BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI DELANGGU TAHUN 1948

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI DELANGGU TAHUN 1948"

Transkripsi

1 BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI DELANGGU TAHUN 1948 A. Gambaran Umum Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun Letak Geografis Wilayah Delanggu Secara geografis Delanggu berada pada antara jalur Jogja dan Solo dimana pusat kotanya berada pada kilometer 45 dari arah Yogyakarta. Delanggu adalah sebuah kawedanan kecil di daerah Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten pada waktu itu menjadi milik Kasunanan Surakarta berdasarkan pembagian administrasi di wilayah Vorstenlanden pada akhir abad XIX. Selain Klaten masih ada Kabupaten Boyolali dan Sragen yang juga merupakan tanah milik Kasunanan Surakarta, sedangkan Karanganyar, Wonogiri dan Karangpandan menjadi milik Mangkunegaran. Daerah Vorstenlanden terdapat banyak usaha-usaha perkebunan asing karena status hak tanah dan tenaga kerjanya terjamin. Oleh karena itu di wilayah Delanggu dapat berkembang perkebunan-perkebunan asing secara subur dan mandiri, diantaranya perkebunan tembakau, tebu, kapas dan perkebunan rosella yang wilayah penanamannya berada di daerah Delanggu dan sekitar Kabupaten Klaten. Selain itu juga banyak perusahaan-perusahaan asing yang berkembang pesat. Sebagian besar wilayah Klaten dipergunakan untuk daerah pertanian dan perkebunan. Kesuburan tanah ini ditunjukkan oleh keadaan tanah dibagian tengah 26

2 27 jalan poros Yogyakarta dan Surakarta. Di tanah yang subur tersebut ditanami berbagai tanaman bahan makanan pokok, salah satunya adalah tebu Wilayah Perkebunan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah membawa efek perjuangan yang bersifat heroik mendorong bangsa Indonesia untuk melakukan pengambilalihan semua kekuasaan asing terutama perusahaanperusahaan asing yang dinasionalisasikan menjadi milik negara Indonesia. Salah satunya adalah Pabrik Karung Goni Delanggu. Pabrik Karung Goni memiliki bidang usaha penanaman tanaman perkebunan kapas dan rosella sebagai bahan baku pembuatan karung goni. Pabrik Karung Goni di Delanggu merupakan salah satu perusahaan penting yang ada di Indonesia karena mengusahakan untuk pemenuhan kebutuhan negara dalam kesulitan memperoleh import bahan sandang akibat blokade Belanda. Oleh karena itu perusahaan ini juga memusatkan kegiatannya dalam penanaman kapas sebagai bagian dari pelaksanaan program pemerintah untuk memenuhi bahan sandang dalam negeri. 2 Setelah kemerdekaan perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah RI dan pengaturannya kemudian diserahkan kepada Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) XVII pimpinan Ir Soewarto. Secara khusus perusahaan kapas ditangani langsung oleh Badan Tekstil Negara (B.T.N) yang berkedudukan di Surakarta. 1 Soegiyanto Padmo., Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten. Yogyakarta: Media Presindo, Hlm Wawancara dengan Bapak Kardino, mantan karyawan pabrik di Sabrang, Delanggu, tanggal 18 Juli 2015.

3 28 Dengan demikian, pabrik Karung Delanggu secara khusus hanya mengurusi penanaman rosella, meskipun pada saat yang sama diwilayah PNP XVII juga ditanami kapas. Pengusahaan penanaman kapas itu didasarkan atas pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang menderita akibat kekurangan bahan pakaian. 3 Sejak awal abad ke-20, daerah Klaten termasuk wilayah perkebunan yang subur. Setelah Indonesia merdeka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan masalah perkebunan. Dengan peraturan pemerintah RI No. 13 Tahun 1948, pemerintah bermaksud agar cagang produksi yang penting bagi negara jangan berhenti. Maka, untuk mencapai tujuan tersebut ditentukan bahwa desa harus menjamin tersedianya areal tanah. Dalam peraturan itu disediakan pasal-pasal baru yang disiapkan diantara pasal-pasal lama yang masih dipakai antara lain ketetapan jangka waktu persewaan tanah paling lama satu tahun untuk tanaman yang umumnya kurang dari satu tahun. Bagi tanaman yang umumnya lebih dari satu tahun, jangka waktu persewaan selama satu musim tanam, sedangkan besarnya uang sewa minimum akan ditetapkan oleh Menteri Agraria. 4 Pada prinsipnya perkebunan-perkebunan di wilayah Delanggu menempati dua macam hak guna tanah. Pertama adalah tanah konversi, tanah konversi 3 Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli Padmo Soegiyanto. Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten. Yogyakarta: Media Presindo Hlm: 55.

4 29 merupakan hak tanah milik pemerintah yang dapat ditanami tumbuhan yang dapat diubah jenis tanamannya, waktu itu tanah konversi pada umumnya ditanami rosella, sedangkan yang kedua merupakan tanah rakyat, yaitu hak pengelolaan tanah oleh rakyat yang ditanami kapas. Di daerah ini terdapat tiga jenis perkebunan yang menempati dua jenis tanah tersebut. Perkebunan itu adalah perkebunan kapas di daerah Delanggu pusat dan Juwiring, perkebunan rosella di daerah Delanggu kota, sebagian di Juwiring, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Polanharjo, dan sedikit di Karanganom. 5 Tabel 1. Luas tanah yang ditanami kapas oleh B.T.N (Badan Tekstil Negara) No Perkebunan Luas Hektar (ha) 1 Perkebunan Delanggu 59 2 Perkebunan Juwiring Perkebunan Gayamprit Perkebunan Manjung Perkebunan Polanharjo Perkebunan Kedung Banteng 192 Jumlah (Sumber: Arsip Kementrian Penerangan No. 46 Tahun 1948) 5 Wawancara dengan Bapak Kardino, mantan pegawai bagian produksi di Krapyak, Sabrang, Delanggu, tanggal 23 Januari 2015

