Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2

3

4

5

6

7

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR BOKS v BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Tahun Potensi Permasalahan dan Tantangan 15 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN Visi Misi Tujuan Sasaran Strategis 41 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian Arah Kebijakan Direktorat Jederal Tanaman Pangan Langkah dan Strategi Operasional Direktorat Jenderal 66 Tanaman Pangan 3.4. Program Kerangka Regulasi Kerangka Kelembagaan 91 BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN Target Kinerja Kerangka Pendanaan 101 BAB V DUKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM PEMBANGUNAN 104 SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN 5.1. Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian 106 BAB VI Penutup 116 Lampiran 117 ii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun Tabel 2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun Tabel 3 Neraca Perdagangan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun Tabel 4. Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun Tabel 5. Produksi Komoditi Tanaman Pangan Tahun Tabel 6. Luas Panen Komoditi Tanaman Pangan Tahun Tabel 7. Produktivitas Komoditi Tanaman Pangan Tahun Tabel 8. Luas Baku Lahan Tahun 2013 dan Tabel 9. Sebaran Danau, Bendungan, Cek Dam, Dam, Embung, dan Waduk Tahun Tabel 10. Status dan Luas Kepemilikan Lahan (Data PUT) Tahun Tabel 11. Pokok-pokok Visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 40 Tabel 12. Sasaran Produksi Komoditi Utama Tanaman Pangan 42 Tabel 13. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Ditjen Tanaman Pangan Tahun Tabel 14. Perbedaan Struktur Organisasi Berdasarkan Permentan 61/2010 dan 94 Permentan 42/2015 Tabel 15. Indikator Tujuan Ditjen Tanaman Pangan Tabel 16. Target Kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Tingkat Eselon I) Tabel 17. Target Kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Tingkat Eselon7II) Tabel 18. Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pengembangan Kawasan Sub Sektor Tanaman Pangan Tabel 19. Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian yang Diperlukan Untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan iii

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun Gambar 2. Perkembangan Angkatan Kerja Sektor Pertanian dan Non 6 Pertanian Tahun Gambar 3. Pertumbuhan Pangsa Tenaga Kerja Pertanian dan Pertumbuhan Pangsa PDB Pertanian Tahun Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun Gambar 5. Langkah Operasional Peningkatan Produksi dan Produktivitas 67 Tanaman Pangan Gambar 6. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan berdasarkan Permentan 43/ iv

11 DAFTAR BOKS Gambar 1. Permasalahan Mendasar Sub Sektor Tanaman Pangan 28 Gambar 2. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 48 Gambar 3. Strategi Operasional Penguatan Pengembangan Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan 68 v

12 BAB I PENDAHULUAN Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun disusun dengan mengacu Rencana Strategis Kementerian Pertanian yang berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun RPJMN tahun merupakan RPJMN tahap ke-3 dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan melalui Perpres No. 2 Tahun 2015 yang telah ditandatangani tanggal 8 Januari 2015, dan merupakan kelanjutan dari RPJMN periode sebelumnya (RPJMN ). Fokus RPJMN tahap ke-3 untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan kompetitif perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang tersedia, sumberdaya manusia yang berkualitas dan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pembangunan tanaman pangan Indonesia telah mengalami proses yang cukup panjang sejak kemerdekaan dan hal ini harus menjadi perhatian penting bagi seluruh pemangku kepentingan. Beberapa butir yang perlu dijadikan sebagai variabel penting adalah perbedaan potensi (kekuatan dan kelemahan yang dimiliki) dan tata kelola yang diselenggarakan. Kedua hal ini menjadi titik kritis dalam menghadapi tantangan perubahan lingkungan (peluang dan ancaman) dimasa mendatang. Untuk itu, penyusunan rencana pembangunan tanaman pangan harus dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan berbasis data yang akurat. Hal ini menjadi tuntutan atas transparansi dari keberhasilan rencana yang ditetapkan. Proses ini dimulai dari RPJP, RPJM, Rencana Strategis Kementerian, dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL). Penetapan kebijakan baru terkait dengan dinamika pembangunan yang belum diakomodasi dalam RPJM dapat dimutakhirkan dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Kelemahan paling mendasar dari sebuah perencanaan adalah menetapkan sasaran yang tidak tepat dan kebijakan yang tidak tepat untuk mewujudkan sebuah tujuan. 1 P a g e

13 Tanaman pangan sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki posisi strategis dalam penyediaan kebutuhan, sumber lapangan kerja dan pendapatan, serta sumber devisa. Tantangan pemenuhan kebutuhan bagi kehidupan manusia akan semakin kompleks dan dinamis. Setiap negara wajib mengamankan ketersediaan atas kebutuhan tersebut, terutama kebutuhan pangan dan energi. Pembangunan tanaman pangan akan berhadapan dengan berbagai perubahan lingkungan strategis baik bersifat internal maupun eksternal antara lain globalisasi perdagangan yang semakin dinamis, perubahan iklim, tuntutan lingkungan yang berkelanjutan, keterbatasan sumber daya lahan, perubahan perilaku konsumen, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, pembangunan harus dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, akuntabel, dan berkelanjutan sehingga pembangunan tersebut memberikan jaminan kehidupan yang cukup dan memperhatikan kebutuhan generasi berikutnya. Dalam mewujudkan kemandirian ekonomi, diperlukan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik dengan menetapkan lima prioritas sasaran yaitu: a. Membangun kedaulatan pangan b. Mewujudkan kedaulatan energi c. Mewujudkan kedaulatan keuangan d. Mendirikan bank petani/nelayan dan UMKM e. Mewujudkan penguatan teknologi. Pemerintahan baru saat ini memiliki jargon Nawacita sebagai garis besar yang dicanangkan selama tahun (prioritas sasaran yang akan dicapai) dengan tetap memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun Nawacita menetapkan sembilan perubahan yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seuruh warga negara. 2. Membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 2 P a g e

14 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Kedudukan subsektor tanaman pangan sangat bersentuhan pada prioritas keenam dan ketujuh dari nawacita. Pengelolaan subsektor tanaman pangan melibatkan banyak pihak dengan variasi struktur kelembagaan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai salah satu unit Eselon I Kementerian Pertanian memiliki batasan kewenangan berdasarkan tugas dan fungsi tertentu. Sesuai dengan prioritas pembangunan Kabinet Kerja , telah ditetapkan sasaran swasembada pangan dengan lima komoditas pangan utama,dimana tiga diantaranya adalah komoditas tanaman pangan yaitu Padi, Jagung dan Kedelai. Sedangkan komoditas lain diluar tanaman pangan adalah gula dan daging. Untuk mewujudkan sasaran, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan harus merumuskan Rencana Strategis, sebagai tindak lanjut atas amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Renstra Kementerian Pertanian. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan disusun dengan tujuan agar menjadi pedoman atau acuan rencana program dan kegiatan pembangunan tanaman pangan selama tahun Kondisi Umum Tahun Kinerja subsektor tanaman pangan dapat dilihat dari capaian indikator makro dan mikro. Beberapa indikator makro tersebut antara lain pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumah tangga petani, perkembangan ekspor-impor, dan perkembangan produksi. Beberapa indikator makro antara lain: 3 P a g e

15 Produk Domestik Bruto (PDB) Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian dalam arti sempit (diluar perikanan dan kehutanan) pada tahun 2014 yaitu sekitar (879,23 triliun) rupiah atau 10,26 % dari PDB nasional sebesar 8.568,12 triliun rupiah (berdasarkan harga konstan tahun 2000). Pertumbuhan PDB pertanian sempit selama periode berkisar antara 3,47 hingga 4,58 % dengan rata-rata sekitar 3,90 %, pada saat yang sama PDB nasional tumbuh sekitar 5,70 %. Dengan adanya ketimpangan pertumbuhan tersebut, maka kontribusi pertanian semakin menurun dari 10,99 % di tahun 2010 menjadi 10,26 % dari total PDB nasional di tahun Tabel 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun Sumber : BPS Bila diperhatikan persubsektor, maka rata-rata pertumbuhan PDB tanaman pangan dan hortikultura masing-masing sekitar 1,53 % dan 2,85 %. Sedangkan PDB perkebunan dan peternakan masing-masing sekitar 5,97 % dan 5,07 %. 4 P a g e

16 Sumber: BPS Gambar 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun Tenaga Kerja Pertanian Selama periode , sektor pertanian masih merupakan sektor dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar, walaupun ada kecenderungan menurun. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2010 sekitar 38,69 juta tenaga kerja atau sekitar 35,76% dari total penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 35,76 juta tenaga kerja atau 30,27%. Kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian tersebut hanya berasal dari kegiatan sektor Pertanian primer, belum termasuk sektor sekunder dan tersier sepanjang vertikal sistem dan usaha agribisnis. Apabila tenaga kerja dihitung dengan yang terserap pada sektor sekunder dan tersiernya, maka kemampuan sektor Pertanian tentu akan lebih besar. Walaupun kemampuan sektor Pertanian dalam penyerapan tenaga kerja nasional sangat besar, namun di sisi lain justru menjadi beban bagi sektor Pertanian dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya. 5 P a g e

17 ribu orang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Pertanian Non Pertanian Total Tenaga Kerja Angkatan Kerja Nasional Sumber: BPS (diolah) Gambar 2. Perkembangan Angkatan Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian Tahun % 0,00-1,00-2,00-3,00-4,00-5,00-6,00-7,00-8,00 Pertumbuhan pangsa TK Pertanian sempit Pertumbuhan pangsa PDB Pertanian sempit Rerata -4,56-6,84-1,33-2,97-5,11-4,16-3,58-3,48-2,15-2,62-2,47-2,86 Sumber BPS Gambar 3. Pertumbuhan Pangsa Tenaga Kerja Pertanian dan Pertumbuhan Pangsa PDB Pertanian Tahun Bila disandingkan data pertumbuhan pangsa tenaga kerja pertanian dengan pertumbuhan pangsa PDB, maka pada periode tahun terjadi penurunan pangsa tenaga kerja pertanian sebesar -4,16%/tahun dan pada saat yang bersamaan pula terjadi penurunan pertumbuhan pangsa PDB sebesar -2,86. Dengan membandingkan tingkat penurunan pangsa 6 P a g e

18 tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat penurunan pangsa PDB, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan perkapita tenaga kerja di sektor pertanian semakin membaik (Gambar 3) Nilai Tukar Petani (NTP) Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana It menunjukkan fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani sementara Ib mencerminkan harga barang-barang yang dikonsumsi petani termasuk barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. NTP digunakan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumahtangga. Umumnya, NTP digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani. Namun demikian, sebagai alat ukur kesejahteraan petani, penggunaan asumsi tingkat produksi yang tetap dinilai kurang relevan, karena kuantitas tetap berarti NTP tidak mengakomodasi kemajuan produktivitas pertanian, kemajuan teknologi dan pembangunan. Karena itu NTP cukup diposisikan sebagai alat ukur untuk menghitung daya beli penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Dengan kata lain, bahwa NTP bukan mutlak ukuran kesejahteraan petani karena walaupun indeks harga yang diterima petani meningkat dengan berbagai kebijakan perlindungan harga yang dilakukan Kementerian Pertanian, namun belum tentu NTP meningkat, karena masih tergantung dengan indeks harga yang dibayar petani. Selama periode , secara umum NTP meningkat walaupun sempat menurun pada tahun Peningkatan NTP tertinggi terjadi pada tahun Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh laju peningkatan indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan indeks harga yang dibayar petani. 7 P a g e

19 Sumber BPS Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun Peningkatan indeks harga yang diterima petani merupakan hasil dari kebijakan Kementerian Pertanian dalam upaya perlindungan harga komoditas pertanian, sedangkan peningkatan indeks harga yang dibayar petani merupakan hasil kebijakan diluar kendali Kementerian Pertanian. Peningkatan NTP dapat dilakukan dengan meningkatkan indeks harga yang diterima petani, namun hal ini dapat memacu inflasi. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan NTP perlu diupayakan agar peningkatan indeks harga yang dibayar petani tidak terlalu progresif. Dari data BPS, selama tahun , angka rata-rata NTP di atas 100 yaitu 101,77 pada tahun 2010, 104,58 pada tahun 2011, 105,24 pada tahun 2012, 104,95 pada tahun 2013, dan 102,03 pada tahun Hal ini menunjukkan petani lebih sejahtera karena hasil yang didapatkan petani lebih besar dari yang dibelanjakan. Sedangkan untuk pertumbuhan NTP subsektor tanaman pangan dari tahun terlihat adanya kenaikan yaitu 97,78 pada tahun 2014, 102,82 pada tahun 2011, dan 104,71 pada tahun 2012, dan terjadi penurunan 0,06 persen pada tahun 2013 dan 5,51 persen pada tahun P a g e

20 Tabel 2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun No. Uraian Nilai Tukar Petani - Pertanian 101,77 104,58 105,24 104,95 102,03 - Tanaman Pangan 97,78 102,82 104,71 104,65 98, Kenaikan NTP (%) - Pertanian - 2,76 0,64 (0,28) (2,78) - Tanaman Pangan - 5,15 1,84 (0,06) (5,51) Indek harga diterima petani (IT) - Pertanian 128,62 138,90 145,75 154,69 114,06 - Tanaman Pangan 124,81 138,38 147,41 157,44 111,80 Kenaikan IT (%) - Pertanian - 7,99 4,94 6,13 (26,27) - Tanaman Pangan - 10,87 6,53 6,80 (28,99) Indek harga dibayar petani (IB) - Pertanian 126,37 132,81 138,49 147,40 111,79 - Tanaman Pangan 127,61 134,56 140,78 150,45 113,06 Kenaikan IB (%) - Pertanian - 5,10 4,28 6,43 (24,16) - Tanaman Pangan - 5,45 4,62 6,87 (24,85) Sumber : BPS (diolah) Keterangan: - Tahun menggunakan tahun dasar 2007 = Tahun menggunakan tahun dasar 2012 = Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Berdasarkan data tahun , kondisi perdagangan komoditas pangan utama Indonesia dalam posisi defisit. Keadaan ini terlihat dari neraca perdagangan yang bernilai negatif dan laju pertumbuhan nilai impor pada periode secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan nilai ekspornya. Pada tahun 2014, komoditas pangan yang menyumbang impor terbesar adalah kedelai diikuti oleh jagung dan beras. Sebaliknya komoditas penyumbang ekspor terbesar adalah ubi kayu. Untuk volume ekspor beras tertinggi dicapai tahun 2012 sebesar 1,15 ribu ton beras dengan nilai US$ 1,43 juta, dan volume ekspor beras terendah tahun 2010 sebesar 810 ton dengan nilai US$ 0,56 juta. Sedangkan volume impor tertinggi 9 P a g e

21 terjadi tahun 2011 sebesar 2,74 juta ton dengan nilai US$ 1,51 milyar dan terendah tahun 2014 senilai US$ 175,83 juta. Volume ekspor tertinggi untuk komoditas Jagung terjadi pada tahun 2012 sebesar 72,95 ribu ton dengan nilai US$ 38,22 juta dan volume terendah pada tahun 2014 senilai US$ 7,97 juta. Sedangkan volume impor tertinggi untuk jagung dicapai pada tahun 2011 sebanyak 3,31 juta ton senilai US$ 1,08 milyar dan volume impor jagung terendah pada tahun 2010 sebesar 1,79 juta ton senilai US$ 484,24 juta. Untuk volume ekspor kedelai tertinggi terjadi tahun 2012 sebesar 34,79 ribu ton senilai US$ 36,97 juta; dan volume ekspor terendah pada tahun 2010 sebesar 8,65 ribu ton senilai US$ 9,98 juta; sedangkan volume impor kedelai tahun 2014 adalah yang tertinggi senilai US$ 2,73 milyar. Untuk jelasnya perkembangan nilai ekspor impor dan neraca perdagangan komoditas tanaman pangan selama tahun seperti pada Tabel di bawah ini. Tabel 3. Neraca Perdagangan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun No Sub Sektor Tahun ( ribu US$) *) 1 Tanaman Pangan - Ekspor Impor Neraca P a g e

22 Tabel 4. Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun Komoditas *) 2014**) Volume (ton) Nilai (US$ 000) Volume (ton) Nilai (US$ 000) Volume (ton) Nilai (US$ 000) Volume (ton) Nilai (US$ 000) Nilai (US$ 000) Beras Ekspor ,065 1,272 1,150 1,428 1,080 1, Impor 687, ,790 2,744,261 1,509,257 2,411,240 1,233, , , ,827 Neraca (686,773) (360,230) (2,743,196) (1,507,985) (2,410,091) (1,231,946) (398,678) (207,529) (174,930) Jagung Ekspor 44,514 12,111 33,189 18,653 72,949 38,223 19,085 14,957 7,970 Impor 1,786, ,238 3,310,984 1,084,404 1,991, ,005 2,401, , ,344 Neraca (1,742,296) (472,127) (3,277,795) (1,065,751) (1,919,003) (575,782) (2,382,405) (713,576) (590,374) Kedelai Ekspor 8,653 9,979 8,737 11,389 34,793 36,971 9,762 13,132 39,125 Impor 1,772, ,173 2,125,511 1,290,079 2,334,735 1,478,104 1,411, ,426 2,725,541 Neraca (1,764,011) (861,195) (2,116,774) (1,278,689) (2,299,942) (1,441,133) (1,401,422) (873,294) (2,686,416) Kacang Tanah Ekspor 7,721 13,625 7,684 15,453 7,737 16,514 4,831 10,836 10,234 Impor 230, , , , , , , , ,250 Neraca (223,066) (211,824) (245,418) (246,892) (201,949) (232,203) (226,463) (264,092) (237,016) Ubi Kayu Ekspor 169,031 45, ,340 79,060 61,943 19,268 71,812 27,611 24,330 Impor 294, , , , , , , ,995 99,712 Neraca (125,822) (75,323) (240,085) (132,216) (828,288) (380,952) (141,603) (76,384) (75,382) Ubi Jalar Ekspor 7,083 5,317 7,173 6,341 10,495 9,437 8,006 6,898 6,236 Impor Neraca 7,051 5,272 7,148 6,297 10,468 9,394 7,985 6,866 6,197 Gandum Ekspor 642, , , ,152 67,560 39,276 75,482 40,442 33,181 Impor 5,725,011 1,827,395 6,476,577 2,656,103 7,817,795 2,960,103 5,900,056 2,252,450 1,902,406 Neraca (5,082,285) (1,444,827) (5,930,064) (2,208,951) (7,750,235) (2,920,827) (5,824,574) (2,212,007) (1,869,225) *) Volume Ekspor/Impor Tahun 2013 Sampai Dengan Bulan Oktober **) Volume Ekspor/Impor Tahun 2014 Sampai Dengan Bulan September 11 P a g e

23 Capaian Produksi Tanaman Pangan Tahun Selama periode , produksi tanaman pangan rata-rata mengalami peningkatan. Komoditas tanaman pangan yang mengalami peningkatan produksi yaitu Padi meningkat rata-rata sebesar 1,64 %. Jagung meningkat rata-rata sebesar 1,08 %, Kedelai meningkat rata-rata sebesar 1,96 %, dan Ubi Jalar meningkat rata-rata sebesar 4,03 %. Peningkatan produksi Padi diantaranya karena peningkatan luas panen dan produktivitas. Sedangkan peningkatan produksi Jagung dan Kedelai diantaranya karena meningkatnya produktivitas. Sedangkan tanaman pangan yang mengalami penurunan produksi adalah kacang tanah sebesar rata-rata 4,67 %, kacang hijau sebesar rata-rata 2,00 % dan Ubi kayu rata-rata 0,50 %. Tabel 5. Produksi Komoditi Tanaman Pangan Tahun No (ribu ton) 1 Padi Jawa ,30 Luar Jawa ,24 Indonesia ,64 2 Jagung Jawa ,81 Luar Jawa ,45 Indonesia ,08 3 Kedelai Jawa ,36 Luar Jawa ,11 Indonesia ,96 4 Kacang Jawa ,75 Tanah Luar Jawa ,87 Indonesia ,67 5 Kacang Jawa ,17 Hijau Luar Jawa ,36 Indonesia ,00 6 Ubi Kayu Jawa ,15 Luar Jawa ,98 Indonesia ,50 7 Ubi Jalar Jawa ,83 Sumber : BPS Komoditas Rata-rata (ribu ton) Rerata Pertumbuhan (%) Luar Jawa ,97 Indonesia ,03 12 P a g e

24 Keterangan : Padi : Gabah Kering Giling Kacang Tanah : Biji Kering Jagung : Pipilan Kering Ubi Kayu : Umbi Basah Kedelai : Biji Kering Ubi Jalar : Umbi Basah Kacang Hijau : Biji Kering Rerata pertumbuhan tahun luas panen komoditas padi 1,02 %, sedangkan untuk komoditi jagung mengalami penurunan sebesar 1,77 %,. Sama halnya dengan jagung, luas panen kedelai mengalami penurunan 1,44 %. Selanjutnya rerata pertumbuhan tahun untuk luas panen komoditas kacang tanah mengalami penurunan hingga 5,11 %, bagitu juga dengan luas panen komoditas kacang hijau mengalami penurunan hingga 3,47 %. Luas Panen komoditas ubi kayu, tahun mengalami penurunan rerata pertumbuhan sebesar 4,01 % dan untuk luas panen ubi jalar penurunan rerata pertumbuhan sebesar 3,49 %. 13 P a g e

25 Tabel 6. Luas Panen Komoditi Tanaman Pangan Tahun No (ribu hektar) Rata-rata (ribu hektar) Rerata Pertumbuhan (%) 1 Padi Jawa ,20 Luar Jawa ,78 Indonesia ,02 2 Jagung Jawa ,13 Luar Jawa ,37 Indonesia ,77 3 Kedelai Jawa ,31 Luar Jawa ,42 Indonesia ,44 4 Kacang Jawa ,50 Tanah Luar Jawa ,55 Indonesia ,11 5 Kacang Jawa ,09 Hijau Luar Jawa ,55 Indonesia ,47 6 Ubi Kayu Jawa ,11 Luar Jawa ,90 Indonesia ,01 7 Ubi Jalar Jawa ,33 Sumber : BPS Komoditas Luar Jawa ,45 Indonesia ,49 Rerata pertumbuhan tahun produktivitas komoditas padi 0,60 %, untuk komoditi jagung sebesar 2,84 % dan kedelai sebesar 3,27 %. Selanjutnya rerata pertumbuhan tahun untuk produktivitas komoditas kacang tanah 0,54%, kacang hijau 1,04%, Ubi Kayu 3,69 % dan ubi jalar 7,69 %. Kenaikan produktivitas tanaman pangan tertinggi terjadi pada komoditas Ubi Jalar. 14 P a g e

26 Tabel 7. Produktivitas Komoditi Tanaman Pangan Tahun No Komoditas (ku/ha) Rata-rata (ku/ha) 1 Padi Jawa 57,21 55,81 59,05 57,98 57,29 57,47 0,09 Luar Jawa 43,65 44,54 44,81 45,85 46,21 45,01 1,44 Indonesia 50,15 49,80 51,36 51,52 51,35 50,84 0,60 2 Jagung Jawa 46,49 48,65 53,26 51,54 51,98 50,38 2,94 Luar Jawa 42,07 42,61 44,57 45, ,29 2,82 Indonesia 44,36 45,65 48,99 48,44 49,54 47,40 2,84 3 Kedelai Jawa 14,4 14,2 15,8 15,23 16,42 15,21 3,52 Luar Jawa 12,38 12,71 12,9 12,41 14,06 12,89 3,41 Indonesia 13,73 13,68 14,85 14,16 15,51 14,39 3,27 4 Kacang Jawa 12,65 12,80 12,90 13,75 13,00 13,02 0,78 Tanah Luar Jawa 12,34 12,84 12,35 12,93 12,27 12,55-0,04 Indonesia 12,56 12,81 12,74 13,52 12,79 12,88 0,54 5 Kacang Jawa 11,67 11,66 11,74 11,42 11,98 11,69 0,69 Hijau Luar Jawa 10,79 11,19 11,34 10,91 11,27 11,10 1,14 Indonesia 11,30 11,48 11,60 11,24 11,76 11,48 1,04 6 Ubi Kayu Jawa 195,47 193,66 209,08 222,98 232,48 210,73 4,49 Luar Jawa 208,04 210,89 218,46 225,98 234,48 219,57 3,04 Indonesia 202,17 202,96 214,02 224,60 233,55 215,46 3,69 7 Ubi Jalar Jawa 132,74 157,93 203,35 187,71 196,77 175,70 11,22 Sumber : BPS Rerata Pertumbuhan (%) Luar Jawa 104,32 108,44 113,06 124,79 130,61 116,24 5,81 Indonesia 113,27 123,29 139,29 147,47 152,00 135,06 7, Potensi, Permasalahan dan Tantangan Potensi Indonesia mempunyai potensi sumberdaya yang sangat besar dan penting untuk dapat dikembangkan bagi pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan, antara lain: 1. Keanekaragaman hayati dan agroekosistem 2. Lahan pertanian 3. Teknologi a. Teknologi Perbenihan 15 P a g e

27 b. Teknologi Pemupukan c. Teknologi pascapanen d. Teknologi pengendalian OPT dan DPI 4. Tenaga kerja pertanian 5. Pasar. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sepuluh persen dari spesies tumbuhan berbunga di dunia terdapat di Indonesia, meskipun luas daratan Indonesia hanya 13 % dari total luas daratan di dunia. Selain itu di Indonesia hidup 12 % spesies mamalia, 16 % reptil dan amphibi, dan 17 % burung. Potensi sumber hayati berasal dari tumbuhan ada sekitar 40 ribu yang terdiri dari 5000 jenis jamur, 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan, sebagian baru diketahui potensinya, dan sebagian besar lagi bahkan namanya saja belum diketahui (diidentifikasi). Keanekaragaman hayati tersebut merupakan tumpuan hidup manusia, karena setiap orang membutuhkannya untuk menopang kehidupan, sebagai sumber pangan, pakan, bahan baku industri, farmasi dan obat-obatan. Salah satu pemanfaatan keanekaragaman hayati adalah melalui perdagangan tanaman obat dengan nilai perdagangan tanaman obat dan produk berasal dari tumbuhan termasuk suplemen. Selain berfungsi untuk menunjang kehidupan manusia, keanekaragaman hayati memiliki peranan dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem. 16 P a g e

28 Indonesia juga memiliki potensi agroekosistem yang cukup untuk mendukung pengembangan pertanian diantaranya adalah ketersedian tanah, hara, dataran rendah dan tinggi, curah hujan yang merata di sebagian wilayah, sinar matahari yang terus menyinari sepanjang tahun, kelembaban udara dan organisme-organisme, setidaknya memiliki 47 ekosistem alami yang berbeda. Kita bisa menjumpai padang es dan padang rumput dataran tinggi di Papua. Beragam hutan basah dataran rendah di Kalimantan dan Sumatera. Adapula ekosistem danau yang dalam dan rawa dangkal. Untuk itu, agar keanekaragaman hayati dan agoekosistem tidak terancam kelestariannya, maka kita harus arif (bijaksana) dalam memanfaatkannya, dengan mempertimbangkan aspek manfaat dan aspek kelestariannya Lahan Pertanian Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan mencapai km² (192 juta ha) dan luas perairan mencapai km². Luas kawasan budidaya sekitar 123 juta ha (64,6 persen) berpotensi sebagai kawasan pertanian sebesar 101 juta ha, dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung. Dari areal tersebut yang sudah terolah sampai saat ini sebesar 25,6 juta ha lahan sawah, dan untuk lahan kering tanam semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Dengan demikian potensi perluasan untuk kawasan pertanian adalah sebesar 54 juta ha dengan komposisi; 36 juta ha dapat digunakan untuk tanaman pangan/perkebunan dan merupakan lahan kering, 15 juta ha sesuai untuk 17 P a g e

29 areal persawahan dan 3 juta ha untuk lahan peternakan. (Siswono Yudo Husodo, 2006; Data Kajian Akademis Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, Kementan 2006). Kementerian Pertanian (2013) menaksir bahwa luas lahan sub optimal di Indonesia yang sesuai untuk pertanian mencapai 91,9 juta ha, terdiri dari lahan kering masam seluas 62,6 juta ha (68,1 persen), rawa pasang surut seluas 9,3 juta ha (10,1 persen), lahan kering iklim kering seluas 7,8 juta ha (8,5 persen), rawa lebak seluas 7,5 juta ha (8,2 persen), dan lahan gambut seluas 4,7 juta ha (5,1 persen). Saat ini sebagian lahan-lahan sub optimal tersebut dimanfaatkan untuk budidaya tanaman, ternak dan ikan. 18 P a g e

30 Tabel 8. Luas Baku Lahan Tahun 2013 dan 2014 No. L. Sawah Irigasi L. Sawah Non Irigasi L. Tegal/ Kebun L. Ladang/ Huma L. Sawah Irigasi L. Sawah Non Irigasi L. Tegal/ Kebun L. Ladang/ Huma 1 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat R i a u Kepulauan Riau J a m b i Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur B a l i Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Total *) Angka Sementara Sumber: BPS, 2015 Provinsi Baku Lahan 2013 (Ha) Baku Lahan 2014 *) (Ha) Selain jumlah lahan potensial tersebut, hal yang mendukung adalah jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai, rawa dan danau serta curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, juga waduk, bendungan, embung, maupun air tanah serta air permukaan lainnya, yang sangat potensial untuk mendukung pengembangan usaha pertanian, khususnya tanaman pangan. 19 P a g e

31 Tabel 9. Sebaran Danau, Bendungan, Cek Dam, Dam, Embung, dan Waduk Tahun 2015 NO. PROVINSI DANAU BENDUNGAN CEK DAM DAM EMBUNG WADUK 1 ACEH 9 2 SUMUT SUMBAR 4 4 BENGKULU 3 5 KEPRI 1 6 JAMBI 3 7 SUMSEL 5 8 LAMPUNG 2 9 JAWA BARAT JATENG JATIM BANTEN KALBAR 6 14 KALTENG KALSEL 2 16 KALTIM 3 17 BALI NTB NTT SULUT SULTENG SULSEL SULBAR SULTRA GORONTALO MALUKU 3 27 MALUT 2 28 PAPUA BARAT 3 29 PAPUA TOTAL Sumber:... Hingga tahun 2015, tercatat terdapat 119 danau, 145 Bendungan, 77 Ced Dam, 132 Dam, 65 Embung, dan 63 waduk yang masih aktif. Kondisi ini mengindikasikan untuk pengembangan sub sektor tanaman pangan dengan program penambahan baku lahan dapat diarahkan ke daerah-daerah di luar pulau Jawa. Potensi pengembangan untuk areal irigasi 20 P a g e

32 memungkinkan di pulau Sumatera dan Sulawesi. Selain itu untuk penumbuhan kantong-kantong produksi dapat juga dikembangkan pada lahan non irigasi (tadah hujan, pasang surut, lebak dan polder) yang banyak terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan untuk lahan yang sementara tidak diusahakan masih banyak terdapat di Papua seluas 5,329 juta hektar Teknologi Teknologi untuk meningkatkan produksi tanaman pangan telah berkembang pesat. Berbagai inovasi teknologi spesifik lokasi telah dihasilkan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian. Dalam hal ini Kementerian Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Budidaya Tanaman Pangan Yang Baik dan Benar (Good Agriculture Practices) yang bertujuan untuk: 1. Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan. 2. Meningkatkan mutu hasil tanaman pangan termasuk keamanan konsumsi tanaman pangan. 3. Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing tanaman pangan. 4. Memperbaiki efisiensi penggunaan sumber daya alam. 5. Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan. 6. Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan. 21 P a g e

33 7. Meningkatkan peluang dan daya saing penerimaan oleh pasar internasional maupun domestik. 8. Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen. Peraturan Menteri Pertanian tersebut dapat dijadikan pedoman umum dalam melaksanakan budidaya tanaman pangan secara benar dan tepat, sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan maksimal, ramah lingkungan dan memperhatikan aspek keamanan, kesehatan dan kesejahteraan petani, serta usaha produksi yang berkelanjutan. Berbagai macam paket teknologi tepat guna diharapkan dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas aneka produk pertanian. Teknologi untuk meningkatkan produksi tanaman pangan sebagai berikut: A. Teknologi Perbenihan Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul merupakan faktor penentu potensi hasil yang dapat dicapai dalam budidaya tanaman. Sampai saat ini sudah banyak penelitian yang dikembangkan untuk perbenihan. Sistem produksi benih yang meliputi penyediaan varietas unggul, produksi benih, pengendalian mutu dan distribusinya telah dikembangkan di Indonesia sejak tahun Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul dapat meningkatkan produksi pangan nasional, namun terkendala oleh jumlah produksi benih yang belum mencukupi kebutuhan. Pemerintah telah mendorong petani untuk memproduksi benih bermutu sendiri agar tercukupi kebutuhannya sehingga dapat mewujudkan kemandirian pangan. Untuk itu telah dicanangkan program Seribu Desa Mandiri Benih. Dalam mendukung program tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah memfasilitasi kegiatan Seribu 22 P a g e

34 Desa Mandiri Benih. Program tersebut diutamakan untuk desa yang belum terpenuhi kebutuhan benihnya. Diharapkan dengan adanya program tersebut petani dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, dan apabila ada kelebihan produksi benih dapat digunakan oleh petani/desa sekitarnya. B. Teknologi Pemupukan Pengembangan teknologi pemupukan harus didorong dalam membangun keseimbangan pengembangan pupuk anorganik dan organik, serta jaminan akan ketersediaan sumber bahan baku yang menjadi prasyarat bagi pengembangan industri pupuk, sehingga dapat memenuhi kebutuhan, serta sumberdaya manusia yang terlibat langsung dalam proses pengolahan pupuk, terutama pengolahan pupuk organik di daerah sentra produksi sub sektor tanaman pangan dengan memanfaatkan limbah pertanian yang tersedia. C. Teknologi Pascapanen Penanganan pasca panen yang baik dan benar memerlukan teknologi yang tepat. Teknologi pasca panen merupakan kunci untuk meningkatkan kualitas produk hasil panen produk pertanian dan memberikan nilai tambah produk pertanian. Berbagai macam teknologi pascapanen dan pengolahan hasil pertanian sudah banyak dihasilkan para peneliti di lembaga penelitian, masyarakat petani dan swasta, semuanya itu dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas aneka produk pertanian. Untuk menerapkan penanganan pasca panen yang baik, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah memfasilitasi sarana pasca panen untuk menurunkan 23 P a g e

35 susut hasil (losses), meningkatkan nilai tambah produk olahan tanaman pangan serta meningkatan mutu hasil produksi tanaman pangan. D. Teknologi Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) Pengamanan produksi tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI merupakan bagian penting untuk menjaga kuantitas, kualitas dan kontinuitas hasil tanaman pangan. Pengamanan dilakukan secara efisien dan bijaksana, dengan memperhatikan kaidah pengendalian Hama Terpadu (PHT) sehingga tercipta pertanian ramah lingkungan. Program pengendalian hama terpadu menjadi bagian yang utama dalam kegiatan usahatani dan dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida dan Nomor 42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan Pestisida. Saat ini cukup banyak industri bahan pengendali OPT dengan kapasitas produksi yang cukup memadai dan jenis pestisida yang beragam sesuai dengan permintaan akan kebutuhan pestisida guna melindungi pertanaman dari gangguan OPT Tenaga Kerja Pertanian Sampai saat ini, lebih dari 43 juta tenaga kerja nasional masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, terutama di sub sektor tanaman pangan. Jumlah tenaga kerja tersebut belum tersebar secara proporsional sesuai dengan sebaran luas potensi lahan serta belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk pengembangan pertanian 24 P a g e

36 yang berdaya saing. Jika tenaga kerja tersebut dapat ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya di sektor produksi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, maka dapat untuk meningkatkan kapasitas produksi aneka komoditas pertanian bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dan internasional. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pertanian juga dapat dilakukan melalui penempatan tenaga kerja pertanian terlatih di daerah yang masih kurang penduduknya dan penyediaan fasilitasi pertanian dalam bentuk faktor produksi, bimbingan teknologi serta pemberian jaminan pasar yang baik. Secara kuantitatif tenaga kerja untuk sub sektor tanaman pangan tersedia di perdesaan, namun ada kecenderungan terus menurun dengan indikasi semakin berkurangnya minat generasi muda di perdesaan untuk bekerja di sub sektor pertanian tanaman pangan. Demikian pula dari sisi kualitas Sumberdaya Manusia tenaga kerja ini masih sangat kurang, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk dapat mengupayakan secara berkelanjutan penyediaan SDM Pertanian tanaman pangan yang berkualitas. Jumlah tenaga kerja untuk sub sektor tanaman pangan lebih dari cukup, apalagi terdapat limpahan tenaga kerja ke sub sektor tanaman pangan akibat melambatnya pertumbuhan sektor industri. Dengan demikian pemanfaatan tenaga kerja yang tersedia secara optimal merupakan peluang untuk meningkatkan pembangunan tanaman pangan Pasar Daya beli masyarakat yang terus meningkat serta jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar dalam negeri yang sangat potensial bagi produk-produk pertanian yang dihasilkan petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 237 juta jiwa dengan pertumbuhan 1,49 persen per tahun. Saat ini, tingkat konsumsi 25 P a g e

37 aneka produk hasil pertanian Indonesia, kecuali beras, gula dan minyak goreng, masih relatif rendah. Rendahnya tingkat konsumsi produk pertanian ini, terutama disebabkan masih rendahnya tingkat pendapatan per kapita penduduk Indonesia sehingga mempengaruhi daya beli. Seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi yang saat ini tengah giat dijalankan, maka pendapatan per kapita penduduk juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan di satu sisi, maka dapat terjadi peningkatan permintaan produk termasuk pertanian tanaman pangan di sisi lain. Permintaan pasar domestik, di samping jumlahnya yang semakin meningkat, juga membutuhkan keragaman produk yang bervariasi, sehingga akan membuka peluang yang lebih besar terhadap diversifikasi produk. Sejalan era dan dengan globalisasi pemberlakuan pasar bebas, produk pertanian Indonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar internasional, baik produk segar maupun olahan. Apabila peluang pasar dalam negeri dan luar negeri dapat dimanfaatkan, maka hal ini akan menjadi pasar yang sangat besar bagi produk pertanian Indonesia. Pada tahun 2015, kesepakatan ASEAN untuk mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN akan terealisasikan. Pilar utama dalam AEC adalah mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal yang didukung dengan aliran barang, jasa, modal, dan tenaga kerja yang lebih bebas. Lebih bebas yang dimaksudkan adalah adanya pengurangan hambatan tarif maupun non tarif dalam perdagangan antar negara ASEAN. AEC akan membuka peluang bagi 26 P a g e

38 Indonesia untuk memperluas pangsa pasar, mendorong daya saing serta berpotensi menyerap tenaga kerja Indonesia. Perwujudan AEC akan membentuk ASEAN sebagai pasar terbesar ke-3 di dunia setelah China dan India, Indonesia yang jumlah penduduknya 40 persen dari total jumlah penduduk kawasan menjadikan Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara yang produktif dalam pasar ASEAN. Penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi inilah yang cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh pada eksistensi produk lokal, peningkatan daya saing produk lokal sangat diperlukan menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 mendatang, diantaranya: 1) Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas produksi, 2) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing, 3) Memperluas jaringan pemasaran, serta 4) Meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran. Selain itu, rasa nasionalisme Bangsa Indonesia perlu ditingkatkan sehingga meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri. Bila perbaikan ini dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya, maka akan mampu memberikan peluang bagi industri manufaktur Indonesia untuk memasarkan produknya dan mampu bersaing dengan produk-produk impor baik didalam negeri maupun ekspor ke luar negeri Permasalahan Berdasarkan hasil evaluasi atas pembangunan pertanian tanaman pangan yang telah dilaksanakan sampai saat ini, persoalan mendasar yang diperkirakan masih dihadapi sektor pertanian di masa yang akan datang, 27 P a g e

39 khususnya jangka waktu , Secara lebih lengkap, permasalahan mendasar tersebut di atas diuraikan sebagai berikut: Boks.1. Permasalahan Mendasar Sub Sektor Tanaman Pangan 1. Status dan luas kepemilikan lahan 2. Ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air 3. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia pertanian dan kelembagaan pertanian 4. Keterbatasan ketersediaan sarana produksi 5. Keterbatasan akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usahatani 6. Meningkatnya persaingan pemanfaatan komoditas tanaman pangan 7. Belum padunya koordinasi Pemerintahan dalam menunjang pembangunan sub sektor tanaman pangan Status dan Luas Kepemilikan Lahan Berdasarkan sensus Pertanian tahun 2013, dari sisi skala penguasaan lahan, sejak tahun 2003 jumlah rumah tangga petani gurem yang kepemilikan lahannya kurang dari 0,5 hektar menurun dari 19,8 juta rumah tangga menjadi 14,6 juta rumah tangga pada tahun Sedangkan jumlah rumah tangga usaha pertanian paling banyak menguasai lahan dengan luas antara meter persegi yaitu 6,73 juta rumah tangga. Berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2003 jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak adalah yang menguasai lahan dengan luasan kurang dari meter persegi yakni sebanyak 9,8 juta rumah tangga. Status kepemilikan lahan sebagian besar petani yang belum memiliki legalitas yang kuat dalam bentuk sertifikat, sehingga lahan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha melalui perbankan. 28 P a g e

40 Tantangan ke depan untuk mengatasi terbatasnya pemilikan dan lemahnya status penguasaan lahan adalah bagaimana meningkatkan efisiensi dan produktifitas usaha tani, penataan kelembagaan pengelolaan lahan, dan penguatan status kepemilikan lahan. Untuk mengatasi dan mengantisipasi degradasi sumber daya lahan adalah bagaimana melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan secara teknis, dan biologis (vegetatif) melalui penerapan teknologi budidaya pertanian yang ramah lingkungan. Konversi lahan terjadi cukup luas setiap tahun untuk sektor non pertanian, seperti perumahan, jalan dan infrastruktur lainnya, serta ke subsektor perkebunan, peternakan dan perikanan. Konversi lahan menyebabkan kapasitas produksi pangan turun, ditemui lahan-lahan terlantar/tidur, berkurangnya lahan usaha produktif dan beberapa usaha komoditi pertanian akan mengalami kejenuhan dan kurang diminati, serta turunnya kesejahteraan petani sehingga kegiatan usaha tani yang dilakukan petani tidak dapat menjamin tingkat kehidupan yang layak. Status dan luas kepemilikan lahan yang terbatas juga akan memposisikan petani sebagai penggarap atau buruh tani, serta alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian seperti untuk industri, pemukiman dan perdagangan. Pada daerah yang padat seperti pulau Jawa, setiap tahunnya sekitar hektar lahan pertanian yang berubah fungsi penggunaannya (Soni Harsono, 1995). Berdasarkan data PUT (BPS, 2009), luas penguasaan lahan bagi rumah tangga petani padi, jagung, kedelai, dan tebu umumnya dibawah 1 hektar yaitu sebesar 76,04 persen atau rumah tangga. Secara ekstrim, luas penguasaan lahan bari rumah tangga petani dibawah 0,5 hektar cukup besar yaitu 53,58 persen atau rumah tangga. 29 P a g e

41 Tabel 10. Status dan Luas Kepemilikan Lahan (Data PUT) Tahun 2009 No. Kategori Pengusahaan Lahan Jumlah Rumah Tangga % 1 Tidak menguasai lahan pertanian ,04 2 Di bawah 0,5 Ha ,53 3 Antara 0,5-1,0 Ha ,46 4 Antara 1,0-2,0 Ha ,27 6 Antara 2,0-3,0 Ha ,04 5 Di atas 3,0 Ha ,65 Total ,00 A Kepemilikan di bawah 0,5 Ha ,58 B Kepemilikan di bawah 1,0 Ha ,04 Sumber: Biro Pusat Statistik Ketersediaan Infrastruktur, Sarana Prasarana, Lahan dan Air Berdasarkan audit jaringan irigasi yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010 dinyatakan bahwa 52 persen jaringan irigasi yang ada dalam keadaan rusak berat yang memerlukan penanganan segera. Kondisi tersebut mengakibatkan daya dukung irigasi bagi sub sektor tanaman pangan sangat menurun. Kerusakan ini terutama diakibatkan banjir dan erosi, kerusakan sumberdaya alam di daerah aliran sungai, bencana alam serta kurangnya pemeliharaan jaringan irigasi hingga ke tingkat usaha tani. Terbatasnya prasarana usahatani seperti jalan usahatani, jalan produksi, pelabuhan yang dilengkapi dengan pergudangan. Belum cukup tersedianya benih/bibit unggul bermutu, pupuk, pakan, pestisida/obat-obatan, alat dan mesin pertanian hingga ke tingkat usaha tani, serta belum berkembangnya kelembagaan pelayanan penyedia sarana produksi. Belum perkembangnya usaha penangkaran benih/bibit secara luas hingga di sentra produksi pengakibatkan harga benih/bibit menjadi mahal, 30 P a g e

42 bahkan mengakibatkan banyak beredarnya benih/bibit palsu di masyarakat yang pada akhirnya sangat merugikan petani. Pupuk merupakan komoditas yang seringkali menjadi langka pada saat dibutuhkan, terutama pupuk bersubsidi. Sistem distribusi yang belum baik serta margin harga dunia yang relatif tinggi dibandingkan dengan harga pasar domestik mengakibatkan banyak terjadinya praktek penyelundupan pupuk bersubsidi ke luar negeri. Dengan keterbatasan penyediaan pupuk kimia, ternyata pengetahuan dan kesadaran petani untuk menggunakan dan mengembangkan pupuk organik sendiri, sebagai pupuk alternative juga masih sangat kurang. Tantangan kedepan adalah: (1) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perlindungan daerah aliran sungai; pemeliharaan jaringan irigasi pedesaan; pengembangan sumber-sumber air alternatif dan berskala kecil antara lain melalui pemanfaatan teknologi pengambilan air permukaan dan bawah tanah; pembangunan dan pemeliharaan embung dan bendungan serta pemanfaatan sumber air tanah, danau, rawa dan air hujan; (2) Menyediakan semua prasarana yang dibutuhkan petani secara memadai untuk dapat menekan biaya tinggi yang timbul akibat terbatasnya prasarana transportasi dan logistik pada sentra produksi komoditas pertanian tanaman pangan Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Pertanian Masih rendahnya tingkat kualitas SDM pertanian terutama dalam penerapan teknologi di lapangan dan penggunaan alat-alat mesin pertanian, yang bersifat spesifik lokasi maupun umum.pelayanan prima yang belum optimal dilakukan oleh aparat pertanian. Perbaikan manajemen kinerja perlu dilakukan melalui peningkatan sumber daya manusia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan pemantapan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga dapat 31 P a g e

43 menciptakan kinerja yang berkualitas serta moral dan etos kerja yang optimal. Organisasi petani yang belum memanfaatkan peluang ekonomi melalui berbagai informasi teknologi, permodalan dan pasar untuk pengembangan usahataninya, tetapi sebagian besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah. Kelembagaan usaha yang ada di pedesaan, seperti koperasi belum dapat sepenuhnya mengakomodasi kepentingan petani/kelompok tani sebagai wadah pembinaan teknis. Berbagai kelembagaan petani yang sudah ada seperti Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Perhimpunan Petani Pemakai Air dan Subak dihadapkan pada tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri dari kelembagaan yang saat ini lebih dominan hanya sebagai wadah pembinaan teknis dan sosial menjadi kelembagaan yang juga berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha yang berbadan hukum atau dapat berintegrasi dalam koperasi yang ada di perdesaan. Kelembagaan petani belum kuat dan mandiri, sehingga belum dapat berperan secara optimal sebagai mitra pemerintah dan penyalur aspirasi petani. Sistim penyuluham pertanian belum kuat, sehingga belum mampu secara optimal untuk melakukan pemberdayaan petani dan kelembagaan petani. Faktor penyebab belum kuatnya sistim penyuluhan adalah keterbatasan penyuluh baik dari segi jumlah maupun kompotensi, kelembagaan penyuluhan yang belum mandiri dan inovatif, kurangnya sarana serta metode yang belum sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat petani. Berkurangnya jumlah tenaga penyuluh di tingkat lapangan karena penyuluh PNS yang memasuki usia pensiun jauh lebih tinggi dibanding penambahan tenaga penyuluh pertanian. Kondisi penyuluh yang ada sekarang sejumlah orang dengan wilayah binaan 5 10 desa. 32 P a g e

44 Keterbatasan Ketersediaan Sarana Produksi Belum cukup tersedianya benih unggul bermutu, pupuk, pestisida/obat-obatan, alat dan mesin pertanian hingga ke tingkat usaha tani, serta belum berkembangnya kelembagaan pelayanan penyedia sarana produksi. Belum perkembangnya usaha penangkaran benih tanaman pangan secara luas hingga di sentra produksi mengakibatkan harga benih menjadi mahal, dan juga banyak beredarnya benih palsu yang sangat merugikan petani. Pengadaan benih belum sesuai dengan musim tanam, biasanya benih sampai dilokasi setelah musim tanam dan kadangkala benih sudah kadarluasa. Kondisi dikarenakan infrastruktur dan sistem perbenihan sulit berkembang karena memerlukan investasi yang cukup besar, semantara tidak banyak swasta yang mau menanamkan investasi diusaha perbenihan. Ketersediaan benih unggul dan bermutu belum dapat memenuhi kebutuhan petani baik dari aspek jumlah dan waktu yang sesuai dengan kegiatan usaha tani dan masih tergantung dari impor, seperti benih padi atau jagung hibrida. Penggunaan pupuk bersubsidi belum sesuai dengan yang diharapkan disebabkan: 1) Terbatasnya modal petani; 2) Jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan yang diusulkan daerah; 3) Kemampuan distribusi pupuk tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan; 4) Pabrik pupuk beroperasi dibawah kapasitas terpasang karena terbatasnya suplay bahan baku gas; 5) Permintaan pasar pupuk dan bahan baku pupuk di pasar Internasional meningkat; 6) Perbedaan harga pupuk bersubsidi dengan harga non subsidi di pasar internasional semakin besar dan; 7) Belum optimalnya pengawasan saat distribusi pupuk sampai ke lini terakhir; 33 P a g e

45 8) sistem distribusi yang belum baik serta margin harga dunia yang relatif tinggi dibandingkan dengan harga pasar domestik mengakibatkan banyak terjadinya praktek penyelundupan pupuk bersubsidi ke luar negeri; dan 9) Pengembangan penerapan pemupukan di tingkat petani belum optimal sehingga membutuhkan adanya pendampingan baik berupa pendampingan sumber daya manusia maupun bentuk bantuan. Penggunaan pestisida yang tidak memperhatikan kaidah PHT, malah merugikan bagi pertanian karena membunuh musuh alami serta memunculkan tipe baru OPT yang kebal terhadap pestisida tertentu. Penggunaan pestisida yang tidak mengikuti prosedur keamanan sangat membahayakan keselamatan jiwa penggunanya. Tantangan kedepan adalah upaya: (1) Mengembangkan penangkar benih unggul dan bermutu, menumbuhkembangkan kelembagaan penyedia jasa alat dan mesin pertanian, mendorong petani memproduksi dan meningkatkan pemakaian pupuk organik, serta mendorong petani untuk menggunakan pestisida dan obat-obatan tanaman/hewan yang ramah lingkungan; (2) Perlu ada upaya yang serius untuk membangkitkan kelembagaan perbenihan nasional mulai dari pusat sampai daerah, termasuk peningkatan kapasitas kemampuan penangkar benih lokal, serta mendorong sosialisasi agar swasta mau menanamkan investasi di usaha perbenihan Keterbatasan Akses Petani Terhadap Permodalan dan Masih Tingginya Suku Bunga Usaha Tani Kecilnya skala penguasaan dan pengusahaan lahan petani yang mengakibatkan terbatasnya kemampuan petani untuk melakukan pemupukan modal melalui tabungan dan investasi. Tidak mudahnya prosedur pengajuan kredit dan ketiadaan agunan yang dipersyaratkan, tingginya suku bunga, informasi yang masih sulit diakses, panjangnya birokrasi, kurangnya 34 P a g e

46 penyuluhan, sehingga petani lebih memilih rentenir yang menyediakan pinjaman modal dengan cepat walau dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibanding lembaga keuangan formal. Tingkat pengembalian kredit yang umumnya rendah dan berpotensi menjadi kredit bermasalah. Insentif dari pemerintah kepada petani masih dirasa kurang, padahal usaha atau bisnis di bidang pertanian memiliki dampak resiko yang tinggi, baik dari gangguan alam seperti banjir dan kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman serta fluktuasi harga jual produk. Upaya pemerintah untuk melibatkan sektor swasta dalam membantu petani juga masih sangat kurang. Kurangnya peran swasta melalui tanggungjawab sosial perusahaan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap petani disekitarnya.kurangnya jalinan kemitraan antara petani dan pelaku usaha kecil dengan perusahaan swasta menengah besar Meningkatnya Persaingan Pemanfaatan Komoditas Tanaman Pangan Meningkatnya permintaan kebutuhan produk tanaman pangan untuk bahan baku industri, pakan ternak, bahan baku penghasil energi, serta meningkatnya pertumbuhan penduduk, mengakibatkan terjadinya persaingan dalam pemanfaatan komoditas tanaman pangan, sementara produksi komoditas tanaman pangan tidak mampu memenuhi semua permintaan tersebut. Sehingga untuk kedepan, selain upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan, perlu pula ditingkatkan upaya diversifikasi pangan dengan pangan lokal. 35 P a g e

47 Belum Padunya Koordinasi Pemerintahan Dalam Menunjang Pembangunan Subsektor Tanaman Pangan Ketidaksinambungan kebijakan pusat dengan daerah, seperti kurang tersosialisasinya program dan kegiatan, peraturan daerah yang kurang selaras dengan kebijakan nasional dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim akan berdampak buruk terhadap kondisi pangan. Perubahan iklim yang sulit diprediksi berpeluang meningkatnya investasi OPT, gangguan fisiologis tanaman, serta tingginya bahaya kebakaran hutan, kekeringan, dan kebanjiran. Belum optimalnya koordinasi dan komitmen seluruh stakeholder baik dari unsur pemerintahan (legislatif dan eksekutif), petani dan sektor bisnis/swasta/ masyarakat agribisnis lainnya, dalam mendukung upaya pembangunan tanaman disebabkan antara lain disebabkan karena ego sektoral yang masih tinggi, serta misi dan visi yang berbeda Tantangan Pembangunan Pertanian Tanama Pangan Pemenuhan Pangan Masyarakat, Bahan Baku Industri dan Energi Tantangan tanaman pangan di masa mendatang adalah bagaimana penyediaan bahan pangan dan energi untuk penduduk yang jumlahnya semakin meningkat. Penduduk dunia pada tahun 2050 diperkirakan akan mencapai 9,5 Milyar, sementara ketersediaan lahan cenderung menurun tiap tahunnya. 36 P a g e

48 Perubahan Iklim Perubahan iklim secara ekstrim yang terjadi saat ini mengakibatkan perubahan pola tanam, perubahan pola hujan sehingga waktu kapan akan terjadi musim kering atau musim hujan sulit diprediksi, munculnya hama/penyakit tanaman yang tidak terprediksi dan lainnya. Perubahan beberapa faktor ini, berdampak pada sulitnya pencapaian produksi pangan sesuai yang telah dicanangkan Peningkatan Jumlah Penduduk dan Urbanisasi Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 268,07 juta jiwa pada tahun 2019 dan 44 % penduduk berada di pedesaan dan 56 % di perkotaan. Sementara kapasitas ketersediaan lahan pertanian semakin berkurang akibat alih fungsi lahan yang cukup signifikan.laju Urbanisasi yang tinggi dimana generasi muda cenderung meninggalkan perdesaan/pertanian. Hal ini berdampak terhadap tenaga kerja pertanian dan jumlah petani yang turun sehingga produktivitas menurun Pemasaran Produk Pertanian Pemasaran produk pertanian tanaman pangan sangat dipengaruhi faktor kualitas, kontinuitas dan kuantitas produk tanaman pangan. Yang menjadi tantangan selama ini adalah bagaimana memproduksi hasil pertanian tanaman pangan yang memenuhi standar mutu, kontinuitas pasokan yang terjamin serta dalam skala kuantitas yang memenuhi permintaan pasar. 37 P a g e

49 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2.1. Visi Penetapan visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengacu pada visi Kementerian Pertanian yaitu Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani. Sebagai penanggung jawab simpul koordinasi dalam pembangunan subsektor tanaman pangan dan dengan mempertimbangkan permasalahan, tantangan yang dihadapi, dan capaian pembangunan selama ini, maka visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, adalah: Terwujudnya pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup secara berkelanjutan untuk memperkuat kedaulatan pangan. Makna dari Visi tersebut adalah : - Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan pemenuhan kebutuhan pangan dengan cara peningkatan produksi tanaman pangan. Produksi dapat dilihat dari dua pespektif yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Produksi dalam arti jumlah merupakan hasil (dalam satuan ton) yang dicapai melalui pemanfatan lahan pertanaman, peningkatan produktivitas, dan pengamanan potensi kehilangan hasil produksi. Sedangkan produksi dalam arti mutu merupakan standar tertentu yang dapat dikonsumsi secara layak bagi manusia maupun kebutuhan industri. - Cukup berarti jumlah yang dapat disediakan setelah mempertimbangkan kebutuhan konsumsi, kebutuhan perdagangan, dan kebutuhan cadangan 38 P a g e

50 (stok). Dalam hal ini, jika kebutuhan dapat dipenuhi secara total dari produksi dalam negeri maka disebut sebagai swasembada. - Berkelanjutan berarti memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Makna berkelanjutan lainnya adalah melanjutkan kebijakan, program dan kegiatan utama dari rencana strategis sebelumnya, dengan memperhatikan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensi. - Kedaulatan Pangan adalah Hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal 39 P a g e

51 Tabel 11. Pokok-pokok Visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Pokok-Pokok Visi Pemenuhan kebutuhan Cukup Berkelanjutan Kedaulatan pangan Makna Visi Makna pemenuhan kebutuhan pangan dengan cara peningkatan produksi tanaman pangan. Produksi dapat dilihat dari dua pespektif yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Produksi dalam arti jumlah merupakan hasil (dalam satuan ton) yang dicapai melalui pemanfatan lahan pertanaman, peningkatan produktivitas, dan pengamanan potensi kehilangan hasil produksi. Sedangkan produksi dalam arti mutu merupakan standar tertentu yang dapat dikonsumsi secara layak bagi manusia maupun kebutuhan industri. Cukup berarti jumlah yang dapat disediakan setelah mempertimbangkan kebutuhan konsumsi, kebutuhan perdagangan, dan kebutuhan cadangan (stok). Dalam hal ini, jika kebutuhan dapat dipenuhi secara total dari produksi dalam negeri maka disebut sebagai swasembada. Berkelanjutan berarti memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Makna berkelanjutan lainnya adalah melanjutkan kebijakan, program dan kegiatan utama dari rencana strategis sebelumnya, dengan memperhatikan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensi Hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal Selama tahun , terdapat 4 (empat) komoditi yang harus ditingkatkan produksinya yaitu padi dalam rangka swasembada, jagung ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan keragaman pangan dan pakan lokal, kedelai diutamakan 40 P a g e

52 untuk mengamankan pasokan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe, serta ubi kayu sebagai penyedia bahan baku bio-industri Misi Upaya mewujudkan visi ini, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengemban misi yang harus dilaksanakan yaitu: 1. Mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan. 2. Mengembangkan komoditas tanaman pangan yang memiliki nilai tambah dan daya saing. 3. Mengembangkan komoditas tanaman pangan yang mendukung Bioindustri Tujuan Berkaitan dengan implementasi visi dan misi tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan tujuan sebagai berikut: 1. Terwujudnya swasembada padi, jagung dan meningkatnya produksi kedelai. 2. Berkembangnya komoditas tanaman pangan bernilai ekonomi. 3. Mendukung penyediaan bahan baku bioindustri Sasaran Strategis Sasaran produksi sebagai indikator keberhasilan pencapaian swasembada. Dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian, komoditi prioritas adalah padi, jagung, kedelai dan ubi kayu. Sasaran produksi ini bersifat indikatif. 41 P a g e

53 Tabel 12. Sasaran Produksi Komoditi Utama Tanaman Pangan Tahun No Komoditi Sasaran Produksi (Ribu Ton) Pertumbuhan 2014 (base) (%/tahun) 1 Padi ,06 2 Jagung ,88 3 Kedelai ,26 4 Kacang Tanah ,11 5 Kacang Hijau ,75 6 Ubi Kayu ,35 7 Ubi Jalar ,10 Keterangan: Angka Produksi 2014 merupakan angka ATAP BPS Untuk mewujudkan tujuan, sasaran strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ini adalah: 1. Terwujudnya Peningkatan Produksi dan Daya Saing Tanaman Pangan 2. Terwujudnya Peningkatan Produksi Tanaman Pangan mendukung peyediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi berkelanjutan. Dalam mencapai sasaran strategis diatas, diperlukan pemetaan yang sangat rinci pada setiap daerah dengan memperhatikan kemampuan sumber daya yang dimiliki, teknologi yang dipakai, perilaku usaha yang berkembang, dan selera konsumen di daerah tersebut. Faktor ini sangat penting diperhatikan sehingga tidak menimbulkan ekses negatif atas pencapaian sasaran yang ditetapkan. 42 P a g e

54 Tabel 13. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Ditjen Tanaman Pangan VISI Terwujudnya pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup secara berkelanjutan untuk memperkuat kedaulatan pangan MISI TUJUAN SASARAN 1 Mewujudkan ketersediaan 1 Terwujudnya 1 Terwujudnya pangan yang cukup dan swasembada padi, Peningkatan berkelanjutan. jagung dan Produksi dan Daya meningkatnya produksi Saing Tanaman kedelai. 2 Mengembangkan 2 Berkembangnya 2 Terwujudnya komoditas tanaman komoditas tanaman Peningkatan pangan yang memiliki nilai pangan bernilai Produksi Tanaman tambah dan daya saing. ekonomi. Pangan mendukung peyediaan bahan 3 Mengembangkan 3 Mendukung penyediaan baku bioindustri dan komoditas tanaman bahan baku bioindustri. bioenergi pangan yang mendukung berkelanjutan. Bioindustri. 43 P a g e

55 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian Sebagai keberlanjutan dari RPJM ke-2 ( ), RPJM ke-3 ( ) diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat. Dari 9 (sembilan) agenda pembangunan nasional Nawa Cita, agenda 7 (tujuh) yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, merupakan agenda yang terkait dengan pembangunan sektor pertanian pada sub agenda pertama dari 7 (tujuh) sub agenda prioritas, yaitu Peningkatan Kedaulatan Pangan. Kedaulatan pangan dicerminkan pada kekuatan untuk mengatur masalah pangan secara mandiri, yang perlu didukung dengan: (a) Ketahanan pangan, terutama kemampuan mencukupi pangan dari produksi dalam negeri; (b) Pengaturan kebijakan pangan yang dirumuskan dan ditentukan oleh bangsa sendiri; dan (c) Mampu melindungi dan menyejahterakan pelaku utama pangan, terutama petani dan nelayan. Untuk tetap meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan, sasaran utama prioritas nasional bidang pangan periode untuk sub sektor tanaman pangan adalah: Tercapainya peningkatan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri. Produksi padi diutamakan ditingkatkan dalam rangka peningkatan surplus beras agar kemandirian pangan dapat dijaga. Produksi kedelai diutamakan untuk mengamankan 44 P a g e

56 pasokan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe. Produksi jagung ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan keragaman pangan dan pakan lokal. Arah kebijakan pemantapan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pangan pokok dilakukan dengan 4 (empat) strategi utama, sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri: a. Secara bertahap mengamankan lahan padi beririgasi teknis didukung dengan pengendalian konversi salah satunya melalui penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) diiringi dengan kebijakan harga serta perbaikan ketepatan sasaran subsidi berdasar data petani. Perluasan sawah baru seluas 1 juta ha di luar Pulau Jawa. b. Pemanfaatan lahan terlantar, lahan marjinal, lahan di kawasan transmigrasi, lahan perkebunan, dan lahan bekas pertambangan untuk mendukung peningkatan produksi padi. c. Peningkatan produktivitas dengan: (i) meningkatkan efektivitas dan ketersambungan jaringan irigasi dan sumber air serta pembangunan jaringan baru; (ii) revitalisasi penyuluhan sekaligus untuk meningkatkan layanan dan penerapan teknologi serta perbaikan penentuan sasaran dukungan/subsidi produksi padi; (iii) revitalisasi sistem perbenihan nasional dan daerah yang melibatkan lembaga Litbang, produsen benih serta balai benih dan masyarakat penangkar termasuk pengembangan desa berdaulat benih; (iv) Pemulihan kualitas kesuburan lahan yang air irigasinya tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. d. Pengembangan produksi pangan oleh swasta dan korporasi terutama BUMN pangan. 45 P a g e

57 e. Peningkatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional dan pola penanganan pascapanen dalam mengurangi susut panen dan kehilangan hasil. f. Perlindungan kepada petani yang mengalami kegagalan panen melalui asuransi pertanian sehingga petani dapat kembali melanjutkan kegiatan produksi pertanian dalam rangka menuju tercapainya target produksi nasional. 2. Peningkatan produksi bahan pangan lainnya, antara lain dengan melakukan: a. Peningkatan produksi tanaman pangan lainnya, berbasis sumber daya lokal melalui peningkatan luas tanam termasuk di lahan kering seluas 1 juta ha di luar Pulau Jawa dan Bali dan produktivitas tanaman pangan terutama jagung dan kedelai. b. Penciptaan inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas komoditas tanaman pangan terutama melalui kerjasama antara swasta, Pemerintah dan Perguruan Tinggi. c. Pengembangan kawasan sentra produksi komoditas unggulan yang diintegrasikan dengan model pengembangan techno park dan science park, dan pasar tradisional serta terhubung dengan tol laut. d. Pengembangan pola produksi ramah lingkungan dan sesuai perubahan iklim dengan penerapan produksi organik, bibit spesifik lokal yang bernilai tinggi, dan penggunaan pupuk organik. 46 P a g e

58 3. Peningkatan layanan jaringan irigasi, melalui: Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan a. Pembangunan jaringan irigasi baru khususnya di luar pulau Jawa dan peningkatan fungsi jaringan irigasi, yang mempertimbangkan ketersediaan air dan kesiapan petani penggarap baik secara teknis maupun kultural. b. Rehabilitasi 3 juta Ha jaringan irigasi rusak dan 50 bendungan terutama pada daerah utama penghasil pangan dan mendorong keandalan jaringan irigasi kewenangan daerah melalui penyediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun bantuan pengelolaan dari pemerintah pusat. c. Optimalisasi layanan irigasi melalui operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. d. Pembentukan manajer irigasi sebagai pengelola pada satuan daerah irigasi. e. Peningkatan peran petani secara langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan daerah irigasi termasuk operasi dan pemeliharaan seperti melalui sistem out-contracting. f. Peningkatan efisiensi pemanfaatan air irigasi dengan teknologi pertanian hemat air seperti System of Rice Intensification (SRI), penggunaan kembali air buangan dari sawah (water re-use), dan pengembangan konsep pemanfaatan air limbah yang aman untuk pertanian (safe use of wastewater in agriculture). g. Internalisasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif (PPSIP) dalam dokumen perencanaan daerah. h. Pengelolaan lahan rawa berkelanjutan melalui pengelolaan lahan rawa yang dapat mendukung peningkatan produksi pangan secara 47 P a g e

59 berkelanjutan dengan meminimalkan dampak negatif dari kegiatan pengelolaan tersebut terhadap kelestarian lingkungan hidup Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Arah kebijakan pembangunan pertanian tahun yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, yaitu: Boks 2. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 1. Kebijakan pengembangan gerakan penerapan (adopsi) teknologi dengan memberikan fasilitas sesuai kebutuhan lapangan 2. Kebijakan penguatan basis-basis penangkaran benih dengan memantapkan hubungan penyediaan benih berdasarkan kelas benih dan tata kelembagaan perbenihan yang baik 3. Kebijakan penguatan gerakan pengendalian OPT dan DPI dengan dukungan sarana pengendalian yang kondusif 4. Kebijakan pengembangan penanganan pascapanen sesuai kebutuhan lapangan 5. Kebijakan pendukung lainnya a. Kebijakan mendukung program tematik - Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) - Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Di Indonesia (MP3KI) - Pengarustamaan Gender (PUG) - Kerjasama Selatan-Selatan (KSS) - Ketenaga kerjaan disektor pertanian - Pengembangan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan.kawasan khusus dan daerah perbatasan - Pengembangan Papua dan Papua Barat b. Kebijakan tata kelola kepemerintahan yang baik dan reformasi birokrasi 48 P a g e

60 1) Kebijakan Pengembangan Gerakan Penerapan (Adopsi) Teknologi dengan Memberikan Fasilitas Sesuai Kebutuhan Lapangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang utama, harus tersedia setiap saat, pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) menyarankan agar penyediaan pangan minimal dalam bentuk ketersediaan energi sebesar Kkal/kapita/hari, dan ketersediaan protein minimal 57 gram/kapita/hari. Manurut Kepmentan Nomor 511 Tahun 2006, terdapat 30 komoditi tanaman binaan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Komoditi tersebut harus dibina sesuai yang diamanahkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang usaha budidaya tanaman, yang diselenggarakan untuk: a. mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan. b. menyediakan kebutuhan bahan baku industri. c. meningkatkan pemberdayaan, pendapatan dan kesejahteraan petani. d.mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja e. meningkatkan perlindungan budidaya tanaman secara konsisten dan konsekuen dengan memperhatikan aspek pelestarian sumber daya alam dan/atau fungsi lingkungan hidup. f. memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha budidaya tanaman. Pada periode tahun pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan fokus pada pengembangan 7 (tujuh) bahan pangan pokok strategis yaitu: padi, jagung, kedelai, gula (tebu), daging sapi, cabai dan bawang merah. Dari tujuh bahan pangan pokok tersebut, Padi ditargetkan untuk swasembada dan peningkatan surplus beras, Kedelai untuk mencapai 49 P a g e

61 swasembada terutama memenuhi kebutuhan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu tempe, dan Jagung untuk keragaman pangan dan pakan lokal. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, mengamanatkan agar upaya pemenuhan kebutuhan pangan di dalam negeri diutamakan dari produksi domestik. Untuk membangun sistem ketahanan pangan yang kokoh, dibutuhkan prasarana yang efektif dan efisien dari hulu hingga hilir melalui berbagai tahapan yaitu: produksi dan pengolahan, penyimpanan, transportasi, pemasaran dan distribusi kepada konsumen. Langkah strategis tersebut didukung melalui : 1) pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian, 2) peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan, 3) peningkaan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal 4) peningkatan status gizi masyarakat, dan 5) peningkatan mutu dan keamanan pangan. Dalam mengembangkan berbagai inovasi dan teknologi untuk mendukung ketahanan pangan, Peningkatan mutu dan standarisasi dilakukan melalui kebijakan Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) terutama di tingkat petani dan pelaku usaha. Salah satu bagian dalam penerapan standar mutu yang dilaksanakan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yaitu penerapan sistem jaminan mutu Good Agricultural Practices (GAP) sesuai dengan Permentan Nomor 48 Tahun 2006 untuk tercapainya budidaya dan bertani secara berkelanjutan yang baik, dan Good Handling Practices (GHP) seperti dinyatakan pada Permentan Nomor 22 Tahun 2015 yang merupakan perubahan atas Permentan Nomor 44 Tahun 2009 untuk penanganan hasil panen yang baik, pengolahan/pasca panen dan membangun sistem distribusi yang baik. 50 P a g e

62 Indikasi atau ukuran keberhasilan pelaksanaan teknologi tersebut adalah standar terhadap produk pertaniannya. Produk pertanian yang baik memenuhi kriteria kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Teknologi yang mampu mendaur ulang proses pemanfaatan (zero waste) dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta diversifikasi merupakan salah satu bagian dari strategi penguatan teknologi. 2) Kebijakan Penguatan Basis-basis Penangkaran Benih dengan Memantapkan Hubungan Penyediaan Benih Berdasarkan Kelas Benih dan Tata Kelembagaan Perbenihan Yang Baik Menurut PP Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, disebutkan bahwa bahwa benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu sistem perbenihan tanaman harus mampu menjamin tersedianya benih bermutu secara memadai dan berkesinambungan. Ketersediaan benih tanaman diatur dalam Permentan Nomor 127/Permentan/SR.120/11/2014 yang mengatur alur penyediaan benih. Ketersediaan benih bermutu sangat menunjang keberhasilan produksi tanaman. Benih menjadi awal untuk menghasilkan komoditas yang mempunyai mutu dan kualitas baik. Benih menjadi salah satu unsur dari sarana usahatani yang memerlukan inovasi pertanian yang terus menerus. Untuk itu diperlukan garis kebijakan seperti: a) Mendorong penggunaan benih unggul berpotensi hasil tinggi, adaptif terhadap perubahan iklim dan ramah lingkungan, efektif dalam penggunaan input, termasuk hasil rekayasa genetika dengan protokol untuk menjamin keamanannya, dengan memberikan fasilitasi akses bagi petani; 51 P a g e

63 b) Mendorong pembangunan industri perbenihan nasional berbasis sistem inovasi pertanian nasional, termasuk mendorong dan membina petani penangkar menjadi produsen benih yang mandiri; c) Mendorong penurunan penggunaan input eksternal sintetis melalui penggunaan bahan hayati atau penerapan prinsip pemakaian input eksternal sintetis secara bijaksana; d) Mendorong pembangunan bioindustri agroinput; e) Membangun infrastruktur industri agroinput yang meliputi sistem jaminan mutu (protokol standardisasi, laboratorium uji dan penegakannya) dan sistem distribusi yang efektif dan efisien; dan f) mendorong majunya sistem Sertifikasi benih tanaman serta penerapan standar mutu yang berlaku nasional maupun regional. Dalam mendukung peningkatan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat diperlukan sistem pengelolaan produksi benih yang baik sehingga mampu menyediakan benih di tingkat lapangan sesuai dengan kebutuhan petani yang dalam pelaksanaanya harus memenuhi persyaratan, yaitu: tepat jenis, jumlah, mutu, tempat, waktu dan harga (6 tepat). Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berperan dalam menyediakan benih penjenis (breeder seed) dan benih dasar (foundation seed) dan mengendalikan penyediaan benih pokok (stock seed) dan benih sebar (extention seed) yang dilakukan oleh produsen benih melalui proses sertifikasi dan akreditasi. Peranan penangkar/kelompok penangkar benih dalam penyediaan benih varietas unggul bersertifikat sangat penting tetapi di sisi lain masih memiliki keterbatasan seperti luas areal produksi dan sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta modal. Guna meningkatkan kinerja para penangkar/kelompok penangkar benih tersebut maka lembaga/institusi di daerah seperti Dinas Pertanian Provinsi, 52 P a g e

64 Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), Produsen Benih Pemerintah/Balai Benih Padi dan Palawija, Produsen Benih BUMN dan Swasta Nasional/Multi Nasional tentunya harus selalu melakukan pembinaan dan memberikan dukungan kepada penangkar/kelompok penangkar benih baik aspek teknis maupun manajemen. Pengembangan dan peningkatan kemampuan industri perbenihan baik yang dikelola oleh swasta maupun yang masih dikelola oleh Pemerintah perlu ditingkatkan melalui peningkatan aspek-aspek strategis antara lain penelitian dan pengembangan varietas, perbanyakan benih, pengawasan mutu dan sertifikasi benih, distribusi/pemasaran dan penggunaan benih di tingkat petani. Produksi benih sumber kelas Benih Dasar (BD) dan Benih Pokok (BP) dilakukan oleh Balai Benih milik pemerintah daerah dan beberapa produsen benih yang memenuhi syarat. Sedangkan produksi benih kelas Benih Sebar (BR) dilakukan oleh produsen benih baik berskala besar (BUMN dan perusahaan swasta) maupun kecil (perusahaan swasta dan para penangkar/kelompok penangkar benih). Lokasi yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan penangkar benih harus memenuhi syarat sebagai berikut : (1) Diprioritaskan bukan daerah endemis organisme pengganggu tumbuhan (OPT), bebas dari bencana kekeringan, banjir dan sengketa, dan (2) Kegiatan pemberdayaan penangkar benih diusahakan pada lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. 53 P a g e

65 3) Kebijakan Penguatan Gerakan Pengendalian OPT dan DPI dengan Dukungan Sarana Pengendalian Yang Kondusif Penguatan Gerakan Pengendalian OPT Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Pasal 20 mengamanatkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT), dan pelaksanaannya menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah. Selanjutnya Undang-undang ini diperjelas dengan PP Nomor 6 Tahun 1995 tentang perlindungan tanaman. Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan. Pemerintah akan memberikan bantuan dalam kondisi kritis apabila masyarakat tani tidak mampu lagi mengatasi gangguan OPT atau terjadinya eksplosi serangan. Pedoman pengendalian OPT diatur dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT/9/1997. Dengan demikian, kesuksesan upaya perlindungan tanaman sangat tergantung pada pengetahuan, pemahaman, dan penerapan sistem PHT oleh petani. Sistem PHT mengedepankan pengelolaan agroekosistem dan teknologi pengendalian OPT yang berbasis sumberdaya alam, diantaranya penggunaan agens hayati, pestisida nabati, dan teknologi pengendalian spesifik lokasi. Penerapan dan pemasyarakatan sistem PHT telah dikembangkan sejak awal tahun 1990 melalui Sekolah Lapangan. Saat ini, salah satu program pemasyarakatan PHT yang telah dikenal dan berkembang baik di masyarakat adalah Sekolah Lapangan Pengelolaan Pengendalian Hama Terpadu atau lebih dikenal dengan SLPHT. Berdasarkan hasil evaluasi, SLPHT terbukti efektif dan mampu mendorong petani untuk menerapkan prinsip PHT dalam usaha taninya (Petani Ahli 54 P a g e

66 PHT). Sehingga pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mencanangkan program program/kegiatan berupa gerakan/aksi nyata di lapangan yaitu Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Kegiatan Penerapan PHT ini merupakan salah satu bentuk pengamanan produksi dengan memberdayakan petani alumni SLPHT dan melibatkan petani yang belum dilatih dalam SLPHT. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara meluas dan melembaga dalam suatu wilayah/kawasan/daerah dapat mendukung upaya pengamanan produksi tanaman dan menjaga kelestarian agroekosistem. Penguatan Gerakan Pengendalian DPI Pemanasan global akibat melimpahnya Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 di atmosfer telah dirasakan beberapa tahun terakhir, terutama disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan industri di seluruh dunia dan berkurangnya luas hutan sebagai penyerap GRK, sehingga mengakibatkan adanya perubahan iklim global di seluruh belahan bumi. Dampak perubahan iklim ini menyebabkan peningkatan suhu udara akibat fenomena emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berpotensi terhadap penurunan produksi, produktivitas dan mutu produk pertanian; kenaikan muka air laut, perubahan pola hujan yang artinya terjadi pergeseran musim, juga menyebabkan perubahan pola iklim ekstrim seperti El Nino, yang ditandai oleh adanya musim kemarau yang panjang yang menyebabkan kekeringan, dan La Nina, di mana musim hujan lebih lama dari biasanya yang menyebabkan terjadinya banjir; terjadinya eksplosi hama dan penyakit tanaman serta gangguan dalam proses pascapanen, distribusi dan pemasaran produk pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor yang rentan terhadap terjadinya perubahan iklim dan merasakan dampak akibat perubahan iklim yang 55 P a g e

67 terjadi di seluruh dunia. Perubahan iklim ini mengancam ketahanan pangan di seluruh negara di dunia. Tanaman pangan yang paling rentan terhadap perubahan curah hujan, karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan tanaman pangan sangat berhubungan dengan penggunaan lahan, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan varietas. Oleh sebab itu kerentanan tanaman pangan terhadap pola curah hujan akan berimbas pada luas areal tanam, luas panen, produktivitas dan kualitas hasil. Unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari, selain keadaan tanah, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu hasil tanaman. Meningkatnya suhu udara mempengaruhi tanaman karena meningkatkan laju pernafasan (respirasi) dan penguapan (transpirasi) sehingga meningkatkan konsumsi air, selain meningkatkan perkembangbiakan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tertentu yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Peningkatan suhu udara ini juga mempercepat pematangan buah dan biji yang mengakibatkan penurunan mutu hasil tanaman. Beberapa program antisipasi yang penting untuk dilaksanakan diantaranya: penyusunan strategi dan perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi), evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya dukung lahan), pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta kekeringan, penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. 56 P a g e

68 Program mitigasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Secara kelembagaan program ini diarahkan untuk pengembangan sistem informasi seperti sekolah lapangan iklim (SLI), sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta pengembangan sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim (crop weather insurance). Sejak tahun 2004, Sekolah lapangan Iklim (SLI) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dalam memberdayakan petani agar lebih mampu memahami dan menggunakan informasi iklim untuk mengelola usahataninya. SLI juga merupakan upaya pemberdayaan petani agar lebih siap dalam menghadapi dan mengatasi dampak fenomena iklim. Pada periode tahun strategi pemberdayaan petani dalam menghadapi dampak fenomena iklim tidak lagi dalam bentuk sekolah lapangan namun telah diimplementasikan dalam Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PPDPI). PPDPI dapat dilakukan melalui strategi antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Kegiatan adaptasi dalam penanganan dampak perubahan iklim (banjir/kekeringan) antara lain Kalender Tanam (pola tanam berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi), Varietas Unggul 57 P a g e

69 Baru yang adaptif (toleran kegaraman, tahan kering, umur genjah dan tahan genangan), startegi pengelolaan sumber daya air (teknologi identifikasi potensi ketersediaan air, teknologi panen hujan dan aliran permukaan, teknologi prediksi curah hujan dan teknologi irigasi) serta strategi pengelolaan sumber daya lahan/tanah seperti pemupukan. Upaya adaptasi tersebut diatas dapat pada diterapkan atau menjadi pilihan untuk penanganan DPI yang disesuaikan dengan kondisi iklim setempat (spesifik lokasi). Sasaran pelaksanaan penerapan penanganan DPI dalah kelompoktani alumni SLI atau kelompok tani yang memiliki anggota alumni SLI yang lahannya di daerah rawan DPI (banjir/kekeringan) pada satu hamparan yang secara bersama-sama dapat menerapkan teknologi adaptasi di lahannya. Sebagai solusi untuk berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK melalui aksi-aksi mitigasi dan adaptasi dilakukan dengan penyusunan rencana kebijakan, program dan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat mendukung pertanian berkelanjutan sebagai berikut: (1) setiap aksi penurunan emisi GRK di sektor pertanian harus mendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas; (2) dipilih yang sesuai dengan sistem dan usaha pertanian rakyat dalam meningkatkan kesejahteraan petani; (3) mempertimbangkan kondisi geografis masing-masing wilayah, sehingga teknologi yang akan diterapkan harus bersifat tenologi tepat guna dan spesifik lokasi dengan mengadopsi sebesar-besarnya kearifan lokal. Sedangkan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional akibat dampak perubahan iklim (banjir dan kekeringan), diperlukan adanya dukungan pengamanan produksi pangan dari dampak perubahan iklim melalui 58 P a g e

70 pemberdayaan kelompoktani/petani, dan penanganan dampak perubahan iklim secara optimal, melembaga, memasyarakat dan berkelanjutan. 4) Kebijakan Pengembangan Penanganan dan Pengolahan Pascapanen serta Pemasaran Sesuai Kebutuhan Lapangan Penanganan Pasca Penen Hasil Pertanian Asal Tanaman Yang Baik (Good Handling Practices) bertujuan untuk (1) menekan kehilangan/kerusakan hasil (losses), (2) memperpanjang daya simpan melalui sistem pergudangan, (3) mempertahankan kesegaran, (4) meningkatkan daya guna, (4) meningkatkan nilai tambah, (5) Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, (6) meningkatkan daya saing, (7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan, serta (8) usaha pasca panen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan. Berdasarkan Permentan Nomor 22/Permentan/HK.140/4/2015, pengertian Panen merupakan serangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya tanaman dengan cara dipetik, dipotong, ditebang, dikuliti, disadap dan atau dicabut pada umur/waktu, cara dan/atau sarana yang tepat. Penanganan Pascapanen tanaman pangan memegang peranan penting dan merupakan bagian integral sebagai pendukung pembangunan pertanian secara keseluruhan. Keberhasilan penanganan pascapanen tanaman pangan bukan hanya meningkatkan produksi tanaman pangan dan pendapatan petani, tetapi juga dapat meningkatkan mutu produksi guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan. Sasaran penanganan pascapanen tanaman pangan adalah : (1) Turunnya tingkat susut hasil (losses) tanaman pangan; (2) Tercapainya perbaikan mutu hasil panen tanaman pangan sesuai permintaan pasar; (3) Tercapainya perpanjangan masa simpan hasil tanaman pangan; (4) 59 P a g e

71 Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk tanaman pangan; (5) Tersusunnya pengembangan sistem pengelolaan pascapanen tanaman pangan; dan (6) Terbentuknya pengembangan dan pemantapan kelembagaan pascapanen. Salah satu upaya penanganan susut hasil, mempertahankan mutu, meningkatkan daya saing dan nilai tambah hasil pertanian sehingga mendorong peningkatan produksi yang bermutu adalah dengan pemberian sarana pascapanen berupa alat atau mesin pascapanen yang digunakan mulai proses panen sampai proses pengemasan, kepada kelompok tani/gabungan kelompok tani. 5) Kebijakan Pendukung Lainnya a) Kebijakan mendukung program tematik Program tematik sebagai kegiatan yang secara langsung berimplikasi terhadap pertumbuhan di sektor pertanian yaitu: MP3EI, MP3KI, Pengarustamaan Gender, Tenaga Kerja, Pembangunan Daerah Khusus Perbatasan, Tertinggal dan Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai salah satu bagian dari rencana pembangunan jangka panjang Indonesia. Landasan hukumnya adalah Perpres Nomor 32 Tahun Pasal 1 ayat 2 Perpres ini menyebutkan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode lima belas tahun sejak 2011 sampai MP3EI disusun untuk melakukan percepatan pembangunan di setiap Koridor Ekonomi. Kebijakan yang diambil, baik pembangunan infrastruktur maupun perbaikan regulasi, diharapkan dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Ada enam koridor yang menjadi fokus dalam MP3EI yaitu: 60 P a g e

72 Koridor Ekonomi 1) Sumatera dengan tema Sentra Produksi dan Pengelolaan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional, 2) Jawa dengan tema Pendorongan Industri dan Jasa Nasional, 3) Kalimantan dengan tema Pusat Produksi dan Pengelolaan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional, 4) Sulawesi dengan tema Pusat Produksi dan Pengelolaan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional, 5) Bali-Nusa Tenggara dengan tema Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional, dan 6) Papua-Kepulauan Maluku dengan tema Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional. Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Di Indonesia (MP3KI), merupakan kebijakan pembangunan nasional yang pro job (membuka kesempatan kerja), pro-poor (berdampak pada kesejahteraan), pro-growth (berpihak pada pertumbuhan ekonomi). Kebijakan pembangunan pro-growth tengah digalakkan melalui MP3EI yang lebih berorientasi pada market driven dan heavy investment. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemerataan dengan program MP3KI yang lebih berorientasi pada kebijakan pembangunan pro-job dan pro-poor. MP3KI memberi perlindungan dan penguatan pada kelompok yang fokus pada terciptanya pendapatan dengan pembukaan lapangan kerja serta bermuara pada pengentasan kemiskinan. Pengarustamaan Gender (PUG) mengarah kepada aspek kesetaraan dan keadilan petani (laki-laki dan perempuan) dengan memperhatikan kebutuhan, permasalahan, aspirasi, pengalaman, peran dan tanggung jawab serta dampaknya pada seluruh pelaku pembangunan. menjadi komitmen Kementerian/Lembaga sejak diterbitkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2000 dan RPJMN Kemenenterian/Lembaga diwajibkan 61 P a g e

73 menerapkan PUG sebagai salah satu strategi dalam pencapaian program kerjanya. Strategi tersebut juga harus dilaksanakan pada kebijakan pembangunan tingkat provinsi maupun kabupaten/kota serta mendorong setiap penyusunan perencanaan kebijakan/program diawali dengan proses analisis gender melalui empat aspek, yaitu: partisipasi, akses, kontrol dan manfaat yang diperoleh dari pelaku itu sendiri. Kerjasama Selatan-Selatan (KSS), adalah Program yang merupakan kerja sama antarnegara berkembang yang didasarkan pada prinsip-prinsip antara lain, solidaritas, nonkondisionalitas, mutual benefit dan noninterference. Kerjasama Selatan-Selatan terdiri dari dua, yaitu Kerjasama Ekonomi yang lebih luas antara negara berkembang, dan kerjasama Teknis yang lebih fokus di antara negara berkembang. Ketenagakerjaan disektor pertanian diharapkan mengalami penurunan, dan dengan menurunnya pangsa pasar tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian primer diharapkan akan meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan menurunkan jumlah petani yang hidup dalam kemiskinan, sehingga akan terjadi peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat perdesaan, yang akhirnya akan memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif sama dengan sektor industri dan jasa lainnya. Angkatan kerja pertanian primer diharapkan 7 persen pada 2045 dan PDB 3 persen pada Percepatan daerah tertinggal, menjadi arah kebijakan nasional dalam RPJMN yaitu mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah dengan percepatan pembangunan daerah tertinggal.pemerintah memiliki target untuk mengupayakan pada tahun 2015 dapat mengentaskan daerah ketertinggalan turun dari 114 tahun 2014 menjadi 39 kabupaten pada 2019 termasuk daerah perbatasan dan terpencil. Pembangunan di daerah tertinggal lebih 62 P a g e

74 dominan ada pada petanian. upaya memaksimalkan pelayanan dasar sektor Pengembangan Daerah Tertinggal Dan Kawasan Perbatasan Kawasan khusus dan daerah perbatasan. Daerah Tertinggal adalah meliputi kabupaten yang masih dalam kategori tertinggal berdasarkan kriteria ekonomi; SDM; infrastruktur; kapasitas keuangan daerah; aksesibilitas; dan karakteristik daerah. Kawasan Perbatasan Negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan atau laut lepas.kawasan perbatasan negara meliputi kawasan perbatasan darat dan kawasan perbatasan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar Arah kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal difokuskan pada: a. Upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhanpelayanan dasar publik. b. Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan kawasan strategis. Strategi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk pengembangan daerah tertinggal sebagai berikut : a. Mengembangkan tanaman pangan di daerah tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antarkawasan yang meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, pemasaran, serta pengembangan produk unggulan daerah. b. Mendukung upaya pemenuhan kebutuhan pangan sebagai salah satu kebutuhan dasar 63 P a g e

75 c. Mempercepat pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat dibidang pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan Pengembangan Papua dan Papua Barat Pembangunan di Papua dan Papua Barat menjadi arah kebijakan dalam RPJMN yaitu mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah dengan menjaga momentum pertumbuhan wilayah Jawa, Bali, Sumatera serta meningkatkan kinerja pusat-pusat pertumbuhan wilayah di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papau. Pembangunan infrastruktur dan kelembagaan menjadi hal yang sangat penting untuk diutamakan terkait dengan lokasi geografisnya yang sangat berbeda dengan porvinsi lainnya yang ada di Indonesia dan kuatnya adat yang masih melekat di masyarakat setempat. b) Kebijakan Tatakelola Kepemerintahan yang Baik dan Reformasi Birokrasi Penerapan tatakelola pemerintahan yang baik diharapkan terwujud dalam pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, pelayanan publik yang berkualitas, dan kapasitas dan akuntabilitas kinerja bikrokrasi yang tinggi.tanpa pemerintahan yang bersih akan sulit dicapai pengelolaan sumber daya pembangunan secara akuntabel, yang akan berakibat langsung pada menurunnya kualitas pelayanan publik, serta menghilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Salah satu faktor utama dalam mewujudkan pemerintah yang bersih (Clean Goverment) dan kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah birokrasi. Birokrasi mempunyai peran yang penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efesien 64 P a g e

76 kualitas pelayanan kepada masyarakat serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu diperlukan reformasi birokrasi yang merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan yang mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia aparatur. Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan tatakelola pemerintahan dan pelaksanaan reformasi birokrasi, maka arah kebijakan yang akan dilakukan adalah pemantapan pelaksanaan yang telah dilakukan peride sebelumnya. Pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dilakukan melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. Untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan layanan publik yang efektif dan efisien diperlukan adanya kebijakan dan strategi pengembangan e- government. Hal ini diatur dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2003, tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Untuk itu diperlukan upaya-upaya antara lain: (1) Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN: (2) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, melalui kebijakan keterbukaan informasi publik dimana pemerintah harus memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai; (3) Peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi (organisasi yang tepat, tatalaksana, prosedur yang jelas, regulasi yang tertib); (4) Mendorong penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja melalui perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan 65 P a g e

77 misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik (mengukur kinerja Renstra, Renja dll); (5) Mengoptimalkan tingkat efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pegawai; (6) Penataan manajemen sumber daya manusia aparatur yang profesional yang mempunyai kompetensi; (7) Penataan pengawasan dan akuntabilitas kinerja; (8) Pembenahan sistem kelembagaan, ketatalaksanaan dan manajemen pemerintah di pusat dan daerah agar semakin efektif, efisien dan responsif serta berorientasi pada peningkatan kinerja SDM Aparatur; (9) Penyajian data yang lengkap, akurat dan terpercaya sebagai landasan pengambilan keputusan di semua level birokrasi, serta (10) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka efisiensi kerja dan optimalisasi pelayanan publik Langkah dan Strategi Operasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Langkah Operasional Berkaitan dengan peningkatan produksi tanaman pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan strategi pencapaian produksi tanaman pangan melalui: 1) Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam, dan 2) Peningkatan Produktivitas. Langkah operasional untuk peningkatan produksi dan produktivitas padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar terbagi dua yaitu; (1) Peningkatan Luas Tanam, dan (2) Peningkatan Produktivitas. Upaya peningkatan luas tanam yaitu melalui: (1) memanfaatkan lahan baku yang ada (pemanfaatan lahan peremajaan Perhutani dan Inhutani), (2) pencetakan lahan baru/cetak sawah, (3) optimalisasi atau peningkatan indeks 66 P a g e

78 pertanaman, (4) pemanfaatan lahan terlantar, (5) serta melalui pola tumpangsari. Dalam meningkatkan produktivitas lahan, diupayakan perbaikan dan pembangunan irigasi untuk 3 juta hektar sawah serta pembangunan 25 bendungan yang salah satunya ditujukan untuk pengarian sawah. Sedangkan dalam hal peningkatan luas tanam, diupayakan melalui pencetakan sawah baru sekitar 1 juta hektar. Selan itu dilakukan langkah mengembalikan atau menjaga kesuburan lahan agar produktivitas tetap terjaga secara berkelanjutan. Gambar 5. Langkah Operasional Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan 67 P a g e

79 Strategi Operasional Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, ditempuh strategi operasional melalui Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam dan Peningkatan Produktivitas. Boks 3. Strategi Operasional Penguatan Pengembangan Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan 1. Perluasan Areal Tanam / Peningkatan Luas Tanam - Memanfaatkan Lahan Baku Yang Ada - Pencetakan lahan baru/cetak sawah - Optimalisasi lahan (peningkatan indeks pertanaman) melalui upaya perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi - Pemanfaatan lahan terlantar - Konservasi lahan yang berkelanjutan - Pola penanaman tumpang sari di lahan perkebunan, kehutanan. 2. Peningkatan Produktivitas - Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) - Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) - Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI) - Penerapan Alat Pascapanen (PASPA) - Pemberdayaan Penangkar Benih. 68 P a g e

80 Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam Perluasan Areal Tanam dilakukan melalui upaya: (1) memanfaatkan lahan baku yang ada, (2) pencetakan lahan baru/cetak sawah, (3) optimalisasi lahan (peningkatan indeks pertanaman) melalui upaya perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi; (4) pemanfaatan lahan terlantar; dan (5) konservasi lahan yang berkelanjutan serta penanaman tumpang sari di lahan perkebunan, kehutanan. - Memanfaatkan lahan baku yang ada, dilakukan dengan memanfaatkan lahan peremajaan Perhutani, dan lahan eks peremajaan perkebunan. - Pencetakan lahan baru / cetak sawah, dilakukan melalui pembukaan lahan pada berbagai tipologi lahan, khususnya lahan basah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cetak sawah baru adalah: (1) ada inisiatif dari petani/pemuka masyarakat, (2) melakukan survai, investigasi dan desain, (3) status kepemilikan lahan jelas, (4) menghindari vegetasi hutan berat/hutan lindung, (5) pengairan/ketersediaan air terjamin, dan (6) mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat. - Optimalisasi Lahan (peningkatan Indeks Pertanaman) melalui upaya, pengaturan pola tanam, perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi yang akan dimungkinkan ketersediaan air di musim kemarau. - Peningkatan indeks pertanaman (IP) baik IP 100 menjadi IP 200 atau IP 200 menjadi IP 300, maupun IP 0 menjadi IP 100 atau IP 200 pada sawah irigasi, tadah hujan, lahan kering maupun lahan lebak serta 69 P a g e

81 pasang surut. Penanaman tanaman sela/intercropping di lahan perkebunan, kehutanan maupun hortikultura. Tanaman sela dapat diusahakan 3-5 tahun atau lebih, sepanjang tajuk tanaman pokok belum menaungi. Sedangkan pada tanaman pokok sejenis kelapa rakyat, tanaman sela dapat dilakukan sepanjang tahun. Untuk lahan transmigrasi, tanaman pangan dapat diusahakan pada lahan pekarangan, lahan usaha utama maupun lahan usaha ke dua baik secara monokultur maupun tumpang sari. - Pemanfaatan lahan terlantar, rehabilitasi dan konservasi lahan pertanian dilakukan pada lahan sawah terlantar atau yang selama ini tidak dimanfaatkan/ditanami tanaman pangan dan telah membelukar. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka rehabilitasi dan konservasi lahan antara lain: (1) teknologi penyiapan/pembersihan lahan dari semak belukar, (2) perbaikan saluran irigasi, (3) pemanfaatan pompa air, traktor, dan (4) pengembangan usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) dan lain-lain. - Pola Tumpang Sari, yaitu suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa penanaman dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Penanaman cara ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir. Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil 70 P a g e

82 atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih Peningkatan Produktivitas Peningkatan produktivitas dilakukan melalui upaya penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dengan komponen utama meliputi pemakaian benih varietas unggul bermutu, peningkatan jumlah populasi tanaman dengan sistem tanam, pemupukan sesuai rekomendasi spesifik lokasi serta berimbang dengan pemakaian pupuk organik serta pupuk bio-hayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya lainnya disertai dengan peningkatan pengawalan, pendampingan, pemantauan dan koordinasi. Strategi ini terutama dilaksanakan di wilayah dimana perluasan areal sudah sulit dilakukan, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya. Petani didorong untuk meningkatkan produktivitas yang dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan melalui peningkatan mutu intensifikasi dengan menerapkan rekayasa ekonomi, rekayasa sosial dan teknologi maju yang efisien dan spesifik lokasi, serta didukung oleh penerapan alat dan mesin pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam mengembangkan penerapan teknologi dilakukan pewilayahan berdasarkan tingkat produktivitas dan penerapan teknologi yang ada. Akselerasi penerapan teknologi diarahkan pada daerah-daerah yang tingkat produktivitasnya relatif rendah. Bagi daerah-daerah yang produktivitasnya telah relatif tinggi dimantapkan dengan fokus pengembangan diarahkan kepada aspek rekayasa sosial, ekonomi dan kelembagaan. 71 P a g e

83 Pengawalan, pendampingan, penyuluhan, dan koordinasi untuk peningkatan produktivitas dilakukan melalui: Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) dan Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI), Penerapan Alat Pascapanen (PASPA), serta Pemberdayaan Penangkar Benih. - Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. Perbaikan budidaya dilakukan dalam upaya penanggulangan fluktuasi produksi yang terjadi selama ini yang bersifat musiman, dan ditempuh dengan pembinaan terhadap pengaturan pola, waktu dan cara tanam yang sesuai untuk mengatur distribusi panen yang lebih merata sepanjang tahun. Ini akan menjamin penyediaan produksi secara merata sepanjang tahun dan peningkatan produktivitas, sehingga mengurangi fluktuasi harga dan menyediakan lapangan kerja yang merata. Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam perbaikan budidaya antara lain: (a) perencanaan pola, tata, waktu dan cara tanam yang tepat sesuai dengan rekomendasi BPTP setempat, (b) pengaturan distribusi panen yang lebih merata, (c) penerapan cara tanam yang sesuai anjuran teknologi baru, (d) peningkatan populasi tanaman dengan pengaturan jarak tanam, (e) penerapan pemupukan berimbang, (f) perluasan penggunaan benih padi/jagung hibrida 72 P a g e

84 bermutu, dan (g) penyiapan lahan dengan teknologi tanpa olah tanah (TOT). Peningkatan produksi dan produktivitas dilaksanakan melalui penerapan teknik budidaya yang baik, serta penerapan panen yang baik. Kegiatan ini diatur melalui Permentan Nomor 48 Tahun 2006 tentang Budidaya Tanaman Pangan yang Baik dan Benar atau Good Agriculture Practices (GAP) yang bertujuan: (1) Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan; (2) Meningkatkan mutu hasil tanaman pangan termasuk keamanan konsumsi tanaman pangan; (3) Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing tanaman pangan; (4) Memperbaiki efisiensi penggunaan sumber daya alam; (5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan; (6) Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan; (7) Meningkatkan peluang dan daya saing penerimaan oleh pasar internasional maupun domestik; dan (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen. - Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) Gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) diatasi dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu menerapkan berbagai cara pengendalian menjadi satu kesatuan pengendalian yang kompatibel sehingga OPT tidak menimbulkan kerugian. Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida diharapkan menjadi alternatif terakhir, yaitu jika sistem pengendalian dengan metoda PHT tidak memungkinkan lagi atau serangan OPT telah terjadi secara eksplosif dengan tingkat serangan berat. 73 P a g e

85 - Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI) Pengamanan hasil dari dampak perubahan iklim dilakukan dengan memperkuat antisipasi agar kerusakan tanaman dapat dihindari. Pengamanan produksi dari dampak kekeringan dilakukan, melalui : efisiensi penggunaan air; penyiapan embung, cek dam, bak penyimpanan air, sumur, dan lain-lain; penerapan pola tanam yang tepat; pemilihan komoditas dan atau varietas umur pendek dan toleran kekeringan; percepatan tanam; penanaman gogo rancah untuk padi; dan penyiapan taxi pump. Sedangkan pengamanan produksi dari dampak banjir dilakukan melalui: perbaikan saluran air; pembangunan/perbaikan cek dam; dan penguatan tanggul-tanggul. Mengamankan potensi kehilangan hasil akibat serangan OPT dan terkena DPI ini targetnya rata-rata 0,5 persen per tahun. - Penerapan Alat Pascapanen (PASPA) Pengembangan alat mesin pertanian (termasuk didalamnya peningkatan SDM pengguna alsintan dalam menerapkan teknologi alsintan) dan pengembangan usaha pelayanan jasa alsintan dilakukan untuk mendorong peningkatan kualitas dan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian tanaman pangan yang dihasilkan. Penanganan pascapanen tanaman pangan merupakan upaya strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional, karena mempunyai peranan yang cukup besar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, penanganan proses pascapanen memiliki peranan dalam menurunkan susut hasil, mempertahankan mutu hasil panen dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta pendapatan petani. Dengan demikian, secara tidak 74 P a g e

86 langsung proses penanganan pascapanen mendukung program ketahanan pangan nasional. Persentase kehilangan hasil akibat penanganan pascapanen tanaman pangan yang kurang baik, relatif tinggi yaitu berkisar antara 5-18 persen. Untuk menurunkan susut hasil (losses) maka diperlukan penanganan pascapanen melalui penerapan Good Handling Practices (GHP) yang berdasarkan Permentan Nomor 44 Tahun 2009, bertujuan: (1) menekan kehilangan/kerusakan hasil, (2) memperpanjang daya simpan, (3) mempertahankan kesegaran, (4) meningkatkan daya guna, (4) meningkatkan nilai tambah, (5) Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, (6) meningkatkan daya saing, (7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan, serta (8) usaha pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan. Selain melaksanakan penanganan pascapanen yang baik maka fasilitasi dan optimalisasi pemanfaatan sarana panen dan pascapanen Tanaman Pangan perlu dilaksanakan seperti penggunaan sabit bergerigi, mesin panen utuk tahap pemanenan; mesin perontok/pemipilan (thresher/corn sheller) untuk tahap perontokan/pemipilan; mesin pengering (dryer) untuk tahap pengeringan dan silo sebagai sarana penyimpan. Dari upaya pengamanan produksi tersebut diharapkan dapat dihindari kehilangan hasil maksimal sekitar 5 (lima) persen atau rata-rata 0,5 persen per tahun, yaitu 2 (dua) persen akibat gangguan OPT dan 3 (tiga) persen dari pengamanan hasil dari dampak fenomena iklim, serta tercapainya penambahan produksi dari penurunan losses. 75 P a g e

87 - Pemberdayaan Penangkar Benih Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Peranan penangkar benih dalam penyediaan benih varietas unggul bersertifikat sangat penting tetapi disisi lain masih memiliki keterbatasan seperti luas areal produksi, sumber daya manusia, prasarana dan sarana serta modal. Untuk mendukung dan meningkatkan kinerja para penangkar benih tersebut maka lembaga/institusi yang ada di daerah antara lain seperti Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), UPTD Balai Benih harus selalu melakukan pembinaan dan memberikan dukungan kepada penangkar benih dalam aspek teknis maupun manajemen. Tujuan dari kegiatan pemberdayaan penangkar benih ini adalah: (1) Menumbuhkembangkan penangkar benih di daerah yang selama ini belum berkembang kelembagaan penangkar benih; dan (2) Meningkatkan kemampuan penangkar benih dalam pengelolaan produksi dan pemasaran benih varietas unggul bersertifikat. Sedangkan sasaran dari kegiatan pemberdayaan penangkar benih ini adalah: (1) Tumbuh dan berkembangnya penangkar benih di daerah yang selama ini belum berkembang kelembagaan penangkar benih; dan (2) Meningkatnya kemampuan penangkar benih dalam pengelolaan produksi dan pemasaran benih varietas unggul bersertifikat. 76 P a g e

88 3.4. Program Pada tahun , sesuai dengan pedoman dalam reformasi perencanaan dan penganggaran (RPP), setiap eselon I mempunyai satu program, dan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun , maka dari 12 (dua belas) program di lingkup Kementerian Pertanian, program yang menjadi tugas dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Tanaman Pangan adalah Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Produksi Tanaman Pangan. Program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan didukung oleh pencapaian kinerja kegiatan dari unit Eselon-II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yaitu: 1. Direktorat Serealia Kegiatan: Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia 2. Direktorat Aneka Kacang dan Umbi Kegiatan: Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 3. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Kegiatan: Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan 4. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Kegiatan: Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan 5. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kegiatan: Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) 77 P a g e

89 6. Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kegiatan: Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 7. Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH) Kegiatan: Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih 8. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Kegiatan: Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan. Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012, tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian, kawasan pertanian terdiri dari 1). Kawasan tanaman pangan, 2). Kawasan hortikultura, 3). Kawasan perkebunan dan 4). Kawasan peternakan. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan, dilakukan melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), yaitu kegiatan peningkatan produktivitas akan difokuskan melalui pola kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan. 78 P a g e

90 Melalui GP-PTT petani diharapkan dalam menerapkan ilmu yang mereka peroleh saat mendapat kegiatan SL-PTT, mampu menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji berdasarkan spesifik lokasi. Lokasi GP-PTT diusahakan berada pada satu hamparan atau kawasan, mempunyai potensi untuk ditingkatkan produktivitas dan/atau IP-nya, serta anggota kelompoktaninya respon terhadap penerapan teknologi. GP-PTT dilaksanakan oleh kelompoktani yang sudah terbentuk dan masih aktif. Kelompoktani yang dimaksud diupayakan kelompoktani yang dibentuk berdasarkan hamparan, atau lokasi lahan usahataninya diupayakan masih dalam satu hamparan setiap kelompok. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu sama lainnya dan diharapkan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi GP-PTT sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru petani lainnya. Peserta GP-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Pada setiap tahapan pelaksanaan, petani peserta diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah direncanakan dan dijadwalkan. Pengelolaan Tanaman Terpadu adalah suatu pendekatan dalam budidaya tanaman yang menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air dan organisme pengganggu tumbuhan secara terpadu yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanaman secara berkelanjutan dan efisiensi produksi dengan memperhatikan sumber daya, dan kemampuan yang ada. PTT menekankan pada prinsip partisipatori yang 79 P a g e

91 menempatkan pengalaman, keinginan, dan kemampuan petani dalam menerapkan suatu teknologi. Adapun komponen teknologi dalam PTT tersebut adalah terkait dengan : 1) Benih varietas unggul bermutu dan bersertifikat. 2) Pengelolaan tanah secara sempurna sesuai dengan kondisi tanah. 3) Penanaman tepat waktu serta cara tanam dengan tepat. 4) Pengaturan tata air dengan baik. 5) Penggunaan pupuk secara berimbang. 6) Pengendalian OPT dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). 7) Penanganan panen dan pascapanen dengan baik. Dengan PTT diharapkan terbina kawasan-kawasan andalan untuk empat komoditas tersebut, yang berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus sebagai tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Untuk menjamin keberhasilan penerapan di lapangan perlu dilakukan pengawalan dan pendampingan secara intensif oleh Pemandu Lapangan (PL) khususnya Petugas Lapangan/ Penyuluh, POPT, PBT, Peneliti dan Mantri Tani. Pembangunan sub sektor tanaman pangan, untuk prioritas pertama padi, jagung, kedelai, ubi kayu; dan prioritas kedua kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan komoditas alternatif/unggulan daerah, seperti talas, garut, gembili, sorgum, gandum dan lain-lain. Secara struktur dan pembiayaan program melalui APBN, maka kegiatan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dirancang sebagai berikut: 80 P a g e

92 A. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas padi dan jagung melalui peningkatan luas areal dan penerapan teknologi budidaya tanaman pangan yang tepat dan berkelanjutan untuk peningkatan produksi padi dan jagung dalam rangka mencapai ketahanan pangan. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: Luas lahan yang mendapatkan fasilitas penerapan budidaya padi, jagung dan serealia lainnya (ha). Kegiatan pendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas: a. Koordinasi/sosialisasi/workshop/penyuluhan/desiminasi peningkatan produksi padi dan jagung b. Pembinaan dan pengawalan c. perencanaan teknis d. monitoring dan evaluasi, e. pendidikan dan pelatihan teknis f. temu usaha dan teknologi Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan Desa Pertanian Organik. Di Kementerian Pertanian sudah mulai melaksanakan program tersebut yang melibatkan Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Perkebunan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Ditjen Prasana dan Sarana Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan. Sasaran Desa Organik Tanaman Pangan Tahun terlampir. B. Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas kedelai dan ubi kayu melalui peningkatan luas areal dan penerapan teknologi budidaya tanaman pangan yang tepat dan berkelanjutan 81 P a g e

93 untuk peningkatan produksi kedelai dalam rangka mencapai ketahanan pangan dan peningkatan produksi ubi kayu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bio industri. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: luas lahan yang mendapatkan fasilitas penerapan budidaya kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, aneka kacang dan umbi lainnya (Ha). Kegiatan pendukung upaya peningkatan produksi, yaitu: a. koordinasi/sosialisasi/workshop/penyuluhan/desiminasi peningkatan produksi kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan komoditas alternatif lainnya, b. pembinaan dan pengawalan, c. perencanaan teknis, d. monitoring dan evaluasi, e. pendidikan dan pelatihan teknis, f. temu usaha dan teknologi, dan g. pengembangan pangan alternatif. C. Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) menyiapkan benih varietas unggul bersertifikat padi, jagung, dan kedelai, (2) mempermudah akses petani terhadap benih varietas unggul bersertifikat; dan (3) memperluas penyebaran benih varietas unggul bersertifikat pada daerah-daerah kantong kemiskinan, daerah rawan pangan, dan daerah terisolir. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah luas lahan yang mendapatkan fasilitas untuk perbanyakan benih sumber (ha), jumlah pengawasan dan pengujian benih tanaman pangan, luas lahan yang mendapatkan fasilitas untuk memproduksi benih bersertifikat (ha). 82 P a g e

94 Penguatan kelembagaan perbenihan baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota untuk memperlancar penyediaan benih bermutu dari varietas unggul komoditas tanaman pangan dilakukan antara lain berupa: a. inventarisasi stok dan penangkaran benih yang terdapat dimasing-masing daerah dalam setiap skala waktu tertentu, b. pemanfaatan stok benih yang ada secara optimal, c. pemberdayaan penangkar benih agar dapat berperan secara optimal, d. pembinaan kepada produsen/penangkar agar proses produksi benih terlaksana secara berkelanjutan, e. optimalisasi peranan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih, Balai Benih Induk, dan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, f. pengembangan perbenihan pusat, dan g. pengawalan dan monitoring evaluasi perbenihan. Pemerintah telah mencanangkan program Desa Mandiri Benih (SDMB) dengan tujuan agar petani dapat memenuhi kebutuhan benihnya sendiri. Dalam hal ini Kementerian Pertanian mengupayakan agar kebutuhan benih petani dapat dipenuhi dari produksi petani sendiri sehingga petani mandiri dalam kebutuhan benih yang dibutuhkannya. Kebijakan ini sebagai tindaklanjut dari program mewujudkan kemandirian pangan. Sasaran Pengembangan Desa Mandiri Benih Tanaman Pangan terlampir. D. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI Tujuan kegiatan ini adalah menyediakan acuan pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman pangan dalam rangka pengamanan produksi dari gangguan OPT dan DPI. 83 P a g e

95 Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: luas lahan yang mendapatkan Fasilitas penguatan perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI (ha), hasil pengujian mutu produk tanaman (LHP/Sertifikat). Dalam pelaksanaan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) perlu memperhatikan Pengarusutamaan Gender (PUG) sesuai dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Dalam rangka pelaksanaan Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PPDPI) untuk pengamanan produksi tanaman pangan dan upaya meminimalisasi dampak negatif perubahan iklim, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas dalam mengelola dan menganalisis faktorfaktor iklim/cuaca seperti curah hujan, suhu, kelembaban, dan selanjutnya memanfaatkannya dalam kegiatan budidaya tanaman sesuai dengan agroklimat daerah setempat. Demikian juga untuk terlaksananya pengamanan produksi tanaman pangan terhadap serangan OPT, peningkatan kemampuan petugas lapangan dan petani terhadap pemahaman kaidah pengendalian hama terpadu (PHT) perlu ditingkatkan. Salah satu model peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas lapangan dan petani dalam mengelola dan menganalisis faktor iklim/cuaca dan serangan OPT adalah melalui kegiatan magang sekolah lapangan (magang Sekolah Lapangan Iklim dan magang Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dapat dilakukan di LPHP (Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit)/Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian. Selain itu juga dapat memanfaatkan petani alumni SLPHT sebagai petani pengamat hama dan penyakit. 84 P a g e

96 E. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tujuan kegiatan ini adalah (1) Berkembangnya agroindustri perdesaan yang menghasilkan produk aman, bermutu dan berdaya saing. (2) Menghasilkan produk tanaman pangan yang aman, bermutu dan berdaya saing baik di pasar domestik maupun internasional (3) Meningkatkan penguasaan pasar domestik dan luar negeri untuk produk tanaman pangan strategis. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: jumlah fasilitas sarana pascapanen tanaman pangan (unit), jumlah fasilitas sarana pengolahan hasil tanaman pangan (unit), jumlah fasilitas penerapan standardisasi dan mutu hasil tanaman pangan (sertifikat/register), jumlah fasilitas pemasaran dan investasi hasil tanaman pangan (Informasi Harga). Upaya Penyebarluasan informasi, pengembangan dan penerapan teknologi pascapanen serta pengelolaan sarana pascapanen untuk pengamanan produksi tanaman pangan dengan melakukan pembinaan, bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi serta fasilitasi bantuan sarana pascapanen. Strategi pengembangan penanganan pascapanen tanaman pangan dilaksanakan melalui: 1). Pendekatan Wilayah a. Setiap wilayah menghasilkan komoditas tanaman pangan yang berbeda pada daerah yang berbeda. Hal ini memungkinkan pembangunan kawasankawasan ekonomi berbasis agribisnis dan agroindustri yang terintegrasi 85 P a g e

97 antara daerah pedesaan, perkotaan, sentra-sentra industri pangan, pelabuhan dan pasar. b. Pengembangan sistem dan kelembagaan pascapanen antara lain manajemen sarana pascapanen, brigade pascapanen. c. Kemitraan usaha antara pemangku kepentingan (stakeholders). 2). Pendekatan Sumber Daya Manusia Pendekatan sumber daya manusia dilaksanakan melalui pembinaan, bimbingan teknis, pelatihan/apresiasi dan pendampingan/penyuluhan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petugas lapang dan petani. 3). Pendekatan Sarana dan Teknologi Untuk mempercepat upaya terobosan penanganan pascapanen dari kebiasaan petani (sustainable-based) menjadi penggunaan rekayasa teknologi (engineering-based) dilakukan melalui : a. Penyuluhan dan penyebarluasan informasi teknologi pascapanen kepada pemangku kepentingan. b. Penyebaran sarana dan teknologi pascapanen secara tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. 4). Pendekatan Daya Saing a. Penanganan budidaya tanaman (Good Agriculture Practices) dan pascapanen yang baik dan benar (Good Handling Practices) agar diperoleh mutu hasil (Good Manufacturing Practices) sesuai permintaan pasar. b. Pengembangan manajemen pascapanen akan menghasilkan kegiatan pascapanen yang efektif dan efisien. 86 P a g e

98 F. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tujuan dari kegiatan ini adalah (1) tersedianya dokumen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan; (2) terlaksananya dukungan sarana produksi untuk Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal, MP3KI, dan SIPP. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: dokumen layanan dukungan manajemen Eselon I (paket), dokumen layanan internal (Overhead) (paket) dan dokumen layanan perkantoran (paket). Komponen layanan dukungan manajemen Eselon I meliputi penyusunan rencana program, penyusunan rencana anggaran, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi, pengelolaan data dan informasi, pengelolaan keuangan, pengelolaan perbendaharaan, pelayanan hukum, pengelolaan kepegawaian, pelayanan umum dan perlengkapan, pelayanan rumah tangga, pelayanan humas dan protokol, pelayanan organisasi, tata laksana dan reformasi birokrasi, serta komponen dukungan manajemen Eselon I lainnya. Komponen layanan internal (Overhead) meliputi pengadaan kendaraan bermotor, pengadaan perangkat pengolah data dan komunikasi, pengadaan peralatan dan fasilitasi perkantoran, pembangunan dan renovasi gedung dan bangunan, pembinaan internal, perencanaan dan anggaraninternal, monev internal, serta dukungan internal lainnya. Komponen layanan perkantoran meliputi pembayaran gaji dan tunjangan, serta operasional dan pemeliharaan perkantoran. Kegiatan dilaksanakan dengan menerapkan prinsip good governance. Penerapan dan pemantapan prinsip good governance dicirikan antara lain dari keterbukaan, demokrasi, akuntabel, partisipatif dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Penerapan dan pemantapan prinsip tersebut dituangkan dalam kegiatan-kegiatan 87 P a g e

99 yang sangat menunjang dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas sub sektor tanaman pangan sesuai dengan program pengelolaan produksi tanaman pangan antara lain: operasional untuk pelaksanaan tugas satuan kerja (satker); keuangan, perlengkapan; kepegawaian; hubungan masyarakat yang dimaksudkan untuk penyebarluasan informasi, promosi, dan pemasyarakatan tentang keberhasilan program serta kegiatan pembangunan tanaman pangan kepada publik melalui eksibisi terbuka untuk umum, lomba dan pemberian penghargaan untuk petani/pelaku agribisnis yang berprestasi; pengusulan, peninjauan kembali dan sosialisasi peraturan perundang-undangan; pengembangan data statistik; koordinasi perencanaan program dan anggaran melalui musyawarah perencanaan pembangunan pertanian tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, pusat; umum, monitoring evaluasi dan pelaporan program dan kegiatan; dan pengawasan pupuk dan pestisida; serta kegiatan khusus yang dibiayai dari (Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN). Dalam rangka melaksanakan kegiatan pembangunan sub sektor tanaman pangan maka diperlukan petugas/pegawai yang merencanakan, melaksanakan, mengawasi/memonitor, mengevaluasi jalannya kegiatan pembangunan. Kepada para pegawai/petugas tersebut akan diberikan gaji/penghasilan sesuai jabatan, pangkat/golongan dan bidang kerjanya masing-masing. Ruang penggajian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah. Biaya operasional lainnya seperti, eksploitasi kendaraan roda 4 dan roda 2, pemeliharaan gedung kantor, pengadaan alat-alat tulis kantor disesuaikan dengan kebutuhan. 88 P a g e

100 G. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Tujuan kegiatan ini adalah mengembangkan pengujian mutu benih dan penerapan sistem sertifikasi untuk mendukung sistem perbenihan tanaman pangan dan hortikultura. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: jumlah metode pengujian mutu benih (metode). Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung secara teknis pelaksanaan program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, khususnya dibidang perbenihan tanaman pangan, melalui peningkatan kualitas pelayanan publik, pengembangan metoda pengujian mutu benih yang aplikatif dan penerapan mutu laboratorium pengujian benih. H. Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Sasaran kegiatan adalah untuk tersedianya informasi dan model peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) sebagai rujukan dalam pengamanan produksi tanaman pangan dan hortikultura. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah jumlah model peramalan OPT (model). Kegiatan ini untuk mendukung secara teknis pelaksanaan program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang berhubungan dengan pengembangan perlindungan tanaman, khususnya tanaman pangan antara lain : a. Peningkatan kualitas pelayanan publik b. pengembangan perlindungan tanaman c. pengamatan, peramalan OPT dan perubahan iklim d. penguatan kelembagaan jaringan PHP/LAH e. penguatan teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT 89 P a g e

101 f. peningkatan kemampuan SDM Kerangka Regulasi Kerangka regulasi dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi serta kewenangan dan penjabaran peran Kementerian Pertanian dalam mencapai sasaran strategis. Selain itu regulasi tersebut dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pertanian baik di tingkat pusat hingga di tingkat daerah. Regulasi yang terkait dengan sektor pertanian, baik dalam bentuk undangundang, peraturan presiden, maupun dalam bentuk peraturan Menteri Pertanian serta produk peraturan operasional lainnya di level pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Kerangka regulasi yang telah ada atau yang dibutuhkan, dikelompokkan mulai dari kebutuhan regulasi terkait input pertanian seperti pemanfaatan sumberdaya genetik, jaminan ketersediaan pupuk dan benih, dukungan infrastruktur, serta regulasi yang terkait lahan dan alsintan. Sedangkan regulasi yang terkait dengan kegiatan budidaya tentunya yang terkait dengan jaminan usahatani tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, perlindungan dan pemberdayaan petani. Untuk yang terkait dengan pascapanen, pengolahan dan pemasaran, dibutuhkan regulasi yang mengatur tatacara pascapanen yang baik untuk berbagai produk pertanian, regulasi yang mendorong berkembangnya bioindustri dan pengolahan hasil. Selain itu diperlukan peraturan yang terkait dengan harga, baik itu harga pembelian pemerintah, bea masuk dan bea keluar, serta regulasi lainnya yang mengatur sistem pemasaran yang sehat. Sedangkan regulasi yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan diperlukan dalam rangka melindungi konsumen serta mendorong produsen menghasilkan produk bermutu. Selain itu juga diperlukan regulasi yang 90 P a g e

102 mampu mendorong pertanian memperoleh nilai tambah dari jasa lingkungan seperti agrowisata. Dalam rangka mengoptimalkan sistem dan kelembagaan penyuluh, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta perkarantinaan, maka perlu dilakukan review terhadap regulasi yang adaserta menyusun peraturan operasional. Terhadap beberapa regulasi yang ada, diperlukan usulan revisi regulasi guna memberikan manfaat dan fungsi sistem dan kelembagaan penyuluh yang lebih baik. Beberapa regulasi yang dibutuhkan dalam pembangunan tanaman pangan ke depan diantaranya sebagai berikut: 1. Regulasi di bidang lahan: mempercepat penerbitan Perda Provinsi/ Kab/Kota dan penyempurnakan Perda sesuai UU 41/ Regulasi sarana pertanian: perbaikan subsidi pupuk dan subsidi benih; pengembangan sistem perbenihan. 3. Regulasi pembiayaan pertanian: mempercepat dan mempermudah persyaratan akses petani pada skim kredit. 4. Regulasi perlindungan petani: implementasi UU 19/2013 asuransi usahatani. 5. Regulasi terkait penganekaragaman pangan dan gizi. 6. Regulasi di bidang ekspor pertanian dan impor produk pertanian. 7. Regulasi kemudahan investasi di sektor pertanian 3.6. Kerangka Kelembagaan Salah satu upaya untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) diawali dengan melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Langkah strategis perubahan tersebut melalui agenda reformasi birokrasi dengan 8 (delapan) area perubahan meliputi: 91 P a g e

103 1. Aspek kelembagaan, guna melahirkan organisasi yang proporsional, efektif, dan efisien (organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran). 2. Aspek tata laksana, guna melahirkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai prinsip-prinsip good governance. 3. Peraturan perundang-undangan, guna melahirkan regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif. 4. Sumber daya manusia aparatur, guna melahirkan sumber daya manusia aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera. 5. Pengawasan, bertujuan meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. 6. Akuntabilitas, bertujuan meningkatnya kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi. 7. Pelayanan publik, untuk mewujudkan pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat. 8. Mindset dan Cultural Set Aparatur, guna melahirkan birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. Aspek kelembagaan dilakukan dengan menata kelembagaan di pusat, UPT sampai dengan satuan kerja perangkat daerah dengan didasari semangat untuk mendorong terwujudnya struktur pemerintahan yang efesien dan efektif. Pembangunan pertanian ke depan dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis, baik domestik maupun internasional yang dinamis, sehingga menuntut produk pertanian yang mampu berdaya saing di pasar global 92 P a g e

104 dengan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian Indonesia. Dalam kurun waktu tahun , organisasi dan tata kerja kementerian pertanian mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61 Tahun 2010 yang di dalamnya disebutkan bahwa terdapat 12 Eselon I di Kementerian Pertanian. Dalam Permentan Nomor 61 Tahun 2010, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan terdiri atas 6 Eselon II. Pada tanggal 22 April 2015, melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2015 ditetapkan bahwa Kementerian Pertanian terdiri atas 11 Eselon I, yang berarti 1 Eselon I dihapus, yaitu Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Perpres ini ditindaklanjuti dengan Permentan Nomor 43 Tahun Berikut Tabel perbedaan struktur organisasi Kementerian Pertanian dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan berdasarkan Permentan 61/2010 dan Permentan 43/ P a g e

105 Tabel 14. Perbedaan Struktur Organisasi Berdasarkan Permentan 61/2010 dan Permentan 42/2015 NO UNIT KERJA GOLONGAN PENDIDIKAN AKHIR Jenis Kelamin I II III IV S3 S2 S1 D4 M D3 D2 D1 SLTA SLTP SD L P 1 Direktorat Jenderal TP Sekretariat Direktorat Jenderal Bagian Perencanaan Bagian Keuangan dan Perlengkapan Bagian Umum Bagian Evaluasi dan Pelaporan Bagian DPK di Daerah JUMLAH Sumber: Subbagian Kepegawaian, Setditjen Tanaman Pangan Gambar 6. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan berdasarkan Permentan 43/ P a g e

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Menimbang

Lebih terperinci

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun i P a g e KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 31. a/hk.310/c/4/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP 2017 Laporan Kinerja Triwulan II KATA PENGANTAR Dalam rangka memonitor capaian kinerja kegiatan Ditjen Tanaman Pangan pada triwulan II TA 2017 serta sebagai bahan penilaian aspek akuntabilitas kinerja

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN BAHASAN 1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN NUHFIL HANANI AR UNIVERSITAS BAWIJAYA Disampaikan

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Disampaikan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

RANCANGAN KEGIATAN STRATEGIS TANAMAN PANGAN TAHUN 2018

RANCANGAN KEGIATAN STRATEGIS TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 RANCANGAN KEGIATAN STRATEGIS TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Perecanaan Pembangunan Pertanian Tahun 2018 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 1 SASARAN

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian Kegiatan Penelitian Dalam memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 yaitu tahun 2010 2014 setelah periode RPJMN tahap ke-1 tahun 2005 2009 berakhir, pembangunan pertanian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 HASIL SEMBIRING DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 31 MEI 2016 PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 36/07/63/Th.XIX, 1 Juli NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,18 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh : LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL Oleh : Pantjar Simatupang Agus Pakpahan Erwidodo Ketut Kariyasa M. Maulana Sudi Mardianto PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN Dr. Suswono, MMA Menteri Pertanian Republik Indonesia Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 No. 42/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah untuk melaksanakan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 No. 46 /09/63/Th.XV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) AGUSTUS 2011 SEBESAR 108,22

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017

PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017 PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN 2017 Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Tanggal 4 Januari 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OUTLINE 1. Evaluasi 2016 2. Sasaran luas tanam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 No. 03/01/63/Th.XX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER TURUN 0,41 PERSEN Pada

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG

ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG K E M E N T E R I A N P E R E N C A N A A N P E M B A N G U N A N N A S I O N A L / B A D A N P E R E N C A N A A N P E M B A N G U N A N N A S I O N A L ( B A

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 UNTUK PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 UNTUK PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 UNTUK PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN DALAM PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING (NTDS) PRODUK HASIL PERTANIAN MUSYAWARAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016 No. 84/12/33/Th.X, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) NOVEMBER 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Nilai Tukar Petani Daerah Istimewa Yogyakarta September No. 55/10/34/Th.XIX, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI D.I YOGYAKARTA Nilai Tukar Petani & Harga Produsen Gabah Daerah

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016 No. 63/09/33/Th.X, 01 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 No. 32/06/34/Th.XVIII, 1 Juni 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2016, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41 No. 32/06/34/Th.XIX, 2 Juni 2017 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2017, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 15/03/63/Th.XIX, 1 Maret NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI TURUN 0,22 PERSEN Pada NTP

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI SEBESAR 96,06 ATAU TURUN 0,64 PERSEN Pada Juni NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,06 atau turun 0,64 persen dibanding NTP Mei yang mencapai 96,67. Turunnya NTP ini disebabkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015 No. 35/06/63/Th.XIX, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,36 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017 No. 41/06/33/Th.XI, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2017 SEBESAR 98,70 ATAU

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014 No. 53/09/63/Th.XVIII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,29 PERSEN Pada

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci