PERKEMBANGAN EMBRIOGENESIS IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN EMBRIOGENESIS IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)"

Transkripsi

1 PERKEMBANGAN EMBRIOGENESIS IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Imanuel G. Pattipeilohy, Abdul Gani, Herlina Tahang ABSTRAK Ikan Mandarin (Synchiropus splendidus) merupakan salah satu ikan hias air laut yang banyak digemari oleh para pebisnis akuarium air laut di dalam maupun di luar negeri. Pemijahan merupakan proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan, yang kemudian diikuti dengan pembuahan. Pemijahan sebagai salah satu aspek dari reproduksi, merupakan mata rantai dari siklus hidup dalam menentukan kelangsungan hidup dari spesies ikan mandarin (Synchiropus splendidus). Selain itu masih minimnya informasi tentang perkembangan embriogenesis dari ikan mandarin (Synchiropus splendidus). Perkembangan embryogenesis dari ikan mandarin dimulai dari fase Pembelahan sel I sampai fase pembelahan sel V yang memerlukan waktu selama 1 jam 18 menit. Pada pembelahan I terbentuknya ruang perivetilin, kantung telur dan dua buah sel blastomer. Pembelahan II terbentuknya empat sel dari dua sel. Pembelahan III menghasilkan delapan sel adalah akibat pembelahan empat sel menjadi delapan blastomer yang tersusun dalam dua baris yang. Perkembangan pembelahan sel IV menjadi 16 blastomer yang merupakan turunan keempat dan pembelahan sel V menjadi 32 blastomer dan terbentuk susunannya tidak beraturan lagi dan membentuk seperti bola kecil. Selain itu, ruang perivetilin sudah tidak terlihat lagi. Fase pembelahan ini telah memasuki stadia morula. Pada stadia blastula, blastomer membelah terbentuk ruangan kosong yang disebut blastosul yang ditutupi oleh blastoderm dan pada sisi luar terdapat epiblast. Antara blastosul dan blastoderm dipisahkan oleh hypoblast primer. Proses stadia gastrula berlangsung sampai terjadi pembentukan lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm. Organogenesis dengan terbentuknya bagian-bagian seperti notokorda dari embrio yang memanjang disisi kuning telur, bagian kepala terletak di kutub anima, bagian ekor di bagian kutub vegetatif dan somit yang belum jelas, sehingga bentuk tubuh embrio melengkung hampir di seluruh kuning telur dan semua ini masih transparan. Perkembangan embrio pada fase cleave sampai dengan embrio keluar dari cangkang menjadi individu baru ikan mandarin membutuhkan waktu inkubasi jam. Selama perkembagan embrio berlangsung selama sebelas jam setelah pembuahan, terjadi pembentukan organogenesis dari embrio ikan mandarin. Embrio ikan mandarin menetas dengan bagian kepala keluar duluan kemudian diikuti dengan bagian ekor. Kata Kunci; Embriogenesis, Synchiropus splendidus DEVELOPMENT EMBRYOGENESIS MANDARIN FISH (Synchiropus splendidus) by Imanuel G. Pattipeilohy, Abdul Gani, Herlina Tahang ABSTRACT Mandarin fish (Synchiropus splendidus) is one of the sea water ornamental fishes which is much favored by saltwater aquarium businessmen domestic and abroad. Spawning is the process of spending eggs by the female parent and sperm by the male parent which is then followed by fertilization. Spawning as one aspect of reproductions, is a chain of life cycle in determining the survival of the mandarin fish (Synchiropus splendidus). Also it is lack of

2 information about the development of embryogenesis of mandarin fish (Synchiropus splendidus). The development of embryogenesis mandarin fish starts from cell division phase I to phase V that takes 1 hour 18 minutes. In the first division the formation of space perivetilin, egg sacs and two cell blastomeres. The second division, cleavage formation of four cells from two cells. The III division produces eight cells that is due to cell division four to eight blastomeres arranged in two rows. The development of cell division to 16 blastomeres is the fourth derivativing to cell division V which is 32 blastomeres and form irregular arrangement again and form a small ball. In addition, space perivetilin is no longer visible. This division has entered a phase of stadia morula. At blastula stadia, blastomeres divide to the form so-called empty space that is covered by the blastoderm blastosul and on the outside there is epiblast. Blastosul and blastoderm is separated by primary hypoblast. Gastrula stadia process lasted until the formation of a layer of ectoderm, mesoderm and endoderm. Organogenesis with the formation of the parts such as the notochord of the embryonic yolk elongated side, located in the polar head anima, the tail section at the vegetative pole and somites are not yet clear, so that the curved shape of the body in almost all embryonic yolk is transparent. Embryonic development in the embryonic phase to cleave out of the shell into a new individual mandarin fish incubation takes hours. Embryonic development lasted for eleven hours after fertilization, the formation of the embryo organogenesis mandarin fish. Mandarin fish embryos hatch with the head out first, followed by the tail. Keyword ; Embryogenesis, Synchiropus splendidus I. PENDAHULUAN Ikan Mandarin (Synchiropus splendidus) merupakan salah satu ikan hias air laut yang banyak digemari oleh para pebisnis akuarium air laut di dalam maupun di luar negeri. Dalam upaya pelestariannya dapat dikembangkan melalui kegiatan budidaya dengan melakukan tahapan awal yaitu pengumpulan induk dari alam atau domestikasi induk yang kemudian dilakukan kegiatan pembenihan. Ikan mandarin ini tergolong spesies ikan dengan penyebaran terbatas, serta populasinya di alam tergolong kecil. Dengan demikian, bila tekanan pemanfaatannya meningkat, maka akan terjadi ancaman kelestarian keberadaan dan kepunahan terhadap spesies ikan mandarin ini. Pemijahan merupakan proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan, yang kemudian diikuti dengan pembuahan. Pemijahan sebagai salah satu aspek dari reproduksi, merupakan mata rantai dari siklus hidup dalam menentukan kelangsungan hidup dari spesies. Pemijahan tidak hanya tergantung dari proses gametogenesis tetapi berkaitan dengan perilaku ikan, seperti migrasi ikan sebelum memijah, seleksi di habitatnya, musim kawin, dan keberadaan pasangan. Pembenihan ikan mandarin telah dilakukan, namun induk yang digunakan berasal dari tangkapan alam, ukuran panjang induk jantan 5 cm dan ukuran panjang betina 4 cm dengan kepadatan 30 sampai 50 individu ikan mandarin dan dipelihara pada wadah berkapasitas 2 ton (Gani dkk, 2012). Selain itu masih minimnya informasi tentang perkembangan embriogenesis dari ikan mandarin (Synchiropus splendidus). Dengan demikian untuk mendapatkan informasi tentang proses embryogenesis dari ikan mandarin maka, dilakukan pemijahan induk ikan mandarin (Synchiropus splendidus) untuk mengamati perkembangan embrio dari telur yang dihasilkan. II. METODE PENGAMATAN Pelaksanaan dilakukan dengan cara eksperimen, dimana induk ikan mandarin (Synchriopus splendidus) digunakan sebagai objek pengamatan. Panjang induk ikan ini diukur dengan milimeterblok dan berat induk ditimbang dengan timbangan elektrik dengan tingkat ketelitian 0,0001 gr, kemudian dipilih secara acak jenis kelaminnya melalui cara pengamatan morfologi dimana induk jantan mempunyai sirip dorsal pertama lebih panjang dan sebaliknya untuk induk betina. Sebelum Ikan ditempatkan pada tiga akuarium volume 100 liter, terlebih dahulu akuarium disterilkan dengan kaporit kemudian dibilas dengan air tawar sampai bau kaporit hilang, dan akuarium diisi air laut sebanyak ± 80 liter dari volume akuarium serta memasukan selter. Induk ikan mandarin dimasukan ke dalam akuarium. Pemberian pakan pada induk ikan mandarin adalah pakan hidup

3 (artemia salina, copepod dan cacing merah). Pemberian pakan hidup setiap hari secara adlibitum. Pengamatan pemijahan dilakukan setiap hari, dan bila terjadi pemijahan dilakukan pengumpulan telur untuk diamati dibawah mikroskop eletrik. Telur ikan mandarin dipanen menggunakan serokan mesh zise 400 mikron yang dibantu dengan senter, selanjutnya telur ikan dimasukkan pada gelas ukur volume 100 ml. Untuk pengamatan perkembangan embrio diambil sampel telur yang dibuahi secara acak sederhana pada akuarium setelah terjadi pemijahan, dan untuk mengamati setiap tahap perkembangan embrio difoto untuk melihat berbagai perubahan bentuk masing-masing stadium. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan menunjukan proses awal perkembangan embrio ikan mandarin dimulai saat terjadi pembuahan (fertilisasi) yaitu pada saat sel telur dan sel sperma yang membentuk zigot. Proses pemijahan sampai dimulainya perkembangan embrio ikan mandarin terjadi pada malam hari (19:05 WIBT-19:30 WIBT) dan mulai menetas setelah selama tiga belas jam lewat sepuluh menit sampai empat belas jam setelah pemijahan. Hasil pengamatan dalam pengamatan menunjukan telur ikan mandarin yang baru dipanen berdiameter rata-rata 0.74 mm, berbentuk bulat, berwarna bening dan terapung pada kolom air, serta hanya terlihat satu sel dan lapisan khorionnya saja, sedangkan untuk butiran minyak, kuning telur dan ruang perivitelin tidak terlihat. Penampakan satu sel ini bertahan selama tujuh belas menit (Gambar 4. 7.). Waktu akumulasi perkembangan embrio ikan mandarin mencakup tahapan pembelahan sel (cleavage), morula, blastula dan gastrula (Tabel 4. 4). Tabel 1. Waktu akumulsi perkembangan embrio ikan mandarin (Synchiropus splendiduds). No Stadia Waktu Akumulasi waktu Keterangan (jam) (Menit) 1 zigot 19:12 0 Induk memijah 2 1 sel 19:29 17 Proses pembelahan 3 2 sel 19:43 31 Pembelahan tahap I 4 4 sel 19:52 40 Pembelahan tahap II 5 8 sel 20:04 52 Pembelahan tahap III 6 16 sel 20:15 1 jam 3 menit Pembelahan tahap IV 7 32 sel 20:30 1 jam 18 menit Pembelahan tahap V 8 Morula 20:42 1 jam 30 menit Tahap VI 9 Blastula 20:55 1 jam 43 menit Tahap VII 10 Gastrula 21:47 2 jam 35 menit Tahap VIII 11 Perisai embrio terbentuk 1:49 6 jam 39 menit Tahap IX 12 Pembentukan organ 4:01 8 jam 49 menit Tahap X 13 Embrio mulai gerak 6:12 11 jam Tahap XI 14 Embrio gerak memutar 7:15 12 jam 3 menit Tahap XII 15 Ekor embrio menekan 7:52 12 jam 40 menit Tahap XIII 16 Embrio keluar dari cangkang 8:22 13 jam 10 menit Tahap XIV Gambar 1. Telur ikan mandarin yang baru dipanen, dengan diameter telur 0.74 mm

4 3.1. Pembelahan sel (Cleavage) Pembelahan sel (Cleavage) berlangsung setelah terjadi pembuahan, dimana pada saat kedua sel gamet bersatu dan membentuk zigot. Pembelahan I pada sel telur ikan mandarin terjadi pada jam 19:43 WIBT atau setelah pemijahan dengan interval waktu 31 menit sudah menghasilkan zigot yang membelah menjadi dua sel atau stadium blastomer turunan pertama dengan bentuk dan ukuran sama besar, tetapi ukurannya lebih kecil dari satu sel sebelumnya (Gambar 2). Terjadinya pembelahan dua sel diawali dengan terbentuknya garis lurus pada pusat blastomer yang kemudian mengecil dan kemudian membelah menjadi dua sel yang ukuran selnya sama besar. Ruang perivetilin 2 blastomer Terbentuk garis lurus pada pusat blastomer Lapisan korion Yolk Gambar 2. Pembelahan I, terbentuk dua buah blastomer Pada pembelahan I ini terlihat dengan jelas sudah terbentuknya ruang perivetilin, kantung telur dan dua buah sel blastomer. Pada saat pembelahan I terjadi, lapisan korion mengeras yang berfungsi untuk melindungi proses pembelahan sel selanjutnya agar tidak rusak. Pembelahan tahap I pada telur ikan mandarin sama yang terjadi pada telur ikan buta (Astyanax fasciatus) dimana terbentuk dua buah blastomer dengan ukuran yang sama besar, tetapi waktu yang ditempuh pada pembelahan tahap I telur ikan buta lebih lama yaitu satu jam dua puluh menit setelah pembuahan (Sumarianto, 2006), selain itu pada telur ikan blue devil pembelahan I terbentuk dua buah blastomer yang sama besar pada kutub anima, dengan waktu yang tempuh satu jam dua puluh dua menit (Suharno, 2011). Pembelahan II terjadi pada jam 19:52 WIBT dengan interval waktu 9 menit dengan pembelahan I atau 40 menit setelah pemijahan. Pembelahan II diawali dengan dua buah blastomer yang membelah tegak lurus dan menghasilkan terbentuknya empat sel atau blastomer turunan kedua dengan bentuk dan ukuran yang sama besar, tetapi ukurannya lebih kecil dari blastomer turunan pertama (Gambar 3). Hasil pengamatan menunjukan adanya pembentukan empat sel dari dua sel dan membutuhkan waktu pembelahan lebih cepat bila dibandingkan dari satu sel menjadi dua sel. 4 blastomer Ruang perivetilin Lapisan korion Yolk Garis lurus terbentuk Gambar 3. Pembelahan II, 4 blastomer Pembelahan III terjadi pada jam 20:04 WIBT dengan interval waktu 52 menit setelah pemijahan atau 21 menit setalah proses pembelahan II (Gambar 4). Pembelahan III menghasilkan delapan blastomer turunan ketiga yang berukuran sama besar, namun ukurannya lebih kecil dari blastomer turunan kedua. Pembelahan menjadi delapan sel adalah akibat pembelahan empat sel atau blastomer menjadi delapan blastomer yang tersusun dalam dua baris yang sejajar, dimana setiap baris terdiri dari empat blstomer yang berukuran sama besar. 8 blastomer Yolk Lapisan korion Ruang perivetilin Gambar 4. Pembelahan III, 8 blastomer

5 Perkembangan pembelahan sel IV menjadi 16 blastomer yang merupakan turunan keempat dan pembelahan sel V menjadi 32 blastomer yang merupakan turunan kelima. Pada pembelahan IV memerlukan waktu 1 jam 3 menit dari waktu pemijahan atau 32 menit dari pembelahan III, sedangkan untuk pembelahan V memerlukan waktu 1 jam 18 menit setelah pembuahan atau 15 menit dengan pembelahan IV. (Gambar 5A dan 5B). 16 buah blastomer 32 buah blastomer Gambar. 5A Gambar. 5B Gambar 5. Pembelahan ke IV dan ke V sel ikan mandarin Pada pembelahan V, blastomer yang terbentuk sama besar dan ukurannya lebih kecil dari pembelahan IV, blastomer-blastomer yang terbentuk susunannya tidak beraturan lagi dan membentuk seperti bola kecil. Selain itu, ruang perivetilin sudah tidak terlihat lagi. Fase pembelahan ini telah memasuki stadia morula. Pembelahan sel (Cleavage) pada telur ikan mandarin dari tahap I tahap V menunjukan bahwa waktu pembelahan terjadi sangat cepat yaitu 1 jam 18 menit, hal ini bila dibandingkan dengan pembelahan sel telur ikan hias redfin shark (Labeo erythropterus C.V) dengan waktu pembelahan selama 3 jam 12 menit (Sedjati. 2002) dan ikan blue devil (Crysiptera eyanea) dengan waktu pembelahan 2 jam 28 menit (Suharno. 2011). Proses sel yang cepat ini diduga karena telur ikan mandarin yang sifatnya mengapung, sedangkan untuk telur ikan redfin shark yang sifatnya demersal dan tidak menempel, sementara ikan blue devil sifatnya demersal dan menempel serta perbedaan spesies yang digunakan. Pembelahan pertama telur ikan mandarin membutuhkan waktu 31 menit setelah pemijahan dengan suhu inkubasi 27 C. Hal ini merupakan proses pembelahan yang cukup cepat, bila dibandingkan dengan telur ikan redfish shark pada pembelahan pertama yang membutuhkan waktu satu jam sepuluh menit (70 menit) dengan suhu media 26 C - 28 C (Sedjati, 2002), telur ikan buta (Astyanax fasciatus) dengan waktu satu jam duapuluh menit (80 menit) dengan suhu media 24 C-26 C (Sumarianto, 2006), dan telur ikan blue devil satu jam dua puluh dua menit (82 menit) dengan suhu inkubasi 28 C (Suharno, 2011). Menurut Nelsen (1953) dalam Sedjati (2002) bahwa proses pembelahan sel mulai terjadi setengah jam (30 menit) sampai satu setengah jam (90 menit) setelah pembuahan. Djuwita dkk (2000), menyatakan bahwa kecepatan pembelahan sel telur tergantung pada jumlah dan distribusi kuning telur yang terdapat di dalam zigot. Faktor lainnya adalah perbedaan suhu dan terutama perbedaan spesiesnya. Stadia pembelahan sel (Cleavage) pada telur ikan mandarin menempuh waktu 1 jam 30 menit (90 menit) setelah pembuahan dan berada dalam waktu pembelahan sel telur yang dikemukakan oleh Nelsen (1953) dalam Sedjati (2002), yang ditandai adanya sejumlah sel-sel blastomer yang terbentuk berukuran sama tetapi yang ukuran sel blastomer lebih kecil dan memadat untuk membentuk blastodisk Stadia Morula Stadia morula merupakan pembelahan akhir dari cleavage. Hasil pengamatan dalam pengamatan menunjukan stadia morula pada telur ikan mandarin mulai terbentuk pada waktu satu jam tiga pulu menit (90 menit) setelah pembuahan, dimana blastomer-blastomer yang terbentuk berlangsung dengan cepat, dan berukuran sangat kecil, serta sulit untuk menghitung jumlah selnya (Gambar 6). Ukuran blastomer kecil dan sulit dihitung Lapisan khorion Gambar 6. Stadia morula telur ikan mandarin

6 Awal terbentuknya stadia morula adalah terbentuknya 32 sel yang merupakan turunan blastomer ke lima. Stadia morula adalah stadia dimana blastomer-blastomer yang terbentuk akan memadat sehingga menjadi blastodisk pada kutub anima yang membentuk dua lapisan sel (Gambar 7). Balinsky (1970) dalam Nugraha (2004), menyatakan bahwa morula merupakan salah satu stadia perkembangan embrio pada saat pembelahan mencapai 32 sel. Pada stadia morula, pembelahan zigot berlangsung cepat sehingga sel anak tidak sempat tumbuh dan mengakibatkan sel anak makin lama makin kecil, sesuai dengan tingkat pembelahan (Larger, 1956 dalam Sedjati, 2002). Sel-sel menjadi padat membentuk blastodisk pada kutub anima Yolk Ruang perivetilin Gambar 7. Pembentukan blastodisk pada kutub anima 3.3. Stadia Blastula Stadia blastula terbentuk setelah stadia morula berakhir, dimana stadia blastula pada telur ikan mandarin terbentuk pada satu jam empat puluh tiga menit (103 menit) setelah pembuahan (Gambar 8). Pada stadia blastula, blastomer membelah beberapa kali membentuk blastomer-blastomer dengan ukuran yang makin kecil, sehingga tempat pada stadia morula blastomer semula padat akan terbentuk ruangan kosong yang disebut blastosul yang ditutupi oleh blastoderm dan pada sisi luar terdapat epiblast. Antara blastosul dan blastoderm dipisahkan oleh hypoblast primer. Blastosoel Hypoblast primer Blastoderm Lapisan korion Yolk Epiblast Gambar 8. Stadia blastula pada telur ikan mandarin Sumarianto (2006), menyatakan bahwa blastulasi merupakan proses pembelahan sel yang menghasilkan blastula, yaitu campuran sel-sel blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai blastosul. Effendi (1985) dalam Sedjati (2002), menyatakan bahwa pada stadia blastula, sel-sel terus membelah dengan aktif sehingga ukuran sel-sel semakin kecil. Stadia blastula memiliki dua macam sel, yaitu sel formatif yang masuk ke dalam komposisi tubuh embrionik, dan sel nonformatif berfungsi sebagai tropoblast dan ada hubungannya dengan nutrisi embrio. Sel blastoderm akan berkembang menjadi bagian depan embrio, dan lapisannya yang lebih tebal dinamakan cincin kecambah. Pada akhir stadia blastula, sel-sel blastoderm akan tediri dari neural, epidermal, notokhordal, mesodermal dan endodermal yang merupakan bakal pembentukan organ-organ embrio (Murtidjo, 2002) Stadia Gastrula Proses perkembangan setelah stadia blastula adalah stadia gastrula yang merupakan saat blastula terus mengalami pembelahan dan pertambahan jumlah sel. Proses awal terbentuk stadia gastrula adalah dua jam tiga puluh lima menit (155 menit) setelah pembuahan, dimana kutub anima terbentuknya blastodisk akan berusaha membungkus kutub vegetatif dengan bergerak dan melakukan

7 invaginasi, sebagai proses gastrulasi. Proses pada stadia gastrulasi ini berlangsung sampai terjadi pembentukan lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm. (Gambar 9). ectoderm mesoderm Blastoderm mulai menutup kuning telur endoderm Gambar 9. Stadia gastrulasi telur ikan mandarin Hasil pengamatan dalam pengamatan menunjukan proses gastrula berjalan terus, dan setelah enam jam tiga puluh sembilan menit (399 menit) setelah pembuahan terjadi pembentukan perisai embrio. Dalam hal ini, terjadi pergerakan sel dari lapisan blastomer di kutub anima, dimana sel-sel tersebut bergerak kesamping kiri dan kanan serta kedepan dengan menutupi sebagian kuning telur dan menuju kutub vegetatif (Gambar 10). Perisai embrio dari ikan redfin shark terbentuk setelah sembilan jam dua puluh menit (Sedjati. 2002) dan ikan buta (Astyanax fasciatus) sepuluh jam tiga puluh tujuh menit (Sumarianto. 2006). Dengan demikian, pembentukan perisai embrio pada ikan mandarin memerlukan waktu lebih pendek dibanding ikan Redfin Shark dan ikan buta. Hal ini diduga, karena telur ikan redfin shark dan ikan buta sifatnya berada pada dasar substrat sedangkan telur ikan mandarin terapung serta disebabkan oleh spesies yang berbeda. Effendi (1997), menyatakan bahwa ada dua jenis proses pergerakan sel dalam stadia gastrula yaitu epiboli yang merupakan pergerakan sel-sel yang dianggap menjadi bakal epidermis dan daerah persyarafan, pergerakannya ke depan, ke belakang dan ke samping dari sumbu yang akan menjadi embrio. Selain itu, emboli merupakan pergerakan sel yang arahnya menuju ke bagian dalam, terutama di bagian sumbu bakal embrio. Akhir dari stadia gastrulasi apabila kuning telur sudah tertutup oleh lapisan sel. Blastomer bergerak ke kiri, kanan dan Kutub anima, bagian terbentuk kepala Gastrosol Periblast Kutub vegetatif, bagian terbentuk ekor Gambar 10. Pembentukan perisai embrio ikan mandarin 3.5. Organogenesis ikan mandarin (Synchiropus splendidus) Setelah pembentukan perisai, maka pada saat delapan jam empat puluh sembilan menit setelah pembuahan, terjadi organogenesis. Organogenesis dengan terbentuknya bagian-bagian seperti notokorda dari embrio yang memanjang disisi kuning telur, bagian kepala terletak di kutub anima, bagian ekor di bagian kutub vegetatif dan somit yang belum jelas, sehingga bentuk tubuh embrio melengkung hampir di seluruh kuning telur dan semua ini masih transparan (Gambar 11). Lapisan korion Ruang Perivetilin Yolk Kepala somit Notokorda Ekor Gambar 11. Pembentukan bagian kepala, ekor, notokorda dan somit

8 Proses organogenesis ikan mandarin terus berjalan, sehingga dari hasil pengamatan pada sebelas jam (660 meni) setelah pembuahan menunjukan adanya pergerakan dari embrio. Pergerakan embrio ini diakibatkan oleh bertambah panjangnya bagian ekor embrio dan mulai terlepas dari kuning telurnya serta terdeteksi jantung sudah mulai aktif. Selain itu, penampakan dari notokorda dan somit makin jelas serta lekukan pada kepala sudah mulai nampak (Gambar 12). Effendi (2002), menyatakan bahwa organ-organ yang terbentuk dari jaringan neural antara lain adalah otak, mata, bagian alat pencernaan makanan dan kelenjarnya serta sebagian kelenjar endokrin. Organogenesis merupakan proses pembentukan organ-organ yang berhubungan dengan notokord axial (Larger, 1977 dalam Sedjati, 2002). Proses organogenesis ini berlangsung lebih lama dibanding dengan stadia-stadia lainya. Proses organogenesis telur ikan mandarin berjalan selama empat jam tujuh menit. Bila dibandingkan dengan organogenesis pada telur ikan redfin shark yang memerlukan waktu tigas belas jam dua puluh lima menit, maka proses organogenesis pada telur ikan mandarin berlangsung lebih cepat. Tiga puluh Sembilan menit kemudian, pergerakan embrio bertambah cepat, yang diikuti dengan bertambah panjangnya ekor pada embrio (Gambar 13). Kepala embrio Notokorda Somit Ruang perivitelin Kantung kuning telur Ekor embrio bertambah panjang Gambar 12. Awal pergerakan embrio ikan mandarin Gambar 13. Pergerakan memutar embrio ikan mandarin Setelah dua belas jam tiga menit setelah pembuahan, pergerakan embrio di dalam cangkang telur mulai berputar dan pada saat ekor embrio terlepas dari kantung kuning telur. Tiga puluh tujuh menit kemudian atau dua belas jam empat puluh menit setelah pembuahan, gerakan ekor semakin aktif dan menekan cangkang telur ke arah kiri dan ke kanan, sehingga bagian kepala embrio juga menekan cangkang secara terus menerus sehingga mengakibatkan lapisan korion terlihat kusam. Sebelum menetas, bentuk embrio di dalam cangkang telur berbentuk oval, dimana bagian kepala dan ekor melengkung sejajar seperti huruf V. Pada saat tiga belas jam sepuluh menit, akhirnya embrio ikan mandarin menetas dengan bagian kepala keluar duluan, kemudian diikuti bagian ekornya (Gambar 14). Proses menetas telur merupakan saat terakhir dari masa inkubasi sebagai hasil dari beberapa proses pembelahan sel-sel telur sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Penetasan telur terkait langsung dengan aktifitas embrio selama di dalam cangkang telur dan pembentukan khorionase. Hasil

9 pengamatan menunjukan embrio sering bergerak memutar untuk mengubah posisinya karena diduga kekurangan ruang dalam cangkang telur dan ukuran embrio bertambah panjang. Kelenjar endodermal di daerah pharynk embrio mengeluarkan enzim chorionase yang bersifat mereduksi lapisan korion sehingga menjadi lunak. Selain itu ph dan suhu mempengaruhi dalam proses penetasan. Gambar 14. Cangkang telur ikan mandarin tertekan oleh bagian kepala dan telur menetas Menurut Effendi (1997), nilai ph dan suhu 14 C - 20 C merupakan kondisi yang optimum bagi penetasan telur ikan. Perbedaan waktu dalam setiap tahapan penetasan disebabkan oleh kemampuan embrio yang rendah sehingga tidak mampu melepaskan diri dari cangkang telur dan meningkatnya adrenalin selama penetasan, sehingga menyebabkan stress fisik pada embrio saat akan meninggalkan cangkang telur (Yusrina 2001 dalam Nugraha dkk, 2012). Menurut Iqbal dan Harlina (2007), keterlambatan penetasan telur yang terjadi pada telur yang diinkubasi disebabkan oleh suhu di dalam wadah inkubasi terlalu rendah. Telur yang ditetaskan pada suhu tinggi, waktu penetasannya lebih cepat dibanding telur yang ditetaskan di suhu rendah. Telur yang diinkubasi pada suhu tinggi menyebabkan telur lebih cepat menetas (Budiardi dkk, 2005). Hal ini sesuai dengan Satyani (2007), yang mengatakan suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses perkembangan embrio, daya tetas telur dan kecepatan penyerapan kuning telur. Suhu yang rendah membuat enzim (chorion) tidak bekerja dengan baik pada kulit telur dan membuat embrio akan lama dalam melarutkan kulit, sehingga embrio akan menetas lebih lama. Sebaliknya suhu tinggi dapat menyebabkan penetasan prematur sehingga larva atau embrio yang menetas akan tidak lama hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Masrizal dkk. (2001) dalam Nugraha dkk (2012), bahwa kerja kelenjar pensekresi enzim pereduksi lapisan chorion telur sangat peka terhadap kondisi lingkungan terutama suhu. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan embrio pada fase cleave sampai dengan embrio keluar dari cangkang menjadi individu baru ikan mandarin membutuhkan waktu inkubasi jam. 2. Selama perkembagan embrio berlangsung selama sebelas jam setelah pembuahan, terjadi pembentukan organogenesis dari embrio ikan mandarin. 3. Embrio ikan mandarin menetas dengan bagian kepala keluar duluan kemudian diikuti dengan bagian ekor. DAFTAR PUSTAKA Budiardi, T., W. Cahyaningrum dan I. Effendi Efisiensi pemanfaatan kuning telur embrio dan larva ikan maanvis (Pterophyllum scalare) pada suhu inkubasi yang berbeda. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Djuwita I., A Boediono, dan K. Mohamad Embriologi. Laboratorium Embriologi. Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Effendi. M.I Metode Biologi Perikanan, Yayasan Dewi Sri Bogor. Effendi, M.I Biologi Perikanan. Perikanan IPB. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. 163 hal.

10 Gani A, Herlina T, Erdy Asmaul Basir dan Agus Darmawan, 2012., Pembenihan Ikan Hias Laut Mandarin Fish (Synchiropus splendidus) Skala Rumah Tangga. Jurnal Teknologi Budidaya Laut. Volume: 2 Tahun 2012, ISSN Ghufran M H. Kordi K, 2007., Pembenihan Ikan Kerapu. PT Perca Jakarta. Iqbal, M.D. dan J. Herlinah Pengaruh kejutan dingin terhadap masa inkubasi, derajat penetasan dan sintasan prelarva ikan bandeng. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Unversitas Hasanudin. Makasar. Nugraha D, M. N. Supardio dan Subiyanto Pengaruh perbedaan suhu terhadap perkembangan embrio, daya tetas telur dan kecepatan peneyerapan kuning telur ikan black ghost (Apteronotus albifrons) pada skala laboratorium. Jurnal Penelitian Manajemen Aquaculture. Volume 1, No 1, Tahun 2012, Hal 1-6 Nugraha. F. 2004, Embriogenesis dan Perkembangan Larva Ikan rainbow (Glossolepis incise). Skripsi Institut Pertanian Bogor. Satyani, D Reproduksi dan Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. Sedjati, I.F Embriogenesis dan perkembangan larva ikan redfin shark (Labeo erythropterus C.V). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan Fakuktas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Suharno, Perbedaan rasio jantan betina terhadap tingkat pembuahan dan penetasan ikan blue devil (Crysiptera cyanea). Tesis. Program Pascasarjana. Program Studi Ilmu Kelautan. Universitas Pattimura. Sumarianto, A Embriogenesis ikan buat (Astyanax fasciatus). Skripsi. Program Studi Teknologi Manajemen Akuakultur Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

EMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR

EMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR EMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR AWAL KEHIDUPAN SEL TELUR SPERMATOZOA ZIGOT EMBRIO Fertilisasi/Pembuahan Diawali dengan masuknya sperma ke dalam sel telur melalui mikropil pada khorion

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Embrio Ikan Nilem Hasil pengamatan embriogenesis ikan nilem, setelah pencampuran sel sperma dan telur kemudian telur mengalami perkembangan serta terjadi fase

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ginogenesis Ginogenesis pada penelitian dilakukan sebanyak delapan kali (Lampiran 3). Pengaplikasian proses ginogenesis ikan nilem pada penelitian belum berhasil dilakukan

Lebih terperinci

ORGANOGENESIS DAN PERKEMBANGAN AWAL IKAN Corydoras panda. Organogenesis and Development of Corydoras panda in Early Stage

ORGANOGENESIS DAN PERKEMBANGAN AWAL IKAN Corydoras panda. Organogenesis and Development of Corydoras panda in Early Stage Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 67 66 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 67 ORGANOGENESIS DAN PERKEMBANGAN AWAL IKAN Corydoras panda

Lebih terperinci

Gambar tahap perkembangan embrio ikan lele

Gambar tahap perkembangan embrio ikan lele Perkembangan embrio diawali saat proses impregnasi, dimana sel telur (ovum) dimasuki sel jantan (spermatozoa). Proses pembuahan pada ikan bersifat monospermik, yakni hanya satu spermatozoa yang akan melewati

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir 1. Metamorfosis merupakan tahap pada fase... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3 igotik Embrionik Pasca embrionik Pasca lahir Fase Pasca Embrionik Yaitu pertumbuhan

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

4/18/2015 MORFOGENESIS BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM MEKANISME MORFOGENE SIS TOPIK GASTRULASI ORGANOGEN ESIS

4/18/2015 MORFOGENESIS BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM MEKANISME MORFOGENE SIS TOPIK GASTRULASI ORGANOGEN ESIS MORFOGENESIS BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM MEKANISME MORFOGENE SIS TOPIK GASTRULASI ORGANOGEN ESIS 1 2 MORFOGENESIS PADA HEWAN MELIBATKAN PERUBAHAN TERTENTU DALAM BENTUK SEL, POSISI, DAN KELANGSUNGAN

Lebih terperinci

Embriogenesis. Titta Novianti

Embriogenesis. Titta Novianti Embriogenesis Titta Novianti EMBRIOGENESIS Proses embriogenesis adalah rangkaian proses yang terjadi sesaat setelah terjadi pembuahan sel telur oleh sperma Proses embriogenesis meliputi; fase cleavage

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik Indonesia yang hidup di sungai-sungai, danau dan rawa-rawa, tersebar di pulau Jawa, Sumatera

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-6 Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-6 Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-6 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO,

Lebih terperinci

THE EMBRYONIC OF PAWAS (Osteochilus hasselti C.V) WITH DIFFERENT TEMPERATURE ABSTRACT

THE EMBRYONIC OF PAWAS (Osteochilus hasselti C.V) WITH DIFFERENT TEMPERATURE ABSTRACT 1 THE EMBRYONIC OF PAWAS (Osteochilus hasselti C.V) WITH DIFFERENT TEMPERATURE By M. Nawir 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine Science University of Riau Pekanbaru,

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman : Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN 2540 9484 Halaman : 147 160 Pengaruh Perbedaan Suhu Inkubasi Terhadap Waktu Penetasan dan Daya Tetas Telur Ikan Sinodontis

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN KARAKTERISTIK LARVA PERSILANGAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus) JANTAN DENGAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) BETINA

EMBRIOGENESIS DAN KARAKTERISTIK LARVA PERSILANGAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus) JANTAN DENGAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) BETINA Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27) EMBRIOGENESIS DAN KARAKTERISTIK LARVA PERSILANGAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus) JANTAN DENGAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus)

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI. Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si

MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI. Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si Tahapan-tahapan utama perkembangan hewan: 1. Fertitisasi 2. Cleavage 3. Gastrulasi 4. Organogenesis Fertilisasi Fertilisasi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1 1. Berikut ini yang termasuk fase-fase perkembangan manusia 1. Morula 2. Brastula 3. Grastula Dari pernyataan diatas yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN Standar Kompetensi: Memahami konsep tumbuh kembang tumbuhan, hewan, dan manusia Kompetensi Dasar: Memahami konsep tumbuh kembang hewan Click to edit Master subtitle

Lebih terperinci

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy) Aquacultura Indonesiana (2008) 9 (1) : 55 60 ISSN 0216 0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii)

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii) Indah Wahyuningtias

Lebih terperinci

Sub Bab Gastrulasi mengatur kembali blastula untuk membentuk sebuah embrio berlapis tiga dengan perut primitif

Sub Bab Gastrulasi mengatur kembali blastula untuk membentuk sebuah embrio berlapis tiga dengan perut primitif UNIT TUJUH BENTUK DAN FUNGSI HEWAN BAB 47 Perkembangan Hewan Sub Bab mengatur kembali blastula untuk sebuah embrio berlapis tiga perut primitif Teks Asli Penghapusan Penyisipan Teks Dasar Proses morfogenetik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU YANG BERBEDA TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BIAWAN (Helostoma temmincki)

PENGARUH SUHU YANG BERBEDA TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BIAWAN (Helostoma temmincki) PENGARUH SUHU YANG BERBEDA TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BIAWAN (Helostoma temmincki) EFFECT OF TEMPERATURE ON DIFFERENT TIME Hatchery and larval survival FISH BIAWAN (Helostoma

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) DISUSUN OLEH : TANBIYASKUR, S.Pi., M.Si MUSLIM, S.Pi., M.Si PROGRAM STUDI AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN PEMBENIHAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI HATCHERY BAPPL STP SERANG

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN PEMBENIHAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI HATCHERY BAPPL STP SERANG RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN PEMBENIHAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI HATCHERY BAPPL STP SERANG Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang dibudidayakan hampir di seluruh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus)

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus) Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele (Clarias gariepinus) (Temperature shock on egg hatching and survival rate of catfish larvae, Clarias gariepinus) Christo V. S. Aer 1,

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai SRIKANDI UTAMI (C 24 1037). PEMIJAHAN EMBRIOLOGI DAN PER- KEMBANGAN LARVA IKAN MENFIS (Pterophyllum scalare). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Komar ~umantadinata sebagai ketua dan Ir. Yani Hadiroseyani sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai

RINGKASAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai SRIKANDI UTAMI (C 24 1037). PEMIJAHAN EMBRIOLOGI DAN PER- KEMBANGAN LARVA IKAN MENFIS (Pterophyllum scalare). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Komar ~umantadinata sebagai ketua dan Ir. Yani Hadiroseyani sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio)

PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio) PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio) R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi * Rukoyah, S.Pi ** RINGKASAN Ginogenesis adalah suatu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIO DAN AWAL LARVA IKAN CUPANG EMBRYONIC AND EARLY LARVAE DEVELOPMENT OF WILD

PERKEMBANGAN EMBRIO DAN AWAL LARVA IKAN CUPANG EMBRYONIC AND EARLY LARVAE DEVELOPMENT OF WILD PERKEMBANGAN EMBRIO DAN AWAL LARVA IKAN CUPANG ALAM (Betta imbellis LADIGES 1975) EMBRYONIC AND EARLY LARVAE DEVELOPMENT OF WILD BETTA (Betta imbellis LADIGES 1975) Sawung Cindelaras, Anjang Bangun Prasetio,

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Oksigen Terhadap Penetasan Telur dan Kelulushidupan Awal Larva Ikan Pawas (Osteochilus hasselti C.V.)

Pengaruh Suhu dan Oksigen Terhadap Penetasan Telur dan Kelulushidupan Awal Larva Ikan Pawas (Osteochilus hasselti C.V.) Pengaruh Suhu dan Oksigen Terhadap Penetasan Telur dan Kelulushidupan Awal Larva Ikan Pawas (Osteochilus hasselti C.V.) Junita Hutagalung 1,Hamdan Alawi 2, Sukendi 2 1 Mahasiswa Peneliti, 2 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

SIKLUS REPRODUKSI TAHUNAN IKAN RINGAN, TIGER FISH (Datnioides quadrifasciatus) DI LINGKUNGAN BUDIDAYA AKUARIUM DAN BAK

SIKLUS REPRODUKSI TAHUNAN IKAN RINGAN, TIGER FISH (Datnioides quadrifasciatus) DI LINGKUNGAN BUDIDAYA AKUARIUM DAN BAK 417 Siklus reproduksi tahunan ikan ringan... (Lili Solichah) SIKLUS REPRODUKSI TAHUNAN IKAN RINGAN, TIGER FISH (Datnioides quadrifasciatus) DI LINGKUNGAN BUDIDAYA AKUARIUM DAN BAK ABSTRAK Lili Solichah,

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMANFAATAN KUNING TELUR EMBRIO DAN LARVA IKAN MAANVIS (Pterophyllum scalare) PADA SUHU INKUBASI YANG BERBEDA

EFISIENSI PEMANFAATAN KUNING TELUR EMBRIO DAN LARVA IKAN MAANVIS (Pterophyllum scalare) PADA SUHU INKUBASI YANG BERBEDA Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 57 61 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 57 EFISIENSI PEMANFAATAN KUNING TELUR EMBRIO DAN LARVA IKAN

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Usaha Pembenihan Ikan Bawal Di susun oleh: Nama : Lisman Prihadi NIM : 10.11.4493 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010 / 2011 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan bawal merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TOR (Tor tambroides) ABSTRAK

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TOR (Tor tambroides) ABSTRAK PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TOR (Tor tambroides) Benedikta E Yuliyanti 1, Rara Diantari 2, Otong Z Arifin 3 ABSTRAK Ikan Tor tambroides merupakan ikan air tawar asli Indonesia

Lebih terperinci

4.3 Penetasan telur. Pemijahan Dilakukan Di Hapa, Penetasan Telur Dilakukan Pada Corong Tetas

4.3 Penetasan telur. Pemijahan Dilakukan Di Hapa, Penetasan Telur Dilakukan Pada Corong Tetas Apabila konstruksi kolam berbentuk lingkaran dengan diameter kolam I adalah 4 meter dan kolam II adalah 10 meter, serta luas kolam III adalah 44 meter persegi, maka padat penebaran induk adalah antara

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) kelas benih sebar SNI : 01-6149 - 1999 Standar Nasional Indonesia (Chanos chanos Forskal) kelas benih sebar Daftar isi Halaman Pendahuluan... ii 1 Ruang Lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1 4 Istilah Dan Singkatan...

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMP N 2 Mlati Mata Pelajaran : IPA Kelas / Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 1 x 40 menit ( Pertemuan 1) A. Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai

Lebih terperinci

Oleh: Tinggal Hermawan BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT AMBON DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI

Oleh: Tinggal Hermawan BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT AMBON DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI Oleh: Tinggal Hermawan BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT AMBON DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI (Amphiprion sp) (Chrysiptera cyanea) (Paracanthurus hepatus) (Pterapogon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

Unnes Journal of Life Science

Unnes Journal of Life Science Unnes J Life Sci 2 (2) (2013) Unnes Journal of Life Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/unnesjlifesci PERKEMBANGAN LARVA IKAN RAINBOW BOESEMANI (Melanotaenia boesemani) : Tahap Pembentukan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra)

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) 1. PENDAHULUAN Teripang atau juga disebut suaal, merupakan salah satu jenis komoditi laut yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek yang baik dipasaran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas Siklus hidup Artemia (gambar 3) dimulai pada saat menetasnya kista atau telur, dimana setelah 15-20 jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas manjadi embrio. Selanjutnya dalam waktu beberapa jam

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014 drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014 SELAPUT EKSTRA EMBRIONIK: Beberapa selaput yang terbentuk pada masa perkembangan embrional yang berasal dari tubuh embrio, namun

Lebih terperinci

Pengaruh salinitas dan daya apung terhadap daya tetas telur ikan bandeng, Chanos-chanos

Pengaruh salinitas dan daya apung terhadap daya tetas telur ikan bandeng, Chanos-chanos Pengaruh salinitas dan daya apung terhadap daya tetas telur ikan bandeng, Chanos-chanos The influence of salinity and buoyancy on hatchability of milkfish eggs, Chanos-chanos Sofyatuddin Karina*, Rizwan,

Lebih terperinci

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Suhu Media

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN HIAS NEMO HYBRID VARIAN BLACK PHOTON SKALA RUMAH TANGGA

PRODUKSI IKAN HIAS NEMO HYBRID VARIAN BLACK PHOTON SKALA RUMAH TANGGA PRODUKSI IKAN HIAS NEMO HYBRID VARIAN BLACK PHOTON SKALA RUMAH TANGGA Oleh : Abdul Gani, Hariyano, Herlina Tahang dan Erdy Asmaul Basir Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon bbl_ambon@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

PEMATANGAN GONAD IKAN PALMAS (Polypterus senegalus) DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN YANG BERBEDA

PEMATANGAN GONAD IKAN PALMAS (Polypterus senegalus) DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN YANG BERBEDA PEMATANGAN GONAD IKAN PALMAS (Polypterus senegalus) DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN YANG BERBEDA Herzi Jeantora 1, M. Amri 2, Usman Bulanin 2 1) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan E-mail : Jhean_tora@yahoo.com

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 7.1 Penggunaan Input Produksi Pembenihan Ikan Patin Secara umum input yang digunakan dalam pembenihan ikan patin di Kota Metro dapat dilihat pada Tabel berikut ini: Tabel

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso Abstrak Dalam rangka memenuhi kebutuhan induk betina sebagai pasangan dari induk jantan YY, maka diperlukan suatu teknologi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITITAN Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Januari 2011 sampai dengan Februari 2011 di Wisma Wageningan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Materi penelitian berupa larva dari nilem umur 1 hari setelah menetas, yang diperoleh dari pemijahan induksi di Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan Fakultas

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLATIHAN SOAL. Pernyataan yang merupakan ciri dari pertumbuhan ditunjukkan oleh nomor...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLATIHAN SOAL. Pernyataan yang merupakan ciri dari pertumbuhan ditunjukkan oleh nomor... 1. Perhatikan pernyataan di bawah ini 1). Bersifatreversible 2). Bersifat irreversible 3). Menuju ke arah dewasa 4). Jumlah dan ukuran sel semakinmeningkat 5). Perubahan dari kecil jadi besar SMP kelas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bulu Babi Bulu babi merupakan organisme dari divisi Echinodermata yang bersifat omnivora yang memangsa makroalga dan beberapa jenis koloni karang (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar SNI : 02-6730.3-2002 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar Prakata Standar produksi benih kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

Lebih terperinci

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin Pengaruh Jurnal Akuakultur Tiroksin Indonesia, terhadap Larva 1(1): Ikan 21 25(2002) Gurami Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 21 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH UMUR

Lebih terperinci

Perkembangan Embrio Ayam

Perkembangan Embrio Ayam Perkembangan Embrio Ayam Praktikum I A. Judul : Perkembangan Embrio Ayam B. Tujuan : Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan embrio ayam berdasarkan umur inkubasi (pengeraman) dan dapat menjelaskan begian-bagian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April hingga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua

Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua 1 48 32 2 40 29 3 40 20 4 26 36 5 36 35 6 35 26 7 32 22 Jumlah 257 200 Rataan 36,71 ± 6,95 28,57 ± 6,21 Lampiran 2. Uji Khi-Kuadrat Jumlah

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu nr. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau pada tanggal 10 sampai dengan 28 Desember 2003.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan

Lebih terperinci

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR BDI-L/3/3.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Hias Air Tawar di Indonesia 1. Angelfish ( Pterophyllum Scalare 2. Blackghost ( Apteronotus Albifrons

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Hias Air Tawar di Indonesia 1. Angelfish ( Pterophyllum Scalare 2. Blackghost ( Apteronotus Albifrons II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Hias Air Tawar di Indonesia Indonesia kaya akan keanekaragaman spesies ikan hias. Indonesia memiliki 400 spesies ikan air tawar dari 1.100 jenis ikan hias air tawar yang ada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

MODUL: PEMIJAHAN INDUK IKAN TETRA

MODUL: PEMIJAHAN INDUK IKAN TETRA BDI-T/21/21.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA IKAN HIAS JENIS TETRA MODUL: PEMIJAHAN INDUK IKAN TETRA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A )

PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A ) PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A2 10 097) ABSTRAK Artemia atau brine shrimp merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PAKAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS INDUK MANDARIN FISH (Synchiropus splendidus)

PENGARUH DOSIS PAKAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS INDUK MANDARIN FISH (Synchiropus splendidus) PENGARUH DOSIS PAKAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS INDUK MANDARIN FISH (Synchiropus splendidus) Oleh : Hariyano, Marwa, Narulitta Ely dan Kalasum Tuankotta Abstrak Pakan merupakan unsur penting yang diperlukan

Lebih terperinci

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp) IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp) MENGENAL IKAN LOUHAN -Nama lain : flower horn, flower louhan dan sungokong. -Tidak mengenal musim kawin. -Memiliki sifat gembira, cerdas dan cepat akrab dengan pemiliknya.

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE BENIH IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE BENIH IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE BENIH IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh : Marwa, Heru Salamet, dan Hariyano Abstrak Pakan adalah nama umum yang digunakan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103 108 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 103 PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif/ terukur.

PERTUMBUHAN adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif/ terukur. PERTUMBUHAN adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif/ terukur. PERKEMBANGAN adalah proses menuju kedewasaan pada organisme. Proses ini berlangsung secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci