TINJAUAN PUSTAKA. Jawa, Maluku, dan Irian Jaya. Sengon dikenal dengan nama ilmiah Paraserienthes

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Jawa, Maluku, dan Irian Jaya. Sengon dikenal dengan nama ilmiah Paraserienthes"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) Sengon merupakan spesies asli dari kepulauan sebelah timur Indonesia yakni di sekitar Maluku dan Irian Jaya. Penyebaran sengon terdapat di seluruh Jawa, Maluku, dan Irian Jaya. Sengon dikenal dengan nama ilmiah Paraserienthes falcataria (L) Nielsen. Nama daerahnya antara lain yaitu albasia, jeunjing (Jawa Barat), sengon laut (Jawa Tengah), sengon sebrang (Jawa Timur), jing laut (Madura), tedehu pute (Sulawesi), rawe, selawaku, tawasela (Maluku), wikie (Irian Jaya) (Atmosuseno, 1998). Santoso (1992) menyatakan bahwa sengon merupakan tanaman yang termasuk anggota famili Mimosaceae (keluarga petai-petaian). Jenis tanaman dari famili ini memiliki sifat pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhannya selama 25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter batang mencapai 100 cm sehingga sengon sering dijuluki sebagai pohon ajaib (the miracle trees). Pada usia 6 tahun sengon sudah dapat menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m 3 /ha. Ciri umum kayu sengon ini adalah warna kayu teras hampir putih atau coklat muda, warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras, teksturnya agak kasar dan merata, arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu dan kesan raba pada permukaan kayu agak licin atau licin. Kayu sengon tergolong ringan (berat jenis 0,33), mempunyai kelas awet IV/V dan kelas kuat IV-V. Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat

2 dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin (Martawijaya et al., 1989). Sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam konstruksi. Selain itu, kayu sengon juga digunakan pada industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp, kertas dan lain-lain (Siregar et al., 2008). Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) Shorea leprosula Miq. merupakan salah satu jenis asli Kalimantan yang tergolong famili Dipterocarpaceae dan dikenal dengan nama meranti merah. Meranti merah tumbuh baik pada tipe iklim A dan B dengan kelembaban tinggi dibawah ketinggian tempat 800 meter diatas permukaan laut (mdpl) di daerah dengan curah hujan berkisar antara mm/tahun. Jumlah spesiesnya mencapai 130 jenis dan sebagian besar tumbuh secara alami di hutan kalimantan (Purba, 2011). Di hutan alam, jenis meranti merah dapat mencapai diameter 100 cm dengan tinggi batang bebas cabang 30 m. Banir menonjol tetapi tidak terlalu besar, batang merekah atau bersisik, pada umumnya berdamar. Kulit luar dan kulit dalam tebal, warnanya merah atau kemerah-merahan, gubalnya kuning pucat dan kayu terasnya berwarna merah. Tajuk lebar, berbentuk payung dengan ciri berwarna coklat kekuning-kuningan (Irwanto, 2009). Meranti merah tergolong kayu keras berbobot ringan, sedang sampai berat. Memiliki tekstur agak kasar. Berat jenisnya berkisar antara 0,3-0,86 pada kandungan air 15%. Menurut kekuatannya, jenis-jenis meranti merah dapat

3 digolongkan dalam kelas kuat II-IV, sedangkan keawetannya tergolong dalam kelas III-IV. Kayu meranti merah merupakan kayu berharga yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti kayu lapis, kayu gergajian, dan bahan bangunan. Selain itu, kayu meranti merah juga digunakan untuk konstruksi berat atau sedang, balok, kaso, kusen pintu-pintu dan jendela, papan lantai, geladak jembatan, serta untuk membuat perahu (Irwanto, 2009). Balok Laminasi (Glued Laminated Timber) Balok laminasi adalah balok yang dibuat dari lapis-lapis papan yang diberi perekat secara bersama-sama pada arah serat yang sama. Balok laminasi memiliki ketebalan maksimum yang diizinkan sebesar 50 mm (Moody et al. 1999). Balok laminasi diperoleh dari pengolahan batang yang dimulai dari pemotongan, perekatan, dan pengempaan sampai diperoleh bentuk lamina dengan ketebalan yang diinginkan. Fakhri (2001) dalam Rofaida (2008) menambahkan bahwa kayu laminasi tersebut dihasilkan dari potongan-potongan kayu yang relatif kecil yang dibuat menjadi produk baru yang lebih homogen dengan penampang kayu dapat dibuat menjadi lebih lebar dan lebih tinggi serta dapat digunakan sebagai bahan konstruksi. Tujuan dasar pembuatan kayu lamina adalah untuk menciptakan suatu rancangan bangun konstruksi dari kayu utuh yang kering sempurna dan mudah didapatkan bahan dasarnya. Pembuatan balok laminasi mutlak memerlukan perekat sebagai bahan pengikat bagian yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan jenis perekat yang digunakan harus disesuaikan dengan peruntukan balok laminasi nantinya. Adanya perekat diantara lapisan kayu pada balok laminasi memungkinkan terjadi perubahan sifat mekanis seperti kekakuan dan kekuatannya. Dengan dimensi

4 penampang melintang balok laminasi yang sama dapat disusun sejumlah lamina secara horizontal dengan ketebalan tertentu. Semakin banyak jumlah lamina semakin tipis tebal lamina dan semakin banyak jumlah lamina semakin besar luas bidang rekatan (Sulistyawati et al. 2008). Faktor yang mempengaruhi kualitas laminasi antara lain bahan baku. Persyaratan bahan baku adalah memiliki serat dan berat jenis yang seragam. Selain itu perekat juga harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan kayu laminasi. Hal lain yang diperhatikan adalah persiapan bahan dan proses pengempaan karena akan mempengaruhi kualitas kayu laminasi. Untuk itu perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu yang memenuhi standar sebelum kayu laminasi digunakan terutama apabila tujuan penggunaan adalah untuk struktural (Manik, 1997 dalam Pasaribu 2011). Balok laminasi yang memenuhi standar struktur pada proses perancangan harus memperhatikan pengempaan. Proses pengempaan ini ditujukan untuk menghasilkan garis perekat setipis mungkin bahkan mendekati ketebalan molekul bahan perekat karena kekuatan meningkat seiring berkurangnya tebal garis rekatan. Pengempaan yang terlalu rendah menyebabkan cacat perekatan seperti melepuh, perekat tebal, dan pecah muka (Anshari, 2006). Prayitno (1996) dalam Gunawan (2007) menambahkan bahwa pemberian tekanan pengempaan yang terlalu besar juga dapat mengakibatkan terjadinya kelemahan perekatan yang berupa proses keluarnya perekat yang berlebihan (starved glue line) dan rusak lapisan permukaan sehingga menurunkan kekuatan perekatan yang dihasilkan.

5 Lapisan Laminasi Banyaknya lapisan sangat mempengaruhi kekuatan laminasi seiring dengan penambahan jumlah lapisannya, namun setelah mencapai batas tertentu kekuatannya menurun. Penambahan jumlah lapisan juga tidak selamanya dapat meningkatkan kekuatan lamina. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi menurunnya nilai kekuatan laminasi yaitu bahan yang akan direkat, penggunaan jenis perekat dan banyaknya perekat, metode pengkleman dan besarnya tekanan pada saat pembuatan laminasi (Tarkono, 2006). Dengan dimensi penampang melintang glulam yang sama, dapat disusun sejumlah lamina secara horizontal dengan ketebalan tertentu. Semakin banyak jumlah lamina, semakin tipis tebal lamina. Semakin banyak jumlah lamina semakin besar luas bidang rekatan. Pengaruh adanya bahan perekat dan perbedaan ketebalan lamina pada balok glulam perlu diamati untuk mengetahui kemampuan kekakuan dan kekuatannya (Sulistyawati et al. 2008). Perekat dan Perekatan Ruhendi dan Hadi (1997) dalam Fadli (2006) mendefinisikan perekat sebagai suatu substansi yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaan. Selanjutnya, Pizzi (1983) dalam Nurfaridah (2002) membedakan perekat berdasarkan reaksi terhadap panas menjadi perekat thermosetting dan thermoplastic. a. Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan katalisator (hardener) tertentu dan reaksinya bersifat tidak dapat balik. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi

6 menjadi lunak. Contoh perekat ini antara lain phenol formaldehida. urea formaldehida, melamin formaldehida dan isosianat. b. Perekat thermoplastic adalah perekat yang dapat lunak jika terkena panas dan kembali mengeras jika suhu rendah. Contoh perekat ini antara lain polivinil asetat, perekat selulosa, perekat resin acrillic. Penggunaan tipe perekat dan tingkat persentase yang dipakai akan sangat mempengaruhi biaya pembuatan papan. Distribusi perekat merupakan salah satu kunci yang berpengaruh pada kualitas papan yang dihasilkan. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas ikatan adalah permukaan kayu, keterbatasan perekat, kadar air kayu, kualitas perekatnya karena penyimpanan perekat yang terlalu lama akan mengurangi sifat-sifat perekat, dan kontrol penyebaran serta keseragaman jumlah perekat sangat diperlukan untuk membentuk ikatan yang sempurna. Kadar air yang tinggi akan menurunkan efek perekatan dan menyebabkan meningkatnya adsorbsi kayu serta ikatan menjadi lemah (Haygren dan Bowyer, 1996). Perekatan adalah peristiwa merekatnya dua benda yang disebabkan adanya gaya tarik menarik antara perekat dengan benda yang direkatnya bersamaan dengan gaya tarik menarik antara molekul perekat sendiri (Houwink dan Solomon, 1965 dalam Pranata 2004). Prayitno (1996) dalam Budi (2007) menjelaskan bahwa dalam proses perekatan ada tiga aspek utama yang mempengaruhi kualitas hasil perekatan yaitu aspek bahan yang direkat, aspek bahan perekat, dan aspek teknologi perekatan. Aspek bahan yang direkat meliputi struktur dan anatomi (susunan sel dan arah serat) dan sifat fisika (kerapatan, kadar air, dan kembang susut). Aspek perekatan meliputi jenis, sifat, dan kegunaan

7 perekat. Aspek teknologi perekatan meliputi berat labur, pengempaan, dan kondisi kerja (cara pelaksanaan). Menurut Sutigno (1985) dalam Pranata (2004) bahwa perekat masuk ke pori kayu kemudian mengeras dan terjadi gaya tarik menarik antara molekul perekat dan molekul kayu (ikatan kimia antara perekat dengan kayu). Perekatan dua keping kayu dimulai dengan melaburkan perekat berbentuk cair pada permukaan kayu. Kedua keping kayu ditempelkan, ditekan atau dikempa dan dibiarkan beberapa saat sampai terjadi ikatan yang kuat. Perangi-angin (2000) menambahkan bahwa bila suatu balok yang dilenturkan terdiri dari lempenganlempengan bahan dengan panjang yang sama maka akan terjadi geseran pada permukaan lempengan yang bersentuhan. Dengan geseran yang terjadi, ikatan rekat pada bidang rekat menjadi melemah. Keterekatan adalah suatu kemampuan kayu untuk melekat dengan menggunakan perekat. Zat ekstraktif tertentu yang terkandung dalam kayu dari beberapa jenis mungkin melemahkan kekuatan ikatan dari perekat. Kadar air, distribusi cairan di seluruh potongan kayu, kesetabilan bentuk dan ukuran, perlakuan pengawetan, ketahanan terhadap api serta kestabilan dimensi mempengaruhi keterekatan yang biasanya pengaruh yang ditimbulkan adalah negatif. Banyak kayu mempunyai kandungan lilin alami atau minyak yang cenderung menolak jenis minyak tertentu, terutama perekat berpelarut air. Salah satu cara untuk meminimalkan pengaruh ini adalah dengan membersihkan permukaan yang akan direkat dengan thinner sebelum direkat (Sucipto dan Ruhendi, 2012).

8 Perekat Polistirena Polistirena adalah polimer non polar yang tahan terhadap asam, basa, dan korosi lainnya namun mudah larut dalam hidrokarbon. Polistirena banyak digunakan untuk lembaran penutup, dan pencetak barang. Polistirena berbusa dipengaruhi oleh pemanasan polistirena yang berisi bahan penghasil gas dengan uap air yang berguna untuk memberikan massa jenis rendah (Cowd, 1991 dalam Fuady 2007). Polistirena merupakan termoplastis yang bening kecuali ditambahkan pewarna dan pengisi, dan dapat dilunakkan pada suhu ±100ºC (Andrew, 2002 dalam Simanjuntak 2006). Sifat-sifat umum polistirena dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Sifat-sifat Umum Polistirena. Sifat Sifat Nilai Densitas (22,8 C) 1,049-1,09 Ketahanan Panas 66 C-99 C Pengkerutan Serapan Air 0,02% Indeks Bias 1,59 Cahaya Tembus 90% Sumber : Cowd, 1991 dalam Sitohang (2008) Polistirena merupakan polimer yang secara struktural terbentuk dari ikatan hidrokarbon dengan gugus fenil terdapat pada salah satu atom karbonnya. Polistirena bersifat termoplastik tidak berwarna, selain itu tahan terhadap senyawa asam dan basa, mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklorin, memiliki tegangan tarik sebesar Mpa dengan densitas kg/m 3 (Cowd, 1982 dalam Nuryono 2008).

9 Berat Labur Perekat Dalam proses perekatan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan perekatan, salah satunya adalah berat labur perekat. Pizzi (1983) menjelaskan bahwa berat labur adalah banyaknya perekat yang diberikan pada permukaan kayu, berat labur yang terlalu tinggi selain dapat menaikkan biaya produksi juga akan mengurangi kekuatan rekat, karena akan memberikan penebalan pada garis rekat yang matang, sedangkan berat labur yang terlalu rendah akan mengurangi kekuatan rekat yang disebabkan oleh garis rekat yang terlalu tipis. Glue Spread adalah jumlah perekat yang dilaburkan per satuan luas permukaan bidang rekat. Jumlah perekat yang dilaburkan menggambarkan banyaknya perekat terlabur agar tercapainya garis perekat yang kuat. Sistem single glue spread artinya berat perekat tersebut diaplikasikan pada salah satu permukaan bidang rekat, sedangkan sistem double glue spread artinya berat perekat tersebut dibagi dua dan masing-masing diaplikasikan pada kedua permukaan bidang rekat yang akan direkatkan. Perbedaan luas bidang rekat dan berat labur mengakibatkan perbedaan berat perekat yang dibutuhkan masingmasing pasangan kayu laminasi (Sucipto dan Ruhendi, 2012). Satuan luas permukaan rekat ditentukan dengan satuan Inggris yakni seribu kaki persegi (1000 square feet) dengan sebutan MSGL (untuk perekatan satu sisi) atau MDGL (perekatan dua sisi). Untuk perekatan dua sisi, jumlah perekat terlabur ditambah sebanyak 10% (Prayitno, 1996). Di laboratorium, satuan perekat dikonversikan menjadi lebih sederhana yang disebut GPU (gram pick up) dengan formula : S.A GPU = 317,5

10 dengan GPU = gram pick up (dalam gram), S = jumlah perekat yang dilaburkan dalam pound/msgl atau pound/msdl, A = Luas bidang yang akan direkatkan (inci per segi). Langkah pengerasan perekat pada permukaan kayu terdiri dari lima tahap, yakni; flow (aliran sisi atau aliran samping), transfer (perpindahan dari sisi terlabur ke sisi tak terlabur), penetration (masuknya bahan perekat ke dalam bahan yang direkat), wetting (pembasahan kayu oleh pelarut perekat) serta solidification (pengerasan perekat menurut cara pengerasannya) (Prayitno, 1996 dalam Fakhri et al. 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledoneae, family

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Venir Bambu Lamina Venir lamina (Laminated Veneer Lumber atau LVL) adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun sejajar serat lembaran venir yang diikat dengan perekat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui. ---- -~ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui. pemanfaatannya sebagai bahan konstruksi sudah sangat lama, jauh sebelwn berkembangnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bahan baku kayu. Menurut Kementriaan Kehutanan (2014), data

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balok Laminasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balok Laminasi 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balok Laminasi Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber) merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua. Balok laminasi terbuat dari dua atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Lapis Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa, kayu lapis (plywood) adalah sebuah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir atau merekatkan lembaran

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan kayu yang digunakan sebagai bahan baku konstruksi telah lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu gergajian sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kayu jabon (Anthocephalus cadamba M.) memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat IV. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan informasi penggunaan kayu secara lokal oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat TINJAUAN PUSTAKA Bambu Tali Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau Penulis: : Prof. Ir. Tibertius Agus Prayitno, MFor., PhD. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan Macam Kayu Menurut Susunannya Pengetahuan Bahan Bagian Melintang Permukaan Kayu KAYU MASAK Gambar ini menunjukkan pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu teras, dengan nama lain pohon kayu teras Perbedaan

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU Abdurachman, Nurwati Hadjib dan Adi Santoso Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN http://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal KAPAL 1829-8370 (p) 2301-9069 (e) JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN Pengaruh Suhu Kempa Terhadap Kualitas Balok Laminasi Kombinasi Bambu Petung Dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c)

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c) BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu dan bambu merupakan bahan bangunan yang digunakan sejak jaman dahulu sampai sekarang. Kayu berkualitas saat ini sulit didapatkan, kalaupun ada harganya sangat

Lebih terperinci

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN BAMBU LAMINA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI KAYU

TEKNOLOGI PEMBUATAN BAMBU LAMINA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI KAYU TEKNOLOGI PEMBUATAN BAMBU LAMINA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI KAYU PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar di seluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI Balai Litbang Perumahan Wilayah II Denpasar Puslitbang Perumahan & Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN

Lebih terperinci

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber) TKS 4406 Material Technology I Kayu (wood or timber) Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Umum Kayu merupakan hasil hutan dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG KARYA TULIS KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan

Lebih terperinci

Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit

Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit Fakhri, Syafhiddin, Haji Gussyafri, Eko Riawan Laboratorium Kayu, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes)

BAB I PENDAHULUAN. Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) merupakan tanaman fast growing, yaitu memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, masa panen yang pendek, teknik

Lebih terperinci

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 190 Vol. 2, No. 2 : 190-203, September 2015 KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR ERHADAP SABILIAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSIAS SUMAERA UARA MEDAN 2008 DAFAR ISI Halaman Kata Pengantar.. i Daftar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kayu merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak digunakan untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture. Kayu juga memiliki

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

24 Media Bina Ilmiah ISSN No

24 Media Bina Ilmiah ISSN No 24 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 SIFAT FISIKA EMPAT JENIS BAMBU LOKAL DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT oleh Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta UNRAM Abstrak : Bambu dikenal oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bambu merupakan tanaman rumpun yang tumbuh hampir di seluruh belahan dunia, dan dari keseluruhan yang ada di dunia Asia Selatan dan Asia Tenggara menyediakan kira-kira

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam. III. TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Alam Penggunaan serat alam sebagai bio-komposit dengan beberapa jenis komponen perekatnya baik berupa termoplastik maupun termoset saat ini tengah mengalami perkembangan

Lebih terperinci

BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN

BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN 8.1. Fungsi Contoh Uji Bagan suhu dan kelembapan udara yang diterapkan di dalam tanur pengering berpengaruh terhadap tegangan pengeringan yang dialami oleh

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/naval JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro ISSN 2338-0322 Analisa Teknis Dan Ekonomis Penggunaan

Lebih terperinci

Mutu dan Ukuran kayu bangunan

Mutu dan Ukuran kayu bangunan Mutu dan Ukuran kayu bangunan 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi, istilah, penggolongan, syarat mutu, ukuran, syarat pengemasan, dan syarat penendaan kayu bangunan. 2. Definisi Kayu bangunan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sambungan Kayu Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat lebih banyak keuntungan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Jurnal aintis Volume 13 Nomor 1, April 2013, 83-87 ISSN: 1410-7783 Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Sri Hartati Dewi Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan pasokan bahan baku, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Namun, produksi kayu dari hutan alam menurun

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL

KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL Fakhri, Syafruddin SH. Hasibuan, Yenita Morena Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau Email fakhri@unri.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan

Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan Abstrak Kayu akasia (acacia mangium) merupakan salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nama botani dari Eucalyptus grandis adalah E. grandis Hill ex Maiden. E.

TINJAUAN PUSTAKA. Nama botani dari Eucalyptus grandis adalah E. grandis Hill ex Maiden. E. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Ekaliptus Nama botani dari Eucalyptus grandis adalah E. grandis Hill ex Maiden. E. grandis adalah nama lain dari E. saligna var. pallidivalvis. Di dunia perdagangan sering

Lebih terperinci

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG BAB I 1.1 LATAR BELAKANG Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah,

Lebih terperinci

PENGARUH LUAS TAMPANG DAN POSISI LAPISAN KAYU TERHADAP KEKUATAN BALOK LAMINASI

PENGARUH LUAS TAMPANG DAN POSISI LAPISAN KAYU TERHADAP KEKUATAN BALOK LAMINASI PENGARUH LUAS TAMPANG DAN POSISI LAPISAN KAYU TERHADAP KEKUATAN BALOK LAMINASI Arusmalem Ginting Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta Jurnal Diagonal Fakultas Teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Air dalam Kayu Pengeringan Kayu

TINJAUAN PUSTAKA Air dalam Kayu Pengeringan Kayu 7 TINJAUAN PUSTAKA Air dalam Kayu Kadar air kayu segar atau kadar air pada saat pohon masih berdiri bervariasi antara 30-300%. Variasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, jenis kayu, posisi kayu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan dan model struktur masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih terus dicari dan diusahakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. Tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU

BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU 2.1. Perspektif Hubungan Kayu dan Air Hubungan antara air dan kayu dapat dilihat dari dua perspektif atau dua sudut pandang. Sudut pandang pertama dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

KAYU LAPIS BAMBU (BAMBOO PLYWOOD) DARI PEMANFAATAN LIMBAH KERAJINAN BILIK BAMBU

KAYU LAPIS BAMBU (BAMBOO PLYWOOD) DARI PEMANFAATAN LIMBAH KERAJINAN BILIK BAMBU DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.mps.23 KAYU LAPIS BAMBU (BAMBOO PLYWOOD) DARI PEMANFAATAN LIMBAH KERAJINAN BILIK BAMBU Tina Anggraini 1, a), Sulhadi b), Teguh Darsono c) 1 Program Studi Magister Pendidikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Klasifikasi papan partikel menurut FAO (1958) dan USDA (1955)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Klasifikasi papan partikel menurut FAO (1958) dan USDA (1955) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas 4 TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledoneae, Family

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING

PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING Civil Engineering Dimension, Vol. 8, No. 1, 25 33, March 2006 ISSN 1410-9530 PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING Buan Anshari Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 61 Vol. 2, No. 1 : 61-70, Maret 2015 INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber Aryani Rofaida*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumber daya alam penghasil kayu menjadi modal dasar bagi pertumbuhan industri sektor pengolahan kayu. Penggunaan kayu sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

III. DASAR PERENCANAAN

III. DASAR PERENCANAAN III. DASAR PERENCANAAN Persamaan kekuatan secara umum dapat dituliskan seperti pada Persamaan 3.1, dimana F u adalah gaya maksimum yang diakibatkan oleh serangkaian sistem pembebanan dan disebut pula sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Semakin meluasnya penggunaan beton

BAB I PENDAHULUAN. beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Semakin meluasnya penggunaan beton BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam teknik sipil, beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, dan pelat. Beton juga digunakan dalam teknik sipil transportasi untuk pekerjaan rigid pavement

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci