenuhnya menjadi kewenangan petani. Dengan kata lain, konstruksi budaya masyarakatlah yang akan membentuk/menentukan apakah lakilaki dan perempuan 76

18 punya akses dan kontrol atau tidak. Hal serupa juga berlaku untuk variabel lahan sawah, informasi, hasil penjualan panen. Sedangkan akses dan kontrol terhadap variabel pendidikan selain memerlukan upaya dari keluarga petani (masyarakat) itu sendiri untuk memperoleh akses dan kontrol yang setara maka peran pemerintah dalam bentuk intervensi kebijakan agar lakilaki dan perempuan memiliki akses dan kontrol yang setara terhadap variabel pendidikan menjadi penting untuk percepatannya. Intervensi kebijakan dari pemerintah dapat difasilitasi dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana, pemberantasan butahuruf, pendidikan kejar paket a, paket b dan paket c, program pendidikan dan pelatihan untuk perempuan dan penyediaan materi/modul pendidikan untuk perempuan. Tingkat akses dan kontrol terhadap variabel penyuluhan pertanian, pelatihan, peralatan, kredit, dan modal termasuk dalam kategori variabel eksternal. Variabel penyuluhan pertanian termasuk dalam kategori eksternal karena akses dan kontrol terhadap variabel ini lebih ditentukan oleh pihak luar/bukan petani. Program penyuluhan pertanian baik dalam hal materi, waktu pelaksanaan, maupun peruntukkannya cenderung diarahkan untuk kelompok bapak tani. Agar wanita tani juga memiliki akses dan kontrol yang setara terhadap variabel ini diperlukan kebijakan dari pihak luar (pemegang kewenangan) penyuluhan pertanian untuk memperhatikan kelompok wanita tani. Hal serupa juga terjadi pada variabel pelatihan, peralatan, kredit, dan modal pada setiap pola usahatani yang ada di Kabupaten Karanaganyar. Rumusan arahan kebijakan disusun berdasarkan kondisi pola relasi gender yang terjadi saat ini yang ditunjukkan dengan nilai IKKG. Pada IKKG yang termasuk klasifikasi dominan lakilaki (DL) maka arahan kebijakan yang diperlukan adalah upaya peningkatan peran perempuan pada aspek akses maupun kontrol terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani. 77

19 Tabel 13. Formulasi arahan kebijakan berdasarkan kondisi relasi gender aspek tahapan kegiatan usahatani monokultur padi. Variabel dan Arahan kebijakan Kondisi saat ini Internal Eksternal 1. Pengolahan tanah 2. Pengendalian hama dan penyakit 3. Pola tanam 4. Pemupukan 5. Pembibitan DLDL DLDL DLDL DLDL DLDL Arahan kebijakan: Tingkatkan akses dan kontrol perempuan. 6. Perawatan /pemeliharaan Arahan kebijakan: Tingkatkan BSBS akses perempuan. 7. Pengolahan hasil panen 8. Pemasaran Arahan kebijakan: Tingkatkan akses dan kontrol lakilaki DPDP DPDP Berdasarkan Tabel 12 dan 13 dapat diketahui bahwa terdapat 13 variabel akses dan kontrol perempuan yang perlu ditingkatkan. Variabel tersebut berasal dari aspek sumberdaya sebanyak delapan variabel dan tahapan kegiatan usahatani sebanyak lima variabel. Peran lakilaki perlu ditingkatkan pada variabel pengolahan hasil panen, pemasaran dan hasil penjualan panen. Peningkatan peran lakilaki dan perempuan secara optimal perlu dilakukan pada variabel pemeliharaan/perawatan tanaman. Namun peningkatan peran perempuan pada tahap ini jangan sampai menyebabkan beban tugas dan curahan waktu mereka menjadi lebih besar yang menyebabkan perempuan memiliki beban ganda. Dalam hal ini perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan gender terhadap lakilaki dan perempuan, sehingga lakilaki dalam hal ini akan semakin mengetahui bahwa sebagai lakilaki/kepala rumah tangga juga harus dan tidak tabu untuk mengerjakan pekerjaan domestik/urusan rumah tangga. Apabila hal ini sudah dipahami oleh lakilaki maka curahan waktu perempuan di kegiatan domestik akan terkurangi dan dapat disalurkan pada kegiatan yang bersifat produktif. Dengan demikian beban ganda seorang isteri 78

20 selama ini lambat laun akan terkurangi dan bahkan bisa hilang dan akhirnya dapat diwujudkan yang namanya keadilan dan kesetaraan gender di tingkat rumah tangga. Pada Gambar 13, disajikan secara skematis arahan kebijakan yang diperlukan dalam rangka memperbaiki pola relasi gender pada pola usahatani monokultur padi. Secara garis besar ada tiga bentuk arahan kebijakan yang diperlukan, yaitu: 1. Tingkatkan akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya penyuluhan pertanian, pelatihan, peralatan, kredit, modal, tanaman padi, pendidikan, modal, dan lahan sawah dan pada tahapan kegiatan usahatani berupa pengolahan tanah, pengendalian hama dan penyakit, pola tanam, pemupukan dan pembibitan. Dalam hal ini perlu dirumuskan polapola penyuluhan dan pelatihan baik di bidang gender maupun di bidang pertanian. Khusus untuk pelatihan di bidang gender lakilaki harus dilibatkan sehingga dari kondisi bias gender dapat diupayakan agar mereka menjadi sadar/paham gender. Melalui strategi penyuluhan dan pelatihan seperti ini maka dalam jangka waktu tertentu lambat laun istilah perempuan/isteri sebagai konco wingking akan dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan. Untuk antisipasi pendekatan jangka panjang perlu dilakukan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan anak baik bagi anak lakilaki maupun anak perempuan. Selain itu, perlu disadarkan juga kepada mereka bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kesuksesan kehidupan adalah dengan meraih pendidikan yang tinggi. 2. Tingkatkan akses perempuan terhadap sumberdaya informasi dan pada saat perawatan/pemeliharaan tanaman. Dalam hal ini melalui penyuluhan dan pelatihan diberikan akses kemudahan untuk perempuan agar dapat mengikuti kegiatan tersebut. 3. Tingkatkan akses dan kontrol lakilaki terhadap sumberdaya hasil penjualan panen, pengolahan hasil panen, dan pemasaran. Untuk hal ini, lakilaki perlu didorong untuk mulai tertarik di bidang kegiatan ini, 79

21 sehingga yang selama ini kegiatankegiatan tersebut didominasi oleh kaum perempuan, diharapkan kaum lakilaki akan terjun dan berkiprah dibidang tersebut, melalui peningkatan pengetahuan dan wawasannya. TH Kondisi Saat Ini Tingkatkan Akses Tingkatkan kontrol Keterangan Sumber Daya 1. Penyuluhan pertanian 2. Pelatihan 3. Peralatan 4. Kredit 5. Varietas Padi 6. Pendidikan 7. Modal 8. Lahan sawah 9. Informasi 10.Hasil Penjualan Panen Hambatan: 1.Sosial Budaya 2. Kualitas SDM petani Tahapan Kegiatan 1. Pengolahan tanah 2. Pengendalian hama & penyakit 3. Pola tanam 4. Pemupukan 5. Pembibitan 6.Perawatan/pemeliharaan 7. Pengolahan hasil panen 8. Pemasaran Potensi: 1. Komitmen pengambil kebijakan 2. Kualitas SDA Ket: Tingkatkan Pertahankan Gambar 13. Pemetaan kebijakan berdasarkan relasi gender pada pola usahatani monokultur padi Pola usahatani monokultur sayuran Tabel 14 menunjukkan bahwa lakilaki dan perempuan dalam melakukan kegiatan usahatani monokultur sayuran memberikan informasi yang sama bahwa alokasi penggunaan lahan di wilayahnya adalah untuk kegiatan usahatani sayuran (95% produktif dan 5% tidak produktif). Dari hasil diskusi dengan lakilaki diperoleh informasi bahwa mereka mengalami kesulitan dalam hal pemasaran, keuntungan yang sedikit karena produktivitas rendah dan biaya transportasi yang tinggi, sulit memperoleh modal usaha, KUD tidak berjalan dengan baik, penguasaan teknologi budidaya yang masih terbatas, kebijakan harga yang tidak memihak pada petani, tidak bisa membedakan obat hama yang asli dan palsu, belum tersosialisasinya pupuk organik secara keseluruhan, biaya 80

22 perawatan tanaman besar, terbatasnya pasokan bibit unggul, dan penanganan pascapanen belum ada yang dilakukan oleh petani sendiri. Perempuan sering menghadapi masalah berupa harga sarana dan prasarana produksi yang mahal dan harga produk hasil pertanian yang murah, sehingga mereka memperoleh keuntungan yang sedikit. Tabel 14. Pendapat lakilaki dan perempuan tentang alokasi penggunaan lahan, masalah yang dihadapi, solusi yang pernah/akan dilakukan, akses dan kontrol pada pola usahatani monokultur sayuran di Kabupaten Karanganyar. Pola usahatani monokultur sayuran Lakilaki Perempuan 1. Alokasi penggunaan lahan o Usahatani monokultur sayuran 95 %, lahan tidak produktif 5%. o Hutan (PERHUTANI) o Permukiman o Obyek Wisata o Mata Air 2. Masalah yang dihadapi o Pemasaran o Keuntungan sedikit karena produktivitas rendah o Biaya transportasi tinggi sehingga keuntungan rendah o Modal sulit o KUD tidak berjalan dengan baik o Teknologi rendah, masih secara manual o Kebijakan harga yang tidak memihak pada petani o Tidak bisa membedakan obat hama yang asli dan palsu o Belum tersosialisasinya pupuk organik secara keseluruhan o Biaya perawatan tanaman besar o Terbatasnya jumlah bibit unggul o Penanganan pasca panen belum ada yang dilakukan oleh petani sendiri o Harga sarana produksi pertanian yang mahal o Biaya produksi tinggi namun harga jual rendah sehingga keuntungan sedikit 3. Solusi yang pernah/akan dilakukan o Pertemuan anggota kelompok tani untuk berdiskusi dan mencari solusi masalah pupuk, hama dan saprotan dan lainlainnya o Agar harga jual tidak turun maka dibuatlah kesepakatan untuk melakukan diversivikasi pergiliran Tidak ada jawaban 81

23 Tabel 14 (lanjutan) Pola usahatani monokultur sayuran Lakilaki Perempuan tanaman pada masingmasing petani o Rencana pembentukan asosiasi sayur 4. Akses dan kontrol terhadap o Dalam mengatasi masalah usahatani, pihak yang lebih berperan adalah; Lakilaki o Kesepakatan antara lakilaki dan perempuan. Untuk masalah harga dan pemasaran adalah dominan Perempuan sedangkan pekerjaan yang berat dilakukan oleh lakilaki Kegiatan usahatani monokultur sayuran menunjukkan adanya perbedaan akses dan kontrol (pengambilan keputusan) antara lakilaki dan perempuan dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Lakilaki lebih berperan dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana, modal, pemeliharaan dan perawatan tanaman, sedangkan yang mengatur masalah harga dan pemasaran yang lebih berperan adalah perempuan. Pada saat mengolah tanah atau pekerjaan berat lainnya yang lebih berperan adalah lakilaki. Pada saat panen dan pengolahan pascapanen (mensortir hasil produk pertanian) yang lebih berperan adalah perempuan. Berbeda dengan komoditi yang lain, keluarga petani sayuran antara suami dan isteri umumnya telah bersama dalam pengambilan keputusan. Perbedaan peran lakilaki dan perempuan dalam kegiatan usahatani monokultur sayuran, selain dikarenakan masih kuatnya budaya patriarkhi juga disebabkan masih adanya stereotipi perbedaan peran dan tanggungjawab antara lakilaki dan perempuan. Di sisi lain, isteri mendapatkan keuntungan tambahan dari kegiatan usahatani sayuran karena isteri sebagai penanggungjawab penyedia menu makanan keluarga dapat memperoleh berbagai macam sayur dari hasil usahatani mereka sendiri, sehingga dapat mengurangi curahan waktu mencari dan atau membeli bahan sayurmanyur kebutuhan keluarga. 82

24 Akses dan kontrol terhadap beragam sumberdaya monokultur sayuran antara lain adalah; lahan tegalan, tanaman sayuran, informasi dan media, pendidikan, pelatihan, penyuluhan pertanian, hasil penjualan panen, modal, kredit, peralatan. Adapun tahapan kegiatan usahatani monokultur sayuran adalah pengolahan tanah, pembibitan, pola tanam, pemupukan, pemeliharaan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, pengolahan hasil panen, dan pemasaran. Akses anggota rumahtangga petani sayuran (suami dan isteri) terhadap sumberdaya tergolong tinggi karena suami dan isteri memiliki kesempatan yang sama. Suami dan isteri saling membantu secara bergantian sesuai dengan peran masingmasing pada tiap tahapan kegiatan usahatani atau melakukan kegiatan usahatani tertentu. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada kegiatan usahatani monokultur sayuran menurut responden lakilaki dan perempuan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Akses dan kontrol lakilaki dan perempuan terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani monokultur sayuran di Kabupaten Karanganyar. Sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani monokultur sayuran Akses Responden Responden Petani Lakilaki Petani Perempuan Petani Petani Petani Petani L P L P (%) (%) (%) (%) Kontrol Responden Responden Petani Lakilaki Petani Perempuan Petani Petani Petani Petani L P L P (%) (%) (%) (%) Sumberdaya 1. Lahan tegalan 73,33 63,33 83,33 73,33 73,33 30,00 60,00 43,33 2. Tanaman 86,67 86,67 80,00 83,33 73,33 30,00 56,67 50,00 sayuran 3. Informasi/Media 85,00 70,00 80,00 76,67 80,00 43,33 56,67 66,67 4. Pendidikan 80,00 56,67 73,33 53,33 66,67 36,67 63,33 40,00 5. Pelatihan 73,33 23,33 80,00 20,00 73,33 10,00 76,67 20,00 6. Penyuluhan 80,67 13,33 86,67 20,00 83,33 10,00 83,33 20,00 Pertanian 7. Hasil Penjualan 63,33 93,33 56,67 93,33 36,67 73,33 16,67 83,33 Panen 8. Modal 83,33 50,00 80,00 70,00 63,33 36,67 63,33 53,33 9. Kredit 70,00 33,33 70,00 43,33 53,33 26,67 56,67 36, Peralatan 83,67 53,33 93,33 66,67 86,67 26,67 73,33 26,67 Tahapan Kegiatan 1. Pengolahan tanah 96,67 36,67 96,67 6,67 83,33 10,00 90,00 10,00 2. Pembibitan 86,67 63,33 83,33 66,67 73,33 30,00 66,67 36,67 3. Pola Tanam 83,33 43,33 90,00 36,67 83,33 20,00 86,67 16,67 4. Pemupukan 80,00 53,33 80,00 53,33 70,00 26,67 66,67 33,33 83

25 Tabel 15 (lanjutan) Sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani monokultur sayuran Akses Responden Responden Petani Lakilaki Petani Perempuan Petani Petani Petani Petani L P L P (%) (%) (%) (%) Kontrol Responden Responden Petani Lakilaki Petani Perempuan Petani Petani Petani Petani L P L P (%) (%) (%) (%) 5. Perawatan / Pemeliharaan 76,67 76,67 83,33 66,67 63,33 43,33 60,00 60,00 6. Penyiraman 80,00 75,00 66,67 76,67 66,67 36,67 56,67 53,33 7. Pengendalian 86,67 36,67 90,00 23,33 86,67 13,33 93,33 16,67 hama/ penyakit 8. Pengolahan hasil panen 80,00 73,33 76,67 86,67 60,00 46,67 56,67 60,00 9. Pemasaran 76,67 86,67 66,67 80,00 53,33 56,67 40,00 73,33 Keterangan : L : Lakilaki P : Perempuan Tabel 15 menunjukkan bahwa responden lakilaki menyatakan bahwa akses dan kontrol terhadap sumberdaya didominasi oleh lakilaki. Dari 10 (sepuluh) variabel sumberdaya yang ada lakilaki mendominasi 8 (delapan) sumberdaya yaitu sumberdaya lahan tegalan, tanaman sayuran, informasi dan media, penyuluhan pertanian, pelatihan, pendidikan, modal, kredit, dan peralatan, sedangkan perempuan hanya mendominasi 2 (dua) variabel akses dan kontrol sumberdaya yaitu tanaman sayuran/jenis tanaman dan hasil penjualan panen. Berdasarkan tahapan kegiatan dari 9 (sembilan) variabel tahapan kegiatan, lakilaki menguasai 6 (enam) varabel kegiatan akses dan kontrol, yaitu pengolahan tanah, penyemaian atau pembibitan, pola tanam, pemupukan, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, sedangkan perempuan menguasai 3 (tiga) variabel kegiatan akses dan kontrol yaitu penyiraman, pengolahan hasil panen dan pemasaran. Menurut responden perempuan, perempuan juga memiliki andil dalam perdagangan atau pemasaran serta pengaturan hasil panen tersebut; sedangkan untuk kontrol, menurut responden perempuan mayoritas didominasi oleh lakilaki. Perempuan hanya memiliki kontrol terhadap pengolahan hasil panen, pemasaran, dan hasil penjualan panen. 84

26 Tabel 15 menunjukkan bahwa menurut responden lakilaki dan perempuan, bahwa akses dan kontrol usahatani monokultural sayuran didominasi oleh Lakilaki. Hal ini disebabkan oleh keberadaan perempuan yang lebih banyak bekerja pada jenis pekerjaan yang tidak terlalu memerlukan kekuatan fisik dan tenaga besar, namun memerlukan ketelitian dan kesabaran. Secara umum di lapangan ditemukan, bahwa pada pengelolaan usahatani monokultur sayuran peran lakilaki lebih dominan. Suami, yang dikondisikan sebagai kepala rumahtangga dan karena faktor budaya menyebabkan isteri sepenuhnya ingin mematuhi suami. Hal ini merupakan suatu keadaan yang mendukung adanya dominasi kontrol dari suami terhadap isteri dalam kegiatan usahatani monokultur sayuran. Tetapi untuk aktivitas yang berhubungan dengan penyimpanan uang hasil penjualan panen, perempuan memiliki kontrol yang dominan. Karena isteri dipercaya dapat memegang dan menyimpan uang serta dapat mengatur urusan keuangan rumahtangga dengan baik. Hal ini juga dilakukan untuk mengatur pemenuhan kebutuhan seharihari anggota rumahtangga. Nilai IKKG menunjukkan pola relasi gender pada pola usahatani monokultur sayuran dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, pola relasi gender baik pada aspek akses maupun kontrol terhadap sumberdaya dominasi lakilaki terhadap perempuan terjadi hampir pada semua variabel kecuali variabel lahan tegalan. Pada variabel ini akses terhadap sumberdaya lahan tegalan dilakukan secara bersamasama antara lakilaki dan perempuan. Artinya, baik perempuan maupun lakilaki memiliki peran yang sama dalam hal mengakses sumberdaya lahan (lahan tegalan). Pada variabel hasil penjualan panen, peran perempuan lebih dominan daripada lakilaki baik dalam hal akses maupun kontrol. Pada variabel informasi, lakilaki dan perempuan memiliki peran secara bersamasama baik dalam hal akses maupun kontrol terhadap informasi. Kondisi relasi gender seperti ini akan memberikan nilai positif bagi keluarga petani karena sumberdaya informasi terutama yang 85

