HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN TATA USAHA NEGARA. Kode Mata Kuliah : BNI6349

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN TATA USAHA NEGARA. Kode Mata Kuliah : BNI6349"

Transkripsi

1 BUKU AJAR HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN TATA USAHA NEGARA Kode Mata Kuliah : BNI6349 Penyusun Dr. I Ketut Tjukup, SH., MH I Ketut Artadi, SH., SU Nyoman. A Martana, SH., MH I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, SH., MH Nyoman Satyayudha Dananjaya, SH., M.Kn I Putu Rasmadi Arsha Putra, SH., MH Kadek Agus Sudiarawan, SH., MH Nyoman Wicaksana Wirajati, SH., LLM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat karunianya, Buku Ajar Hukum Kewarganegaraan berhasil diselesaikan. Buku Ajar ini adalah merupakan hasil Revisi dari penggabungan block book Tahun 2012 dan juga Buku Ajar Tahun 2006 yang dimaksudkan untuk memperbaiki format, mereformulasi jenis-jenis tugas serta pemutahiran substansi dan referensi. Buku Ajar mata kuliah Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara ini dimaksudkan sebagai buku pedoman pelaksanaan proses pembelajaran, baik untuk mahasiswa maupun bagi dosen dan tutor, sehingga diharapkan pelaksanaan perkuliahan berjalan sesuai dengan rencana dan jadwal yang ditentukan di dalam Buku Ajar. Substansi Buku Ajar meliputi identitas mata kuliah, pengajar, deskripsi mata kuliah, organisasi materi, metode dan strategi pembelajaran, tugas-tugas, ujian-ujian, penilaian, dan bahan bacaan. Selain itu terdapat pula kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada setiap pertemuan berdasarkan pada jadwal kegiatan pembelajaran. Buku Ajar ini dilengkapi dengan Kontrak Perkuliahan dan Satuan Acara Perkulianan yang ditempatkan pada lampiran. Dengan selesainya revisi ini, sepatutnya diucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana dan para Pembantu Dekan yang telah berkomitmen dan konsisten untuk menerapkan metode problem based learning dalam proses pembelajaran, sehingga setiap mata kuliah diupayakan memiliki pegangan berupa buku ajar/block book. 2. Para pihak yang telah membantu penyelesaian buku ajar ini Akhirnya, mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan pada buku ajar ini. Semoga bermanfaat terhadap pelaksanaan proses pembelajaran dan mencapai hasil sesuai dengan kompetensi yang direncanakan. Denpasar, 18 Agustus 2016 Penyusun. i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN TATA USAHA NEGARA...Error! Bookmark not defined. I. IDENTITAS MATA KULIAH... 2 II. DISKRIPSI SUBSTANSI PERKULIAHAN... 2 III. TUJUAN MATA KULIAH... 3 IV. MANFAAT MATA KULIAH... 3 V. PERSYARATAN MENGIKUTI MATA KULIAH... 3 VI. ORGANISASI MATERI... 4 VII. METODE, STRATEGI, DAN PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN... 5 VIII. TUGAS-TUGAS... 6 IX. UJIAN-UJIAN DAN PENILAIAN... 6 X. BAHAN PUSTAKA... 7 XI JADWAL PERKULIAHAN... 7 PERTEMUAN I: PERKULIAHAN KESATU... 9 PERTEMUAN II: TUTORIAL PERTEMUAN III: TUTORIAL 2... Error! Bookmark not defined. PERTEMUAN IV: PERKULIAHAN KE-2... Error! Bookmark not defined. PERTEMUAN V: TUTORIAL 3... Error! Bookmark not defined. PERTEMUAN KE VI. UJIAN TENGAH SEMESTER... Error! Bookmark not defined. PERTEMUAN VIII: PERKULIAHAN KE-3... Error! Bookmark not defined. PERTEMUAN XI: PERKULIAHAN KE-4... Error! Bookmark not defined. PERTEMUAN XIV: UJIAN AKHIR SEMESTER LAMPIRAN KONTRAK PERKULIAHAN... Error! Bookmark not defined. SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)... Error! Bookmark not defined. ii

4 I IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata Kuliah : Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara Kode Mata Kuliah/SKS : BNI6349 SKS : 6 SKS Prasyarat : HAN Semester : VI (Enam) Status Mata Kuliah : Wajib Nasional Tim Pengajar : Dr. I Ketut Tjukup, S.H., M.H. I Ketut Artadi, SH., SU Nyoman. A Martana, SH., MH I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, SH., MH Nyoman Satyayudha Dananjaya, SH., M.Kn I Putu Rasmadi Arsha Putra, SH., MH Kadek Agus Sudiarawan, SH., MH Nyoman Wicaksana Wirajati, SH., LLM II DISKRIPSI SUBSTANSI PERKULIAHAN Mata kuliah ini merupakan mata kuliah Wajib Nasional, yang pada hakekatnya merupakan pendalaman dari salah satu substansi yang terdapat dalam mata kuliah Hukum Acara, yakni mengenai Peradilan Tata Usaha Negara. Karena itu bahasan dalam mata kuliah ini meliputi berbagai istilah dan pengertianpengertian Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, asas-asas Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, sejarah pengaturan Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia; Pemeriksaan Persiapan dan Pemeriksaan di Sidang, Hukum Acara Formil dan Proses Dismisal, Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara, cara penyelesaian cara mengajukan gugatan, pembuktian, cara melakukan upaya hukum, dan eksekusi. Mata kuliah ini berusaha sejauh mungkin untuk menghubungkan konsepkonsep hukum yang ada dibidang acara secara teori dengan realitas yang terjadi di dalam masyarakat. Karena itu, dalam perkuliahan dipergunakan berbagai contoh kasus yang terjadi di dalam masyarakat. 2

5 III. CAPAIAN PEMBELAJARAN Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu memahami istilah dan pengertian-pengertian Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, sasa-asas Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, sejarah pengaturan Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia; Pemeriksaan Persiapan dan Pemeriksaan di Sidang, Hukum Acara Formil dan Proses Dismisal, Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara, cara penyelesaian cara mengajukan gugatan, pembuktian, cara melakukan upaya hukum, dan eksekusi. Dengan demikian maka, mahasiswa diharapkan mampu menganalisa berbagai masalah yang berkaitan dengan Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara yang timbul dan ada dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan mengembangkan sikap religius, rasa ingin tahu, kritis, logis dalam menyelesaikan masalah-masalah Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara serta peduli terhadap lingkungan masyarakat. IV. MANFAAT MATA KULIAH Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara merupakan mata kuliah yang bersifat teoritis dan praktis, sebagai pendalaman dari mata kuliah lain dalam kelompok mata kuliah keahlian hukum, terutama Hukum Acara, khususnya substansi Tata Usaha Negara. Karena itu, Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha selain memberikan manfaat teoritis bagi mahasiswa, yakni mahasiswa dapat memahami seluk-beluk istilah dan pengertian-pengertian Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, sasa-asas Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, sejarah pengaturan Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia; Pemeriksaan Persiapan dan Pemeriksaan di Sidang, Hukum Acara Formil dan Proses Dismisal, Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara, cara penyelesaian cara mengajukan gugatan, pembuktian, cara melakukan upaya hukum, dan eksekusi. V. PERSYARATAN MENGIKUTI MATA KULIAH Mata kuliah Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara merupakan mata kuliah Wajib Nasional yang ditawarkan pada semester 6 (enam). Berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas UdayanaNomor : 980/Un /PP/2013 Tentang Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum 3

6 Universitas Udayana Tahun 2013 dan Keputusan Rektor Universitas UdayanaNomor: 849/Un /PP/2013 Tentang Kurikulum Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2013, Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara dipersyarati dengan mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Hal itu berarti bahwa, mahasiswa dapat memprogramkan untuk menempuh mata kuliah ini hanya apabila sudah menempuh mata kuliah Hukum Administrasi Negara dengan nilai yang dapat dikreditkan, yakni paling rendah nilai 1 (satu) atau D dengan penguasaan kompetensi kurang. Sebaliknya, mahasiswa yang sudah menempuh mata kuliah Hukum Administrasi Negara namun nilai yang diperoleh tidak dapat dikreditkan, yakni nilai 0 (Nol) atau E dengan penguasaan kompetensi gagal, tidak dapat menempuh mata kuliah Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara. VI. ORGANISASI MATERI Materi kuliah terdiri dari beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Pendahuluan: a. Negara Hukum dan Peradilan Administrasi b. Penamaan UU No. 5 Tahun 1986 c. Sistematika UU No. 5 Tahun 1986 d. Pengerian HAPTUN e. Tugas Hakim TUN 2. Karakteristik dan Prinsip-Prinsip HAPTUN a. Karakteristik Perbedaan dan Persamaan antara HAPTUN dengan Peradilan Perdata b. Prinsip-prinsip /Azas-Azas HAPTUN 3. Alur Penyelesaian Sengketa TUN a. Upaya Administratif b. Gugatan Langsung ke PTUN c. Hukum Acara Formil 4. Pemeriksaan Sengketa Tata Usaha Negara a. Pemeriksaan Persiapan b. Proses Dismissal / Rapat Permusyawaratan c. Kompetensi 5. Pengajuan Gugatan a. Pengertian 4

7 b. Elemen-elemen dalam Surat Gugatan c. Alasan Mengajukan Gugatan d. Pengajuan Gugatan e. Perwakilan Dalam Sengketa TUN 6. Pembuktian dan Beban Pembuktian a. Pembuktian b. Beban Pembuktian 7. Putusan a. Pengertian Putusan b. Putusan PTUN c. Isi Putusan d. Sususnan Putusan 8. Upaya Hukum dan Eksekusi a. Upaya Hukum b. Eksekusi VII METODE, STRATEGI, DAN PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN Metode perkuliahan yang digunakan yaitu metode Problem Based Learning. Mahasiswa belajar (learning) menggunakan masalah sebagai basis pembelajaran. Dosen bukan mengajar (teaching), tetapi memfasilitasi mahasiswa belajar. Pelaksanaan perkuliahan dikombinasikan dengan tutorial. Perkuliahan dilakukan oleh dosen penanggung jawab mata kuliah sebanyak 4 (empat) kali, untuk memberikan orientasi materi perkuliahan per-pokok bahasan. Sedangkan tutorial dilaksanakan sebanyak 10 (Sepuluh) kali. Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik, dilakukan dengan penilaian terhadap tugas-tugas, ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester (UAS). Dengan demikan, keseluruhan tatap muka pertemuan berjumlah 16 kali. Perkuliahan Pokok-pokok Bahasan dan sub-sub pokok bahasan dipaparkan dengan alat bantu papan tulis, power point slide, dan penyiapan bahan bacaan tertentu yang dipandang sulit diakses oleh mahasiswa. Mahasiswa sudah mempersiapkan diri (self study) sebelum mengikuti perkuliahan dengan mencari bahan materi, membaca, dan memahami pokok-pokok bahasan yang akan dikuliahkan sesuai dengan arahan (guidance) dalam Block Book. Perkuliahan dilakukan dengan proses pembelajaran dua arah, yakni pemaparan materi, tanya jawab, dan diskusi. 5

8 Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas, baik discussion task, study task, maupun problem task sebagai bagian dari self study. Tugas-tugas dikerjakan sesuai dengan petunjuk yang terdapat pada setiap jenis tugas-tugas. Kemudian presentasi dan berdiskusi di kelas tutorial. VIII. TUGAS-TUGAS Mahasiswa diwajibkan untuk membahas, mengerjakan dan mempersiapkan tugas-tugas yang ditentukan di dalam Buku Ajar. Tugas-tugas terdiri dari tugas mandiri yang dikerjakan di luar perkuliahan, tugas yang harus dikumpulkan, dan tugas yang harus dipresentasikan. IX. UJIAN-UJIAN DAN PENILAIAN Ujian-ujian terdiri dari ujian tertulis dalam bentuk essay dalam masa tengah semester dan akhir semester. Ujian tengah semester (UTS) dapat diberikan pada saat tutorial atas materi perkuliahan nomor 1 dan 2. UTS dapat diganti dengan menggunakan nilai tutorial 1, 2, 3, 4 dan 5 dari perkuliahan 1 dan 2. Sedangkan ujian akhir semester ( UAS ) dilakukan atas materi perkuliahan 3 dan 4 tutorial 6, 7, 8, 9 dan 10 yang dilakukan pada pertemuan ke-16. Penilaian meliputi aspek hard skills dan aspek soft skills. Penilaian hard skill dilakukan melalui tugas-tugas (TT), UTS, dan UAS. Penilaian soft skill meliputi penilaian atas kehadiran, keaktifan, kemampuan presentasi, penguasaan materi, argumentasi, disiplin, etika dan moral berdasarkan pada pengamatan dalam tatap muka selama perkuliahan dan tutorial. Nilai soft skill ini merupakan nilai tutorial yang dijadikan sebagai nilai tugas. Nilai Akhir Semester (NA) diperhitungkan menggunakan rumus seperti pada Buku Pedoman FH UNUD 2013, yaitu (UTS + TT ) + 2 (UAS) 2 NA = 3 Sistem penilaian mempergunakan skala 5 (0-4) dengan rincian dan kesetaraan sebagai berikut : Skala Nilai Penguasaan Keterangan dengan skala nilai 6

9 Huruf Angka Kompetisi A 4 Sangat baik 8,0-10, B 3 Baik 7,0-7, C 2 Cukup 5,5-6, D 1 Sangat kurang 5,0-5, E 0 Gagal 0,0-4, X. BAHAN PUSTAKA 1. SF. Marbun, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta. 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun Abdul Kadir Muhamad, 1986, Huum Acara Perdata Indonesia, Alumni, Bandung. 4. Philipus M. Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press. 5. SF. Marbun, 2003, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, UII Press, Yogyakarta. 6. Zairin Harahap, 2001, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta. 7. Indroharjo, 1996, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Perdailan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 8. AT. Hamid, 1986, Hukum Acara Perdata Serta Susunan Kekuasaan Pengadilan, PT. Bina Ilmu, Surabaya. 9. XI JADWAL PERKULIAHAN Jadwal perkuliahan secara rinci sebagai berikut: NO PERTEMUAN TOPIK KEGIATAN 1 I Pengertian, Karakteristik, Prinsip-prinsip Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara 2 II Peristilahan, Pengertian, Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara Perkuliahan 1 Tutorial 1 7

10 3 III Karakteristik dan Prinsipprinsip Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara 4 IV Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara dan Pemeriksaan Sengketa Tata Usaha Negara 5 V Upaya Administratif dan Gugatan Langsung ke PTUN Tutorial 2 Perkuliahan 2 Tutorial 3 6 VI Hukum Acara Formil Tutorial 4 7 VII Pemeriksaan Persiapan, Proses Dismissal / Rapat Permusyawaratan dan Kompetensi 8 VIII UJIAN TENGAH SEMESTER 9 IX Pengajuan Gugatan, dan Pembuktian 10 X Pengertian,Elemen-elemen dalam Surat Gugatan, Alasan Mengajukan Gugatan 11 XI Pengajuan Gugatan dan Perwakilan Dalam Sengketa TUN Tutorial 5 Perkuliahan 3 Tutorial 6 Tutorial 7 12 XII Pembuktian dan Beban Tutorial 8 Pembuktian 13 XIII Putusan, Upaya Hukum dan Perkuliahan 4 Eksekusi 14 XIV Putusan Tutorial 9 15 XV Upaya Hukum dan Eksekusi Tutorial XVI UAS 8

11 PERTEMUAN I: PERKULIAHAN KE- 1 PENGERTIAN, KARAKTERISTIK, PRINSIP-PRINSIP HUKUM ACARA DAN PRAKTIK PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1. Pendahuluan Pada pertemuan pertama perkuliahan disajikan Bahan kajian ini memberikan pemahaman Pengertian, Karakteristik, Prinsip-prinsip Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara kepada mahasiswa mengenai hakikat Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara. Paparan materi diawali dengan pemahaman atas pengertian dan hubungan Negara hukum dengan peradilan administrasi, penamaan dan sistematika Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta dijelaskan tugas dari hakim Tata Usaha Negara dan persamaan dan perbedaan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dengan Hukum Acara Perdata. Selain itu, dideskripsikan juga substansi yang fundamental mengenai Prinsip atau Asas Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara. Capaian pembelajaran yang diharapkan dari pertemuan perkuliahan pertama adalah mahasiswa mampu menguraikan mengenai peristilahan, pengertian, asasasas dan sejarah terbentuknya Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, mahasiswa dengan rasa tanggung jawab, jujur dan demokratis mendiskusikan konsep-konsep, prinsi-prinsip, sistem, ruang lingkup, dan asas-asas dalam Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara. Materi perkuliahan Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara ini sangat penting dipahami untuk memudahkan mahasiswa dalammenyelesaikan tugas-tugas tutorial dalam pertemuan kedua dan ketiga. Selain itu juga menghindari terjadinya pengulangan penjelasan terhadap konsep-konsep yang berulang kali diketemukan dalam bahan kajian pada perkuliahan kedua, ketiga dan keempat. 2. Negara Hukum dan Peradilan Administrasi Indonesia sebagai Negara Hukum (Recht Staat) menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik berdasarkan hukum tertulis maupun berdasarkan hukum tidak tertulis. Keabsahan negara memerintah ada yang mengatakan bahwa karena negara merupakan lembaga yang netral, tidak berpihak, berdiri atas semua 9

12 golongan masyarakat, dan mengabdi kepada kepentingan umum. 1 Namun dalam praktik tidak jarang istilah-istilah demi kepentingan umum pembangunan untuk seluruh masyarakat, negara tidak mungkin mau mencelakakan warganya, serta ungkapan ucapan lain yang selalu dikumandangkan dalam pernyataan-pernyataan polituk pemerintah, yang dapat saja dipakai pembenaran terhadap penggunaan kekuasaan negara untuk memaksa seseorang atau kelompok warga agar bersedia mematuhi keinginan negara. 2 Negara hukum pada dasarnya terutama bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Oleh karena itu menurut Philipus M Hadjon menyatakan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintahan dilandasi oleh dua prinsip; prinsip hak asasi manusia dan prinsip negara hukum. Pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan daripada negarahukum. Sebaliknya dalam negara totaliter tidak ada tempat bagi hak asasi manusia. 3 Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh warganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu hanya dapat dicapai dengan melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan di segala bidang. Dala melaksanakan pembangunan yang demikian kompleks sifatnya tidak dapat dipungkiri bahwa aparatur pemerintah memainkan peranan yang sangat besar. Konsekuensi negative atas peran pemerintah tersebut adalah munculnya sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti penyalah gunaan wewenang (detournement de pouvoir), pelampauan batas kekuasaan (exces de pouvoir), sewenang-wenang (willekeur) dan sebagainya. Penyimpangan penyimpangan oleh alat alat pemerintah itu mungkin dibiarkan begitu saja. Di samping itu, juga diperlukan sarana hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Perlindungan hukum terhadap rakyat atas tindakan pemerntah tidak dapat ditampung oleh peradilan umum yang ada. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu peradilan khusus yang dapat menyelesaikan masalah tersebut, yakni sengketa antara pemerintah dengan rakyat. Peradilan ini dalam tradisi recht staat disebut dengan peradilan administrasi. Begitu pentingnya peradilan administrasi ini untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat pencari keadilan atas tindakan pemerintah, maka UU 14/1970 kemudian diganti dengan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman secara tegas menyebutkan. 1 Arief Budiman, 1966, Teori Negara Hukum; Negara Kekuasaan, dan Ideologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.1 2 Iibid. h. 1 3 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h

13 3. Penamaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun Terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun Undang-Undang ini disamping diberi Nama Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, juga disebut Undang-Undang Peradilan Administrasi Negara (pasal 144). Terdapatnya dua Nama untuk peradilan ini merupakan hasil kompromi yang maksimal yang menunjukan pada suatu indikasi betapa sulit dan luasnya materi yang diharapkan dicakup oleh peradilan ini. Pemberian suatu Nama membawa konsekuensi pada difinisi atau makna yang terkandung dalam undang-undang itu. Setiap difinisi yang dimuat dalam suatu undang-undang merupakan difinisi stipulatif artinya makna yang diberikan harus sesuai dengan makna yang diterapkan dalam UU itu. Pengertian Tata Usaha Negara dalam undang-undang ini adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Sedang yang dimaksud dengan urusan pemerintah ialah kegiatan yang bersifat eksekutif. Bahwa oleh karena Undang-Undang ini tidak merumuskan pengertian Administrasi Negara, maka pengertian Administrasi dalam Undang-Undang ini harus dianggap sinonim dengan pengertian Tata Usaha Negara, walaupun sesungguhnya kebanyakan teoritis masih bersilang pendapat mengenai hal ini. Timbulnya hal demikian disebabkan antara lain: teori administrasi negara baik normative maupun diskriptif berada dalam keadaan tidak jelas, ada perbedaan yang tajam antara administrasi negara dengan disiplin ilmupolitik sehingga sulit untuk mendifinisikan administrasi negara dan menetapkan batas-batasnya. Agensi-agensi administrasi adalah pembuat-pembuat kebijakan, dan urusan-urusan manajemen serta administrasi dalam administrasi negara sedang digantikan oleh kebijakan dan isyu-isyu politik. 4 Rancangan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disetujui Dewan Peradilan Rakyat menjadi Undang-Undang pada hari sabtu, 20 Desember Kemudian pada hari Senin 29 Desember 1986 diundangkan dalam Lembaran Negara tahun 1986, nomor 77. Tambahan Lembaran Negara nomor 3344 dengan Nama Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang, Peradilan tata Usaha Negara. 4. Sistimatika UU No. 5 Tahun H. George Fredericson, 1980, Administrasi Negara Baru, LP3ES, Jakarta, h.vii 11

14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengatur 2 (dua) materi pokok yaitu: a. Susunan dan kedudukan pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha negara. b. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 diatur atau dimuat pada Bab IV, Pasal 53 sampai dengan Pasal 132, yang sistimatikanya sebagai berikut : a. Gugatan (Pasal 53 s/d Pasal 67); b. Pemeriksaan ditingkat pertama : - Pemeriksaan dengan Acara Biasa (Pasal 68 s/d Pasal 97); - Pemeriksaan dengan Acara Cepat (Pasal 98 s/d Pasal 99); c. Pembuktian (Pasal 100 s/d 107); d. Putusan Pengadilan (Pasal 108 s/d Pasal 114); e. Pelaksanaan Putusan Pengadilan (Pasal 115 s/d Pasal 119); f. Ganti Rugi (Pasal 120); g. Rehabilitasi (Pasal 121); h. Pemeriksaan di Tingkat Banding (Pasal 122 s/d 130); i. Pemeriksaan di Tingkat Kasasi (Pasal 131); j. Pemeriksaan Peninjauan Kembali (Pasal 132). 5. Pengertian HAPTUN Istilah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara masih terdapat peristilahan lain dengan maksud yang hampir sama. Misalnya Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Pemerintahan, Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara, dan Hukum Acara Peradilan Administrasi. Sjachran Basah lebih cenderung untuk memilih dan menggunakan istilah Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), karena disitu termuat pengertian yang lebih luas 5. Menurut Rozali Abdulah, Hukum Acara PTUN adalah rangkaian peraturanperaturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara) 6. Dengan kata lain hukum yang mengatur tentang cara-cara 5 Scahran Basah, 1989, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), Rajawali Pers, Jakarta, h. 1 6 Rozali Abdulah, 1994, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h

15 bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses penyelesaian sengketa tersebut. Disamping itu menurut Abdulkadir Muhammad, Istilah beracara dapat dipakai dalam arti luas dan sempit. 1) Dalam arti luas, beracara meliputi segala tindakan hukum di luar maupun di dalam sidang pengadilan, yang meliputi : a) Tindakan persiapan, yaitu tindakan untuk mempersiapkan segala sesuatu guna keperluan sidang pemeriksaan, yang antara lain meliputi : - Cara mengajukan gugatan kemuka pengadilan; - Memanggil pihak-pihak yang bersengketa; - Pencatatan gugatan dalam daftar perkara oleh Panitera; - Menentukan hari, jam, dan tempat persidangan. b) Tindakan beracara sesungguhnya, yaitu tindakan mengenai jalannya siding pengadilan atau pemeriksaan, dari siding pertama sampai di jatuhkannya putusan Hakim. c) Tindakan pelaksanaan keputusan hakim, yaitu tindakan menjalankan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan tetap. 2) Dalam arti sempit, yaitu meliputi tindakan beracara sesungguhnya 7. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara hanyalah merupakan salah satu bagian saja dari jenis hukum acara administrasi/tata usaha, karena ada jenis lainnya yang termasuk ke dalamnya yaitu, Hukum Acara peradilan Semu (quasi) atau administratief beroep 6. Tugas Hakim PTUN. Dalam berbagai literature dinyatakan, bahwa tugas Hakim adalah menyelesaikan masalah-masalah yang termasuk: 1) Jurisdictio Contentiosa, yaitu kewenangan mengadili pihak-pihak yang bersengketa dalam siding pengadilan untuk kemudian memberikan suatu keputusan pengadilan. 2) Jurisdictio Voluntaria, yaitu suatu kewenangan memeriksa perkara yang tidak bersifat mengadili, melainkan bersifat administrative saja. Misalnya, mengesahkan akte kelahiran. 7 Abdul Kadir Muhammad, 1986, Hukum Acara Perdata Indonesia, Alumni, Bandung, h

16 Hakim PTUN hanyalah meliputi tugas yang termasuk Jurisdictio Contentiosa saja. Hakim PTUN bertugas memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa TUN, yang didasarkan kepada adanya gugatan dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya. Jadi disini paling tidak ada dua pihak yang bersengketa. Dalam menjalankan tugasnya itu, Hakim PTUN harus berperan aktif, karena cepat atau lambatnya penyelesaian sengketa TUN tidak semata-mata bergantung kepada kehendak para pihak, melainkan Hakin harus selalu memperhatikan kepentingan umum yang tidak boleh terlalu lama dihabmat oleh sengketa tersebut, oleh kerena itu Hakim dalam proses pemeriksaan sengketa TUN adalah aktif dan menentukan serta memimpin jalannya siding agar pemeriksaan tidak berlarut-larut (Pasal 80 UU. No. 5/1986 dan penjelasannya). Keaktifan Hakim PTUN dapat dilakukan sebelum dimulainya proses persidangan, yakni pada waktu penggugat mengajukan gugatannya, yaitu: 1) Memberikan nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya dan agar melengkapi gugatannya tersebut; 2) Hakim dapat meminta penjelasan kepada Badan/pejabat TUN yang bersangkutan demi lengkapnya data yang diperlukan untuk gugatan penggugat; 3) Melalui panitra Pengadilan, memberikan bantuan merumuskan gugatan dalam bentuk tertulis kepada mereka yang buta aksara. (Pasal 63 dan Penjelasan U.U. No. 5/1986). Keaktifan Hakim ini adalah untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan penggugat, karena mengingat bahwa kedudukan penggugat dengan Badan/Pejabat TUN tidaklah sama (khusus angka 2 diatas). Keaktifan Hakim yang nampaknya memihak penggugat adalah didasarkan pada dua ha, yaitu: 1) Pada dasrnya perkara itu belum secara resmi dibawa kemuka persidangan. Setelah perkara itu dengan resmi di bawa kemuka pengadilan, maka hakim tidak boleh memihak. Dalam persidangan Hakim harus mendengar keterangan kedua belah pihak (audi et alteram partem) dengan pembuktiannya masing-masing. 2) Berkaitan dengan adanya asas dimana peradilan mengutamakan adanya perlindungan kepada rakyat pencari keadilan, yang akan diuraikan pada pokok bahasan berikutnya. 7. Karakteristik, Prinsip-prinsip Hukum Acara dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara 14

17 Ada sementara kalangan yang berpendapat bahwa hukum acara peradilan tata usaha negara tidak berbeda dengan hukum acara perdata. Pendapat itu perlu mendapat perhatian, karena menyamakan begitu saja antara hukum acara peradilan tata usaha negara dengan hukum acara perdata merupakan satu kesalahan. Paling tidak ada beberapa persamaan dan perbedaan antar hukum acara peradilan tata usaha negara dengan acara perdata 8. a. Karakteristik Perbedaan dan Persamaan antara HAPTUN dengan Peradilan Perdata 1) Perbedaannya antara lain : - Hakim Tata Usaha Negara tidak usah membatasi diri pada bagian yang dipertentangkan dari suatu keputusan, akan tetapi dapat menguji seluruh keputusan atas keabsahannya, juga lepas dari motivasi yang mengajukan gugatan; - Kemampuan adanya: reformitio in peius (mengubah vonis yang merugikan penggugat/pembanding), bisa juga suatu pembatalan yang bersifat hukum administrasi suatu keputusan pada akhirnya mengarah ke suatu hasil yang lebih negative bagi seorang penggugat dibandingkan dengan yang dihasilkan keputusan yang asli. - Hakim Tata Usaha Negara hanya dapat membatalkan suatu keputusan. Dalam hal ini penguasa harus mengambil suatu keputusan baru dengan memperhatikan putusan hakim. Bisa juga dengan keputusan baru itu mengenai isinya sama yang dibatalkan namun hanya lebih baik dimotivasi dan atau lebih cermat dipersiapkan. - Tindakan dari penguasa adalah sentral dan bukan (juga) tindakan dari penggugat (banding) - Hak gugat dari pihak ketiga dapat dimungkkinkan dari sifat hukum positif yang melandasi penetapan penguasa. - Pihak-pihak tidak bisa menentukan bersama apakah dapat dikatakan ada suatu keputusan. Hal itu ditentukan sendiri oleh hukum positif 9. 8 Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Suatu Perbandingan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,h Philipus M. Hadjon dkk, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press, Bulak Sumur, Yogyakarta, h

18 2) Persamaannya antara lain : - Pengajuan Gugatan Pengajuan gugatan menurut HAPTUN diatur dalam Pasal 54 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur alam Pasal 118 HIR (Herzein Indonesis Reglement). Berdasarkan pasal-pasal tersebut baik hukum acara TUN maupun hukum acara perdata sama-sama menganut asas bahwa gugatan diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal tergugat. Apabila tergugat lebih dari satu dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum pengadilan, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu tergugat. - Isi Gugatan Persyaratan mengenai isi gugatan menurut hukum acara PTUN diatur dalam Pasal 56 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 8 Nomor 3 Rv (reglement op de burgelijke Rechtsvordering). Berdasarkan pasal-pasal tersebut persyaratan mengenai isi gugatan pada pokoknya harus memuat: pertama, identitas para pihak (penggugat dan tergugat); kedua, dalil-dalil kongkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alas an-alasan daripada tuntutan (fundamentum petendi) yang bisanya terdiri dari dua bagian yaitu: bagian-bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwanya dan bagian yang menguraikan tentang hukumnya, ketiga, petititum atau tuntutan ialah apayang oleh penggugat atau diharapkan agar diputuskan oleh hakim. - Pendaftaran Perkara. Pendaftaran perkara menurut hukum acara PTUN diatur dalam Pasal 59 UU PTUN, sedangkan dalam hukum acara perdata diatur dalam pasal 121 HIR. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, maka gugatan diajukan ke pengadilan yang berwenang baiksecara kompetensi absolute maupun relative. Dalam mengajukan gugatn, penggugat diwajibkan membayar uang muka biaya perkara. - Penetapan Hari Sidang 16

19 - Penetapan hari sidang menurut HAPTUN diatur dalam pasal 59 ayat (3) dan pasal 64 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 122 HIR. - Berdasarkan pasal-pasal tersebut, maka setelah surat gugatan ddaftarkan dalam buku register perkara dan telah dianggap cukup lengkap, pengadilan menetukan hari sidang di pengadilan. Dalam menentukan hari sidang ini, hakim harus mempertimbangkan jarak antara tempat tinggal para pihak yang berperkara dengan pengadilan tempat persidangan. - Dalam hukum acara TUN, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah gugatan dicatat, hakim menentukan hari, jam, tempat persidangan, dan pemanggilan para pihak unutuk hadir. - Pemanggilan Para Pihak Pemanggilan para pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 66 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam Pasal 121 ayat (1) HIR, Pasal 390 ayat (10, dan Pasal 126 HIR. Berdasarkan pasal-pasl tersebut, pemanggilan para pihak dilakukan setelah gugatan dianggap sempurna dan sudah dicatat. Dalam hukum acara TUN, jangka waktu antara pemanggillan dan hari sidang tidak boleh kurang dari 6(enam) hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat. Panggilan dikirimkan dengan surat tercatat. Apabila salah satu pihak berada atau berkedudukan di luar negeri, maka ketua pengadilan melakukan pemanggilan meneruskan surat penetapan hari sidang dan salinan gugatan kepada Departemen Luar Negeri, selanjutnya departemen Luar Negeri meneruskan kepada perwakilan RI di wilayah tempat yang bersangkutanberkedudukan. Dalam jangka waktu 7(tujuh) hari setelah pemanggilan itu petugas Perwakilan RI tersebut wajib memberikan laporan kepa da pengadilan. - Pemberian Kuasa Pemberian kuasa oleh kedua belah pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 57 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR. 17

20 Berdasarkan pasal-pasal tersebut, maka apabila dikehendaki, para pihak dapat diwakilkan atau didampingi oleh seorang kuasa beberapa kuasa. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan sebelum perkara diperiksa harus secara tertulis sengan membuat surat kuasa khusus. Dengan pemberian surat kuasa ini, sipenerima kuasa bisa melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan jalannya pemeriksaan perkara untuk dan atas nama si pemberi kuasa. Sedangkan pemberian kuasa yang dilakukan di persiangan biisa dilakukan secara lisan. - Hakim Majelis Pemeriksaan perkara dalam hukum acara PTUN dan hukum acar perdata dilakukan dengan hakim majelis (tiga orang hakim), yang terdiri atas satu orang bertindak selaku hakim ketua dan dua orang lagi bertindak selaku hakim anggota (pasal 68 Uu PTUN). Namun, dalam hal-hal tertentu dimungkinkan untuk menempuh prosedur pemeriksaandengan hakim tunggal (unun judex). Dalam hukum acara PTUN hal ini dapat dilakukan dalam hal pemeriksaan dengan acara cepat (pasal 99 ayat 1). Dalam hukum acra perdata baik terhadap perkara deklatoir maupun kontradiktoir pemeriksaan dengan hakim tunggal ini tetap sah Persidangan Terbuka Untuk Umum Sidang pemeriksaan perkara dipengadilan pada asasnya terbuka untyk umum, dengan demikian setiang orang dapat untuk hadir dan mendengarkan jalannya pemeriksaan perkara tersebut. Ketentuan ini dapat dilihat dalam pasal 19 dan pasal 20 UU No 4 Tahun Dalam hukum acara PTUN ketentuan ini diatur dalam Pasal 70 ayat (1) UU PTUN, sedangkan dalam hukum acara perdata diatur dlam Pasal 179 ayat (1) HIR Apabila putusan diucapkan dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum. Kecuali, hakim memandang bahwa perkara tersebut menyangkut ketertiban umum, keselamatan 10 Soedikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Penerbit Liberty, Yogyakarta, h.23 18

21 negara, atau alasan-alasan penting lainnya yang dimuat dalam berita acara, maka hakim dapat menyatakan persidangan tertutup untuk umum. Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 70 ayat (2) UU PTUN dan Pasal 29 Reglement op de Rechtelijke Organisatie (RO). - Mendengar Kedua Belah Pihak Dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 disebut bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Denhan demikian ketentuan pasal ini mengandung asas kedua belah pihak haruslah diberlakukan sama, yang memihak, dan kedua belah piahk didengar dengan adil. Hakim tidak diperkenankan hanya mendengarkan atau memperhatikan keterangan salah satu pihak saja (audi et alteram partem). Asas tersebut bukan termasuk pengajuaan alat bukti karena ada kalanya para pihak atau saksi adalah bisu, tuli, tidak dapat menulis, atau tidak dapat berbahasa Indonesia. Dalam hal yang demikian ini, maka untuk kelancaran pemeriksaan perkara dalam jalannya persidangan hakim dapat mengangkat orangorang sebagai juru bahasa, juru tulis, dan atau juru ahli bahasa. Dalam HAPTUN, penentuan ini diatur dalam pasal 92 dan 93 UU PTUN. - Pembuktian Baik hukum acara PTUN maupun hukum acra perdata samasama menganut asas bahwa beban pembuktian ada pada kedua belah pihak, hanya karna yang mengajukan gugatan adalah penggugat, maka penggugatlah yang mendapatkan kesempatan pertama untuk membuktiknnya. Sedangkan kewajiban tergugat untuk membuktikannya adalah dalam rangka membantah bukti yang diajukan oleh penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat (pasal 100 s/d pasal 107 UU PTUN, dan pasal 163 dan pasal 164 HIR). - Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Pelaksanaan outusan pengadilan dilkukan setelah adanya putusan. Dan putusan pngadilan yang dapat dilaksanakan adalah terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 115 UU PTUN), yang 19

22 pelaksaaannya dilakukan atas perintah ketua pengadilan yang mengdilinya dalam tingkat pertama (pasal 116 UU PTUN, pasal 195 HIR). Apabila pihak yang dikalahkan tidak mau secara sukarela memnuhi isi putusan yang dijatuhkan, maka pihak yang dimenangkan dapat mengajukan permohonan pelaksaan putusan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu dalam tingkat pertama (pasal 116 UUPTUN, pasal 196 dan pasal 197 HIR). 8. Prinsip-Prinsip / Asas-asas HAPTUN Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa, barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum. Kita menyebutnya demkian oleh karena, pertama, merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan pada asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum inilayaknya disebut sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dariperaturan hukum. Selanjutnya beliau menambahkan bahwa dengan adnya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturanperaturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan etis 11. Paul scholten sebaimana dikutip oleh Bruggink memberikan difinisi asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang system hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya 12. Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besarnya kita dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat dalam hukum acara peradilan tata usaha negara. 1) Asas Praduga rechmatige (vermoeden van rehmatigheid praesumtio iustae causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa/pemerintah selalu dianggap Rechmatig benar sampai ada pembatalan. Dengan asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (pasal 67 ayat (1) UU No 5 tahun 1986). h Satjipto Raharjo, 1986, Ilmu Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, h J.J.H. Bruggink, 1996, Refleksi Tentang Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 20

23 2) Asan Keaktifan Hakim. Sebelum dilakukannya pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim melakukan rapat pemusyawaratan untuk menetapkan apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan (pasal 62 UU PTUN) dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya (pasal 63 UU PTUN). Dengan demikian asas ini memberikan peran terhadap hakim dalam proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materiil dan untuk itu UU PTUN mengarah pada pembuktian bebas. Bahkan, jika dianggap perlu untk mengatasi kesulitan penggugat memperoleh informasi atau data yang diperlukan, maka hakim dapat memerintahkan badan atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat untuk memberikan informasi atau data yang diperlukan itu (pasal 85 UU PTUN). 3) Asas Pembuktian Bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian.hal ini berbeda dengan ketentuan pasal 1865 BW. Asas ini dianut pasal 107 UU No 5/86 hanya saja masih dibatasi dengan ketentuan passal ) Asas Erga Omnes. Sengketa TUN adalah sengketa hukum public. Dengan demikian putusan pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa. 21

24 9. Penutup Paparan materi perkuliahan di atas pokok-pokoknya akan dikemukakan kembali dalam rangkuman untuk memudahkan mahasiswa memahami materi secara komprehensip. Kemudian untuk mengetahui capaian pembelajaran, maka akan diberikan latihan yang harus dikerjakan oleh mahasiswa. Rangkuman Pada perkuliahan pertama ditunjukkan adanya istilah Negara Hukum dan Perdailan Administrasi. Indonesia merupakan Negara hokum yang menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa berdasarkan hokum yang jelas atau legalitas yang baik berdasarkan hokum tertulis maupun tidak tertulis. Tujuan dari Negara hokum adalah melindungi rakyatnya, dalam perlindungan hokum bagi rakyat dilandaskan dengan dua prinsip yaitu prinsip hak asasi manusia dan prinsip Negara hokum. Sebagai Negara hokum idonesia perlu memiliki peradilan yang menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat. Yang dimaksud peradilan ini adalah peradilan administrasi. Pembentukan Undang-undang Peradilan tata usaha Negara tertuang kedalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, selain disebut sebagai Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara juga disebut sebagai Undang-Undang Peradilan administrasi Negara. Dalam perkuliahan ini juga dijelskan pengertian Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara yang memiliki banyak peristilahan diantaranya Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Pemerintah, Hukum Acara Administrasi Negara, Hukum Acara Peradilan Administrasi, selain itu juga dibahas mengenai tugas hakim yang dibagi menjadi dua yaitu tugas dalam jurisdicio contentiosa, dan jurisdiction voluntaria. Peradilan Tata Usaha Negara memiliki karakteristik yang hamper sama dengan Peradilan Perdata dalam bahasan ini akandijelaskan persamaan dan dan perbedaan kedua peradilan tersebut. Peradilan Tata Usah Negara memiliki prinsipprinsip dan azas-azas umum peradilan dan memiliki beberapa prinsip dan azas khusus Peradilan Tata Usaha negara diantaranya azas praduga rechmatig, azas keaktifan hakim, azas pembuktian bebas, azas erga omnes Latihan: Diskusikan pertanyaan dibawah ini 22

25 1. Coba saudara jelaskan dimana letak perbedaan antara tugas hakim PTUN dengan tugas hakim di Peradilan Umum. 2. Dengan adanya asas keaktifan Hakim, apakah Hakim PTUN dalam melaksanakan tugasnya tidak melanggar asas audi et alteram partem. jelaskan 3. Adakah perbedaan dan persamaan antra peradila TUN dengan peradilan perdata 4. Coba saudara lengkapi asas-asas yang sekiranya terkait dengan asas-asas PTUN selain yang telah dijelaskan tersebut diatas! 5. Coba saudara jelaskan, makna yang terkandung dari masing-masing asas tersebut. 6. Coba saudara jelaskan ruang lingkup Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. 7. Jelaskan dasar pemikiran dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara bila dikaitkan dengan konteks Negara Hukum ( recht staat) 8. Jelaskan mengapa UU No. 5 Tahun 1986 disamping disebut dengan nama Peradilan Tata Usaha Negara, juga dinamakan Peradilan Administrasi Negara. Bahan Pustaka 1. SF. Marbun, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta. 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun Abdul Kadir Muhamad, 1986, Huum Acara Perdata Indonesia, Alumni, Bandung. 4. Philipus M. Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press. 5. SF. Marbun, 2003, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, UII Press, Yogyakarta. 6. Zairin Harahap, 2001, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta.Indroharjo, 1996, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Perdailan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 7. AT. Hamid, 1986, Hukum Acara Perdata Serta Susunan Kekuasaan Pengadilan, PT. Bina Ilmu, Surabaya. 23

26 PERTEMUAN II: TUTORIAL KE-1 PERISTILAHAN, PENGERTIAN, HUKUM ACARA DAN PRAKTIK PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1. Pendahuluan Pada kegiatan tutorial 1, mahasiswa bediskusi di dalam kelompok atas tugas Discussion task yang mengilustrasikan materi perkuliahan kesatu terutama mengenai peristilahan, dan pengertian Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dengan rasa tanggung jawab, jujur dan demokratis mampu: a. Menjelaskan latar belakang perobahan UU No. 5 tahun 1986 oleh perubahan pertama UU N0.9 tahun 2004 dan dirobah lagi oleh perubahan kedua UU No.51 tahun b. Mengidentifikasi dan menunjukkan pernyataan-pernyataan yang bermakna istilah Hukum Acara, Peradilan Tata Usaha Negara, Negara Hukum, Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dan pentingnya Peradilan Tata Usaha Negara. 2. Tugas: Discussion Task Study Task RUU tentang Peradilan Tata Usaha yang pernah diajukan dan dibahas oleh DPR yaitu RUU Th 1982, namun No 14 Th 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kahakiman. Sebagai pelaksana, sudah barang tentu RUU ini harus sesuai dengan UU pokoknya. Karena itu, pemerintah beranggapan judulnya tidak bisa lain dari yang telah ditetapkan dalam UU pokoknya. Namun usul DPR tersebut telah diakomodasi dalam batang tubuhnya yang menyebutkan bahwa UU Peradilan Admistrasi Negara. Pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970 yang terakhir telah direvisi dengan UU No. 4 Tahun 2004 tantang Kekuasaan Kehakiman menentukan adanya 4 lingkungan peradilan yaitu : 1. Peradilan Umum 2. Peradilan Agama 3. Peradilan Militer 4. Peradilan Tata Usaha Negara Masing-masing lingkungan peradilan memiliki wewenang mengadili badan badan peradilan tingkat pertama dan banding, yang semuanya berpuncak ke Mahkamah Agung RI. Untuk melaksanakan ketentuan pasal 10 UU No. 14 Th 1970 Jo. UU No. 4 Th 2004, maka telah melalui proses panjang pada tanggal 29 Desember 1986 dibentuk UU No. 5 Th 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (LN 1986 No. 77 dan TLN No. 3344). 24

27 Setelah sempat ditidurkan selama 5 tahun sejak diundangkan, UU No. 5 Th 1986 baru diterapkan secara efektif setelah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Th 1991 tentang penerapan UU No. 5 Th 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (LN 1991 No. 8) pada tanggal 14 Januari Yang kemudian dengan adanya tuntutan reformasi dibidang hukum, telah disahkan UU No. 9 Th 2004 tentang Perubahan UU No. 5 Th Demikian secara ringkas sejarah lahirnya UU PERATUN Sumber: 3. Penutup Mahasiswa menyusun Laporan Hasil Diskusi dan dikumpulkan di akhir tutorial. Bahan Pustaka: Lihat Bahan Pustaka Perkuliahan 1. 25

28 PERTEMUAN III: TUTORIAL KE-2 KARAKTERISTIK DAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM ACARA DAN PRAKTIK PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1. Pendahuluan Pertemuan ketiga adalah kegiatan tutorial kedua. Kegiatan tutorial ini merupakan pendalaman atas materi karakteristik dan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara. Mahasiswa mendiskusikan dalam kelompok mengenai karakteristik dan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara. Setelah selesai tutorial ini, diharapkan mahasiswa dengan rasa tanggung jawab, jujur dan demokratis mampu menjelaskan karakteristik dan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang actual terjadi di masyarakat. 2. Tugas: Discussion Task Study Task Diskusikan dan buatlah karakteristik pembeda Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara dengan Peradilan yang lainnya dan sebut dan jelaskan prinsipprinsip atau asas-asas hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara. 3. Penutup Mahasiswa menyusun Laporan Hasil Diskusi dan dikumpulkan di akhir tutorial. Bahan Pustaka: Lihat Bahan Pustaka Perkuliahan 1. 26

29 PERTEMUAN IV: PERKULIAHAN KE-2 ALUR PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA DAN PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA 1. Pendahuluan Materi perkuliahan alur penyelesaian sengketa tata usaha Negara terdiri dari upaya administrative, gugatan langsung ke Pengadilan Tata Usaha Negara, dan hukum acara formil, sedangkan perkuliahan pemeriksaan sengketa tata usaha Negara terdiri dari Pemeriksaan Persiapan, Proses Dismissal / Rapat Permusyawaratan serta Kompetensi. Capaian pembelajaran yang ingin diwujudkan dengan perkuliahan alur penyelesaian sengketa tata usaha Negara dan pemeriksaan sengketa tata usaha Negara ini adalah mahasiswa dapat mengetahui alur penyelesaian sengketa Negara yang dimulai dari upaya administrative sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketa dan dilanjutkan dengan melakukan gugatan langsung kepengadilan tata usaha Negara apabila upaya administrative menemui kendala atau tidak bisa menyelesaikan permasalahan, hukum acara formil terdiri dari acara biasa, acara cepat, dan acara singkat yang merupakan cara pemeriksaan di pengadilan tata usah Negara, serta kompetensi yang akan diperiksa apakah gugatan tersebut sudah sesuai dengan kompetensi relative maupun kompetensi absolute. Materi perkuliahan alur penyelesaian sengketa tata usaha Negara dan pemeriksaan sengketa tata usaha Negara ini sangat penting dipahami untuk memudahkan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas tutorial dalam pertemuan ketiga dan keempat. Selain itu, materi ini memberikan dasar-dasar pengajuan gugatan yang diberikan dalam perkuliahan ketiga. 2. Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Dalam upaya penyelesaian sengketa TUN menurut Undang-undang No 5 tahun 1986 dapat ditempuh dengan dua cara yaitu: pertama, melalui jalur upaya administrative dan kedua melalui gugatan langsung ke PTUN. a. Upaya Administratif Istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah Upaya administrative, karena istilah upaya administrative, telah baku dipergunakan dalam Undang- Undang No 5 tahun 1986.hal ini peru ditegaskan lebih dahulu, sebab dalam literature hukum administrasi ditemukan beberpaistilah yang lazim digunakan untuk menyebut islilah ini. Antara lain administratieve beroep, quasi rechtspraak atau peradilan administrasi semu. Munculnya berbagai istilah tersebut dikalangan para sarjana, disebabkan mereka membahas dan merumuskannya dari aspek dan penekannanya masingmasing. AM Donner dalam bukunya Nederlans Bestuursrecht sebagaimana dikutif 27

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Block Book HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Kode Mata Kuliah : WU16256 Tim Penyusun serta Tim Tutorial : I Ketut Artadi, SH.SU. I Wayan Bela Siki Layang, SH.MH. I Ketut Sudjana, SH.MH. I Nyoman

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA berlaku. 3 Dari definisi berdasar pasal 1 ayat (4) tersebut, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA Hukum Acara Tata Usaha

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan warga negaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Hukum PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

Lebih terperinci

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan Peninjauan

Lebih terperinci

OBYEKTIVITAS PUTUSAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN ADANYA TAHAPAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN

OBYEKTIVITAS PUTUSAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN ADANYA TAHAPAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara... OBYEKTIVITAS PUTUSAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN ADANYA TAHAPAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN Abdul Jabbar Dosen Jurusan Syari ah STAIN Jember

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara Rombel 05 Semester Genap 2016-2017 Dosen Pengampu : Dr.

Lebih terperinci

PRAKTIK PERADILAN TATA USAHA NEGARA Kode Mata Kuliah : MI 022

PRAKTIK PERADILAN TATA USAHA NEGARA Kode Mata Kuliah : MI 022 Block Book PRAKTIK PERADILAN TATA USAHA NEGARA Kode Mata Kuliah : MI 022 Tim Penyusun serta Tim Tutorial : I Ketut Artadi, SH.SU. DW Nym Rai Asmara Putra, SH.MH. I Wayan Bela Siki Layang, SH.MH. Ida Bagus

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) 1. Nama mata kuliah : Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara 2. Kode / SKS : HKU 311 A / 2 SKS 3. Prasyarat : Hukum Administrasi Negara. 4. Status

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara Pada mulanya dasar konstitusional pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah

Lebih terperinci

SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258

SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258 SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258 BLOCK BOOK Planning group : I Ketut Keneng, SH,MH ( Kordinator) Bagian Hukum Acaraa FH UNUD, Telp. 431876, e mail: re_keneng@yahoo.com I Wayan Tangun

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI BY : ANNEKA SALDIAN MARDHIAH Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb No.1442, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Sengketa PEMILU. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (MANUAL MAHASISWA)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (MANUAL MAHASISWA) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (MANUAL MAHASISWA) Bobot sks Kode Mata Kuliah Penyusun : 2 (dua) sks : HKK4003 : Dr. Indah Dwi Qurbani, S.H.,

Lebih terperinci

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Dosen : 1. Zainal Muttaqin, S.H., MH. 2. Deden Suryo Raharjo, S.H. PENDAHULUAN Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Haptun) membahas dan mengkaji bagaimana Hukum

Lebih terperinci

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : SOLECHAN 1. A. PENDAHULUAN Sejak dahulu sampai sekarang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF 21 BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Putusan Verstek Pada sidang pertama, mungkin ada pihak yang tidak hadir dan juga tidak menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan yuridis sebagai negara hukum ini tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

TATA CARA PEMANGGILAN Oleh : Dr. Hj. Djazimah Muqoddas, SH.,M.Hum

TATA CARA PEMANGGILAN Oleh : Dr. Hj. Djazimah Muqoddas, SH.,M.Hum 1 TATA CARA PEMANGGILAN Oleh : Dr. Hj. Djazimah Muqoddas, SH.,M.Hum I. Pendahuluan. Pelayanan optimal, transparan dan efektif kepada masyarakat pencari keadilan adalah salah satu tujuan Pengadilan, dalam

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya

Lebih terperinci

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN A. Pendahuluan Pokok bahasan III ini mengandung sub-sub pokok bahasan tentang putusan, upaya hukum terhadap putusan dan pelaksanaan putusan. Penguasaan materi pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS. UNDANG-UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci

Dengan mencabut Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad ) tentang "Uitlevering van Vreemdelingen".

Dengan mencabut Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad ) tentang Uitlevering van Vreemdelingen. 1:1010 UNDANG-UNDANG (UU) Nomor : 1 TAHUN 1979 (1/1979) Tanggal : 18 JANUARI 1979 (JAKARTA) Sumber : LN 1979/2; TLN NO. 3130 Tentang : EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER/RENCANA PEMBELAJARAN/GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN & SATUAN ACARA PERKULIAHAN

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER/RENCANA PEMBELAJARAN/GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN & SATUAN ACARA PERKULIAHAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER/RENCANA PEMBELAJARAN/GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN & SATUAN ACARA PERKULIAHAN KLINIK HUKUM PERDATA Didukung Oleh : PROGRAM ILMU HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gugatan dan Sengketa Tata Usaha Negara 1. Pengertian Pengajuan Permohonan Gugatan Pada asasnya, bahwa gugatan diajukan kepada pengadilan yang berwenang, yang daerah hukumnya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT 1 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT 2.1 Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya

Lebih terperinci

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( ) BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK (Email) 1. Pengertian Alat Bukti Dalam proses persidangan, alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting fungsi dan keberadaanya untuk menentukan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA. Maisara Sunge Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

EFEKTIFITAS EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA. Maisara Sunge Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo EFEKTIFITAS EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Maisara Sunge Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Abstrak : Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dapat dilaksanakan adalah putusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING)

SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING) SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING) TATA CARA PELAKSANAAN UANG PAKSA (DWANGSOM) DAN SANKSI ADMINISTRATIF PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA LANDASAN YURIDIS: 1. Pasal

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo* BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo* Abstrak Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka Pengadilan dan cara bagaimana

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGADAAN

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 512); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 512); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2017 KEMENDIKBUD. Pengembang Teknologi Pembelajaran. Kode Etik. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG KODE

Lebih terperinci

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak PENGADILAN AGAMA SIMALUNGUN JLN. ASAHAN KM. 3 TELP/FAX (0622) 7551665 E-MAIL : pasimalungun@gmail.com SIMALUNGUN Nomor SOP W2-A12/ /OT.01.3/I/2017 Tanggal Pembuatan 28 Maret 2016 Tanggal Revisi 03 Januari

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Aceh yang mengadili perkara Harta Bersama pada tingkat banding,

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA PENETAPAN LOKASI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

Dualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi

Dualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi Dualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat dan Forum Wakcabalaka (Forum penggiat keterbukaan informasi publik di Jawa Barat) telah melaksanakan diskusi mengenai

Lebih terperinci

MEDIASI DALAM RANGKA ASAS PERADILAN CEPAT BIAYA MURAH DALAM UPAYA PENYELESAIAN TERJADINYA SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA

MEDIASI DALAM RANGKA ASAS PERADILAN CEPAT BIAYA MURAH DALAM UPAYA PENYELESAIAN TERJADINYA SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA MEDIASI DALAM RANGKA ASAS PERADILAN CEPAT BIAYA MURAH DALAM UPAYA PENYELESAIAN TERJADINYA SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh Hervina Puspitosari Abstrak Arti pentingnya Peradilan Tata Usaha Negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

K0MPARASI EKSTENSI JURU SITA DALAM HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP HUKUM ACARA PERDATA

K0MPARASI EKSTENSI JURU SITA DALAM HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP HUKUM ACARA PERDATA K0MPARASI EKSTENSI JURU SITA DALAM HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP HUKUM ACARA PERDATA oleh Putu Benny Oktariani Nyoman A. Martana I Ketut Sujana Bagian hukum acara ABSTRACT A bailiff/

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N. Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN --------------------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik,

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Praktek Peradilan SH 1126 4 VI (Enam) Muhammad Fajar Hidayat, SH, MH Deskripsi Mata Kuliah Standar Mata kuliah Praktek

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara BAB III Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara A. Hasil Penelitian 1. Anotasi Problematika Hukum Dalam Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU OLEH PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum Kewenangan absolut pengadilan dilingkungan peradilan tata usaha negara adalah memeriksa, memutus

Lebih terperinci

AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA

AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA 1 AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA Oleh : Prof. Dr. Paulus Effendie Lotulung,SH. Ketua Muda Mahkamah Agung Lingkungan Peradilan Tata Usaha

Lebih terperinci

Mata Kuliah : Perancangan Kontrak Kode Mata Kuliah : WUK 7219

Mata Kuliah : Perancangan Kontrak Kode Mata Kuliah : WUK 7219 Block Book Mata Kuliah : Perancangan Kontrak Kode Mata Kuliah : WUK 7219 Planning Group: 1. Prof. R.A. Retno Murni, SH.MH.Ph.D 2. Dr. I Wayan Wiryawan,SH.MH 3. AA Dharma Kusuma,SH.MH Bagian Hukum Perdata

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 08/PMK/2006 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA KEWENANGAN KONSTITUSIONAL LEMBAGA NEGARA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 0938/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN Nomor 0938/Pdt.G/2015/PA. Pas PUTUSAN Nomor 0938/Pdt.G/2015/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Nomor 0105/Pdt.P/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor 0105/Pdt.P/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SASALINAN P E N E T A P A N Nomor 0105/Pdt.P/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu

Lebih terperinci

MAKALAH KAPITA SELEKTA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

MAKALAH KAPITA SELEKTA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA MAKALAH KAPITA SELEKTA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PENYELESAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN ANTARA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN WALIKOTA YOGYAKARTA (KASUS PUTUSAN NO.01/G/2011/PTUN.YK) Disusun Oleh : Fajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam hukum perdata formil. Hukum perdata formil bertujuan memelihara dan mempertahankan hukum perdata materiil. Jadi, secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci