PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)"

Transkripsi

1 PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional terhadap Pendapatan Usahatani Padi Studi Kasus: Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Ery Februriani H

3 RINGKASAN ERY FEBRURIANI. Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional terhadap Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh NINDYANTORO. Indonesia sebagai negara agraris membutuhkan penggunaan air dalam tahap budidaya padi, kebutuhannya mencapai satu per tiga total kebutuhan air selama budidaya. Pada saat ini, air kurang mencukupi bahkan tidak tersedia pada saat pengolahan tanah. Hal ini terjadi karena mundurnya musim penghujan atau musim kemarau yang terlalu panjang, sehingga debet air pada saluran irigasi menyusut atau bahkan kering. Sumber-sumber air semakin langka akibat perubahan kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan tanah menyerap dan menyimpan air. Jika kondisi demikian berlanjut dapat menyebabkan terganggunya produksi padi sehingga menghambat upaya pelestarian swasembada beras. Cianjur merupakan kabupaten di Jawa Barat yang terkenal hasil padinya, lahan pertanian yang subur, dan pengairan terhadap lahan pertanian serta masyarakat yang dominan bekerja di sektor pertanian. Namun, tahap awal budidaya padi, yaitu saat-saat pengolahan tanah dan kebutuhan air cukup banyak. Kegiatan pengolahan tanah sawah yang selama ini dilakukan petani, terdiri dari tahap penggenangan tanah hingga tanah jenuh air, tahap pembajakan, yaitu pemecahan tanah menjadi bongkahan-bongkahan dan pembalikan tanah, tahap menggaru untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah. Ketiga tahap tersebut membutuhkan lebih dari satu per tiga total kebutuhan air selama budidaya dan dikatakan sebagai pertanian konvensional. Penerapan System of Rice Intensification (SRI) merupakan kegiatan dalam partisipasi yang dilakukan petani dalam usahatani padi. Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermitten artinya siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama kurun waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak tergenang). Cara ini bisa menghemat air empat puluh enam persen. Selain itu sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman. Disamping menghemat air, budidaya intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI dan konvensional. 2) mengidentifikasi pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional 3) mengidentifikasi pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan. Usahatani padi metode SRI dan konvensional di Kabupaten Cianjur sudah berjalan cukup baik. Ini dapat disebabkan oleh penggunaan input yang efisien ataupun hasil produk yang kualitasnya baik. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta pendapatan dari hasil usahatani padi. Untuk meningkatkan pendapatan dan memaksimumkan profit yang didapatkan usahatani tersebut maka dibutuhkan studi mengenai elastisitas produksi untuk melihat daerah produksi usahatani tersebut yang didapat dari koefisien model fungsi Cobb Douglas. Sebelum menganalisis elastisitas produksi terlebih dulu mencari faktorfaktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi dari kedua metode tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh usahatani padi metode SRI adalah bibit, bokhasi, 3

4 pengalaman bertani, dan luas lahan sedangakan faktor-faktor yang berpengaruh usahatani padi metode konvensional adalah bibit, TKDK, tingkat pendidikan, dan luas lahan. Elastisitas produksi SRI maupun konvensional yaitu sebesar 1,608 dan 1,857. Kedua koefisien tersebut menunjukan produksi padi belum optimal, dalam kurva fungsi produksi usahatani padi pada penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerah irrasional yang merupakan increasing return to scale. Total pendapatan usahatani padi metode SRI sebesar Rp ,72 sedangkan usahatani metode konvensional sebesar Rp ,24, R/C rasio atas total biaya dari kedua metode ini sebesar 1,99 dan 2,20. Nilai tersebut dapat diartikan setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi SRI akan memberikan penerimaan sebesar Rp ,00. Begitu pula dengan metode konvensional dapat diartikan setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi metode konvensional akan memberikan penerimaan sebesar Rp ,00. Secara lingkungan, padi organik dengan metode SRI lebih hemat air dan adaptif terhadap kekeringan sehingga memungkinkan dikembangkan dalam kondisi minim air. Lahan sawah yang dipupuk organik pada kasus SRI lebih tahan menyimpan air sehingga tidak cepat pecah atau mengering dibandingkan dengan yang menggunakan pupuk anorganik. 4

5 PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI H Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 Judul : Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional terhadap Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat) Nama : Ery Februriani NIM : H Menyetujui Dosen Pembimbing, Ir. Nindyantoro, MSP NIP Mengetahui Ketua Departemen, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP Tanggal Lulus: 6

7 UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi ini. 2. Papahku (Bpk. Heru Ismoyo), Mamahku (Ibu Yuyu Yulianingsih), dan adikadikku (Pitra Muktia Dewi, Rika Agustin, dan Myra Melinda) yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup, dan doa yang tulus. 3. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan pengarahan kepada penulis. 4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Novindra, S.P sebagai dosen penguji yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan saran demi penyempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing akademik. 6. Bapak H.Usman Suparman yang telah banyak membantu memberi informasi mengenai usahatani metode SRI dan konvensional di lokasi penelitian. 7. Teman-teman ku Raisa, Ashna, Inay, Listya, Raihani yang memberi bantuan penulis selama pembuatan skripsi ini dan teman-teman ESL 44 yg telah memberi keceriaan selama tiga tahun bersama. 8. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya. Amin. 7

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, serta karunia-nya. Salam dan Salawat penulis kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional terhadap Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI dan konvensional, mengidentifikasi pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional serta mengidentifikasi pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dengan topik dan tema yang serupa. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan yang dihadapi. Sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Penulis 8

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pertanian Organik Tujuan dan Kegunaan Budidaya Organik Konsep Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan SRI Sebagai Adaptasi Perubahan Iklim Pengertian Budidaya Padi SRI Manfaat SRI Hasil Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Sistem Budidaya Padi Konvensional Sistem Budidaya Padi SRI Pengertian Usahatani Fungsi Produksi dan Elastisitas Analisa Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Data Metode Analisis Data Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi SRI dan Konvensional Mengidentifikasi Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani dengan Metode SRI dan Konvensional Mengidentifikasi Pengaruh Penerapan Metode SRI terhadap Lingkungan Pengujian Asumsi-asumsi Regresi Definisi Operasional xi xiii xiv

10 V. GAMBARAN UMUM Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur Gambaran Umum Petani Sampel Budidaya Padi Organik Metode SRI VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Biaya Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Dampak Pengaruh Penerapan Metode SRI terhadap Lingkungan VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Rincian Responden Usahatani Metode SRI dan Konvensional Matrik Metode Analisis Data Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Cianjur Tahun Data Curah Hujan Kabupaten Cianjur Tahun Perkembangan Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Cianjur Pengambilan Responden Petani Sayuran Organik dan Non Organik Lama Pendidikan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Umur Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun Jumlah Tanggungan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Luas Lahan Padi Sawah Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Satus Pengusahaan Lahan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Pengalaman Bertani Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Heteroskedastisitas Test: White Penerapan SRI Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi SRI Musim Tanam I Heteroskedastisitas Test: White Penerapan Konvensional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi Konvensional Musim Tanam I Produktivitas dan Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur pada Musim Tanam I Periode Tahun 2010/ Biaya Usahatani Padi Organik Metode SRI pada Musim Tanam I Periode Tahun 2010/ Penggunaan Tenaga Kerja dalam Maupun Luar Keluarga per Hari Orang Kerja Usahatani Metode SRI dan Konvensional di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Biaya Usahatani Padi Metode Konvensional pada Musim Tanam I Periode Tahun 2010/ xi

12 20. Perbandingan Biaya untuk Usahatani Padi Organik SRI dan Padi Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Pendapatan atas Biaya Tunai dan Total Biaya Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur pada Musim tanam I Periode Tahun 2010/ Imbangan Biaya dan Penerimaan (R/C Ratio) Usahatani Padi Organik Metode SRI dana Padi Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur pada Musim Tanam I Periode Tahun 2010/ xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata, dan Produk Marginal Alur Kerangka Pemikiran Operasional Gabungan Petani Organik (GPO) xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Karateristik Responden Petani Padi Organik Metode SRI di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Karateristik Responden Petani Padi Metode Konvensional di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Proses Seleksi Benih dengan Air Garam Regression Analysis SRI dan Konvensional Uji Heteroskdastisitas Metode SRI dan Konvensional Uji Nilai Tengah Produksi Metode SRI dan Konvensional Uji Nilai Tengah Penerimaan Metode SRI dan Konvensional Perhitungan Pupuk dan Benih Metode SRI Produksi GKP, Produktivitas GKP dan Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional di Kabupaten Cianjur Muasim Tanam I Periode Tahun 2010/ Struktur Biaya Padi Metode SRI Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Tahun 2010/ Struktur Biaya Padi Metode Konvensional Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Tahun 2010/ Rincian Tenaga Kerja Metode SRI di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Rincian Tenaga Kerja Metode Konvensional di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/ Pendapatan Usahatani Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode tahun 2010/ Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi SRI di Kabupaten Cianjur Periode tahun 2010/ xiv

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan jumlah penduduk dan ketersediaan air menjadi masalah baru konflik global di abad ini. Sumberdaya air tidak ada substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global terhadap kelangkaan air karena adanya prediksi Gardner-Outlaw Engelman (1997) yang didukung PBB, bahwa pada tahun 2050 diprediksi satu dari empat orang akan terkena dampak dari kekurangan air bersih 1. Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan air mencapai km 3 /tahun dan salah satu negara yang memiliki cadangan air terkaya di dunia. Isu kelangkaan air harus menjadi perhatian khusus bagi Indonesia karena pada musim kemarau terlihat sangat kontras bahwa kelangkaan air menjadi isu krusial. Kelangkaan air dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, eksploitasi besarbesaran air tanah yang dilakukan oleh gedung-gedung, rumah sakit, pusat pembelanjaan, apartemen, pemukiman, dan bangunanan lainnya. Kedua, pembangunan gedung tidak mematuhi perbandingan lahan terpakai dan lahan terbuka, sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah. Selain itu Indonesia sebagai negara agraris membutuhkan penggunaan air dalam tahap budidaya padi, kebutuhannya mencapai satu per tiga total kebutuhan air selama budidaya. Pada saat ini, air kurang mencukupi bahkan tidak tersedia pada saat pengolahan tanah. Hal ini terjadi karena mundurnya musim penghujan 1 Diakses tanggal 1 Desember 2010.

16 atau musim kemarau yang terlalu panjang, sehingga debet air pada saluran irigasi menyusut atau bahkan kering. Sumber-sumber air semakin langka akibat perubahan kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan tanah menyerap dan menyimpan air. Jika kondisi demikian berlanjut dapat menyebabkan terganggunya produksi padi sehingga menghambat upaya pelestarian swasembada beras. Banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut, seperti perbaikan dan pembangunan saluran irigasi baru, perencanaan tata ruang, dan lain-lain. Namun, jika usaha tersebut tidak diimbangi dengan penghematan air diberbagai sektor, termasuk sektor pertanian dalam budidaya padi sawah, tidak akan berarti. Cianjur merupakan Kabupaten di Jawa Barat yang terkenal hasil padinya, lahan pertanian yang subur, dan pengairan terhadap lahan pertanian serta masyarakat yang dominan bekerja di sektor pertanian. Pada saat pengolahan tanah kebutuhan air cukup banyak. Kegiatan pengolahan tanah sawah terdiri dari tahap penggenangan tanah hingga tanah jenuh air, tahap pembajakan, yaitu pemecahan tanah menjadi bongkahan-bongkahan dan pembalikan tanah dan tahap menggaru untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah. Ketiga tahap tersebut membutuhkan lebih dari satu per tiga total kebutuhan air selama budidaya padi. Penerapan metode konvensional menimbulkan dampak negatif jangka panjang, seperti pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian yang membahayakan kesehatan manusia dan hewan disebabkan pestisida serta penurunan keanekaragaman hayati (biodiversity), meningkatkan daya tahan 2

17 organisme pengganggu terhadap pestisida kimia, menurunnya daya produktivitas lahan karena erosi, ketergantungan sumber daya alam yang tidak diperbaharui 2. Penerapan System of Rice Intensification (SRI) merupakan kegiatan dalam partisipasi yang dilakukan petani dalam usahatani padi. Sebelumnya petani belum mengetahui penerapan SRI sehingga pertanian menggunakan penerapan konvensional, pada penerapan ini pemeliharaan menggunakan produk kimia, seperti pestisida, herbisida, dan pupuk anorganik. Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermitten artinya siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama kurun waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak tergenang). Cara ini bisa menghemat penggunaan air sebesar tiga puluh persen. Selain itu sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman. Disamping menghemat air, budidaya intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit Perumusan Masalah Menurut Maltus, populasi penduduk meningkat sesuai deret ukur sedangkan pangan bergerak berdasarkan deret hitung. Ini berpengaruh terhadap kecemasan manusia akan kurangnya pangan, maka di perlukan inovasi baru dalam bidang pertanian agar pangan tidak habis. Penerapan inovasi SRI mengutamakan potensi lokal dan disebut pertanian ramah lingkungan, akan sangat mendukung terhadap pemulihan kesuburan tanah dan kesehatan penggunaan produknya. Pertanian organik pada prinsipnya menitikberatkan prinsip daur ulang hara 2 Diakses tanggal 1 Desember

18 melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomasa kedalam tanah, dan konservasi air mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Pertama kali petani menerapkan SRI di lahan pertanian konvensional adalah penggunaan biaya lebih besar dari manfaat yang digunakan untuk beberapa musim panen karena kondisi tekstur tanah relatif tidak stabil. Ini merupakan salah satu kendala dalam pendapatan usahatani padi. Namun setelah beberapa musim panen terlewati akan memperoleh benefit yang lebih besar dari pada investasi biaya yang dikeluarkan sebelumnya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI dan Konvensional? 2. Bagaimana tingkat pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan menggunakan SRI dan konvensional? 3. Adakah pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum sasaran penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan Konvensional. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI dan Konvensional. 2. Menganalisis pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional 3. Mengidentifikasi pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan. 4

19 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi para pelaku dunia usaha, terutama yang berkecimpung dalam bisnis padi, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan dan juga dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk meningkatkan produksi padi. 2. Bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah Kabupaten Cianjur dan pemerintahan Provinsi Jawa Barat serta pemerintah Indonesia, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan bagan pertimbangan dalam menyusun kebijakan. 3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat menjadi wadah aplikasi ilmu-ilmu yang selama ini dipelajari di bangku kuliah dalam kasus nyata Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional di daerah Kabupaten Cianjur. Lokasi yang ditunjuk sebagai tempat penelitian terbatas hanya di daerah yang penulis teliti. Adapun keterbatasan dari penelitian ini yaitu nilai air tidak dihitung dilokasi penelitian karena air bukan barang yang langka. Petani penggarap di lokasi penelitian adalah petani yang menggarap lahan sawah orang lain namun tidak membayar upah sewa atas lahan yang digarapnya selain itu terdapat petani penyakap dan petani maro. Petani pemilik di lokasi penelitian adalah petani yang memiliki lahan sawah dan bertani disawahnya sendiri. 5

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan. Salah satu teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan adalah Pertanian Organik. Pertanian Organik merupakan suatu teknologi budidaya tanaman yang pada penerapannya disesuaikan dengan keadaan lingkungan, agar tidak terjadi perubahan ekosistem secara drastis sehingga tidak menggangu dan memutuskan mata rantai makhluk hidup 3. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia 4. Dapat disimpulkan bahwa Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan Tujuan dan Kegunaan Budidaya Organik Sutanto (2002) membagi tujuan budidaya organik dalam tujuan jangka panjang dan pendek. Adapun tujuan dari pertanian organik dalam jangka panjang adalah: 3 diakses tanggal 12 Desember Diakses tanggal 12 Desember 2010.

21 1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati dan fungsi keragaman hayati serta keragaman di dalam bidang pertanian. 2. Membatasi pencemaran lingkungan akibat residu pestisida dan pupuk serta bahan kimia yang berharga, mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan. 3. Mengurangi ketergantungan petani terhadap input kimia yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan. 4. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia lainnya. 5. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki secara turun menurun. 6. Meningkatkan peluang pasar organik, baik domestik maupun global dengan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha bidang pertanian. Adapun tujuan jangka pendek dari pertanian organik: 1. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu kimia untuk ikut menyehatkan mayarakat. 2. Mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga mampu berproduksi secara berkelanjutan. 3. Mempertahankan dan meningkatkan minat petani pada pertanian organik serta mengembangkan agribisnis dengan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha pertanian. Budidaya organik memiliki kegunaan yang pada dasarnya adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan adanya dampak negatif yang 7

22 disebabkan oleh penggunaan bahan kimiawi. Pupuk organik merupakan keluaran dari setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang dapat dikatakan telah tersedia dengan sendirinya Konsep Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan Konsep pertanian ekologis secara umum dapat dikatakan sebagai kegiatan usaha pertanian yang tidak memberikan pengaruh negatif serta tidak merusak lingkungan. Lingkungan disini dapat dibagi dua yaitu lingkungan secara mikro dan makro, lingkungan mikro adalah mencakup wilayah di dalam areal usahatani termasuk didalamnya keseimbangan ekobiologis, kelestarian keanekaragaman biota dipermukaan dan mikro organisme yang terdapat di dalam lapisan tanah, tidak terakumulasinya limbah serta residu beracun terjadinya serangan hama dan patogen penyakit dengan parasit, predator, kompetitor dalam keadaan seimbang (Sumarno, et al. 2008). Maka pertanian dengan ciri ekologis dan ramah lingkungan merupakan usaha pertanian yang terintegrasi dengan pengelolaan lingkungan produksi dan menerapkan teknologi maju adatif yang ramah lingkungan sehingga mengoptimalkan produktivitas tanpa harus menurunkan kualitas lingkungan. Lingkungan di dalam pertanian ekologis didalamnya termasuk tenaga kerja sebagai pelaku usaha, produksi hasil panen, ternak dan satwa komponen habitat. Sedangkan pertanian berkelanjutan merupakan sistem produksi pertanian yang secara terus menerus mampu mencukupi kebutuhan akan pangan serta pakan dengan syarat tidak merusak sumberdaya alam pertanian bagi generasi yang akan datang. Menurut Sumarno, et al. (2008), terdapat empat kepentingan pokok yang 8

23 perlu dipenuhi dalam pertanian berkelanjutan adalah: (1) tercukupinya kebutuhan pangan dan pakan untuk saat ini dan saat yang akan datang, (2) kelayakan ekonomi usaha pertanian saat ini dan masa mendatang, (3) kelestarian serta mutu lingkungan dan sumberdaya alam serta (4) kelestarian akan keanekaragaman hayati. Konsep pertanian ekologis dan berkelanjutan merupakan harapan yang harus dapat direalisasikan agar dapat memperbaiki keseimbangan antara usaha peningkatan produksi dengan lingkungan produksi Sistem of Rice Intensification Sebagai Adaptasi Perubahan Iklim Daya adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kemampuan suatu sistem untuk menyesuaikan diri dari perubahan iklim (termasuk di dalamnya variabilitas iklim dan variabilitas ekstrim) dengan cara mengurangi kerusakan yang ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan dengan segala akibatnya. Adaptasi terhadap perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan maupun terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim. Dengan demikian adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan strategi yang diperlukan pada semua skala untuk meringankan usaha mitigasi dampak. Adaptasi terhadap perubahan iklim sangat potensial untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan meningkatkan dampak manfaat, sehingga tidak ada korban. Pengalaman menunjukan bahwa banyak strategi adaptasi dapat memberikan manfaat baik dalam penyelesaian jangka pendek dan maupun jangka panjang, namun masih ada keterbatasan dalam implementasi dan keefektifannya. Dampak merugikan adalah melanda sektor pertanian akibat pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Pada umumnya semua bentuk sistem 9

24 pertanian sangat sensitif terhadap variasi iklim. Terjadinya keterlambatan musim tanam atau panen akan memberikan dampak besar baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap ketahanan pangan. Meningkatnya temperatur akan berdampak terhadap percepatan penguapan air, baik dari tanah maupun tanaman, sehingga tanaman akan rentan terhadap kekurangan air yang pada akhirnya dapat menurunkan produksi. Tidak sebatas itu, dengan naiknya temperatur akan memberikan keadaan yang kondusif bagi perkembangbiakan beberapa jenis serangga hama yang akan sangat berpotensi menurunkan tingkat produktivitas bahkan mampu menggagalkan panen. Perubahan pola curah hujan akan berdampak pada tingginya intensitas hujan dalam periode yang pendek dan akan menimbulkan banjir yang kemudian menyebabkan produksi pertanian menurun, khususnya padi karena sawah terendam air. Tingginya curah hujan juga mengakibatkan hilangnya lahan karena erosi dan longsor. Sementara itu di beberapa tempat pola curah hujan terjadi dengan intensitas rendah dalam periode kemarau yang panjang, sehingga terjadi kekeringan dimana-mana yang akhirnya berakibat terhadap rendahnya produktivitas pertanian. Oleh karena itu penerapan metode SRI dibutuhkan sebagai cara adaptasi dibidang pertanian akibat perubahan musim dan perubahan pola curah hujan. Hal ini disebabkan budidaya padi SRI dapat menghemat air dibandingkan dengan budidaya konvensional. 10

25 2.5. Pengertian Budidaya Padi SRI Sistem of Rice Intensification (SRI) pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1980 oleh Frenc Priest dan Fr. Henri de Laulani, J di Madagaskar. SRI mulai dikenal oleh beberapa negara di dunia termasuk di Indonesia pada tahun 1997 yang diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Norman Uphoff (Direktur dari Cornell Internasional Institute for Food, Agricultureal and Development) dan pada tahun 1999 dilakukan percobaan SRI untuk pertama kalinya di luar Madagaskar (Uphoff, et al, 2002). Pada dasarnya teknologi SRI memperlakukan tanaman padi tidak seperti tanaman air yang membutuhkan air yang cukup banyak, karena jika penggenangan air yang cukup banyak maka akan berdampak tidak baik yaitu akan hancurnya bahkan matinya jaringan komples (cortex, xylem dan phloem) pada akar tanaman padi, hal ini akan berpengaruh kepada aktivitas akar dalam mengambil nutrisi di dalam tanah lebih sedikit, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhambat dan mengakibatkan kemampuan kapasitas produksi akan lebih rendah. Akibat yang ditimbulkan dari penggenangan air tersebut maka budidaya padi SRI dapat diartikan sebagai upaya budidaya tanaman padi yang memperhatikan semua komponen yang ada di ekosistem baik itu tanah, tanaman, mikro organisme, makro organisme, udara, sinar matahari dan air sehingga memberikan produktivitas yang tinggi serta menghindari berbagai pengaruh negatif bagi kehidupan komponen tersebut dan memperkuat dukungan untuk terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi secara alami. 11

26 2.6. Manfaat SRI Dibandingkan dengan budidaya konvensional, secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut 5 : 1. Hemat air (tidak digenang), kebutuhan air hanya persen dari kebutuhan air untuk cara konvensional. 2. Memulihkan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah. 3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka. 4. Membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani. 5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia. 6. Mewariskan tanah yang subur untuk generasi mendatang. Selain itu, agroekologi dapat menambah keuntungan bagi tanaman dan melindungi tanaman dari hama Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian Iwan Setiiaji, et al. (2008) dalam penelitiannya yang berjudul gagasan dan implementasi System of Rice Intensification (SRI) dalam kegiatan budidaya padi ekologis di Ciamis dan Garut, yaitu budidaya padi model SRI di lokasi kajian mampu meningkatkan hasil 5 Mutakin, Jenal. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System Rice of Intensification). SRI.pdf. Diakses 5 Oktober

27 dibandingkan budidaya konvensional. Peningkatan hasil padi berkisar antara 5-18 persen atau sekitar 0,25-1,0 ton/ha. Pendapatan kotor petani responden dengan menggunakan model SRI meningkat berkisar antara Rp ,00 (di Ciamis) hingga Rp ,00 (di Garut) per ha. Peningkatan pendapatan ini umumnya disebabkan oleh efisiensi penggunaan input seperti bibit, tenaga kerja tanam dan persemaian. Namun demikian secara umum budidaya padi model SRI memerlukan tenaga kerja lebih banyak terutama dalam kegiatan pengendalian gulma dan hama serta pengairan. Secara ekonomi, efisiensi produksi dari usahatani model SRI yang di ukur dengan R/C ratio menunjukan bahwa budidaya model SRI lebih rendah dibanding model konvensional. R/C ratio model SRI di Garut dan di Ciamis masing-masing sebesar 2,16 dan 1,21 sedangakan untuk model konvensional sebesar 2,25 dan 1,72. Namun secara finansial efisiensi usahatani padi model SRI lebih tinggi dari pada model konvensional, seperti ditunjukan R/C ratio sebesar 3,99 dan 2,73 masing-masing untuk Garut dan Ciamis. Perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan input dalam perhitungan pendapatan yang tidak begitu sama, selain itu penelitian yang dilakukan penulis saat ini memperhitungkan produksi dengan menggunakan analisis1cobb-douglas. 13

28 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan tanah secara sempurna. Pertama sawah dibajak. Pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau sapi. Dapat juga melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama dua hingga tiga hari. Selanjutnya dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua atau ketiga kalinya tiga sampai lima hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam. Penggunaan air sawah sangat banyak, lebih dari satu per tiga kebutuhan air pada saat proses pelumpuran. Namun, ketersediaan air semakin terbatas. Tenaga kerja yang digunakan untuk mengolah tanah sawah cukup banyak. Untuk keperluan pengolahan tanah, tenaga kerja yang diperlukan dapat mencapai tiga puluh persen dari kebutuhan tenaga kerja tanam secara total. Dari tahun ke tahun biaya tenaga kerja juga meningkat. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi sehingga dapat mengurangi pemasukan bagi petani. Selain itu waktu yang dihabiskan untuk mengolah tanah cukup panjang, yakni sekitar satu per tiga musim tanam. Pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan petani menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan.

29 Sistem Budidaya Padi SRI (System of Rice Intensification) Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003), pada dasarnya tujuan sistem budidaya padi konvensional tidak berbeda dengan sistem budidaya padi SRI, yaitu mengendalikan gulma dan menyiapkan lahan agar menjadi media tumbuh yang baik bagi tanaman. Perbedaannya terletak pada efisiensi penggunaan sumber daya dalam persiapan lahannya. Sistem SRI lebih efisien dalam menggunakan air, lahan, dan lebih berwawasan lingkungan dari pada sistem budidaya padi konvensional. Air dapat dihemat lebih dari tiga puluh persen. Herbisida yang digunakan dalam penerapan ini harus berwawasan lingkungan, yaitu herbisida yang tidak meninggalkan residu dalam tanah dan tanaman serta tidak mencemari air. Herbisida akan bekerja mematikan gulma yang tumbuh serta batang padi pada sisa pertanaman sebelumnya singgang. Setelah mati, gulma dan singgang tersebut dapat bermanfaat sebagai mulsa. Mulsa 6 ini tidak dibuang melainkan dimanfaatkan untuk pertanaman padi. Mulsa yang berada di areal pertanaman bermanfaat untuk mencegah kerusakan tanah akibat benturan air hujan, mengurangi penguapan, meningkatkan bahan organik upaya mencapai kesuburan tanah, serta membantu menekan pertumbuhan gulma 7 yang tumbuh kemudian Pengertian Usahatani Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani sebagai suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota 6 Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. 7 Gulma merupakan tumbuhan yang berasal dari spesies liar yang telah lama menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, atau spesies baru yang telah berkembang sejak timbulnya pertanian. 15

30 keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan dan manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Dalam hal ini istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba. Menurut Soekartawi (2002), ilmu usahatani biasa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sabaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output). Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input dengan efektif, efesien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat Fungsi Produksi dan Elastisitas Menurut Lipsey (1995) untuk memproduksi barang dan jasa menggunakan sumberdaya yang disebut faktor produksi. Faktor produksi seperti bibit, pupuk, tenaga kerja dalam keluaarga, Pendidikan petani, pengalaman bertani sangat mempengaruhi terhadap besar kecilnya output yang diperoleh dari kegiatan produksi. Keputusan kombinasi penggunaan sumberdaya untuk mencapai target produksi ditentukan oleh kebijaksanaan produsen. Untuk menjelaskan kombinasi-kombinasi input yang diperlukan untuk menghasilkan output, para ekonom menggunakan sebuah fungsi yang disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah hubungasn fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output 16

31 dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Umumnya untuk menghasilkan output diperlukan lebih dari satu input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut Soekartawi (1990): Y = f (X 1, X 2, X 3,..., Xi,..., X n ) Dimana: Y X 1, X 2, X 3,..., X n = output = input-input yang digunakan dalam proses produksi Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering dipakai (Soekartawi, 1990) yaitu: A. Fungsi Produksi Linier Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah variabel X yang dipakai dalam model. Fungsi produksi linear sederhana adalah bila hanya satu variabel X yang dipakai dalam model. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Y = a + bx Dimana, a adalah intersep (perpotongan) dan b adalah slope. Didalam praktek, penggunaan garis linear sederhana ini banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya mudah dilakukan dan hasilnya lebih mudah dimengerti secara cepat. Sedangkan kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai di dalam model sehingga dengan tidak memasukan variabel X yang lain, maka 17

32 peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukan dalam model tersebut. Mengatasi hal itu, maka menggunkan garis linear berganda atau garis regresi berganda sederhana (multiple regression). Berbeda dengan garis regresi linear sederhana (simple regression), maka jumlah variabel X yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Secara matematis hal ini dapat ditulis sebagai berikut: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X b i X i b n X n Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis penduga yang baik. B. Fungsi Produksi Kuadratik Dalam proses produksi pertanian berlaku hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai berikut: Y = a + bx cx 2 Nilai parameter c yang negatif menunjukan kaidah kenaikan hasil yang berkurang. C. Fungsi Eksponensial Fungsi produksi eksponensial ini dapat berbeda satu sama lain tergantung pada ciri data yang ada, tetapi umumnya fungsi produksi eksponensial ini dapat dituliskan sebagai berikut: Y = ax b (Fungsi Cobb-Douglas) Dalam fungsi produksi eksponensial ini ada bilangan berpangkat, maka penyelesaiannya diperlukan bantuan logaritma. Maka penyelesaian persamaan tersebut adalah: Ln Y = Ln a + b Ln X 18

33 Menurut Doll and Orazem (1984) hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang (The law of Diminishing Return atau Diminishing Productivity). Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap maka tambahan jumlah produksi/satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Y(output) Titik Maksimum Titik Singgung Produksi Total (PT) Titik Balik Daerah II Rasional 0<Ep<1 Daerah I Irrasional Ep>1 Daerah III Irrasional Ep<0 Produksi Rata-Rata (PR) Produk Marginal (PM) X(input) Sumber: Doll and Orazem (1984) Gambar 1. Hubungan antara Produk Total, Produk rata-rata dan Produk marginal Gambar tersebut menggambarkan hubungan antara Produksi Total, Produksi ratarata dan Produksi Marginal yang terdiri dari 3 daerah yang mempunyai elastisitas tertentu. Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor-faktor produksi satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum dicapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan 19

34 pemakaian faktor produksi yang lebih banyak oleh karena itu daerah satu disebut daerah irrasional. Produksi rata-rata dan produksi total semakain meningkat dan pada daerah ini produksi marginal mencapai maksimum (Soekartawi, 1990). Daerah produksi II mempunyai nilai elastisitas produksi bernilai antara nol sampai satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini akan tercapai keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah yang rasional karena produsen harus menetapkan tingkat produksi yang dapat mencapai maksimum. Pada daerah II produksi marginal dan produksi rata-rata semakin menurun tetapi produksi total semakin meningkat sampai mencapai nilai maksimum (Soekartawi,1990). Daerah III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktorfaktor produksi yang tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional. Pada daerah III produksi total, produksi marginal dan produksi rata-rata mengalami penurunan. Jika lama kelamaan faktor produksi terus ditambah maka produksi marginal bisa menjadi negatif (soekartawi, 1990). Menurut Soekartawi (1990) elastisitas produksi adalah (E p ) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubaan input. E p ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut. E p = /, atau Ep = Epx 1 = * 20

35 Epx 1 = b 1 ax 1 b1-1 x 2 b2 x 3 b3 x 4 b4 x 5 b5 x 6 b6 e u ( ) Epx 1 =b 1 ( ) Epx 1 =b 1 Karena adalah PM, maka besarnya E p tergantung dari besar kecilnya PM dari suatu input, misalnya input X Analisa Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen dalam mengelola sawahnya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan dengan uang. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan yang sebenarnya dengan memperhitungkan input yang dikeluarkan namun dapat diproduksi sendiri. Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost); dan (b) biaya tidak tetap (variable cost). Penerimaan usahatani adalah perkalian produksi dengan harga jual. Penerimaan juga biasa disebut pendapatan kotor usahatani yang terbagi menjadi pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor diperhitungkan. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani padi. Pendapatan kotor diperhitungkan merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen padi yang dikonsumsi dan bibit. 21

36 Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Analisa pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisa pendapatan yaitu: (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Soekartawi (1995) mengungkapkan bahwa pada analisis usahatani, data tentang penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisa pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Apabila nilai R/C>1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut atau dengan kata lain usahatani untung. Sedangkan nilai R/C<1 menunjukan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh atau dengan kata lain usahatani rugi. Jika R/C=1 berarti penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan atau dapat dikatakan usahatani impas (tidak untung atau tidak rugi). Selain itu, menurut Sajogyo dalam harian tempo interaktif, indikator kemiskinan dapat dilihat dari tingkat konsumsi beras per tahun, tingkat akan kecukupan gizi, dan tingkat kesejahteraan Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian diawali dengan kondisi produktivitas padi di Kabupaten Cianjur Jawa Barat terutama pada penerapan yang digunakan dalam usahatani seperti penerapan metode SRI dan penerapan metode Konvensional. Permasalahan yang 22

37 dihadapi adalah membedakan penerapan metode yang lebih baik dalam menghasilkan padi yang berkualitas, lahan pertanian tetap subur, penghematan dalam pengairan sawah dan meningkatkan pendapatan usahatani padi. Kerangka pemikiran terkait dengan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Gambar 2 tersebut menjelaskan kerangka berpikir dari latar belakang hingga tujuan penelitian. Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur Mengatasi Kelangkaan Air Identifikasi Kondisi dan masalah yang terjadi Penerapan Konvensional Penerapan SRI Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI dan Konvensional Menganalisis pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan Penerapan SRI dan Konvensional Identifikasi pengaruh penerapan metode SRI terhadap Lingkungan Rekomendasi Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional 23

38 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan mengambil studi kasus di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa: (1) Lapangan kerja utama Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 52 persen. (2) Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur (Pemkab Cianjur 2009). (3) Terdapat kelompok usahatani padi yang telah mengembangkan penerapan metode SRI dan metode Konvensional. Waktu pengambilan data lapang dilaksanakan dari bulan Februari hingga April Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah cross section. Data yang dikumpulkan dan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan observasi langsung. Data primer yang dikumpulkan adalah data rumah tangga petani (demografi), profil usahatani (data input dan output), data aset pertanian seperti lahan, alat pertanian, alokasi tenaga kerja, harga input output, dan upah tenaga kerja. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang terstruktur. Data sekunder adalah data yang telah terdokumentasi, data ini diambil dari text book, hasil

