BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran
|
|
- Ridwan Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran tersebut diselenggarakan pada semua satuan dan jenjang pendidikan yang meliputi wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Suryabrata, 2001). Seperti yang kita ketahui bahwa ada tiga jalur pendidikan yang dikenal dalam sistem pendidikan di Indonesia yaitu: pertama, jalur formal atau yang sering juga disebut dengan program reguler, seperti: SD, SMP, dan SMA. Kedua, jalur nonformal, seperti: lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar. Selanjutnya yang terakhir yaitu jalur informal, seperti: pendidikan oleh keluarga dan lingkungan secara mandiri dan salah satunya adalah homeschooling (Sumardiono, 2007). Di Indonesia Proses belajar mengajar di sekolah reguler bersifat sangat kompleks, karena di dalamnya terdapat aspek paedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek paedagogis merujuk pada kenyataan bahwa belajar mengajar di sekolah berlangsung dalam lingkungan pendidikan di mana guru harus mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan, melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa siswa yang belajar di sekolah memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda. Aspek psikologis tersebut merujuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri sangat bervariasi, misalnya: ada belajar materi yang 1
2 mengandung aspek hafalan, ada belajar keterampilan motorik, ada belajar konsep, ada belajar sikap, dan seterusnya. Adanya kemajemukan ini menyebabkan cara siswa belajar harus berbeda-beda pula, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis merujuk pada pengaturan belajar siswa oleh tenaga pengajar, yaitu adanya berbagai prosedur didaktis. Guru harus menentukan metode yang paling efektif untuk proses belajar mengajar tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapai. Demikian pula dengan kondisi eksternal belajar yang harus diciptakan oleh pengajar, sangat bervariasi (Suryadi dan Hartilaar, 1993) Dengan berbagai macam pendidikan yang ada, para orang tua haruslah bijak memilih pendidikan yang tepat untuk anak-anaknya sesuai dengan tugas perkembangan yang akan mereka jalani, karena pada usia remaja terdapat tugastugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja. Salah satu tugas perkembangan remaja yang menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku adalah penyesuaian sosial (Santrock, 2004). Ditambahkan pula oleh Mu tadin (2002), bahwa kemampuan penyesuaian sosial dirasakan semakin penting bagi perkembangan remaja. Hal ini disebabkan karena individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas, di mana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Suryabrata (2001) mengatakan bahwa remaja memiliki pula kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut serta merasakan suka dan dukanya. Greenberger (dalam Hurlock, 1999) menyatakan untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak membuat penyesuaian baru. Penyesuaian tersebut berkaitan dengan pengaruh kelompok sebaya, perubahan 2
3 dalam perilaku dan pengelompokan sosial, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan dan pemimpin. Bertambah luasnya lingkup sosial remaja membawa konsekuensi tertentu pula. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) semakin kompleks lingkup sosialnya, remaja semakin dituntut untuk selalu menyesuaikan diri, dan diharapkan mampu membina hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, serta mampu bertingkah laku sosial yang bertanggung jawab. Menurut Craig (1996), alasan mengapa para remaja lebih suka mencari dukungan dari teman-teman sebaya adalah karena teman-teman sebayalah yang memiliki pengalaman yang sama dengannya dibandingkan dengan orang-orang lain dalam menghadapi perubahan fisik, emosional, dan perubahan sosial yang terjadi. Kegagalan remaja dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku kurang normatif, dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, dan tindakan kriminal (Sarwono, 2000). Melihat kondisi lingkungan yang semakin luas, remaja dituntut untuk dapat memilih dan memilah hal-hal baik mana yang akan ditiru atau diikuti, serta perilaku buruk mana yang memang seharusnya dihindari. Remaja harus mampu bersikap tegas dan merespon secara tepat segala pengaruh yang seringkali muncul dalam pergaulannya. Salah satu kunci keberhasilan hidup manusia adalah kemampuannya untuk melakukan dan membina hubungan antar pribadi dengan orang lain (Nashori, 2000). Berbagai kisah nyata menunjukkan bahwa keberhasilan pada berbagai bidang kehidupan dipengaruhi oleh kemampuan untuk 3
4 mengelola hubungan pribadi dengan orang lain. Havighurst (dalam Hurlock,1999) menyatakan bahwa untuk melakukan penyesuaian dalam kehidupan sehari-hari, remaja harus mampu mencapai kemampuan sosial. Kemampuan sosial dapat dikuasai dengan baik oleh remaja apabila mereka memiliki keterampilan sosial. Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrell, 1998). Keterampilan sosial juga harus dimiliki remaja ketika berhadapan dengan teman sebaya. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan sesama remaja daripada dengan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini dikarenakan remaja selalu berada di sekolah dari pagi sampai siang, belum lagi kalau ada ekstrakurikuler, les, bahkan nonton ke bioskop atau ke mal dilakukan bersama teman. Acara liburan pun seringkali dilewatkan untuk berekreasi bersama teman, seperti pergi camping atau berdarmawisata ke kota lain. Fenomena ini di Indonesia dikenal dengan istilah peer pressure atau tekanan teman sebaya. Faktanya dapat dilihat dari besarnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari cara berbicara, berpakaian, sampai bertingkah laku yang cenderung memperhatikan dan mengikuti apa yang dilakukan oleh temannya ( 4
5 Keterampilan sosial membawa remaja untuk lebih berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal-hal yang justru dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Remaja akan memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi dalam segala hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, tahu situasi dengan siapa dan dalam kondisi bagaimana bmereka berbicara, mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan (Libet & Lewinsohn dalam Gimpel & Merrell, 1998). Penelitian yang mendukung hal ini dilakukan oleh Buhrmester, dkk (1988) hasilnya menunjukkan bahwa keterampilan sosial bermanfaat dalam hal popularitas dalam peer-group, kesuksesan dalam membina hubungan antar jenis, kepuasan dalam hubungan perkawinan, dan sebagai benteng stres dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Caldarella & Merrell (dalam Gimpel & Merrell, 1998) mengemukakan bahwa keterampilan sosial mencakup 5 dimensi yang paling umum, yaitu: 1. Hubungan dengan teman sebaya (peer relations,) yaitu ditunjukkan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan bermain bersama orang lain. 2. Manajemen diri (self-management), yaitu merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan batasan-batasan yang ada, dapat menerima kritikan dengan baik. 5
6 3. Kemampuan akademis (academic), yaitu kemampuan yang ditunjukkan melalui pemenuhan tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual, menjalankan arahan dengan baik. 4. Kepatuhan (compliance), yaitu menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan membagikan sesuatu. 5. Perilaku assertive (assertion), adalah kemampuan yang membuat seorang remaja dapat menampilkan perilaku yang tepat dalam situasi yang diharapkan. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kesempatan berinteraksi dengan teman sebaya sebagian besar banyak dihabiskan di sekolah reguler, di mana peran remaja dalam hal ini adalah sebagai siswa. Sekolah juga mempersiapkan siswa untuk aktif berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan sosial melalui organisasi intrakurikuler maupun ekstrakurikuler-nya. Begitu pentingnya peranan sekolah bagi siswa membuat pemerintah berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang bermutu dalam hal teknologi dan informasi. Pemerintah harus peka dalam membentuk strategi penyelenggaraan pendidikan melalui kurikulum yang akan diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Pembaharuan pendidikan yang mulai digalakkan beberapa puluh tahun yang lalu menyebabkan timbulnya berbagai usaha pemikiran di berbagai bidang pendidikan, seperti: pembaharuan kurikulum, metode mengajar, administrasi pendidikan, media pendidikan, dan sistem supervisi. Adanya pembaharuan ini 6
7 telah menimbulkan perubahan ukuran baik-buruk perihal kegiatan guru, kegiatan siswa, suasana kelas, dan banyak lagi hal lainnya (Arikunto, 1996). Namun, sistem kurikulum yang berlaku di Indonesia sekarang dianggap belum sepenuhnya mampu menampung konsepsi dan gagasan baru sejalan dengan tantangan dan kehidupan bangsa saat ini. Banyak orang tua merasa tidak puas pada pendidikan di sekolah reguler. Kurikulum selalu berubah, akibatnya buku pelajaran juga ikut berubah, dan beban muatan pelajaran cukup berat. Alasan lain yang menjadi pertimbangan orang tua adalah pergaulan di sekolah yang memberi dampak buruk. Salah satu fakta itu, penyalahgunaan obat terlarang yang sudah menyusup di kalangan pelajar. Semua itu membuat orangtua mempertimbangkan kembali untuk menyekolahkan anaknya di sekolah reguler (Prasetyawati, 2006). Widyastono (2001) menambahkan pula bahwa strategi penyelenggaraan pendidikan bersifat klasikal-massal yang selama ini dilakukan di sekolah reguler, memberikan perlakuan yang standar (tidak memperhatikan keberagaman peserta didik) kepada semua siswa, padahal setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda. Akibatnya, siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di bawah rata-rata, karena memiliki kecepatan belajar di bawah kecepatan belajar siswa lainnya, akan selalu tertinggal dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Demikian pula sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata, karena memiliki kecepatan belajar di atas kecepatan belajar siswa lainnya, akan merasa jenuh, sehingga sering berprestasi di bawah potensinya (under achiever). Bertolak dari situasi tersebut, akhir-akhir ini telah muncul suatu konsep pendidikan alternatif yang melibatkan orang tua dengan pola pendidikan di dalam 7
8 rumah. Konsep tersebut dikenal dengan homeschooling, karena pada hakikatnya pendidikan adalah berasal dari rumah. Sewaktu anak-anak lahir dan berkembang serta belajar merupakan tanggung jawab dari orang tua sebagai pendidik dan menjadi role model bagi anak (Griffith, 2006). John Locke (dalam Lines, 2000) mengatakan bahwa tujuan dari pendidikan adalah kebaikan, dan rumah merupakan tempat yang terbaik untuk mengajarkannya. Menurut Evy (2006) cara memulai program sekolah rumah (homeschooling) ini, ada beberapa cara berdasarkan pengalaman yang selama ini telah dilakukan, diantaranya pertama, kelas anak disesuaikan dengan usia, kedua tutor dari orangtua atau orang yang ditunjuk, ketiga menggunakan buku panduan Paket A,B,C atau juga pakai buku yang banyak di toko, keempat waktu belajar terserah, yang penting anak belajar minimal 2x 3 jam dalam sehari. Masih banyak aturan lain dari homeschooling ini dan penyelenggaraan sekolah rumah tidak hanya setara SD saja bahkan sampai SMA pun ada programnya. Menurut Wichers (2001) homeschooling didesain sebagai situasi pembelajaran di mana anak diajarkan pada umumnya oleh orang tua mereka, dalam lingkungan yang non tradisional. Orang tua merasa lebih nyaman bila menerapkan homeschooling bagi anak-anaknya. Selain lebih aman, orang tua akan dapat lebih intensif membantu tumbuh kembang anak. Dalam homeschooling penekanannya lebih kepada partisipasi dari orang tua dalam merancang pendidikan anak-anaknya, karena pada dasarnya orang tua-lah yang lebih mengenal karakter anak-anaknya. Orang tua dapat merancang pola didik yang paling sesuai dengan karakter, minat, dan bakat anaknya. Holt (dalam Griffith, 2006) mengatakan bahwa homeschooling merupakan sebuah pendidikan yang 8
9 dilakukan tanpa sekolah dan dilakukan di dalam rumah, serta berdasarkan pada pembelajaran yang terpusat pada anak. Menurut Yulfiansyah (2006) homeschooling merupakan sebuah wacana pembelajaran yang menitikberatkan kepada pemanfaatan potensi anak didik dengan sedikit supervisi. Anak yang homeschooling diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar secara komprehensif, optimal dan mengoptimalkan kreativitasnya. Pelaksanaan dari program pendidikan homeschooling mulai dari awal hingga sekarang masih menimbulkan pro dan kontra (Yulfiansyah, 2006). Pro dan kontranya terutama dari segi psikologis. Siswa yang homeschooling melaksanakan pendidikan di rumah yang akan lebih fleksibel, sehingga terkesan tidak disiplin dan seenaknya sendiri karena terbiasa bebas. Sebagian orang berpendapat bahwa pendidikan homeschooling membuat anak kurang bersosialisasi dan tidak realistis terhadap dunia. Siswa akan kehilangan waktu senggang dan masa bermainnya, serta menghambat dan membatasi siswa untuk berinteraksi dengan teman sebaya, dan dengan demikian hubungan interpersonal dengan orang lain pun juga akan semakin merenggang. Prasetyawati (2006) menambahkan pula bahwa kelemahan dari homeschooling, yaitu kemungkinan kurangnya sosialisasi anak dengan teman sebaya. Anak hanya bisa bertemu saudara dan orang tuanya yang biasanya juga ada di rumah. Sementara di sekolah reguler, anak bisa bertemu banyak orang dengan karakter dan budaya yang berbeda. Di sekolah reguler anak juga lebih banyak kesempatan untuk belajar tentang rasa toleransi, dan bagaimana bersikap pada teman, guru, lingkungan sekitar, dan lain-lain. Pada umumnya orang lebih menganjurkan pendidikan di sekolah reguler yang konvensional (Griffith, 2006). 9
10 Namun di sisi lain Yulfiansyah (2006) mengatakan bahwa anak yang homeschooling juga bersosialisasi dengan orang lain sehingga memiliki keterampilan untuk bersosialisasi. Bersosialisasi berarti berinteraksi dengan individu-individu lain dan tidak harus dengan mereka yang sebaya saja. Anak yang homeschooling berinteraksi dengan siapa saja, baik teman sebaya, mereka yang lebih tua maupun yang jauh lebih muda sekali pun. Mereka diajar untuk bisa menempatkan diri di lingkungan mana pun, dengan siapa pun, dan menjalin hubungan atau interaksi bukan karena diharuskan atau dipaksakan tetapi karena kesadaran bahwa hubungan antar manusia itu memiliki makna. Di Indonesia, yaitu di beberapa kota seperti di Jakarta penerapan program homeschooling sudah banyak dilaksanakan. Kebanyakan orang tua mereka menyarankan anaknya untuk bersekolah dengan cara homeschooling. Peneliti sendiri sudah menanyakan kepada beberapa orang tua yang anaknya mengikuti program homeschooling, dan para orang tua tersebut mengatakan bahwa alasan mereka adalah bahwa mereka kurang percaya dengan sekolah reguler karena pergaulan di Jakarta yang begitu bebas sehingga ia takut kalau anaknya akan salah pergaulan. Selain itu dengan homeschooling, anak dapat mengatur jadwal belajarnya sendiri tetapi penuh dengan kedisiplinan yang tinggi dan juga dapat memfokuskan pelajaran mana yang paling digemari. Karena itu di Jakarta sudah banyak sekali siswa yang memilih program homeschooling tanpa adanya rasa keraguan. Di Jakarta sendiri sudah banyak terdapat komunitas homeschooling, sehingga jika kita ingin memasukkan anak kita bersekolah melalui program homeschooling sudah dapat melalui sekretariatnya. Itulah sebabnya peneliti tertarik untuk mengambil sampel di Jakarta karena sudah banyak siswa yang 10
11 mengikuti program homeschooling, sedangkan di Medan sendiri peminatnya masih sedikit, yang biasanya diutamakan kepada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus (special needs). Setiap siswa pastilah berbeda-beda, begitu juga dengan keterampilan sosial yang dimiliki siswa belum tentu sama antara satu dengan yang lainnya. Bertolak dari perbedaan pandangan di atas, pertanyaan yang muncul dan harus segera dijawab dalam hal ini adalah apakah siswa yang mengikuti program homeschooling berbeda keterampilan sosialnya dengan siswa yang mengikuti program reguler di sekolah. Untuk itu peneliti merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian mengenai perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang mengikuti program homeschooling dengan siswa program reguler. I.B TUJUAN PENELITIAN Dari uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang mengikuti program homeschooling dengan siswa program reguler I.C. MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang berguna dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan 11
12 informasi mengenai bagaimana perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang mengikuti program homeschooling dengan siswa program reguler. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperluas ruang lingkup dan menambah wacana dalam ilmu psikologi sendiri, khususnya yang berkaitan dengan tema program homeschooling yang sedang marak akhirakhir ini. 2. Manfaat praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah: a. Memberikan masukan kepada para siswa dalam menjalani sebuah program pendidikan, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri sebelum mereka mengecap suatu program pendidikan tertentu. b. Memberikan informasi kepada pihak keluarga dan masyarakat agar lebih memperhatikan pola pendidikan anak, dan memberikan perlakuan yang tepat bagi pendidikan anak, sehingga para anak tidak merasakan adanya suatu paksaan dalam bersekolah. c. Memberikan informasi yang telah didapatkan kepada pihak yang berwenang dalam program pendidikan, yaitu pemerintah, sehingga homeschooling semakin mendapat dukungan yang lebih dalam menciptakan pendidikan bagi pengembangan potensi anak. 12
13 I.D. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang mengikuti program homeschooling dengan siswa program reguler Bab II Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, meliputi landasan teori dari keterampilan sosial, homeschooling, dan program reguler. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisikan identifikasi variabel-variabel yang diteliti, definisi operasional, subyek penelitian, alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel, dan metode analisis data. Bab IV Analisa dan Interpretasi Data Bagian ini berisikan uraian singkat hasil utama penelitian, dan interpretasi data, serta hasil tambahan yang dapat memperkaya penelitian ini. Bab V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bagian ini berisikan kesimpulan dari penelitian dan hasil dari penelitian itu sendiri yang dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, dan berbagai kemungkinan yang terjadi mengenai alasan dari hasil penelitian yang telah diperoleh berdasarkan teori-teori keterampilan sosial, maupun 13
14 teori lain yang mendukung. Selain itu bagian ini juga memberikan saransaran praktis sesuai dengan hasil penelitian dan interpretasi data penelitian, serta memberikan inspirasi pada peneliti-peneliti lain. 14
BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu yang mampu menyesuaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan semakin beragam, mulai dari jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masing-masing individu, dan sudah menjadi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada Undang-Undang Sistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008
I. PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang rendah berhubungan dengan meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang dan kekerasan, terutama pada laki-laki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia
1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Keterampilan Sosial II. A.1. Definisi Keterampilan Sosial Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lingkungan yang lebih luas yaitu masyarakat. Dalam melakukan proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari individu akan bertemu dengan individu yang lain untuk menjalin hubungan sosial. Hubungan sosial tersebut bisa dimulai dari ruang lingkup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penunjang kehidupan manusia yang sangat penting, dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Keluarga
BAB 6 PEMBAHASAN Setelah data dianalisis, maka akan dibahas mengenai karakteristik responden dengan hubungan antara dukungan keluarga dengan kemampuan sosial dan emosional ABK; tunarungu. 6.1 Dukungan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,270; p= 0,003 (p
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.
BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan yang harus ditempuh oleh setiap warga negara. Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan bahwa setiap warga negara Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usia emas atau golden age adalah masa yang paling penting dalam proses kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam pendidikan dasar,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya,
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi berasal dari kata motif. Motif artinya keadaan dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan tidak dapat hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain. Manusia membutuhkan kerjasama antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Pendidikan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari istilah belajar karena pada dasarnya
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perhatian terhadap anak berbakat khususnya di Indonesia sekarang ini sudah memperlihatkan perkembangan yang cukup baik. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perkembangan (developmental) merupakan bagian dari masalah psikologi. Masalah ini menitik beratkan pada pemahaman dan proses dasar serta dinamika perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional
Lebih terperinciPengaruh Lembaga Bimbingan Belajar terhadap Pembelajaran Matematika
Pengaruh Lembaga Bimbingan Belajar terhadap Pembelajaran Matematika Bimbingan belajar merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh lembaga-lembaga atau organisasi yang bertujuan untuk memberikan pendidikan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial adalah sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu dengan masalah, dan tanpa disadari pula berulang kali individu menemukan jalan keluar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akhir masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia enam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Pada awal dan akhirnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut muncul banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari masyarakat yang sedang mengalami proses transisi dari masa kanak-kanak menuju kepada masa dewasa. Dalam masa transisi tersebut muncul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana Psikologi S-1 Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah suatu masa yang pasti dialami oleh semua orang. Pada tahapan ini seorang remaja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah
BAB I PENDAHULUAN Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah yang meliputi: 1) Bagaimana efektivitas kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada komunitas Homeschooling sekolah Dolan
Lebih terperinciTujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannnya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam proses belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan faktor-faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa. Melalui kegiatan olahraga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan siswa di luar kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan pengaruh terhadap minat, bakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere tumbuh ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere tumbuh ke arah kematangan (Muss dalam Sarwono 2010:11). Kematangan disini tidak hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hlm 3. 1 Suyadi, Manajemen PAUD, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang neuroscience dan psikologi, fenomena Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan keniscayaan. Pasalnya, perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari keseluruhan populasi, Sensus Penduduk 2000). Gutama (dalam Dharmawan, 2006) mengatakan bahwa anak usia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Dengan pendidikan seorang dapat mengembangkan berbagai pengetahuan. Pendidikan juga mampu membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, serta masa dimana seseorang mulai mengembangkan dan memperluas kehidupan sosialnya.
Lebih terperinciPROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI
PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Profesi Psikologi Kekhususan Psikologi Pendidikan Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, membawa banyak perubahan dalam setiap aspek kehidupan individu. Kemajuan ini secara tidak langsung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat belajar demi kelangsungan hidupnya. Bagoe (2014, h.1) mengemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesuksesan (keberhasilan, keberuntungan) yang berasal dari dasar kata sukses yang berarti berhasil, beruntung (Kamus Bahasa Indonesia,1998), seringkali menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia dirumuskan sebagai satu hak yang diperuntukkan bagi semua warga negara, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Anak berbakat termasuk golongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar adalah motivasi siswa. Pintrich dan Schunk (2002) mengatakan bahwa motivasi memiliki peranan penting dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Salah satu jalur strategis yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di
Lebih terperinciTujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang
Lebih terperinci