27 berhubungan dengan harga komoditas hasil produksi pertanian maupun sarana produksi pertanian akan membantu petani dalam mengambil keputusan secara tepat dan menguntungkan. Nilai IKKG untuk setiap variabel sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani pada aspek akses dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, pola relasi gender yang terlihat secara bersamasama antara lakilaki dan perempuan pada tahapan kegiatan usahatani adalah variabel perawatan dan pemeliharaan tanaman dan kontrol terhadap pengolahan hasil panen dan penyiraman. Artinya pada saat merawat dan memelihara tanaman serta menentukan teknis pengolahan hasil panen dan penyiraman tanaman dilakukan secara bersamasama antara lakilaki dan perempuan. Pada variabel pengolahan hasil panen dan pemasaran peran perempuan jauh lebih dominan daripada lakilaki. Tabel 16. Pola relasi gender pada aspek akseskontrol lakilaki dan perempuan pada pola usahatani monokultur sayuran Sumberdaya dan Tahapan Akses Kontrol Gabungan Kegiatan Usahatani IKKG Klasifikasi IKKG Klasifikasi Sumberdaya 1. Penyuluhan pertanian 0.13 DL 0.13 DL DLDL 2. Pelatihan 0.08 DL 0.06 DL DLDL 3. Lahan tegalan 0.60 BS 0.29 DL BSDL 4. Peralatan 0.19 DL 0.09 DL DLDL 5. Kredit 0.27 DL 0.38 DL DLDL 6. Modal 0.34 DL 0.47 DL DLDL 7. Pendidikan 0.37 DL 0.33 DL DLDL 8. Informasi 0.58 BS 0.57 BS BSBS 9. Tanaman sayuran 1.13 DP 0.36 DL DPDL 10. Hasil penjualan panen 9.33 DP 9.94 DP DPDP Tahapan Kegiatan 1. Pengendalian hama dan penyakit 0.06 DL 0.02 DL DLDL 2. Pengolahan tanah 0.02 DL 0.10 DL DLDL 3. Pola tanam 0.10 DL 0.04 DL DLDL 4. Pemupukan 0.29 DL 0.20 DL DLDL 5. Pembibitan 0.33 DL 0.21 DL DLDL 6. Perawatan/pemeliharaan 0.63 BS 0.66 BS BSBS 7. Penyiraman 1.14 DP 0.51 BS DPBS 8. Pengolahan hasil panen 1.11 DP 0.82 BS DPBS 9. Pemasaran 1.98 DP 2.12 DP DPDP 86

28 Nilai IKKG menunjukkan posisi variabelvariabel sumberdaya dan tahapan kegiatan dalam pola relasi gender. Variabelvariabel yang memiliki nilai IKKG DL pada aspek akses maupun kontrol berada pada kotak paling kiribawah. Hal serupa juga berlaku untuk variabelvariabel tahapan kegiatan usahatani yang memperlihatkan posisi variabel tersebut dalam satu titik koordinat akses dan kontrol. Pada pola usahatani monokultur sayuran, posisi varibelvaribel sumberdaya dan tahapan kegiatan tersebar di empat kotak pola relasi gender (Gambar 14 dan 15). Posisi letak variabel sumberdaya dan tahapan kegiatan dalam peta pola relasi gender mengambarkan bagaimana pola relasi gender pada akses dan kontrol dalam pola usahatani monokultur sayuran memiliki kondisi yang berbeda. Keterangan: 1. Penyuluhan pertanian 6. Modal 2. Pelatihan 7. Pendidikan 3. Lahan tegalan 8. Informasi 4. Peralatan 9. Tanaman sayuran 5. Kredit 10. Hasil penjualan panen Gambar 14. Pemetaan relasi gender pada pola usahatani monokulur sayuran aspek sumberdaya 87

29 Keterangan 1. Pengendalian hama dan penyakit 6. Perawatan/pemeliharaan 2. Pengolahan tanah 7. Penyiraman 3. Pola tanam 8. Pengolahan hasil panen 4. Pemupukan 9. Pemasaran 5. Pembibitan Gambar 15. Pemetaan relasi gender pada pola usahatani monokultur sayuran aspek tahapan kegiatan Pada Tabel 17, terdapat empat variabel sumberdaya yang termasuk kategori variabel internal, yaitu: pelatihan, lahan tegalan, tanaman sayuran dan hasil penjualan panen, satu variabel yang termasuk internal dan eksternal yaitu variabel pendidikan. Selebihnya termasuk variabel eksternal yaitu; penyuluhan pertanian, pelatihan, peralatan, kredit, modal, informasi. Variabelvariabel pada tahapan kegiatan usahatani semuanya termasuk variabel internal, namun terdapat dua variabel yang termasuk kategori internal dan eksternal (Tabel 17), yaitu pengendalian hama dan penyakit serta pemupukan. Variabel internal dapat berfungsi sebagai variabel peubah untuk memperbaiki kondisi relasi gender yang terjadi saat ini, sedangkan yang termasuk kategori variabel eksternal sebanyak enam variabel. Untuk melakukan perbaikan terhadap variabel eksternal diperlukan intervensi pihak luar (pemerintah). 88

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai Juli 2006. Lokasi penelitian meliputi empat wilayah kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA Bambang Irawan dan Sri Hastuti Suhartini PENDAHULUAN Kelembagaan memiliki pengertian yang sangat luas. Kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan main yang

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENELITIAN UNTUK USAHATANI SAYURAN SAYURAN ORGANIK DI DUSUN BALANGAN, WUKIRSARI, CANGKRINGAN, SLEMAN

INSTRUMEN PENELITIAN UNTUK USAHATANI SAYURAN SAYURAN ORGANIK DI DUSUN BALANGAN, WUKIRSARI, CANGKRINGAN, SLEMAN JENIS VARIETAS SAYURAN : IDENTITAS RESPONDEN Nama : Alamat : 1. Usia/umur : tahun 2. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 3. Pendidikan tertinggi a. SD Tamat/Tidak Tamat (*coret yang tidak perlu) b.

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu PENDAHULUAN Latar Belakang Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu mengembangkan kompetensinya. Kompetensi merupakan karakteristik mendalam dan terukur pada diri seseorang, dan dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan 51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini sesuai dengan kondisi wilayah Republik Indonesia sebagai negara agraris. Sektor pertanian memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian menjadi dasar dalam pemenuhan kebutuhan pokok nasional. Disamping produk pangan, produk pertanian lainnya seperti produk komoditas sayuran, sayuran, perikanan,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. GAMBARAN UMUM SL PHT

I. GAMBARAN UMUM SL PHT HASIL MONITORING PUG PADA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2012 SL PHT PADA KELOMPOK TANI BUNGA MEKAR KABUPATEN BANDUNG BARAT DAN KELOMPOK TANI PASIR KELIKI KABUPATEN SUMEDANG I. GAMBARAN UMUM SL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan salah satu sentra produksi beras di Sulawesi Selatan (Sul-Sel). Potensi komoditas padi tersebut tergolong

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA Lampiran 1 Questioner ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 1. Pertanyaan dalam Kuisioner ini tujuannya hanya semata-mata untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil siap konsumsi (Hasbi, 2012:187). Sedangkan penanganan pascapanen adalah

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA LAWADA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT. Oleh : Nur Rahmah dan Erni Wati ABSTRAK PENDAHULUAN

PERAN WANITA DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA LAWADA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT. Oleh : Nur Rahmah dan Erni Wati ABSTRAK PENDAHULUAN PERAN WANITA DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA LAWADA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT Oleh : Nur Rahmah dan Erni Wati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan alokasi waktu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI Preview Sidang 3 Tugas Akhir ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KECAMATAN BANGOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI Disusun: Nyimas Martha Olfiana 3609.100.049

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN Wahyuning K. Sejati dan Herman Supriadi PENDAHULUAN Kelembagaan merupakan organisasi atau kaidah baik formal maupun informal yang mengatur

Lebih terperinci

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Disampaikan pada siaran Kiprah Desa di RRI Pro-1 Yogyakarta 21 April 2017 Titiek Widyastuti HP 081 328 25 2005 Prodi Agroteknologi Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan potensi wilayah dengan peluang yang cukup prospektif salah satunya adalah melalui pengembangan agrowisata. Agrowisata merupakan rangkaian kegiatan wisata

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) (Suatu Kasus di Desa Wanareja Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap) Oleh: Eni Edniyanti

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

Unsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani)

Unsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani) SUB SISTEM ON FARM Unsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani) Unsur-unsur yang terlibat dalam subsistem produksi (usaha Tani) 1. Tanah (Hamparan Tanah) Lahan Usaha (Land) 2. Tenaga Kerja (Labour) 3.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani

A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani Pertanian merupakan suatu kegiatan menghasilkan produk yang dihasilkan dari kegiatan budidaya yang kegiatannya bergantung dengan alam. Kegiatan pertanian juga dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian 41 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei. Terdapat dua peubah yaitu peubah bebas (X) dan peubah tidak bebas (Y). Peubah bebas (independen) yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan TINJAUAN PUSTAKA Koperasi Unit Desa (KUD) Pembangunan masyarakat di perdesaan turut mempercepat tingkat kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan berdasarkan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci menjabarkan secara rinci situasi dan kondisi poktan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Dewasa ini masyarakat mulai memberi perhatian lebih besar pada kualitas makanan termasuk sayuran yang mereka konsumsi. Masyarakat menghendaki produk sayuran yang

Lebih terperinci

MODUL KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP)

MODUL KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) MODUL KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) Prof. Dr. Marwoto dan Ir Farur Rozy MS Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul A Tujuan 1. Mengumpulkan dan menganalisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK PEMBAHASAN UMUM Temuan yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya memperlihatkan bahwa dalam menghadapi permasalahan PBK di Kabupaten Kolaka, pengendalian yang dilakukan masih menumpu pada pestisida sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Konvensional Pertanian Konvensional adalah sistem pertanian tradisional yang mengalami perkembangan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga bisa dikatakan

Lebih terperinci

ABSTRAK

ABSTRAK HUBUNGAN KARAKTERISTIK WANITA TANI DENGAN PENGETAHUAN WANITA TANI PADA USAHATANI SAYURAN (Kasus Wanita Tani Sayuran di Desa Mekarbakti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung) Diarsi Eka Yani 1, Pepi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN. implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan proses

PROGRAM DAN KEGIATAN. implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan proses PROGRAM DAN KEGIATAN. A. Program Kegiatan Lokalitas Kewenangan SKPD. Program kerja operasional pada dasarnya merupakan upaya untuk implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 109 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V akan dikemukakan kesimpulan hasil penelitian. Kesimpulan ini berdasarkan hasil pengolahan wawancara dan observasi yang telah dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGENALAN TEKNIK USAHATANI TERPADU DI KAWASAN EKONOMI MASYARAKAT DESA PUDAK

PENGENALAN TEKNIK USAHATANI TERPADU DI KAWASAN EKONOMI MASYARAKAT DESA PUDAK PENGENALAN TEKNIK USAHATANI TERPADU DI KAWASAN EKONOMI MASYARAKAT DESA PUDAK 1 Hutwan Syarifuddin, 1 Wiwaha Anas Sumadja, 2 Hamzah, 2 Elis Kartika, 1 Adriani, dan 1 Jul Andayani 1. Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci