BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT"

Transkripsi

1 1 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT 2.1 Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut KTUN) merupakan tindakan hukum publik pemerintah yang bersegi satu atau bersifat sepihak (eenzijdige publiekrechtelijke handeling). Istilah Keputusan Tata Usaha Negara Y(Jerman). Istilah ini diperkenalkan di Belanda oleh C.W. van der Pot dan C. van Vollenhoven dengan istilah beschikking dan di Perancis dikenal dengan istilah acte administratif. Istilah beschikking diperkenalkan di Indonesia oleh WF. Prins dan diterjemahkan dengan istilah ketetapan (E. Utrecht, Bagir Manan), penetapan (Prajudi Amtosudirjo), dan keputusan (WF. Prins, Philipus M. Hadjon). 1 Menurut van der Pot (sebagaimana dikutip oleh Djenal Hoesen Koesoemahatmaja), beschikking merupakan tindakan hukum yang dilakukan alatalat pemerintahan, pernyataan kehendak mereka dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mangadakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum. 2 Oleh E. Utrecht, beschikking diartikan sebagai perbuatan hukum publik 1 Ridwan H.R., op. cit, h Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, 1983, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara Jilid 1, Penerbit Alumni, Bandung, h.47 31

2 2 (yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa). 3 Bedasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa: Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Sedangkan, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyatakan bahwa: Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dari pemaparan beberapa pengertian mengenai KTUN di atas, dapat disimpulkan bahwa KTUN merupakan tindakan hukum publik bersegi satu (sepihak) yang dilakukan oleh pemerintah, melalui alat-alat perlengkapan pemerintahan (badan atau pejabat Tata Usaha Negara), yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara (sebagai bentuk pernyataan kehendak), berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, serta menimbulkan akibat hukum tertentu (dalam bidang administrasi) bagi seseorang atau badan hukum perdata. Jakarta h E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet. IV, Ichtiar,

3 3 Dari rumusan kedua undang-undang tersebut di atas terlihat bahwa pengertian KTUN pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sedikit berbeda dan cenderung lebih luas dibandingkan dengan rumusan pengertian KTUN yang ada pada Pasal 1 angka 9 UU PTUN. Dalam skripsi ini tidak akan dijelaskan lebih mendalam mengenai perbedaan rumusan pengertian KTUN antara kedua undang-undang tersebut karena yang akan dibahas dalam skripsi ini berkaitan dengan penetapan penundaan pelaksanaan terhadap gugatan tata usaha negara yang didasarkan oleh sebuah KTUN. 2.2 Syarat Sahnya Keputusan Tata Usaha Negara Suatu KTUN yang sah akan dengan sendirinya memiliki kekuatan hukum, baik kekuatan hukum formal maupun kekuatan hukum materiil. Hal ini kemudian melahirkan prinsip praduga rechtmatig (presumption iustitae causa) yaitu setiap KTUN yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap sah menurut hukum sampai terbukti sebaliknya melalui suatu pembatalan dari pengadilan. 4 Menurut van der Pot, terdapat empat syarat yang harus dipenuhi agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara berlaku sebagai ketetapan (keputusan) yang sah, yaitu : a. ketetapan harus dibuat oleh alat pemerintahan (organ) yang berwenang (bevoegd); b. pembentukan kehendak alat pemerintahan yang membuat ketetapan tidak boleh memuat kekurangan yuridis (geen juridische gebreken in de wilsvorming); c. ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga memperhatikan cara 4. Ridwan H.R., op. cit, h

4 4 (procedure) membuat ketetapan itu, bilamana cara itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut; d. isi dan tujuan ketetapan itu, harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar. 5 Sedangkan menurut Kuntjoro Purbopranoto (sebagaimana dikutip oleh Sadjijono), ada dua syarat yang harus dipenuhi agar KTUN yang dibuat oleh pemerintah menjadi keputusan yang sah. Kedua syarat tersebut yakni sebagai berikut : a. syarat materiil, meliputi : 1) alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang (berhak); 2) dalam kehendak alat pemerintahan yang membuat keputusan tidak boleh ada kekurangan yuridis (geen yuridiche gebreken in de welsvorming); 3) keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga memperhatikan prosedur membuat keputusan bilamana prosedur itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan itu (rechtmatig); 4) isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan yang hendak dicapai (doelmatig). b. syarat formil, meliputi : 1) syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubungan dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi; 2) harus diberi bentuk yang telah ditentukan; 3) syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi; 4) jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hak-hak yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan; 5) ditandatangani oleh pejabat pemerintahan yang berwenang membuat keputusan. 6 5 Djenal Hoesen Koesoemahatmaja, op. cit, h Sadjijono, 2011, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, Cet. II, Edisi II, LaksBang, Yogyakarta h

5 5 Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga diatur mengenai syarat sahnya suatu KTUN, yakni diatur dalam ketentuan Pasal 52 ayat (1) yang menyatakan bahwa : a. Syarat sahnya Keputusan meliputi: (a) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; (b) dibuat sesuai dengan prosedur; dan substansi yang sesuai dengan objek Keputusan. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 menyatakan bahwa sahnya KTUN juga didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Terhadap KTUN yang tidak memenuhi syarat tersebut di atas, maka akan menimbulkan kekurangan dan dapat mengakibatkan keputusan itu dianggap batal sama sekali atau pemberlakuannya dapat digugat. 2.3 Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman dari Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut C.S.T. Cansil Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap Sengketa Tata Usaha Negara. 7 Prajudi Atmosudirjo menyamakan antara Peradilan Tata Usaha Negara dengan Peradilan Administrasi Negara. Menurutnya pengertian Peradilan Administrasi Negara dalam arti luas adalah peradilan yang menyangkut pejabat-pejabat dan instansi-instansi 7 C.S.T. Kansil, 2008, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, cet. 5, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 16

6 6 administrasi negara, baik yang bersifat perkara pidana, perkara perdata, perkara agama, perkara adat, dan perkara administrasi murni. 8 Dasar hukum dari Peradilan Tata Usaha Negara diantaranya adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan kemudian diubah lagi menjadi Undang -Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara memuat terkait kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara baik mengenai kompetensi absolut maupun kompetensi relatif. Kompetensi absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara diatur pada Pasal 47 undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara. Sengketa Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara Orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha 8 Benjamin Mangkoedilaga, op. cit. h. 12.

7 7 Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara. Namun demikian terhadap kompetensi absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut, terdapat beberapa pembatasan. Pembatasan tersebut diantaranya termuat di dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, serta Pasal 48 dan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 memuat tentang pengertian dari Keputusan Tata Usaha Negara sebagai objek dari Sengketa Tata Usaha Negara yang boleh digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Adapun Pengertian dari Keputusan Tata Usaha Negara menurut pasal tersebut adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Adapun penjabaran dari syarat - syarat Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut: 9 a. Bersifat tertulis, hal ini diperlukan untuk memudahkan pembuktian. Pengertian tertulis di sini bukanlah dalam arti bentuk formalnya, malainkan cukup tertulis, asal saja : 1. Jelas Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkannya; 2. Jelas isi dan maksud tulisan tersebut yang menimbulkan hak dan kewajiban; 3. Jelas kepada siapa tulisan itu ditujukan. 9 Rozali Abdullah, 2002, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 20.

8 8 b. Bersifat kongkrit, artinya obyek yang diputus dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu berwujud tertentu dan dapat ditentukan; c. Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi ditujukan untuk orang - orang atau badan hukum perdata tertentu. Jadi tidak berupa suatu peraturan yang berlaku umum; d. Bersifat final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum, atau ketetapan yang tidak membutuhkan lagi persetujuan dari instansi atasannya. Salah satu syarat dari Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat sebagaimana disebutkan diatas yaitu bersifat tertulis memang mutlak adanya, Apabila kemudian keputusan tersebut hanya diperintahkan secara lisan oleh pejabat yang mengeluarkan keputusan tersebut, maka tindakan pejabat tersebut tidak dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara, melainkan harus melalui Pengadilan Negeri. Pembatasan berikutnya termuat di dalam ketentuan Pasal 2 Undang- Undang Nomor 9 Tahun Pasal tersebut menyatakan bahwa ada beberapa KTUN yang dikecualikan dari pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Adapun pasal tersebut menyatakan bahwa tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini : a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan; d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

9 9 f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia; g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum. Pembatasan ini diadakan karena ada beberapa jenis keputusan yang karena sifat atau maksudnya memang tidak dapat digolongkan dalam pengertian keputusan tata usaha negera menurut undang-undang ini. 10 Selanjutnya pembatasan terhadap Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara tercantum di dalam Pasal 48 dan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Pasal 48 undang-undang tersebut pada intinya menyatakan bahwa suatu sengketa Tata Usaha Negara baru menjadi kewenangan dari Peradilan Tata Usaha Negara apabila para pihak yang bersengketa telah terlebih dahulu menempuh upaya administratif yang tersedia dan diatur oleh peraturan dasarnya. Artinya bahwa apabila peraturan dasarnya mengharuskan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa Tata Usaha Negara melalui upaya administratif maka para pihak tidak dapat mengajukan langsung sengketanya ke Pengadilan Tata Usaha Negara melainkan harus menempuh upaya administrasi terlebih dahulu dan Pengadilan Tata Usaha Negara juga harus menyatakan tidak menerima gugatan yang diajukan tersebut apabila belum melalui upaya administratif yang disediakan sesuai dengan peraturan dasarnya. Kemudian Pasal 49 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan 10 Titik Triwulan T. dan Ismu Gunadi Widodo, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, cet. 1, Kencana Predana Media Group, Jakarta, h. 569.

10 10 sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan : a. dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam prakteknya alasan "dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum" bisa menimbulkan permasalahan, karena sampai sekarang sulit ditentukan batasan dan ukuran yang objektif tentang "'kepentingan umum". 11 Pengertian terkait dengan kepentingan umum bisanya selalu dikaitkan dengan kepentingan dari penguasa sebagai badan/organ pemerintah yang berwenang mengeluarkan suatu keputusan, sehingga seringkah merugikan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, Hakim di Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dituntut untuk dapat mengambil keputusan dalam menentukan batasan tentang "kepentingan umum" sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegangan pada prinsip bahwa Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk memberikan pengayoman terhadap masyarakat pencari keadilan dari tindakan melawan hukum dari penguasa. Dalam penjelasan Pasal 49 tersebut dinyatakan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat bersama dan/atau kepentingan pembangunan, sesuai dengan peraturan perundang- 11 Rozali Abdullah, op. cit. h. 15.

11 11 undangan yang berlaku (penjelasan Pasal 49 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986). Oleh karena itu kiranya Hakim di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam mengambil keputusan berkaitan dengan kepentingan umum tidak melenceng dari pengertian tersebut atau setidak - tidaknya menyangkut unsur - unsur dari pengertian tersebut. Jadi kompetensi absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara pada dasarnya adalah menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara dengan menempatkan Keputusan Tata Usaha Negara sebagai objek sengketa. Namun terhadap kompetensi absolut tersebut terdapat beberapa pembatasan yang termuat di dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, Pasal 2 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004, serta Pasal 48 dan Pasal 49 Undang - Undang Nomor 5 Tahun Kemudian terkait dengan kompetensi relatif dari Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan pembagian wewenang di antara pengadilan sejenis mengenai wilayah hukum diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Di dalam pasal tersebut sejatinya mengandung asas yang dikenal dengan nama Asas Actor Sequitur Forum Rei yang menyatakan bahwa gugatan diajukan kepada pengadilan yang berwenang, yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal tergugat. 12 Asas tersebut terdapat di dalam ayat (1) dari pasal tersebut. Selain itu dikatakan pula dalam pasal tersebut bahwa apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan 12 Titik Triwulan T. dan Ismu Gunadi Widodo, op. cit. h. 593.

12 12 yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan. Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat. Kemudian apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta. Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan tergugat. Selanjutnya dikatakan pada Pasal 50 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama. Adapun kedudukan dari Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut dijabarkan di dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. Jadi gugatan yang memuat sengketa Tata Usaha Negara diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara di masing-masing ibukota Kabupaten/Kota yang bersangkutan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan dari tergugat.

13 13 Dengan demikian kompetensi relatif dari Pengadilan Tata Usaha Negara adalah bahwa gugatan mengenai sengketa Tata Usaha Negara diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara di masing-masing ibukota Kabupaten/Kota yang bersangkutan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan dari tergugat. Namun dalam prakteknya belum semua Kabupaten/Kota memiliki Pengadilan Tata Usaha Negara. Sebagai contoh di Provinsi Bali yang terdiri dari 8 (delapan) Kabupaten dan 1 (satu) Kotamadya, hanya memiliki satu Pengadilan Tata Usaha Negara yang terletak di Kotamadya Denpasar. 2.4 Asas-Asas Yang Berlaku Dalam Pengadilan Tata Usaha Negara Asas-asas hukum adalah nilai-nilai moral yang mendasari atau memberi landasan norma hukum positif, atau pikiran-pikiran dasar yang bersifat abstrak dari norma hukum positif. 13 Asas hukum juga dapat dikatakan sebagai tendensitendensi yang disyaratkan kepada hukum oleh faham kesusilaan kita. 14 Kemudian Satjipto Raharjo berpendapat bahwa asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum. 15 Hal ini dikarenakan hal tersebut merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum dan juga bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Sedangkan Paul Scolten seperti yang memdikutip oleh Zairin Harahap memberikan definisi asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem h Umar Said Sugiarto, 2015, Pengantar Hukum Indonesia, cet. 3, Sinar Grafika, Jakarta, 14 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2014, Implementasi Ketentuan - Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Bali. h Zairin Harahap, op. cit. h. 23

14 14 hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. 16 Di dalam Pengadilan Tata Usaha Negara berlaku asas-asas hukum sebagai landasan dalam menyelenggarakan suatu peradilan yang baik. Secara garis besar, asas-asas yang terdapat di dalam Pengadilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut: Asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid, praesumptio iustae causa). Dengan asas ini setiap tindakan pemerintahan selalu dianggap rechtmatig sampai ada pembatalan. 2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat. 3. Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem). Para pihak mempunyai kedudukan yang sama dan harus diperlakukan dan diperhatikan secara adil. Hakim dalam hal ini tidak dibenarkan hanya memperhatikan alat bukti, keterangan, atau penjelasan salah satu pihak saja. 4. Asas pembuktian bebas (vrij bewijs), yaitu asas yang menentukan bahwa hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. 5. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis, baik dalam pemeriksaan di peradilan judex facti, maupun kasasi dengan Mahkamah Agung sebagai puncaknya. 6. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan kekuasaan yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung bermaksud untuk mempengaruhi keobyektifan putusan pengadilan. 7. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Sederhana adalah hukum acara yang mudah dipahami dan tidak berbelit -belit. Dengan hukum acara yang mudah dipahami peradilan akan berjalan dalam waktu yang relatif cepat. Dengan demikian biaya perkara juga menjadi ringan. 8. Asas hakim aktif. Asas ini memberikan peran kepada hakim dalam proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materiil. Bahkan jika dianggap perlu untuk mengatasi kesulitan penggugat memperoleh informasi atau data yang diperlukan, maka hakim dapat memerintahkan badan atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat itu untuk memberikan informasi atau data yang diperlukan itu. 16 Zairin Harahap, op. cit. h Zairin Harahap, op. cit. h. 24.

15 15 9. Asas sidang terbuka untuk umum. Asas ini membawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 10. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang terbawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan puncaknya adalah Mahkamah Agung (MA). Dengan dianutnya asas ini, maka kesalahan dalam putusan pengadilan yang lebih rendah dapat dikoreksi oleh pengadilan yang lebih tinggi. 11. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir. Asas ini menempatkan pengadilan sebagai ultimum remidium. Sengketa Tata Usaha Negara sedapat mungkin terlebih dahulu diupayakan penyelesaiannya melalui musyawarah untuk mencapai mufakat bukan secara konfrontatif. 12. Asas obyektivitas. Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang disebutkan di atas, atau hakim atau panitera tersebut mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan sengketanya. 13. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagai "erga omnes". Meskipun substansi gugatan penggugat bersifat perdata, tetapi sengketa tata usaha negara adalah sengketa hukum publik. Karena itu, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara harus berlaku umum bagi siapa saja, tidak hanya terbatas pada pihak - pihak yang bersengketa saja. Selain asas-asas hukum diatas, terdapat pula beberapa asas yang digunakan dalam menilai dan melakukan kontrol tindakan hukum pemerintah dalam bidang hukum publik, yaitu: 18 : 1. Asas perlindungan terhadap kepentingan umum atau publik yang sangat menonjol di samping perlindungan terhadap individu. 2. Asas self respect atau self obedience aparatur pemerintahan terhadap putusan Peradilan Tata Usaha Negara, karena tidak dikenal adanya upaya paksa yang langsung melalui juru sita pengadilan seperti dalam prosedur perkara perdata. 18 Titik Triwulan T. dan Ismu Gunadi Widodo, op. cit. h. 572.

16 Pengertian Penundaan Pelaksanaan Penetapan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara dalam praktik Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia lebih populer dengan istilah schorsing, yaitu suatu tindakan atau sikap yang diambil oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam hal ini bisa dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, Majelis Hakim, Hakim Tunggal atas dasar permohonan dari pihak penggugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek sengketa selama pemeriksaan sengketa berlangsung sampai pada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap yang dituangkan dalam bentuk penetapan. Penetapan penundaan pelaksanaan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 67 ayat (2) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang berbunyi : Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Pada ketentuan pasal diatas memberikan kesempatan kepada penggugat untuk mengajukan penundaan pelaksanaan terhadap sebuah KTUN. Dalam proses pengajuannya, penundaan pelaksanaan dapat dikabulkan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 67 ayat (4) huruf a yang menyatakan bahwa : dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan.

17 17 Dalam ketentuan pasal diatas menerangkan bahwa harus ada keadaan yang sangat mendesak dalam permohonan penundaan pelaksanaan. Dapat diilustrasikan, apabila sebuah KTUN sudah dilaksanakan, terdapat pihak yang merasa dirugikan lalu mengajukan gugatan hingga keluar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang sudah berkekuatan hukum tetap dangan menyatakan KTUN tidak sah, namun KTUN yang menjadi sengketa sudah dilaksanakan dan untuk pemulihannya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam teknis pengajuannya dapat diajukan secara langsung bersamaan dengan gugatan dan terpisah dengan gugatan. Kemudian hasil dari pengajuan tersebut adalah sebuah Penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dengan menyatakan apakah pengajuan permohonan penundaan pelaksanaan dikabulkan atau tidak. 2.6 Perlindungan Hukum Terhadap Penggugat Landasan pijak perlindungan hukum bagi rakyat (masyarakat) di Indonesia adalah Pancasila dan UUD NRI 1945, karena merupakan dasar ideologi dan falsafah bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan denhan menempatkan hukum sebagai panglima dan bukan kekuasaan. Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan memposisikan bangsa Indonesia sebagai negara hukum menimbulkan konsekuensi yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara. Philipus M. Hadjon dengan menggunakan konsep barat sebagai kerangka pikir dan landasan pijak pada Pancasila merumuskan prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan

18 18 martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip negara hukum yang berdasarkan Pancasila. 19 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 20 arti kata perlindungan adalah proses, cara, perbuatan melindungi. Menurut Marwan dalam bukunya menyebutkan arti kata perlindungan adalah segala upaya yang dilakukan untuk melindungi subyek tertentu juga dapat diartikan sebagai tempat berlindung dari segala sesuatu yang mengancam. 21 Satjipto Rahardjo mengemukakan pengertian perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan hukum. 22 Berkaitan dengan perlindungan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, Philipus M. Hadjon membedakan dalam dua macam yaitu: 1. Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum dimana rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum sesuatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum 19 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Suatu studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganan oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, Jakarta. 21 Marwan Mas, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, h Satjipto Rahadjo, Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang Sedang Berubah Masalah-masalah Hukum, No. 1-6 Tahun X/10/2007.

19 19 preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan perlindungan hukum tersebut, pemerintah didorong untuk bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan. 2. Perlindungan hukum represif, yaitu upaya perlindungan hukum yang dilakukan melalui beban peradilan, baik peradilan umum maupun peradilan administrasi negara. Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum oleh negara/ pemerintah lebih ditekankan pada unsur negara/pemerintah sebagai pemegang kedaulatan. Untuk itu, perlindungan hukum yang diberikan oleh negara/pemerintah kepada warga negara dapat dilihat dalam instrumen hukum dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Instrumen hukum dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah/ pejabat tata usaha negara memiliki arti yang sama dengan Keputusan Tata Usaha Negara. KTUN dibentuk harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. (Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004). Proses pembentukan KTUN yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang dituju oleh KTUN tersebut atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan. Sehingga orang atau badan hukum perdata dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

20 20 Pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh seorang atau badan hukum perdata yang selanjutnya disebut dengan penggugat memiliki dasar hukum yaitu ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang pada intinya penggugat dapat mengirimkan Surat Gugatan terhadap sebuah KTUN yang dirasa merugikan penggugat. Dimana di dalam gugatan tersebut berisi tuntutan agar KTUN yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah. Selain dapat mengajukan gugatan, berbarengan dapat diajukan pula penundaan pelaksanaan KTUN. Penundaan pelaksanaan diajukan apabila dalam proses pengajuan gugatan dan proses di Pengadilan Tata Usaha Negara sedang berlangsung, akan tetapi didasarkan pada asas praduga rechmatig KTUN akan tetap dijalankan. Apabila KTUN terlanjur dijalankan dengan mengakibatkan kerugian materiil yang cukup besar, namun pada akhirnya gugatan dikabulkan dan putusan menyatakan bahwa KTUN tersebut dibatalkan, keadaan yang seperti inilah sebuah penetapan penundaan pelaksanaan diperlukan untuk memberikan perlindungan kepada penggugat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 27 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 2.1 Tindakan Pemerintah 2.1.1 Pengertian Tindakan Pemerintah

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 TINJAUAN YURIDIS TENTANG SAH ATAU TIDAKNYA SUATU KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (BESCHIKKING) 1 Oleh : Samgeri Ezra Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA berlaku. 3 Dari definisi berdasar pasal 1 ayat (4) tersebut, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA Hukum Acara Tata Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara Pada mulanya dasar konstitusional pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gugatan dan Sengketa Tata Usaha Negara 1. Pengertian Pengajuan Permohonan Gugatan Pada asasnya, bahwa gugatan diajukan kepada pengadilan yang berwenang, yang daerah hukumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berdiri sendiri yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DEFINISI UU PERATUN UU 51/2009 Psl. 1 angka 9. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERAN P.TUN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA. Oleh : Nike K. Rumokoy 1

PERAN P.TUN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA. Oleh : Nike K. Rumokoy 1 Rumokoy N.K : Peran P.TUN Dalam.. Vol.XX/No.2/Januari-Maret/2012(Edisi Khusus) PERAN P.TUN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA Oleh : Nike K. Rumokoy 1 A. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM ACARA PERADILAN T.U.N Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA. Maisara Sunge Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

EFEKTIFITAS EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA. Maisara Sunge Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo EFEKTIFITAS EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Maisara Sunge Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Abstrak : Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dapat dilaksanakan adalah putusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN A. Negara Hukum Negara Hukum merupakan esensi yang menitikberatkan pada tunduknya

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 14-1970::UU 35-1999 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2004 HUKUM. KEHAKIMAN. Lembaga Peradilan. Badan-badan Peradilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia menjunjung tinggi hukum dan kedaulatan hukum. Hal ini sebagai konsekuensi dari ajaran kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 24 ayat (1) dan (2), dalam rangka menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)

Lebih terperinci

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18 KAPABILITAS PERADILAN TATA USAHA NEGARA DI INDONESIA EKO HIDAYAT Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Raden Intan Lampung Jl. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung Email: eko_hidayat@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan yuridis sebagai negara hukum ini tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II SELAYANG PANDANG TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PERATUN)

BAB II SELAYANG PANDANG TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PERATUN) BAB II SELAYANG PANDANG TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PERATUN) A. Sejarah Terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) sebagai lingkungan peradilan yang terakhir

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si * KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si * I. PENDAHULUAN Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dimulai dengan lahirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas I. PEMOHON Ir. Samady Singarimbun RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, SH., M., dkk. II.

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR 3.1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata usaha negara) merupakan keputusan pemerintah

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan

BAB II. Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan BAB II Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan A. Negara Hukum Negara ialah pelaksanaan kekuasaan dalam arti menciptakan dan

Lebih terperinci

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2 Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2 Hukum acara perdata (hukum perdata formil), yaitu hukum yang mengatur mengenai bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. (Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam konsep rule of law terdapat sendi-sendi yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, legalitas dari tindakan Negara/pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MEDIASI DALAM RANGKA ASAS PERADILAN CEPAT BIAYA MURAH DALAM UPAYA PENYELESAIAN TERJADINYA SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA

MEDIASI DALAM RANGKA ASAS PERADILAN CEPAT BIAYA MURAH DALAM UPAYA PENYELESAIAN TERJADINYA SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA MEDIASI DALAM RANGKA ASAS PERADILAN CEPAT BIAYA MURAH DALAM UPAYA PENYELESAIAN TERJADINYA SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh Hervina Puspitosari Abstrak Arti pentingnya Peradilan Tata Usaha Negara,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upaya Paksa Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh yaitu : 1) Upaya paksa langsung(directe middelen), yaitu penggugat memperoleh prestasi

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Dosen : 1. Zainal Muttaqin, S.H., MH. 2. Deden Suryo Raharjo, S.H. PENDAHULUAN Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Haptun) membahas dan mengkaji bagaimana Hukum

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia

Lebih terperinci

OBYEKTIVITAS PUTUSAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN ADANYA TAHAPAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN

OBYEKTIVITAS PUTUSAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN ADANYA TAHAPAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara... OBYEKTIVITAS PUTUSAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN ADANYA TAHAPAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN Abdul Jabbar Dosen Jurusan Syari ah STAIN Jember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, CEK KOSONG, DAN JAMINAN. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, CEK KOSONG, DAN JAMINAN. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, CEK KOSONG, DAN JAMINAN 2.1 Perlindungan Hukum 2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA. Abdul Rokhim 1. Abstrak

KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA. Abdul Rokhim 1. Abstrak KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: 0854-7254, Th. X No. 20, Pebruari 2004, h. 86-91)

Lebih terperinci

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 35,2004 YUDIKATIF. KEHAKIMAN. HUKUM. PERADILAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi 13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Pengertian Kumulasi Gugatan Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi adalah pengumpulan; penimbunan; penghimpunan. 1 Kumulasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU OLEH PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum Kewenangan absolut pengadilan dilingkungan peradilan tata usaha negara adalah memeriksa, memutus

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci