BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang sama yaitu keanekaragaman hayati, diantaranya 3 RPP dari MGMP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang sama yaitu keanekaragaman hayati, diantaranya 3 RPP dari MGMP"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analisis konten dengan data berupa dokumen RPP. Penelitian ini mengambil sampel 16 RPP dengan kompetensi dasar yang sama yaitu keanekaragaman hayati, diantaranya 3 RPP dari Kabupaten Kulon Progo, 6 RPP dari Kabupaten Bantul, dan 7 RPP dari Kabupaten Sleman. RPP yang diambil merupakan RPP buatan guru yang digunakan untuk pembelajaran biologi kelas X di sekolah SMA Negeri di Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Sleman. Karakteristik guru Biologi pembuat RPP kelas X di SMA Negeri di Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Sleman diperoleh peneliti dengan menyebar angket yang berisi pernyataan-pernyataan mengenai data diri guru. Melalui angket tersebut peneliti mendapat data mengenai masa mengajar guru sebagai variabel penganggu dalam penelitian ini dan data diri lainnya seperti status kepegawaian, pendidikan terakhir beserta program studinya, dan keikutsertaan guru dalam penelitian, serta tingkat pelatihan sebagai faktor yang mungkin berpengaruh terhadap proses guru membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hasil data angket identitas guru tersebut dapat dilihat dalam Tabel 13 berikut ini.

2 Table 1. Karakteristik Guru yang Membuat RPP No Guru 1 SMA N 1 Wates 2 SMA N 2 Wates 3 SMA N 1 Sentolo 4 SMA N 1 Bantul 5 SMA N 2 Bantul 6 SMA N 3 Bantul 7 SMA N 1 Pajangan 8 SMA N 1 Sanden 9 SMA N 1 Sedayu 10 SMA N 1 Depok 11 SMA N 1 Godean 12 SMA N 1 Minggir 13 SMA N 1 Mlati 14 SMA N 2 Sleman 15 SMA N 1 Seyegan 16 SMA N 1 Kalasan Masa Mengajar (tahun) Status Kepegawaian Pendidikan terakhir Program studi 17 PNS S1 Biologi Diklat 9 PNS S2 Teknik Mesin 30 PNS S1 Pendidikan Biologi 13 PNS S1 Pendidikan Biologi 31 PNS S1 Pendidikan Biologi 15 PNS S1 Pendidikan Biologi 26 PNS S1 Pendidikan Biologi Keikutsertaan dalam Pelatihan Jenis Tingkat Pelatihan Penelitian Regional nasional Diklat Workshop Diklat Seminar Diklat Seminar Workshop Diklat Seminar Workshop Diklat Diklat 17 PNS S1 Pendidikan Biologi 4 PNS S2 Biologi Diklat Seminar 28 PNS S1 Biologi Diklat Workshop 2 PNS S1 Biologi Diklat 29 PNS S1 Pendidikan BIologi 20 PNS Sarjana Muda Pendidikan Biologi 25 PNS S1 Pendidikan Biologi 23 PNS S1 Pendidikan Biologi 38 PNS S1 Pendidikan Biologi Diklat Workshop Diklat Diklat Seminar Diklat Seminar Regional Nasional Nasional Nasional Nasional Regional Nasional Regional Nasional Regional Nasional Regional Regional Nasional Regional Nasional Regional

3 RPP yang telah diperoleh dari sekolah kemudian dianalisis oleh para panelis. Panelis dipilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan. RPP dianalisis menggunakan instrumen analisis dokumen RPP penelitian ragam proses kognitif untuk kompetensi keanekaragaman hayati pada RPP Kurikulum 2013 yang telah di validitas muka (Face Validity) oleh Ahli (Expert Judgemen) yaitu Dosen Pembimbing. Selain data analisis dokumen RPP terdapat juga data hasil wawancara sebagai data pendukung. Wawancara ini digunakan sebagai teknik pengumpulan untuk mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam. Kompetensi dasar ranah kognitif pada materi keanekaragaman hayati menurut permendikbud yaitu Menganalisis berbagai tingkat keanekaragaman hayati di Indonesia beserta ancaman dan pelestariannya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kompetensi pada KD yaitu pada level C4 (menganalisis). Kata kerja dalam kompetensi dasar tersebut menunjukkan tahap berpikir berada pada kompetensi dasar C4, maka tahap berpikir guru hanya membuat indikator C4 yang paling tepat. Akan tetapi, guru dapat juga membuat indikator di bawahnya yaitu C1, C2, dan C3 untuk setiap materi pokok. Hal ini karena untuk mencapai kemampuan menganalisis pada indikator yang dimaksud, dapat dijembatani dengan mengembangkan indikator sebelum level tersebut, misalnya kemampuan mengingat/memahami/menerapkan. Analisis terhadap RPP meliputi analisis ketepatan dilihat dari korelasi dan konteks materi dan juga analisis ketepatan dilihat dari level kompetensi yang dikembangkan guru. Proses yang dilakukan untuk mengetahui hal tersebut meliputi dua tahapan yaitu melakukan telaah RPP dengan menggunakan lembar

4 penelaahan dan pedoman penelaahan dokumen RPP (Lampiran 5 & 6) yang dilakukan oleh lima panelis. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data indikator pencapaian kompetensi pada setiap ragam proses kognitif yang diperoleh dari hasil analisis dokumen RPP Biologi SMA untuk kompetensi keanekaragaman hayati. Hasil tersebut merupakan indikator yang dianggap tepat oleh panelis sebagai indikator untuk kompetensi keanekaragaman hayati. Hasil analisis ini disajikan dalam Lampiran 10 yang menunjukkan bahwa seluruh indikator yang dirumuskan guru dalam RPP telah tepat dilihat dari konteks dan level proses kognitifnya. Setelah diketahui bahwa seluruhnya tepat maka selanjutnya adalah melakukan telaah RPP dengan melihat kesesuainnya dengan kompetensi dasar yang harus dicapai. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa persentase dari setiap kategori dilihat dari macam, lama mengajar guru dan kefavoritan sekolah. Jika hasil analisis KD dan hasil analisis indikator berada pada posisi C1, C2, C3, C4 maka dapat dikatakan bahwa indikator yang disusun merupakan penjabaran dari KD. Maka dari itu diperlukan suatu kategori untuk mengelompokkan ragam proses kognitif yang dikembangkan oleh guru dalam RPP. Terdapat dua kategori utama yaitu kategori mengembangkan C4 dan tanpa mengembangkan C4. Kategori mengembangkan C4 berarti tepat karena KD menganalisis secara logika guru harus membuat indikator menganalisis. Kategori ini terbagi lagi menjadi tiga kategori konsentrasi yaitu kategori C4 dan C3; kategori C4, C3, dan C2; kategori C4, C3, C2, dan C1. Berikut adalah rincian kategorinya:

5 a. RPP yang mengembangkan indikator dengan level proses kognitif menganalisis (C4). Kategori ini kemudian dikonsentrasikan kembali dan dirumuskan menjadi: 1) RPP yang mengembangkan indikator dengan level proses kognitif menganalisis (C4) dan mengaplikasikan (C3). 2) RPP yang mengembangkan indikator dengan level proses kognitif menganalisis (C4), mengaplikasikan (C3), dan memahami (C2). 3) RPP yang mengembangkan indikator dengan level proses kognitif menganalisis (C4), mengaplikasikan (C3), dan memahami (C2), mengingat (C1). b. RPP yang tidak mengembangkan indikator dengan level proses kognitif menganalisis (C4). Dari kategori-kategori tersebut pada setiap kategorinya mempunyai makna yang berbeda-beda. Makna yang utamanya adalah untuk menentukan kesesuaian suatu RPP dengaan kompetensi yang harus dicapai, dalam hal ini adalah kompetensi dasar materi keanekaragaman hayati yaitu sampai pada level proses kognitif menganalisis. Makna dari setiap kategori ini dijelaskan dalam tabel 14 berikut.

6 Tabel 2. Kategori dan Makna dari Setiap Kategori Kategori RPP yang mengembangkan indikator dengan level proses kognitif C4. RPP yang mengembangkan indikator dengan level proses kognitif C4,C3/C4,C2 RPP yang mengembangkan indikator dengan level proses kognitif C4,C3,C2 RPP yang mengembangkan indikator dengan level proses kognitif C4,C3, C2,C1. RPP yang tidak mengembangkan indikator dengan level proses kognitif C4. Makna RPP dengan pengembangan ragam proses kognitif yang tepat dengan kompetensi dasar karena telah mengembangkan proses kognitif sampai pada level menganalisis (C4). RPP dengan pengembangan ragam proses kognitif yang tepat dengan kompetensi dasar karena telah mengembangkan proses kognitif sampai pada level menganalisis (C4) dan kompetensi dibawahnya. RPP dengan pengembangan ragam proses kognitif yang tepat dengan kompetensi dasar karena telah mengembangkan proses kognitif sampai pada level menganalisis (C4) dan kompetensi dibawahnya RPP dengan pengembangan ragam proses kognitif yang tepat dengan kompetensi dasar karena telah mengembangkan proses kognitif sampai pada level menganalisis (C4) namun tidak baik karena terlalu diturunkan sampai C1 atau terlalu drastis. RPP dengan pengembangan ragam proses kognitif yang tidak tepat dengan kompetensi dasar karena tidak mengembangkan proses kognitif sampai pada level menganalisis (C4). 1. Ragam Proses Kognitif dalam Indikator RPP Biologi SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati Hasil analisis indikator oleh panelis kemudian dikelompokkan dalam setiap kategori berikut ini pada Tabel 15. Tabel 3. Hasil Kategorisasi RPP Biologi SMA Negeri dari Kulon Progo, Bantul, Sleman pada Materi Keanekaragaman Hayati No. Kategori Jumlah RPP Persentase (%) 1 C4-0 2 C4, C3/C4, C C4, C3, C2-0 4 C4, C3, C2, C Tanpa C Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa modus yang paling tinggi adalah kategori tanpa C4. Dari 16 RPP ada 9 atau 56.2% sama sekali tidak mencantumkan indikator pencapaian kompetensi menganalisis sebagai

7 kemampuan yang ditargetkan dalam KD. Artinya, RPP yang termasuk dalam kategori ini merumuskan indikator dengan ragam proses kognitif yang tidak tepat dengan kompetensi dasar dan guru menurunkan level kompetensi. RPP yang memuat indikator kategori C4, C3,C2, sekaligus C1 sebanyak 6 RPP atau 37.5%. Artinya, RPP yang termasuk dalam kategori ini merumuskan indikator dengan ragam proses kognitif yang tepat dengan kompetensi dasar karena telah mengembangkan proses kognitif sampai pada level menganalisis (C4) namun tidak baik karena terlalu diturunkan sampai C1 atau terlalu drastis. RPP yang memuat indikator kategori C4, C2 sebanyak 1 RPP atau 6.3%. Artinya, RPP yang termasuk dalam kategori ini merumuskan indikator dengan ragam proses kognitif yang tepat dengan kompetensi dasar karena telah mengembangkan proses kognitif sampai pada level menganalisis (C4) dan satu kompetensi dibawahnya namun tidak drastis. Sementara itu, tidak ada RPP yang memuat indikator kategori C4, C3, C2 serta kategori C4 atau 0%, padahal kategori ini bermakna tepat dengan kompetensi dasar. Hal ini menunjukkan bahwa secara garis besar perumusan indikator dalam RPP tidak sesuai dengan KD yang dituju yaitu sampai pada tahap menganalisis karena modus yang tertinggi adalah kategori tanpa C4 yang memiliki makna bahwa pengembangan ragam proses kognitif yang tidak tepat dengan kompetensi dasar. 2. Ragam Proses Kognitif dalam Indikator RPP Biologi SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Macam Dari Tabel 15 kemudian diuraikan kembali berdasarkan veriabel macam, lama mengajar guru dan kefavoritan sekolah dalam Tabel 16, Tabel 17

8 dan Tabel 18 berikut ini. Pada Tabel 16 berikut ini merupakan kategorisasi RPP Biologi ditinjau berdasarkan macam. Tabel 4. Hasil Kategorisasi RPP Biologi SMA Negeri dari Kulon Progo, Bantul, Sleman pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Macam Macam No. Kategori Kulon Progo Bantul Sleman % % % 1 C C4, C3/C4, C C4, C3, C C4, C3, C2, C Tanpa C Berdasarkan Tabel 16 yang berkaitan dengan variabel macam dapat diketahui bahwa ternyata dari ketiga pada kategori C4 tidak terdapat RPP yang mengembangkan proses kognitif yang tepat dengan KD. Pada Kulon Progo menunjukkan bahwa dari 3 RPP ada 1 RPP atau 33.3% sama sekali tidak mencantumkan indikator pencapaian kompetensi menganalisis sebagai kemampuan yang ditargetkan dalam KD. Pada Bantul menunjukkan bahwa dari 6 RPP ada 4 RPP atau 66.7% sama sekali tidak mencantumkan indikator pencapaian kompetensi menganalisis sebagai kemampuan yang ditargetkan dalam KD. Pada Sleman menunjukkan bahwa dari 7 RPP ada 4 RPP atau 57.1% sama sekali tidak mencantumkan indikator pencapaian kompetensi menganalisis sebagai kemampuan yang ditargetkan dalam KD. Dari hasil tersebut diketahui bahwa dari ketiga, Bantul merupakan yang paling tidak mememenuhi harapan KD karena memiliki persentase kategori tanpa C4 yang paling besar. Sedangkan Kulon Progo merupakan

9 yang paling dekat memenuhi harapan KD karena persentase kategori tanpa C4 paling kecil. 1. Ragam Proses Kognitif dalam Indikator RPP Biologi SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Lama Mengajar Guru Pada tabel 17 berikut ini merupakan kategorisasi RPP Biologi ditinjau berdasarkan lama mengajar guru sebagai variabel pengganggu dalam penelitian ini. Tabel 5. Hasil Kategorisasi RPP Biologi SMA Negeri dari Kulon Progo, Bantul, Sleman pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Lama Mengajar Guru Lama Mengajar Guru No. Kategori <20 Tahun 20 Tahun % % 1 C C4, C3/C4, C ,1 3 C4, C3, C C4, C3, C2, C Tanpa C Berdasarkan Tabel 17 yang berkaitan dengan variabel lama mengajar guru dapat diketahui bahwa pada kategori C4 tidak terdapat RPP yang mengembangkan proses kognitif yang tepat dengan KD, serta dari kedua kategori lama mengajar tersebut menunjukkan hasil yang berbeda. Pada lama mengajar <20 tahun menunjukkan bahwa dari 7 RPP ada 3 RPP atau 42.9% sama sekali tidak mencantumkan indikator pencapaian kompetensi menganalisis sebagai kemampuan yang ditargetkan dalam KD. Sedangkan lama mengajar 20 tahun menunjukkan bahwa dari 9 RPP ada 6 RPP atau 66.9% sama sekali tidak mencantumkan indikator pencapaian kompetensi menganalisis sebagai kemampuan yang ditargetkan dalam KD. Hal ini menunjukkan bahwa kategori

10 guru senior yang mengajar 20 tahun justru lebih banyak merumuskan indikator tanpa C4 sehingga tidak mencapai KD dibandingkan guru junior. 2. Ragam Proses Kognitif dalam Indikator RPP Biologi SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Kefavoritan Sekolah Pada tabel 18 berikut ini merupakan kategorisasi RPP Biologi ditinjau berdasarkan kefavoritan sekolah sebagai variabel pengganggu dalam penelitian ini. Tabel 6. Hasil Kategorisasi RPP Biologi SMA Negeri dari Kulon Progo, Bantul, Sleman pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Kefavoritan Sekolah Kefavoritan No. Kategori Sekolah Favorit Sekolah Tidak Favorit % % 1 C C4, C3/C4, C C4, C3, C C4, C3, C2, C Tanpa C Berdasarkan Tabel 18 yang berkaitan dengan variabel kefavoritan sekolah dapat diketahui bahwa pada kategori C4 tidak terdapat RPP yang mengembangkan proses kognitif yang tepat dengan KD, serta dari kedua kategori kefavoritan sekolah tersebut menunjukkan hasil yang berbeda. Pada sekolah favorit menunjukkan bahwa dari 9 RPP ada 5 RPP atau 55.6% sama sekali tidak mencantumkan indikator pencapaian kompetensi menganalisis sebagai kemampuan yang ditargetkan dalam KD. Sedangkan sekolah tidak favorit menunjukkan bahwa dari 7 RPP ada 4 RPP atau 57.1% sama sekali tidak mencantumkan indikator pencapaian kompetensi menganalisis sebagai kemampuan yang ditargetkan dalam KD. Hal ini menunjukkan bahwa kategori

11 sekolah tidak favorit lebih banyak merumuskan indikator tanpa C4 sehingga tidak mencapai KD dibandingkan sekolah favorit. B. Pembahasan 1. Ragam Proses Kognitif dalam Indikator RPP Biologi SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 15 diketahui bahwa ragam proses kognitif dalam indikator RPP Biologi materi keanekaragaman hayati menunjukkan hasil bahwa secara garis besar atau 56.2% perumusan indikator dalam RPP tidak sesuai dengan KD yang dituju yaitu tidak sampai pada tahap menganalisis karena modus yang tertinggi adalah kategori tanpa C4 yang memiliki makna bahwa pengembangan ragam proses kognitif tidak tepat dengan kompetensi dasar. Sedangkan RPP yang telah sesuai merumuskan indikator sesuai KD sampai pada tahap C4 adalah pada kategori C4, C2 sebanyak 6.3% dan kategori C4, C3, C2, C1 sebanyak 37.5%. Kategori C4, C2 sebenarnya tepat karena telah mencapai KD dengan merumuskan C4 dan indikator dibawahnya, namun level C2 menunjukkan bahwa level kompetensinya terlalu diturunkan. Kategori C4, C3, C2, C1 sebenarnya tepat karena telah mencapai KD dengan merumuskan C4 dan indikator dibawahnya, namun perumusan sampai level C1 menunjukkan bahwa level kompetensinya terlalu diturunkan secara drastis sehingga menjadi tidak baik rumusannya. Dalam penelitian ini RPP yang tidak mencapai C4 adalah RPP dengan kode RPP A1, RPP B2, RPP B3, RPP B4, RPP B6, RPP D1, RPP D4, RPP D5, dan RPP D6 yang disusun oleh guru SMA N 1 Wates, SMA N 2 Bantul, SMA N

12 3 Bantul, SMA N 1 Pajangan, SMA N 1 Sedayu, SMA N 1 Depok, SMA N 1 Mlati, SMA N 2 Sleman, SMA N 1 Seyegan. Keseluruhan guru tersebut sudah berstatus PNS yang aktif dalam kegiatan pelatihan seperti diklat, seminar, dan. Dari karakteristik yang demikian ini seharusnya guru telah memahami bagaimana pengembangan indikator berdasarkan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik karena telah berstatus PNS serta aktif dalam diklat dan sehingga banyak melakukan tukar pengalaman dan saling belajar dalam merumuskan indikator yang tepat. Menurut Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Padang, apabila tingkat kompetensi pada KD sampai pada level C2 (memahami) maka indikator yang dikembangkan harus mencapai kompetensi C2. Berdasarkan penjelasan tersebut maka kemampuan menganalisis menjadi kompetensi dasar minimal yang harus dikuasai peserta didik dalam materi keanekaragaman hayati ini. Secara logika seharusnya guru hanya membuat indikator menganalisis sebagai indikator yang paling tepat, namun dapat membuat indikator dibawahnya asalkan tidak terlalu turun drastis. Hasil tersebut dapat menjadi gambaran empiris bahwa guru menurunkan ragam proses kognitif dari KD yang seharusnya dicapai, khususnya pada sampel penelitian. Kemungkinan yang mendasari hal ini adalah guru khawatir peserta didik tidak mampu menguasai indikator menganalisis. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara terhadap guru, bahwa dalam mengembangkan proses kognitif sampai C4 sangat susah sekali untuk mencapainya karena melihat faktor kemampuan peserta didik. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan tuntutan Kurikulum 2013 yang tersurat dalam

13 Permendikbud Nomor 69 tahun 2013 bahwa guru dituntut untuk mengembangkan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan peserta didik secara optimal bukan malah menurunkan level kompetensi yang seharusnya dicapai oleh peserta didik. 2. Ragam Proses Kognitif dalam Indikator RPP Biologi SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Macam Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 16 diketahui bahwa ragam proses kognitif yang dirumuskan dalam indikator RPP Biologi materi keanekaragaman hayati berbeda antar ketiga yaitu Kulon Progo, Bantul, dan Sleman. Hasil ini menunjukkan bahwa antar tidak bekerja secara bersama-sama. Dalam Depdiknas (2008:1-2) juga disebutkan bahwa merupakan organisasi nonstructural yang bersifat mandiri dan berasaskan kekeluargaan. Artinya, bersifat otonom pada setiap daerah kabupaten dan berdiri sendiri. Salah satu kegiatan atau program kerja dalam menurut Isjoni (2006:119) adalah penyusunan rencana pembelajaran. Menurut hasil wawancara yang dilakukan terhadap sampel guru dari tiap menunjukkan bahwa materi yang dibahas dalam kegiatan sangatlah banyak dan salah satunya yang dianggap penting adalah penyusunan RPP. Salah seorang guru dari Kulon Progo menyatakan bahwa penyusunan RPP menjadi materi yang seharusnya diutamakan dalam. Sampel guru dari ketiga yaitu Kulon Progo, Bantul dan Sleman serempak menyatakan bahwa penyusunan RPP dilakukan secara bersama-sama dalam kemudian guru dari tiap sekolah hanya tinggal melakukan revisi atau penyesuaian dengan kondisi sekolah masing-

14 masing seperti sarana prasarana dan kondisi kemampuan peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga kabupaten penyusunan RPP dilakukan. RPP erat kaitannya dengan perumusan indikator pencapaian kompetensi, sehingga kemungkinan terdapat perbedaan rumusan indikator dalam yang berbeda. Dari penjelasan ini tentunya terdapat kaitan dengan rumusan indikator yang disusun oleh guru. Hal ini sesuai dengan fakta yang terdapat di lapangan. Dari ketiga yaitu Kulon Progo, Bantul, dan Sleman diketahui bahwa rumusan indikator pencapaian kompetensinya sangat bervariasi atau terdapat perbedaan. Dari hasil yang berbeda antar tersebut diketahui bahwa Bantul merupakan yang paling tidak mememenuhi harapan KD karena memiliki persentase kategori tanpa C4 yang paling besar. Sedangkan Kulon Progo merupakan yang paling dekat memenuhi harapan KD karena persentase kategori tanpa C4 paling kecil. Sleman diposisi tengah yang juga memiliki persentase yang cukup besar karena lebih dari setengahnya. Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengapa guru di Bantul paling banyak tidak merumuskan indikator sampai tahap menganalisis atau kompetensi minimal pada KD. Pada Kulon Progo, RPP yang tidak mencapai C4 adalah RPP dengan kode RPP A1 yang disusun oleh guru SMA N 1 Wates. Guru SMA N 1 Wates tidak memiliki latar belakang pendidikan dibidang kependidikan serta lama mengajar yang masih tergolong guru junior yang belum memiliki banyak

15 pengalaman, sehingga sedikit wajar jika masih terdapat kekurangan dalam merumuskannya dan tidak mencapai C4, namun hal itu tidak dapat menjadi alasan karena guru ini termasuk sebagai guru yang aktif dalam kegiatan diklat dan sehingga dapat saling tukar pikiran dan pengalaman sehingga dapat merumuskan indikator yang lebih baik dan mencapai KD. Pada Bantul, RPP yang tidak mencapai C4 adalah RPP dengan kode RPP B2, RPP B3, RPP B4 dan RPP B6 yang disusun oleh guru di SMA N 2 Bantul, SMA N 3 Bantul, SMA N 1 Pajagan, SMA N 1 Sedayu. Keempat guru ini sudah berstatus PNS yang aktif dalam kegiatan pelatihan seperti diklat, seminar, dan. Keempatnya bahkan memiliki latar belakang kependidikan dalam pendidikan yang pernah ditempuhnya. Dua diantaranya yaitu guru SMA N 2 Bantul dan SMA N 1 Pajangan justru merupakan guru senior dibandingkan guru lainnya. Dari karakteristik yang demikian ini seharusnya guru telah memahami bagaimana pengembangan indikator berdasarkan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik karena telah berstatus PNS, memiliki latar belakang dibidang kependidikan, aktif dalam diklat dan sehingga banyak melakukan tukar pengalaman dan saling belajar dalam merumuskan indikator yang tepat. Pada Sleman, RPP yang tidak mencapai C4 adalah RPP dengan kode RPP D1, RPP D4, RPP D5 dan RPP D6 yang disusun oleh guru SMA N 1 Depok, SMA N 1 Mlati, SMA N 2 Sleman, dan SMA N 1 Seyegan. Keempat guru ini semuanya telah mengajar selama 20 tahun atau kategori guru senior serta aktif dalam kegiatan pelatihan seperti diklat dan, sehingga seharusnya

16 telah banyak memperoleh pengalaman mengajar serta melakukan tukar pengalaman dan saling belajar dalam merumuskan indikator yang tepat. Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu guru di Sleman diketahui bahwa alasan perumusan indikator tidak mencapai harapan pada KD adalah kesulitan menentukan strateginya seperti apa, media yang harus dipersiapkan seperti apa kadang tidak tersedia di sekolah. Kendala lainnya adalah karena kekurangan waktu dalam pelaksanaannya jika harus mengembangkan sampai kompetensi yang tinggi karena biasanya sulit dalam mengatur peserta didik sehingga waktu yang tersedia semakin berkurang. Sama halnya dengan guru dari Bantul dan Kulon Progo kendalanya adalah tuntutan materi pada kompetensi dasar yang sangat luas tidak dibarengi dengan jatah waktu yang ada sehingga sulit untuk mengembangkan kompetensi sampai tahap menganalisis. Berdasarkan hal tersebut memang wajar bahwa dalam setiap selalu ditemukan RPP yang tidak merumuskan proses kognitif level menganalisis dalam indikatornya dengan alasan waktu yang tidak mencukupi. Sebenarnya kendalakendala yang disampaikan oleh guru dalam wawancara tersebut dapat diatasi dengan. Menurut Saondi (2010:80), hakikat berfungsi sebagai wadah atau sarana komunikasi, konsultasi, dan tukar pengalaman sehingga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan guru dalam hal menyusun perangkat pemebelajaran. Hal ini juga disetujui oleh guru dalam wawancara yang menyebutkan bahwa solusi untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan berdiskusi dan bekerja sama dalam. Selain itu untuk mengatasi kendala waktu tersebut guru dapat saja hanya merumuskan indikator C4 saja justru lebih

17 tepat dan dapat mencapai kompetensi, sehingga waktu tidak terbuang untuk mencapai indikator dibawahnya yang justru berakibat indikator yang penting tidak tercapai. Dari penjelasan ini seharusnya tidak ada lagi guru yang dalam perumusan indikator belum mencapai kompetensi minimal yang harus dicapai karena dapat dilakukan tukar pikiran terhadap bagaimana rumusan perangkat pembelajaran yang baik dan sesuai dengan kompetensi. 3. Ragam Proses Kognitif dalam Indikator RPP Biologi SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Lama Mengajar Guru Muhammad Zen (2010: 53) mengatakan bahwa semakin bertambah masa kerjanya diharapkan guru semakin banyak pengalaman. Pengalaman ini erat kaitannya dengan peningkatan profesionalisme pekerjaan. Guru yang sudah lama mengabdi di dunia pendidikan harus lebih profesional dibandingkan guru yang beberapa tahun mengabdi. Hal ini memberikan penjelasan bahwa guru yang memiliki lama mengajar di atas 20 tahun diasumsikan memiliki pengalaman yang lebih banyak, sehingga berpengaruh terhadap perumusan rencana pembelajaran atau RPP. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 17 diketahui bahwa ragam proses kognitif yang dirumuskan dalam indikator RPP Biologi materi keanekaragaman hayati kategori guru senior yang mengajar 20 tahun justru lebih banyak merumuskan indikator tanpa C4 sehingga tidak mencapai KD dibandingkan guru junior. Semakin bertambahnya lama mengajar, maka intensitas mengkaji kekurangan pembelajaran yang dilakukan juga sepantasnya akan meningkat,

18 sehingga akan mengupayakan perbaikan yang terus disesuaikan dengan zaman. Selain itu juga guru dengan masa mengajar yang lebih lama akan lebih mengembangkan potensi peserta didik lebih maksimal sehingga lebih mengembangkan kemampuan berpikir sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa guru dengan lama mengajar < 20 tahun lebih baik dalam merumuskan ragam proses kognitif dalam indikator terbukti dari persentase kategori tanpa C4 yang lebih kecil, sedangkan lama mengajar 20 tahun tidak sesuai dengan harapan dalam merumuskan ragam proses kognitif dalam indikator terhadap kompetensi. Hal ini kurang sesuai dengan asumsi awal peneliti yaitu guru dengan lama mengajar yang semakin lama seharusnya memiliki kompetensi mengajar yang lebih baik sehingga dalam proses perumusan indikator pembelajaran juga lebih baik karena adanya asumsi bahwa guru yang telah lama mengajar maka lebih banyak memiliki pengalaman dalam pengembaangan diri sehingga lebih profesional. Pada kategori lama mengajar <20 tahun, RPP yang tidak mencapai C4 adalah RPP dengan kode RPP A1, RPP B3, dan RPP B6 yang disusun oleh guru SMA N 1 Wates, SMA N 3 Bantul, dan SMA N 1 Sedayu. Jika dilihat dari segi karakteristik guru yang lainnya ketiga guru ini memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu sama-sama telah berstatus PNS, aktif dalam kegiatan pelatihan seperti diklat dan. Guru SMA N 1 Wates tidak memiliki latar belakang pendidikan dibidang kependidikan sehingga memungkinkan tidak tercapainya kompetensi dalam rumusan indikatornya, sedangkan kedua guru lainnya memiliki latar belakang pendidikan dibidang kependidikan bahkan pendidikan terakhirnya

19 S2. Seharusnya ketiganya dapat memperoleh pengalaman mengajar serta melakukan tukar pengalaman dan saling belajar dalam merumuskan indikator yang tepat karena telah aktif dalam kegiatan pelatihan seperti diklat dan, sehingga hal-hal lain tersebut dapat teratasi. Pada kategori lama mengajar 20 tahun, RPP yang tidak mencapai C4 adalah RPP dengan kode RPP B2, RPP B4, RPP D1, RPP D4, RPP D5, dan RPP D6 yang disusun oleh guru SMA N 2 Bantul, SMA N 1 Pajangan, SMA N 1 Depok, SMA N 1 Mlati, SMA N 2 Sleman, SMA N 1 Seyegan. Jika dilihat dari segi karakteristik guru yang lainnya ketiga guru ini memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu sama-sama telah berstatus PNS, aktif dalam kegiatan pelatihan seperti diklat dan. Lima diantaranya juga merupakan guru yang memiliki latar belakang pendidikan dibidang pendidikan, sehingga seharusnya dengan pengalamannya selama pendidikan ditambah lagi dengan keaktifannya dalam kegiatan pelatihan maka dalam merumuskan indikator dapat tepat sesuai dengan pencapaian kompetensinya. Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan hasil pengukuran menunjukkan demikian. Guru dengan lama mengajar kurang dari 20 tahun bisa dikatakan sebagai guru fresh-graduate sehingga dimungkinkan guru tersebut telah diajarkan mengenai proses penyusunan RPP terutama perumusan indikator pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Selain itu dimungkinkan pula guru memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih baru dan luas terkait ilmu sains khususnya Biologi. Jika guru tersebut telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dan didukung dengan kemampuan menyusun indikator sesuai

20 kompetensi dasar dan dimensi proses kognitif, maka dimungkinkan guru tersebut dapat mengembangkan RPP dengan indikator proses kognitif yang lebih baik dan mencapai kompetensi. Berdasarkan hasil wawancara, guru-guru yang memiliki lama mengajar <20 tahun dalam proses penyusunan RPP dilakukan dengan tetap melakukan penyesuaian secara mandiri terhadap RPP yang telah disusun dalam dengan memperhatikan aturan permendikbud dan taksonomi dari Anderson dan Krathwohl. Selain itu juga memperhatikan kompetensi dasar yang ingin dicapai, ranah apa saja yang harus dikembangkan baru selanjutnya merumuskan indikator. Menurut Uhar Suharsaputra (2011: 181) bahwa guru perlu terus mengembangkan kemampuan dalam mendalami ilmu melalui kajian, observasi, dan diskusi dengan rekan kerja serta siapa pun yang konsen pada peningkatan kemampuan ilmiah, sehingga pelaksanaan peran dan tugas sebagai pendidik dan pengajar dapat meningkat dan bermutu. Hal tersebut berarti, lama mengajar saja tidak menjadi jaminan akan memberikan pengaruh berbanding lurus terhadap level proses kognitif yang dikembangkan dalam RPP agar sesuai dengan kompetensinya jika tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas yang dimiliki. 4. Ragam Proses Kognitif dalam Indikator RPP Biologi SMA pada Materi Keanekaragaman Hayati Ditinjau Berdasarkan Kefavoritan Sekolah Kefavoritan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengkategorisaian sekolah menjadi sekolah favorit dan sekolah tidak favorit. Pengelompokan kefavoritan sekolah juga dapat diliat berdasarkan nilai Ujian Nasional (UN) masuk calon peserta didik baru. Sekolah dengan peserta didik yang memiliki nilai UN SMP terendah diatas rata-rata digolongkan sebagai sekolah favorit karena

21 diminati oleh peserta didik yang memiliki nilai tinggi, sedangkan sekolah yang nilai UN SMP terendah dibawah rata-rata termasuk dalam sekolah tidak favorit karena sekolah tersebut kurang diminati oleh peserta didik yang memiliki nilai tinggi. Peserta didik yang memiliki nilai UN SMP yang tinggi secara umum dapat dikatakan bahwa peserta didik tersebut memiliki potensi yang tinggi. Potensi peserta didik yang tinggi di sekolah favorit tentunya menuntut guru untuk merencanakan pembelajaran, mengelola pembelajaran dengan baik sehingga potensi peserta didik data dieksplor secara maksimal. Begitu juga dengan guru yang mengajar di sekolah tidak favorit, guru diharapkan memiliki solusi atau cara sebagai upaya untuk meningkatkan potensi peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 18 diketahui bahwa fakta di lapangan menunjukkan kategori sekolah tidak favorit lebih banyak merumuskan indikator tanpa C4 atau tidak mencapai KD dibandingkan sekolah favorit meskipun angka hasilnya tidak signifikan. Dengan kata lain guru sekolah favorit mengembangkan ragam proses kognitif yang tidak tepat dengan kompetensi dasar lebih sedikit dibandingkan guru disekolah tidak favorit. Jika dilihat dari hasil wawancara dengan guru di sekolah favorit menyatakan bahwa memang memodifikasi RPP dari karena sekolah yang bersangkutan merupakan sekolah favorit dan sekolah rujukan yang ditunjuk oleh pemerintah sehingga guru menyusun RPP dengan kompetensi sesuai tuntutan kurikulum dalam permendikbud. Sedangkan guru sekolah tidak favorit menyatakan bahwa memang memodifikasi RPP sesuai dengan potensi peserta didik karena memperhatikan

22 kondisi anak, jika sekolah lain yang favorit anak-anaknya cukup mampu maka sekolah tersebut berbeda dan sengaja menurunkan kompetensinya. Guru lain juga menyatakan bahwa memang sebagai sekolah yang termasuk tidak favorit untuk mencapai level proses kognitif yang tinggi susah sekali dan berbeda dengan sekolah favorit yang mungkin tidak masalah dengan hal tersebut. Pada kategori sekolah favorit, RPP yang tidak mencapai C4 adalah RPP dengan kode RPP A1, RPP B2, RPP B3, RPP D1, dan RPP D4 yang disusun oleh guru SMA N 1 Wates, SMA N 2 Bantul, SMA N 3 Bantul, SMA N 1 Depok, dan SMA N 1 Mlati. Jika dilihat dari segi karakteristik guru seluruh guru ini sudah berstatus PNS yang aktif dalam kegiatan pelatihan seperti diklat, seminar, dan. Tiga diantaranya bahkan memiliki latar belakang kependidikan dalam pendidikkan yang pernah ditempuhnya. Sehingga seharusnya dengan status kepegawaian ditambah lagi dengan keaktifannya dalam kegiatan pelatihan maka dalam merumuskan indikator dapat tepat sesuai dengan pencapaian kompetensinya agar mampu memenuhi salah satu ciri guru sekolah favorit yaitu guru-gurunya tangguh dan profesional Pada kategori sekolah tidak favorit, RPP yang tidak mencapai C4 adalah RPP dengan kode RPP B4, RPP B6, RPP D5, dan RPP D6 yang disusun oleh guru SMA N 1 Pajangan, SMA N 1 Sedayu, SMA N 2 Sleman, SMA N 1 Seyegan. Jika dilihat dari segi karakteristik guru seluruh guru ini sudah berstatus PNS yang aktif dalam kegiatan pelatihan seperti diklat, seminar, dan. Tiga diantaranya juga merupakan guru senior yang secara teori memiliki pengalaman mengajar yang lebih banyak. Sehingga seharusnya dengan status kepegawaian

23 ditambah lagi dengan keaktifannya dalam kegiatan pelatihan serta pengalaman lama mengajarnya maka dalam merumuskan indikator dapat tepat sesuai dengan pencapaian kompetensinya agar mampu mengelola pembelajaran dengan baik sehingga potensi peserta didik data dieksplor secara maksimal. Menurut Depdiknas dalam Eka Nodyawati (2011:45) menyatakan bahwa salah satu ciri sekolah favorit adalah guru-gurunya tangguh dan profesional. Hal ini menunjukkan bahwa pada sekolah favorit guru akan mengembangkan pembelajaran yang lebih optimal dan sesuai tuntutan kurikulum artinya guru akan mengembangkan indikator sampai pada kompetensi dasar yang harus dicapai dalam hal ini sampai pada level proses kognitif menganalisis. Hal ini sesuai dengan asumsi awal peneliti yaitu guru dituntut untuk merencanakan pembelajaran, mengelola pembelajaran dengan baik sehingga potensi peserta didik data dieksplor secara maksimal di sekolah favorit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan Kurikulum 2013 menjadikan guru berperan penting dalam pelaksanaannya di sekolah. Berdasarkan pernyataan Awaliyah (2014), pada tahun kedua pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum memiliki peranan penting dalam pendidikan. Istilah kurikulum menunjukkan beberapa dimensi pengertian, setiap dimensi tersebut memiliki keterkaitan satu dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Desain Kegiatan Laboratorium (DKL) Desain Kegiatan Laboratorium merupakan suatu pedoman atau petunjuk untuk melakukan suatu kegiatan praktikum. Desain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini berusaha

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini berusaha 36 BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini berusaha mengumpulkan data berupa pertanyaan siswa yang muncul ketika pembelajaran diskusi kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Agar terhindar dari kesalahpahaman dari judul yang dikemukakan, maka

BAB III METODE PENELITIAN. Agar terhindar dari kesalahpahaman dari judul yang dikemukakan, maka BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Agar terhindar dari kesalahpahaman dari judul yang dikemukakan, maka diperlukan penjelasan tentang istilah-istilah berikut ini: 1. Desain kegiatan laboratorium

Lebih terperinci

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Pendidikan mempunyai peran penting dalam terciptanya sumber daya manusia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 11 Tahun 2008 Kerangka Indikator untuk Pelaporan Pencapaian Standar

BAB I PENDAHULUAN. 11 Tahun 2008 Kerangka Indikator untuk Pelaporan Pencapaian Standar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indikator suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat sumber daya manusianya, dan indikator sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya.

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA UNTUK MELATIHKAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI SMA PGRI 6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA UNTUK MELATIHKAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI SMA PGRI 6 Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : 2443-3608 Vol.2 No.4 (2016) : 208-218 ejurnal.stkipbjm.ac.id/index.php/jph PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA UNTUK MELATIHKAN

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI DAN KEAKTIFAN SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI TIPE BUZZ GROUP

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI DAN KEAKTIFAN SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI TIPE BUZZ GROUP UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI DAN KEAKTIFAN SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI TIPE BUZZ GROUP PADA MATERI POKOK ORGANISASI KEHIDUPAN SISWA KELAS VII SMP AL-ISLAM 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki A. Pendahuluan Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum tahun 2004

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pertanyaan siswa ketika pembelajaran menggunakan pendekatan studi kasus pada konsep sistem indera. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I berisikan pendahuluan penelitian, adapun yang disampaikan pada Bab ini diantaranya, (A) Latar Belakang, (B) Perumusan Masalah, (C) Tujuan Penelitian, (D) Manfaat Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum lokasi dan subyek penelitian Penelitian ini dilakukan di Prodi Tadris Fisika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang berlokasi

Lebih terperinci

MERANCANG PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MELALUI PERUMUSAN INDIKATOR. Oleh: Nur Dewi Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK

MERANCANG PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MELALUI PERUMUSAN INDIKATOR. Oleh: Nur Dewi Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK 1 MERANCANG PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MELALUI PERUMUSAN INDIKATOR Oleh: Nur Dewi Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan informasi kepada guru tentang konsep

Lebih terperinci

Kata kunci: perangkat pembelajaran, Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013

Kata kunci: perangkat pembelajaran, Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 TELAAH PERANGKAT DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN GURU BIOLOGI SMA KELAS X DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BERDASARKAN PERMENDIKBUD NOMOR 65 DAN 81 A TAHUN 2013 Pramisya Indah Cahyahesti, Sri Endah Indriwati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju, meningkatkan diri, punya motivasi, dan jiwa pencari pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. maju, meningkatkan diri, punya motivasi, dan jiwa pencari pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistem pendidikan di Indonesia telah lama menggunakan teori taksonomi pendidikan secara adaptif sebagai landasan pendekatan belajar. Implikasi dari penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan dunia dibidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan PPM Prodi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia

Laporan Kegiatan PPM Prodi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Laporan Kegiatan PPM Prodi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Peningkatan Pemahaman Teori-Praktik PTK sebagai Upaya Percepatan Skripsi Mahasiswa dan Peningkatan Kualitas Pembelajaran Bahasa Indonesia di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Indragiri Hulu. Kabupaten Kuantan Singingi terbentuk berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Indragiri Hulu. Kabupaten Kuantan Singingi terbentuk berdasarkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kuantan Singingi merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Indragiri Hulu. Kabupaten Kuantan Singingi terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang tidak memberikan perlakuan, manipulasi, atau pengubahan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Hasil dari penelitian dan pengembangan adalah modul pembelajaran biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional, pasal 1 ayat 1 tentang ketentuan umum menyatakan Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional, pasal 1 ayat 1 tentang ketentuan umum menyatakan Pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 1 tentang ketentuan umum menyatakan Pendidikan Nasional adalah usaha sadar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK.. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK.. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK.. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii v vii viii ix BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Masalah..... B. Rumusan Masalah......

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMUNIKASI DENGAN STRATEGI TTW

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMUNIKASI DENGAN STRATEGI TTW IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMUNIKASI DENGAN STRATEGI TTW (Think-Talk-Write) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PENTINGNYA KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEM

Lebih terperinci

2014 PENGEMBANGAN TES PIKTORIAL UNTUK MENGUKUR DIMENSI PENGETAHUAN SISWA SMA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

2014 PENGEMBANGAN TES PIKTORIAL UNTUK MENGUKUR DIMENSI PENGETAHUAN SISWA SMA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal ini karena pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 7 Bandung Jl. Lengkong Kecil no. 53 Bandung. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini, menggunakan metode Deskriptif. Sukmadinata (2010) menyatakan metode deskriptif dilakukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PERANGKAT PEMBELAJARAN GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN. Ria Mayasari

GAMBARAN UMUM PERANGKAT PEMBELAJARAN GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN. Ria Mayasari Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : 2443-3608 Vol.2 No.3 (2016) : 121-127 ejurnal.stkipbjm.ac.id/index.php/jph GAMBARAN UMUM PERANGKAT PEMBELAJARAN GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN Ria Mayasari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas akan dihasilkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap konsep pembelajaran. Guru sebagai tenaga pendidik profesional

BAB I PENDAHULUAN. terhadap konsep pembelajaran. Guru sebagai tenaga pendidik profesional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, di mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, di mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum pendidikan di negara kita mengalami beberapa kali perubahan, di mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 sampai dengan tahun

Lebih terperinci

8. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa. (Cetakan pertama 2011). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

8. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa. (Cetakan pertama 2011). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 8. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa. (Cetakan pertama 2011). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. PENILAIAN OTENTIK Dalam Pembelajaran Bahasa Oleh Burhan Nurgiyantoro KATA PENGANTAR Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Guru sebagai agen pembelajaran merasa terpanggil untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut adalah mengoptimalkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Analisis Struktur Analisis struktur yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dilakukan pemecahan setiap aspek yang ada pada desain kegiatan laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Berdasarkan

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik dan pendidik melalui sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (PERMENDIKBUD No 103 tahun 2015 pasal 1).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran untuk menambah wawasan di suatu bidang. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran untuk menambah wawasan di suatu bidang. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang mencakup kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap secara terpadu. Penilaian pada kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terdapat beberapa komponen yang dapat mempengaruhi hasil

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terdapat beberapa komponen yang dapat mempengaruhi hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran merupakan segi yang penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, oleh karena itu pengadaan pembaharuan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permendikbud No. 65 Tahun 2013 menyatakan bahwa proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. didik pada pembelajaran IPA. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan

BAB III METODE PENELITIAN. didik pada pembelajaran IPA. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada pembelajaran IPA. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. atau penelitian R&D (Research & Development) dengan model ADDIE

BAB III METODE PENELITIAN. atau penelitian R&D (Research & Development) dengan model ADDIE BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau penelitian R&D (Research & Development) dengan model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari berbagai bidang. Pendidikan menjadi sebuah tujuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari berbagai bidang. Pendidikan menjadi sebuah tujuan bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah wadah untuk meningkatkan derajat manusia dari berbagai bidang. Pendidikan menjadi sebuah tujuan bangsa Indonesia untuk mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi operasional dalam penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Asesmen kinerja alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Di dalam penilaian tersebut guru merancang jenis penilaian yang seperti

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Di dalam penilaian tersebut guru merancang jenis penilaian yang seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru profesional merupakan guru yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan dan mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai pendidik.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari kesalahfahaman dari judul yang dikemukakan, maka. diperlukan penjelasan tentang istilah berikut ini:

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari kesalahfahaman dari judul yang dikemukakan, maka. diperlukan penjelasan tentang istilah berikut ini: BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahfahaman dari judul yang dikemukakan, maka diperlukan penjelasan tentang istilah berikut ini: 1. Desain kegiatan laboratorium merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa guru merupakan pendidik profesional. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, tugas utama

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAGI GURU SMP DI KABUPATEN BANTUL

PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAGI GURU SMP DI KABUPATEN BANTUL PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAGI GURU SMP DI KABUPATEN BANTUL Oleh: Edy Supriyadi, Hartoyo, Zamtinah Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektri FT UNY BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang

BAB III METODE PENELITIAN. Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Kesulitan belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap istilah yang ada dalam penelitian ini. 1. Analisis kualitas soal, soal dianalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum merupakan suatu program yang berupa rencana tertulis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum merupakan suatu program yang berupa rencana tertulis yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum merupakan suatu program yang berupa rencana tertulis yang berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Dalam menilai ataupun mengevaluasi, menganalisis soal

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Dalam menilai ataupun mengevaluasi, menganalisis soal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi atau penilaian merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran, karena posisinya dapat disetarakan dengan penetapan tujuan dalam proses pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional digunakan untuk memberikan persamaan persepsi terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian. Definisi operasional pada penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 5. Instrumen Uji Coba 139 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Yogyakarta, April 2012 Kepada: Yth. Bapak Guru Program Studi Keahlian Teknik Permesinan SMK Negeri 2 Depok Sleman Di tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Kesulitan belajar siswa yang dimaksud adalah profil kemampuan siswa dalam

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Kesulitan belajar siswa yang dimaksud adalah profil kemampuan siswa dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Kesulitan belajar siswa yang dimaksud adalah profil kemampuan siswa dalam merespon soal tes diagnosis serta latar belakang siswa yang mempengaruhi kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP

PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP DIAN BUDIANA,M.PD. Disiapkan sebagai Bahan Diklat Sertifikasi Guru dalam Jabatan Pengertian Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KONSEP KLASIFIKASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN LUMUT DENGAN STRATEGI STAD

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KONSEP KLASIFIKASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN LUMUT DENGAN STRATEGI STAD PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KONSEP KLASIFIKASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN LUMUT DENGAN STRATEGI STAD (Student Team Achievement Division) PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 8 SURAKARTA TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (KKG) UPTD Pendidikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (KKG) UPTD Pendidikan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (KKG) UPTD Pendidikan Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, dilakukan di Gugus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. diunggulkan dibandingkan dengan SMA yang lain di wilayah kabupaten

BAB VIII PENUTUP. diunggulkan dibandingkan dengan SMA yang lain di wilayah kabupaten 267 BAB VIII PENUTUP SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar merupakan sekolah yang diunggulkan dibandingkan dengan SMA yang lain di wilayah kabupaten bersangkutan. Keunggulan sekolah tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran Ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelulusan siswa dalam Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/sederajat tahun

I. PENDAHULUAN. Kelulusan siswa dalam Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/sederajat tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelulusan siswa dalam Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/sederajat tahun pelajaran 2012/2013 mencapai lebih dari 99%, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menyampaikan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pengembangan perangkat, Problem Based Learning (PBL), kompetensi siswa.

Kata Kunci: Pengembangan perangkat, Problem Based Learning (PBL), kompetensi siswa. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI MATERI KLASIFIKASI TUMBUHAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI SISWA KELAS X SMA TAMAN HARAPAN MALANG Vivi

Lebih terperinci

PROFIL KOMPETENSI GURU SMK TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh: Lilik Chaerul Yuswono dkk

PROFIL KOMPETENSI GURU SMK TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh: Lilik Chaerul Yuswono dkk PROFIL KOMPETENSI GURU SMK TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh: Lilik Chaerul Yuswono dkk ABSTRAK Tujuan penelitian pengajaran ini adalah untuk: (1) Mengetahui pendapat guru SMK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian mengenai communication style dan penguasaan konsep siswa SMA pada metode pembelajaran kooperatif tipe jigsawini mengunakan metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan mengenai implementasi peer assessment dalam penilaian

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan mengenai implementasi peer assessment dalam penilaian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini akan mendeskripsikan mengenai implementasi peer assessment dalam penilaian komunikasi siswa melalui pembelajaran inkuiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Berdasarkan Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dan peraturan pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pandangan modern, hakikat peserta didik sejak awal telah mempunyai potensi sehingga pengajaran difungsikan sebatas mendorong dan menstimuli berkembangnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data dalam penelitian ini berupa kemampuan CK, PK, dan PCK dari guru IPA kelas VII SMP Negeri se-kecamatan Ampel dan Cepogo Kabupaten Boyolali tahun ajaran 2017/2018

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini data yang terkumpul dianalisis dan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini data yang terkumpul dianalisis dan BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dalam penelitian ini data yang terkumpul dianalisis dan diinterpretasikan,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PENILAIAN SIKAP PADA PEMBELAJARAN IPA KURIKULUM 2013 KELAS VIII TAHUN PELAJARAN 2014/2015 DI SMPN SE-KABUPATEN PATI

IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PENILAIAN SIKAP PADA PEMBELAJARAN IPA KURIKULUM 2013 KELAS VIII TAHUN PELAJARAN 2014/2015 DI SMPN SE-KABUPATEN PATI IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PENILAIAN SIKAP PADA PEMBELAJARAN IPA KURIKULUM 2013 KELAS VIII TAHUN PELAJARAN 2014/2015 DI SMPN SE-KABUPATEN PATI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan mengenai studi tentang Peranan Kinerja MGMP PKn dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru SMP (Studi Kasus Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep yang harus dipahami siswa. Pemahaman dan penguasaan terhadap konsep tersebut akan mempermudah siswa

Lebih terperinci

KESESUAIAN ASESMEN BUATAN GURU DENGAN SILABUS KURIKULUM Suitability of Assessment made by Teacher with the Syllabus Kurikulum 2013

KESESUAIAN ASESMEN BUATAN GURU DENGAN SILABUS KURIKULUM Suitability of Assessment made by Teacher with the Syllabus Kurikulum 2013 15-130 KESESUAIAN ASESMEN BUATAN GURU DENGAN SILABUS KURIKULUM 2013 Suitability of Assessment made by Teacher with the Syllabus Kurikulum 2013 Nofika Kartika Dewi, Johanes Djoko Budiono, dan Muji Sri Prastiwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajar dan pengalaman belajar yang di programkan, direncanakan dan dirancang

BAB I PENDAHULUAN. ajar dan pengalaman belajar yang di programkan, direncanakan dan dirancang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang di programkan, direncanakan dan dirancang secara sistematik atas

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KKG DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DI GUGUS AHMAD YANI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG

STRATEGI PENGELOLAAN KKG DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DI GUGUS AHMAD YANI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG STRATEGI PENGELOLAAN KKG DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DI GUGUS AHMAD YANI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan khususnya di Sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. semu (quasy experiment). Desain dari penelitian ini adalah One-Group Pretest

BAB III METODE PENELITIAN. semu (quasy experiment). Desain dari penelitian ini adalah One-Group Pretest BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasy experiment). Desain dari penelitian ini adalah One-Group Pretest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar mengandung kegiatan interaksi antara guru, siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal merupakan salah satu solusi utama untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal merupakan salah satu solusi utama untuk membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan formal merupakan salah satu solusi utama untuk membentuk SDM yang berkualitas, karena dengan pendidikan memungkinkan untuk mengmbangkan kemampuan akademis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Berikut ini diuraikan beberapa definisi operasional dari istilah yang terkait dalam permasalahan penelitian ini, di antaranya: 1. Pengembangan tes tertulis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII Laboratorium Percontohan UPI Bandung sebanyak 3 kelas semester 1. Sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elements; materials (and equipment), activities, and people (Cox, 2006:

BAB I PENDAHULUAN. elements; materials (and equipment), activities, and people (Cox, 2006: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah The quality of an instructional program is comprised of three elements; materials (and equipment), activities, and people (Cox, 2006: 8). Sebagaimana dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kurikulum 2013 merupakan sebuah pembelajaran yang menekankan pada aspek afektif atau perubahan perilaku dan kompetensi yang ingin dicapai adalah kompetensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan makanan yang bergizi. Diantara kebutuhan gizi yang diperlukan manusia

Lebih terperinci

DAFTAR SEKOLAH SMA / MA BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

DAFTAR SEKOLAH SMA / MA BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 UJIAN NASIONAL SMA/MA TAH PELAJARAN 2016/2017 1 01-001 SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA N 197 86.38 82.88 78.19 70.86 79.15 80.75 80.95 1 2 01-015 SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA N 248 86.78 82.39 79.31 70.51 77.36 77.26

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat bangsa pada krisis yang berkepanjangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adi Satrisman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adi Satrisman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPETENSI KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIK ANAK USIA DINI DI KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN KOMPETENSI KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIK ANAK USIA DINI DI KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR E-ISSN: 2528-7427 1 PENGEMBANGAN KOMPETENSI KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENDIDIK ANAK USIA DINI DI KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci