PENGARUH PENAMBAHAN Al 2 TiO 5 PADA PEMBUATAN KERAMIK Al 2 O 3 TERHADAP SIFAT FISIS DAN MIKROSTRUKTURNYA TESIS. Oleh : AHMAD FAISAL / FIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENAMBAHAN Al 2 TiO 5 PADA PEMBUATAN KERAMIK Al 2 O 3 TERHADAP SIFAT FISIS DAN MIKROSTRUKTURNYA TESIS. Oleh : AHMAD FAISAL / FIS"

Transkripsi

1 PENGARUH PENAMBAHAN Al 2 TiO 5 PADA PEMBUATAN KERAMIK Al 2 O 3 TERHADAP SIFAT FISIS DAN MIKROSTRUKTURNYA TESIS Oleh : AHMAD FAISAL / FIS SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

2 PENGARUH PENAMBAHAN Al 2 TiO 5 PADA PEMBUATAN KERAMIK Al 2 O 3 TERHADAP SIFAT FISIS DAN MIKROSTRUKTURNYA TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh : AHMAD FAISAL /FIS SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

3 Judul Tesis : PENGARUH PENAMBAHAN Al 2 TiO 5 PADA PEMBUATAN KERAMIK Al 2 O 3 TERHADAP SIFAT FISIS DAN MIKROSTRUKTURNYA Nama Mahasiswa : Ahmad Faisal Nomor Pokok : Program Studi : Ilmu Fisika Menyetujui Komisi Pembimbing Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Ketua Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS Anggota Ketua program Studi, Direktur, Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc Tanggal Lulus : 30 Agustus 2007

4 Telah diuji pada Tanggal : 30 Agustus 2007 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Dr. Eddy Marlianto,M.Sc. : 1. Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS 2. Dr. Marhaposan Situmorang 3. Drs. H. Muhammad Syukur,MS 4. Drs. Ferdinand Sinuhaji, MS 5. Drs. Asmuni, MS

5 ABSTRAK Pembuatan keramik Al 2 O 3 dilakukan dengan penambahan Al 2 TiO 5 sebagai aditif, variasi penambahannya 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% berat. Dari hasil pengujian, analisis dan pengamatan diperoleh nilai optimal bahwa untuk komposisi 70% Al 2 O 3 30% Al 2 TiO 5 suhu sintering C, diperoleh densitas 3,69 gr/cm 3 dan porositasnya 0,12%, serta nilai koefisien ekspansi termal terendah C -1 sedangkan untuk komposisi 75% Al 2 O 3 25% Al 2 TiO 5 pada suhu sintering C, diperoleh nilai kekerasan yang optimal sebesar 1447 kgf/mm 2. Untuk komposisi 10% - 25% Al 2 TiO 5 pada suhu sintering C kekuatan patah meningkat dari 1487 kgf/mm 2 menjadi 1779 kgf/mm 2. Analisis XRD pada suhu C untuk campuran 10% 15% Al 2 TiO 5 menunjukkan fasa Al 2 O 3 yang dominan, sedangkan 20% 30% Al 2 TiO 5 cenderung fasa Al 2 TiO 5 yang dominan, dan fasa Al 2 O 3 menjadi minor. Kondisi ini relevan dengan pengamatan foto permukaan struktur, pertumbuhan butiran Al 2 TiO 5 sangat nyata dengan berkurangnya porositas dan bertambahnya kekuatan. i

6 ABSTRACT The Ceramic production of Al 2 O 3 is conducted by addition of Al 2 TiO 5 as the additive, the varieties of the addition can be 10%, 15%, 20%, 25%, and 30% weight. From the results of the testing, analysis and observation are gained the optimal value that for the composition of 70% Al 2 O 3-30% Al 2 TiO 5 sintering temperature C, gained the density of 3,69 gr/cm3 and the porosity of 0,12%, and the lowest thermal coefficient value expansion C -1 where as for the composition of 75% Al 2 O 3-25% Al 2 TiO 5 at temperature of sintering C, are gained the hardship optimal value 1447 kgf/mm 2. For the composition of 10% - 25% Al 2 TiO 5 at sintering temperature C the fracture strength increased from 1487 kgf/mm 2 to 1779 kgf/mm 2. The Analysis of XRD at the temperature C for the compound of 10% - 15% Al 2 TiO 5 showed the dominan phase Al 2 O 3, mean while 20% - 30% Al 2 TiO 5 tended to the dominan phase Al 2 TiO 5, and the phase Al 2 O 3 become minor. This condition is relevant to the observation of structure surface photo, the growth of the grain Al 2 TiO 5 is very clear by the reduction of the porosity and the strength increases. ii

7 KATA PENGANTAR Pertama-tama puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai syarat menyelesaikan Program studi Magister Ilmu Fisika. Dengan selesainya Tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K). atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara. 2. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nissa B, M.Sc atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran secara maksimal dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga tesis ini selesai. 4. Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc. 5. Anggota Komisi pembimbing Bapak Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS, dan Bapak Drs. Perdamean Sebayang, MS selaku pembimbing lapangan yang sangat banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. iii

8 6. Bapak dan Ibu seluruh staf Tenaga Pengajar Program studi Magister Ilmu Fisika dan seluruh rekan Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Fisika Angkatan 05 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis. 7. Khususnya kepada Istri tercinta Susi Sustiami Sawaliyah dan Putra Putri tersayang Sarah Aisyah Ahmad, Kamia Ahmad, Haris Siregar, Hamam Arif Siregar, dan Arya Ibrahim Siregar dengan dukungan, kesabaran dan do a mereka selama mengikuti pendidikan dan dalam menyelesaikan tesis ini. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis telah bekerja semaksimal sesuai dengan kemampuan yang ada, walaupun demikian kemungkinan didalamnya terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga Allah SWT memberkahi kita semua. Medan, Juli 2007 Penulis Ahmad Faisal iv

9 RIWAYAT HIDUP Nama : Ahmad Faisal Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 25 Juli 1965 Kewarganegaraan : Indonesia A g a m a : Islam Pekerjaan : Staf Pengajar SMA Negeri 3 Medan Alamat : Jl. Baut Gang Amal No. 10 T.600 Marelan Nama Orang Tua : Ayah : Alm. Abdul Kabah Siregar Ibu : Hj. Siti Nurbaya Lubis Pendidikan : SD Muhammadiyah, Tahun lulus 1977 SMP Negeri 15 Medan, Tahun lulus 1981 SMA Tuanku Imam Bonjol, Tahun lulus 1984 Diploma 3 Pendidikan Fisika Universitas Sumatera Utara, Tahun Lulus 1988 FKIP Universitas Medan Sumatera Utara, Tahun lulus 1999 Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara, Tahun lulus 2007 v

10 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ABSTRACK KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iii v vi ix x BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG 3 I.2. PERUMUSAN MASALAH 4 I.3. TUJUAN PENELITIAN 4 I.4. BATASAN MASALAH 5 I.5. HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. STRUKTUR KERAMIK ALUMINA ( Al 2 O 3 ) 6 II.2. PREPARASI DAN TRANSISI TERMAL DARI ALUMINA 7 II.3.SIFAT-SIFAT DAN APLIKASI KERAMIK ALUMINA 8 II.4. STRUKTUR DAN SIFAT TITANIA (TiO 2 ) 9 II.5 SISTEM BINER AL 2 O 3 -TiO 2 11 II.6. PROSES PEMBUATAN MATERIAL KERAMIK II.6.1. Preparasi Serbuk Keramik 13 vi

11 II.6.2. Proses Pembuatan Keramik 14 II.6.3. Proses Pembakaran (Sintering) 17 II.7. KARAKTERISASI MATERIAL KERAMIK 22 II Analisis Termal 22 II Pengukuran Porositas dan Densitas 24 II Pengujian Sifat Mekanik 26 II Pengujian Sifat Termal 27 II Pengujian Kekerasan 28 II.7.6. Analisa Fasa Pada Material Keramik 29 II.7.7. Analisa mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM) 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. BAHAN YANG DIGUNAKAN 31 III.1.1 Peralatan Yang Digunakan 31 III.1.2. Variabel dan Parameter 31 III.2. TAHAPAN DALAM PERCOBAAN 32 III.3. KARAKTERISASI 34 a. Pengkuran Densitas Dan Porositas 35 b. Pengukuran Termal Ekspansi 35 c. Pengukuran Kekuatan Patah 36 d. Pengukuran Kekerasan ( Vickers Hardness ) 36 e. Analisa struktur kristal dengan difraksi sinar-x 37 f. Pengamatan Mikrostruktur Dengan Scanning Electron Microscope (SEM) 37 vii

12 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 HASIL PENGUJIAN DENSITAS DAN POROSITA 38 IV.2 HASIL PENGUKURAN KEKUATAN PATAH DAN KEKERASAN 43 IV.3 HASIL PENGUKURAN KOEFISIEN EKSPANSI TERMAL 46 IV.4. HASIL ANALISIS XRD 49 IV.5. HASIL DIFFERENTIAL THERMAL ANALYSIS (DTA 55 IV. 6. HASIL ANALISIS MIKROSTRUKTUR DENGAN SEM. 56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V. 1. KESIMPULAN 59 V. 2. SARAN 59 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel II.1. Sifat-Sifat Fisis beberapa keramik Zirkonia 7 Tabel 2.2. Sifat-sifat keramik Alumina Al 2 O 3 10 Tabel 2.3. Struktur Geometri Kristal 17 ix

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar II.1. diagram transformasi fasa dari ZrO 2 6 Gambar II.2. Struktur kristal korundum ((α) Al 2 O 3 ) [Worral, 1986] 9 Gambar II.3. Model dua bola saling kontak dengan pembentukan leher kontak (neck) [Ristic, 1989]. 13 Gambar II.4. Mekanisme perpindahan materi selama sintering [Ristic, 1989, William, 1991]. 14 Gambar II.5. Hubungan suhu sintering terhadap perubahan sifat sifat material Keterangan : (1) Porositas, (2) Densitas, (3) Sifat listrik, (4) Kekuatan Mekanik, (5) Ukuran butir (grain Size) [Ristic, 1987] 15 Gambar II.6. Difraksi Sinar X (Azwar Manaf,2006) 18 Gambar II.7. Skema peralatan pada SEM 25 Gambar III.1. Diagram Tahapan Preparasi serbuk keramik stabilized ZrO 2 : 22% mole CaO dan 78% mole ZrO 2 27 Gambar III.2. Diagram Tahapan Proses Sintering 28 Gambar IV.1. Hubungan antara suhu sintering ( 0 C) terhadap porositas (%) dan densitas (g/cm 3 ) untuk sampel 70% Al 2 O 3 30% ZrO 2 35 Gambar IV.2. Hubungan antara suhu sintering ( 0 C) terhadap porositas (%) dan densitas (g/cm 3 ) untuk sampel 60% Al 2 O 3 40% ZrO 2 36 Gambar IV.3. Hubungan antara suhu sintering ( 0 C) terhadap porositas (%) dan densitas (g/cm 3 ) untuk sampel 50% Al 2 O 3 50% ZrO 2 36 Gambar IV.4. Hubungan antara suhu sintering ( 0 C) terhadap porositas (%) dan densitas (g/cm 3 ) untuk sampel 40% Al 2 O 3 60% ZrO 2 36 Gambar IV. 5. Hubungan antara suhu Sintering ( 0 C) terhadap Bending Strength (kgf/cm ) untuk sampel 70% Al 2 O 3-30% ZrO 2 ; 60% Al 2 O 3-40% ZrO 2 ; 50% Al 2 O 3-50% ZrO 2 ; 40% Al 2 O 3-60% roz 2 37 x

15 Gambar IV.6. Hubungan antara Suhu Sintering ( 0 C) terhadap kekerasan (Hv) untuk sampel: 70% Al 2 O 3-30% ZrO 2 ; 60% Al 2 O 3-40% ZrO 2 ; 50% Al 2 O 3-50% ZrO 2 ; 40% Al 2 O 3-60% ZrO 2 38 Gambar IV.7. Hubungan antara Suhu Sintering ( 0 C) terhadap Fracture toughness (Kic(Mpa m 1/2 )) untuk sampel : 70% Al 2 O 3-30% ZrO 2 ; 60% Al 2 O 3-40% ZrO 2 ; 50% Al 2 O 3-50% ZrO 2 ; 40% Al 2 O 3-60% ZrO 2 39 Gambar IV. 8. Hubungan antara Suhu pemanasan ( 0 C) terhadap l/l o (%) untuk sample 70% Al 2 O 3-30% ZrO 2 40 Gambar IV. 9. Hubungan antara Suhu pemanasan ( 0 C) terhadap l/l o (%) untuk sampel 60% Al 2 O 3-40% ZrO 2 41 Gambar IV. 10. Hubungan antara Suhu pemanasan ( 0 C) terhadap l/l o (%) untuk sampel 50% Al 2 O 3-50% ZrO 2 41 Gambar IV. 11. Hubungan antara Suhu pemanasan ( 0 C) terhadap l/l o (%) untuk sampel 40% Al 2 O 3-60% ZrO 2 41 Gambar IV.12. Hasil analisis Diffrential Thermal Analysis (DTA) dari sampel hasil campuran antara ZrOCl 2.8H 2 O dengan CaCO 3 setelah proses pengeringan. 42 Gambar IV. 13. Pola difraksi sinar X sampel serbuk ZrO 2 yang distabilisasi dengan CaO dan telah dibakar pada suhu C 43 Gambar IV. 14. Pola difraksi sinar X sampel keramik 70% Al 2 O 3-30% ZrO 2 dengan suhu sintering C 44 Gambar IV. 15. Pola difraksi sinar X sampel keramik 60% Al 2 O 3-40% ZrO 2 dengan suhu sintering C 45 Gambar IV. 16. Pola difraksi sinar X sampel keramik 50% Al 2 O 3-50% ZrO 2 dengan suhu sintering C 45 Gambar IV. 17. Pola difraksi sinar X sampel keramik 40% Al 2 O 3-60% ZrO 2 dengan suhu sintering C 46 Gambar IV. 18. Foto SEM untuk sampel keramik 70%Al 2 O 3-30% ZrO 2 dengan suhu sintering C 47 Gambar IV. 19. Foto SEM untuk sampel keramik 60%Al 2 O 3-40% ZrO 2 dengan suhu sintering C 47 xi

16 Gambar IV. 20. Foto SEM untuk sampel keramik 50%Al 2 O 3-50% ZrO 2 dengan suhu sintering C 48 Gambar IV. 21. Foto SEM untuk sampel keramik 40%Al 2 O 3-60% ZrO 2 dengan suhu sintering C 48 xii

17 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan pengetahuan bahan dapat dirasakan begitu pesatnya saat ini, demikian juga perkembangan teknologi keramik pada khususnya. Dimasa lampau, keramik masih dibuat dari bahan baku alami karena terbatasnya kemampuan dalam pengendalian komposisi kimia maupun strukturnya. Tetapi akhir-akhir ini, keramik telah dibuat dan dibentuk dengan bermacam-macam cara sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keramik memiliki sifat-sifat khas yang fungsional dalam mekanik, elektro termal, optik, termal, biokimia dan refraktori (sembiring,1990). Keramik adalah bahan anorganik dan non metalik yang merupakan campuran atau paduan metal dan non metal yang terikat secara ionik dan kovalen. Susunannya sangat bervariasi, mulai dari senyawa yang sederhana sampai campuran dari beberapa fasa kompleks. Pada umumnya keramik memiliki sifat yang baik : keras, kuat, dan stabil pada temperatur tinggi, tetapi getas dan mudah patah. Oleh karena itu perkembangan dan kehadiran produk-produk baru sangat diharapkan sejalan dengan pemikiran yang tertuang kedalam bentuk suatu penelitian dengan menggunakan sarana peralatan yang ada pada saat ini. Pembuatan keramik pada umumnya melakukan proses tahapan sebagai berikut : Pemilihan bahan/ ukuran butiran Pencampuran Pengeringan Pembentukan Pembakaran Pendinginan

18 2 Pada penelitian ini dilakukan dengan pembentukan tekan terhadap bubuk kering (powder compact) didalam cetakan, dan selanjutnya dibakar hingga suhu sintering, sehingga susunan kandungan sebelum dan sesudah dicampur memberikan gambaran tentang bahan yang akan digunakan sebagai bahan penelitian, terutama sifat-sifat fisisnya setelah disintering. Komposisi bahan baku keramik mencirikan keadaan yang original sehingga dapat dibedakan terhadap faktor penyusustan dan beberapa sifat fisisnya setelah dicampur dengan variasi penambahan tersebut, yang meliputi perubahan porositas, densitas, kuat patah, kekerasan dan termal ekspansi dan perubahan mikrostrukturnya. Kekuatan keramik sangat ditentukan oleh ukuran butir, jenis dan fasa butir, temperatur pembakaran, pembentukan dan sebagainya. Penambahan bahan campuran dapat memberi pengaruh yang besar terhadap kenaikan maupun penurunan kekuatannya, hal ini tergantung pada jenis bahan baku dan bahan paduannya. Tahap-tahap pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas peralatan yang tersedia di laboratorium penelitian LIPI Serpong Tanggerang. Sebagai batasan dalam penelitian ini,. terlebih dahulu membahas studi literatur yang menguraikan dasar teori rangkaian tahap pengerjaan yang tertuang pada BAB II. Sedangkan pada BAB III dan IV berturut-turut menyajikan tahap pengerjaan dalam pengambilan data dan hasil pembahasannya. Dan diakhiri dengan kesimpulan dari BAB- BAB sebelumnya yang tertuang pada BAB V.

19 3 I.1. LATAR BELAKANG Material keramik yang berbasis senyawa oksida seperti : Al 2 O 3, ZrO 2, MgO dan TiO 2 memiliki keunggulan antara lain : titik leburnya tinggi, keras, bersifat refraktori (tahan suhu tinggi), kuat, dan bersifat isolator. Penggunaan keramik alumina (Al 2 O 3 ) atau disebut corundum cukup luas sekali, misalnya seperti : komponen elektronik, mekanik, otomotif dan refraktori. Keramik Al 2 O 3 memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang cukup tinggi dan memiliki titik lebur sekitar C dan koefisien ekspansi termal yang relatif tinggi sekitar 8 9 x C -1, sehingga aplikasi pada kondisi dengan perubahan suhu secara mendadak akan mudah retak (Sembiring,1990). Untuk mengatasi kelemahan keramik Al 2 O 3 supaya nilai koefisien ekspansi termalnya rendah perlu ditambahkan bahan yang memiliki koefisien ekspansi termalnya yang rendah, misalnya Alumina Titanat (Al 2 TiO 5 ) yang memiliki koefisien ekspansi termal < 2 x C -1 dan Cordierit (2MgO.2 Al 2 O 3.5SiO 2 ) dengan koefisien ekspansi termal 3-4 x C -1. Dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan aditif yang nilai koefisien ekspansi termalnya paling rendah yaitu Alumina Titanat (Al 2 TiO 5 ), yang memiliki titik lebur sekitar C (Sembiring,1990). Karena titik lebur Alumina Titanat (Al 2 TiO 5 ) lebih rendah dari Al 2 O 3, maka diharapkan proses sintering dari keramik alumina (Al 2 O 3 ) dengan penambahan Al 2 TiO 5 akan berlangsung lebih cepat dan terjadi pada suhu yang lebih rendah. Sedangkan suhu sintering dari keramik alumina murni berlangsung pada suhu relatif tinggi yaitu sekitar C atau sekitar % dari titik lebur alumina (Sembiring,1990).

20 4 Keramik Al 2 O 3 dengan aditif alumina titanat (Al 2 TiO 5 ) sangat cocok untuk pemakaian pada suhu tinggi, misalnya sebagai keramik refraktori yaitu dapat digunakan sebagai pelapis tungku pembakaran atau kiln furniture, komponen otomotif (pelapis silinder ruang bakar, penyalur gas buang/manifold) dan piranti optik/penyangga piranti optik (Sembiring,1990). I.2. PERUMUSAN MASALAH Alumina (Al 2 O 3 ) murni memiliki titik lebur yang tinggi sekitar C dan memiliki koefisien ekspansi termal yang relatif tinggi yaitu sekitar (8 9) x C -1, sehingga untuk pembuatan keramik alumina diperlukan suhu sintering yang tinggi pula, dan ketahanan terhadap kejut suhu kurang baik. Untuk memperbaiki atau mengatasi kelemahan tersebut perlu ditambahkan bahan alumina titanat (Al 2 TiO 5 ) dalam pembuatan keramik alumina. Al 2 TiO 5 memiliki titik lebur yang rendah sekitar C dan koefisien ekspansi termal yang rendah (< 2 x C -1 ). Dengan menambahkan Al 2 TiO 5 diharapkan suhu sintering alumina dapat diturunkan dan sekaligus dapat menurunkan koefisien ekspansi termal. I.3. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui pengaruh variasi penambahan Al 2 TiO 5 dan suhu pembakaran (suhu sintering) dalam pembuatan keramik alumina (Al 2 O 3 ) terhadap sifat fisis (densitas, porositas, kuat patah, kekerasan dan ekspansi termal serta mikrostruktur).

21 5 I.4. BATASAN MASALAH Pembuatan keramik alumina (Al 2 O 3 ) dengan penambahan bahan aditif Al 2 TiO 5 dengan variasi penambahan 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Pembakaran terhadap paduan ini dilakukan pada suhu sintering C, C, C, C, C, C, C, dan C. Karakterisasi yang dilakukan meliputi porositas, densitas, kekuatan patah, kekerasan, koefisien ekspansi termal dan struktur mikro. I.5. HIPOTESA Dengan memvariasikan penambahan alumina titanat (Al 2 TiO 5 ) pada pembuatan keramik alumina (Al 2 O 3 ) diharapkan dapat tercapai suhu sintering pada kisaran C dan mampu menurunkan nilai koefisien ekspansi termal alumina, serta mempertahankan sifat-sifat fisis lainnya.

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 STRUKTUR KERAMIK ALUMINA ( Al 2 O 3 ) Senyawa alumina ( Al 2 O 3 ) bersifat polimorfi yaitu diantaranya memiliki struktur alpa (α) Al 2 O 3 dan gamma (γ) Al 2 O 3. Bentuk struktur yang lain misalnya beta (β)- Al 2 O 3 adalah alumina tidak murni yang merupakan paduan antara Al 2 O 3 -Na 2 O dengan formula Na 2 O.11 Al 2 O 3 (Walter 1970). Alpa (α) Al 2 O 3 merupakan bentuk struktur yang paling stabil sampai suhu tinggi dan memiliki nama lain yaitu korundum. Struktur dasar kristal korudum adalah tumpukan padat heksagonal (Hexagonal Closed Packed HCP) (Walter 1970; Worral 1986). Kationnya (Al 3+ ) menempati 2/3 bagian dari sisipan oktohedral, sedangkan anionnya (O 2- ) menepati posisi HCP. Bilangan koordinasi dari struktur korudum adalah 6, maka tiap ion Al 3+ dikelilingi oleh 6 ion O 2-, dan tiap ion O 2- dikelilingi oleh 4 ion Al 3+ untuk mencapai muatan yang netral (Walter 1970). Bentuk struktur kristal korudum ditunjukan pada Gambar II.1. Struktur gamma (γ) Al 2 O 3 menyerupai struktur dasar spinel yaitu A 3 B 6 C 12 atau AB 2 O 4, dengan A dan B masingmasing adalah kation valensi dua dan tiga. Struktur gamma (γ) Al 2 O 3 jika dinyatakan dalam bentuk formula spinel adalah Al 8 O 12, dan bila dibandingkan dengan formulasi spinel A 3 B 8 O 12, maka gamma (γ) Al 2 O 3 hanya memiliki 8 kation sedangkan pada spinel total kationya harus 9. jadi pada struktur kristal gamma (γ) Al 2 O 3 kekurangan satu kation dan hal ini merupakan bentuk cacat struktur (vacancy defect) pada kristal tersebut (Worral 1986). Struktur gamma (γ) Al 2 O 3 merupakan senyawa alumina yang stabil dibawa C dan umumnya lebih reaktif dibangdingkan dengan struktur alpha (α) Al 2 O 3.

23 7 Gambar II.1. Struktur kristal korundum ((α) Al 2 O 3 ) (Walter 1970) II.2. PREPARASI DAN TRANSISI TERMAL DARI ALUMINA Senyawa alumina secara komersial dihasilkan melalui proses ekstraksi (bayer process) dari bahan alam yaitu mineral bauxit. Mineral tersebut mengandung Al 2 O 3 bervariasi pada kisaran 40-60% berat dan sisanya berupa bahan ikutan misalnya : SiO 2, Fe 2 O 3, dan TiO 2. Proses ekstraksi mineral bauxit dilakukan pada suhu C dan tekanan 0,4 MPa dengan menggunakan larutan NaOH. Dari hasil proses tersebut diperoleh senyawa Al(OH) 3 yang sudah bebas dari bahan ikutannya. Selanjutnya melalui proses perlakuan panas / kalsinasi akan diperoleh Al 2 O 3 dengan struktur korundum atau gamma (γ) Al 2 O 3 tergantung suhu kalsinasi (Walter 1970;Worral 1986). Alumina yang terdapat pada mineral bauxit dapat berbentuk : bayerit (β- Al 2 O 3.3H 2 O) atau gibbsit (α- Al 2 O 3.3H 2 O), atau diaspore (β- Al 2 O 3.3H 2 O) tergantung lokasi/sumber mineral tersebut. Transisi termal dari alumina tergantung pada bentuk asal alumina hidartnya. Pada Gambar II.2 ditunjukkan kurva Diffrential Thermal Analysis (DTA) dari beberapa bentuk alumina hidrat.

24 8 Gambar II.2. Kurva DTA dari beberapa Alumina Hydrat (Worral 1986). Kurva tersebut menunjukkan bahwa alumina tergantung jenis alumina hidrat dan suhu. Fasa α- Al 2 O 3 menunjukkan fasa yang paling stabil sampai diatas suhu C, sedangkan fasa antaranya : η, χ, δ, θ, dan γ - Al 2 O 3 muncul dibawah suhu C. Transformasi fasa yang terjadi pada alumina bersifat searah (irreversible). II.3. SIFAT-SIFAT DAN APLIKASI KERAMIK ALUMINA Ikatan atom antara Al dan O cukup kuat sekali dan memiliki energi pembentukan 400 kcal/mol maka Al 2 O 3 merupakan senyawa yang stabil, kuat, keras dan memiliki titik lebur yang tinggi yaitu C (Worral 1986;Miyyayama 1991). Umumnya keramik alumina disamping tahan suhu tinggi juga memiliki sifat tahan kimia dan tahan korosi pada suhu tinggi. Keramik korundum murni dibuat melalui suhu tinggi ( C) dan

25 9 mempunyai sifat mekanik yang kuat sekali serta bersifat isolator listrik (Reynen 1986). Aplikasi banyak digunakan sebagai alat pemotong, bahan abrasiv, peralatan listrik atau elektronik,refraktori, komponen mekanik, dan sebagai bio-inert material (Ichinose 1983). Sedangkan γ - Al 2 O 3 yang sifatnya reaktif dan stabil dibawah suhu C, aplikasinya banyak digunakan sebagai reagen kimia dan bahan katalis (Worral 1986). II.4. STRUKTUR DAN SIFAT TITANIA (TiO 2 ) Titania (TiO 2 ) bersifat polimorfi dengan tiga struktur kristal yaitu : dua fasa yang stabil pada suhu rendah antara lain anatase dan brookit, sedangkan satu fasa yang lain yaitu rutil stabil pada suhu lebih tinggi (Yet Ming 1997). TiO 2 memiliki struktur dasar quasi hexagonal closed packed (HCP) dari oksigen, sedangkan kationnya mengisi separoh sisipan oktahedral. Namun dalam kenyataannya strukturnya berbentuk tetragonal. Jadi anatase brookit dan rutil masing-masing memiliki struktur yang sama yaitu tetragonal dengan berbeda parameter kisinya (Clifton 1984). Pada Gambar II.3 ditunjukan model kristal rutil TiO 2. Gambar II.3 Struktur Kristal Rutil TiO 2 (Yet Ming 1997)

26 10 Transformasi fasa dari anatase dan brookit ke rutil ditunjukan pada kurva stabilitas dari sistem titania ( Gambar II.4 ) Gambar II.4 Hubungan Stabilitas Pada Titania (TiO 2 ) (Yet Ming 1997) Anatase mengalami transformasi fasa dua arah yaitu dari fasa β ke α pada suhu C. Pada suhu sekitar C terjadi fasa searah (iireversible) menjadi rutil dengan dengan titik lebur C. Brookit merupakan material alam dan bila dipanaskan sampai C terjadi transformasi searah menjadi rutil. Berdasarkan bentuk struktur kristal TiO 2 dapat menyebabkan terjadinya difusi anisotropik dari kation Ti 4+ kearah sumbu c lebih besar daripada kearah sumbu a. Rutil memiliki konduktivitas listrik yang rendah dan konstanta dielektrik yang tinggi, oleh karena itu TiO 2 dapat digunakan sebagai bahan kapasitor dan sensor gas. Refraktif indeksnya cukup tinggi maka dapat dipergunakan juga sebagai zat imbuh cat dan kertas. Kegunaan lain

27 11 dibidang keramik adalah sebagai zat imbuh sintering dan bahan pembentukan inti pada pembuatan gelas keramik (Yet Ming 1997). II.5 SISTEM BINER AL 2 O 3 -TiO 2 Diagram fasa sistem biner Al 2 O 3 -TiO 2 memiliki dua titik eutektik dan adanya senyawa antara yang terbentuk dari reaksi antara Al 2 O 3 dengan TiO 2 yaitu alumina titanat (Al 2 TiO 5 ) (Morelra 1996). Al 2 O 3 + TiO 2 Al 2 TiO 5 Diagram fasa sistem biner tersbut diperlihatkan pada Gambar II.5.Titik eutektik pertama pada suhu C dengan rasio mol Al 2 O 3 / TiO 2 sekitar 5 : 4. Diatas suhu eutektik tersebut TiO 2 larut sempurna dalam Al 2 O 3 dan dibawah suhu eutektik terbentuk senyawa antara Al 2 TiO 5 yang tidak larut dalam Al 2 O 3. Titik eutektik kedua pada suhu sekitar C dengan ratio mol Al 2 O 3 / TiO 2 sekitar 1 : 5, dibawah suhu eutektik kedua terbentuk dua senyawa yang tidak saling larut yaitu TiO 2 Al 2 TiO 5. Gambar II.5 Diagram Fasa Sistem Al 2 O 3 -TiO 2 (Clifton 1984)

28 12 Adanya fasa Al 2 TiO 5 pada keramik alumina disamping dapat menurunkan suhu sintering juga dapat memperbaiki sifat termalnya khususnya menurunkan koefisien termal ekspansinya. Karena berdasarkan diagram fasa ( Gambar II.5 ) dengan bertambahnya fasa Al 2 TiO 5 pada alumina dapat menurunkan suhu lembur campuran hingga sampai pada titik eutektiknya. Dengan demikian suhu sinteringnya juga turun. Begitu pula senyawa Al 2 TiO 5 memiliki koefisien termal ekspansi yang jauh lebih kecil dibanding dengan alumina. Pada Tabel II.1 ditunjukan perbandingan sifat-sifat dari keramik Al 2 O 3 murni, TiO 2 murni dan Al 2 TiO 5. Tabel II.1. Sifat-Sifat Bahan Al 2 O 3 murni, TiO 2 murni dan Al 2 TiO 5 PARAMETER Al 2 O 3 TiO 2 Al 2 TiO 5 1. Densitas, gr/cm 3 3,96 4,25 3,21-3,56 2. Koefisien Termal Ekspansi, x 10-6 / 0 C Kekuatan Patah, Mpa Sifat daya hantar panas Baik Baik Isolator 5. Kekerasan (Hv), kgf/mm Titik lebur, 0 C II.6. PROSES PEMBUATAN MATERIAL KERAMIK Material keramik umumnya berupa senyawa polikristal yang proses pembuatannya dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan yaitu : proses preparasi serbuk, pembentukan dan pembakaran (sintering). Parameter-parameter proses pembuatan keramik tergantung pada jenis keramik yang akan dibuat, bidang aplikasinya dan sifat-sifat yang diharapkan.

29 13 Misalnya proses pembuatan keramik tradisional memiliki parameter yang berbeda dengan pembuatan keramik teknik. Karena pada keramik tradisional hanya memerlukan bahan baku alam dengan kemurnian yang tidak perlu tinggi, sedangkan untuk pembuatan keramik teknik diperlukan bahan baku dengan kemurnian tinggi serta terkontrol agar diperoleh sifat-sifat bahan yang diinginkan sesuai dengan aplikasinya. II.6.1. Preparasi Serbuk Keramik Pada proses preparasi serbuk beberapa faktor yang menentukan sifat produk keramik adalah : kemurnian bahan, homogenitas, dan kehalusan serbuk. Teknik preparasi serbuk keramik dapat dikelompokan tiga macam (Reed 1988): a. Teknik Konvensional Metode ini merupakan pencampuran padat-padatan (solid-solid mixing) yang umumnya digunakan pada industri-industri keramik. Proses penghalusan dan homogenisasi dilakukan dalam satu tahapan dengan menggunakan alat penggiling yaitu ball mill. Waktu penggelingan banyak berpengaruh terhadap tingkat homogenitas dan kehalusan serbuk (Reed 1988). b. Teknik Kimia Basah / Larutan Proses ini dilakukan melalui percampuran dalam bentuk larutan, sehingga akan diperoleh tingkat homogenitas yang lebih tinggi. Metode ini dapat dikelompokan menjadi dua yaitu (Reed 1988) : metode desolvent dan metode presipitasi. Metode desolvent dilakukan dengan cara mencampurkan beberapa sistem larutan kemudian diubah menjadi serbuk dengan cara pelepasan bahan pelarutnya (solvent) secara fisika yaitu melalui pemanasan/pendinginan secara cepat supaya tidak terjadi proses separasi kation-kationnya. Contoh dari metode ini antara lain :

30 14 freeze drying, liquid drying dan spray drying (Mazdiyasni,1982). Metode presipitasi adalah proses pemisahan bahan terlarut (solute) dari larutan dengan cara pengendapan. Untuk mengubah endapan menjadi serbuk dilakukan proses pemanasan atau kalsinasi. Contoh dari metode ini antara lain : coopresipitasi, sol gel (Reynen 1986). c.teknik Preparasi Dalam Fasa Gas Cara ini dilakukan untuk mendapatkan serbuk dengan kemurnian yang sangat tinggi dan kehalusan sampai orde nano meter. Ada dua cara yaitu : precipitation vapour deposition (PVD) dan chemical vapour deposition (CVD) (Reynen 1986). II.6.2. Proses Pembentukan Keramik Ada beberapa cara proses pembentukan keramik tergantung bentuk dan ukuran yang dikehendaki yaitu (Franklin 1976) : a. Proses Pembentukan Dengan Tekan ( Die Pressing ) Metode ini cocok dilakukan untuk membuat bentuk yang sederhana dan tebal. Pada proses ini ditambahkan bahan pembantu misalnya : bahan perekat (cellulose, polyvinil alkohol) dan bahan pelumas (asam sterat). Proses cetak tekan ada dua macam yaitu : dengan tekanan biasa yang arah tekanannya satu arah dan dengan cara isostatik pres yang arah tekanannya kesegala arah. Skema proses pencetakan keramik dengan kedua cara tersebut ditunjukkan pada Gambar II.6 dan Gambar II.7.

31 15 Gambar II.6. Skema pembentukan dengan cara tekan satu arah (Reed 1988). Gambar II.7. Skema pembentukan dengan cara isostatik pres (Franklin 1976). b. Proses Pembentukan Dengan Ekstrusi. Cara ini dilakukan untuk bahan yang memiliki plastisitas tinggi, biasanya untuk membuat produk dalam bentuk pipa, bata berlubang dan filter honeycomb. Untuk

32 16 bahan yang tidak plastis perlu ditambahkan bahan tambahan yaitu plastisizing agent. Model mesin ektrusi ditunjukkan pada Gambar II.8. Gambar II.8. Model mesin ekstrusi (Reed,1988). c. Proses Pembentukan Dengan Cara Cor. Cara ini digunakan untuk membentuk produk-produk keramik yang memiliki bentuk yang rumit. Pencetakan dengan cara ini harus disediakan massa tuang dalam bentuk suspensi dengan kekentalan dan kandungan padatan yang tertentu, agar dapat dengan mudah dituangkan pada cetakan yang terbuat dari gips (plaster of Paris). Sifat rheologi massa tuang sangat menentukan hasil cetakannya. Skema proses pencetakan dengan cara slip casting ditunjukkan pada Gambar II.9. Gambar II.9. Skema proses pembentukan keramik dengan slip casting (Reed,1988)

33 17 II.6.3. Proses Pembakaran (Sintering) Sintering adalah suatu proses pembakaran keramik setelah melalui proses pencetakan sehingga diperoleh suatu produk keramik yang kuat dan lebih padat. Suhu pembakaran pada proses sintering sangat tergantung sekali dengan jenis bahan keramik, umumnya disekitar 80-90% dari titik lebur campuran bahan baku yang digunakan. Selama berlangsungnya proses sintering akan terjadi pengurangan pori, penyusutan dan perubahan ukuran butir. Terjadinya pengurangan pori dan pertumbuhan butir (grain growth) selama proses sintering akibat proses difusi diantara butir. Jenis proses difusi akan memberikan efek terhadap perubahan sifat-sifat fisis yaitu perubahan densitas, porositas, penyusutan dan ukuran butir. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain : jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Proses sintering dapat berlangsung apabila (Reynen 1979) : 1. Adanya perpindahan materi diantara butiran yang disebut proses difusi 2. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energi tersebut digunakan untuk menggerakan butiran hingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna. Energi untuk menggerakan proses sintering disebut gaya dorong (driving force) yang ada hubungannya dengan energi permukaan butiran (γ). Gaya dorong tersebut dapat diilustrasikan dari dua buah bola yang berukuran sama yang saling kontak dengan ukuran kontak x seperti ditunjukan pada Gambar II.10. Gaya dorong (σ) untuk terjadinya kontak tersebut dapat bersifat tekan bila lekukan kontak (neck) tersebut cembung dan bersifat tarik bila lekukan kontak (neck) tersebut cekung (Ristic 1989).

34 18 Gambar II.10. Model Dua Bola Saling Kontak Dengan Pembentukan Leher Kontak (neck) (Ristic 1989). Persamaan gaya dorong (σ) dapat ditulis (Ristic 1989) : γ σ =... II.2 x Gaya dorong tersebut diperoleh melalui pemberian energi yang dalam hal ini berupa pemberian panas dari luar pada suatu proses pembakaran. Energi permukaan partikel (γ) persatuan volum berbanding terbalik dengan ukuran partikel [Ristic, 1989, William, 1991]. Berarti proses sintering dari partikel-partikel halus akan lebih cepat dibandingkan partikel-partikel yang besar atau densitas sinternya semakin tinggi. Pada Gambar II.11 ditunjukkan suatu contoh pengaruh ukuran partikel terhadap proses sintering (Coblenz,1991).

35 19 Gambar II.11. Kurva hubungan % sintering density terhadap berbagai ukuran partikel keramik Al 2 O 3 yang disinter pada C (Coblenz,1991). Proses perpindahan materi (difusi) selama proses sintering ditunjukkan pada Gambar II.12. Ada beberapa mekanisme difusi selama proses sintering yaitu (Coblenz,1991) : difusi volume, difusi permukaan, difusi batas butir dan difusi secara penguapan dan kondensasi. Tiap-tiap mekanisme difusi tersebut akan memberikan efek terhadap perubahan sifat fisis bahan setelah sintering antara lain perubahan : densitas, porositas, penyusutan dan pembesaran butiran. (1) Difusi permukaan (2),(5),(6) difusi volume (3)penguapan kondensasi (4) difusi batas butir ( grain boundary diffusion) Gambar II.12. Mekanisme Perpindahan Materi Selama Sintering (Coblenz,1991). Pada proses sintering keramik ada beberapa tahapan yaitu meliputi (Muljadi 1994) : A. Tahapan awal partikel-partikel keramik saling kontak satu dengan yang lainnya setelah proses pencetakan. Gambar II.13.a. Tahapan Awal Sintering

36 20 B. Tahapan mulai sintering Pada tahapan ini sintering milai berlangsung dan permukaan kontak kedua partikel semakin lebar. Perubahan ukuran butiran maupun pori belum terjadi. Gambar II.13.b. Tahapan Mulai Sintering C. Tahapan pertengahan sintering Pori-pori pada batas butir saling menyatu dan terjadi pembentukan kanal-kanal pori dan ukuran. butiran mulai membesar Gambar II.13.c. Tahapan Pertengahan Sintering D. Tahapan akhir sintering Pada tahapan ini batas butir bergerak dan terjadi pembesaran ukuran butiran sampai kanal-kanal pori tertutup dan sekaligus terjadi penyusutan Gambar II.13.d. Tahapan Akhir Sintering Peningkatan densitas dan penyusutan lebih banyak disebabkan adanya difusi batas butir (Muljadi 1994). Laju penyusutan dipengaruhi oleh waktu dan suhu sintering. Hubungan laju penyusutan dengan waktu dan suhu sintering ditunjukkan pada persamaan (Coblenz,1991) :

37 21 L L γ Ω D = 1,4 kt 2 / 5 t r 2 / 5 6 / 5... II.3 dengan : L/L : penyusutan (shrinkage) γ : energi permukaan k : konstanta Boltzman r : jari-jari D : koefisien difusi t : waktu T : suhu Beberapa parameter yang dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi proses sintering material keramik adalah : Porositas, densitas, sifat listrik, kekuatan mekanik, dan penyusutan (shrinkage). Hubungan antara parameter tersebut terhadap suhu sintering untuk keramik secara umum ditunjukan pada Gambar II.13. Gambar II.14.Hubungan Suhu Sintering Terhadap Perubahan Sifat Sifat Material Keterangan : (1) Porositas, (2) Densitas, (3) Sifat listrik, (4) Kekuatan Mekanik, (5) Ukuran butir (grain Size) (Muljadi 1994)

38 22 Pengaruh suhu sintering terhadap perubahan densitas dan porositas saling berlawanan, suhu sintering semakin tinggi maka densitas, kekuatan mekanik dan ukuran butir semakin besar sedangkan porositas dan sifat listrik menurun. II.7. KARAKTERISASI MATERIAL KERAMIK Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu bahan keramik maka perlu dilakukan suatu pengujian atau analisa. Beberapa jenis pengujian / analisa yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : analisa termal, pengukuran sifat-sifat fisis, sifat mekanik dan sifat termal (porositas, densitas, kekuatan patah, kekerasan, dan termal ekspansi) dan analisa fasa. II Analisis Termal Analisis termal untuk material keramik yang sering digunakan adalah analisis dengan Differential Thermal Analysis (DTA). Analisa DTA meliputi pengamatan perubahanperubahan material sebagai fungsi suhu. Perubahan tersebut berupa adanya pelepasan panas (eksotermis) dan penyerapan panas (endotermis). Proses penyerapan atau pelepasan panas tersebut merupakan suatu tanda adanya peristiwa yang terjadi pada bahan yang dianalisa, misalnya : perubahan struktur fasa (transformasi polimorfi), proses pelepasan air atau zat-zat yang menguap lainnya, proses oksidasi/reduksi, dan proses peleburan. Skema peralatan analisa DTA ditunjukkan pada Gambar II.15 (Speyer 1994).

39 23 Gambar II.15. Skema dari sistem peralatan DTA (Speyer 1994). Prinsip dari analisis ini adalah mengukur perubahan suhu ( T) antara suhu sampel dengan suhu acuan (reference), dan sebagai bahan acuan adalah material yang stabil (inert) terhadap perubahan suhu dan lingkungan atmosfer, misalnya serbuk korundum (Speyer 1994). Bila dalam pengamatan ternyata suhu bahan acuan lebih tinggi daripada suhu sampel maka diperoleh perubahan suhu ( T) negatif atau terjadi perubahan endotermis, dan sebaliknya akan diperoleh perubahan suhu ( T) positif atau terjadi perubahan eksotermis. Bila T diplotkan dengan suhu pengukuran (T) maka akan diperoleh termogram seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.16.

40 24 Gambar II.16. Contoh kurva DTA yang menunjukkan adanya puncak endotermis dan eksotermis (Gallagher, 1991). Bila suhu sampel dengan suhu acuan sama berarti tidak terjadi perubahan, dalam hal ini hanya ditunjukan berupa garis lurus (base line). II.7.2. Pengukuran Densitas Dan Porositas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Bulk density adalh densitas dari suatu sampel yang yang berdasarkan volume bulk atau volume sampel termasuk dengan pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan metode Archimedes, yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Chester,1990) :

41 25 Wk ρ = b x ρ H 2O Wk... II.4 ( Wb Wt) dengan : ρ b : bulk density, kg/m 3 ρ H2O : densiti air, kg/m 3 Wk : massa kering sampel diudara, kg Wb : massa sampel digantung didalam air, kg Wt : massa tali penggantung, kg Porositas pada suatu material keramik dinyatakan dalam persen (%) rongga atau fraksi volum dari suatu rongga yang ada didalam material tersebut. Besarnya porositas pada material keramik dapat bervariasi dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari jenis atau aplikasi keramik. Ada 2 macam porositas yaitu : porositas tertutup dan terbuka. Pori yang tertutup umumnya sulit untuk ditentukan dan pori tersebut merupakan suatu rongga yang terjebak dalam padatan serta tidak ada akses kepermukaan luar. Sedangkan pori terbuka masih ada akses kepermukaan luar walaupun rongga tersebut berada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity. Porositas terbuka adalah ratio antara volum pori terbuka didalam material terhadap volum material. Persamaan untuk menghitung porositas terbuka adalah (Chester,1990) : Porositas W2 W1 = x 100%... II.5 W W 2 3 dengan : W 1 W 2 W 3 : massa sampel kering (kg) : massa sampel basah/setelah direndam air (kg) : massa sampel digantung dalam air (kg)

42 26 II Pengujian Sifat Mekanik. Material keramik sebagian besar memiliki ikatan kovalen yang kuat sehingga pada suhu ruang, keramik bersifat rapuh (brittle) serta kekuatan tekannya jauh lebih kuat yaitu 8 sampai 20 kali dari kekuatan tariknya. Walaupun kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanik yang penting pada suatu material, ternyata dalam pengujian kekuatan tarik untuk keramik jarang sekali dilakukan, hal ini disebabkan keramik bersifat rapuh sehingga sulit untuk memberikan tegangan tarik yang murni. Evaluasi sifat mekanik untuk material keramik dilakukan pengujian kekuatan patah (bending strength) atau sering disebut Modulus of Rupture (MOR) atau pengujian kekuatan tekan (compressive strength). Kekuatan patah untuk material keramik dapat ditentukan dengan menggunakan triple point bending yaitu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Hayakawa 1991) : 3PL kekua tan patah = II.6 2 2bd dengan : Gambar II.17. Standar Uji P L b,d : gaya penekan (kgf) : jarak dua penumpu (cm) : dimensi sampel (cm)

43 27 II.7.4. Pengujian Sifat Termal. Pengujian sifat termal dari suatu material keramik meliputi pengujian antara lain : ekspansi termal, konduktifitas panas dan kapasitas panas. Pada bab ini khusus dibahas mengenai pengujian ekspansi termal yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Pada umumnya material bila dipanaskan atau didinginkan akan mengalami perubahan panjang atau volum secara bolak balik (reversible), sepanjang material tersebut tidak mengalami kerusakan yang permanen. Sifat ekspansi termal suatu bahan keramik sangat penting karena ada kaitannya dengan aplikasi, pemilihan bahan untuk suatu proses pengglasiran keramik atau untuk penyambungan (joining) keramik. Perubahan panjang relatif terhadap panjang awal sampel yang berhubungan dengan temperatur (T) disebut sebagai koefisien termal ekspansi. Definisi tersebut dinyatakan dengan persamaan berikut (Garnet 1980) : L ( T) 1 ( TI ) = α... II.9 T r= TI L ( TI) dengan : L (TI) : panjang sampel pada suhu TI α(ti) : koefisien ekspansi termal linier T : suhu Pada suhu rata-rata antara T 1 dan T 2 (T 2 > T 1 ) maka koefisien termal ekspansi rata-rata ( α rata-rata ) diperoleh dari penurunan persamaan II.9 yang dapat ditulis sebagai berikut (Garnet 1980) :

44 28 dengan : L( T2 ) L( T1 ) 1 α rata rata =... II.10 L( T ) ( T T ) L (T 1 ) : panjang sampel pada suhu T 1 L (T 2 ) : panjang sampel pada suhu T Bila material memiliki nilai koefisien termal ekspansi linier yang semakin rendah maka daya tahan kejut suhu material tersebut semakin besar. II.7.5. Pengujian Kekerasan. Kekerasan (hardness) merupakan salah satu parameter yang penting untuk aplikasi teknik. Hardness didefinisikan sebagai ketahanan material terhadap deformasi, goresan dan erosi. Pengujian kekerasan material keramik umumnya digunakan bahan penekan dari diamond (hard identori) yang berbentuk piramida, dan teknik pengujian ini disebut sebagai pengujian kekerasan Vickers (Hv). Uji keketasan Vickers dapat dilakukan dengan berbagai variasi pembebanan (load) dan untuk material keramik besarnya load tersebut harus lebih besar dari gf. Persamaan untuk menentukan nilai kekerasan Vickers adalah (Amin 1991) : P H V = 1, II.11 d 2 v dengan : P d v : besarnya beban, kgf : panjang diagonal jejak identor, mm

45 29 II Analisa Fasa Pada Material Keramik. Sifat-sifat dari suatu material keramik merupakan fungsi intrinsik dari fasa-fasa yang terkandungnya. Berarti keberadaan fasa yang dominan maupun yang minor akan mempengaruhi sifat keseluruhan dari bahan. Ada beberapa teknik untuk menganalisa fasa pada suatu material keramik, diantaranya dengan menggunakan difraksi sinar-x bentuk serbuk ( powder X-ray diffraction XRD). Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5 sampai 2,5 Angstrom yang mendekati jarak antar atom kristal (Chan 1992). Jika sinar- ditembakkan pada suatu permukaan material, maka atomatom akan menghamburkan sinar- X ke segala arah dan dalam arah tertentu berkas sinar yang dihamburkan akan sefasa dan saling menguatkan. Jika atom-atom tersusun secara periodik pada sebuah kisi maka sinar yang dihamburkan oleh atom-atom tersebut memiliki hubungan fasa tertentu. Hubungan fasa menghasilkan interferensi konstruktif dalam arah tertentu membentuk berkas difraksi seperti pada Gambar II.18 Gambar II.18. Difraksi dari bidang kristal ( Chan 1992)

46 30 Berkas sinar-x dengan panjang gelombang λ jatuh dengan sudut θ pada sekumpulan bidang ristal yang berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat dampak jika berkas-berkas dari tiap bidang yang berdekatan dari bidang difraksi sesuai dengan jarak antar kisi. Persamaan dari pantulan sinar yang saling menguatkan dinyatakan dengan hukum Bragg yaitu (Chan 1992): 2 d sin θ = n λ... II.12 Dengan menggunakan sinar-x yang telah diketahui panjang gelombangnya λ (λ = 1, Angstrom), maka harga d dari berbagai bidang pada kristal dapat ditentukan. Tiap bahan mempunyai nilai d tertentu, dan untuk mengidentifikasi jenis fasa dalam suatu bahan dilakukan dengan membandingkan nilai d pengukuran dengan nilai d yang ada pada data standar (hanawalt Method). II.7.7. Analisis Mikrostruktur Dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Analisis mikrostruktur untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan SEM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan diantara butiran atau disebut grain boundary. Analisis mikrostruktur dengan menggunakan SEM bertujuan untuk mengetahui susunan partikel-partikel setelah proses sintering, dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu sintering. Dari foto SEM yang dihasilkan dapat diketahui apakah terjadi pembesaran butiran atau grain growth, sejauh mana pori-pori sisa yang terbentuk di dalam badan keramik

47 31

48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. BAHAN YANG DIGUNAKAN Pembuatan keramik sistem Al 2 O 3 TiO 2 dilakukan melalui sistem pencampuran padatan (solid-solid mixing) dengan menggunakan bahan baku yaitu : a. Serbuk γ - Al 2 O 3 (pa Merck) b. Serbuk TiO 2 (pa Merck) III.1.1. Peralatan yang digunakan : a. Magnetic Stirrer b. Alat alat gelas (beaker) c. Ayakan d. Pengering e. Tungku Pembakar (Thermolyn) f. Mesin Polish g. XRD (X-Ray Diffractometer) h. Mechanical Testing Machine i. SEM (Scanning Electron Microscope) III.1.2. Variabel dan Parameter Variabel : a. Prosentase penambahan TiO 2 : 10, 15, 20, 25 dan 30% berat b. Suhu Sintering : 1300, 1400, C, dan C

49 32 Parameter : a. Porositas b. Densitas c. Kuat Patah d. Kekerasan ( Vickers) e. Ekspansi Termal f. Mikrostruktur dengan XRD dan SEM III. 2. TAHAPAN DALAM PERCOBAAN Pada percobaan ini dibuat dua macam komposisi yang berdasarkan diagram fasa sistem Al 2 O 3 TiO 2 yaitu pada komposisi eutektiknya seperti terlihat pada Gambar III.1. Gambar III.1. Diagram fasa sitem Al 2 O 3 TiO 2 (Clifton 1984).

50 33 Dari diagram fasa tersebut maka dua titik eutektik dengan komposisi dalam persen berat sebagai berikut : a. Eutektik I : Al 2 O 3 = 61,46% dan TiO 2 = 38,54%. (sampel I) b. Eutektik II : Al 2 O 3 = 20,33% dan TiO 2 = 79,67%. (sampel II) Proses pembuatan sampel dilakukan dengan mencampurkan bahan serbuk γ - Al 2 O 3 TiO 2 dengan menggunakan ball mill selama 20 jam. Ball mill ini berfungsi mencampur dan sekaligus menggiling dan proses pencampuran ini dilakukan secara basah dengan media pencampur air (aquadest). Setelah dilakukan pencampuran kemudian dikeringkan dalam pemanas listrik (drying oven) pada suhu C. Serbuk dari campuran kedua bahan tersebut selanjutnya dicetak dengan alat cetak tekan (dry pressing) dengan tekanan sebesar 1300 kg/cm 2. Kemudian sampel yang telah dicetak dibakar (sintering) pada berbagai suhu yaitu dari 1250 sampai C. Proses pembakaran dilakukan menggunakan tungku listrik Thermolyne 1600 dengan kecepatan kenaikan suhu (heating rate) 10 0 C/menit dan pada setiap suhu sintering ditahan selama 3 jam. Diagram alir preparasi sampel ditunjukkan pada Gambar III.2.

51 34 RAW MATERIAL : serbuk α - Al 2 O 3 + γ Al 2 TiO 5 PENCAMPURAN Dengan Ball Mill Analisa DTA PENCETAKAN SINTERING Variasi suhu : C, C C, dan C KARAKTERISASI Sifat Fisis : Densitas Porositas Koef. Termal Ekspansi Kekuatan Mekanik : Bending Strength dan Hardness Struktur Kristal dengan XRD ( Indentifikasi Fasa ) Gambar III.2. Diagram Alir Preparasi Sampel III.3. KARAKTERISASI Bahan yang dikarakterisasi pada penelitian ini adalah bahan sebelum dibakar dan bahan setelah dibakar (sintering). Jenis karakterisasi yang dilakukan untuk bahan sebelum dibakar adalah : analisa termal menggunakan Differential thermal Analyzer (DTA-Harrop

52 35 TA716), dengan kecepatan kenaikan suhu 10 0 C/menit dan dilakukan dari suhu kamar sampai suhu C. Sedangkan karakterisasi bahan yang telah dibakar / sintering meliputi : a. Pengkuran Densitas Dan Porositas Densitas (bulk density) dari sampel yang telah dibakar diukur dengan metode Archimedes dan dihitung dengan menggunakan persamaan : Wk ρ = b x ρ H 2O Wk... III.1 ( Wb Wt) dengan : ρ b : bulk density, kg/m 3 ρ H2O : densiti air, kg/m 3 Wk : massa kering sampel diudara, kg Wb : massa sampel digantung didalam air, kg Wt : massa tali penggantung, kg Porositas sampel yang telah dibakar diukur berdasarkan persamaan berikut: Porositas W2 W1 = x 100% III.2 W W 2 3 dengan : W 1 W 2 W 3 : massa sampel kering (kg) : massa sampel basah/setelah direndam air (kg) : massa sampel digantung dalam air (kg) b. Pengukuran Termal Ekspansi Pengukuran termal ekspansi dilakukan dengan menggunakan Dilatometer Harrop, pengamatan perubahan panjang dilakukan dari suhu kamar sampai dengan suhu C dan kecepatan kenaikan suhu 10 0 C/menit. Skema peralatan Dilatometer Harrop ditunjukan pada Gambar III.3.

53 36 Gambar III.3. Skema Peralatan Pengukuran Termal Ekspansi Dengan Dilatometer (Reed, 1988) c. Pengukuran Kekuatan Patah 3PL kekua tan patah =.. III.3 2 2bd dengan : P L b,d : gaya penekan (kgf) : jarak dua penumpu (m) : dimensi sampel (m) d. Pengukuran Kekerasan ( Vickers Hardness Hv ) Pengukuran kekerasa Hv dilakukan dengan menggunakan Microhardness Tester Shimadzu, dan dalam pengukuran digunakan beban identor 200 gf dan waktu pembebanan 10 detik.

54 37 e. Analisa struktur kristal dengan difraksi sinar-x Analisa struktur kristal atau identifikasi fasa yang terbentuk dari sampel-sampel yang telah dibakar pada berbagai suhu dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar-x. Identifikasi fasa yang ada dilakukan dengan mencocokkan antara nilai d (jarak bidang kisi) dari hasil pengamatan dengan nilai d pada Hanawalt Method). f. Pengamatan Mikrostruktur Dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Analisis struktur mikro dari suatu bahan dapat dilakukan dengan menggunakan SEM. Prosedur preparasi sampel dan pemotretannya adalah sebagai berikut : 1. Sampel yang akan dianalisa dengan SEM harus dipoles dengan diamond paste mulai dari ukuran yang paling kasar hingga 0.25 µm, dimana permukaannya menjadi halus dan rata. 2. Pembersihan permukaannya dari lemak dan pengotor lainnya dengan menggunakan ultrasonic cleaner selama 2 menit dan menggunakan bahan alkohol. 3. pelapisan permukaan sampel dengan bahan emas dan selanjutnya difoto bagian-bagian yang diinginkan dengan perbesaran tertentu.

55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 HASIL PENGUJIAN DENSITAS DAN POROSITAS Kurva hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 90% Al 2 O 3-10% Al 2 TiO 5 diperlihatkan pada Gambar IV.1 sebagai berikut. Gambar IV.1. Hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 90% Al 2 O 3-10% Al 2 TiO 5 Dari kurva tersebut diatas terlihat bahwa semakin tinggi suhu sinteringnya menunjukkan sutu peningkatan pemadatan dari sampel keramik yang dibuat. Hal tersebut ditandai dengan adanya kecenderungan peningkatan nilai densitas serta penurunan nilai porositas. Sesuai dengan teori sintering pada material keramik bahwa proses sintering selalu diikuti adanya pengurangan pori-pori diantara butiran sehingga terjadi penyusutan, akibatnya

56 39 terjadi pengurangan volum, sedangkan massa keramik selalu tetap. Jadi densitas akan meningkat jika suhu sintering dipertinggi. Peningkatan densitas yang tajam diantara suhu C C yaitu dari 2,96 menjadi 3,51 g/cm 3. Begitu pula pada rentang waktu tersebut nilai porositas juga menurun secara draktis dari 33,26% menjadi 2,63%. Hal ini menandakan mulai terjadinya proses sintering, sedangkan pada kisaran suhu C terjadi perubahan nilai densitas maupun porositas yang lebih kecil, berarti menunjukan bahwa proses sintering telah selesai. Bila dipertinggi lagi suhunya kemungkinan akan terjadi perubahan yang kecil pula untuk densitas/porositas. Dengan komposisi ini diperoleh nilai densitas tertinggi 3,65 g/cm 3 dan porositas terendah 0,66%. Dengan adanya Al 2 TiO 5 proses sintering Al 2 O 3 dapat dipercepat, umumnya menurut literatur bahwa Al 2 O 3 murni memiliki suhu sintering yang jauh lebih tinggi lagi untuk mencapai porositas mendekati nol atau mendekati densitas teoritis Al 2 O 3 ( 3,90 g/cm 3 ). Kurva hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 85% Al 2 O 3-15% Al 2 TiO 5 diperlihatkan pada Gambar IV.2 sebagai berikut. Gambar IV.2. Hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu untuk sampel 85% Al 2 O 3-15% Al 2 TiO 5 sintering

57 40 Gambar IV.2 tersebut masih menunjukkan pola atau kencenderungan yang sama dengan sampel 90% Al 2 O 3-10% Al 2 TiO 5. Dengan peningkatan jumlah Al 2 TiO 5 yaitu 10% berat menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap porositas. Dimana suhu sintering yang optimal masih C dengan nilai densitas hampir sama dengan sampel sebelumnya yaitu 3,68 g/cm 3, dan nilai porositasnya semakin kecil yaitu mencapai 0,17%. Kurva hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 80% Al 2 O 3-20% Al 2 TiO 5 diperlihatkan pada Gambar IV.3 sebagai berikut. Gambar IV.3 Hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 80% Al 2 O 3-20% Al 2 TiO 5 Pada Gambar IV.3 masih menunjukkan pola yang sama dengan kedua sampel sebelumnya, dengan peningkatan penambahan Al 2 TiO 5 sampai 20% belum menunjukkan perubahan yang berarti terhadap nilai densitas maupun porositas.

58 41 Kurva hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 75% Al 2 O 3-25% Al 2 TiO 5 diperlihatkan pada Gambar IV.4 sebagai berikut Gambar IV.4 Hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 75% Al 2 O 3-25% Al 2 TiO 5 Dengan penembahan sampai 25% ternyata hubungan densitas/porositas terhadap kenaikan suhu sintering masih menunjukkan pola yang sama. Tetapi menunjukkan adanya sedikit peningkatan densitas dan penurunan porositasnya, yaitu densitasnya 3,69 g/cm 3, dan nilai porositasnya semakin kecil yaitu mencapai 0,10% pada suhu sintering C.

59 42 Kurva hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 70% Al 2 O 3-30% Al 2 TiO 5 diperlihatkan pada Gambar IV.5 sebagai berikut. Gambar IV.5 Hubungan densitas dan porositas terhadap berbagai suhu sintering untuk sampel 70% Al 2 O 3-30% Al 2 TiO 5 Dengan penambahan Al 2 TiO 5 sebesar 30% menunjukkan bahwa pola hubungan densitas/porositas terhadap perubahan suhu sintering memiliki kecenderungan yang sama dengan sampel-sampel sebelumnya. Tetapi memberikan perubahan yang signifikan dalam proses sinteringnya, yaitu untuk sampel ini ternyata proses sintering sudah berakhir pada kisaran suhu C C, sedangkan sampel sebelumnya pada kisaran suhu C C. Hal ini dapat dilihat bahwa perubahan nilai porositas/densitas kecil sekali pada rentang suhu C C. Kejadian ini disebabkan karena adanya perbedaan titik lebur antara Al 2 O 3 dengan Al 2 TiO 5, dimana Al 2 TiO 5 memiliki titik lebur yang lebih rendah. Jika persentase bahan yang titik leburnya diperbanyak maka proses pemadatan/sintering akan berlangsung lebih cepat. Untuk komposisi ini diperoleh suhu

60 43 sintering yang optimal pada suhu C dengan nilai densitas 3,69 g/cm 3 dan nilai porositasnya 0,12%. Suhu sintering keramik yang dibuat dari campuran antara Al 2 O 3 dengan Al 2 TiO 5 ternyata hampir sama yaitu C untuk komposisi Al 2 TiO 5 dari 10% sampai dengan 25%, akan tetapi suhu sinteringnya akan turun menjadi C bila komposisi diperbesar menjadi 30%. Persentase penambahan Al 2 TiO 5 diatas 25% akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses sintering. IV.2. HASIL PENGUKURAN KEKUATAN PATAH DAN KEKERASAN Hasil pengukuran kekuatan patah (bending strength) untuk setiap komposisi terhadap berbagai suhu sintering pada Gambar IV.6 sebagai berikut. Gambar IV.6. Hubungan kekuatan patah (bending strength) terhadap suhu sintering pada penambahan beberapa % aditif Al 2 O 3 Rata-rata nilai kekuatan patah untuk semua sampel terhadap kenaikan suhu sintering menunjukkan pola yang sama yaitu semakin besar suhu sinteringnya maka nilai kekuatan

61 44 patahnya cenderung meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil analisa densitas/porositas, bahwa semakin tinggi suhu sinteringnya maka semakin padat sampel yang dibuat, artinya ikatan antara butiran yang satu dengan yang lainnya semakin kuat, dan gaya untuk melepaskan/merusak ikatan tersebut semakin besar dengan naiknya suhu sintering, oleh karena itu nilai kekeuatan patahnya juga cenderung meningkat dengan naiknya suhu sintering. Dari Gambar IV.6 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan Al 2 TiO 5 sebesar 10 % sampai dengan 25 % menunjukkan peningkatan nilai kekuatan patahnya dari1487 meningkat menjadi 1771 kg/cm 2 pada suhu sintering C. Akan tetapi dengan penambahan 30 % Al 2 TiO 5 dapat memiliki kekuatan patah sebesar 1771 kg/cm 2 pada suhu sintering C. Jadi disini dapat dikatakan efek penambahan Al 2 TiO 5 dapat memberikan peningkatan kepadatan dan sekaligus meningkatkan kekuatan patahnya. Peran Al 2 TiO 5 dalam pembentukan keramik alumina ini adalah sebagi material pengikat butiran-butiran alumina, sehingga diperoleh badan keramik yang cukup padat karena porositasnya mendekati nol persen. Sedangkan hasil pengujian kekerasan vickers untuk berbagai komposisi dan suhu sintering ditunjukkan pada Gambar IV.7 sebagai berikut.

62 45 Gambar IV.7. Hubungan kekerasan (Vickers Hardness) terhadap suhu sintering pada penambahan beberapa % aditif Al 2 TiO 5 Pola hubungan nilai kekerasan terhadap kanaikan suhu sintering menunjukkan pola yang sama dengan kekuatan patah vs suhu sintering ( Gambar IV.6 ). Pada Gambar IV.7 terlihat bahwa pada kisaran suhu sintering C C dengan penambahan Al 2 TiO 5 10 % sampai dengan 20 % tidak menunjukkan adanya perbedaan nilai kekerasannya untuk setiap suhu sintering, akan tetapi nilai kekerasannya naik terus hingga pada suhu sintering C. Nilai kekerasan tertinggi pada suhu sintering C diperoleh pada sampel dengan Al 2 TiO 5 20 % dan 25 % yaitu masing-masing sebesar 1431 kgf/mm 2 dan 1447 kgf/mm 2. sedangkan sampel dengan 30 % Al 2 TiO 5 memiliki nilai kekerasan tertinggi pada suhu sintering C yaitu sebesar 1432 kgf/mm 2. Dari seluruh sampel, ternyata niali kekerasan maksimum yang dicapai diatas 1000 kgf/mm 2, material semacam ini tergolong material yang kera dan dapat dipergunakan sebagai komponen mekanik yang tahan abrasiv.

63 46 IV.3. HASIL PENGUKURAN KOEFISIEN EKSPANSI TERMAL Hasil pengukuran ekspansi termal untuk setiap komposisi diperlihatkan pada Gambar IV.8 sampai dengan Gambar IV.12 sebagai berikut. L/Lo Gambar IV.8. Hubungan L/Lo terhadap suhu pemanasan pada komposisi 90% Al 2 O 3 10% Al 2 TiO 5 dan suhu sintering C. L/Lo Gambar IV.9. Hubungan L/Lo terhadap suhu pemanasan pada komposisi 85% Al 2 O 3 15% Al 2 TiO 5 dan suhu sintering C

64 47 L/Lo Gambar IV.10. Hubungan L/Lo terhadap suhu pemanasan pada komposisi 80% Al 2 O 3 20% Al 2 TiO 5 dan suhu sintering C. L/Lo Gambar IV.11. Hubungan I/Lo terhadap suhu pemanasan pada komposisi 75% Al 2 O 3 25% Al 2 TiO 5 dan suhu sintering C.

65 48 Gambar IV.12. Hubungan L/Lo terhadap suhu pemanasan pada komposisi 70% Al 2 O 3 30% Al 2 TiO 5 dan suhu sintering C. Hubungan kurva antara persen ekspansi termal terhadap perubahan suhu untuk semua sampel menunjukkan pola yang sama yaitu memiliki hubungan yang linier, hanya berbeda dari nilai kemiringan (slope). Semakin banyak komposisi Al 2 TiO 5 maka nilai slopenya cenderung mengecil. Nilai slope tersebut menunjukkan besarnya nilai koefisien termal ekspansi dari masing-masing sampel. Pada tabel IV.1 diperlihatkan nilai koefisien termal ekspansi dari masing-masing sampel. Tabel IV.1. Nilai koefisien ekspansi termal dari keramik Al 2 O 3 Al 2 TiO 5 pada beberapa komposisi dan suhu sintering Suhu sinetring ( 0 C) Komposisi Koefisien ekspansi termal, α ( C -1 ) % Al 2 O 3 10% Al 2 TiO % Al 2 O 3 15% Al 2 TiO % Al 2 O 3 20% Al 2 TiO % Al 2 O 3 25% Al 2 TiO % Al 2 O 3 30% Al 2 TiO 5 3 Semakin banyak penambahan Al 2 TiO 5 maka nilai koefisien termal ekspansinya cenderung menurun, karena nilai koefisien termal ekspansi dari Al 2 TiO 5 jauh lebih rendah dibandingkan dengan Al 2 O 3. Material yang memiliki nilai koefisien termal ekspansi yang

66 49 rendah akan cenderung lebih tahan terhadap kejutan suhu. Sehingga dapat diaplikasikan untuk material refraktori. IV. 4. HASIL ANALISIS XRD Hasil analisis difraksi sinar-x (XRD) untuk sampel serbuk keramik Al 2 TiO 5 yang telah dibakar pada suhu C ditunjukkan pada gambar sebagai berikut. Sudut Difraksi, 2θ Gambar IV.13. Pola difraksi campuran serbuk Al 2 O 3 dengan TiO 2 yang telah dibakar C Dari (Gambar IV.13) tersebut diatas menunjukkan bahwa semua puncak-puncak merupakan fasa Al 2 TiO 5 yang terbentuk dari reaksi pada suhu C antara Al 2 O 3 dengan TiO 2. Hasil difraksi sinar-x dari sampel campuran Al 2 O 3 dengan Al 2 TiO 5 yang telah disintering untuk berbagai komposisi diperlihatkan sebagai berikut : Al2O3 Al2O3

67 50 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Sudut Difraksi, 2θ Gambar IV.14. Pola difraksi sinar-x dari sampel 90% Al 2 O 3 10% Al 2 TiO 5 yang telah disintering C Puncak-puncak yang terbentuk menunjukkan adanya fasa dominan Alumina (α Al 2 O 3 ) dan fasa minor Al 2 TiO 5. tampaknya tidak terjadi reaksi dari kedua bahan tersebut, karena tidak menunjukkan adanya fasa selain kedua fasa tersebut. Hasil difraksi sinar-x dari sampel campuran Al 2 O 3 dengan Al 2 TiO 5 yang telah disintering untuk komposisi 85% Al 2 O 3 15% Al 2 TiO 5 diperlihatkan sebagai berikut : Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Sudut Difraksi, 2θ Gambar IV.15. Pola difraksi sinar-x dari sampel 85% Al 2 O 3 15% Al 2 TiO 5 yang telah disintering C

68 51 Puncak-puncak yang terbentuk menunjukkan adanya fasa dominan Alumina (α Al 2 O 3 ) dan fasa minor Al 2 TiO 5. tampaknya tidak terjadi reaksi dari kedua bahan tersebut, karena tidak menunjukkan adanya fasa selain kedua fasa tersebut. Hasil difraksi sinar-x dari sampel campuran Al 2 O 3 dengan Al 2 TiO 5 yang telah disintering untuk komposisi 80% Al 2 O 3 20% Al 2 TiO 5 diperlihatkan sebagai berikut : Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Sudut Difraksi, 2θ Gambar IV.16. Pola difraksi sinar-x dari sampel 80% Al 2 O 3 20% Al 2 TiO 5 yang telah disintering C Pola difraksinya berbeda dengan sampel 85% Al 2 O 3 15% Al 2 TiO 5 yaitu menjadi fasa dominan Al 2 TiO 5 dan fasa minor Alumina (α Al 2 O 3 ). Tentunya berdampak ada kemungkinan terjadi perubahan sifat-sifat fisis maupun sifat termal. Hasil difraksi sinar-x dari sampel campuran Al 2 O 3 dengan Al 2 TiO 5 yang telah disintering untuk komposisi 75% Al 2 O 3 25% Al 2 TiO 5 diperlihatkan sebagai berikut :

69 52 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Sudut Difraksi, 2θ Gambar IV.17. Pola difraksi sinar-x dari sampel 75% Al 2 O 3 25% Al 2 TiO 5 yang telah disintering C Pola difraksinya hampir sama dengan sampel 80% Al 2 O 3 20% Al 2 TiO 5 yaitu masih fasa dominan Al 2 TiO 5 dan fasa minor Alumina (α Al 2 O 3 ). Hasil difraksi sinar-x dari sampel campuran Al 2 O 3 dengan Al 2 TiO 5 yang telah disintering untuk komposisi 70% Al 2 O 3 30% Al 2 TiO 5 diperlihatkan sebagai berikut Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Al2O3 Sudut Difraksi, 2θ Gambar IV.18. Pola difraksi sinar-x dari sampel 70% Al 2 O 3 30% Al 2 TiO 5 yang telah disintering C Tampaknya pola difraksinya hampir sama denga sampel 75% Al 2 O 3 25% Al 2 TiO 5 yaitu masih fasa dominan Al 2 TiO 5 dan fasa minor Alumina (α Al 2 O 3 ). Hanya terjadi

70 53 peningkatan intensitas pada puncak-puncak Al 2 TiO 5 tertentu, karena kandungan/komposisi Al 2 TiO 5 lebih besar. IV.5. HASIL DIFFERENTIAL THERMAL ANALYSIS (DTA) Hasil analisis Diffrential Thermal Analysis (DTA) campuran serbuk Al 2 O 3 dengan TiO 2 sebelum dilakukan pembakaran. Gambar IV.19. Hasil DTA Dari campuran serbuk Al 2 O 3 dengan TiO 2 sebelum dilakukan pembakaran. Hasil analisa DTA tersebut diatas menunjukkan bahwa ada tiga puncak endodermis. Puncak pertama pada suhu C yang merupakan proses perubahan struktur gamma Al 2 O 3 menjadi alpha Al 2 O 3. puncak kedua pada suhu C merupakan transisi struktur kristal anatase TiO 2 menjadi rutil TiO 2, sedangkan puncak ketiga pada suhu C yang merupakan terjadinya reaksi oksida Al 2 O 3 dengan TiO 2 membentuk Al 2 TiO 5. maka untuk proses pembakaran campuran serbuk Al 2 O 3 dengan TiO 2 agar dapat membentuk Al 2 TiO 5 digunakan suhu C.

71 54 IV. 6. HASIL ANALISIS MIKROSTRUKTUR DENGAN SEM Hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk sampel keramik 90% Al 2 O 3-10% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C ; 85% Al 2 O 3-15% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C; 80% Al 2 O 3-20% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C ; 75% Al 2 O 3-25% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C dan 70% Al 2 O 3-30% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C ditunjukkan pada Gambar IV.20, IV.21, IV.22, IV.23 dan IV.24 sebagai berikut : Gambar IV. 20. Foto SEM untuk sampel keramik 90% Al 2 O 3-10% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C Gambar IV. 21. Foto SEM untuk sampel keramik 85% Al 2 O 3-15% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C

72 55 Al 2 O 3 Al 2 TiO 5 Pori Gambar IV. 22. Foto SEM untuk sampel keramik 80% Al 2 O 3-20% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C Gambar IV. 23. Foto SEM untuk sampel keramik 75% Al 2 O 3-25% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C

73 56 Gambar IV. 24. Foto SEM untuk sampel keramik 70% Al 2 O 3-30% Al 2 TiO 5 di sintering pada suhu C Dari hasil foto SEM dengan perbesaran 1500 kali, permukaan struktur dapat diamati melalui Gambar IV.20, IV.21, IV.22, IV.23 dan IV.24. Gambar IV.20 dengan paduan 90% Al 2 O 3-10% Al 2 TiO 5 ( T sintering C ), terlihat bahwa fasa Al 2 O 3 masih sangat dominan, meskipun persentase porositasnya sudah cenderung menurun. Gambar IV.21 dan IV.22 dengan paduan 85% Al 2 O 3-15% Al 2 TiO 5 dan 80% Al 2 O 3-20% Al 2 TiO 5 ( T sintering C ) fasa Al 2 TiO 5 mulai kelihatan secara bertahap menjadi dominan dibandingkan dengan fasa Al 2 O 3, hal ini dikarenakan bahwa fasa Al 2 TiO 5 mempunyai titik lebur yang lebih rendah dari fasa Al 2 O 3 sehingga peran aktif dalam mengisi kekosongan dan sebagai pengikat butiran sangat memungkinkan. Gambar IV.23 dan IV.24 untuk campuran 75% Al 2 O 3-25% Al 2 TiO 5 dan 70% Al 2 O 3-30% Al 2 TiO 5 pada suhu sintering C, fasa Al 2 TiO 5 kelihatan menjadi lebih dominan dan lebih kompak, sedangkan fasa Al 2 O 3 menjadi minor, porositas menurun. Hal ini jelas sekali bahwa pada suhu C sudah mencapai nilai yang optimal.

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO Disampaikan oleh: Kurmidi [1106 100 051] Dosen Pembimbing Drs. Suminar Pratapa, M.Sc.,Ph.D. Sidang Tugas Akhir (J 102) Komponen Otomotif :

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA. PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA. Ramlan 1, Masno Ginting 2, Muljadi 2, Perdamean Sebayang 2 1 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERAMIK PADUAN ZIRKONIA (ZrO 2 ) DENGAN ALUMINA (Al 2 O 3 ) DAN KARAKTERISASINYA TESIS. Oleh AWAN MAGHFIRAH /FIS

PEMBUATAN KERAMIK PADUAN ZIRKONIA (ZrO 2 ) DENGAN ALUMINA (Al 2 O 3 ) DAN KARAKTERISASINYA TESIS. Oleh AWAN MAGHFIRAH /FIS PEMBUATAN KERAMIK PADUAN ZIRKONIA (ZrO 2 ) DENGAN ALUMINA (Al 2 O 3 ) DAN KARAKTERISASINYA TESIS Oleh AWAN MAGHFIRAH 057026003/FIS SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 PEMBUATAN

Lebih terperinci

Efek Aditif 3Al 2 O 3.2SiO 2 dan Suhu Sintering terhadap Karakteristik Keramik α-al 2 O 3

Efek Aditif 3Al 2 O 3.2SiO 2 dan Suhu Sintering terhadap Karakteristik Keramik α-al 2 O 3 JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 3, NOMOR 2 JUNI 2007 Efek Aditif 3Al 2 O 3.2SiO 2 dan Suhu Sintering terhadap Karakteristik Keramik α-al 2 O 3 P. Sebayang, Anggito. P. Tetuko, Deni S. Khaerudini,

Lebih terperinci

Gambar 10. Skema peralatan pada SEM III. METODE PENELITIAN. Untuk melaksanakan penelitian digunakan 2 jenis bahan yaitu

Gambar 10. Skema peralatan pada SEM III. METODE PENELITIAN. Untuk melaksanakan penelitian digunakan 2 jenis bahan yaitu 18 Electron Optical Colw.in Anqcl* Apcftvte High Voitag«E)>clron Gwi Elsctfofi Bern Deflection Coiis- G«aef«tor CftT Oitpliy t Flnjl Aperlur* Oetcdo' Sample Oiiplay Controls Gambar 10. Skema peralatan

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

: PEMBUATAN KERAMlK BERPORI CORDIERITE (2MgO. 2Ah03' 5SiOz) SEBAGAI BAHAN FILTER GAS. Menyetujui Komisi Pembimbing :

: PEMBUATAN KERAMlK BERPORI CORDIERITE (2MgO. 2Ah03' 5SiOz) SEBAGAI BAHAN FILTER GAS. Menyetujui Komisi Pembimbing : Judul Penelitian Nama NomorPokok Program Studi : PEMBUATAN KERAMlK BERPORI CORDIERITE (2MgO. 2Ah03' 5SiOz) SEBAGAI BAHAN FILTER GAS : SUDIATI : 037026011 : ILMU FISIKA Menyetujui Komisi Pembimbing : Anggota

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 Meilinda Nurbanasari Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional, Bandung Dani Gustaman

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

Menyetujui Komisi Pembimbing:

Menyetujui Komisi Pembimbing: \ Judul Tesis : PENGARUH UKURAN BUTIRAN DAN SUHU SINTERING TERHADAP KONDUKTIVITAS LISTRIK DAN MIROSTRUKTUR KERAMIK YITTRIA ST#JILlZED ZIRKONIA SEBAGAI ELEKTROLIT PADAT FUEL CELL Nama Mahasiswa : Chaudra

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di 24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 3 3 Mullite ( AlO.SiO ) merupakan bahan keramik berbasis silika dalam sistem Al yang terbentuk dari (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan O3 SiO alumina ( Al

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menunjukan perkembangan, sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan kemajuan tersebut termasuk fasilitas peralatan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. 3.1 Tempat Penelitian Seluruh kegiatan dilakukan di Laboratorium pengembangan keramik Balai Besar Keramik, untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang

I PENDAHULUAN. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang terbentuk melalui reaksi antara MgO, Al 2 O 3, dan SiO 2. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN IV.1 Karakterisasi Serbuk Alumina Hasil Milling Menggunakan SEM Proses milling ditujukan untuk menghaluskan serbuk sehingga diperoleh gradasi ukuran partikel yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 3.2 Alur Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan dengan alur seperti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang yang merupakan rangkaian proses penelitian yang telah dilakukan. Proses penelitian ini dibagi beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penimbangan Serbuk Alumunium (Al), Grafit (C), dan Tembaga (Cu) Pencampuran Serbuk Al dengan 1%Vf C dan 0,5%Vf Cu Kompaksi 300 bar Green Compact

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal

I. PENDAHULUAN. rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada mulanya material keramik hanya dikenal sebatas untuk barang seni, peralatan rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal sebagai keramik

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Seiring dengan pemanfaatan PLTN terdapat kecenderungan penumpukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN Variasi kecepatan stiring 800 rpm, variasi temperatur sintering 700, 800, 900 C Variasi temperatur 700 C = struktur kristal tetragonal, fase nya anatase, no PDF 01-086-1156,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZED ZIRCONIA (CSZ)

PENGARUH PENAMBAHAN BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZED ZIRCONIA (CSZ) PENGARUH PENAMBAHAN BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZED ZIRCONIA (CSZ) Juari 1, Salomo 2, D. G. Syarif 3 1 Mahasiswa Program Studi S1 Fisika 2 Bidang Fisika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Sintesis Keramik Al 2 TiO 5 dengan Aditif MgO Menggunakan Metode Solid Reaction

Sintesis Keramik Al 2 TiO 5 dengan Aditif MgO Menggunakan Metode Solid Reaction Sintesis Keramik Al 2 TiO 5 dengan Aditif MgO Menggunakan Metode Solid Reaction Kurmidi *, Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh November,

Lebih terperinci

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik Keramik Keramik Definisi: material padat anorganik yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering...

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering... DAFTAR ISI SKRIPSI... i PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v INTISARI... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di Laboratorium Fisika Material Universitas Lampung, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Sampel keramik dibuat dengan bahan dasar Abu vulkanik Gunung Sinabung yang langsung diambil dari Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat, Tanah Karo Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa negara-negara di dunia selalu membutuhkan dan harus memproduksi energi dalam jumlah yang

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

BAB V KERAMIK (CERAMIC)

BAB V KERAMIK (CERAMIC) BAB V KERAMIK (CERAMIC) Keramik adalah material non organik dan non logam. Mereka adalah campuran antara elemen logam dan non logam yang tersusun oleh ikatan ikatan ion. Istilah keramik berasal dari bahasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 sampai Desember 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Karena tujuan dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Karena tujuan dari BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data pengaruh variasi suhu sinter terhadap

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

Identifikasi Keramik Na-β -Al 2 O 3 dengan Penambahan Variasi Komposisi (0%, 3% dan 6%) Berat MgO

Identifikasi Keramik Na-β -Al 2 O 3 dengan Penambahan Variasi Komposisi (0%, 3% dan 6%) Berat MgO Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 1(B) 12103 Identifikasi Keramik Na-β -Al 2 O 3 dengan Penambahan Variasi Komposisi (0%, 3% dan 6%) Berat MgO Ramlan dan Akmal Johan Jurusan Fisika FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keramik Cordierite 1. Karakteristik Cordierite Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang terbentuk melalui reaksi antara MgO, Al 2 O 3, dan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 PERANAN TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TAPIOKA DALAM PEMBUATAN KERAMIK ALUMINA BERPORI DENGAN PROSES SLIP CASTING Soejono Tjitro, Juliana Anggono dan Dian Perdana Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zirkonium dioksida (ZrO 2 ) atau yang disebut dengan zirkonia adalah bahan keramik maju yang penting karena memiliki kekuatannya yang tinggi dan titik lebur

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas pada kondisi struktur mikro dan sifat kekerasan pada paduan Fe-Ni-Al dengan beberapa variasi komposisi, dilakukan serangkaian

Lebih terperinci

Galuh Intan Permata Sari

Galuh Intan Permata Sari PENGARUH MILLING TIME PADA PROSES MECHANICAL ALLOYING DALAM PEMBENTUKAN FASA INTERMETALIK γ-tial DENGAN MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING Dosen Pembimbing: 1. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si 2. Ir. Rochman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang yang merupakan rangkaian proses penelitian yang telah dilakukan. Proses penelitian ini dibagi ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di dunia, yang menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang besar. PLTN

Lebih terperinci

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO Achmad Sulhan Fauzi 1, Moh. Herman Eko Santoso 2, Suminar Pratapa 3 1,2,3 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakterisasi hidroksiapatit Dari hasil analisis menggunakan FESEM terlihat bahwa struktur partikel HA berbentuk flat dan cenderung menyebar dengan ukuran antara 100 400

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG

ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG IJCCS, Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5 ISSN: 1978-1520 1 ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG Moraida Hasanah 1, Tengku Jukdin Saktisahdan 2, Mulyono 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Periclase (0,10,15)% terhadap Karakteristik Struktur dan Kekerasan Kordierit

Pengaruh Penambahan Periclase (0,10,15)% terhadap Karakteristik Struktur dan Kekerasan Kordierit Pengaruh Penambahan Periclase (0,10,15)% terhadap Karakteristik Struktur dan Kekerasan Kordierit Anggita Maharani, Simon Sembiring dan Bambang Joko Suroto Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Jl. Prof.

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 Sri Handani 1, Sisri Mairoza 1 dan Muljadi 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 )

PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) H.Kurniawan 1), Salomo 2), D.Gustaman 3) 1) Mahasiswa Program

Lebih terperinci

PENGARUH ADITIF SiO2 TERHADAP SIFAT FISIS DAN SIFAT MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET BaO.6Fe2O3

PENGARUH ADITIF SiO2 TERHADAP SIFAT FISIS DAN SIFAT MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET BaO.6Fe2O3 PENGARUH ADITIF SiO2 TERHADAP SIFAT FISIS DAN SIFAT MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET BaO.6Fe2O3 Jafri Haryadi 1, Muljadi 2, Perdamean Sebayang 2 1 Kopertis Wilayah I DPK- UMN Al-Washliyah Medan 2 Pusat Penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Peralatan dan Bahan Penelitian

LAMPIRAN 1. Peralatan dan Bahan Penelitian LAMPIRAN 1 Peralatan dan Bahan Penelitian 1. Bahan Serbuk BaFe 12 O 19 Serbuk NaHCO 3 Polimer Celuna WE 518 Toluene Hasil Sampel 2. Peralatan Hand Mortar Thermolyne Ball Mill Oven Cetakan Sampel Carver

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini salah satu jenis material aplikasi yang terus dikembangkan adalah komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan atau lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METOOLOGI PENELITIAN III.1 IAGRAM ALIR PENELITIAN Persiapan bahan baku serbuk Karakterisasi serbuk Penimbangan Al Penimbangan NaCl Penimbangan Zn(C 18 H 35 O 2 ) 2 Penimbangan Al 2 O 3 Pencampuran

Lebih terperinci