Komunikasi Lingkungan di Indonesia dalam Film The Years of Living Dangerously

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Komunikasi Lingkungan di Indonesia dalam Film The Years of Living Dangerously"

Transkripsi

1 Prosiding Jurnalistik ISSN: Komunikasi Lingkungan di Indonesia dalam Film The Years of Living Dangerously 1 Djunizar Ega Kusuma, 2 Santi Indra Astuti. 1,2 Bidang Kajian Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung djunizare@gmail.com, 2 santi.indraastuti@gmail.com Abstrak. The Years of Living Dangerously adalah sebuah film dokumenter yang memberikan cara baru dalam memandang isu pemanasan global melalui kacamata permasalahan sosial. Tema yang diusung ialah permasalahan kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh dunia. Permasalahan yang diangkat ialah yang ukurannya telah menyumbang emisi gas rumahkaca dalam jumlah yang besar secara global. Salah satu permasalahan yang diangkat ialah tentang deforestasi yang terjadi di Indonesia. Artikel ini membahas tentang bagaimana dan dengan cara apa film ini membingkai komunikasi lingkungan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif dengan pendekatan analisis framing model William A. Gamson. Objek penelitian ditujukan pada dialog-dialog verbal yang terjadi antara Harrison Ford dengan tokoh yang menjadi narasumber dalam film dokumenter ini. Juga ada capture shot dari adegan sebagai pendukung penelitian. Hasil menunjukan bahwa komunikasi lingkungan di Indonesia yang membahas tentang permasalahan deforestasi dikonstruksi melalui bingkai bahwa peristiwa deforestasi di Indonesia merupakan bagian dari permasalahan sosial yang sulit dikendalikan. Hal ini ditandai dengan empat frame central idea mengenai buruknya kepercayaan para aktivis terhadap pemerintah dan pebisnis. Sedangkan pemerintah terbingkai sebagai komunikator politik yang tidak transparan sehingga menimbulkan ketidakpercayaan publik. Pebisnis disini juga terbingkai sebagai tokoh antagonis yang seharusnya bertanggungjawab atas perusakan hutan telah ia perbuat. Kata Kunci: Komunikasi Lingkungan, Deforestasi, film The Years of Living Dangerously, Konstruksi sosial. A. Pendahuluan Kondisi lingkungan di Indonesia tidak sehijau dulu lagi, degradasi hutan terjadi di mana-mana. Degradasi hutan atau kerusakan sumber daya hutan Indonesia terjadi karena paradigma pembangunan yang bercorak sentralistis yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dan didukung oleh instrumen hukum yang represif (Nurjaya, 2005: 36). Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat dan kebiasaan melakukan perdagangan ilegal tidak selalu dapat dipersalahkan, karena yang bisa memberikan solusi untuk permasalahan lingkungan ialah lembaga pemerintah juga lembaga nonpemerintah (Garrard, 2012: 21). Sebagai media yang populer saat ini, film dianggap dapat memberikan pengaruh besar bagi masyarakat. Beragam adegan serta dialog di dalamnya mampu memengaruhi emosi penonton sehingga ikut terlarut pada problematika yang ditampilkan. Dengan kata lain, sesuai dengan fungsi media massa, film berfungsi untuk memberikan hiburan, edukasi, dan inspirasi bagi penontonnya. The Years of Living Dangerously merupakan film bergenre dokumenter yang berusaha mengungkapkan fakta-fakta terkait masalah perubahan iklim di bumi secara menyeluruh. Indonesia, sebagai salah satu negara yang dijuluki paru-paru dunia karena luas hutannya, secara ironis mendapat sorotan dalam film ini akibat turut menyumbangkan ketidakstabilan alam melalui kerusakan-kerusakan pada hutannya. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran yang terjadi di Kalimantan dikupas mendalam pada dokumenter ini. Harrison Ford sebagai tim peneliti diceritakan 98

2 Komunikasi Lingkungan di Indonesia dalam Film The Years of Living Dangerously 99 mendatangi Indonesia untuk mencari tahu seluk beluk permasalahan perhutanan di dalamnya. Melalui The Years of Living Dangerously, bentuk komunikasi lingkungan di Indonesia terangkat ke permukaan perfilman dunia. Mentri Perhutanan saat itu, Zulkifli Hasan dan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono muncul sebagai narasumber di beberapa scene di film ini. Selain itu banyak aktifis dan warga indonesia yang juga menjadi narasumber. Konteks komunikasi lingkungan dirasa sangat tepat untuk dibahas di dalam penelitian ini. Sebagai media komunikasi massa, film ini tidak terlepas dari teori konstruksi realitas, di mana sebuah realitas dibangun dengan cara-cara tertentu untuk menghasilkan paradigma atau gagasan tertentu. Komunikasi Lingkungan di Indonesia terbingkai dalam film The Years of Living Dangerously yang tayang di beberapa negara. Melalui film ini, citra Indonesia akan dinilai secara subjektif oleh orang-orang dari seluruh penjuru dunia. Penelitian ini akan membongkar bagaimana film The Years of Living Dagnerously membingkai wajah komunikasi lingkungan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Mengetahui komunikasi lingkungan di Indonesia pada film The Years of Living Dangerously ditinjau dari Frame Central Idea. 2. Mengetahui komunikasi lingkungan di Indonesia pada film The Years of Living Dangerously ditinjau dari perangkat Framing Devices? 3. Mengetahui komunikasi lingkungan di Indonesia pada film The Years of Living Dangerously ditinjau dari perangkat Reasoning Devices? 4. Mengetahui bagaimana komunikasi lingkungan di Indonesia dibingkai secara keseluruhan dalam film The Years of Living Dangerously? B. Landasan Teori 1. Komunikasi Lingkungan Sebagaimana menurut Mulyana (2010 :85) tentang ragam konteks komunikasi, terdapat berbagai macam konteks komunikasi tergantung pada spesifikasinya. Salah satu konteks komunikasi ialah komunikasi lingkungan. Pengertian menurut Manfred Oepen (1999: 7), komunikasi lingkungan ialah penggunaan komunikasi secara strategis dan terencana untuk mendukung pembuatan kebijakan politik dan pelaksanaan proyek yang tujuannya ada pada keberlanjutan lingkungan hidup. Menurut Oepen (1999: 12) komunikasi lingkungan ibarat roda gigi pada sepedah. Komunikasi lingkungan mentrasfer kekuatan dari manajer proyek dan orang yang berkaitan menjadi aksi yang konkrit. Komunikasi lingkungan menjadi missing link antara kekuatan dan aksi tersebut. Cara kekuatan tersebut ditransfer ialah melalui aktifitas edukasi dan pelatihan yang dapat menjelaskan mengenai hal-hal teknis juga sekaligus dapat merubah perilaku. Terdapat apa yang disebut dengan Leibing s Law (Oepen, 1999: 11) yang mengatakan bahwa informasi saja bukanlah missing link di antara permasalahan dan solusi. Program lingkungan membutuhkan komunikasi, modal ekonomi, organisasi sosial, dan kekuatan politik. Dalam memecahkan permasalahan lingkungan, kekuatan politik yang baik tidak bisa menggantikan komunikasi yang buruk. Semua hal tersebut sangatlah berkaitan dalam pemecahan masalah. Permasalahan lingkungan seperti penebangan hutan, pembakaran hutan, polusi, konversi lahan hutan, dan lain-lain membutuhkan solusi. Solusi yang dicari ialah pembangunan keberlanjutan yang berpihak pada kelestarian lingkungan. Maka dari itu Jurnalistik, Gelombang 2, Tahun Akademik

3 100 Djunizar Ega Kusuma, et al. komunikasi lingkungan dan komunikasi pembangunan ialah ibarat dua sisi pada mata uang yang sama. Keduanya, baik itu komunikasi lingkungan atau komunikasi pembangunan membutuhkan stategi dan perencanaan yang baik sehingga dapat memengaruhi kebijakan dan aksi sosial. Oepen (1999: 9) menyebutkan bahwa produksi poster, film, dan kampanye media massa belum tentu dapat menjadi solusi bagi permasalahan lingkungan apabila komunikasinya belum menyentuh perencanaan yang baik. Komunikasi strategi yang baik harus memperhitungkan tujuan komunikasi, target komunikasi, dan seberapa baik komunikasi itu dapat mempengaruhi aksi sosial. 2. Konstruksi Sosial Media Massa Tamburaka (2012: 79) menjelaskan bahwa proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Tahap menyiapkan materi konstruksi, ialah tahap dimana redaksi media massa mendistribusikan tugas pada editor yang ada di setiap media massa. Yang menjadi fokus media massa ialah isu-isu penting terutama yang berhubungan dengan harta, tahta, dan wanita. Selain itu ada juga fokus-fokus yang menyentuh perasaan banyak orang, yang berkaitan dengan sensitivitas, sensualitas, dan kengerian. Tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu keberpihakan media massa pada kapitalisme; keberpihakan semu kepada masyarakat; keberpihakan pada kepentingan umum. 2. Tahap sebaran konstruksi, ialah tahapan di mana teks media disebarkan kepada khalayak. Tahapan ini dilakukan melalui strategi media massa yang prinsip utamanya adalah real time. Pada umumnya, sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, di mana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain selain mengkonsumsi informasi itu. Media elektronik seperti radio bisa melakukan model komunikasi dua arah meskipun agenda setting konstruksi masih didominasi oleh media. 3. Tahap pembentukan konstruksi, ialah tahap ketika informasi sampai pada konsumen media. Masyarakat cenderung membenarkan apa saja yang tersaji di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Informasi media massa dapat digunakan sebagai otoritas untuk membenarkan sebuah kejadian. 4. Tahap konfirmasi, ialah tahapan ketika media massa maupun konsumen media massa memberi argumentasi dan perhitungan terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi. Konstruksi sosial media massa berlaku pada setiap teks media, misalnya film dokumenter. Seperti dijelaskan Heru Effendy (2009: 3-6), bahwa Film Dokumenter. Dokumenter adalah sebuah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara dan berkisah tentang perjalanan yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Menurut Griersen, seperti dikutip oleh Susan Hayward dalam Heru Effendy (2009: 3) dokumenter merupakan cara kreatif merepresentasikan realitas. C. Hasil Penelitian Sebagai upaya untuk mengkomunikasikan permasalahan lingkungan di Indonesia, film The Years of Living Dangerously membingkai kondisi hutan yang tidak terawat. Deforestasi terjadi di beberapa kawasan hutan termasuk daerah Taman Nasional. Hal ini terjadi karena pembukaan lahan hutan yang diprakarsai oleh pengusaha, khususnya dari bidang industri kelapa sawit. Banyak pengusaha kelapa sawit yang membuka lahan Prosiding Penelitian Sivitas Akademika (Sosial dan Humaniora)

4 Komunikasi Lingkungan di Indonesia dalam Film The Years of Living Dangerously 101 secara ilegal. Perusahaan minyak kelapa sawit dibingkai sebagai korporasi yang tidak mempedulikan hal lain selain profit. Mereka akan melakukan apapun dalam membuka lahan perkebunan. Dalam film The Years of Living Dangerously, sosok pengusaha kelapa sawit direpresentasikan oleh Franky Widjaja. Ia ialah seorang pengusaha yang memiliki grup dagang Sinarmas. Salah satu produk dari Grup ini ialah perusahaan kelapa sawit Golden Agri yang dipimpin langsung oleh Franky Widjaja. Pada tahun 2010 Franky Widjaja menandatangani kesepakatan untuk tidak membuka lahan hutan baru. Dengan ini maka Franky Widjaja mendeklarasikan kepeduliannya terhadap kondisi perhutanan di Indonesia. Namun hal tersebut dikonstruksi ulang dalam film ini bahwa Franky melakukan kesepaakatan tersebut demi membersihkan nama baiknya yang tidak lain berfungsi untuk meningkatkan daya jual produk minyak kelapa sawitnya. Hal ini sejalan dengan adanya praktik penyalah gunaan kekuasaan yang dilakukan oleh oknum pemerintah dengan cara menerbitkan surat izin kepengurusan hutan ilegal. Pembicara yang merepresentasikan hal ini ialah Kuntoro Mangkusubroto sebagai sosok pejabat tinggi pemerintah yang peduli terhadap kondisi perhutanan. Kuntoro saat itu ialah ketua dari UKP4 atau Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Instansi kepemerintahan tersebut merupakan bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berfungsi untuk mengawasi proyek pembangunan di Indonesia. Kuntoro mengungkapkan bahwa permasalahan deforestasi tidak terlepas dari kejahatan legalisasi oleh pemerintah dimana sering diterbitkannya surat izin palsu kepengurusan hutan. Beliau dibingkai dalam film ini sebagai sosok yang merasa kesulitan dalam memberantas tindak korupsi di negaranya. Meskipun Kuntoro memiliki jabatan yang tinggi, ia tidak begitu saja dapat mengendalikan permasalahan korupsi begitu saja. Analisis Framing Central Idea film The Years of Living Dangerously membingkai kondisi hutan yang tidak terawat. Deforestasi terjadi di beberapa kawasan hutan termasuk daerah Taman Nasional. Hal ini terjadi karena pembukaan lahan hutan yang diprakarsai oleh pengusaha, khususnya dari bidang industri kelapa sawit. Banyak pengusaha kelapa sawit yang membuka lahan secara ilegal. Perusahaan minyak kelapa sawit dibingkai sebagai korporasi yang tidak mempedulikan hal lain selain profit. Mereka akan melakukan apapun dalam membuka lahan perkebunan. Dalam film The Years of Living Dangerously, sosok pengusaha kelapa sawit direpresentasikan oleh Franky Widjaja. Ia ialah seorang pengusaha yang memiliki grup dagang Sinarmas. Salah satu produk dari Grup ini ialah perusahaan kelapa sawit Golden Agri yang dipimpin langsung oleh Franky Widjaja. Pada tahun 2010 Franky Widjaja menandatangani kesepakatan untuk tidak membuka lahan hutan baru. Dengan ini maka Franky Widjaja mendeklarasikan kepeduliannya terhadap kondisi perhutanan di Indonesia. Namun hal tersebut dikonstruksi ulang dalam film ini bahwa Franky melakukan kesepaakatan tersebut demi membersihkan nama baiknya yang tidak lain berfungsi untuk meningkatkan daya jual produk minyak kelapa sawitnya. Berdasarkan temuan penelitian dari aspek framing devices berupa unsur metaphors, catchphrases, exemplar, depiction, dan visual images dari film The Years of Living Dangerously didapatkan sebuah kesatuan yang memperlihatkan bagaimana permasalahan deforestasi dalam komunikasi lingkungan di Indonesia dibingkai, yakni sebagai berikut: a. Metaphors, dari temuan penelitian yang didapat, degradasi lingkungan di Indonesia secara garis besar selalu diumpamakan sebagai Jurnalistik, Gelombang 2, Tahun Akademik

5 102 Djunizar Ega Kusuma, et al. permasalahan yang merupakan turunan dari permasalahan yang lebih besar. Metafor ialah pengandaian fakta menjadi sebuah ungkapan. Adapun fungsi dibalik penggunaan unsur metafor ini ialah sebagai pengalihan kesan sehingga suatu fakta menjadi dapat lebih mudah untuk diterima atau ditolak. Penggunaan unsur metafor dalam membingkai kesan dari kekuatan uang, politik, dan media ini juga sebagai pengalihan kesan. Istilah give something up misalnya, digunakan untuk mengandaikan tindakan yang harus dilakukan untuk mendapatkan perhatian dari penguasa. Istilah ini memberikan kesan terhadap pembingkaian bahwa permasalahan politik uang di Indonesia menjadi hambatan bagi terciptanya kondisi hutan yang baik. Penggunaan unsur metafor ini digunakan oleh produser untuk membangun kesan buruk dari kekuatan politik, uang, dan media. b. Catchphrases, temuan berupa kata yang menarik perhatian ini membingkai bahwa permasalahan deforestasi di Indonesia sangat umum dan kronis. Unsur catchphrases ini menunjukkan bahwa cara orang Indonesia menanggapi persoalan sebesar deforestasi dan korupsi dengan nada santai ialah hal yang sangat menarik bagi media Amerika. Di Indonesia, korupsi sudah menjadi hal yang sering terjadi sehingga telah menjadi anggapan umum di masyarakatnya sehingga mereka tidak lagi merasa aneh ketika melihat praktik ilegal tersebut masih terjadi. Produser film ini membingkai permasalahan tersebut sebagai permasalahan yang menarik untuk disingkap. Dibingkai bahwa praktik ilegalisasi di Indonesia merupakan hal yang biasa terjadi. c. Exemplar, dari temuan yang telah didapat, terlihat bahwa para tokoh yang berperan dalam memegang kepentingan atas lahan perhutanan memiliki fokus yang berbeda secara drastis. Ketidakselarasan antara berbagai fungsi dari elemen masyarakat ini dijelaskan melalui unsur exemplar karena bukti yang konkrit dapat memperkuat bingkai bahwa permasalahan deforestasi yang terjadi di Indonesia sangat kompleks. Hal ini terlihat dari cara berkomunikasi para tokoh sebagai narasumber yang menunjukkan sikap ketidak percayaan terhadap elemen masyarakat lainnya. d. Depiction, dari temuan ini didapat bahwa secara garis besar pemerintah Indonesia dibingkai sebagai pemerintah yang tidak menggubris permasalahan yang terjadi. Konsep Taman Nasional tidak terbukti dapat melindungi hutan dari aktivitas pembukaan lahan. Mentri kehutanan diketahui telah mengunjungi area Taman Nasional yang rusak tersebut, namun masih saja tidak ada perbaikan. Penjelasan yang diutarakan oleh produser melalui unsur depiction ini dibuat untuk memperjelas bagaimana pemerintahan Indonesia dibingkai sebagai pemerintahan yang tidak kompeten dalam menghadapi permasalahan deforestasi. e. Visual images, unsur visual yang paling sering terlihat dalam film ini ialah adegan ketika Harrison Ford mewawancarai tokoh-tokoh terkait dengan permasalahan degradasi hutan di Indonesia. Gambaran wawancara dalam film ini membangun suasana pembicaraan serius dengan cara Prosiding Penelitian Sivitas Akademika (Sosial dan Humaniora)

6 Komunikasi Lingkungan di Indonesia dalam Film The Years of Living Dangerously 103 pengambilan gambar yang close up dan mendetail. Cara pengambilan gambar ini menunjukkan kesan bahwa persoalan yang dijadikan bahan pembicaraan ialah hal yang penting. Lalu pemandangan hutan yang terdegradasi menjadi sisipan yang paling sering muncul sebagai setting betapa parahnya kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia. Namun di antara visualisasi tersebut tidak ada satu pun yang dapat menunjukkan lokasi secara tepat sehingga kebenarannya dapat diragukan. Berdasarkan temuan penelitian dari aspek reasoning devices yang terbagi menjadi unsur roots, appeals to principle, dan consequences dari film The Years of Living Dangerously didapatkan sebuah kesatuan yang memperlihatkan bagaimana permasalahan deforestasi dalam komunikasi lingkungan di Indonesia dibingkai, yakni sebagai berikut: a. Roots, atau analisis sebab akibat memperlihatkan bagaimana suatu isu koheren untuk dipahami sebagai sebuah permasalahan. Isu yang diangkat ialah mengenai deforestasi yang terjadi di Indonesia. Melalui unsur roots ini, produser film dapat menentukan aspek mana saja yang menjadi inti permasalahan dari degradasi hutan di Indonesia. Didapat bahwa kaitan antara pejabat korup dan pengusaha rakus ialah aktor yang bermain di balik peristiwa degradasi hutan yang terjadi di Indonesia. b. Appeal to Principle, melalui temuan penelitian, didapat bahwa klaim moral dari film The Years of Living Dangerously ini berbicara soal pentingnya untuk memahami bahwa setiap manusia juga memiliki itikad yang baik bagi lingkungan tempat tinggalnya. Berdasarkan temuan-temuan penelitian, produser dapat menggunakan unsur appeal to principle untuk membingkai bahwa setiap manusia juga memiliki kemampuan untuk berbuat hal yang baik. Produser ingin membubuhkan nilai-nilai ini pada filmnya agar penonton dapat menyadari betapa pentingnya tindakan kolektif individu dapat merubah sesuatu yang bersifat masif seperti kerusakan hutan. c. Consequences, dari temuan penelitian yang berdasarkan unsur ini, didapati bahwa produser menunjukan dua konsekuensi yang ditampilkan. Yaitu pertama, bahwa manusia sudah sepatutnya sedih bila melihat lingkungan tempat tinggalnya rusak. Dan kedua, untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan maka manusia harus mengambil tindakan yang dapat menunjang bagi kebaikan lingkungan. Manusia akan menyadari sesuatu hal itu baik atau buruk bila telah menyadari apa konsekuensinya. Oleh karena itu, produser menanamkan nilai-nilai berdasarkan temuan dalam unsur consecuences agar dapat menumbuhkan kesadaran bagi penonton. Melalui film The Years of Living Dangerously, sutradara ingin menanamkan kesadaran akan betapa berharganya lahan hutan gambut karena dapat menyimpan unsur karbon lebih banyak dibandingkan dengan hutan biasa. Sebagian besar hutan di Indonesia berdiri di lahan gambut. Hal ini dikaitkan oleh produser dengan data bahwa Indonesia memiliki tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Dampak pembakaran hutan di Indonesia selain membunuh hewan eksotis seperti gajah dan orangutan, ternyata juga menghilangkan lahan gambut sama berharganya dengan hutan itu sendiri. Yang bertanggung jawab atas perusakan ini ialah manusia yang dibingkai sebagai makhluk Jurnalistik, Gelombang 2, Tahun Akademik

7 104 Djunizar Ega Kusuma, et al. dengan arogansi intelektual yang mampu melakukan apa saja sesuai dengan kehendaknya, termasuk membumi hanguskan jutaan hektar lahan hutan agar kekayaan yang terkandung di dalamnya dapat dimiliki secara pribadi. Pada akhirnya kerusakan alam yang dibuatnya akan berbalik merugikan manusia berupa perubahan iklim global yang dapat menghadirkan krisis sumber daya dan bencana alam. Maka dari itu, produser ingin agar penontonnya menyadari akan kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan destrukstif manusia terhadap lingkungan hidupnya, salah satunya hutan. Komunikasi lingkungan yang dibingkai dalam film The Years of Living Dangerously ialah peristiwa deforestasi di Indonesia merupakan bagian dari permasalahan sosial yang dikendalikan oleh segelintir aktor. Hal ini tercermin dari bagaimana produser memperkuat bingkai ini melalui unsur framing central idea, framing devices dan reasoning devices yang menjadi temuan penelitian ini. Peliknya komunikasi antara pelaku komunikasi lingungan seperti pejabat, pengusaha, dan aktivis lingkungan mencerminkan bagaimana rumitnya permasalahan deforestasi di Indonesia karena menyangkut pada masalah yang lebih luas seperti ekonomi dan politik. Produser membingkai permasalahan ini untuk menjelaskan bagaimana permasalahan deforestasi dapat terjadi di Indonesia. Bingkai degradasi hutan di Indonesia sesuai seperti pendapat Oepen (1999: 11) bahwa terdapat kompleksitas dalam permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan kebutuhan akan ilmu pengetahuan alam, kekuatan ekonomi & politik, hukum, manajemen bisnis, perilaku sosial, dan komunikasi. Film The Years of Living Dangerously menunjukkan kaitan-kaitan yang kompleks antar kekuatan-kekuatan tersebut. Film ini menunjukkan bahwa Kekuatan aktivis masih belum dapat mancapai solusi karena tidak terintegrasi dengan dukungan kekuatan politik. Film ini membingkai bahwa kekuatan politik di Indonesia cenderung dikuasai oleh mereka yang memiliki modal. Pendapat Oepen yang menyatakan bahwa komunikasi lingkungan memicu reaksi yang tidak rasional yang melibatkan dimensi emosi dan spiritual dari masyarakat juga bersesuaian dengan film ini bahwa ketika kegiatan korupsi sangat lumrah di Indonesia sehingga masyarakat telah terbiasa untuk menganggap bahwa sebagian besar aparatur pemerintah ialah seseorang yang korup. Oleh sebab itu, masyarakat cenderung bersikap cuek dalam menanggapi peristiwa deforestasi karena mereka mengerti bahwa hal tersebut tidak jauh dari perkara korupsi. D. Kesimpulan Secara keseluruhan, sutradara mengkonstruksi komunikasi lingkungan di Indonesia dengan karakteristik yang diwarnai dengan ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap pemerintah, masyarakat terhadap pebisnis, dan dari pemerintah terhadap pebisnis. 1. Ditinjau dari aspek frame central idea, maka didapatkan sembilan aspek konstruksi komunikasi lingkungan di Indonesia melalui sembilan tokoh yang diwawancara oleh Ford didalam berbagai scene yang berbeda. Di mana tiap karakter mengkomunikasikan ketidakpercayaan tertentu terhadap pemerintah. Dan pemerintah berkomunikasi dengan cara yang berbelit-belit dan membuatnya sulit untuk dipercaya sebagai tokoh yang berwenang dalam bidang perhutanan di Indonesia. Setiap tokoh memiliki permasalahan yang bergantung pada pemerintah. Sedangkan tokoh dari kalangan pengusaha tidak begitu bermasalah terhadap pemerintah namun merasa tidak nyaman dengan isu yang sering dilontarkan oleh aktivis Prosiding Penelitian Sivitas Akademika (Sosial dan Humaniora)

8 Komunikasi Lingkungan di Indonesia dalam Film The Years of Living Dangerously 105 lingkungan karena citranya sebagai pebisnis menjadi rusak. Maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan deforestasi di Indonesia berkaitan dengan permasalahan sosial seperti ekonomi dan politik. 2. Jika ditinjau dari aspek framing devices beberapa pandangan yang menunjukan bingkai komunikasi lingkungan di Indonesia yang ingin memperlihatkan bahwa permasalahan deforestasi yang yang terjadi telah melibatkan banyak pihak di tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Solusi menjadi sulit ditemukan karena pemerintah tidak melakukan komunikasi yang transparan pada masyarakat. Sehingga tokoh aktivis cenderung tidak begitu percaya terhadap pemerintah. Sedangkan sebaliknya, pemerintah terlalu berhati-hati dalam menyampaikan pesannya sehingga terbingkai sebagai sosok yang berbelit-belit. Dan pengusaha terbingkai sebagai sosok yang enggan bertanggungjawab atas apa yang telah ia perbuat dalam deforestasi. 3. Jika ditinjau dari aspek reasoning devices, aspek kausal sebab akibat menekankan bahwa pemerintah tidak mengelola hutan dengan baik dan di dalam badan pemerintahan sendiri terjadi praktik korupsi besar-besaran. Hal ini terlihat dari beredarnya rumor bahwa pemerintah sering kali menerbitkan illegal licence terhadap tanah hutan konsesi. Ini menyebabkan kepercayaan terhadap pemerintah menjadi menurun dan permasalahan deforestasi terus berlanjut. Sedangkan pemerintah sendiri tidak memberikan informasi yang lugas atas permasalahan deforestasi yang terjadi. Dan dari kalangan pengusaha justru sustainability atau keberlanjutan perusahaannya ialah hal yang paling ia perjuangkan. Hal ini membuat para pengusaha takut terhadap ancaman aktivis lingkungan yang dapat membuat penjualan produknya menurun. Juga dalam aspek reasoning devices ini ditunjukan secara detail bagaimana dampak buruk deforestasi terhadap lingkungan hidup juga perubahan iklim secara global. Hutan di indonesia yang kebanyakan berdiri di ataas lahan gambut mengandung unsur karbon yang sangat tinggi. Deforestasi juga berpengaruh terhadap ekosistem. Eksistensi hewan-hewan eksotis yang hidup di areal perhutanan Indonesia ikut terancam. Konsekuensi yang didapat ialah bahwa harus ada kesadaran dari masyarakat untuk menjaga kondisi hutan agar tidak lagi terjadi kerusakan. 4. Secara keseluruhan, dalam film The Years of Living Dangerously terdapat bingkai bahwa peristiwa deforestasi di Indonesia merupakan bagian dari permasalahan sosial yang dikendalikan oleh segelintir aktor. Terdapat banyak masalah ketidakpercayaan dalam komunikasi lingkungan di Indonesia. Indonesia dikuasai oleh unsur politik uang dimana sektor perhutanan didominasi oleh para pengusaha yang kebanyakan melakukan konversi lahan. Namun banyak dari pengusaha ini telah menduduki hutan semenjak puluhan tahun silam semenjak Indonesia belum berdemokrasi sehingga permasalahan hutan ini masih terbilang baru. Telah banyak usaha dari para pemerhati lingkungan seperti developer perhutanan swasta, Greenpeace, WWF, dan pejabat pemerintah namun mereka belum dapat memberantas aksi perusakan hutan secara konstan dan menyeluruh. Hutan ialah unsur yang sangat penting untuk dijaga karena kandungan karbonnya yang tinggi dan juga tanaman menghasilkan oksigen yang menunjang Jurnalistik, Gelombang 2, Tahun Akademik

9 106 Djunizar Ega Kusuma, et al. Daftar Pustaka kehidupan manusia. Hutan ialah paru-paru dunia yang perlu dilestarikan keberadaannya. Bach, Joel The Years of Living Dangerously. Showtime: New York. Effendy, Heru Mari Membuat Film. Jakarta: Erlangga (2009) Garrard, Greg Ecocriticism. New York: Routledge Mulyana, Deddy Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Manfred, Oepen Environmental Communication for Sustainable Development. Eschborn: Deutsche Gesellscaft fūr. Nurjaya, Nyoman Sejarah Hukum Pengelolaan Hutan di Indonesia. Malang: Universitas Brawijaya. Sobur, Alex Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Nalisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Susilo, Rachmad K. Dwi Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajagrafindo Persada Tamburaka, Apriyadi Agenda Setting Media Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Tim Penulis Unisba Media dan Komunikasi Lingkungan. Yogyakarta: Buku Litera Prosiding Penelitian Sivitas Akademika (Sosial dan Humaniora)

BAB I PENDAHULUAN 1. KONTEKS PENELITIAN. Kondisi lingkungan di Indonesia tidak sehijau dulu lagi, degradasi hutan

BAB I PENDAHULUAN 1. KONTEKS PENELITIAN. Kondisi lingkungan di Indonesia tidak sehijau dulu lagi, degradasi hutan BAB I PENDAHULUAN 1. KONTEKS PENELITIAN Kondisi lingkungan di Indonesia tidak sehijau dulu lagi, degradasi hutan terjadi di mana-mana. Degradasi hutan atau kerusakan sumber daya hutan Indonesia terjadi

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI Halaman

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERJANJIAN MOTTO ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian... 1 1.2 Fokus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. lukisan secara sitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat

BAB III METODOLOGI. lukisan secara sitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat 44 BAB III METODOLOGI 3.1 Tipe/Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. kondisi empirik objek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki. 25

BAB III METODELOGI PENELITIAN. kondisi empirik objek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki. 25 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini tipe yang digunakan adalah bersifat deskriptif kualitatif dimana, penelitian memberikan gambaran atau penjabaran tentang kondisi empirik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Pemberitaan seputar eksekusi terpidana mati Amrozi cs 2008 telah menarik

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Pemberitaan seputar eksekusi terpidana mati Amrozi cs 2008 telah menarik BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pemberitaan seputar eksekusi terpidana mati Amrozi cs 2008 telah menarik perhatian besar beberapa surat kabar dan menjadi berita hangat di beberapa surat kabar di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis framing dengan pendekatan deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang terdapat

Lebih terperinci

Bab III. Metodologi Penelitian. diciptakan melalui tayangan program Minta Tolong di RCTI.

Bab III. Metodologi Penelitian. diciptakan melalui tayangan program Minta Tolong di RCTI. Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, dimana penelitian ini berusaha melihat konstruksi realitas sosial yang diciptakan

Lebih terperinci

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global. BAB V KESIMPULAN Greenpeace sebagai organisasi internasional non pemerintah yang bergerak pada bidang konservasi lingkungan hidup telah berdiri sejak tahun 1971. Organisasi internasional non pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita sudah menjadi hal yang dapat dinikmati oleh masyarakat dengan berbagai macam bentuk media seperti media cetak dalam wujud koran dan berita gerak (media

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gamson, penelitian ini menarik kesimpulan berdasarkan framing devices dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gamson, penelitian ini menarik kesimpulan berdasarkan framing devices dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Review Hasil Penelitian Sejenis Penelitian sejenis dari segi objek dan subjek, ataupun metodologi yang terdahulu dijadikan referensi oleh peneliti sebagai pemetaan masalah yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian analisis teks media.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. film Kubur Kabar Kabur. Dari keseluruhan film, sutradara telah mengkonstruksi

BAB V PENUTUP. film Kubur Kabar Kabur. Dari keseluruhan film, sutradara telah mengkonstruksi 106 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil-hasil temuan penelitian, wawancara, dan analisis yang dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa bagaimana profesi seorang jurnalis dikonstruksi dalam

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP NASIONALISME DALAM FILM (ANALISIS FILM HABIBIE DAN AINUN)

PRINSIP-PRINSIP NASIONALISME DALAM FILM (ANALISIS FILM HABIBIE DAN AINUN) PRINSIP-PRINSIP NASIONALISME DALAM FILM (ANALISIS FILM HABIBIE DAN AINUN) Marisa Puspita Sary 1, Vera Wijayanti Sutjipto 2, Maulina Larasati 3 Alamat instansi: FIS UNJ, Prodi Humas UNJ, Lt 3, JL Rawamangun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat paradigma. Pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat paradigma. Pendekatan kualitatif yang 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat paradigma. Pendekatan kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat konsrtuksi dari iklan. Menurut Bogdan dan Taylor bahwa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap teks yang terdapat pada website Komisi Penyiaran Indonesia dan. Masyarakat Ikut Awasi TV edisi 25 Maret 2014.

BAB V PENUTUP. terhadap teks yang terdapat pada website Komisi Penyiaran Indonesia dan. Masyarakat Ikut Awasi TV edisi 25 Maret 2014. BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Bab ini menjelaskan kesimpulan dari fungsi media massa sebagai medium penyebar informasi dalam mengonstruksi literasi media. Penelitian ini dilakukan terhadap teks yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Sejak lahir, manusia telah dikutuk untuk bebas. Dalam segala hal, mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Sejak lahir, manusia telah dikutuk untuk bebas. Dalam segala hal, mereka 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Sejak lahir, manusia telah dikutuk untuk bebas. Dalam segala hal, mereka bebas melakukan apa yang mereka inginkan. Termasuk dalam profesi yang tengah mereka tekuni.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis framing dan menggunakan dokumen

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Berikut ini metode penelitian dalam penelitian ini. Metodologi penelitian meliputi (1) metode penelitian, (2) teknik pengumpulan data, (3) teknik pengolahan data, (4) sumber dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Dalam melakukan penelitian untuk memperoleh fakta yang dipercaya kebenarannya, maka metode penelitian itu penting artinya,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berusaha melihat bagaimana konstruksi dalam film Samin VS Semen dan film Sikep Samin Semen bekerja. Konstruksi ini dilihat melalui konsep yang ada di dalam film

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. animasi 2,5 dimensi bergenre drama tentang tentang berkurangnya populasi

BAB I PENDAHULUAN. animasi 2,5 dimensi bergenre drama tentang tentang berkurangnya populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film animasi 2,5 dimensi bergenre drama tentang tentang berkurangnya populasi hewan akibat penebangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Film Senyap mengungkapkan bahwa komunis merupakan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi saat peristiwa pemberantasan komunis 1965 yang dampaknya masih terasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis yang merupakan keunggulan tersendiri dari Negara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film dokumenter ilmu pengetahuan tentang pulau nomor dua di dunia yang kaya akan oksigen. Produksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan 34 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan Bikien, paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan ABSTRAK JUDUL : Analisis Bingkai: Objektifikasi Perempuan dalam Buku Sarinah NAMA : Yudha Setya Nugraha NIM : D2C009030 Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Komunikasi bukan hanya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kekayaan Indonesia akan flora dan faunanya membawa indonesia kepada sederet rekor dan catatan kekayaan di dunia. Tanahnya yang subur dan iklim yang menunjang, memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tentang langkah langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang

BAB III METODE PENELITIAN. tentang langkah langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang 32 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metodologi riset adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Tema Dan Jenis Karya Alasan Pemilihan Tema Alasan Pemilihan Jenis Karya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Tema Dan Jenis Karya Alasan Pemilihan Tema Alasan Pemilihan Jenis Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Tema Dan Jenis Karya 1.1.1 Alasan Pemilihan Tema Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, penggunaan komputer grafis

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 108 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Judul penelitian ini adalah : Konstruksi Nilai Rancangan Pesan ESQ 165 Dalam Pembangunan Karakter Indonesia Emas (Analisis Framing Program Indonesia Emas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin atau seorang Leader tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat pada umumnya, hal ini disebabkan karena setiap manusia yang diciptakan didunia ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa adalah pemilik peran penting dalam menyampaikan berbagai informasi pada masyarakat. Media komunikasi massa yaitu cetak (koran, majalah, tabloid), elektronik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Elemen dasar seluruh isi media massa, entah itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, hasil analisis berupa artikel berupa artikel opinion adalah bahasa (verbal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Asia. Luasnya wilayah perairan di Indonesia membuat keberadaan ekosistem laut yang sangat beragam. Banyak hewan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, peranan Negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (Government) menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut www.greenomics.org KERTAS KEBIJAKAN Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut 21 Desember 2009 DAFTAR ISI Pengantar... 1 Kasus 1:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam berbagai aspek, paradigma membantu merumuskan apa yang harus dipelajari. Ia merupakan suatu kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu

Lebih terperinci

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO LATAR BELAKANG Sebaran Areal Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2014 Ekstensifikasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya. 93 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya. Juga digunakan sebagai sarana hiburan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Politik menurut Aristoteles yang dikutip dalam Arifin (2011: 1) adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Politik menurut Aristoteles yang dikutip dalam Arifin (2011: 1) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik menurut Aristoteles yang dikutip dalam Arifin (2011: 1) adalah sebuah hakikat keberadaan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini pun menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Surat kabar merupakan salah satu media massa yang digunakan oleh seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Surat kabar merupakan salah satu media massa yang digunakan oleh seorang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Surat kabar merupakan salah satu media massa yang digunakan oleh seorang penulis (wartawan) untuk menuangkan ide masing-masing dalam analisis data-data yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diasuh oleh lukman hakim ditabloid Posmo dalam membingkai dan

BAB III METODE PENELITIAN. diasuh oleh lukman hakim ditabloid Posmo dalam membingkai dan 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti, yaitu berbicara mengenai bagimana sebuah isi teks pesan dakwah konsultasi sufistik yang diasuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Disadur dari

BAB I PENDAHULUAN. 1 Disadur dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi digital membawa dampak pada industri perfilman secara luas. Film tidak hanya dibuat sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai bentuk komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri media di Indonesia yang kini berorientasi pada kepentingan modal telah menghasilkan suatu konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan, yaitu berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang, komunikasi sudah banyak cara penyaluran pesannya kepada masyarakat, salah satunya adalah film, disamping menggunakan media lain, seperti koran, televisi,

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik 1 Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik dalam diri seseorang, terutama wartawan. Seorang wartawan sebagai penulis yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi yang tidak lepas dari banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, penelitian ini berupa studi tekstual yakni data dari dokumen yang diperoleh berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masalah-masalah tertentu. Penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. masalah-masalah tertentu. Penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metodologi penelitian merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematik logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

yang sangat penting, selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan perkembangan internet, maka publik dapat mengakses ber

yang sangat penting, selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan perkembangan internet, maka publik dapat mengakses ber BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Fenomena yang dijadikan objek penelitian adalah isi editorial Hortikultura

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Fenomena yang dijadikan objek penelitian adalah isi editorial Hortikultura BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Fenomena yang dijadikan objek penelitian adalah isi editorial Hortikultura Tabloid Sinar Tani periode Januari 2013 sampai Desember 2013. Penentuan obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berupa keseimbangan tiga pilar keberlanjutan usaha, yaitu People (sosial), Planet

BAB 1 PENDAHULUAN. berupa keseimbangan tiga pilar keberlanjutan usaha, yaitu People (sosial), Planet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sinar Mas merupakan sebuah brand yang digunakan oleh berbagai perusahaan lintas bidang industri dengan nilai-nilai dan sejarah yang sama. Perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Secara harafiah, metodologi dibentuk dari kata metodos, yang berarti cara, teknik, atau prosedur, dan logos yang berarti ilmu. Jadi metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Komunikasi dibutuhkan untuk memperoleh atau member informasi dari atau kepada orang lain. Kebutuhan

Lebih terperinci

: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI

: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI Ditulis oleh : Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi Pada 08 November 2015 publikasi film SMART? dalam screening mononton pada rangkaian acara Kampung Seni 2015 pukul 20.30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah. Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah. Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Peranan komunikasi dibutuhkan untuk memperoleh atau memberi informasi dari atau kepada orang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Komunikasi bukan hanya sebuah

Lebih terperinci

09ILMU. Modul Perkuliahan IX. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Framing. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI.

09ILMU. Modul Perkuliahan IX. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Framing. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Modul Perkuliahan IX Metode Penelitian Kualitatif Metode Analisis Framing Fakultas 09ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations Judul Sub Bahasan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan karena peristiwa yang menarik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan karena peristiwa yang menarik 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe penelitian Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan karena peristiwa yang menarik

Lebih terperinci

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN BAB IV KESIMPULAN dan SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis secara menyeluruh pada level teks dan konteks di masing-masing Koran, peneliti kemudian memperbandingkan temuan-temuan tersebut khususnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita. Perkembangan jaman dan teknologi ini juga berimbas kepada proses berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai 9 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Memasuki era reformasi kebebasan pers seolah-olah seperti terlepas dari belenggu yang sebelumnya mengekang arti kebebasan itu sendiri. Dengan sendirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terjadi peningkatan pada komunikasi antarbudaya (Sihabudin, 2013 : 2-3).

BAB I PENDAHULUAN. dan terjadi peningkatan pada komunikasi antarbudaya (Sihabudin, 2013 : 2-3). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mobilitas masyarakat di seluruh dunia sedang mencapai puncaknya. Perjalanan dari satu negara ke negara lainnya, maupun perjalanan antar benua banyak dilakukan.

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu korupsi, suap, pencucian uang, dan semua bentuk penggelapan uang negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia. Para aparatur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah turut berperan sertanya seseorang atau masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan laporan di dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat

Lebih terperinci

Ekspansi produksi sawit lestari: Diskualifikasi!! Perusahaan sawit yang direkomendasikan penghentian operasionalnya oleh BPK RI

Ekspansi produksi sawit lestari: Diskualifikasi!! Perusahaan sawit yang direkomendasikan penghentian operasionalnya oleh BPK RI Ekspansi produksi sawit lestari: Diskualifikasi!! Perusahaan sawit yang direkomendasikan penghentian operasionalnya oleh BPK RI 22 Februari 2012 Konferensi ketiga ICOPE (International Conference on Oil

Lebih terperinci

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media Buku inspiratif yang mengulas peran perempuan untuk gerakan literasi media. Kaya akan pengalaman baru. Sayang, kurang jeli dalam

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metodologi riset adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tipe penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2014 lalu merupakan tahun yang cukup penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun tersebut bertepatan dengan dilaksanakan pemilihan umum yang biasanya

Lebih terperinci

Analisis Framing Pesan Mario Teguh di Acara Golden Ways Metro TV dengan Judul (Pacaran Yes or No) dalam Perspektif Dakwah

Analisis Framing Pesan Mario Teguh di Acara Golden Ways Metro TV dengan Judul (Pacaran Yes or No) dalam Perspektif Dakwah Prosiding Komunikasi Penyiaran Islam ISSN: 2460-6405 Analisis Framing Pesan Mario Teguh di Acara Golden Ways Metro TV dengan Judul (Pacaran Yes or No) dalam Perspektif Dakwah 1 Eneng Imas Masitoh, 2 M.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat (TGHK) 1 seluas 140,4 juta hektar terdiri atas kawasan hutan tetap seluas 113,8 juta hektar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Orisinalitas (State of the Art)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Orisinalitas (State of the Art) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkurangnya sabuk hijau (green belt) di Indonesia terutama didaerah Jakarta, disebabkan oleh gelombang air laut yang langsung mengenai daratan sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Media massa berfungsi sebagai alat penyalur pesan untuk disampaikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Media massa berfungsi sebagai alat penyalur pesan untuk disampaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media massa berfungsi sebagai alat penyalur pesan untuk disampaikan kepada khalayak, oleh sebab itu media massa mempunyai peran penting dalam mempersuasif masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembuatan film, pasti mengharapkan filmnya ditonton orang sebanyakbanyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembuatan film, pasti mengharapkan filmnya ditonton orang sebanyakbanyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembuatan film, pasti mengharapkan filmnya ditonton orang sebanyakbanyaknya. Ironisnya banyak produser yang sering mengabaikan bidang promosi. Promosi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi Eko Hartanto

Sosiologi Komunikasi Eko Hartanto Sosiologi Komunikasi Eko Hartanto Masyarakat memiliki struktur dan lapisan (layer) yang bermacam-macam, ragam struktur dan lapisan masyarakat tergantung pada kompleksitas masyarakat itu sendiri. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanpa kita sadari, masyarakat selalu diposisikan sebagai konsumen potensial untuk meraup keuntungan bisnis. Perkembangan kapitalisme global membuat bahkan memaksa masyarakat

Lebih terperinci