BAB I PENDAHULUAN. nasional relatif masih tinggi. Kontribusi energi fosil terhadap kebutuhan energi
|
|
- Yulia Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebutuhan terhadap energi fosil dalam memenuhi kebutuhan energi nasional relatif masih tinggi. Kontribusi energi fosil terhadap kebutuhan energi nasional mencapai 94,3% yaitu mencapai juta SBM (setara barel minyak), dan sisanya 5,7% diperoleh dari energi baru terbarukan (EBT). Dengan demikian, minyak bumi berkontribusi sebesar 49,7%, kontribusi gas bumi sebesar 20,1%, dan kontribusi batubara sebesar 24,5%. Sebagian besar minyak bumi harus diimpor agar kebutuhan penduduk dapat terpenuhi. Impor minyak bumi bisa dalam bentuk minyak mentah ataupun dalam bentuk produk minyak. Besaran simpanan energi fosil, khususnya minyak bumi, semakin menurun karena usaha untuk memperoleh cadangan baru tidak dapat mengimbangi percepatan penurunan cadangan akibat dilakukannya pengeboran yang berlebihan. Kondisi ini dapat menyebabkan Indonesia rawan terhadap guncangan ketersediaan dan harga energi yang terjadi di pasar energi internasional (Dewan Energi Nasional, 2014). Berdasarkan paparan mengenai sebagian minyak bumi yang semestinya digunakan untuk pemakaian dalam negeri harus diimpor. Hal ini sangat tidak mendukung ketahanan energi nasional. Konteks permasalahan tersebut merupakan salah satu natural resourse curse. Menurut NRGI (2015), bahwa natural resourse curse (kutukan sumber daya alam) mengacu pada kegagalan banyak negara-negara yang kaya baik
2 2 natural resource maupun Non-renewable resources untuk memanfaatkan sepenuhnya dari kekayaan sumber daya alam. Negara berkembang secara umum mengekploitasi sumber daya alam secara intensif dengan tidak melibatkan penciptaan nilai tambah yang besar karena hanya terbatas pada mengekspor sumber daya alam. Kegiatan eksploitasi tersebut mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi. Di Indonesia telah mengalami Natural Resource Curse karena meskipun Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah baik sumber daya fosil maupun energi terbarukan namun kesejangan dan kemiskinan masih terjadi di berbagai daerah pelosok di Indonesia (Agustina dan Budiono, 2010). Kegiatan pengeboran yang berlebihan terhadap sumber daya alam selama ini menyebabkan krisis energi pada sumber daya fosil. Hal tersebut berbahaya terhadap keberlanjutan pembangunan dan tidak terpenuhinya kebutuhan energi nasional yang memiliki pertumbuhan penduduk yang bertambah banyak setiap tahunnya. Perlunya langkah tepat untuk mengatasi keperluan energi nasional sekaligus untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat secara lebih merata. Menurut PT. Pertamina Geothermal Energi, (2009), bahwa permasalahan Indonesia yang bergantung terhadap energi fosil perlu diakhiri dengan memanfaatkan potensi energi alternatif yang ada di seluruh wilayah Indonesia seperti tenaga air, angin, panas bumi, dan biomass. Potensi energi alternatif di Indonesia yang sangat menjanjikan dan berlimpah yaitu panas bumi. Negara Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia yaitu mencapai 40%. Disamping itu, penggunaan panas bumi sangat efisien dan ekonomis serta ramah lingkungan dibandingkan dengan energi fosil.
3 3 Potensi EBT di Indonesia besar namun pemanfaatannya masih kecil. Hal tersebut disebabkan oleh biaya investasi awal dan biaya operasional yang tinggi, sehingga harga energinya menjadi mahal dan tidak dapat bersaing dengan harga energi konvensional yang masih disubsidi. Potensi energi panas bumi (geothermal) sebagai pembangkit listrik di Indonesia diperkirakan sebesar 29 Gigawatt, nilai tersebut setara dengan total pasokan listrik nasional saat ini. Menurut Badan Geologi (2010), ditemukan bahwa saat ini Indonesia baru mulai mengembangkan energi panas bumi untuk pembangkit listrik sebesar Mw (4,3%). Direktorat Panas Bumi menyebutkan bahwa potensi panas bumi Indonesia ialah sebesar MW dengan cadangan sebesar MW sementara pemanfaatan panas bumi tidak langsung untuk ketenagalistrikan baru mencapai 1.643,5 MW atau sekitar 5,7 %. Energi panas bumi adalah energi setempat dan memiliki sifat khusus yang berbeda-beda untuk setiap lokasi. PP No. 79 Tahun 2014 menargetkan pangsa energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun Energi panas bumi ditargetkan untuk memberi kontribusi sebesar 5,4% untuk pemakaian energi secara nasional. Program percepatan pembangkit listrik MW Tahap II dengan kontribusi panas bumi sebesar MW (Permen ESDM No. 40/2014) yaitu (1) Mempercepat diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke bahan bakar non minyak dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik melalui percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan, batubara, dan gas; (2) Mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi untuk mendukung pembangunan nasional.
4 4 Energi panas bumi memiliki manfaat untuk dijadikan energi alternatif yang dapat menggantikan energi fosil yang tidak terbarukan. Energi panas bumi dapat dimanfaatkan pengembangannya karena memiliki nilai strategis didalam penghematan pemakaian energi fosil, dan ini akan berdampak terhadap penghematan devisa negara dalam hal membiayai impor energi, ialah bahan bakar minyak, hal ini juga mempunyai suatu tujuan untuk mengurangi dampak lingkungan akibat dilakukannya eksploitasi energi fosil. Pemerintah diharuskan mendorong pemanfaatan energi panas bumi dengan berbagai bentuk usaha, baik dalam penyempurnaan kebijakan tata kelola di sisi hulu maupun pemanfaatan energi panas bumi di sisi hilir (Ilyas, 2013). Namun demikian, dalam mengimplementasikan pengusahaan panas bumi membutuhkan investasi yang besar. Menurut Direktorat Panas Bumi bahwa dibutuhkan Investasi sebesar USD 30 Milyar untuk pengembangan MW pembangkitan tenaga listrik panas bumi pada program FTP II MW. Maka, dalam mencapai target tersebut, dibutuhkan dukungan internasional dalam konteks pembiayaan, teknologi, sumber daya manusia dan bantuan teknis. Kepemilikan saham asing dalam bisnis panas bumi diperbolehkan hingga 95% pada tahap eksplorasi. Ketersediaan energi nasional harus didukung secara optimal dengan mengembangkan potensi energi panas bumi sebagai penghasil listrik karena listrik adalah salah satu faktor yang dapat mengembangkan pembangunan. Listrik juga mampu mensejahterakan masyarakat karena listrik adalah sebagai salah satu hasil dari sumber kekayaan alam. Oleh karena itu, pembangunan ketenagalistrikan harus di tempatkan pada skala prioritas terpenting.
5 5 Tabel 1.1 Rasio Elektrifikasi di Indonesia No Provinsi Rasio Elektifikasi Provinsi Aceh 89,72% 96,94% 2 Provinsi Sumatera Utara 87,62% 97,86% 3 Provinsi Sumatera Barat 80,22% 87,69% 4 Provinsi Riau 77,56% 92,38% 5 Provinsi Kepulauan Riau 69,66% 77,02% 6 Provinsi Bengkulu 77,53% 94,35% 7 Provinsi Jambi 75,14% 91,65% 8 Provinsi Sumatera Selatan 70,90% 86,36% 9 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 97,13% 99,00% 10 Provinsi Lampung 77,55% 90,11% 11 Provinsi Banten 86,27% 99,00% 12 Provinsi DKI Jakarta 98,00% 98,08% 13 Provinsi Jawa Barat 80,15% 99,87% 14 Provinsi Jawa Tengah 86,13% 94,83% 15 Provinsi D.I. Yogyakarta 80,57% 89,80% 16 Provinsi Jawa Timur 79,26% 90,85% 17 Provinsi Bali 78,08% 94,84% 18 Provinsi Kalimantan Barat 95,55% 88,10% 19 Provinsi Kalimatan Tengah 66,21% 76,23% 20 Provinsi Kalimantan Selatan 81,61% 90,70% 21 Provinsi Kalimantan Timur dan Utara 80,45% 86,44% 22 Provinsi Sulawesi Utara 81,82% 92,72% 23 Provinsi Gorontalo 67,81% 89,28%
6 6 24 Provinsi Sulawesi Tengah 71,02% 83,77% 25 Provinsi Sulawesi Barat 67,60% 85,07% 26 Provinsi Sulawesi Selatan 81,14% 95,24% 27 Provinsi Sulawesi Tenggara 62,51% 77,51% 28 Provinsi Nusa Tenggara Barat 64,43% 80,39% 29 Provinsi Nusa Tenggara Timur 54,77% 58,99% 30 Provinsi Maluku 78,36% 87,66% 31 Provinsi Maluku Utara 87,67% 99,53% 32 Provinsi Papua 36,41% 48,91% 33 Provinsi Papua Barat 75,53% 90,15% Rasio Elektrifikasi Indonesia 84,35% 93,08% Sumber: Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (2017) Ketersediaan tenaga listrik yang dipergunakan harus secara luas dan merata untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sampai saat ini Indonesia dalam pemenuhan energi listrik belum merata. Hal tersebut terlihat dari tabel 1.1 menjelaskan bahwa tahun 2014 terdapat delapan provinsi yang memiliki rasio elektrifikasi di bawah 70%. Terjadi peningkatan tahun 2017 yaitu hanya dua provinsi yang memiliki rasio elektrifikasi dibawah 70%. Data menunjukkan daerah yang masih rendah rasio elektrifikasinya terutama di wilayah Indonesia bagian timur. Pilihan penyediaan akses listrik adalah melalui jaringan PLN dan dengan membangun pembangkit listrik dari tenaga panas bumi, angin atau surya, dengan memperhitungkan keekonomiannya disamping pertimbangan kenyamanan penggunaan dan keberlanjutannya. Rasio elektrifikasi propinsi di Jawa berkisar antara 88 % sampai 99%, sedangkan di Indonesia bagian timur berkisar antara 58 % sampai 79 %. Sebagian besar sumber energi yang di konsumsi di Jawa berasal dari Kalimantan dan Sumatera. Salah satu penyebab disparitas ini adalah
7 7 kebijakan fiskal dan harga energi yang seragam secara nasional, sehingga pulau jawa memiliki daya tarik bagi investor. Sebaiknya industri yang padat energi harus dikembangkan disekitar sumbernya seperti Kalimantan Timur, Sumatera dan Papua. Secara rata-rata Indonesia rasio elektrifikasi mengalami peningkatan dari 84,35% tahun 2014 dan meningkat menjadi 88,30% tahun Berbeda dengan negara lain, saat ini Indonesia berkebutuhan listrik nasional sekitar 88,30% lebih rendah dari Singapore (100,0%), Brunei (99,7%), Thailand (99,3%), Malaysia (99,0%), dan Vietnam (98,0%). Nilai rasio elektrifikasi sebesar 88,30% menunjukkan bahwa 11,70% dan sekitar 28 juta penduduk Indonesia belum dapat menikmati energi listrik. Upaya PLN dalam memenuhi ketersediaan tenaga listrik bagi masyarakat terlihat dari peningkatan rasio elektrifikasi yang meningkat dalam 5 tahun terakhir. Untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik dan target rasio elektrifikasi, diperlukan tambahan kapasitas terpasang sekitar MW (di luar MW yang dalam konstruksi) pada tahun Hal demikian, sangat membutuhkan sumber daya energi yang besar dalam memenuhi target tersebut. Makin menipisnya sumber daya energi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemenuhan ketenagalistrikan. Minyak bumi, gas bumi, dan batu bara merupakan sumber energi yang dapat dimanfaatkan dalam memproduksi listrik. Namun semakin tingginya pertumbuhan penduduk Indonesia maka kebutuhan energi listrik juga meningkat. Pemenuhan energi listrik yang meningkat berdampak terhadap semakin berkurangnya cadangan minyak bumi, gas bumi, dan batu bara. Keterbatasan ini mendorong pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk melakukan diversifikasi dengan memanfaatkan
8 8 potensi ketersediaan energi lokal yaitu sumber energi terbarukan seperti panas bumi, tenaga air, tenaga surya, dan lain-lain maupun jenis energi baru lainnya seperti hidrogen, gas metana batubara, batu bara tercairkan, dan batubara tergaskan. Target porsi energi baru dan energi terbarukan menjadi paling sedikit sebesar 23% pada tahun 2025 diharapkan dapat memenuhi target. Oleh sebab itu, implementasi pembangkit tenaga listrik lainnya yang menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) harus di dorong pemanfaatannya di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik juga dalam rangka menurunkan tingkat emisi CO2 dengan memberikan skema investasi yang menarik dan harga jual tenaga listrik yang lebih kompetitif (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2015). Energi fosil masih mendominasi penyediaan energi dalam negeri padahal energi fosil ini masih disubsidi, di lain pihak energi baru terbarukan yang rendah karbon belum sepenuhnya termanfaatkan. Potensi penghematan energi di setiap sektor relatif besar sehingga pemanfaatannya akan menciptakan lapangan kerja, serta dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Presiden RI pada forum G-20 di Pittsburgh, USA Tahun 2009 serta pada acara COP (Conference Of the Parties) 15 di Copenhagen menyampaikan bahwa saat ini Indonesia berupaya untuk dapat mencapai emisi sebesar 26% dan jika bisa dapat mencapai 41% dengan bantuan dari negara-negara maju hingga tahun Pemerintah juga telah menyusun sebuah Rencana Aksi Nasional Efek Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) sesuai dengan Perpres No. 61 Tahun 2011, bahwa pemerintah menargetkan penurunan emisi hingga mencapai 26% = 0,038 giga ton CO2e dalam bidang energi serta transportasi. Komitmen penurunan emisi gas rumah kaca nasional dari sektor energi sebesar 30 juta ton pada tahun 2020 (Perpres 61/2011).
9 9 Proyeksi pengembangan energi baru terbarukan disajikan dalam tabel 1.2. Untuk mencapai kedaulatan, kemandirian dan ketahanan energi, penggunaan energi yang bermanfaat adalah kunci utama dalam penerapan mandatori penyediaan energi baru terbarukan. Masa depan Indonesia akan ditentukan oleh tercapainya ketahanan dan kemandirian energi. Tabel 1.2 Kontribusi Energi Baru Terbarukan Dalam Pembangkit Listrik Sumber: Kementerian ESDM RI, 2015 Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa peran EBT sangat penting untuk mendukung tercapainya ketahanan energi, dan kemandirian energi. Potensi dan peranan energi konvensional (minyak dan gas bumi serta batubara) Indonesia di masa yang akan datang menurun sehingga ketergantungan terhadap jenis energi ini yang harganya akan semakin mahal harus dihindari. Indonesia cenderung untuk menjadi Negara Net-Energy Importer pada tahun 2019 bila penggunaan energi masih seperti sekarang ini apabila tidak diimbangi dengan suplai energi yang memadai (Kementerian ESDM, 2017). Potensi energi baru terbarukan di Indonesia yang besar jika dimanfaatkan dengan baik dapat berkontribusi dalam membantu dalam menyediakan sumber daya energi listrik.
10 10 Menurut Direktorat Panas Bumi bahwa potensi panas bumi sumber daya sebesar MW dan cadangan sebesar MW yang tersebar hampir di seluruh Indonesia (331 titik potensi). Pemerintah telah menggulirkan program FTP (Fast Track Program) Tahap 2 dengan porsi PLTP sebesar MW pada 51 proyek PLTP. Kebijakan Energi Nasional telah mentargetkan sebesar 7.241,5 MW pada tahun 2025 dari Pembangkit Listrik Panas Bumi. Harga Minyak bumi akan terus mengalami peningkatan seiring dengan berkurangnya cadangan minyak bumi. Meningkatnya pemahaman masyarakat dunia akan pentingnya penggunaan energi yang bersih dan ramah lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 menyebutkan bahwa mulai tahun 2014 semua pengangkutan mineral dan bahan baku di luar wilayah pertambangan tidak lagi diperbolehkan, materi yang akan diangkut harus diproses di daerah pertambangan. Seiring diberlakukannya UU tersebut, maka dapat disimpulkan bawa kebutuhan listrik akan semakin meningkat, dan peluang pasar akan semakin besar. Dengan demikian, pengembangan panas bumi memiliki potensi sekaligus peluang investasi yang menarik untuk kedepan, tentu dengan dukungan regulasi. Secara lebih jelas, berikut potensi panas bumi di Indonesia dan pemanfaatan panas bumi di beberapa Negara yang tersaji dalam Tabel 1.3 berikut.
11 11 Tabel 1.3 Potensi panas bumi di Indonesia dan pemanfaatan panas bumi Sumber: Kementerian ESDM Republik Indonesia Menurut Kementerian ESDM Republik Indonesia, bahwa dunia baru memanfaatkan 9,67% (11,5 gw) dari potensi panas bumi yang ada (119,3 gw). Potensi panas bumi di Indonesia menempati urutan kedua yaitu 24,77 %. Sedangkan dari sudut pemanfaatan panas bumi, Indonesia masih di peringkat ketiga (12,95%). Filipina adalah negara yang paling banyak memanfaatkan panas bumi (46,75 %) dan area cagar alamnya dijadikan untuk penempatan PLTP, sedangkan Jepang memanfaatkan panas buminya lebih banyak secara langsung. Dengan demikian, potensi ketersediaan energi lokal dalam mendukung penyediaan energi listrik sangat perlu direalisasikan. Banyak manfaat yang dicapai dari penggunaan potensi energi lokal bagi daerah pedesaan dan terpencil. Beberapa alasan besarnya manfaat potensi energi lokal bagi masyarakat yang tidak terjangkau oleh jaringan distribusi PLN yaitu, (1) Masing masing daerah mempunyai potensi energi baru terbarukan dapat dikembangkan karena asal dari
12 12 energi baru terbarukan bisa diperoleh dimanapun; (2) Penggunaan bahan bakar fosil saat ini yang relatif lebih membebani keuangan negara dan lingkungan harus ditekan; dan (3) Fungsi pemberdayaan masyarakat dengan memperkenalkan dan mengimplementasikan kegiatan-kegiatan ataupun usaha guna menambah penghasilan terkait dengan pembangkit listrik, contohnya ialah koperasi pengadaan biomassa atau kerjasama dengan PLN untuk penyediaan listrik. Potensi pemanfaatan energi baru terbarukan yaitu dengan EBT-Non Hayati. Secara khusus Kementerian Energi Sumber Daya Mineral menganggarkan Rp 3,17 triliun untuk memenuhi kebutuhan listrik di pedesaan pada tahun 2015 dan untuk mengaliri listrik ke saluran listrik di rumah tangga. Dalam APBN Perubahan 2015 tercatat 33 provinsi yang akan dijadikan sasaran program listrik pedesaan (Kementerian Energi Dan Sumber Daya Energi, 2016). Menurut Prihandana dan Hendroko (2008), bahwa penanggulangan yang dapat mengembalikan kedaulatan energi Indonesia adalah dengan cara diversifikasi sumber daya energi Indonesia. Namun kebijakan pemerintah pada praktiknya kurang efektif dalam mewujudkan hal tersebut, terlihat dari perbandingan kapasitas terpasang dengan sumber energi terbarukan yang dimiliki Indonesia. Di samping itu, Pemerintah yang menetapkan sasarannya dalam kebijakan energi nasional, tidaklah mengikat secara hukum namun hanyalah suatu rencana ideal. Sedangkan menurut Mankiw dan Weinzierl (2011), bahwa kebijakan dievaluasi oleh bagaimana implementasi kebijakan yang dapat mensejahterakan masyarakat. Dengan demikian, pemanfaatan energi lokal mutlak perlu dilaksanakan dengan melakukan diversifikasi EBT sesuai potensi masing-masing wilayah.
13 13 Salah satu kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung kesejahteraan rakyat dari sisi terpenuhinya sumber energi listrik adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Indonesia dengan penduduk yang demikian besar merupakan pangsa pasar yang potensial. Namun demikian, pertumbuhan penduduk yang pesat dapat menjadikan beban dalam mengupayakan pemenuhan ketersediaan energi kecuali kalau pemanfaatan potensi energi lokal dapat digunakan untuk memenuhinya. Potensi iklim tropis di Indonesia merupakan keunggulan komparatif terhadap Negara lain dengan memiliki sumber energi panas bumi yang sangat produktif yang perlu dimanfaatkan dengan baik demi kesejahteraan masyarakat. Menurut data PT. Pertamina Geothermal Energi (2015), panas bumi yang dimiliki Indonesia hingga 28,9 ribu MW listrik sama dengan 40% dari semua potensi panas bumi yang ada di dunia. Tapi potensi yang telah dimanfaatkan masih kurang dari 5 persen. Jadi jumlah dan produksi energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia tidak sesuai dengan potensi geothermal yang dimiliki Indonesia. Potensi besar yang dimiliki Indonesia belum dimanfaatkan sepenuhnya, karena sampai saat ini Indonesia masih tetap berada pada ketergantungan terhadap energi yang berasal dari fosil. Isu global terhadap pengurangan pencemaran udara yang disebabkan tingginya efek rumah kaca juga telah mendorong pengembangan sumber daya panas bumi di Indonesia. Tindak pelaksanaan kebijakan diversifikasi dengan sumber energi nasional dengan mengurangi ketergantungan terhadap minyak dan gas bumi di dalam negeri. Pemerintah telah mendorong dengan berbagai bentuk kebijakan untuk mendukung implementasi PLTP melalui UU No. 21 Tahun 2014
14 14 tentang Panas Bumi menggantikan tentang Panas Bumi. Regulasi ini merupakan terobosan pemerintah dalam mengembangkan panas bumi sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang dapat memperkokoh program listrik MW dan ketahanan energi nasional. Berdasarkan beberapa kebijakan pemerintah mengenai pemanfaatan energi terbarukan khususnya energi geothermal, tahun telah terdapat peningkatan pemanfaatan produksi energi panas bumi yang terlihat dari data kapasitas terpasang tenaga listrik PLTP di Indonesia. Namun peningkatan tersebut masih belum signifikan. Tabel 1.4 Sumber: Kementerian ESDM, 2017 Data yang disajikan pada tabel 1.4 menunjukkan bahwa pemanfaatan potensi panas bumi telah ada peningkatan namun belum optimal. Potensi panas bumi yang dapat dimanfaatkan secara optimal dapat memenuhi kebutuhan energi listrik masyarakat. Berdasarkan kajian empiris yang dilakukan oleh Fandari et.al (2014), menjelaskan bahwa potensi panas bumi di Indonesia jika dimanfaatkan
15 15 secara optimal dapat menjadi solusi peningkatan rasio elektrifikasi karena potensinya yang begitu besar. Melalui penggunaan manfaat energi panas bumi dalam menyuplai kebutuhan energi listrik terlihat dari pertumbuhan kapasitas terpasang tenaga listrik tahun yang mengalami peningkatan. Berdasarkan data pada gambar 1.1 menunjukkan bahwa PLTP menempati peringkat keenam dari keseluruhan pembangkit listrik di Indonesia, berikut Gambar kapasitas pembangkit tenaga listrik nasional. Gambar 1.1 Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, 2015 Berdasarkan Gambar 1.1 menjelaskan bahwa pemanfaatan energi Geothermal telah mendukung berdirinya power plant energi panas bumi di beberapa wilayah Indonesia khususnya di pegunungan vulkanik. Potensi kedepan, bahwa panas bumi semakin besar sehingga mejadi peluang untuk mengembangkannya. Berikut kapasitas pembangkit listrik nasional dan kapasitas pembangkit Energi baru terbarukan tertuang dalam gambar 1.2
16 16 Gambar 1.2 Kapasitas Pembangkit Listrik Nasional dan Kapasitas Pembangkit EBT Sumber: Kementerian ESDM, 2017 Pada gambar 1.2 ini dapat dilihat arah dan kebijakan untuk meningkatkan peranan dan pemanfaatan energi baru terbarukan dalam penyediaan listrik nasional. Pembangunan PLTP di Indonesia terdiri dari 6 PLTP yang tersebar di 6 wilayah di Indonesia. Salah satunya adalah PLTP Gunung Salak. PLTP yang berlokasi di Jawa Barat ini telah dioperasionalkan sejak 1994 yaitu PLTP Gunung Salak. PLTP ini berada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat. PLTP ini dapat menghasilkan energi listrik sebesar 377 MW untuk menyuplai kebutuhan listrik masyarakat di Jawa Barat. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM bahwa PLTP Gunung Salak memproduksi panas bumi terbesar dari PLTP lainnya yang menunjukkan realisasi pada tahun 2017 sebesar Hal ini menyatakan bahwa potensi panas bumi di Gunung Salak cukup besar kontribusinya untuk menghasilkan uap panas bumi nasional. Berikut gambaran
17 17 produksi panas bumi Gunung salak dibandingkan dengan PLTP lain yang tergambar dalam tabel berikut. Tabel 1.5 Produksi Uap Panas Bumi Pada PLTP di Indonesia Pemanfaatan potensi panas bumi tersebut telah mendukung energi listrik nasional. Meskipun dalam implementasinya banyak menuai permasalahan dan kendala. Terkait permasalahan PLTP yaitu pihak PLN dan Pertamina tentang perselisihan PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) mengenai harga jual uap PLTP Kamojang terjadi karena permasalahan perbedaan persepsi. PLN menyetujui pembelian listrik dari pembangkit baru Kamojang 5 yang dikelola oleh Pertamina sebesar USD 9.4 sen per Kwh untuk jangka waktu 25 tahun ke
18 18 depan. Kesepakatan ini merupakan tindakan nyata dukungan PLN untuk penggunaan EBT sebagai tenaga listrik. Hal ini juga merupakan komitmen Pemerintah pada COP 21 untuk mengurangi emisi hingga 29 persen. Sebelumnya, PLN dan Pertamina telah melakukan kerjasama pemanfaatan panas bumi di Kamojang I, II, dan III lebih dari 30 tahun. Namun memasuki tahun 2015, Pertamina yang menyediakan uap memberikan penawaran harga yang cukup signifikan dalam kurun waktu lima tahun. Hal tersebut yang kemudian menjadi pertimbangan PLN untuk menunda perpanjangan pembelian uap dari Kamojang I, II, dan III ( Implementasi PLTP juga banyak menuai konflik, permasalahan dan kendala yang bisa menghambat pengembangan PLTP. Dapat dilihat dari temuan penelitian dari beberapa peneliti. Penelitian Setiawan (2012), menjelaskan bahwa beberapa kendala penting sudah dapat teratasi dengan mengeluarkan kebijakankebijakan yang cukup signifikan. Penelitiannya mendapatkan tiga hal yang menjadi penghambat yaitu tarif pembelian listrik, peraturan fiskal yang terkendala oleh adanya keterbatasan pendapatan negara atau fiskal, serta potensi kesenjangan dimulainya tanggal untuk pertanggungan pajak. Alfa dan Firdaus (2012), juga mendukung temuan Setiawan ini, bahwa besarnya dana untuk investasi yang diperlukan dalam mengembangkan energi panas bumi di Indonesia menjadi salah satu diantara penyebab lambatnya perkembangan diversifikasi energi tersebut. Diversifikasi energi berarti energi panas bumi harus bisa menyaingi keberadaan energi lain, dengan kondisi harga listrik yang relatif masih kurang kompetitif dibandingkan dengan investasi yang diberikan membuat perkembangannya jauh dari yang diharapkan. Kajian empiris yang dilakukan oleh Canggih (2011) sedikit
19 19 berbeda bahwa terjadi tarik menarik atas resentralisasi kewenangan oleh pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, menjadi persoalan dalam penyelenggaraan otonomi daerah di bidang penyediaan tenaga listrik. Lalu berdasarkan penelitian Darma (2013) menyatakan bahwa mengacu kepada potensi panas bumi yang begitu besar di Indonesia, seharusnya peran panas bumi dalam energy mix Indonesia dengan jumlah keseluruhan kebutuhan pembangkitan saat ini berada diantara 40 GW, dapat dipenuhi dengan porsi yang besar, namun tidak demikian. Hal tersebut disebabkan begitu besar kendala yang dihadapi dalam pengembangan panas bumi di Indonesia yang mengakibatkan peran panas bumi hanya bisa memenuhi ± 4% dari total kebutuhan energi dalam negeri. Penelitian Mezher (2013), bahwa investor masih terkendala biaya dalam investasi energi terbarukan karena teknologi yang digunakan cukup besar. Dengan demikian, pemerintah perlu melakukan kebijakan untuk memberikan insentif bagi perusahaan. Masih belum optimalnya penggunaan potensi panas bumi dan kendala yang dihadapi dalam implementasinya serta permasalahan yang dialami oleh PLN dan Pertamina terkait PLTP menarik peneliti untuk menindaklanjuti dalam penelitian yang lebih komprehensif dan mendalam. Penelitian mengenai energi terbarukan dan dampaknya juga telah dilakukan oleh Benoudjit (2012), bahwa penggunaan energi terbarukan dengan teknologi yang tepat dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi aspek lingkungan dan meningkatkan aspek ekonomi dari kedua pembangkit listrik hybrid dan konvensional. Penelitian Adas (2011), bahwa EBT memberikan dampak sosial yang positif terhadap masyarakat. Melalui kebijakan yang melibatkan masyakat
20 20 pedesaan dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat di daerah tersebut. Energi terbarukan memberikan dampak ekonomi yaitu penciptaan lapangan pekerjaan. Penelitian Leuang (2005), bahwa peningkatan konsumsi listrik per kapita secara langsung bisa menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan secara tidak langsung mampu meningkatkan pembangunan sosial. Listrik sebagai pemeran utama dalam pengembangan ekonomi dan sosial. Febriansyah et al (2013), bahwa pemanfaatan EBT dengan teknologi yang tepat dapat meningkatkan aspek ekonomi. Kajian empiris mengenai pemanfaatan energi panas bumi telah dilakukan oleh Agung (2013), bahwa pemanfaatan panas bumi sangat efisien dan ekonomis serta tidak merusak alam lingkungan jika dibandingkan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh penggunaan energi fosil. Penelitian yang mengkaji dukungan pemerintah dalam implementasi panas bumi dalam mendukung energi nasional telah dilakukan oleh Ilyas (2012), bahwa pengelolaan Energi Nasional sebagai penjabaran dari Peraturan Presiden No 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, diharapkan energi panas bumi memberikan sumbangan hasil sekitar 16 GW di Energi panas merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan, oleh karena itu energi panas bumi dapat digunakan sebagai alternative pengganti sumber energi fosil. Penelitian Fandari et al (2014), bahwa jika potensi panas bumi di Indonesia yang sangat besar dapat dimanfaatkan secara maksimal maka menjadi sebuah jalan keluar untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Meskipun biaya produksi panas bumi cukup besar akan tetapi emisi yang dihasilkan dari PLTP lebih rendah daripada emisi yang dihasilkan dari
21 21 pembangkit listrik batu bara. Harga untuk membeli energi panas bumi menjadi lebih kompetitif jika dibandingkan dengan harga energi konvensional lainnya. Mencermati latar belakang yang didukung oleh kajian empiris beberapa analisa permasalahan energi di Indonesia adalah (1) sumber daya energi yang masih dijadikan sebagai barang dagangan utama untuk diekspor dan penerimaan negara, hal tersebut dapat berakibat pada gangguan ketahanan energi nasional, hal tersebut merupakan salah satu fenomena natural resource curse, (2) penggunaan energi belum efisien, akibatnya konsumsi energi lebih banyak digunakan untuk aktifitas yang tidak mendukung faktor produksi, (3) masyarakat lebih boros dalam memakai energi hal ini disebabkan oleh harga energi nasional belum menunjukkan nilai keekonomiannya, (4) energi fosil yang masih mendominasi konsumsi energi nasional sehingga emisi yang dihasilkan oleh energi fosil juga tinggi, oleh sebab itu di masa yang akan datang pemanfaatan energi yang bersih dan hijau harus dilaksanakan sepenuhnya agar kualitas lingkungan hidup meningkat, (5) rasio elektrifikasi pada sebagian wilayah Indonesia terutama pada daerah terpencil masih rendah, dan (6) pemanfaatan panas bumi dalam mendukung ketersediaan energi nasional relatif belum optimal sehingga perlu adanya dukungan kebijakan dan solusi atas kendala yang ada pada panas bumi, (7) implementasi PLTP juga banyak menuai konflik, permasalahan dan kendala yang dapat menjadi kendala dalam pengembangan PLTP, (8) penggunaan energi terbarukan dengan pemanfaatan yang tepat semestinya berdampak positif bagi masyakarat dan pemerintah. Kajian empiris yang telah dipaparkan dalam penelitian ini belum ada yang menganalisis secara komprehensif yang memadukan semua unsur secara bersama
22 22 yaitu kebijakan pengelolaan energi terbarukan sebagai salah satu kebijakan untuk mengatasi krisis energi fosil di Indonesia serta menganalisis adanya natural resource curse, kebijakan yang dibutuhkan dalam mengatasi kendala dalam pengembangan PLTP akibat adanya konflik dalam implementasinya dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini akan mengangkat penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Dalam Mendukung Ketersediaan Energi Listrik. 5.1 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimanakah implementasi kebijakan Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) terhadap PLTP Gunung Salak dalam penyediaan energi kelistrikan dan pengaruh aspek sosial ekonomi terhadap masyarakat?. 5.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Menganalisis implementasi kebijakan pemerintah dalam Pengusahaan Panas Bumi dan menganalisis faktor yang mempengaruhi implementasi tersebut pada PLTP Gunung Salak didalam mendukung ketersediaan energi listrik serta dampaknya terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat.
23 Batasan Masalah Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Lokasi dan Objek penelitian hanya pada PLTP Gunung Salak. 2. Para stakeholders yang dijadikan sebagai key informan dalam penelitian ini terbatas kepada beberapa stakeholder dari pemerintah dan pihak pengelola PLTP, PLN, dan tokoh masyarakat. 3. Cakupan penelitian ini hanya terbatas kepada implementasi kebijakan pengusahaan panas bumi oleh pemerintah dan kebijakan oleh pengelola PLTP Gunung Salak dan faktor yang mempengaruhi PLTP Gunung Salak dalam penyediaan listrik bagi masyarakat dalam kesesuaian harga listrik PLTP dari pengusaha kepada PLN, serta pengaruh yang terjadi dalam implementasinya Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan kontribusi atau sumbangan pemikiran pada ilmu kebijakan publik tentang kebijakan energi oleh pemerintah khususnya PLTP dan berhasil atau tidaknya implementasi kebijakan tersebut terhadap pengusahaan panas bumi serta faktor yang mempengaruhinya. Di samping itu, hasil penelitian lebih memperkaya teori dengan mengkaitkan kebijakan energi dan natural resource curse.
24 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada berbagai pihak sebagai berikut. 1. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bentuk sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan perencanaan pembangunan terutama dalam bidang infrastruktur pemenuhan listrik bagi masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk berpikir bagi pemerintah pusat agar lebih memperhatikan kebutuhan energi listrik nasional yang berasal dari energi terbarukan. Natural resource curse yang telah dialami di Indonesia merupakan tugas pemerintah untuk memperbaiki kebijakan dalam hal pengelolaan energi demi kepentingan masyarakat Indonesia. 2. Bagi perusahaan pengusaha panas bumi melalui PLTP Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi perusahaan pengusaha panas bumi melalui PLTP mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan PLTP dalam penyediaan listrik bagi masyarakat dan kebijakan yang tepat dalam pengusahaannya sehingga dapat berhasil dalam penyediaan listrik. 3. Bagi para stakeholders Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi semua lapisan stakeholders dalam memahami kebijakan pengusaha panas bumi melalui PLTP dan dukungan bagi semua stakeholders sangat dibutuhkan dalam implementasi kebijakan energi khususnya PLTP.
25 Kebaruan Penelitian Penelitian ini memiliki nilai orisinalitas serta kebaruan penelitian yaitu (1) ditemukannya konflik yang terjadi disebabkan adanya kebijakan pada Kementrian Kehutanan terhadap lahan yang dieksplorasi dengan kebijakan Kementrian Energi Sumber Daya Mineral tentang Pengusahaan panas bumi dengan pengembangan PLTP yang menghasilkan energi listrik. (2) penelitian ini membuktikan dan memperjelas fakta terkait kontribusi PLTP baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat, dan (3) penelitian ini akan membuktikan kebenaran fakta terkait persepsi yang beredar di masyarakat bahwa seringnya listrik mati karena kekurangan pasokan dan adanya persepsi masyarakat bahwa listrik dari PLTP tidak mengutamakan kebutuhan listrik masyarakat sekitar PLTP. Adanya persepsi yang keliru di masyarakat perlu diperjelas melalui fakta yang akurat sehingga dapat disosialisasikan sehingga penolakan PLTP di beberapa lokasi di Indonesia dapat terinformasi dengan baik, dan (4) penelitian ini membuktikan bahwa pada pengusaha panas bumi tidak terjadi natural resources curse oleh karena uap yang diperoleh terus menerus akan ada jika tetap memelihara lingkungan hijau di sekitar PLTP Sistematika Penulisan Sistematika penulisan disertasi terdiri atas halaman awal, bagian utama, dan bagian akhir. Halaman awal terdiri atas halaman sampul, halaman judul, pernyataan orisinalitas, halaman pengesahan, halaman pengantar, abstraksi (dalam bahasa Indonesia dan Inggris), daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, daftar pengertian istilah. Bagian utama disertasi terdiri atas:
26 26 Bab 1: Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kebaruan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan pustaka terdiri atas landasan teori mengkaji berbagai literatur yang terkait dengan implementasi kebijakan, konsep kelistrikan, evaluasi, natural resource curse, kebijakan publik, kebijakan energi, PLTP, pengembangan proposisi, dan kerangka konseptual. Bab III: Metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, lokasi serta waktu penelitian, key informan, unit analisis, teknik pengumpulan data, metode analisis data, serta keabsahan data. Bab IV: Pembahasan Penelitin yang terdiri dari; Sejarah perkembangan PLTP di Indonesia; Gambaran Star Energi; dan PLTP Gunung Salak. Bab V : Hasil Penelitian terdiri dari; Kebijakan pemerintah dalam implementasi PLTP dan konflik yang terjadi sebagai akibat adanya kesenjangan antara dukungan kebijakan pemerintah dan hambatan dalam pengembangan energi listrik panas bumi; dan Faktor yang mempengaruhi implementasi PLTP gunung salak dalam menyediakan kelistrikan dan dampaknya terhadap penyediaan kelistrikan dan aspek sosial ekonomi masyarakat Bab VI: Penutup yang terdiri dari sub-bab kesimpulan dan implikasi penelitian.
BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam tesis ini menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian dimana akan dibahas mengenai potensi sumber daya panas bumi di Indonesia, kegiatan pengembangan panas
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP
179 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP Gunung Salak dan meneliti kebijakan panas bumi di kementrian ESDM, PT PLN dan Pertamina Geothermal
Lebih terperinciPELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL
PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL OLEH : SUGIHARTO HARSOPRAYITNO, MSc DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI DAN PENGELOLAAN AIR TANAH DIREKTORAT
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi
Lebih terperinciDisampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat
Lebih terperinciPEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM
REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI
Lebih terperinciV. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG
V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah
Lebih terperinciINSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI
MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI
Lebih terperinciMateri Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya
Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional
Lebih terperinciMEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Lebih terperinciPOTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010
RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI REGULASI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI ANGIN Disampaikan oleh Abdi Dharma Saragih Kasubdit
Lebih terperinciSTRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL
STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan nasional mutlak dimiliki setiap negara yang berdaulat. Salah satu faktor penentu pencapaian ketahanan nasional adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciOleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia
Direktorat t Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral STRATEGI DAN PROGRAM KERJA UNTUK MENINGKATKAN AKSES ENERGI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Oleh:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL
VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009
INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi
Lebih terperinciESDM untuk Kesejahteraan Rakyat
1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73
Lebih terperinciEFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH
EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang
Lebih terperinciOPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PANAS BUMI DALAM RANGKA KETAHANAN ENERGI NASIONAL
LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PANAS BUMI DALAM RANGKA KETAHANAN ENERGI NASIONAL Oleh: Hariyadi, SIP., MPP Ari Mulianta Ginting, SE., M.SE
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan suatu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Peranan penting energi dalam kehidupan sosial, ekonomi serta lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Indonesia Energy Roadmap 2017-2025 Jakarta, 25 Januari 2017 1 1 Daftar Isi I.
Lebih terperinciDEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL
RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran
Lebih terperinciKebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan
Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan
Lebih terperinciDEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014
OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih
Lebih terperinciDaya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
Lebih terperinciTUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S
TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA
Lebih terperinciPemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia
Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung
Lebih terperinciGUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014
Badan Tenaga Nuklir Nasional J A K A R T A Hari, tanggal Minggu, 10 Mei 2015 Yth.: Bp. Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014 Sumber Berita Selasar.com Hal. -
Lebih terperinci2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi listrik mengalami peningkatan inovasi di setiap tahunnya khususnya di bidang sumber energi terbarukan, hal ini dikarenakan jumlah penelitian, dan permintaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik adalah energi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Direktur Jenderal EBTKE Rida Mulyana Panel Discussion Time To Act : Accelerate The Implementation Of Renewable
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008
RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan
Lebih terperinciDr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciPERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)
PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS
REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi
Lebih terperinci2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2014 SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK
IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK (Laporan Penelitian Individu 2016) Oleh Hariyadi BIDANG EKONOMI DAN
Lebih terperinciBAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI
BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)
Lebih terperinciKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral #Energi Berkeadilan Disampaikan pada Pekan Pertambangan Jakarta, 26 September 2017 1 #EnergiBerkeadilan Untuk Kesejahteraan Rakyat, Iklim Usaha dan Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di
Lebih terperinciMateri Paparan Menteri ESDM
Materi Paparan Menteri ESDM Rapat Koordinasi Infrastruktur Ketenagalistrikan Jakarta, 30 Maret 2015 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Energi Untuk Kesejahteraan Rakyat Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan masih sangat bergantung pada iklim kebijakan yang kuat. Di tahun 2013 terdapat sejumlah peningkatan kebijakan dan target
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. listrik yang semakin meningkat sehingga diperlukan energy alternatif untuk energi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga listrik merupakan sumber energy yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik untuk kegiatan industry, kegiatan komersial, maupun dalam kehidupan sehari hari
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana
Lebih terperinciKONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040
KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciSOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK
SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun
1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing
Lebih terperinciOtonomi Energi. Tantangan Indonesia
Otonomi Energi Salah satu masalah yang paling besar di dunia saat ini adalah energi atau lebih tepatnya krisis energi. Seluruh bagian dunia ini tidak dapat mengingkari bahwa berbagai persediaan sumber
Lebih terperinciVI. SIMPULAN DAN SARAN
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan terhadap energi listrik terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi yang saat ini sedang berada dalam tren positif. Listrik merupakan salah
Lebih terperinciPendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup
Pendahuluan Distribusi dan Potensi Kebijakan Penutup STRUKTUR ORGANISASI DESDM MENTERI Lampiran PERMEN ESDM Nomor : 0030 Tahun 2005 Tanggal : 20 Juli 2005 INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL ITJEN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini secara nasional ketergantungan terhadap energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan batubara) sebagai sumber energi utama masih cukup besar dari tahun ke tahun,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :
PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi
Lebih terperinciHALAMAN PENGESAHAN...
DAFTAR ISI HALAMAN HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PENGESAHAN... II HALAMAN PERNYATAAN... III PRAKATA... IV DAFTAR ISI... V DAFTAR TABEL... VI DAFTAR GAMBAR... VII DAFTAR LAMPIRAN...... VIII INTISARI DAN ABSTRACT...
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017
PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN 23 Oktober 2017 1 Minyak Solar 48 (Gas oil) Bensin (Gasoline) min.ron 88 Rp.7 Ribu Rp.100 Ribu 59 2 Progress dan Roadmap BBM Satu Harga Kronologis
Lebih terperinciFAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)
1 Formatted: Font: 10 pt, Italic, FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR Formatted: Not Different first page Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA SEMINAR NASIONAL: THORIUM SEBAGAI SUMBER DAYA REVOLUSI INDUSTRI JAKARTA, 24 MEI 2016
SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA SEMINAR NASIONAL: THORIUM SEBAGAI SUMBER DAYA REVOLUSI INDUSTRI JAKARTA, 24 MEI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciRencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017
Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 Pengembangan Energi Nasional Prioritas pengembangan Energi nasional
Lebih terperinciPulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia
TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang
Lebih terperinciIDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA
IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA Aan Zainal M 1), Udisubakti Ciptomulyono 2) dan I K Gunarta 3) 1) Program Studi Magister Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin berkembang menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat sehari-hari seiring
Lebih terperinciPOKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No. 19 Tahun 2017) Direktur Pembinaan
Lebih terperinciPERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
1 PERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Negara PPN/Bappenas Workshop Sinkronisasi Program Pembangunan Bidang Geologi: Optimalisasi Peran
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBAB I 1. PENDAHULUAN
BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi bauran energi primer Indonesia pada tahun 2010 masih didominasi oleh energi dari bahan bakar fosil khususnya minyak bumi seperti diberikan pada Tabel 1.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciIndonesia Water Learning Week
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Indonesia Water Learning Week DisampaikAllan oleh: Alihuddin Sitompul- Direktur Aneka Energi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan sangat penting dalam mendukung keberlanjutan kegiatan pembangunan daerah khususnya sektor ekonomi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinciPERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL
PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan
Lebih terperinciInsentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan
Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan
Lebih terperinci