39 penelitian, dan lain-lain. Data sekunder merupakan data penunjang data primer yang berfungsi untuk memberikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada petani berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan. Penentuan responden SRI dilakukan secara snowball yaitu penentuan responden dari responden sebelumnya, yang terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Cianjur dan Kecamatan Ciranjang pemilihan ketiga kecamatan tersebut dikarenakan petani SRI lebih banyak dari pada kecamatan lainnya. Sedangkan penetuan responden konvensional dilakukan secara purposive lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 1. Rincian Responden Usahatani Metode SRI dan Konvensional Periode Tahun 2010/2011 Metode Responden Kecamatan Karang Tengah Kecamatan Cianjur Kecamatan Ciranjang SRI 6 Responden 12 Responden 12 Responden Konvensional 6 Responden 12 Responden 12 Responden Sumber: Data Primer, 2011 Keseluruhan sampel sebanyak 60 responden yang terdiri dari 30 responden SRI dan 30 responden konvensional. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Balai Penyuluh Pertanian Kabupaten Cianjur. Data sekunder mengenai pengetahuan umum tentang pertanian diperoleh dari berbagai literatur yang terdapat di perpustakaan, buku, jurnal dan browsing melalui internet. 25

40 4.4. Metode Analisis Data Data data yang telah diperoleh dari lapangan diklasifikasikan melalui analisis tabulasi. Bentuk tabulasi mudah dibaca dan dipahami dikarenakan data primer hasil wawancara baik kualitatif maupun kuantitatif ditransformasikan/diubah dalam bentuk tabel. Data mengenai biaya, penerimaan, dan lain-lain digunakan sebagai perhitungan dalam analisis pendapatan petani. Perhitungan analisis usahatani dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007, Minitab Release 14.1, SPSS 17, dan Eview 6. Tabel 2 berikut ditampilkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian. Tabel 2. Matrik Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani SRI dan Konvensional. Data primer Metode Cobb Douglas 2. Menganalisis pendapatan usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional Data primer melalui wawancara (menggunakan kuesioner) Analisis Pendapatan Usahatani 3. Mengidentifikasi pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan Data primer dan data sekunder Analisis Deskriptif Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani SRI dan Konvensional Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang 26

41 melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel dependen yaitu variabel yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan (X). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI dan Konvensional menggunakan kaidah-kaidah dalam regresi yang berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan: Y = ax b1 1 X b2 2 X b3 3 X b4 4 X b5 5 X b6 6 e u Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan diatas, adalah: Ln Y = Ln a+ b 1 LnX 1 + b 2 LnX 2 + b 3 LnX 3 + b 4 LnX 4 + b 5 LnX 5 + b 6 LnX 6 + u Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka: Y = f(x 1,X 2,...X n ) Y = produksi usahatani padi X 1 = benih (kg) X 2 = pupuk (kg) X 3 = tenaga kerja dalam keluarga (Rp) X 4 = tingkat pendidikan (tahun) X 5 = pengalaman bertani (tahun) X 6 = luas lahan (ha) a,b = besaran yang akan diduga U = kesalahan (disturbance term) dan e = logaritma natural, e = 2,

42 usahatani yaitu: Pentingnya penggunaan fungsi Cobb Douglas dalam pendugaan produksi a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain, seperti fungsi kuadratik. b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukan besaran elastisitas. c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukan tingkat besaran Return to Scale. Menurut Soekartawi (2002) fungsi Cobb Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu: a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. c. Tiap variabel adalah perfect competition d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan u. Selain itu, fungsi Cobb Douglas pun memiliki kelemahan yaitu elastisitas berada dalam linier aditive yang memiliki arti bahwa tidak mempengaruhi interaksi dalam variabel Mengidentifikasi Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani dengan Metode SRI dan Konvensional Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa pada analisis usahatani, maka data tentang penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus 28

43 tunai. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana, TR = Total Penerimaan Usahatani (Rp) Q = Produksi (Kg) P = Harga jual produk per unit (Rp/Kg) Rumus Biaya Tetap (Fixed Cost) juga dapat dipakai untuk menghitung Biaya Variabel (Variabel Cost). Karena total biaya (Total Cost) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), dapat digunakan rumus: Pendapatan Usahatani: Dimana, = Pendapatan Usahatani (Rp) TR = Total Penerimaan Usahatani (Rp) TC = Total Biaya Usahatani (Rp) Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani padi ini menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan peralatan pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan dangan lamanya modal dipakai. Metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut: 29

44 Dimana, Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Perkiraan nilai sisa (Rp) N = Umur ekonomi alat (tahun) Menurut Sajogyo, salah satu penentuan garis kemiskinan diukur dari nilai tukar beras. Berdasarkan nilai tukar beras dibedakan garis kemiskinan pedesaan dan perkotaan. Di desa ditentukan nilai 180, 240, dan 320 kilogram serta di kota ditentukan nilai 270, 360, dan 480 kilogram setara beras per orang per tahun. Ukuran batas garis kemiskinan Sajogyo dapat dilihat antara lain, Pendapatan Usahatani (Rp/bulan) > Batas Garis Kemiskinan Maka, usahatani tersebut tidak dikatakan miskin yang berdampak pada tercukupinya pangan per rumah tangga petani dan kesejahteraan petani tercapai. Pendapatan Usahatani (Rp/bulan) < Batas Garis Kemiskinan Maka, usahatani tersebut dikatakan miskin yang berdampak kurang tercukupinya pangan per rumah tangga petani dan kesejahteraan petani belum tercapai. Penentuan batas garis kemiskinan dapat ditentukan dengan mengkonversikan nilai garis kemiskinan di desa ataupun kota dalam satuan bulan per kilogram, lalu kali dengan harga beras saat ini. Cara mengubahnya dalam satuan rumah tangga petani dikalikan dengan rata-rata jumlah tanggungan jiwa keluarga Mengidentifikasi Pengaruh Penerapan Metode SRI terhadap Lingkungan Budidaya padi menggunakan metode penerapan SRI dapat menghemat air lebih dari 30 persen karena dilihat dari sistem cara pengolahan lahan dengan menggunakan kompos menjadi dasar suatu kebutuhan yang harus diberikan pada 30

45 lahan untuk meningkatkan konservasi air dan memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Penerapan penggunaan MOL dengan cara teknis masing-masing sesuai dengan bahan yang ada dan merupakan suatu kebutuhan petani pelaku SRI setempat. Dan sistem pengendalian hama terpadu dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati yang tersedia di daerah masing-masing, hal ini dapat menimbulkan interaksi lingkungan yang baik atau terjadinya perputaran siklus kehidupan Pengujian Asumsi-Asumsi Regresi A. Pengujian Asumsi Regresi Cobb Douglas Metode pendugaan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Cobb Douglas, sehingga agar model yang digunakan sesuai dengan asumsi, maka dilakukan pengujian-pengujian Gujarati (1978). Pengujian asumsi tersebut sebagai berikut : 1. Peubah X i merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah ditentukan bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas X i. 2. Normalitas Regresi linear normal klasik mengasumsikan bahwa tiap e i didistribusikan secara normal dengan ( ) ( ) [ ( )][ ( )] ( ) 31

46 ( ) [ ( )] ( ) Asumsi ini secara ringkas bisa dinyatakan sebagai e i ~ N(0, σ 2 ) Artinya komponen sisaan e i mempunyai nilai harapan sama dengan nol, tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan e i, dan komponen sisa menyebar normal. Dengan probabilitas normal masingmasing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan pada distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik (data) terkumpul di sekitar garis. 3. Multikolinearitas Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Situasi multikolinearitas sempurna adalah penyakit yang ekstrim. Biasanya tidak terdapat hubungan yang pasti atau eksak di antara variabel X. Adanya kolinearitas seringkali diduga ketika R 2 tinggi dan korelasi derajat nol juga tinggi, tetapi tak satu pun atau sangat sedikit koefisien regresi parsial yang secara individual penting/signifikan secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional. Multikolinearitas diidentifikasi dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor) pada masing-masing variabel. Jika nilai VIF > 10, maka terdapat masalah multikolinearitas dalam model. 32

47 4. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan (e i ) sama atau homogen, yang menunjukkan bahwa untuk masingmasing nilai peubah X, sebaran atau ragam disekitar garis regresi adalah sama atau konstan. Jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka ada masalah heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dengan metode grafik dari plot antara sisaan dengan nilai dugaan telah menunjukkan bahwa titik-titik telah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola. Selain itu, Heteroskedastisitas dapat diidentifikasi pula dengan melakukan pengujian White, melalui sebaran Scale explained SS yang diregresi dengan variabel yang diuji, dimana jika nilai P > alpha maka asumsi Homoskdastisitas terpenuhi. White menyarankan bahwa jika heteroskdastisitas ragam sisaan berkolerasi dengan satu peubah seperti X dan X 2 untuk kemungkinan nonlinearitas. 5. Autokorelasi Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada autokoelasi atau korelasi serial antara sisaan (e i ). Dengan pengertian lain, sisaan menyebar bebas untuk i j, dan dikenal juga sebagai bebas serial (serial independence). Jika antar sisaan tidak bebas untuk i j, maka terdapat masalah korelasi. Istilah korelasi dapat juga didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkain observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat menggunakan metode grafik atau uji Durbin-Watson (DW). Akan tetapi 33

48 masalah autokorelasi ini pada umumnya terjadi pada data time series, sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan karena data yang digunakan merupakan data cross section. B. Koefisien Determinasi Terkoreksi (adjusted-r 2 ) Koefisien determinasi terkoreksi mempunyai karateristik yang diinginkan sebagai ukuran goodness of fit dari pada koefisien determinasi. Jika peubah baru ditambahkan, R 2 selalu naik, tetapi adjusted-r 2 tidak tergantung pada jumlah peubah. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Jika nilai koefisien determinasi semakin mendekati satu berarti semakin besar keragaman hasil pendapatan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. C. Pengujian Parameter Secara Keseluruhan (Uji-F) Menurut Bambang Juanda (2009) pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mempunyai pengaruh secara nyata terhadap variabel yang akan dijelaskan atau tidak. Pengujian hipotesa secara statistik menggunakan uji-f, yaitu : F hit = ( ) ( ) Dimana, JKT JKG n k = Jumlah kuadrat tengah regresi = Jumlah kuadrat tengah galat/sisa regresi = Jumlah pengamatan = Jumlah variabel bebas Jika, H 0 : data dari sampel yang sama 34

49 H 1 : data dari sampel yang berbeda dengan menggunakan kriteria keputusan sebagai berikut : F hit > F tabel (k-1 ; n-k) maka tolak H 0 F hit < F tabel (k-1 ; n-k) maka terima H 0 Hal ini berarti, jika H 0 ditolak maka model dugaan dapat digunakan untuk diramalkan hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel penjelas pada tingkat signifikan atau tingkat kepercayaan tertentu (α %). D. Pengujian Parameter Secara Parsial/Individu (Uji-t) Menurut Bambang Juanda (2009) pengujian uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel tak bebas. Pengujian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : t hit = Dimana, b i Sb i d = nilai koefisien regresi dugaan = simpangan baku koefisien dugaan = batasan yang diharapkan Adapun kriteria penarikan kesimpulan pada pengujian hipotesis tersebut adalah : t hit > t tabel (α ; n-k) atau p-value (output komputer) < α maka tolak H 0 t hit < t tabel (α ; n-k) atau p-value (output komputer) > α maka terima H 0 Jika H 0 ditolak, artinya adalah variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, jika H 0 diterima, maka variabel yang digunakan tidak berpengaruh secara nyata. 35

50 4.6. Definisi Operasional Variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani padi yang diusahakan usahatani dengan perbedaan metode budidaya. Sehingga untuk menghindari ketidaksamaan pandangan dalam pengertian, maka terdapat beberapa hal yang perlu diberi batasan sesuai dengan tujuan yang diinginkan dari penelitian. Batasan-batasan tersebut meliputi : 1) Luas lahan garapan adalah luas areal usahatani padi dalam satuan hektar (ha) (merupakan lahan yang digunakan untuk menanam padi saja). 2) Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan usahatani untuk membeli pupuk, benih, upah tenaga kerja luar keluarga dan lain-lain. 3) Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik sendiri dan pembayaran upah tenaga kerja berdasarkan tingkat upah yang berlaku. 4) Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. 5) Harga jual padi adalah harga padi dalam bentuk GKP ditingkat petani dalam satu musim panen dengan satuan rupiah per kilogram. Harga jual yang digunakan adalah sama baik dari hasil padi metode SRI dan metode konvensional. 6) Penerimaan usahatani padi adalah nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual padi dalam bentuk GKP ditingkat petani. Satuan yang dipakai adalah rupiah. 36

51 7) Pendapatan usahatani padi merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani. Oleh karena terdapat dua macam biaya, maka perhitungan pendapatan dilakukan atas biaya tunai dan biaya total. 8) Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi padi baik untuk persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan, pemanenan. Tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Satuan kerja yang digunakan baik tenaga kerja pria, maupun tenaga kerja wanita adalah Hari Orang Kerja (HOK). 9) Tingkat pendidikan petani adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh petani (kelas pendidikan formal). 10) Pengalaman usahatani padi adalah lama petani melakukan usahatani padi (tahun). 11) Tingkat produktivitas padi adalah produksi padi yang dihasilkan per luasan lahan-(kg/ha). 37

52 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI 5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 berjumlah jiwa yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Dari hasil sensus penduduk 2010 masih tampak bahwa penyebaran penduduk kabupaten Cianjur masih bertumpu di Cianjur wilayah utara yakni sebesar 60,68 persen, sedangkan wilayah tengah dan selatan hanya 39,32 persen. Dengan luas wilayah kabupaten Cianjur sekitar 3.501,48 kilometer persegi yang dialami oleh orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk kabupaten Cianjur adalah sebanyak 127 jiwa perkilo meter persegi. 8 Penduduk yang merupakan angkatan kerja sebanyak jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari yang bekerja sebanyak jiwa dan pengangguran sebanyak jiwa. Sektor pertanian menjadi penyerap tenaga kerja terbesar dengan kontribusi sebesar 48,12 persen diikuti dengan sektor perdagangan dengan kontribusi sebesar 23,73 persen. Persentase penyerapan tenaga kerja tahun 2008 di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Cianjur Tahun 2008 Angkatan Kerja Jumlah Persentase (%) Pengangguran Bekerja - Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan - Industri - Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel - Jasa Kemasyarakatan - Lainnya ,12 6,51 23,73 8,57 13,07 Jumlah ,00 Sumber: BPS Kabupaten Cianjur, Diakses tanggal 3 Maret

53 Volume air permukaan di Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 sebesar m 3 menurut PSDAP (2011). Penggunaan air permukaan dibutuhkan dalam menanam padi sedangkan penyuplaian dengan sistem air permukaan membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar untuk mengumpulkan air sepanjang tahun dan melepaskannya pada suatu waktu tertentu. Keadaan curah hujan di suatu daerah sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air dan kondisi lahan pertanian. Peningkatan curah hujan menyebabkan peningkatan jumlah curah hujan itu sendiri, sebaliknya penurunan curah hujan akan menyebabkan penurunan jumlah curah hujan. Hal ini tentu saja akan memperpanjang atau memperpendek musim hujan (Handoko et al. 2008). Curah hujan yang tidak stabil telah menyebabkan meningkatnya serangan hama dan penyakit terhadap tanaman padi. Data curah hujan Kabupaten Cianjur tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Curah Hujan Kabupaten Cianjur Tahun Tahun Luas Kabupaten (Km 2 ) Curah Hujan (mm per tahun) Rata-Rata (mm/km 2 ) , ,0 0, , ,0 0, , ,1 0,93 Sumber: Integrated Microhydro Development and Application Program, 2009 Kabupaten Cianjur memiliki rata-rata luas tanam yang lebih tinggi dari pada luas panennya selama empat tahun. Rata-rata produktivitas yang diperoleh sebesar 53,51 persen dengan rata-rata produksi kg. Perkembangan intensifikasi pertanian tanaman pangan Kabupaten Cianjur sangat baik sehingga perlu upaya yang dicapai dalam meningkatkan peran aktif masyarakat tani yaitu dengan melalui suatu ikatan atau kelompok kelembagaan profesi (Gabungan 39

54 Petani Organik) agar keberadaan kelembagaan petani seperti P3A Mitra Cai, Kelompok Tani, Gapoktan dapat mengembangkan dinamika kelompoknya. Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Cianjur Periode Tahun Tahun Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produksi (kg) Produktivitas (kg/ha) , , , ,59 Rata-rata ,51 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2011 Organisasi Gabungan Petani Organik terbentuk pada tanggal 27 Juli 2008 yang merupakan wadah untuk menghimpun para petani organik yang terdapat di wilayah Kabupaten Cianjur. Anggotanya terdiri dari perwakilan para petani yang telah mengikuti pelatihan SRI. Adapun visi dan misi terbentuknya GPO yaitu memiliki visi sebagai organisasi yang menjadi wadah untuk meningkatkan kesejahteraan para petani dan melestarikan lahan serta lingkungan. Misi GPO yaitu untuk menghimpun potensi berbagai pihak yang terkait dengan pertanian organik, membina kerjasama yang saling menguntungkan diantara pihak yang terkait dengan petani organik dan membantu pemerintah dalam menyelamatkan lahan dan mensukseskan lingkungan pembangunan pertanian dalam rangka mensejahterakan tani melalui pertanian organik (Program Go Organik Cianjur). Susunan Oganisasi yaitu sebagai berikut 40

55 Pelindung Bupati Kabupaten Cianjur Penasehat HKTI Kabupaten Cianjur Pembina Dinas Pertanian TPH dan Dinas PSDAP Ketua H.U Suparman Wakil Ketua Didin Sekretaris Asep Ramdan dan Ani Bendahara Yayan Royani dan Enang Bidang Pemasaran H. Enoh Bidang Advokasi Dadang H Konsultasi Publik POPT dan Para PPL/Japung Sumber: Gabungan Petani Organik (GPO) Gambar 3. Gabungan Petani Organik (GPO) Pengembangan padi ramah lingkungan metode SRI dapat memberikan kesadaran kepada petani untuk lebih bersikap arif terhadap penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Petani menjadi lebih mandiri karena tidak harus tergantung kepada penggunaan input tersebut. Usahatani padi organik metode SRI berbeda dengan usahatani padi metode konvensional, meskipun tahapan kegiatan 41

56 budidayanya pada umumya sama saja. Teknik budidaya organik SRI telah menggunakan bahan-bahan organik sebagai inputnya seperti pupuk kandang, sisasisa tanaman dan berbagai jenis tanaman yang berguna untuk pestisida alami. Budidaya organik SRI ini menyebabkan kebutuhan organik seperti pupuk kandang dan jerami berubah fungsi sebagai pengganti pupuk kimia. Pembuatan pupuk organik dipermudah lagi dengan adanya bantuan dari dinas pertanian Kabupaten Cianjur berupa mesin appo yang dapat mencacah bahan-bahan organik tersebut. Mesin tersebut dapat mengolah sekitar tujuh ton perhari kotoran hewan yang dihasilkan dari hewan-hewan ternak. Budidaya padi dengan metode SRI dibedakan dengan teknik budidaya padi konvensional. Perbedaan budidaya tersebut terlihat dalam hal penggunaan jumlah bibit per rumpun, umur bibit yang ditanam, cara seleksi benih, pemberian MOL pada padi SRI dan tata cara pengaturan air. Oleh karena itu pada bagian ini hanya diuraikan kegiatan budidaya padi dengan metode SRI yang dapat sekaligus menggambarkan kegiatan budidaya padi konvensional di Kabupaten Cianjur Gambaran Umum Petani Sampel Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapakan pertanian SRI dan petani konvensional. Hal ini berguna untuk melihat karateristik umum petani. Karateristik yang digunakan merupakan variabel yang akan digunakaan dalam menentukan faktor internal petani menerapkan sistem pertanian SRI. Karateristik umum petani pada penelitian ini terdiri dari lama pendidikan, umur, jumlah anggota keluarga tanggungan petani, luas lahan, status pengusahaan lahan dan pengalaman petani. 42

57 Rincian karateristik umum pada kedua sampel populasi petani didapat pada lampiran 1 dan 2. Pendidikan merupakan peubah penjelas yang menerangkan lamanya petani mengikuti pendidikan formal. Pendidikan diukur berdasarkan satuan tahun. Jumlah petani yang menerapkan pertanian SRI di Kabupaten Cianjur memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani konvensional. Apabila dilihat dari jenjang pendidikan, 33,33 persen petani SRI telah mencapai pendidikan setingkat SMU dan 16,67 persen lulusan perguruan tinggi, sedangkan petani konvensional hanya 16,67 persen lulusan setingkat SMU dan tidak satupun yang memasuki perguruan tinggi. Lama pendidikan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Lama Pendidikan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 Lama Pendidikan Frekuensi (orang) (tahun) Petani SRI Petani Konvensional < > Jumlah Sumber: Data Primer, 2011 Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1986), menyatakan bahwa petani yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan suatu inovasi dari pada petani yang berpendidikan rendah relatif sulit untuk melaksanakan suatu inovasi. Umur petani mencerminkan kemampuan petani dalam berusahatani. Umur terkait dengan kondisi fisik dalam menggarap lahannya. Kelompok terbesar petani di Kabupaten Cianjur berada pada rentang umur 41 sampai dengan 60 tahun, baik 43

58 pada petani SRI dengan persentase 60 persen maupun konvensional dengan persentase 63,33 persen. Pada umur tersebut petani termasuk pada umur produktif, namun sudah tidak tergolong muda. Usahatani khususnya padi tidak diminati oleh tenaga kerja muda, hal ini dapat dilihat dari persentase tenaga kerja pada rentang umur 21 sampai dengan 40 tahun hanya 20 persen pada petani SRI dan 26,67 persen pada petani konvensional. Persentase petani yang berumur tua lebih banyak pada petani yang menerapkan SRI, yaitu 20 persen sedangkan petani konvensional hanya 10 persen pada rentang umur 61 sampai dengan 80 tahun. Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Umur Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 Umur (tahun) Frekuensi (orang) Petani SRI Petani Konvensional Jumlah Sumber: Data Primer, 2011 Jumlah tanggungan petani merupakan beban ekonomi terhadap anggota keluarganya. Satuan pengukurannya didasarkan banyak orang/jiwa yang menjadi tanggungan petani. Petani sampel di Kabupaten Cianjur memiliki jumlah tanggungan dalam rentang dua sampai dengan empat jiwa. Hal ini dikarenakan secara statistik rentang ini memiliki persentase tertinggi yaitu 76,67 persen petani pada petani SRI dan 83,33 persen pada petani konvensional. Jumlah tanggungan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 8. 44

59 Tabel 8. Jumlah Tanggungan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 Jumlah Tanggungan Frekuensi (orang) (Jiwa) Petani SRI Petani Konvensional < > Jumlah Sumber: Data Primer, 2011 Luas lahan adalah banyaknya sawah yang digarap petani berdasarkan ukuran panjang dengan satuan hektar. Petani padi di Kabupaten Cianjur pada umumnya memiliki luas garapan yang sempit. Petani SRI maupun konvensional sebagian besar menggarap sawah dengan luas kurang dari 0,5 hektar. Menurut Soekartawi (2002), salah satu ciri pertanian di Indonesia adalah dicirikan dengan pengusahannya dalam luas usaha yang relatif sempit. Persentase luas lahan padi sawah petani sampel menggunakan metode SRI sebesar 73,33 persen sedangkan dengan menggunakan metode konvensional memiliki luas garapan 60 persen untuk luas lahan kurang dari 0,5 hektar. Kondisi ini dapat dikaitkan bahwa petani lahan luas tidak bersedia merubah sistem budidayanya dikarenakan kerugian yang akan diterimanya akan lebih besar daripada lahan sempit jika sistem baru tersebut dalam pelaksanaannya mengalami kegagalan. Informasi lebih jelas dapat dijelaskan pada Tabel 9. Tabel 9. Luas Lahan Padi Sawah Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 Lahan (ha) Frekuensi (orang) Petani SRI Petani Konvensional < 0, ,5-1, > 1,0 0 1 Jumlah Sumber: Data Primer,

60 Status kepemilikan lahan merupakan kondisi yang menunjukan kondisi penguasaan petani terhadap lahan garapannya. Persentase pengusahaan lahan pemilik sampel dengan metode SRI sebesar 56,67 persen sedangkan metode konvensional sebesar 20 persen. Petani penggarap dapat dibedakan menjadi dua yaitu penggarap sakap atau bagi hasil dengan sistem 50:50 dan penggarap penyewa, dalam sampel didapat persentase petani SRI penggarap sebesar 43,33 persen sedangkan konvensional sebesar 80 persen. Status pengusahaan lahan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Status Pengusahaan Lahan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 Status Pengusahaan Frekuensi (orang) Lahan Petani SRI Petani Konvensional Pemilik 17 6 Penggarap Jumlah Sumber: Data Primer, 2011 Pengalaman bertani merupakan lamanya petani melakukan budidaya padi. Ukuran pengalaman bertani diukur berdasarkan satuan tahun. Pengalaman bertani dengan metode SRI sekitar 100 persen berada pada rentang pengalaman kurang dari 10 tahun bertani. Kondisi ini mencerminkan bahwa petani relatif memiliki sikap dan pola pikir yang sama yaitu petani membutuhkan waktu yang lama dalam menerima inovasi. Pengalaman bertani sampel di Kabupaten Cianjur tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel

61 Tabel 11. Pengalaman Bertani Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 Pengalaman Bertani Frekuensi (orang) (tahun) Petani SRI Petani Konvensional Jumlah Sumber: Data Primer, Budidaya Padi Organik Metode SRI Kegiatan usahatani padi organik SRI merupakan budidaya yang lebih mengutamakan potensi lokal yang ramah lingkungan dan mendukung pemulihan kesuburan tanah. Pada prinsipnya pertanian ini sebagai konservasi air serta mendaur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan biomasa ke dalam tanah seperti tidak membakar jerami di areal pesawahan akan tetapi jerami tersebut dapat dikembalikan ke tanah yang melalui proses dekomposisi jerami dapat menjadi bahan organik. Oleh karena itu budidaya padi ini sama sekali tidak lagi menggunakan input anorganik baik itu pupuk atau pestisida kimia. Hasil penanaman padi di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan metode SRI sudah bebas dari residu kimia, namun sertifikat organik belum dapat diperoleh karena terdapat kendala. Kendala yang dihadapi adalah bahwa luas lahan yang diusahakan petani SRI belum mencapai total 25 hektar dalam satu luasan sedangkan luas lahan petani SRI di Kabupaten Cianjur sebagian besar memiliki luas lahan kurang dari 0,5 hektar dengan plot lahan yang terpisah atau tidak dalam satu luasan. Adapun budidaya padi organik SRI di Kabupaten Cianjur ini meliputi pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, penyulaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit serta panen. 47

62 Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi tanah dari segi kandungan unsur dan hara untuk memperbaiki pengairan (drainase) sehingga tanah atau lahan siap untuk ditanami dengan harapan memperoleh hasil yang maksimal. Pada dasarnya proses pengolahan tanah yang dilakukan petani padi organik SRI hampir sama dengan pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani padi konvensional. Adapun beberapa kegiatan pengolahan tanah yang dilakukan adalah pembajakan, pembuatan saluran air, perataan tanah dan babad galeng pematang. Proses pengolahan tanah untuk padi organik metode SRI di Kabupaten Cianjur dilakukan sebanyak dua kali, adapun proses pengolahan tanah yang pertama adalah lahan dibajak dengan menggunakan traktor, kerbau dan cangkul, setelah itu jerami dimasukan ke lahan, lalu petani biasanya membuat pematang sawah (galengan). Setelah lahan dibajak pada petakan lahan dibuat saluran air setelah itu pupuk kandang atau kompos dimasukan ke lahan dan diratakan setelah itu diairi dengan kondisi macak-macak atau tidak terlalu tergenang, ini dilakukan dengan tujuan agar pupuk tidak mudah terbawa air kemudian lahan diberi pupuk dan didiamkan selama satu minggu sampai dua minggu. Pada waktu yang bersamaan biasanya petani merapikan pematang sawah dengan cara pematang dikikis dengan cangkul yang kemudian dilempar ke lahan, setelah itu pematang kembali ditambal dengan tanah berlumpur hingga rata. Pengolahan tanah kedua yaitu tanah dicangkul dan diratakan dalam kondisi air yang tetap macak-macak kemudian endapkan dalam waktu semalam. 48

63 Pembibitan (penyemaian benih) memerlukan waktu yang berbeda. Bibit yang ditanam pada budidaya padi metode SRI berumur 7-10 hari setelah semai sedangkan untuk budidaya padi konvensional umur padi yang ditanam yaitu hari setelah tanam. Proses penyemaian benih petani di Kabupaten Cianjur sebagian besar dilakukan di sawah dan sisanya di nampan Pembibitan Pembibitan merupakan salah satu budidaya perlakuan benih padi. Pembibitan terdiri dari penyemaian dan perlakuan benih sebelum tebar yang dapat dijelaskan dibawah ini Penyemaian Persemaian benih metode SRI di Kabupaten Cianjur sebagian besar dilakukan di lahan, namun terdapat pula yang melakukan persemaian benih di nampan. Persentase persemaian benih di nampan sebesar 30 persen sedangkan di lahan sebesar 70 persen. Persentase persemaian benih dengan menggunakan metode konvensional 100 persen dilakukan di lahan. Ini disebabkan karena kebiasaan petani melakukan persemaian benih di lahan, dan merasa takut melakukan inovasi yang baru. Padahal keuntungan persemaian di nampan yang dirasakan petani yang telah mengadopsinya adalah dapat menghemat lahan penyemaian, menghemat biaya tenaga kerja, lebih praktis, dan hasilnya lebih baik. Proses kegiatan persemaian diawali dengan persiapan media persemaian dengan memakai nampan yang diisi dengan pupuk organik dan tanah, dengan komposisi antara tanah dan pupuk organik (kompos) satu banding satu. Kemudian benih ditebar secara merata tidak terlalu rapat atau tidak terlalu jarang dan tanah 49

64 agar selalu lembab sedangkan persemaian di lahan dilakukan diatas terpal yaitu setelah terpal disiapkan maka ditaburi dengan kompos kemudian ditimpa oleh pasir atau tanah, lalu benih disebar diatas permukaan terpal tersebut dan ditutup. Berbeda dengan kegiatan persemaian yang dilakukan pada usahatani padi konvensional, yaitu pada saat akan dilakukan penyemaian terlebih dahulu lahan dipersiapkan untuk tempat penyemaian. Persiapan tersebut biasanya dilakukan setelah lahan selesai dibajak atau pada saat lahan diberi pupuk. Lahan yang telah dibajak pada pengolahan lahan dibuat menjadi beberapa petak yang kemudian petak semai tersebut diratakan permukaannya Perlakuan Benih Sebelum Sebar Benih yang ditanam di persemaian diharapkan tumbuh semuanya dengan baik dan optimal. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Cianjur dalam mempersiapkan benih sebelum ditebar di persemaian adalah proses seleksi dan perendaman, dapat dilihat pada lampiran 3. Seleksi benih ini dapat berguna untuk memisahkan benih yang baik dengan benih yang hampa dan kotoran benih lainnya. Setelah itu dilakukan perendaman benih. Pada umumnya petani SRI lebih kreatif dari pada petani konvensional. Benih dapat dibuat sendiri dari benih sebelumnya yaitu benih yang sudah masak ditarik untuk dijadikan benih persemaian. Ini dapat menghemat dalam pembelian benih di toko secara berkelanjutan. Perendaman benih adalah suatu perlakuan yang berguna untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh optimal di lahan persemaian. Setelah direndam selama dua hari benih 50

65 ditiriskan selama dua hari, sampai benih mengeluarkan kecambah maka benih siap untuk ditanam Penanaman (Tandur) Petani padi metode SRI umumnya menanam bibit relatif muda (7-14 hari). Bibit pada umur ini telah memiliki dua helai daun atau lebih tinggi cm sehingga bibit perlu diperlakukan secara hati-hati terutama pada bagian akar agar tidak rusak dicabut dari persemaian. Benih muda pada metode SRI ini diharapkan dapat menumbuhkan tunas lebih awal dan akan banyaknya pertumbuhan tunas primer sebagai tunas yang lebih produktif serta lebih cepat pembentukannya. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang menanam bibit yang telah berumur relatif tua yaitu hari setelah tanam. Sebelum bibit ditanam, lahan dibuat pola jarak tanam dengan menggunakan caplakan. Menaplak lahan dilakukan dua kali dengan arah yang berlawanan (vertikal-horizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang ukurannya telah ditentukan pada caplakan. Usahatani padi metode SRI di Kabupaten Cianjur menggunakan jarak 28 x 28 cm 2 sampai 35 x 35 cm 2. Jarak tanam tersebut relatif lebih luas dibandingkan jarak tanam padi konvensional (25 x 25 cm 2 sampai 30 x 30 cm 2 ). Jarak tanam yang lebar pada SRI dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada tanaman dalam pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan masuknya sinar matahari kedalam perakaran didalam tanah. Terdapat pula penanaman padi yang bertujuan untuk menanggulangi jika ada tanaman padi yang tidak tumbuh, yaitu dengan menanam 51

66 bibit di salah satu sudut secara bergerombol, penanaman ini dinamakan penyulaman. Penanaman padi metode SRI berbeda dengan penanaman padi konvensional. Bibit yang ditanam pada padi konvensional paling sedikit empat per rumpun dan ujung akar tanaman biasanya masih berada dipermukaan tanah. Berbeda dengan cara penanaman padi SRI, pada metode ini banyaknya bibit per rumpun yaitu satu bibit per rumpun (benih tunggal), namun sebagian petani SRI di Kabupaten Cianjur menanam bibitnya sebanyak dua sampai tiga bibit per rumpun. Alasan petani padi SRI tersebut adalah masih takut dan ragu jika hanya menanam satu bibit disaat cuaca buruk yaitu hujan atau terkena serangan hama dan penyakit. Pada proses penanaman ini kegiatan pencabutan bibit dari tempat persemaian harus secara hati-hati dengan jarak waktu dari cabut ke tanam tidak lebih dari 15 menit dan bulir padi tetap dijaga serta kondisi akar horizontal sehingga membentuk huruf L. Kenudian benih ditanam dangkal 0,5-1 cm, hal ini dilakukan untuk menghindari kematian akibat busuk akar. Kendala pada usahatani padi SRI adalah jika faktor cuaca tidak mendukung biasanya terjadi pada musim hujan, ketika musim tanam dan hujan cukup besar maka bibit padi yang baru saja ditanam terlepas karena areal sawah terendam air, hal ini dapat terjadi karena pada metode SRI padi ditanam dangkal, sehingga bibit padi tidak kuat menahan genangan air yang membanjiri sawah. Selain cuaca, faktor hama juga merupakan salah satu kendala pada pertanian organik SRI maupun konvensional. Petani konvensional hanya menanam bibit pada umur tua dan ditanam dalam sehingga tidak takut jika bibit yang baru ditanamnya mengalami kerusakan. 52

67 Penyulaman Penyulaman dengan metode SRI maupun konvensional di Kabupaten Cianjur dilakukan dengan melihat terlebih dahulu kondisi tanaman, apakah tumbuh dengan baik atau tidak. Jika tanaman ada yang roboh atau bila ada kerusakan akibat adanya gangguan hama seperti keong atau serangga. Ini perlu dilakukan penyulaman dengan cara menanaminya kembali, pada umumnya penyulaman dilakukan maksimal pada umur tujuh hari setelah tanam. Penyulaman pada metode SRI lebih sering dilakukan oleh petaninya, jika bibit yang baru ditanam lepas dari lubang tanam karena air hujan yang terlalu menggenang atau karena serangan hama dan penyakit Penyiangan Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan atau mengurangi tanaman lain selain tanaman pokok yaitu padi atau sering disebut dengan tanaman gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan unsur hara sekaligus dapat memberi dukungan terhadap kondisi pertukaran dan perputaran udara (aerasi), selain itu penyiangan juga dapat mencegah serangan hama. Penyiangan yang dilakukan oleh petani dengan metode SRI tidak jauh berbeda dengan padi konvensional, hanya saja yang membedakannya adalah frekuensi kegiatan penyiangan yang dilakukan. Kegiatan penyiangan pertama pada metode SRI dilakukan pada umumnya ketika tanaman berumur 7-14 hari, penyiangan kedua dan seterusnya dilakukan setiap 10 hari sekali. Rata-rata penyiangan dilakukan selama 3-4 kali dalam satu kali musim tanam sedangkan kegiatan penyiangan padi konvensional dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam. 53

68 Pemupukan Pemupukan merupakan kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan hara tanah yang sangat terbatas terkandung didalam tanah, sehingga dengan pemupukan kebutuhan hara tersebut dapat ditambah dari luar dengan pupuk organik maupun pupuk anorganik (kimia). Kegiatan pemupukan metode SRI sepenuhnya berupa pupuk organik mulai dari pemupukan dasar hingga pemupukan dasar hingga pemupukan susulan yang berbentuk padat ataupun cair yaitu MOL (Mikro Organisme Lokal). Pupuk organik yang diberikan petani padi metode SRI berupa pupuk kompos. Pupuk kompos terdiri dari bahan-bahan organik yang berasal dari alam, seperti jerami, rerumputan, limbah sayuran, limbah buah-buahan dan kotoran hewan. Bahan-bahan tersebut dikompos melalui proses penguraian dengan bantuan mikro organisme. Pemberian MOL pada metode SRI adalah pemberian cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai oleh media hidup dan berkembangnya mikro organisme yang bertujuan untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik dan sebagai aktivator atau tambahan nutrisi bagi tanaman padi. Petani padi SRI di Kabupaten Cianjur mengaplikasikan MOL sebagai campuran dalam pembuatan kompos (aktivator) dan juga dalam bentuk cairan yang pengaplikasiannya dilakukan penyemprotan dengan menggunakan handsprayer. MOL tidak memiliki efek samping yang menyebabkan overdosis pada tanaman terutama padi, sehingga dalam pemberiannya terhadap tanaman padi dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kemampuan petani sendiri. Pemupukan yang diberikan kepada padi metode konvensional di Kabupaten Cianjur biasanya sampai dua kali pemupukan dalam satu musim 54

69 tanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk buatan pabrik yaitu urea, TSP, dan KCL namun terdapat pula petani yang menggunakan pupuk Ponska, Decis, Buldog, Fiodan, Furadan Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit sangat penting dilakukan agar hasil produksi tidak menurun. Upaya pemberantasan hama dan penyakit, budi daya padi metode SRI berbeda dengan metode budidaya padi secara konvensional. Penggunaan obat-obatan anorganik seperti pestisida kimia buatan pabrik merupakan pengendalian kimiawi yang biasa dilakukan petani padi konvensional. Cara ini dianggap paling efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit karena mengandung racun yang langsung kontak dengan hama atau meracuni hama secara sistematik. Berbeda dengan petani padi konvensional, petani padi metode SRI menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan. Biasanya pestisida nabati dibuat sendiri oleh petani sama halnya pembuatan MOL. Bahan-bahan yang digunakan petani untuk pestisida nabati diperoleh dari bahan-bahan yang terdapat di lingkungan sekitar yang telah diketahui efektif dalam pengendalian hama dan penyakit pada padi Pengairan Sawah Kebutuhan air di kabupaten Cianjur untuk kegiatan usahatani padi pada umumnya tercukupi dengan adanya irigasi. Pengairan yang dilakukan oleh petani SRI berbeda dengan petani padi konvensional. Metode konvensional biasanya padi selalu tergenang dari awal penanaman sampai panen, sedangkan metode SRI 55

70 pengairan dilakukan secara berselang (intermitten) sehingga padi tidak selalu tergenang oleh air karena pada dasarnya padi bukanlah tanaman air tetapi tanaman yang butuh air Panen dan Pasca Panen Pemanenan padi dilakukan pada waktu yang tepat karena akan berpengaruh terhadap kualitas gabah. Panen dapat dilakukan setelah bulir padi sebagian besar telah menguning 90 persen. Cara pemanenan yang dilakukan petani masih menggunakan tahapan dan teknologi yang sederhana yaitu pada tahap awal padi dipotong menggunakan pisau khusus untuk panen (sabit). Setelah dipotong kemudian dikumpulkan pada suatu tempat untuk dirontokan. Cara perontokannya adalah dengan membantingnya pada papan perontok atau hamparan kayu yang disiapkan. Setelah gabah diperoleh dari hasil perontokan, gabah dibersihkan dari sisa-sisa daun dan kotoran lain dengan cara dianginanginkan. Setelah itu GKP (Gabah Kering Panen) dijemur di lahan yang datar selama 2-3 hari, namun waktu pengeringan tersebut fleksibel karena tergantung pula dengan cuaca. 56

71 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Model fungsi produksi yang digunakan dalam menduga usahatani padi adalah model fungsi Cobb Douglas. Usahatani padi metode SRI dipengaruhi oleh benih (X 1 ), bokhasi (X 2 ), TKDK (X 3 ), tingkat pendidikan petani (X 4 ), pengalaman bertani (X 5 ), dan luas lahan (X 6 ) dengan menggunakan alat bantu Minitab 14, SPSS 17, dan Eviews 6. Sebelum memilih model, perlu dilakukan uji terlebih dahulu apakah terdapat pelanggaran-pelanggaran asumsi dalam model seperti adanya multikolinearitas. Multikolinearitas diidentifikasi dengan VIF (Variance Inflation Factor) pada setiap masing-masing peubah. Jika nilai VIF > 10 maka terdapat masalah multikolinearitas dalam model. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI diduga dengan menggunakan model fungsi Cobb Douglas, yang kemudian didapatkan hasil dalam Tabel 13. Hasil regresi yang didapatkan adalah Ln Y= 5,03 + 0,173 Ln X 1 + 0,286 Ln X 2 + 0,0006 Ln X 3 + 0,268 Ln X 4 + 0,362 Ln X 5 + 0,500 Ln X 6 Maka fungsi Cobb Douglas yang belum dilogaritmakan adalah: Y = 152,933X 0,173 1 X 0,286 2 X 0, X 0,264 4 X 0,362 0,500 5 X 6 Berdasarkan hasil pendugaan model diperoleh nilai VIF untuk masing-masing memiliki nilai < 10, sehingga variabel yang digunakan dalam model tidak ada masalah multikolinearitas. Berdasarkan uji white, jika nilai-p (0,6034) > alpha (taraf nyata) maka terima Ho artinya asumsi Homoskedastisitas terpenuhi. Penentuan Homoskedastisitas dapat dilihat pada Tabel

72 Tabel 12. Heteroskedastisitas Test: White Penerapan SRI F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 5.292,690 29, ,55786 Sumber: Hasil Eviews 6 (2011). Prob. F(25,4) Prob. Chi-Square (25) Prob. Chi-square (25) 0,0000 0,2243 0,6034 Hasil model regresi diketahui bahwa nilai P sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata satu persen, sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah model regresi tersebut dapat menjelaskan keragaman Y atau minimal ada satu faktor (variabel X) yang memengaruhi Y. Berdasarkan analisis regresi diperoleh koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 84,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 84,6 persen benih, bokhasi, TKDK, tingkat pendidikan petani, pengalaman bertani, dan luas lahan dapat menjelaskan produksi padi SRI, dan sisanya sebanyak 15,4 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI musim tanam I terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi SRI Musim Tanam I Variabel Koefiisen Standard Nilai t Peluang VIF Regresi Error hitung Konstanta 5,0290 0,7484 6,72 0,000 Benih 0,1735 0,1073 1,62 0,120*** 1,5 Bokhasi 0,2859 0,0799 3,57 0,002* 1,6 TKDK 0,0056 0,0714 0,01 0,994 1,3 Tingkat Pendidikan Petani 0,2679 0,2226 1,20 0,241 1,5 Pengalaman Bertani 0,3619 0,1601 2,26 0,034** 1,6 Luas Lahan 0,5004 0,1259 3,97 0,001* 2,2 Koefesian determinasi R-Sq = 87,8% R-Sq(adj) = 84,6% * ** *** = (0,01) = (0,10) = (0,15) Sumber: Hasil Output Minitab 14 (2011). 58

73 Dalam model fungsi produksi Cobb Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, sedangkan penjumlahan dari nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Dari model produksi usahatani padi metode SRI yang diduga, menunjukan bahwa jumlah-jumlah nilai parameter penjelas adalah 1,596. Angka ini merupakan hasil dari penjumlahan keofesien regresi faktor produksi yang dalam hal ini juga sebagai elastisitas faktor tersebut. Jumlah elastisitas produksi lebih besar dari satu menunjukan bahwa skala usahatani padi metode SRI pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale). Dengan demikian, dalam fungsi produksi usahatani padi pada penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerah irrasional. Hal ini berarti jika peningkatan satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi padi sebesar 1,596 persen. Elastisitas sebesar 1,596 menunjukan produksi padi belum optimal sehingga keuntungan maksimal akan didapat jika elastisitas produksi padi berada diantara nol sampai satu yaitu di daerah yang rasional. Hal ini seharusnya dilakukan agar petani mendapatkan keuntungan yang optimal. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi produksi usahatani dengan penerapan SRI adalah sebagai berikut: a) Benih Benih yang digunakan metode SRI lebih sedikit dibandingkan dengan bibit yang digunakan dengan metode konvensional namun dalam perhitungan hasil output minitab mempunyai hubungan positif terhadap produksi padi karena 59

74 responden masih belum siap menanam satu pertangkai bibit sehingga benih yang digunakan jumlahnya lebih besar. Dalam penelitian ini terlihat dari hasil regresi benih berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani karena memiliki nilai P sebesar 0,120. Hal ini dikarenakan produksi padi dapat meningkat dengan penggunaan benih tidak begitu banyak karena dalam metode SRI diperlukan penghematan terhadap penggunaan benih. Berdasarkan hasil analisis fungsi Cobb Douglas faktor produksi benih sebesar 0,173, yang berarti setiap peningkatan satu persen benih dengan ketentuan SRI, maka akan meningkatkan produksi padi sebasar 0,173 persen cateris paribus. b) Bokhasi Bokhasi memiliki hubungan yang positif terhadap produksi padi karena semakin banyak bokhasi yang digunakan maka produksi semakin tinggi. Dalam penelitian ini terlihat dari regresi bokhasi memiliki hubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi, dalam taraf sama dengan satu persen dengan nilai P sebesar 0,002. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglass faktor produksi bokhasi sebesar 0,285 yang berarti setiap kenaikan satu persen bokhasi, maka akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,285 persen cateris paribus. c) Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh positif terhadap produksi padi. Jika semakin banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dilihat dari kualitas tenaga kerja maka produksi padi akan meningkat. Dalam penelitian ini TKDK memiliki hubungan positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi. TKDK memiliki nilai koefesien 60

75 sebesar 0,00056, yang berarti setiap kenaikan satu persen TKDK, maka akan meningkatkan produksi padi sebasar 0,00056 persen cateris paribus. Hal ini terjadi karena TKDK belum mencukupi dalam budidaya usahatani sehingga diperlukan tenaga kerja luar keluarga yang dihargai pada tingkat upah yang berlaku secara tunai. d) Tingkat Pendidikan Petani Latar belakang pendidikan petani mempunyai hubungan positif terhadap produksi padi. Jika semakin luas wawasan dan keterampilan usahataninya, maka akan semakin baik dalam mengelola usahataninya, sehingga produksi akan semakin tinggi. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan petani tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani dengan nilai P sebesar 0,241. Tingkat pendidikan petani memiliki nilai koefesien sebesar 0,2679, yang berarti setiap kenaikan satu persen tingkat pendidikan, maka akan meningkatkan produksi padi sebasar 0,2679 persen cateris paribus. Hal ini terjadi karena masih terdapat petani yang berpendidikan rendah. e) Pengalaman Bertani Pengalaman bertani memiliki hubungan positif jika semakin lama pengalaman petani dalam berusahatani, maka akan semakin memahami dan mahir dalam melakukan usahatani serta semakin paham mengenai hama dan penyakit tanaman yang biasa menyerang tanaman padi, sehingga semakin tinggi produksi yang diperoleh. Dalam penelitian ini pengalaman bertani padi SRI memiliki hubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi dengan nilai P sebesar 0,034. Hal ini terjadi karena terdapat petani yang memiliki naluri 61

76 terhadap tanaman padi sehingga petani tersebut mengetahui kebutuhan yang diperlukan padi tanpa ada perkiraan dan ilmu pasti (petani highliner). f) Luas Lahan Luas lahan memiliki hubungan positif terhadap produksi padi. Jika semakin luas lahan yang digunakan untuk bertani SRI maka akan semakin besar pula produksi padi. Dalam penelitian ini nilai regresi luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi padi dengan nilai P sebesar 0,001 dalam taraf sama dengan satu persen, ini dikarenakan dikarenakan secara ekonomi terjadi increasing return to scale sedangkan secara lingkungan jika lahan semakin luas maka sulit terkontaminasi bahan pencemar yang mempengaruhi produksi usahatani padi. Luas lahan memiliki nilai koefisien 0,5004 yang berarti setiap kenaikan satu persen luas lahan, maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,5004 persen cateris paribus. Peubah bebas yang berpengaruh nyata di usahatani metode SRI adalah benih, bokhasi, pengalaman bertani, dan luas lahan. Ini memiliki arti bahwa jika benih sebanyak tujuh kilogram, bokhasi 992,67 persen, pengalaman bertani selama dua tahun tujuh bulan, dengan luas lahan 0,31 persen, maka diduga produksi usahatani padi sebesar 2.226,52 persen. Usahatani padi metode konvensional dipengaruhi oleh benih (X 1 ), pupuk anorganik (X 2 ), TKDK (X 3 ), tingkat pendidikan petani (X 4 ), pengalaman bertani (X 5 ), dan luas lahan (X 6 ). Model fungsi produksi Cobb Douglas yang didapatkan untuk usahatani padi penerapan konvensional adalah sebagai berikut Ln Y = 5,77 + 0,382 Ln X 1 + 0,201 Ln X 2 + 0,131 Ln X 3 + 0,419 Ln X 4 0,068 Ln X 5 + 0,798 Ln X 6 Maka fungsi Cobb Douglas yang belum dilogaritmakan adalah: 62

77 Y = 320,537X 0,382 1 X 0,201 2 X 0, X 0, X -0,0680 0,798 5 X 6 Berdasarkan hasil regresi berganda diperoleh nilai VIF untuk masing-masing memiliki nilai < 10, sehingga variabel yang digunakan dalam model tidak ada masalah multikolinearitas. Berdasarkan uji white, jika nilai-p (0,7354) > alpha (taraf nyata) maka terima Ho artinya asumsi Homoskedastisitas terpenuhi. Penentuan Homoskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Heteroskedastisitas Test: White Penerapan Konvensional F-statistic 39,61817 Prob. F(26,3) Obs*R-squared 29,91288 Prob. Chi-Square (26) Scaled explained SS 21,12634 Prob. Chi-square (26) Sumber: Hasil Eviews 6 (2011) 0,0056 0,2712 0,7354 Hasil model regresi diketahui bahwa nilai P sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata satu persen, sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah model regresi tersebut dapat menjelaskan keragaman Y atau minimal ada satu faktor (variabel X) yang memengaruhi Y. Berdasarkan analisis regresi diperoleh koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 68,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 68,8 persen benih, pupuk anorganik, TKDK, tingkat pendidikan petani, pengalaman bertani, dan luas lahan dapat menjelaskan produksi padi konvensional, dan sisanya sebanyak 31,2 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi konvensional musim tanam I dapat dilihat pada Tabel

78 Tabel 15. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Konvensional Musim Tanam I Variabel Koefiisen Standard Nilai t Peluang VIF Regresi Error hitung Konstanta 5,7664 0,8948 6,44 0,000 Benih 0,3824 0,1481 2,58 0,017** 1,8 Pupuk Anorganik 0,2014 0,2454 0,82 0,420 1,4 TKDK 0,1308 0,0671 1,95 0,064** 1,6 Tingkat Pendidikan Petani 0,4191 0,2552 1,64 0,115*** 1,2 Pengalaman Bertani -0,0678 0,1373-0,49 0,626 1,2 Luas Lahan 0,7985 0,2090 3,82 0,001* 2,0 Koefesian determinasi R-Sq = 75,3 % R-Sq(adj) = 68,8 % * ** *** = (0,01) = (0,10) = (0,15) Sumber: Hasil Output Minitab 14 (2011) Dari model produksi usahatani padi metode konvensional yang diduga, menunjukan bahwa jumlah-jumlah nilai parameter penjelas adalah 1,864. Angka ini merupakan hasil dari penjumlahan keofesien regresi faktor produksi yang dalam hal ini juga sebagai elastisitas faktor tersebut. Jumlah elastisitas produksi lebih besar dari satu menunjukan bahwa skala usahatani padi metode konvensional pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale). Hal ini karena usahatani padi di lokasi penelitian belum saatnya untuk panen sehingga tidak akan bisa mendapat profit maksimal secara teknis. Dengan demikian, dalam kurva fungsi produksi usahatani padi pada penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerah irrasional. Hal ini berarti jika peningkatan satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi padi sebesar 1,864 persen. 64

79 Elastisitas sebesar 1,864 menunjukan produksi padi belum optimal sehingga keuntungan maksimal akan didapat jika elastisitas produksi padi berada diantara nol sampai satu yaitu di daerah yang rasional. Implikasinya petani masih bisa menambahkan input untuk mencapai peningkatan output. Hal ini seharusnya dilakukan agar petani mendapatkan keuntungan yang optimal. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi produksi usahatani padi dengan penerapan konvensional adalah sebagai berikut: a) Benih Benih mempunyai hubungan positif terhadap produksi padi karena semakin banyak benih yang digunakan persatuan luas lahan produksi sehingga semakin besar produksi yang diterima usahatani. Dalam penelitian ini terlihat dari hasil regresi benih berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi karena memiliki nilai P sebesar 0,017 pada sebesar 10 persen. Padi untuk menghasilkan benih yang banyak dibutuhkan benih yang bersertifikasi yang penggunaannya lebih banyak lebih baik dengan dampak akan menghasilkan produksi yang baik. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglass faktor produksi benih sebesar 0,382 yang berarti setiap kenaikan satu persen benih, maka akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,382 persen cateris paribus. b) Pupuk Anorganik Pupuk memiliki hubungan yang positif terhadap produksi padi karena semakin banyak pupuk yang digunakan maka produksi semakin tinggi namun penggunaannya tidak melebihi batas yang ditentukaan. Dosis anjuran penggunaan pupuk terdapat dalam kemasan, sebagai contoh pupuk npk mutiara satu sendok makan untuk tiga liter air. Dalam penelitian ini regresi pupuk tidak berpengaruh 65

80 nyata terhadap produksi petani dengan nilai P sebesar 0,420, dikarenakan penggunaan pupuk diluar batas anjuran dosis. Pupuk memiliki nilai koefisien 0,2014 yang berarti setiap kenaikan satu persen pupuk, maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,2014 persen cateris paribus. c) Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh positif terhadap produksi padi. Jika semakin banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dilihat dari kualitas tenaga kerja, maka produksi padi akan meningkat. Dalam penelitian ini TKDK memiliki hubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi dengan nilai P sebesar 0,064 pada sebesar 10 persen. TKDK memiliki nilai koefesien sebesar 0,1308, yang berarti setiap kenaikan satu persen TKDK, maka akan meningkatkan produksi sebasar 0,1308 persen cateris paribus. Hal ini terjadi karena TKDK tersebut dihargai dengan kualitas tenaga kerja yang baik karena tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi diperlukan dalam peningkatan produksi usahatani padi. d) Tingkat Pendidikan Petani Latar belakang pendidikan petani mempunyai hubungan positif terhadap produksi padi. Jika semakin luas wawasan dan keterampilan usahataninya, maka akan semakin baik dalam mengelola usahataninya, sehingga produksi akan semakin tinggi. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan petani berpengaruh nyata terhadap produksi dengan nilai P sebesar 0,115 pada sebesar 15 persen. Tingkat pendidikan petani memiliki nilai koefisien sebesar 0,4191 yang berarti setiap meningkatnya satu persen pendidikan petani, maka akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,4191 persen ceteris paribus. Ini dikarenakan, petani yang memiliki 66

81 tingkat pendidikan tinggi dapat mengaplikasikan penggunaan dosis pupuk anorganik yang tepat sehingga tidak terjadi overdosis terhadap tanaman yang mengakibatkan produksi usahatani padi akan meningkat. e) Pengalaman Bertani Pengalaman bertani memiliki hubungan negatif dengan pendapatan, karena semakin lama pengalaman bertani dengan menggunakan metode konvensional maka petani semakin sulit untuk menerima metode baru dalam bertani yang ramah lingkungan. Dalam penelitian ini pengalaman usahatani padi konvensional memiliki hubungan negatif, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi dengan nilai P sebesar 0,625. Pengalaman bertani memiliki nilai koefisien sebesar 0,0678 yang berarti setiap meningkatnya satu persen pengalaman bertani akan menurunkan produksi padi sebesar 0,0678 persen cateris paribus. Hal ini terjadi karena kondisi cuaca yang tidak menentu pada musim tanam tersebut menyebabkan petani menjadi sulit untuk memprediksi cuaca yang terjadi, sehingga pengalaman petani yang dimiliki pun menjadi tidak terlalu berpengaruh. f) Luas Lahan Luas lahan memiliki hubungan positif terhadap produksi padi. Jika semakin luas lahan yang digunakan untuk bertani maka akan semakin besar pula produksi yang diterima usahatani. Dalam penelitian ini nilai regresi luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi padi dengan nilai P sebesar 0,001 dalam taraf sama dengan satu persen, dikarenakan secara ekonomi terjadi increasing return to scale. Luas lahan memiliki nilai koefisien 0,7985 yang berarti setiap 67

82 kenaikan satu persen luas lahan, maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,7985 persen cateris paribus. Peubah bebas yang berpengaruh nyata di usahatani metode konvensional adalah benih, TKDK, tingkat pendidikan, dan luas lahan. Ini memiliki arti bahwa jika benih sebanyak 17 persen, tenaga kerja dalam keluarga 29 persen, tingkat pendidikan rata-rata SMP, dengan luas lahan 0,31 persen, maka diduga produksi usahatani padi sebesar 1.235,36 persen. Hasil pengujian nilai tengah kedua produksi dari metode SRI dan konvensional secara statistik tidak signifikan. Dari hasil perhitungan didapatkan P-value sebesar 0,222 berdasarkan uji nilai tengah jika nilai P-value > (taraf nyata 5%), maka terima Ho, sehingga dapat dianggap produksi SRI tidak berbeda nyata dengan produksi konvensional. Insentif terhadap SRI dapat dilihat jika harga produksi SRI dan produksi konvensional berbeda. Lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan, apabila nilai selisih tersebut positif maka dapat dikatakan usahatani menguntungkan. Pendapatan usahatani dianalisis dengan menggunakan konsep pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari hasil pengurangan dari penerimaan petani terhadap semua komponen biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam usahatani. Sementara pendapatan atas biaya total merupakan penerimaan petani yang dikurangkan dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam usahataninya, termasuk biaya yang diperhitungkan. Menurut Sajogyo dalam 68

83 harian tempo interaktif, indikator kemiskinan dapat dilihat dari tingkat konsumsi beras pertahun, tingkat akan kecukupan gizi dan tingkat kesejahteraan Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Usahatani padi metode SRI di Kabupaten Cianjur memiliki nilai rata-rata GKP yang lebih tinggi dari pada GKP konvensional. Terukur pula dari produksi GKP yang dijual dan penerimaan usahatani metode SRI lebih tinggi dari pada metode konvensional. Penentuan produksi GKP diperlukan karena penjualan hasil panen padi dalam bentuk GKP. Usahatani metode SRI mampu menghasilkan Gabah Kering Panen (GKP) sebesar 1.245,60 kg, bila luas lahan dikonversikan dalam satuan hektar maka produktivitas padi organik metode SRI menghasilkan GKP sebesar 3.966,37 kg/ha. Namun, hasil yang diperoleh usahatani SRI organik belum sesuai dengan teori bahwa dengan menggunakan metode SRI akan menghasilkan gabah diatas rata-rata nasional yaitu 5000,00 kg/ha. Kondisi ini diduga karena rata-rata pengalaman bertani SRI masih rendah. Sistem organik membutuhkan waktu relatif lama untuk dapat meningkatkan produktivitas. Sedangkan GKP yang diterima usahatani padi konvensional sebesar 1.022,83 kg dan bila dikonversikan kedalam luasan hektar maka diperoleh produktivitas sebesar 2.687,85 kg/ha. Jumlah yang diterima usahatani padi konvensional ini lebih rendah dari hasil yang diperoleh usahatani padi SRI. Kondisi ini diperkirakan petani konvensional belum dapat menerima metode SRI. Sebagian responden petani konvensional menyatakan bahwa hasil yang didapat tidak memiliki perbedaan dan bahkan belum yakin hasil panen menggunakan metode SRI lebih besar produksinya daripada dengan metode yang biasa digunakan petani. Harga GKP yang diterima petani SRI dan petani konvensional 69

84 tetap mengikuti harga pasar yang relatif sama. GKP petani SRI belum dihargai tinggi padahal memiliki rendemen yang tinggi dibandingkan GKP konvensional. Tidak tersedianya lembaga pemasaran yang khusus menampung produksi petani SRI di Kabupaten Cianjur penyebab harga gabah SRI sama dengan gabah konvensional. Kondisi inilah yang mengakibatkan petani konvensional tidak bersedia menerapkan SRI. Petani SRI sebenarnya dapat menjual harga gabah yang lebih tinggi dari harga yang ditawarkan, dikarenakan gabah dari hasil usahatani SRI adalah produk yang dapat menghasilkan beras organik yang nilai jualnya lebih besar dari pada beras biasa. Penerimaan yang diperoleh usahatani padi SRI terbukti lebih besar daripada usahatani konvensional. Inilah yang merupakan salah satu alasan dari sebagian responden petani SRI menerapkan metode ini. Namun, hasil pengujian nilai tengah kedua penerimaan dari metode SRI dan Konvensional secara statistik tidak signifikan. Dari perhitungan didapatkan P-value dari dua metode ini sebesar 0,572 berdasarkan uji nilai tengah jika P-value> (taraf nyata 5%), maka terima Ho, sehingga dapat dianggap penerimaan SRI tidak berbeda nyata dengan penerimaan konvensional. Produktivitas dan penerimaan usahatani padi metode SRI dan konvensional di Kabupaten Cianjur pada musim tanam I periode 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Produktivitas dan Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur pada Musim Tanam I Periode Tahun 2010/2011 Uraian Usahatani Padi Metode SRI Usahatani Padi Konvensional Produksi GKP yang dijual (kg) 1.245, ,83 Produktivitas GKP (kg/ha) 3.966, ,25 Penerimaan (Rp/ha) , ,21 Sumber: Data Primer,

85 Biaya Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Total biaya usahatani adalah keseluruhan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani setiap musim tanam. Total biaya tersebut merupakan hasil penjumlahan dari total biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Perincian biaya tunai dan biaya diperhitungkan pada kegiatan usahatani padi SRI di Kabupaten Cianjur diuraikan lagi menjadi masing-masing biaya terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Berdasarkan data yang diperoleh di lapang, dapat diketahui bahwa biaya total yang dikeluarkan petani padi organik metode SRI pada musim tanam I periode 2010/2011 diperoleh rata-rata sebesar Rp ,97 per hektar. Biaya tunai dan biaya diperhitungkan usahatani padi SRI memiliki proporsi yang berbeda dalam struktur biaya total. Biaya tunai yang dikeluarkan petani lebih kecil dibandingkan jumlah biaya diperhitungkan, biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp ,14 per hektar atau sekitar 42,60 persen dari total biaya yang dikeluarkan dalam satu musim tanam, sisanya merupakan biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp ,83 per hektar atau sekitar 57,40 persen dari total biaya yang digunakan dalam satu musim tanam. Adapun perincian biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani padi organik SRI dapat dilihat pada Tabel

86 Tabel 17. Biaya Usahatani Padi Organik Metode SRI pada Musim Tanam (MT) I Periode Tahun 2010/2011 No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Biaya Tunai Biaya Tetap - Pajak ,03 6,55 - Irigasi ,01 0,70 - Sewa Lahan ,26 0,82 - Penyusutan alat ,67 2,25 Sub Total ,98 Biaya Variabel - Benih 5.885,83 0,25 - Kompos/Bokhasi ,00 13,15 - TKLK ,33 18,88 Sub Total ,16 Total Biaya Tunai ,14 2. Biaya Diperhitungkan - Kompos/Bokashi ,70 30,28 - TKDK ,33 17,15 - MOL ,33 6,76 - Pestisida nabati ,67 2,13 - Benih ,80 1,08 Total Biaya Diperhitungkan ,83 Total Biaya ,97 100,00 Sumber: Data Primer, 2011 Informasi lain dapat diperoleh yaitu penggunaan biaya dalam usahatani padi organik SRI sebagian besar dialokasikan untuk biaya pengadaan kompos/bokhasi dan membayar upah tenaga kerja. Biaya tenaga kerja termasuk biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Komponen biaya terbesar ini baik dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga memiliki proporsi yang berbeda dalam struktur biaya total, biaya yang dikeluarkan untuk membayar TKDK lebih kecil yaitu sebesar Rp ,33 atau sekitar 17,15 persen dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar TKLK sebesar Rp ,33 atau sekitar 18,88 persen. Hal ini 72

87 membuktikan bahwa penggunaan tenaga kerja belum tercukupi dari tenaga kerja dalam keluarga sehingga petani padi SRI perlu menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk budidaya padinya. Biaya terbesar kedua dalam biaya total usahatani padi SRI adalah bokhasi yaitu sebesar 13,15 persen pada biaya tunai sedangkan untuk biaya diperhitungkan sebesar 30,28 persen. Biaya bokhasi diperhitungkan lebih besar daripada biaya tunai disebabkan dalam pembuatan bokhasi menggunakan tenaga kerja dengan upah per hari orang kerja. Ini menunjukan bahwa petani padi SRI dapat memanfaatkan hasil alam untuk dijadikan kompos tanpa tergantung pembelian kompos/bokhasi. Biaya usahatani padi konvensional di Kabupaten Cianjur memiliki perbedaan dalam struktur biaya usahatani padi organik SRI. Biaya total usahatani yang dikeluarkan oleh petani padi konvensional sebesar Rp ,97 per hektar. Komponen biaya yang memiliki proporsi paling besar digunakan untuk biaya tenaga kerja baik TKDK maupun TKLK, biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan TKDK sebesar Rp ,00 atau sebesar 42,04 persen sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan TKLK sebesar Rp ,67 atau sebesar 15,58 persen dari total biaya usahatani. Biaya TKDK pada metode ini lebih besar daripada biaya TKLK karena dilihat dari jumlah tunggangan jiwa responden, petani konvensional lebih banyak memiliki anak yang sudah dewasa sehingga dapat membantu bertani keluarganya. Lebih rincinya perhitungan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dapat dilihat pada Tabel

88 Tabel 18. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam maupun Luar Keluarga per Hari Orang Kerja Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 Teknik Budidaya Metode SRI Metode Konvensional TKDK (Rp) TKLK (Rp) TKDK (Rp) TKLK (Rp) Pengolahan Tanah , , , ,33 Pembibitan , , , ,70 Pemeliharaan , , , ,67 Panen , , , ,67 Pasca Panen , , , ,70 Rata-Rata , , , ,67 Sumber: Data Primer, 2011 Komponen dari biaya tunai yang memiliki proporsi biaya paling besar selain TKLK adalah pada biaya pemupukan yaitu sebesar Rp ,00 atau 18,58 persen dari total biaya usahatani sedangkan untuk pestisida mengeluarkan biaya yang lebih rendah yaitu sebesar Rp ,67 atau sebesar 1,97 persen dari total biaya usahatani. Ini dikarenakan, pemupukan merupakan bagian pemeliharaan terhadap budidaya padi yang dilakukan secara teratur, sedangkan untuk pestisida hanya digunakan jika terdapat organisme pengganggu tanaman (OPT). Sisanya merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pajak sebesar 6,21 persen, irigasi sebesar 0,57 persen, sewa lahan sebesar 4,11 persen, penyusutan alat sebesar 2,53 persen, dan lain-lain. Informasi lebih lanjut rincian biaya usahatani padi konvensional pada musim tanam periode tahun 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel

89 Tabel 19. Biaya Usahatani Padi Metode Konvensional pada Musim Tanam (MT) I Periode Tahun 2010/2011 No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp) Persentase (%) 1. Biaya Tunai Biaya Tetap - Pajak ,23 6,21 - Irigasi 9.749,28 0,57 - Sewa Lahan ,13 4,11 - Penyusutan alat ,00 2,53 Sub Total ,64 Biaya Variabel - Benih ,33 6,05 - Pemupukan ,00 18,07 - Pestisida , TKLK ,67 15,58 Sub Total ,67 Total Biaya Tunai ,30 2. Biaya Diperhitungkan - Benih ,67 2,87 - TKDK ,00 42,04 Total Biaya Diperhitungkan ,67 Total Biaya ,97 100,00 Sumber: Data Primer, 2011 Proporsi biaya tunai pada usahatani padi konvensional lebih besar dibandingkan proporsi biaya diperhitungkan. Biaya tunai usahatani padi konvensional sebesar Rp ,30 atau sebesar 55,07 persen sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp ,67 atau 44,93 persen. Ini dikarenakan pada usahatani konvensional petani cenderung suka membeli input daripada memproduksi input sendiri. Sebaliknya dengan biaya tunai dan diperhitungkan pada usahatani SRI, yaitu biaya tunai yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan biaya diperhitungkan, untuk biaya tunai usahatani SRI sebesar Rp ,14 atau 42,60 persen sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp ,83 atau sebesar 57,40 persen. Implikasi penerapan metode SRI lebih menghemat biaya 75

90 tunai, dan lebih menggunakan potensi sumberdaya alam disekitarnya untuk dijadikan input dari output yang dihasilkan serta menandakan bahwa petani SRI lebih kreatif dan rajin daripada petani konvensional. Petani pada usahatani SRI secara finansial sangat bergantung pada ketersediaan biaya diperhitungkan seperti bokhasi, MOL, pestisida nabati, dan benih dapat dibuat sendiri dari alam. Adapun rincian perbandingan biaya pada kedua usahatani dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Perbandingan Biaya untuk Usahatani Padi Organik SRI dan Padi Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 No Biaya Usahatani SRI Konvensional Rp (%) Rp (%) 1 Biaya Tunai ,14 42, ,30 55,07 2 Biaya Diperhitungkan ,83 57, ,67 44,93 Total Biaya ,97 100, ,97 100,00 Sumber: Data Primer, Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional Penelitian menunjukan bahwa usahatani padi konvensional menghasilkan penerimaan yang lebih rendah dari pada usahatani metode SRI. Penerimaan usahatani padi konvensional sebesar Rp ,21 sedangkan penerimaan usahatani padi SRI sebesar Rp ,69. Besar kecilnya penerimaan dipengaruhi dari produksi GKP yang dijual, dalam kasus ini produktivitas padi konvensional lebih kecil daripada produktivitas padi SRI. Penerimaan berpengaruh terhadap pendapatan atas total biaya usahatani metode SRI maupun usahatani padi konvensional, pendapatan atas total biaya usahatani SRI sebesar Rp ,72 sedangkan usahatani padi konvensional sebesar Rp ,24. Total biaya usahatani metode SRI lebih besar dari pada total biaya usahatani konvensional. Kondisi tersebut disebabkan oleh pengeluaran tenaga 76

91 kerja dari usahatani SRI lebih besar dari pada usahatani padi konvensional. Informasi lebih lanjut mengenai pendapatan atas biaya tunai dan total biaya usahatani padi metode SRI dan konvensional dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Pendapatan atas Biaya Tunai dan Total Biaya Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur Pada Musim Tanam I Periode Tahun 2010/2011 Uraian Usahatani Padi Metode SRI Usahatani Padi Konvensional Penerimaan Rp ,69 Rp ,21 Biaya Tunai Rp ,14 Rp ,30 Total Biaya Rp ,97 Rp ,97 Pendapatan atas Biaya Tunai Rp ,55 Rp ,91 Pendapatan atas Total Biaya Rp ,72 Rp ,24 Sumber: Data Primer, 2011 Beras merupakan kebutuhan primer, secara umum disebut barang netral, sedangkan beras organik dari sudut pandang konsumen sebagai barang mewah. Ini berkaitan dengan harga dan pendapatan. Semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak mengkonsumsi beras organik, namun dilapang harga padi organik rendah sedangkan harga beras organik di konsumen tinggi. Hal ini dikarenakan pemasaran mengenai beras organik belum ada sehingga petani menjual hasil padi organik dengan harga padi (GKP) konvensional. Menurut Sajogyo dalam harian tempo interaktif, indikator kemiskinan dapat dilihat dari tingkat konsumsi beras pertahun, tingkat akan kecukupan gizi dan tingkat kesejahteraan. Berdasarkan nilai tukar beras di pedesaan diperoleh 320 kilogram per orang pertahun, maka didapat Rp ,00 rata-rata perkapita setiap bulannya sebagai ukuran garis kemiskinan. Pendapatan atas biaya tunai usahatani metode SRI dan konvensional setiap bulannya adalah Rp ,51 dan Rp ,63. Pendapatan rumah tangga petani dengan rata-rata enam orang tanggungan jiwa sebesar Rp ,00. Hal ini menunjukan rata-rata per 77

92 rumah tangga setiap bulan petani SRI lebih tinggi dari ukuran batas kemiskinan sedangkan petani konvensional masih lebih rendah dari ukuran batas garis kemiskinan, yang memiliki arti bahwa rumah tangga petani dengan metode SRI tidak dalam keadaan miskin sedangkan konvensional berada dalam keadaan miskin. Sehingga dapat dikatakan petani SRI di Kabupaten Cianjur sejahtera. Nilai R/C ratio atas biaya tunai dan atas total biaya dari usahatani padi SRI lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C ratio atas biaya tunai dan atas total biaya usahatani konvensional. Petani SRI akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp ,00 sedangkan petani konvensional akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp ,00 dari setiap satu juta rupiah yang dibayarkan untuk membiayai usahataninya. Ini dapat dikarenakan secara biaya tunai metode Konvensional cenderung membeli input sehingga biaya tunai yang dikeluarkan besar, hal ini akan mempengaruhi nilai R/C ratio atas biaya tunai metode konvensional yang lebih rendah dibandingkan metode SRI. Kondisi ini berbeda dengan nilai R/C atas total biaya yang diterima oleh petani SRI. Petani SRI menerima lebih sedikit penerimaan yaitu sebesar Rp ,00 sedangkan petani konvensional menerima Rp ,00 dari setiap satu juta rupiah biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa kedua jenis metode sama-sama menguntungkan dikarenakan mempunyai nilai R/C ratio lebih besar dari satu, efisiensi usahatani konvensional sedikit lebih tinggi dari pada usahatani SRI atas dasar total biaya dan usahatani SRI sedikit lebih efisien daripada usahatani padi konvensional atas dasar biaya tunai. Prospek jangka panjang yang mendasari perkembangan metode SRI di Kabupaten Cianjur yaitu meningkatkan produksi beras organik, harga yang 78

93 ditetapkan beras organik lebih tinggi daripada beras biasa di tangan petani. Begitu pula dengan biaya budidaya metode SRI dapat diminimalisir dengan perolehan subsidi mesin pembuatan bokhasi dan gencarnya pemberdayaan dari kelompok tani upaya untuk mengurangi biaya tenaga kerja. Imbangan biaya dan penerimaan R/C Ratio Usahatani dari kedua metode dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Imbangan Biaya dan Penerimaan (R/C Ratio) Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur Pada Musim Tanam I Periode 2010/2011 Uraian Usahatani Metode SRI Usahatani Padi Konvensional Penerimaan Rp ,69 Rp ,21 Biaya Tunai Rp ,14 Rp ,30 Total Biaya Rp ,97 Rp ,97 R/C atas Biaya Tunai 4,67 4,00 R/C atas Total Biaya 1,99 2,20 Sumber: Data Primer, Dampak Penerapan Metode SRI terhadap Lingkungan Sektor pertanian menjadi penyerap tenaga kerja tertinggi di Kabupaten Cianjur yaitu sebesar 48,12 persen pada tahun Mayoritas penduduk yang bekerja di sektor pertanian masih menggunakan metode konvensional dalam penanaman padi. Namun pengembangan Go Organik yang dipublikasikan dalam salah satu visi Kabupaten Cianjur telah dibangun sejak tahun 2008 yaitu dengan adanya kelompok Gabungan Petani Organik yang senantiasa membangun petanipetani yang cinta pada lingkungan dan menghasilkan produk pertanian yang bernilai organik serta baik untuk kesehatan. Inovasi dalam bidang pertanian padi telah dikembangkan dengan adanya penerapan metode SRI, namun penerapan metode ini masih belum di adopsi oleh seluruh petani di Kabupaten Cianjur. Ini dikarenakan pemikiran petani yang masih sempit dan hanya memikirkan tingkat produksi dalam jangka pendek dari pada lingkungan dan tingkat produksi dalam 79

94 jangka panjang. Hasil wawancara beberapa responden menjelaskan bahwa metode SRI memerlukan tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja konvensional. Ini pun tercermin dari lamanya jam kerja yang petani SRI lakukan dan dibutuhkan keuletan dalam melakukan penanaman padi dengan metode ini. Aspek kualitas sumberdaya manusia (SDM) menjadi salah satu faktor yang mempunyai peranan besar dalam upaya membantu pencapaian keberhasilan pembangunan pertanian. Dalam hal ini kaitan yang sangat penting adalah upaya perubahan pola dan perilaku dalam tata cara atau metode serta aplikasi anjuran teknologi menghadapi kendala kurang terapresiasi karena faktor pemahaman petani terhadap tujuan, manfaat, dan dampak dari penerapan anjuran teknologi yang direkomendasikan. Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor lemahnya kualitas SDM sejauh ini adalah kurangnya basis informasi yang dimiliki petani sehingga memberikan pengaruh terhadap kemampuan untuk mengambil keputusan yang berkenaan dengan pengelolaan usahatani, salah satu sumber pengetahuan dalam aplikasi dan pelaksanaan usahatani sejauh ini hanya berdasarkan kepada pengalaman, lemahnya keahlian usahatani yang lebih adaptif terhadap adopsi teknologi belum optimal, lemahnya kemampuan inovatif, dan kreativitas dalam melakukan dan pemberdayaan pengelolaan usahatani yang dilaksanakan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian 61,70 persen ikut serta dalam pelatihan SRI dan 38,30 persen belum pernah mengikutsertakan diri dalam pelatihan SRI. Informasi yang didapat bahwa petani di Kabupaten Cianjur telah memahami dampak yang terjadi pada lingkungan, tingkat pencemaran pupuk penyebab kerusakan lahan, dan tingkat pencemaran air. Namun kendala yang 80

95 dihadapi bahwa tidak semua petani mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dalam kehidupan nyata. Serangan dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT) mempunyai frekuensi dan intensitias yang cukup tinggi diantaranya adalah serangan hama ular, keong mas, tikus dan ulat. Sedangkan OPT yang pernah mengganggu dengan intensitas yang tinggi adalah wereng, penggerek batang, hama putih dan walang sangit. Dalam metode SRI, OPT tidak perlu dibasmi dengan menggunakan pestisida ataupun pupuk anorganik namun dibiarkan hidup sesuai rantai makanan biologis makhluk hidup. Khususnya untuk jenis OPT yang memiliki intensitas tinggi perlu pemeliharaan secara terus menerus. Pohon pisang ditanam disekitar sawah memiliki fungsi sebagai input pembuatan pupuk organik, umbi yang ditanam berfungsi menjadi humus (tanah menjadi gembur), buntil kacang memiliki fungsi penghasil N yang tinggi, pohon singkong berfungsi untuk mengalihkan perhatian OPT tikus agar tikus tidak merusak padi. Salah satu ciri perbedaan lahan sawah dengan menggunakan metode SRI dan konvensional dilihat dari banyaknya azolla. Sawah yang menggunakan metode SRI memiliki azolla lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Azolla merupakan salah satu sumber N alternatif khusus nya untuk padi sawah yang fungsinya sebagai penyubur tanah 9. Eceng gondok yang kecil berupaya untuk penjernihan air atau penyaring residu-residu kimia. Selain itu metode SRI mencegah kematian padi dimusim kemarau karena metode ini tidak menggunakan pengairan yang menggenang namun macak-macak. 9 Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

96 Selama Pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air maksimal dua centimeter, paling baik macak-macak lima milimeter. Secara tekno-ekologis, padi organik (terutama dengan metode SRI) lebih hemat air dan adaptif terhadap kekeringan sehingga memungkinkan dikembangkan dalam kondisi minim air. Lahan sawah yang dipupuk organik (pada kasus SRI) ternyata lebih tahan menyimpan air sehingga tidak cepat pecah atau mengering dibandingkan dengan yang menggunakan pupuk anorganik. Selain itu, pada musim kemarau masih memungkinkan untuk dikembangkan tanaman padi, karena masih tersisa stok air. Secara pemasaran, pengembangan padi organik di Kabupaten Cianjur meliputi tengkulak; pedagang pengumpul; pedagang besar (grosir) baik yang berada di desa, kecamatan, maupun kota; pedagang pengecer, misalnya pasar umum, supermarket; konsumen. Rantai pemasaran yang terbentuk tidak efisien karena harga di tingkat petani akan rendah dan harga ditingkat konsumen tinggi. Dengan demikian, tidak menguntungkan baik bagi petani maupun konsumen. Petani akan menerima keuntungan rendah dan konsumen harus membayar harga yang tinggi. Namun dengan adanya GPO dan lembaga lain seperti Gapoktan sebagian petani dapat meningkatkan jaringan sosial (networking) dalam pemasaran yang langsung tertuju pada konsumen. 82

97 VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Simpulan dapat dirumuskan berdasarkan uraian hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, antara lain: 1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata berdasarkan analisis Cobb Douglas dalam produksi usahatani padi metode SRI berbeda dengan metode konvensional. Metode SRI yang berpengaruh nyata antara lain benih, bokhasi, pengalaman bertani, dan luas lahan. Sedangkan metode Konvensional yang berpengaruh nyata antara lain benih, TKDK, tingkat pendidikan petani dan luas lahan. Namun, secara uji statistik kedua metode ini tidak berbeda nyata terhadap produksi padi. 2. Biaya yang dikeluarkan penerapan metode SRI lebih tinggi, padahal asumsi biaya yang digunakan metode SRI sama dengan metode konvensional karena penggunaan tenaga kerja metode SRI lebih banyak. Pendapatan usahatani metode SRI lebih tinggi daripada metode konvensional dan R/C ratio atas biaya tunai masih lebih besar dengan menggunakan metode SRI. Ini dapat dikarenakan secara biaya tunai metode Konvensional cenderung membeli input sehingga biaya tunai yang dikeluarkan besar, hal ini akan mempengaruhi nilai R/C ratio atas biaya tunai metode konvensional yang lebih rendah dibandingkan metode SRI, sedangkan R/C ratio atas total biaya lebih besar menggunakan metode konvensional. Begitu pula, untuk mengukur tingkat kesejahteraan, rumah tangga petani SRI telah terlepas dari ukuran batas garis kemiskinan dan rumah tangga petani konvensional masih dalam keadaan miskin. 83

98 3. Padi Organik dengan metode SRI lebih hemat air dan adaptif terhadap kekeringan sehingga memungkinkan dikembangkan dalam kondisi minim air. Lahan sawah yang dipupuk organik pada kasus SRI lebih tahan menyimpan air sehingga tidak cepat pecah atau mengering dibandingkan dengan yang menggunakan pupuk anorganik. Penilaian beras organik bagi konsumen sebagai barang mewah. Ini berkaitan dengan harga dan pendapatan. Semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak mengkonsumsi beras organik, namun dilapang harga padi organik rendah sedangkan harga beras organik dikonsumen tinggi. Hal ini dikarenakan pemasaran mengenai beras organik belum ada sehingga petani menjual hasil padi organik dengan harga padi (GKP) konvensional. 7.2.Saran Saran yang dapat direkomendasikan berdasarkan uraian hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, meliputi: 1. Perlu insentif dalam perluasan SRI, karena dilihat dari luas lahan yang berpengaruh nyata dalam analisis Cobb-Douglas menunjukan bahwa secara ekonomi terjadi increasing return to scale sedangkan secara lingkungan jika lahan semakin luas maka sulit terkontaminasi bahan pencemar yang mempengaruhi produksi usahatani padi. Ini berpengaruh dalam percepatan proses sertifikasi SRI di kabupaten Cianjur, yang salah satu syaratnya harus memiliki lahan SRI kurang lebih 25 hektar. Sertifikasi merupakan suatu upaya untuk melancarkan proses pemasaran padi organik yang memiliki rendemen dan kualitas tinggi sehingga harga padi organik dapat lebih tinggi dari pada padi biasa. Selain itu karena secara statistik produksi padi SRI tidak 84

99 berbeda nyata dengan produksi padi konvensional maka perlu ada bantuan pemerintah untuk tercapainya signifikasi secara statistik dari kedua metode tersebut. 2. Diharapkan kepada pemerintah kabupaten Cianjur untuk memberikan bantuan berupa mesin secara merata ke setiap desa maupun kecamatan agar dapat membantu meminimumkan biaya tenaga kerja dalam budidaya SRI karena menurut ukuran garis kemiskinan, kesejahteraan petani dapat dicapai pada saat petani menggunakan metode SRI sebagai proses budidayanya. Selain itu, kelembagaan GPO dan Gapoktan memperhatikan penyesuaian bokhasi kepada petani. 3. Secara kelembagaan, bagi penyebaran dan pengembangan padi organik diperlukan jejaring kelembagaan pendukung yang jelas dan terakses, sehingga para petani memungkinkan menepi ke jejaring tersebut. Jejaring yang dimaksud meliputi jejaring informasi dan inovasi, jejaring sosial, jejaring pasar, jejaring distribusi, jejaring sarana produksi, dan jejaring advokasi. Jejaring penting untuk mengontrol agar mekanisme berjalan adil bagi semua pelaku, baik ke petani. 85

100 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Hasil Sensus Penduduk 2010-Jabar. hasil SP 2010/jabar/3203.pdf. Diakses tanggal 3 Maret Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan Pertanian Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati. Agro Inovasi, Jakarta. Doll, J.P.& F. Orazem Production Economics: Theory with Applications. John Wiley & Sons, Canada. Engelmen, Outlaw dan Gardner Bencana Kelangkaan Air di Perkotaan. Diakses tanggal 1 Desember Gujarati, D. N Basic Econometrics Fourth Edition. Mc Graw Hill Book Company, Singapore. Integrated Microhydro Development and Application Program Data Curah Hujan Provinsi Jawa Barat Tahun developmen /jabar.co.id. Diakses tanggal 9 Mei Juanda, Bambang Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Lipsey, Richard G Pengantar Mikroekonomi Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. Murdiyarso, D. Tanpa Tahun. Strategi Nasional Antisipasi dampak Perubahan Iklim. Diakses tanggal 3 Januari Mutakin, Jenal Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification). www. Garutkab.go.id/ download_files/ article/ ARTIKEL SRI.pdf. Diakses 5 Oktober Pemkab Cianjur Sekilas Cianjur. Diakses tanggal 13 Oktober Perdana, Andi Menuju Pertanian Organik. Diakses tanggal 12 Desember PSDAP Potensi Air Permukaan Kabupaten Cianjur. Diakses tanggal 9 Mei Santoso,Urip Dampak Penerapan Metode SRI. mandiri. Net /rm/index.menuju-pertanian-organik&catid=61:opini&itemid=71. Diakses tanggal 1 Desember Setiajie, Iwan dan Sumedi Gagasan dan Implementasi System Rice of Intensification (SRI) dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis. diakses tanggal 13 Oktober

101 Setiawan, Iwan Membudidayakan Padi Organik. www. diperta. prov.go.id Pedoman % 20 Pertanian % 20 Organik. pdf. Diakses tanggal 12 Desember Soeharjo, A dan Patong Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon John, Hardaker J.B Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia, Jakarta. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi. Rajawali Persada Press, Jakarta Analisis Usahatani Ed ke-3. UI Press, Jakarta Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian (Teori dan Aplikasi). Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soemarno, Hasanuddin A, Suyamto Sistem Produksi Padi Berciri Ekologis dan Berkelanjutan. Di dalam Inovasi Teknologi Tanaman Pangan. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan; Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan dan Pengembangan Pertanian. Sutanto, Rachman Penerapan Pertanian Organik, Pemasyaratan dan Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta. Tempo Wawancara Sajogyo: Ukuran Garis Kemiskinan Yang Telah Dipakai 20 Tahun Harus Direvisi. Diakses tanggal 23 Mei Tjakrawirawiralaksana dan Soeriatmaja Ilmu Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Uphoff, N, K.S.Yang, P.Gypmantasiri, K.Prinz, dan H.Kabir The system of rice intensification (SRI) and its relevance for food security and natural resource management in Southeast Asia. klaus.prinz@gmx.net Advisor, Metta Development Foundation, Yangoon, Myanmar h - kabir3@yahoo.com. 13 p. Diakses tanggal 12 Desember Utomo, Muhajir dan Nazaruddin Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta. 87

102 LAMPIRAN 88

103 Lampiran 1. Karateristik Responden Petani Padi Organik Metode SRI di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Periode Tahun 2010/2011 No Nama Pendidikan (Tahun) Umur (Tahun) Tanggungan (jiwa) Status Kepemilikan Lahan Luas Lahan (Ha) KP SRI (kali) 1 Usman Pemilik 0, Ujun Penggarap 0, Endang Pemilik 0, Memen Pemilik 0, Asep Pemilik 0, Eka Pemilik 0, Aso Penggarap 0, Suntan Pemilik 0, Ishak Pemilik 1 4 1,5 10 Surya Penggarap 0, Ade Pemilik 0,14 1 0,8 12 Julaeha Pemilik 0, Idik Penggarap 0, Azan Penggarap 0, Yayat Penggarap 0, Udan Pemilik 0, Atep Pemilik 0, Nono Pemilik 0, Edi Pemilik Adam Pemilik 0, Acep Penggarap Saepul Penggarap 0, Baskar Penggarap 0, Sukardi Penggarap 0, Oamay Pemilik 0, Umar Penggarap 0, Adung Pemilik 0, Jamil Penggarap 0, Dede R Pemilik 0, Eni Penggarap 0, PB Keterangan : KP SRI = Keikutsertaan Pelatihan SRI (kali) PB = Pengalaman Bertani (Tahun) 89

104 Lampiran 2. Karateristik Responden Petani Padi Metode Konvensional di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Periode Tahun 2010/ 2011 No Nama Pendidikan (Tahun) Umur (Tahun) Tanggungan (jiwa) Status Kepemilikan Lahan Luas Lahan (Ha) KP SRI (kali) 1 Karna Pemilik 0, Omay Penggarap 0, Herman Penggarap 0, Pranata Pemilik 0, Sodikin Penggarap 0, Dodo Penggarap 0, Dede Penggarap 0, Enceng Pemilik 0, Uer Penggarap 0, Acer Penggarap 0, Eli Penggarap 0, Jafar Penggarap 0, Lilih Penggarap 0, Soleh Penggarap 0, Basuni Penggarap 0, Aan Penggarap 0, Usi Penggarap 0, Usep Penggarap 0, Badri Penggarap 0, Enyang Pemilik 0, Irod Penggarap 0, Jejen Pemilik 0, Ali Pemilik 0, Imam Penggarap 0, Nurdin Penggarap 0, Tatang Penggarap 0, Ridwan Penggarap 0, Dadang Penggarap Lukma Penggarap 0, Apud Penggarap 0, PB Keterangan : KP SRI = Keikutsertaan Pelatihan SRI (kali) PB = Pengalaman Bertani (Tahun) 90

105 Lampiran 3. Proses Seleksi Benih dengan Air Garam Tujuan Perlakuan Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk memperoleh benih yang baik dan memisahkan dari benih hampa serta kotoran benih. Kegiatan ini dilakukan untuk menguji benih yang akan disemai baik benih yang berasal dari toko (berlabel) ataupun benih buatan sendiri. Ini tetap dilakukan untuk mengantisipasi agar semua benih yang disemai mempunyai daya kecambah yang baik. Bahan dan alat yang diperlukan o Garam dapur o Telur ayam mentah o Air o Ember o Wajan Penyaring Cara perlakuan o Siapkan ember, kemudian isi dengan air secukupnya untuk kebutuhan benih yang akan diseleksi. o Larutkan garam kedalam air secukupnya hingga pekat, kepekatan larutan air garam indikatornya adalah dengan memasukan telur mentah, bila telur masih tenggelam, maka tambahkan lagi dengan garam tersebut sampai telur mengambang, setelah itu maka seleksi benih dapat dilakukan. o Benih secukupnya dimasukan kedalam larutan garam dalam ember. Aduk perlahan sampai mendapatkan benih yang tenggelam dan benih yang terapung. Benih yang tenggelam adalah benih yang baik untuk disemai sedangkan benih yang terapung adalah benih yang tidak dapat digunakan. Setelah diperoleh benih yang baik segera cuci benih tersebut dengan air bersih, selanjutnya benih siap direndam untuk merangsang perkecambahan sebelum disebar. 91

106 Lampiran 4. Regression Analysis SRI dan Konvensional Regression Analysis SRI: Produksi versus Benih; Bokhasi;... The regression equation is Produksi = 5,03 + 0,173 Benih + 0,286 Bokhasi + 0,0006 TKDK + 0,268 Tingkat Pendidikan Petani + 0,362 Pengalaman Bertani + 0,500 Luas Lahan Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 5,0290 0,7484 6,72 0,000 Benih 0,1735 0,1073 1,62 0,120 1,5 Bokhasi 0, , ,57 0,002 1,6 TKDK 0, , ,01 0,994 1,3 Tingkat Pendidikan Petani 0,2679 0,2226 1,20 0,241 1,5 Pengalaman Bertani 0,3619 0,1601 2,26 0,034 1,6 Luas Lahan 0,5004 0,1259 3,97 0,001 2,2 S = 0, R-Sq = 87,8% R-Sq(adj) = 84,6% PRESS = 6,54686 R-Sq(pred) = 76,30% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 24,2403 4, ,50 0,000 Residual Error 23 3,3786 0,1469 Total 29 27,6188 Source DF Seq SS Benih 1 9,9756 Bokhasi 1 9,0352 TKDK 1 0,0208 Tingkat Pendidikan Petani 1 1,2450 Pengalaman Bertani 1 1,6430 Luas Lahan 1 2,3207 Unusual Observations Obs Benih Produksi Fit SE Fit Residual St Resid 3 1,90 6,5511 7,4140 0,2331-0,8629-2,84R 6 0,41 5,7038 6,5770 0,1882-0,8732-2,62R R denotes an observation with a large standardized residual. 92

107 Frequency Residual Percent Residual Normal Probability Plot of the Residuals Residual Plots for Produksi Residuals Versus the Fitted Values 0,5 0,0-0,5 1-1,0-0,5 0,0 Residual 0,5 1,0-1, Fitted Value Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data 0,5 0,0-0,5 0-0,8-0,6-0,4-0,2 0,0 Residual 0,2 0,4 0,6-1, Observation Order Regression Analysis Konvensional: Produksi versus Benih; Pupuk;... The regression equation is Produksi = 5,77 + 0,382 Benih + 0,201 Pupuk + 0,131 TKDK + 0,419 Tingkat pendidikan Petani - 0,068 Pengalaman Bertani + 0,798 Luas Lahan Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 5,7664 0,8948 6,44 0,000 Benih 0,3824 0,1481 2,58 0,017 1,8 Pupuk 0,2014 0,2454 0,82 0,420 1,4 TKDK 0, , ,95 0,064 1,6 Tingkat pendidikan Petani 0,4191 0,2557 1,64 0,115 1,2 Pengalaman Bertani -0,0678 0,1371-0,49 0,626 1,2 Luas Lahan 0,7985 0,2090 3,82 0,001 2,0 S = 0, R-Sq = 75,3% R-Sq(adj) = 68,8% PRESS = 7,03642 R-Sq(pred) = 50,59% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 10,7216 1, ,68 0,000 Residual Error 23 3,5194 0,1530 Total 29 14,2411 Source DF Seq SS Benih 1 7,7119 Pupuk 1 0,0597 TKDK 1 0,0024 Tingkat pendidikan Petani 1 0,6767 Pengalaman Bertani 1 0,0381 Luas Lahan 1 2,

108 Frequency Residual Percent Residual Unusual Observations Obs Benih Produksi Fit SE Fit Residual St Resid 7 3,00 6,6846 7,3709 0,2265-0,6863-2,15R R denotes an observation with a large standardized residual. Residual Plots for Produksi Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values 99 0,6 90 0,3 50 0, ,0-0,5 0,0 Residual 0,5 1,0-0,3-0, Fitted Value 9 10,0 7,5 5,0 2,5 0,0 Histogram of the Residuals -0,6-0,4-0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 Residual Residuals Versus the Order of the Data 0,6 0,3 0,0-0,3-0, Observation Order 94

109 Lampiran 5. Uji Heteroskdasitas Metode SRI dan Konvensional Menggunakan Eviews 6 Penerapan MetodeSRI Heteroskedasticity Test: White F-statistic Prob. F(25,4) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(25) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(25) Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 05/06/11 Time: 15:55 Sample: 1 30 Included observations: 30 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Collinear test regressors dropped from specification Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C 3.66E E TKDK -1.24E E TKDK^2 5.90E E TKDK*PENGALAMAN -1.82E E TKDK*PENDIDIKAN -4.43E E TKDK*LUAS 3.37E E TKDK*BOKHASI 2.54E E TKDK*BENIH 2.65E E PENGALAMAN -8.94E E PENGALAMAN^2 3.35E E PENGALAMAN*PENDIDIKAN 7.31E E PENGALAMAN*LUAS -3.78E E PENGALAMAN*BOKHASI 5.82E E PENGALAMAN*BENIH -6.75E E PENDIDIKAN -6.17E E PENDIDIKAN^2 5.12E E PENDIDIKAN*LUAS -1.43E E PENDIDIKAN*BOKHASI -1.67E E PENDIDIKAN*BENIH 7.29E E LUAS -1.54E E LUAS^2 2.92E E LUAS*BOKHASI -5.08E E LUAS*BENIH 3.56E E BOKHASI -3.57E E BOKHASI^ BOKHASI*BENIH 5.95E E R-squared Mean dependent var 1.59E+12 Adjusted R-squared S.D. dependent var 2.17E+12 S.E. of regression 7.58E+10 Akaike info criterion Sum squared resid 2.30E+22 Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic)

110 Penerapan Metode Konvensional Heteroskedasticity Test: White F-statistic Prob. F(26,3) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(26) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(26) Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 05/06/11 Time: 15:59 Sample: 1 30 Included observations: 30 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Collinear test regressors dropped from specification Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C 8.52E E TKDK -6.42E E TKDK^2-3.63E E TKDK*PUPUK -1.13E E TKDK*PENGALAMAN 9.14E E TKDK*PENDIDIKAN -4.61E E TKDK*LUAS 1.82E E TKDK*BENIH -8.59E E PUPUK -6.68E E PUPUK^2 1.74E E PUPUK*PENGALAMAN 2.55E E PUPUK*PENDIDIKAN 2.80E E PUPUK*LUAS -6.56E E PUPUK*BENIH 1.05E E PENGALAMAN -1.48E E PENGALAMAN^2-1.07E E PENGALAMAN*PENDIDIKAN -1.35E E PENGALAMAN*LUAS 8.80E E PENGALAMAN*BENIH -6.53E E PENDIDIKAN -1.47E E PENDIDIKAN^2 7.89E E PENDIDIKAN*LUAS 3.14E E PENDIDIKAN*BENIH -3.62E E LUAS -2.21E E LUAS^2-7.46E E LUAS*BENIH 6.69E E BENIH 1.84E E R-squared Mean dependent var 6.50E+12 Adjusted R-squared S.D. dependent var 9.41E+12 S.E. of regression 5.20E+11 Akaike info criterion Sum squared resid 8.12E+23 Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic)

111 Lampiran 6. Uji Nilai Tengah Produksi Metode SRI dan Konvensional Penerapan SRI dan Konvensional N Mean Std Deviasion Std Error Mean Produksi ,0690 0, , ,3395 0, ,12794 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Produksi Equal variances assumed 1,753 0,191-1, ,222-0, , , ,16857 Equal variances not assumed -1,233 52,625 0,223-0, , , ,

112 Lampiran 7. Uji Nilai Tengah Penerimaan Metode SRI dan Konvensional Group Statistics Metode N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Penerimaan SRI Konvensional Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Penerimaan Equal variances assumed Equal variances not assumed

113 Lampiran 8. Perhitungan Pupuk dan Benih Metode Sistem of Rice Intensification (SRI) Benih (Rp) Bokhasi (Rp) No MOL Pestisida Membeli Produksi Responden (Rp) Tunai Diperhitungakan Nabati (Rp) Benih Sendiri Rata-rata 5.885, , , ,67 Total ,67 99

114 Lampiran 9. Produksi GKP, Produktivitas GKP dan Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional di Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode Tahun 2010/2011 Usaha Tani Padi Metode SRI Usaha Tani Padi Konvensional No Produksi GKP yang dijual (kg) Produktivitas GKP (kg/ha) Harga GKP (Rp/kg) Penerimaan (Rp) Produksi GKP yang dijual (kg) Produktivitas GKP (kg/ha) Harga GKP (Rp/kg) Penerimaan (Rp) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,5 Rata- Rata 1.245, , , , , , , ,21 100

115 Lampiran 10. Struktur Biaya Padi Metode SRI Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode Tahun 2010/2011 Biaya Tunai Biaya diperhitungkan Biaya Tetap Biaya variabel No Sewa Penyusutan Pestisida Pajak Irigasi Benih Kompos TKLK Benih Kompos TKDK MOL Lahan alat Nabati (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Total Biaya (Rp) , , , , , , , , , , , , , ,

116 , , , ,8 Rata -rata , , , , , , , , , , , , ,

117 Lampiran 11. Struktur Biaya Padi Metode Konvensional Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode Tahun 2010/2011 Biaya Tetap No Penyusutan Pajak Irigasi Sewa Lahan alat (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Biaya variabel Total Biaya Benih Pupuk Pestisida TKLK Benih TKDK (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) , , , , , , , , , , , , , ,

118 Ratarata , , , , , , , , , , , ,

119 Lampiran 12. Rincian Tenaga Kerja Metode SRI di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 No Pengolahan Tanah Pembibitan Pemeliharaan Panen Pasca Panen TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah , Total Rata-Rata , ,33 Keterangan: 1 hari = 5 Jam/HOK Jumlah TKDK Jumlah TKLK

120 Lampiran 13. Rincian Tenaga Kerja Metode Konvensional di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011 Pengolahan Tanah Pembibitan Pemeliharaan Panen Pasca Panen Jumlah Jumlah No TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah HOK Upah Total Rata-Rata ,7 Keterangan: 1 hari = 5 Jam/HOK

121 Lampiran 14. Pendapatan Usahatani Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode Tahun 2010/ 2011 Usahatani Metode SRI Usahatani Metode Konvensional No Penerimaan (Rp) Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) Penerimaan (Rp) Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,86 Rata-Rata ,72 Rata-Rata ,24 107

122 Lampiran 15. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi SRI di Kabupaten Cianjur Tahun 2011 Gambar 1. Benih Padi Gambar 2. Bibit Padi SRI Satu Per Lubang Tanam Gambar 3. Tempat Penampungan Bahan Organik 108

123 Gambar 4. Pupuk Organik Cair/MOL Gambar 5. Tumpang Sari Tanaman Selain Tanaman Padi. 109

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pertanian Organik Ada dua pemahaman umum tentang pertanian organik menurut Las,dkk (2006)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian organik Metode pertanian organik merupakan metode pertanian yang berkembang seiring semakin sadarnya masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang analisis produksi sehingga akan sangat membantu dalam mencermati masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa, adapun sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Padi Organik dan Padi Konvensional Ada dua pemahaman tentang pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam arti sempit dan dalam artisan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian survai dan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini akan dijadikan instrumen pengambilan data primer yang berisi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) (Studi Kasus Pada Kelompoktani Angsana Mekar Desa Cibahayu Kecamatan Kadipaten Kabupaten ) Oleh: Laras Waras Sungkawa

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad 21 ini masyarakat mulai menyadari adanya bahaya penggunaan bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia sintesis tersebut telah menyebabkan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan di Indonesia sampai dengan tahun 1960 praktis menggunakan teknologi dengan masukan organik berasal dari sumber daya setempat. Varietas lokal dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 26 A. Metode Penelitian 1. Sasaran Penelitian BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Sasaran penelitian adalah para petani berstatus pemilik maupun penyewa yang mengusahakan tanaman padi semi organik

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI

ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengembangan pertanian organik. Menurut IFOAM (2008) prinsip-prinsip

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengembangan pertanian organik. Menurut IFOAM (2008) prinsip-prinsip BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pertanian Organik Prinsip-prinsip pertanian organik menjadi dasar dalam penumbuhan dan pengembangan pertanian organik. Menurut IFOAM (2008) prinsip-prinsip

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Padi Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Penerapan Agroekologi Pertanian agroekologi atau pertanian ramah lingkungan saat ini mulai banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor pertanian pula berperan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup 39 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang menggunakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lahan Pasir Pantai Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. padi sawah merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun.

BAB I PENDAHULUAN. padi sawah merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satu diantaranya adalah bidang pertanian. Pembangunan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara sacara hayati. Daur ulang

II. TINJAUAN PUSTAKA. produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara sacara hayati. Daur ulang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertanian Organik Menurut Sutanto (2002a), pertanian organik diartikan sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara sacara hayati. Daur ulang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI 5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 berjumlah 2.168.514 jiwa yang terdiri atas 1.120.550 laki-laki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci