STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN UTARA PROVINSI ACEH RAIHANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN UTARA PROVINSI ACEH RAIHANAH"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN UTARA PROVINSI ACEH RAIHANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN UTARA PROVINSI ACEH adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian disertasi ini. Bogor, September 2011 Raihanah NRP : C

3 ABSTRACT RAIHANNAH (C ). Development Strategy of Small Pelagic Fisheries Effort in North Territorial Water of Provinsi Aceh. Supervised by SUGENG HARI WISUDO, MULYONO S. BASKORO, DAN DEDY H. SUTISNA Small pelagic fish represent fishery resources which are at most laboured by coastal communities because easy to cacth and big potency, inclusive in north territorial water of Aceh. PPN Lampulo is a main location of small pelagic fishery activities in Banda Aceh City and Province of Provinsi Aceh. This location is very strategic to open a catching fishery effort because near with the downtown, especially fish market so the fishers who also need daily necessary equipments won t cost big amount of money. This research aim to analyze maximum sustainable yield (MSY) of small pelagic resources, to analyze financial feasibility of small pelagic fisheries effort, to determine small pelagic fishing units according technical aspect, serfaireble aspect, and the continueing, and to formulate development strategy of small pelagic fisheries effort. The method of research are standard analysis of fishing unit, biological aspect analysis, financial analysis (NPV, IRR, and B/C Ratio), scoring analysis, and hierarchy analysis. Maximum sustainable yield (MSY) of small pelagic resources in north territorial water of Aceh are estimated tons per year and F-optimum are 4896 trips. If compared by a annual production (7069,35 ton), hence the utilization of small pelagic resources about 45,67 %, so this condition gives development opportunities in the future. From nine type of fishing unit to catch small pelagic fish in north territorial water of Aceh, there are four chosen as sustainable fishing units according technical aspect, biological aspect, and the sutainable aspect. They are drift gillnet (VA = 2,927), purse seine (VA = 2,575), payang (VA = 1,657), and beach seine (VA = 1,319). Gillnet, purse seine, boat seine, beach seine are feasible to develop in the location, because have NPV > 0, IRR > 6,25 %, and B/C ratio > 1. Strategy priority to develop small pelagic fisheries effort in north territorial water of Aceh, re-management of small pelagic fishing bussness are : empawerment of human resources ( RK = 0,214, II = 0,05), sequerly ( RK = 0,196, II = 0,05), development of fishing technology precisely (RK = 0,180, II = 0,05), development of skim credit to fisheries effort (RK = 0,145, II = 0,05), and development of exploitation and restocking zone (RK = 0,137, II = 0,05), and repair of management system of re-management of fisheries infrastructure system ( RK = 0,126, II = 0,05). As first priority, construction strategy of human resources being of stable to intervention of fishermen and government. Key words : development, financial, small pelagic fisheries, and strategy

4 RINGKASAN RAIHANNAH (C ). Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil Di Perairan Utara Provinsi Aceh. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO, MULYONO S. BASKORO, DAN DEDY H. SUTISNA Potensi perikanan laut terutama dari jenis ikan pelagis termasuk yang paling besar di negeri ini. Di antara ikan pelagis tersebut, ikan pelagis kecil merupakan yang paling banyak diusahakan oleh usaha perikanan rakyat, karena potensinya besar dan cara menangkapnya lebih mudah. Perairan utara Provinsi Aceh, termasuk perairan Indonesia yang saat ini banyak dimanfaatkan potensi ikan pelagis kecil oleh nelayan tradisional setempat maupun yang berasal dari propinsi lain. Banyak aktivitas dan tidak meratanya penangkapan di perairan ini menyebabkan kondisi potensi ikan pelagis kecil di perairan ini terkadang dipertanyakan. PPN Lampulo sebagai basis perikanan utama di Banda Aceh dan Provinsi Aceh yang secara umum belum dapat menjalankan peran berarti bagi pembangunan perikanan di lokasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi lestari perikanan pelagis kecil dan jenis komoditas unggulannya, menganalisis kelayakan finansial usaha perikanan pelagis kecil, memilih alat penangkapan ikan pelagis kecil yang tepat berdasarkan aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan, dan merumuskan strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Provinsi Aceh. Penelitian dilaksanakan di perairan utara Provinsi Aceh dengan basis PPN Lampulo. Waktu penelitian selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari dari bulan Agustus 2009 sampai dengan Mei Data yang dikumpulkan terdiri dari data terkait potensi perikanan pelagis kecil (jenis hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan, upaya penangkapan, musim ikan dan lainnya), data terkait teknik, teknologi dan keberlanjutan unit penangkapan ikan (jenis alat tangkap, ukuran alat tangkap, jenis kapal, ukuran dan kekuatan kapal, kualitas hasil tangkapan, ketahanan alat tangkap, dan lainnya), data kelayakan usaha (biaya investasi, biaya operasi, siklus usaha, harga jual, keuntungan, suku bunga, dan lainnya), dan data terkait pengembangan strategi (kepentingan/aspirasi stakeholders terkait di lokasi, kriteria dan harapan dari pengembangan, hambatan pengembangan, dan lainnya). Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari standarisasi unit penangkapan ikan, analisis CPUE, analisis indeks musim penangkapan dengan maksud mengetahui mengetahui trend hasil tangkapan dari waktu ke waktu, analisis kelayakan finansial (NPV, IRR, dan B/C Ratio), analisis skoring, dan analisis AHP. Hasil analisis data lapang menunjukkan bahwa potensi maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh sekitar ton setiap tahunnya, sedangkan upaya penangkapannya yang optimum (F opt) sekitar 4896,3 trip. Bila dibandingkan produksi tahunan rata-rata ikan pelagis kecil selama periode 11 tahun terakhir (7069,35 ton/tahun), maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh baru mencapai 45,67 %. Produksi ikan pelagis kecil pada tahun 2009 yang sekitar 4.998,4 ton, sehingga masih sangat terbuka untuk ditingkatkan pada tahun-tahun berikutnya. Jenis ikan pelagis kecil yang umum ditangkap oleh nelayan terdiri dari jenis ikan layang, tembang, selar, teri layar, lemuru, sunglir, jepuh, dan kembung. Sedangkan jenis ikan pelagis kecil yang dapat dijadikan komoditas unggulan adalah ikan teri, layang, dan kembung. Produksi ketiga jenis ikan pelagis kecil ini termasuk dominan di lokasi dan dapat diperolah nelayan setiap kwartalnya Dari produksi rata-rata ikan pelagis kecil sekitar ton/tahun pada periode ,

5 produksi ikan teri, layang, dan kembung masing-masing mencapai ton/tahun, 895,6 ton/tahun dan 1.042,7 ton/tahun. Produksi tertinggi ikan teri, kembung, dan layang di kwartal 3 (kwartal terbaik) untuk periode tahun ini masing-masing mencapai 813 ton (tahun 2001), 717,4 ton (tahun 2003), dan 613,6 ton (2006). Berdasarkan hasil analisis skoring,payang, pukat pantai, Pukat cincin dan jaring insang hanyut (JIH), terpilih sebagai alat tangkap unggulan untuk ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Jaring insang hanyut (JIH) merupakan alat tangkap unggulan pertama karena mempunyai nilai fungsi (VA) 3,000 dari gabungan penilaian aspek teknik, teknologi, dan berkelanjutan. Purse seine merupakan alat tangkap unggulan kedua dari gabungan penilaian aspek teknik, teknologi, dan berkelanjutan (VA = 2,403). Ketiga pukat pantai mempunyai nilai vungsi 1,552 dan ke empat adalah payang dengan nilai vungsi (VA) 1,342 Hasil analisis skoring ini memberi indikasi bahwa ke empat alat tangkap yang terpilih sebagai unggulan lebih dapat membawa manfaat baik bagi nelayan sekitar maupun bagi kelestarian sumberdaya ikan. Manfaat dan dampak tersebut terlihat dalam praktek operasi yang dilakukan oleh nelayan sehari-hari, dimana bila hasil tangkapannya baik, teknologinya dapat dikembangkan secara tepat guna, serta dampak negatif operasi minimal maka keberadaan alat tangkap cenderung bertahan lama di suatu kawasan. Kondisi ini tentu sangat baik untuk pemanfaatan potensi perikanan pelagis yang mencapai ton/tahun di perairan utara Aceh. Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui prospek investasi pada usaha perikanan pelagis kecil yang dilakukan oleh nelayan atau lainnya,dengan parameter NPV, IRR dan B/C,dari empat jenis usaha yang dilakukan dengan menggunakan alat tangkap payang, pukat pantai, pukat cincin dan jaring insang hanyut layak di kembang kan karena hasil yang didapat diatas standar yang di ditentukan.strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utaraaceh terdiri dari (a) pembinaan sumberdaya manusia perikanan (b) Perbaikan manajemen usaha (c)pengembangan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan (d) pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan,(e) pengembangan zona pemanfaatan dan zona restoking, dan (F) perbaikan sistem pengelolaan sarana dan prasarana perikanan Berdasarkan nilai RK/rasio kepetingannya, maka strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan terpilih sebagai strategi prioritas (strategi yang siap diimplementasikan). Untuk mengoptimalkan pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh maka prioritas strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecilnya adalah Pembinaan sumberdaya manusia perikanan(sdm), Perbaikan manajemen usaha,pengembangan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan, Pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan,pengembangan zona pemanfaatan dan zona restocking dan Perbaikan sisem pengelolaan sarana dan prasarana perikanan. Kata kunci : pengembangan, perikanan pelagis kecil, potensi, strategi

6 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

7 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN UTARA PROVINSI ACEH RAIHANAH NRP : C Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Judul Disertasi Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil Di Perairan Utara Provinsi Aceh Nama : Raihanah NRP : C Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Ketua Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Anggota Dr. Ir. Dedy H. Sutisna, M.S Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Tanggal Ujian : 22 september 2011 Tanggal Lulus :22 september 2011

9 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan disertasi ini, yang merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Doktor pada program studi Sistim Permodelan Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penilitian dengan judul Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil Di Pantai Utara Provinsi Aceh dilaksanakan selama 10 (sepuluh ) bulan, dimulai dari bulan Agustus 2009 hingga Mai Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Selaku ketua komisi pembimbing, juga kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Dr.Ir. Dedy H. Sutisna, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam menyusun disertasi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap dosen Pascasarjana IPB, para penguji, seluruh karyawan dan staf Pascasarjana IPB, rakan-rekan mahasiswa Program Studi SPT serta suami dan anak yang telah memberikan moril dan materil dalam menyelesaikan studi ini. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna dan masih perlu ditindak lanjuti dengan penelitian-penelitin lanjutan. Semoga disertasi ini memberikan mamfaat baik di akademis maupun pemerintah serta semua pihak yang membacanya. Semoga Allah SWT senantiasda melimpahkan karunia dan rahmat-nya kepada kita semua. Bogor, September 2011 Raihanah

10 RIWAYAT HIDUP Penulis di lahirkan di Sigli 14 Juli 1960 sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Tgk Nya Umar (alm) dan Nya Safiah (alm), mempunyai satu orang putri. Pendidikan Dokter Hewan di tempuh di Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh selesai tahun Tahun 2000 melanjutkan studi di program Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh dan lulus pada bulan Mai tahun Tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana (S3) Program Studi Sistem dan Permodelan Perikanan Tangkap di Institut Pertanian Bogor. Tahun 1988 Penulis diangkat menjadi Pegai Negeri Sipil di Dinas Peternakan Kota Madya Banda Aceh, tahun 1989, pindah tugas ke Dinas peternakan Kabupaten Pidie dan sejak tahun penulis menjabat sebagai Kepala Seksi Kesehatan Hewan di Dinas Peternakan kabupaten pidie. Sejak tahun penulis menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Pidie dan sejak tahun penulis menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Pidie Selain bekerja sebagai pegawai Negeri penulis aktif dalam organisasi masyarakat sebagai sekretaris PKK ( Pembinaan kesejahteraan Keluarga) di Kabupaten Pidie sejak tahun , PKK merupakan organisasi yang merupakan mitra pemerintah sehingga banyak programprogram dinas dapat dilaksanakan melalui organisasi ini.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Xviii xix xxi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian. 1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Potensi Sumber Daya Ikan Pelagis 2.2 Alat Tangkap Analisis Usaha Perikanan 2.5 Analisis Finansial Analasis Net Present Value (NPV) Analisis Internal Rate of Return (IRR) Analisis Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) Analisis Strategi Pengembangan METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Jenis dan Sumber Data Metode Penelitian Metode Penetapan Kelompok Sampling dan Responden Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Standarisasi Unit Penangkapan Ikan Analisis Sumber Daya Ikan (SDI) Analisis Aspek Teknologi Analisis Aspek Biologi xv

12 Analisis Aspek Keberlanjutan Analisis Skoring Analisis Kelayakan Finansial Analisi Strategi Pengembangan HASIL DAN PEMBAHASAN Standarisasi Upaya Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Estimasi Potensi Lestari Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil 4.3 Hasil Tangkapan Ikan di Setiap Kuartal Hasil Tangkapan Ikan Tahunan. 4.5 Pemilihan Alat Tangkap Ikan Pelagis Kecil Penilaian Setiap Aspek Pengelolaan Penilaian Aspek Teknis Penilaian Aspek Teknologi Penilaian Aspek Keberlanjutan Penilaian Gabungan Aspek Pengelolaan Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Pelagis Kecil Biaya Operasional Usaha Perikanan Pelagis Kecil Biaya Investasi Usaha Jaring Insang Biaya Investasi Usaha Pukat Kantong Biaya Investasi Pukan Cincin Biaya Operasional Usaha Perikanan Pelagis Kecil Biaya Operasional Usaha Jaring Insang Biaya Operasional Usaha Pukat Kantong Biaya Operasional Usaha Pukat Cincin Penerimaan Usaha Perikanan Pelagis Kecil Kelayakan Usaha Perikaan Pelagis Kecil Nilai Net Present Value (NPV) Usaha Perikanan Pelagis Kecil Nilai Internal Rate of Return (IRR) Usaha Perikanan Pelagis Kecil Nilai Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) Usaha Perikanan Pelagis Kecil Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil Rencana Hierarki Pengembangan Hasil Analisis Kepentingan Stakeholders dan Komponen Pembatas Hasil Analisis Kepentingan Komponen Pengelolaan Hasil Analisis Prioritas Strategi Pengembangan xvi

13 4.11 Pembahasan Potensi Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil Pemilihan Alat Tangkap Ikan Pelagis Kecil Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Pelagis Kecil Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA.. LAMPIRAN xvii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Kriteria dan skor dalam analisis aspek teknologi unit penangkapan ikan pelagis kecil Kriteria dan skor dalam analisis aspek keberlanjutan unit penangkapan ikan pelagis kecil Skala banding berpasangan Catch total, effort gabungan hasil standarisasi dan CPUE standar Hasil penilaian aspek teknik alat tangkap Hasil standarisasi penilaian aspek teknik alat tangkap Hasil penilaian aspek biologi alat tangkap Hasil standarisasi penilaian aspek teknologi alat tangkap Hasil penilaian aspek keberlanjutan alat tangkap Hasil standarisasi penilaian aspek keberlanjutan alat tangkap Gabungan penilaian aspek teknologi, biologi dan keberlanjutan alat tangkap ikan pelagis kecil Standarisasi penilaian aspek teknologi, biologi, dan keberlanjutan alat tangkap ikan pelagis kecil Biaya investasi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) Biaya investasi usaha perikanan payang (Py) dan pukat pantai (PP) Biaya investasi usaha perikanan pukat cincin Biaya operasional jaring insang hanyut (JIH) Kebutuhan biaya operasional payang (Py) dan pukat pantai (PP) Kebutuhan biaya operasional pukat cincin Jumlah hasil tangkapan per trip usaha perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh Penerimaan usaha perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh Nilai Net Present Value (NPV) usaha perikanan pelagis kecil Nilai Internal Rate Return (IRR) usaha perikanan pelagis kecil Nilai Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) usaha perikanan pelagis kecil xix

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian Payang (Sumber : Subani dan Barus 1989)) Pukat pantai (Sumber : Subani dan Barus 1989) Pukat cincin (sumber ; Subani dan Barus 1989) Jaring insang (Sumber : Subani dan Barus 1989) Peta lokasi penelitian Estimasi potensi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil Hasil tangkapan ikan selama kwartal Hasil tangkapan ikan kwartal Hasil tangkapan ikan kwartal Hasil tangkapan ikan pelagis kecil kwartal Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan Aceh Tahun Struktur hierarki strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di Perairan Utara Aceh Rasio kepentingan stakeholders terkait Hasil banding berpasangan (format AHP) diantara stakeholders terkait Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan menurut pandangan nelayan Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan menurut pengusaha Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan menurut pemerintah Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan menurut pandangan ilmuan Hasil analisis prioritas strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil Matriks analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas potensi sumberdaya ikan dalam pandangan pengusaha Matriks analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas/kriteria tuntutan keberlanjutan dalam pandangan nelayan xix

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil tangkapan setiap jenis ikan pelagis kecil untuk setiap kwartal di perairan utara Nanggro Aceh Darussalam Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan pukat udang tahun Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan payang tahun Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan pukat pantai tahun Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan purse seine tahun Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan jaring insang hanyut tahun Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan jaring lingkar tahun Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan jaring klitik tahun Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan jaring insang tetap tahun Perbandingan nilai CPUE untuk menentukan alat tangkap standar Fishing Power Index (FPI) setiap alat tangkap Standard Effort (SE) setiap alat tangkap Produksi, Upaya Penangkapan, CPUE dan MSY Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Pembiayaan Usaha Perikanan Payang Pembiayaan Usaha Pukat Pantai Pembiayaan Usaha Perikanan Pukat Cincin Pembiayaan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut (JIH) Pembiayaan Usaha Perikanan Jaring Lingkar (JL) Pembiayaan Usaha Perikanan Trammel Net Penerimaan Usaha Perikanan Payang Penerimaan Usaha Perikanan Pukat pantai Penerimaan Usaha Perikanan Pukat Cincin Penerimaan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut (JIH) Penerimaan Usaha Perikanan Jaring Lingkar (JL) Penerimaan Usaha Perikanan Trammel Net Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Payang Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Pukat Pantai Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Pukat Cincin Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut (JIH) Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Jaring Lingkar (JL) Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Trammel Net Stuktur hireraki strategi pengembangan (dalam format Expert Choice) Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait

17 pembatas potensi sumberdaya ikan dalam pandangan pemerintah Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi teknis&teknologi penangkapan ikan dalam pandangan pemerintah Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas tuntutan keberlanjutan pengelolaan dalam pandangan pemerintah Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha perikanann dalam pandangan pemerintah Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi teknis&teknologi penangkapan ikan dalam pandangan pengusaha Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas tuntutan keberlanjutan pengelolaan dalam pandangan pengusaha Hasil analisis uji banding berpasangan keenanm opsi strategi terkait pembatas kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha perikanan dalam pandangan pengusaha Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas potensi sumberdaya ikan dalam pandangan ilmuan/pakar Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas tuntutan keberlanjutan pengelolaan dalam pandangan ilmuan/pakar Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha perikanan dalam pandangan ilmuan/pakar Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas potensi sumberdaya ikan dalam pandangan nelayan Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi teknis&teknologi penangkapan ikan dalam pandangan nelayan Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas tuntutan keberlanjutan pengelolaan dalam pandangan nelayan Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha perikanan dalam pandangan nelayan Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi perbaikan manajemen usaha perikanan dalam pandangan stakholders terkait Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi pengembangan

18 teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan dalam pandangan stakholders terkait Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi Pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan dalam pandangan stakholders terkait Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi pengembangan zona pemanfaatan & restocking dalam pandangan stakholders terkait Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi Perbaikan sistem pengelolaan sarana dan prasarana perikanan dalam pandangan stakholders terkait Dokumentasi kegiatan

19 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan utara provinsi Aceh merupakan perairan yang berhubungan langsung dengan Samudra Hindia yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah sehingga usaha penangkapan ikan sangat prospektif untuk dikembangkan. Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di pantai utara provinsi Aceh terdiri atas ikan selar (Selaroides leptolepis), sunglir (Elagastis bipinnulatus), teri (Stolephorus indicus), japuh (Dussumieria spp), tembang (Sadinella fimbriata), lemuru (Sardinella Longiceps), siro (Amblygastersirm), dan kembung (Rastrellinger spp). Ikan pelagis kecil merupakan kelompok ikan yang berada pada lapisan permukaan hingga kolam air dan mempunyai ciri khas utama, yaitu dalam beraktivitas selalu membentuk gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi untuk berbagai kebutuhan hidupnya (Aziz et al., 1988). Ikan pelagis kecil hidup pada daerah pantai yang relatif kondisi lingkungannya tidak stabil menjadikan kepadatan ikan juga berfluktuasi dan cenderung mudah mendapat tekanan akibat kegiatan pemanfaatan karena daerah pantai mudah dijangkau oleh aktivitas manusia. Jenis ikan pelagis kecil yang dimaksudkan adalah ikan layang, kembung, tembang, teri, dan lain-lain. Menurut Widodo et al. (1994) ikan pelagis kecil mempunyai karakteristik tersendiri: 1 Membentuk gerombolan yang terpencar-pencar; 2 Selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial; 3 Aktivitas gerak cukup tinggi yang ditunjukkan oleh bentuk badan menyerupai torpedo; 4 Kulit dan struktur yang mudah rusak, daging berkadar lemak relatif tinggi (Widodo et.al.,1998). Sumberdaya ini merupakan sumberdaya neritik, karena terutama penyebarannya di perairan dekat pantai, di daerah-daerah dimana terjadi proses penaikan air (upwelling) dan sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar. Alat tangkap ikan merupakan salah satu sarana pokok penting dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal dan

20 2 berkelanjutan (BBPPI, 2008). Adapun jenis alat tangkap yang dominan digunakan di pantai utara Aceh, mencakup jaring insang (gill net), pukat cincin (purse seine), pukat pantai, jaring insang hanyut, jaring lingkar, jaring klitik, jaring insang tetap dan tramel net. Tidak semua jenis alat tangkap tersebut merupakan alat tangkap yang menangkap sasaran utama ikan pelagis kecil. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga dilakukan penyeleksian terhadap alat tangkap yang memenuhi aspek teknis yang akan digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil di pantai utara Aceh. Usaha perikanan pelagis kecil di pantai utara Aceh belum berjalan efektif. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai pemikiran agar usaha perikanan pelagis kecil yang mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan terutama nelayan kecil. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan usaha perikanan pelagis kecil sehingga potensi ikan pelagis kecil dapat dimanfaatkan secara baik dan berkelanjutan. Pemanfaatan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil banyak dilakukan oleh nelayan umumnya tetapi belum memberikan hasil maksimal yang dapat mengangkat kesejahteraan mereka. Usaha tersebut masih banyak terkendala dengan berbagai masalah antara lain masalah teknis seperti alat tangkap yang kurang tepat, fasilitas penangkapan yang sangat sederhana, nelayan belum terampil dalam mengoperasikan unit penangkapan, pasar dan kelembagaan nelayan belum berjalan dengan baik sehingga usaha tersebut belum dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Kondisi keuangan suatu usaha biasanya dilihat dari kriteria Net Present value (NPV) Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit-cost Ratio (B/C ratio). Suatu usaha perikanan tangkap akan dikatakan sehat dan dapat dikembangkan lebih lanjut apabila hasil analisis keuangannya menunjukkan NPV>0, IRR lebih besar dari suku bunga (interest rate) yang berlaku dan B/C ratio>1. Dalam penelitian ini suku bunga yang digunakan mengacu kepada Bank Indonesia pada tahun 2009 yaitu 6,25 (Bank Indonesia, 2009). 1.2 Perumusan Masalah Kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis terutama untuk jenis ikan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh diperkirakan belum berjalan

21 3 optimal terutama untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang bertanggungjawab dan berorientasi pada kesejahteraan nelayan. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipecahkan guna mengoptimalkan usaha perikanan pelagis kecil, yaitu: 1) Informasi mengenai dinamika ketersediaan sumber daya ikan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh masih sangat minim termasuk komoditas unggulannya. Pemanfaatan ikan pelagis kecil paling banyak diusahakan oleh usaha perikanan rakyat/skala kecil. 2) Teknologi penangkapan ikan pelagis kecil yang digunakan nelayan cukup beragam dan belum diketahui teknologi yang paling tepat dengan kondisi di perairan utara provinsi Aceh dan ramah terhadap lingkungan. 3) Usaha perikanan pelagis kecil masih belum dapat mengangkat kesejahteraan nelayan. Kondisi ini tentu menimbulkan pertanyaan apakah usaha perikanan tersebut layak dikembangkan secara finansial. 4) Pengembangan pengelolaan perikanan pelagis kecil dirasakan belum berjalan efektif dan optimal, karena kurangnya keterampilan nelayan dalam mengoperasikan unit penangkapan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh dengan cara : 1) Mengestimasi peluang pengembangan sumber daya ikan pelagis kecil dan jenis komoditas unggulannya di perairan utara provinsi Aceh 2) Menentukan unit penangkapan ikan pelagis kecil yang tepat berdasarkan aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan. 3) Menganalisis kelayakan finansial usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh. 4) Merumuskan strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh.

22 4 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah, investor, dan pelaku perikanan lainnya khususnya pelaku usaha perikanan pelagis kecil di provinsi Aceh terkait kepentingan : 1) Tersedianya informasi peluang pengembangan perikanan pelagis kecil dan jenis komoditas unggulannya di perairan utara provinsi Aceh. 2) Menentukan alat tangkap ikan pelagis kecil yang tepat di perairan utara provinsi Aceh. 3) Tersedianya informasi data finansial, kelayakan pengembangan usaha perikanan pelagis kecil, komoditas unggulan dan jenis unit penangkapan yang layak. 4) Menentukan strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil yang tepat di perairan utara provinsi Aceh yang dapat diterima secara luas dan dapat mengakomodir faktor pembatas pengelolaan. 1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan sumberdaya perikanan yang sangat potensial karena paling banyak ditemukan dan mudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Perairan utara provinsi Aceh memiliki intensitas pemanfaatan ikan pelagis kecil yang tinggi dan menjadi hasil tangkapan utama nelayan setempat. Pada saat yang sama timbul kekhawatiran keberlanjutan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil tersebut. Unit penangkapan ikan yang digunakan nelayan terkadang tidak dipilih berdasarkan kesesuaian dengan kondisi topografi dan ekosistem lautnya. Saat musibah tsunami terjadi pada 26 desember 2004, banyak sumberdaya nelayan yang telah siap pakai dan handal meninggal sehingga nelayan saat ini sebagian besar merupakan nelayan baru yang tingkat keterampilannya masih rendah. Selain itu, banyak terjadi kerusakan sarana dan prasarana penangkapan. Untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal diperlukan peningkatan sumberdaya manusia dan penataan kelembagaan usaha nelayan. Aktivitas nelayan saat ini masih sangat terikat dengan toke bangku (istilah pedagang ikan di Aceh) yaitu pedagang memberikan kemudahan meminjam

23 5 uang dengan cara memenuhi kebutuhan perlengkapan melaut dan sekaligus menampung hasil tangkapannya. Model transaksi seperti ini mengakibatkan nelayan tidak mempunyai kekuatan untuk menawar terhadap nilai hasil tangkapannya. Peran lembaga nelayan disini sangat dibutuhkan agar nelayan dapat difasilitasi kredit melalui lembaga keuangan lainnya seperti bank dan koperasi nelayan untuk memperoleh modal usaha. Terkait dengan permasalahan tersebut, penelitian ini akan mencoba untuk mengembangkan konsep analisis yang dapat membantu menemukan jawaban atau pemecahan permasalahan tersebut sehingga kegiatan pengelolaan ke depan lebih baik. Pada tahap awal, konsep analisis yang dikembangkan diantaranya menyangkut aspek sumberdaya ikan (SDI), teknik, teknologi,dan keberlanjutan. Metode andalan yang digunakan diantaranya metode Schaefer, metode deskriptif, dan metode skoring. Analisis ini diharapkan diperoleh informasi terkait potensi lestari (MSY) dari sumberdaya ikan pelagis perairan utara provinsi Aceh, unit penangkapan ikan yang tepat secara teknis, teknologi, keberlanjutan untuk menangkap ikan pelagis kecil, dan jenis komoditas unggulan dari sumberdaya ikan pelagis kecil di pantai utara Aceh. Untuk mendukung pemecahan masalah atau menemukan alternatif pengelolaan yang lebih baik maka penelitian selanjutnya mencoba melakukan analisis untuk menghasilkan formula atau mekanisme pengembangan perikanan pelagis kecil dengan memanfaatkan secara optimal informasi hasil analisis sebelumnya. Analisis tersebut diantaranya menyangkut aspek finansial usaha, pemanfaatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan penangkapan, kepentingan pelaku dan komponen pengelolaan lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh. Analisis ini menggunakan metode pengukuran kelayakan finansial usaha (NPV, IRR dan B/C ratio), dan analytical hierachy process (AHP). Analisis ini diharapkan dapat mengetahui jenis usaha perikanan yang layak secara finansial untuk mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan komoditas unggulan, unit penangkapan ikan pelagis kecil yang memenuhi persyaratan teknis, teknologi, dan keberlanjutan dalam operasinya, serta strategi pengembangan yang

24 6 mengakomodir dan mempertimbangkan secara bersama-sama kepentingan pelaku/pihak terkait dan keterbatasan komponen pengelolaan yang ada di lokasi. Untuk memadukan semua hasil analisis menjadi panduan yang aplikatif, maka dalam penelitian ini juga dilakukan penyusunan strategi pengembangan. Strategi pengembangan ini diupayakan dapat memuat berbagai formula aplikatif pengembangan perikanan ikan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh. Secara skematis, pemikiran-pemikiran yang terkait dengan penelitian ini disajikan pada kerangka pemikiran penelitian (Gambar 1).

25 7 KERANGKA PEMI KIRAN PENELI TIAN Kondisi Pengelolaan Perikanan Pelagis Kecil ASPEK PENGELOLAAN MEKANISME PENGEMBANGAN SDI TEKNOLOGI EKONOMI PEMASARAN SARANA PENANGKAPAN IKAN USAHA PENANGKAPAN IKAN STRATEGI PENGEMBANGAN Kinerja Perikanan Pelagis Kecil di Povinsi NAD MSY Unit Penangkapan Pendapatan nelayan Komoditas unggulan Teknologi penangkapan yang layak dikembangkan Usaha penangkapan yang layak dikembangkan Prioritas Strategi dan Upaya yang efektif untuk mengembangkan Usaha Perikanan Pelagis di Perairan Utara NAD Permasalahan Potensi ikan pelagis kecil & komoditas unggulannya belum diketahui Unit penangkapan yang belum tepat sasaran Kelayakan usaha perikanan belum terukur pengelolaan belum belum berjalan efektif Analisis : Standarisasi Catch per Unit Effort (CPUE) dan Surplus Production Metode Deskriptif Analisis : Analisis nilai produksi Metode skoring Analisis finansial AHP Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

26 8

27 9 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Sumberdaya Ikan Pelagis Potensi sumberdaya ikan laut adalah bobot atau jumlah maksimum yang dapat ditangkap dari suatu perairan setiap tahun secara berkesinambungan. ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menduga potensi sumberdaya perikanan, yaitu : (1) Pendugaan secara langsung, yaitu pandugaan yang didasarkan pada penangkapan ikan secara langsung dengan menggunakan alat tertentu seperti survei trawl, long-line dan survei pelangi, telur dan larva dan survei ikan muda. (2) Survei akustik, yaitu survei yang menggunakan peralatan akustik. Metode ini dapat digunakan untuk melakukan pengamatan terhadap potensi ikan dalam areal yang lebih luas. (3) Analisis Populasi Virtual, didasarkan pada perhitungan pendugaan mortalitas ikan. Metode ini digunakan bersama dengan cara kelimpahan dari hasil analisa survei trawl atau survei akuatik dan rangkaian CPUE. (4) Simulasi Ekosistem dan Model Multispesies. Metode ini dilakukan dengan membuat model yang menirukan situasi ikan yang sebenarnya ketika hidup di alam. (5) Model Populasi Lebih, metode ini didasarkan pada data produksi tahunan dari penangkapan. Pada pendugaan densitas ikan pelagis digunakan data yang diperoleh dengan metode akustik. Cara ini dipraktekkan dengan melakukan integrasi energi gema yang sebelumnya dikonversikan ke dalam energi listrik, selanjutnya dipantulkan oleh sejumlah massa ikan tertentu. Selanjutnya integrasi tersebut dikonversikan ke dalam biomassa ikan. Biomassa ikan per satuan inilah yang selanjutnya disebut densitas. Potensi sumberdaya dihitung dengan menggunakan model Cadima. Selain itu juga metode analisanya menggunakan model produksi lebih dari Schaefer, metode Semi Kuantitatif dengan melakukan interpolasi atau ekstrapolasi dari hasil survei akustik, produktivitas primer dan survei trawl dari

28 10 suatu perairan tertentu ke perairan lainnya dan metode hasil tangkapan per Rekruit (Y/R). Metode Y/R ini memerlukan lebih banyak data dibandingkan dengan model produksi lebih, yakni memerlukan komposisi umur atau ukuran dari stok, nilai estimasi mortalitas alami, serta jumlah parameter pertumbuhan. Metode ini sudah digunakan untuk mengestimasi populasi ikan kembung, lemuru dan layang. 2.2 Pemilihan Alat Tangkap Alat tangkap ikan yang merupakan salah satu sarana pokok penting dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan (BBPPI, 2008). Jenis alat tangkap yang dominan digunakan di pantai utara Aceh mencakup payang, pukat pantai, pukat cincin, dan jaring insang (Ayward 1992; Mulyanto 1995). Payang adalah jenis pukat kantong yang terbukanya mulut jaring tanpa adanya papan rentang atau tanpa rentangan bingkai, dan pemberat yang dipasang pada sisi bawah mulut jaring bukan pemberat rantai. Payang termasuk lampara yang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan pelagis (permukaan). Kedua bagian sayapnya yang panjang berfungsi untuk menakuti atau mengejutkan dan menggiring gerombolan ikan supaya menuju dan masuk ke dalam bagian kantong. Pengoperasiannya dengan menggunakan kapal/perahu yang berukuran GT Cara kerjanya dengan melingkari gerombolan ikan yang berkumpul di sekitar rumpon (penangkapan siang hari) atau lampu (penangkapan malam hari). Kemudian menarik payang melalui kedua utas tali selambar yang diikatkan pada setiap ujung bagian sayap, ke arah kapal yang sedang berhenti atau berlabuh jangkar. Penarikan payang dilakukan oleh beberapa orang penarik. Hasil tangkapan utama adalah ikan pelagis kecil antara lain: layang, selar, kembung, lemuru, tembang dan japuh (Gambar 2).

29 11 Gambar 2 Payang (Sumber : Subani dan Barus, 1989) Pukat pantai adalah jenis pukat yang berbentuk seperti kantong yang terbukanya mulut jaring tanpa adanya papan rentang atau bentangan bingkai. Pukat pantai dalam operasionalnya menggunakan kapal yang berukuran 5-15 GT dengan cara kerja menurunkan pukat pantai di perairan laut menggunakan perahu/kapal, kemudian menarik kedua tali selambar dan bagian sayap jaring ke arah darat/pantai yang dilakukan oleh beberapa orang penarik (Gambar 3). Gambar 3 Pukat pantai/jaring arad (Sumber : Subani dan Barus, 1989) Hasil tangkapan utama adalah jenis-jenis ikan demersal antara lain: cucut, pari, teri, beloso, manyung, biji nangka, peperek, dan ikan sebelah. Pukat cincin adalah alat tangkap yang dilengkapi dengan tali kerut pada bagian bawah jaring yang gunanya untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali kerut tersebut. Bentuk pukat alat tangkap ini menyerupai cincin sehingga dikenal dengan nama pukat cincin (Subani dan Barus, 1989). Pukat cincin ini berbentuk empat persegi panjang (tipe selendang) atau gabungan antara bentuk empat persegi panjang yang terletak di

30 12 tengah dengan bentuk trapesium yang terletak disisi-sisinya (tipe gunungan). Pembentukan kantong (bunt) dapat di bagian ujung jaring atau di tengah jaring. Bagian atas jaring dipasang pelampung dan bagian bawahnya dipasang pemberat, serta sejumlah cincin penjepit (purse ring) yang terbuat dari kuningan atau besi. Pengoperasiannya dilakukan dengan menggunakan kapal/perahu GT. Cara kerjanya melingkarkan jaring pada gerombolan ikan. Setelah ikan pelagis terkurung di dalam lingkarann jaring, maka bagian bawah jaring ditutup dengan menarik tali kolor/kerut (pursee line) yang dipasang sepanjang bagian bawah jaring melalui cincin penjepit. Operasi penangkapan dapat dilakukan pada siang hari dengan menggunakan rumpon atau pada malam hari dengan menggunakann alat bantu penangkapan berupa cahaya lampu (Gambar 4). Hasil tangkapan utama antara lain adalah: ikan tembang, kembung laki-laki, kembung perempuan, japuh, lemuru, julung-julung, layur, siro, selar kuning, dan layang. Gambar 4 Pukat cincin (Sumber : Subani dan Barus, 1989) Jaring insang merupakan alat tangkap yang mempunyai besar mata jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan atau non-ikan yang akan ditangkap. Ikan yang tertangkap karena terjerat pada bagian tutup insangnya (Subani dan Barus 1989). Jenis jaring insang yang banyak digunakan adalah jaring insang hanyut. Jaring insang hanyut adalah jenis jaring insang yang berbentuk empat persegi panjang. Tali ris atas dipasang pelampung dan bahagian bawah dipasang pemberat dengan ukuran mata jaring berkisar antara satu sampai dua inci. berbentuk lembaran, jaring insang hanyut termasuk dalam klasifikasi jaring insang hanyut di permukaan air (surface drift gill net) atau jaring insang hanyut di pertengahan air (midwater drift gill net) dengan panjang tali ris bawah sama dengan atau lebih

31 13 kecil daripada panjang tali ris atas. Pengoperasiannya dengan menggunakan kapal/perahu yang berukuran GT. Cara kerjanya dipasang tegak lurus dan dihanyutkan di dalam perairan mengikuti gerakan arus selama jangka waktu tertentu, salah satu ujung unit jaring insang diikatkan pada perahu/ /kapal atau kedua ujung jaring insang dihanyutkan di perairan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada (Gambar 5). Hasil tangkapan utamanya adalah ikan pelagis antara lain: ikan tembang, kembung laki-laki, lemuru, julung-julung, selar, layang dan alu-alu. Gambar 5 Jaring insang hanyut (Sumber : Subani dan Barus, 1989) 2.3 Analisis skoring Analisis skoring dilakukan untuk mengetahui jenis komoditas unggulan dari sumberdaya ikan pelagis kecil dan unit penangkapan ikan pelagis kecil yang yang tepat berdasarkan aspek teknis, teknologi dan keberlanjutannya untuk dikembangkan di perairan utara provinsi Aceh. Analisis skoring ini dilakukan mengacu kepada Kuntoro dan Listiarini (1983), dengan rumus perhitungan : V ( X ) Keterangan : Xi X1 X 0 X 0 V( A) Vi( Xi) ) V(X) Xi X0 = Fungsi nilai dari parameter X = Nilai parameter X yang ke-i = Nilai terendah untuk parameter X

32 14 X1 = Nilai tertinggi untuk parameter X V (A) = Fungsi nilai dari alternatif A V1(X1) = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i i = 1,2,3..., n (jenis komoditas dan jenis unit penangkapan ikan). 2.4 Usaha Perikanan UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, usaha perikanan dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan yang meliputi empat komponen yaitu praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. Untuk melakukan usaha dalam sektor perikanan tangkap tentunya membutuhkan modal usaha. Selama ini, kehidupan nelayan sangat tergantung kepada pedagang ikan (toke bangku). Cara memperoleh modal dengan meminjam dalam bentuk peralatan dan biaya operasional. Hasil yang didapati dikumpul oleh toke bangku tanpa ada proses pelelangan secara terbuka. Model transaksi ini membuat nelayan tidak mempunyai kekuatan terhadap nilai tawar atas hasil tangkapannya, dengan demikian harga yang didapat tidak sesui dengan mekanisme pasar yang sesungguhnya. Sistem kredit tidak berjalan karena nelayan lebih percaya dan lebih mudah meminjam kepada toke bangku dibandingkan dengan lembaga keuangan. Ikatan antara nelayan dengan toke bangku sangat kuat kerana kemudahan yang didapatkan oleh nelayan untuk mendapatkan pinjaman tanpa harus memenuhi persyaratan administrasi dan harus adanya anggunan. Pembinaan usaha perikanan harus senantiasa dilakukan secara terpadu untuk mendukung target pembangunan di sektor perikanan dan kelautan yang ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan. Menurut Dahuri (2001), target riil dari pembangunan perikanan dan kelautan adalah: (a) penerimaan devisa dari kegiatan perikanan diharapkan dapat mencapai US$ 5 milyar pada tahun 2004, (b) sumbangan terhadap PDB diharapkan mencapai 5 %, (c) penerimaan negara dari bukan pajak (PNDP) penangkapan ikan akan mencapai Rp 295 milyar serta PNBP penangkapan ikan di perairan ZEEI sebesar US$ 65 juta, (d) sumbangan terhadap pendapatan asli daerah (PAD) sebesar US$ 120 juta dari kegiatan penangkapan ikan. Selain itu, ditargetkan peningkatan pemenuhan

33 15 konsumsi ikan sebesar 21,93 kg/kapita/tahun serta penyerapan tenaga kerja sebesar 6.54 juta orang. Target pembangunan sektor perikanan harus disertai dengan pembinaan dan komunikasi yang baik oleh nelayan dan masyarakat pesisir sehingga mereka juga ikut merasakan manfaatnya (Dutton, 1998). Target pembangunan tersebut memang tidaklah mudah dicapai dengan berbagai permasalahan mendasar, namun dengan keyakinan dan kekuatan yang digalang dari semua pihak, maka sumberdaya perikanan laut Indonesia dengan keanekaragaman yang melimpah. Dengan jumlah stok yang sangat besar akan memberi harapan dan peluang yang sangat terbuka lebar untuk mewujudkan harapan kita. 2.5 Analisis Finansial Analisis finansial yang digunakan mengacu kepada konsep analisis biaya-manfaat. Adapun parameter analisis yang digunakan terkait maksud ini adalah Net Preset Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (B/C ratio), dan Internal Rate of Return (IRR) Analisis net present value (NPV) Net Present Value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi usaha perikanan pelagis kecil yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Perhitungan Net Preset Value (NPV) menggunakan rumus : n (Bt-Ct) NPV = t (1 i) t 1 Keterangan : B = benefit C = cost i = discount rate t = periode Bila NPV>0 berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut layak, sehingga menjadi pertimbangan positif untuk pengembangannya. Sedangkan bila NPV<0 berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut tidak layak dilaksanakan sehingga menjadi pertimbangan negatif dalam pengembangannya.

34 16 Pada keadaan nilai NPV=0 maka berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut hanya mengembalikan manfaat yang persis sama dengan tingkat social opportunity cost of capital Analisis internal rate of return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV=0, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih usaha perikanan pelagis kecil. Bila setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur usaha perikanan pelagis kecil tersebut. Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) menggunakan rumus : NPV1 IRR = i 1 + ( i 2 - i1) NPV1 - NPV2 Keterangan : i 1 i 2 = interest rate yang menghasilkan NPV positif = interest rate yang menghasilkan NPV negatif NPV 1 = NPV pada discount rate i 1 NPV 2 = NPV pada discount rate i 2 Usaha perikanan pelagis kecil dinyatakan layak bila IRR > dari interest rate (suku bunga) yang berlaku. Bila IRR sama dengan interest rate yang berlaku maka NPV usaha perikanan pelagis kecil tersebut sama dengan nol. Jika IRR < dari interest rate yang berlaku maka nilai NPV lebih kecil dari 0, berarti usaha perikanan pelagis kecil tersebut tidak layak dilaksanakan dan ini menjadi pertimbangan negatif untuk pengembangannya. Secara umum, usaha perikanan pelagis kecil yang dilakukan oleh nelayan atau lainnya di perairan utara provinsi Aceh dapat dikatakan layak sehingga dapat dikembangkan lanjut bila usaha perikanan pelagis kecil tersebut mempunyai NPV>0, B/C ratio>1, dan IRR lebih besar dari interest rate (suku bunga) yang berlaku. Interest rate (i) bank yang digunakan dalam analisis ini mengacu kepada Bank Indonesia (2009) yaitu 6,25 %

35 Analisis benefit-cost ratio (B/C ratio) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) merupakan perbandingan dimana persent value sebagai pembilang terdiri atas total dari manfaat bersih investasi usaha perikanan pelagis kecil yang bersifat positif. Sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif atau pada keadaan biaya kotor lebih besar daripada manfaat kotor usaha perikanan pelagis kecil tersebut. Perhitungan Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) menggunakan rumus : B/C ratio = n t 0 n t 1 (Bt - Ct) (Bt - Ct) 0 t (1 i) (Ct - Bt) (Bt - Ct) 0 t (1 i) Keterangan: B = benefit C = cost i = discount rate t = periode Bt = benefit pada periode tertentu Ct = cost pada periode tertentu Pada rumus tersebut terlihat bahwa nilai B/C ratio akan terhitung bila terdapat paling sedikit satu nilai Bt-Ct yang bernilai positif. Bila B/C ratio>1, maka kondisi ini menunjukkan investasi usaha perikanan pelagis kecil menguntungkan (NPV>0). Terkait dengan ini, maka bila B/C ratio >1 berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut layak sehingga menjadi pertimbangan positif untuk pengembangannya. Sedangkan bila B/C ratio <1 berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut tidak layak dilaksanakan sehingga menjadi pertimbangan negatif bagi dukungan lembaga keuangan Analisis strategi pengembangan Analisis ini dimaksud untuk menetapkan strategi yang dapat dilakukan bila usaha perikanan pelagis kecil benar-benar akan dikembangkan secara luas di perairan utara provinsi Aceh. Strategi tersebut diharapkan merupakan strategi terbaik yang memberi manfaat secara luas bagi pengembangan kawasan perairan utara provinsi Aceh. Penetapan prioritas strategi dilakukan dengan mengakomodir

36 18 kepentingan semua stakeholders dan tetap mempertimbangkan semua keterbatasan/hambatan yang ada melalui suatu analisis berhierarki yang dikenal dengan Analitical Hierachy Process (AHP). Dalam kaitan dengan hierarki ini, AHP bertujuan untuk memecahkan masalah kualitatif yang komplek dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dalam kerangka berfikir yang terorganisir, sehingga memungkinkannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Adapun prinsip dasar dari AHP adalah: (1) penyederhanaan masalah yang komplek, serta bersifat startegik dan dinamis melalui panataan rangkaian variabelnya dalam suatu hirarki, (2) secara subjektif tingkat kepentingan dari setiap variabel diberi nilai numerik yang dapat menjelaskan arti pentingnya suatu variabel dibandingkan variabel lainnya, (3) Mensistesiskan informasi yang tersedia untuk menetapkan variabel mana yang memiliki tingkat priritas paling tinggi disamping memiliki peran yang mempengaruhi hasil dalam sistem dimaksud (4) secara grafis, persoalan keputusan dikonstruksikan sebagai bentuk diagram bertingkat, tersusun. Dalam kaitan dengan analisis strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di provinsi Aceh ini, maka analisis menggunakan AHP ini diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengkaji interaksi menyeluruh dari semua komponen yang terkait. Adapun tahapan analisis dalam analisis strategi pengembangan perikanan pelagis kecil menggunakan AHP ini adalah: pendefinisian masalah/komponen sistem, perancangan struktur hierarki, penyusunan matriks perbandingan berpasangan, perhitungan perbandingan berpasangan, pengujian konsistensi dan sesitivitas, dan interpretasi hasil analisis. Secara rinci tahapan analisis tersebut dijelaskan: 1) Pendefinisian masalah/komponen Untuk memecahklan permasalahan yang ada secara kompherensif, maka semua komponen yang berkaitan dengan pengembangan perikanan pelagis kecil didefinisikan dan ditetapkan terlebih dahulu. Lingkup komponen yang didefinisikan mencakup maksud adan tujuan pengembangan perikanan pelagis kecil, kriteria atau kepentingan pihak yang terkait dengan pengembangan perikanan pelagis kecil yang perlu diakomodir, pembatas (limit factor) dalam

37 19 pengembangan perikanan pelagis kecil, dan alternatif strategi yang menjadi opsi strategi pengembangan perikanan pelagis kecil. 2) Perancangan struktur hierarki Struktur hierarki diawali dengan maksud atau tujuan, dilanjutkan dengan kriteria pelaku, pembatas, dan alternatif strategi pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Secara umum, rancangan struktur hierarki analisis strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan Utara Provinsi Aceh ini akan dibagi dalam 4 level mengacu kepada Wilson et.al. (2002), yaitu level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi strategi pengembangan. Tujuan dari perancangan ini adalah perumusan pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh. Kriteria pengembangan diarahkan pada pemenuhan kepentingan pelaku utama perikanan di lokasi, seperti nelayan, pengusaha, ilmuan, dan pemerintah yang mempunyai kewenangan dengan lokasi. Sedangkan pembatas (limit factor) dapat terkait dengan aspek potensi SDI, aspek teknologi dan teknologi, aspek keberlanjutan, dan aspek ekonomi usaha perikanan pelagis kecil. Dalam pelaksanaannya, komponen penyusun hireraki ini akan divalidasi dengan temuan lapang yang diperolah selama penelitian. Untuk opsi strategi akan ditetapkan kemudian berdasarkan hasil penelitian lainnya yang dilakukan sebelumnya penyusunan strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh. 3) Penyusunan matriks perbandingan berpasangan Komparasi berpasangan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap komponen terhadap masing-masing kriteria yang setingkat di atasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan, dengan menilai tingkat kepentingan satu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen yang lain, maka digunakan pembobotan berdasarkan skala banding berpasangan menurut proses Saaty (1993)..

38 20

39 21 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di perairan utara provinsi Aceh yang berbasis di pelabuhan Lampulo. Selama ini, Pelabuhan Lampulo menjadi tempat pengembangan usaha perikanan pelagis yang sangat diperhitungkan di provinsi Aceh Penelitian ini dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari dari bulan Agustus 2009 sampai dengan Mei Peta lokasi penelitian disajikan pada (Gambar 6). Gambar 6 Peta lokasi penelitian 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kuesioner, kamera, dan perangkat lunak sebagai alat bantu analisis. Perangkat lunak yang digunakan adalah program MS Excell, moving average, SPSS, dan Expert Choice.

40 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini secara umum terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan di lapang berkaitan dengan pengembangan perikanan pelagis kecil. Data sekunder merupakan data-data yang didapat dari buku, jurnal, laporan kegiatan, informasi internet, dan lainnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Sumber data primer berasal dari informasi pihak-pihak terkait dan hasil pengamatan langsung di lapang. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari instansi yang terkait dengan bidang kelautan dan perikanan, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik (BPS), pelabuhan perikanan, lembaga penelitian, dan lainnya. Adapun rincian data yang dikumpulkan baik dari jenis data primer maupun data sekunder adalah: 1) Data terkait potensi perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh diantaranya meliputi jenis hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan, upaya penangkapan, musim tangkapan ikan, daerah penangkapan, dan lainnya. 2) Data terkait dengan aspek teknik, teknologi dan keberlanjutan unit penangkapan ikan meliputi jenis alat tangkap, ukuran alat tangkap, jenis kapal, ukuran dan kekuatan kapal, selektifitas alat, kualitas hasil tangkapan, adopsi teknologi tepat guna, dampak operasi terhadap habitat dan lingkungan, ketahanan alat tangkap, penggunaan BBM, nilai investasi, kesesuaian dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan lainnya. 3) Data terkait analisis usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh diantaranya meliputi biaya investasi, biaya operasi, siklus usaha, harga jual, keuntungan, suku bunga, dan lainnya. 4) Data terkait dengan strategi pengembangan perikanan tangkap di perairan utara provinsi Aceh yang menyangkut kepentingan pihak-pihak terkait di lokasi, kriteria dan harapan dari pengembangan, hambatan pengembangan perikanan pelagis kecil, dan lainnya.

41 Metode Penelitian Metode penetapan kelompok sampling dan responden Kegiatan ini dilakukan supaya data yang diperoleh akurat dan berasal dari sasaran yang tepat. Kelompok sampling adalah pihak-pihak yang terkait dan mengikuti perkembangan kegiatan perikanan pelagis kecil di pantai utara provinsi Aceh seperti nelayan, pengolah/pedagang ikan, pengusaha perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan (PEMDA), ilmuan/peneliti perikanan, dan konsumen/masyarakat sekitar. Untuk pengumpulan data potensi perikanan pelagis, data unit penangkapan ikan, dan data analisis usaha perikanan pelagis kecil ditetapkan sampel/responden sebanyak 10% dari populasi kelompok sampling (Irianti dalam Bungin, 2004). Pemilihan responden tersebut menggunakan metode purposive sampling, yaitu responden dipilih dengan cara disengaja kepada anggota kelompok yang dianggap mampu untuk mendapatkan data yang akurat. Pengumpulan data strategi pengembangan ditetapkan sampel / responden sebanyak 25 orang dari kelompok sampel yang berbeda signifikan di lokasi. Pemilihan respoden menggunakan metode stratifiec purposive sampling. Pemilihan responden untuk pengumpulan data strategi dan kebijakan ini sedikit berbeda dengan lainnya karena data yang diambil difokuskan pada tingkat peran dan kepentingan masing-masing, sementara mereka mempunyai posisi sosial yang berbeda-beda Metode pengumpulan data Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara mendalam pada lokasi dengan intensitas kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil yang dominan, dengan mengisi kuisioner yang telah disiapkan. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui Studi literatur, internet, jurnal dengan permasalahan yang relevan dengan topik penelitian. Data yang dikumpulkan bersifat data perkembangan, identifikasi permasalahan, skema pembiayaan, dan kebijakan pembanguan di bidang perikanan dan kelautan.

42 Metode pengolahan dan analisis data Pengolahan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) analisis potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil (standarisasi unit penangkapan ikan, analisis Sumberdaya ikan, dan komoditas unggulan) dengan maksud dapat diketahui kondisi sumberdaya ikan pelagis kecil yang ada, tingkat pemanfaatannya, dan musim (kuartal) penangkapannya sebagai syarat utama pengembangannya, (2) analisis unit penangkapan ikan pelagis kecil dengan maksud untuk mengetahui kondisi unit penangkapan yang ada baik secara teknis, teknologi maupun peluang keberlanjutan, (3) analisis kelayakan finansial usaha perikanan pelagis kecil dengan maksud dapat diketahui kelayakan investasi yang dilakukan nelayan/pelaku usaha perikanan pelagis kecil dan prosepek pengembangannya, dan (4) analisis strategi pengembangan perikanan pelagis kecil dengan maksud menetapkan suatu mekanisme terbaik untuk mengembangkan usaha perikanan pelagis kecil ke depan yang mengakomodir kepentingan semua pihak yang terkait dan berbagai hambatan/keterbatasan yang ada Standarisasi unit penangkapan ikan Standarisasi unit penangkapan ikan merupakan tahapan awal untuk potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh Standarisasi ini diperlukan untuk keseragaman upaya penangkapan yang ada sehingga tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dihitung dengan mudah dan potensi pengembangannya diketahui. Unit penangkapan ikan yang dijadikan standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenisjenis ikan utama di lokasi yang ditandai oleh CPUE atau laju tangkapan rataratanya bernilai paling besar. Unit penangkapan ikan yang dijadikan standar ini diberi nilai indeks daya tangkap (fishing power index) sama dengan satu. Indeks daya tangkap dari masing-masing unit penangkapan lainnya dapat diketahui dengan cara membagi laju tangkapan rata-rata masing-masing unit penangkapan dengan laju tangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan standar (Tampubolon dan Sutejo, 1983 dalam Citrasari, 2004). FPI menjadi variabel koreksi paling penting dalam standarisasi unit penangkapan ikan yang digunakan

43 25 di pesisir utara provinsi Aceh. Adapan persamaan yang terkait dengan perhitungan FPI ini adalah : = = = = 1 =... (1) (2)... (3) (4) Sedangkan upaya penangkapan (effort) hasil standardisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan (Gulland, 1983) : SE = FP i x FE i...(5) Keterangan : CPUE s = Jumlah hasil tangkapanan per satuan upaya unit penangkapan standar pada tahun ke-i; CPUE i = Jumlah hasil tangkapanan per satuan upaya jenis penangkapan yang akan distandardisasi; HT s = Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang dijadikan standar pada tahun ke-i; HT i = Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang akan distandardisasi pada tahun ke-i; FE s = Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang dijadikan standar pada tahun ke-i; FE i = Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan yang akan distandardisasi pada tahun ke-i; FPI s FPI i = Faktor daya tangkap jenis unit penangkapan standar pada tahun ke-i; = Faktor daya tangkap jenis unit penangkapan yang akan distandardisasi pada tahun ke-i; SE = Upaya penangkapan (effort) hasil standardisasi pada tahun ke-i; Analisis sumberdaya ikan (SDI) Analisis sumberdaya ikan digunakan untuk menduga potensi perikanan pelagis kecil yang dilakukan dengan cara mengolah data hasil tangkapan utama

44 26 dari setiap unit tangkapan ikan yang dioperasikan dan upaya penangkapan. Menurut Sparre dan Venema (1999) yang diacu dalam Ihsan (2000), parameter sumberdaya ikan untuk menduga konstanta-konstanta persamaan surplus produksi. Model surplus produksi banyak digunakan untuk estimasi stok ikan di perairan tropis karena lebih sederhana dan membutuhkan data yang lebih sedikit. Model surplus produksi digunakan untuk menentukan tingkat upaya penangkapan optimal, yaitu upaya penangkapan yang menghasilkan suatu hasil tangkapanan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang. Pada kondisi ini, hasil tangkapan tersebut sama dengan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY). Pendugaan potensi lestari dengan model produksi lebih ini menggunakan pendekatan awal berupa metode Schaefer yang mengembangkan analisis regresi dari CPUE terhadap jumlah effort (f) yang distandarisasi. Secara matematis, CPUE dinyatakan dengan persamaan : CPUE = a b.f...(6) Keterangan : CPUE = rata-rata tangkapan per satuan upaya penangkapan f = upaya penangkapan a dan b = parameter regresi Sedangkan persamaan matematis untuk menduga MSY dan upaya penangkapan optimum f(opt) adalah :.....(7) (8) Analisis aspek teknik Analisis ini dilakukan secara deskriptis untuk mengetahui kondisi dari alat tangkap dengan pertimbangan-pertimbangan teknik yang berpengaruh, seperti jumlah produksi, kapasitas mesin, jumlah ABK, ukuran armada, dan lainnya, sehingga dapat diketahui kelayakan fisik alat tangkap untuk dioperasikan dalam kegiatan penangkapan ikan. Analisis teknik ini sangat berkaitan dengan

45 27 kelayakan pengoperasian alat tangkap ikan apakah termasuk efektif atau tidak bila dioperasikan Analisis aspek teknologi Analisis ini dilakukan secara deskriptif untuk menyeleksi sifat keandalan teknologi dari unit penangkapan ikan pelgis kecil dalam meminimalisir sifat destruktif terhadap sumberdaya ikan, ekosistem, lingkungan sekitar, dan masyarakat. Tabel 1 Kriteria dan skor dalam analisis aspek teknologi unit penangkapan ikan pelagis kecil No Kriteria dan Skor 1 Mempunyai selektivitas yang tinggi 1 Menangkap lebih dari 3 spesies ikan dengan variasi ukuran yang berbeda jauh 2 Menangkap 3 spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang berbeda jauh 3 Menangkap kurang dari 3 spesies ikan dengan ukuran yang relatif seragam 4 Menangkap 1 spesies ikan dengan ukuran yang relatif seragam 2 Tidak merusak habitat 1 Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas 2 Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit 3 Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit 4 Aman bagi habitat 3 Ikan hasil tangkapnya berkualitas tinggi 1 Ikan mati dan busuk 2 Ikan mati, segar, cacat fisik 3 Ikan mati dan segar 4 Ikan hidup 4 Tidak membahayakan nelayan 1 Bisa berakibat kematian pada nelayan 2 Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan 3 Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara 4 Aman bagi nelayan 5 Produknya tidak membahayakan konsumen

46 28 No Kriteria dan Skor 1 Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen 2 Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen 3 Relatif aman bagi konsumen 4 Aman bagi konsumen 6 By-catch rendah 1 By-catch ada beberapa species dan tidak laku dijual dipasar 2 By-catch ada beberapa species dan ada jenis yang laku dijual dipasar 3 By-catch kurang dari 3 species dan laku dijual dipasar 4 By-catch kurang dari 3 species dan mempunyai harga yang tinggi 7 Dampak ke biodiversity 1 Menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak habitat 2 Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat 3 Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat 4 Aman bagi biodiversity 8 Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi 1 Ikan yang dilindungi sering tertangkap 2 Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap 3 Ikan yang dilindungi pernah tertangkap 4 Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap Sumber : Monintja (2001) dan berbagai sumber disesuaikan dengan kondisi di NAD Pemberian skor terhadap kriteria terkait aspek teknologi unit penangkapan ikan ini dilakukan menggunakan metode rating (Rangkuti, 1996). Secara spesifik, skor yang diberikan untuk setiap kriteria dari aspek teknologi unit penangkapan ikan pelagis kecil ini mengacu pada (Tabel 1). Skor yang diberikan berkisar antara 1 4, dimana semakin tinggi keandalanm teknologi (destruksi unit penangkapan ikan rendah), maka semakin tinggi skor yang diberikan, dan bila sebaliknya (destruksi unit penangkapan ikan tinggi) maka semakin rendah skor yang diberikan Analisis aspek keberlanjutan Analisis aspek keberlanjutan ini dilakukan secara deskriptif untuk menyeleksi unit penangkapan ikan yang digunakan menangkap ikan pelagis kecil

47 29 yang dalam operasinya dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya ikan di perairan utara provinsi Aceh dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Kriteria yang digunakan untuk seleksi sifat keberlanjutan unit penangkapan ikan ini mengacu kepada kaidah Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), sedangkan skor yang diberikan untuk menilai setiap kriteria terkait aspek keberlanjutan ini juga menggunakan metode rating dengan kisaran 1 4 (Rangkuti, 1996). Secara spesifik, skor yang diberikan untuk setiap kriteria dari aspek keberlanjutan ini mengacu kepada (Tabel 2). Semakin tinggi dukungan atau kesesuaian unit penangkapan ikan tersebut dengan kriteria keberlanjutan, maka semakin tinggi skor yang diperoleh, dan bila sebaliknya (kesesuaian dengan kriteria keberlanjutan tinggi), maka semakin rendah skor yang diberikan. Tabel 2 Kriteria dan skor dalam analisis aspek keberlanjutan unit penangkapan ikan pelagis kecil No Kriteria dan Skor 1 Menerapkan teknologi ramah lingkungan Subkriteria : 1 Memenuhi 2 kriteria alat tangkap ramah lingkungan 2 Memenuhi 3-5 kriteria alat tangkap ramah lingkungan 3 Memenuhi 5-7 kriteria alat tangkap ramah lingkungan 4 Memenuhi seluruh kriteria alat tangkap ramah lingkungan 2 Jumlah hasil tangkapan, bila tidak didapatkan nilai sebenarnya (kg/trip), maka pakai skor : 1 Hasil tangkapan % dari TAC 2 Hasil tangkapan 50-75% dari TAC 3 Hasil tangkapan 25-50% dari TAC 4 Hasil tangkapan lebih kecil dari 25% dari TAC 3. Menguntungkan, bila tidak didapatkan nilai sebenarnya (Rp/bulan.unit), maka pakai skor: 1 Keuntungan lebih kecil dari Rp per bulan per ABK 2 Keuntungan antara Rp Rp per bulan per ABK 3 Keuntungan antara Rp Rp per bulan per ABK 4 Keuntungan lebih besar dari Rp per bulan per ABK 4 Investasi rendah, bila tidak didapatkan nilai sebenarnya (Rp/unit), maka pakai

48 30 No Kriteria dan Skor skor (hitungan menurut pelaku/abk): 1 Investasi lebih besar dari Rp per unit per ABK 2 Investasi antara Rp Rp per unit per ABK 3 Investasi antara dari Rp Rp per unit per ABK 4 Investasi lebih kecil dari Rp per unit per ABK 5 Ketahanan alat tangkap, bila tidak didapatkan nilai sebenarnya (tahun), maka pakai skor : 1 Tidak sesuai umur teknis normal alat tangkap 2 Kurang sesuai umur teknis normal alat tangkap 3 Sesuai umur teknis normal alat tangkap 4 Sangat sesuai umur teknis normal alat tangkap 6 Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku : 1) CCRF, 2) UU No 31/2004 tentang Perikanan 3) Peraturan daerah dan 4) hukum adat 1 Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas 2 Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada 3 Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria 4 Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada Sumber : Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dan Mumby et. al (1999) disesuaikan dengan kondisi di Aceh Analisis skoring Analisis skoring dilakukan untuk mengetahui unit penangkapan ikan pelagis kecil yang yang tepat berdasarkan teknologi dan keberlanjutannya untuk dikembangkan di perairan utara provinsi Aceh. Analisis skoring ini dilakukan mengacu kepada Kuntoro dan Listiarini (1983), dengan rumus perhitungan : Xi X 0 V ( X )..... (9) X1 X 0 V ( A) Vi( Xi) (10) Keterangan : V(X) = Fungsi nilai dari parameter X Xi = Nilai parameter X yang ke-i X0 = Nilai terendah untuk parameter X

49 31 X1 = Nilai tertinggi untuk parameter X V (A) = Fungsi nilai dari alternatif A V1(X1) = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i i = 1,2,3..., n (jenis komoditas dan jenis unit penangkapan ikan) Analisis kelayakan finansial Analisis kelayakan finansial ini dilakukan untuk mengetahui prospek investasi pada usaha perikanan pelagis kecil yang dilakukan oleh nelayan atau lainnya. Analisis ini akan menentukan apakah suatu jenis usaha perikanan pelagis kecil yang akan dikembangkan akan memberikan keuntungan secara finansial atau tidak, sehingga pola pengembangannya ke depan di provinsi Aceh dapat ditetapkan. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan. Supaya dapat diperhitungkan, maka penerimaan dan pengeluaran tersebut dinyatakan dalam bentuk uang dan harus dihitung selama periode yang sama. Dalam analisis ini, perhitungan akan dikembalikan pada nilai kini (present value), karena baik penerimaan maupun pengeluaran berjalan bertahap, maka terjadi arus pengeluaran dan penerimaan yang dinyatakan dalam bentuk arus tunai (cash flow). Dalam tahap awal analisis kelayakan finansial ini, dilakukan analisis terhadap nilai investasi, biaya operasional, dan nilai penerimaan setiap usaha perikanan pelagis kecil. Hasil analisis ini akan menjadi masukan penting untuk analisis kelayakan menggunakan beberapa kriteria/parameter yang relevan. Kriteria/paramter yang digunakan dalam analisis kelayakan finansial ini mengacu kepada konsep analisis biaya-manfaat. Adapun kriteria/parameter tersebut adalah Net Preset Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR). 1) Analisis net present value (NPV) Net Preset Value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi usaha perikanan pelagis kecil yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Perhitungan Net Preset Value (NPV) menggunakan rumus :

50 32 n (Bt- Ct) NPV = t (1 i) t 1.. (11) Keterangan : B = benefit C = cost i = discount rate t = periode Bila NPV>0 berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut layak, sehingga menjadi pertimbangan positif untuk pengembangannya. Sedangkan bila NPV<0 berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut tidak layak dilaksanakan, sehingga menjadi pertimbangan negatif dalam pengembangannya. Pada keadaan nilai NPV=0 maka berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut hanya mengembalikan manfaat yang persis sama dengan tingkat social opportunity cost of capital. 2) Analisis internal rate of return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV=0, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih usaha perikanan pelagis kecil. Bila setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur usaha perikanan pelagis kecil tersebut. Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) menggunakan rumus : NPV1 IRR = i 1 + ( i 2 - i1)... (12) NPV1 - NPV2 Keterangan : i 1 i 2 = interest rate yang menghasilkan NPV positif = interest rate yang menghasilkan NPV negatif NPV 1 = NPV pada discount rate i 1 NPV 2 = NPV pada discount rate i 2 Usaha perikanan pelagis kecil dinyatakan layak bila IRR > dari interest rate (suku bunga) yang berlaku. Bila IRR sama dengan interest rate yang berlaku maka NPV usaha perikanan pelagis kecil tersebut sama dengan nol. Jika IRR <

51 33 dari interest rate yang berlaku maka nilai NPV lebih kecil dari 0, berarti usaha perikanan pelagis kecil tersebut tidak layak dilaksanakan dan ini menjadi pertimbangan negatif untuk pengembangannya. Secara umum, usaha perikanan pelagis kecil yang dilakukan oleh nelayan atau lainnya di perairan utara provinsi Aceh dapat dikatakan layak sehingga dapat dikembangkan lanjut bila usaha perikanan pelagis kecil tersebut mempunyai NPV>0, B/C ratio>1, IRR lebih besar dari interest rate (suku bunga) yang berlaku,. Interest rate (i) bank yang digunakan dalam analisis ini mengacu kepada Bank Indonesia (2009) yaitu 6,25%. 3) Analisis benefit-cost ratio (B/C ratio) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) merupakan perbandingan dimana present value sebagai pembilang terdiri atas total dari manfaat bersih investasi usaha perikanan pelagis kecil yang bersifat positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas persent value total yang bernilai negatif atau pada keadaan biaya kotor lebih besar daripada manfaat kotor usaha perikanan pelagis kecil tersebut. Perhitungan Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) menggunakan rumus : B/C ratio = Keterangan : B = benefit C = cost i = discount rate t = periode n t 0 n t 1 (Bt - Ct) (Bt - Ct) 0 t (1 i) (Ct - Bt) (Bt - Ct) 0 t (1 i).... (13) Bt = benefit pada periode tertentu Ct = cost pada periode tertentu Pada rumus tersebut terlihat bahwa nilai B/C ratio akan terhitung bila terdapat paling sedikit satu nilai Bt Ct yang bernilai positif. Bila B/C rasio>1, maka kondisi ini menunjukkan investasi usaha perikanan pelagis kecil menguntungkan (NPV>0). Terkait dengan ini, maka bila B/C ratio>1 berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut layak sehingga menjadi pertimbangan positif untuk pengembangannya. Sedangkan bila B/C ratio<1

52 34 berarti investasi usaha perikanan pelagis kecil tersebut tidak layak dilaksanakan, sehingga menjadi pertimbangan negatif bagi dukungan lembaga keuangan Analisis strategi pengembangan Analisis ini dimaksud untuk menetapkan strategi yang dapat dilakukan bila usaha perikanan pelagis kecil benar-benar akan dikembangkan secara luas di perairan utara provinsi Aceh.Strategi tersebut diharapkan merupakan strategi terbaik yang memberi manfaat secara luas bagi pengembangan kawasan perairan utara provinsi Aceh. Penetapan prioritas strategi dilakukan dengan mengakomodir kepentingan semua stakeholders dan tetap mempertimbangkan semua keterbatasan/hambatan yang ada melalui suatu analisis berhierarki yang dikenal dengan Analitical Hierachy Process (AHP). Dalam kaitan dengan hierarki ini, AHP bertujuan untuk memecahkan masalah kualitatif yang komplek dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dalam kerangka berfikir yang terorganisir, sehingga memungkinkannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Adapun prinsip dasar dari AHP adalah: (1) penyederhanaan masalah yang komplek, serta bersifat startegik dan dinamis melalui panataan rangkaian variabelnya dalam suatu hirarki, (2) secara subjektif tingkat kepentingan dari setiap variabel diberi nilai numerik yang dapat menjelaskan arti pentingnya suatu variabel dibandingkan variabel lainnya, (3) Mensistesiskan informasi yang tersedia untuk menetapkan variabel mana yang memiliki tingkat priritas paling tinggi disamping memiliki peran yang mempengaruhi hasil dalam sistem dimaksud (4) secara grafis, persoalan keputusan dikonstruksikan sebagai bentuk diagram bertingkat, tersusun. Dalam kaitan dengan analisis strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di provinsi Aceh ini, maka analisis menggunakan AHP ini diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengkaji interaksi menyeluruh dari semua komponen yang terkait. Adapun tahapan analisis dalam analisis strategi pengembangan perikanan pelagis kecil menggunakan AHP ini adalah: pendefinisian masalah/komponen sistem, perancangan struktur hierarki, penyusunan matriks perbandingan berpasangan, perhitungan perbandingan berpasangan, pengujian konsistensi dan

53 35 sesitivitas, dan interpretasi hasil analisis. Secara rinci tahapan analisis tersebut dijelaskan: 1) Pendefinisian masalah/komponen Untuk memecahklan permasalahan yang ada secara kompherensif, maka semua komponen yang berkaitan dengan pengembangan perikanan pelagis kecil didefinisikan dan ditetapkan terlebih dahulu. Lingkup komponen yang didefinisikan mencakup maksud adan tujuan pengembangan perikanan pelagis kecil, kriteria atau kepentingan pihak yang terkait dengan pengembangan perikanan pelagis kecil yang perlu diakomodir, pembatas (limit factor) dalam pengembangan perikanan pelagis kecil, dan alternatif strategi yang menjadi opsi strategi pengembangan perikanan pelagis kecil. 2) Perancangan struktur hierarki Struktur hierarki diawali dengan maksud atau tujuan, dilanjutkan dengan kriteria pelaku, pembatas, dan alternatif strategi pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Secara umum, rancangan struktur hierarki analisis strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan Utara Provinsi Aceh ini akan dibagi dalam 4 level mengacu kepada Wilson et.al. (2002), yaitu level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi strategi pengembangan. Tujuan dari perancangan ini adalah perumusan pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh. Kriteria pengembangan diarahkan pada pemenuhan kepentingan pelaku utama perikanan di lokasi, seperti nelayan, pengusaha, ilmuan, dan pemerintah yang mempunyai kewenangan dengan lokasi. Sedangkan pembatas (limit factor) dapat terkait dengan aspek potensi SDI, aspek teknologi dan teknologi, aspek keberlanjutan, dan aspek ekonomi usaha perikanan pelagis kecil. Dalam pelaksanaannya, komponen penyusun hireraki ini akan divalidasi dengan temuan lapang yang diperolah selama penelitian. Untuk opsi strategi akan ditetapkan kemudian berdasarkan hasil penelitian lainnya yang dilakukan sebelumnya penyusunan strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh.

54 36 3) Penyusunan matriks perbandingan berpasangan Komparasi berpasangan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap komponen terhadap masing-masing kriteria yang setingkat di atasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan, dengan menilai tingkat kepentingan satu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen yang lain, maka digunakan pembobotan berdasarkan skala banding berpasangan menurut proses Saaty (1993) seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Skala banding berpasangan Tingkat Keterangan Kepentingan 1 Kedua elemen sama pentingnya. 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain. 7 Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen yang lain. 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain. Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan. Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya. Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya. Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek. Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang

55 37 Tingkat Kepentingan 2,4,6,8 Kebalikan Keterangan Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan. Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Penjelasan mungkin menguatkan. Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan. Untuk mengkualifikasikan data kualitatif pada materi wawancara digunakan nilai skala komparasi 1 sampai 9. Skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala yang terbaik dalam mengkualifikasikan pendapat, yaitu berdasarkan akurasinya yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). 4) Formulasi data Formulasi data merupakan kegiatan menginput data hasil analisis skala banding perpasangan ke dalam struktur hierarki. Pembuatan hierarki dan input data ini dilakukan menggunakan Program Expert Choice 9.5. Sedangkan data yang diinput disiapkan menggunakan program MS Excell. 5) Perhitungan perbandingan berpasangan Perbandingan berpasangan dilakukan untuk memperoleh judgment seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya komponen yang dibandingkan. Bila vektor pembobotan komponen-komponen operasi A1, A2, A3 dinyatakan sebagai vektor W, dengan W=(w1,w2,w3) maka nilai intensitas kepentingan komponen operasi A1 dibandingkan dengan A2 dapat dinyatakan sebagai perbandingan bobot komponen A1 terhadap A2, yakni W1/W2 = A12.

56 38 Nilai wi/wj dengan i, j = 1,2,3 n didapat dari responden, yaitu para stakeholders yang berkompeten di kawasan. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W (w1, w2, w3.. wn) maka diperoleh hubungan; AW = nw... (12) Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut : [ A n I ] W = (13) dimana I = matriks identitas Selanjutnya dilakukan uji konsistensi, jika tidak konsisten maka dilakukan pengambilan data diulangi atau dikoreksi. Perhitungan akar ciri: untuk mendapatkan akar ciri (n) maka harus ada kondisi; [ A n I ] = 0 Contohnya; dengan menggunakan matriks A, maka: 1 a12 a a21 1 a23 n a31 a a12 a13 n 0 0 a21 1 a23 0 n 0 0 a31 a n Hasil perhitungan akan didapatkan akar ciri; n1, n2, n3. Perhitungan vektor ciri : nilai vektor ciri merupakan bobot setiap komponen. Langkah ini untuk mensitesis judgement dalam penetuan perioritas. Untuk menghitung vektor ciri (W), maka akar ciri (n) maksimum hasil penghitungan di atas disubsitusikan dengan persamaan: [ A n I ] = 0; dengan menggunakan normalisasi W1 + W2 + W3 = 1, sehingga bila

57 39 didapatkan maksimum = 2, maka perkaliannya menjadi sebagai berikut: [ A -ni ] W = 0 1 a12 a w1 a21 1 a w2 0 a31 a w3 Sehingga : 1 2 a12 a13 w1 0 a a23 w2 0 a31 a w3 0 Dimana pada akhir perhitungan akan diperoleh vektor ciri w1, w2, w3. Vektor tersebut memberikan informasi, pilihan alternatif strategi yang paling optimal. 6) Interpretasi hasil analisis `Tahapan interpretasi ini merupakan tahapan penggunaan hasil analisis AHP dalam menjelaskan dan memberikan rekomendasi prioritas strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh.

58 40

59 41 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Standarisasi Upaya Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Standarisasi unit penangkapan ikan merupakan tahapan awal untuk potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil di perairan utara Propinsi Aceh. Standarisasi ini diperlukan untuk keseragaman upaya penangkapan yang ada sehingga tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan selama ini di lokasi dapat dihitung dengan mudah, potensi pengembangannya diketahui. Unit penangkapan ikan yang dijadikan standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenisjenis ikan utama di lokasi yang ditandai oleh CPUE atau laju tangkapan rataratanya bernilai paling besar. Upaya penangkapan setiap jenis alat tangkap cukup bervariatif baik antar jenis alat tangkap maupun setiap jenis alat tangkap untuk tahun yang berbeda. Untuk menghitung potensi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh perlu dilakukan standarisasi. Tabel 4 menyajikan hasil tangkapan total, upaya gabungan hasil standarisasi dan CPUE standar. Tabel 4 Total tangkapan, upaya gabungan hasil standarisasi dan CPUE standar Tahun HTs-total (ton) SE-Gab (unit) CPUE Standar (ton/unit) , , , , , , , , , , Sumber : Hasil analisis data (2010)

60 42 Hasil standarisasi pada Tabel 4 merupakan gabungan dari hasil analisis standar terkait hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan pelagis kecil menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), jaring lingkar (JL), payang, pukat cincin, jaring klitik (JK), pukat ikan, dan tramel net di perairan utara Aceh. Alat tangkap tersebut sangat diandalkan oleh nelayan di lokasi karena mereka cukup menguasai teknologinya, meskipun sangat terbatas. Melihat tren yang cenderung positif pada CPUE ikan pelagis kecil di perairan Aceh, maka masih terbuka peluang pengembangan perikanan pelagis kecil di wilayah ini. 4.2 Estimasi Potensi Lestari Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Sumberdaya ikan pelagis kecil dan upaya penangkapan optimumnya (foptimum) di perairan utara Aceh. Gambar 7, menyajikan hubungan upaya penangkapan dengan produksi, MSY dan f-optimum untuk ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh MSY =15479 ton Produksi (ton) F-opt=4896 trip Upaya Penangkapan (trip) Gambar 7 Hubungan upaya penangkapan dengan produksi, MSY dan F Optimum untuk ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Gambar 7 potensi maksimum lestari sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh sekitar ton setiap tahunnya, sedangkan upaya penangkapannya yang optimum (F-opt) sekitar 4.896,3 trip. Lampiran 10-13

61 43 menyajikan hasil analisis lengkap terkait produksi, upaya penangkapan, CPUE dan MSY sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Produksi tahunan rata-rata ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh selama periode 11 tahun terakhir sekitar 7.069,35 ton/tahun. Bila nilai tersebut dihubungkan dengan nilai potensi maksimum lestari maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh sekitar 45,67%. Terkait dengan ini, maka masih ada peluang untuk pengembangan lanjut kegiatan perikanan pelagis kecil di utara Aceh. Produksi ikan pelagis kecil pada tahun 2009 yang sekitar 4.998,4 ton sehingga masih sangat terbuka untuk ditingkatkan pada tahun-tahun berikutnya. 4.3 Hasil tangkapan ikan di setiap kuartal Untuk melihat, perkembangan hasil tangkapan setiap jenis ikan di setiap kwartal selama 11 tahun ( ) (Gambar 8-11). Sunglir; 77,7625 ton; 6% Kembung; 195,33 ton; 16% Layang; 230,68 ton; 18% Tembang; 75,183 ton; 6% Lemuru; 215 ton; 17% Selar; 194,4 ton; 15% Teri ; 280,09 ton; Layang 22% Tembang Selar Gambar 8 Hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil selama kuartal 1 di perairan utara Aceh tahun Selama kuartal 1 pada periode tahun 1999 hingga 2009, rata-rata p roporsi hasil tangkapan terbanyak adalah ikan teri (280,09 ton) yaitu sebesar 22%. Hasil tangkapan ikan layang (230,68 ton) sebesar 18%, ikan lemuru (215 ton) sebesar

62 44 17%, ikan kembung (195,33 ton) sebesar 16%, ikan selar (194,4 ton) sebesar 15%, ikan sunglir (77,7625 ton) dan ikan tembang (75,183 ton) masing-masing sebesar 6%. Berdasarkan hasil tersebut, maka rata-rata hasil tangkapan dengan proporsi terbesar pada kuartal 1 adalah ikan teri. Kembung;275,45 ton 19% Layang;255,62 ton 17% Sunglir; 154,562 ton 11% Tembang; 49,357 ton 3% Selar;215,18 ton 15% Lemuru; 231,64 ton; 16% Teri; 270,28 ton19% Layang Tembang Selar Teri Lemuru Sunglir Kembung Gambar 9 Hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil selama kuartal 2 di perairan utara Aceh tahun Pada kuartal 2 periode tahun 1999 hingga 2009, rata-rata proporsi hasil tangkapan terbanyak adalah ikan kembung (275,45 ton) dan ikan teri (270,28 ton) masing-masing sebesar 19%. Hasil tangkapan ikan layang (255,62 ton) sebesar 17%, ikan lemuru (231,64 ton) sebesar 16%, ikan selar (215,18 ton) sebesar 15%, ikan sunglir (154,562 ton) sebesar 11% dan ikan tembang (49,357 ton) sebesar 3%. Berdasarkan hasil tersebut, maka rata-rata hasil tangkapan dengan proporsi terbesar pada kuartal 2 adalah ikan kembung.

63 45 Sunglir; 101,9 ton 6% Kembung ;272,35 16% Layang; 221,47 13% Tembang;80,44 ton 5% Lemuru; 233,3 ton 14% Selar; 484,73 ton 28% Teri; 314,04 ton 18% Layang Tembang Selar Teri Lemuru Sunglir Kembung Gambar 10 Hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil selama kuartal 3 di perairan utara Aceh tahun Pada kuartal 3 periode tahun 1999 hingga 2009, rata-rata proporsi hasil tangkapan terbanyak adalah ikan selar (484,73 ton) yaitu sebesar 28%. Hasil tangkapan ikan teri (314,04 ton) sebesar 18%, ikan kembung (272,35 ton) sebesar 16%, ikan lemuru (233,3 ton) sebesar 14%, ikan layang (221,47 ton) sebesar 13%, ikan sunglir (101,9 ton) sebesar 6% dan ikan tembang (80,44 ton) sebesar 5%. Hasil tersebutmenunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan dengan proporsi terbesar pada kuartal 3 adalah ikan selar.

64 46 Kembung; 259,422 ton 22% Layang;219,755 ton18% Tembang; 29,485 ton3% Sunglir; 101,18 ton 8% Selar; 142,789 ton 12% Lemuru; 209,043 ton17% Teri; 245,489 ton20% Layang Tembang Selar Teri Lemuru Sunglir Kembung Gambar 11 Hasil tangkapan rata-rata ikan pelagis kecil selama kuartal 4 di perairan Utara Acehtahun Pada kuartal 4 periode tahun 1999 hingga 2009, rata-rata proporsi hasil tangkapan terbanyak adalah ikan kembung (259,422 ton) yaitu sebesar 22%. Hasil tangkapan ikan teri (245,489 ton) sebesar 20%, ikan layang (219,755 ton) sebesar 18%, ikan lemuru (209,043 ton) sebesar 17%, ikan selar (142,789 ton) sebesar 12%, ikan sunglir (101,18 ton) sebesar 8% dan ikan tembang (29,485 ton) sebesar 3%. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan dengan proporsi terbesar pada kuartal 4 adalah ikan kembung 4.4 Hasil tangkapan ikan tahunan Secara umum, hasil tangkapan ikan di perairan utara provinsi Aceh dapat dilihat dalam skala tahunan dan juga dalam jangka waktu lebih pendek, misalnya skala kuartal (3 bulan). Baik dalam skala tahun maupun skala kuartal, hasil tangkapan ikan yang didapat nelayan bisa berbeda-beda dipengaruhi oleh pola migrasi ikan, musim, dan faktor lingkungan perairan lainnya. Gambar 12 menyajikan data perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan utara provinsi Aceh tahun (skala tahunan).

65 Produksi (ton) Kembu ng Layang Temban g Selar Teri Layar Lemuru Tahun Gambar 12 Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh tahun Gambar 12 menunjukkan hasil tangkapan dominan yaitu ikan teri, layang, dan kembung yang didapat nelayan di perairan Aceh selama periode tahun Hasil tangkapan tersebut sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Ikan teri merupakan hasil tangkapan terbanyak nelayan periode tahun , dan pada tahun sedikit menurun dan digantikan oleh ikan kembung. Hasil tangkapan ikan layang meningkat pesat pada periode tahun Pemilihan Alat Tangkap Ikan Pelagis Kecil Pemilihan alat tangkap ini dilakukan untuk menentukan keandalan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh, sehingga dapat menjamin kelestarian potensi ikan pelagis kecil dan kelangsungan pemanfaatan di masa yang akan datang. Pemilihan alat tangkap ikan pelagis kecil ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek pengelolaan yang terkait dengan aspek teknologi, aspek biologi, dan aspek keberlanjutan. Alat tangkap yang dinilai merupakan alat tangkap yang selama ini digunakan oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh, yaitu jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), jaring lingkar (JL), payang, pukat cincin, jaring klitik (JK), pukat udang, pukat pantai, dan trammel net.

66 Penilaian Setiap Aspek Pengelolaan Penilaian aspek teknik Penilaian aspek teknis ini mendukung pemilihan alat tangkap dari pertimbangan-pertimbangan teknis yang berpengaruh, seperti jumlah produksi, kapasitas mesin, jumlah ABK, ukuran armada, dan lainnya, sehingga dapat diketahui kelayakan fisik alat tangkap untuk dioperasikan dalam kegiatan penangkapan ikan. Analisis teknis ini sangat berkaitan dengan kelayakan pengoperasian alat tangkap ikan apakah termasuk efektif atau tidak bila dioperasikan. Tabel 5 menyajikan hasil penilaian aspek teknis alat tangkap ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Jaring insang hanyut merupakan alat tangkap ikan pelagis kecil yang menempati prioritas pertama pada kriteria kelengkapan peralatan produksi (X1), CPUE (X2), CPUE/ABK (X3), CPUE/PK (X4), dan CPUE/GT(X5) Tabel 5 Hasil penilaian aspek teknik alat tangkap Alat Tangkap X1 UP1 X2 UP2 X3 UP3 X4 UP4 X5 UP5 Pukat Ikan , , , ,312 4 Payang , , , ,314 7 Pukat Pantai , , , ,890 1 Pukat cincin , , , ,412 2 Jaring Insang Hanyut , , , ,356 3 Jaring Lingkar , , , ,910 9 Jaring Klitik , , , ,016 6 Jaring Insang Tetap , , , ,594 8 Tramel Net , , , ,676 5

67 49 Keterangan : X1 = kelengkapan peralatan produksi X2 = CPUE (kg/trip) X3 = CPUE/ABK (kg/org) X4 = CPUE/PK (kg/unit) X5 = CPUE/GT (kg/pk) UP = urutan prioritas Hasil standarisasi penilaian aspek teknis setiap alat tangkap berdasarkan kriteria produksi rata-rata per trip (CPUE), CPUE per ABK, CPUE per PK, dan CPUE per GT disajikan pada pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil standarisasi penilaian aspek teknik alat tangkap Alat Tangkap V1 V2 V3 V4 V5 VA UP Pukat Ikan 0,000 0,085 0,230 0,221 0,139 0,675 5 Payang 0,500 0,046 0,041 0,048 0,013 0,648 6 Pukat Pantai 1,000 0,271 0,161 1,000 1,000 3,433 3 Pukat cincin 1,000 1,000 1,000 0,759 0,268 4,027 2 Jaring Insang Hanyut 1,000 0,965 0,964 0,951 0,258 4,138 1 Jaring Lingkar 0,500 0,000 0,000 0,000 0,000 0,500 8 Jaring Klitik 0,000 0,121 0,184 0,169 0,088 0,562 7 Jaring Insang Tetap 0,000 0,041 0,042 0,031 0,011 0,126 9 Trammel Net 0,500 0,307 0,272 0,255 0,102 1,436 4 Berdasarkan Tabel 6, jaring insang hanyut merupakan alat tangkap yang paling unggul (urutan prioritas 1) dari aspek teknis dalam mendukung pengelolaan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh (VA=4,138). Keunggulan alat tangkap ini dari aspek teknis ini lebih didukung oleh nilainya yang baik untuk kriteria kelengkapan peralatan produksi (V1=1,000), hasil tangkapan per trip (CPUE) (V2=0,965), CPUE per ABK (V3=0,964), CPUE per PK (V4=0,951),

68 50 dan CPUE per GT (V5=0,258). Pukat cincin dan pukat pantai merupakan alat tangkap unggulan urutan prioritas kedua dan ketiga dari aspek teknis ini (VA pukat cincin =4,027 dan VA pukat pantai =3,433). Urutan prioritas keempat dari aspek teknis adalah unit penangkapan trammel net dengan nilai prioritas 1,436 diikuti oleh pukat ikan, payang, jaring klitik, jaring lingkar dan jaring insang tetap Penilaian aspek teknologi Penilaian aspek teknologi unit penangkapan ikan pelagis kecil di Aceh meliputi kriteria mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, bycatch rendah, dampak ke biodiversity rendah, dan tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi. Nilai yang dimasukkan pada tiap kriteria berupa nilai yang secara kuantitatif diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan lapang, atau dari perhitungan data kuantitatif yang kemudian distandarkan. Penilaian aspek teknologi ini penting untuk menyeleksi sifat ramah lingkungan dari alat tangkap ikan pelagis kecil dalam meminimalisir sifat destruktif terhadap sumberdaya ikan, ekosistem, lingkungan sekitar, dan masyarakat. Tabel 7 menyajikan hasil penilaian aspek teknologi alat tangkap ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Tabel 7 Hasil penilaian aspek teknologi alat tangkap Alat Tangkap X1 UP1 X2 UP2 X3 UP3 X4UP4 X5 UP5 Pukat Ikan Payang Pukat Pantai Pukat cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring Klitik Jaring Insang Tetap Trammel Net

69 51 Keterangan : X1 = mempunyai selektivitas yang tinggi X2 = tidak merusak habitat X3 = by-catch rendah X4 = dampak keanekaragaman hayati X5 = tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi UP = urutan prioritas Penilaian keunggulan alat tangkap dari aspek teknologi ini memperlihatkan bahwa alat tangkap jaring insang hanyut menempati prioritas pertama pada kriteria mempunyai selektivitas yang tinggi (X1), tidak merusak habitat (X2), bycatch rendah (X3), dampak ke keanekaragaman hayati rendah (X4), dan tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi (X5). Bila melihat sifatnya yang cenderung destruktif, pukat pantai dan pukat ikan bisa saja menjadi alat tangkap yang paling rendah keunggulannya dari aspek teknologinya dalam pengelolaan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Jaring klitik kurang terandalkan dari kriteria mempunyai selektivitas yang tinggi (X1), by-catch rendah (X3), dampak keanekaragaman hayati rendah (X4), dan tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi (X5). Untuk mengetahui hal ini dan urutan prioritas semua alat tangkap yang ada terkait aspek teknologi. Hasil standarisasi penilaian aspek teknologi setiap alat tangkap berdasarkan kriteria mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, by-catch rendah, dampak ke keanekaragaman hayati rendah, dan tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi disajikan pada Tabel 8.

70 52 Tabel 8 Hasil standarisasi penilaian aspek teknologi alat tangkap Alat Tangkap V1 V2 V3 V4 V5 VA UP Pukat Ikan 1,000 0,000 1,000 0,000 0,000 2,000 4 Payang 0,500 0,667 0,667 1,000 0,500 3,333 2 Pukat Pantai 0,500 0,000 0,333 0,000 0,500 1,333 5 Purse Seine 1,000 0,333 0,667 0,333 0,500 2,833 3 Jaring Insang Hanyut 1,000 1,000 0,667 0,667 1,000 4,333 1 Jaring Lingkar 0,500 0,333 0,333 0,333 0,500 2,000 4 Jaring Klitik 0,000 0,333 0,000 0,000 0,000 0,333 7 Jaring Insang Tetap 0,500 0,333 0,000 0,333 0,000 1,167 6 Trammel Net 0,500 0,333 0,667 0,333 1,000 2,833 3 Jaring insang hanyut (JIH) merupakan alat tangkap yang paling unggul dari aspek teknologi dalam mendukung pengelolaan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh(VA=4,333). Hal ini karena jaring insang hanyut mempunyai nilai yang sangat baik untuk kriteria mempunyai selektivitas yang tinggi (V1=1,000), tidak merusak habitat (V2=1,000) dan tidak membahayakan ikanikan yang dilindungi (V5=1,000). Alat tangkap payang merupakan alat tangkap unggulan urutan prioritas kedua dari aspek teknologi ini, dominan karena dampak biodiversity rendah (V4=1,000). Alat tangkap jaring klitik merupakan alat tangkap yang urutan prioritas terakhir (VA=0,333) terkait keunggulannya dari aspek teknologi ini. Alat tangkap kurang mendukung dihampir semua kriteria, kecuali untuk kriteria tidak merusak habitat. Pukat cincin dan trammel net menduduki urutan prioritas ketiga dari aspek teknologi ini, dimana Pukat cincin unggul dari kriteria selektivitas yang tinggi (V1=1,000) dan trammel net unggul dari kriteria operasinya tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi (V5=1,000).

71 Penilaian aspek keberlanjutan Penilaian aspek keberlanjutan alat tangkap ikan pelagis kecil di Aceh ini dilakukan dengan menganalisis berbagai kriteria terkait, seperti kriteria menerapkan teknologi ramah lingkungan, menguntungkan, investasi rendah, ketahanan alat tangkap, memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, ikan hasil tangkapannya berkualitas tinggi, tidak membahayakan nelayan dan produknya tidak membahayakan konsumen. Analisis terhadap kriteria tersebut diperlukan untuk menyeleksi keunggulan alat tangkap yang digunakan menangkap ikan pelagis kecil yang dalam operasinya, sehingga dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya ikan di perairan perairan utara Provinsi Acehdan keberlanjutan pemanfaatannya. Tabel 9 menyajikan hasil penilaian aspek keberlanjutan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), jaring lingkar (JL), payang, Pukat cincin, jaring klitik (JK), pukat udang, pukat pantai, dan trammel net sebagai alat tangkapikan pelagis kecil yang banyak digunakan di perairan utara Aceh. Dari aspek keberlanjutan ini, jaring insang hanyut merupakan alat tangkap ikan pelagis kecil yang menempati prioritas pertama untuk kriteria penerapan teknologi ramah lingkungan (X1), memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku (X5), ikan hasil tangkapannya berkualitas tinggi (X6), tidak membahayakan nelayan (X7) dan produknya tidak membahayakan konsumen (X8). Pukat ikan dan jaring klitik umumnya tidak memenuhi dengan baik kriteria terkait aspek keberlanjutan ini. Dari aspek keberlanjutan ini, jaring insang hanyut merupakan alat tangkap ikan pelagis kecil yang menempati prioritas pertama untuk kriteria penerapan teknologi ramah lingkungan (X1), memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku (X5)

72 54 Tabel 9 Hasil penilaian aspek keberlanjutan alat tangkap Alat Tangkap X1 UP1 X2 UP2 X3 UP3 X4 UP4 X5 UP5 X6 UP6 X7 UP7 X8 UP8 Pukat Ikan Payang Pukat Pantai Pukat cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring Klitik Jaring Insang Tetap Trammel Net Keterangan : X1 = menerapkan teknologi ramah lingkungan X2 = menguntungkan (Rp/bulan) X3 = nilai investasi unit penangkapan ikan (Rp) X4 = ketahanan alat tangkap (tahun) X5 = memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku X6 = ikan hasil tangkapannya berkualitas tinggi X7= tidak membahayakan nelayan X8 = produknya tidak membahayakan konsumen Tabel 10 menyajikan hasil standarisasi penilaian aspek keberlanjutan setiap kesembilan alat tangkap ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh berdasarkan kriteria menerapkan teknologi ramah lingkungan, menguntungkan, nilai investasi

73 55 unit penangkapan ikan, ketahanan alat tangkap, memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, ikan hasil tangkapannya berkualitas, tidak membahayakan nelayan dan produknya tidak membahayakan konsumen. Tabel 10 Hasil standarisasi penilaian aspek keberlanjutan alat tangkap Alat Tangkap V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 VA UP Pukat Ikan 0,000 0,309 0,364 0,000 0,000 0,333 0,000 0,500 1,506 8 Payang 0,667 0,165 0,335 0,500 0,500 0,667 1,000 0,500 4,334 3 Pukat Pantai 0,000 0,430 0,284 0,000 0,000 1,000 1,000 1,000 3,714 4 Pukat Cincin 0,667 1,000 1,000 0,500 0,500 0,667 0,500 1,000 5,833 2 Jaring Insang Hanyut 1,000 0,544 0,443 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 6,987 1 Jaring Lingkar 0,333 0,000 0,272 0,750 0,500 0,333 0,000 0,000 2,189 6 Jaring Klitik 0,333 0,100 0,180 0,500 0,500 0,000 0,000 0,000 1,614 7 Jaring Insang Tetap 0,000 0,130 0,350 0,250 0,000 0,333 0,000 0,000 1,063 9 Trammel Net 0,667 0,037 0,000 0,250 0,500 0,667 0,500 1,000 3,621 5 Berdasarkan Tabel 10, jaring insang hanyut (JIH) merupakan alat tangkap yang paling unggul (urutan prioritas 1) dari aspek keberlanjutan dalam mendukung pengelolaan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh (VA=6,987). Alat tangkap urutan prioritas kedua, ketiga, dan keempat yang unggul dari aspek keberlanjutan berturut-turut adalah pukat cincin, payang, dan pukat pantai. Alat tangkap pukat cincin mempunyai fungsi nilai (VA) 5,833, payang mempunyai fungsi nilai (VA) 4,334 dan pukat pantai mempunyai funsgi nilai (VA) 3,714. Alat tangkap pukat ikan dan jaring insang tetap merupakan dua alat tangkap yang paling rendah keunggulannnya dari aspek keberlanjutan ini, yaitu dengan nilai VA masing-masing 1,506 dan 1,063. Alat tangkap dengan VA tinggi untuk aspek keberlanjutan ini memberi indikasi bahwa alat tangkap tersebut dapat diandalkan untuk menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya ikan dan

74 56 mendukung kelangsungan pemanfaatannya di perairan utara provins Aceh. Untuk mengetahui keunggulan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), jaring lingkar (JL), payang, pukat cincin, jaring klitik (JK), pukat udang, pukat pantai, dan trammel net berdasarkan pertimbangan semua aspek pengelolaan, maka nilai yang didapatkan setiap alat tangkap untuk setiap aspek perlu digabungankan. Bagian berikut akan menyajikan hasil analisis terkait penilaian gabungan semua aspek tersebut Penilaian Gabungan Aspek Pengelolaan Hasil penilaian gabungan ini menjadi dasar dalam pemilihan alat tangkap yang dikembangkan untuk mendukung pengelolaan ikan pelagis di perairan utara provinsi Aceh. Alat tangkap pilihan diharapkan dapat menjamin kelangsungan pemanfaatan potensi ikan pelagis kecil yang mencapai ton per tahun serta kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil tersebut hingga masa yang akan datang sebagai bagian dari ekosistem perairan Indonesia. Selama ini potensi ikan pelagis kecil tersebut dan alat tangkap yang ada telah menjadi bagian dari kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir utara provinsi Aceh. Pemilihan alat tangkap yang terandalkan dari aspek teknik, teknologi dan keberlanjutan diharapkan dapat menjadi solusi yang paling untuk memanfaatkan potensi perikanan yang ada. Agar dapat direalisasikan dan diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar, peran pemerintah dan pihak terkait lainnya sangat diharapkan karena pemanfaatan menggunakan alat tangkap unggulan tersebut adalah untuk kebaikan masyarakat dan potensi perikanan yang menjadi sandaran hidupnya. Keunggulan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), jaring lingkar (JL), payang, pukat cincin, jaring klitik (JK), pukat udang, pukat pantai, dan trammel net berdasarkan aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan setelah digabungkan disajikan pada Tabel 11.

75 57 Tabel 11 Gabungan penilaian aspek teknik, toknologi dan keberlanjutan alat tangkap ikan pelagis kecil Alat Tangkap X1 UP1 X2 UP2 X3 UP3 Pukat Ikan 0, , ,506 8 Payang 0, , ,334 3 Pukat Pantai 3, , ,714 4 Pukat Cincin 4, , ,833 2 Jaring Insang Hanyut 4, , ,987 1 Jaring Lingkar 0, , ,189 6 Jaring klitik 0, , ,614 7 Jaring insang tetap 0, , ,063 9 Trammel net 1, , ,621 5 Keterangan : X1 = Aspek teknologi X2 = Aspek biologi X3 = Aspek keberlanjutan Gabungan penilaian tersebut memberi ilustrasi kelebihan dan kekurangan suatu alat tangkap dibandingkan dengan alat tangkap lainnya dalam mendukung pengelolaan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Agar dapat ditentukan urutan prioritas setiap alat tangkap berdasarkan gabungan penilaian aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan, maka perlu dilakukan standarisasi. Tabel 12 menyajikan hasil standarisasi penilaian aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan (secara gabungan) dari jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), jaring lingkar (JL), payang, pukat cincin, jaring klitik (JK), pukat udang, pukat pantai, dan trammel net di perairan utara Aceh.

76 58 Tabel 12 Standarisasi penilaian aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan alat tangkap ikan pelagis kecil Alat Tangkap V1 V2 V3 VA UP Pukat Ikan 0,137 0,417 0,075 0,628 7 Payang 0,130 0,750 0,552 1,432 4 Pukat Pantai 0,824 0,250 0,447 1,522 3 Pukat cincin 0,972 0,625 0,805 2,403 2 Jaring Insang Hanyut 1,000 1,000 1,000 3,000 1 Jaring Lingkar 0,093 0,417 0,190 0,700 6 Jaring Klitik 0,109 0,000 0,093 0,202 9 Jaring Insang Tetap 0,000 0,208 0,000 0,208 8 Trammel Net 0,327 0,625 0,432 1,383 5 Berdasarkan Tabel 12, jaring insang hanyut (JIH) merupakan alat tangkap yang paling unggul (prioritas pertama) dari gabungan penilaian aspek teknik, teknologi dan keberlanjutan untuk dikembangkan di perairan utara Aceh. Alat tangkap tersebut mempunyai nilai fungsi (VA) 3,00 dari gabungan penilaian aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan. Pukat cincin merupakan alat tangkap unggulan kedua dari gabungan penilaian aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan untuk dikembangkan di perairan utara Aceh (VA=2,403). Pukat pantai merupakan alat tangkap unggulan ketiga dari gabungan penilaian aspek teknik, teknologi, dan keberlanjutan untuk dikembangkan di perairan utara Aceh(VA=1,522). Sedangkan unit penangkapan terakhir yang menjadi pilihan dari gabungan penilaian ketiga aspek tersebut adalah unit penangkapan payang dengan nilai VA 1,432. Untuk menjaga kelangsungan pemanfaatan potensi ikan pelagis kecil yang mencapai ton per tahun serta kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh, maka pengembangan ke depan harus memilih alat tangkap yang tepat dan unggul berdasarkan gabungan dari semua aspek pengelolaan yang ada. Jaring insang hanyut (JIH), pukat cincin, pukat pantai, dan payang dapat diandalkan untuk maksud ini. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa realisasi alat tangkap terpilih ini untuk mendukung pengembangan perikanan pelagis kecil, termasuk untuk menggantikan alat tangkap lainnya yang telah digunakan,

77 59 memang tidaklah mudah. Untuk itu, peran aktif pemerintah daerah dengan dukungan pihak-pihak terkait sangat diharapkan. Peran tersebut dapat dilakukan dalam semua aktivitas pengelolaan baik program pendampingan, bimbingan teknis, pelatihan, pemberdayaan, dan lainnya. 4.6 Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Pelagis Kecil Analisis finansial perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan pengusahaan keempat usaha perikanan pelagis kecil yang dinyatakan unggul dari aspek teknik,teknologi dan keberlanjutan terutama dalam memberi manfaat finansial yang layak bagi nelayan dan pelaku perikanan lainnya di lokasi. Hasil analisis kelayakan secara finansial ini juga memberi informasi tentang prospek investasi yang dilakukan pada usaha perikanan pelagis kecil tersebut, sehingga keputusan bisnis yang diambil lebih baik dalam mendukung pengembangan usaha perikanan pelagis kecil dalam jangka panjang di perairan utara Aceh. Hasil analisis terkait kelayakan empat usaha perikanan pelagis kecil (jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin, pukat pantai) terpilih tersebut akan diuraikan secara detail mulai dari kebutuhan biaya investasi, kebutuhan biaya operasional, penerimaan usaha, kelayakan dari nilai NPV, kelayakan dari nilai IRR, dan kelayakan dari nilai B/C ratio Biaya Investasi Usaha Perikanan Pelagis Kecil Untuk mendukung pemanfaatan potensi perikanan pelagis kecil yang berkelanjutan di perairan utara Aceh, usaha perikanan tangkap yang dikembangkan harus didukung dengan biaya investasi yang memadai. Jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin, pukat pantai, umumnya dikembangkan dalam skala menengah ke atas di lokasi. Hal ini disamping karena melibatkan banyak nelayan (anak buah kapal/abk), juga ukuran atau skala operasinya yang besar. Oleh karena itu, dibutuhkan biaya investasi yang cukup. Kondisi ini yang menjadikan beberapa nelayan kecil bergabung dengan pengusaha/nelayan besar yang menjadi pemilik salah satu dari usaha perikanan tersebut. Secara umum, biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengusahaan, jaring insang hanyut (JIH),

78 60 payang, pukat cincin, pukat pantai, terdiri dari: (a) investasi kapal, (b) investasi alat tangkap, dan (c) investasi alat pendukung penangkapan Biaya investasi usaha jaring insang Usaha perikanan dengan alat tangkap dari jenis jaring insang di lokasi terdiri atas jaring insang hanyut (JIH), kapal dan alat tangkap masing-masing dibutuhkan satu unit tangkap tersebut. Alat pendukung penangkapan cukup beragam, yaitu minimal mencakup mesin induk, mesin lampu, kompas, radio HT, palka, dan jerigen air. Peralatan pendukung tersebut juga disiapkan bersamaan dengan pengadaan kapal dan alat tangkap. Tabel 13 Biaya investasi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) Uraian JIH Kapal (10-15 Gt ) Alat Tangkap Mesin Induk Mesin Lampu Kompas Radio HT Palka Jerigen air Jumlah Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 13 menunjukkan bahwa biaya investasi yang dibutuhkan untuk usaha penangkapan ikan menggunakan jaring insang hanyut (JIH) adalah Rp Biaya terbesar digunakan untuk pengadaan kapal, yaitu sekitar Rp Ukuran kapal yang digunakan cukup besar, karena selain membawa alat tangkap (jaring insang) berukuran besar, menjamin keselamatan untuk perjalanan jauh dalam proses penangkapan ikan dan membawa ABK yang banyak untuk operasi alat tangkapnya. Alat tangkap jaring insang hanyut (JIH), membutuhkan biaya investasi masing-masing sekitar Rp Biaya ini digunakan untuk memperoleh alat tangkap ukuran besar lengkap dengan bahan pendukungnya seperti pelampung, pemberat, dan lainnya. Biaya investasi untuk

79 61 mesin induk jaring insang hanyut (JIH) sekitar Rp Dilihat dari harganya, mesin yang digunakan berukuran cukup besar untuk mendukung operasi penangkapan pada lokasi jauh di perairan utara Aceh yang menempuh perjalanan sampai 20 jam. Kapasitas mesin lampu yang dibutuhkan untuk jaring insang hanyut (JIH) cukup besar sekitar watt. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan mesin lampu jaring insang hanyut (JIH) sekitar Rp Mesin lampu ini hanya digunakan bila operasi penangakpan ikan pada malam hari. Kompas dan radio HT juga dibutuhkan untuk keperluan navigasi dan komunikasi selama melakukan penangkapan ikan. Kedua alat tersebut merupakan alat keselamatan untama bagi armada penangkapan. Palka juga merupakan bagian penting dalam operasi penangkapan ikan di perairan Aceh maupun perairan lainnya. Secara umum, palka disetiap unit penangkapan ikan tersebut ada dua buah untuk penyimpan hasil tangkapan dengan kapasitas yang cukup besar. Disamping diisi dengan hasil tangkapan juga diisi dengan es yang berfungsi mendinginkan hasil tangkapan supaya tetap segar. Jerigen digunakan untuk membawa air tawar yang dibutuhkan selama operasi penangkapan ikan Biaya investasi usaha pukat kantong Usaha perikanan jenis pukat kantong di perairan utara Aceh terdiri atas payang dan pukat pantai. Setiap usaha perikanan tersebut membutuhkan satu unit kapal dan satu unit alat tangkap. Seperti halnya pada jaring insang, alat pendukung penangkapan yang dibutuhkan pada unit penangkapan ikan juga beragam. Alat pendukung penangkapan yang dibutuhkan diantaranya mesin induk, mesin lampu, kompas, radio HT, palka, jerigen air. Tabel 14 memperlihatkan biaya investasi yang dibutuhkan untuk usaha perikanan tangkap menggunakan payang dan pukat pantai berturut-turut adalah Rp dan Untuk payang dan pukat pantai biaya investasi terbesar digunakan untuk pengadaan kapal, yaitu masing-masing mencapai Rp dan Rp Biaya investasi pukat pantai tertinggi digunakan untuk pengadaan alat tangkap yang mencapai Rp Ukuran kapal yang digunakan untuk operasi payang biasanya sekitar GT.

80 62 Sedangkan ukuran kapal untuk operasi pukat pantai umumnya lebih kecil, yaitu sekitar 10 GT. Kapal untuk payang lebih besar karena alat tangkap yang dioperasikan berukuran besar (berukuran m dan mempunyai kantong). Disamping itu, operasi payang termasuk aktif di atas kapal, dimana pada saat setting maupun hauling, semua ABK terlibat bekerja memasang dan menarik kembali alat tangkap tersebut ke atas kapal setiap kali operasi penangkapan ikan. Tabel 14 Biaya investasi usaha perikanan payang (Py) dan pukat pantai (PP) Uraian Investasi (Rp) Py PP Kapal ( Gt ) Alat Tangkap Mesin Induk Mesin Lampu Kompas Radio HT Palka Jerigen air Jumlah Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Biaya investasi untuk alat tangkap payang dan pukat pantai berturut-turut mencapai Rp dan Rp Alat tangkap payang tersebut umumnya mempunyai panjang 150 meter dan tinggi/kedalaman 5 meter, sedangkan alat tangkap pukat pantai mempunyai panjang meter dan kedalaman 5-8 meter. Biaya investasi mesin induk mencapai Rp untuk payang dan Rp untuk pukat pantai. Investasi mesin pukat pantai termasuk paling rendah karena operasinya hanya di sekitar pantai dengan cara alat tangkap ditarik oleh ABK ke pinggir pantai, sehingga tidak membutuhkan mesin penggerak yang terlalu besar. Jumlah ABK yang dibutuhkan dalam operasi pukat pantai ini sekitar 20 orang yang terbagi dalam dua kelompok (masing-masing 10 orang). Secara umum, ukuran mesin induk untuk payang lebih besar karena

81 63 operasi penangkapan dilakukan dengan cara menarik alat tangkap secara terusmenerus oleh kapal ikan. Biaya investasi mesin lampu untuk payang berturut-turut adalah Rp dan Rp Kapasitas mesin lampu ini relatif rendah karena kedua alat tangkap lebih banyak dioperasikan pada siang hari. Pukat pantai tidak membutuhkan mesin lampu, bila trip penangkapan lebih dari satu hari biasanya ABK lebih suka beristirahat ke pinggir pulau terdekat (tidak ada aktivitas malam hari di atas kapal). Palka dibutuhkan untuk penyimpanan hasil tangkapan, dan biasanya dibuat sedikit lebih besar untuk juga menampung es sebagai pendingin hasil tangkapan. Biaya investasi palka di payang dan pukat pantai berturut-turut adalah Rp , dan Rp Jeringen air juga merupakan peralatan pendukung yang perlu disiapkan untuk mendukung operasi penangkapan ikan terutama yang trip penangkapannya memakan waktu selama beberapa hari. Biaya investasi untuk jeringen air ini di payang dan pukat pantai berturut-turut adalah Rp , dan Rp Biaya investasi usaha pukat cincin Usaha pukat cincin merupakan usaha perikanan pelagis kecil paling banyak dikembangkan di perairan utara Aceh. Skala pengusahaan pukat cincin juga relatif lebih besar dibandingkan usaha perikanan lainnya. Jenis barang investasi yang dibutuhkan dalam pengusahaan purse seine ini diantaranya adalah kapal, alat tangkap, mesin induk, mesin lampu, echosounder, roller, kompas, palka, jerigen air, dan pelampung permanen. Pada Tabel 15 menunjukkan biaya investasi yang dibutuhkan untuk usaha perikanan pukat cincin di perairan utara Aceh sebesar Rp Biaya investasi tertinggi digunakan untuk pengadaan kapal 30 GT yang mencapai Rp Sedangkan biaya investasi pengadaan alat tangkap jaring sekitar Rp Jaring pukat cincin yang didapatkan dengan biaya investasi tersebut mempunyai ukuran panjang sekitar meter dan tinggi/kedalaman 28,35-45 meter. Dibandingkan usaha perikanan lainnya, usaha perikanan purse seine memiliki peralatan pendukung yang lebih komplit. Echosounder dan kompas merupakan alat bantu utama yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan

82 64 menggunakan purse seine. Kedua alat bantu ini sangat membantu untuk menjangkau fishing ground yang jauh yang dianggap potensi di perairan utara Aceh. Biaya investasi echosounder dan kompas ini masing-masing sekitar Rp dan Rp Tabel 15 Biaya investasi usaha perikanan pukat cincin Uraian Investasi (Rp) Kapal Pukat Cincin Alat Tangkap Jaring Mesin Induk Mesin Lampu 950 Watt Echosounder Roller Kompas Palka (2 buah) Jerigen air (20 buah) Pelampung Permanen Jumlah Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Roller sangat dibutuhkan untuk membantu hauling jaring pukat cincin, sehingga hasil tangkapan dapat dengan cepat ditarik ke atas kapal. Pelampung permanen dibutuhkan sebagai pengikat atau tempat bertumpu ujung jaring pukat cincin pada saat setting dilakukan, sehingga jaring pukat cincin dapat melingkar lebih sempurna dalam memerangkap ikan pelagis kecil sasaran. Biaya investasi untuk roller dan pelampung permanen ini berturut-turut sekitar Rp dan Rp Mesin lampu dibutuhkan bila dilakukan operasi pada malam hari terutama bila trip penangkapan dilakukan dalam beberapa hari. Biaya investasi mesin lampu ini sekitar Rp Palka sangat dibutuhkan untuk menyimpan hasil tangkapan dan biasanya selalu dilengkapi dengan es sehingga hasil tangkapan tersebut tetap segar hingga di daratan. Biaya investasi palka pada usaha purse seine ini sekitar Rp Jerigen air digunakan untuk membawa air tawar

83 65 yang dibutuhkan ABK selama operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine ini, dengan nilai investasi sekitar Rp Biaya Operasional Usaha Perikanan Pelagis Kecil Secara umum, usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh biasanya membutuhkan biaya operasional yang cukup besar karena umumnya dilakukan dalam skala besar dan operasinya melibatkan banyak orang. Biaya operasional harus tersedia setiap trip saat nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan. Di perairan utara Aceh, operasi penangkapan ikan menggunakan jaring insang ini dapat dilakukan sepanjang tahun baik pada musim puncak, biasa, maupun musim pacekelik Biaya operasional usaha jaring insang Setiap jenis alat tangkap mempunyai jumlah trip tersendiri untuk beroperasi secara normal setiap tahunnya, dan hal ini sangat dipengaruhi oleh jumlah hari dibutuhkan untuk setiap tripnya. Jumlah hari rata-rata yang dibutuhkan untuk setiap trip operasi penangkapan ikan menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring lingkar (JL), dan trammel net berturut-turut adalah 4 hari, 1 hari, dan 3 hari. Dengan memperhatikan jumlah hari per trip secara normal, operasi penangkapan ikan menggunakan jaring insang hanyut (JIH), jaring lingkar (JL), dan trammel net dapat dilakukan berturut-turut sebanyak 48 trip, 200 trip, dan 48 trip untuk setiap tahunnya. Pada musim puncak, kegiatan penangkapan dapat dilakukan lebih sering, sehingga trip penangkapan pada musim ini bisa lebih banyak, sedangkan pada musim paceklik hasil tangkapan sedikit sehingga nelayan jarang berangkat melaut (trip penangkapan sedikit). Setiap tahun, musim pacekelik biasanya terjadi pada bulan Juni-Juli, musim penangkapan terjadi pada Agustus-Desember, dan musim puncak terjadi pada bulan Januaru-Mei. Setiap trip operasi tersebut membutuhkan biaya untuk pengadaan bahan kebutuhan operasi penangkapan yang terdiri dari solar atau bensin sebagai bahan bakar, minyak tanah, oli, es, air tawar, dan perbekalan.

84 66 Pemenuhan kebutuhan untuk operasional tersebut dapat dipenuhi semuanya di perairan utara Aceh dengan basis di Lampulo. Suku cadang tertentu yang sifatnya umum dibutuhkan bagi mesin dan badan kapal seperti rantai, as, kipas, dan lainnya juga dapat diadakan secara cepat di lokasi dan bila tidak dapat di pesan ke lokasi lain, misalnya ke pusat kota Banda Aceh atau ke Medan. Tabel 16 Biaya operasional jaring insang hanyut (JIH) Biaya Operasional (Rp/tahun) Uraian JIH Minyak Tanah Bensin Solar Oli Es Balok Air Tawar Ransum Jumlah Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 16 menunjukkan solar termasuk biaya operasi paling besar dari jaring insang hanyut (JIH) yaitu masing-masing mencapai Rp per tahun. Hasil analisis detail terkait kebutuhan biaya operasional jaring insang hanyut (JIH) pada Lampiran Kebutuhan solar tersebut termasuk banyak karena daerah penangkapan yang cukup jauh, dengan perjalanan biasa mencapai jam. Oli digunakan untuk mendukung operasi kapal ke/dari lokasi daerah penangkapan (fishing ground) yang kebutuhannya bervariasi setiap usaha perikanan pelagis kecil. Kebutuhan biaya operasional untuk oli bagi usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH) adalah Rp per tahun. Oli ini menjadi pelumas mesin induk maupun mesin lampu yang intensif digunakan dalam operasi penangkapan ikan. Campuran minyak tanah dan bensin digunakan untuk menghidupkan mesin induk dan mesin lampu pada kegiatan penangkapan ikan di malam hari. Air tawar digunakan untuk kebutuhan ABK selama operasi

85 67 dan lainnya. Penggunaan air tawar dalam operasi penangkapan menggunakan jaring insang termasuk besar mengingat waktu operasi per trip yang bisa berharihari. Jumlah ABK untuk setiap trip operasi penangkapan jaring insang hanyut (JIH), sekitar 12 orang. Jumlah ABK tersebut termasuk banyak karena alat tangkap jaring insang yang digunakan nelayan di perairan Utara Aceh berukuran sedang dan besar. Untuk tiap operasi jaring insang hanyut (JIH) dibutuhkan perbekalan personil cukup banyak yaitu mencapai Rp per tahun. Perbekalan dapat berupa makanan, snack, kopi, teh, rokok, dan lainnya sesuai dengan selera dan kebiasaan nelayan di lokasi Biaya operasional usaha pukat kantong Di perairan utara Aceh, operasi penangkapan ikan menggunakan payang dan pukat pantai berturut-turut dapat dilakukan sebanyak 210 trip per tahun dan 92 trip per tahun. Seperti halnya usaha jaring insang, jumlah trip yang berbeda-beda untuk payang dan pukat pantai ini dipengaruhi oleh jumlah hari operasi untuk setiap trip penangkapan ikan, musim, dan kondisi cuaca. Kondisi laut yang berombak besar atau angin kencang akan mengurangi jumlah trip nelayan menangkap ikan karena mengutamakan faktor keselamatan. Kondisi musim dan cuaca (terutama suhu) sangat mempengaruhi migrasi ikan di perairan, dimana alat tangkap jenis pukat ini didesain untuk mengejar gerombolan ikan di perairan, dan tidak dapat membuat ikan tertarik mendekat seperti yang terjadi dalam operasi penangkapan ikan menggunakan jaring insang, yaitu dengan lampu. Sebagaimana halnya pada operasi penangkapan menggunakan jaring insang, operasi menggunakan payang dan pukat pantai dapat dilakukan baik pada musim puncak, musim sedang, maupun musim pacekelik. Kebutuhan biaya operasional untuk setiap musim tersebut relatif sama, meskipun jumlah hasil tangkapan ikan yang didapat bisa saja berbeda-beda. Biaya oprerasional akan bertambah atau berkurang setiap tripnya apabila jumlah hari operasional bertambah atau berkurang. Biaya yang akan bertambah atau berkurang biasanya bahan bakar dan ransum. Secara umum setiap tripnya akan menghabiskan biaya operasional seperti pada tabel 17.

86 68 Tabel 17 Kebutuhan biaya operasional payang (Py) dan pukat pantai (PP) Uraian Biaya Operasional (Rp/tahun) Py PP Minyak Tanah Bensin Solar Oli Es Balok Air Tawar Ransum Jumlah Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 17 menunjukkan biaya operasional total payang dan pukat pantai masing-masing mencapai Rp per tahun dan Rp per tahun. Biaya operasional ini umumnya merupakan bahan bakar solar untuk menjalankan kapal. Biaya pengadaan solar dalam operasi penangkapan ikan menggunakan payang dan pukat pantai berturut-turut adalah Rp , dan Rp Biaya solar pukat pantai termasuk lebih kecil dibandingkan dua usaha perikanan pelagis kecil lainnya dari jenis pukat kantong ini karena pengoperasiannya hanya dilakukan di perairan terdekat (di sekitar pantai). Untuk bensin dan minyak tanah, penggunaannya dalam operasi payang dan pukat pantai juga tidak banyak. Hal ini karena payang dan pukat pantai umumnya dioperasikan pada siang hari, sehingga tidak membutuhkan penerangan lampu. Minyak tanah dan bensin tersebut tetap dibutuhkan untuk campuran bahan bakar mesin terutama pada saat menghidupkan mesin dan juga untuk lampu yang digunakan ABK pada malam hari. Pencampuran tersebut merupakan upaya masyarakat nelayan untuk mensiasati harga bensin yang semakin mahal. Biaya pengadaan es dalam operasi penangkapan ikan menggunakan payang dan pukat pantai masing-masing sekitar Rp per tahun dan Rp per tahun. Jumlah es untuk pukat pantai termasuk sedikit karena hasil tangkapan yang diperoleh dapat langsung dibawa ke pasar melalui jalur darat di pantai terdekat.

87 69 Air tawar dibutuhkan untuk pengoperasian payang dan pukat pantai juga berbeda-beda dipengaruhi oleh jumlah hari operasi setiap tripnya dan jumlah ABK yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan. Biaya pengadaan air tawar untuk pengoperasian payang dan pukat pantai berturut-turut adalah Rp per tahun dan Rp per tahun. Biaya perbekalan yang dibutuhkan untuk pengoperasian payang dan pukat pantai berturut-turut adalah Rp per tahun dan Rp per tahun. Perbekalan untuk pukat pantai termasuk paling banyak dibandingkan dua usaha pukat kantong lainnya karena jumlah ABK yang ikut serta banyak dalam setiap operasi penangkapan ikan (sekitar 20 orang) Biaya operasional usaha pukat cincin Setiap tahun, operasi penangkapan ikan menggunakan pukat cincin di perairan utara Acehdapat dilakukan sebanyak 67 trip. Jumlah hari operasi setiap tripnya rata-rata 3 hari. Bila hasil tangkapan banyak, jumlah hari operasi setiap tripnya bisa lebih singkat (1-2 hari), sedangkan bila hasil tangkapannya kurang baik, jumlah hari operasi setiap tripnya bisa sampai 1 minggu. Tabel 18 Kebutuhan biaya operasional pukat cincin Uraian Biaya Operasional (Rp/tahun) Minyak Tanah Bensin Solar Oli Es Balok Air Tawar Ransum Jumlah Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 18 menunjukkan biaya operasional total pukat cincin mencapai Rp per tahun atau sekitar Rp per trip. Kebutuhan biaya operasional terbesar digunakan untuk pengadaan solar yaitu sekitar Rp per tahun atau Rp per trip. Bensin dan minyak tanah

88 70 digunakan untuk mesin lampu bila ada operasi penangkapan ikan pada malam hari dan untuk start mesin induk. Penggunaan minyak tanah dilakukan untuk mensiasati mahalnya bahan bakar untuk menghidupkan mesin kapal. Minyak tanah juga digunakan untuk keperluan memasak ABK selama operasi penangkapan ikan pelagis kecil menggunakan pukat cincin. Biaya pengadaan es balok dalam operasi penangkapan menggunakan pukat cincin sekitar Rp per tahun. Es balok merupakan kebutuhan terbesar kedua setelah solar. Hal ini karena operasi setiap trip untuk alat tangkap pukat cincin dapat dilakukan selama beberapa hari (rata-rata 3 hari), sehingga es sangat dibutuhkan untuk membuat hasil tangkapan tetap segar. Bahkan, nelayan telah terbiasa membawa es untuk menjaga mutu ikan meskipun lama waktu operasional hanya 1 hari. Hal ini dilakukan karena nelayan sadar akan kualitas ikan akan mempengaruhi harga ikan hasil tangkapan. 4.8 Penerimaan Usaha Perikanan Pelagis Kecil Penerimaan yang diperoleh nelayan dari operasi penangkapan ikan pelagis kecil menggunakan jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin, dan pukat pantai, dapat dihitung dari hasil tangkapan yang diperoleh setiap trip operasi penangkapan. Jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap oleh kesembilan alat tangkap tersebut di perairan utara Acehrelatif sama. Sebagaimana dijelaskan pada Bab 4, hasil tangkapan tersebut umumnya mencakup ikan layang, selar, teri dan kembung. Jumlah hasil tangkapan pada musim puncak cukup berbeda dengan musim biasa dan musim paceklik. Tabel 20 menyajikan jumlah hasil tangkapan ikan untuk jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin, dan pukat pantai di perairan utara Nanggroe Aceh Darussalam.

89 71 Tabel 19 Jumlah hasil tangkapan per trip usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh Hasil Tangkapan (kg/trip) Usaha Perikanan Paceklik Sedang Puncak Payang ,84 Pukat Pantai ,34 Pukat Cincin ,90 Jaring Insang Hanyut ,70 Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 19 menunjukkan pukat cincin dan jaring insang hanyut (JIH) merupakan usaha perikanan pelagsi kecil dengan hasil tangkapan terbanyak pada setiap musim. Perbedaan hasil tangkapan setiap musim menyebabkan harga jual hasil tangkapan ikan pada ketiga musim juga berbeda-beda. Pada musim paceklik, harga jual rata-rata hasil tangkapan ikan pelagis kecil sekitar Rp per kg, musim sedang karena jumlah ikan lebih banyak harga sedikit turun menjadi Rp per kg, dan pada musim puncak turun menjadi sekitar Rp per kg. Dari hasil tangkapan dan harga jual tersebut dapat ditentukan kisaran penerimaan keempat alat tangkap tersebut untuk setiap tripnya di perairan utara Nanggroe Aceh Darussalam. Rekapan penerimaan kesembilan usaha perikanan tangkap tersebut dalam skala tahunan disajikan pada Tabel 20 Perhitungan detail penerimaan setiap usaha perikanan pelagis kecil disajikan pada Lampiran Tabel 20 Penerimaan usaha perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh Usaha Perikanan Penerimaan (Rp/tahun) Paceklik Sedang Puncak Total Payang Pukat Pantai Pukat Cincin Jaring Insang Hanyut Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 20 menunjukkan total penerimaan yang termasuk tinggi didapatkan oleh usaha perikanan pukat cincin, jaring insang hanyut (JIH), dan pukat pantai

90 72 yaitu berturut-turut Rp per tahun, Rp per tahun, dan Rp per tahun. Namun berdasarkan musim, jumlah penerimaan pukat cincin dan jaring insang hanyut (JIH) lebih stabil, sedangkan untuk pukat pantai menurun drastis pada paceklik. 4.9 Kelayakan Usaha Perikanan Pelagis Kecil Analisis kelayakan usaha berdasarkan parameter finansial merupakan analisis penting mengetahui layak tidaknya suatu usaha perikanan pelagis kecil untuk dikembangkan terus sebagai penopang kehidupan mesayarakat pesisir dan ekonomi daerah di Aceh. Analisis kelayakan usaha juga penting untuk mengetahui posisi tawar usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin, dan pukat pantai bila akan diusahakan sebagai usaha unggulan di lokasi. Analisis kelayakan jaring insang hanyut (JIH) payang, pukat cincin, dan pukat pantai diharapkan dapat menemukan usaha perikanan alternatif untuk pengembangan jenis produk perikanan pelagis kecil komoditas unggulan yang berorientasi ke pasar baik jumlah, kualitas, maupun harganya, tanpa meninggalkan mekanisme operasi yang ramah lingkungan. Untuk memastikan hal ini dan kemungkinan pengembangan yang lebih baik ke depan, analisis kelayakan usaha perikanan tersebut berdasarkan kriteria/parameter finansial standar dianggap perlu dilakukan. Parameter finansial yang dianalisis terkait kelayakan jaring insang hanyut (JIH) payang, pukat cincin, pukat pantai adalah Net Present Value (NPV), Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C), dan Internal Rate Return (IRR). Hasil analisisnya diuraikan pada Bagian pada Bab 6 ini Nilai Net Present Value (NPV) usaha perikanan pelagis kecil Nilai Net Present Value (NPV) dibutuhkan untuk mengetahui kelayakan position usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin dan pukat pantai berdasarkan selisih antara nilai sekarang (present) dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu selama masa operasi (umur teknis) usaha perikanan tersebut. Tingkat bunga yang dijadikan pertimbangan mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia (2010) tentang bunga deposito, yaitu sekitar 6,25 %. Analisis ini merupakan nilai Net Present Value

91 73 (NPV) usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin dan pukat pantai. Tabel 21 Nilai Net Present Value (NPV) usaha perikanan pelagis kecil Usaha Perikanan Standar NPV Keterangan Payang > ,74 Layak Pukat Pantai ,23 Layak Purse Seine ,00 Layak Jaring Insang Hanyut ,38 Layak Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 21 menunjukkan pukat cincin mempunyai nilai NPV paling tinggi yaitu mencapai Rp ,00. Hal ini menunjukkan bahwa pukat cincin dapat memberikan keuntungan bersih sebesar Rp 7,893,583, selama masa operasinya jika diukur dari nilai sekarang yaitu setelah mengakomodir keberadaan suku bunga bank sekitar 6,25 %. Masa operasi (umur teknis) usaha perikanan di perairan utara Acehdapat mencapai 8 tahun. Umur teknis ini diukur dari ketahanan kapal/armada penangkapan ikan untuk digunakan secara normal dalam operasi penangkapan ikan. Usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), pukat pantai, dan payang juga keuntungan bersih yang tinggi berdasarkan nilai sekarang, karena penerimaannya juga baik sepanjang tahun, sementara biaya operasionalnya juga relatif standar. Bila mengacu kepada standar yang dipersyaratkan, keempat usaha perikanan pelagis kecil, yaitu jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin dan pukat pantai, layak dikembangkan di perairan utara Acehterutama untuk mendukung peningkatan produksi ikan pelagis kecil komditas unggulan Nilai Internal Rate Return (IRR) usaha perikanan pelagis kecil Nilai Internal Rate Return (IRR) perlu dianalisis untuk mengetahui batas untung rugi suatu usaha perikanan pelagis kecil. Hasil analisis terkait nilai Internal Rate Return (IRR) usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), payang, purse seine, pukat pantai disajikan pada Tabel 23.

92 74 Tabel 22 Nilai Internal Rate Return (IRR) usaha perikanan pelagis kecil Usaha Perikanan Standar IRR Keterangan Payang > 6.25 % 56,04% Layak Pukat Pantai 157,21% Layak Pukat Cincin 127,38% Layak Jaring Insang Hanyut 144,28% Layak Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 22 menunjukkan pukat pantai merupakan usaha perikanan dengan nilai IRR tertinggi, yaitu 157,21 %. Nilai IRR 157,21 % tersebut menunjukkan bahwa menginvestasikan uang pada usaha perikanan pukat pantai di perairan utara Acehdapat mendatangkan keuntungan sekitar 157,21 % per tahunnya. Jaring insang hanyut (JIH), pukat cincin, juga mempunyai IRR yang tinggi, yaitu berturut-turut 144,28 %, 127,38 %, dan 76,72 %. Bila dibandingkan dengan suku bunga bank yang berlaku hanya 6,25 % (bunga deposito), keempat usaha perikanan tersebut memberikan keuntungan yang tinggi. Terkait dengan ini, maka menginvestasikan uang pada usaha perikanan pukat pantai, jaring insang hanyut (JIH), pukat cincin, jauh lebih baik daripada menyimpang uang tersebut di bank, karena bank hanya akan memberikan bunga 6,25 % per tahun. Nilai IRR untuk payang juga lebih tinggi dari suku bunga bank yang berlaku (6,25 %) Nilai Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) usaha perikanan pelagis kecil Nilai Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) dapat membantu melihat kelayakan usaha perikanan berdasarkan perimbangan antara penerimaan usaha perikanan tersebut dengan pembiayaan yang dikeluarkan untuk mengoperasikannya. Usaha perikanan pelagis kecil dikatakan layak bila mempunyai nilai B/C Ratio yang lebih besar dari 1 (satu) atau dengan kata lain penerimaan usaha perikanan tangkap lebih besar daripada pembiayaannya.

93 75 Tabel 23 Nilai Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) usaha perikanan pelagis kecil Usaha Perikanan Standar R/C Keterangan Payang >1 1,36 Layak Pukat Pantai 1,60 Layak Pukat Cincin 1,51 Layak Jaring Insang Hanyut 1,42 Layak Sumber : Hasil analisis data lapang (2010) Tabel 23 menunjukkan usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), payang, purse seine, pukat pantai, layak dilakukan di perairan utara Aceh karena mempunyai nilai B/C Ratio>1. Usaha perikanan pukat pantai, pukat cincin, dan jaring insang hanyut (JIH) mempunyai nilai B/C Ratio tinggi yaitu berturut-turut 1,60, 1,51, dan 1,42. Hal ini berarti bahwa penerimaan usaha perikanan pelagis kecil ini dapat dengan mudah menutupi semua pembiayaan yang dikeluarkan untuk operasi penangkapan ikan di perairan utara Aceh. Untuk pukat pantai misalnya, setiap 1 (satu) satuan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha di perairan utara Acehakan mendatangkan penerimaan bersih sekitar 1,60 satuan. Hal yang sama juga untuk pukat cincin dan jaring insang hanyut (JIH), dimana setiap 1 satuan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha pukat cincin dan jaring insang hanyut akan mendatangkan penerimaan bersih masing-masing 1,51 satuan dan 1,42 satuan. Bila melihat secara keseluruhan dari hasil analisis kelayakan (NPV, IRR, dan B/C Ratio) yang dilakukan, maka empat dari sembilan usaha perikanan tersebut termasuk layak dikembangkan di perairan utara Aceh. Usaha perikanan yang layak ini adalah jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin, pukat pantai. Empat usaha perikanan pelagis kecil yang dianggap layak dapat terus dibina sehingga mendukung produksi ikan jenis komoditas unggulan di lokasi. Bila hal ini dapat terus dilakukan maka ini dapat mendukung perbaikan kesejahteraan nelayan dan peningkatan kontribusi sektor perikanan bagi daerah.

94 Strategi Pengembangan Usaha Perikanan pelagis kecil Rancangan Hierarki Pengembangan Interaksi terpadu semua komponen yang terkait dengan pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh perlu dibuat dalam bentuk struktur hierarki. Hal ini penting supaya strategi pengembangan perikanan pelagis kecil yang dipilih terutama mendukung pengelolaan produk perikanan pelagis kecil unggulan merupakan strategi terbaik, dalam artian telah mempertimbangkan semua aspek/komponen yang terkait dengan pengembangan baik secara horizontal maupun vertikal. Pemilihan alternatif strategi pengembangan perikanan pelagis kecil yang berkelanjutan di perairan utara Aceh sangat ditentukan oleh kepentingan stakeholders yang ada, kondisi pengelolaan saat ini, dan alternatif strategi pengembangan yang ditawarkan. Hasil kajian pendahuluan yang dutinjau kembali dengan data lapang menunjukkan ada empat pihak terkait utama yang berkepentingan dengan pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh tersebut, yaitu nelayan, pengusaha, pemerintah, dan ilmuan/pakar. Untuk mendapatkan hasil yang menyeluruh dan akurat, maka analisis kepentingan pihak terkait tersebut harus dianalisis secara bertingkat, dimana setiap komponen diperbandingkan satu sama lainnya di tingkat yang sama dan hasilnya dikombinasikan dengan hasil pada hierarki/tingkatan atas maupun bawahnya. Untuk mendapatkan hasil yang menyeluruh dan akurat, analisis kepentingan stakeholders tersebut harus dianalisis secara bertingkat, dimana setiap komponen diperbandingkan satu sama lainnya di tingkat yang sama dan hasilnya dikombinasikan dengan hasil pada hierarki/tingkatan atas maupun bawahnya. Strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh ini juga dipengaruhi berbagai faktor pembatas pengelolaan, seperti potensi sumberdaya ikan (SDI) yang ada, kondisi teknis dan teknologi penangkapan ikan yang dikuasai, tuntutan keberlanjutan pengelolaan, dan kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha. Kondisi faktor pembatas ini akan menentukan dan mempengaruhi pemenuhan kepentingan stakeholders yang ada, sehingga dalam struktur hierarki AHP berada di level 3.

95 77 Hasil analisis analisis memberi arahan dalam pemilihan alternatif strategi yang ditawarkan. Ada enam pilihan strategi yang dapat ditawarkan untuk pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh, yaitu : 1) Pengembangan zona pemanfaatan dan zona restocking 2) Pembinaan sumberdaya manusia perikanan 3) Pengembangan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan 4) Perbaikan sistem pengelolaan sarana dan prasarana perikanan 5) Pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan 6) Perbaikan manajemen usaha perikanan Namun demikian, pelaksanan strategi pengembangan tersebut tentu tidak bisa sekaligus terutama karena dana terbatas untuk setiap daerah termasuk Aceh. Analisis terkait strategi ini diharapkan dapat menemukan strategi prioritas yang dapat mengakomodir kepentingan stakholders dan berbagai keterbatasan yang ada di lokasi. Gambar 13 menyajikan hasil perancangan struktur hierarki strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh dengan memperhatikan lingkup stakeholders yang berkepentingan, faktor pembatas, dan alternatif strategi yang ditawarkan. Untuk mengakomodir kepentingan semua komponen terkait baik kepentingan stakeholders maupun kepentingan untuk mengakomodir keterbatasan yang ada, data yang digunakan untuk analisis hierarki AHP merupakan pendapat/tanggapan dari perwakilan semua stakeholders dan komponen yang berinteraksi selama ini dengan kegiatan perikanan pelagis kecil di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam.

96 78 Tujuan Aktor Kriteria Alternatif Pengembangan Pemerintah Ekologi Pengembangan zona pemanfaatan & restocking Strategi Pengembangan usaha perikanan pelagis kecil Yang Berkelanjutan Pengusaha Ilmuan/Pakar Nelayan Ekonomi Teknologi Lingkungan Sosial Pembinaan sumberdaya manusia perikanan Pengembangan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan Perbaikan sistem pengelolaan sarana dan prasarana perikanan Pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan Perbaikan manajemen usaha perikanan Gambar 13 Struktur hierarki strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di Perairan Utara Aceh Hasil Analisis Kepentingan Stakeholders dan Komponen Pembatas Untuk memudahkan analisis menggunakan Program AHP (software TeamEC), maka stakeholders yang berkepentingan atau ingin dipenuhi kebutuhan atau keinginan perlu disingkat atau disimbulkan dengan huruf atau angka yang mudah dimengerti dan maksimum 8 karakter. Keempat stakeholders terkait masing-masing disingkat dengan ketentuan: - Pemerintah Daerah di Aceh, disingkat dengan PEMERINTAH - Pengusaha perikanan di Aceh, disingkat dengan PENGUSAHA - Ilmuan/pakar di bidang perikanan dan kelautan, disingkat dengan ILMUWAN - Nelayan di Aceh dan sekitarnya, disingkat dengan NELAYAN Berdasarkan analisis AHP didapatkan tingkat kepentingan setiap stakeholders yang terkait dengan strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh(Gambar 14). Nelayan merupakan pihak terkait yang paling berkepentingan dengan pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh dengan rasio kepentingan (RK=0,368) pada inconsistency terpercaya

97 79 0,03. Dikatakan terpercaya karena nilai inconsistency-nya masih di bawah batas maksimum yang disyaratkan, yaitu 0,1. Gambar 14 Rasio kepentingan stakeholders terkait. Tingginya rasio kepentingan nelayan ini terlihat dari komulasi perbandingan berpandangan diantara stakeholders terkait, dimana setiap kepentingan nelayan diperbandingkan dengann stakholders lainnya, maka selalu nilainya lebih tinggi. Hasil perbandingan tersebut menggunakan metode uji banding berpasangan (format AHP) disajikan pada Gambar 15. Gambar 15 menunjukkan bahwa kepentingan nelayan terkait pengembangan perikanan pelagis kecil lebih tinggi tiga kali dibandingkan pemerintah, dua kali dibandingkan ilmuan, dan sama tinggi dengan pengusaha. Pengusaha merupakan stakeholders yang berkepentingan tertinggi kedua terhadap pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan uitara Aceh, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,282 pada inconsistency terpercaya 0,03. Ilmuan dan pemerintah merupakan stakeholders yang berkepentingan ketiga dan terakhirr terhadap pengembangan pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh, yaitu masing-masing dengan RK 0,200 dan 0,150 pada inconsistency terpercaya 0,03.

98 80 Gambar 15 Hasil banding berpasangan (format AHP) diantara stakeholders terkait Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan Berdasarkan hasil identifikasi sebelumnya, beberapa komponen pembatas/prasyarat dalam pengelolaan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh adalah : 1). Potensi sumberdaya ikan (POT-SDI) 2). Kondisi teknis dan teknologi penangkapan ikan yang dikuasai (TEK-LOG) 3). Tuntutan keberlanjutan pengelolaan (T-LANJUT) 4). Kondisi ekonomi/kelayakan finasial usaha (EKONOM) Pembatas tersebut harus menjadi pertimbangan penting dari stakholders terkait untuk memilih alternatif strategi pengembangan perikanan pelagis kecil terbaik, sehingga strategi yang terpilih nantinya benar-benar merupakan strategi yang paling tepat. Gambar 16 menunjukkan bahwa komponen ekonomi/kelayakan finansial merupakan komponen pembatas/prasyarat yang paling penting dalam pandangan nelayan untuk diakomodir dalam pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kepentingan (RK) 0,338 pada inconsistency terpercaya 0,08 berdasarkan penilaian nelayan. Tuntutan keberlanjutan (T-Lanjut) dan potensi sumberdaya ikan (POT-SDI) merupakan komponen pembatas/prasyarat yang paling penting kedua dan ketiga menurut

99 81 pandangan nelayan terkait pengembangan perikanan pelagis kecil. Komponen teknis dan teknologi (TEK-LOG) merupakan komponen pembatas/prasyarat yang paling rendah kepentingannya menurut nelayan terkait pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh, yang ditunjukkan oleg kepentingan (RK) 0,154 (paling kecil) pada inconsistency terpercaya 0,08. Gambar 16 Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan menurut pandangan nelayan. Diantara empat pembatas/prasyarat yang ada, komponen ekonomi merupakan komponen pembatas paling penting menurut pandangan pengusaha terkait pengembangan pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kepentingan yang paling tinggi diantara empat komponen pembatas/prasyarat lainnya, yaitu 0,425 pada inconsistency terpercaya 0,02 (Gambar 17). Tingginya rasio kepentingan pengusaha ini besar kemungkinan karena pengusaha sangat memperhatikan aspek ekonomi dari usaha yang dijalankannya, misalnya IRR, NPV, dan B/C Ratio dari usaha yang dijalankannya sehingga benar-benar menguntungkan.

100 82 Gambar 17 Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan menurut pengusaha. Tuntutan keberlanjutan (T-LANJUT) dan teknis/teknologi (TEK-LOG) merupakan komponen pembatas yang berkepentingan kedua dan ketiga menurut pandangan pengusaha terkait pengembangan perikanan pelagis kecil yang ditunjukkan oleh rasio kepentingan (RK) 0,270 dan 0,161 pada inconsistency terpercaya 0,02. Potensi sumberdaya ikan (POT-SDI) merupakan komponen pembatas dengan kepentingan paling rendah (RK=0,144) dalam pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh. Gambar 18 Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan menurut pemerintah.

101 83 Menurut pemerintah, potensi sumberdaya ikan (POT-SDI) sama pentingnya dengan tuntutan berkelanjutan (T-LANJUT) dalam pengembangan usaha perikanan pelagis kecil. Keduanya juga merupakan komponen pembatas/prasyarat yang paling penting di lokasi, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) masingmasing 0,325 pada inconsistency terpercaya 0,06 (Gambar 19.). Komponen ekonomi merupakan komponen pembatas/prasyarat yang paling rendah kepentingannya dalam pandangan pemerintah dibandingkan empat komponen pembatas lainnya terkait pengembangan perikanan pelagis kecil di lokasi (RK=0,127 pada inconsistency terpercaya 0,06). Dalam pandangan ilmuan, tuntutan keberlanjutan (T-LANJUT) merupakan komponen pembatas/prsayarat pengelolaan yang paling berkepentingan dengan pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh (RK=0,356 pada inconsistency terpercaya 0,02) (Gambar 19). Potensi sumberdaya ikan (POT- SDI) dan teknis/teknologi (TEK-LOG) merupakan komponen pembatas yang berkepentingan kedua dan ketiga menurut pandangan ilmuan terkait pengembangan perikanan pelagis kecil di lokasi, yang ditunjukkan oleh rasio kepentingan (RK) masing-masing 0,26 dan 0,194 pada inconsistency terpercaya 0,02. Komponen ekonomi merupakan komponen pembatas/prasyarat dengan kepentingan paling rendah (RK = 0,124 pada inconsistency terpercaya 0,02.) menurut ilmuan terkait pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Gambar 19 Hasil analisis kepentingan komponen pembatas pengelolaan menurut pandangan ilmuan.

102 Hasil Analisis Prioritas Strategi Pengembangan Analisis prioritas ini merupakan tahapan akhir dari analisis AHP terkait penentuan prioritas strategi pengembangan perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh. Dalam analisis AHP, pilihan strategi pengembangan perikanan pelagis kecil yang ditawarkan, dapat disimbolkan dengan : 1). Pengembangan zona pemanfaatan dan zona restocking, disimbulkan dengan ZONA-RES 2). Pembinaan sumberdaya manusia perikanan, disimbulkan dengan BINA-SDM 3). Pengembangan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan, disimbulkan TEP-GUNA 4). Perbaikan sistem pengelolaan sarana dan prasarana perikanan, disimbulkan dengan SIS-SARP 5). Pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan, disimbolkan dengan KR- BIAYA 6). Perbaikan manajemen usaha perikanan, disimbolkan dengan PM-USAHA Hasil analisis rasio kepentingan setiap opsi strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh tersebut setelah diolah menggunakan sofware TeamEC ditunjukkan pada Gambar 20. Gambar 20 menunjukkan bahwa pilihan strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan (BINA-SDM) mempunyai rasio kepentingan paling tinggi dibandingkan lima pilihan strategi pengembangan perikanan pelagis kecil lainnya, yaitu mencapai 0,214 pada inconsistency terpercaya 0,05. Secara statistik, batas inconsistency yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 0,1. Dengan demikian opsi strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan (BINA-SDM) ini menjadi strategi prioritas untuk pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan Utara Aceh. Pilihan strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (PM-USAHA) menjadi prioritas kedua dalam mendukung pengelolaan perikanan pelagis kecil. Strategi PM-USAHA ini dapat mendorong pengusaha dan nelayan dalam pengelolaan usaha yang lebih baik sehingga lebih kompetitif dalam menghasilkan produk perikanan yang dibutuhkan pasar, terutama dari jenis ikan pelagis kecil.

103 85 Gambar 20 Hasil analisis prioritas strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil. Tingginya rasio kepentingan opsi strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan ini sudah terlihat dari interaksi beberapa komponen pembatas/prasyarat, seperti interaksi pembatas potensi sumberdaya ikan (POT-SDI) dalam pandangan pengusaha dan interaksi pembatas tuntutan keberlanjutan (T-LANJUT) dalam pandangan ilmuan. Gambar 21 menunjukkan bahwa pilihan strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan (BINA-SDM) mempunyai kepentingan (importance) paling tinggi dibandingkan lima opsi strategi lainnya terkait pengembangan usaha perikanan pelagis kecil. Dalam pandangan pengusaha, pilihan strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan (BINA SDM) lebih penting dua kali daripada pengembangan zona pemanfaatan dan zona restocking (ZONA-RES), dan lebih penting tiga kali daripada perbaikan sistem pengelolaan sarana dan prasarana perikanan (SIS-SARP) maupun pengembangan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan (TEP-GUNA).

104 86 Gambar 21 Matriks analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas potensi sumberdaya ikan dalam pandangan pengusaha. Gambar 21 menunjukkan bahwa pilihan strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan mempunyai kepentingan (importance) paling tinggi dibandingkan lima pilihan strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil lainnya. Dalam pandangan ilmuan, opsi strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan (BINA SDM) lebih penting dua kali daripada pengembangan zona pemanfaatan dan restocking (ZONA-RES) dan lebih penting tiga kali daripada pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan (KR-BIAYA). Bila melihat rasio kepentingannya, maka terkait tuntutan keberlanjutan (T- LANJUT) dalam pandangan ilmuan ini, opsi strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan ini mempunyai rasio kepentingan 0,260 pada inconsistency terpercaya 0,05. Pilihan strategi teknologi tepat guna (TEP-GUNA) mempunyai rasio kepentingan 0,193 pada inconsistency terpercaya 0,05 dan pilihan strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (PM-USAHA) 0,168 pada inconsistency terpercaya 0,05. Sumbangan nilai rasio kepentingan parsial inilah yang menjadikan pembinaan sumberdaya manusia perikanan sebagai strategi prioritas (Gambar 22) untuk pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan Utara Provinsi Aceh.

105 87 Gambar 22. Matriks analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas/kriteria tuntutan keberlanjutan dalam pandangan nelayan Pembahasan Potensi sumberdaya ikan pelagis Potensi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil yang mencapai ton per tahun (Gambar 7), perlu dimanfaatkan dengan baik sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat pesisir di perairan utara Aceh. Menurut Hanna (1995), peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal harus menjadi tujuan dari setiap kegiatan pengelolaan sumberdaya alam, partisipasi mereka perlu diakomodir secara optimal dan disertai dengan pembinaan yang terus meneurus. Hal ini karena masyarakat lokal dan pihak terkait yang dekat dengan potensi perikanan yang sehari-hari aktivitasnya di kawasan tersebut. Produksi perikanan pada tahun 2009 yang hanya mencapai 4.672,2 ton per tahun atau sekitar 30% dari potensi lestari sumberdaya ikan yang ada tentu memberi ruang untuk pengembangan produksi perikanan pelagis kecil di perairan utara Acehini. Bila mengacu kepada ketentuan Food and Agriculture Organization (FAO) (2005), maka tingkat produksi ini berada dalam range

106 88 rendah sampai moderat, sehingga masih leluasa untuk dimanfaatkan. Menurut Fauzi (2005) pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara selektif dengan memilih beberapa produk perikanan yang dijadikan unggulan, dan selanjutnya pemerintah menetapkan regulasi untuk implementasi pengelolaannya. Bila melihat pola produksi/hasil tangkapan rata-rata yang didapat nelayan pada semua kuartal, maka ikan teri, layang, dan kembung dapat dijadikan sebagai komoditas unggulan untuk jenis ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Produksi ketiga jenis ikan pelagis kecil ini cukup dominan (Gambar 12) dan dapat diperolah nelayan setiap kwartalnya (Gambar 8-11). Mamuaya et al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa produksi ikan yang stabil dengan nilai yang cukup tinggi dapat menjamin keberlanjutan ekonomi perikanan bagi daerah sekitarnya. Ekonomi perikanan akan berkembang dengan baik sangat tergantung pada kontribusi masyarakat kawasan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar secara berkelanjutan. Produksi perikanan yang terjaga dengan dapat menarik minat investor untuk mengembangan potensi perikanan yang ada sehingga menjadi lebih besar dan berdaya saing. Kimker (1994) menyatakan pengawasan pemanfaatan harus terus dilakukan baik pada perairan yang penangkapannya telah berlebih (overfishing) maupun tidak. Pengawasan yang baik merupakan ujung tombak dari pelaksanaan kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab yang menjamin keberlanjutan kegiatan perikanan di suatu kawasan. Keberhasilan kegiatan perikanan tangkap termasuk yang terkait dengan perikanan pelagis kecil, sangat bergantung pada peran yang dilakukan oleh nelayan. Hal ini karena nelayan merupakan pelaku langsung yang utama pada kegiatan perikanan tangkap tersebut. Menurut Elfindri (2002), nelayan dan rumah tangganya memegang peran yang sangat penting dalam memajukan ekonomi masyarakat pesisir. Menurut DKP (2004) peran nelayan menjadi pertimbangan penting dalam perencanaan strategi kelautan perikanan terutama terkait dengan perikanan tangkap. Upaya pembinaan dan pemberdayaan harus terus dilakukan untuk meningkatkan peran nelayan tersebut. Saat tsunami melanda provinsi Aceh, banyak nelayan yang meninggal dan digantikan oleh nelayan baru yang harus mampu menyesuaikan dengan bantuan pasca tsunami tahun Menurut Dinas

107 89 Kelautan dan Perikanan Aceh (2010) armada penangkapan ikan tersebut banyak dijual nelayan dengan berbagai alasan, seperti kesulitan kebutuhan hidup, tidak mempunyai keahlian untuk mengoperasikannya, dan tidak memiliki modal yang cukup untuk mendukung operasi. Pada dasarnya nelayan Aceh sangat kuat dan tahan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, dukungan dan pembinaan dari PEMDA terkait sangat diharapkan sehingga ketiadaan armada penangkapan ikan tidak menjadi masalah baru bagi nelayan untuk menyambung kehidupan rumah tangganya. Bila melihat perkembangannya dari tahun ke tahun, maka jumlah armada penangkapan ikan tersebut cukup fluktuatif atau cenderung tidak stabil keberadaannya di Aceh. Kondisi yang fluktuatif dapat mempersulit pengaturan kegiatan penangkapan dan membuat rencana produksi perikanan terutama untuk komditas ikan pelagis kecil. Hamdan et al (2006) menyatakan bahwa perkembangan jumlah armada penangkapan ikan aktif yang fluktuatif dari tahun ke tahun dapat mempersulitkan perumusan kebijakan perikanan yang berkelanjutan di suatu kawasan. Hal ini karena acuan dasar kebijakan seperti terkait dugaan produksi, daerah operasi penangkapan ikan, dan lainnya sulit untuk ditetapkan. Menurut Hendriwan et al (2008) acuan atau strategi dasar menjadi petunjuk penting untuk pengelolaan suatu kawasan dan harus dilakukan sejak dini sebelum kegiatan pengelolaan dilakukan. Untuk hasil tangkapan ikan pelagis kecil, relatif tinggi pada kuartal 2 (April- Juni) dan kuartal 3 (Juli-September) setiap tahunnya terjadi karena kondisi perairan yang relatif tenang pada bulan-bulan tersebut. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh (2010b) kepada kuartal 2 dan 3, angin umumnya bertiup dari arah tenggara menuju ke barat dimana angin dan ombak tidak terlalu besar, dan di daerah tropis kondisi ini menyebabkan musim kemarau. Di samping membantu penyebaran nutrien terutama yang berasal dari perairan Sumatera, kondisi ombak yang tetap ini memudahkan nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Tomascik et al (1997) menyatakan bahwa perairan yang kaya dengan nutrien dapat meningkatkan hasil tangkapan terutama dari jenis ikan pelagis kecil. Hal ini karena migrasi gerombolan ikan pelagis kecil mengikuti pergerakan nutrien di perairan.

108 90 Ikan layang, selar, teri dan kembung merupakan ikan pelagis kecil dominan yang ditangkap nelayan di perairan utara Aceh terutama untuk kwartal 3. Hal ini karena ikan teri termasuk mudah berkembang bila kondisi kondisi kesuburan perairan baik dan arus perairan yang tenang (di kuartal 3). Menurut Nyebken (1988), dalam rantai makanan di perairan, ikan termasuk penghuni dasar rantai makanan yang perkembangannya sangat tergantung pada kandungan nutrien perairan. Ikan layang, selar dan kembung dapat mengkonsumsi makanan selain dari nutrien dan laga yang terdapat di perairan juga menjadi pemangsa bagi ikan teri. Bila perkembangan nutrien dan ikan teri baik, maka ikan-ikan pelagis kecil tersebut juga akan berkembangan dengan baik, sehingga mendukung terjadinya hasil tangkapan ikan yang lebih baik. Pada kuartal yang sama selama periode , produksi ikan pelagis kecil cukup fluktuatif (tidak stabil) dipengaruhi oleh pola musim dan jenis alat tangkap/armada penangkapan yang dioperasikan nelayan dari waktu ke waktu. Armada penangkapan yang banyak digunakan berubah-berubah selama periode tahun Menurut Hartoto et al (2009), pola penggunaan alat tangkap/armada penangkapan dapat berubah-ubah dalam waktu yang sama tergantung dari ketrampilan dan perkembangan teknik penangkapan yang disukai oleh nelayan, serta musim ikan. Secara sosial pola pemanfaatan seperti ini termasuk baik, karena ada upaya adopsi teknologi penangkapan, pembinaan ketrampilan nelayan, serta menumbuhkan partisipasi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Dalam konteks yang lebih luas, fluktuasi hasil tangkapan ikan yang didapat nelayan di perairan utara Aceh dalam memberi indikasi belum stabilnya pengelolaan sumberdaya perikanan di lokasi dan masih lemahnya penguasaan terhadap hal-hal teknis untuk pengembangan kegiatan pennagkapan. Idealnya nelayan dapat melakukan modifikasi tertentu dari alat tangkap yang dimiliki untuk menghasilkan produk perikanan yang dinginkan. Menurut Berkes (1994), pembinaan dan pemberdayaan masyarakat nelayan perlu dilakukan untuk menumbuhkan kemandirian terutama pada kondisi hasil tangkapan yang kurang menggembirakan, sementara pemenuhan kebutuhan produksi terbatas. Bersamaan dengan ini, hak-hak lokal terkait pengelolaan juga perlu diperhatikan terutama

109 91 terkait dengan daerah/lokasi penangkapan yang dikelola kelompok nelayan kecil secara tradisional. Hanna (1995) menyatakan bahwa aspek sosial dan ekologi pengelolaan menekankan pentingnya pengertian terhadap pola pengelolaan yang baik dan berkembang secara turun temurun pada masyarakat nelayan. Seperti ritual nelayan pada bulan-bulan tertentu untuk mensyukuri rejeki laut yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa dan larangan merusak selama melaut (merusak terumbu karang, membius ikan, dan lainnya) yang diyakini nelayan secara turun temurun. Dalam konteks ekologi, hal ini sangat baik untuk menjaga keberlanjutan potensi sumberdaya ikan di suatu kawasan serta kelestarian lingkungan perairan sekitarnya. Bila dihubungkan dengan ini, maka pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Aceh perlu terus dibenahi, sehingga destruksi kegiatan perikanan terhadap ekosistem perairan tidak terjadi. Selama ini pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis kecil di lokasi belum optimal terutama setelah terjadinya tsunami pada tahun Menurut BRR (2010), akibat adanya tsunami menyebabkan semua sektor ekonomi masyarakat pesisir lumpuh. Pembinaan oleh BBR masih perlu untuk mengangkat kegiatan ekonomi perikanan yang aktif kurang dari 10%, dan melanjutkan pengelolaan hibah. Ekonomi perikanan masih sulit ditingkatkan lagi karena masyarakat pesisir masih trauma untuk melakukan aktivitas ekonomi yang berhubungan dengan laut. Terkait dengan ini, maka pengembangan kegiatan perikanan sebagai basis ekonomi masyarakat pesisir menjadi tugas bersama pemerintah daerah dan masyarakat sekitar. Potensi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil yang mencapai ton per tahun (Gambar 12), perlu dimanfaatkan dengan baik sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat pesisir di perairan utara Aceh. Menurut Hanna (1995), peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal harus menjadi tujuan dari setiap kegiatan pengelolaan sumberdaya alam, partisipasi mereka perlu diakomodir secara optimal dan disertai dengan pembinaan yang terus meneurus.

110 Pemilihan alat tangkap ikan pelagis kecil Pemilihan alat tangkap ikan pelagis kecil mempertimbangkan banyak aspek untuk memastikan bahwa suatu alat tangkap yang dipilih benar-benar handal untuk mendukung pengelolaan potensi perikanan yang diinginkan. Pertimbangan aspek teknis, teknolo dan keberlanjutan dalam pemilihan alat tangkap yang tepat bagi pemanfaatan potensi ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh sesuai dengan maksud tersebut. Potensi ikan pelagis kecil di lokasi tersebut mencapai ton per tahun, sementara pemanfaatan baru sekitar 45,67 %. Menurut Dahuri (2001) pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan menggunakan alat tangkap yang sesuai dan ramah lingkungan dapat mendukung pembangunan ekonomi perikanan jangka panjang. Bila ditinjau dari aspek teknologi, pukat cincin dan jaring insang hanyut merupakan alat tangkap yang paling unggul dibandingkan tujuh alat tangkap lainnya. Keunggulan alat tangkap lebih karena skala pengusahaan yang termasuk besar sehingga peralatan pendukungnya lebih lengkap, kapasitas palka, mesin penggerak serta ukuran kapal/arnada yang relatif lebih besar dibandingkan usaha perikanan pelagis kecil lainnya. Selain itu, armada penangkapan alat tangkap pukat cincin jauh lebih maju dalam menggunakan teknologi karena telah memakai GPS dan echosounder untuk memaksimalkan jangkauan area penangkapan. Menurut DKP Aceh (2010a), alat tangkap digunakan nelayan terutama dari jenis pukat cincin dan jaring insang umumnya berskala besar. Alat tangkap pukat cincin umumnya didapat dari bantuan hibah setelah tsunami dengan peralatan yang lengkap dan siap pakai. Meskipun ada beberapa yang terpaksa dijual nelayan karena kesulitan pemodalan, tetapi setelah dioperasikan oleh pemilik baru, kondisi alat tangkap tersebut masih lengkap sehingga secara teknis dapat dioperasikan. Pukat ikan merupakan alat tangkap tidak diunggulkan dari aspek teknologi terutama dari kapasitas palka dan kemampuan muat es balok. Hal ini karena alat tangkap ini umumnya dioperasikan satu trip satu hari (one day fishing), sehingga dirancang untuk membawa es untuk keperluan satu hari dan hasil tangkapan dalam satu hari. Alat tangkap lain juga banyak yang dioperasikan secara one day fishing, tetapi kapasitas palka dan muat es baloknya dibuat lebih besar sehingga

111 93 tidak menutup peluang untuk operasi penangkapan yang makan waktu berharihari di laut. Hasil penelitian Mamuaya et al (2007) memperlihatkan kapasitas penyediaan es, perbekalan dan kapasitas muat palka dengan keberlanjutan usaha perikanan di Manado. Usaha perikanan dengan kondisi teknis yang lebih baik dapat membawa keuntungan yang lebih besar, sehingga mendukung keberlanjutan kegiatan ekonomi berbasis perikanan di perairan pantai Manado. Kelemahan aspek teknologi harus diperhatian terutama oleh pemerintah daerah karena kondisi teknis usaha cenderung mengindikasi kemampuan investasi dan pemodalan yang dilakukan oleh pelaku usaha perikanan. Pemerintah daerah sebaiknya lebih memperhatikan kemampuan nelayan dalam penyediaan alat tangkap dan bahan pendukung penangkapan secara mandiri terlebih dahulu daripada memikirkan kontribusi alat tangkap tersebut bagi PAD. Perijinan usaha sering dibuat bertingkat dan tumpang tindah untuk mendapat kontribusi dari pelaku usaha. Hal ini menimbulkan permasalahan tersendiri bagi nelayan di perairan utara Aceh karena secara psikologis kondisi mereka belum stabil setelah terjadinya tsunami pada tahun Usaha perikanan yang secara teknis baik tentu tidak begitu bermasalah dengan kondisi tersebut karena lebih siap dalam menjalankan operasi dan keuntungan usaha yang didapat umumnya lebih banyak dan stabil, sehingga dapat menutupi biaya retribusi dan perijinan yang ada. Hanley dan Spash (1993) menyatakan bahwa usaha ekonomi yang lebih siap secara teknis dapat mengoptimalkan penerimaannya karena berbagai peralatan dan pembiayaan yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah. Kondisi ini tentu harus segera dicapai oleh setiap pelaku usaha ekonomi termasuk di bidang perikanan. Keunggulan dari aspek teknologi ini juga harus dibarengi dengan keunggulan dari aspek lainnya karena pengelolaan perikanan mempunyai interaksi yang luas dengan komponen dan pelaku ekonomi. Pengelolaan perikanan harus mempunyai kearifan yang tinggi dengan alam dan kehidupan masyarakat terutama di daerah pesisir. Untuk aspek teknologi, jaring insang hayut (JIH) dan payang termasuk yang paling baik. Hal ini antara lain karena lebih diperhatikannya teknologi mesh size (pengaturan mata jaring) sehingga ikan-ikan yang bukan sasaran tidak banyak tertangkap. Menurut Hamdan et al (2006) menyatakan bahwa pengaturan mata

112 94 jaring dapat menjamin keberlanjutan kegiatan penangkapan ikan di suatu kawasan. Pengaturan mata jaring termasuk teknologi yang sangat murah, namun tidak banyak diikuti oleh pelaku perikanan, dimana bila diterapkan secara konsisten dapat menjamin kelestarian sumberdaya. Dalam pengoperasiannya, jaring insang hayut (JIH) dan payang umumnya lebih menyesuaikan dengan kondisi perairan bila dibandingkan dengan pengoperasian pukat ikan dengan cara jaring ditarik secara terus menerus, dan jaring insang tetap yang dipaksakan kaku di perairan sehingga semua yang bergerak tertahan (ikan tangkapan stres). Penerapan teknologi operasi yang sesuai ini membuatkan kualitas hasil tangkapan lebih baik. Menurut Sparre dan Venema (1999) metode operasi penangkapan yang tidak ramah lingkungan tidak hanya menyebabkan destruksi stok sumberdaya ikan, tetapi juga menurunkan kualitas ikan hasil tangkapan. Ikan yang telalu banyak di seret selama operasi penangkapan cenderung kualitas hasil tangkapannya lebih jelek karena ada faktor stress pada tahap awal penangkapan. Penerapan teknologi yang kurang memadai dan cenderung destruktif dalam operasi penangkapan ikan, juga dapat menyebabkan kerusakan habitat, peluang tertangkapnya ikan bukan sasaran tinggi, dan juga membahayakan bagi nelayan pelakunya. Hal ini banyak terjadi dalam operasi penangkapan ikan menggunakan pukat ikan, pukat pantai, dan beberapa alat tangkap jaring insang yang terlalu aktif seperti jaring lingkar. Menurut ICOFE (2006) pemanfaatan sumberdaya ikan perlu dilakukan secara seimbang dengan pelestarian habibat ikan dan lingkungan. Upaya ini dapat dicapai dengan penerapan teknologi penangkapan ramah lingkungan, seperti pengembangan fishing ground alternatif menggunakan rumpon dan pencahayaan, pengembangan teknologi navigasi dalam mencarai gerombolan ikan, dan lainnya. Hal ini tentunya membutuhkan dukungan dari semua pihak terutama dari pemerintah daerah untuk mendukung usaha perikanan rakyat lebih maju. Paket teknologi penangkapan ikan yang dibantu melalui program hibah setelah tsunami perlu dimanfaatakan secara maksimal. Pemerintah daerah perlu mengambil peran aktif untuk membina, melatih, dan mengayomi masyarakat nelayan di perairan utara yang keluarganya banyak menjadi korban tsunami.

113 95 Hendriwan et al (2008) dalam penelitiannya memperlihatkan keberhasilan pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik perikanan pasca pemindahan basis perikanan ke PPI Lempasing, Teluk Lampung. Pemerintah daerah baik Provinsi Lampung maupun Kota Bandar Lampung aktif menyelesaikan masalah kesulitan hasil tangkapan, konflik fishing ground nelayan besar dengan nelayan kecil, dan konflik perumahan nelayan, dimana pemerintah daerah aktif menjadi penengah dalam konflik yang terjadi dan terus membina dan mendampingi mereka dalam menyiasati anjloknya hasil tangkapan ikan selama periode Terkait aspek keberlanjutan, jaring insang hanyut dan purse seine mempunyai prospek cenderung lebih baik untuk pengembangan hingga masa mendatang. Hal ini terjadi karena hasil tangkapan dan tingkatan keuntungan yang didapat dalam operasi kedua alat tangkap ini lebih tinggi dibandingkan alat tangkap lainnya. Besarnya keuntungan dan hasil tangkapan dari kedua alat tangkap ini lebih karena skala pengusahaan yang besar, sehingga lebih daat menyiasati berbagai perusahaan terutama terkait musim dan dan cuaca yang terjadi dalam operasi penangkapan ikan. Rossiter (1997) menyatakan bahwa hasil tangkapan dan keuntungan yang tidak stabil menjadi penyebab utama terjadinya kegiatan penangkapan ilegal seperti penggunaan bahan kimia dan bahan peledak di perairan Indonesia. Kondisi ini menyebabkan banyak nelayan yang tidak peduli kelestarian sumberdaya ikan, apalagi berusaha melakukan konservasi habitat. Payang dan jaring lingkar juga cukup baik dari aspek keberlanjutannya karena juga menerapkan teknologi ramah lingkungan melalui pengaturan ukuran mata jaring dan ketahanan alat tangkapnya juga lama. Ketahanan alat tangkap payang ini dapat mencapai 8 tahun lebih karena dalam pengoperasiannya yang dipasang tetap sehingga tidak begitu aktif dibandingkan dengan alat tangkap lainnya, misalnya trammel net dan pukat pantai. Menurut Makino et al (2009) keaktifan alat tangkap dalam suatu kegiatan operasi penangkapan ikan sangat mempengaruhi ketahanan alat tangkap tersebut dan dampaknya terhadap ekosistem perairan. Alat tangkap yang bergerak terus dalam operasinya akan cepat rusak karena berinteraksi dengan komponen perairan (terutama bagian dasar) dapat menyebabkan destruksi yang lebih besar. Terkait dengan ini, pemilihan alat

114 96 tangkap untuk mendukung pemanfaatan potensi perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh hendaknya memperhatikan hal ini. Meskipun dampak operasi penangkapan tidak terlihat langsung tetapi dalam jangka panjang dapat mengganggu kelangsungan usaha perikanan pelagis kecil. Tabel 11 mencoba menggabungkan semua aspek pengelolaan untuk menilai jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), jaring lingkar (JL), payang, pukat cincin, jaring klitik (JK), pukat udang, pukat pantai, dan trammel net di perairan utara Aceh. Dalam penilaian ini, jaring insang hanyut (JIH), pukat cincin, payang dan pukat pantai dapat dipilih dan dikembangkan lanjut sebagai alat tangkap prioritas dalam mendukung pengelolaan potensi perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Namun, untuk mengetahui tingkat manfaat yang bisa diberikan bagi kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir perlu dianalisis kelayakan finansialnya,. Bila meneliti lebih lanjut ulasan per aspek pengelolaan, maka jaring insang hanyut unggul dari semua ketiga aspek pengelolaan (teknis, teknologi, dan keberlanjutan), pukat cincin lebih unggul dari teknis dan keberlanjutan, sedangkan, payang, dan pukat pantai tidak ada yang terlalu unggul namun juga tidak jelek dalam pemenuhan ketiga aspek pengelolaan tersebut. Mamuaya et al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa alat tangkap yang mempunyai kesesuaian baik dengan semua aspek terkait dengan pengelolaan perikanan, akan lebih menjamin pemanfaatan potensi perikanan dengan baik serta keberlanjutan kegiatan ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir. Dalam kaitan dengan peluang pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh, jaring insang hanyut (JIH), pukat cincin, payang, dan pukat pantai dapat diandalkan dan lebih dapat membawa manfaat baik bagi nelayan sekitar maupun bagi kelestarian sumberdaya ikan. Pukat ikan, jaring klitik, dan jaring insang tetap (JIT) banyak tidak sesuai dengan aspek pengelolaan dan diindikasikan cenderung mengancam kelestarian sumberdaya ikan bila terus dikembangkan. Hasil penilaian yang baik untuk setiap kriteria dari setiap aspek pengelolaan, telah memberi indikasi bahwa insang hanyut (JIH), purse seine, pukat pantai dan payang akan lebih dapat membawa manfaat lebih banyak di wilayah utara Aceh. Hal ini bersesuian dengan hasil penelitian Hermawan (2006) yang menyatakan

115 97 bahwa keberlanjutan usaha perikanan (terutama yang berskala kecil) sangat tergantung pada manfaat yang dapat diambil masyarakat dan dampak operasinya bagi perairan sekitar. Manfaat dan dampak tersebut terlihat dalam praktek operasi yang dilakukan oleh nelayan sehari-hari, dimana bila hasil tangkapannya baik, teknologinya dapat dikembangkan secara tepat guna, serta dampak negatif operasi minimal maka keberadaan alat tangkap cenderung bertahan lama di suatu kawasan. Kondisi ini tentu sangat baik untuk pemanfaatan potensi perikanan pelagis yang mencapai ton/tahun di perairan utara provinsi Aceh Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Pelagis Kecil Secara umum, skala pengusahaan dari usaha perikanan pelagis kecil yang dilakukan nelayan di perairan utara Aceh termasuk menengah ke atas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai investasi yang besar. Menurut DKP (2004) nilai investasi merupakan indikasi utama dalam skala usaha perikanan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir. Apabila kapal, alat tangkap dan peralatan pendukung dapat diusahakan secara lengkap, usaha perikanan tersebut telah berkembang dalam skala menengah ke atas. Beberapa usaha perikanan tersebut ada yang tidak memiliki alat pendukung tertentu, seperti pukat pantai yang tidak memiliki mesin lampu dan kompas lebih karena usaha perikanan ini tidak membutuhkannya. Pukat pantai umumnya dioperasikan di perairan pantai di siang hari, sehingga mesin lampu dan kompas sebagai penunjuk arah/posisi tidak begitu penting. Bila dibandingkan dengan usaha perikanan lainnya, pukat cincin membutuhkan nilai investasi paling besar yang mencapai Rp Selama ini, pukat cincin merupakan usaha perikanan yang sangat diandalkan di perairan utara Aceh, karena dianggap lebih efektif. Tabel 21 tentang penerimaan usaha menunjukkan bahwa penerimaan pukat cincin lebih banyak banyak dan lebih stabil dibandingkan dengan delapan usaha perikanan lainnya. Kondisi ini menjadi penyebab banyaknya nelayan dan pelaku perikanan di lokasi umumnya memilih pukat cincin dalam melakukan penangkapan ikan, dan mereka tidak begitu mempermasalahkan biaya investasi besar harus dikeluarkan. Safi i (2007) menyatakan bahwa strategi pengembangan ekonomi harus menjadikan estimasi penerimaan sebagai dasar menjalankan usaha ekonomi.

116 98 Untuk operasional, bahan bakar terutama solar merupakan kebutuhan operasional utama dari nelayan di perairan utara Aceh. Kebutuhan solar mencapai % dari total biaya operasional yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh jangkauan operasi nelayan cukup jauh terutama bila hasil tangkapan sulit diperoleh. Tungki (2005) menyatakan bahwa biaya bahan bakar merupakan biaya operasional terbesar dari usaha perikanan, meskipun area penangkapan hanya berada di kawasan teluk atau selat. Hal ini karena alat tangkap selalui dioperasikan secara aktif atau area penangkapan selalu dipindah-pindah untuk mendapat hasil tangkapan yang maksimal. Kondisi ini juga terjadi untuk pukat pantai di perairan utara Aceh meskipun dioperasikan di perairan pantai tetapi nelayan selalu berpindah terus mencari lokasi yang potensial sebelum alat tangkap diturunkan. Es balok merupakan kebutuhan operasional kedua terbesar setelah solar bagi usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Hal ini karena nelayan harus mempertahankan hasil tangkapan supaya tetap segar. Menurut Dinas kelautan dan Perikanan Aceh (2010c) hasil tangkapan yang didapat nelayan perairan utara Aceh selalu berkualitas baik dan jarang ditemukan hasil tangkapan yang dijual dalam keadaan rusak. Kalaupun ada, hasil tangkapan dengan kualitas rendah (rusak) tersebut umumnya berasal dari Sumatera Utara dan sekitarnya karena adanya blooming hasil tangkapan di daerah tersebut. Hasil survai lapang menunjukkan bahwa nelayan di perairan utara Aceh banyak menggunakan es untuk mempertahankan harga jual. Pada musim puncak, bila hasil tangkapan tetap segar dapat dijual dengan harga rata-rata Rp per kg, dan pada musim sedang sekitar Rp per kg. Hal ini terjadi pertimbangan positif bagai kelayakan usaha perikanan pelagis kecil yang diusahakan oleh nelayan di lokasi. Biaya operasional untuk pengadaan air tawar termasuk rendah, meskipun kebutuhan bisanya mencapai 10 jeringan (@=35 liter) setiap tripnya di perairan utara Aceh. Hal ini karena adanya instalasi PDAM yang berfungsi dengan baik di basis-basis perikanan terutama di Lampulo. Di samping itu, juga dapat dipesan ke pelanggan dengan yang harga yang tidak lebih dari Rp 1500 per jerigen. Menurut Dahuri (2003) pengembangan tingkat peran semua stakholders terkait merupakan kunci keberhasilan ekonomi perikanan di suatu wilayah. Pengembangan ekonomi

117 99 perikanan harus didapatkan pada perhatian dan pelibatan semua komponen terkait, baik pelaku utama perikanan maupun pelaku pendukung, baik berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan perikanan. Bila mengacu kepada hal ini, usaha pendukung penyediaan air tawar, es balok, dan perbekalan merupakan pelaku penting untuk menopang kegiatan perikanan di perairan utara Aceh. Oleh karena itu, kelayakan usaha perikanan tidak lepas dari kemudahan penyediaan bahan pendukung operasional tersebut. Bila melihat lebih jauh terhadap penerimaan usaha perikanan pelagis kecil di lokasi, maka pukat cincin dan jaring insang hanyut (JIH) mempunyai penerimaan yang sangat baik. Penerimaan yang baik dari kedua usaha perikanan ini lebih disebabkan oleh kemampuan operasi dari kedua usaha perikanan yang handal, disamping ukuran alat tangkap dan kapal yang besar juga alat pendukungnya lebih komplit. Hal ini juga memberi ruang gerak yang leluasa dalam operasi penangkapan termasuk ke fishing ground yang lebih jauh, baik di siang hari maupun malam hari. Mesin lampu yang memadai memungkinkan pukat cincin dan jaring insang hanyut melakukan penangkapan di malam hari. Sultan (2004) menyatakan bahwa peralatan pendukung seperti lampu, kompas, dan lainnya dapat meningkatkan produktifitas penangkapan ikan secara signifikan, terutama untuk operasi di kawasan perairan dengan status khusus. Alat pendukung tersebut juga dapat mengurangi destruksi penangkapan terhadap lingkungan perairan karena ikan yang akan ditangkap dikumpul menggunakan atraktor lampu dan penangkapan tersebut hanya dilakukan pada lokasi yang diduga potensial. Pukat pantai juga mempunyai penerimaan yang baik yang mencapai Rp per tahun. Hal ini terjadi memberi indikasi bahwa perairan pantai utara Acehtergolong masih subur, dimana ikan pelagis kecil dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Supriharyono (2000), perairan yang kaya nutrien dan sirkulasi arusnya baik dapat menjamin kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan tersebut. Kondisi perairan ini harus dipertahankan dan dihindari dari berbagai bahan pencemar. Dalam kegiatan penangkapan ikan, pengoperasian pukat pantai ini harus diawasi dengan ketat, karena sifat operasinya cenderung destruktif. Dalam kaitan dengan pengembangan, pukat pantai ini belum

118 100 tentu dijadikan pilihan meskipun penerimaannya baik karena sifat destruktif tersebut tidak mendukung dari aspek keberlanjutan pengelolaan. Bila penerimaan usaha perikanan dilihat dari musim ke musim, penerimaan pukat pantai dan payang termasuk kurang stabil, dimana pada musim paceklik cenderung turun drastis. Kondisi tentu menjadi pertimbangan penting dalam menilai kelayakan usaha perikanan karena berkaitan dengan kestabilan usaha dan kelangsungan pendapatan nelayan pelaku. Menurut Griffin dan Ronald (1991) pengaruh musim dan harga jual merupakan komponen eksternal yang sangat berpengaruh dalam transaksi kegiatan perikanan karena berkaitan dengan jumlah hasil tangkapan ikan dan penerimaan nelayan. Dalam analisis kelayakan finansial, hal ini mempengaruhi perimbangan biaya dengan penerimaan dari operasi penangkapan ikan yang selanjutnya mempengaruhi pencapaian standar kelayakan usaha. Namun demikian, pengaruh tersebut belum tentu berdampak nyata bila usaha perikanan pelagis kecil mempunyai keunggulan dari aspek lain, seperti hemat dalam operasional dan mempunyai produktifitas (jumlah trip) yang baik pada musim banyak ikan. Menurut Hamdan et al (2006) optimalisasi produksi perikanan pada musim puncak dan musim sedang dapat menutupi kerugian usaha perikanan di musim puncak. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan operasional yang mendukung optimalisasi ini sehingga usaha perikanan yang dilakukan nelayan dalam terus bertahan. Kebijakan operasional tersebut bisa dalam bentuk jaminan ketersediaan BBM pada musim puncak saat semua usaha perikanan dioperasikan, bantuan pembiayaan bagi nelayan yang kesulitan biaya operasi untuk melaut, dan jaminan kestabilan harga. Bila melihat hasil analisis kelayakan usaha perikanan pelagis kecil dari parameter Net Present Value (NPV), jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin, dan pukat pantai termasuk layak dikembangkan. Menurut Hanley dan Spash (993) nilai NPV merupakan cerminan keuntungan bersih yang didapat pelaku usaha pada kondisi terakhir saat keuntungan dihitung. Sedangkan kelima alat tangkap lainnya tidak layak dikembangkan setelah dinilai baik dari sisi finansial maupun teknis. Menurut Putra (2000) menyatakan bahwa kesenjangan sosial dan ketimpangan pendapatan merupakan sumber konflik utama dalam

119 101 pengelolaan sumberdaya perikanan dan hal ini bisa berlangsung dalam waktu yang lama. Hasil analisis parameter lainnya menunjukkan bahwa keempat alat tangkap yaitu jaring insang hanyut (JIH), payang, pukat cincin dan pukat pantai, sangat berpotensial dikembangkan. Menurut Ruddle et al (1992) alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara tepat sehingga mendukung pengembangan ekonomi masyarakat kawasan pesisir. Pengembangan ekonomi pesisir ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Hal ini karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pesisir. Hasil analisis pada Bab 6 akan memberikan pertimbangan dari aspek teknologi, dan keberlajutan dalam pemilihan usaha perikanan terutama untuk mendukung pemanfaatan hasil perikanan komoditas unggulan ikan pelagis kecil, seperti ikan teri, layang, dan kembung (Bab 3). Menurut Sheppard et al (1995) pemanfaatan komoditas perikanan potensial menggunakan usaha perikanan yang layak dapat mendukung program konservasi sumberdaya ikan sekaligus memberikan kesejahteraan bagi nelayan pelakunya. Bila melihat lebih jauh tentang analisis kelayakan yang dilakukan, pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pukat pantai merupakan tiga usaha perikanan pelagis kecil dengan tingkat kelayakan paling baik. Persyaratan NPV, IRR, ROI, dan B/C ratio dapat diakomodir dengan baik oleh ketiga usaha perikanan ini. Trammel net mempunyai nilai paling tinggi untuk ROI (44,81), tetapi pemenuhan parameter lainnya biasa-biasa saja. Menurut Pinkerton dan Evelyn (1989) usaha perikanan dengan tingkat kelayakan yang tinggi dapat mendukung pengembangan ekonomi nelayan lokal secara mandiri. Secara jangka panjang akan memperkuat basis ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Bila dukungan aspek teknologi dan keberlanjutan bagus, usaha perikanan pelagis kecil dengan tingkat kelayakan finansial tinggi dapat langsung dipilih untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan perikanan pelagis kecil. Pukat cincin mempunyai nilai NPV sangat bagus, yaitu mencapai Rp Nilai NPV atau keuntungan bersih berdasarkan nilai sekarang ini (dalam 8 tahun operasi) disebabkan penerimaan yang tinggi dari operasi pukat cincin di perairan utara Acehyaitu mencapai Rp per tahun,

120 102 sementara biaya operasional relatif standar (Rp per tahun). Penerimaan baik yang menyebabkan NPV tinggi ini lebih karena teknis operasi yang handal pada kebanyakan pukat cincin di perairan utara Nanggroe Aceh Darussalam. Kekuatan mesin kapal pukat cincin di lokasi termasuk sangat tinggi (30-50 PK), sehingga dapat dengan cepat mengelilingi greombolan ikan sasaran. Purba (2009) menyatakan bahwa kekuatan mesin dapat mendukung usaha perikanan untuk secara cepat mengjangkau area penangkapan dan mengelabui ikan sasaran.untuk meningkatkan keuntungan usaha perikanan yang dijalankannya tanpa terlalu berpengaruh oleh musim dan kondisi cuaca. Liana et al (2001) pelibatan masyarakat (community) sangat dibutuhkan untuk pengembangan kawasan pesisir yang baru, karena akan menentukan eksistensi pengelolaan kawasan tersebut. Wilayah utara Aceh dapat dikatakan sebagai kawasan baru dan sedang dikembangkan karena setelah tsunami banyak anggota masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Usaha perikanan pelagis kecil yang layak dan dapat memenuhi dengan baik semua parameter finansial yang diperyaratkan dapat mendukung hal ini secara maksimal. Dukungan semua pihak sangat diharapkan untuk kelancarannya terutama untuk pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil komoditas unggulan Strategi Pengembangan Usaha Perikanan pelagis kecil Strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil dapat menjadi panduan bagi pemerintah daerah dan stakeholders terkait lainnya untuk mengelola dan memanfaatkan potensi ikan pelagis kecil di perairan Utara Acehterutama dari jenis komoditas unggulan. Hasil kajian menyatakan bahwa stakeholders utama yang terkait dengan pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di Aceh dapat mencakup pemerintah, nelayan, pengusaha, dan ilmua. Terkait pemerintah (dalam hal ini PEMDA Aceh), dapat dipahami kepentingan dan keterkaitannya karena perannya stakeholders yang mengatur regulasi terkait pengelolaan sumberdaya di daerah Aceh termasuk sumberdaya perikanan pelagis kecil. Semua kegiatan pengelolaan terutama yang bersifat komersialisasi sumberdaya alam memerlukan pengaturan dan pengendalian oleh aparat daerah terkait. Menurut Kusumastanto (2003) di era otonomi, pemerintah daerah mempunyai peran yang kuat dalam

121 103 mengatur daerahnya. Semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah bertujuan untuk mengatur kegiatan pengelolaan sumberdaya dan interaksi antar anggota masyarakat, dan antara anggota masyarakat dengan sekitarnya. Kebijakan perikanan menjadi landasan untuk menjalankan usaha ekonomi perikanan di daerah sehingga pemanfaatan potensi perikanan dapat memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan daerah. Nelayan merupakan pelaku kegiatan penangkapan ikan di laut, sedangkan pengusaha merupakan investor yang berperan dalam perkembangan ekonomi nelayan. Nelayan dan pengusaha mempunyai kepentingan terkait kelancaran aktivitas usaha perikanan yang dilakukanyan sehingga menguntungkan dan memerlukan jaminan terhadap usaha perikanan yang dilakukannya. Menurut Liana et al (2001) kekuatan masyarakat nelayan menjadi penentu utama kegiatan perikanan dan ekonomi pesisir karena mereka yang sehari-hari melakukan secara langsung kegiatan perikanan. Sementara pengusaha dapat menopang pemodalan usaha, membangun jaringan pemasaran hasil, dan perintis berbagai usaha pendukung yang menopang. Pengusaha juga menjadi penentu berkembangnya kegiatan perikanan signifikan dengan dioperasikannya berbagai usaha jasa dan industri. Ilmuwan merupakan pelaku kegiatan riset maupun pendidikan di bidang perikanan, sehingga dapat ditularkan kepada anggota masyarakat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh ilmuan dapat menjadi pertimbangan penting dalam menentukan tindakan pengelolaan di perairan utara Aceh. Menurut Nontji (1997) aktivitas yang dilakukan ilmuan/pakar baik melalui penelitian di lembaga riset maupun dalam interaksinya di lembaga pendidikan dapat menghasilkan inovasiinovasi yang nantinya bermanfaat bagi pengelolaan kegiatan perikanan termasuk untuk ikan pelagis kecil. Pertimbangan peran dan kepentingan keempat pihak terkait tersebut sangat penting dalam merumuskan strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil yang tepat. Strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil yang disusun juga perlu memperhatikan keterbatasan dan kriteria yang ada dalam pengelolaan perikanan. Dalam pengembangan strategi tersebut, tuntutan keberlanjutan, aspek teknologi, potensi sumberdaya ikan, dan kondisi ekonomi nelayan dipilih menjadi

122 104 pembatas/kriteria pengelolaan. Hal ini karena beberapa studi sering mengangkat masalah tersebut sebagai fokus perhatian pengelolaan, dan kondisi yang sama juga menjadi perhatian di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh (2010b) menyatakan bahwa kegiatan perikanan sangat prospektif untuk lebih berkembang di Aceh, dan hal ini akan dapat dilakukan selama potensi SDI yang ada, aspek teknologi dan teknologi penangkapan, kelayakan usaha perikanan terutama yang berskala kecil, upaya konservasi dan keberlanjutan pengelolaan tetap diperhatian dengan baik. Menurut Nikijuluw (2002) pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan sesuatu yang kompleks yang menaruh harapan besar pada pemanfaatan potensi perikanan sementara banyak keterbatasan dalam pengelolaan tersebut. Selama ini, pengelolaan tersebut lebih berorientasi pada pemanfaatan hasil tanpa terlalu peduli terhadap keberlanjutan. Faktor pembatas dan peraturan yang ada sering diabaikan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi bagi pelaku perikanan dan oknum aparat. Padahal teknologi yang diterapkan terkadang kurang handal, sementara potensi SDI bukan sesuatu yang abadi. Strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil yang dipilih menjadi strategi prioritas harus memperhatikan secara optimal keterbatasan yang ada dan meminimalisir dampak negatif dan tindakan pengembangan yang dilakukan. Hasil analisis (Gambar 20) menunjukkan bahwa opsi strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan terpilih sebagai strategi prioritas (RK=0,251 pada inconsistency terpercaya 0,04). Hal ini memberi indikasi bahwa strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan lebih dapat mengakomodir kepentingan stakeholders terkait dan berbagai keterbatasan/kriteria pengelolaan yang ada di lokasi. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan NAD (2010c) setelah terjadinya tsunami banyak nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya yang menjadi korban, dan yang berkecimpung sekarang banyak yang berasal bidang lain atau dari anak nelayan atau keluarga nelayan yang tidak ada di tempat sehingga selamat pada saat tsunami. Pembinaan SDM yang merupakan strategi utama yang di lakukan dalam Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Utara Aceh sangatlah perlu dilaksanakan mengingat nelayan setelah tsunami merupakan nelayan baru

123 105 yang belum memahami teknis penangkapan ikan laut. Dengan terciptanya sumberdaya nelayan yang berkualitas akan mampu merubah tradisi lama terutama dalah hal perolehan modal usaha tidak tergantung kepada pedagang yang membuat nelayan tidak mampu memasarkan hasil tangkapannya. Supaya bermanfaat nyata, kegiatan pembinaan SDM ini dapat diikuti dengan tindakan perbaikan manajemen usaha perikanan (strategi PM-USAHA). Ini penting supaya usaha perikanan (kapal dan alat tangkap) bantuan pasca tsunami dapat dioptimalkan pengelolaannya dan nelayan asal profesi lain dapat langsung mempraktekkan hasil pembinaan yang didapat. Secara umum, kalangan pengusaha, nelayan, dan kalangan ilmuan memberi respon positif terhadap hal ini, karena pembinaan SDM ini dapat secara langsung meningkatkan produktivitas usaha perikanan yang dilakukan pengusaha dan nelayan di lokasi, dan ilmuan dapat mentransfer ilmu yang dimilikinya. Kusumastanto (2003) peran pengusaha dan nelayan lokal sangat penting untuk mendukung kemajuan perikanan di era otonomi saat ini, dimana keberhasilan perikanan di daerah sangat tergantung dari peran stakeholders perikanan terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan produksi perikanan. Hasil analisis (Gambar 22) memperlihatkan pentingnya respon positif kalangan pengusaha untuk strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan (BINA-SDM) dibandingkan strategi lainnya untuk pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Pengusaha memandang bahwa pembinaan sumberdaya manusia perikanan merupakan pekerjaan pertama yang harus dituntaskan. Hal ini penting untuk meningkatkan kembali produksi perikanan yang cenderung menurun setelah terjadi tsunami pada tahun Menurut Purba (2010) produksi perikanan yang tinggi dan stabil merupakan kunci utama telah berkembangnya kegiatan ekonomi perikanan di suatu lokasi, dan bila hal ini dapat dipertahankan dapat menarik minat investor dan lembaga keuangan untuk bermitra dalam pengelolaan usaha perikanan yang ada. Hal yang sama juga terjadi pada kalangan ilmuan/pakar, dimana juga menekan pentingnya sumberdaya manusia tersebut. Ilmuan/pakar ini juga punya respon positif terhadap perbaikan manajemen usaha perikanan (PM-USAHA), di mana mereka dapat membina nelayan sekaligus langsung membantu pengelolaan

124 106 usaha perikanan yang lebih baik terutama dari teknik operasi penangkapan ikan dan manajemen keuangan usaha. Hasil survai lapang menunjukkan bahwa usaha perikanan terutama usaha perikanan pelagis kecil sebagai pemasok utama protein hewani di Aceh perlu bekerjasama dengan sekolah perikanan dan perguruan tinggi yang ada untuk mencetat sumberdaya tenaga kerja yang handal. Kerjasama tersebut bisa dalam bentuk pemberian pelatihan, bimbingan teknis, peraktek langsung pengelolaan suatu usaha perikanan maupun dalam bentuk penyediaan tenaga kerja yang handal. Sekolah Usaha Perikanan Negeri (SUPN) Ladong misalnya, setiap tahun menghasilkan lulusan yang siap pakai dan dapat diandalkan dalam menjalankan usaha perikanan perikanan. Namun demikian, hal ini juga perlu mendapat dukungan dari pemerintah baik pusat maupun daerah (PEMDA Aceh) karena lulusan tersebut juga membutuhkan jaminan pekerjaan yang layak secara jangka panjang. Selama ini mereka lebih memilih bekerja pada kapalkapal perikanan Jepang karena manajemen pengelolaan yang baik dan kepastian penghasilan yang memadai. Sutisna (2007) menyatakan bahwa keberhasilan pengembangan usaha perikanan sangat ditentukan oleh peran sumberdaya manusia perikanan yang handal di lokasi. Kualitas sumberdaya manusia perikanan mempunyai pengaruh besar dalam pemilihan jenis alat tangkap, menetapkan waktu operasi penangkapan ikan, pemeliharaan unit penangkapan, dan sarana-prasarana perikanan, serta menjamin harmonisasi interaksi pengelolaan perikanan di suatu kawasan. Usaha perikanan pelagis kecil merupakan usaha perikanan yang banyak berkembang di perairan utara Aceh, dan dalam pengusahaannya banyak melibatkan nelayan dan masyarakat setempat. Kualitas SDM yang menjalankan usaha perikanan pelagis tersebut sangat menentukan keberhasilan dan pengembangan usaha perikanan tersebut di perairan Utara Aceh Praktek langsung dalam pengelolaan usaha sehingga terjadi perbaikan manajemen usaha perikanan merupakan harapan utama untuk meningkatkan kinerja usaha perikanan dan daya saingnya dalam penyediaan produk perikanan yang dibutuhkan pasar, baik pasar lokal Aceh maupun regional Sumatera. Pelaksanaan strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan (BINA-SDM, strategi prioritas) yang ditopang dengan pelaksaan strategi perbaikan manajemen usaha perikanan (PM-USAHA, strategi kedua) dapat

125 107 mewujudkan hal ini. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembinaan sumberdaya manusia perikanan ini sebagai strategi prioritas untuk pengembangan usaha perikanan pelagis di perairan utara Aceh, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya peran dan kepentingan pemerintah. Keberhasilan strategi pembinaan sumberdaya manusia perikanan ini sangat tergantung pada intervensi kepentingan pemerintah (Tabel 24). Intervensi kepentingan pemerintah tersebut dapat berupa setoran pajak kepemilikan kapal, retribusi dari hasil operasi penangkapan ikan, retribusi usaha jasa perikanan yang berkembang di lokasi, suasana kondusif dalam pengelolaan perikanan, dan lainnya. Intervensi kepentingan/peran pemerintah ini tidak boleh berlebihan (terutama di tahap implementasi) sehingga mengganggu kenyamanan kegiatan penangkapan ikan. Hal ini dapat menimbulkan konflik antara pelaku usaha perikanan dengan pemerintah sehingga mengganggu setiap upaya untuk mengembangkan usaha perikanan pelagis kecil termasuk pengembangan melalui pembinaan/pembekalan bagi SDM yang terlibat. Kepentingan pemerintah saat ini telah diakomodir sekitar 15% (RK awal=0,15), dan kalaupun ditingkatkan diharapkan tidak melebihi angka 52,1% (RK stabil berkisar 0-<0,521). Menurut Wilson et al (2002) peran pengambil kebijakan sangat dibutuhkan untuk mempercepat pembentukan kelompok SDM yang handal dalam pengelolaan perikanan, namun peran tersebut akan menjadi tidak baik bila kepentingan pengambil kebijakan telah menjadi prioritas utama pengelolaan.

126 108

127 109 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan : Perkiraan MSY sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh adalah ton setiap tahunnya dan upaya penangkapannya yang optimum (F opt) sekitar 4,896 trip. Dengan komoditas unggulan adalah ikan teri, kembung, dan layang. 2. Jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil yang secara teknis, biologi, dan keberlanjutan dapat dikembangkan di perairan utara Aceh adalah jaring insang hanyut, purse seine, payang, dan pukat pantai. 3. Semua jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil seperti disebutkan pada kesimpulan no 2, secara finansial layak dikembangkan di perairan utara Aceh 4. Untuk mengoptimalkan pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh maka prioritas strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecilnya adalah a) Pembinaan sumberdaya manusia perikanan (SDM) b) Perbaikan manajemen usaha c) Pengembangan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan d) Pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan e) Pengembangan zona pemanfaatan dan zona restocking f) Perbaikan sistim pengelolaan sarana dan prasarana perikanan 5.2 Saran Strategi pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di Perairan Utara Acehkiranya dapat dijadikan referensi didalam membuat kebijakan pengembangan usaha perikanan pelagis kecil di perairan utara Aceh oleh Pemerintah Provinsi Aceh.

128 110

129 111 DAFTAR PUSTAKA Aziz, K.A., Priyono, B.E., Tampubolon, G.H., Naamin, N., dan Djamali, A Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan. Badan Pusat Statistik (BPS) Data Statistik Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jakarta. Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) BRR Dinilai Belum Layak Tinggalkan Aceh. brr-dinilai-belum-layak-tinggalkan-aceh Bank Indonesia Kurs Suku Bunga (Interest rate) Deposito Yang Berlaku pada periode tahun Bank Indonesia. Jakarta Berkes, D.F Property Rights and Coastal Fisheries, p In Pomeroy, R.S. (ed.) Community Management and Common Property of Coastal Fisheries in Asia and The Pasific: concepts,methods and exeriences. ICLARM Conf. Proc. 45, 189 p. BBPPI Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. Bintoro, G Tuna Resources In Indonesia s Waters : Status, Possible Management Plan, and Recommendations for The Regulation of Fishing Effort. Hull University. Hull England. M.Sc Dissertation. Unpublished. Brown, D., Staples D., and Smith F., (2005). Mainstreaming Fisheries Comanagement in the Asia Pacific. FAO Regional Office for Asia and The Pacific. Bangkok. Dari website Bungin, B Metode Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Cahyono, B. T. 1995, Manajemen Strategi Pemasaran. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI Program Magister Manajemen. Badan Penerbit IPWI Jakarta. Dahuri, R Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 233 hal.

130 112 Dahuri, R Kebijakan Penertiban Izin Kapal Asing Di Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Seminar Nasional 20 Oktober 2001, Diselenggarakan Oleh HIMASEPA IPB. Jakarta. 9 hal. Dahuri R Menggali Potensi Kelautan dan Perikanan Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa Indonesia yang Maju, Makmur dan Berkeadilan. Makalah Pada Acara Temu Akrab CIVA-FPIK, tanggal 25 Agustus Bogor. Dajan, A Pengantar Metode Statistik. Jilid 1. LP3ES. Jakarta. Hal Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Statistik Perikanan Indonesia Tahun DKP, Jakarta. 101 hal. Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan DKP, Jakarta. 96 hal. Dinas Kelautan dan Perikanan NAD. 2010a. Statistik Perikanan Aceh Tahun DKP NAD. Banda Aceh. Dinas Kelautan dan Perikanan NAD. 2010b. Prospek Pengembangan Potensi Perikanan Nanggroe Aceh Darussalam. DKP NAD. Banda Aceh. Dinas Kelautan dan Perikanan NAD. 2010c. Bahan Konsultasi Pengembangan Usaha Perikanan NAD. DKP NAD. Banda Aceh. Ditjen Perikanan Tangkap Statistik Perikanan Tangkap Tahun DKP, Jakarta. Dutton, I.M Personal Communication About Co-Management in Fisheries Sector. Jurnal Depdagri Vol. 12. Jakarta. Elfindri Ekonomi Patron-klien. Fenomena Mikro Rumah Tangga Nelayan dan Kebijakan Makro. Andalas University Press. Fauzi, A Kebijakan Perikanan dan Kelautan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Food Agriculture Organization [FAO] The State of World Fisheries and Agriculture (SOFIA). FAO. Griffin, and Ronald, C The Welfare Analytics of Transaction Costs, Externalities and Institutional Choice. American Journal of Agricultural Economics, 73(3):

131 113 Gulland, J.A., Fish Stock Assessment: Amanual of Basic Methods. Chichester-New York-Brishbane-Toronto-Singapor: John Wiley Sons. 223 p. Hamdan, Monintja, D.R., Purwanto J., Budiharsono S., dan Purbayanto A Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Buletin PSP 15 (3): Hanley ND. and Spash C Cost-Benefic Analysis and the Environment. Edward Elgar, Cheltenham, UK. Hanna, S Efficiencies of User Participation in Nautral Resource Management. In Hanna, S. and M. Munasinghe (eds.) In Property Rights and the Environment - Social and Ecological Issues. Biejer International Institute of Ecological Economics and The World Bank. Washington, D.C Hartoto, D., I., Adrianto, L.; Kalikoski, D.; Yunanda, T. (eds) (2009). Building capacity for mainstreaming fisheries co-management in Indonesia. Course book. FAO/Jakarta, DKP/Jakarta: Rome, dari website : ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/012/i0989e/i0989e.pdf Hendriwan, M.F.A., Sondita, J.Haluan, dan Wiryawan, B Analisis Optimasi Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Strategi Pengembangannya di Teluk Lampung. Buletin PSP 17 (1): Hermawan, M Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil. Disertasi (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor Hou, W. C Practical Marketing: An Asia Prespective. Pemasaran Praktis Cara Asia. Penerbit Mega Asia. Jusuf, G The Indonesian Fishery Policy. Proceedings of The 3 rd JSPS International Seminar on Fisheries Science in Tropical Area. Bali Island Indonesia, August Ihsan Kajian Model Pengembangan Perikanan Tangkap dalam Rangka Pengelolaan Laut Secara Optimal di Daerah Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Thesis (tidak dipunlikasikan). Program Pascasarjana. IPB. Bogor. 106 hal. Imron, M Stok Bersama dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Wilayah Perairan Indonesia. Buletin PSP, 9 (2): 10 hlm.

132 114 International co-operation on fisheries and Environment (ICOFE) Regional Co-Operation In Fisheries and Environment (edited by Line Kjelstrup et.al.). Page Karyana, B Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis di Perairan Pantai Barat Kalimantan. Jurnal Penelitian Perikanan Laut (72): Kimker, A. L Tunner Crab Survival in Closed Pots. Alaska Fishery Research Bulletin, 1 (2); Kuntoro, M dan Listiarini, T Analisa Keputusan, Pendekatan Sistem Dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Baskara. Bandung. 271 hal. Kusumastanto, T Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lee, S. M, Moore, L. J, and Taylor, B.W Management Science. Edisi ke-2. Boston : Allyn and Bocan, Inc. 247 p. Liana, T.M, Elmer, M.F, Lenore, P.C. and Alan. G.C The Bolinao Community-Based Coastal Resource Management Project. Jurnal of Community Organizer, Haribon Foundation. Makino, M, Matsuda, H, dan Sakurai, Y Expanding Fisheries Comanagement to Ecosystem-Based management : A case in the Shiretoko World Natural Heritage Area, Japan. Journal of Matine Policy. P Mamuaya GE., Haluan J, Wisudo SH, dan Astika IW Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap di Daerah Kota Pantai : Penelaahan Kasus di Kota Manado. Buletin PSP 16 (1): Mann, K. H, dan J.R.N. Lazier., Dynamics of Marine Ecosystems, Biological-Physical Interactions in the Ocean. Balckwell Scientific Publications. Boston. Martin V. A and L. Tony, L. R The Ecology of The Deep Ocean and Its Relevance to Global Waste Management. Journal of Essay Review. Southampton Oceanography Centre\ Empress Dock\ Southampton So03 2zh. United Kingdom. 23 Hal McClary, R. Philosophy of Science. philosophy.html Mumby, P.J, E. P. Green, A. J. Edwards, and C. D. Clark The costeffectiveness of remote sensing for tropical coastal resources assessment and management. Journal of Environmental Management. (55);

133 115 Muslich, M Metode Kuantitatif. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 445 hal. Nikijuluw, V. P. H Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerja sama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R), dengan PT. Pustaka Cidesindo, Jakarta, Nurani, T.W. dan Wisudo, S.H Kajian Tekno-Ekonomi Usaha Perikanan Longline untuk Fresh dan Frozen Tuna Sashimi. Buletin PSP. 6 (1) : Nontji, A Pendirian Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Kelautan (PUSPIPTEK KELAUTAN): Implementasi Pembangunan Benua Maritim Indonesia di Bidang IPTEK. Proseding Workshop Program Pelita VII PUSLITBANG Oseanologi LIPI dalam Rangka Menyongsong Penelitian Kelautan Abad 21, Jakarta 2-4 April Jakarta. Nontji, A Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta Nybakken, J. W Bilologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Ali Bahasa : M. Eidman, Koesoebiono,. Hutonomi, dan S. Sukardjo. PT. Gramedia. Jakarta. Pearce, D. dan Moran, D The Economic Value of Biodiversity. IUCN The World Conservation Union. London, UK. Pearce, D dan Robinson Manajemen Strategik. Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Jilid Satu. Alih Bahasa Terbitan Pertama Bina Aksara. Jakarta. Pinkerton and Evelyn Co-Operative Management of Local Fisheries A New Directions for Improved Management and Community Development. Jurnal of Fisheries. 32. Vancouver: University of British Columbia Press. Presiden Republik Indonesia Undang-Undang No. 22 Tentang Pemerintahan Daerah. Presiden Republik Indonesia Undang-Undang No. 25 Tentang Peribangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Purba, C. B Model Pengembangan Kemitraan Usaha Perikanan Tangkap dengan Lembaga Keuangan di Pesisir Utara Provinsi Jawa Barat. Disertasi (tidak dipublikasikan). Pascasarjana-IPB. Bogor. 216 hal. Purwaka, T., Pembangunan Sumberdaya Manusia Dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Otonomi Pengelolaan Kelautan di Daerah. Seminar Sehari, IPB, Bogor.

134 116 Putra, S Konflik Pengelolaan Sumber Daya Kelautan di Sulawesi Utara Dapat Mengancam Kelestarian Pemanfaatannya. Jurnal Depdagri 12. Jakarta. Rossiter, W.W Fisheries Conservation Crisis in Indonesia: Massive Destruction of Marine Mammals, Sea Turtles and Fish Reported from Trap Nets In Pelagic Migratory Channels. This information is taken from internet: William Rossiter, President Cetacean Society International and Steve Morris. Ruddle, K., E. Hviding, and R. E. Johannes Marine Resource Management In The Context Of Customary Tenure. Marine Resource Economics, (7); Saaty, T.L Pengambilan Keputusan. Bagi Para Pemimpin. PT Pusaka Binaman Pressindi, Jakarta. 270 hal. Saksono, A., Kebijaksanaan Perikanan Nasional dan Persiapan Menyongsong Tahun Sarasehan Perikanan Nasional, IPB, Bogor. Setiawan, I Kinerja Pengembangan Perikanan Tangkap : Suatu Analisis Program Pemberdayaan Nelayan Kecil. Disertasi (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor Sheppard, C. R. C., Matheson, K., Bythell, J. C., Edwards, A. J. Murphy, P., Blair-Myers, C. and Blake, B Habitat mapping in the Caribbean for Management and conservation: use and assessment of aerial photography. AquaticCon servation: Marine and Freshwater Ecosystems. 5; Sparre, P. dan S.C. Venema., Introduksi Pengkajian Stok Ikan tropis (Terjemahan) Oleh: J. Widodo, I.G.S. Merta, S. Nurhakim, M. Badrudin. FAO Puslitbangkan - Balitbangkan. Jakarta. 438 hal. Suman, A., Rijal, M., dan Subani, W Status Perikanan Udang Karang di Perairan Pangandaran, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 81: 1-7. Subani, W. dan Barus. H. R Alat Tangkap Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50, 248 hal. Suharsono Kesadaran Masyarakat Tentang Terumbu Karang (Kerusakan Karang Di Indonesia). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Bagian Proyek Ekosistem Pesisir. Jakarta. 77 hal.

135 117 Sultan M Pengembangan Perikanan Tangkap Di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Disertasi (Tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 174 hal. Suman, A., Rijal, M., dan Subani, W Status Perikanan Udang Karang di Perairan Pangandaran, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 81 : 1-7. Supranto J. M. A. 1991, Metode Riset. Aplikasinya Dalam Pemasaran. Penerbit PT. RINEKA CIPTA. Jakarta. Supriharyono, M.S Pelestarian dan Penelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sutisna, D. H Pola Pengembangan Perikanan Tangkap di Pantai Selatan Provinsi Jawa Barat. Disertasi Sekolah Pascasarjana (tidak dipublikasikan). IPB. Bogor Tampubolon, N., Djamali, A Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut. LIPI. 251 hal. Tinungki G.M Evaluasi Model Produksi Surplus Dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimum Lestari Untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali, Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor Tomascik, T., Mah, A.J., Nontji, A and Moosa, K.M The Ecology of The Indonesian Seas Part One and Two. The Ecology Journal of Indonesia Series Vol. 8. Peripcus, Singapore Wilson, J.C., Saade, E., and Green, C. D UNCLOS Survey-an Expert Team Needs Integrated Specialised Tools. The Hydrographic Journal. 106; Wiyono, E.S., Yamada, S., Tanaka, E., Kitakado, T Fishing Strategy for Target Species of Small-Scale Fisheries in Pelabuhanratu Bay, Indonesia. Bulletin de la Societe Franco-Japonaise d oceanographie 44: Widodo, J., Aziz, K.A., Priyono, B.E., Tampubolon, G.H., Naamin, N., dan Djamali, A Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan.

136 119 Lampiran 1 Hasil tangkapan setiap jenis ikan pelagis kecil untuk setiap kuartal di perairan utara Nanggroe Aceh Darussalam No Tahun Kwartal Hasil Tangkapan Rata-Rata (ton) Layang Tembang Selar Teri Layur Lemuru Sunglir Jepuh Kembung ,1 281,4 307,1 312,6 295,8 2 58,0 17,4 291,9 164,5 312,5 544,6 3 98,9 270,2 319,6 203,6 300,5 4 54,1 45,7 139,5 281,1 261,0 760, ,8 204,3 121,5 133,7 48,1 144, ,5 52,1 94,3 74,4 296,0 143, ,6 12, ,0 103,0 93,2 135,8 94, ,1 55,0 99,4 78,5 312,3 151, ,7 203,,5 138,5 723,7 151, ,6 54,6 98,8 78,0 310,2 156, ,4 12,8 41,3 77,8 382,6 96, ,8 33,1 70,2 49,8 113,0 14,6 213, ,0 29,6 128,0 175,7 163,8 9,8 212, ,6 108,2 74,3 122,3 47,0 184, ,6 42,5 95,2 204,2 20,3 151, ,0 6,4 6,3 31,7-48,0 6,9 31, ,0 12,8 32,5 61, , ,3 21,3 54,1 102, ,3 4 17,4 2,2 5,5 10,2-38,2-10,6 Keterangan : Kuartal 1 = Januari-Maret, Kuartal 2 = April-Juni, Kwartal 3 = Juli-September, dan Kuartal 4 = Oktober-Desember

137 120 Lampiran 2 Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan pukat udang tahun Hasil Tangkapan (ton) Upaya Penangkapan (unit) HTs-PI (ton) Tahun Fes-PI (unit) Lampiran 3 Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan payang tahun Hasil Tangkapan (ton) Tahun Upaya Penangkapan (unit) HTs-Py (ton) Fes-Py (unit)

138 121 Lampiran 4 Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan pukat pantai tahun Hasil Tangkapan (ton) Tahun Upaya Penangkapan (unit) HTs-PP (ton) Fes-PP (unit) Lampiran 5 Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan pukat cincin tahun Hasil Tangkapan (ton) Tahun Upaya Penangkapan (unit) HTs-PS (ton) Fes-PS (unit)

139 122 Lampiran 6 Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan jaring insang hanyut tahun Hasil Tangkapan (unit) Upaya Penangkapan (unit) Tahun HTs-JIH (ton) Fes-JIH (unit) Lampiran 7 Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan jaring lingkar tahun Hasil Tangkapan (ton) Tahun Upaya Penangkapan (unit) HTs-JL(ton) Fes-JL (unit)

140 123 Lampiran 8 Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan jaring klitik tahun Hasil Tangkapan (ton) Tahun Upaya Penangkapan 9unit) HTs-JK (ton) Fes-JK (unit) Lampiran 9 Perbandingan perilaku hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan dengan jaring insang tetap tahun Hasil Tangkapan (ton) Tahun Upaya Penangkapan (unit) HTs-JIT (ton) Fes-JIT (unit)

141 124 Tahun Lampiran 10 Perbandingan nilai CPUE untuk menentukan alat tangkap standar HTs-PS (ton) Fes-PS (unit) CPUEs- PS (ton/unit) HTs- JIH (ton) Fes-JIH (unit) CPUEs- JIH (ton/unit) HTs- JL(ton) Fes-JL (unit) CPUEs- JL (ton/unit) Tahun HTs-JK (ton) Fes-JK (unit) CPUEs- JK (ton/unit) HTs- JIT (ton) Fes-JIT (unit) CPUEs- JIT (ton/unit) HTs-TN (ton) Fes-TN (unit) CPUEs- TN (ton/unit)

142 125 Lampiran 11 Fishing Power Index (FPI) setiap alat tangkap CPUEi- CPUEi- CPUEi- FPIi- CPUEi- FPIi- CPUEi- FPIi- FPIi-PI FPIi-Py Tahun PI Py PP PP PS PS JIH JIH (unit) (unit) (ton/unit) (ton/unit) (ton/unit) (unit) (ton/unit) (unit) (ton/unit) (unit) Tahun CPUEi- JL (ton/unit) FPIi- JL (unit) CPUEi- JK (ton/unit) FPIi- JK (unit) CPUEi- JIT (ton/unit) FPIi- JIT (unit) CPUEi- TN (ton/unit) FPIi- TN (unit)

143 126 Lampiran 12 Standard Effort (SE) setiap alat tangkap Tahun FPIi-PI (unit) FEi-PI (unit) SE-PI (unit) FPIi-Py (unit) FEi-Py (unit) SE- Py(unit) FPIi- PP (unit) FEi-PP (unit) SE-PP (unit) Tahun FPIi- PS(unit) FEi-PS (unit) SE-PS (unit) FPIi- JIH (unit) FEi- JIH (unit) SE-JIH (unit) FPIi- JL (unit) FEi-JL (unit) SE-JL (unit)

144 127 Tahun FPIi- JK (unit) FEi- JK (unit) SE- JK (unit) FPIi- JIT(unit) FEi- JIT (unit) SE- JIT (unit) FPIi- TN(unit) FEi- TN (unit) SE-TN (unit)

145 128 Lampiran 13 Produksi, Upaya Penangkapan, CPUE dan MSY Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Tahun HTs-total (ton) SE-Gab (unit) CPUE (ton/unit) Total Standar Deviasi Rata-rata Intercep (a) Slope (b) MSY F opt

146 129 Lampiran 14 Pembiayaan Usaha Perikanan Payang No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Kapal Payang 285,000, Alat Tangkap Jaring Payang 80,000, Mesin Induk 50,000, Mesin Lampu 250 Watt 3,500, Kompas 800, Radio HT 1,500, Palka (2 buah) 5,000, Jerigen air (4 buah) 200, Jumlah 426,000, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan Penyusutan Kapal 35,625, Penyusutan Alat Tangkap 13,333, Mesin Induk 6,250, Mesin Lampu 437, Kompas 100, Radio HT 187, Palka (2 buah) 5,250, Jerigen air 66, Jumlah 61,250, Biaya Perawatan Perawatan Kapal 20,000, Perawatan Alat Tangkap 14,000, Perawatan Mesin 11,000, Jumlah 45,000, Biaya Tidak Tetap 3.1 Minyak Tanah 2,280, Bensin 1,710, Solar 94,050, Oli 1,187, Es Balok 53,200, Air Tawar 1,140, Ransum 29,260, Jumlah 182,827, Total Biaya 289,077,500.00

147 130 Lampiran 15 Pembiayaan Usaha Perikanan Pukat Pantai No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Kapal 150,000, Alat Tangkap Pukat Pantai 185,000, Mesin Induk 40,000, Radio HT 1,500, Palka (1 buah) 2,500, Jerigen air (2 buah) 100, Jumlah 379,100, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan Kapal 18,750, Alat Tangkap 46,250, Mesin Induk 5,000, Radio HT 187, Palka (1 buah) 312, Jerigen air 33, Jumlah 70,533, Biaya Perawatan Perawatan Kapal 15,000, Perawatan Alat Tangkap 12,500, Perawatan Mesin 11,000, Jumlah 38,500, Biaya Tidak Tetap 3.1 Minyak Tanah 4,800, Bensin 7,200, Solar 72,000, Oli 1,000, Es Balok 11,200, Air Tawar 2,400, Ransum 112,000, Jumlah 210,600, Total Biaya 319,633,333.33

148 131 Lampiran 16 Pembiayaan Usaha Perikanan Pukat Cincin No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Kapal Pukat Cincin 700,000, Alat Tangkap Jaring 200,000, Mesin Induk 95,000, Mesin Lampu 950 Watt 20,000, Echosounder 4,000, Roller 4,500, Kompas 800, Palka (2 buah) 5,000, Jerigen air (20 buah) 1,000, Pelampung Permanen 1,500, Jumlah 1,031,800, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan Penyusutan Kapal 87,500, Penyusutan Alat Tangkap 33,333, Mesin Induk 11,875, Mesin Lampu 450 Watt 2,500, Echosounder 500, Roller 562, Kompas 100, Palka (2 buah) 625, Jerigen air 333, Pelampung Permanen 500, Jumlah 137,829, Biaya Perawatan Perawatan Kapal 32,000, Perawatan Alat Tangkap 20,500, Perawatan Mesin 13,000, Jumlah 65,500, Biaya Tidak Tetap 3.1 Minyak Tanah 7,920, Bensin 14,850, Solar 445,500, Oli 4,125, Es Balok 231,000, Air Tawar 6,600, Ransum 110,880, Jumlah 820,875, Total Biaya 1,024,204,166.67

149 132 Lampiran 17 Pembiayaan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut (JIH) No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Kapal 300,000, Alat Tangkap JIH 160,000, Mesin Induk 45,000, Mesin Lampu 1000 Watt 10,500, Kompas 800, Radio HT 1,500, Palka (2 buah) 5,000, Jerigen air (20 buah) 1,000, Jumlah 523,800, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan Kapal 37,500, Alat Tangkap 20,000, Mesin Induk 5,625, Mesin Lampu 1000 Watt 1,312, Kompas 100, Radio HT 187, Palka (2 buah) 625, Jerigen air 333, Jumlah 65,683, Biaya Perawatan Perawatan Kapal 28,000, Perawatan Alat Tangkap 18,500, Perawatan Mesin 15,000, Jumlah 61,500, Biaya Tidak Tetap 3.1 Minyak Tanah 38,400, Bensin 36,000, Solar 360,000, Oli 5,000, Es Balok 224,000, Air Tawar 4,800, Ransum 134,400, Jumlah 802,600, Total Biaya 929,783,333.33

150 133 Lampiran 18 Pembiayaan Usaha Perikanan Jaring Lingkar (JL) No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Kapal 220,000, Alat Tangkap JL 80,000, Mesin Induk 60,000, Mesin Lampu 4,500, Kompas 800, Palka (1 buah) 3,000, Jerigen air (4 buah) 200, Jumlah 368,500, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan Kapal 27,500, Alat Tangkap 11,428, Mesin Induk 7,500, Mesin Lampu 562, Kompas 100, Palka 375, Jerigen air 66, Jumlah 47,532, Biaya Perawatan Perawatan Kapal 13,000, Perawatan Alat Tangkap 12,500, Perawatan Mesin 8,000, Jumlah 33,500, Biaya Tidak Tetap 3.1 Minyak Tanah Bensin 1,800, Solar 85,500, Oli 1,250, Es Balok 22,400, Air Tawar 1,200, Ransum 22,400, Jumlah 134,550, Total Biaya 215,582,738.10

151 134 Lampiran 19 Pembiayaan Usaha Perikanan Trammel net No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Kapal 58,000, Alat Tangkap Tramel Net 25,000, Mesin Induk 21,500, Mesin Lampu 5,000, Echosounder 4,500, Kompas 750, Palka (2 buah) 5,000, Jerigen air (12 buah) 600, Jumlah 120,350, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan Penyusutan Kapal 7,250, Penyusutan Alat Tangkap 5,000, Mesin Induk 2,687, Mesin Lampu 450 Watt 625, Echosounder 562, Kompas 93, Palka 625, Jerigen air 200, Jumlah 17,043, Biaya Perawatan Perawatan Kapal 17,500, Perawatan Alat Tangkap 21,500, Perawatan Mesin 12,500, Jumlah 51,500, Biaya Tidak Tetap 3.1 Minyak Tanah 7,920, Bensin 8,910, Solar 282,150, Oli 4,125, Es Balok 184,800, Air Tawar 3,960, Ransum 120,120, Jumlah 611,985, Total Biaya 680,528,750.00

152

153 140 Lampiran 20. Penerimaan Usaha Perikanan Payang Musim Penangkapan Ikan Paceklik (Juni-Juli) Sedang (Agustus-Desember) Puncak (Januari-Mei) Produksi dan Penerimaan Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) , , , Total berat (kg) Penerimaan (Rp) 48,960, ,620, ,384, Total Penerimaan (Rp) 800,964, Lampiran 21. Penerimaan Usaha Perikanan Pukat Pantai Produksi dan Penerimaan Musim Penangkapan Ikan Paceklik (Juni-Juli) Sedang (Agustus-Desember) Puncak (Januari-Mei) Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) Trip , , , Total berat (kg) , Penerimaan (Rp) 73,080, ,960, ,779, Total Penerimaan (Rp) 1,534,819, Harga (Rp)

154 141 Lampiran 22. Penerimaan Usaha Perikanan Pukat Cincin Musim Penangkapan Ikan Paceklik (Juni-Juli) Sedang (Agustus-Desember) Puncak (Januari-Mei) Produksi dan Penerimaan Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) , , , Total berat (kg) 1, , , Penerimaan (Rp) 280,560, ,523,040, ,008,755, Total Penerimaan (Rp) 3,812,355, Lampiran 23. Penerimaan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut (JIH) Musim Penangkapan Ikan Paceklik (Juni-Juli) Sedang (Agustus-Desember) Puncak (Januari-Mei) Produksi dan Penerimaan Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) , , , Total berat (kg) 1, , , Penerimaan (Rp) 227,880, ,480, ,573,096, Total Penerimaan (Rp) 2,536,456,500.00

155 142 Lampiran 24 Penerimaan Usaha Perikanan Jaring Lingkar (JL) Musim Penangkapan Ikan Paceklik (Juni-Juli) Sedang (Agustus-Desember) Puncak (Januari-Mei) Produksi dan Penerimaan Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) , , , Total berat (kg) Penerimaan (Rp) 21,600, ,300, ,766, Total Penerimaan (Rp) 276,666, Lampiran 25 Penerimaan Usaha Perikanan Trammel net Muism Penangkapan Ikan Paceklik (Juni-Juli) Sedang (Agustus-Desember) Puncak (Januari-Mei) Produksi dan Penerimaan Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) Trip Harga (Rp) , , , Total berat (kg) , Penerimaan (Rp) 83,664, ,040, ,436, Total Penerimaan (Rp) 877,140,400.00

156 143 Lampiran 26 Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Payang Uraian Tahun Operasi Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 0 800,964, ,964, ,964, ,964, ,964, ,964, ,964, ,964, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,964, ,964, ,964, ,964, ,964, ,964, ,964, ,964, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Kapal Payang 285,000, Alat Tangkap Payang 80,000, ,000, Mesin Induk 50,000, Peralatan Lampu 3,500, Kompas 800, Radio HT 1,500, Palka (2 buah) 5,000, Jerigen air 200, , , Sub-Jumlah 426,000, , ,200, Biaya Operasional Minyak tanah 2,280, ,280, ,280, ,280, ,280, ,280, ,280, ,280, Bensin 1,710, ,710, ,710, ,710, ,710, ,710, ,710, ,710, Solar 94,050, ,050, ,050, ,050, ,050, ,050, ,050, ,050, Oli 1,187, ,187, ,187, ,187, ,187, ,187, ,187, ,187, Es balok 53,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, Air tawar 1,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, Ransum 29,260, ,260, ,260, ,260, ,260, ,260, ,260, ,260, Sub-Jumlah 182,827, ,827, ,827, ,827, ,827, ,827, ,827, ,827,500.00

157 2.3.1 Perawatan kapal penangkapan 20,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Perawatan alat tangkap 14,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Perawatan mesin 11,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Sub-jumlah 45,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Jumlah Pengeluaran Sebelum Biaya ABK 426,000, ,827, ,827, ,027, ,827, ,827, ,027, ,827, ,827, Keuntungan Tahunan Sebelum Biaya ABK -426,000, ,136, ,136, ,936, ,136, ,136, ,936, ,136, ,136, Bagi Hasil ABK 50 %(Biaya ABK ) 286,568, ,568, ,468, ,568, ,568, ,468, ,568, ,568, Jumlah Pengeluaran Termasuk Biaya ABK 426,000, ,395, ,395, ,495, ,395, ,395, ,495, ,395, ,395, Keuntungan Tahunan Pemilik -426,000, ,568, ,568, ,468, ,568, ,568, ,468, ,568, ,568, Keuntungan Usaha ( ) 1,826,346, DF (6.25%) % PB ,848, ,504, ,768, ,488, ,518, ,723, ,974, ,152, PC 426,000, ,137, ,658, ,938, ,628, ,885, ,411, ,507, ,712, PV -426,000, ,711, ,845, ,830, ,860, ,632, ,311, ,467, ,439, NPV 1,308,099, IRR 56.04% R/C

158 145 Lampiran 27 Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Pukat Pantai Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 0 1,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, ,534,819, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Kapal 150,000, Pukat Pantai 185,000, ,000, ,000, Mesin Induk 40,000, Radio HT 1,500, Palka (1 buah) 2,500, Jerigen air (4 buah) 100, , , Sub-Jumlah 379,100, , ,000, , ,000, Biaya Operasional Minyak tanah 2,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, Bensin 4,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Solar 108,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Oli 1,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, Es balok 44,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, Air tawar 1,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, Ransum 14,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Sub-Jumlah 176,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, Biaya perawatan Perawatan kapal penangkapan 15,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000.00

159 2.3.2 Perawatan alat tangkap 12,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Perawatan mesin 11,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Sub-jumlah 38,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Jumlah Pengeluaran Sebelum Biaya ABK 379,100, ,650, ,650, ,750, ,650, ,650, ,750, ,650, ,650, Keuntungan Tahunan Sebelum Biaya ABK -379,100, ,320,169, ,320,169, ,320,069, ,135,169, ,320,169, ,320,069, ,320,169, ,135,169, Bagi Hasil ABK 50 %(Biaya ABK ) 660,084, ,084, ,034, ,584, ,084, ,034, ,084, ,584, Jumlah Pengeluaran Termasuk Biaya ABK 379,100, ,734, ,734, ,784, ,234, ,734, ,784, ,734, ,234, Keuntungan Tahunan Pemilik -379,100, ,084, ,084, ,034, ,584, ,084, ,034, ,084, ,584, Keuntungan Usaha ( ) 4,716,478, DF (6.25%) % PB ,444,536, ,359,563, ,279,588, ,204,319, ,133,476, ,066,801, ,004,048, ,986, PC 379,100, ,279, ,851, ,313, ,955, ,998, ,033, ,234, ,525, PV -379,100, ,256, ,711, ,275, ,363, ,477, ,768, ,814, ,461, NPV 3,550,028, IRR % R/C

160 147 Lampiran 28 Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Purse Seine Uraian Tahun Proyek Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 0 3,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, ,812,355, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Kapal Purse Seine 700,000, Jaring 200,000, ,000, Mesin Induk 95,000, Mesin Lampu 450 Watt 20,000, Echosounder 4,000, Roller 4,500, Kompas 800, Palka (2 buah) 5,000, Jerigen air 1,000, ,000, ,000, Pelampung Permanen 1,500, Sub-Jumlah 1,031,800, ,000, ,000, Biaya Operasional Minyak tanah 7,920, ,920, ,920, ,920, ,920, ,920, ,920, ,920, Bensin 14,850, ,850, ,850, ,850, ,850, ,850, ,850, ,850, Solar 445,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Oli 4,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125,000.00

161 2.2.5 Es balok 231,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Air tawar 6,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600, Ransum 110,880, ,880, ,880, ,880, ,880, ,880, ,880, ,880, Sub-Jumlah 820,875, ,875, ,875, ,875, ,875, ,875, ,875, ,875, Biaya perawatan Perawatan kapal penangkapan 32,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Perawatan alat tangkap 20,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Perawatan mesin 13,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Sub-jumlah 65,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Jumlah Pengeluaran Sebelum Biaya ABK 1,031,800, ,375, ,375, ,375, ,375, ,375, ,087,375, ,375, ,375, Keuntungan Tahunan Sebelum Biaya ABK -1,031,800, ,925,980, ,925,980, ,924,980, ,925,980, ,925,980, ,724,980, ,925,980, ,925,980, Bagi Hasil ABK 50 %(Biaya ABK ) 1,462,990, ,462,990, ,462,490, ,462,990, ,462,990, ,362,490, ,462,990, ,462,990, Jumlah Pengeluaran Termasuk Biaya ABK 1,031,800, ,349,365, ,349,365, ,349,865, ,349,365, ,349,365, ,449,865, ,349,365, ,349,365, Keuntungan Tahunan Pemilik -1,031,800, ,462,990, ,462,990, ,462,490, ,462,990, ,462,990, ,362,490, ,462,990, ,462,990, Keuntungan Usaha ( ) 10,571,120, DF (6.25%) % PB ,588,098, ,377,034, ,178,385, ,991,421, ,815,455, ,649,840, ,493,967, ,347,263, PC 1,031,800, ,211,167, ,081,098, ,959,097, ,843,464, ,735,025, ,702,819, ,536,908, ,446,501, PV -1,031,800, ,376,931, ,295,935, ,219,287, ,147,956, ,080,430, ,021, ,059, ,761, NPV 7,893,583, IRR % R/C

162 149 Lampiran 29 Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Jaring Insang Hanyut (JIH) Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 0 2,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, ,536,456, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Kapal 300,000, Jaring Insang Hanyut (JIH) 160,000, Mesin Induk 45,000, Mesin Lampu 10,500, Kompas 800, Radio HT 1,500, Palka (2 buah) 5,000, Jerigen air (20 buah) 1,000, ,000, ,000, Sub-Jumlah 523,800, ,000, ,000, Biaya Operasional Minyak tanah 38,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, Bensin 36,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Solar 360,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Oli 5,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Es balok 224,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Air tawar 4,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, Ransum 134,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, Sub-Jumlah 802,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600,000.00

163 2.3 Biaya perawatan Perawatan kapal penangkapan 28,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Perawatan alat tangkap 18,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Perawatan mesin 15,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Sub-jumlah 61,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Jumlah Pengeluaran Sebelum Biaya ABK 523,800, ,100, ,100, ,100, ,100, ,100, ,100, ,100, ,100, Keuntungan Tahunan Sebelum Biaya ABK -523,800, ,672,356, ,672,356, ,671,356, ,672,356, ,672,356, ,671,356, ,672,356, ,672,356, Bagi Hasil ABK 50 %(Biaya ABK ) 836,178, ,178, ,678, ,178, ,178, ,678, ,178, ,178, Jumlah Pengeluaran Termasuk Biaya ABK 523,800, ,700,278, ,700,278, ,700,778, ,700,278, ,700,278, ,700,778, ,700,278, ,700,278, Keuntungan Tahunan Pemilik -523,800, ,178, ,178, ,678, ,178, ,178, ,678, ,178, ,178, Keuntungan Usaha ( ) 6,164,626, DF (6.25%) % PB ,387,253, ,246,826, ,114,660, ,990,268, ,873,193, ,763,005, ,659,299, ,561,693, PC 523,800, ,600,261, ,506,128, ,417,949, ,334,148, ,255,669, ,182,154, ,112,288, ,046,859, PV -523,800, ,991, ,697, ,710, ,119, ,524, ,851, ,011, ,834, NPV 4,616,941, IRR % B/C

164 151 Lampiran 30 Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Jaring Lingkar (JL) Uraian Tahun Operasi Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 0 276,666, ,666, ,666, ,666, ,666, ,666, ,666, ,666, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,666, ,666, ,666, ,666, ,666, ,666, ,666, ,666, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Kapal 220,000, Jaring Lingkar 80,000, ,000, Mesin Induk 60,000, Mesin Lampu 4,500, Kompas 800, Palka (2 buah) 3,000, Jerigen air (4 buah) 200, , , Sub-Jumlah 368,500, , , ,000, Biaya Operasional Minyak tanah Bensin 1,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, Solar 85,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Oli 1,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, Es balok 22,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, Air tawar 1,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, ,200, Ransum 22,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, Sub-Jumlah 134,550, ,550, ,550, ,550, ,550, ,550, ,550, ,550, Biaya perawatan

165 Perawatan kapal penangkapan 13,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Perawatan alat tangkap 12,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Perawatan mesin 8,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Sub-jumlah 33,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Jumlah Pengeluaran Sebelum Biaya ABK 368,500, ,050, ,050, ,250, ,050, ,050, ,250, ,050, ,050, Keuntungan Tahunan Sebelum Biaya ABK - 368,500, ,616, ,616, ,416, ,616, ,616, ,416, ,616, ,616, Bagi Hasil ABK 50 %(Biaya ABK ) 54,308, ,308, ,208, ,308, ,308, ,208, ,308, ,308, Jumlah Pengeluaran Termasuk Biaya ABK 368,500, ,358, ,358, ,458, ,358, ,358, ,458, ,358, ,358, Keuntungan Tahunan Pemilik - 368,500, ,308, ,308, ,208, ,308, ,308, ,208, ,308, ,308, Keuntungan Usaha ( ) 25,765, DF (6.25%) % PB ,391, ,074, ,658, ,090, ,320, ,301, ,989, ,343, PC 368,500, ,278, ,967, ,464, ,476, ,213, ,623, ,629, ,905, PV - 368,500, ,113, ,106, ,193, ,613, ,107, ,678, ,360, ,437, NPV -60,889, IRR -4.36% R/C 0.97

166 153 Lampiran 31 Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Trammel net Uraian Tahun Operasi Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 0 877,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, ,140, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Kapal 58,000, Jaring Tramel Net 25,000, ,000, Mesin Induk 21,500, Mesin Lampu 5,000, Echosounder 4,500, Kompas 750, Palka (2 buah) 5,000, Jerigen Air 600, , , Sub-Jumlah 120,350, , ,000, , Biaya Operasional Minyak tanah 7,920, ,920, ,920, ,920, ,920, ,920, ,920, ,920, Bensin 8,910, ,910, ,910, ,910, ,910, ,910, ,910, ,910, Solar 282,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, Oli 4,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, Es balok 184,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, ,800, Air tawar 3,960, ,960, ,960, ,960, ,960, ,960, ,960, ,960, Ransum 120,120, ,120, ,120, ,120, ,120, ,120, ,120, ,120, Sub-Jumlah 611,985, ,985, ,985, ,985, ,985, ,985, ,985, ,985, Biaya perawatan Perawatan kapal 17,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500,000.00

167 penangkapan Perawatan alat tangkap 21,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Perawatan mesin 12,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Sub-jumlah 51,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Jumlah Pengeluaran Sebelum Biaya ABK 120,350, ,485, ,485, ,085, ,485, ,485, ,085, ,485, ,485, Keuntungan Tahunan Sebelum Biaya ABK -120,350, ,655, ,655, ,055, ,655, ,655, ,055, ,655, ,655, Bagi Hasil ABK 50 %(Biaya ABK ) 106,827, ,827, ,527, ,827, ,327, ,527, ,827, ,827, Jumlah Pengeluaran Termasuk Biaya ABK 120,350, ,312, ,312, ,612, ,312, ,812, ,612, ,312, ,312, Keuntungan Tahunan Pemilik -120,350, ,827, ,827, ,527, ,827, ,327, ,527, ,827, ,827, Keuntungan Usaha ( ) 721,171, DF (6.25%) % PB ,543, ,982, ,277, ,261, ,775, ,670, ,807, ,054, PC 120,350, ,000, ,353, ,464, ,437, ,113, ,627, ,923, ,280, PV -120,350, ,543, ,629, ,812, ,823, ,661, ,043, ,884, ,773, NPV 526,823, IRR 76.72% R/C

168

169 Lampiran 32 Stuktur hireraki strategi pengembangan (dalam format Expert Choice) 150

170 151 Lampiran 33 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas potensi sumberdaya ikan dalam pandangan pemerintah

171 Lampiran 34 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi teknis&teknologi penangkapan ikan dalam pandangan pemerintah 152

172 153 Lampiran 35 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas tuntutan keberlanjutan pengelolaan dalam pandangan pemerintah

173 Lampiran 36 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha perikanann dalam pandangan pemerintah 154

174 155 Lampiran 37 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi teknis&teknologi penangkapan ikan dalam pandangan pengusaha

175 Lampiran 38 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas tuntutan keberlanjutan pengelolaan dalam pandangan pengusaha 156

176 157 Lampiran 39 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha perikanan dalam pandangan pengusaha

177 Lampiran 40 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas potensi sumberdaya ikan dalam pandangan ilmuan/pakar 158

178 159 Lampiran 41 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi teknik & teknologi penangkapan ikan dalam pandangan ilmuan/pakar

179 Lampiran 42 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha perikanan dalam pandangan ilmuan/pakar 160

180 161 Lampiran 43 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas potensi sumberdaya ikan dalam pandangan nelayan

181 Lampiran 44 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi teknis&teknologi penangkapan ikan dalam pandangan nelayan 162

182 163 Lampiran 45 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas tuntutan keberlanjutan pengelolaan dalam pandangan nelayan

183 Lampiran 46 Hasil analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembatas kondisi ekonomi/kelayakan finansial usaha perikanan dalam pandangan nelayan 164

184 165 Lampiran 47 Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi perbaikan manajemen usaha perikanan dalam pandangan stakholders terkait

185 Lampiran 48 Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi pengembangan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan dalam pandangan stakholders terkait 166

186 167 Lampiran 49 Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi pengembangan kredit pembiayaan usaha perikanan dalam pandangan stakholders terkait

187 Lampiran 50 Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi pengembangan zona pemanfaatan & restocking dalam pandangan stakholders terkait 168

188 169 Lampiran 51 Perbadingan kepentingan strategi prioritas (pembinaan sumberdaya manusia perikanan) dengan strategi perbaikan sistem pengelolaan sarana dan prasarana perikanan dalam pandangan stakholders terkait

189 170 Lampiran 52. Dokumentasi Kegiatan Usaha perikanan payang (kelompok pukat kantong) Usaha perikanan jaring hanyut (kelompok jaring insang) Kantor PPN Lampulo, NAD Alat tangkap purse seine

190 171 Proses setting jaring insang di perairan utara NAD Perum Prasaran Perikanan Samudera Cabang Lampulo, NAD Penyiapan es balok untuk mendukung operasi penangkapan SPBU penyedia BBM bagi nelayan Kesibukan di PPN Lampulo Pengiriman hasil tangkapan ikan pelagis pasar/usaha pengolahan

191 172 Hasil tangkapan dari jenis ikan teri Produk kering ikan pelagis kecil jenis teri Hasil tangkapn dari jenis ikan kembung Hasil tangkapan dari jenis ikan layang

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 53-67

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 53-67 BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 53-67 KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN UTARA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (Financial Elegibility

Lebih terperinci

ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN Adrian A. Boleu & Darius Arkwright

ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN Adrian A. Boleu & Darius Arkwright ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN 2007 2008 Adrian A. Boleu & Darius Arkwright Abstract Small pelagic fishing effort made bythe fishermen in North Halmahera

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Alat Tangkap 5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) Irianis Lucky Latupeirissa 1) ABSTRACT Sardinella fimbriata stock assessment purposes

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5.1 Pendahuluan Armada penangkapan yang dioperasikan nelayan terdiri dari berbagai jenis alat tangkap,

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 89-102 SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI Oleh: Himelda 1*, Eko Sri Wiyono

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU Akmaluddin 1, Najamuddin 2 dan Musbir 3 1 Universitas Muhammdiyah Makassar 2,3 Universitas Hasanuddin e-mail : akmalsaleh01@gmail.com

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Karakteristik merupakan satu hal yang sangat vital perannya bagi manusia, karena hanya dengan karakteristik kita dapat

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 18 Grafik kurva lestari ikan selar. Produksi (ton) Effort (trip) MSY = 5.839,47 R 2 = 0,8993. f opt = ,00 6,000 5,000 4,000

4 HASIL. Gambar 18 Grafik kurva lestari ikan selar. Produksi (ton) Effort (trip) MSY = 5.839,47 R 2 = 0,8993. f opt = ,00 6,000 5,000 4,000 126 4 HASIL 4.1 Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan 4.1.1 Produksi ikan pelagis kecil Produksi ikan pelagis kecil selama 5 tahun terakhir (Tahun 2001-2005) cenderung bervariasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 39-51

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 39-51 BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 39-51 ANALISIS KESESUAIAN ALAT TANGKAP DENGAN KEWILAYAHAN DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN BELITUNG (Analysis

Lebih terperinci

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR Nurul Rosana, Viv Djanat Prasita Jurusan Perikanan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse Seine Jenis-jenis purse seine

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse Seine Jenis-jenis purse seine 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse Seine Brandt (1984) mengatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang berada di sekitar permukaan air. Purse seine

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN PELAGIS KECIL DENGAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN LEMPASING, LAMPUNG. Riena F. Telussa

KAJIAN STOK IKAN PELAGIS KECIL DENGAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN LEMPASING, LAMPUNG. Riena F. Telussa KAJIAN STOK IKAN PELAGIS KECIL DENGAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN LEMPASING, LAMPUNG Riena F. Telussa 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Satya Negara Indonesia Abstract Pelagic

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak 5 PEMBAHASAN Hasil penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan dengan menggunakan single output (total tangkapan) berdasarkan bulan ( Agustus 2007 Juli 2008) menunjukkan bahwa hanya ada 1 2 unit kapal

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1 Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1 Oleh: Yudi Wahyudin 2 Abstrak Wilayah Pengelolaan Perikanan Repubik Indonesia (WPP RI)

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA UTARA

ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA UTARA ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA UTARA (Analysis of Small Pelagic Fish Development in North Halmahera Waters) Fredo Uktolseja 1, Ari Purbayanto 2, Sugeng Hari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 1-8, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Catch per unit effort

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 5, No. 2, November 2014 Hal: 163-169 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH Analysis Financial

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 30 5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 5.1 Kapal-kapal Yang Memanfaatkan PPS Cilacap Kapal-kapal penangkapan ikan yang melakukan pendaratan seperti membongkar muatan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN SARANA PERIKANAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI PROPINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS KEBUTUHAN SARANA PERIKANAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS KEBUTUHAN SARANA PERIKANAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI PROPINSI SUMATERA SELATAN Fisheries Infrastructure Needs Analysis in Order to Capture Fisheries

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN, JAWA TENGAH

ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN, JAWA TENGAH ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN, JAWA TENGAH Catch Composition and Profit Analysis of Purse Seiners in

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Feasibility effort of Fisheries, in North Halmahera Regency J Deni Tonoro 1, Mulyono S. Baskoro 2, Budhi H. Iskandar 2 Abstract The

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Selat Makassar sebagai wilayah perairan laut yang berada di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan, merupakan salah satu wilayah perairan

Lebih terperinci