5 30 Dari tabel di atas dapat diketahui luas lahan tanaman kapas dari yang paling luas adalah perkebunan Juwiring yaitu 323 ha, perkebunan Polanharjo yaitu 301 ha, perkebunan Gayamprit yaitu 244 ha, perkebunan Manjung yaitu 234 ha, Perkebunan Kedung Banteng yaitu 192 ha, perkebunan Delanggu yaitu 59 ha. Dengan memperhatikan pelaksanaan pengusahaan perkebunan di Delanggu dapat dilihat dari dua macam jenis perkebunan yang memiliki kedudukan yang berbeda. Yang pertama merupakan perkebunan milik pemerintah, sedangkan yang kedua adalah milik swasta. 6 Perkebunan swasta yang diusahakan di atas tanah konversi dalam perusahaannya telah melibatkan dua golongan yang berbeda kepentingan, yakni buruh tanam dan buruh tani yang harus bertanggung jawab atas tanah yang dikerjakan. Pabrik yang hanya mengetahui bahwa ia memperoleh hasil dari tanah konversi tersebut dengan perjanjian bagi hasil. Dengan demikian maka di daerah perkebunan ini juga tidak mungkin terhindar adanya pertentangan kaum buruh dan petani penanggung jawab. Pabrik Karung Goni Delanggu berdiri dengan menyewa tanah petani atau rakyat. Sistem penyewaan tanah kepada pemerintah Kasunanan, karena waktu itu Delanggu masih kawasan Vorstenlanden. Bila tanah Kasunanan biasanya disewa dengan waktu panjang, sedangkan penyewaan tanah dari petani atau rakyat digunakan sistem rayonisasi dengan jangka waktu pendek. 6 Wawancara dengan Bapak Kusumo, pemilik tanah yang disewa untuk produksi pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.

6 31 Penyewaan tanah dengan sistem rayonisasi ini dengan menggunakan dua model, yaitu : a. Sistem Geblagan, yaitu sistem penggarapan tanah yang dibagi dalam sektorsektor dan pada tiap sektor memperoleh giliran penggarapan pada saat yang berbeda-beda dan dilaksanakan dengan cara bergilir. Menurut hasil wawancara dengan bapak Kusumo menyatakan bahwa pihak pabrik menyewa tanah rakyar dengan harga yang telah disepakati bersama antara pihak pabrik dengan pemerintah setempat selaku wakil rakyat (perangkat desa). Untuk mendapatkan tanah sewa itu harus melalui prosedur tersendiri dengan jalan sebagai berikut: dari pihak perusahaan mempercayakan penuh kepada sinder tanaman. Sinder ini, tidak harus berhubungan langsung dengan petani pemilik tanah, melainkan melalui hierarki pemerintahan yang ada yaitu melalui Kabupaten kemudian Kelurahan yang biasanya diwakili oleh salah satu pamong Kelurahan atau lurah sendiri. Lurah hanya sebagai perantara atau wakil rakyat di dalam menentukan standar sewa tanah petani oleh perusahaan. Penyewaan tanah dengan jangka waktu satu musim atau dua musim tanam saja. Apabila masa sewanya sudah berakhir, maka penyewaan tanah yang selanjutnya dilakukan dengan kontrak perjanjian baru, baik terhadap tanah yang pernah disewa maupun tanah lain yang disediakan pemerintah sesuai dengan yang diinginkan pabrik. b. Sistem Jatah, yaitu daerah tersebut harus menyediakan tanah yang akan disewa oleh pabrik sebesar yang telah ditargetkan oleh penanaman kaps dan rosella. Tanah yang telah disewa tersebut dibuat blok-blok atau rayon yang

7 32 terdiri dari tanah milik petani dan tanah kas desa serta tanah lungguh. Dengan adanya sistem geblangan dan sistem jatah untuk setiap kelurahan menyebabkan lokasi penanaman kapas atau rosella selalu berpindah-pindah untuk setiap musim sesuai dengan jatah tanah yang disediakan pada saatnya penanaman. 7 B. Kondisi Buruh di Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu Pada jaman kerajaan istilah buruh hanya digunakan untuk orang yang melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, mandor dan lain-lain. Di dunia barat disebut blue collar. Orang-orang yang melakukan pekerjaan halus, terutama yang memiliki pangkat Belanda, seperti kerk, menamakan diri sebagai pegawai sama dengan pegawai negeri yang berkedudukan sebagai priyayi atau employee. Golongan tersebut di dunia Barat disebut white collar. Istilah employee di dunia Barat dipakai bagi orang yang dipekerjakan oleh orang lain. Orang lain yang mempekerjakan seorang employee disebut dengan employer. Dalam bahasa Belanda disebut dengan werknemer dan werkgever. 8 Buruh adalah seorang yang bekerja pada orang lain (majikan) dengan menerima upah, sekaligus mengesampingkan persoalan antara pekerjaan bebas dan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain serta mengesampingkan pula persoalan antara pekerjaan dan pekerja. Secara yuridis 7 Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta PT. Tiara Wacana Yogya, Hlm Imam Soepomo. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan, Hlm : 28.

8 33 buruh adalah orang yang bebas, oleh karena prinsip negara Indonesia adalah bahwa tidak seorang pun tidak boleh diperbudak. Secara sosiologis buruh adalah seorang pekerja yang tidak bebas, sebab sebagai orang yang tidak memiliki bekal hidup selain daripada tenaganya itu, kemudian ia terpaksa bekerja pada orang lain. Tenaga buruh terutama menjadi kepentingan majikan merupakan sesuatu yang sedemikian lekatnya pada pribadi buruh, sehingga buruh itu selalu harus mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat majikan memerlukannya menurut kehendak majikannya tersebut. Dengan demikian segala sesuatu mengenai hubungan antara buruh dengan majikan ini diserahkan kepada kebijaksanaan kedua belah pihak. Hubungan antara buruh dan majikan sering disebut dengan hubungan kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan menerima menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah. 9 Jika dilogika dalam peraturan perindustrian dimanapun, buruh merupakan para tenaga kerja yang bekerja pada sebuah perusahaan, dimana para tenaga kerja tersebut harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang diterapkan oleh pengusaha maupun atasan yang bertanggung jawab atas lingkungan perusahaannya dan tenaga kerja tersebut akan memperoleh upah atau jaminan hidup lainnya dengan wajar. Sebutan buruh banyak dijumpai dalam Undang- Undang Kerja, Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Kerja dan 9 Halili Toha. Majikan dan Buruh. Jakarta: Rineka Cipta, Hlm 38.

9 34 beberapa undang-undang yang lainnya, dimana buruh dimaksudkan sebagai tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, yang tunduk dan dibawah perintah pengusaha, sesuai dengan peraturan kerja yang berlaku dalam perusahaannya Jenis-jenis buruh Buruh dapat dibedakan menurut jenis dan pekerjaannya. Di lingkungan Pabrik Karung Goni Delanggu sendiri buruh dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu : a. Buruh harian, yaitu buruh yang menerima upah berdasarkan hari masuk kerja. b. Buruh kasar, yaitu buruh yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak memiliki keahlian dibidang tertentu. c. Buruh tani, yaitu buruh yang menerima upah dengan bekerja di sawah maupum di perkebunan. d. Buruh bulanan, yaitu buruh yang menerima upah tiap bulannya oleh perusahaan. Buruh berdasarkan pengupahannya dan sifat hubungan kerjanya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu : a. Buruh borongan, adalah buruh yang upahnya berdasarkan paket beban, sedangkan jangka waktu ia menyelesaikan seluruh pekerjaan itu tidak dipersoalkan. 10 Kartosapoetra. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara, Hal

10 35 b. Buruh harian, adalah buruh yang satuan upahnya diberikan tiap harinya selama beruh tersebut masuk kerja. c. Buruh lepas, adalah buruh yang tidak memiliki ikatan hubungan kerja tetap dengan majikannya. Setelah pekerjaan yang menjadi bebannya selesai, setiap saat ia dapat memutuskan hubungan kerja tanpa sanksi apapun. Biasanya buruh lepas dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya sementara. d. Buruh tetap, adalah buruh yang memiliki ikatan hubungan kerja tetap untuk jangka waktu yang lama. Jangka waktu tersebut merupakan hasil persetujuan bersama antara buruh dan majikan. Selama jangka waktu tersebut belum habis, dia tidak leluasa bekerja ditempat lain tanpa persetujuan majikannya Hak dan Kewajiban Buruh a. Hak Buruh Hak merupakan sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari status seseorang. Demikian pula pekerja atau buruh juga memiliki hak karena statusnya tersebut. Adapun haknya sebagai berikut : 1) Hak mendapat upah atau gaji. 2) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. 3) Hak bebas memilih pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya 11 Djoko Sudjono. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta: Penyiar Penerbit Nasional, Hlm

11 36 4) Hak atas pembinaan keahlian untuk menunjang program-program perusahaan. 5) Hak mendapatkan perlindungan dan keselamatan. 6) Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja. 7) Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia memiliki masa kerja 12 bulan berturut-turut pada suatu perusahaan. 12 b. Kewajiban Buruh Dalam hubungan kerja, baik buruh maupun majikan masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Kewajiban buruh dapat diatur di dalam KUH Perdata, yaitu : 1) Melakukan Pekerjaan Melakukan pekerjaan merupakan kewajiban yang paling utama bagi seorang buruh, disamping kewajiban-kewajiban lainnya. Hal ini dapat disimpulkan dari bunyi pasal 1603 KUH Perdata, yaitu : Buruh wadjib melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuan jang sebaik-baiknja. Sekedar sifat dan luasnja pekerdjaan jang harus dilakukan 12 Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta PT. Tiara Wacana Yogya, Hlm 60.

12 37 tidak dirumuskan dalam perjanjian atas peraturan madjikan, maka hal tersebut ditentukan oleh kebiasaan. 13 Pekerjaan yang wajib dilakukan oleh buruh hanyalah pekerjaan yang telah dijanjikan. Disamping itu buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya. a) Mantaati peraturan tentang melakukan pekerjaan Kewajiban buruh untuk mantaati peraturan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan melakukan pekerjaan ini merupakan perwujudan dari diperintahnya buruh oleh majikan. b) Membayar ganti kerugian dan denda Apabila perbuatan buruh, baik karena disengaja atau kelalaian yang menimbulkan kerugian maka ia harus membayar ganti kerugian. Sementara itu buruh harus membayar denda apabila ia melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja tertulis atau peraturan majikan. Buruh wajib membayar denda apabila kerugian itu benar-benar terjadi. 14 Pengalaman di masa perjuangan tahun 1920-an sampai 1930-an ini membentuk kesadaran yang mendalam. Pada masa pendudukan Jepang, serikat buruh memang dilarang. Tapi bukan berarti, tidak ada. Banyak penggiat buruh yang aktif dalam gerakan bawah tanah menentang penjajah Jepang. 13 Abdul Rachmad Budiono. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hlm Ibid. Hlm 27.

13 38 Di masa awal kemerdekaan Indonesia, beberapa saat setelah proklamasi 17 Agustus 1945, buruh telah aktif kembali. Serikat buruh adalah organisasi pertama yang langsung bergerak. Yang mereka lakukan adalah, menjaga stasiun kereta, pabrik dan perkebunan yang ada. Agar, tidak jatuh ke tangan penjajah Belanda lagi. Ini karena penjajah Belanda telah melancarkan aksi militer guna merebut aset-aset ekonomi tersebut. Wilayah yang diserang tentara Belanda adalah wilayah perkebunan penting, pabrik besar dan juga, stasiun kereta utama. Jadi, selama bulan September 1945 sampai sekitar pertengahan 1946, serikat buruh telah berjasa dalam menjalankan fungsi-fungsi stasiun kereta, pabrik dan perkebunan sebaik-baiknya. Meski pada masa itu, para buruh kerap tidak menerima upah tetap karena adanya blokade dan kesulitan ekonomi. Ini semua dilakukan buruh dengan kesadaran penuh bahwa pengorbanan mereka adalah bagian dari perjuangan kemerdekaan bangsa. Dalam perkembangannya, buruh mampu mengatur dan menguasai stasiun kereta, pabrik dan perkebunan secara independen. Tetapi, sikap independen buruh ini justru dicurigai oleh pemerintah pusat karena pemerintah saat itu masih berusia sangat muda dan belum stabil, jadi tindakan independen masyarakat-sipil dianggap menggerogoti wibawa pemerintah. Hal ini juga diberi label sebagai anarkis-sindikalis. Label yang justru merugikan perjuangan kaum buruh. Karenanya pula, pemerintah mulai mengawasi kegiatan serikat buruh dan secara pelan-pelan, menggeser serikat buruh dari kancah politik nasional.

14 39 Buruh dan serikat buruh punya andil dalam kemerdekaan bangsa. Baik dalam perjuangan kemerdekaan di awal abad 20, maupun di dalam mempertahankan kemerdekaan di masa awal kemerdekaan Kaum buruh bukan hanya sebagai pelaku pelengkap dalam sejarah kemerdekaan. Tapi juga menjadi pelaku utama. 15 Buruh sebagai tenaga kerja bebas dengan mendapat upah, timbul untuk menggantikan tenaga budak yang dilarang dan penghapusan kerja wajib. Dengan masuknya modal asing yang membuka perkebunan terutama sesudah pertengahan abad XIX, rakyat pedesaan khususnya yang tidak memiliki tanah dapat memperoleh pekerjaan yang lebih tetap di perkebunan-perkebunan tersebut. Tidak hanya mereka yang tidak memiliki tanah garapan, tetapi juga para pemilik tanah sawah yang disewa pabrik ditampung untuk bekerja sebagai buruh upahan. Kerja upahan mulai diperkenalkan di kota-kota VOC terutama Batavia. Ketika berkuasa VOC menggunakan perangkat feodal tradisional yang berlaku untuk memperoleh tenaga kerja yang diperlukan. Sejak VOC diganti oleh pemerintah Hindia-Belanda, terutama atas rintisan Raffles lembaga kerja wajib berangsur-angsur ditinggalkan dan diganti dengan kerja upah sehingga banyak muncul tenaga kerja bebas. Dalam hubungan kerja bebas tersebut nampak ada dua pihak, kedua pihak ini, tidak selalu sepakat dalam memenuhi kebutuhan masingmasing. Tidak jarang ketidaksepakatan ini menimbulkan ketegangan, keresahan 15 Djoko Sudjono. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta: Penyiar Penerbit Nasional, Hlm

15 40 yang dapat berkembang menjadi konfik. Seperti halnya konflik yang terjadi di Pabrik Karung Goni Delanggu. Perusahaan Karung Delanggu pada umumnya memperoleh tenaga kerja dari daerah Kabupaten Klaten sendiri dan dari beberapa daerah yang lain. Konsentrasi kegiatan usaha di Delanggu menyebabkan sebagian besar tenaga kerja tersebut diambilkan dari wilayah Delanggu pula. Hal ini sangat erat hubungannya dengan sifat perusahaan tersebut, yaitu pertanian perkebunan. Kegiatan usaha ini dengan menyewa tanah dari penduduk sudah pastilah kegiatan usahanya pun akan melibatkan kepentingan penduduk setempat. Penyewaan tanah oleh perusahaan bukan berarti hilangnya kesempatan kerja dari pemilik tanah yang disewa, mereka juga mendapatkan kesempatan untuk ikut serta mengerjakan tanahnya dengan memperoleh imbalan jasa sebagai buruh pabrik. C. Penggolongan Pegawai Pabrik Karung di Delanggu 1. Tugas dan Fungsi Pegawai Berdasarkan tingkatannya, pegawai Pabrik Karung Delanggu dibedakan menjadi beberapa kelompok, antara lain : a. Pegawai administratur, yaitu mereka yang bekerja di bagian kantor. Wewenang administratur pada dasarnya mempersiapkan rencana anggaran perusahaan, menentukan kebijaksanaan pelaksanaan kerja, mengendalikan pengeluaran-pengeluaran perusahaan, mengusahakan perjanjian berhubungan dengan kegiatan yang telah disetujui oleh direksi pabrik. Seorang

16 41 administratur di perusahaan Pabrik Karung Goni Delanggu dapat dikatakan memiliki posisi ganda. Di satu pihak ia bertindak sebagai pengusaha, yaitu tugasnya merealisasikan semua kebijakan yang ditentukan oleh direksi adalah hubungannya dengan buruh serta rakyat yang ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan tersebut. Di pihak lain ia bertindak sebagai wakil dari para karyawan perusahaan dan sekaligur sebagai penyalur kepala buruh kepada atasannya pada kesempatan pengajuan anggaran kerja dan kebijaksanaan perusahaan kepada pihak direksi. 16 Seorang administratur dalam Pabrik Karung Delanggu memiliki empat staff yang masing-masing memegang jabatan bagian, yaitu : 1) Kepala bagian penanaman menentukan kebijaksanaan penanaman dan membawahi beberapa kepala sinder atau kepala pengawas dan pengawas sinder ini memimpin kepala sinder. Kepala bagian penanaman adalah orang yang paling banyak berhubungan dengan rakyat, karena dirinyalah yang memikul tanggung jawab untuk penanaman dan prosedur serta harga sewa tanah yang dipakai oleh perusahaan itu. 2) Kepala bagian fabrikasi beranggung jawab di bidang teknis pengolehan serat sampai menjadi goni. Kepala bagian ini memimpin para teknis pelaksana pembuatan karung. 16 Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.

17 42 3) Kepala bagian instalasi bertanggung jawab terhadap lancarnya mesin-mesin pabrik dan peralatan pendukung. Kepala bagian ini memimpin para masinis jaga dan beberapa staf teknis. 4) Kepala bagian tata usaha bertanggung jawab terhadap segala urusan administrasi kantor didalam lingkingan kantor atau dilapangan. Ia dibantu oleh para pemimpin pelaksana kerja baik yang bertanggung jawab pada urusan umum, urusan administrasi produksi, urusan administrasi keuangan, dan urusan administrasi perburuhan. b. Buruh, yaitu mereka yang bekerja dilapangan, antara lain : 1) Buruh harian (tetap, tidak tetap) yaitu mereka yang mendapatkan upah harian (langsung mendapatkan upah setelah mereka selesai bekerja). 2) Buruh tetap yaitu mereka yang dikelompokkan menjadi tenaga kerja tetap Pabrik Karung Delanggu. 3) Buruh tidak tetap yaitu mereka yang bekerja kalau dibutuhkan oleh buruh pabrik. 4) Buruh maro, petani pemilik tanah diberikan hak untuk menggarap tanah yang disewa perusahaan dengan ketentuan hasil dari pengusahaan tanah tersebut dibagi secara maro. Kedudukan dari buruh maro ini sebagai penanggung jawab penanaman. 5) Kelompok terakhir adalah golongan buruh borongan pendapatan mereka sangat tergantung dari kelancaran proses produksi. Bilamana nilai

18 43 pembayaran tersebut dapat mencapai tingkat pembayaran yang wajar mereka tidak akan ikut mendukung pemogokkan, tetapi nyatanya mereka tetap mendukung pemogokkan sehingga dapat ditebak sampai pada pembayaran upah borongan pun nilai yang diberikan oleh pihak perusahaan relatif jauh lebih rendah dari upah yang biasa berlaku dalam perusahaan. c. Kelompok Mandor, seorang mandor bertindak sebagai seorang pengawas terhadap buruh yang bekerja. Biasanya seorang mandor membawahi buruh

19 44 Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui taksiran jumlah semua buruh di semua perusahaan B.T.N yang dimaksud oleh L.B.T. Tabel 2. Jumlah buruh berdasarkan golongan di lingkungan Badan Tekstil Negara (B.T.N) No Golongan Jenis Buruh Jumlah 1 I Pegawai Bulanan II Pekerja Harian Tetap III Pekerja Borongan Tetap IV Pekerja Harian Lepas V Pekerja Borongan Lepas VI Pekerja Pemaro VII Pemintal kapas upah natura VIII Pemintal kapas upah uang IX Pemintal sisa kapas Jumlah (Sumber: Arsip Kementrian Penerangan No.46 Tahun 1948) 2. Struktur Pegawai Administrasi Tingkatan posisi pegawai administrasi pabrik karung Delanggu dapat digambarkan sebagai berikut :

20 45 Struktur Pegawai Administrasi Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun 1948 (Sumber: Kartosapoetra: Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara, 1988) Pada struktur kepegawaian diatas merupakan gambaran dari formasi pimpinan perusahaan Pabrik Karung Goni. Susunan yang sederhana tersebut membawahi buruh-buruh yang memproduksi karung goni. Struktur tersebut adalah pegawai-pegawai yang menempati posisi administratif. a. Sistem Pengupahan di Pabrik Karung Goni Delanggu Menurut Undang-Undang Kecelakaan Nomor 33 Tahun 1947, yang dimaksud dengan istilah upah ialah : 1) Tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan. 2) Perumahan, makan, bahan makanan dan pakaian dengan cuma-cuma yang nilainya ditaksir menurut harga umum ditempat itu. Apabila seseorang menggantungkan hidupnya pada upah yang diterimanya melalui usaha atau kerja, ini berarti bahwa disamping apa yang dikerjakan itu

21 46 mencerminkan status, maka upah yang diterimanya menentukan tingkat hidupnya sendiri beserta para anggota keluarganya yang menjadi tanggungannya. Upah yang diberikan kepada seseorang seharusnya sebanding dengan kegiatan-kegiatan yang telah dikerahkan, maka upah yang diharapkan oleh seorang pekerja adalah upah yang wajar. Upah wajar maksudnya adalah upah yang secara relatif dinilai cukup oleh para pengusaha dan para buruhnya sebagai uang imbalan atau balas jasa yang diberikan buruh kepada pengusaha/perusahaan sesuai dengan perjanjian kerja diantara mereka. 17 Jika ketentuan-ketentuan tentang pemberian upah yang telah ditetapkan oleh pengusaha telah dilakukan dengan baik maka tidak akan timbul perselisihan antara buruh dan pengusaha, karena salah satu faktor timbulnya perselisihan antara buruh dan pengusaha adalah ketidakpuasan dalam hal pemberian upah kepada pekerja. Seperti halnya permasalahan pemogokkan kaum buruh pabrik karung Delanggu yang disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kesejahteraan diantara para pekerjanya sehingga menimbulkan suatu kecemburuan yang berakibat pada terjadinya konflik. Sistem pengupahan yang digunakan dalam Pabrik Karung Goni Delanggu ini jelas menimbulkan perselisihan di kalangan buruhnya, hal ini dikarenakan perbedaan fasilitas yang dinikmati oleh para pegawai administratif dengan buruh lapangan yang bekerja pada pabrik karung Delanggu menunjukkan perbedaan yang sangat besar dan mencolok. Golongan yang pertama (pegawai administratif) 17 Kartosapoetra. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara, Hlm

22 47 menikmati fasilitas jauh lebih baik bila dibanding dengan golongan kedua (golongan buruh lapangan). Para pegewai golongan pertama dapat naik mobil, berpakaian bagus, bersepeda Raleigh yang mengkilap, sedangkan golongan kedua hanya mampu berpakaian karung goni. Secara sosial ekonomi, kehidupan golongan jenis kedua ini sangat rendah upahnya karena upah harian yang diterima hanya Rp. 2,00 per hari sedangkan harga beras dari pemerintah sebesar Rp. 1,50 dan harga pasaran bebas pasti akan lebih tinggi dari pada harga yang ditetapkan oleh pemerintah. 18 Penggunaan sistem mandor dalam merekrut tenaga kerja menimbukan sistem percaloan yang mengakibatkan keterlambatan pembayaran dan manipulasi upah kerja. Posisi mador sebenarnya tidaklah begtu memprihatinkan karena mereka mendapatkan upah lebih tinggi dari pada upah buruh harian biasa, selain itu juga masih mendapatkan insentif dari perusahaannya. Jadi, seorang mandor dapat memperoleh pendapatan dari dua sumber, pertama, berupa komisi yang diterima dari perusahaan itu sendiri, dan kedua berupa pungutan yang diperoleh dari selisih upah kerja yang berasal dari pabrik dan upah kerja yang benar-benar diberikan kepada para pekerja. 19 Mandor-mandor ini juga sebenarnya yang telah melakukan propaganda kepada kaum buruh, yaitu menjanjikan bahwa para buruh akan diberikan kenaikan upah dan masing-masing kepada buruh maro akan dberikan kain sebanyak 3 meter per orang. Padahal menurut keterangan dari 18 Surat Kabar Kedaulatan Rakjat No.199 tanggal 12 Juli Koleksi Monumen Pers Nasional. 19 Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.

23 48 pemerintah tidak pernah memberikan janji-janji seperti yang dijanjikan para mandor. Berkaca dari sistem pengelolaan kerja seperti yang diuraikan diatas, maka tidaklah mengherankan jika pemogokkan buruh di pabrik karung Delanggu terjadi. Sistem kepegawaian yang ada telah memungkinkan suatu tingkat perbedaan pendapatan dan penguasaan faslilitas penunjang, mereka yang bekerja di bidang administratif hidup dalam situasi ekonomi yang baik, sementara buruh yang bekerja dilapangan hidup dengan penghasilan yang tidak dapat memungkinkan dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Upah buruh bulanan yang hanya Rp.30, sampai Rp.45, selama satu bulan, sedangkan untuk para sinder upah berkisar antara Rp.300, sampai Rp.450, per bulan. Maka tidaklah heran jika banyak buruh yang bekerja sambil membawa dagangan untuk dijual pada saat pergantian sip (pergantian waktu kerja) untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan pendapatan upah yang kecil dan hanya cukup untuk makan sehari, maka para buruh lapangan yang bekerja di perkebunan dengan penuh terik panas matahari sedang perutnya kelaparan. Para buruh ini sangat mudah terpengaruhi oleh janji-janji dari Sarbupri sebagai organisasi buruh yang akan memperjuangkan hak-hak buruh. Hasutan-hasutan dari kader-kader Sarbupri sangat mudah masuk kedalam pikiran para buruh lapangan. Menurut Konvensi I.L.O tahun 1948, ada empat macam hak buruh yaitu hak berserikat, hak berunding kolektif, hak mogok, dan hak mendapatkan upah Djoko Sudjono Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta: Penyiar Penerbit Nasional. Hlm: 23.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penulisan sejarah Indonesia, gerakan-gerakan sosial cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan bahwa sejarawan konvensial lebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah di Desa Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Sedangkan datanya dikumpulkan dari berbagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Dinamika Ekonomi Pabrik Gula Sumberharjo Pemalang pada Tahun

BAB V KESIMPULAN. Dinamika Ekonomi Pabrik Gula Sumberharjo Pemalang pada Tahun BAB V KESIMPULAN Penelitian dan studi pustaka telah dilakukan untuk mendeskripsikan Dinamika Ekonomi Pabrik Gula Sumberharjo Pemalang pada Tahun 1985-2005. Adapun yang menjadi bagian dari penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya menuntut setiap orang untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu pelaksanaan pekerjaan untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang ini disebut sebagai Blue Collar. Sedangkan yang melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang ini disebut sebagai Blue Collar. Sedangkan yang melakukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah buruh sangat populer dalam dunia perburuhan/ketenagakerjaan, selain istilah ini sudah dipergunakan sejak lama bahkan mulai dari zaman penjajahan belanda juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat". untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi saat sekarang ini yang tidak menentu dan akibat perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

BAB III TIMBULNYA KONFLIK ANTARA BURUH DENGAN PENGUSAHA

BAB III TIMBULNYA KONFLIK ANTARA BURUH DENGAN PENGUSAHA BAB III TIMBULNYA KONFLIK ANTARA BURUH DENGAN PENGUSAHA A. Latar Belakang Terjadinya Pemogokan Massal Di Pabrik Karung Goni Delanggu. 1. Dukungan dari Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. disebabkan karena tindakan yang kurang adil. Kedudukan status sosial,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. disebabkan karena tindakan yang kurang adil. Kedudukan status sosial, BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN 1. Gerakan a. Pengertian Gerakan Henry A. Landsberger (1981:24-25), mengartikan istilah gerakan sebagai suatu reaksi kolektif terhadap kedudukan yang rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berkembang yang sedang giat melakukan pembangunan. Pembangunan di Indonesia tidak dapat maksimal jika tidak diiringi dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN MATA KULIAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN DOSEN : HASTORO WIDJAJANTO, SH. MH. SKS : 2 ( DUA ) TUJUAN : - MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA PEKERJA/BURUH DAN PEMILIK PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 % perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kontrak ini sebagai karyawannya.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ADMINISTRASI PERUSAHAAN PERKEBUNAN TEH KEMUNING TAHUN A. Kondisi Fisik Perkebunan Teh Kemuning

BAB III SISTEM ADMINISTRASI PERUSAHAAN PERKEBUNAN TEH KEMUNING TAHUN A. Kondisi Fisik Perkebunan Teh Kemuning BAB III SISTEM ADMINISTRASI PERUSAHAAN PERKEBUNAN TEH KEMUNING TAHUN 1945-1946 A. Kondisi Fisik Perkebunan Teh Kemuning 1. Luas Lahan Perkebunan Teh Tahun 1946 Perusahaan perkebunan teh Kemuning merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Tidak berjalannya program landreform yang mengatur tentang penetapan luas pemilikan tanah mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS DILIHAT DARI SUDUT PANDANG KARYAWAN DAN PERUSAHAAN

ETIKA BISNIS DILIHAT DARI SUDUT PANDANG KARYAWAN DAN PERUSAHAAN ETIKA BISNIS DILIHAT DARI SUDUT PANDANG KARYAWAN DAN PERUSAHAAN 1. Perusahaan Tidak Boleh Mempraktekkan Diskriminasi Diskriminasi muncul sebagai isu dalam etika bisnis setelah pertengahan abad 20. Isu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan

Lebih terperinci

BAB II P.T PP LONDON SUMATERA INDONESIA TBK. SEBELUM TAHUN 1964

BAB II P.T PP LONDON SUMATERA INDONESIA TBK. SEBELUM TAHUN 1964 BAB II P.T PP LONDON SUMATERA INDONESIA TBK. SEBELUM TAHUN 1964 P.T. PP London Sumatra Indonesia Tbk. sebelum dinasionalisasi bernama Harrison & Crossfield Ltd. Perusahaan ini berpusat di London, Inggris,

Lebih terperinci

SUMBER HUKUM PERBURUHAN

SUMBER HUKUM PERBURUHAN Hukum Perburuhan (Pertemuan II) SUMBER HUKUM PERBURUHAN copyright by Elok Hikmawati 1 Sejarah Hukum Perburuhan Masa Perbudakan : Peristiwa Sumba pada tahun 1877, sebanyak 100 orang budak dibunuh karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara 21 BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING 2.1 Hubungan Kerja 2.1.1 Pengertian hubungan kerja Pengusaha dan pekerja memililki hubungan yang disebut dengan hubungan kerja. Hubungan kerja dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penghadangan terhadap tentara Jepang di daerah Kubang Garut oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kompetisi di tingkat global yang meletakkan tekanan-tekanannya pada relasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kompetisi di tingkat global yang meletakkan tekanan-tekanannya pada relasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan buruh dunia, termasuk Indonesia sedang mengalami tantangan yang sangat berat. Pengaruh eksternal ditandai dengan semakin meningkatnya kompetisi di tingkat global

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kabupaten Labuhanbatu Utara pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kabupaten Labuhanbatu Utara pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Labuhanbatu Utara pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu. Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah daerah Agraris, lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai kebutuhan sosial yang harus dipenuhi, oleh karena itu mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kolonial Sumatera Timur merupakan wilayah di Pulau Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama dalam pengembangan

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja 2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga Dalam berbagai kepustakaan

Lebih terperinci

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA Indonesia lahir sebagai sebuah negara republik kesatuan setelah Perang Dunia II berakhir. Masalah utama yang dihadapai setelah berakhirnya Perang Dunia

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2)

BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2) BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA A. Pengertian Pekerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2) disebutkan, tenaga kerja adalah : setiap orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERJANJIAN KERJA DAN PEMOTONGAN GAJI KULI KONTRAKTOR DI HOTEL PARADISO JL. KARTIKA PLAZA KUTA BADUNG DENPASAR

BAB III SISTEM PERJANJIAN KERJA DAN PEMOTONGAN GAJI KULI KONTRAKTOR DI HOTEL PARADISO JL. KARTIKA PLAZA KUTA BADUNG DENPASAR 44 BAB III SISTEM PERJANJIAN KERJA DAN PEMOTONGAN GAJI KULI KONTRAKTOR DI HOTEL PARADISO JL. KARTIKA PLAZA KUTA BADUNG DENPASAR A. Gambaran Umum tentang Daerah Penelitian 1. Lokasi daerah penelitian Adapun

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan aturan-aturan tentang perjanjian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Penentuan harga pokok produksi metode job order cost pada perusahaan Tegel Karya Indah Sukoharjo Upik Yuli Asri F 3300041 BAB I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Dan Perkembangan Perusahaan Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan sangat membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas, terutama di era globalisasi ini. Semua organisasi bisnis harus siap beradaptasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD Tahun 1945 dalam. dengan membayar upah sesuai dengan perjanjian kerja.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD Tahun 1945 dalam. dengan membayar upah sesuai dengan perjanjian kerja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati.hukum harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, manusia dituntut untuk memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang dibuat sendiri

Lebih terperinci

Materi 10 Mengelola Sumber Daya Manusia & Hubungan Tenaga Kerja. by HJ. NILA NUROCHANI, SE., MM.

Materi 10 Mengelola Sumber Daya Manusia & Hubungan Tenaga Kerja. by HJ. NILA NUROCHANI, SE., MM. Materi 10 Mengelola Sumber Daya Manusia & Hubungan Tenaga Kerja by HJ. NILA NUROCHANI, SE., MM. 1 Manajemen Sumber Daya Manusia Serangkaian aktivitas organisasi yang diarahkan pada usaha untuk menarik,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

UTHI CHAFIDZAH NAFSIKA C

UTHI CHAFIDZAH NAFSIKA C 0 TINJAUAN HUKUM AGRARIA NASIONAL TERHADAP PELAKSANAAN SEWA-MENYEWA TANAH KAS DI DESA SRIBIT KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang sedang mengalami fase Berkembang menuju Negara maju yang sesuai dengan tujuan Negara Indonesia yaitu kesejahteraan, adil, dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Untuk dapat mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perombakan struktural dalam cara dan sumber kehidupan yang berakibat

BAB I PENDAHULUAN. perombakan struktural dalam cara dan sumber kehidupan yang berakibat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan yang ditandai dengan perkembangan mekanisasi dan otomatisasi industri, peningkatan pengunaan sarana moneter serta perubahan keseimbangan penduduk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai tenagakerja di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sulit diselesaikan. Selama ini pemerintah melihat masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA. A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA. A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja 1. Pengertian perjanjian kerja Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda biasa disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

Lebih terperinci

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni

Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL Industrialisasi menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi nasional yang dipilih sebagai

Lebih terperinci

BAB III UPAH BORONGAN DI PT INTEGRA INDOCABINET BETRO SEDATI SIDOARJO

BAB III UPAH BORONGAN DI PT INTEGRA INDOCABINET BETRO SEDATI SIDOARJO BAB III UPAH BORONGAN DI PT INTEGRA INDOCABINET BETRO SEDATI SIDOARJO A. Gambaran Singkat Perusahaan PT. Integra Indocabinet pertama kali didirikan pada tahun 1989, berlokasi di desa Betro kecamatan Sedati

Lebih terperinci

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH : HUKUM PERBURUHAN & KETENAGAKERJAAN

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH : HUKUM PERBURUHAN & KETENAGAKERJAAN S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH JUMLAH SKS PRASYARAT : HUKUM PERBURUHAN & KETENAGAKERJAAN : WAJIB (LOKAL) : HKT4007 : 3 SKS : PIH DAN PHI B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN SENGKETA TANAH PERKEBUNAN Masa: Hindia Belanda Jepang Indonesia merdeka Sumber dari buku karangan Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH.(2013).Politik Hukum Agraria, Bab IV. Jakarta: Konstitusi Press. Masa Hindia

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pemilik modal dengan buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai BAB V KESIMPULAN Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai masa penjajahan Belanda merupakan hal yang sangat kompleks. Tan Malaka sedikit memberikan gambaran mengenai kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 BAB I PENDAHULUAN PEMBERIAN UPAH LEMBUR TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm., 1

BAB I PENDAHULUAN. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm., 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO 0 PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai.

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat kita dewasa ini, membeli suatu barang dengan pembayaran diangsur beberapa kali bukan hanya dilakukan oleh golongan ekonomi lemah saja, namun

Lebih terperinci

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN :

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DI DESA KARANGDUREN KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI Eni Setyowati Alumni Fakultas Hukum UNIBA Surakarta ABSTRAK Latar belakang penulisan ini yakni dalam Pelaksanaaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen bukanlah sesuatu yang bisa hadir begitu saja, karena itu untuk menghasilkan karyawan yang memiliki komitmen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang masalah Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar dan kecil, serta masyarakatnya mempunyai beraneka ragam agama, suku bangsa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang giat-giatnya membangun

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang giat-giatnya membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk menigkatkan pembangunan di segala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran Rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

SKRIPSI PERJANJIAN KERJA DI PT SURAKARTA SENTOSA SEJAHTERA DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

SKRIPSI PERJANJIAN KERJA DI PT SURAKARTA SENTOSA SEJAHTERA DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN SKRIPSI PERJANJIAN KERJA DI PT SURAKARTA SENTOSA SEJAHTERA DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum

Lebih terperinci