KAJIAN ALAT DAN MESIN DALAM PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING PG TAKALAR IQBAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN ALAT DAN MESIN DALAM PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING PG TAKALAR IQBAL"

Transkripsi

1 i KAJIAN ALAT DAN MESIN DALAM PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING PG TAKALAR IQBAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ii

3 iii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Alat dan Mesin dalam Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2012 Iqbal NIM F

4 iv

5 v ABSTRACT IQBAL. Study of Farm Machinery in Sugarcane Litter Management on Dry Land Sugarcane Plantation PG Takalar. Under the direction of TINEKE MANDANG, E. NAMAKEN SEMBIRING and M.A. CHOZIN. Agricultural waste in form of sugarcane litter is an organic material that can be reused as compost. To process sugarcane litter into compost take several technology that can facilitate the process. The objectives of this research were; 1) to determine the potential of sugarcane litter and to determine the machinery requirement for sugarcane litter management in PG Takalar, 2) to design an applicator for compost made of sugarcane litter that can be used for a plant cane and ratoon in dry land, 3) to identify the quality of sugarcane litter compost and to analyze the influence of the compost to soil physical and mechanical properties, soil fertility, and ratoon crop growth, 4) to analyze the benefit and feasibility of sugarcane litter management on dry land, and 5) to develop model of sugarcane litter management in determining the number of machinery used and analyzing sugarcane litter management cost, by using dynamic model. Average availability potential of sugarcane litter in PG Takalar was 19.96% or 20% from each stem of sugarcane in total, with ha area of PG Takalar, the potential of sugarcane litter was ton/year. The number of machinery needed to support the mechanization of sugarcane litter management were 48 units of tractor, 13 units of trash rake, 31 units of trailer, 4 units of applicator, 18 units of chopper, 3 units of truck, 3 units of composting turner and 3 units of loader. The compost produced was appropriate with SNI 2004, Agriculture Ministry Regulation No. 2/2006 and No. 28/2009. The compost application in the sugarcane plantation will reduce production cost. The use of sugarcane litter compost in 15 ton/ha dosage was equivalent with 48 kg of N. Thus, compare with urea fertilizing dosage of 600 kg/ha, the use of 15 ton/ha of compost will reduce urea fertilizer up to 17.8%. The application of compost will reduce production cost and will increase the level of C and N organics, respectively by 8% and 21% within 4 months used of compost. It is also found that, compost positively affect the soil physical and mechanical properties. Based on the growth of high and diameter stem. The feasibility analyze showed that the mechanization of sugarcane litter management through sugarcane litter management unit in each district was feasible to be developed. Keywords: model, sugarcane litter, mechanization, feasibility analysis, compost

6 vi

7 vii RINGKASAN IQBAL. Kajian Alat dan Mesin dalam Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar. Dibimbing oleh TINEKE MANDANG, E. NAMAKEN SEMBIRING dan M.A. CHOZIN Luas perkebunan tebu di Indonesia pada tahun 2010 mencapai hektar (Ditjenbun 2011) dengan produksi gula ton. Tanaman tebu menghasilkan produk sampingan antara lain pucuk tebu, daun tebu, blotong, tetes, dan bagas. Serasah sisa tebangan ini terdiri atas daun tebu, pucuk tebu, dan batang tebu yang tidak terangkut ke pabrik. Serasah tebu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku mulsa dan pupuk organik. Menurut Toharisman (1991) berat serasah tebu hasil tebangan di lahan mencapai ton/ha. Potensi ini belum dimanfaatkan oleh perkebunan tebu dalam upaya peningkatan produksi gula. Serasah tebu mengganggu proses pengolahan lahan dan pengeprasan, oleh karena itu perkebunan tebu melakukan pembakaran dan ini dapat mengganggu kelestarian lingkungan. Pembakaran dilakukan karena di perkebunan tebu tidak terdapat unit pengelolaan serasah tebu. Unit pengelola serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering perlu menerapkan mekanisasi, karena kegiatan yang akan dilakukan merupakan kegiatan yang berat baik di lahan maupun di tempat pengomposan. Mekanisasi ini terdiri dari teknologi yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman tebu. Tujuan umum penelitian ini adalah merancang model pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: 1) menganalisis potensi dan pengelolaan serasah tebu serta menghitung jumlah kebutuhan teknologi atau alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering; 2) merancang aplikator kompos atau pupuk organik yang berasal dari serasah tebu; 3) menganalisis pengaruh kompos serasah tebu terhadap sifat fisik dan mekanik tanah dan terhadap keragaan tanaman tebu. 4) menganalisis manfaat dan kelayakan ekonomi pengelolaan serasah tebu secara mekanis; 5) membuat model dinamik pengelolaan serasah tebu. Metode yang diterapkan adalah metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data primer yang dilakukan melalui pengukuran langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari bagian Riset dan Pengembangan PG Takalar dan dari berbagai pihak yang menyangkut masalah penelitian melalui studi pustaka. Tahapan penelitian diawali dengan analisis atau mempelajari keadaan umum lokasi meliputi sistem budidaya tanaman tebu lahan kering, kegiatan mekanisasi budidaya tebu lahan kering, sistem pengelolaan serasah tebu yang dilakukan saat ini, kebutuhan alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu dan analisis kelayakan kegiatan pengelolaan serasah tebu. Hasil penelitian memperoleh rata-rata potensi ketersediaan serasah tebu pada PG Takalar adalah 19.96% atau 20% dari setiap batang tanaman tebu atau 7.85 ton/ha untuk musim giling Dengan luas lahan ha, maka total potensi serasah tebu adalah ton/tahun. Jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan untuk kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu adalah

8 viii traktor 48 unit, trash rake 13 unit, trailer 31 unit, aplikator 4 unit, pencacah 18 unit, truk 3 unit, pengaduk 3 unit dan loader 3 unit. Prototipe aplikator yang dibuat telah dapat berfungsi dengan baik, terutama bagian penjatahan yang menggunakan tipe belt conveyor dan dapat mengaplikasikan kompos dalam dosis yang besar (15 ton/ha). Semakin tinggi persentase bukaan pintu maka akan semakin besar laju pengeluaran kompos yang diaplikasikan. Kualitas kompos yang dihasilkan dari serasah tebu telah memenuhi SNI 2004 dan Permentan nomor 2 tahun 2006 serta Permentan nomor 28 tahun 2009 dari aspek nisbah C/N. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan, penggunaan pupuk dan tenaga mesin akan lebih efisien. Penggunaan kompos serasah tebu dengan dosis 15 ton/ha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan 600 kg/ha urea, maka pemberian kompos 15 ton/ha dapat menghemat penggunaan pupuk urea hingga 17.8 %. Pemanfaatan kompos serasah tebu akan meningkatkan kadar C dan N organik masing-masing sebesar 8% dan 21% dalam kurun waktu 4 bulan penggunaan kompos. Penggunaan kompos serasah tebu berpengaruh positif terhadap sifat fisik dan mekanik tanah maupun pertumbuhan tanaman tebu. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata pertumbuhan tanaman tebu yang diberi kompos serasah tebu lebih baik daripada yang tidak diberi kompos dari aspek pertumbuhan tinggi dan diameter batang. Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis merupakan suatu kajian rekayasa yang dapat digunakan untuk merancang usaha pengelolaan serasah tebu pada budidaya tebu lahan kering. Berdasarkan analisis kelayakan, nilai NPV adalah , IRR 29.4%, B/C 2.8, PBP 3.4 tahun, dan BEP akan diperoleh pada saat produksi kompos mencapai kg sehingga kegiatan ini layak.

9 ix Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

10 x

11 xi KAJIAN ALAT DAN MESIN DALAM PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING PG TAKALAR IQBAL Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 xii Penguji Luar pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng 2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS Penguji Luar pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Mursalim 2. Dr. Ir. Desrial, M.Eng

13 xiii Judul Disertasi : Kajian Alat dan Mesin dalam Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar Nama : Iqbal NIM : F Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS Ketua Dr. Ir. E. Namaken Sembiring, MS Anggota Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr Anggota Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 31 Juli 2012 Tanggal Lulus :

14 xiv

15 xv PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan baik. Disertasi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada program studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan di PG Takalar kabupaten Takalar Sulawesi Selatan dengan judul Kajian Alat dan Mesin dalam Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS selaku ketua komisi pembimbing, atas teladan, bimbingan, arahan, perhatian dan nasehat yang telah dicurahkan selama pendidikan di program studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP), mendesain penelitian, melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi ini selesai. 2. Dr. Ir. E. Namaken Sembiring, MS dan Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr selaku anggota komisi yang telah dengan sabar dan menyediakan waktu dan mencurahkan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan sejak mendesain penelitian, melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi ini selesai. 3. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya dan Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan arahan dalam perbaikan penulisan disertasi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Mursalim dan Dr. Ir. Desrial, M.Eng, selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan arahan dalam perbaikan penulisan disertasi ini. 5. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS, atas bimbingan dan ilmunya dalam penyelesaian disertasi ini. 6. Pimpinan beserta staf PG Takalar dan BBPP Batangkaluku Gowa, atas kesediannya menjadi tempat penelitian ini berlangsung.

16 xvi 7. Rektor UNHAS dan Dekan Fakultas Pertanian UNHAS yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. 8. Ketua program studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP) IPB beserta seluruh staf yang telah memberikan arahan dan bantuan pelayanan administrasi kepada penulis selama mengikuti program doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. 9. Pengelola Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Pendidikan Tinggi KEMDIKBUD atas bantuan beasiswa yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti program doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. 10. Orang tua yang tercinta Ayahanda H. Salim Nursalim dan H. Ambo Tuwo serta Ibunda Hj. Suhaedah Abdullah dan Hj. Maemunah, atas doa, perhatian dan limpahan kasih sayangnya yang tiada terputus bagi kesuksesan penulis. Kakak-kakak tercinta Ir. Chaeroni, Ir. Erna Sylviana, Muh Adnan S.Ag, Sitti Arhami S.Ag, Sitti Ni mah S.Ag dan Muh. Asrar S.Ag dan Adik-adik tersayang Fajriansyah ST, Asmaul Husna SE, Sitti Mahyan SPT, SPd, Fitriah SKM dan Wifdawati SPd, atas doa dan kasih sayangnya. 11. Istri dan anak-anak penulis tercinta, terkasih dan tersayang, Sitti Ma wah STP, Riyanni Puteri Iqbal, Nayla Ulfiyah Iqbal dan Afdhal Farghali Iqbal, yang senantiasa penuh kesabaran dan kesetian memberikan doa dan motivasi yang penuh kerelaan untuk ditinggalkan beberapa saat selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. 12. Seluruh Staf Pengajar program studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP) IPB Bogor. 13. Segenap teman sejawat Dr. Moch Anwar, Dr. Dedy WS, Dr. Yanto, Dr. Budi H, M Tahir S, MSi, Pandu Gunawan, Irriwad Puteri, A Roni A, dll. 14. Teman-teman di program studi Keteknikan Pertanian Unhas Makassar. Akhirnya, semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya bagi perkebunan tebu. Bogor, Juli 2012 Iqbal

17 xvii RIWAYAT HIDUP Penulis di lahirkan di Wonomulyo Polewali Mandar (Pol-Man), Sulawesi Barat pada tanggal 25 Desember 1978 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan ayah bernama H. Salim Nursalim dan Ibu bernama Hj. Suhaedah Abdullah. Pendidikan dasar ditempuh di SDN Inpres 045 Sidodadi, Wonomulyo Pol-Man lulus tahun SLTP di SMPN 1 Wonomulyo Pol-Man, lulus tahun SLTA di SMUN 5 Makassar Sulawesi Selatan, lulus tahun Pendidikan sarjana ditempuh pada program studi Teknik Pertanian, jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar, lulus tahun Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa S2 program studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sejak tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar pada program studi Teknik Pertanian, jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan. Selama mengikuti pendidikan S3, penulis menjadi anggota Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA) dan International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences (ISSAAS) serta aktif mengikuti seminar nasional maupun internasional yang berkaitan dengan masalah keteknikan pertanian. Publikasi : a. Iqbal, Mandang T. Sembiring EN dan Chozin MA Teknologi Pengelolaan Serasah Tebu Menjadi Kompos dan Aplikasinya Terhadap Tanaman Tebu Ratoon. Jurnal Agritechno Volume 5 No. 1 tahun Unhas. Makassar. b. Iqbal, Mandang T. Sembiring EN dan Chozin MA Pemanfaatan Limbah Perkebunan Tebu dalam Mereduksi Efek Pemadatan Tanah Akibat Lintasan Roda Traktor. Jurnal Agrotechno Volume 11 Januari-Juni Politeknik Jember. Jember. c. Iqbal, Mandang T. Sembiring EN dan Chozin MA Potential Use of Sugar Cane Litter as Organic Mulch an Effective Mehtod to Reduce Soil

18 xviii Compaction, Weeds and Surface Run-Off. Disampaikan pada Simposium Internasional ISSAAS. IICC 9 November Bogor. Indonesia. d. Iqbal, Mandang T. Sembiring EN dan Chozin MA Development Of Sugarcane Litter Management Model In Dry Land Sugarcane Plantation. Disampaikan pada Simposium Internasional ISSAAS. IICC 9 November Bogor. Indonesia. e. Iqbal, Mandang T. Sembiring EN dan Chozin MA Aspek Teknologi dan Analisis Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering. Jurnal Keteknikan Pertanian. Oktober PERTETA. Bogor.

19 xix MOTTO MAN JADDA WA JADDA

20 xx

21 xxi DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 5 Kerangka Pemikiran... 7 Rumusan Masalah... 9 Manfaat Penelitian Kebaruan Penelitian (Novelty) II. POTENSI DAN ASPEK TEKNOLOGI PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PG TAKALAR Abstrak Abstract Pendahuluan Tinjauan Pustaka Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran Daftar Pustaka III. RANCANGBANGUN APLIKATOR KOMPOS UNTUK TEBU LAHAN KERING Abstrak Abstract Pendahuluan Tinjauan Pustaka Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Rancangbangun Aplikator Kompos Desain Fungsional Analisis Teknik Desain Struktural Simpulan dan Saran Daftar Pustaka IV. PENGARUH KOMPOS SERASAH TEBU TERHADAP SIFAT KIMIA DAN FISIK MEKANIK TANAH SERTA KERAGAAN TEBU RATOON 87 Abstrak Abstract Pendahuluan Tinjauan Pustaka Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran Daftar Pustaka V. ANALISIS MANFAAT DAN KELAYAKAN PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING Abstrak

22 xxii Abstract Pendahuluan Tinjauan Pustaka Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran Daftar Pustaka VI. MODEL PENGELOLAAN SERASAH TEBU SECARA MEKANIS Abstrak Abstract Pendahuluan Tinjauan Pustaka Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran Daftar Pustaka VII. PEMBAHASAN UMUM Daftar Pustaka VIII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

23 xxiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1.1. Lingkup penelitian Serasah tebu di perkebunan PG Takalar Tanaman Tebu Trash rake Traktor sedang menarik trailer Alat pencacah serasah tebu Tempat pengomposan Alat pencampur kompos Pengaduk kompos/composting turner (Focus Technology 2012) Aplikator kompos Komposisi biomassa pada tanaman tebu (King et al. 1969) Model pengelolaan serasah tebu di PG Takalar Serasah tebu yang sudah kering siap untuk dibakar (a) dan yang telah dibakar (b) Siklus pengelolaan dan pemanfaatan serasah tebu Skema pengelolaan serasah tebu secara mekanis Proses penyusunan tumpukan serasah saat pengomposan Jenis-jenis mekanisme penjatah (metering device) Sketsa pengujian statis aplikator kompos Bagan alir perancangan aplikator kompos Bagan fungsi perancangan aplikator kompos Sketsa disain struktural aplikator kompos Rancangan posisi penjatahan kompos di lahan Skema alur aplikasi kompos di lahan tebu Dimensi ukuran bak aplikator kompos Sketsa penjatah aplikator tipe belt conveyor dan pintu pengatur bukaan Mekanisme pergerakan bahan pada belt conveyor Skema sistem transmisi pada aplikator kompos Dimensi auger penyalur kompos Luas bidang potong pembuka alur Diagram gaya pada pembuka alur Sistem penggandengan aplikator kompos Sistem penggandengan aplikator kompos tampak atas Pembebanan pada aplikator Bidang kontak roda (LxB) Skema gaya pembebanan pada setiap roda Skema gaya pada poros konveyor Skema gaya pada roda penggerak Sketsa aplikator kompos Penjatah kompos tipe belt conveyor Dimensi pembuka alur (chisel) Auger penyalur kompos Sistem transmisi penggerak auger aplikator Sistem transmisi penggerak belt conveyor aplikator... 84

24 xxiv 4.1. Bagan alir penelitian pemanfaatan serasah sebagai kompos Kompos sebelum dan setelah digiling dan diayak Pengaruh bulk density terhadap pertumbuhan akar tanaman jagung (Nelson 2012) Nilai bulk density tanah sebelum pemberian kompos Nilai bulk density tanah setelah pemberian kompos Tahanan penetrasi pada tiap kedalaman Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tebu Rata-rata pertumbuhan diameter batang tanaman tebu Dua model alternatif pengelolaan serasah tebu Proses penyusunan kompos untuk difermentasi di ruang terbuka Bentuk tempat pengomposan di ruang terbuka (NRAES ) Bentuk dan ukuran kompos saat fermentasi (NRAES ) Bagan Alir Pembuatan Sistem Diagram causal loop model pengelolaan serasah tebu Diagram masukan-keluaran model pengelolaan serasah tebu Stock flow diagram model pengelolaan serasah tebu Grafik pendapatan bersih perusahaan selama 12tahun Waktu dan berat bahan setiap kegiatan pengelolaan serasah tebu

25 xxv DAFTAR TABEL Halaman 2.1. Kinerja giling PG Takalar tahun Dampak Mulsa Pada Produktivitas Tebu Di Afrika Selatan Komposisi tanaman tebu PG Takalar tahun Hasil pengukuran potensi serasah tebu PG Takalar Potensi serasah tebu ratoon PG Takalar tahun Hasil analisis kandungan bahan organik pada lahan PG Takalar Kapasitas kerja teknologi pengelolaan serasah tebu Jumlah kebutuhan alat dan mesin pengelolaan serasah tebu Fungsi dari tiap komponen aplikator Volume rencana bak penampung kompos aplikator Rencana susunan transmisi Laju pengeluaran kompos pada beberapa tinggi bukaan pintu Sifat dan kandungan kimia beberapa jenis bahan organik Hasil analisis kandungan hara kompos serasah tebu Hasil analisis kandungan hara tanah pada awal penelitian di PG Takalar Hasil analisis kandungan hara tanah pada akhir penelitian di PG Takalar Kadar air tanah pada PG Takalar (%) Bulk density tanah PG Takalar (g/cc) Tahanan penetrasi tanah (kgf/m 2 ) PG Takalar (g/cc) pada akhir perlakuan Kadar air tanah pada saat pengukuran tahanan penetrasi Pertumbuhan rata-rata bulanan tanaman tebu Beberapa Asumsi yang digunakan dalam analisis ekonomi Perkiraan pendapatan perusahaan akibat pemanfaatan kompos di lahan Pendapatan dari unit pengelolaan serasah tebu selama 12 tahun Nilai sisa beberapa barang pada akhir kegiatan model alternatif satu Biaya investasi pengelolaan serasah tebu model alternatif satu Reinvestasi alat tahun ke-4, 6, 8 dan ke-12 model alternatif satu Biaya tenaga kerja pengelolaan serasah tebu model alternatif satu Kelayakan finansial pengelolaan serasah tebu model alternatif satu Nilai sisa beberapa barang pada akhir kegiatan model alternatif dua Biaya investasi unit pengelolaan serasah tebu model alternatif dua Biaya tenaga kerja pengelolaan serasah tebu model alternatif dua Analisis kelayakan pengelolaan serasah tebu model alternatif dua Biaya pokok pengoperasian traktor pada pengelolaan serasah tebu Biaya proses pengumpulan serasah dengan trash rake Biaya proses transportasi serasah dengan trailer Biaya chopper untuk proses pencacahan serasah tebu Biaya loader untuk proses pencampuran bahan Biaya truk untuk proses penyusunan bahan

26 xxvi Biaya composting turner untuk proses pengadukan kompos Biaya pokok aplikasi kompos Pendapaan bersih, biaya total dan pendapatan kotor pengelolaan serasah tebu dari tahun ke-1 sampai tahun ke Lama waktu (hari) tiap kegiatan dan berat bahan (kg) pada pengelolaan serasah tebu

27 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Luas perkebunan tebu di Indonesia pada tahun 2010 mencapai hektar (Ditjenbun 2011) dengan produksi gula mencapai ton, selain menghasilkan gula, tanaman tebu juga menghasilkan produk sampingan antara lain pucuk tebu, daun tebu, blotong, tetes, dan bagas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Toharisman (1991) berat serasah tebu hasil tebangan di lahan dapat mencapai ton/ha. Serasah sisa tebangan ini terdiri atas daun tebu, pucuk tebu, dan batang tebu yang tidak terangkut ke pabrik. Potensi ini belum dimanfaatkan oleh perkebunan tebu dalam upaya peningkatan produksi gula. Serasah tebu merupakan limbah yang kaya bahan organik, dapat diolah menjadi pupuk dan mulsa organik yang berperan dalam siklus produksi tebu karena bermanfaat bagi tanah dan tanaman dalam hal memperbaiki struktur, ph tanah, serta meningkatkan kehidupan mikroba, meningkatkan unsur makro dan mikro tanah. Pengelolaan serasah di beberapa perkebunan tebu belum memperhatikan kelestarian lingkungan. Ini terlihat dengan adanya pembakaran serasah tebu yang dilakukan oleh pihak perkebunan karena dapat mengganggu pengoperasian alat berat pada saat penyiapan lahan dan pengeprasan. Pengelolaan serasah pada perkebunan tebu lahan kering perlu menerapkan mekanisasi karena kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang berat baik di lahan maupun di tempat pengomposan. Mekanisasi merupakan pemanfaatan teknologi atau alat dan mesin yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat berguna bagi tanah dan tanaman tebu. Penyiapan lahan pada perkebunan tebu dilakukan dengan cara pembakaran (burning) sisa-sisa panen atau serasah tebu setelah proses penebangan. Selanjutnya dilakukan kegiatan pembersihan untuk penyiapan lahan (land preparation), pengeprasan untuk tanaman ratoon atau pengolahan tanah untuk tanaman baru (plant cane) yang bertujuan untuk menghancurkan dan

28 2 mencampurkan sisa-sisa pembakaran serasah dengan tanah sampai tercipta kondisi tanah yang siap tanam. Teknologi pengelolaan serasah tebu berupa peralatan mekanis akan sangat membantu pihak perkebunan dalam usahanya untuk memanfaatkan potensi limbah organik menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos membutuhkan beberapa tahap kegiatan dan peralatan mekanis yang memudahkan proses tersebut. Tahapan kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah tebu dengan menggunakan traktor, trash rake, pengangkutan serasah tebu menggunakan trailer atau menggunakan truk, pencacahan menggunakan chopper, proses fermentasi atau pengomposan, composting turner untuk pengadukan, loader untuk pencampuran dan untuk aplikasi di lahan digunakan aplikator kompos. Pemupukan merupakan salah satu hal penting untuk meningkatkan produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor yang dominan dalam produksi pertanian. Penggunaan pupuk anorganik yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, telah mencemaskan pakar lingkungan hidup karena dampak polusi yang ditimbulkannya. Sampai akhir abad ke-20 pemupukan merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi karena belum ada alternatif lain untuk menggantikannya (Rosmarkam dan Yuwono 2002). Komponen biaya produksi yang cukup besar dalam budidaya tanaman tebu adalah pemupukan. Dengan pemupukan, produktivitas sampai tingkat tertentu dapat dinaikkan, sehingga biaya produksi secara keseluruhan dapat lebih efektif. Namun, efektivitas biaya produksi yang terkait dengan aspek pupuk sangat ditentukan oleh praktek pemupukan yang efisien. Kenyataannya penggunaan pupuk kimia buatan, seperti urea, SP-36, dan kalium klorida, sudah mulai dianggap tidak efisien. Ini disebabkan antara lain sifat pupuk yang cepat terurai sehingga hanya sebagian kecil yang diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman tebu. Cepatnya hara pupuk terurai juga menimbulkan masalah pencemaran air tanah. Untuk mengatasi hal-hal tersebut di atas salah satu alternatifnya adalah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Aplikasi pupuk dengan efisiensi tinggi dapat diperoleh melalui peningkatan daya dukung tanah dan efisiensi pelepasan hara pupuk (Herman dan Goenadi 1999; Goenadi dan Santi 2006). Selain itu, salah

29 3 satu cara untuk mengefisienkan penggunaan pupuk adalah dengan penggunaan bahan organik. Penggunaan kompos dapat memberikan manfaat bagi tanah dan tanaman. Muller-Samann dan Kotschi (1997) menyimpulkan empat fungsi penting kompos, yaitu: 1. Menyediakan nutrisi, nutrisi yang disimpan diubah menjadi bahan organik, jaringan mikroorganisme, produk sisanya, dan humus. Kompos adalah pupuk yang lambat tersedia (slow release), hara yang dihasilkan tergantung pada bahan dasar dan metode pengomposan yang digunakan. 2. Memperbaiki struktur tanah, yaitu melalui peningkatan persentase bahan organik yang meningkatkan stuktur tanah. 3. Meningkatkan populasi dan aktivitas organisme tanah. Kompos juga meningkatkan kemampuan mengikat air dan agregat tanah, meningkatkan infiltrasi, menghalangi terjadinya erosi dan menunjang penyebaran dan penetrasi akar tanaman. 4. Memperkuat daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa tanaman yang diberi pupuk kompos lebih tahan terhadap hama dibandingkan tanaman yang tidak diberi kompos maupun yang tidak dipupuk. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat dikelola menjadi pupuk organik atau kompos. Perusahan perkebunan tebu sebaiknya mendirikan suatu unit atau bidang yang khusus mengelola limbah perkebunan tebu. Sebelum mendirikan unit tersebut harus dilakukan analisis kelayakan. Analisis kelayakan sangat dibutuhkan dalam perencanaan sebuah kegiatan usaha. Analisis ini akan memperlihatkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dibutuhkan modal tetap untuk investasi tempat dan teknologi usaha dan modal kerja untuk mengoperasikan teknologi tersebut. Selanjutnya adalah melakukan analisis biaya-biaya untuk menentukan pendapatan yang diharapkan dan melakukan analisis kelayakan dengan menentukan NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate Return), PBP (Payback Period) dan BEP (Break Even Point). Kegiatan pengelolaan serasah tebu merupakan salah satu usaha yang dapat

30 4 dikembangkan oleh perusahaan perkebunan tebu dan perlu dianalisis tingkat kelayakannya. Sistem pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering cukup kompleks karena menggabungkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sistem tersebut antara lain; kondisi lahan, ketersedian alat dan mesin (alsin) pengumpul serasah (trash rake), alat pengangkut (trailer atau truk), unit pengomposan (pencacah, loader, composting turner, dan tempat fermentasi), aplikator kompos, dan sumberdaya manusia. Keberhasilan penerapan sistem ini menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, serta interaksi antara komponen tersebut. Interaksi antar komponen tersebut, atau dengan kata lain interaksi antara tanaman, tanah dan alsin, merupakan satu aspek yang tidak mudah dikaji. Pengkajian proses interaksi melalui percobaan lapangan membutuhkan biaya banyak dan waktu yang lama. Cakupan studi atau percobaan yang masih terbatas, serta keragaman lingkungan yang tinggi mengakibatkan suatu hasil penelitian pada suatu tempat tidak selalu dapat diterapkan di tempat yang berbeda. Untuk mempermudah pengkajian sistem pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering yang cukup kompleks dibuat model pengelolaan serasah tebu. Model merupakan penjabaran sederhana dari berbagai bentuk hubungan dan interaksi antar komponen dalam suatu sistem. Bila bentuk hubungan ini diketahui dengan baik, maka dapat disusun menjadi suatu persamaan matematis untuk menjabarkan berbagai asumsi yang ada. Hasil dari pendugaan model umumnya masih berupa hipotesis yang harus diuji kebenarannya pada dunia yang nyata. Rancangan model pengelolaan serasah tebu ini akan memberikan masukan dan informasi kepada perusahan perkebunan tebu. Model ini merupakan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam usahanya untuk menambah memanfaatkan limbah perkebunan tebu. Hasil yang diharapkan adalah bagaimana perubahan yang terjadi setelah aplikasi pengelolaan serasah tebu dan pemanfaatan pupuk organik terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah, kesuburan tanah, dan pertumbuhan tanaman tebu. Penelitian difokuskan pada kajian alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu

31 5 lahan kering termasuk perancangan prototipe aplikator kompos pada perkebunan tebu lahan kering. Peluang pengembangan penelitian ini adalah dilihat dari aspek originalitas bahwa sampai saat ini belum ada penelitian mengenai kajian alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu lahan kering secara kontinu dengan peralatan mekanis termasuk disain aplikator pupuk organik pada budidaya tanaman tebu lahan kering yang ditinjau dari parameter kapasitas kerja. Penelitian perancangan dan pengujian aplikator pupuk organik seperti ini belum pernah dilakukan khususnya pada perkebunan tebu, sehingga keaslian konsep ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembuatan dan pengembangan konsep alat dan mesin budidaya pertanian di masa mendatang. Penelitian ini dilakukan di perkebunan tebu PG Takalar, dimana terdapat permasalahan pembakaran serasah tebu di lapangan yang menyebabkan polusi udara bagi lingkungan sekitar dan degradasi lahan dalam bentuk perubahan sifat fisik, kesuburan tanah, mematikan biota tanah, membahayakan pemukiman penduduk di sekitar lahan perkebunan, dan global warming. Hasil penelitian Erawan (2006) menunjukkan bahwa sesaat setelah lahan mengalami kebakaran bulk density mengalami kenaikan sebesar 0.25 g/cc yang diakibatkan oleh pengembangan koloid-koloid tanah sehingga tanah menjadi padat. Persentase ruang pori mengalami penurunan sebesar 9.33% karena adanya partikel-partikel abu sisa pembakaran yang masuk dan mengisi ruang pori, serta adanya pengembangan koloid yang mempersempit ruang pori tanah. Air yang tertahan pada pori tanah mengalami penguapan akibat pembakaran sehingga menurunkan persentase jumlah air tersedia sebesar 0.72%. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah merancang suatu model pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering berdasarkan sumberdaya yang terdapat pada PG Takalar. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

32 6 1. Menganalisis potensi dan pengelolaan serasah tebu serta menghitung kebutuhan teknologi atau alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering. 2. Merancang prototipe aplikator kompos yang berasal dari serasah tebu. 3. Menganalisis pengaruh kompos serasah tebu terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dan terhadap keragaan tanaman tebu. 4. Menganalisis manfaat dan kelayakan pengelolaan serasah tebu secara mekanis. 5. Membuat model dinamik pengelolaan serasah tebu. Keterkaitan Antar Bab Bab 1. Pendahuluan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, masalah-masalah yang berada di lahan perkebunan tebu terutama yang berkaitan dengan sisa hasil tebangan tanaman tebu. Bab 2. Potensi dan Aspek Teknologi Pengelolaan Serasah Tebu pada PG Takalar. Bab ini membahas gambaran PG Takalar secara umum, bagaimana PG dalam mengatasi masalah serasah tebu dan dilakukan analisis potensi ketersedian serasah tebu, mengidentifikasi beberapa alat dan mesin yang dapat digunakan pada pengelolaan serasah tebu. Hasil ini menjadi acuan dalam menghitung jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan dalam luasan tertentu. Hasil yang diharapkan pada bab ini adalah diperoleh data potensi serasah tebu yang terdapat pada PG Takalar dan kebutuhan alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu. Bab 3. Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering. Bab ini membahas peran aplikator kompos dalam pengelolaan serasah tebu, melakukan analisis parameter dan teknik serta dimensi untuk merancang prototipe aplikator, kemudian melakukan uji statis terhadap aplikator tersebut. Hasil yang diharapkan adalah sebuah prototipe aplikator kompos yang mampu mengaplikasikan kompos 15 ton/ha dalam waktu 2.5 jam (6 ton/jam) untuk tanaman tebu ratoon dan tebu baru (PC). Bab 4. Pengaruh Kompos Serasah Tebu Terhadap Sifat Kimia, Fisik Mekanik Tanah dan Keragaan Tebu Ratoon. Pada bab ini diuraikan pembuatan kompos yang berasal dari serasah tebu kemudian menguji kandungan hara

33 7 kompos tersebut di laboratorium. Selanjutnya kompos diaplikasikan pada tanaman tebu ratoon. Hasil yang diharapkan pada bab ini adalah bagaimana pengaruh kompos terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dan terhadap keragaan tanaman tebu ratoon. Bab 5. Analisis Manfaat dan Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering. Bab ini memaparkan analisis terhadap pemanfaatan kompos serasah tebu untuk lahan tebu dan selanjutnya dilakukan analisis biaya dan kelayakan terhadap kegiatan pengelolaan serasah tebu. Bab 6. Model Pengelolahan Serasah Tebu Secara Mekanis. Membahas tentang perancangan suatu model dinamik yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan alat dan mesin yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu. Model ini juga dapat menghitung biaya pokok dan keuntungan yang akan diperoleh dari kegiatan pengelolaan serasah tebu secara mekanis. Bab 7. Pembahasan Umum. Bab ini membahas secara umum hasil dari bab 3-6. Kerangka Pemikiran Penelitian ini difokuskan pada kajian alat dan mesin serta perancangan model pengelolaan serasah tebu pada lahan kering. Perancangan model meliputi model dinamik dan model fisik dengan merancang aplikator kompos serta menentukan teknologi yang terdiri dari alat dan mesin yang berfungsi mengumpulkan dan mencacah serasah tebu. Pemilihan alsin dilakukan untuk unit pengumpul serasah, pencacah serasah, sedangkan untuk aplikator kompos di kebun tebu dilakukan perancangan dengan mendisain prototipenya. Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Lingkup utama penelitian ini adalah pengamatan di lapangan untuk mengetahui karakteristik lahan, sifat dan karakteristik serasah tebu, perkembangan tanaman tebu lahan kering, serta menentukan teknologi yang mendukung pembuatan model pengelolaan serasah tebu secara mekanis. Penelitian ini mencakup tiga bagian. Bagian pertama penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengkaji sistem pengelolaan serasah tebu di perkebunan PG Takalar, menganalisis potensi ketersediaan serasah tebu, merancang konsep

34 8 model pengelolaan serasah tebu secara mekanis serta menganalisis karakteristik lahan dan serasah tebu lahan kering untuk menentukan teknologi pengelolaan serasah tebu yang tepat. Bagian kedua ditujukan untuk melakukan uji pendahuluan terhadap kinerja pengumpul serasah tebu, pencacah serasah tebu, dan melakukan disain serta pengujian mekanisme kerja dari prototipe aplikator kompos untuk tanaman tebu. Bagian ketiga penelitian ini adalah menggabungkan hasil penelitian bagian pertama dan kedua dengan mengaplikasikan kompos serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering, dengan membuat plot percobaan aplikasi pupuk organik dengan aplikator yang telah dibuat. Setelah itu dilakukan analisis manfaat dan kelayakan finansial serta melakukan simulasi model pengelolaan serasah tebu yang telah dibuat. Pembahasan secara menyeluruh terhadap semua hal yang dikerjakan pada bagian pertama hingga terakhir dan diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk pengembangan model pengelolaan dan disain alat ke arah perbaikan atau pabrikasi dengan membuat unit pengelolaan serasah tebu.

35 9 Mulai Survey Lapangan Identifikasi Masalah Pengumpulan data Konsep Model Pengelolaan Serasah Tebu Analisis Kebutuhan Tek. Pengomposan Program Komputer Serasah Tebu Analisis Potensi Pengomposan Analisis Sifat & Karak teristik Kompos Validasi Model Pembuatan Aplikator Aplikasi Model Pengelolaan Serasah Tebu Uji Fungsional Prototipe Alat Analisis Kelayak an pengelolaan Serasah Tebu Berhasil Aplikasi Kompos di Lahan Ratoon Pengukuran awal Sifat Fisik Tanah & Pertumbuhan Tanaman Tebu Pemeliharaan Tanaman 5 Bulan Pengukuran akhir Sifat Fisik Tanah & Pertumbuhan Tebu Selesai Gambar 1.1. Lingkup penelitian Rumusan Masalah Serasah tebu merupakan sisa panen tanaman tebu berupa daun dan pucuk tebu serta batang tebu yang tidak sempat dipanen. Serasah ini merupakan sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu di lahan kering. Serasah tebu yang berserakan di lapang akan mengganggu pengoperasian alat saat pengolahan lahan.

36 10 Pembakaran serasah tebu di lahan perkebunan dapat menimbulkan menimbulkan efek negatif. Menurut Sumantri (2007) gangguan sebagai akibat pembakaran lahan adalah terganggunya hidro-orologis dan kesuburan tanah, terganggunya transportasi darat, perubahan iklim mikro maupun global, munculnya berbagai penyakit, baik terhadap manusia maupun makhluk hidup lain dan pencemaran udara, global warming, polusi udara yang dapat mengganggu lingkungan sekitar dan membahayakan pemukiman penduduk sekitar perkebunan. Penggunaan peralatan mekanis seperti traktor secara intensif dalam budidaya tebu dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah yang dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman tebu sehingga menurunkan produksi tebu. Pemanfaatan serasah tebu selain sebagai pupuk organik yang berguna bagi tanah dan tanaman dalam budidaya tanaman tebu juga dapat mengurangi terjadinya pemadatan tanah akibat penggunaan peralatan mekanis di lahan perkebunan. Permasalahan yang dapat dirumuskan merupakan akibat dari pengelolaan serasah tebu di perkebunan antara lain : 1. Bagaimana perkebunan menangani serasah tebu di lapang dan berapa besar potensi serasah tebu yang merupakan sumber bahan organik yang dimiliki pabrik gula? 2. Teknologi apa yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan? 3. Bagaimana pengaruh kompos serasah tebu terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah? 4. Bagaimana manfaat pengelolaan serasah tebu terhadap perusahaan perkebunan tebu lahan kering? Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diharapkaan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Mendapatkan data dasar tentang karakteristik budidaya tanaman tebu dan potensi serasah tebu pada budidaya tanaman tebu di lahan kering. 2. Mendapatkan informasi alat dan mesin yang dapat digunakan dalam pengelolaan serasah tebu di lahan kering.

37 11 3. Mendapatkan rancangan model pengelolaan serasah tebu yang tepat bagi perkebunan untuk diterapkan sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya. Kebaruan Penelitian (Novelty) Ada beberapa kebaruan (novelty) pada penelitian ini antara lain: 1. Model pengelolaan serasah tebu secara kontinu dengan penerapan peralatan mekanis di perkebunan tebu lahan kering. 2. Disain prototipe aplikator kompos atau pupuk organik yang berasal dari serasah tebu untuk tanaman tebu. 3. Pengembangan model pengelolaan serasah tebu terhadap produksi tebu.

38 12

39 13 II. POTENSI DAN ASPEK TEKNOLOGI PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PG TAKALAR (The Potential and Technological Aspect of Sugarcane Litter Management In PG Takalar) Abstrak PG Takalar adalah salah satu pabrik gula yang terdapat di Sulawesi Selatan dan memiliki potensi serasah tebu yang besar. Serasah tebu merupakan limbah yang kaya bahan organik yang bisa diolah menjadi pupuk organik berupa kompos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kebutuhan alat dan mesin pada pengelolaan serasah tebu pada PG Takalar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PG Takalar memiliki rata-rata potensi ketersediaan serasah tebu pada PG Takalar adalah 19.96% atau 20% dari setiap batang tanaman tebu. Dengan luas lahan ha, maka total potensi serasah tebu adalah ton/tahun. Hingga saat ini pengelolaan serasah tebu pada PG Takalar masih dilakukan secara konvensional dengan membakar serasah tebu tersebut di lahan perkebunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan ha membutuhkan jumlah alat dan mesin untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu adalah traktor 48 unit, trash rake 13 unit, trailer besar 31 unit, aplikator 4 unit, pencacah 18 unit, truk 3 unit, pengaduk 3 unit, dan loader 3 unit Kata kunci : potensi, mekanisasi, pengelolaan, serasah tebu, tanaman tebu Abstract PG Takalar is one of sugar factory in South Sulawesi which has enormous potential of sugarcane litter. Sugarcane litter is organic waste that could be processed into organic fertilizer in form of compost. The objectives of this study were to determine the potential of sugarcane litter and to determine the machinery requirement for sugarcane litter management in PG Takalar. The result showed that the average availability potential of sugarcane litter in PG Takalar was 19.96% or 20% from each stem of sugarcane. In total, with ha area of PG Takalar, the potential of sugarcane litter was ton/year. Nowadays, in PG Takalar, the management of sugarcane litter is done conventionally by burning the litter in the field. It is also found from the study that to manage the sugarcane litter in ha area, the number of machinery needed to support the mechanization of sugarcane litter management were 48 units of tractor, 13 units of trash rake, 31 units of trailer, 4 units of applicator, 18 units of chopper, 3 units of truck, 3 units of composting turner, and 3 units of loader. Key words: potential, mechanization, management, sugarcane litter, sugarcane

40 14 Pendahuluan Pabrik gula (PG) Takalar terletak di desa Pa rappunganta, Kecamatan Polombangkeng Utara, kabupaten Takalar, provinsi Sulawesi Selatan. PG Takalar didirikan dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan pemerintah untuk swasembada gula dan pengambil alihan pengelola proyek gula dari PT Madu Takalar dengan ganti rugi menjadi PG Takalar yang dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 668/Kpts/Org/8/1981 tanggal 11 Agustus PG Takalar dibangun dengan kapasitas giling ton tebu per hari (TTH) dan ditingkatkan menjadi TTH. Tanah merupakan bekas hutan sekunder dan persawahan, umumnya berjenis tanah mediteran dan grumosol. Kondisi iklim dengan rata-rata 5 6 bulan kering dan bulan basah 5 6 bulan, sumber daya manusia sejumlah 892 karyawan dengan kesediaan tenaga tebang ± orang yang diserap dari daerah setempat dan daerah lainnya. Areal PG Takalar terdiri dari Hak Guna Bangunan (HGB) seluas ha dan Hak Guna Usaha (HGU) seluas ha yang tersebar pada 3 (tiga) kabupaten yaitu : kabupaten Gowa ha, kabupaten Takalar ha dan kabupaten Jeneponto ha. PG Takalar memiliki lahan perkebunan yang berada pada ketinggian antarat 45 m 125 m di atas permukaan laut. Tabel 2.1 menunjukkan kinerja giling PG Takalar dari tahun , terlihat bahwa luas areal perkebunan tebu cenderung menurun. Ini mengakibatkan turunnya produksi gula dari tahun ke tahun. Puncak produksi terjadi pada tahun 1994, dengan luas lahan ha mampu menghasilkan gula ton, ini disebabkan oleh nilai rendemen tebu mencapai 9.59%. Setelah itu produksi gula terus menurun hingga titik kritis yang hanya menghasilkan ton atau hanya 13.5% dari produksi puncak, ini terjadi pada tahun 2009 dimana luas lahan yang dikelola hanya ha atau sekitar 45% dari potensi luas lahan yang dapat dikelolah. PG Takalar mempunyai produktivitas tebu tertinggi pada tahun 1990 yaitu sebesar 58.4 ton/ha dan terendah pada tahun 2009 yaitu sebesar 27.1 ton/ha.

41 15 Tabel 2.1. Kinerja giling PG Takalar tahun Luas Produksi Tebu Rend. Produksi Tahun Areal (Ton/ha) Total Tebu (%) Gula (ha) (Ton) (Ton) Sumber : Anonim 2011 Kondisi tanah di perkebunan tebu miskin bahan organik, sebagai contoh kandungan bahan organik di kebun pabrik gula (PG) Subang kira-kira hanya 2%. Limbah hasil pengolahan tebu menjadi gula adalah bahan potensial untuk pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Pada saat giling limbah dari pabrik gula antara lain: 32% ampas (persen terhadap bobot tebu), 3.64% blotong pada pabrik gula sulfitasi, dan 7.5% pada pabrik gula karbonasi, serta 0.3% abu ketel. Di lahan tebu dapat dihasilkan serasah ton/ha (Toharisman 1991). Gambar 2.1 menunjukkan limbah perkebunan tebu PG Takalar berupa serasah tebu yang tertinggal di lahan. Serasah tebu tersebut belum dimanfaatkan sebagai bahan baku mulsa atau pupuk organik. Setelah serasah tebu mengering, pihak perkebunan akan melakukan pembakaran terhadap serasah tersebut. Limbah-limbah di pabrik gula dulu kurang berharga, tetapi saat ini limbah pabrik gula sudah ada harganya, contohnya: ampas atau bagas untuk pabrik kertas,

42 16 molases untuk pabrik penyedap rasa, blotong, dan abu ketel untuk pupuk organik. Limbah yang belum banyak dimanfaatkan adalah serasah tebu, perkebunan cenderung membakarnya di areal tebu, karena lebih praktis, cepat, dan murah. Gambar 2.1. Serasah tebu di perkebunan PG Takalar Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kebutuhan alat dan mesin (alsin) pada pengelolaan serasah tebu di PG Takalar. Tinjauan Pustaka Tanaman dan Serasah Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Gramineae, kelompok Andropogoneaae, genus Saccharum (Sudiatso 1982). Fase pertumbuhan tebu ada empat, yaitu : 1) fase perkecambahan, 2) fase pertumbuhan anakan, 3) fase batang memanjang dan 4) fase pemasakan tebu. Dari keempat fase tersebut, fase 1, 2 dan 3 yang berlangsung selama kurang lebih 9 bulan merupakan fase yang menentukan besar kecilnya bobot tebu yang akan dipanen, fase keempat merupakan fase yang menentukan besar kecilnya kadar sukrosa tebu.

43 17 Morfologi tebu terdiri dari batang, daun, bunga dan akar. Pada saat bibit mulai tumbuh, maka bakal akar pada buku ruas tumbuh menjadi akar adventif. Fungsi akar ini segera digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh dari pangkal tunas. Pada tanah yang cukup aerasi, akar tebu dapat tumbuh panjang sampai mencapai 1-2 meter. Susunan akar tebu tidak berbeda dengan tumbuhan monokotil lainnya, hanya akar muda yang pada ujung akar terdapat rambut akar. Selain untuk menegakkan tanaman, akar berfungsi untuk mengabsorpsi larutan hara (Sudiatso 1982). Gambar 2.2 menunjukkan tanaman tebu dan bagian-bagiannya seperti daun batang dan pucuk tebu. Pucuk tebu Batang te bu Daun tebu Gambar Tanaman tebu Barnes (1964) dalam Sudiatso (1982) menyatakan bahwa iklim berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan hasil tebu, rendemen dan gula. Tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim panas di tropika dan subtropika di sekitar khatulistiwa sampai garis isotherem 20oC, yakni kurang lebih di antara 39o LU sampai 35o LS. Menurut Miller (1960) dalam Sudiatso (1982), rata-rata curah hujan tahunan yang baik bagi pertumbuhan tebu antara mm. Bagi daerah-daerah yang curah hujannya rendah, kebutuhan air dapat digantikan dengan irigasi.

44 18 Masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan terus menerus turun, mengakibatkan kesempatan masak terus tertunda sehingga rendemen rendah. Pertumbuhan tebu menghendaki adanya perbedaan nyata antara musim hujan dan musim kemarau. Di daerah pertanaman tebu di Jawa umumnya memiliki musim kemarau dari bulan Mei sampai Oktober dan musim hujan dari bulan Nopember sampai bulan April. Tanaman tebu dapat dibudidayakan setelah panen pertama tanpa harus melakukan penanaman tanaman tebu baru dengan melakukan pemeliharaan terhadap tanaman tebu keprasan (ratoon). Pengeprasan merupakan pekerjaan memotong sisa-sisa tunggul tebu yang dilakukan secara tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara 1989). Sedangkan tanaman keprasan merupakan hasil tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang (Barnes 1964). Keprasan, pada budidaya tebu memiliki beberapa keuntungan. Menurut Oezer (1993) tunas-tunas tebu keprasan dapat tumbuh dengan cepat dan memiliki daya saing yang tinggi. Djojosoewardho (1988) menyatakan bahwa melalui pengeprasan kegiatan pengolahan tanah semakin berkurang, kelestarian tanah dapat dipertahankan, dan biaya produksi pada tiap satuan hasil menjadi lebih rendah. Widodo (1991) mengemukakan bahwa, dengan keprasan pemakaian bibit semakin hemat, tebu yang tumbuh sudah beradaptasi dengan lingkungan, dan kelestarian alam dapat terjaga. Kerugian dari tebu keprasan adalah memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman pertamanya. Arifin (1989) melaporkan bahwa hasil tebu keprasan di lahan kering Sumber Lumbu, Kediri hanya mencapai 67% dari hasil tanaman pertamanya. Pada tahun giling 1992 hasil tanaman tebu keprasan satu (R 1 ) di lahan sawah hak guna usaha (HGU) PG Jatiroto mengalami penurunan 19.3%, sedangkan pada keprasan kedua (R 2) sebesar 27.1%. Luas areal pertanaman tebu keprasan akhir-akhir ini terus meningkat, bahkan mencapai lebih dari 50% dari luas keseluruhan lahan tebu di Indonesia. Pada tahun giling 1988 luas areal tanaman tebu keprasan mencapai 55.88%,

45 19 kemudian meningkat 56.71% pada tahun giling 1990, dan naik menjadi 59.30% pada tahun giling 1991 (Rusli dan Soemitro 1990, 1991). Batang tebu yang telah ditebang akan diangkut ke pabrik gula, sehingga tertinggal sisa-sisa daun yang sudah tua ditandai warna hijau daun yang agak menguning berserakan di lapangan. Sisa-sisa daun tebu yang menutupi permukaan tanah sesungguhnya sumber bahan organik yang dapat berfungsi sebagai mulsa dan pupuk organik. Serasah tebu merupakan limbah yang masih sangat kaya akan bahan organik dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Serasah tebu merupakan limbah yang bisa diolah menjadi mulsa dan pupuk organik berupa kompos yang akan sangat berperan dalam siklus produksi tebu karena bermanfaat bagi tanah dan tanaman dalam hal memperbaiki struktur dan ph tanah, serta meningkatkan kehidupan mikroba dan unsur mikro tanah. Penggunaan pupuk organik akan dapat menekan biaya pembelian pupuk dan tidak tergantung pada pupuk kimia (Disbunjatim 2009). Mulsa dan pupuk organik serasah akan berpengaruh terhadap kesuburan kimia tanah. Dengan mulsa dan pupuk organik serasah maka terjadi daur ulang unsur-unsur hara tersebut sehingga pupuk N dapat dikurangi setelah aplikasi mulsa serasah selama 2 tahun. Kesuburan fisika tanah akan mengalami perubahan pola karena dekomposisi serasah meningkatkan bahan organik tanah, aktivitas biologi, memperbaiki aerasi, dan meningkatkan infiltrasi. Mulsa dan pupuk organik juga akan membantu mencegah erosi (Disbunjatim 2009). Pengelolaan Serasah Tebu Serasah tebu yang merupakan limbah yang kaya akan bahan organik, sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik. Pengelolaan serasah di beberapa perkebunan tebu masih dilakukan secara kovensional dan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Ini terlihat dengan adanya pembakaran serasah tebu yang dilakukan oleh pihak perkebunan karena dapat mengganggu pengoperasian alat berat pada saat penyiapan lahan dan pengeprasan. Pengelolaan serasah pada perkebunan tebu lahan kering perlu menerapkan mekanisasi karena kegiatan yang akan dilakukan merupakan kegiatan yang berat baik di lahan maupun di rumah kompos. Mekanisasi ini merupakan pemanfaatan

46 20 teknologi atau beberapa alat dan mesin (alsin) yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat berguna bagi tanah dan tanaman tebu. Penyiapan lahan dilakukan dengan cara burning atau pembakaran sisa-sisa panen berupa serasah tebu yang dilanjutkan dengan pembersihan. Kegiatan selanjutnya adalah pengeprasan untuk tanaman ratoon atau pengolahan tanah untuk tanaman baru (plant cane) yang bertujuan untuk menghancurkan dan mencampurkan sisa-sisa pembakaran serasah dengan tanah sampai tercipta kondisi tanah yang siap tanam (Anonim 2010). Pengelolaan serasah tebu dapat dilakukan dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku mulsa dan pupuk organik. Pemanfaatan serasah tebu sebagai mulsa telah dilakukan. Bengtson (2006) menyatakan bahwa perlakuan mulsa serasah menghasilkan tebu yang paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan pembakaran serasah dan tanpa serasah. Jiuhao (2004) menyatakan bahwa perlakuan mulsa serasah tebu dapat meningkatkan kadar sukrosa tebu, tetapi memiliki produksi tebu paling rendah jika dibanding perlakuan tanpa mulsa dan mulsa film. Penelitian di Afrika Selatan pada kebun tebu dengan curah hujan mm/tahun memberikan hasil berat tebu pada perlakuan non mulsa sekitar 72 ton/ha dengan berat hablur 9.4 ton/ha, sedangkan pada perlakuan mulsa serasah 79 ton/ha dengan berat hablur mencapai 13.3 ton/ha (Tabel 2.2). Hasil penelitian lain di tempat yang sama (Afrika Selatan) yang membandingkan perlakuan sebagian serasah dibakar dan penggunaan total mulsa (trash blanket). Penggunaan total mulsa di Afrika Selatan menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibanding perlakuan mulsa dibakar atau non mulsa. Berat tebu pada perlakuan non mulsa sekitar 59 ton/ha, sedangkan pada perlakuan mulsa eks bakar dan total mulsa masing-masing 63 dan 69 ton/ha. Rata-rata berat hablur pada penambahan total mulsa mencapai 9.0 ton/ha, sedangkan pada perlakuan non mulsa dan mulsa eks bakar berturut-turut sekitar 7.7 dan 8.2 ton/ha hablur (Disbunjatim 2009). Tabel 2.2. Dampak mulsa terhadap produktivitas tebu di Afrika Selatan Produktivitas Non Mulsa Mulsa Serasah Berat tebu per ha (ton) Berat hablur per ha (ton) Sumber : (Disbunjatim 2009)

47 21 Penelitian pemaanfaatan serasah tebu sebagai mulsa di daerah basah Kolombia menunjukkan bahwa tidak terdapat beda nyata antara perlakuan mulsa dan non mulsa. Petak mulsa mampu menghasilkan produktivitas tertinggi, karena curah hujan pada tahun tersebut relatif kurang. Pemberian mulsa dengan berbagai metoda diamati pada tanaman ratoon I dan II. Pemberian mulsa dapat meningkatkan tinggi batang, berat tebu dan berat hablur baik pada tanaman R1 maupun R2 (Disbunjatim 2009). Hasil percobaan yang dilakukan di Fiji memberikan gambaran bahwa pemberian mulsa dapat menurunkan laju aliran permukaan dan erosi. Efek mulsa dalam menekan erosi akan semakin baik bila dibarengi dengan budidaya tebu yang sesuai kaidah konservasi. Pemberian mulsa yang dibarengi dengan penanaman tebu searah kontur bisa menekan erosi hingga 90% (Disbunjatim 2009). Penelitian pemanfaatan kompos yang berasal dari limbah padat industri gula telah dicoba pada tanaman tebu di berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia. Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi dan produktivitas gula. Pemberian kompos blotong dan kompos ampas pada lahan tebu di PG Cintamanis Palembang, masing-masing dengan takaran 30 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu. Bobot tebu yang diberi kompos blotong dan ampas pada tanaman pertama, berturut-turut lebih tinggi 26.5 dan 8.1 ton/ha dibanding kontrol. Hasil demplot yang dilakukan Wargani et al. (1988) menunjukkan bahwa pemberian blotong sebanyak 10 ton/ha dapat meningkatkan bobot tebu sebanyak 7.2 sampai 16.9 ton/ha. Dengan makin banyaknya dosis pemberian blotong hingga 16 ton/ha maka bobot tebu juga semakin bertambah. Hutasoit dan Toharisman (1993) melakukan penelitian pengomposan campuran blotong, ampas dan abu ketel di PG Jatitujuh. Campuran tersebut diinkubasi dengan mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke lahan tebu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16.8 ton/ha. Kompos juga memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan rendemen. Rata-rata kenaikan rendemen setelah diberi kompos berkisar antara 0.1 hingga 0.3 poin. Angka ini walaupun tampaknya kecil namun bila dikonversi ke dalam area yang lebih luas, maka akan

48 22 memberikan kontribusi pendapatan yang sangat besar. Pemberian kompos limbah pabrik gula rata-rata meningkatkan bobot kristal antara 20% hingga 40% dibanding kontrol. Kenaikan yang sangat nyata terutama terjadi pada lahan tegalan. Pada beberapa lokasi, pemberian kompos bahkan bisa meningkatkan produktivitas gula hingga 50%. Pengaruh kompos yang signifikan pada lahan tegalan memang sangat masuk akal. Dengan karakteristik yang miskin hara dan berkadar bahan organik rendah, maka lahan tegalan akan memberikan efek yang sangat responsif terhadap pengomposan. Teknologi Pengelolaan Serasah Tebu Aplikasi mesin-mesin dalam bidang pertanian di negara-negara maju seperi Amerika Serikat dan Jepang, telah berkembang sangat pesat sejak abad yang lalu, dan hasilnya terlihat pada berbagai aspek kehidupan di negara-negara tersebut. Beban berat pekerjaan di bidang pertanian dikurangi dan produktivitas kerja meningkat. Mekanisasi pertanian telah melepaskan berjuta-juta pekerja di bidang pertanian untuk beralih ke bidang industri sehingga mendorong pengembangan industri dan meningkatkan standar hidup (Daywin et al. 1993). Mekanisasi sangat dibutuhkan dalam sistem pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering. Mekanisasi yang dimaksud adalah berupa penggunaan teknologi yang dapat mendukung kegiatan pengelolan serasah tebu. Teknologi tersebut diperlukan mulai dari proses pengumpulan serasah tebu sampai pada aplikasi kompos serasah tebu di lapang. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos memerlukan beberapa alat dan mesin mekanis dan tempat pengomposan seperti; traktor, trash rake, trailer, composting turner, loader, truk, pencacah serasah tebu, dan rumah kompos. Beberapa alat dan mesin yang dapat mendukung kegiatan pengelolaan serasah tebu pada pabrik gula adalah : Traktor. Kunci dari mekanisasi pertanian yang mulai berkembang saat mesin uap ditemukan pada tahun Tahun 1780 traktor uap diproduksi yang digunakan untuk kegiatan pengolahan tanah dan sebagai sumber tenaga mesin perontok. Tahun 1920 traktor mengalami perkembangan pesat dengan mulai diproduksinya traktor serbaguna untuk penyiangan dan pemanenan. Saat ini traktor telah diproduksi dengan dilengkapi peralatan canggih yang semakin memudahkan kita dalam melakukan kegitan pertanian. Pada kegiatan pengelolaan

49 23 serasah tebu tenaga traktor sangat dibutuhkan sebagai sumber tenaga penarik bagi peralatan mekanis seperti trash rake, trailer, dan aplikator kompos. Pengumpul serasah tebu (Trash rake). Peralatan yang menyerupai sisir atau garpu yang berfungsi untuk menarik dan mengumpulkan serasah atau sisa panen di lahan tebu yang digandeng oleh traktor sebagai tenaga penariknya. Kapasitas kerja dari trash rake ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan traktor dan operator yang mengendalikan pengoperasian traktor serta ukuran dimensi (panjang, lebar, dan tinggi) dari trash rake. Trash rake yang digunakan pada penelitian ini memiliki dimensi ukuran sebagai berikut : panjang 300 cm, lebar 145 cm, tinggi/panjang tine 50 cm (Gambar 2.3). Peran trash rake menjadi sangat penting karena untuk menarik serasah tebu yang berada di tengah-tengah lahan perkebunan dan mengumpulkannya di tepi atau pinggir lahan perkebunan merupakan kegiatan yang berat dan tidak mungkin dilakukan secara manual. Proses pengumpulan ini akan sangat membantu pada saat pemuatan serasah tebu ke atas trailer atau truk untuk diangkut ke tempat pengelolaan serasah tebu. Gambar 2.3. Trash rake Alat Angkutan (Trailer atau Truk). Untuk memindahkan serasah tebu dari lahan perkebunan ke unit pengelolaan serasah tebu dibutuhkan sarana pengangkut berupa trailer atau truk. Trailer adalah sebuah bak yang dilengkapi dengan roda yang dapat digandengkan pada traktor sehingga dapat berfungsi sebagai bak pengangkut barang apa saja atau hasil-hasil pertanian. Kapasitas kerja dari trailer

50 24 atau truk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : ukuran dimensi dan kecepatan traktor penarik atau truk. Gambar 2.4. Traktor sedang menarik trailer (Anonim 2011) Hasil pengamatan dan pengukuran di lapang trailer memiliki panjang 600 cm, lebar 300 cm dan tinggi 100 cm. Volume angkut untuk trailer besar adalah 18 m 3 (Gambar 2.4). Alat pengangkut serasah tebu memerlukan pengaturan, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan alat angkut, seperti jadwal pengumpulan serasah, kapasitas pengumpulan serasah, kecepatan alat angkut, waktu muat dan bongkar, serta waktu perjalanan dari dan ke unit pengelolaan serasah. Untuk melakukan analisis sistem pengangkutan serasah tebu, diperlukan komponen waktu yang menyusun sistem transportasi serasah tebu. Komponen waktu ini meliputi waktu pemuatan serasah tebu, waktu perjalanan dari dan ke unit pengelolaan serasah, dan waktu pembongkaran serasah tebu di unit pengelolaan. Pencacah Serasah (Chopper). Alat yang dapat membantu dalam proses pembuatan kompos secara anaerob yang berasal dari sampah khususnya sampah organik. Alat pencacah kompos biasanya dipakai untuk memperkecil ukuran menjadi 1-5 cm sehingga proses pengomposan dapat dilakukan dengan baik. Pencacah ini terdiri dari beberapa bagian seperti bagian pengumpan yang dilengkapi penjepit bahan, pisau pencacah, pelempar bahan dan lubang pengeluaran. Alat ini menggunakan motor bakar diesel sebagai sumber tenaga penggeraknya (Gambar 2.5).

51 25 Gambar 2.5. Alat pencacah serasah tebu (Anonim 2011) Proses pencacahan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembuatan kompos di unit pengelolaan serasah. Waktu pengomposan akan dipengaruhi oleh ukuran atau panjang partikel bahan baku kompos, serasah tebu yang berbentuk memanjang meter membutuhkan waktu yang sangat lama untuk berubah menjadi kompos. Kapasitas kerja alat pencacah dipengaruhi oleh luas lubang pemasukan (feeding) dan panjang pisau pencacah. Tempat Pengomposan (Composting Pad). Sesuatu yang penting dalam proses pengomposan atau masa fermentasi kompos. Tempat ini berfungsi sebagai untuk melakukan proses pengomposan dimana terdapat beberapa alat yang digunakan dalam proses pengomposan seperti pencacah serasah, penggiling kompos, pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk atau membolak-balikkan kompos yang sedang difermentasi, karung fermentasi, bak fermentasi, pengayak kompos dan tempat penyimpanan kompos sementara. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada bangunan tempat pengomposan antara lain bukaan untuk sirkulasi udara, pintu masuk maupun keluar dan tata letaknya (Gambar 2.6). Luas tempat fermentasi akan berpengaruh terhadap jumlah bahan baku yang dapat diproses untuk menjadi kompos. Permukaan yang rata dan keras akan memudahkan pada saat proses penyusunan tumpungan dan pengadukan.

52 26 Gambar 2.6. Tempat fermentasi ( 2012) Pencampur bahan (Loader). Alat yang berfungsi untuk membalik atau mencampur bahan dasar kompos sebelum dilakukan fermentasi atau pengomposan. Proses ini diperlukan untuk mencampur serasah tebu dan bahan tambhan berupa kotoran ternak sebelum pengomposan. Loader digunakan karena mampu mengangkat dan menuangkan kompos dengan cepat. Gambar 2.7 menunjukkan alat pencampur/pengangkat (bucket loader) dan proses pencampuran kompos. Gambar 2.7. Alat pencampur kompos (NRAES ) Pengaduk Kompos (Composting Turner). Alat ini memiliki auger yang berfungsi untuk mengaduk atau membalik bahan yang difermentasi. Alat ini memiliki lebar kerja 3 meter dan ting 1.6 meter. Kapasitas kerja alat ini adalah 1000 m3 /jam (Gambar 2.8). Pengadukan sangat diperlukan untuk menjaga

53 27 sirkulasi udara dan panas pada saat pengomposan. Composting turner digunakan karena mampu mengaduk kompos dengan cepat. Gambar 2.8 menunjukkan alat pengaduk dan proses pengadukan atau pembalikan kompos pada saat fermentasi. Gambar 2.8. Pengaduk kompos/composting turner (Focus Technology 2012) Aplikator Kompos. Alat ini terdiri atas beberapa bagian seperti, belt conveyor, bak kompos, pintu, dan auger penyalur kompos (Gambar 2.9). Alat ini berfungsi untuk mengaplikasikan kompos di lahan perkebunan tebu baik tanaman tebu baru (plant cane) maupun tanaman tebu kepras (ratoon). Gambar 2.9. Aplikator kompos Alat pemupuk kompos atau aplikator kompos di lapang merupakan alat yang dirancang khusus untuk mengaplikasikan pupuk organik atau kompos ke tanah di antara atau di sela tanaman tebu dengan kedalaman dan dosis kompos tertentu. Alat ini terdiri dari batang penggandeng, lubang penjatah tempat keluarnya kompos, pengatur jumlah keluarnya kompos (metering device), auger penyalur, dan kotak pupuk serta rangka utama alat. Alat ini akan beroperasi dengan cara digandeng oleh traktor penarik yang dilengkapi dengan drawbar pull

54 28 sebagai tenaga penarik. Belt conveyor akan bergerak dengan tenaga yang bersumber dari putaran poros roda aplikator. Penelitian Pengelolaan Serasah Tebu yang Telah dilakukan Penelitian tentang pengelolaan serasah tebu sudah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti pemanfaatan serasah tebu untuk bahan baku mulsa dan pupuk organik. Yadav et al. (2006) melakukan penelitian yang memanfaatkan serasah tebu untuk menjaga ketersedian bahan organik bagi keberlanjutan hasil tanaman tebu ratoon yang dilakukan di India. Cahaya dan Nugroho (2008) melakukan penelitian yang memanfaatkan limbah padat pabrik tebu untuk diolah menjadi kompos. Jiuhao (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh pemanfaatan serasah tebu sebagai mulsa organik terhadap produksi gula di daerah Guangdong Guangzhou China. Bengtson (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh cara pengelolaan serasah tebu yang dimanfaatkan sebagai mulsa terhadap erosi tanah dan produksi tanaman di daerah bagian selatan Baton Rouge Los Angeles USA. Goenadi (2006) melakukan penelitian pengelolaan serasah tebu yang dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos. Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Oktober 2011, bertempat di perkebunan tebu PG Takalar kabupaten Takalar dan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku kabupaten Gowa provinsi Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Traktor 4 roda dan seperangkat teknologi pengelola serasah tebu yang terdiri dari trash rake, trailer, pencacah serasah, cangkul, parang, dan sekop. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serasah tebu tanaman tebu ratoon 4 (R4) varietas TK 386 dan bahan tambahan pembuat kompos. Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran langsung

55 29 di lapang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bagian Riset dan Pengembangan PG Takalar dan dari berbagai pihak yang menyangkut masalah penelitian melalui studi pustaka. Metode Analisis Data Penelitian ini diawali dengan analisis atau mempelajari keadaan umum lokasi meliputi sistem budidaya tanaman tebu lahan kering, kegiatan mekanisasi budidaya tebu lahan kering, sistem pengelolaan serasah tebu yang dilakukan saat ini, kebutuhan alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu dan analisis kelayakan ekonomi kegiatan pengelolaan serasah tebu. Analisis Potensi Serasah Tebu Analisis potensi serasah tebu di PG Takalar dilakukan dengan pengumpulan data primer berupa berat serasah tebu (daun dan pucuk tebu) yang diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung di lapang dengan menimbang berat tanaman tebu yang telah dipanen kemudian dipotong pucuknya dan menimbang kembali sehingga dapat diketahui berat pucuk atau serasahnya. Data sekunder diperoleh dari bagian Risbang PG Takalar. Berat serasah tebu (daun dan pucuk tebu) dapat dihitung dengan persamaan berikut : BST = BTTT-BTTP.(2.1) Dimana : BST = berat serasah tebu (kg), BTTT = berat total tanaman tebu (kg) BTTP = berat tebu tanpa pucuk (kg). Potensi serasah tebu (daun dan pucuk tebu) dihitung dengan persamaan : PST = % BST * BTTT (2.2) Dimana : PST = potensi serasah tebu (kg), BTTT = berat total tanaman tebu (kg) % BST = persentase berat serasah tebu (%). Prosedur Penelitian Menghitung berat serasah tebu dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Menebang beberapa batang tanaman tebu dan mengikatnya menjadi satu 2. Menimbang ikatan batang tebu tersebut 3. Memisahkan batang tebu dengan memotong pucuk dan daun tebu 4. Menimbang kembali ikatan batang tebu yang telah dibersihkan 5. Mengulangi prosedur nomor 1 dan 4 hingga beberapa kali

56 30 6. Menghitung berat serasah dengan persamaan Menghitung potensi serasah tebu PG Takalar tahun dengan persamaan 2.2 Analisis Mekanisasi Pengelolaan Serasah Tebu Analisis data pengelolaan serasah tebu dilakukan dengan dua model alternatif pengelolaan. 1) Model alternatif satu, analisis data pengelolaan serasah tebu dengan unit pengelolaan serasah tebu dilakukan secara terpusat pada satu tempat dan 2) model alternatif dua, analisis data dengan unit pengelolaan serasah tebu dibangun di tiga tempat berbeda pada setiap rayon. Analisis kebutuhan alat dan mesin pengelolaan serasah tebu akan dilakukan dengan dua model alternatif pengelolaan. Model alternatif satu, analisis kebutuhan alat dan mesin dengan unit pengelolaan serasah tebu dilakukan secara terpusat pada satu tempat dan model alternatif dua, analisis kebutuhan alat dan mesin dengan unit pengelolaan serasah tebu dibangun di tiga tempat berbeda pada setiap rayon. Analisis dimulai dengan mengidentifikasi alat dan mesin yang terdapat di lokasi penelitian. Ini berguna dalam proses pemilihan alat dan mesin yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan serasah tebu. Kegiatan ini perlu dilakukan dengan menerapkan sistem mekanisasi karena ini merupakan kegiatan berat. Mekanisasi ini terdiri dari teknologi yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman tebu. Pada analisis ini dilakukan pengujian terhadap kapasitas kerja alat yang telah dipilih. Pengujian ini berguna untuk menentukan berapa banyak jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan dalam pengelolaan serasah tebu. Persamaan yang digunakan dalam penentuan jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan adalah : Ls Lg Ut (2.3) Ka Keterangan : Ut = Jumlah kebutuhan alat dan mesin (unit) Ls = Sasaran yang akan digarap atau dicapai (ha/tahun, kg/tahun) Lg = Sasaran yang terlayani atau dicapai (ha/tahun, kg/tahun) Ka = Kapasitas kerja alsin perunit (ha/tahun/unit, kg/tahun/unit)

57 31 Hasil dan Pembahasan Analisis Ketersedian Serasah Tebu di PG Takalar Tebu merupakan sumber biomas yang sangat besar. Biomas dalam tebu tersebar di dalam pucuk, batang, daun, dongkelan, sogolan dan akar. Bila produksi tebu giling per ha mencapai 100 ton/ha dan semua serasah dibakar serta pucuk diangkut, maka tebu akan menyumbangkan bahan organik tanah dalam bentuk akar yang tertinggal sekitar 16.2 ton (King et al. 1969). Gambar 2.10 menunjukkan komposisi biomassa tebu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh King et al. (1969), terlihat bahwa serasah tebu yang berupa pucuk memiliki potensi 15% dan daun 21%. Ini merupakan potensi yang besar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pupuk organik atau kompos. Tabel 2.3 menunjukkan bahwa komposisi tanaman keprasan (ratoon) pada PG Takalar memiliki komposisi yang lebih besar daripada tanaman tebu baru (plant cane). Dari tahun rata-rata komposisi tanaman ratoon PG Takalar mencapai 85% dan tanaman plant cane hanya 15%. Komposisi tanaman ratoon pada tahun 2001 mencapai 97%. Ini menunjukkan bahwa PG Takalar sangat bergantung pada tanaman ratoon dalam memproduksi gula ataupun produk lainnya seperti molases atau tetes. Gambar Komposisi biomassa pada tanaman tebu (King et al. 1969) Hasil pengukuran potensi ketersedian serasah tebu yang dilakukan di PG Takalar menunjukkan bahwa rata-rata potensi serasah tebu yang dimiliki oleh PG Takalar adalah 19.96% atau sekitar 20% dari berat tanaman tebu (Tabel 2.4). Ini

58 32 sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di India oleh Yadav et al. (1987) dalam Yadav (1994) yang menyatakan bahwa jumlah serasah tebu yang tertinggal di lahan setelah pemanenan tebu mencapai 10-20% dari berat tanaman tebu. Tabel 2.3. Komposisi tanaman tebu PG Takalar tahun Tahun Plant Cane (ha) Ratoon (ha) Jumlah (ha) PC (%) Ratoon (%) rata-rata Sumber : Anonim 2011 Pengukuran potensi serasah tebu dilakukan pada serasah tebu yang berasal dari tanaman tebu yang baru beberapa saat dipanen atau ditebang. Serasah tersebut terdiri atas pucuk tebu dan daun tebu baik yang sudah menguning maupun yang masih hijau. Tabel 2.4. Hasil pengukuran potensi serasah tebu ratoon PG Takalar Ulangan berat tanaman (kg) berat batang (kg) % berat batang % berat serasah Rata- rata

59 33 Hasil pengamatan dan pengukuran yang diperoleh pada Tabel 2.4 dapat digunakan untuk menghitung potensi ketersedian serasah tebu ratoon pada PG Takalar dari panen tahun 1994 sampai panen terakhir tahun Tahun Tabel 2.5. Potensi serasah tebu ratoon PG Takalar tahun Produktivitas tebu (Ton/ha) Produksi tebu (Ton) Produksi tebu ratoon (ton) Produksi serasah ratoon (ton) Produktivitas serasah ratoon (ton/ha) Rata-rata 9.60 Sumber : Anonim 2011 (data sekunder setelah diolah) Tabel 2.5 menunjukkan perkiraan potensi serasah tebu tanaman ratoon yang terdapat pada PG Takalar tahun Rata-rata potensi serasah tebu pada PG Takalar adalah sebesar 9.60 ton/ha. Potensi serasah tebu pada PG Takalar yang tertinggi terdapat pada tahun 1998 yaitu sebesar ton/ha, sedangkan yang terendah yaitu 6.79 ton/ha pada tahun Hasil perkiraan potensi serasah tebu ratoon pada PG Takalar diperoleh dengan perhitungan menggunakan persamaan 2.2. Hasil perhitungan pada Tabel 2.5 menunjukkan bahwa potensi serasah tebu sangat dipengaruhi oleh produktivitas tanaman tebu. Produktivitas tanaman tebu berbanding lurus dengan potensi serasah tebu. Selain itu, potensi serasah tebu juga dipengaruhi oleh jenis varietas tanaman tebu dan komposisi tanaman yang terdapat di perkebunan. Sebagai contoh, P3GI berhasil menciptakan varietas yang memiliki keunggulan dalam hal potensi hasil dan mampu menghasilkan tebu hingga 119 ton/ha yaitu vaietas PS 881, sedangkan varietas

60 34 unggul yang ditanam pada PG Takalar adalah ROC 10 dengan produktivitas mencapai 87.6 ton/ha. Potensi serasah tebu pada PG Takalar dihitung berdasarkan asumsi hasil pengukuran berat serasah tebu ratoon pada musim giling Hasil ini dapat digunakan untuk memperkirakan potensi serasah tebu dari tanaman ratoon. Perhitungan ini tidak berlaku untuk tanaman baru (plant cane/pc) karena potensi serasah tebu untuk tanaman PC akan lebih besar. Ini disebabkan produksi tebu untuk tanaman PC lebih besar dari tanaman ratoon. Arifin (1989) melaporkan bahwa hasil tebu ratoon (keprasan) di lahan kering hanya mencapai 67% dari hasil tanaman pertamanya (PC). Pada tahun giling 1992 hasil tanaman tebu keprasan satu (R 1 ) di lahan sawah hak guna usaha (HGU) PG Jatiroto mengalami penurunan 19.3%, sedangkan pada keprasan kedua (R 2) sebesar 27.1%. Potensi ketersediaan serasah tebu untuk perkebunan tebu di pulau Jawa berdasarkan hasil penelitian Toharisman (1991) rata-rata mencapai ton/ha. Terdapat perbedaan yang begitu mencolok potensi serasah tebu antara di PG Takalar Sulawesi Selatan dengan PG-PG yang ada di pulau Jawa, hal ini disebabkan oleh cara atau sistem pembudidayaan tanaman tebu. Sistem pembudidayaan tebu akan mempengaruhi produktivitas tanaman tebu. Untuk PG Takalar, tanaman tebu dibudidayakan pada lahan kering dengan HGU yang luasnya mencapai ribuan hektar sehingga sangat sulit dalam proses pembudidayaannya, sedangkan sebagian besar PG-PG di pulau Jawa menggunakan sistem pembudidayaan tanaman tebu di lahan basah atau sawah dengan sistem reynoso dan dikelola oleh petani-petani setempat dengan lahan yang sempit, sehingga mudah dalam perawatan dan pemeliharaan tanaman. Dengan demikian petani tebu di pulau Jawa dapat menghasilkan tanaman yang tumbuh maksimal dengan produksi yang maksimal pula. Selain karena pemeliharaan tebu pada sistem reynoso lebih intensif, juga disebabkan oleh pemberian air irigasi yang lebih terkontrol. Sistem budidaya tanaman tebu reynoso menggunakan lahan sawah sebagai media tanam yang dilengkapi dengan saluran irigasi dan darinase yang baik sehingga kebutuhan air tanamannya lebih memadai dan dapat dikontrol. Berbeda dengan sistem budidaya tanaman tebu pada lahan kering yang tidak memiliki saluran irigasi dan drainase yang baik dan menjadikan

61 35 air hujan sebagai sumber air yang utama sehingga akan mengalami kekurangan air saat musim kering. Kekurangan air pada fase pembentukan tunas dan fase pertumbuhan vegetatif akan berdampak pada produktivitas persatuan luas mencapai 40% (Hartanto et al. 2007). Hasil penelitian yang dilakukan dengan mengolah serasah tebu menjadi kompos dan dicampur dengan bahan organik kotoran sapi sebanyak 25% dari berat serasah tebu, maka berat campuran tersebut akan susut sekitar 56% sehingga potensinya untuk menjadi kompos adalah 44% dari berat bahan dasar. Dari data produksi tahun 2011, maka PG Takalar memiliki potensi kompos sebanyak ton. Serasah tebu yang telah menjadi kompos dapat diaplikasikan ke lahan perkebunan tebu. Dengan dosis kompos 15 ton/ha, maka lahan tebu pada PG Takalar yang bisa diberi pupuk kompos adalah ha atau sekitar 29% dari luas tanam 2011 yaitu ha. Hal ini tentu saja belum mencukupi, akan tetapi pemberian kompos dari tahun ke tahun akan mengalami penurunan dosis karena sifat dari kompos tidak mudah tercuci oleh air sehingga residunya terakumulasi di dalam tanah dan berefek jangka panjang. Sehingga dalam waktu sekitar tiga setengah tahun seluruh lahan dapat diberi kompos yang berasal dari serasah tebu atau dengan cara lain yaitu mengurangi dosis kompos dan mencampurkannya dengan pupuk anorganik. Sistem Pengelolaan Serasah Tebu di PG Takalar Serasah tebu merupakan sisa panen yang belum dimanfaatkan sebagai bahan baku mulsa atau pupuk organik oleh perkebunan tebu PG Takalar, bahkan pihak perkebunan tebu sering membakarnya beberapa hari setelah panen tebu, hal ini dilakukan karena serasah tebu dianggap mengganggu pengoperasian alat pada saat dilakukan pengolahan tanah dan pengeprasan tebu. Pengelolaan serasah tebu di PG Takalar dilakukan dengan cara konvensional seperti perkebunan tebu lainnya yaitu dengan cara pembakaran (burning). Setelah proses penebangan selesai, serasah tebu dibiarkan mengering, kemudian dilakukan penumpukan (piling) serasah tebu dan selanjutnya dibakar. Kemudian dilakukan kegiatan pembersihan untuk penyiapan lahan (land preparation) yang bertujuan untuk menghancurkan dan mencampurkan sisa

62 36 tumbuhan dengan tanah hingga lambat laun terjadi pembusukan sehingga tercipta kondisi tanah yang siap tanam. Gambar 2.11 menunjukkan skema kegiatan pengelolaan serasah tebu secara konvensional yang dilakukan oleh PG Takalar. Tanaman Tebu Panen Tebu Serasah Tebu Tebu Penumpukan serasah tebu Pembakaran serasah tebu Gambar Model pengelolaan serasah tebu di PG Takalar Kebun yang akan dikepras harus bersih dari kotoran bekas tebangan yaitu serasah tebu. Oleh karena itu, harus dilakukan pembakaran serasah. Serasah tebu tersebut dibakar karena PG Takalar belum memanfaatkan alat dan mesin yang ada untuk mengelola serasah tebu. Pihak perkebunan di PG Takalar melakukan pembakaran serasah 3-6 hari setelah tebang atau dilakukan sebelum tunas tanaman tumbuh. Waktu pelaksanaan pembakaran yang dilakukan oleh pihak perkebunan di PG Takalar adalah pukul agar api dapat lebih terkendali dan panas api tidak berlebihan sehingga tidak mematikan akar tanaman. Sebelumnya dilakukan isolasi kebun untuk keamanan areal. Gambar 2.12a menunjukkan serasah tebu yang telah kering dan siap untuk dibakar sedang pada Gambar 2.12b memperlihatkan lahan yang serasah tebunya telah dibakar. Setelah pembakaran serasah, lakukan pembersihan lahan yang bertujuan untuk membersihkan kebun dari kotoran, sisa gulma dan serasah yang telah dibakar sehingga tidak menggangu pekerjaan mekanis selanjutnya. Pembersihan kebun dilakukan secara mekanis dengan menggunakan alat tine atau trash rake, sedangkan secara manual dilakukan untuk membersihkan kebun dari gulma berkayu atau sisa tebu yang masih berdiri. Setelah pembersihan lahan baru dilakukan pengeprasan. Secara teknis kepras bertujuan untuk memacu pertumbuhan tunas-tunas yang berada di bawah permukaan tanah. Kegiatan

63 37 kepras dilaksanakan paling lambat 2 minggu setelah tebang agar diperoleh pertumbuhan tunas yang memadai dalam jumlah maupun mutunya. Gambar Serasah tebu yang sudah kering siap untuk dibakar (a) dan yang telah dibakar (b) Kerugian yang diakibatkan oleh kegiatan pembakaran serasah tebu dengan model pengelolaan yang dilakukan oleh PG Takalar adalah sebagai berikut ini. 1. Kehilangan potensi sumber bahan organik atau sumber bahan baku mulsa dan pupuk organik. 2. Membahayakan pemukiman penduduk di sekitar lahan perkebunan dan menyebabkan pencemaran atau polusi udara bagi lingkungan sekitar akibat dari asap pembakaran. Menurut Rumajomi (2006) secara umum dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan sangat luas, antara lain kerusakan ekologi, menurunnya keanekaragaman sumber daya hayati dan ekosistemnya, serta penurunan kualitas udara. Dampak kebakaran menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik, langsung maupun tidak langsung. Sebagian dapat disebutkan antara lain pada aspek kesehatan, penurunan kualitas lingkungan hidup (kesuburan lahan, biodiversitas, dan pencemaran udara), emisi gas rumah kaca yang selanjutnya menimbulkan permanasan global dan perubahan iklim 3. Menyebabkan degradasi lahan berupa perubahan sifat fisik dan berkurangnya kesuburan tanah. Ini ditandai dengan semakin menurunnya kandungan C organik (Tabel 2.6). Pembakaran lahan di tanah mineral seperti podsolik merah kuning akan mengakibatkan struktur tanah (agregat) menjadi rusak sehingga akan menyebabkan menurunnya permeabilitas tanah dan akan

64 38 meningkatnya laju erosi dan aliran permukaan. Erosi tanah yang terjadi akan berakibat hilangnya lapisan atas (top soil) yang subur. Kebakaran lahan diatas tanah juga akan merugikan yaitu dengan hilangnya plasma nutfah seperti matinya jasad renik tanah, hasil ini karena temperatur yang sangat ekstrim pada saat terjadinya kebakaran (Wasis 2003). Tabel 2.6. Hasil analisis kandungan bahan organik pada lahan PG Takalar No Tanaman Tebu Kandungan Bahan Organik C (%) N (%) 1 Tebu baru (PC) Kepras 1 (R1) Kepras 2 (R2) Kepras 3 (R3) Kepras 4 (R4) Sumber : Lab. Tanah Unhas 2011 Hasil penelitian Erawan (2006) menunjukkan bahwa sesaat setelah lahan mengalami kebakaran kerapatan lindak (bulk density) mengalami kenaikan sebesar 0.25 g/cc yang diakibatkan oleh pengembangan koloid-koloid tanah sehingga tanah menjadi padat. Persentase ruang pori mengalami penurunan sebesar 9.33% karena adanya partikel-partikel abu sisa pembakaran yang masuk dan mengisi ruang pori, serta adanya pengembangan koloid yang mempersempit ruang pori tanah. Air yang tertahan pada pori tanah mengalami penguapan akibat pembakaran sehingga menurunkan persentase jumlah air tersedia sebesar 0.72%. Selain menurunkan jumlah pori tanah dan air tersedia, pembakaran juga merusak struktur dan stabilitas agregat tanah sehingga permeabilitas tanah menurun. Parameter sifat kimia seperti ph mengalami kenaikan sebesar 0.16 akibat dari abu sisa pembakaran. Pengelolaan Serasah Tebu Berkelanjutan Pengelolaan serasah tebu secara konvensional sebaiknya tidak digunakan oleh PG Takalar maupun PG-PG lain di Indonesia. Model tersebut tidak ramah lingkungan dan tidak memanfaatkan potensi bahan organik yang cukup banyak. Serasah tebu yang merupakan sumber bahan organik dapat dikelola untuk menjadi mulsa dan pupuk organik. Model pengelolaan serasah tebu yang dapat dilakukan oleh PG Takalar ataupun PG-PG lain di Indonesia adalah model pengelolaan serasah tebu yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (Gambar 2.13).

65 39 Gambar 2.14 menunjukkan skema proses pengelolaan serasah tebu yang menggunakan peralatan mekanis mulai dari pengumpulan serasah tebu sampai aplikasi kompos ke lahan perkebunan tebu Pengumpulan serasah 2. Pencacahan 3. Pencampuran bahan 4. Fermentasi 5. Penyimp anan sementara 6. Aplikasi ke lahan teb u Gambar Siklus pengelolaan dan pemanfaatan serasah tebu Pengelolaan serasah tebu berkelanjutan pada prinsipnya adalah memanfaatkan serasah tebu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi perkebunan tebu seperti mengolah serasah tersebut menjadi mulsa dan pupuk organik. Model ini akan memanfaatkan serasah tebu sebagai bahan baku mulsa dan pupuk organik yang dapat dimanfaatkan kembali ke lahan perkebunan tebu. Gambar menunjukkan salah satu model dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan. Model ini merupakan siklus yang berkelanjutan dimana serasah tebu yang diolah menjadi kompos dimanfaatkan kembali sebagai pupuk. Proses pengelolaan serasah tebu secara mekanis diawali dari pengumpulan serasah tebu yang merupakan sisa panen dari tanaman tebu yang berserakan di lahan perkebunan. Proses pengumpulan ini dilakukan 1-3 hari setelah proses pemanenan tebu dengan menggunakan trash rake yang ditarik oleh traktor. Trash rake akan menarik dan mengumpulkan serasah tebu ke bagian tepi kebun sehingga memudahkan dalam proses pemuatan serasah tebu ke atas trailer

66 40 pengangkut. Proses pengumpulan serasah melibatkan 1 orang tenaga kerja sebagai operator traktor. Proses pengangkutan serasah tebu dilakukan dengan menggunakan trailer yang ditarik oleh traktor. Pemuatan serasah tebu ke atas trailer menggunakan 3 orang tenaga kerja yang dilakukan secara manual yang selanjutnya diangkut ke tempat pengomposan dan dibongkar secara menual menggunakan 3 orang tenaga kerja. Pemanenan Tanaman Tebu (PC/Ratoon) Serasah Tebu (di kebun) Pengumpulan Serasah Tebu (Trash rake) Pengangkutan Serasah Tebu (Trailer) Budidaya Tanaman Tebu (PC/Ratoon) Pencampuran (Serasah tebu+ kotoran ternak+ bioaktivator) Pencacahan Serasah Tebu (chopper) Penampungan Serasah Tebu Penyusunan bahan Kompos (Truk hidrolik) Fermentasi (aerob/anaerob) Pengadukan Kompos (Composting turner) Lahan dan Tanaman Tebu (PC/Ratoon) Aplikasi Kompos (Aplikator) Pengangkutan untuk aplikasi (Truk hidrolik) Kompos Matang Gambar Skema pengelolaan serasah tebu secara mekanis Pencacahan serasah tebu yang telah berada di tempat pengomposan dilakukan menggunakan alat pencacah (chopper) yang dioperasikan oleh 2 orang tenaga kerja yang bertugas untuk memasukkan (feeding) serasah tebu ke mesin pencacah. Serasah tebu dicacah hingga ukurannya menjadi 1-5 cm. pengecilan ukuran bahan kompos ini dapat mempercepat terjadinya dekomposisi pada saat pengomposan. Serasah yang telah dicacah selanjutnya diangkut menggunakan belt conveyor ke tempat fermentasi untuk dicampur dengan bahan lain (kotoran ternak dan bioaktivator) dan kemudian difermentasi. Proses penyusunan tumpukan saat fermentasi dilakukan dengan menggunakan truk hidrolik seperti pada Gambar

67 proses pemuatan campuran bahan kompos ke truk menggunakan loader. Jumlah tenaga kerja yang terlibat adalah 2 orang tenaga kerja yaitu operator loader dan truk. Gambar Proses penyusunan tumpukan serasah saat pengomposan Fermentasi dilakukan di ruang terbuka (lapangan) dengan lantai yang terbuat dari beton sehingga dapat menopang beban berat seperti traktor dan truk. Fermentasi dilakukan sekitar 3 minggu dan setiap minggu dilakukan pengadukan atau pembalikan satu kali dengan menggunakan composting turner. Pengadukan bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara dan panas sehingga pengomposan dapat berjalan dengan baik. Tenaga kerja yang terlibat pada proses ini hanya satu orang yaitu operator composting turner. Kompos yang telah matang siap untuk diaplikasikan di kebun tebu dengan menggunakan aplikator kompos. Untuk mengangkut kompos dari tempat pengomposan ke daerah perkebunan digunakan truk atau trailer. Proses muat kompos ke atas truk atau trailer menggunakan loader. Kompos yang diangkut truk atau tailer kemudian dipindahkan ke aplikator. Tenaga kerja yang terlibat pada aplikasi kompos ini membutuhkan 2 orang. Analisis Kebutuhan Alat dan Mesin Pengelolaan Serasah Tebu Peran mekanisasi sangat dibutuhkan dalam sistem pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering. Mekanisasi yang dimaksud adalah berupa penggunaan teknologi peralatan yang dapat mendukung kegiatan pengelolaan serasah tebu. Teknologi tersebut diperlukan mulai dari proses pengumpulan serasah tebu sampai pada aplikasi kompos di lapang. Pengelolaan serasah tebu

68 42 menjadi kompos akan membutuhkan beberapa alat dan mesin mekanis dan tempat pengomposan seperti; traktor, trash rake, trailer, pencacah serasah tebu, rumah kompos, pengaduk (composting turner), loader, dan aplikator kompos. Sulawesi Selatan belum memiliki unit pengelolah limbah organik yang berskala besar yang memiliki peralatan pengolahan dengan kapasitas besar. Unit pengelola limbah organik pada umumnya hanya industri berskala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai dan mempunyai kapasitas kerja yang kecil. Termasuk pada PG Takalar yang tidak memiliki peralatan untuk mengolah limbah organik menjadi kompos secara memadai. PG Takalar hanya memiliki tempat, traktor, trash rake dan trailer padahal dalam pengelolaan serasah tebu, PG Takalar memerlukan beberapa tahapan kegiatan dan peralatan. Peralatan tersebut digunakan untuk mengolah serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat dimanfaatkan kembali ke lahan perkebunan tebu. Terdapat dua alternatif model yang dapat dilakukan oleh PG Takalar dalam membangun unit pengelolaan serasah tebu. Kedua model alternatif tersebut adalah model alternatif satu, model pengelolaan yang dilakukan perusahaan dengan memusatkan unit pengelolaan pada satu tempat, akibat akan ada kebun yang memiliki jarak yang sangat jauh dari unit pengelolaan. Model alternatif dua, model pengelolaan serasah dimana perusahaan membuat unit pengolahan serasah tebu menjadi 3 unit berdasarkan jarak dan luas lahan, dimana pembagian ini berdasarkan pembagian lokasi pada PG Takalar yaitu terbagi atas 3 rayon yang dikelompokkan berdasarkan jarak kebun dari pabrik gula. Jika di setiap rayon ini dapat dibentuk unit pengolahan serasah tebu, maka dapat menghemat bahan bakar dan tempat pengolahan. Penghematan bahan bakar diperoleh dari jarak tempuh traktor yang semakin dekat dan penghematan tempat akibat dari penempatan sejumlah alat dan mesin pengelolaan serasah tebu menjadi tiga lokasi yang berbeda. Traktor yang digunakan dalam kegiatan ini adalah traktor roda 4 yang memiliki daya 80 hp. Daya ini sudah mampu untuk menarik trash rake, trailer dan aplikator kompos. Pengujian kapasitas kerja dilakukan terhadap beberapa peralatan yang terdapat pada lokasi penelitian.

69 43 Tabel 2.7. Kapasitas kerja teknologi pengelolaan serasah tebu No Jenis Alat dan Mesin Kapasitas Kerja 1 Trash rake (ha/jam) Trailer (ton/rit) Aplikator (ton/jam) 6 4 Pencacah (kg/jam) Truk (m 3 /rit) 8 6 Pengaduk (Composting turner) (m 3 /jam) 1000 Tabel 2.7 menunjukkan hasil pengujian beberapa peralatan mekanis pengelola serasah tebu. Penentuan jumlah kebutuhan alat dan mesin pengelola serasah tebu dihitung berdasarkan persamaan 2.3. Jumlah kebutuhan didasarkan pada kapasitas kerja masing-masing alat yang tersedia di lokasi penelitian (Tabel 2.8). No Tabel 2.8. Jumlah kebutuhan alat dan mesin pengelolaan serasah tebu Jenis Alsin Total Alsin yang dibutuh (unit) Alternatif satu Alternatif dua (Terpusat) (Per-rayon) 1 Traktor 80 hp Trash rake Trailer Aplikator Pencacah Grab loader Truk Pengaduk (Composting turner) 3 3 ini Model alternatif satu. Berdasarkan data luas lahan musim panen tahun 2011 yaitu seluas ha, maka jumlah total traktor yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu secara terpusat pada satu tempat adalah 78 unit, trash rake 13 unit, trailer 61 unit dan aplikator 4 unit. Sedangkan untuk kegiatan pengomposan dibutuhkan pencacah 18 unit, loader (pencampur/pengangkat) 3 unit, pengaduk (composting turner) 3 unit dan truk 3 unit. Jumlah traktor mencapai 78 unit karena traktor dijadikan sebagai tenaga penarik dalam mengoperasikan trash rake, trailer dan aplikator kompos. Model alternatif dua. Menggunakan data yang sama pada model alternatif satu, jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu dengan pengelolaan serasah tebu

70 44 dilakukan di setiap rayon sehingga terdapat 3 unit tempat pengelolaan serasah tebu, dibutuhkan traktor 48 unit, trash rake 13 unit, trailer 31 unit dan aplikator 4 unit. Sedangkan untuk kegiatan pengomposan sama dengan pada model alternatif satu yaitu dibutuhkan pencacah 18 unit, truk 3 unit, pengaduk (composting turner) 3 unit, dan loader (pencampur/pengangkat) 3 unit. Perbedaan jumlah unit traktor dan trailer antara model alternatif satu dan model alternatif dua disebabkan oleh jarak yang ditempuh oleh traktor dan trailer dalam mengangkut serasah tebu dari lahan perkebunan ke tempat pengolahan serasah tebu. Jarak tempuh akan mempengaruh waktu kerja dan kapasitas serasah tebu yang diangkut. Perhitungan waktu pengangkutan untuk kedua model alternatif dapat dilihat pada Lampiran 5. Simpulan dan Saran Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa PG Takalar memiliki rata-rata potensi ketersediaan serasah tebu pada PG Takalar adalah 19.96% (20%) dari setiap batang tanaman tebu. Untuk musim giling 2011, PG Takalar memiliki potensi serasah sebesar 7.85 ton/ha dan total potensi serasah tebu adalah ton/tahun. Rata-rata potensi serasah tebu pada PG Takalar tahun adalah 9.60 ton/ha. Pengelolaan serasah tebu pada PG Takalar dilakukan secara konvensional yaitu dengan membakar serasah tebu tersebut di lahan perkebunan. Jumlah kebutuhan alat dan mesin untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu model alternatif dua dengan luas lahan ha adalah traktor 48 unit, trash rake 13 unit, trailer 31 unit, aplikator 4 unit, pencacah 18 unit, pengaduk (composting turner) 3 unit, truk 3 unit dan loader 3 unit. Saran PG Takalar sebaiknya memanfaatkan serasah tebu sebagai bahan baku pupuk organik dan melakukan pengelolaan serasah tebu dengan model alternatif dua yaitu dengan membangun unit pengelolaan serasah tebu pada tiap rayon.

71 45 Daftar Pustaka tebu_keprasan / pengelolaan_serasah_di_keprasan.htm diakses 12 Februari diakses 12 Februari 2009 Anonim Profil Pabrik Gula Takalar PTPN XIV (Persero). Makassar. Sulawesi Selatan. Arifin S Upaya Meningkatkan Tebu Keprasan di Lahan Kering Regosol. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering. P3GI Pasuruan. Cahaya T.S. Andhika dan Dody Adi Nugroho Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran Dan Ampas Tebu). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro : Semarang. Barnes A C The Sugar Cane. Leonard-Hill. London Bengtson RL, and Selim HM Impact of sugarcane mulch management strategies on soil erosion and crop yield. ASABE Annual International Meeting. Oregon Convention Center July 2006.Portland. Oregon Djojosoewardho Sumbangan Pemikiran Mendukung Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Khusus Meningkatkan Produksi Gula. P3GI. Pasuruan. Jatim. Daywin FJ, Sitompul RG, dan Hidayat I Mesin-mesin Budidaya Pertanian. JICA-IPB. Bogor. Erawan H. EJ Dampak Kebakaran Di Padang Rumput Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tanah. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Goenadi DH dan Santi LP Aplikasi bioaktivator superdec dalam pengomposan limbah padat organik tebu. Buletin Agron. (34) (3) pp (2006). Hartanto R, Asmarantaka T, Suprapto Menuju Optimasi Produksi Tebu Lahan Kering: Pengalaman Dari Berbagai Perkebunan Tebu Di Lampung. Prosiding seminar Nasional PERTETA 3-5 Agustus Makassar. Hutasoit, G.F., A. Toharisman Pengomposan limbah pagrik gula di PG. Jatitujuh, Cirebon. Pros. Seminar Pertemuan Teknis Tengah Tahun I/1991. P3GI, Pasuruan.

72 46 Jiuhao LI, Xiwen L, and Zhongwen T, The Effects of Tillage and Mulch Methods on Sugarcane Production. ASAE/CSAE Annual International Meeting Ottawa, Ontario, 1-4 August Canada. King NJ, Mungomery RW dan Hughes CG Manual of Cane Growing. American Elsevier Publ. Co. Inc., New York. Koswara E Pengaruh Kedalaman Kepras terhadap Pertunasan Tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, November P3GI. Pasuruan. NRAES On-Farm Composting Handbook. Cooperative Extension, PO Box 4557, Ithaca, New York USA. Oezer Y Agroteknologi Tebu Lahan Kering. Jakarta : Arikha Media Cipta. Rumajomi Hermanus B Kebakaran Hutan di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana, InstitutPertanian Bogor. Rusli A dan Soemitro Statistik Produksi Gula Indonesia tahun Giling P3GI. Pasuruan Rusli A dan Soemitro Statistik Produksi Gula Indonesia tahun Giling P3GI. Pasuruan. Singh, M., Sharma, R. K. & Joshi, B. B Decomposition of trash under field conditions: rate of organic matter loss. Indian J. Sugarcane Technol., 7, p Sudiatso S Bertanam Tebu. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Toharisman, A Pengelolaan Tebu Berkelanjutan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Pasuruan. Widodo Pengusahaan TRI di Wilayah Kerja PG. Tasik Madu PTP XV-XVI. Laporan Keterampilan Profesi Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Wargani, Supryanto, dan T.Sr. Samsuri Pemanfaatan Limbah Pabrik Sebagai Bahan Kompos Dalam Menunjang Peningkatan Produksi Tanaman Tebu di Pabrik Gula Cinta Manis. Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, November P3GI. Pasuruan. Jatim. Wasis Basuki Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Terhadap Kerusakan Tanah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. IX No. 2 : (2003)

73 Yadav. R. L., S. R. Prasad, Ramphal Singh & V. K. Srivastava Recycling Sugarcane Trash To Conserve Soil Organic Carbon For Sustaining Yields Of Successive Ratoon Crops In Sugarcane. Bioresource Technology 49. pp Elsevier Science Limited. 47

74 48

75 49 III. RANCANGBANGUN APLIKATOR KOMPOS UNTUK TEBU LAHAN KERING (Design Of Compost Applicator For Dry Land Sugarcane) Abstrak Areal perkebunan tebu di Indonesia yang luas menyebabkan kegiatan pengelolaan serasah tebu dilakukan dengan mekanisasi. Untuk mengelola serasah tebu menjadi kompos dibutuhkan beberapa teknologi seperti traktor, trash rake, trailer, alat pencacah, truk, pengaduk, loader, dan aplikator kompos. Tujuan penelitian ini adalah merancang aplikator kompos serasah tebu yang dapat dioperasikan untuk tanaman tebu baru (PC) dan tebu keprasan (ratoon) lahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prototipe aplikator dengan penjatah tipe belt conveyor dapat berfungsi dengan baik dan mampu mengaplikasikan kompos dengan dosis tinggi (15 ton/ha). Kata kunci : mekanisasi,aplikator kompos, kompos, tebu, lahan kering Abstract The widely sugarcane plantation area in Indonesia leads to the needed to mechanize the management of sugarcane litter. To manage sugarcane litter into compost, it is needed several machineries such as tractors, trash rakes, trailers, choppers, composting turner, loader, and compost applicators. The objective of this study was to design a compost applicator for sugarcane litter that can be used for a plant cane and ratoon in dry land. The result showed that the applicator prototype with belt conveyor metering device could function well and was able to apply the compost with a high dose (15 ton / ha). Keywords: mechanization, compost applicator, compost, sugarcane litter, sugarcane

76 50 Pendahuluan Setelah pemanenan tebu serasah yang terhampar di lahan volumenya sangat besar sekitar ton/ha (Toharisman 1991). Serasah tebu terdiri dari daun tebu kering, pucuk tebu, tebu muda, dan batang tebu yang tertinggal di lahan dan tidak terangkut ke pabrik. Hal ini merupakan suatu masalah yang dihadapi perkebunan tebu di Indonesia karena jika dibiarkan di lahan akan menghambat pertumbuhan tunas tebu pada saat ratoon cane dan juga dapat mengganggu pada saat di lakukan pengolahan tanah. Teknologi pengelolaan serasah tebu berupa peralatan mekanis akan sangat membantu pihak perkebunan dalam usahanya untuk memanfaatkan potensi limbah organik menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos membutuhkan beberapa tahap kegiatan dan peralatan mekanis yang memudahkan proses tersebut. Tahapan kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah tebu dengan menggunakan traktor, trash rake, pengangkutan serasah tebu menggunakan trailer, pencacahan menggunakan chopper, proses fermentasi atau pengomposan, pencampuran menggunakan loader, pengadukan menggunakan composting turner, dan untuk aplikasi di lahan digunakan aplikator kompos. Hingga saat ini penanganan yang dilakukan oleh perkebunan tebu adalah dengan cara dibakar, cara ini merupakan cara yang kurang tepat karena dapat mengakibatkan degradasi lahan dalam bentuk perubahan sifat fisik, kesuburan tanah dan mematikan biota tanah, membahayakan pemukiman penduduk di sekitar lahan perkebunan, global warming, dan dapat mengakibatkan polusi udara serta gangguan pernafasan. Pembakaran serasah yang jumlahnya sangat besar tersebut mengakibatkan serasah terbuang dengan sia-sia, padahal serasah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk dan mulsa organik yang dapat membantu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Areal perkebunan tebu di Indonesia yang begitu luas menyebabkan kegiatan sistem pengelolaan serasah tebu hanya mungkin dilakukan dengan mekanisasi. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam sistem pengelolaan serasah tebu antara lain : pengumpulan, pengangkutan, pencacahan, pengomposan, pengadukan, dan aplikasi di lapang. Kegiatan - kegiatan tersebut tentunya membutuhkan peralatan

77 51 mekanis. Spesifikasi mesin dan peralatan yang digunakan pada beberapa kegiatan tersebut harus memenuhi kebutuhan dan kondisi budidaya tebu di Indonesia. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan sistem pengelolaan serasah tebu seperti mekanisme pengomposan dan pencacahan serasah tebu sudah pernah dilakukan akan tetapi penelitian yang khusus mengenai aplikator kompos yang berasal dari serasah tebu belum ada, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang teknologi aplikator kompos yang berasal dari serasah tebu. Aplikasi pupuk organik/kompos memiliki kendala pada perkebunan tebu lahan kering, ini disebabkan oleh luasnya areal perkebunan yang mencapai ribuan hektar sehingga aplikasi secara manual tidak memungkinkan untuk dilakukan. Keberadaan aplikator kompos akan sangat membantu dalam aplikasi kompos di lahan perkebunan tebu. Tujuan penelitian ini adalah merancang prototipe aplikator kompos serasah tebu yang dapat dioperasikan pada tanaman tebu baru (PC) dan tebu keprasan (ratoon) di perkebunan tebu lahan kering. Tinjauan Pustaka Pemupukan Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum) yang menjadi bahan dasar pembuatan gula adalah tanaman yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tumbuh baik pada berbagai jenis tanah di sekitar khatulistiwa sampai kira-kira 35 0 LS maupun LU (Notoyuwono 1970). Tanaman tebu yang berasal dari bibit disebut plant cane (PC) sedangkan yang berasal dari keprasan disebut ratoon cane. Jarak tanam yang sering digunakan untuk tanaman tebu adalah 130 cm untuk lahan datar dan 110 cm untuk lahan yang miring. Panjang kairan minimal 50 m atau melihat kondisi topografi setempat (Deptan 1980). Menurut De Gauss (1973), ada beberapa cara untuk meningkatkan hasil dari komoditi tebu antara lain : kadar air tanah yang tidak berlebih, kondisi fisik tanah yang baik, ph tanah tidak terlalu rendah, pemilihan varietas yang tepat, nutrisi tanaman yang cukup, dan pemberantasan gulma, hama dan penyakit yang baik.

78 52 Kegiatan pemupukan adalah kegiatan yang penting karena pertumbuhan tanaman menjadi ujung tombak produksi (Supardiman 1983). Komoditi tebu yang menjadi objek aplikasi pemupukan tumbuh secara vegetatif. Pemupukan awal adalah kunci dari hasil yang baik pada budidaya tebu (De Gauss 1973). Aplikasi pupuk untuk tanaman PC dilakukan dua kali selama proses budidaya. Pertama pada saat penanaman sebagai pupuk dasar dan kedua pada saat dua bulan setelah tanam yang dimaksudkan untuk membantu pertumbuhan vegetatif tanaman sehingga memunculkan batang tebu lebih cepat dan lebih banyak. Aplikasi pupuk untuk tanaman ratoon diberikan satu kali pada saat beberapa hari setelah keprasan. Pemupukan untuk tanaman dilakukan untuk menambah kandungan hara (Natrium, Phospor, dan Kalium/NPK). Beberapa metode pengaplikasian pupuk antara lain : disebar sebelum pembajakan pada tiap alur, peletakan dengan chisel, disebar dan dicampur dengan tanah setelah pembajakan, pemupukan bersamaan dengan penanaman, dan diletakkan di sisi tanaman (Kepner et al. 1978). Penggunaan kompos serasah tebu sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah pertanian. Menurut Simanungkalit et al. (2006), ada beberapa peran kompos dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah antara lain; 1) Kompos serasah tebu dapat memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah dan tanah berpasir menjadi lebih kompak dan tanah lempung menjadi lebih gembur, 2) Perbaikan agregat tanah menjadi lebih remah akan mempermudah penyerapan air ke dalam tanah sehingga proses erosi akibat limpasan permukaan (run-off) dapat dicegah, 3) Kompos serasah tebu merupakan sumber hara makro dan mikro mineral secara lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil (N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, Mo, dan Si), 4) Dalam jangka panjang pemberian kompos serasah tebu pada lahan perkebunan tebu akan dapat memperbaiki ph dan meningkatkan produksi tebu pada tanah-tanah masam, 5) Kompos serasah tebu juga mengandung humus yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan tanaman,

79 53 6) Kompos serasah tebu banyak mengandung mikroorganisme (fungi, aktinomesetes, bakteri dan alga). Aplikator Kompos Alat aplikasi kompos atau aplikator kompos di lapang merupakan alat yang dirancang khusus untuk mengaplikasikan pupuk organik atau kompos ke tanah, di antara atau di sela tanaman tebu dengan dosis kompos tertentu. Alat ini berupa trailer yang ditarik oleh traktor yang terdiri dari, auger penyalur, lubang tempat keluarnya kompos, pintu pengatur jumlah keluarnya kompos, belt conveyor sebagai metering device, pembuka alur dan kotak pupuk serta rangka utama alat. Alat ini akan beroperasi dengan cara digandeng oleh traktor penarik. Komponenkomponen yang terdapat pada aplikator kompos antara lain : Bak Penampung kompos. Tempat kompos atau hopper berfungsi sebagai wadah kompos sebelum diaplikasikan ke lapang. Kotak ini merupakan sebuah bak yang dapat dibuat dengan bahan dasar seperti : stainless steel, plat besi, papan kayu dan plastik. Kotak ini dapat berbentuk segi empat, prisma berongga memanjang atau kerucut terpancung yang mengecil ke arah lubang pengeluaran. Lubang keluaran dapat berbentuk lingkaran atau persegi biasanya terletak pada dasar atau pada dinding bawah bak yang dapat dilengkapi dengan penutup. Penjatah. Penjatah berfungsi sebagai pengatur dosis keluaran kompos sebelum diaplikasikan ke lahan. Beberapa tipe penjatah pupuk atau pengatur pengeluaran pupuk (metering device) yang biasa digunakan menurut Bainer et al. (1978) antara lain : a. Star wheel feed Penjatahan pupuk dilakukan dengan menempatkan pupuk di antara jari-jari roda bintang yang berputar, kemudian dijatuhkan di lubang pengeluaran dan menjatuhkan pupuk secara gravitasi ke dalam pipa aliran pengeluaran. Pengaturan dosis dilakukan dengan mengangkat atau menurunkan pintu di atas roda bintang. b. Rotating bottom Untuk melakukan penjatahan, plat dasar bak pupuk dengan lubang tertentu diputar. Dosis diatur dengan pengatur bukaan pintu keluaran.

80 54 c. Edge Cell Pupuk dibawa oleh celah-celah pada rotor yang berputar untuk dijatuhkan pada tabung penyalur, dosis pupuk diatur dengan mengatur kecepatan putar porosnya. d. Loose fitting auger Untuk menjatah, pupuk dalam bak didorong di antara ulir sekrup yang berputar di dalam tabung. Diameter tabung 12.5 % lebih besar dari diameter augernya. e. Belt Type Berupa alat yang berfungsi mengeluarkan pupuk dengan kecepatan yang relative tinggi. Pupuk didorong ke atas sabuk berjalan dan dosis diatur dengan mengatur lebar bukaan pintu di atas sabuk berjalan. a b c d e f Gambar 3.1. Jenis-jenis mekanisme penjatah (metering device) f. Auger Secara penuh pupuk dibawa ke lubang pengeluaran di antara ulir sekrup yang berputar. Dosis diatur dengan mengatur kecepatan putar poros auger. g. Stationary Opening Pupuk didorong keluar oleh rotor yang berputar yang berfungsi sebagai agigator. Dosis diatur dengan mengatur lubang pengeluaran. Auger Penyalur. Komponen ini berfungsi sebagai penyalur kompos yang akan dijatah ke tanah.

81 55 Transmisi. Komponen transmisi berfungsi untuk menyalurkan atau memindahkan gerakan dari sumber yang berupa motor, PTO atau roda penggerak. Beberapa jenis transmisi yang akan digunakan dalam disain aplikator ini antara lain : sproket dan rantai, roda gigi (gear to gear) serta sabuk dan puli. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di bengkel perkebunan tebu PG Takalar kabupaten Takalar dan provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Juni-Desember Pembuatan Prototipe Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian proses perancangan aplikator kompos ini antara lain peralatan pengelasan, peralatan perbengkelan (tool kit), bor, gerinda, gergaji besi dan meteran. Dalam proses perancangan aplikator kompos bahan yang digunakan adalah besi baja, besi plat, besi L dan U, kawat las, sejumlah baut, ban mobil, karet belt conveyor, sproket, auger, poros besi, rantai, papan kayu, dan bantalan duduk. Rancangan Aplikator Perancangan aplikator kompos yang diharapkan adalah aplikator yang mampu mengaplikasikan atau menempatkan kompos serasah tebu ke lahan atau kebun tebu baru (plant cane) maupun tebu keprasan (ratoon). Aplikator kompos yang dirancang menggunakan mekanisme penggandengan drawbar pull dan mampu menjatah kompos di bawah permukaan tanah. Komponen atau bagian dari aplikator kompos yang paling berperan adalah pembuka alur dan penjatah kompos. Kompos ditempatkan pada alur sepanjang barisan tanaman. Jarak alur kompos dengan tanaman ± 30 cm. Untuk satu kali lintasan alat ini mampu mengisi dua alur kompos. Metode Pembuatan Proses pembuatan prototipe aplikator mengikuti alur perancangan alat. Pembuatan diawali dengan melakukan perhitungan dimensi, disain gambar teknik dan pemilihan serta pembelian bahan.

82 56 Rangka adalah bagian yang dibuat pertama kali. Pembuatan rangka dilakukan dengan menyambung besi batang L dan U yang dipotong terlebih dahulu sesuai dengan ukuran dan bentuk rangka yang akan dibuat. Proses peyambungan dilakukan dengan menggunakan pengelasan listrik. Pada rangka ini terdapat bagian batang penggandeng yang akan menghubungkan aplikator dan traktor. Pembuatan protetipe dilanjutkan dengan membuat bak penampung kompos dari besi siku L dan berbentuk travesium. Langkah berikutnya adalah merangkai belt conveyor pada poros penjatah dan melapisi rangka dinding bagian dalam dengan kayu papan atau besi plat. Setiap poros penjatah yang dipasang menggunakan dua bantalan duduk diletakkan pada masing-masing ujung poros Mekanisme buka tutup dari pintu pengatur bukaan dibuat dari bahan papan kayu atau besi plat dengan sistem buka tutup secara manual. Sistem buka tutup bekerja secara vertikal terletak tepat di atas ujung belt conveyor bagian depan (poros depan). Selanjutnya dilakukan pembuatan bagian poros auger penyalur. Seperti pada poros penjatah pada poros auger penyalur yang dipasang menggunakan dua bantalan duduk diletakkan pada masing-masing ujung poros. Kemudian dipasang sistem transmisi auger penyalur kompos dengan mengambil sumber tenaga gerak dari poros roda aplikator yang disambungkan dengan puli auger penyalur kompos. Sedangkan tenaga putar untuk menggerakkan penjatah belt conveyor, mengambil sumber dari puli auger penyalur kompos yang disambungkan ke puli belt conveyor. Sistem penyambungan transmisi ini menggunakan rantai dan sproket. Pengujian Prototipe Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pengujian aplikator kompos antara lain timbangan, sapu pembersih, ember penampung kompos, karung wadah kompos (terpal plastik), engkol pemutar dan stop watch. Bahan yang digunakan adalah kompos yang berasal dari serasah tebu. Metode Pengujian Statis Prototipe aplikator telah selesai dibuat, selanjutnya dilakukan pengujian pendahuluan berupa pengujian statis untuk mengetahui kinerja aplikator dengan

83 57 mengukur beberapa parameter seperti; kecepatan poros konveyor (rpm), persentase bukaan pintu (%) serta laju keluaran kompos (g/s). Berikut adalah prosedur pengujian statis aplikator kompos. 1. Mengganjal aplikator kompos dengan batang pengganjal sehingga roda aplikator tidak menyentuh tanah dan dapat bergerak bebas 2. Menimbang dan mencatat berat kompos yang akan diuji. 3. Memastikan pintu pengatur bukaan dalam keadaan tertutup (terbuka 0%) 4. Menuangkan kompos ke dalam bak penampung kompos aplikator 5. Mengangkat pintu pengatur setinggi 10 cm (bukaan 20%) 6. Memulai memutar engkol pemutar, menghitung jumlah putaran dan mengukur waktu sampai kompos di bak penampung habis. 7. Mengulangi prosedur 1 sampai 6 untuk tinggi bukaan pintu pengatur 15 cm (bukaan 30%) dan 20 cm (bukaan 41%) Sketsa mekanisme pengujian statis aplikator kompos dapat ditunjukkan pada Gambar 3.2. Pintu pengatur bukaan Kompos Lubang pengeluaran Wadah kompos Engkol pemutar Pengganjal Gambar 3.2. Sketsa pengujian statis aplikator kompos

84 58 Tahapan Perancangan Aplikator Kompos Mulai Data dan Informasi Penunjang Survey Lapangan : - Kondisi Lahan - Kondisi Tanaman Identifikasi Masalah : - Penanganan Serasah - Pemanfaatan Serasah Analisis Sifat dan Karakteristik : - Serasah Tebu (Dimensi : panjang, lebar, kepadatan, tinggi tumpukan di lapang, berat dan KA) Perumusan dan Penyempurnaan Konsep Disain Analisis Disain dan Pembuatan Gambar Teknik Pembuatan Model (Aparatus Percobaan) : - Model Aplikator Kompos Uji Fungsional Model/Aparatus : - Alat Aplikator kompos Berhasil Ya Pembuatan Prototipe Alat Tidak Uji Fungsional Prototipe Alat Modifikasi Tidak Berhasil Ya Uji Kinerja dengan Aplikasi Kompos Selesai Gambar 3.3. Bagan alir perancangan aplikator kompos

85 59 Hasil dan Pembahasan Rancangbangun Aplikator Kompos Perancangan aplikator kompos dengan mekanisme penggandengan drawbar pull memerlukan perhitungan agar diperoleh kinerja yang diharapkan. Operasi yang diharapkan dari aplikator adalah menjatah kompos di bawah permukaan tanah. Komponen atau bagian dari aplikator kompos yang paling berperan adalah pembuka alur dan penjatah kompos. Jarak tanam tanaman tebu adalah 130 cm. Kompos ditempatkan pada alur sepanjang barisan tanaman. Jarak alur kompos dengan tanaman ± 30 cm. Untuk satu kali lintasan alat ini mampu mengisi dua alur kompos. Perancangan aplikator kompos yang diharapkan adalah aplikator yang mampu mengaplikasikan atau menempatkan kompos serasah tebu ke lahan atau kebun tebu baru (plant cane) maupun tebu keprasan (ratoon). Spesifikasi yang dibutuhkan dalam perancangan aplikator ini antara lain : 1. Mampu mengangkut kompos 2. Mampu menjatahkan kompos sesuai dosis yang diharapkan 3. Mampu menempatkan kompos ke dalam tanah (kedalaman 5-15 cm) 4. Mampu bergerak dan berbelok 5. Mampu menahan atau menjaga kompos tidak keluar saat aplikator berbelok atau saat tidak memupuk 6. Mampu tidak membuka alur pada saat tidak diperlukan 7. Dapat digandengkan dengan traktor penarik Desain Fungsional Fungsi utama dari aplikator kompos adalah mengaplikasikan kompos serasah tebu ke lahan atau kebun tebu baru maupun tebu ratoon sesuai dosis dan tempat yang diharapkan. Rangka. Diharapkan dapat berfungsi sebagai penopang beban dari bak penampung kompos dan sebagai penggandeng alat dengan traktor. Bagian yang akan menjadi komponen adalah rangka utama dan poros penjatah.

86 60 Bak Penampung Kompos. Dibuat untuk menampung pupuk organik atau kompos dengan baik dan menjadi dudukan bagi poros penjatah karena poros tersebut bekerja di dalam bak penampung kompos. Dalam bak penampung kompos terdapat belt conveyor dan pintu pengatur pengeluaran kompos. Penjatah kompos. Fungsi utama aplikator kompos adalah menjatah kompos sesuai dosis yang diharapkan. Mekanisme pengaplikasian kompos yang paling cocok diterapkan dalam pembuatan model prototipe aplikator kompos serasah tebu adalah dengan menggunakan metering device atau penjatah tipe belt conveyor. Kompos akan disalurkan dengan menggunakan sabuk berjalan menuju ke lubang pengeluaran, dimana pengeluaran atau dosis kompos dapat diatur dengan pintu penyesuaian (pengatur dosis) di atas sabuk/belt. Aplikator ini akan memanfaatkan tenaga yang berasal dari poros roda aplikator yang ditransmisikan melalui rantai. Dosis yang besar menyebabkan jenis metering device yang dipilih adalah tipe belt conveyor, dimana alat ini dapat dipergunakan untuk mengeluarkan pupuk dengan laju yang relatif tinggi karena dosis yang besar. Pengeluaran pupuk dapat dibagi menjadi beberapa aliran sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan auger penyalur. Pintu Pengatur Bukaan. Saat traktor tidak melakukan aplikasi kompos seperti berbelok atau keperluan transportasi dan pengisian kompos, pintu ini dapat berfungsi untuk menghalangi terjadi pengeluaran atau tertumpahnya kompos pada tempat yang tidak diinginkan. Fungsi lainnya adalah untuk mengatur dosis atau kapasitas pengeluaran kompos pada saat aplikasi di lapangan. Proses membuka atau menutup dari pintu pengatur ini masih dilakukan secara manual dan desainnya dibuat cukup sederhana. Pintu pengatur ini dapat dibuat dari bahan kayu yang tipis (papan) atau besi plat. Sistem Transmisi. Sumber tenaga putaran untuk implement traktor sering tidak memiliki tempat atau nilai kecepatan yang sama dengan poros penjatah. Oleh karena itu diperlukan sebuah transmisi untuk mengubah kecepatan putar poros input agar sesuai dengan kebutuhan putaran di poros penjatah. Tenaga putar untuk panjatah atau belt conveyor aplikator ini bersumber dari putaran roda aplikator kompos. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat sistem transmisi yaitu mudah perawatannya, tersedia di pasaran, tidak mahal, dan

87 61 memiliki konstruksi yang sesuai dengan daya yang disalurkan. Sistem transmisi yang akan dibuat dari komponen rantai dan sproket (gear). Auger Penyalur. Berfungsi untuk menyalurkan kompos yang telah jatuh dari bak penampung kompos ke lubang pengeluaran untuk selanjutnya jatuh ke tanah. Auger penyalur ini dapat penyalurkan kompos kedua arah yaitu ke arah ujung kiri dan kanan dimana terdapat lubang pengeluaran kompos. Gambar 3.4 menunjukkan fungsi utama dari aplikator kompos harus didukung oleh beberapa sub fungsi sehingga menjadi satu kesatuan yang dapat bekerja sebagaimana mestinya. Mengaplikasikan kompos serasah tebu ke lahan atau kebun tebu baru maupun tebu ratoon sesuai dosis dan tempat yang diharapkan 1.Mengangkat kompos 7.Dapat digandeng traktor 2.Menempatkan kompos di dalam tanah 6.Dapat tidak membuka alur 3.Menjatah kompos sesuai dosis 5.Mencegah kompos tercecer 4.Dapat bergerak/ berbelok Gambar 3.4. Bagan fungsi perancangan aplikator kompos Analisis Teknik Data Lapangan Proses perancangan aplikator kompos serasah tebu, memerlukan beberapa parameter yang merupakan data dasar untuk merancang alat tersebut. Data-data alat dan keadaan lapangan tempat aplikator kompos bekerja perlu diketahui agar disain dapat dilakukan dengan baik. Data tersebut meliputi data tentang karakteristik fisik kompos serasah tebu dan kondisi lahan perkebunan tebu, teknik budidaya tanaman tebu, keadaan tanah, sumber tenaga tarik, dan dosis pemupukan.

88 62 Teknik Budidaya Tanaman Tebu. Pembudidayaan tanaman tebu di PG Takalar dilakukan dengan dua cara, yaitu budidaya tanaman tebu baru (Plant Cane) dan budidaya tanaman tebu keprasan (Ratoon Cane). Tanaman tebu tersebut terdiri dari tanaman tebu baru (PC), ratoon I (R1), ratoon II (R2), ratoon III (R3), ratoon IV (R4), dan ratoon V (R5). Proses penyiapan lahan dan pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan mesin pertanian dan alat berat yang ditarik oleh traktor sehingga biaya yang dikeluarkan untuk budidaya PC lebih besar daripada budidaya tebu ratoon, sedangkan pemanenan dilakukan secara manual. Sistem penanaman tanaman tebu yang digunakan PG Takalar yaitu overlapping horizontal dan double row. Overlapping horizontal adalah cara menanam tebu dimana tiap ujung batang tebu yang telah dipotong ukuran cm saling bertumpukan, sedangkan yang dimaksud dengan double row adalah tiap penanaman terdiri dari 2 batang tebu. Tujuan dari sistem penanaman ini adalah untuk meminimalisir tebu yang mati atau tunas tebu yang gagal tumbuh. Tebu yang telah ditanam kemudian ditutup oleh tanah halus sekitar 5-10 cm sambil dipadatkan agar tunas menyentuh tanah. Keadaan Tanah. Tanah pada PG Takalar merupakan bekas hutan sekunder dan persawahan, umumnya berjenis tanah mediteran dan grumosol. Kondisi iklim dengan rata-rata 5 6 bulan kering dan bulan basah 5 6 bulan. Kondisi Lahan Perkebunan Tebu. Pabrik gula Takalar memiliki lahan hak guna usaha (HGU) seluas ha dengan ketinggian lahan antara 45 m 125 m dari permukaan laut. Penanaman tanaman baru (PC) yang dilakukan di PG Takalar dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat di sekitar PG Takalar. Jarak tanam rata-rata yang digunakan di PG Takalar adalah 130 cm, dan diantarai furrow yang dapat berfungsi sebagai saluran irigasi dan drainase dengan kedalaman 25 cm dan lebar 30 cm. Tinggi bedengan pada lahan ratoon antara cm. Pola tanam akan menentukan jarak baris tanaman (peak to peak). Pola tanam yang dikembangkan oleh PG Takalar adalah pola 77 yang berarti dalam setiap hektar terdapat 77 row atau baris tanaman tebu. Dosis Pemupukan. PG Takalar melakukan pemupukan dua kali untuk tanaman PC dan satu kali untuk tanaman ratoon. Pemupukan I pada PC dilakukan bersamaan atau sebelum bibit ditutup tanah dengan dosis perhektar 100 kg ZA/Urea kg SP kg KCL. Pelaksanaan Pupuk II dengan dosis

89 63 pupuk 100 kg ZA kg Urea kg KCL atau sesuai rekomendasi/kondisi dicampur dan ditabur secara merata. Untuk tanaman ratoon, pupuk dicampur dan ditebar secara merata dilakukan setelah penggemburan tanah dengan menggunakan pupuk dengan dosis 300 kg Urea kg Za kg ZK-Plus kg SP 36. Sifat Fisik dan Karakteristik Kompos Serasah Tebu. Kompos serasah tebu merupakan kompos yang berasal dari sisa panen tanaman tebu berupa daun dan pucuk tebu serta batang tebu yang tidak sempat dipanen. Berat jenis kompos serasah tebu adalah 340 kg/m 3 menjadikannya bersifat bulki atau memiliki volume besar dengan berat yang ringan dan memiliki sudut curah Desain Struktural Desain struktural dalam perancangan aplikator kompos dilakukan dengan menentukan fungsi dari setiap komponen yang akan digunakan. Identifikasi fungsi dari setiap komponen ini akan saling melengkapi sehingga aplikator dapat bekerja dengan baik (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Fungsi dari tiap komponen aplikator. No Fungsi Komponen/Mekanisme 1 Mengangkut kompos Bak kompos 2 Menjatah kompos sesuai dosis Metering device tipe belt conveyor dengan pintu pengatur bukaan 3 Menyalurkan kompos ke lubang pengeluaran Auger 4 Menempatkan kompos di dalam tanah Pembuka alur (chisel)/3 titik gandeng 5 Dapat berbelok/bergerak Roda 6 Penggerak metering device Sistem transmisi (sproket & rantai) 7 Dapat ditarik traktor Sistem penggandengan drawbar Gambar 3.5 menunjukkan bagian-bagian atau komponen-komponen dari aplikator yang masing-masing memiliki fungsi yang akan mendukung fungsi utama dari aplikator untuk menjatahkan kompos ke dalam tanah sesuai dengan dosis yang diinginkan.

90 64 Upper link Pembuka alur Bak & kompos Pintu pengatur Lower link Sambungan ekstensi Batang penghubung Pipa penyalur Auger penyalur Belt conveyor Gambar 3.5. Sketsa disain struktural aplikator kompos Bak Penampung Kompos Berdasarkan kriteria disain yang telah ditetapkan, aplikator harus dapat dioperasikan untuk satu alur tanaman dengan jarak kurang lebih 30 cm dari tanaman seperti pada Gambar 3.6. Dari pertimbangan tersebut akan dibuat rangka bak aplikator dengan tinggi 130 cm, panjang 200 cm, dan lebar 110 cm. Bahan rangka bak penampung aplikator terbuat dari besi berbentuk U dan L. Ukuran dimensi aplikator disesuaikan dengan keadaan lahan dan pola budidaya tebu yang berlaku pada PG Takalar. Chisel 1 Chisel cm 80 cm Gambar 3.6. Rancangan posisi penjatahan kompos di lahan Volume bak penampung kompos dapat dihitung dengan melihat kebutuhan dosis kompos perhektar, berat jenis kompos, dan efisiensi pengisian kompos. Luas petakan kebun pada PG Takalar adalah 200 m x 200 m (4 ha) dan dosis kompos yang akan diaplikasikan adalah 15 ton/ha.

91 65 Tabel 3.2. Volume rencana bak penampung kompos aplikator No Baris (row) Panjang alur (m) Berat pupuk (kg) Volume pupuk (m 3 ) (4 ha) Berdasarkan hasil pengukuran berat jenis kompos adalah 340 kg/m 3 maka total volume kompos yang dibutuhkan adalah kg dibagi 340 kg/m 3 = 44.1 m 3. Ini merupakan volume yang sangat besar dan berat, sehingga akan berdampak kurang baik terhadap lahan karena dapat menyebabkan pemadatan tanah dan membutuhkan daya traktor yang sangat besar. Oleh karena itu dalam perancangan volume bak penampung kompos, aplikator hanya beroperasi dengan membawa kompos sepanjang dua kali 200 m panjang alur, kemudian mengisi lagi demikian seterusnya. 200 m Alur tanaman 1 s/d 77 Alur tanaman 78 s/d m Traktor Aplikator Tempat Pengisian Lebar pembelokan 5 m Gambar 3.7. Skema alur aplikasi kompos di lahan tebu

92 66 Perkebunan tebu PG Takalar menggunakan pola tanam 77 yang berarti dalam setiap hektarnya terdapat 77 row (baris) tanaman. Dosis kompos yang akan diaplikasikan ke lahan adalah 15 ton/ha, berarti dosis kompos setiap alur tanaman adalah = 1.95 kg/m. Satu alur tanaman terdapat dua alur kompos, sehingga berat kompos setiap alur kompos adalah 195 kg/alur tanaman dibagi 2 alur kompos/alur tanaman = 97.5 kg/alur kompos, sehingga berat kompos untuk setiap 400 m alur tanaman adalah 780 kg. Berat jenis kompos adalah 340 kg/m 3, sehingga volume kompos yang merupakan volume bak penampung kompos adalah 2.3 m cm 200 cm 105 cm Gambar 3.8. Dimensi ukuran bak aplikator kompos Dimensi bak penampung kompos ditentukan dengan jumlah beban angkut maksimal yang dikehendaki yaitu 780 kg atau dengan volume 2.3 m 3. Lebar bak penampung 110 cm, tinggi 105 cm dan panjang 200 cm (Gambar 3.8). Dimensi aplikator kompos meliputi lebar, tinggi bak penampung kompos, dan panjang bak penampung kompos. Adapun kaidah penentuan dimensi aplikator kompos tersebut ditentukan oleh : - Lebar minimal ditentukan oleh lebar jarak tanam dan lebar roda yang digunakan. - Tinggi bak penampung kompos maksimum ditentukan oleh tinggi alat yang akan digunakan untuk pemuatan kompos. Dalam penelitian ini digunakan tinggi bak penampung kompos maksimum dari tanah sebesar 180 cm.

93 67 Panjang bak penampung kompos tergantung dari berapa volume bak penampung yang dibutuhkan. Panjang bak penampung kompos yang optimal akan berpengaruh terhadap kelancaran proses aplikasi kompos. Bak penampung kompos berfungsi untuk menampung kompos yang siap diaplikasikan pada tanaman tebu baru dan tanaman tebu ratoon. Selain itu bak kompos harus menjadi dudukan yang kuat bagi poros penjatah karena poros tersebut bekerja dalam bak kompos. Karena terdapat lubang penjatah kompos dan pintu bukaan, maka dibutuhkan tempat untuk belt conveyor, auger penyalur, dan pintu penjatah kompos. Bahan untuk bak kompos terbuat dari rangka besi dengan dinding papan atau lembaran plat besi. Bak penampung kompos yang akan dirancang berbentuk kotak persegi panjang yang akan memiliki pintu pengatur bukaan pada ujung depan bak kompos. Pada dasar bak tersebut terdapat belt convenyor yang berfungsi sebagai penyalur kompos ke pintu bukaan sekaligus sebagai penjatah kompos ke lahan. Penjatah Kompos. Fungsi utama alat aplikator kompos adalah menjatah atau mengaplikasikan kompos dengan mudah. Dari berbagai alternatif mekanisme penjatah dipilih tipe belt conveyor untuk mekanisme penjatah aplikator pupuk organik atau kompos yang dilengkapi dengan pintu pengatur bukaan (Gambar 3.9). Ada beberapa alasan yang menjadi dasar pemilihan metering device tipe belt conveyor adalah : a. Jenis pupuk yang akan digunakan adalah kompos yang memiliki ukuran partikel granuler dan tidak seragam dengan ukuran 0.25 cm 2 b. Dosis kompos yang besar yaitu 15 ton/ha = 1.95 kg/m sehingga dibutuhkan metering device dengan laju yang tinggi. c. Sifat fisik dari kompos yang agak ringan dengan berat jenis yang kecil sehingga membutuhkan daya penyaluran yang cukup dalam pengaplikasiannya. Memiliki volume yang besar dan berat jenis 340 kg/m 3, sehingga dosis 1.95 kg/m = cm 3 /cm. d. Aplikasi kompos tidak membutuhkan akurasi dosis yang tinggi karena pengaruh kompos berdampak positif dan tidak bersifat racun apabila kekurangan atau kelebihan dosis dalam aplikasi.

94 68 Pintu pengatur bukaan v Belt conveyor Gambar 3.9. Sketsa penjatah aplikator tipe belt conveyor dan pintu pengatur bukaan Untuk mengaplikasikan kompos dalam dosis yang tinggi, dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : 1. Lebar bukaan pintu 2. Kecepatan sabuk 3. Tinggi bukaan pintu 4. Diameter roda penggerak Roda penggerak aplikator merupakan sumber penggerak untuk auger penyalur dan penjatah belt conveyor. Untuk mengetahui jarak pergerakan sabuk dapat diketahui dari diameter roda penggerak. Satu putaran roda penggerak akan berpindah sejauh 1.9 m, ini diperoleh dari perhitungan : Satu putaran roda = π * diameter roda (0.61 m) = 1.9 m. Jika terjadi kemacetan roda yang diasumsikan 5%, maka perpindahan roda akan bergerak sejauh = (1+5%)*1.9 m = m. Sehingga kompos yang harus dijatah pada satu putaran roda = m x 1.95 kg/m = 3.89 kg. Rasio transmisi dapat dihitung dengan mengetahui berapa perbandingan jumlah gigi sproket yang digunakan. Tabel 3.3 menunjukkan rencana susunan sistem transmisi yang akan digunakan pada aplikator. Tabel 3.3. Rencana susunan transmisi Roda Sproket Auger 1 Sproket Auger 2 Sproket poros conveyor Gigi sproket putaran 15/34 putaran 15/34 putaran (15/34)x(15/34) = 0.2 putaran Diameter puli conveyor = 11.3 cm, sehingga keliling puli = π * 11.3 cm = 35.5 cm, jadi pergerakan sabuk untuk satu putaran roda penggerak = 0.2 putaran * keliling puli (35.5 cm) = 7.1 cm. Jika terjadi slip antara sabuk dan porosnya (asumsi 10%), maka pergerakan sabuk menjadi = 0.9 * 7.1 cm = 6.4 cm.

95 69 Satu putaran roda penggerak menghasilkan pergerakan sabuk sejauh 7.1 cm dan harus menjatah kompos sebanyak 3.89 kg = cm 3 Pintu pengatur bukaan Beban kompos Belt conveyor Gambar Mekanisme pergerakan bahan pada belt conveyor Tinggi bukaan pintu dapat dihitung : Volume = panjang * lebar * tinggi Diketahui lebar pintu = 110 cm Volume pengeluaran kompos = cm 3 Panjang pergerakan sabuk = 7.1 cm Tinggi = /(110*7.1) = 14.6 cm Tinggi pintu jika terjadi slip 10% = /(110*6.4) = 16.3 cm Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Lebar konveyor sabuk yang digunakan adalah 110 cm 2. Satu putaran roda penggerak menghasilkan 0.2 putaran puli konveyor 3. Tinggi bukaan pintu pengatur adalah 14.6 cm 4. Tinggi pintu jika terjadi slip pada sabuk 10% adalah 16.3 cm Sistem Transmisi Poros roda aplikator sebagai sumber tenaga yang akan digunakan dalam aplikasi kompos membutuhkan sistem transmisi yang dapat menyesuaikan kebutuhan kecepatan putaran dan arah putaran di poros penjatah. Aplikator kompos menggunakan traktor sebagai tenaga penariknya. Selanjutnya poros roda aplikator menjadi sumber penggerak dari auger penyalur kompos dan poros auger penyalur ini menjadi sumber penngerak dari belt conveyor (Gambar 3.11). Dalam sistem transmisi digunakan komponen rantai dan sproket.

96 70 Sproket Auger2 Sproket Belt conveyor Sproket Auger1 Sproket roda Gambar Skema sistem transmisi pada aplikator kompos Auger penyalur Auger ini berfungsi untuk menyalurkan kompos yang terjatuh dari belt conveyor untuk disalurkan ke lubang pengeluaran kompos di sisi kiri dan kanan aplikator. Gambar 3.12 menunjukkan bentuk dan ukuran dari auger penyalur kompos. Debit kompos yang harus disalurkan oleh auger untuk satu putaran roda adalah cm 3. Kompos tersebut disalurkan ke sisi kiri dan kanan, sehingga debit masing-masing sisi adalah cm 3 /2 = cm 3 90 cm 31 cm 35 cm Gambar Dimensi auger penyalur kompos Rencana jenis komponen transmisi dengan menggunakan rantai dan sproket. Perbandingan transmisi roda penggerak dan auger adalah 15 : 34, sehingga dalam 1 putaran roda = 15/34 putaran auger = 0.44 putaran auger. Q d 4 2 sf d 2 ss l n..(3.1) p Jadi diameter auger adalah 31.3 cm Pembuka Alur (Chisel) Pembuka alur yang dirancang harus mampu menempatkan kompos di dalam tanah sebanyak cm 3 /cm. penempatan kompos dilakukan pada sisi kiri dan kanan tanaman tebu, sehingga setiap sisi harus diisi kompos sebanyak 28.67

97 71 cm 3 /cm. Sehingga volume lubang alur yang harus dibuat oleh pembuka alur adalah cm 3 /cm panjang alur. Dengan kedalaman alur 8 cm, maka diperoleh lebar alur 3.6 cm. Bilah bajak Guludan Gambar Luas bidang potong pembuka alur Kedalaman atau tinggi alur harus memperhitungkan tebal tanah yang akan digunakan untuk menutup alur, tebal tanah penutup adalah 5 cm, sehingga tinggi lubang atau kedalaman alur adalah 5 cm + 8 cm = 13 cm Luas bidang potong pembuka alur adalah (A) = 13 cm x 3.6 cm = 46.8 cm 2 Ukuran Batang Pembuka Alur Beban berupa lenturan (bending) pada batang pembuka alur dapat dianalisis melalui diagram pada Gambar Untuk mengetahui ukurannya, dilakukan perhitungan stress pada titik kritisnya. Pada gambar terlihat bahwa beban akan dihitung pada titik K. Momen di K disebabkan oleh gaya mendatar di tanah (F pa ) yang berupa tahanan pembuka alur. F pa = luas bidang potong (A)*tahanan tarik tanah (asumsi = 3.8 kgf/cm 2 ) = 46.8 m 2 * 3.8 kgf/cm 2 = kgf Rencana panjang atau tinggi dari bilah bajak adalah 80 cm (jarak F pa terhadap titik K). Momen pada penampang K dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.2. M F l.(3.2) pa Dimana : M 3.6 cm 13 cm = momen di titik K (kgf.m) F pa = beban tahanan tanah (kgf) L = jarak F pa terhadap titik K (m) M = * 0.8 = kgf.m A (A) Bidang potong pembuka alur (chisel)

98 72 t K t P i l P i Kedalaman kerja (13 cm) Gambar Diagram gaya pada pembuka alur Jarak ke sumbu netral/centroid (c= P i /2) adalah 5 cm, lebar bilah bajak (P i ) 10 cm dan tebal bajak 1 cm, sedang inersia dapat dihitung dengan persamaan : 3 i P t I 12 Dimana : I = inersia (m 4 ) P i = lebar bilah bajak/pembuka alur (m) t = tebal bilah bajak/pembuka alur (m) Bilah bajak sebagai pembuka alur harus kuat menahan beban bending yang dapat dihitung dengan persamaan berikut : M c a 3 t P i 12 Pi M 2 6M a 3 t P t P i 12 2 i F pa P i 6M t a

99 73 Dimana : σ a = tegangan tarik baja S-40C = (kg/m 2 ) M = momen (kgf.m) c = jarak ke sumbu netral (m) I = inersia (m 4 ) P i = m = 4 cm Sistem Penggandengan Peralatan yang memiliki roda dapat menopang sebagian dari beban alat. Keseimbangan berat alat ini didukung oleh batang penggandengan (drawbar) traktor. Titik penggandengan (drawbar) adalah titik sambungan antara traktor dan alat. Peralatan yang berjenis pull-type implement dapat mengubah posisi relatif terhadap traktor 90 o horisontal dan ± 20 o vertikal saat memutar dan melintasi perbukitan atau turunan. Beberapa aplikasi peralatan membutuhkan sambungan sudut universal hingga 80 o dan lengan poros yang dapat berubah panjang hingga 508 mm (20 inci) saat berbelok (Mayhew 2004). Traktor 4 roda akan digunakan sebagai tenaga penarik untuk mengaplikasikan kompos di lapangan. Sistem penggandengan yang akan digunakan antara traktor dan aplikator adalah dengan menggunakan drawbar pull yang terdapat pada traktor. Chisel yang digunakan sebagai pembuka alur digandeng dengan menggunakan tiga titik gandeng yang terdapat pada traktor sehingga dapat dinaik-turunkan dengan hidrolik. Chisel diletakkan di antara traktor dan aplikator kompos dan dapat diangkat sampai ketinggian 30 cm sehingga tidak mengganggu pergerakan traktor dan aplikator saat berbelok (Gambar 3.15). Untuk penggandengan aplikator digunakan sambungan ekstensi pada traktor yang memiliki panjang sama dengan jarak chisel ke traktor sehingga pada saat belok tidak terjadi tumbukan antara bilah chisel dan batang penggandeng aplikator. Tinggi drawbar hitch (h) untuk traktor yang digunakan adalah 57 cm dan panjang batang penggandeng (x) atau jarak antara bak penampung kompos dengan traktor (pin untuk gerakan memutar) pada aplikator kompos adalah 60 cm sehingga aplikator dapat berbelok dengan gerakan 90 o.

100 74 h x Sambungan ekstensi Batang penghubung Gambar Sistem penggandengan aplikator kompos tampak samping Traktor Aplikator Aplikator Aplikator Titik sambung traktor & aplikator Gambar Sistem penggandengan aplikator kompos tampak atas Kestabilan pengendalian traktor berhubungan erat dengan distribusi beban gaya pada masing-masing roda traktor, letak titik berat vertikal trailer (aplikator) dan sudut kritis maksimal traktor dan trailer (aplikator). Pada proses transportasi dengan menggunakan trailer (aplikator) berporos tunggal akan mengakibatkan efek pengangkatan roda depan traktor. Penggunaan standar drawbar memberikan efek pengangkatan roda yang berlebihan. Letak standar drawbar yang berada di belakang poros roda belakang traktor akan memberikan efek pembebanan berlebihan pada roda belakang traktor dan efek pengurangan beban gaya yang berlebihan pada roda depan traktor. Fenomena yang terjadi adalah adanya efek pengangkatan roda depan traktor sehingga traktor tidak stabil dalam pengendaliannya, susah bermanuver dan mudah terguling (Herodian et al. 2007).

101 75 Ukuran Roda dan As Roda Aplikator yang dirancang menggunakan roda sebagai alat penggerak atau berpindah dengan ukuran as (poros) roda dan ukuran ban yang disesuaikan dengan beban yang direncanakan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan as roda dan ukuran ban antara lain : 1. Jumlah beban yang ditumpu oleh roda Jumlah atau berat beban yang akan ditumpu oleh roda adalah beban yang berasal dari berat kompos dan berat aplikator. 2. Ukuran roda atau ban yang dipilih adalah ukuran yang tersedia dipasaran. 3. Daya dukung tanah 4. Sistem penggandengan yang direncanakan menggunakan penggandengan satu titik gandeng dengan sebagian beban vertikal ditumpu oleh traktor. Total beban aplikator (W m ) adalah berat kompos (780 kg) ditambah berat alat (650 kg) sama dengan 1430 kg. Jumlah berat beban yang ditumpu oleh aplikator adalah ( )/2.4 sama dengan ¾ dari beban, sehingga beban aplikator adalah ¾ dari 1430 kg adalah kg, sedang sebagian beban akan dipindahkan ke traktor adalah ( )/2.4 sam dengan ¼ dari beban, sehingga beban yang dipindahkan ke traktor adalah ¼ dari 1430 kg adalah kg. Aplikator dirancang memiliki 2 roda sehingga setiap roda akan menumpu /2 = kg. Ukuran ban atau roda yang sesuai dengan beban ini adalah roda dengan load index cm 120 cm 60 cm 60 cm W m W 1430 kg F t F r Gambar Pembebanan pada aplikator Pemilihan ukuran ban atau roda merupakan hal yang penting dalam rancangan aplikator. Roda aplikator selain menjadi penggerak juga akan

102 76 menumpu sebagian besar beban aplikator. Untuk menentukan ukuran roda yang tepat digunakan cara sebagai berikut. Dalam menentukan luas bidang kontak roda dengan tanah digunakan persamaan : p = W /A = W / (0.78BL) Dimana p = ground pressure (kgf/cm 2 ), W = beban yang ditumpu (kgf) A = bidang kontak roda dengan tanah (cm 2 ) Dari Gambar 3.18 dapat dihitung : L = 2 [ R 2 (R-Z) 2 ] 0.5 Dimana : L = Panjang tapak roda (cm), R = jari-jari roda (0.305 cm) Z = sinkage (1 cm) Gambar Bidang kontak roda (LxB) Dengan panjang tapak roda (L) adalah 15.5 cm, maka diperoleh lebar tapak (B) sebesar 12.2 cm. Ukuran ban atau roda yang sesuai adalah 145/70 R14 88S. Ukuran lebar tapak roda jenis ini adalah 145 mm dan telah melebihi lebar tapak roda yang diijinkan yaitu 12.2 cm atau 122 mm. As Roda Perancangan as roda yang akan digunakan pada aplikator kompos ini perlu memperhatikan beberapa hal antara lain : 1. Berat bebat yang akan ditumpu 2. Jarak jejak roda (Jarak antara roda kanan dan kiri) 3. Jenis bahan as roda yang akan digunakan

103 77 Jenis bahan yang digunakan untuk as roda adalah silender pejal dari baja S40C dengan kekuatan ijin (σ a) adalah 55 kg/mm 2 dengan faktor keselamatan 4, sehingga kekuatan ijin (σ a ) adalah 55/4 = kg/mm 2 dan jarak ban ke titik kristis (l) = 20 cm. Momen pada roda 1 (M 1 ) = F r1 * l 1 = kgf * 0.2 m = kgf.m Momen pada roda 2 (M 2 ) = F r2 * l 2 = kg * 0.91 m = kg.m Sehingga momen total (M) = M 1 + M 2 = = kg.m Inersia untuk silender pejal dapat dihitung dengan persamaan : d I 64 4 M c a I c d c=d/2 Roda l Bak Penampung Kompos kg Roda2 Jarak jejak l 1 l 2 As roda d M 2 a 4 d 64 d 3 d 32M a F r kg Gambar Skema gaya pembebanan pada setiap roda 32M d 3 = m = 7.6 cm Kebutuhan Beban Tarik Beban pembuka alur atau chisel yang terdiri dari 2 bilah bajak dapat dihitung dengan menggunakan gaya tahanan (F pa) tanah dikali jumlah chisel. F = F pa x jumlah chisel = kgf x 2 = kgf = N

104 78 Untuk menghitung tahanan gelinding roda digunakan persamaan : F rr = C rr * W Diasumsikan nilai C rr = 0.3 (Armansyah 2002), sehingga F rr = 0.3 * 1072 = kgf = N Untuk menghitung torsi pada roda penggerak, terlebih dahulu menghitung beban konveyor dan beban auger penyalur. W k ω (kec. sudut) F f Gambar Skema gaya pada poros konveyor Beban pada belt conveyor dapat dihitung dengan persamaan berikut. F f = μ * W k, Dimana F f = gaya, μ = koefisien gesek (diasumsikan 0.5), dan W k = berat kompos (780 kg), sehingga F f = 390 kgf Torsi yang terjadi pada poros belt conveyor dihitung dengan persamaan : T = R p *F f dimana τ = torsi, R p = jari-jari puli ( m), F f = gaya (kgf) T = m*390 kg = kg.m = 216 N.m Beban yang terdapat pada auger penyalur dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Srivastava et al. 2006) : P / L Q g a k n l p g 0.14 d l sf p l l i p 0.11 Dimana P = daya (Watt) L = Panjang auger (0.9 m) Q a = debit kompos (0.005 m 3 /s) L p = jarak antar puncak auger (0.25 m) L i = panjang pemasukan auger (0.9 m) D sf = diameter luar auger (0.25 m) N = kecepatan anguler (0.44 rev/s) θ = sudut inklinasi konveyor (0 0 )\ f

105 79 μ 2 = friksi antar bahan (0.5) g = gaya gravitasi (9.8 m/s 2 ) Hasil perhitungan daya auger (P) = Watt Torsi auger = daya auger/ω =27.13/2.72 = N.m Torsi roda dihitung dengan persamaan : Torsi roda = ((Torsi auger +(15/34 * torsi konveyor))*15/34) Torsi roda = (( (15/34* 216))*15/34) = N.m Gaya yang terjadi pada roda adalah : F pr = T r /R r =66.10/0.305 = N T r F pr R r Gambar Skema gaya pada roda penggerak Beban tarik total yang akan diterima oleh traktor adalah : Beban tarik = F pa + F rr + F pr = = N Total beban yang akan ditarik oleh traktor = kn Daya yang dibutuhkan oleh traktor penarik yang memiliki kecepatan 7 km/jam atau 1.94 m/s adalah D = Beban tarik * kecepatan traktor D = * 1.94 = N.m/s = Watt = /746 = 17.8 hp Beban keseluruhan yang akan ditarik oleh traktor adalah beban aplikator kompos dan kompos yaitu 17.8 hp. Traktor yang akan digunakan adalah traktor dengan daya 80 hp. Traktor ini mampu menarik beban yang hanya sekitar N atau traktor hanya membutuhkan daya sekitar 17.8 hp. Pembuatan Prototipe Aplikator Aplikator kompos dibuat di bengkel di kawasan PG Takalar selama 2 bulan dari akhir bulan Oktober sampai akhir Desember dengan masa pengujian 3 minggu. Pembuatan prototype aplikator ini tidak mengalami kendala yang berarti. Aplikator kompos terdiri atas beberapa bagian seperti rangka, bak kompos (hopper), pintu pengatur bukaan, penjatah (belt conveyor), poros belt conveyor, sitem transmisi, auger penyalur dan lubang pengeluaran kompos. Gambar 3.22

106 80 menyajikan sketsa aplikator kompos secara utuh. Aplikator kompos memiliki tinggi 180 cm (dari permukaan tanah), panjang 200 cm dan lebar 140 cm. Gambar Sketsa aplikator kompos Aplikator ini terdiri atas beberapa bagian yang dirinci sebagai berikut : Rangka Bagian pertama yang dibuat pada proses pembuatan prototipe aplikator kompos adalah rangka. Ukuran rangka tanpa roda aplikator adalah tinggi 105 cm, panjang 200 cm, dan lebar 110 cm. Bahan rangka aplikator terbuat dari besi siku berbentuk U dan L. Ukuran dimensi aplikator disesuaikan dengan keadaan lahan dan pola budidaya tebu yang berlaku pada PG Takalar. Rangka merupakan bagian penting dari aplikator ini. Rangka ini menjadi dudukan beberapa bagian atau komponen aplikator seperti batang penggandeng, tempat sistem transmisi, dudukan untuk dua poros belt conveyor yang terletak pada bagian tengah, depan dan belakang. Rangka juga menjadi tempat dudukan bagi poros auger penyalur.

107 81 Bak Kompos Bak penampung kompos berfungsi untuk menampung kompos yang siap diaplikasikan pada tanaman tebu baru dan tanaman tebu ratoon. Selain itu bak kompos harus menjadi dudukan yang kuat bagi poros penjatah karena poros tersebut bekerja dalam bak kompos. Karena terdapat lubang penjatah kompos dan pintu bukaan, maka dibutuhkan tempat untuk belt conveyor, auger penyalur, dan pintu penjatah kompos. Bahan untuk bak kompos terbuat dari rangka besi dengan dinding papan atau lembaran plat besi. Bak kompos yang dirancang berbentuk kotak persegi panjang yang akan memiliki pintu bukaan pada ujung depan bak kompos. Pada dasar bak tersebut terdapat belt convenyor yang berfungsi sebagai penyalur kompos ke pintu bukaan sekaligus sebagai penjatah kompos ke lahan. Perkebunan tebu PG Takalar menggunakan pola tanam 77 yang berarti dalam setiap hektarnya terdapat 77 row (baris) tanaman. Dosis kompos yang akan diaplikasikan ke lahan adalah 15 ton/ha. Satu meter alur tanaman membutuhkan 1.95 kg/m, sehingga berat kompos untuk setiap 400 m alur tanaman adalah 780 kg. Berat jenis kompos adalah 340 kg/m 3, sehingga volume kompos yang juga merupakan volume bak kompos adalah 780 kg dibagi 340 kg/m 3 = 2.3 m 3. Penjatah Kompos Gambar 3.23 menunjukkan penjatah tipe belt conveyor (konveyor sabuk) yang digunakan pada aplikator kompos. Mekanisme pengaplikasian kompos yang digunakan prototipe aplikator kompos serasah tebu adalah metering device atau penjatah tipe belt conveyor. Kompos disalurkan menggunakan sabuk berjalan menuju ke lubang pengeluaran, dimana pengeluaran atau dosis kompos dapat diatur dengan pintu pengatur bukaan di atas ujung depan sabuk/belt. Aplikator memanfaatkan tenaga yang berasal dari poros roda aplikator yang ditransmisikan melalui rantai. Pengeluaran pupuk dibagi menjadi dua aliran ke lubang pengeluaran kiri dan kanan yang dibantu menggunakan auger penyalur. Konveyor sabuk ini memiliki lebar 80 cm dan terbuat dari karet yang keras dan kuat sehingga mampu menopang beban yang berat seperti kompos. Auger sebagai penyalur kompos terbuat dari besi.

108 cm 200 cm Belt Conveyor Poros belt conveyor Gambar Penjatah kompos tipe belt conveyor Pembuka Alur (Chisel) Komponen ini berfungsi sebagai penggali tanah untuk membuat atau membuka alur kompos. Chisel ini bekerja sebelum penjatahan kompos di lahan. ukuran chisel harus dibuat sesuai dengan kebutuhan kedalaman pemupukan yaitu sekitar cm. komponen chisel terdiri atas beberapa bagian antara lain : batang chisel, batang penguat chisel, sepatu chisel dan plat pelebar alur. 90 cm cm 13 cm Gambar Dimensi pembuka alur (chisel)

109 83 Auger Penyalur Auger berfungsi untuk menyalurkan kompos yang terjatuh dari belt conveyor ke sisi kanan dan kiri menuju lubang pengeluaran kompos. 90 cm Gambar Auger penyalur kompos Sistem Transmisi Sistem transmisi adalah komponen aplikator kompos yang berfungsi untuk mentransmisi atau menyalurkan tenaga dari sumber tenaga gerak ke tempat tujuan yang akan memanfaatkan tenaga tersebut. Poros roda aplikator digunakan sebagai sumber tenaga untuk proses penjatahan kompos di lapang. Dengan berbagai pertimbangan, digunakan rantai dan sproket motor sebagai komponen transmisi. Gambar Sistem transmisi penggerak auger aplikator Aplikator kompos menggunakan traktor sebagai tenaga penariknya. Selanjutnya poros roda aplikator menjadi sumber penggerak dari auger penyalur

110 84 kompos (Gambar 3.27) dan poros auger penyalur ini menjadi sumber penngerak dari belt conveyor (Gambar 3.26). Gambar Sistem transmisi penggerak belt conveyor aplikator Hasil Pengujian Statis Pengujian yang dilakukan pada aplikator adalah pengujian statis. Ini dilakukan karena kondisi lingkungan, dimana pada saat penelitian di PG Takalar sedang berlangsung musim penghujan sehingga pengujian lapang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan. Parameter yang diukur pada uji statis ini adalah laju pengeluaran kompos yang dipengaruhi oleh tinggi pintu pengatur bukaan dan kecepatan traktor pada saat aplikasi kompos di lahan perkebunan. Pada pengujian ini tidak menggunakan traktor sebagai tenaga penarik melainkan menggunakan engkol untuk memutar poros roda aplikator sehingga belt conveyor dapat bergerak untuk mengeluarkan atau mengaplikasikan kompos. Hasil pengujian ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui laju pengeluaran kompos berdasarkan tinggi bukaan pintu pengatur atau persentase lebar bukaan dan kecepatan traktor yang dihitung melalui rpm roda aplikator kompos. No Tabel 3.4. Laju pengeluaran kompos pada beberapa tinggi bukaan pintu Tinggi Bukaan Pintu Jumlah Putaran (n) Berat (kg) Laju Pengeluaran (kg/putaran roda) 1 10 cm (20%) cm (30%) cm (41%) cm(62%) Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3.4 menunjukkan bahwa pada bukaan pintu 20%, 30%, dan 41% atau tinggi bukaan pintu pengatur 10 cm, 15

111 85 cm, dan 20 cm belum dapat mencapai laju pengeluaran kompos yang diharapkan yaitu 3.89 kg/putaran roda. Untuk bukaan 20% memiliki laju pengeluaran komposh 0.8 kg/putaran roda, bukaan 30%, 1.46 kg/putaran roda dan 41% memiliki laju pengeluaran kompos 2.41 kg/putran roda. Untuk mengeluarkan dengan laju 3.89 kg/putaran roda pintu pengatur harus dibuka setinggi 29.4 cm atau 62% bukaan pintu. Terdapat perbedaan tinggi bukaan pintu pada hasil perhitungan dengan hasil uji statis. Ini disebabkan oleh perbedaan bentuk dan dimensi antara hasil perhitungan dan prototipe yang dibuat. Ukuran dimensi hasil perhitungan adalah lebar x tinggi (110 cm x 100 cm) dan berbentuk persegi empat, sedangkan protetipe yang dibuat dan diuji memiliki bentuk travesium dengan lebar sisi bawah 80 cm, lebar sisi atas 110 cm dan tinggi 45 cm. Hal yang terpenting dari hasil pengujian ini adalah bahwa mekanisme penjatahan kompos dengan menggunakan penjatah tipe belt conveyor sudah dapat berfungsi dengan baik. Sedangkan untuk laju pengeluaran kompos dapat disesuaikan dengan tinggi bukaan pintu pengatur atau persentase bukaan pintu pengatur. Lebar bukaan pintu dan kecepatan maju aplikator dapat disesuaikan dengan laju pengeluaran atau dosis kompos yang dinginkan saat aplikasi kompos di lahan tebu. Simpulan dan Saran Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa prototipe aplikator kompos menggunakan penjatah tipe belt conveyor dapat berfungsi dengan baik. Lebar konveyor sabuk yang digunakan adalah 110 cm sehingga tinggi bukaan pintu untuk mengeluarkan kompos 3.89 kg/putaran roda atau dosis pemupukan 15 ton/ha adalah 14.6 cm. Ukuran ban atau roda yang sesuai adalah 145/70 R14 88S. Beban keseluruhan yang akan ditarik oleh traktor adalah beban aplikator kompos dan kompos yaitu 17.8 hp. Saran Ukuran dimensi aplikator kompos sebaiknya lebih besar agar dapat mengaplikasikan kompos lebih banyak dalam sekali operasi.

112 86 Daftar Pustaka Anonim Pedoman Pelaksanaan Proyek Perkebunan Produksi Perkebunan. Buku VII. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. Anonim Profil Pabrik Gula Takalar PTPN XIV (Persero). Makassar. Sulawesi Selatan. Armansyah Analisis Tahanan Gelinding (Rolling Resistance) Roda Traksi dengan Metode Uji Roda Tunggal pada Bak Tanah (Soil Bin). [Skripsi]. IPB. Bogor. ASAE standart Standart Engineering Practices Data 45 th ed. USA. Bainer R, Kepner RA, and Barger EL Principles of Farm Machinery. New York: John Wiley and Sons Inc. De Gauss, Jan G, Fertilizer Guide. Centre d utede de l azote. Zurich. Herodian Sam, Saiful Azis, Ramayanti Bulan Optimasi Letak Roda Trailer Dan Titik Gandeng Pada Sistem Gandeng Weight Transfer. Prosiding Seminar Perteta. Makassar, 3-5 Agustus Pp Hunt Donnell Farm Power and Machinery Management 9 th ed. IOWA State University Press. USA. Mayhew RD Agricultural Implement Drivelines. Weasler Engineering Inc. West Bend, Wisconsin USA. Notoyuwono A Berkebun Tebu Lengkap. Jilid 2. BPU-PPN Gula. Surabaya. Soepardiman Bercocok Tanam Tebu. Lembaga Pendidikan Perkebunan. Yogyakarta. Srivastava AK, Carroll EG, Roger PR, Dennis RB Engineering Prinsiple of Agricultural Machine 2 nd ed. ASAE Textbook Number 6 Published by American Society of Agricultural Engineers Toharisman, A Pengelolaan Tebu Berkelanjutan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Pasuruan.

113 87 IV. PENGARUH KOMPOS SERASAH TEBU TERHADAP SIFAT KIMIA DAN FISIK MEKANIK TANAH SERTA KERAGAAN TEBU RATOON (The Effect of Sugarcane Litter Compost to Soil Chemical and Physical Mechanical Properties and Ratoon Sugarcane Performance) Abstrak Pemanfaatan kompos serasah tebu sebagai pupuk organik pada lahan perkebunan diharapkan mampu memberi kontribusi dalam memperbaiki struktur tanah dan peningkatan produksi tebu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas kompos serasah tebu dan menganalisis pengaruh kompos terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah, kesuburan tanah, dan pertumbuhan tanaman tebu ratoon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kompos yang dihasilkan sesuai SNI 2004, Permentan nomor 2 tahun 2006 dan nomor 28 tahun 2009 dari aspek nisbah C/N. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan dan akan meningkatkan kadar C dan N organik masing-masing sebesar 8% dan 21% dalam kurun waktu 4 bulan penggunaan kompos. Penggunaan kompos serasah tebu berpengaruh positif terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah. Rata-rata pertumbuhan tanaman tebu yang diberi kompos serasah tebu lebih baik daripada yang tidak diberi kompos dari aspek pertumbuhan tinggi dan diameter batang. Kata kunci : Serasah tebu, kompos, kualitas, sifat kimia tanah, sifat fisik dan mekanik tanah Abstract It is expected that the use of sugarcane litter compost as organic fertilizer in the field will contribute in improving soil structure and increased sugarcane production. The objectives of this study were to identify the quality of sugarcane litter compost and to analyze the influence of the compost to soil chemical, physical and mechanical properties, soil fertility, and ratoon crop growth. The results showed that, based on C/N ratio, the quality of compost produced was appropriate with SNI 2001, Agriculture Ministry Regulation No. 2/2006 and No. 28/2009. The application of compost will reduce production cost and will increase the level of C and N organics, respectively by 8% and 21% within 4 months used of compost. It is also found that, compost positively affect the soil chemical, physical and mechanical properties. Based on the growth of high and diameter stem, the average growth of sugarcane plant with compost application was better than those without compost application. Keywords : sugarcane litter, compost, quality, sugarcane, soil chemical, physical and mechanical properties

114 88 Pendahuluan Perkebunan tebu selain menghasilkan gula, juga memiliki potensi untuk menghasilkan pupuk organik berupa kompos yang berasal dari limbah organik serasah tebu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Toharisman (1991), berat serasah tebu hasil tebangan di lahan dapat mencapai ton/ha. Serasah merupakan sisa tebangan atas terdiri atas daun, pucuk, dan batang tebu yang tidak terangkut ke pabrik. Potensi ini belum dimanfaatkan oleh perkebunan tebu dalam upaya peningkatan produksi gula. Hal tersebut terlihat dengan masih dilakukannya pembakaran serasah setelah beberapa hari penebangan, karena serasah dapat mengganggu pengoperasian alat dan mesin pada saat pengolahan lahan. Pembakaran dilakukan karena pada perusahaan perkebunan tidak terdapat unit yang mengelola serasah tebu. Teknologi pengelolaan serasah tebu yang berupa peralatan mekanis akan sangat membantu pihak perkebunan dalam usahanya untuk memanfaatkan potensi limbah organik menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos membutuhkan beberapa tahap kegiatan dan peralatan mekanis yang memudahkan proses tersebut. Tahapan kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah tebu dengan menggunakan traktor, trash rake, pengangkutan serasah tebu menggunakan trailer atau menggunakan truk, pencacahan menggunakan chopper, proses fermentasi atau pengomposan, pencampuran bahan kompos dengan loader, dan pengadukan kompos menggunakan composting turner. Selanjutnya untuk aplikasi di lahan digunakan aplikator kompos. Komponen biaya produksi yang cukup besar dalam budidaya tanaman tebu adalah pemupukan. Pemupukan dapat meningkatkan produktivitas sampai tingkat tertentu, sehingga biaya produksi secara keseluruhan lebih efektif. Efektivitas biaya produksi yang terkait dengan aspek pupuk sangat ditentukan oleh praktek pemupukan yang efisien. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia buatan seperti urea, SP-36, dan kalium klorida, sudah mulai dianggap tidak efisien. Ini disebabkan antara lain oleh sifat pupuk yang cepat terurai sehingga hanya sebagian kecil yang diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman tebu. Cepatnya hara pupuk terurai juga menimbulkan masalah pencemaran air tanah. Untuk mengatasi hal-hal tersebut di atas salah satu

115 89 alternatifnya adalah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Aplikasi pupuk dengan efisiensi tinggi dapat diperoleh melalui peningkatan daya dukung tanah dan efisiensi pelepasan hara pupuk (Herman dan Goenadi 1999; Goenadi 2006). Selain itu salah satu cara untuk mengefisienkan penggunaan pupuk adalah dengan penggunaan bahan organik. Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, mencegah beberapa penyakit akar, dan dapat menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia. Karena keunggulannya tersebut, kompos menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena berkualitas dan akrab lingkungan. Pengeprasan merupakan pekerjaan memotong sisa-sisa tunggul tebu yang dilakukan secara tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara 1989). Sedangkan tanaman keprasan merupakan hasil tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang (Barnes 1964). Keprasan pada budidaya tebu memiliki beberapa keuntungan. Djojosoewardho (1988) menyatakan bahwa melalui pengeprasan kegiatan pengolahan tanah semakin berkurang, kelestarian tanah dapat dipertahankan, dan biaya produksi pada tiap satuan hasil menjadi lebih rendah. Di samping itu, Widodo (1991) mengemukakan bahwa, dengan keprasan pemakaian bibit semakin hemat, tebu yang tumbuh sudah beradaptasi dengan lingkungan, dan kelestarian alam dapat terjaga. Kerugian dari tebu keprasan adalah memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman pertamanya. Arifin (1989) melaporkan bahwa hasil tebu keprasan di lahan kering Sumber Lumbu, Kediri hanya mencapai 67% dari hasil tanaman pertamanya. Pada tahun giling 1992 hasil tanaman tebu

116 90 keprasan satu (R 1 ) di lahan sawah hak guna usaha (HGU) PG. Jatiroto mengalami penurunan 19.3%, sedangkan pada keprasan kedua (R 2) sebesar 27.1%. Pemanfaatan kompos serasah tebu sebagai pupuk organik pada lahan perkebunan diharapkan mampu memberi kontribusi dalam memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah serta peningkatan produksi tebu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas kompos serasah tebu dan menganalisis pengaruh kompos terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah, kesuburan tanah, dan pertumbuhan tanaman tebu ratoon. Tinjauan Pustaka Bahan Organik Menurut Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat. Kerusakan tanah secara fisik dapat diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang dapat menimbulkan pemadatan tanah. Kerusakan struktur tanah ini dapat terjadi akibat pengolahan tanah yang salah atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah. Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut (Stevenson 1994) : a) Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, K, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan

117 91 organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N 2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N 2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. b) Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. c) Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. d) Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. e) Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah. f) Meningkatkan kapasitas sangga tanah. g) Meningkatkan suhu tanah. h) Mensuplai energi bagi organisme tanah. i) Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman. Pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut tumbuh memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Pemberian pupuk organik dengan cara pengadukan bersama pengolahan tanah mampu memperbaiki struktur tanah dan sifat fisik lain yang berkaitan, juga mampu menurunkan fluktuasi suhu harian tanah (Suwardjo et al dalam Surawijaya 1995). Keterolahan tanah pada tanah bertekstur halus dipengaruhi oleh kadar bahan organik. Jumlah bahan organik tanah yang cukup akan mengurangi pengaruh buruk pengolahan tanah dan akan memperlebar selang kadar air optimum untuk pengolahan tanah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Mastur et al (1993) yang menyatakan bahwa tanah yang diberi bahan organik akan lebih mudah diolah atau dengan kata lain kebutuhan draft pengolahan tanah cenderung lebih rendah, ini terlihat dari lebar tanah terolah pada perlakuan bahan organik yang cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan pupuk anorganik.

118 92 Kompos Kompos merupakan pupuk organik dari hasil pelapukan jaringan atau bahan-bahan tanaman atau limbah organik. Kompos diperoleh karena ada campur tangan manusia dalam proses pembuatannya berupa penciptaan lingkungan mikro yang dikondisikan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sasa tanaman yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan antara nisbah karbon dan nitrogen (C/N). Jika C/N tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan nisbah C/N tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan bernisbah C/N rendah. Kualitas kompos dianggap baik jika memiliki nisbah C/N antara (Musnamar 2003). Beberapa tahun terakhir ini, kompos telah dianggap sebagai jantung dari sistem pertanian organik (Hoitink dan Keener 1993). Kompos berdasarkan fungsinya dikelompokkan sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner). Dalam hal peningkatan daya dukung tanah, kompos jelas lebih unggul dan bersifat ramah lingkungan daripada pupuk kimia sintetik karena dapat meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah. Kandungan bahan organik di dalam tanah memiliki peranan yang sangat penting dan jumlah bahan organik tersebut sering digunakan secara langsung untuk mengukur indeks kesuburan tanah. Dalam budidaya tebu selain dihasilkan gula terdapat pula limbah padat organik (LPO) yang kuantitasnya sangat besar. Hutasoit dan Toharisman (1993) menyebutkan bahwa saat tebu dipanen dihasilkan pucuk (cane tops) dan serasah (trash) dengan jumlah rata-rata per hektar sekitar ton. Proses pembuatan gula lebih lanjut di dalam pabrik mengeluarkan 4% tetes (molase), 32% ampas (bagasse), 3.5% blotong (filter mud) pada PG sulfitasi dan 7.5% pada PG karbonasi, serta 0.3% abu ketel (boiler ash). Limbah padat organik tidak hanya digunakan sebagai sumber energi (khususnya ampas tebu) tetapi juga sebagai sumber nutrisi dan bahan ameliorasi tanah, sehingga berpotensi untuk meningkatkan produktivitas lahan (Qureshi et al. 2000). Berdasarkan hasil pengomposan serasah tebu yang dilakukan di pabrik gula Tasikmadu karanganyar Solo diperoleh kandungan bahan organik kompos; 1.7%

119 93 unsur N, 1.7% unsur P, 1.91% unsur K dan 0.3% unsur Ca (Musnamar 2003). Ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna cokelat kehitaman, agak lembab, gembur, dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Produsen kompos yang baik akan mencantumkan besarnya kandungan unsur hara pada kemasan. Meskipun demikian, dosis pemakaian pupuk organik tidak seketat pada pupuk buatan karena kelebihan dosis pupuk organik tidak akan merusak tanaman. Penggunaan dosis tertentu pada pupuk kompos lebih berorientasi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah daripada untuk menyediakan unsur hara. Tabel 4.1. Sifat dan kandungan kimia beberapa jenis bahan organik Unsur Kompos Blotong Daun Tebu ph na B organik (%) N (g/kg) P (g/kg) K (g/kg) Ca (g/kg) Mg (g/kg) S (g/kg) 5 2 na Fe (g/kg) na * Mn (g/kg) Keterangan : *) non analisa sumber: Lab. Tanah Tanaman P3GI Kandungan kimia kompos sangat bervariasi tergantung bahan dan cara pembuatannya. Salah satu contoh komposisi hara pupuk kompos dan jenis bahan organik lainnya disajikan pada Tabel 4.1. Berdasarkan kadar tersebut maka pada setiap 10 ton pupuk kandang akan setara dengan 130 kg N, 330 kg P dan 50 kg K atau setara dengan 591 kg ZA, dan 100 kg KCl. Apabila bahan itu diberikan ke dalam tanah paling tidak akan mengurangi biaya pemupukan. Pembuatan pupuk kompos di industri gula akan lebih mudah direalisasi. Disamping teknologinya telah tersedia dari hasil penelitian P3GI, juga bahan mentah relatif cukup banyak. Bahan dan Metode Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Traktor 4 roda dan implemennya, seperangkat teknologi pengelola serasah tebu, penetrometer, ring

120 94 sampel, cangkul, meteran, patok, label, dan tali rapia. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serasah tebu, kompos dari serasah tebu dan tanaman tebu ratoon 4 (R4) varietas TK 186. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Oktober 2011, bertempat di perkebunan tebu PG Takalar kabupaten Takalar dan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku kabupaten Gowa provinsi Sulawesi Selatan. Metode Penelitian Penelitian diawali dengan kegiatan survei lapangan untuk mengidentifikasi peralatan mekanis yang tersedia di perkebunan yang dapat menunjang sistem pengelolaan serasah tebu. Setelah itu dilakukan tahapan kegiatan lapangan yaitu : 1. Mengumpulkan serasah di lahan dengan menggunakan trash rake yang digandeng oleh traktor sebagai tenaga penarik. 2. Mengangkut serasah yang telah dikumpulkan menggunakan truk atau trailer yang ditarik oleh traktor ke rumah kompos tempat pengolahan serasah menjadi kompos. 3. Mencacah serasah tebu menggunakan chopper, sehingga menjadi potonganpotongan kecil (1-5 cm) guna mempermudah proses pengomposan. 4. Mencampur bahan baku serasah tebu dengan bahan lain seperti pupuk kandang dan bioaktivator. Komposisi bahan serasah kg, 500 kg pupuk kandang, dan 3 kg bioaktivator. 5. Selanjutnya melakukan fermentasi selama 2 bulan dan melakukan pembalikan 1-2 kali/minggu. 6. Kompos digiling untuk memperkecil ukuran partikelnya. 7. Melakukan pengayakan untuk menyeragamkan ukuran partikel. 8. Kompos siap untuk digunakan atau diaplikasikan pada tanaman ratoon. Sebelum melakukan uji lapang untuk aplikasi kompos, terlebih dahulu membuat plot petak percobaan dengan ukuran 24 m x 25 m. Selanjutnya ada beberapa parameter yang diamati dan diukur antara lain adalah sifat kimia, fisik dan mekanik tanah, pertumbuhan tebu setelah aplikasi pupuk organik yang berasal dari serasah tebu, dan analisis kesuburan tanah sebelum dan setelah aplikasi kompos.

121 95 Metode pengomposan yang digunakan adalah motode yang telah dikembangkan oleh bagian Pengomposan dan Pengelolaan Bahan Organik Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku kabupaten Gowa provinsi Sulawesi Selatan. Pengomposan dilakukan dengan meletakkan bahan dasar (serasah tebu) bagian paling bawah dengan ketebalan 15 cm, kemudian kotoran hewan setebal 10 cm untuk setiap lapisan. Maksimal jumlah lapisan adalah lima lapisan untuk setiap baris. Rancangan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan perlakuan yang menggunakan faktor dosis kompos/pupuk organik dengan tiga ulangan. Faktor dosis kompos/pupuk organik terdiri atas 2 taraf yaitu : K0 (tanpa pupuk organik) dan K15 (pupuk organik 15 ton/ha). Dengan demikian akan terdapat 2 x 3 = 6 petak percobaan. Setelah lahan percobaan dibersihkan, lalu membuat petakan dengan ukuran 24 m x 25 m dan dibagi menjadi 6 petakan dengan masing-masing ukuran 4 m x 25 m. Selanjutnya pupuk organik yang berasal dari kompos serasah tebu dibenamkan di bawah permukaan tanah yang terdapat tebu ratoon sesuai dengan perlakuan. Pengukuran sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dilakukan sebelum perlakuan dan setelah perlakuan meliputi parameter : kandungan bahan organik, kadar air tanah, bulk density, dan tahanan penetrasi. Pengumpulan data pertumbuhan tanaman tebu dan kesuburan tanah dilakukan setelah tebu ratoon berumur 4 bulan. Pengukuran sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dilakukan pada awal penelitian dan setelah tanaman berumur 4 bulan meliputi parameter sebagai berikut : - Kandungan bahan organik (C dan N) Pengukuran kandungan C dan N organik dilakuakan di Laboratorium Ilmu Tanah UNHAS. Sampel tanah dari lokasi penelitian dianalisis di Laboratorium. - Perhitungan Kadar Air Tanah Perhitungan kadar air tanah dapat dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada setiap perlakuan, kemudian ditimbang dan dikeringkan dalam oven

122 96 selama 24 jam dengan suhu 105 o. perhitungan kadar air dilakukan pada kedalaman 5, 15, dan 25 cm. Kadar air tanah dihitung dengan persamaan : Wa Wb KA 100%...(4.1) Wb Dimana : - Perhitungan bulk density tanah Bulk density KA = kadar air tanah (%), Wa = berat sampel tanah basah (g) Wb = berat sampel tanah kering (g) atau bobot isi tanah dapat dihitung dengan mengambil sampel tanah pada setiap perlakuan yang dihitung dengan persamaan : Bk BD... (4.2) Vt Dimana : 25 cm. BD = bulk density (g/cm 3 ), Bk = berat kering (g) Vt = volume total (cm 3 ) Perhitungan nilai bulk density dilakukan pada kedalaman 5 cm, 15 cm, dan - Perhitungan tahanan penetrasi tanah Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan sesudah perlakuan (4 bulan setelah aplikasi kompos) dengan menggunakan penetrometer SR-2 pada kedalaman 5 cm, 15 cm, dan 25 cm. Perhitungan tahanan penetrasi untuk tiap tekanan menggunakan persamaan: Fp Tp... (4.3) Ak Dimana : Tp = tahanan penetrasi (kn/cm 2 ), Ak = luas penampang kerucut (cm 2 ) Fp = gaya penetrasi terukur pada penetrometer (kn) Aplikasi Serasah Tebu Sebagai Pupuk Organik pada Tebu Ratoon Pengaplikasian serasah tebu sebagai pupuk organik di lahan perkebunan tebu dilakukan setelah serasah tebu diolah menjadi kompos melalui proses pengomposan. Proses pembuatan kompos dapat dilakukan secara konvensional dimana kompos yang dihasilkan berupa kompos yang siap pakai. Setelah kompos matang (C/N 10-20) selanjutnya kompos diayak untuk memperoleh ukuran yang seragam dan siap untuk diaplikasikan di lahan dengan prosedur sebagai berikut : 1) membersihkan lahan perkebunan dari sisa-sisa tanaman dan semak belukar, 2) membuat petak percobaan dengan ukuran 4 m x 25 m sebanyak 6 petak, 3)

123 97 melakukan pengeprasan pada tanaman tebu ratoon, 4) melakukan pencampuran bahan organik (kompos) dengan cara membenamkan pupuk organik di antara tanaman ratoon sesuai dosis perlakuan. Mulai Serasah Tebu Pengumpulan Serasah Tebu Pencacahan Serasah Tebu Bahan Campuran - Pupuk Kandang - Mikroba Dekomposer Proses Pencampuran (Pengadukan) Proses Fermentasi - Suhu (40 o -50 o C) - Kelembaban (40-60 %) - Pembalikan/pengadukan (1-2 kali/minggu) Tidak Analisis Kematangan Kompos Ya Kompos Matang Aplikator Aplikasi Kompos Pengukuran Akhir Pengukuran Awal Tanaman Ratoon Ratoon 4 Bulan Pemeliharaan Tanaman Gambar 4.1. Bagan alir penelitian pemanfaatan serasah sebagai kompos

124 98 Analisis Dampak Aplikasi Serasah Tebu 1. Sifat Kimia, Fisik dan Mekanik Tanah Sifat kimia, fisik dan mekanik tanah diukur 2 kali. Pertama, setelah pembersihan lahan dan kedua, setelah 4 bulan aplikasi pupuk organik. Adapun parameter yang diukur adalah kandungan bahan organik, kadar air tanah, tahanan penetrasi tanah, dan bulk density. 2. Kesuburan Tanah Analisis kesuburan tanah meliputi kandungan hara dan derajat keasaman (ph). 3. Pertumbuhan Tanaman Tebu Pertumbuhan tanaman tebu diamati setiap bulannya, dengan mengukur tinggi tanaman dan diameter tanaman. Hasil dan Pembahasan Analisis Kualitas Kompos Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik dan pembenah tanah sangat berperan dalam mendukung keberhasilan pengembangan budidaya tanaman (Permentan 2009). Kompos serasah tebu merupakan kompos yang berasal dari sisa panen tanaman tebu berupa daun dan pucuk tebu serta batang tebu yang tidak sempat dipanen. Sebelum dilakukan fermentasi atau pengomposan, serasah tebu dicacah terlebih dahulu hingga menjadi potongan-potongan kecil dengan ukuran panjang antara 1-5 cm. Setelah fermentasi selesai, kompos selanjutnya digiling dan diayak sehingga ukuran partikel kompos menjadi seragam dengan ukuran diameter kurang dari 5 mm. Ukuran partikel yang kecil ini memudahkan terjadinya dekomposisi lanjut saat aplikasi di lapang. Gambar 4.2 menunjukkan perbedaan ukuran partikel kompos sebelum digiling dan kompos setelah digiling dan diayak. Berat jenis kompos serasah tebu adalah 340 kg/m 3 menjadikannya bersifat bulki atau memiliki volume besar dengan berat yang ringan.

125 99 Gambar 4.2. Kompos sebelum dan setelah digiling dan diayak Tabel 4.2. Hasil analisis kandungan hara kompos serasah tebu Parameter Jumlah kandungan hara C-organik (%) 4.11 N-organik (%) 0.32 C/N SD Proses pengomposan yang dilakukan selama 50 hari menghasilkan kompos matang yang memiliki C/N rasio (Tabel 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan yang tertuang dalam SNI tentang persyaratan kompos yang harus memiliki C/N rasio antara dan Permentan Nomor 2 tahun 2006 serta Nomor 28 tahun Akan tetapi untuk kandungan C organik masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan standar SNI yaitu % atau Permentan yaitu >12%. Nilai C/N rasio untuk serasah tebu adalah 110 (Musnamar 2003) dan setelah mengalami pengomposan C/N rasionya turun menjadi 13.16, hal ini disebabkan karena bahan mengalami dekomposisi. Kandungan C organik dalam bahan adalah sumber makanan bagi mikroorganisme sehingga jumlahnya berkurang. Selain itu C organik juga terurai menjadi CO2 ke udara. Nilai N organik disebabkan oleh proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang menghasilkan amonia dan nitrogen yang terperangkap di dalam tumpukan kompos karena pori-pori tumpukan kompos yang sangat kecil sehingga amonia dan nitrogen yang terlepas ke udara jumlahnya sedikit. Setelah melalui proses pengomposan berat bahan akan mengalami penyusutan, hal ini menunjukkan bahan dasar berubah menjadi kompos.

126 100 Penyusutan ini dapat dilihat dari berat akhir bahan setelah pengomposan. Komposisi berat bahan sebelum pengomposan adalah : serasah tebu (2 000 kg), kotoran sapi (500 kg), molases + EM4 (3 kg) dan air pelarut (300 kg), sehingga berat total bahan kompos adalah kg. Setelah kompos matang, berat bahan susut menjadi kg. Selama proses pengomposan serasah tebu yang dicampur dengan bahan organik kotoran hewan dan aktivator EM-4, mengalami proses dekomposisi atau penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme pengurai atau dekomposer. Menurut Cahaya dan Nugroho (2008) menyatakan bahwa dalam proses pengomposan bahan kompos akan mengalami tiga tahap proses pengomposan. Pada tahap pertama yaitu tahap penghangatan (tahap mesofilik), mikroorganisme hadir dalam bahan kompos secara cepat dan temperatur meningkat. Mikroorganisme mesofilik hidup pada temperatur o C dan bertugas memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan. Pada tahap kedua yaitu tahap termofilik, mikroorganisme termofilik hadir dalam tumpukan bahan kompos. Mikroorganisme termofilik hidup pada tempratur o C dan bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat. Mikroorganisme ini berupa Actinomycetes dan jamur termofilik. Sebagian dari Actinomycetes mampu merombak selulosa dan hemiselulosa. Kemudian proses dekomposisi mulai melambat dan temperatur puncak dicapai. Setelah temperatur puncak terlewati, tumpukan mencapai kestabilan, dimana bahan lebih mudah terdekomposisikan. Tahap ketiga yaitu tahap pendinginan dan pematangan. Pada tahap ini, jumlah mikroorganisme termofilik berkurang karena bahan makanan bagi mikroorganisme ini juga berkurang, ini mengakibatkan organisme mesofilik mulai beraktivitas kembali. Organisme mesofilik tersebut akan merombak selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya menjadi gula yang lebih sederhana, tetapi kemampuanya tidak sebaik organisme termofilik. Bahan yang telah didekomposisi menurun jumlahnya dan panas yang dilepaskan relatif kecil. Nitrogen dibutuhkan oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan untuk pembentukan sel-sel tubuhnya dan karbon sebagai sumber tenaga bagi mikroorganisme untuk

127 101 berkembang biak dengan baik dan mampu menghasilkan panas yang lebih tinggi. Penambahan EM-4 membuat aktivitas mikroorganisme akan semakin cepat dalam mendekomposisi bahan kompos. Berat bahan yang hilang adalah gas-gas hasil penguraian oleh mikroba yang terbuang ke udara, misalnya amonia dan uap air sehingga menyebabkan berat bahan akhir menjadi berkurang. Kompos yang telah matang berbau seperti tanah, karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna coklat kehitam-hitaman, yang terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Sedangkan bentuk akhir sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguraian alami oleh mikroorganisme yang hidup di dalam kompos. Hal ini sesuai dengan standar SNI Kualitas kompos yang baik sangat bergantung kepada bahan baku dan proses pengomposannya. Unsur hara dalam kompos terbilang lengkap, namun kadarnya kecil, sehingga tidak mungkin dengan dosis biasa dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Solusi terbaik adalah keseimbangan antara pemakaian pupuk organik dan anorganik yang berkelanjutan. Analisis Pengaruh Kompos Terhadap Sifat Kimia, Fisik dan Mekanik Tanah Kandungan Bahan Organik Tabel 4.3 menunjukkan bahwa kandungan C dan N organik dari lokasi penelitian yang digunakan hanya sedikit (2.15% dan 0.15%). Hal ini mengindikasikan bahwa tanah di lokasi penelitian tergolong kurang subur. Sebagaimana pendapat Singer dan Munns (1987) yang menyatakan bahwa sebagian besar tanah mengandung bahan organik kurang dari 5 % dengan mayoritas penyusunnya adalah karbon (C). Lahan tempat penelitian yang digunakan merupakan tanah dengan permukaan bergelombang karena merupakan kebun tebu ratoon III (R3) yang telah dipanen, masih banyak terdapat serasah tebu dan tunggak tebu yang belum dikepras serta banyak ditumbuhi semak dan rumput liar. Sebelum dilakukan penelitian, lahan dibersihkan dari rumput dan dikepras dengan menggunakan parang. Tanah pada lokasi penelitian di PG Takalar merupakan tanah jenis Mediteran, Grumosol, Latosol dan Podsolik Kuning. Tabel 4.3 menunjukkan kandungan unsur-unsur yang terdapat pada tanah di lokasi penelitian.

128 102 Tabel 4.3. Hasil analisis kandungan bahan organik pada awal penelitian di PG Takalar Parameter Kandungan unsur (%) C Organik 2.15 N Organik 0.15 C/N ratio Pasir 18 Debu 20 Liat 62 Hasil analisis menunjukkan perbandingan liat, debu dan pasir tanah tersebut merupakan tanah yang bertekstur liat berdasarkan sistem USDA dan mempunyai karakteristik akan mengkerut bila kering dan membentuk pasta bila basah. Sifat ini akan mempengaruhi kekerasan tanah tersebut. Tekstur liat merupakan tanah yang memiliki kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara yang tinggi. Hal ini disebabkan karena luas partikel liat yang besar (Hardjowigeno 2003). Menurut Soepardi (1983) bahwa terdapatnya liat yang tinggi, tanah akan menjadi berat diolah karena sifat liat bila terlalu kering akan menggumbal dan keras, pada keadaan basah nilai kelengketan pada roda traktor dan alat pengolah tanah akan semakin tinggi. Tabel 4.4. Hasil analisis kandungan bahan organik pada akhir penelitian di PG Takalar Parameter Kandungan unsur C Organik (%) 2.34 N Organik (%) 0.19 C/N ratio Keadaan permukaan tanah sebelum diolah merupakan tanah yang datar dan terletak di daerah yang lapang. Keadaan ini menyebabkan tingginya nilai evaporasi dan penguapan tertinggi terjadi pada lapisan permukaan. Setelah aplikasi kompos selama 4 bulan terlihat bahwa kandungan bahan organik mengalami peningkatan. Ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 yang menunjukkan bahwa kandungan C dan N organik masing-masing mengalami peningkatan jumlah 5% dan 21% jika dibanding dengan kandungan bahan organik pada awal penelitian. Peningkatan kandungan C dan N organik menunjukkan bahwa

129 103 pemberian pupuk organik berupa kompos berpengaruh terhadap peningkatan kandungan bahan organik tanah. Pengaruh Kompos Terhadap Kadar Air Tanah Persentase kadar air pada akhir penelitian (Tabel 4.5) yaitu pada saat tebu ratoon berumur 5 bulan terlihat lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase kadar air pada keadaan awal penelitian (Tabel 4.5), ini disebabkan oleh kondisi cuaca, dimana pada saat akhir penelitian (bulan November) terjadi musim penghujan dimana intensitas curah hujan lebih besar dibanding pada awal penelitian (bulan Juni) yang bertepatan dengan musim kemarau sehingga sangat mempengaruhi persentase kadar air tanah di lapangan. Kedalaman (cm) Tabel 4.5. Kadar air tanah PG Takalar (%) Kadar air awal perlakuan (%) Kompos (K15) SD Tanpa kompos (K0) SD Kadar air akhir perlakuan (%) Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos tidak memberikan pengaruh terhadap persentase kadar air. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 dimana persentase kadar air terkecil adalah 34.06% pada perlakuan perlakuan kompos pada kedalaman cm, sedangkan persentase kadar air terbesar adalah 40.56% pada perlakuan tanpa kompos pada kedalaman 0-10 cm. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 7 sampai pukul 8, sehingga evaporasi pada permukaan tanah belum terjadi dan bertepatan dengan musim penghujan di daerah tersebut. Persentase kadar air tanah seperti yang terlihat pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa kebutuhan air tanaman masih tercukupi dan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kompos pada prinsipnya dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah,

130 104 meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kebutuhan air terbesar terjadi pada saat tebu berumur 4 sampai 9 bulan, dimana pada umur tersebut tebu berada pada masa vegetatif aktif. Pada masa tersebut, kekurangan air akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tebu seperti diameter batang kecil dan jarak antar buku kecil sehingga tinggi pohon berkurang. Kebutuhan air terendah terjadi pada saat tebu siap panen. Saat itu tebu tidak membutuhkan banyak air lebih, karena kelebihan air akan berpengaruh pada proses pemasakan yaitu menyebabkan rendemen tebu turun. Tanaman tebu diberi air secukupnya pada musim kemarau tetapi tebu tidak perlu diairi pada musim hujan. Perkiraan kebutuhan air untuk tanaman tebu adalah 1.5 kali kebutuhan air untuk tanaman palawija. Total ketersediaan air bagi tanaman tebu pada umur 1 12 bulan, besamya antara mm sampai mm. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila kadar air tanah berada pada titik kapasitas lapang. Pengaruh Kompos Terhadap Bulk density Tanah Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air dan ditembus akar tanaman. Pada umumnya bulk density berkisar g/cc. Beberapa jenis tanah mempunyai bulk density kurang dari 0.9 g/cc (misal tanah Andisol), bahkan ada yang kurang dari 0.1 g/cc (misalnya tanah gambut) (Hardjowigeno 2003). Tabel 4.6 menunjukkan nilai bulk density sebelum perlakuan pemberian kompos terhadap tanaman tebu. Nilai bulk density pada awal penelitian berkisar antara 1.2 g/cc 1.33 g/cc. Rata-rata nilai bulk density yang tertinggi terdapat pada lapisan atas permukaan tanah (0-10 cm) yaitu 1.32 g/cc. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan budidaya pada saat pemeliharaan dan perawatan yang menggunakan peralatan mekanis dan traktor sebagai tenaga penariknya. Selama 5 bulan pemeliharaan tanaman tebu ratoon 4 telah dilakukan 3 kali perlintasan traktor, masing-masing satu kali sebelum aplikasi pemberian kompos yaitu pada kegiatan interrow atau pedot oyot, pada saat aplikasi pemberian kompos, dan kegiatan pembumbunan. Kegiatan budidaya tanaman dengan menggunakan peralatan mekanis dan traktor sebagai tenaga penarik dapat

131 105 menggemburkan tanah pada lapisan olah tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada lapisan tertentu yaitu di bawah lapisan olah. Kedalaman (cm) Tabel 4.6. Bulk density tanah PG Takalar (g/cc) Bulk density awal perlakuan (g/cc) Kompos (K15) SD Tanpa kompos (K0) SD Bulk density akhir perlakuan (g/cc) Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos hanya berpengaruh pada lapisan permukaan tanah (0-10 cm) terhadap nilai bulk density. Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa pada lapisan tanah atas memiliki nilai bulk density yang terkecil yaitu 1.1 g/cc. Ini disebabkan kompos yang diberikan hanya sampai kedalaman 10 cm. Besarnya nilai bulk density akan mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman. Gambar 4.3. Pengaruh bulk density terhadap pertumbuhan akar tanaman jagung (Nelson 2012). Tanaman tebu memiliki sistem perakaran serabut yang sama dengan tanaman jagung. Hasil penelitian Nelson (2012) pada Gambar 4.3 menunjukkan bagaimana pengaruh pemadatan tanah terhadap pertumbuhan akar bibit jagung

132 106 pada 3 bulk density tanah yang berbeda. Pada bulk density rendah 0.7 g/cm 3 terlihat bahwa akar tanaman dapat bertumbuh dengan baik dan mengalami penurunan pertumbuhan pada nilai bulk density sedang (1.1 g/cm 3 ). Sedangkan pada kondisi tanah yang memiliki bulk density tinggi (1.6 g/cm 3 ) terlihat akar tanaman mengalami kesulitan dalam pertumbuhannya. Ini menunjukkan bahwa nilai bulk density tanah yang tinggi ( 1.6 g/cm 3 ) akan menghambat pertumbuhan akar tanaman sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat mengurangi produksi dari tanaman tersebut. Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian kompos pada kedalaman 0-10 cm memberikan pengaruh terhadap nilai bulk density (bobot isi), dimana pemberian kompos 15 ton/ha dapat menurunkan nilai bulk density sebesar 0.22 g/cc atau turun sebesar 16.7%. Hal ini disebabkan oleh pemberian kompos hanya pada lapisan kedalaman 0-10 cm. Selain berguna bagi tanaman kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah dan mengurangi efek pamadatan tanah akibat berat mesin yang digunakan dalam proses pemeliharaan tanaman tebu. Gambar 4.4. Nilai Bulk density tanah sebelum pemberian kompos Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai bulk density pada akhir penelitian di kedalaman cm untuk perlakuan tanpa kompos mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pada awal penelitian, hal ini disebabkan oleh perkembangan akar tebu pada kedalaman tersebut sehingga mengurangi tingkat kepadatan tanah. Selain karena berat mesin, nilai bulk density juga dipengaruhi oleh kadar air tanah

133 107 di lapang pada saat mesin beroperasi dan pada saat pengambilan sampel tanah. Kecenderungan kenaikan nilai bulk density yang seiring dengan banyaknya aktivitas budidaya tanaman yang menggunakan traktor. Pemadatan tanah akibat intensitas lintasan traktor bersumber dari adanya tekanan dari roda traktor yang mendesak air dan udara sehingga daerah yang dipengaruhi tekanan menjadi lebih padat dan secara langsung dapat meningkatkan nilai bulk density tanah, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Harris (1971) bahwa peningkatan nilai bulk density kemungkinan ada 4 hal yang terjadi yaitu (1) pemampatan partikel padatan (2) pemampatan cairan dan gas di dalam ruang pori (3) perubahan kandungan cairan dan gas di dalam ruang pori dan (4) perubahan susunan partikel padatan. Gambar 4.5. Nilai bulk density tanah setelah pemberian kompos Penelitian ini memperoleh hasil bahwa pengaruh perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan menurunkan nilai bulk density dan meredam terjadinya pemadatan tanah akibat aktivitas pemeliharan tebu yang menggunakan peralatan mekanis dan traktor. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Charles and Jasa (2003) bahwa bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah dan menurunkan bulk density serta membantu mengikat partikel tanah menjadi agregat sehingga tanah tidak mudah padat oleh lintasan roda.

134 108 Gill dan Berg (1968) menyatakan bahwa pemadatan tanah menurunkan aerasi tanah sehingga menghambat metabolisme perakaran tanaman, meningkatkan keteguhan tanah sehingga menghambat perkembangan akar, menurunkan permeabilitas tanah sehingga meningkatkan aliran permukaan dan erosi. Lalu lintas mesin telah memberikan pengaruh terhadap produksi tanaman dengan pertambahan nilai bulk density tanah. Pertambahan nilai bulk density tanah dapat menghambat penetrasi akar ke dalam tanah, mengurangi ketersedian udara dan mengurangi infiltrasi air ke dalam tanah sehingga mengurangi produksi tanaman (Raghavan 1978 dalam Lavoie 1991). Pengaruh Kompos Terhadap Tahanan Penetrasi Tanah Hasil pengukuran tahanan penetrasi setelah tebu ratoon berumur 4 bulan menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos memberikan pengaruh terhadap tahanan penetrasi. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan pada petak yang sama dengan pengukuran bulk density tanah. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan dengan menggunakan penetrometer SR-2. Tabel 4.7. Hasil pengukuran nilai Tahanan penetrasi tanah (kgf/cm 2 ) pada akhir perlakuan di PG Takalar. Perlakuan Tahanan Penetrasi (kgf/cm 2 ) 0-10 cm cm cm K SD K SD Tabel 4.8. Kadar air tanah pada saat pengukuran tahanan penetrasi (%) Perlakuan Kadar air (%) pada kedalaman (cm) 0-10 (cm) (cm) (cm) K SD K SD Adanya aktivitas pada lahan perkebunan yang menggunakan traktor tentu saja akan mempengaruhi nilai tahanan penetrasi tanah. Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa nilai tahanan penetrasi tanah semakin besar seiring dengan meningkatnya kedalaman tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya pengolahan tanah yang

135 109 dilakukan hanya pada kedalaman 0-10 cm sehingga tanah di permukaan menjadi gembur. Pengolahan tanah dangkal dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah di bawah lapisan olah akibat mendapat gaya tekan yang besar dari roda traktor yang menyebabkan tanah mengalami pemampatan dan menjadi padat. Peningkatan nilai tahanan penetrasi dan bulk density menunjukkan adanya peningkatan kepadatan tanah sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas budidaya yang menggunakan traktor. Hal ini terjadi diduga karena pemampatan partikelpartikel tanah sehingga ruang pori tanah menjadi semakin sempit atau kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iqbal et al (2006) yang menyatakan bahwa lintasan roda traktor dapat meningkatkan tahanan penetrasi dan bulk density tanah sampai kedalaman 20 cm. Peningkatan nilai tahanan penetrasi tanah juga disebabkan oleh persentase kadar air tanah di lapang pada saat pengukuran. Persentase kadar air tanah yang rendah dapat meningkatkan nilai tahanan penetrasi tanah. Hasil pengukuran di lapang menunjukkan bahwa perlakuan kompos memberikan pengaruh terhadap tahanan penetrasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.6 dimana perlakuan kompos pada setiap kedalaman memiliki nilai tahanan penetrasi yang lebih rendah daripada perlakuan tanpa kompos. Ini menunjukkan bahwa kompos sebagai bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan mengurangi kepadatan tanah serta membantu mengikat partikel tanah menjadi agregat sehingga tanah tidak mudah padat oleh lintasan roda (Charles and Jasa 2003).

136 110 bahwa Gambar 4.6. Tahanan penetrasi (kgf/cm 2 ) pada tiap kedalaman Keragaan Tanaman Tebu Berdasarkan hasil pengukuran tinggi tanaman tebu pada Tabel 4.9 terlihat pada petak perlakuan kompos memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik daripada petak perlakuan tanpa kompos. Pada perlakuan kompos menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tebu adalah 53.7 cm setiap bulan sedangkan untuk perlakuan tanpa kompos hanya mengalami rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 51.1 cm setiap bulan. Ini menunjukkan bahwa kompos memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman tebu. Penambahan bahan organik seperti kompos sangat berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah karena kompos yang kaya akan bahan organik dapat mempengaruhi ketersediaan N-total, P tersedia, K tersedia dan menghasilkan asam humik yang berpengaruh pada KTK tanah. Tabel 4.9. Pertumbuhan rata-rata bulanan tanaman tebu Keragaan Tanaman Tebu Standar Deviasi Perlakuan Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (cm) Tinggi Batang Diameter Batang Kompos Tanpa Kompos Pengukuran pertumbuhan tinggi tanaman tebu dilakukan pada bulan ketiga, keempat dan kelima setelah aplikasi kompos. Ini dilakukan karena pada bulan pertama dan kedua terjadi musim kemarau sehingga pertumbuhan tanaman tebu

137 111 terhambat. Pada bulan ketiga mulai terjadi musim penghujan hingga bulan kelima dan pertumbuhan tanaman berjalan normal kembali. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan yang cukup besar pada bulan kelima pada kedua perlakuan. Pertumbuhan tinggi tanaman tebu pada perlakuan kompos lebih baik daripada perlakuan tanpa kompos. Hasil pengukuran pertumbuhan diameter batang tanaman tebu dapat dilihat pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan diameter batang yang cukup besar pada bulan kelima pada kedua perlakuan. Pertumbuhan diameter batang tanaman tebu pada perlakuan kompos lebih baik daripada perlakuan tanpa kompos. Gambar 4.7. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tebu Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, mencegah beberapa penyakit akar, dan dapat menghemat pemakaian pupuk kimia atau pupuk buatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia.

138 112 Gambar 4.8. Rata-rata pertumbuhan diameter batang tanaman tebu Analisis Kesuburan Tanah Kompos serasah tebu merupakan bahan organik yang telah mengalami dekomposisi atau penguraian oleh mikroorganisme pengurai, sehingga berguna bagi tanah dan tanaman karena dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan mengandung hara-hara mineral yang penting bagi tanaman. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, akan tetapi bila tidak dikelola dengan baik maka akan dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan dapat mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan tanaman karena immobilisasi hara, menjadi tempat berkembang biak bagi organisme patogen tanaman, dan dapat mengganggu pengoperasian alat pada saat pengolahan lahan. Serasah tebu sebelum mengalami penguraian atau pelapukan oleh mikroorganisme tidak berguna bagi tanaman karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan kompos serasah tebu sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah pertanian. Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : 1) mengandung unsure hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal kompos; 2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas ; dan 3) mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Hai ini dapat terlihat

139 113 pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 dimana terdapat meningkatan nilai kandungan bahan organik C dan N setelah 4 bulan pemberian kompos pada lahan penelitian. Kompos yang telah matang mengandung hara yang dibutuhkan tanaman dan setelah terbenam dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi menghasilkan hara yang siap diserap tanaman. Selain itu dari sifat fisik kompos yang telah matang memiliki kandungan mikroorganisme yang optimal untuk membantu proses-proses yang mampu memperbaiki sifat fisik tanah dengan mekanisme agregasi, pembentukan dan perluasan ruang pori makro, sementasi partikel lepas, dan kompaksi. Dosis atau jumlah kompos yang diberikan ke dalam tanah bervariasi tergantung dari sifat dan kesuburan tanah. Pada prinsipnya semakin tinggi dosis atau jumlah kompos yang diaplikasikan akan semakin besar dampak dan manfaatnya bagi kesuburan tanah. Pada tanah yang subur dan beragregasi baik, pemberian kompos dapat dilakukan dengan dosis atau jumlah yang relatif lebih rendah dibanding pada tanah yang kurang subur. Dosis aplikasi untuk memperbaiki sifat kimia tanah dapat diaplikasikan rata-rata sekitar ton/ha. Untuk tujuan perbaikan sifat fisik dan mekanik tanah, biasanya kompos diaplikasikan dalam jumlah yang relatif cukup banyak, yaitu mencapai 2-10 ton/ha. Aplikasi kompos dapat diberikan pada tanaman tebu pertama (PC) maupun ratoon. Pada tanaman PC aplikasi kompos dilakukan pada saat tanam dalam juringan, maupun dalam larikan setelah tanaman tumbuh. Cara terakhir tersebut sering dilakukan pada tanaman keprasan. Harus dipahami bahwa pemberian kompos harus menunggu sesaat sampai kondisi kompos tidak terlalu panas. Hindari pemberian kompos langsung diangkat dari proses pengomposannya. Pada tanaman tebu aplikasi kompos dapat dilakukan dua tahun sekali. Dampak Positif Pemberian Kompos Pemberian kompos akan berdampak positif terhadap sifat fisik dan mekanik tanah serta terhadap pertumbuhan tanaman. Seperti yang terdapat pada Tabel 4.5, Tabel 4.6 dan Tabel 4.8 dimana nilai bulk density dan tahanan penetrasi tanah yang diberi kompos akan lebih rendah daripada tanah yang tidak diberi kompos. Selain itu pertumbuhan tanaman tebu yang diberi kompos lebih baik daripada

140 114 yang tidak diberi kompos. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Wargani et al. (1988) menunjukkan bahwa pemberian kompos yang berasal dari limbah padat pabrik gula memberika pengaruh positif terhadap produksi tanaman tebu. Pemberian kompos sebanyak 10 ton/ha dapat meningkatkan bobot tebu sebanyak 7.2 sampai 16.9 ton/ha. Semakin besar dosis pemberian kompos limbah padat pabtik gula yang diberikan maka bobot tebu juga semakin bertambah. Hutasoit dan Toharisman (1993) melakukan penelitian pengomposan campuran blotong, ampas dan abu ketel di PG Jatitujuh. Campuran tersebut diinkubasi dengan mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke lahan tebu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16.8 ton/ha. Simpulan dan Saran Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas kompos yang dihasilkan dari serasah tebu telah memenuhi SNI 2004, Permentan nomor 2 tahun 2006 dan nomor 28 tahun 2009 dari aspek nisbah C/N. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan dan akan meningkatkan kadar C dan N organik masing-masing sebesar 8% dan 21% dalam kurun waktu 4 bulan penggunaan kompos. Rata-rata pertumbuhan tanaman tebu yang diberi kompos serasah tebu lebih baik daripada yang tidak diberi kompos dari aspek pertumbuhan tinggi dan diameter batang. Saran Pengelolaan serasah tebu akan memberikan keuntungan ganda bagi perusahaan. Pertama, dapat menambah pemasukan bagi perusahaan dan kedua, dapat memperbaiki kondisi fisik dan mekanik tanah perkebunan sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan perkebunan.

141 115 Daftar Pustaka diakses 21 Februari Arifin S Upaya Meningkatkan Tebu Keprasan di Lahan Kering Regosol. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering. P3GI Pasuruan Badan Standarisasi Nasional SNI Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Barnes A C The Sugar Cane. Leonard-Hill. London Cahaya T.S. Andhika dan Dody Adi Nugroho Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran Dan Ampas Tebu). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro : Semarang. Charles SW and Jasa PJ Management to Minimize and Reduce Soil Compaction. Nebraska: University of Nebraska. Ditjenbun, Potensi Dan Prospek Pabrik Gula Di Luar Jawa. Makalah presentasi di Seminar Gula Nasioanal Perhimpunan Teknik Pertanian (PERTETA) di Makassar, 4 Agustus Djojosoewardho Sumbangan Pemikiran Mendukung Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Khusus Meningkatkan Produksi Gula. P3GI. Pasuruan. Gill WR and VandenBerg GE Soil Dynamic in Tillage ang Traction. United State: Agric. Res. Service. US Departement of Agriculture. Goenadi, DH dan Santi LP Aplikasi Bioaktivator SuperDec dalam Pengomposan Limbah Padat Organik Tebu. Buletin Agron. (34) (3) pp (2006). Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Harris WL The Soil Compaction Process. American Society of Agricultural Engineering. Hartanto R, Asmarantaka T, Suprapto Menuju Optimasi Produksi Tebu Lahan Kering: Pengalaman Dari Berbagai Perkebunan Tebu Di Lampung. Prosiding seminar Nasional PERTETA 3-5 Agustus Makassar Herman, D.H. Goenadi Manfaat dan Prospek PengembanganIndustri Pupuk Hayati di Indonesia. J. Litbang Pertanian. 18(3):

142 116 Hutasoit, G.F., A. Toharisman Pengomposan limbah pabrik gula di PG. Jatitujuh, Cirebon. Pros. Seminar Pertemuan Teknis Tengah Tahun I/1991. P3GI, Pasuruan. Iqbal, Mandang T, dan Sembiring EN Pengaruh Lintasan Traktor Dan Bahan Organik Terhadap Pemadatan Tanah Dan Draft Pengolahan Tanah. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 19 No. 4. Koswara E Pengaruh Kedalaman Kepras terhadap Pertunasan Tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, November P3GI. Pasuruan. Lavoie G, Gunjal K, Raghavan GSV Soil Compaction, Machinery Selection, And Optimum Crop Planning. Vol 34(1). ASAE. Permentan nomor 2/pert/hk.060/2/ Tentang Pupuk Organik Dan Pembenah Tanah Permentan nomor 28/SR.130/5/ Tentang Pupuk Organik Dan Pembenah Tanah. Soepardi G Sifat Dan Ciri Tanah. Fisika Tanah. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Sudiatso S Bertanam Tebu. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Toharisman, A Pengelolaan Tebu Berkelanjutan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Wargani, Supryanto, dan T.Sr. Samsuri Pemanfaatan Limbah Pabrik Sebagai Bahan Kompos Dalam Menunjang Peningkatan Produksi Tanaman Tebu di Pabrik Gula Cinta Manis. Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, November P3GI. Pasuruan. Jatim. Widodo Pengusahaan TRI di Wilayah Kerja PG. Tasik Madu PTP XV-XVI. Laporan Keterampilan Profesi Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yadav. R. L., S. R. Prasad, Ramphal Singh & V. K. Srivastava Recycling Sugarcane Trash To Conserve Soil Organic Carbon For Sustaining Yields Of Successive Ratoon Crops In Sugarcane. Bioresource Technology 49. pp Elsevier Science Limited.

143 117 V. ANALISIS MANFAAT DAN KELAYAKAN PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING (The Benefit and Feasibility Analysis of Sugarcane Litter Management on Dry Land Sugarcane Plantation) Abstrak Limbah pertanian dalam bentuk serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat diolah menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu dilakukan oleh unit pengelolaan limbah pabrik gula yang memerlukan biaya investasi dan operasional untuk tempat dan beberapa alat dan mesin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis manfaat dan kelayakan pengelolaan serasah tebu di lahan kering. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan tebu akan mengurangi biaya produksi di lahan. Penggunaan kompos serasah tebu dengan dosis 15 ton/ha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan 600 kg/ha urea, maka pemberian kompos 15 ton/ha dapat mengurangi penggunaan urea hingga 17.8%. Hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa mekanisasi pengelolaan serasah tebu layak untuk dikembangkan dengan unit pengelolaan serasah tebu di tiap rayon. Kata kunci : tebu, serasah tebu, mekanisasi, analisis manfaat dan kelayakan, kompos Abstract Agricultural waste in form of sugarcane litter is an organic material that can be reused as compost. The sugarcane litter management is done in Sugar Factory Waste Management Unit which requires investment and operational cost for building and several machineries. The research objective was to analyze the benefit and feasibility of sugarcane litter management on dry land. The compost application in the sugarcane plantation will reduce production cost. The use of sugarcane litter compost in 15 ton/ha dosage was equivalent with 48 kg of N. Thus, compare with urea fertilizing dosage of 600 kg/ha, the use of 15 ton/ha of compost will reduce urea fertilizer up to 17.8%. The feasibility analyze showed that the mechanization of sugarcane litter management through sugarcane litter processing unit in each district was feasible to be developed. Keywords: sugarcane, sugarcane litter, mechanization, benefit and feasibility analysis, compost

144 118 Pendahuluan Pengelolaan serasah tebu yang dilakukan oleh perkebunan tebu lahan kering masih belum optimal. Setelah beberapa hari pemanenan tebu, perkebunan melakukan pembakaran terhadap serasah tebu karena serasah tebu dapat mengganggu pekerjaan pengeprasan untuk tanaman ratoon. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat dikelola menjadi pupuk dan mulsa organik. Dalam usaha pengelolaan serasah tebu menjadi pupuk organik dibutuhkan beberapa tahap kegiatan. Tahapan kegiatan ini membutuhkan tempat dan teknologi berupa alat dan mesin yang merupakan investasi awal dari kegiatan usaha pengelolaan serasah tebu. Usaha pengelolaan serasah tebu membutuhhkan biaya yang besar sehingga perlu dilakukan analisis biaya dan kelayakan untuk mengetahui layak atau tidak layak kegiatan ini dilakukan. Biaya kegiatan adalah apa saja yang mengurangi persediaan barang-barang atau jasa-jasa konsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan kegiatan usaha. Menurut Boediono (2003), biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Biaya kegiatan usaha terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan dalam jumlah yang cukup besar. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahun selama umur kegiatan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegaiatan tertentu. Komponen biaya tetap meliputi sewa, peyusutan, pajak dan sebagainya. Biaya jenis ini selamanya sama atau tidak berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksi. Komponen biaya variabel meliputi biaya-biaya sepeti bahan baku, tenaga kerja langsung dan sebagainya. Jenis biaya ini jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya volume produksi sehingga biaya-biaya persatuannya cenderung berubah pula. Analisis kelayakan usaha ditinjau dari aspek ekonomi dan keuangan adalah dengan memperlihatkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan usaha. Dibutuhkan modal tetap untuk investasi tempat dan

145 119 teknologi usaha dan modal kerja untuk mengoperasikan teknologi tersebut. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis biaya-biaya untuk menentukan pendapatan yang diharapkan dan melakukan analisis kelayakan usaha dengan menentukan net present value (NPV), internal rate return (IRR), payback period (PBP) dan jangka waktu balik modal atau titik impas (break even point/bep). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis manfaat dan kelayakan kegiatan pengelolaan serasah tebu secara mekanis pada perkebunan tebu lahan kering. Tinjauan Pustaka Analisis Biaya dan Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu Analisis Biaya Manfaat Tujuan dari analisis biaya manfaat adalah untuk memilih kegiatan atau usaha yang memberikan nilai tambah terhadap kebutuhan masyarakat luas, dengan meningkatkan kemampuan untuk mengkonsumsi dan memberikan pandangan yang lebih baik dari sebelumnya dalam menilai kegunaan suatu barang. Analisa biaya manfaat memilih yang terbaik (lebih efisien) suatu kegiatan dari beberapa alternatif yang ada (Hanley 1993). Tujuan analisis dalam analisis ini harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya dan manfaat. Secara sederhana biaya adalah sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger 1986). Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis usaha pertanian adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh langsung terhadap suatu investasi, antara lain seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi berupa pengeluaran untuk bangunan, kendaraan operasional, pembelian mesin, peralatan dan biaya untuk menggantikannya. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung, pemeliharaan, serta pajak. Dasar persetujuan atau penolakan suatu kegiatan yang dilaksanakan digunakan kriteria investasi. Dasar penilain investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang akan diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa kegiatan. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya kegiatan (Gittinger 1986).

146 120 Menurut Gittinger (1986) analisis biaya manfaat merupakan suatu analisis yang ditujukan untuk melihat besarnya biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang akan diterima pada suatu kegiatan ekonomi. Analisis ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan mengenai pengalokasian sumberdaya yang langka. Manfaat suatu program adalah nilai tambah hasil dari barang-barang ataupun jasa dan biaya kegiatan adalah nilai tambah sumberdaya riil yang dimanfaatkan oleh kegiatan tersebut. Secara sederhana suatu biaya diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan sedangkan manfaat adalah segala sesuatu membantu tujuan. Biaya (Cost) Biaya kegiatan adalah apa saja yang mengurangi persediaan barang-barang atau jasa-jasa konsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan kegiatan tersebut. Biaya yang dimasukkan dalam perhitungan umumnya biaya-biaya yang dapat dikuantifikasi. Biaya tersebut terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan usaha dalam jumlah yang cukup besar. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahun selama umur usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Boediono (2003) biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegaiatan tertentu. Komponen biaya tetap meliputi sewa, peyusutan, pajak dan sebagainya. Biaya jenis ini selamanya sama atau tidak berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksi. Komponen biaya variabel meliputi biaya-biaya sepeti bahan baku, tenaga kerja langsung dan sebagainya. Jenis biaya ini jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya volume produksi sehingga biaya-biaya persatuannya cenderung berubah pula. Manfaat atau Penerimaan (Benefit)

147 121 Secara ekonomis, manfaat atau benefit diartikan sebagai hasil kali total kualitas output dari suatu proses produksi dengan harga yang dibentuk di pasar yang dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu (Sukirno 2003). Menurut Gittinger dalam Maryanto (2006) manfaat kegiatan dapat dibagi ke dalam tiga bagian yaitu: 1. Direct benefit, dapat berupa kenaikan dalam output fisik atau kenaikan nilai output yang disebabkan diantaranya oleh adanya perbaikan kualitas, perubahan lokasi, perubahan dalam waktu penjualan, dan penurunan kerugian, selain itu juga berupa penurunan biaya. 2. Indirect benefits atau secondary benefits suatu usaha adalah benefit yang timbul atau dirasakan di luar kegiatan usaha karena adanya realisasi suatu usaha. 3. Intangible benefits, yaitu manfaat yang sulit dinilai dengan uang, diantaranya adalah seperti perbaikan hidup, perbaikan pemandangan karena adanya suatu taman, perbaikan distribusi pendapatan, integrasi nasional, dan pertahanan nasional. Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu usaha akan menguntungkan selama umur usaha tersebut. Mengingat waktu mempengaruhi nilai uang, maka untuk membandingkan nilai uang yang berbeda waktu keluarannya dan penerimaannya perlu dilakukan penyamaan nilai uang melalui pemotongan (discounting), metode ini disebut metode arus tunai terpotong atau discount cash flow, menurut Gittinger (1986) diskonto merupakan suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh di masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang. Sehubungan dengan metode discounted cash flow, terdapat beberapa kriteria penilaian suatu investasi yaitu: Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari arus tambahan manfaat bagi pelaksanaan kegiatan usaha, dihitung berdasarkan tingkat diskonto. NPV dari suatu usaha merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal. Suatu kegiatan usaha dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV kegiatan usaha tersebut lebih besar

148 122 atau sama dengan nol (NPV > 0). Jika nilai NPV sama dengan nol, berarti usaha tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil daripada nol (NPV < 0 ), maka kegiatan usaha tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam kegiatan usaha tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan lain yang lebih menguntungkan. Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat suku bunga yang menjadikan manfaat bersih sekarang sama dengan nol. Tingkat suku bunga tersebut merupakan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumber daya yang digunakan. Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu usaha tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga pinjaman. Suatu kegiatan usaha dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka kegiatan usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan dihasilkannnya nilai IRR yang lebih dari satu yang dapat membuat nilai NPV sama dengan nol. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan angka perbandingan nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Nilai Net B/C yang lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), menunjukkan bahwa manfaat yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usaha lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Usaha semacam ini tidak layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan satu (Net B/C > 1) berarti kegiatan usaha tersebut layak untuk dijalankan atau menguntungkan untuk diusahakan. Payback Period (PBP) merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan untuk melihat periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran investasi. Masa pengembalian investasi diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan agar jumlah penerimaan sama dengan jumlah investasi atau biaya.

149 123 Awal pelaksanaan kegiatan usaha, umumnya pendapatan yang diterima oleh pelaksana masih menunjukkan nilai yang negatif, karena pada awal pelaksanaan, biasanya dilakukan investasi yang memerlukan biaya yang cukup besar. Maka, perlu dilakukan suatu analisis untuk melihat jangka waktu dalam pelaksanaan usaha yang dapat menutupi nilai negatif pada awal kegiatan usaha tersebut. Cashflow adalah susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil pengurangan arus biaya tambahan terhadap arus manfaat. Arus tersebut menggambarkan keadaan dari tahun ke tahun selama jangka hidup dari suatu proyek (Kuntjoro 2002). Inflow atau arus penerimaan dimasukkan setiap komponen yang merupakan pemasukan bagi perusahaan selama kegiatan berjalan. Komponen-komponen yang termasuk dalam inflow terdiri atas; 1). Nilai produksi total. Ini berasal dari produksi total yang dihasilkan dikalikan dengan harga per satuan produk tersebut ke dalam komponen ini termasuk semua produksi baik yang dijual maupun tidak dijual dan 2). Nilai Sisa (Salvage Value) adalah nilai dari barang modal yang tidak habis terpakai. Pada akhir kegiatan sering terjadi masih ada barang modal yang tidak habis terpakai, terhadap barang-barang tersebut harus dinilai harganya pada saat kegiatan selesai. Penaksiran nilai tersebut dilakukan pada saat menyusun cashflow. Penentuan besarnya nilai sisa ditaksir berdasarkan harga barang pada keadaan atau kondisi setelah kegiatan berakhir. Outflow. Analisis finansial komponen outflow yang diperhitungkan dalam cashflow terdiri atas biaya investasi, biaya tenaga kerja, pajak, dan lain-lain. Biaya operasional yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel juga sebagai komponen outflow. Bahan dan Metode Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit komputer dan software microsoft excel. Bahan yang digunakan adalah data-data sekunder yang diperoleh dari bagian Risbang PG Takalar.

150 124 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian berada di provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di kabupaten Takalar. Pemilihan tempat ini didasari oleh pertimbangan bahwa di tempat ini terdapat pabrik gula (PG) Takalar yang memiliki lahan perkebunan yang cukup luas di sekitar pabrik. Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan yang berlangsung sejak bulan April 2011 sampai dengan bulan Januari Metode Rancangan Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran langsung di lapang. Data sekunder diperoleh dari bagian Riset dan Pengembangan PG Takalar dan dari berbagai pihak yang menyangkut masalah penelitian melalui studi pustaka. Metode Analisis Data Penelitian ini diawali dengan analisis atau mempelajari keadaan umum lokasi meliputi sistem budidaya tanaman tebu lahan kering, kegiatan mekanisasi budidaya tebu lahan kering, sistem pengelolaan serasah tebu yang dilakukan saat ini, kebutuhan alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu dan analisis kelayakan ekonomi kegiatan pengelolaan serasah tebu. Analisis data pengelolaan serasah tebu dilakukan dengan dua model alternatif pengelolaan serasah tebu. 1) Model alternatif satu, analisis data pengelolaan serasah tebu dengan unit pengelolaan serasah tebu dilakukan secara terpusat pada satu tempat dan 2) model alternatif dua, analisis data dengan unit pengelolaan serasah tebu dibangun di tiga tempat berbeda pada setiap rayon. Analisis Ekonomi Tujuan dari analisis biaya manfaat dan kelayakan ini untuk mengetahui kebutuhan biaya dan pendapatan yang akan diperoleh dari kegiatan usaha pengelolaan serasah tebu di PG Takalar. Analisa biaya manfaat memilih yang terbaik (lebih efisien) suatu usaha dari beberapa alternatif yang ada. Secara sederhana biaya adalah sesuatu yang membantu tujuan. Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis usaha pertanian adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh langsung terhadap suatu investasi, antara lain seperti biaya investasi

151 125 dan biaya operasional. Biaya investasi berupa untuk pengeluaran untuk pembangunan tempat kegiatan, pembelian alat dan mesin dan biaya untuk menggantikannya. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung, pemeliharaan, dan pajak. Biaya pengelolaan serasah tebu (B PST ) merupakan fungsi dari biaya pada kegiatan pengumpulan serasah tebu (B KS), transportasi serasah tebu (B TS), biaya pada proses pengomposan (B PS ), dan aplikasi kompos (B AK ). B PST = B KS + B TS + B PS + B AK.(5.1) Komponen biaya pengumpulan serasah tebu (B KS ) terdiri dari biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Komponen biaya transportasi serasah tebu (B TS ) terdiri dari biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Komponen biaya pada proses pengomposan serasah tebu (B PS ) terdiri dari biaya pada proses pencacahan, proses pencampuran dan penyusunan, proses pengadukan. Biaya pada proses-proses ini terdiri atas biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya gemuk, biaya ban (loader, composting turner, dan truk), biaya perbaikan mesin dan alat. Biaya bahan campuran untuk pengomposan (kotoran ternak dan bioaktivator). Komponen biaya aplikasi kompos (B AK ) terdiri dari biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Analisis biaya pokok pengelolaan serasah tebu dilakukan dengan menghitung komponen biaya tetap dan biaya operasi (biaya tidak tetap). Biaya pokok dihitung dengan persamaan berikut (Irwanto 1982 dan Daywin et al. 1993):

152 126 Bt Bp ( Bv) (5.2) X Keterangan : Bp = Biaya pokok (Rp/jam); Bt = Biaya tetap (Rp/tahun); X = Jam kerja per tahun (jam/tahun); Bv = Biaya tidak tetap (Rp/jam) Analisis kelayakan ekonomi dilakukan dengan menghitung NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan BEP (Break Event Point) serta PBP (Payback Period). Metode NPV adalah metode yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang dari aliran kas masuk bersih atau laba bersih dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi. Apabila NPV > 0 maka investasi usaha diterima. IRR adalah besarnya tingkat pengembalian modal sendiri yang dipergunakan untuk menjalankan usaha. Jika IRR > bunga bank = usaha layak diberi kredit bank dan jika IRR < bunga bank berarti usaha tidak layak. Kemudian dilakukan analisis BEP yang merupakan suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak untung maupun rugi atau impas (penghasilan = total biaya). Net Present Value (NPV), dapat diketahui dengan menggunakan persamaan: NPV Keterangan : t n t i ( Bt Ct ).(5.3) t (1 i) B t = Manfaat penerimaan tiap tahun C t = Manfaat biaya yang dikeluarkan tiap tahun t = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n) i = Tingkat bunga yang berlaku Kriteria NPV yaitu NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan; NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan; NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan. Internal Rate of Returns (IRR), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

153 127 IRR t n t 1 ( Bt Ct ) 0..(5.4) t (1 i) Kriteria IRR yaitu IRR > Discount Rate berarti usaha layak dilaksanakan dan IRR < Discount Rate berarti usaha tidak layak dilaksanakan. Adapun asumsi yang digunakan dalam analisis manfaat dan kelayakan pengelolaan serasah tebu antara lain : 1. Dilakukan dua skenario atau model alternatif pengelolaan serasah tebu, yaitu model alternatif satu dengan pengelolaan serasah tebu terpusat pada satu tempat dan model alternatif dua dengan pengelolaan serasah tebu yang dilakukan pada tiga tempat atau disetiap rayon. 2. Umur proyek 12 tahun berdasarkan pada umur ekonomis dari alat dan mesin yang digunakan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa alat dan mesin merupakan aset penting dalam pengelolaan serasah tebu dan merupakan komponen terbesar dari biaya investasi yang dikeluarkan. 3. Harga yang digunakan adalah harga input dan output yang berlaku pada tahun Biaya yang akan dikeluarkan untuk pengelolaan serasah tebu terdiri atas biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi terdiri atas biaya tempat fermentasi, ruang pencacahan, ruang pencampuran, gudang penyimpanan, tempat bahan baku, pembelian alat dan mesin, perlengkapan, instalasi listrik, air dan belt conveyor. Sedangkan pengeluaran untuk biaya operasional tiap tahun terdiri dari biaya tetap dan tidak tetap. 5. Penyusutan investasi dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Nilai sisa ditetapkan untuk aset-aset yang masih memiliki umur ekonomis ketika umur proyek telah berakhir. 6. Tingkat diskonto (discount rate) yang digunakan merupakan tingkat suku bunga Bank Indonesia periode Agustus 2011 yaitu sebesar 6.75% dan dibulatkan menjadi 7%. Beberapa asumsi lainnya terdapat pada Tabel 5.1.

154 128 Tabel 5.1. Beberapa Asumsi yang digunakan dalam analisis ekonomi Uraian Umur ekonomis (trash rake, trailer, aplikator chopper, truk, turner & loader) 12 tahun Bunga modal 12% Asuransi 1.24% Jam kerja (trash rake, trailer & aplikator) Jam kerja (chopper, truk, turner & loader) Harga solar Harga Oli Mesin Umur ban Upah tenaga kerja Hasil dan Pembahasan Asumsi 800 jam/tahun jam/tahun Rp /liter Rp /liter jam Rp /jam Unit Pengelolah Limbah Pabrik Gula PG Takalar sebaiknya membentuk sebuah organisasi tersendiri dalam kegiatan pengelolaan limbah perkebunan tebu yaitu unit pengelolah yang dipimpin oleh seorang manajer atau kepala unit yang dibantu oleh beberapa staf. Staf tersebut dapat menangani bidang mekanisasi (alat dan mesin pengelolaan), bidang pengolahan (pengomposan), dan bidang keuangan dan pemasaran. Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang menunjukkan seluruh kegiatankegiatan untuk pencapaian tujuan organisasi, hubungan antar fungsi-fungsi, serta wewenang dan tanggung jawabnya. Struktur organisasi itu sendiri terdiri dari hubungan antara pekerjaan dan kelompok pekerjaan yang relatif tetap dan stabil. Tujuan utama dari struktur organisasi adalah mempengaruhi perilaku individu dan kelompok guna mencapai prestasi yang efektif. Unit pengelolah limbah pabrik gula perlu dibentuk karena limbah di perkebunan sangat banyak dan membutuhkan penanganan yang tersendiri untuk dikelolah menjadi salah satu unit usaha yang dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Terdapat dua alternatif model yang dapat dilakukan oleh PG Takalar dalam membangun unit pengelolaan serasah tebu. Kedua model alternatif tersebut adalah model alternatif satu, model pengelolaan yang dilakukan perusahaan dengan

155 129 memusatkan unit pengelolaan pada satu tempat, akibat akan ada kebun yang memiliki jarak yang sangat jauh dari unit pengelolaan. Model alternatif dua, model pengelolaan serasah dimana perusahaan membuat unit pengolahan serasah tebu menjadi 3 unit berdasarkan jarak dan luas lahan, dimana pembagian ini berdasarkan pembagian lokasi pada PG Takalar yaitu terbagi atas 3 rayon yang dikelompokkan berdasarkan jarak kebun dari pabrik gula. Jika di setiap rayon ini dapat dibentuk unit pengolahan serasah tebu, maka dapat menghemat bahan bakar dan tempat pengolahan. Penghematan bahan bakar diperoleh dari jarak tempuh traktor yang semakin dekat dan penghematan tempat akibat dari penempatan sejumlah alat dan mesin pengelolaan serasah tebu menjadi tiga lokasi yang berbeda (Gambar 5.1). Rayon B Pengomposan Rayon A Rayon B Pengomposan Rayon A Rayon C Rayon C Model Alternatif 1 Model Alternatif 2 Gambar 5.1. Dua model alternatif pengelolaan serasah tebu Model alternatif dua merupakan model yang memiliki banyak keunggulan daripada model alternatif satu. Model alternatif dua lebih menghemat bahan bakar dan waktu tempuh karena jarak lahan perkebunan tebu dengan tempat pengomposan lebih dekat. Selain itu kepadatan lalu lintas akibat aktivitas pengangkutan serasah dapat dikendalikan. Unit pengelolaan dengan model alternatif satu menempatkan unit pengolahan di tengah areal perkebunan dengan jarak lahan terjauh mencapai radius 15 km. Sedangkan model alternatif dua yang menempatkan unit pengelolaan serasah tebu pada setiap rayon, maka jarak lahan terjauh hanya mencapai radius 5 km.

156 130 Analisis Luas Lahan untuk Proses Pengomposan Analisis luas tempat pengomposan perlu dilakukan mengingat bahan baku yang akan diolah memiliki volume yang mencapai ribuan meter kubik. Tempat tersebut terdiri atas tempat pencacahan, fermentasi, penggilingan, pengayakan dan gudang penyimpanan sementara. Untuk proses fermentasi kompos dilakukan pada ruang terbuka dengan konstruksi lantai beton. Sedangkan proses pencacahan, penggilingan dan pengayakan dilakukan pada ruang beratap dengan dinding setengah terbuka. Luas lahan ini merupakan luas total dari ketiga tempat unit pengelolaan serasah tebu. a. Tempat Bahan Baku Tempat ini merupakan tempat awal bahan diturunkan dari alat angkut sebelum dilakukan pencacahan. Bahan baku berupa serasah tebu akan masuk setiap hari sebanyak kg/hari dan mengalami penumpukan terbanyak pada hari ke-100 yaitu sebesar kg. Dengan berat jenis serasah setelah panen sekitar kg/m 3, maka volume serasah adalah m 3. Tinggi tumpukan serasah adalah 3 meter, sehingga di perlukan tempat seluas m 2 atau sekitar 3.5 ha. Satu rayon akan membutuhkan tempat bahan baku seluas 1.17 ha. b. Tempat Pencacahan Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan, jumlah alat pencacah adalah 18 unit, luas ruang 1 unit alat pencacah adalah 2.25 m 2 (1.5 m x 1.5 m), sehingga untuk 18 unit alat pencacah akan membutuhkan ukuran tempat minimal 40.5 m 2. Satu rayon akan membutuhkan tempat pencacahan seluas 13.5 m 2. c. Tempat Fermentasi : Proses fermentasi atau pengomposan setiap hari dilakukan sesuai dengan potensi serasah yang ada dan dicampur dengan kotoran hewan sebanyak 25% dari bahan serasah. Potensi serasah perhari dapat dihitung dengan asumsi: Potensi serasah permusim = kg/ha x ha = kg. Masa produksi serasah 100 hari, potensi serasah perhari = kg/100 hari = kg/hari = ton/hari.

157 131 Gambar 5.2 menunjukkan cara penyusunan kompos di ruang terbuka untuk difermentasi. Alat yang digunakan adalah mobil truk hidrolik atau menggunakan trailer yang ditarik oleh traktor (NRAES ). Proses pengomposan serasah tebu pada perkebunan tebu membutuhkan tempat yang cukup luas. Ini disebabkan oleh bahan yang akan difermentasi mencapai ribuan meter kubik. Salah satu bentuk tempat pengomposan untuk perkebunan tebu dapat dilihat pada Gambar 5.3 dimana fermentasi dilakukan di ruang terbuka dan membentuk alur memanjang. Setiap alur tumpukan kompos diantarai oleh ruang yang cukup untuk proses pembalikan atau pengadukan. Gambar 5.2. Proses penyusunan kompos untuk difermentasi di ruang terbuka Bentuk susunan bahan pada saat fermentasi terlihat pada Gambar 5.4 dimana tinggi tumpukan antara 6-12 feet ( m), lebar feet (3 6 m) yang menggunakan bucket loader sebagai pengaduk. Untuk mesin pengaduk windrow-turning machine, tinggi tumpukan kompos antara 3-9 feet ( m), dan lebar antara 9-20 feet (2.7-6 m). Gambar 5.3. Bentuk tempat pengomposan di ruang terbuka (NRAES )

158 132 Bahan tambahan kotoran ternak = 25% x ton/hari = ton/hari. Berat total bahan dasar kompos perhari = = ton/hari. Berat jenis campuran adalah 500 kg/m 3 (0.5 ton/m 3 ), sehingga volume kompos setiap hari adalah m 3 /hari. Gambar 5.4. Bentuk dan ukuran kompos saat fermentasi (NRAES ) Fermentasi dilakukan selama satu bulan. Selama satu bulan fermentasi bahan dasar kompos mencapai m 3 (30 hari x m 3 /hari) Bahan dasar sebesar m 3 akan membutuhkan tempat seluas : - Tumpukan berbentuk segitiga - Tinggi tumpukan 1.5 meter - Lebar tumpukan 3 meter - Panjang tumpukan 100 meter - Volume tumpukan per 100 meter adalah 225 m 3 (1.5x3/2)x100) - Jarak baris antara setiap tumpukan untuk jalan loader/pengaduk adalah 3 meter, sehingga setiap tumpukan membutuhkan lebar 6 meter, dalam 100 meter terdapat 16 baris tumpukan. - Setiap hektar (100 m x 100 m) dapat menampung bahan untuk difermentasi sebanyak : 225 m 3 x 16 = m 3 /ha - Bahan sebanyak 21 hari difermentasi bersamaan dan luas tempat yang dibutuhkan adalah m 2 ( m 3 : m 3 /ha = 6.85 ha). Satu rayon akan membutuhkan tempat fermentasi seluas 2.3 ha. d. Tempat Pencampuran Bahan Setiap hari akan terdapat bahan sebanyak m 3 /hari untuk dicampur dengan cara diaduk. Bahan sebanyak ini membutuhkan tempat 820 m 2, dengan

159 133 ketinggian bahan yang dicampur lebih dari 1 m. Satu rayon akan membutuhkan tempat pencampuran bahan baku seluas m 2. e. Gudang Penyimpanan Gudang penyimpanan minimal harus mampu menampung kompos sebanyak kg atau sekitar m 3, dengan ruang ukuran 150 m x 120 m x 2 m (volume ruang adalah m 3 ) sudah dapat menampung kompos sebanyak m 3. Sehingga total luas lahan yang dibutuhkan adalah m 2 (150 m x 120 m). Satu rayon akan membutuhkan gudang penyimpanan sementara seluas 0.6 ha. Total luas lahan yang dibutuhkan untuk proses pengomposan adalah: = Luas (bahan baku + pencacahan + fermentasi+pencampuran bahan + gudang) = ( m m m m m 2 = m 2. Luas total lahan yang dibutuhkan dalam pengelolaan serasah tebu adalah sekitar ha ( m 2 ). Pengelolaan serasah tebu dibuat di 3 tempat yang berbeda yaitu berupa modul-modul yang di tempatkan di setiap rayon, sehingga luas lahan yang dibutuhkan 4.08 ha ( m 2 ) untuk setiap modul atau rayon. Luas lahan untuk pengelolaan serasah tebu di setiap rayon atau modul dapat disesuaikan dengan jumlah potensi serasah yang ada. Tata letak unit pengelolaan serasah tebu dapat dilihat pada Lampiran 11. Analisis Pemanfaatan Kompos Serasah Tebu untuk Lahan Tebu Pemanfaatan limbah industri perkebunan tebu sebagai pupuk organik sudah pernah dilakukan. Salah satu limbah tersebut adalah blotong. Blotong merupakan jenis bahan organik yang paling banyak diaplikasikan di perkebunan tebu, digunakan sebagai bahan ameliorasi tanah. Meskipun dampaknya terhadap hasil tebu cukup bervariasi, namun secara umum mampu meningkatkan hasil. Dampak blotong memberikan hasil sangat nyata terutama bila diaplikasikan di lahan kering dan pada tanah-tanah bertekstur kasar. Suhadi dan Sumojo (1985) melaporkan bahwa pemberian pupuk organik yang berasal dari blotong pada tanah berpasir lempung mampu meningkatkan hasil lebih dari 25%. Subtitusi pupuk organik blotong terhadap pupuk anorganik N acap kali dilakukan dengan hasil cukup baik dengan perbandingan 50:50. Pada beberapa kasus, subtitusi secara seratus persen masih diragukan karena penyedian hara lewat bahan organik berjalan lambat

160 134 (slow release). Hasil penelitian Suhadi dan Sumojo (1985) melaporkan bahwa dari setiap 10 ton blotong pabrik gula Kedawung, paling tidak mengandung hara setara dengan 130 kg N, 220 kg P 2 O 5 dan 70 kg K 2 O atau setara dengan 650 kg ZA, 550 kg SP-36 dan 116 kg KCl. Pengelolaan serasah tebu yang ramah lingkungan dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku mulsa dan pupuk organik akan memberi manfaat tersendiri bagi perkebunan tebu. Manfaat tersebut antara lain dapat mengurangi biaya produksi dalam budidaya tanaman tebu dan meningkatkan produktivitas tebu sehingga dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Total potensi serasah tebu ton/tahun akan menghasilkan kompos sebesar ton/tahun. Penggunaan dosis 10 ton/ha akan dapat memupuk lahan sebesar ha atau sekitar 29% dari luas tahun Dengan demikian semua lahan akan mendapat kompos setelah 3.5 tahun. Pemanfaatan kompos serasah tebu ke lahan perkebunan akan memberikan dampak pada peningkatan produksi dan rendemen tebu. Hasil penelitian yang dilakukan Wargani et al. (1988) menunjukkan bahwa pemberian kompos yang berasal dari limbah padat pabrik gula memberikan pengaruh positif terhadap produksi tanaman tebu. Pemberian kompos sebanyak 10 ton/ha dapat meningkatkan bobot tebu sebanyak 7.2 sampai 16.9 ton/ha. Hasil percobaan Hutasoit dan Toharisman (1993) menunjukkan bahwa pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16.8 ton/ha. Kompos juga memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan rendemen. Rata-rata kenaikan rendemen setelah diberi kompos berkisar antara 0.1 hingga 0.3 poin (Hutasoit dan Toharisman 1993). Dengan menggunakan asumsi hasil percobaan di atas, maka dapat dihitung pemasukan harga gula yang diperoleh perusahaan (Tabel 5.2). Tabel 5.2. Perkiraan pendapatan perusahaan akibat pemanfaatan kompos di lahan Perlakuan Produktivitas Produksi Rend. Produksi Harga gula Pendapatan (ton/ha) tebu (ton) (%) Gula (ton) (Rp/kg) (Rp) Tanpa kompos Kompos 10 ton/ha Tabel 5.2 menunjukkan analisis perbandingan pemanfaatan kompos pada lahan perkebunan sendiri dengan luas lahan 4186 ha. Pemberian kompos pada seluruh lahan tebu diasumsikan akan meningkatkan tambahan produksi tebu 7.2

161 135 ton/ha dan rendemen Dengan demikian pendapatan dari produksi gula dapat meningkat hingga 27.5% dibanding dengan pendapatan saat ini yang tidak menggunakan kompos pada lahan perkebunan. Pendapatan dari penjualan gula tanpa memanfaatkan kompos di lahan tebu adalah Rp , sedangkan harga jual gula dengan memanfaatkan kompos ke lahan adalah Rp Pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering dapat memberikan keuntungan ganda bagi perusahaan. Pertama, menjual produk kompos ke pihak lain akan menambah pemasukan keuangan bagi perusahaan dan kedua, memanfaatkan kompos tersebut ke lahan perkebunan sendiri sehingga dapat mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik dan meningkatkan produktivitas lahan tebu yang dengan sendirinya akan dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, pengelolaan serasah tebu secara mekanis pada budidaya tebu lahan kering berarti membuka lapangan kerja baru dan akan memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar pabrik gula. Penghematan atau pengurangan biaya produksi akan diperoleh perusahaan dengan menggunakan kompos serasah tebu sebagai pupuk untuk tanaman tebu. Penggunaan kompos serasah tebu dapat dikombinasi dengan pupuk anorganik sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat dikurangi. Selain itu, penggunaan kompos di lahan tebu akan membuat tanah menjadi lebih gembur sehingga akan menghemat daya dan bahan bakar saat pengolahan lahan. Kompos serasah tebu yang matang dan memiliki ukuran partikel yang kecil (granuler) dapat mempercepat tersedianya unsur hara yang dapat diserap oleh akar tanaman. Bentuk granuler akan mempermudah terjadinya proses pencampuran antara partikel tanah, air dan kompos sehingga unsur-unsur bahan organik dapat berikatan dengan partikel tanah menjadi senyawa yang dapat bermanfaat bagi perbaikan tanah dan pertumbuhan tanaman. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan, penggunaan pupuk dan daya mesin akan seefisien mungkin bahkan dapat berkurang karena struktur tanah yang gembur akan mudah diolah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Penggunaan kompos serasah tebu dengan dosis 15 ton/ha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis

162 136 pemupukan 600 kg/ha urea, maka pemberian kompos 15 ton/ha dapat menghemat penggunaan pupuk urea hingga 17.8%. Analisis Finansial Pengelolaan Serasah Tebu Analisis kelayakan dan biaya diperlukan sebelum kita merencanakan suatu kegiatan usaha. Ini dilakukan untuk memperoleh kepastian pendapatan dari usaha yang menginvestasikan alat dan mesin. Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Discounted Payback Period (PP). Dalam melakukan analisis dengan empat kriteria tersebut digunakan arus kas (cash flow) untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan dari pengelolaan serasah tebu selama umur proyek yaitu dua belas tahun. Sebelum membuat arus kas (cash flow) terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap manfaat dan biaya. Analisis biaya harus melibatkan semua komponen biaya, baik biaya tetap maupun biaya operasi (biaya tidak tetap) dari setiap tahapan kegiatan. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya modal dan asuransi, biaya pajak, dan biaya garasi. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar minyak, biaya pelumas, biaya ban, biaya perawatan dan perbaikan, biaya gemuk, dan biaya tenaga kerja. Analisis biaya dilakukan pada setiap tahapan kegiatan pada pengelolaan serasah tebu. Tahapan kegiatan tersebut meliputi kegiatan pengumpulan serasah di lahan perkebunan, transportasi serasah tebu dari lahan ke unit pengolahan, kegiatan pencacahan serasah tebu, pengadukan kompos, pencampuran dan pengadukan, penyusunan bahan, dan kegiatan aplikasi kompos di lahan tebu. Pendapatan yang diperoleh adalah selisih antara hasil penjualan kompos serasah tebu dengan biaya pokok pengoperasian. Pendapatan yang diperoleh dari unit pengelolaan serasah tebu merupakan hasil perkalian dari produksi kompos dengan harga kompos perkilogram. Pendapatan yang diperoleh dalam setahun untuk model alternatif satu dan dua adalah sama yaitu sebesar Rp /tahun. Ini disebabkan karena

163 137 jumlah bahan baku dan produksi memiliki nilai yang sama besar untuk kedua model pengelolaan. Tabel 5.3. Pendapatan dari unit pengelolaan serasah tebu selama 12 tahun Tahun Produksi (kg) Harga (Rp) Pendapatan (Rp) Total Analisis Finansial Model Alternatif Satu Pendapatan yang diperoleh dari unit pengelolaan serasah tebu merupakan hasil perkalian dari produksi kompos dengan harga kompos perkilo. Pendapatan yang diperoleh untuk model alternatif satu adalah Rp /tahun. Salvage value merupakan nilai sisa dari barang-barang modal (investasi) yang tidak habis terpakai selama umur kegiatan berlangsung dan dinilai pada saat kegiatan berakhir. Nilai sisa yang diperoleh dari pengelolaan serasah tebu model alternatif satu adalah sebesar Rp , sebagai hasil keseluruhan dari barang-barang modal yang masih memiliki nilai ketika umur proyek telah berakhir. Rincian besarnya nilai sisa pada akhir umur proyek diperlihatkan dalam Tabel 5.4. Biaya investasi pada pengelolaan serasah tebu dikeluarkan pada tahun pertama. Investasi yang dikeluarkan meliputi pembangunan tempat pengelolaan serasah, pembelian alat dan mesin, perlengkapan, sumur dan instalasi listrik. Pada penelitian ini terdapat biaya reinvestasi yaitu biaya yang dikeluarkan ketika nilai ekonomis dari suatu aset kurang dari umur proyek.

164 138 Tabel 5.4. Nilai sisa beberapa barang pada akhir kegiatan model alternatif satu No Jenis pengeluaran Total Nilai Sisa (Rp) 1 Tempat fermentasi Gudang penyimpanan Ruang pencacahan Ruang pencampuran Tempat bahan baku Rangkaian belt konveyor Motor listrik Traktor Pengumpul (trash rake) Pengangkut (trailer) Pencacah (chopper) Pencampur (loader) Penyusun bahan (truk) Pengaduk (turner compost) Aplikator kompos Sumur Pompa air Selang air Bak penampung air Drum plastik Pipa Parang Cangkul Sekop Pemasangan listrik Total Jumlah seluruh biaya investasi yang dikeluarkan pada pengelolaan serasah tebu model alternatif satu sebesar Rp Biaya investasi untuk model alternatif satu sangat besar karena alat dan mesin yang digunakan lebih banyak khususnya traktor penarik yang nilai investasinya mencapai 63% dari nilai total biaya investasi. Rincian biaya investasi diperlihatkan dalam Tabel 5.5. Selain biaya tersebut, investasi juga dikeluarkan untuk pembelian peralatanperalatan yang diperlukan bagi proses pengelolaan serasah tebu. Peralatan dan perlengkapan diganti sesuai dengan umur teknisnya dan dilakukan reinvestasi pada tahun peralatan tersebut diganti. Reinvestasi pada pengelolaan serasah tebu dilakukan pada tahun keempat, keenam, kedelapan dan keduabelas. Total biaya reinvestasi yang dikeluarkan adalah sebesar Rp yang secara rinci pada Tabel 5.6.

165 139 N o Tabel 5.5. Biaya investasi pengelolaan serasah tebu model alternatif satu Jenis pengeluaran Umur ekonomis(th) Jumlah (unit) Harga (Rp) Total (Rp) Persen (%) 1 Tempat fermentasi Gudang penyimpanan Ruang pencacahan Ruang pencampuran Tempat bahan baku Rangkaian belt konveyor Motor listrik Traktor Pengumpul (trash rake) Pengangkut (trailer) Pencacah (chopper) Pencampur (loader) Penyusun bahan (truk) Pengaduk (turner compost) 15 Aplikator kompos Sumur Pompa air Selang air Bak penampung air Ember plastik Drum plastik Pipa Kran Parang Cangkul Sekop Pemasangan listrik Total Tabel 5.6. Reinvestasi alat tahun ke-4, 6, 8 dan ke-12 model alternatif satu No Jenis Pengeluaran Umur Teknik (th) Jumlah (unit) Harga (Rp) Total (Rp) 1 Ember plastik Drum plastik Kran Parang Cangkul Sekop Total Tenaga kerja yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu adalah 1 manager dan 2 staf kepala unit yang dibantu oleh tenaga kerja harian dalam

166 140 pengelolaan serasah tebu. Total biaya tenaga kerja untuk model alternatif satu mencapai Rp /tahun. Biaya tenaga kerja pada pengelolaan serasah tebu model alternatif satu ditunjukkan pada Tabel 5.7. N o Tabel 5.7. Biaya tenaga kerja pengelolaan serasah tebu model alternatif satu Uraian Jumlah (org) Satuan (Rp) Hari kerja (hari) Total (Rp) 1 Manajer Kepala unit Pengumpulan serasah (HOK) Pengangkutan Serasah (HOK) Pencacahan Serasah (HOK) Pencampuran & penyusunan Bahan 6 (HOK) Pengadukan Kompos (HOK) Aplikasi Kompos (HOK) Berdasarkan analisis biaya dan kelayakan, model alternatif satu layak untuk dilakukan. Hasil analisis kelayakan model alternatif satu menghasilkan nilai NPV , B/C 2, IRR 7% dan PBP 14.3 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa model alternatif satu yaitu pengelolaan serasah tebu secara terpusat layak untuk dilakukan (Lampiran 7a). Pada model pengelolaan alternatif satu ini banyak alat dan mesin yang digunakan pada tahapan transportasi serasah tebu dari lahan ke unit pengolahan serasah. Jumlah alat dan mesin yang banyak akan menambah biaya operasional kegiatan tersebut. Tabel 5.8. Kelayakan finansial pengelolaan serasah tebu model alternatif satu No Kriteria Investasi Nilai 1 NPV B/C IRR 7.0 % 4 PBP 14.3 Tahun 5 BEP kg kompos Analisis Finansial Model alternatif dua. Kegiatan pengelolaan serasah tebu model alternatif dua yaitu dengan membangun unit pengolahan pada setiap rayon atau menjadi 3 unit. Pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan serasah tebu model alternatif dua sama dengan

167 141 pada model alternatif satu yang merupakan hasil perkalian dari produksi dengan harga kompos yaitu sebesar Rp /tahun. Nilai sisa yang diperoleh dari pengelolaan serasah tebu model alternatif dua adalah sebesar Rp , sebagai hasil keseluruhan dari barang-barang modal yang masih memiliki nilai ketika umur proyek telah berakhir. Rincian besarnya nilai sisa pada akhir umur proyek diperlihatkan dalam Tabel 5.9. Tabel 5.9. Nilai sisa beberapa barang pada akhir kegiatan model alternatif dua No Jenis pengeluaran Total Nilai Sisa (Rp) 1 Tempat fermentasi Gudang penyimpanan Ruang pencacahan Ruang pencampuran Tempat bahan baku Rangkaian belt konveyor Motor listrik Traktor Pengumpul (trash rake) Pengangkut (trailer) Pencacah (chopper) Pencampur (loader) Penyusun bahan (truk) Pengaduk (turner compost) Aplikator kompos Sumur Pompa air Selang air Bak penampung air Drum plastic Pipa Parang Cangkul Sekop Pemasangan listrik Total Jumlah seluruh biaya investasi yang dikeluarkan pada pengelolaan serasah tebu model alternatif dua sebesar Rp Biaya investasi untuk model alternatif dua lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya investasi pada model alternatif satu. Ini disebabkan oleh jumlah investasi alat dan mesin yang lebih sedikit khususnya traktor penarik yang nilai investasinya mencapai hanya mencapai 53%, sedangkan model alternatif satu mencapai 63% dari nilai total biaya investasi. Rincian biaya investasi model alternatif dua diperlihatkan dalam Tabel Sedangkan total biaya reinvestasi untuk model alternatif dua yang

168 142 dilakukan pada tahun keempat, keenam, kedelapan dan keduabelas sama dengan biaya reinvestasi pada model alternatif satu sebesar Rp yang secara rinci pada Tabel 5.6. No Tabel Biaya investasi unit pengelolaan serasah tebu model alternatif dua Jenis pengeluaran Umur ekonomis Jumlah (Unit) Harga (Rp) Total (Rp) % 1 Tempat fermentasi Gudang penyimpanan Ruang pencacahan Ruang pencampuran Tempat bahan baku Rangkaian belt konveyor Motor listrik Traktor Pengumpul (trash rake) Pengangkut (trailer) Pencacah (chopper) Pencampur (loader) Penyusun bahan (truk) Pengaduk (turner compost) Aplikator kompos Sumur Pompa air Selang air Bak penampung air Ember plastik Drum plastik Pipa Kran Parang Cangkul Sekop Pemasangan listrik Jumlah Total Tenaga kerja yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu adalah 1 manager dan 2 staf kepala unit yang dibantu oleh tenaga kerja harian dalam pengelolaan serasah tebu. Total biaya tenaga kerja untuk model alternatif dua mencapai Rp /tahun. Biaya tenaga kerja pada pengelolaan serasah tebu model alternatif dua ditunjukkan pada Tabel 5.11.

169 143 N o Tabel Biaya tenaga kerja pengelolaan serasah tebu model alternatif dua Uraian Jumlah (org) Satuan (Rp) Hari kerja (hari) Total (Rp) 1 Manajer Kepala unit Pengumpulan serasah (HOK) Pengangkutan Serasah (HOK) Pencacahan Serasah (HOK) Pencampuran & penyusunan Bahan 6 (HOK) Pengadukan Kompos (HOK) Aplikasi Kompos (HOK) Total Hasil analisis kelayakan untuk model alternatif dua menunjukkan bahwa usaha ini sangat layak untuk dilakukan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.12 dimana nilai NPV yaitu dan nilai IRR 29.4%. Sedangkan berdasarkan analisis BEP, maka akan diperoleh titik impas atau kembali modal pada saat produksi mencapai kg kompos. Tabel 5.12 menunjukkan nilai PBP (payback period) 3.4 tahun. Ini menunjukkan bahwa nilai investasi akan dapat ditutupi pada tahun ke 4 atau pada pengelolaan tahun ke 4. Tabel Analisis kelayakan pengelolaan serasah tebu model alternatif dua No Kriteria Investasi Nilai 1 NPV B/C IRR 29.4 % 4 PBP 3.4 Tahun 5 BEP kg kompos Lampiran 7b menunjukkan pendapatan dan biaya yang akan dikeluarkan dalam usaha pengelolaan serasah tebu model alternatif dua. Total biaya pokok usaha pengelolaan serasah tebu adalah Rp /tahun dan PG Takalar akan memperoleh pendapatan. Dalam dua belas tahun, pengelolaan serasah tebu ini akan memberikan pendapatan sebesar Rp , dengan asumsi produksi serasah tebu pertahunnya selama 12 tahun sama dengan tahun Oleh karena itu potensi serasah tebu pada PG Takalar perlu dikelola dengan baik karena akan memberikan pemasukan tambahan bagi perusahaan.

170 144 Hasil analisis finansial untuk kedua model pengelolaan serasah tebu menunjukkan bahwa model alternatif dua lebih layak untuk dilakukan daripada model alternatif satu. Analisis Biaya Pengelolaan Serasah Tebu Berdasarkan hasil analisis finansial di atas sebaiknya pengelolaan serasah tebu dilakukan menggunakan model alternatif dua dengan membangun unit pengelolaan serasah tebu di tiga tempat pada masing-masing rayon. Oleh karena itu analisis biaya untuk setiap kegiatan pada pengelolaan serasah tebu disajikan hanya untuk model alternatif dua. Biaya Pengoperasian Traktor. Traktor merupakan kendaraan penarik yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering. Jumlah traktor yang digunakan untuk melayani lahan seluas ha adalah 48 unit untuk model alternatif dua. Tabel Biaya pokok pengoperasian traktor pada pengelolaan serasah tebu Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a Nilai Akhir (10% Harga) b Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap (Rp/th) 1 Penyusutan d=(a-b)/c Bunga modal & asuransi e=(( )*a*(c+1))/(2*c) Pajak f=0.02*a Garasi g=0.01*a Total Biaya Tetap (Rp/th) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) 1 Biaya BBM h=0.18*hp*harga BBM Pelumas i=(0.1*hp*hrg pelumas)/100 jam Gemuk j=0.1*h Perbaikan Mesin k=0.012*a/100 jam Perbaikan Alat l=0.02*(a-b)/100 jam Ban m=harga ban/2500 jam Tenaga kerja & Operator n=6250/jam/org 0 Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 48 Total Biaya Tetap (Rp/th) x Jumlah Alsin Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) x Jumlah Alsin Biaya Pokok Pengoperasian Traktor (Rp/jam) Biaya Pokok Pengoperasian Traktor (Rp/tahun) Biaya pokok pengoperasian traktor terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga

171 145 modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pengoperasian 48 traktor adalah Rp /jam. Tabel 5.13 menunjukkan biaya yang dikeluarkan akibat dari penggunaan traktor dalam pengelolaan serasah tebu. Biaya Pengumpulan Serasah. Trash rake adalah alat yang digunakan sebagai pengumpul serasah di lahan yang ditarik oleh traktor dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering. Jumlah trash rake yang digunakan untuk melayani lahan seluas ha adalah 13 unit. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 13 orang operator. Tabel Biaya proses pengumpulan serasah dengan trash rake Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a Nilai Akhir (10% Harga) b Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap (Rp/th) 1 Penyusutan d=(a-b)/c Bunga modal & asuransi e=(( )*a*(c+1))/(2*c) Pajak f=0.02*a Garasi g=0.01*a Total Biaya Tetap (Rp/th) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) 1 Biaya BBM h=0.18*hp*harga BBM 0 2 Pelumas i=(0.1*hp*hrg pelumas)/100 jam 0 3 Gemuk j=0.1*h 0 4 Perbaikan Mesin k=0.012*a/100 jam 0 5 Perbaikan Alat l=0.02*(a-b)/100 jam Ban m=harga ban/2500 jam 0 7 Tenaga kerja & Operator n=6250/jam/org 6250 Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 13 Total Biaya Tetap (Rp/th) x Jumlah Alsin Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) x Jumlah Alsin Biaya Pokok Pengumpulan serasah (Rp/jam) Biaya Pokok Pengumpulan serasah (Rp/tahun) Biaya pokok pengumpulan serasah tebu (B KS ) terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap

172 146 antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pengumpulan serasah untuk 13 traktor dan trashrake adalah Rp /jam (Rp /jam + Rp /jam). Tabel 5.13 menunjukkan biaya pengumpulan serasah dalam pengelolaan serasah tebu. Biaya Transportasi Serasah. Trailer adalah alat yang digunakan sebagi pengangkut serasah dari lahan perkebunan tebu ke unit pengelolaan serasah tebu yang ditarik oleh traktor. Jumlah trailer yang digunakan untuk melayani lahan seluas ha adalah 31 unit. Tabel Biaya proses transportasi serasah dengan trailer Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a Nilai Akhir (10% Harga) b Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap (Rp/th) 1 Penyusutan d=(a-b)/c Bunga modal & asuransi e=(( )*a*(c+1))/(2*c) Pajak f=0.02*a Garasi g=0.01*a Total Biaya Tetap (Rp/th) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) 1 Biaya BBM h=0.18*hp*harga BBM 0 2 Pelumas i=(0.1*hp*hrg pelumas)/100 jam 0 3 Gemuk j=0.1*h 0 4 Perbaikan Mesin k=0.012*a/100 jam 0 5 Perbaikan Alat l=0.02*(a-b)/100 jam Ban m=harga ban/2500 jam Tenaga kerja & Operator n=6250/jam/org Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 31 Total Biaya Tetap (Rp/th) x Jumlah Alsin Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) x Jumlah Alsin Biaya Pokok Pengangkutan serasah (Rp/jam) Biaya Pokok Pengangkutan serasah (Rp/tahun) Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 3 orang untuk setiap unit trailer, 1 orang sebagai operator traktor dan 2 orang sebagai tenaga muat-bongkar sehingga total tenaga kerja yang digunakan adalah 93 orang. Biaya pokok pengangkutan/tansportasi serasah tebu (B TS ) terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan,

173 147 biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pengangkutan serasah untuk 31 traktor dan trailer adalah Rp /jam (Rp /jam + Rp /jam). Tabel 5.14 menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk transportasi serasah tebu dalam pengelolaan serasah tebu. Biaya Pengomposan Serasah. Proses pengomposan serasah tebu (B PS) terdiri atas beberapa kegiatan yang masing-masing memerlukan biaya. Kegiatan tersebut meliputi pencacahan serasah tebu, pencampuran dan penyusunan bahan, serta kegiatan penagadukan. Komponen biaya pada proses pengomposan serasah tebu (B PS ) terdiri dari biaya pencacahan serasah tebu, biaya pencampuran dan penyusunan bahan, biaya pengadukan bahan dan biaya bahan campuran untuk pengomposan (kotoran ternak dan bioaktivator). Biaya Pencacahan Serasah. Chopper adalah alat yang digunakan sebagai pencacah serasah tebu. Jumlah chopper yang digunakan untuk mencacah serasah tebu sebanyak ton adalah 18 unit. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 2 orang untuk setiap unit chopper sehingga total tenaga kerja yang digunakan adalah 36 orang. Biaya pokok pencacahan serasah tebu terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pencacahan serasah untuk 18 chopper adalah Rp /jam. Tabel 5.16 menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk proses pencacahan serasah tebu dalam pengelolaan serasah tebu.

174 148 Tabel Biaya chopper untuk proses pencacahan serasah tebu Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a Nilai Akhir (10% Harga) b Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap (Rp/th) 1 Penyusutan d=(a-b)/c Bunga modal & asuransi e=(( )*a*(c+1))/(2*c) Pajak f=0.02*a Garasi g=0.01*a Total Biaya Tetap (Rp/th) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) 1 Biaya BBM h=0.18*hp*harga BBM Oli Mesin i=(0.1*hp*hrg pelumas)/100 jam Pelumas & Gemuk j=0.1*h Perbaikan Mesin k=0.012*a/100 jam Perbaikan Alat l=0.02*(a-b)/100 jam Ban m=harga ban/2500 jam 0 7 Tenaga kerja & Operator n=6250/jam/org Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 18 Total Biaya Tetap (Rp/th) x Jumlah Alsin Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) x Jumlah Alsin Biaya Pokok Pencacahan serasah (Rp/jam) Biaya Pokok Pencacahan serasah (Rp/tahun) Biaya Pencampuran, Pengadukan dan Penyusun Bahan. Loader, composting turner dan truk adalah alat yang digunakan dalam proses pencampuran, pengadukan dan penyusunan bahan. Jumlah loader, composting turner dan truk yang digunakan untuk mencampur, mengaduk dan menyusun bahan serasah tebu sebanyak ton/hari masing-masing adalah 3 unit. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 1 orang untuk setiap unit loader, composting turner dan truk sehingga total tenaga kerja yang digunakan adalah 9 orang. Biaya pokok dalam proses pencampuran, pengadukan dan penyusunan bahan terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya garasi, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat.

175 149 Tabel Biaya loader untuk proses pencampuran bahan Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a Nilai Akhir (10% Harga) b Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap (Rp/th) 1 Penyusutan d=(a-b)/c Bunga modal & asuransi e=(( )*a*(c+1))/(2*c) Pajak f=0.02*a Garasi g=0.01*a Total Biaya Tetap (Rp/th) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) 1 Biaya BBM h=0.18*hp*harga BBM Oli Mesin i=(0.1*hp*hrg pelumas)/100 jam Pelumas & Gemuk j=0.1*h Perbaikan Mesin k=0.012*a/100 jam Perbaikan Alat l=0.02*(a-b)/100 jam Ban m=harga ban/2500 jam Tenaga kerja & Operator n=6250/jam/org 6250 Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 3 Total Biaya Tetap (Rp/th) x Jumlah Alsin Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) x Jumlah Alsin Biaya Pokok Pencampuran Bahan (Rp/jam) Biaya Pokok Pencampuran Bahan (Rp/tahun) Total biaya pokok proses pencampuran, pengadukan dan penyusunan bahan untuk 3 loader, 3 composting turner dan 3 truk adalah Rp /jam (Rp /jam + Rp /jam + Rp /jam). Tabel 5.17, 5.18 dan 5.19 menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk proses pencampuran, penyusunan bahan dan pengadukan dalam pengelolaan serasah tebu. Total biaya pokok pada proses pengomposan (B PS ) adalah jumlah dari biaya pencacahan, biaya pencampuran, biaya penyusunan bahan, dan biaya pengadukan bahan. Jumlah biaya tersebut adalah Rp /jam (Rp /jam ditambah biaya bahan Rp /jam).

176 150 Tabel Biaya truk untuk proses penyusunan bahan Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a Nilai Akhir (10% Harga) b Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap (Rp/th) 1 Penyusutan d=(a-b)/c Bunga modal & asuransi e=(( )*a*(c+1))/(2*c) Pajak f=0.02*a Garasi g=0.01*a Total Biaya Tetap (Rp/th) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) 1 Biaya BBM h=0.18*hp*harga BBM Oli Mesin i=(0.1*hp*hrg pelumas)/100 jam Oli pelumas & Gemuk j=0.1*h Perbaikan Mesin k=0.012*a/100 jam Perbaikan Alat l=0.02*(a-b)/100 jam Ban m=harga ban/2500 jam Tenaga kerja & Operator n=6250/jam/org 6250 Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 3 Total Biaya Tetap (Rp/th) x Jumlah Alsin Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) x Jumlah Alsin Biaya Pokok Penyusunan dan angkutan kompos (Rp/jam) Biaya Pokok Penyusunan dan angkutan kompos (Rp/tahun) Tabel Biaya composting turner untuk proses pengadukan kompos Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a Nilai Akhir (10% Harga) b Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap (Rp/th) 1 Penyusutan d=(a-b)/c Bunga modal & asuransi e=(( )*a*(c+1))/(2*c) Pajak f=0.02*a Garasi g=0.01*a Total Biaya Tetap (Rp/th) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) 1 Biaya BBM h=0.18*hp*harga BBM Oli Mesin i=(0.1*hp*hrg pelumas)/100 jam Pelumas & Gemuk j=0.1*h Perbaikan Mesin k=0.012*a/100 jam Perbaikan Alat l=0.02*(a-b)/100 jam Ban m=harga ban/2500 jam Tenaga kerja & Operator n=6250/jam/org 6250 Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 3 Total Biaya Tetap (Rp/th) x Jumlah Alsin Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) x Jumlah Alsin Biaya Pokok Pengadukan kompos (Rp/jam) Biaya Pokok Pengadukan kompos (Rp/tahun)

177 151 Biaya Aplikasi kompos. Aplikator adalah alat yang digunakan dalam proses aplikasi kompos di lahan perkebunan yang ditarik oleh traktor. Jumlah aplikator yang digunakan untuk mengaplikasi kompos sebanyak ton adalah 4 unit. Tabel Biaya pokok aplikasi kompos Komponen Biaya Variabel Jumlah Harga alat a Nilai Akhir (10% Harga) b Umur Ekonomis c 12 Biaya Tetap (Rp/th) 1 Penyusutan d=(a-b)/c Bunga modal & asuransi e=(( )*a*(c+1))/(2*c) Pajak f=0.02*a Garasi g=0.01*a Total Biaya Tetap (Rp/th) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) 1 Biaya BBM h=0.18*hp*harga BBM 0 2 Pelumas i=(0.1*hp*hrg pelumas)/100 jam 0 3 Gemuk j=0.1*h 0 4 Perbaikan Mesin k=0.012*a/100 jam 0 5 Perbaikan Alat l=0.02*(a-b)/100 jam Ban m=harga ban/2500 jam Tenaga kerja & Operator n=6250/jam/org Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Jumlah Alat dan Mesin yang dibutuhkan 4 Total Biaya Tetap (Rp/th) x Jumlah Alsin Total Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) x Jumlah Alsin Biaya Pokok Aplikasi Kompos (Rp/jam) Biaya Pokok Aplikasi Kompos (Rp/tahun) Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 2 orang untuk setiap unit aplikator, 1 orang sebagai operator traktor dan 1 orang sebagai tenaga bantu dalam proses aplikasi kompos sehingga total tenaga kerja yang digunakan adalah 8, biaya bunga modal dan asuransi, serta biaya pajak. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya pelumas, biaya ban, biaya gemuk, biaya perbaikan mesin dan alat. Total biaya pokok pengaplikasian kompos untuk 4 traktor dan aplikator adalah Rp /jam (Rp /jam + Rp /jam). Tabel 5.19 menunjukkan biaya aplikasi kompos di lahan perkebunan tebu pada pengelolaan serasah tebu.

178 152 Biaya pengelolaan serasah tebu (B PST ) merupakan fungsi dari biaya pada kegiatan pengumpulan serasah tebu (B KS), transportasi serasah tebu (B TS), biaya pada proses pengomposan (B PS ), dan aplikasi kompos (B AK ). Sehingga total biaya pengelolaan serasah tebu (B PST ) adalah Rp /jam. Simpulan dan Saran Simpulan Total luas lahan yang dibutuhkan dalam pengelolaan serasah tebu adalah ha ( m 2 ). Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan. Penggunaan kompos serasah tebu dengan dosis 15 ton/ha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan urea 600 kg/ha, maka pemberian kompos 15 ton/ha dapat menghemat pupuk urea hingga 17.8%. Berdasarkan hasil analisis kelayakan, pengelolaan serasah tebu secara mekanis model alternatif dua lebih layak untuk dilakukan di PG Takalar daripada menggunakan model alternatif satu. Saran Dalam usaha memanfaatkan potensi pada pabrik gula, usaha pengelolaan serasah tebu merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Pengelolaan serasah tebu akan memberikan keuntungan ganda bagi perusahaan. Pertama, dapat menambah pemasukan bagi perusahaan dan kedua, dapat memperbaiki kondisi fisik dan mekanik tanah perkebunan sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan perkebunan. Daftar Pustaka Daywin FJ, Sitompul RG, dan Hidayat I Mesin-mesin Budidaya Pertanian. JICA-IPB. Bogor Dent, JB and JR Anderson System Analysis in Agricultural Mangement. John Wiley & Sons Australia Pty. Ltd Dent, JB and MJ Blackie System Simulation in Agriculture. Applied Science Publisher Ltd. London. Gittinger Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Eds (II). Universitas Indonesia Press. Johns Hopkins. Jakarta. 579.

179 153 Hanley, N & C.L. Spash Cost Benefit Analysis and Environment. Edward Elgar Publishing Limited. England. Irwanto AK Ekonomi Enjiniring di Bidang Mekanisasi Pertanian. Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Kuntjoro Kelayakan Finansial Proyek. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manetsch, TJ. And GL. Park System Analysis And Simulation With Application To Economic And Social Sistem. Departement of Elecrical Engineering And System Science. Michigan Stete University. East Lansing. Michigan. Maryanto, B Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Pabrik Biodiesel Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Propinsi Riau. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. NRAES On-Farm Composting Handbook. Cooperative Extension, PO Box 4557, Ithaca, New York USA.

180 154

181 155 VI. MODEL PENGELOLAAN SERASAH TEBU SECARA MEKANIS (The Sugarcane Litter Management Model by Mechanization) Abstrak Model merupakan penyederhanaan dari sistem yang akan dipelajari. Pengelolaan serasah tebu merupakan suatu rangkaian kegiatan, mulai dari kegiatan pengumpulan serasah di lahan sampai kegiatan aplikasi kompos ke tanaman tebu di lahan perkebunan. Tujuan penelitian ini adalah merancang model pengelolaan serasah tebu untuk menghitung jumlah kebutuhan alat dan mesin dan analisis biaya pengelolaan serasah tebu menggunakan model dinamik. Hasil menunjukkan bahwa dalam model pengelolaan serasah tebu terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar komponen-komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, baik komponen on farm maupun off farm. Perubahan nilai input atau masukan dari setiap komponen akan mempengaruhi nilai komponen yang lain. Kata kunci : model, pengelolaan serasah tebu, mekanisasi Abstract Model is a simplification of the system to be studied. The sugarcane litter management consists of activities from litter collection in the field to compost application into the sugarcane plants. The research objective was to develop model of sugarcane litter management in determining the number of machinery used and analyzing sugarcane litter management cost, by using dynamic model. It is showed that, in the model developed from the study, there was an influence relationship between each component involved in the sugarcane litter management, either on farm or off farm components. The change in the input value of each component will influence the value of other component. Key words: model, sugarcane litter management, mechanization

182 156 Pendahuluan Pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering merupakan suatu sistem yang cukup kompleks karena menggabungkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sistem tersebut antara lain; kondisi lahan, ketersedian peralatan mekanis (trash rake), alat pengangkut (traktor, trailer dan truk), unit pengomposan (pencacah, pencampuran, pengadukan, dan rumah kompos), aplikator kompos dan sumberdaya manusia. Keberhasilan penerapan sistem ini menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, serta interaksi antara komponen tersebut. Interaksi antar komponen tersebut, atau dengan kata lain interaksi antara tanaman, tanah dan alsintan, merupakan satu aspek yang tidak mudah dikaji. Pengkajian proses interaksi melalui percobaan lapangan membutuhkan biaya banyak dan waktu yang lama. Cakupan studi atau percobaan yang masih terbatas, serta keragaman lingkungan yang tinggi mengakibatkan suatu hasil penelitian pada suatu tempat tidak selalu dapat diterapkan di tempat yang berbeda. Pengelolaan serasah tebu merupakan suatu rangkaian kegiatan, mulai dari kegiatan pengumpulan serasah di lahan sampai kegiatan aplikasi kompos yang berasal dari serasah tebu ke tanaman tebu di lahan perkebunan. Setiap kegiatan dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga merupakan suatu masalah yang cukup kompleks. Oleh karena itu untuk melakukan analisis sistem dalam penelitian ini digunakan suatu pendekatan sistem yang perlu dibatasi agar dapat membantu mengerti fungsi sistem tersebut. Dalam kegiatan sesungguhnya sangat sulit melihat batas sistem, tetapi tanpa batas yang jelas, sulit diharapkan hasil dari sistem (Dent and Blackie 1979). Sistem didefinisikan sebagai satu set elemen atau komponen yang saling berkaitan satu sama lain dan terorganisir untuk menghasilkan satu tujuan atau satu set tujuan (Manetsch and Park 1976). Sistem peka terhadap lingkungan dimana dia berada, sedang lingkungan biasanya merupakan peubah yang tidak pasti dan sulit untuk diduga (Dent and Blackie 1979). Pendekatan sistem adalah suatu metodologi pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi serangkaian kebutuhan dan menghasilkan sistem yang operasional. Pendekatan sistem juga merupakan suatu metodologi dalam suatu perencanaan atau pengelolaan, bersifat

183 157 multidisiplin, terorganisir, menggunakan model matematika, mampu berfikir secara disiplin non-kuantitatif, menggunakan teknik simulasi dan optimasi serta dapat diaplikasikan pada komputer. Model adalah suatu abstraksi dari keadaan sesungguhnya atau merupakan penyederhanaan dari keadaan sesungguhnya atau merupakan penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem. Keuntungan penggunaan model dalam pengkajian yang bersifat multidisiplin dengan ruang lingkup yang luas, dapat dipakai dalam suatu percobaan terhadap suatu sistem tanpa memberikan perlakuan tertentu yang dapat mengganggu sistem yang dikaji, serta mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan sistem yang diteliti (Manetsch and Park 1976). Dalam pelaksanaan pendekatan sistem perlu diperhatikan tahapan kerja yang sistematis. Unit pengelola serasah pada perkebunan tebu lahan kering perlu menerapkan mekanisasi karena kegiatan yang akan dilakukan merupakan kegiatan yang berat baik di lahan maupun di rumah kompos. Mekanisasi ini terdiri dari teknologi yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman tebu. Tujuan penelitian ini adalah merancang model pengelolaan serasah tebu dengan menghitung jumlah kebutuhan alat dan mesin dan analisis biaya pengelolaan serasah tebu secara mekanis menggunakan model dinamik. Tinjauan Pustaka Pendekatan Sistem Sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan (Muhammadi et al. 2001). Terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki oleh sistem yang dapat dinyatakan sebagai berikut : (a) dibangun oleh sekelompok komponen yang saling berinteraksi; (b) bersifat wholeness; (c) memiliki satu atau segugus tujuan; (d) terdapat proses transformasi input menjadi output; (e) terdapat suatu mekanisme pengendalian yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sistem itu sendiri (Hardjomidjojo, 2004). Sistem adalah sekumpulan obyek yang tergabung dalam suatu interaksi dan inter-dependensi yang teratur. Sistem

184 158 dibedakan menjadi dua tipe yaitu sistem diskrit dan sistem kontinu. Komponen sistem terdiri atas: entitas (objek yang sedang diamati dari sistem), atribut (identitas dari entitas), aktivitas (suatu masa yang mewakili proses suatu entitas), status (kumpulan variabel yang dibutuhkan untuk menggambarkan sistem), kejadian (kejadian yang mengubah status sistem). Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dengan dilakukannya identifikasi adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 2003). Selanjutnya Hardjomidjojo (2004) mengatakan bahwa ada 3 hal yang harus dilakukan jika menggunakan Pendekatan Sistem (System Approach), yaitu (a) mengenali sistem; (b) menentukan tujuan dan memahami mekanisme; (c) analisis semua faktor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Model Model merupakan penyederhanaan dari sistem yang akan dipelajari. Model sangat beragam, bisa dalam bentuk ikon, analog atau simbol. Model ikon meniru sistem nyata secara fisik, seperti globe (model dunia), planetarium (model ruang angkasa), dan lain-lain. Model analog meniru sistem hanya dari perilakunya. Model simbol tidak meniru sistem secara fisik, atau tidak memodelkan perilaku sistem, tapi memodelkan sistem berdasarkan logikanya. Logika bisa bervariasi mulai dari intuisi ke bahasa verbal atau logika matematik. Karena model analisis simulasi harus dapat diimplementasikan pada komputer, maka model simulasi harus eksplisit, yaitu harus sebagai model simbolik paling tidak untuk level aliran logika. Model simbolik dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Model preskriptif atau deskriptif. Model preskriptif digunakan untuk mendefinisikan dan mengoptimalkan permasalahan. Model deskriptif menggambarkan sistem berdasarkan perilakunya dan permasalahan optimasi diserahkan ke analisis berikutnya. 2. Model diskrit atau kontinu. Pengklasifikasian model menjadi diskrit dan kontinu didasarkan pada variabelnya. Perbedaan paling penting dalam kedua model adalah waktu. Jika revisi terhadap model terjadi secara kontinu berdasarkan waktu, maka model itu diklasifikasikan sebagai model kontinu.

185 Model probabilistik atau deterministik. Pembedaan kedua model ini juga didasarkan pada variabel model. Jika ada variabel acak, model kita klasifikasikan sebagai model probabilistik. Jika tidak, model merupakan klasifikasi model deterministik. 4. Model statis atau dinamis. Pembedaan kedua model ini juga didasarkan pada variabel model. Jika variabel model berubah sesuai dengan waktu, maka model digolongkan sebagai model dinamis. 5. Model loop terbuka atau tertutup. Pengklasifikasian model ke dalam bentuk loop terbuka atau tertutup didasarkan pada struktur model. Pada model terbuka, output dari model tidak menjadi umpan balik untuk memperbaiki input. Sebaliknya adalah model loop tertutup. Proses pemodelan secara umum dimulai dengan tahapan identifikasi masalah, kelemahan mengidentifikasi masalah akan menyebabkan tidak validnya suatu model. Tahap selanjutnya adalah membangun asumsi-asumsi dan membuat konstruksi dari model tersebut. Konstruksi model dapat dilakukan dengan bantuan software computer maupun secara analitis melalui hubungan fungsional dengan cara membuat diagram alir maupun persamaan matematis. Langkah berikutnya adalah menentukan analisis yang tepat dan yang menjadi inti dari langkah ini adalah mencari solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan yang muncul pada tahap identifikasi. Analisis dalam pemodelan biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan optimasi dan dengan melakukan simulasi. Optimasi dibangun untuk mencari solusi apa yang seharusnya terjadi, sedangkan simulasi dibuat untuk mencari solusi apa yang akan terjadi. Simulasi merupakan suatu prosedur kuantitatif, yang menggambarkan sebuah sistem, dengan mengembangkan sebuah model dari sistem tersebut dan melakukan sederetan uji coba untuk memperkirakan perilaku sistem pada kurun waktu tertentu. Kedua analisis ini memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga keduanya dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan permasalahan yang harus diselesaikan. Penelitian Pemodelan di Perkebunan Tebu yang Telah Dilakukan Penelitian tentang model mekanisasi pada perkebunan tebu lahan kering sudah banyak dilakukan, akan tetapi hanya sebatas pada aspek produksi tebu atau

186 160 peralatannya saja. Andayani (1983) melakukan penelitian tentang jadwal tanam dan kebutuhan alat mekanis di pabrik gula Kebon Agung Jawa Timur dengan mempertimbangkan kapasitas giling pabrik, kapasitas kerja peralatan mekanis, dan keadaan iklim daerah penelitian. Suranto (1985) melakukan penelitian di pabrik gula Jatitujuh membahas tentang perencanaan kegiatan pengolahan tanah secara mekanis dengan menggunakan metode jalur lintasan kritis. Pramudya (1989) melakukan penelitian tentang permodelan sistem pada perencanaan mekanisasi dalam kegiatan pemanenan tebu untuk industri gula. Penelitian ini menghasilkan suatu model dari sistem pemanenan tebu secara mekanis sebagai bagian dari manajemen industri gula dengan melakukan analisis perbandingan antara sistem pemanenan secara manual dan mekanis. Model yang dihasilkan adalah model SINENTIS yang dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan pabrik gula atau untuk melakukan evaluasi pada pabrik gula yang sudah beroperasi terutama dalam penggunaan mesin panen tebu. Pertiwi et al. (1992) juga melakukan penelitian tentang bagaimana pemilihan mesin budidaya dengan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) yang memberikan rekomendasi pemilihan untuk satu jenis mesin tertentu berdasarkan pertimbangan ekonomi, teknologi, sosial, dan ukuran rancang bangun. Prabawa et al. (1998) malakukan penelitian tentang model pengadaan alat dan mesin budidaya tebu bagi pabrik gula lahan kering. Model pengadaan pada penelitian tersebut meliputi pemilihan jenis, penentuan jumlah dan analisis biaya alat dan mesin budidaya tebu serta penentuan tingkat keprasan yang optimum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan teknologi memegang peran utama dalam pemilihan alat dan mesin dalam budidaya tebu lahan kering. Sulaiman (2007) melakukan penelitian tentang optimalisasi produksi tebu dengan program linear pada pabrik gula Takalar sulawesi selatan. Penelitian ini menghasilkan model pemanfaatan sumberdaya secara optimal pada tanaman tebu yang dapat meningkatkan produksi secara nyata. Sumberdaya yang dimaksud adalah komposisi varietas, kategori tanam dan masa tanam. Penelitian ini menjadi penting karena penelitian tentang kajian pengelolaan serasah tebu menjadi topik utamanya belum dilakukan, baik dari segi pengelolaannya ataupun pemilihan alat dan mesin yang mendukung pengelolaan

187 161 tersebut. Penelitian tentang kajian pengelolaan serasah tebu yang mencakup penentuan teknologi, jumlah kebutuhan alat dan mesin, analisis biaya dan kelayakan serta pengaruh kompos serasah tebu terhadap keragaan tanaman tebu. Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di kabupaten Takalar. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan yang berlangsung sejak bulan April 2011 sampai dengan bulan Januari Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam perancangan model ini adalah satu unit komputer dan software powersim. Bahan yang digunakan adalah data-data sekunder yang diperoleh dari bagian Risbang PG Takalar. Tahapan Penelitian Tahapan kerja dalam pendekatan sistem dapat dilihat pada Gambar 5.1. tahapan pembuatan model diawali dengan pengamatan dan analisis kebutuhan untuk perancangan model. Tahapan selanjutnya adalah melakukan formulasi masalah yang dilanjutkan dengan identifikasi sistem dan membuat model atau persamaan matematika. Untuk langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi dengan menginput data-data yang telah diperoleh ke dalam model atau persamaan. Hasil simulasi ini menunjukkan apakah model yang dibangun layak atau tidak. Jika model dinyatakan layak maka model dapat diterapkan dalam sistem pengelolaan serasah tebu.

188 162 Mulai Analisis Kebutuhan Kebutuhan Formulasi Masalah Identifikasi Sistem : 1. Diagram Lingkar Sebab Akibat 2. Diagram Input-Output 3. Diagram Alir Permodelan : 1. Diagram Blok Matematik 2. Program Simulasi Model Tidak Layak? Ya Aplikasi Model Pengelolaan Serasah Tebu Evaluasi Periodik Gambar 6.1. Bagan alir pembuatan model Model Dinamik Rancangan model yang dibuat adalah model dinamik sistem pengelolaan serasah tebu secara mekanis pada budidaya tebu lahan kering. Model ini akan digambarkan secara visual melalui diagram lingkar sebab akibat (Causal loop) menggunakan software Powersim.

189 163 Sistem pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering cukup kompleks karena menggabungkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sistem tersebut antara lain; kondisi lahan, ketersedian peralatan mekanis (trash rake), alat pengangkut (trailer atau truk), unit pengomposan (pencacah, pencampuran dan pengadukan serta rumah kompos), aplikator kompos dan sumberdaya manusia. Keberhasilan penerapan sistem ini menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, serta interaksi antara komponen tersebut. Interaksi antar komponen tersebut, atau dengan kata lain interaksi antara tanaman, tanah dan alsintan, merupakan satu aspek yang tidak mudah dikaji. Pengkajian proses interaksi melalui percobaan lapangan membutuhkan biaya banyak dan waktu yang lama. Cakupan studi atau percobaan yang masih terbatas, serta keragaman lingkungan yang tinggi mengakibatkan suatu hasil penelitian pada suatu tempat tidak selalu dapat diterapkan di tempat yang berbeda. Analisis Kebutuhan Proses analisis dengan menggunakan pendekatan sistem perlu mengkaji faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem yang akan dianalisis. Penentuan jumlah alat dan mesin pengelola serasah tebu dapat ditentukan dengan optimal apabila analisis pendekatan yang dilakukan dimulai dengan analisis kebutuhan dari pihak-pihak yang terlibat. Dalam pengelolaan serasah tebu, pihak yang mempunyai kepentingan dan terkait secara langsung adalah pabrik gula yang mengelola perkebunan tebu, perusahaan angkutan yang mengangkut serasah tebu dari lahan ke tempat pengomposan serta tenaga kerja yang melakukan pengelolaan serasah tebu. Pabrik Gula. Usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan oleh pabrik gula adalah unit usaha pengelolaan limbah perkebunan menjadi pupuk organik atau kompos. Unit usaha ini dapat dilakukan karena semua sumber bahan baku dapat diperoleh dari pabrik yang memiliki perkebunan tebu. Usaha untuk memanfaatkan limbah tebu menjadi pupuk organik adalah salah satu program dari pabrik gula yang dapat membantu pemasukan perusahaan. Dalam usaha ini dibutuhkan beberapa peralatan dan mesin yang akan digunakan dalam setiap tahap kegiatan tersebut.

190 164 Penggunaan peralatan dan mesin dalam usaha pengelolaan serasah tebu memerlukan biaya investasi yang tinggi, sehingga diperlukan pengelolaan yang efisien agar dapat tercapai biaya pengelolaan serasah tebu yang rendah. Teknologi pengelolaan serasah tebu yang berupa peralatan mekanis akan sangat membantu pihak perkebunan dalam usahanya untuk memanfaatkan potensi limbah organik menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos membutuhkan beberapa tahap kegiatan dan peralatan mekanis yang memudahkan proses tersebut. Tahapan kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah tebu dengan menggunakan trash rake, pengangkutan serasah tebu menggunakan trailer atau menggunakan truk, pencacahan menggunakan chopper, proses fermentasi atau pengomposan, pencampuran bahan dengan alat loader, penyusunan bahan dengan truk hidrolik dan pengadukan kompos menggunakan composting turner. Selanjutnya untuk aplikasi di lahan digunakan aplikator kompos. Unit Pengomposan Serasah Tebu. Unsur penting dalam pengelolaan serasah tebu. Unit ini akan menampung serasah kemudian mengolahnya menjadi kompos matang yang siap digunakan kembali ke lahan tebu atau dijual. Unit ini terdiri dari rumah kompos yang dilengkapi dengan alat pencacah, pencampur dan pengaduk, penyusun bahan dan tempat pengomposan serta tempat penyimpanan kompos yang telah dikepak siap digunakan atau dijual. Tenaga Kerja. Kegiatan pengelolaan serasah tebu yang menggunakan peralatan mekanis akan membutuhkan beberapa tenaga kerja yang mendukung lancarnya pekerjaan tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan tenaga kerja antara lain : 1) kontinuitas pekerjaan; 2) volume pekerjaan yang memadai; dan 3) tingkat upah yang layak Formulasi Masalah Berdasarkan analisis kebutuhan berbagai pihak yang terlibat dalam sistem pengelolaan serasah tebu selanjutnya dirumuskan masalah yang dihadapi oleh pabrik gula dalam usahanya untuk menjalankan sistem pengelolaan serasah tebu antara lain : 1. Pemanfaatan potensi serasah tebu menjadi kompos 2. Ketersedian tenaga kerja untuk unit pengelolaan serasah tebu

191 Keterbatasan waktu yang tersedia untuk kegiatan pengelolaan serasah tebu 4. Investasi dan biaya dari teknologi pengelolaan serasah tebu 5. Skenario penempatan unit pengelola serasah tebu pada setiap rayon Identifikasi Sistem Sistem pengelolaan serasah tebu secara mekanis merupakan suatu sistem yang dapat menunjukkan interaksi dengan komponen masukan (input) dan sistem lingkungan. Dari sistem ini akan dihasilkan suatu keluaran (output), baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan. Interaksi antar komponen yang saling mempengaruhi akan digambarkan dalam suatu diagram sebab akibat, sedangkan hubungan antara masukan dan keluaran akan digambarkan dalam diagram inputoutput. Model dinamik ini merupakan interaksi antara sistem pengelolaan serasah di lapang (on farm) dan sistem pengelolaan serasah di rumah kompos (off farm). Hubungan timbal balik antara komponen sistem yang berpengaruh pada sistem pengelolaan serasah tebu adalah besarnya produksi serasah, kapasitas kerja trash rake dan trailer, jam kerja, luas lahan, kapasitas kerja pencacah serasah, pencampur dan penyusun kompos, produksi kompos serta aplikator kompos. Sistem pengelolaan serasah tebu secara mekanis pada perkebunan tebu lahan kering terdiri atas beberapa tahap kegiatan antara lain: Pengumpulan serasah tebu. Dilakukan dengan menggunakan peralatan trash rake yang ditarik dengan traktor roda 4. Kapasitas kerja trash rake ini sangat bergantung pada dimensi ukuran trash rake, volume serasah yang terdapat di lahan, dan kecepatan operator dalam mengoperasikan traktor. Pengumpulan ini bertujuan untuk menarik serasah tebu yang berada di tengah lahan perkebunan dan mengumpulkan ke pinggir lahan perkebunan sehing mempermudah proses muatangkut serasah tersebut. Transportasi serasah tebu. Pengangkutan serasah tebu merupakan kegiatan pemindahan serasah tebu yang telah dikumpulkan di tepi lahan areal perkebunan menuju unit pengelolaan serasah untuk diolah menjadi kompos. Jenis alat anggut yang digunakan dapat berupa trailer yang ditarik oleh traktor atau mobil truk. Sistem transportasi serasah tebu memerlukan pengaturan dari interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi penggunaan alat angkut, seperti jadwal pengumpulan serasah, kapasitas pengumpulan serasah, laju pengangkutan, waktu muat dan

192 166 bongkar, serta waktu perjalanan dari dan ke unit pengelolaan serasah. Untuk melakukan analisis sistem pengangkutan serasah tebu, diperlukan komponen waktu yang menyusun sistem transportasi serasah tebu. Komponen waktu ini meliputi waktu pemuatan serasah tebu, waktu perjalanan dari dan ke unit pengelolaan serasah, dan waktu pembongkaran serasah tebu di unit pengelolaan. Pencacahan serasah tebu. Kegiatan ini dilakukan di unit pengeloaan serasah tebu menggunakan alat pencacah chopper yang berfungsi untuk memotong serasah tebu menjadi potongan-potongan yang lebih pendek (1-5 cm) agar memudahkan dalam proses pembuatan kompos. Proses pencacahan ini sangat bergantung pada kapasitas kerja alat pencacah. Pencampuran Bahan Organik. Bahan organik serasah tebu akan mengalami proses dekomposisi lebih cepat bila dicampurkan dengan kotoran ternak sebagai sumber tambahan kandungan Nitrogen dan bioaktivator sebagai mikroba pengurai bahan organik yang masih mentah. Proses pencampuran dilakukan dengan perbandingan 4:1 antara bahan baku dasar dan bahan tambahan. Proses pencampuran bahan ini menggunakan loader. Proses Fermentasi. Salah satu tahap yang membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses pembuatan kompos adalah fermentasi. Serasah tebu yang telah dicacah dicampur dengan bahan organik lain (kotoran ternak dan bioaktivator) difermentasi selama 3 minggu untuk menghasilkan kompos yang matang. Proses fermentasi ini sangat bergantung pada ukuran bahan baku kompos, bahan campuran, dan tempat fermentasi. Untuk menyusun bahan yang akan difermentasi digunakan truk hidrolik. Pengadukan dan pembalikan kompos. Proses ini dibutuhkan agar sirkulasi udara dan panas dapat terjaga sehingga akan dihasilkan kompos yang baik. Pengadukan dan pembalikan dilakukan dengan menggunakan alat berupa composting turner. Aplikasi kompos. Aplikasi kompos dilahan perkebunan tebu tidak memungkinkan untuk dilakukan secara manual karena areal perkebunan sangat luas. Oleh karena itu digunakan aplikator kompos yang dapat mengaplikasikan kompos secara cepat di lahan perkebunan tebu. Kerja aplikator kompos

193 167 dipengaruhi oleh lebar bukaan pintu pengatur dan kecepatan maju traktor saat aplikasi kompos di lahan perkebunan. Produk tivitas Lahan tebu + - On Farm Produksi Serasah tebu - Kap. Kerja: -Trash rake -Trailer + Waktu Kerja - * Luas lahan - - Keb. Jumlah Mesin - Kap. Kerja Aplikator Biaya Tidak Tetap + + Biaya Total Waktu Kerja + Kap. Kerja Pencacah - + Produk Kompos + - Pendapatan + Biaya Tetap + - Kap. kerja Pengayak - Wak tu Kerja - - Kap kerja Penggiling Harga Kompos + Analisis Kelayak an - - Keb. Jumlah Mesin - Off Farm Gambar 6.2. Diagram causal loop model pengelolaan serasah tebu Identifikasi sistem diagram causal loop (sebab-akibat) selanjutnya diinterpretasikan untuk membuat konsep diagram masukan-keluaran (input-output digram). Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis ini memberikan gambaran mengenai produksi serasah, jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan serasah dan produksi kompos

194 168 yang akan mempengaruhi tingkat pendapatan dari kegiatan pengelolaan serasah tebu. Pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap sistem secara lengkap terlihat dalam diagram causal loop pada Gambar 6.2. Gambar 6.2 menunjukkan bahwa setiap komponen akan saling berinteraksi dan mempengaruhi. Sebagai contoh produksi serasah tebu sangat dipengaruhi oleh luas lahan dan jenis varietas yang dikembangkan oleh pihak perkebunan. Untuk meningkatkan produksi tebu dan serasah harus menggunakan varietas unggul. Produksi serasah tebu akan mempengaruhi jumlah kompos yang akan dihasilkan dan jumlah kompos akan berpengaruh terhadap luasan lahan tebu akan diberi kompos. Luas lahan yang diberi kompos akan mempengaruhi tingkat produksi setiap hektar. Masukan Tak Terkontrol 1. Waktu tersedia 2. Luas Panen 3. Produktivitas 4. Tenaga Kerja 5. Harga input Keluaran Yang Diinginkan 1. Produksi Tinggi 2. Penghematan biaya produksi 3. Keuntungan max 4. Kelancaran operasi Model Pengelolaan Serasah Tebu Secara Mekanis Masukan Terkontrol 1. Kapasitas alat dan mesin 2. Jam kerja harian 3. Biaya operasional Keluaran Yang Tak Diinginkan 1. Biaya Tinggi 2. Efisiensi Rendah 3. Antrian Angkutan Kontrol/Manajemen Gambar 6.3. Diagram Masukan-Keluaran model pengelolaan serasah tebu Diagram masukan-keluaran merepresentasikan masukan lingkungan, masukan terkendali dan tak terkendali, keluaran yang dinginkan dan tak

195 169 diinginkan serta manajemen atau control. Sedangkan parameter sistem yang akan dirancang dipresentasikan sebagai kotak hitam (black box) pada bagian tengah diagram, yang menunjukkan terjadinya proses transformasi masukan menjadi keluaran yang terlihat dalam diagram masukan-keluaran pada Gambar 6.3. Berdasarkan diagram causal loop (Gambar 6.2), maka stock flow diagram (Gambar 6.4) model pengelolaan serasah tebu secara mekanis memperlihatkan bahwa produksi serasah merupakan fungsi dari luas lahan dan produktivitas lahan. Produksi serasah tebu merupakan hasil kali luas lahan dengan produktivitas lahan. Untuk kegiatan on farm dan pencacahan serasah, jumlah alat dan mesin akan dipengaruhi oleh kapasitas kerja, waktu kerja dan jumlah serasah tebu. Sedangkan jumlah alat untuk kegiatan off farm dipengaruhi oleh produksi kompos, waktu kerja dan kapasitas kerja alat. BT_Pngmplan BTT_Pngmplan kk_trashrake kk_trailer produksi_tebu Biaya_Pngmplan Persen_serasah Jml_trashrake BT_trnsport Jml_trailer Produksi_serasah kk_pencacah BT_pncch Biaya_trnsport produktivitas_serasah jml_pencacah Luas_lahan Fkompos Kompos Biaya_Pencch BTT_transport jml_aplikator Kotoran_ternak Fkotoran_ternak Campuran_bahan jml_truk_kompos Hrg_kmps kk_aplikator BTT_pencch kk_truk_kompos BTT_aplktr BT_aplktr Biaya_aplktr Pndptn_ktr BTT_truk_kompos Biaya_truk_kompos BT_truk_kompos Biaya_listrik Biaya_Total Pndptn_bersih Biaya_bahan Jml_truk_bahan BT_truk_bahan Biaya_truk_bahan Biaya_loader Jml_Loader BT_Loader Kk_truk_bahan BTT_truk_bahan Gaji_staf BTT_Loader Biaya_pengaduk Gaji_ka_unit Gaji_manajer BTT_pengaduk Jml_pengaduk BT_pengaduk Gambar 6.4. Stock flow diagram sistem pengelolaan serasah tebu

196 170 Pada diagram causal loop terlihat bahwa tingkat pengeluaran biaya akan dipengaruhi oleh biaya tetap dan biaya tidak tetap dari masing-masing alat yang digunakan. Jumlah alat dan jam kerja sangat mempengaruhi besarnya biaya yang akan dikeluarkan dalam kegiatan pengelolaan serasah tebu. Besarnya pendapatan yang akan diperoleh oleh perusahaan dari kegiatan pengelolaan serasah tebu ini dipengaruhi oleh harga jual, produksi kompos dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Harga jual dan produksi kompos yang tinggi serta biaya minimal yang dikeluarkan akan memaksimalkan pendapan yang diperoleh. Hasil dan Pembahasan Simulasi model berdasarkan Stock flow (Gambar 6.4) memperlihatkan sistem pengelolaan serasah tebu akan dipengaruhi oleh produksi serasah tebu di lahan perkebunan. Simulasi model pengelolaan serasah tebu secara mekanis dilihat dari jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan dan biaya yang diperlukan dalam kegiatan ini, sehingga dapat diketahui perilaku sistem pada model tersebut. Perilaku pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan serasah tebu dapat dilihat pada Gambar 6.5. Model yang dibuat adalah model dinamik yang digunakan untuk menghitung kebutuhan alat dan mesin, menghitung biaya, produksi kompos dan keuntungan yang akan diperoleh dalam pengelolaan serasah tebu di pabrik gula. Dalam model perhitungan ini tidak termasuk biaya investasi teknologi dan tempat pengomposan. Grafik pendapatan bersih menunjukkan bahwa pada awal pengelolaan serasah tebu, usaha belum mendapat keuntungan, bahkan mengalami kerugian akibat dari investasi biaya pengelolaan yaitu sebesar Rp Pendapatan bersih yang akan diperoleh, setelah serasah tebu diolah menjadi kompos. Pendapatan bersih unit pengelolaan serasah tebu memperlihatkan peningkatan mulai tahun pertama sebesar Rp hingga terakumulasi menjadi Rp pada tahun ke-12. Nilai yang ditunjukkan pada grafik di atas memperlihatkan peningkatan besarnya pendapatan yang akan diperoleh yang dipengaruhi oleh produksi

197 171 kompos. Produksi kompos dapat meningkat jika luas lahan atau produktivitas lahan meningkat. Berdasarkan potensi luas lahan yang dimiliki oleh PG Takalar, maka peningkatan produksi serasah masih sangat memungkinkan karena luas lahan yang gunakan dalam model ini hanya 70% dari potensi luas lahan yang dimiliki PG Takalar. Selain itu produktivitas lahan sangat mungkin untuk ditingkatkan karena produktivitas lahan saat ini adalah 54% dari produktivitas tertinggi yang pernah dicapai PG Takalar. Penggunaan varietas unggul dalam budidaya tanaman tebu lahan kering tidak hanya berpengaruh terhadap peningkatan tebu saja, tetapi juga akan dapat meningkatkan produksi bahan kering berupa serasah tebu di lapang. Varietas unggul memiliki keunggulan dalam hal potensi hasil dan mampu menghasilkan tebu hingga 119 ton/ha dengan rendemen 11.7 persen, maka potensi hablur gula adalah 13.9 ton/ha (vaietas PS 881). Tabel 6.1. Pendapatan bersih, biaya total dan pendapatan kotor pengelolaan serasah tebu dari tahun ke-1 sampai ke-12. Tahun Produksi_serasah Biaya_Total Pndptn_ktr Pndptn_bersih e e9 32,860, e e e10 65,720, e e e10 98,580, e e e10 131,440, e e e10 164,300, e e e10 197,160, e e e10 230,020, e e e10 262,880, e e e11 295,740, e e e11 328,601, e e e11 361,461, e e e11 394,321, e e e11 Hasil ini menggambarkan bahwa dalam sistem pengelolaan serasah tebu mekanis terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar komponenkomponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu. Baik komponen pada pengelolaan on farm maupun off farm. Perubahan nilai input atau masukan dari setiap komponen akan mempengaruhi nilai komponen yang lain. Produksi serasah tebu merupakan fungsi dari produksi tanaman tebu itu sendiri, semakin meningkat produksi tebu maka akan semakin meningkat pula produksi serasah tebu. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi tanaman

198 172 tebu juga akan mempengaruhi produksi serasah tebu. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1) teknk budidaya; 2) Kategori tanam; 3) masa tanam dan tebang; 4) varietas; 5) iklim; dan 6) lahan. 2e11 1e11 1e11 Pndptn_bersih 1e11 8e10 6e10 4e10 2e Tahun Gambar 6.5. Grafik pendapatan bersih perusahaan selama 12 tahun Pramuhadi (2007) menyatakan bahwa Produktivitas tebu lahan kering merupakan fungsi dari faktor genetik tanaman, faktor lingkungan, dan faktor tindakan budidaya tanaman. Produktivitas tebu bisa mencapai maksimum apabila ketiga faktor tersebut pada kondisi optimum. Faktor genetik yang biasa digunakan sebagai penentu produksi tebu adalah varietas atau genotip. Penggunaan varietas unggul akan dihasilkan pertumbuhan dan produksi tebu yang tinggi. Hasil penelitian Sulaiman (2007) menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya secara optimal pada tanaman tebu dapat meningkatkan produksi secara nyata. Sumberdaya yang dimaksud adalah komposisi varietas, kategori tanam dan masa tanam. Hasil analisis mengenai pemanfaatan sumberdaya tersedia dapat memberikan produksi tebu maksimal, yaitu ton pada luasan ha, sedangkan produksi tebu sebelum dioptimalkan hanya berkisar ton pada luas areal kebun yang sama. Produksi tebu setelah dioptimalkan menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar 115% dibandingkan produksi tebu sebelum dioptimalkan pada tahun 2003 atau produktivitas rata-rata ton/ha menjadi ton/ha.

199 173 Faktor lingkungan, seperti jenis tanah, ketinggian tempat, letak geografis, dan iklim menjadi penentu produksi tebu karena lingkungan mempengaruhi ketersediaan sinar matahari, udara, dan air sehingga lingkungan berperan sebagai sarana atau media bagi tebu untuk beradaptasi dan tumbuh hingga panen. Tanah berperan sebagai media bagi tegaknya tanaman, perkembangan akar, dan bersama-sama dengan air berperan sebagai media penyerapan nutrisi (unsur hara) oleh akar-akar tanaman. Faktor tindakan budidaya tanaman merupakan faktor tindakan manusia untuk menumbuhkan tebu dengan sebaik-baiknya supaya produksi tebu tinggi melalui penerapan teknik budidaya tebu mulai dari pengolahan tanah, penanaman, dan pemeliharaan tanaman hingga panen. Pramuhadi (2007) menyatakan bahwa aplikasi metode pengolahan tanah minimum menghasilkan densitas tanah optimum yang menyebabkan pertumbuhan dan produksi gula mencapai maksimum. Metode subsoiling moldboard plowing disk harrowing furrowin merupakan metode pengolahan tanah paling optimum pada budidaya tebu lahan kering pada tanah Ultisol di Lampung Tengah, Lampung. Simulasi Model Simulasi struktur model merupakan proses untuk mengetahui hasil berdasarkan model dan nilai yang diinput. Untuk melakukan perancangan dan justifikasi seorang pembuat model harus mengumpulkan informasi atau data sebanyak mungkin atas sistem yang menjadi objek penelitian. Informasi ini dapat berupa pengalaman dan pengetahuan dari orang yang memahami mekanisme kerja pada sistem atau berasal dari studi literatur. Proses ini bertujuan untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata yang berkaitan dengan model pengelolaan serasah tebu secarah mekanis. Data yang digunakan pada input model ini adalah data produksi PG Takalar pada tahun 2011 produksi serasah kg, luas lahan ha dengan beberapa asumsi seperti umur ekonomis traktor, trash rake, trailer, aplikator, chopper, composting turner, loader dan truk masing-masing 12 tahun, bunga modal 12%, asuransi 1.24%, jam kerja 800 jam/tahun, harga solar Rp /liter, harga listrik Rp 1 570/kWh, harga pelumas Rp /liter, umur

200 174 pakai ban jam, upah tenaga kerja Rp /jam dan investasi bangunan Rp Dalam model ini yang menjadi masukan antara lain biaya tetap (BT) dan tidak tetap (BTT) setiap alat dan mesin, harga kompos dan kapasitas kerja alat dan mesin. Berikut adalah struktur model pengelolaan serasah tebu secara mekanis : init Produksi_serasah = 0 flow aux aux aux aux aux aux Produksi_serasah = +dt*produktivitas_serasah produktivitas_serasah = Luas_lahan*Persen_serasah*produksi_tebu Biaya_aplktr = (BTT_aplktr+BT_aplktr)*jml_aplikator Biaya_loader = (BTT_Loader+BT_Loader)*Jml_Loader Biaya_Pencch = (BTT_pencch+BT_pncch)*jml_pencacah Biaya_pengaduk = (BT_pengaduk+BTT_pengaduk)*Jml_pengaduk Biaya_Pngmplan = (BTT_Pngmplan+BT_Pngmplan)*Jml_trashrake aux Biaya_Total = Biaya_aplktr + Biaya_loader + Biaya_Pencch + Biaya_truk_kompos + Biaya_truk_bahan + Biaya_trnsport + Biaya_Pngmplan + Biaya_bahan + Biaya_pengaduk + Gaji_staf + Biaya_listrik aux aux Biaya_trnsport = (BTT_transport+BT_trnsport)*Jml_trailer Biaya_truk_bahan = (BTT_truk_bahan+BT_truk_bahan)*Jml_truk_bahan aux Biaya_truk_kompos = (BTT_truk_kompos + BT_truk_kompos) * jml_truk_kompos aux aux aux aux aux aux Campuran_bahan = Produksi_serasah+Kotoran_ternak Gaji_staf = Gaji_ka_unit+Gaji_manajer jml_aplikator = Kompos/kk_aplikator jml_pencacah = Produksi_serasah/kk_pencacah Jml_trailer = Produksi_serasah/kk_trailer Jml_trashrake = Produksi_serasah/kk_trashrake

201 175 aux aux aux aux aux aux Jml_truk_bahan = Campuran_bahan/Kk_truk_bahan jml_truk_kompos = Kompos/kk_truk_kompos Kompos = Campuran_bahan*Fkompos Kotoran_ternak = Fkotoran_ternak*Produksi_serasah Pndptn_bersih = Pndptn_ktr-Biaya_Total Pndptn_ktr = Hrg_kmps*Kompos const Biaya_bahan = const Biaya_listrik = const BT_aplktr = const BT_Loader = const BT_pengaduk = const BT_pncch = const BT_Pngmplan = const BT_trnsport = const BT_truk_bahan = const BT_truk_kompos = const BTT_aplktr = const BTT_Loader = const BTT_pencch = const BTT_pengaduk = const BTT_Pngmplan = const BTT_transport = const BTT_truk_bahan = const BTT_truk_kompos = const Fkompos = 0.44

202 176 const Fkotoran_ternak = 0.25 const Gaji_ka_unit = const Gaji_manajer = const Hrg_kmps = const Jml_Loader = 3 const Jml_pengaduk = 3 const kk_aplikator = const kk_pencacah = const kk_trailer = const kk_trashrake = const Kk_truk_bahan = const kk_truk_kompos = const Luas_lahan = const Persen_serasah = 0.25 const produksi_tebu = Jangka Waktu Pengelolaan Serasah Tebu dalam Satu Periode Pengelolaan serasah tebu selama satu periode membutuhkan waktu selama 333 hari untuk seluruh rangkaian kegiatan. Kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah, pengangkutan serasah, pencacahan serasah, fermentasi bahan, aplikasi kompos dan penyimpanan. Tabel 5.2 dan Gambar 5.4 menunjukkan lama setiap kegiatan dalam pengelolaan serasah tebu. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengumpulan dan pengangkutan serasah adalah 100 hari, pencacahan serasah membutuhkan waktu 254 hari, fermentasi membutuhkan waktu 30 hari dan aplikasi kompos 83 hari. Waktu pengelolaan akan membantu pihak manajemen untuk menentukan berapa luasan yang dibutuhkan untuk membangun unit pengelolaan serasah tebu pada setiap rayon. Tempat pengelolaan serasah tebu terdiri dari tempat bahan baku, pencacahan, pencampuran, fermentasi, dan penyimpanan sementara.

203 177 Tabel 6.2. Lama waktu (hari) tiap kegiatan dan berat bahan (kg) pada pengelolaan serasah tebu Uraian Kegiatan Waktu (hari)/berat (kg) Waktu Pengumpulan serasah 100 hari Waktu Pencacahan 254 hari Waktu Aplikasi Kompos 83 hari Waktu Pengomposan 30 hari Berat Total Serasah Tebu kg Berat Total Bahan Campuran kg Berat Serasah+Bahan Campuran kg Berat Total Kompos kg Kapasitas Max Gudang kg Berat kompos yang diaplikasi kg

204 178 Satu periode pengelolaan kompos (1 musim) 0 Gambar 6.6. Waktu dan berat bahan setiap kegiatan pengelolaan serasah tebu.

205 179 Simpulan dan Saran Simpulan Model yang dirancang dapat dijalankan dengan baik untuk menghitung biaya dan pendapatan yang diperoleh dalam pengelolaan serasah tebu secara mekanis. Hasil menunjukkan bahwa dalam model pengelolaan serasah tebu terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar komponen-komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, baik komponen on farm maupun off farm. Perubahan nilai input atau masukan dari setiap komponen akan mempengaruhi nilai komponen yang lain. Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis merupakan suatu kajian rekayasa yang dapat digunakan untuk merancang usaha pengelolaan serasah tebu pada budidaya tebu lahan kering. Saran Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pabrik gula yang membudidayakan tebu pada lahan kering untuk mengembangkan usaha ini. Daftar Pustaka Andayani Penentuan Jadwal Tanam Dan Kebutuhan Alat Mekanis Di Pabrik Gula Kebon Agung Jawa Timur. [Skripsi] Bogor. Fakultas Tektologi Pertanian IPB. Bogor Dent, JB and JR Anderson System Analysis in Agricultural Mangement. John Wiley & Sons Australia Pty. Ltd Dent, JB and MJ Blackie System Simulation in Agriculture. Applied Science Publisher Ltd. London. Gittinger, Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Eds (II). Universitas Indonesia Press. Johns Hopkins. Jakarta Irwanto AK Ekonomi Enjiniring di Bidang Mekanisasi Pertanian. Jurusan Keteknikan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Manetsch, TJ. And GL. Park System Analysis And Simulation With Application To Economic And Social Sistem. Departement of Elecrical Engineering And System Science. Michigan Stete University. East Lansing. Michigan.

206 180 Prabawa, S. Pramudya, B. dan Chozin, M. A, Model Pengadaan Alat dan Mesin Budidaya Tebu Bagi Pabrik Gula Di Lahan Kering. Buletin Keteknikan Pertanian Vol. 14 nomor 3, Desember Pp Pramudya, B Permodelan system pada Perencanaan Mekanisasi Dalam Kegiatan Pemanenan Tebu untuk Industri Gula. [Disertasi]. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Pramuhadi G Produktivitas Tebu Lahan Kering pada Berbagai Metode Pengolalahan Tanah. Prosiding Seminar Perteta. Makassar, 3-5 Agustus Pp Pertiwi, S,. B. Pramudya, dan M. Djojomartono Analitic Hierarchy Process for Machinery Selection. Jurnal Teknik Pertanian 2(1) :p Sulaiman A Optimalisasi Produksi Tebu Dengan Program Linear Pada PG Takalar Sulawesi Selatan. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 21 No. 4. P Suranto, DD Perencanaan dan Pengendalian Aktivitas Pengolahan Tanah Secara Mekanis di Pabrik Gula Jatitujuh. [Sripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

207 181 VII. PEMBAHASAN UMUM Serasah tebu merupakan sisa panen tanaman tebu yang tertinggal di lahan perkebunan berupa daun, pucuk dan batang tebu yang tidak terangkut ke pabrik. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan kembali ke lahan perkebunan tebu sebagai mulsa dan pupuk organik. PG Takalar melakukan pembakaran untuk mengatasi masalah serasah tebu. Ini dilakukan karena serasah tebu dapat mengganggu dan menghalangi pengoperasian alsin pada saat pengolahan lahan seperti pengeprasan dan proses pemutusan akar (pedot oyot) untuk tanaman ratoon. Apabila tidak dibakar, serasah tebu akan bertumpuk pada peralatan di belakang traktor, akibatnya peralatan akan menjadi sangat berat sehingga membutuhkan daya yang besar dan bahan bakar yang lebih banyak. Pembakaran serasah tebu merupakan cara yang paling mudah untuk mengatasi masalah yang akan ditimbulkan akibat dari penumpukan serasah di lahan perkebunan. Akan tetapi cara ini akan menimbulkan beberapa kerugian dan dampak negatif bagi lingkungan. Beberapa kerugian akibat dari pembakaran serasah tebu yang saat ini masih dilakukan oleh PG Takalar antara lain : 1) Kehilangan potensi sumber bahan organik atau sumber bahan baku pupuk kompos. Potensi yang disia-siakan adalah ton untuk musim giling 2011; 2) Degradasi lahan dalam bentuk perubahan sifat fisik dan kesuburan tanah berkurang. Hasil penelitian Erawan (2006) menunjukkan bahwa beberapa saat setelah mengalami pembakaran kerapatan lindak (bulk density) mengalami kenaikan sebesar 0.25 g/cc yang diakibatkan oleh pengembangan koloid-koloid tanah sehingga tanah menjadi padat. Persentase ruang pori mengalami penurunan sebesar 9.33% karena adanya partikel-partikel abu sisa pembakaran yang masuk dan mengisi ruang pori, serta adanya pengembangan koloid yang mempersempit ruang pori tanah. Air yang tertahan pada pori tanah mengalami penguapan akibat pembakaran sehingga menurunkan persentase jumlah air tersedia sebesar 0.72%. Selain menurunkan jumlah pori tanah dan air tersedia, pembakaran juga merusak struktur dan stabilitas agregat tanah sehingga permeabilitas tanah menurun. Parameter sifat kimia seperti ph mengalami kenaikan sebesar 0.16 akibat dari abu sisa pembakaran serta terjadinya

208 182 proses pertukaran ion pada koloid tanah yang menyebabkan adanya supply OH - dari abu sisa pembakaran serta terjadinya proses pertukaran ion pada koloid tanah yang menyebabkan gugus hidrogen (H + ) terputus dan tergantikan oleh unsur lain seperti Mg 2+, dan K + sehingga ketersediaan unsur magnesium dan kalium setelah perlakuan mengalami kenaikan masing-masing sebesar 1.5 me/100g dan mg/kg. Begitu pula dengan fosfor dalam bentuk H 2 PO 4 setelah mengalami perlakuan terjadi peningkatan sebesar mg/kg, karena koloid tanah yang mengandung unsur Al 2+, Fe 3+, dan Mn 2+ bereaksi dengan fosfat dalam pertukaran gugus Hidroksil (OH - - ) dan merubah muatan H 2 PO 4 menjadi H 2 PO 4 ; 3) Dapat menyebabkan pencemaran atau polusi udara bagi lingkungan sekitar akibat asap pembakaran dan membahayakan pemukiman penduduk di sekitar lahan perkebunan; 4) Mematikan biota tanah, akibat panas yang ditimbulkan dari pembakaran serasah: 5) Menyebabkan global warming. Penumpukan gas CO 2 yang pada lapisan ozon akan memberikan efek rumah kaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata potensi ketersediaan serasah tebu pada PG Takalar adalah 19.96% atau 20% dari setiap batang tanaman tebu atau rata-rata 9.60 ton/ha dari musim giling , sedangkan potensi ketersediaan serasah tebu untuk perkebunan tebu di pulau Jawa berdasarkan hasil penelitian Toharisman (1991) rata-rata mencapai ton/ha. Terdapat perbedaan yang jauh antara potensi serasah tebu antara di PG Takalar Sulawesi Selatan dengan PG-PG yang ada di pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh cara atau sistem pembudidayaan tanaman tebu yang mempengaruhi produktivitas tanaman tebu. Untuk PG Takalar tanaman tebu dibudidayakan pada lahan kering, sedangkan sebagian besar PG-PG di pulau Jawa menggunakan lahan basah atau sawah dengan sistem reynoso. Proses pembuatan kompos yang dilakukan dengan mencampur serasah tebu sebagai bahan dasar dan kotoran sapi sebanyak 25% dari berat serasah tebu, akan menghasilkan berat kompos 44% atau campuran tersebut akan susut sekitar 56% dari berat bahan dasar. Dari data produksi tahun 2011, maka PG Takalar memiliki potensi kompos sebanyak ton. Areal perkebunan tebu di Indonesia yang begitu luas menyebabkan kegiatan sistem pengelolaan serasah tebu hanya mungkin dilakukan dengan mekanisasi.

209 183 Jumlah kebutuhan alat dan mesin pengelolaan didasarkan pada kapasitas kerja masing-masing alat yang tersedia di lokasi penelitian dan berdasarkan data luas lahan musim panen tahun 2011 yaitu seluas ha, maka jumlah total traktor yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu adalah 48 unit, trash rake 13 unit, trailer 31 unit dan aplikator 4 unit. Sedangkan untuk kegiatan pengomposan dibutuhkan pencacah 18 unit, truk 3 unit, pengaduk (composting turner) 3 unit dan loader (pencampur/pengangkat) 3 unit. Aplikasi kompos memiliki kendala pada perkebunan tebu lahan kering disebabkan oleh luasnya areal perkebunan yang mencapai ribuan hektar sehingga aplikasi secara manual tidak memungkinkan untuk dilakukan. Keberadaan aplikator kompos akan sangat membantu dalam aplikasi kompos di lahan perkebunan. Alat pemupuk kompos atau aplikator kompos di lapang merupakan alat yang dirancang khusus untuk mengaplikasikan pupuk organik atau kompos ke dalam tanah di antara atau di sela tanaman tebu dengan kedalaman dan dosis kompos tertentu. Alat ini terdiri dari chisel yang berfungsi sebagai pembuka alur, lubang penjatah tempat keluarnya kompos, pengatur jumlah keluarnya kompos (metering device), auger penyalur, dan kotak pupuk. Alat ini akan beroperasi dengan cara digandeng oleh traktor penarik yang dilengkapi dengan drawbar pull sebagai tenaga penarik. Konveyor sabuk akan bergerak dengan tenaga yang bersumber dari putaran poros roda aplikator. Hasil pengujian menunjukkan bahwa prototipe aplikator dengan penjatah tipe belt conveyor dapat berfungsi dengan baik dan mampu mengaplikasikan kompos dengan dosis tinggi (15 ton/ha).. Hasil pengomposan serasah tebu menghasilkan kompos matang yang memiliki C/N rasio Hal ini menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan yang tertuang dalam SNI tentang persyaratan kompos yang harus memiliki C/N rasio antara dan Permentan Nomor 2 tahun Akan tetapi untuk kandungan C organik masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan standar SNI yaitu % atau Permentan yaitu >12%. Kandungan C organik kompos serasah tebu hanya 4.11% dan N organik 0.32%. Kandungan C dan N

210 184 organik kompos serasah tebu ini dapat ditingkatkan dengan menambah atau meningkatkan persentase bahan organik pencampur seperti kotoran ternak. Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Setelah aplikasi kompos selama 4 bulan terlihat bahwa kandungan bahan organik mengalami peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan C dan N organik masing-masing mengalami peningkatan jumlah 8% dan 21% jika dibanding dengan kandungan bahan organik pada awal penelitian. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos tidak memberikan pengaruh terhadap persentase kadar air. Kompos pada prinsipnya dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Rata-rata nilai bulk density yang tertinggi terdapat pada lapisan atas permukaan tanah (0-10 cm) yaitu 1.32 g/cc. Ini disebabkan oleh adanya kegiatan budidaya pada saat pemeliharaan dan perawatan yang menggunakan peralatan mekanis dan traktor sebagai tenaga penariknya. Selama 5 bulan pemeliharaan tanaman tebu ratoon 4 telah dilakukan 3 kali perlintasan traktor, masing-masing satu kali sebelum aplikasi pemberian kompos yaitu pada kegiatan interrow atau pedot oyot, pada saat aplikasi pemberian kompos, dan kegiatan pembumbunan. Kegiatan budidaya tanaman dengan menggunakan peralatan mekanis dan traktor sebagai tenaga penarik dapat menggemburkan tanah pada lapisan olah tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada lapisan tertentu yaitu di bawah lapisan olah. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos hanya berpengaruh pada lapisan permukaan tanah (0-10 cm) terhadap nilai bulk density. Ini disebabkan kompos yang diberikan hanya sampai kedalaman 10 cm. Pemberian kompos 15 ton/ha dapat menurunkan nilai bulk density sebesar 0.22 g/cc atau turun sebesar 16.7%. Selain berguna bagi tanaman kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah dan mengurangi efek pamadatan tanah akibat berat mesin yang digunakan dalam proses pemeliharaan tanaman tebu.

211 185 Nilai bulk density juga dipengaruhi oleh kadar air tanah di lapang pada saat mesin beroperasi dan pada saat pengambilan sampel tanah. Pemadatan tanah akibat intensitas lintasan traktor bersumber dari adanya tekanan dari roda traktor yang mendesak air dan udara sehingga daerah yang dipengaruhi tekanan menjadi lebih padat dan secara langsung dapat meningkatkan nilai bulk density tanah. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa pengaruh perlakuan pemberian bahan organik berupa kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan menurunkan nilai bulk density dan meredam terjadinya pemadatan tanah akibat aktivitas pemeliharan tebu yang menggunakan peralatan mekanis dan traktor. Hasil pengukuran tahanan penetrasi setelah tebu ratoon berumur 4 bulan menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos memberikan pengaruh terhadap tahanan penetrasi. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan pada petak yang sama dengan pengukuran bulk density tanah. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan dengan menggunakan penetrometer SR-2. Adanya aktivitas pada lahan perkebunan yang menggunakan traktor tentu saja akan mempengaruhi nilai tahanan penetrasi tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan pada kedalaman 0-10 cm menyebabkan tanah di permukaan menjadi gembur. Pengolahan tanah dangkal dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah di bawah lapisan olah akibat mendapat gaya tekan yang besar dari roda traktor yang menyebabkan tanah mengalami pemampatan dan menjadi padat. Peningkatan nilai tahanan penetrasi dan bulk density menunjukkan adanya peningkatan kepadatan tanah sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas budidaya yang menggunakan traktor. Hal ini terjadi diduga karena pemampatan partikelpartikel tanah sehingga ruang pori tanah menjadi semakin sempit atau kecil. Peningkatan nilai tahanan penetrasi tanah juga disebabkan oleh persentase kadar air tanah di lapang pada saat pengukuran. Persentase kadar air tanah yang rendah dapat meningkatkan nilai tahanan penetrasi tanah. Untuk mendapatkan gambaran yang sama akan status kepadatan tanah suatu lokasi budidaya tebu perlu ditetapkan melalui kesepakatan bersama metoda pengukuran dan penilaian kepadatan tanah. Bowen (1981) dalam Sembiring (2007) menyatakan bahwa ketahanan tanah pada pemadatan ditentukan oleh kekuatan mekanisnya. Kekuatan mekanis tanah mengandung dua komponen yaitu

212 186 kekuatan kohesi dan kekuatan gesekan. Nilai dari kedua komponen ini sangat tergantung pada kandungan air, distribusi ukuran partikel, bentuk partikel termasuk kekasarannya, ukuran agregat, komposisi ion dan konsentrasinya pada larutan tanah, kandungan organik, tipe mineral liat, sejarah sebelumnya dari contoh. Kuipers (1980) dalam Sembiring (2007), juga telah mengungkap bahwa pemadatan hanya akan terjadi bila tekanan cukup besar menggerakkan partikel tanah dan hanya bila perpindahan ini mengurangi jarak dari titik dimana gaya bekerja. Meskipun luasan pembebanan makin besar diikuti dengan pergerakan volume tanah yang lebih besar, tapi pemadatan dapat terhindar dari adanya kemungkinan pergerakan kesamping. Pemadatan membutuhkan tekanan dari semua sisi dan karenanya data distribusi tekanan pada tanah akan sangat berharga meskipun sulit didapat. Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa tingkat pemadatan tanah sangat mungkin berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan di suatu lokasi usaha pertanian. Pada suatu perkebunan tebu kepadatan tanah yang diukur dapat beragam dikarenakan perbedaan jenis tanah, sejarah pertanaman, waktu pengukuran dan lainnya. Oleh karena itu perlu mengembangkan suatu metoda pengukuran kepadatan tanah dimana dengan metoda tersebut pengukuran data kepadatan tanah suatu lokasi dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Adanya data pertalian antara tingkat kepadatan tanah suatu lokasi dengan perkembangan akar, pertumbuhan, atau produktifitas tanaman dapat sebagai dasar penetapan tindakan pengolahan tanah dari satu blok ke blok lain di suatu lokasi. Sebagai contoh Trouse dan Humbert (1951) dalam Sembiring (2007), melaporkan hasil penelitian di tanah hydrol humic latosol Hawaii yaitu penurunan perkembangan akar tebu mulai teramati pada berat isi 0.56 dan berhenti pada 1.05 g/cc. Pada tanah low humic latosol tidak ada penyimpangan atau hambatan pada distribusi akar tebu ketika berat isi tanah dibawah 1.02 g/cc dan pada 1.12 g/cc distribusi akar sedikit berkurang sampai pada 1.25 g/cc distribusi masih memadai meskipun mulai cenderung tumbuh menyudut dan sedikit mendatar, sampai berat isi 1.52 g/cc pertumbuhan akar sangat berkurang dan memutar tidak dapat menembus lapisan padat. Pada gray hydromorphic clays, tanaman ratoon mangalami masalah serius pada kerapatan isi 1.75 g/cc. Notojoewono (1960) dalam Sembiring (2007)

213 187 menyatakan bahwa pada tanah subur dan gembur akar tanaman tebu dapat berkembang sampai kedalaman 1-2 meter. Pada tanah padat akar tebu percabangannya pendek. Pada drainase baik perakaran dapat mencapai 1.2 meter. Setiap lokasi memiliki sifat pemadatan masing-masing karenanya usahausaha memperlambat proses pemadatan tanah atau menurunkan kepadatan tanah perlu dikaji untuk masing-masing lokasi. Menurut Cheng (1968) dalam Yuschal et al. (1986) bahwa di Taiwan, kedalaman pengolahan tanah subsoil sampai 45 cm dapat menambah 20-30% hasil tebu dibandingkan dengan cara konvensional, dan Fernandes et al.1978 yang melaporkan kondisi disuatu tempat di Brazil yaitu pengolahan tanah subsoil hanya efektif pada tanah yang mempunyai lapisan padat serta pada tanah latosol gelap pengolahan sampai kedalaman cm menurunkan produksi tebu. Yuschal (1986) telah melaporkan hasil penelitiannya di PG Bunga Mayang Lampung, dengan kesimpulan pengolahan tanah tanpa sub soiling menurunkan berat isi tanah sebesar g/cc pada kedalaman 0-30 cm dan g/cc pada kedalaman cm, sedangkan pada pengolahan tanah yang diikuti sub soiling penurunan berat isi tanah sebesar g/cc pada kedalaman 0-30 cm dan g/cc pada kedalaman cm. Soane (1980) dalam Sembiring (2007) menyatakan bila lalu lintas roda diidentifikasi sebagai penyebab masalah degradasi tanah maka butuh penelaahan apakah perubahan dalam rancangan atau operasi kendaraan digunakan dapat mengurangi atau meniadakan masalah tersebut. Ada tiga pilihan lalu lintas kendaraan di lapang yang telah banyak dibicarakan yaitu lintasan terkendali, pengurangan lintasan, dan lintasan tidak dikendalikan. Hasil pengukuran tinggi tanaman tebu memperlihatkan bahwa pada petak perlakuan kompos memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik daripada petak perlakuan tanpa kompos. Pada perlakuan kompos menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tebu adalah 53.7 cm setiap bulannya sedangkan untuk perlakuan tanpa kompos hanya mengalami rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 51.1 cm setiap bulan. hal ini menunjukkan bahwa kompos memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman tebu. Penambahan bahan organik seperti kompos sangat berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah karena kompos yang kaya akan bahan organik

214 188 dapat mempengaruhi ketersediaan N-total, P tersedia, K tersedia dan menghasilkan asam humik yang berpengaruh pada KTK tanah. Asam humik membantu ketersediaan P melalui pembentukkan kation bivalen dan trivalent. Asam sitrat efektif menurunkan serapan P oleh alumunium (Al) dan besi (Fe). Humus dapat menetralisir dan menurunkan serapan unsur-unsur beracun bagi tanaman. Keracunan tanaman karena Al berkurang dengan adanya bahan organik. Serasah tebu merupakan sumber bahan organik yang dapat berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, akan tetapi bila tidak dikelola dengan baik maka akan dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan dapat mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan tanaman karena immobilisasi hara, menjadi tempat berkembang biak bagi organisme patogen tanaman, dan dapat mengganggu pengoperasian alat pada saat pengolahan lahan. Serasah tebu sebelum mengalami penguraian atau pelapukan oleh mikroorganisme tidak berguna bagi tanaman karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan kompos serasah tebu sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah pertanian. Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : 1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal kompos; 2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas ; dan 3) mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Aplikasi kompos dapat diberikan pada tanaman tebu pertama (PC) maupun ratoon. Pada tanaman PC aplikasi kompos dilakukan pada saat tanam dalam juringan, maupun dalam larikan setelah tanaman tumbuh. Cara terakhir tersebut sering dilakukan pada tanaman keprasan (ratoon). Pemberian kompos yang berasal dari limbah padat industri gula telah dicoba pada tanaman tebu di berbagai wilayah PG di Indonesia. Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi dan produktivitas gula. Pemanfaatan kompos serasah tebu ke lahan perkebunan akan memberikan dampak pada peningkatan produksi dan rendemen tebu. Hasil penelitian yang dilakukan Wargani et al. (1988) menunjukkan bahwa pemberian kompos yang berasal dari limbah padat

215 189 pabrik gula dengan dosis 10 ton/ha dapat meningkatkan bobot tebu sebanyak 7.2 sampai 16.9 ton/ha dan hasil percobaan Hutasoit dan Toharisman (1993) menunjukkan bahwa pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16.8 ton/ha. Penghematan biaya produksi akan diperoleh perusahaan dengan menggunakan kompos serasah tebu sebagai pupuk untuk tanaman tebu. Penggunaan kompos serasah tebu dapat dikombinasi dengan pupuk anorganik sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat dikurangi dosisnya. Selain itu, penggunaan kompos di lahan tebu akan membuat tanah menjadi lebih gembur sehingga akan menghemat daya dan bahan bakar saat pengolahan lahan. Penggunaan kompos serasah tebu pada tanaman tebu akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman dan akan meningkatkan produksi tebu dan dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan bagi perusahaan. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan dengan dosis 15 ton/ha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan 600 kg/ha urea, maka pemberian kompos 15 ton/ha dapat menghemat penggunaan pupuk urea hingga 17.8%. PG Takalar dapat memilih dua alternatif model pengelolaan serasah tebu. Pertama, model alternatif satu, dengan memusatkan unit pengelolaan pada satu tempat. Kedua, model alternatif dua, dengan membuat unit pengolahan serasah tebu menjadi 3 unit atau rayon berdasarkan jarak dan luas lahan, dimana pembagian ini berdasarkan pembagian lokasi pada PG Takalar yaitu terbagi atas 3 rayon yang dikelompokkan berdasarkan jarak lahan perkebunan dengan pabrik gula. Unit pengelolaan dengan model alternatif satu menempatkan unit pengolahan di tengah areal perkebunan dengan jarak lahan terjauh mencapai radius 15 km. Sedangkan model alternatif dua yang menempatkan unit pengelolaan serasah tebu pada setiap rayon, maka jarak lahan terjauh hanya mencapai radius 5 km. Kegiatan pengelolaan serasah tebu membutuhkan investasi bangunan dan teknologi. Oleh karena itu diperlukan analisis biaya dan kelayakan sebelum kegiatan tersebut dilakukan. Analisis ini berguna untuk mengetahui kepastian

216 190 pendapatan dari usaha yang menginvestasikan bangunan dan alsin. Analisis biaya harus melibatkan semua komponen biaya, baik biaya tetap maupun biaya operasi (biaya tidak tetap). Sedangkan analisis kelayakan melibatkan komponen NPV, IRR, PBP, BCR dan BEP. Berdasarkan analisis kelayakan, model alternatif dua lebih layak untuk dilakukan daripada model alternatif satu. Ini ditunjukkan dari nilai NVP, IRR, dan B/C untuk pengelolaan model alternatif dua lebih besar dari model alternatif satu. Sedangkan untuk nilai PBP untuk pengelolaan model alternatif dua adalah 3.4 tahu yang berarti nilai investasi akan dapat ditutupi pada tahun ke-4 dan PBP untuk pengelolaan model alternatif satu adalah 14.3 tahun, menunjukkan bahwa nilai investasi akan dapat ditutupi pada tahun ke-15. Model alternatif dua merupakan model yang memiliki banyak keunggulan daripada model alternatif satu. Model alternatif dua lebih menghemat bahan bakar dan waktu tempuh karena jarak lahan perkebunan tebu dengan tempat pengomposan lebih dekat. Selain itu kepadatan lalu lintas akibat aktivitas pengangkutan serasah dapat dikendalikan. Perancangan model dinamik ini untuk menghitung kebutuhan alat dan mesin, menghitung biaya, produksi kompos dan keuntungan yang akan diperoleh dalam pengelolaan serasah tebu di pabrik gula. Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis ini memberikan gambaran mengenai produksi serasah, jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan serasah dan produksi kompos yang akan mempengaruhi tingkat pendapat dari kegiatan pengelolaan serasah tebu. Daftar Pustaka Badan Standarisasi Nasional SNI Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Charles SW and Jasa PJ Management to Minimize and Reduce Soil Compaction. Nebraska: University of Nebraska. Erawan H. EJ Dampak Kebakaran Di Padang Rumput Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tanah. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

217 191 Harris WL The Soil Compaction Process. American Society of Agricultural Engineering. Hartanto R, Asmarantaka T, Suprapto Menuju Optimasi Produksi Tebu Lahan Kering: Pengalaman Dari Berbagai Perkebunan Tebu Di Lampung. Prosiding seminar Nasional PERTETA 3-5 Agustus Makassar Hutasoit, G.F., A. Toharisman Pengomposan limbah pagrik gula di PG. Jatitujuh, Cirebon. Pros. Seminar Pertemuan Teknis Tengah Tahun I/1991. P3GI, Pasuruan. Musnamar, EI Pupuk Organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Permentan nomor 2/pert/hk.060/2/ Tentang Pupuk Organik Dan Pembenah Tanah Permentan nomor 28/SR.130/5/ Tentang Pupuk Organik Dan Pembenah Tanah. Sembiring EN, Pelawi A, dan Suranta Y Kasus Pemadatan Tanah Pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Prosiding Seminar Nasional Perteta. 3-5 Agustus Makassar. Sul-Sel. Pp Toharisman, A Pengelolaan Tebu Berkelanjutan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Wargani, Supryanto, dan T.Sr. Samsuri Pemanfaatan Limbah Pabrik Sebagai Bahan Kompos Dalam Menunjang Peningkatan Produksi Tanaman Tebu di Pabrik Gula Cinta Manis. Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, November P3GI. Pasuruan. Jatim.

218 192

219 193 VIII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Teknologi atau alat dan mesin yang digunakan dalam sistem pengelolaan serasah tebu adalah traktor, trash rake, trailer, pencacah serasah tebu (chopper), pengaduk (composting turner), loader, truk, dan serta aplikator. Rata-rata potensi ketersediaan serasah tebu pada PG Takalar adalah 19.96% atau 20% dari setiap batang tanaman tebu. Potensi serasah untuk musim giling tahun 2011 adalah 7.85 ton/ha. Dengan luas lahan ha, maka total potensi serasah tebu adalah ton/tahun. 2. Jumlah teknologi atau alat dan mesin untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu dengan luas lahan ha adalah traktor 48 unit, trash rake 13 unit, trailer 31 unit, aplikator 4 unit, pencacah 18 unit, truk 3 unit, composting turner 3 unit, dan loader 3 unit. 3. Prototipe aplikator yang dibuat dengan penjatah tipe belt conveyor dapat berfungsi dengan baik dan memiliki laju pengeluaran kompos yang besar. 4. Kualitas kompos yang dihasilkan dari serasah tebu telah memenuhi SNI 2004 dan Permentan nomor 2 tahun 2006 serta Permentan nomor 28 tahun 2009 dari aspek nisbah C/N. 5. Penggunaan kompos serasah tebu berpengaruh positif terhadap sifat fisik dan mekanik tanah. Pemanfaatan kompos serasah tebu akan meningkatkan kadar C dan N organik masing-masing sebesar 8% dan 21% dalam kurun waktu 4 bulan penggunaan kompos. 6. Rata-rata pertumbuhan tanaman tebu yang diberi kompos serasah tebu lebih baik daripada yang tidak diberi kompos dari aspek pertumbuhan tinggi dan diameter batang. 7. Pengelolaan serasah tebu dengan model alternatif dua lebih layak untuk dilakukan daripada model alternatif satu. Nilai NVP, IRR, dan B/C untuk pengelolaan model alternatif dua lebih besar dari model alternatif satu. Sedangkan untuk nilai PBP untuk pengelolaan model alternatif dua adalah

220 tahun yang berarti nilai investasi akan dapat ditutupi pada tahun ke-4 dan PBP untuk pengelolaan model alternatif satu adalah 14.3 tahun, menunjukkan bahwa nilai investasi akan dapat ditutupi pada tahun ke Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis merupakan suatu kajian rekayasa yang dapat digunakan untuk merancang usaha pengelolaan serasah tebu pada budidaya tebu lahan kering sehingga dapat diperoleh manfaat yang maksimal dan menambah pendapatan tambahan bagi perusahaan pabrik gula. Saran Dalam usaha memanfaatkan potensi pada pabrik gula, usaha pengelolaan serasah tebu merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Pengelolaan serasah tebu akan memberikan keuntungan ganda bagi perusahaan. Pertama, dapat menambah pemasukan bagi perusahaan dan kedua, dapat memperbaiki kondisi fisik dan mekanik tanah perkebunan sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan perkebunan. Model pengelolaan serasah tebu secara mekanis dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pabrik gula yang membudidayakan tebu pada lahan kering untuk mengembangkan usaha ini.

221 195 DAFTAR PUSTAKA diakses 12 Februari diakses 12 Februari diakses 21 Februari diakses 16 Juli Andayani Penentuan Jadwal Tanam dan Kebutuhan Alat Mekanis di Pabrik Gula Kebon Agung Jawa Timur. [Skripsi] Bogor. Fakultas Tektologi Pertanian IPB. Bogor Arifin S Upaya Meningkatkan Tebu Keprasan di Lahan Kering Regosol. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering. P3GI Pasuruan. ASAE standart Standart Engineering Practices Data 45 th ed. USA. Badan Standarisasi Nasional SNI Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Barnes A C The Sugar Cane. Leonard-Hill. London Bengtson RL, and Selim HM Impact of Sugarcane Mulch Management Strategies on Soil Erosion and Crop Yield. ASABE Annual International Meeting. Oregon Convention Center July 2006.Portland, Oregon Boediono Ekonomi Mikro. Edisi Kedua. Balai Pustaka Fakultas Ekonomi. Yogyakarta. Cahaya T.S. Andhika dan Dody Adi Nugroho Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran Dan Ampas Tebu). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro : Semarang. Charles SW and Jasa PJ Management to Minimize and Reduce Soil Compaction. Nebraska: University of Nebraska. CPIS (Centre for Policy and Implementation Studies) dan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Penelitian dan Pengembangan Pupuk Kompos Sampah Kota. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

222 196 Daywin FJ, Sitompul RG, dan Hidayat I Mesin-mesin Budidaya Pertanian. JICA-IPB. Bogor Dent, JB and JR Anderson System Analysis in Agricultural Mangement. John Wiley & Sons Australia Pty. Ltd Dent, JB and MJ Blackie System Simulation in Agriculture. Applied Science Publisher Ltd. London. Ditjenbun, Potensi Dan Prospek Pabrik Gula Di Luar Jawa. Makalah presentasi di Seminar Gula Nasioanal Perhimpunan Teknik Pertanian (PERTETA) di Makassar, 4 Agustus Djojosoewardho Sumbangan Pemikiran Mendukung Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Khusus Meningkatkan Produksi Gula. P3GI. Pasuruan. Erawan H. EJ Dampak Kebakaran Di Padang Rumput Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tanah. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Eriyatno Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. IPB Press. Bogor Gittinger, Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Eds (II). Universitas Indonesia Press. Johns Hopkins. Jakarta Goenadi, DH dan Santi LP Aplikasi Bioaktivator SuperDec dalam Pengomposan Limbah Padat Organik Tebu. Buletin Agron. (34) (3) pp (2006). Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Harris WL The Soil Compaction Process. American Society of Agricultural Engineering. Hartanto R, Asmarantaka T, Suprapto Menuju Optimasi Produksi Tebu Lahan Kering: Pengalaman Dari Berbagai Perkebunan Tebu Di Lampung. Prosiding seminar Nasional PERTETA 3-5 Agustus Makassar Herman, D.H. Goenadi Manfaat dan Prospek PengembanganIndustri Pupuk Hayati di Indonesia. J. Litbang Pertanian. 18(3): Herodian Sam, Saiful Azis, Ramayanti Bulan Optimasi Letak Roda Trailer Dan Titik Gandeng Pada Sistem Gandeng Weight Transfer. Prosiding Seminar Perteta. Makassar, 3-5 Agustus Pp 1-15.

223 197 Hoitink, H.A., and H.M. Keener Science and Engine ering of Co mposting: Design, Environmental, Microbiological, and Utilization Aspect. Ohio Agric. Res.Dev.Or., The Ohio State Univ. Wooster. OH. 728 pp. Hunt, Donnell Farm Power and Machinery Management 9 th ed. IOWA State University Press. USA. Hutasoit, G.F., A. Toharisman Pengomposan limbah pagrik gula di PG. Jatitujuh, Cirebon. Pros. Seminar Pertemuan Teknis Tengah Tahun I/1991. P3GI, Pasuruan. Iqbal, Mandang T, dan Sembiring EN Pengaruh Lintasan Traktor Dan Bahan Organik Terhadap Pemadatan Tanah Dan Draft Pengolahan Tanah. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 19 No. 4. Jiuhao LI, Xiwen L, and Zhongwen T, The Effects of Tillage and Mulch Methods on Sugarcane Production. ASAE/CSAE Annual International Meeting Ottawa, Ontario, 1-4 August Canada. King NJ, Montgomery RW dan Hughes CG Manual of Cane Growing. American Elsevier Publ. Co. Inc., New York. Koswara E Pengaruh Kedalaman Kepras terhadap Pertunasan Tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, November P3GI. Pasuruan. Manetsch, TJ. And GL. Park System Analysis And Simulation With Application To Economic And Social Sistem. Departement of Elecrical Engineering And System Science. Michigan Stete University. East Lansing. Michigan. Mastur, Mandang T, Haridjaja O, Karama AS Manipulasi sifat Fisik dan Mekanisasi Tanah Dengan Pemberian Bahan Organik dan Pengolahan tanah dalam Kaitannya dengan input Energi dan Keragaan Alat. Bogor: Jurnal Tenik Pertanian (3) 1 Institut Pertanian Bogor. Hlm Mayhew RD Agricultural Implement Drivelines. Weasler Engineering Inc. West Bend, Wisconsin USA. Muller Samann, K. M. and J. Kotschi (1997). Sustaining Growth. Soil Fertility Management in Tropical Smallholdings. CTAPGTZ, Margraf Verlag. Musnamar, EI Pupuk Organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Notojoewono W Tebu. PT. Soeroengan. Djakarta

224 198 NRAES On-Farm Composting Handbook. Cooperative Extension, PO Box 4557, Ithaca, New York USA. Oezer Y Agroteknologi Tebu Lahan Kering. Jakarta : Arikha Media Cipta. P3GI Pendayagunaan Lahan Kering untuk Tebu dan Upaya Peningkatan Produktivitasnya. Makalah disampaikan pada Sidang DGI di Jakarta. Permentan nomor 2/pert/hk.060/2/ Tentang Pupuk Organik Dan Pembenah Tanah Permentan nomor 28/SR.130/5/ Tentang Pupuk Organik Dan Pembenah Tanah. Pertiwi, S,. B. Pramudya, dan M. Djojomartono Analitic Hierarchy Process for Machinery Selection. Jurnal Teknik Pertanian 2(1) :pp Prabawa, S. Pramudya, B. dan Chozin, M. A, Model Pengadaan Alat dan Mesin Budidaya Tebu Bagi Pabrik Gula Di Lahan Kering. Buletin Keteknikan Pertanian Vol. 14 nomor 3, Desember Pp Pramudya, B Permodelan system pada Perencanaan Mekanisasi Dalam Kegiatan Pemanenan Tebu untuk Industri Gula. [Disertasi]. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Pramuhadi G Produktivitas Tebu Lahan Kering pada Berbagai Metode Pengolalahan Tanah. Prosiding Seminar Perteta. Makassar, 3-5 Agustus Pp Pudjosumarto, M., Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Brawijaya Malang. Edisi Kedua. Liberty. Yogyakarta. Qureshi, M.E., M.K. Wegener, F.M. Mason Mill Mud Case Study in Mackay: An Economic Study on Recycling Sugar By-Products for the Mackay Region. CRC Sugar Occasional Publication Townsville. pp.17. Rosmarkam, Afandie dan Nasih Widya Yuwono Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta. Rumajomi Hermanus B Kebakaran Hutan di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pascasarjana. InstitutPertanian Bogor Rusli A dan Soemitro Statistik Produksi Gula Indonesia tahun Giling P3GI. Pasuruan Rusli A dan Soemitro Statistik Produksi Gula Indonesia tahun Giling P3GI. Pasuruan.

225 199 Sembiring EN, Pelawi A, dan Suranta Y Kasus Pemadatan Tanah Pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Prosiding Seminar Nasional Perteta. 3-5 Agustus Makassar. Sul-Sel. Pp Simanungkalit R.D.M., DidiArdi Suriadikarta, RastiSaraswati, Diah Setyorini, dan WiwikHartatik Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer And Biofertilizer). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Singer MJ and munns DN Soil an Introduction. New York: Macmillan Publishing Company. Singh, M., Sharma, R. K. & Joshi, B. B Decomposition of trash under field conditions: rate of organic matter loss. Indian J. Sugarcane Technol., 7, p Soepardi G Sifat Dan Ciri Tanah. Fisika Tanah. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Srivastava AK, Carroll EG, Roger PR, Dennis RB Engineering Prinsiple of Agricultural Machine 2 nd ed. ASAE Textbook Number 6 Published by American Society of Agricultural Engineers Suhadi, Darmodjo S, Pawirosemadi M, Toharisman A dan Mulyadi M Soil building in critical cane field. International Workshop on Conservation Policies for Sustainable Hill Slope Farming. Surakarta, March 11-15, Sukirno, S Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Bima Grafika. Jakarta. Sulaiman A Optimalisasi Produksi Tebu Dengan Program Linear Pada PG Takalar Sulawesi Selatan. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 21 No. 4. P Sumantri Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan. Sebuah Pemikiran, Teori, HasilPraktek dan Pengalaman Lapangan. Jakarta. Ditjen PHKA JICA. Surawijaya P Perubahan Beberapa Sifat Fisik dan Mekanik Tanah, Kebutuhan Draft Pengolahan Tanah Serta Keragaan Tanaman Jagung sebagai Pengaruh Pemberian Bahan Organik Sesbania rostrata dan Kompos Jerami Padi. [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Suranto, DD Perencanaan dan Pengendalian Aktivitas Pengolahan Tanah Secara Mekanis di Pabrik Gula Jatitujuh. [Sripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Stevenson FJ, Humus Chemistry, Genesis, Composition, Reaction. Second Ed, John Wiley & Son. Inc, USA

226 200 Sudiatso S Bertanam Tebu. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Toharisman, A Pengelolaan Tebu Berkelanjutan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Wargani, Supryanto, dan T.Sr. Samsuri Pemanfaatan Limbah Pabrik Sebagai Bahan Kompos Dalam Menunjang Peningkatan Produksi Tanaman Tebu di Pabrik Gula Cinta Manis. Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, November P3GI. Pasuruan. Jatim. Wasis Basuki Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Terhadap Kerusakan Tanah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. IX No. 2 : (2003) Widodo Pengusahaan TRI di Wilayah Kerja PG. Tasik Madu PTP XV-XVI. Laporan Keterampilan Profesi Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yadav. R. L., S. R. Prasad, Ramphal Singh & V. K. Srivastava Recycling Sugarcane Trash To Conserve Soil Organic Carbon For Sustaining Yields Of Successive Ratoon Crops In Sugarcane. Bioresource Technology 49. pp Elsevier Science Limited.

227 Lampiran-lampiran 201

228 202

229 203 Lampiran 1. Rumus-rumus perhitungan biaya mesin pertanian - Biaya Penyusutan BIAYA TETAP D P S n Dimana : D = biaya penyusutan (Rp/tahun) P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp) S = perkiraan harga jual setelah pemakaiaan atau nilai akhir (Rp) n = Umur ekonomis alat/mesin (tahun) - Biaya Bunga Modal i( P)( n 1) I 2n Dimana : I = total bunga modal dan asuransi (Rp/tahun) P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp) n = Umur ekonomis alat/mesin (tahun) - Biaya Pajak Alat/Mesin Pertanian T 2%( P) Dimana : T = total biaya pajak (Rp/tahun) P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp) - Biaya Garasi G 1%( P) Dimana : G = biaya garasi (Rp/tahun) P = Harga awal pembelian alat/mesin (Rp) BIAYA TIDAK TETAP - Biaya Bahan Bakar BBB 0.18% l / HP / jam( DM )( hb) Dimana : BBB = biaya bahan bakar (Rp/jam) DM = daya yang dikeluarkan oleh mesin pertanian (HP) hb = harga bahan bakar (Rp/liter)

230 204 - Biaya pelumas 0.1l Bp ( DM )( hp) HP(100 jam) Dimana : Bp = biaya pelumas (Rp/jam) DM = daya yang dikeluarkan oleh mesin pertanian (HP) hp = harga pelumas (Rp/liter) - Biaya Gemuk BG 20%( Bp) Dimana : BG = biaya gemuk (Rp/jam) Bp = biaya pelumas (Rp/jam) - Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Mesin perjam 1.2%( P) MP 100 jam Dimana : MP = biaya mesin perjam (Rp/jam) P = harga awal pembelian alat/mesin (Rp) Peralatan Perjam 2%( P S) PP 100 jam Dimana : PP = biaya peralatan perjam (Rp/jam) P = harga awal pembelian alat/mesin (Rp) S = perkiraan harga jual setelah pemakaiaan atau nilai akhir (Rp) - Biaya Operator BO JO* UP * JH Dimana : BO = biaya operator/tenaga kerja (Rp/jam) JO = jumlah operator perhari (orang/hari) UP = nilai upah perorang (Rp/orang) JH = jumlah jam kerja dalam satu hari (hari/jumlah jam kerja)

231 205 Lampiran 2. Uji coba kapasitas kerja alat dan mesin pengelolah serasah tebu Kapasitas Pencacah Berat No Bahan Waktu Kap. Kerja Alat (g) Menit Detik Total Detik g/detik kg/jam Kapasitas rata-rata Kapasitas Trash rake No Berat Bahan (kg) Rata-rata 121

232 206 Lampiran 3. Berat serasah yang dikumpulkan trash rake Jumlah wadah Berat serasah/karung (kg) Ulangan 1 Ulangan2 Ulangan Total Rata-rata 121

233 207 Lampiran 4. Sifat fisik dan karakteristik kompos serasah tebu Pengukuran Sudut Curah Kompos Kompos α =sudut curah Sudut curah kompos (derajat) Ulangan y X y/x Tan derajat Rata-rata Pengujian Berat jenis kompos (g/cc) Ulangan Berat (g) Vol (cc) BJ (g/cc) Rata-tara 0.34 Pengukuran kadar air kompos (%) Ulangan Berat awal Berat akhir Kadar air Rata-rata

234 208 Lampiran 5. Perhitungan kebutuhan alat dan mesin pengelolah serasah tebu Kebutuhan Alat dan Mesin Model Alternatif Dua Lg Ka Ut Total Alsin No Jenis Alsin Ls (kg/th) (kg/th) (kg/th/unit) (unit) (unit) 1 Trash rake* Aplikator Pencacah Truk penyusun Truk pengangkut *unit kompos satuan kilogram (kg) diganti hektar (ha) Keterangan : Ut = Jumlah kebutuhan alat dan mesin (unit) Ls = Lahan atau sasaran yang akan digarap atau dicapai (ha/tahun, kg/tahun) Lg = Lahan atau sasaran yang terlayani atau dicapai (ha/tahun, kg/tahun) Ka = Kapasitas kerja alsin perunit per musim (ha/tahun/unit, kg/tahun/unit) 1. Trash rake Kapasitas kerja trash rake = 121 kg/100 m atau kecepatan trash rake untuk setiap 300 meter persegi adalah 274 detik (pergi pulang, pergi 84 detik/100 m dan pulang 190 detik/100 meter) jadi kecepatan trash rake saat pergi = 1.2 m/detik dan kecepatan saat menarik serasah = 0.53 m/detik maka kec total trash rake/ha = 274 detik/tarikan dikali tarikan/ha = 9132 detik/ha = 2.54 jam/ha = ha/jam atau 0.4 ha/jam Kapasitas traktor dan trash rake = 0.4 ha/jam Jam kerja = 8 jam/hari jam kerja permusim = 800 jam Hari kerja pertahun (permusim) = 100 hari Jadi kapasitas kerja trash rake permusim = 0.4 ha/jam *800 jam = 320 ha Sehingga kebutuhan trash rake berdasarkan persamaan 2.3 adalah 13 unit 2. Tailer Kapasitas angkut tailer = 3.5 ton/rit Jumlah hari kerja = 100 hari/tahun Jam kerja = 8 jam/hari = 480 menit/hari Produktivitas serasah = 9.6 ton/ha Waktu muat = 30 menit Waktu bongkar = 15 menit Kecepatan trailer = 7 km/jam Model alternatif satu (terpusat) Luas lahan 4186 ha Waktu kerja yang dibutuhkan = menit/hari Waktu kerja alat perunit = 480 menit/hari/unit Sehingga kebutuhan alat (trailer) = /480 = unit = 61 unit trailer Total trailer untuk model alternatif satu = 61 unit Model alternatif dua (perayon) Rayon 1 Luas lahan ha Waktu kerja yang dibutuhkan menit/hari

235 209 Waktu kerja alat perunit = 480 menit/hari/unit Sehingga kebutuhan alat (trailer) = /480 = 9.85 unit = 10 unit trailer Rayon 2 Luas lahan ha Waktu kerja yang dibutuhkan menit/hari Waktu kerja alat perunit = 480 menit/hari/unit Sehingga kebutuhan alat (trailer) = /480 = 9.62 unit = 10 unit trailer Rayon 3 Luas lahan 1434 ha Waktu kerja yang dibutuhkan menit/hari Waktu kerja alat perunit = 480 menit/hari/unit Sehingga kebutuhan alat (trailer) = /480 = unit = 11 unit trailer Total trailer untuk model alternatif dua = = 31 unit 3. Pencacah serasah (chopper) Jam kerja = 8 jam/hari Hari kerja pertahun (permusim) = 260 hari Jam kerja pertahun (permusim) = jam/tahun Kapasitas pencacah = 900 kg/jam Kapasitas pencacah pertahun = 900 kg/jam*2 080 jam/tahun = kg/tahun Sehingga kebutuhan pencacah berdasarkan persamaan 2.3 adalah 125 unit 4. Truk penyusun bahan kompos saat fermentasi Jam kerja = 8 jam/hari Hari kerja pertahun (permusim) = 260 hari Jam kerja pertahun (permusim) = jam/tahun Kapasitas truk = 24 m 3 /jam Kapasitas truk pertahun = 24 m 3 /jam*2 080 jam/tahun = m 3 /tahun = kg/tahun (asumsi BJ campuran serasah+kotoran ternak= 500 kg/m 3 ) Sehingga kebutuhan truk penyusun berdasarkan persamaan 2.3 adalah 2 unit 5. Truk pengangkut kompos kompos saat aplikasi Jam kerja = 8 jam/hari Hari kerja pertahun (permusim) = 260 hari Jam kerja pertahun (permusim) = jam/tahun Kapasitas truk = 24 m 3 /jam Kapasitas truk pertahun = 24 m 3 /jam*2 080 jam/tahun = m 3 /tahun = kg/tahun (BJ kompos= 340 kg/m 3 ) Sehingga kebutuhan truk penyusun berdasarkan persamaan 2.3 adalah 1 unit 6. Aplikator Jumlah aplikator dihitung berdasarkan ketersediaan kompos Ketersedian kompos pertahun = kg/tahun Jam kerja = 8 jam/hari jam kerja permusim = 800 jam Hari kerja pertahun (permusim) = 100 hari Kapasitas kerja Aplikator = 6000 kg/jam Kapasitas kerja Aplikator permusim = 6000 kg/jam*800 jam/tahun = kg/tahun. Sehingga kebutuhan aplikator berdasarkan persamaan 2.3 adalah 4 unit 7. Pengaduk/pembalik (loader) Loader dihitung berdasarkan jumlah unit atau tempat pengomposan Lampiran 6. Perhitungan waktu pengangkutan

236 210 Asumsi-asumsi yang digunakan : - Kapasitas angkut tailer = 3.5 ton/rit - Jumlah hari kerja = 100 hari/tahun - Jam kerja alat perunit = 8 jam/hari/unit = 480 menit/hari/unit - Produktivitas serasah = 9.6 ton/ha - Waktu muat = 30 menit - Waktu bongkar = 15 menit - Kecepatan trailer = 7 km/jam Perhitungan waktu angkut model pengelolaan serasah tebu alternatif satu Jarak luas Berat rit/ waktu (menit/rit) Rit (km) (ha) serasah (ton) hari muat tempuh Bongkar Total menit/ hari Total Waktu yang dibutuhkan untuk melayani lahan seluas 4186 ha= menit/hari sedangkan waktu kerja alat perunit = 480 menit/hari/unit Sehingga kebutuhan alat (trailer) = /480 = unit = 61 unit trailer Luas lahan setiap rayon Lokasi Pengelolaan Serasah Tebu pada Tiap Rayon Bulan Tebang Luas (ha) Rayon Rayon Rayon Luas Total (ha)

237 211 Perhitungan waktu angkut model pengelolaan serasah tebu alternatif satu Tabel Rayon 1 Jarak (km) luas Berat rit/ waktu (menit) aktual (ha) serasah (ton) rit hari muat tempuh bongkar total menit/ hari Total Waktu yang dibutuhkan untuk melayani lahan seluas ha= menit/hari sedangkan waktu kerja alat perunit = 480 menit/hari/unit Sehingga kebutuhan alat (trailer) = /480 = 9.85 unit = 10 unit trailer Rayon 2 Jarak (km) luas Berat rit/ waktu (menit) aktual (ha) serasah (ton) rit hari muat tempuh bongkar total menit/ hari Total Waktu yang dibutuhkan untuk melayani lahan seluas ha= menit/hari sedangkan waktu kerja alat perunit = 480 menit/hari/unit Sehingga kebutuhan alat (trailer) = /480 = 9.62 unit = 10 unit trailer Rayon 3 Jarak (km) luas berat rit/ waktu (menit) aktual (ha) serasah (ton) Rit hari muat tempuh bongkar total menit/ hari Total luas

238 212 Waktu yang dibutuhkan untuk melayani lahan seluas 1434 ha = menit/hari sedangkan waktu kerja alat perunit = 480 menit/hari/unit Sehingga kebutuhan alat (trailer) = /480 = unit = 11 unit trailer Laju pengeluaran kompos pada bukaan pintu 20% No Jumlah Putaran (n) Berat (kg) Rata-rata Laju pengeluaran kompos pada bukaan pintu 30%. No Jumlah Putaran (n) Berat (kg) Rata-rata Laju pengeluaran kompos pada bukaan pintu 41% No Jumlah Putaran (n) Berat (kg) Rata-rata 29 70

239 213 Lampiran 7a. Cashflow dalam pengelolaan serasah tebu PG Takalar alternatif satu No Uraian Inflow Penerimaan kompos Nilai sisa Total Inflow Outflow Biaya Investasi Tempat fermentasi Gudang penyimpanan Ruang pencacahan Ruang pencampuran Tempat bahan baku Rangkaian belt konveyor Motor listrik Traktor Pengumpul (trash rake) Pengangkut (trailer) Pencacah (chopper) Pencampur (loader) Penyusun bahan (truk) Pengaduk (turner compost) Aplikator kompos Sumur Pompa air Selang air Bak penampung air Ember plastik Drum plastik Pipa Kran Parang Cangkul Sekop Pemasangan listrik Total Biaya Investasi Biaya Operasional Biaya Tetap

240 214 Biaya listrik Penyusutan Bunga modal & asuransi Pajak Garasi Total Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap Biaya BBM Oli Mesin Oli Pelumas dan Gemuk Perbaikan Mesin Perbaikan Alat Ban Tenaga kerja & Operator Biaya bahan campuran Total Biaya Tidak Tetap Total Outflow Net Benefit Discont faktor 7% NPV B/C IRR 7.0 % 7 PBP 14.3 Tahun 8 BEP kg kompos

241 Lampiran 7b. Cashflow dalam pengelolaan serasah tebu PG Takalar alternatif dua Uraian Inflow Penerimaan kompos Nilai sisa Total Inflow Outflow Biaya Investasi Tempat fermentasi Gudang penyimpanan Ruang pencacahan Ruang pencampuran Tempat bahan baku Rangkaian belt konveyor Motor listrik Traktor Pengumpul (trash rake) Pengangkut (trailer) Pencacah (chopper) Pencampur (loader) Penyusun bahan (truk) Pengaduk (turner compost) Aplikator kompos Sumur Pompa air Selang air Bak penampung air Ember plastik Drum plastik Pipa Kran Parang Cangkul Sekop Pemasangan listrik Total Biaya Investasi Biaya Operasional Biaya Tetap

242 216 Biaya listrik Penyusutan Bunga modal & asuransi Pajak Garasi Total Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap Biaya BBM Oli Mesin Oli Pelumas dan Gemuk Perbaikan Mesin Perbaikan Alat Ban Tenaga kerja & Operator Biaya bahan campuran Total Biaya Tidak Tetap Total Outflow Net Benefit Discont faktor 7% NPV B/C 1.6 IRR 29.4 % PBP 3.4 Tahun BEP kg kompos

243 217 Lampiran 8. Sifat fisik dan mekanik tanah di lokasi penelitian Metode pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah 1. Ring sampel ditimbang dan diberi label 2. Sampel tanah ditimbang dan dicatat hasilnya sesuai dengan label 3. Sampel tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 24 jam 4. Timbang kembali sampel tanah 5. Kadar air dihitung dengan persamaan : Wa Wb KA 100%...(4.1) Wb Dimana : KA = kadar air tanah (%), Wa = berat sampel tanah basah (g) Wb = berat sampel tanah kering (g) 6. Kerapatan isi (BD) dihitung dengan persamaan : Bk BD... (4.2) Vt Dimana : BD = bulk density (g/cm 3 ), Bk = berat kering (g) Vt = volume total (cm 3 ) Nilai Bulk density awal perlakuan Perlakuan Tanpa kompos BD1 BD2 rata-rata KA1 KA2 rata-rata K K K Kompos K K K Nilai Bulk density akhir perlakuan Perlakuan BD1 BD2 Tanpa kompos Ratarata KA1 KA2 KA rata2 K K K Kompos K K K

244 218 Kadar air (%) saat pengukuran Tahanan penetrasi dan direct shear Perlakuan Berat awal (g) Berat akhir (g) KA (%) rata-rata 5a a a b K15 15b b c c c e e e f K0 15f f g g g

245 219 Lampiran 9. Keragaan tanaman tebu Oktober Tanpa Kompos Kompos Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (mm) Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (mm) November Tanpa Kompos Kompos Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (mm) Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (mm) Desember Tanpa Kompos Kompos Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (mm) Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (mm) Kandungan bahan organik kompos serasah tebu Ulangan C N C/N Rerata SD

246 220 Lampiran 10. Perhitungan Rancangbangun Aplikator Kompos Desain Struktural Bak Penampung Kompos Tabel 3.5. Volume rencana bak penampung kompos aplikator No Ʃ Baris (row) Panjang alur (m) Berat pupuk (kg) Volume pupuk (mᶟ) (4 ha) Perkebunan tebu PG Takalar menggunakan pola tanam 77 yang berarti dalam setiap hektarnya terdapat 77 row (baris) tanaman. Dosis kompos yang akan diaplikasikan ke lahan adalah 15 ton/ha, berarti dosis kompos setiap alur tanaman adalah = 1.95 kg/m. Satu alur tanaman terdapat dua alur kompos, sehingga berat kompos setiap alur kompos adalah 195 kg/alur tanaman dibagi 2 alur kompos/alur tanaman = 97.5 kg/alur kompos, sehingga berat kompos untuk setiap 400 m alur tanaman adalah 780 kg. Berat jenis kompos adalah 340 kg/m 3, sehingga volume kompos yang merupakan volume bak penampung kompos adalah 2.3 m cm 200 cm 100 cm

247 221 Penjatah Kompos Pintu pengatur bukaan v Belt conveyor 1 putaran roda = π*diameter roda (0.61 m) = 1.9 m. Jika terjadi kemacetan roda yang diasumsikan 5%, maka perpindahan roda akan bergerak sejauh = (1+5%)*1.9 m = m. Sehingga kompos yang harus dijatah pada satu putaran roda = m x 1.95 kg/m = 3.89 kg. Diameter poros conveyor = 11.3 cm, sehingga keliling poros = π * 11.3 cm = 35.5 cm, jadi pergerakan sabuk untuk satu putaran roda penggerak = 0.2 putaran * 35.5 cm = 7.1 cm. Jika terjadi slip antara sabuk dan porosnya (diasumsikan 10%), maka pergerakan sabuk menjadi = 0.9 * 7.1 cm = 6.4 cm. 1 putaran roda penggerak menghasilkan pergerakan sabuk sejauh 7.1 cm dan harus menjatah kompos sebanyak 3.89 kg = cm 3 Pintu pengatur bukaan Beban kompos Belt conveyor Tinggi bukaan pintu dapat dihitung : Volume = panjang * lebar * tinggi Diketahui lebar pintu = 110 cm Volume pengeluaran kompos = cm 3 Panjang pergerakan sabuk = 7.1 cm Tinggi = /(110*7.1) = 14.7 cm Tinggi pintu jika terjadi slip 10% = /(110*6.4) = 16.3 cm

248 222 Auger penyalur Debit kompos yang harus disalurkan oleh auger untuk satu putaran roda adalah cm 3. Kompos tersebut disalurkan ke sisi kiri dan kanan, sehingga debit masing-masing sisi adalah cm 3 /2 = cm 3 90 cm 31.3 cm 35 cm Rencana jenis komponen transmisi dengan menggunakan rantai dan sproket. Perbandingan transmisi roda penggerak dan auger adalah 15 : 34, sehingga dalam 1 putaran roda = 15/34 putaran auger = 0.44 putaran auger. Q d sf d ss l p n * 35 * d sf d ( * 4) / sf * 35 * d sf / d sf d sf d sf = = 31.3 cm Pembuka Alur (Chisel) Pembuka alur yang dirancang harus mampu menempatkan kompos di dalam tanah sebanyak cm 3 /cm. penempatan kompos dilakukan pada sisi kiri dan kanan tanaman tebu, sehingga setiap sisi harus diisi kompos sebanyak cm 3 /cm. Dengan demikian volume lubang alur yang harus dibuat oleh pembuka alur adalah cm 3 /cm panjang alur Lebar dan kedalaman (tinggi) alur dapat dirancang sebagai berikut : Volume = panjang*tinggi*lebar cm 3 = 1 cm * tinggi * lebar Tinggi*lebar = cm 2, tinggi = 8 cm,

249 223 lebar alur = cm 3 /8 cm = 3.6 cm. Luas bidang potong pembuka alur adalah (A) = 13 cm x 3.6 cm = 46.8 cm 2 Ukuran Batang Pembuka Alur F pa = luas bidang potong (A) * tahanan tanah (3.8 kgf/cm 2 ) = 46.8 m 2 * 3.8 kgf/cm 2 = kgf Rencana panjang atau tinggi dari bilah bajak adalah 80 cm (jarak F pa terhadap titik K). Momen pada penampang K dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. M F pa l Dimana : M = momen di titik K (kgf.m) F pa = beban tahanan tanah (kgf) L = jarak F pa terhadap titik K (m) M = * 0.8 = kgf.m Jarak ke sumbu netral/centroid (c= P i /2) adalah 5 cm, lebar bilah bajak (P i ) 10 cm dan tebal bajak 1 cm, sedang inersia dapat dihitung dengan persamaan : 3 i P t I 12 Dimana : I = inersia (m 4 ) P i = lebar bilah bajak/pembuka alur (m) t = tebal bilah bajak/pembuka alur (m) Bilah bajak sebagai pembuka alur harus kuat menahan beban bending yang dapat dihitung dengan persamaan berikut : M c a 3 t P i 12 Pi M 2 6M a 3 t P t P i 12 6M Pi t a 2 i Dimana : σ a = tegangan tarik baja S-40C = (kg/m 2 )

250 224 M = momen (kgf.m) c = jarak ke sumbu netral (m) I = inersia (m 4 ) P i = m = 4 cm Ukuran Roda dan As Roda Total beban aplikator (W m ) adalah berat kompos (780 kg) ditambah berat alat (650 kg) = 1430 kg. Jumlah berat beban yang ditumpu oleh aplikator adalah ( )/2.4 = 1.8/2.4 = ¾ dari beban, sehingga beban aplikator adalah ¾ * 1430 kg = kg, sedang sebagian beban akan dipindahkan ke traktor adalah ( )/2.4 = 0.6/2.4 = ¼ dari beban, sehingga beban yang dipindahkan ke traktor adalah ¼ * 1430 = kg. 60 cm 120 cm 60 cm 60 cm W m W 1430 kg F t F r Aplikator dirancang memiliki 2 roda sehingga setiap roda akan menumpu /2 = kg. Jenis ban atau roda yang sesuai dengan beban ini adalah roda dengan load index 88. Untuk menentukkan ukuran roda yang tepat digunakan dapat dihitung dengan persamaan : p = W /A = W / (0.78BL) Dimana p = daya dukung tanah (kgf/cm 2 ), W = beban yang ditumpu (kg) A = bidang kontak roda dengan tanah (cm 2 ) L = 2 [ R 2 (R-Z) 2 ] 0.5 Dimana : L = Panjang tapak roda (cm), R = jari-jari roda (0.305 cm) Z = sinkage (1 cm) L = 2 [ ( ) 2 ] 0.5, L = 15.5 cm, B = 12.2 cm

251 225 Jenis ban atau roda yang sesuai dengan ukuran lebar tapak ban adalah 145/70 R14 88S. Ukuran lebar tapak roda jenis ini adalah 145 mm dan telah melebihi lebar tapak roda yang diijinkan yaitu 12.2 cm atau 122 mm. Load Index Pounds Kilograms Load Index Pounds Kilograms As Roda Jenis bahan yang digunakan untuk as roda adalah silender pejal dari baja S40C dengan kekuatan ijin (σ a ) adalah 55 kg/mm 2 dengan faktor keselamatan 4, sehingga kekuatan ijin (σ a) adalah 55/4 = kg/mm 2 dan jarak ban ke titik kristis (l) = 20 cm. Momen pada roda 1 (M 1 ) = F r1 * l 1 = kgf * 0.2 m = kgf.m Momen pada roda 2 (M 2 ) = F r2 * l 2 = kg * 0.91 m = kg.m Sehingga momen total (M) = M 1 + M 2 = = kg.m Inersia untuk silender pejal dapat dihitung dengan persamaan :

252 226 d I 64 4 M c a I c d c=d/2 a d M 2 4 d 64 32M d 3 d 3 32M a d 3 32M a d d d = m = 7.6 cm Roda l Bak Penampung Kompos 1072 kg Roda2 Jarak jejak l As roda F r1 536 kg Kebutuhan Beban Tarik Beban pembuka alur atau chisel yang terdiri dari 2 bilah bajak dapat dihitung dengan menggunakan gaya tahanan (F pa ) tanah dikali jumlah chisel. F = F pa x jumlah chisel = kgf x 2 = kgf = N Untuk menghitung tahanan gelinding roda digunakan persamaan : F rr = C rr * W

253 227 Diasumsikan nilai C rr = 0.3 (Armansyah 2002), sehingga F rr = 0.3 * 1072 = kgf = N Untuk menghitung torsi pada roda penggerak, terlebih dahulu menghitung beban konveyor dan beban auger penyalur. W k ω (kec. sudut) F f Beban pada belt conveyor dapat dihitung dengan persamaan berikut. F f = μ * W k, Dimana F f = gaya, μ = koefisien gesek (diasumsikan 0.5), dan W k = berat kompos (780 kg), sehingga F f = 390 kgf Torsi yang terjadi pada poros belt conveyor dihitung dengan persamaan : T = R p *F f dimana τ = torsi, R p = jari-jari puli ( m), F f = gaya (kgf) T = m*390 kg = kg.m = 216 N.m Beban yang terdapat pada auger penyalur dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Srivastava et al. 2006) : P / L n Qa k g l p g 0.14 d l sf p l l i p 0.11 Dimana P = daya (Watt) L = Panjang auger (0.9 m) Q a = debit kompos (0.005 m 3 /s) L p = jarak antar puncak auger (0.25 m) L i = panjang pemasukan auger (0.9 m) D sf = diameter luar auger (0.25 m) N = kecepatan anguler (0.44 rev/s) θ = sudut inklinasi konveyor (0 0 )\ μ 2 = friksi antar bahan (0.5) g = gaya gravitasi (9.8 m/s 2 ) Hasil perhitungan daya auger (P) = Watt f

254 228 Torsi auger = daya auger/ω =27.13/2.72 = N.m Torsi roda dihitung dengan persamaan : Torsi roda = ((Torsi auger +(15/34 * torsi konveyor))*15/34) Torsi roda = (( (15/34* 216))*15/34) = N.m Gaya yang terjadi pada roda adalah : F pr = T r /R r =66.10/0.305 = N T r F pr R r Beban tarik total yang akan diterima oleh traktor adalah : Beban tarik = F pa + F rr + F pr = = N Total beban yang akan ditarik oleh traktor = kn Daya yang dibutuhkan oleh traktor penarik yang memiliki kecepatan 7 km/jam atau 1.94 m/s adalah D = Beban tarik * kecepatan traktor D = *1.94 = N.m/s = Watt = /746 = 17.8 hp Beban keseluruhan yang akan ditarik oleh traktor adalah beban aplikator kompos dan kompos yaitu 17.8 hp. Traktor yang akan digunakan adalah traktor dengan daya 80 hp. Traktor ini mampu menarik beban yang hanya sekitar N atau traktor hanya membutuhkan daya sekitar 17.8 hp.

255 Lampiran 11. Tata letak tempat pengomposan per rayon 229 Pintu Masuk Gudang penyimpanan sementara (6000 m 2 ) Pintu Keluar 38 Tumpukan kompos Tempat Penumpukan bahan kompos ( m 2 ) 4 Tempat fermentasi Tumpukan Kompos (229m x 100 m) ( m 2 ) 6 m 3 meter 3 10 m 3 meter Pencacah Tempat Pencacahan serasah (13.5 m 2 ) 2 1 Tumpukan Kompos Truk penyusun Kompos Pengaduk Kompos Tempat Pencampuran bahan (273 m 2 ) Konveyor Konveyor

Aspek Teknologi dan Analisis Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering

Aspek Teknologi dan Analisis Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering Technical Paper Aspek Teknologi dan Analisis Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering Technology Aspect and Feasibility Analysis of Sugarcane Slash Management on dry land sugarcane

Lebih terperinci

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering Technical Paper Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering Design Of Compost Applicator For Dry Land Sugarcane Iqbal, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. Email: iqbaliqma@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT Oleh: VIDY HARYANTI F14104067 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L) PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR Oleh Elvina Frida Merdiani A24103079

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING KODE JUDUL : X.47 LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG

Lebih terperinci

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI Antung Deddy Radiansyah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii RINGKASAN H. Antung Deddy R. Analisis Keberlanjutan Usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. merill) PADA GRUMUSOL DARI CIHEA Oleh Siti Pratiwi Hasanah A24103066 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LAJU MINERALISASI N-NH 4 + DAN N-NO 3 - TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI

LAJU MINERALISASI N-NH 4 + DAN N-NO 3 - TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI 1 LAJU MINERALISASI NNH 4 + DAN NNO 3 TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG KURNIAWAN RIAU PRATOMO A14053169 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Iqbal 2, Tineke Mandang 3, E. Namaken Sembiring 4

Iqbal 2, Tineke Mandang 3, E. Namaken Sembiring 4 PENGARUH LINTASAN TRAKTOR DAN PEMBERIAN BAHAN ORGANIK TERHADAP PEMADATAN TANAH DAN KERAGAAN TANAMAN KACANG TANAH (The Effects of Tractor Traffic and Organic Matter On Soil Compaction And Performance of

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864 PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864 Oleh: KARTIKA KIRANA SM A34103020 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : NIRWAN NURDIANSYAH F14103040 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai penghasil gula di Indonesia. Pada umumnya tanaman ini dibudidayakan secara

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK KOTORAN KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) LOKAL MADURA SKRIPSI

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK KOTORAN KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) LOKAL MADURA SKRIPSI PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK KOTORAN KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) LOKAL MADURA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai penghasil gula.tanaman tebu mengandung gula dengan kadar mencapai 20%. Dari tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS

ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Ilmu Peternakan Kelompok Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH:

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH: PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH: ARIF AL QUDRY / 100301251 Agroteknologi Minat- Budidaya Pertanian Perkebunan PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA RAFLI IRLAND KAWULUSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) AKIBAT PEMBERIAN KOMBINASI BAHAN ORGANIK DAN SP 36 PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN

SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) AKIBAT PEMBERIAN KOMBINASI BAHAN ORGANIK DAN SP 36 PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) AKIBAT PEMBERIAN KOMBINASI BAHAN ORGANIK DAN SP 36 PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN SKRIPSI OLEH : WIDA AKASAH 130301148 AGROTEKNOLOGI ILMU

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DESAIN BENTUK PENGELUARAN HASIL CETAKAN PADA ALAT PENCETAK KOMPOS SKRIPSI. Oleh : MAWADDAH APIFUDDIN

DESAIN BENTUK PENGELUARAN HASIL CETAKAN PADA ALAT PENCETAK KOMPOS SKRIPSI. Oleh : MAWADDAH APIFUDDIN DESAIN BENTUK PENGELUARAN HASIL CETAKAN PADA ALAT PENCETAK KOMPOS SKRIPSI Oleh : MAWADDAH APIFUDDIN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 DESAIN BENTUK PENGELUARAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN KOMPOS KOMBINASI KOTORAN SAPI DAN LIMBAH ORGANIK DENGAN PEMBERIAN EM-4 SKRIPSI

TEKNIK PEMBUATAN KOMPOS KOMBINASI KOTORAN SAPI DAN LIMBAH ORGANIK DENGAN PEMBERIAN EM-4 SKRIPSI TEKNIK PEMBUATAN KOMPOS KOMBINASI KOTORAN SAPI DAN LIMBAH ORGANIK DENGAN PEMBERIAN EM-4 SKRIPSI oleh DIAN ISWAHYUDI NIM 061710201061 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SERASAH DAUN SEBAGAI BAHAN PEMBUAT KOMPOS

PEMANFAATAN SERASAH DAUN SEBAGAI BAHAN PEMBUAT KOMPOS PEMANFAATAN SERASAH DAUN SEBAGAI BAHAN PEMBUAT KOMPOS SKRIPSI KHOIRUL ASWAR SRG 070308008 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 iii PEMANFAATAN SERASAH DAUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT

INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Teknologi kompos dari tandan kosong sawit INOVASI TEKNOLOGI Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah pada pabrik

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: Mardhyillah Shofy A34103042 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA

PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI HANDYMAN MAKMUR WARUWU 110308034 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

POTENSI DAN DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN H A E R U D D I N

POTENSI DAN DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN H A E R U D D I N POTENSI DAN DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN H A E R U D D I N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2004 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS CAMPURAN MANURE AYAM BROILER DAN LIMBAH KULIT KOPI DENGAN BERBAGAI DOSIS MOD

PEMANFAATAN KOMPOS CAMPURAN MANURE AYAM BROILER DAN LIMBAH KULIT KOPI DENGAN BERBAGAI DOSIS MOD PEMANFAATAN KOMPOS CAMPURAN MANURE AYAM BROILER DAN LIMBAH KULIT KOPI DENGAN BERBAGAI DOSIS MOD (Microorganisme Decomposer) TERHADAP PRODUKTIVITAS Indigofera zollingeriana SKRIPSI PUTRI ANGGUN RUMONDANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI. Oleh: OKTAFIL ULYA F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI. Oleh: OKTAFIL ULYA F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI Oleh: OKTAFIL ULYA F14054386 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,

Lebih terperinci

KANDUNGAN HORMON IAA, SERAPAN HARA, DAN PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN BUDI DAYA SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK BIOLOGI SIGIT TRI WIBOWO

KANDUNGAN HORMON IAA, SERAPAN HARA, DAN PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN BUDI DAYA SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK BIOLOGI SIGIT TRI WIBOWO KANDUNGAN HORMON IAA, SERAPAN HARA, DAN PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN BUDI DAYA SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK BIOLOGI SIGIT TRI WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN (Studi Kasus : Produksi Ditcher Lengan Ayun Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering) Oleh: KETSIA APRILIANNY LAYA F14102099

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DENGAN BANTUAN EM-4

TEKNIK PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DENGAN BANTUAN EM-4 TEKNIK PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DENGAN BANTUAN EM-4 SKRIPSI Oleh: Rahman Agus Hermawan NIM 061710201082 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2012 TEKNIK PEMBUATAN PUPUK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS. Oleh ZURIANI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS. Oleh ZURIANI ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS Oleh ZURIANI 107039001 PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 Judul : Analisis Produksi

Lebih terperinci

UJI BEBAN KERJA ALAT PENGGILING TULANG SAPI

UJI BEBAN KERJA ALAT PENGGILING TULANG SAPI UJI BEBAN KERJA ALAT PENGGILING TULANG SAPI SKRIPSI OLEH : SAFRIYANTO PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 1 UJI BEBAN KERJA ALAT PENGGILING TULANG SAPI

Lebih terperinci

Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani

Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani 7 Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani Jerami yang selama ini hanya dibakar saja oleh petani menyimpan potensi besar sebagai pupuk organik. Jerami

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE

PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRACT... xv

DAFTAR ISI. ABSTRACT... xv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...... i HALAMAN PENGESAHAN...... ii PERNYATAAN...... iii KATA PENGANTAR...... iv DAFTAR ISI...... vi DAFTAR TABEL...... viii DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR RUMUS PERSAMAAN......

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA TAHU DAN LIMBAH CAIR DI DESA PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

ANALISIS FINANSIAL USAHA TAHU DAN LIMBAH CAIR DI DESA PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO ANALISIS FINANSIAL USAHA TAHU DAN LIMBAH CAIR DI DESA PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo J. Agrotek Tropika. ISSN 233-4993 60 Jurnal Agrotek Tropika 3():60-64, 205 Vol. 3, No. : 60 64, Januari 205 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH :

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : RIAN EKO PRADANA / 110301061 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA PADA BERBAGAI CAMPURAN PUPUK KANDANG SAPI DAN NPKMg SKRIPSI OLEH YOZIE DHARMAWAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA PADA BERBAGAI CAMPURAN PUPUK KANDANG SAPI DAN NPKMg SKRIPSI OLEH YOZIE DHARMAWAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA PADA BERBAGAI CAMPURAN PUPUK KANDANG SAPI DAN NPKMg SKRIPSI OLEH YOZIE DHARMAWAN 110301254 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG TERHADAP FREKUENSI PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR DAN APLIKASI PUPUK DASAR NPK SKRIPSI

RESPON PERTUMBUHAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG TERHADAP FREKUENSI PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR DAN APLIKASI PUPUK DASAR NPK SKRIPSI RESPON PERTUMBUHAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG TERHADAP FREKUENSI PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR DAN APLIKASI PUPUK DASAR NPK SKRIPSI MASTOR PALAN SITORUS 100301028 AGRROEKOTEKNOLOGI-BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DIDESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH :

KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DIDESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH : KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DIDESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH : RIKA TAMIKA/ 100301140 AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BRIKET KOTORAN KAMBING SEBAGAI PELEPAS LAMBAT PUPUK PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DI LAHAN PASIR PANTAI

PENGARUH PEMBERIAN BRIKET KOTORAN KAMBING SEBAGAI PELEPAS LAMBAT PUPUK PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DI LAHAN PASIR PANTAI PENGARUH PEMBERIAN BRIKET KOTORAN KAMBING SEBAGAI PELEPAS LAMBAT PUPUK PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DI LAHAN PASIR PANTAI SKRIPSI Oleh : Fadhilah Achmad 20110210055 Program Studi Agroteknologi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI.

PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI Oleh: BENLI MANURUNG 050303003 ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING UNTUK USAHA KECIL PENGOLAHAN KACANG ( STUDI KASUS DI PD. BAROKAH CIKIJING MAJALENGKA JAWA BARAT) Oleh: FARIDA WIDIYANTHI A14104549 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci

POTENSI PENGGUNAAN KEMBALI AIR LIMBAH: STUDI KASUS INDUSTRI POLIPROPILENA PT. TRIPOLYTA INDONESIA, TBK ANDINA BUNGA LESTARI

POTENSI PENGGUNAAN KEMBALI AIR LIMBAH: STUDI KASUS INDUSTRI POLIPROPILENA PT. TRIPOLYTA INDONESIA, TBK ANDINA BUNGA LESTARI POTENSI PENGGUNAAN KEMBALI AIR LIMBAH: STUDI KASUS INDUSTRI POLIPROPILENA PT. TRIPOLYTA INDONESIA, TBK ANDINA BUNGA LESTARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains pada Program

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh MOCHAMAD IQBAL WALUYO H

SKRIPSI. Oleh MOCHAMAD IQBAL WALUYO H SKRIPSI PEMUPUKAN, KETERSEDIAAN DAN SERAPAN K OLEH PADI SAWAH DI GRUMUSOL untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Oleh

Lebih terperinci

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Volume 15, Nomor 1, Hal. 47-52 Januari Juni 2013 ISSN:0852-8349 PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

EKSTRAKSI POLISAKARIDA LARUT AIR KULIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) BERDASARKAN JUMLAH PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI

EKSTRAKSI POLISAKARIDA LARUT AIR KULIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) BERDASARKAN JUMLAH PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI EKSTRAKSI POLISAKARIDA LARUT AIR KULIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) BERDASARKAN JUMLAH PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI SKRIPSI Oleh: Rindang Sari Rahmawati NIM. 081710101017 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketahanan terhadap cekaman lingkungan pada dekade terakhir makin disadari

I. PENDAHULUAN. ketahanan terhadap cekaman lingkungan pada dekade terakhir makin disadari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengaruh silikat pada performa tanaman tebu baik dari sisi produktivitas maupun ketahanan terhadap cekaman lingkungan pada dekade terakhir makin disadari

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos. I Ketut Merta Atmaja. 1211305001. 2017. Pengaruh Perbandingan Komposisi Jerami dan Kotoran Ayam terhadap Kualitas Pupuk Kompos. Dibawah bimbingan Ir. I Wayan Tika, MP sebagai Pembimbing I dan Prof. Ir.

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (I)

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (I) PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (I) Oleh M. TAUFIQUR RAHMAN A01400022 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA

PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFF WAY 146 I PUTU SURYA WIRAWAN PROGRAM STUDI ILMU KETEKNIKAN

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam kelompok rumput-rumputan (famili Poaceae). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap pemupukan. Pemberian pupuk merupakan faktor yang penting dalam budidaya jagung manis

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. Oleh: Meizal Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK Universitas Islam Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa

Lebih terperinci