GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA KARIR YANG MELAJANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA KARIR YANG MELAJANG"

Transkripsi

1 GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA KARIR YANG MELAJANG OLEH ANDHIKA WIDHIANA KURNIA RAMADHANI TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

2

3

4 PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Andhika Widhiana Kurnia Ramadhani Nim : Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-ekslusif (non-excusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya berjudul: GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA KARIR YANG MELAJANG Dengan hak bebas royalty non-ekslusif ini, UKSW berhak menyimpan mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Salatiga Pada Tanggal : 04 Januari 2017 Yang menyatakan, Andhika Widhiana Kurnia R Mengetahui, Pembimbing Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS.

5 Yang bertanda tangan dibawah ini : PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Nama : Andhika Widhiana Kurnia Ramadhani NIM : Program Studi Fakultas : Psikologi : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul : GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA KARIR YANG MELAJANG Yang dibimbing oleh : Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS. Adalah benar-benar hasil karya saya. Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-oleh sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber lainnya. Salatiga, 04 Januari 2017 Yang memberi pernyataan Andhika Widhiana Kurnia R

6 LEMBAR PENGESAHAN GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA KARIR YANG MELAJANG Oleh Andhika Widhiana Kurnia Ramadhani TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyarataan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui Pada Tanggal 04 Januari 2017 Oleh Pembimbing Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS Diketahui oleh, Kaprogdi Disahkan oleh, Dekan Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

7 GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA KARIR YANG MELAJANG Andhika Widhiana Kurnia Ramadhani Christiana Hari Soetjiningsih Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

8 Abstrak Kebahagiaan seorang wanita ditentukan oleh banyak hal, seperti : karir dan menikah. Wanita saat ini sangat mengejar karir dan menunda untuk menikah, karena pernikahan terkadang menjadi pengahambat bagi wanita untuk mencapai cita citanya dalam berkarir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran subjective well-being pada wanita karir yang melajang, serta faktor faktor yang mempengaruhi gambaran subjective well-being pada wanita karir yang melajang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam. Partisipan penelitian ini adalah dua orang wanita karir yang memenuhi kriteria yang sudah ditentukan. Hasil penelitian ini adalah kedua partisipan mempunyai gambaran subjective well-being yang hampir sama. Kedua partisipan merasa puas dengan apa yang telah meraka capai saat ini. Cara partisipan menyikapi keadaannya saat ini, di tengah lingkungan yang mendukung mereka dengan baik. Lebih dari pada itu, peneliti menemukan faktor faktor yang mempengaruhi tingkat subjective well-being pada partisipan. Kata kunci : Subjective Well-Being, Wanita karir, Melajang i

9 Abstract The happiness of a woman is determined by many factors, such as : career and marriage. Women nowadays pursue their career and postpone their marriage because marriage, sometimes, becomes an obstacle for a woman to pursue her goal in career. The aim of this research is to know the portrayal of subjective well-being in single career-women and factors affecting the portrayal of subjective well-being in single career-women. This research uses qualitative method with in-depth interviewing technique. The participant in this research is two career woman which fulfills the requirements. The result of this research is that those two participants has an almost similar portrayal of subjective well-being. Those two participants feel satisfied with what they have obtained. The way the participants behave the circumstances today that they are in a supportive environment. Furthermore, the researcher find factors affecting the subjective well-being level in participants. Keywords : subjective well-being, career woman, being single ii

10 PENDAHULUAN Pada dasarnya setiap manusia mempunyai kebahagiaannya masing masing. Setiap manusia mempunyai cara pandangnya sendiri dalam menyikapi kebahagiaan. Dinamika kebahagiaan hidup manusia tampak begitu bervariasi, beraneka ragam dan berbeda antara satu kebahagiaan dengan kebahagiaan yang lain, ada orang orang yang menganggap kesuksesan dalam karir sebagai suatu kebahagiaan, ada yang menganggap kebahagiaan ialah kesuksesan dalam studi, adalah sebuah kebahagiaan bila memiliki harta yang banyak, menjadi sebuah kebahagiaan bila memiliki keluarga yang harmonis, bahkan ada yang menyatakan sebagai suatu kebahagiaan bila dapat melewati hari hari tanpa masalah (dalam The Journal of Philosophy and Theology ratadiajo.wordpress.com; 2013). Kebahagiaan seseorang dapat diketahui dari penjelasan seseorang mengenai keadaan emosinya dan bagaimana perasaannya tentang dunia sekitar dan dirinya sendiri. Cara bagaimana seseorang mengevaluasi hidup mereka mengacu pada subjective wellbeing (Ed Diener, Eunkook Suh, dan Shigehiro Oishi; 1997). Menurut William C. Compton (2005), secara garis besar indeks subjective well-being seseorang dilihat dari skor dua variabel utama, yaitu kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup. Dan dari hidup yang bahagia itu manusia dapat mencapai kepuasan dalam hidup. Kebahagiaan erat hubungannya dengan pernikahan. Seseorang dianggap bahagia dan mencapai kepuasan hidup ketika mereka sudah menikah dan memiliki keluarga. Seligman (2005) mengatakan bahwa pernikahan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua penjelasan mengenai hubungan kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu orang yang lebih bahagia lebih atraktif sebagai 1

11 2 pasangan daripada orang yang tidak bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan memberikan banyak keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang, diantaranya keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan peran sebagai orang tua, menguatkan identitas dan menciptakan keturunan (Carr, 2004). Banyak yang menginginkan untuk menikah. Lalu bagaimana dengan wanita yang memiliki gaya hidup yang berbeda, mereka tidak memikirkan pernikahan. SWB merupakan salah satu prediktor kualitas hidup individu karena SWB mempengaruhi keberhasilan individu dalam berbagai domain kehidupan (Pavot & Diener, 2004). Individu dengan SWB yang tinggi akan merasa lebih percaya diri, dapat menjalin hubungan sosial dengan lebih baik, serta menunjukkan perfomansi kerja yang lebih baik. Menurut Diener (2009) definisi dari SWB dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, SWB bukanlah sebuah pernyataan subjektif tetapi merupakan beberapa keinginan berkualitas yang ingin dimiliki setiap orang. Kedua, SWB merupakan sebuah penilaian secara menyeluruh dari kehidupan seseorang yang merujuk pada berbagai macam kriteria. Arti ketiga dari SWB jika digunakan dalam percakapan sehari hari yaitu dimana perasaan positif lebih besar daripada perasaan negatif. Diener (2005) secara ilmiah berusaha memaparkan bahwa SWB mengacu pada berbagai tipe evaluasi, afektif dan kognitif yang dibuat seseorang terhadap hidupnya. Termasuk di dalamnya, evaluasi secara kognitif, seperti kepuasan hidup, kepuasan dalam pekerjaan, minat dan ketertarikan, serta evaluasi afektif seperti reaksi afeksi terhadap pengalaman hidup, kebahagiaan dan kesedihan. Compton (2005), berpendapat bahwa SWB terbagi dalam dua variabel utama: kebahagiaan dan kepuasan hidup.

12 3 Kebahagiaan berkaitan dengan keadaan emosional individu dan bagaimana individu merasakan diri dan dunianya. Kepuasan hidup cenderung disebutkan sebagai penilaian global tentang kemampuan individu menerima hidupnya. Diener, Suh, & Oishi dalam Eid dan Larsen (2008), menjelaskan bahwa individu dikatakan memiliki SWB tinggi jika mengalami kepuasan hidup, sering merasakan kegembiraan, dan jarang merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki SWB rendah jika tidak puas dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih sering merasakan emosi negative seperti kemarahan atau kecemasan. Veenhoven (dalam Diener, 2009) mendefinisikan SWB sebagai sejauh mana individu menilai kualitas keseluruhan dari dirinya atau hidupnya secara lengkap dan utuh. yaitu: Menurut Diener (dalam Eid & Larsen) SWB terbagi dalam dua dimensi umum, 1. Dimensi kognitif Dimensi kognitif adalah evaluasi dari kepuasan hidup, yang didefinisikan sebagai penilaian dari hidup seseorang. Evaluasi terhadap kepuasan hidup dapat dibagi menjadi: a. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global (life satisfaction). Kepuasan hidup menggambarkan bagaimana seseorang individu mengevaluasi atau memberi penilaian pada hidupnya secara keseluruhan. Hal in dimaksudkan untuk menunjukkan sebuah penilaian secara luas yang dibuat orang tersebut dalam hidupnya. Menurut Haybron (dalam Eid & Larsen, 2008), kepuasan hidup juga

13 4 dilihat sebagai suatu hal yang holistik. Holistic yang dimaksud dalam hal ini adalah keseluruhan dari hidup seseorang atau sebuah totalitas dari kehidupan seseorang setelah periode waktu tertentu dalam kehidupannya. Diener, Lucas, dan Smith (1999) memaparkan bahwa dalam aspek kepuasan hidup ini terdapat beberapa pun penilaian, yaitu keinginan untuk mengubah kehidupan, kepuasan terhadap hidup saat ini, kepuasan hidup di masa lalu, kepuasan terhadap kehidupan di masa depan, dan penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang. Kelima aspek tersebut juga terangkum dalam 5 item pernyataan dalam satisfaction with life scale oleh Diener (2009) dalam bukunya yang berjudul Assessing Well-Being. b. Evaluasi terhadap kepuasan pada domain tertentu. Menurut Diener (2009), kepuasan domain merefleksikan evaluasi seseorang terhadap domain spesifik dari kehidupan. Kepuasan domain tertentu dalam kehidupan juga merupakan penilaian yang dibuat seseorang dalam mengevaluasi domain penting dalam hidup, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, hubungan sosial, dan keluarga. Biasanya orang mengindikasikan seberapa puas mereka dalam berbagai domain, tetapi mereka juga dapat menunjukkan seberapa banyak mereka menyukai kehiduoan mereka di bagian bagian tertentu kehidupa. Meski begitu, Diener (2009) juga melihat bahwa penilaian terhadap kepuasan domain kehidupan merupakan sebuah

14 5 kumpulan dan berat yang diberikan bagi setiap domain berbeda bagi masing masing individu. Diener, Lucas, dan Smith (1999) memaparkan bahwa dalam aspek domain kepuasan hidup ini terdapat; pekerjaan, keluarga, waktu luang, kesehatan, keuangan, dan diri sendiri. Namun, karena perbedaan focus dan porsi domain kehidupan bagi masing masing individu, Diener lebih memfokuskan pengukuran SWB hanya dari ketiga aspek lainnya, yaitu kepuasan hidup secara keseluruhan, afek positif dan afek negative. 2. Dimensi Afeksi Secara umum, dimensi afeksi SWB merefleksikan pengalaman dasar dalam peristiwa yang terjadi di dalam hidup seseorang. Dengan meneliti tipe tipe dari reaksi afektif yang ada seorang peneliti dapat memahami cara seseorang mengevaluasi kondisi dan peristiwa di dalam hidupnya. Komponen afektif SWB dapat dibagi menjadi: a. Afek positif (positive affect) Afek positif mempresentasikan mood dan emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang. Emosi positif atau menyenangkan adalah bagian dari SWB karena emosi emosi tersebut merefleksikan reaksi seseorang terhadap peristiwa peristiwa yang menunjukkan bahwa hidup berjalan sesui dengan apa yang ia inginkan. Afek positif terlihat dari emosi emosi spesifik seperti tertarik atau berminat akan sesuatu (interested), gembira (excited), kuat (strong), antusias (enthusiastic), waspada atau siap siaga (alert),

15 6 bangga (proud), bersemangat (inspired), penuh tekad (determined), penuh perhatian (attentive), dan aktif (active). b. Afek negatif (negative affect) Afek negatif adalah pravelensi dari emosi dan mood yang tidak menyenangkan dan merefleksikan respon negatif yang dialami seseorang sebagai reaksinya terhadap kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka alami. Afek negatif terlihat dari emosi emosi spesifik seperti sedih atau susah (distressed), kecewa (disappointed), bersalah (guilty), takut (scared), bermusuhan (hostile), lekas marah (irritable), malu (shame), gelisah (nervous), gugup (jittery), khawatir (afraid). Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua komponen yang ada dalam SWB yaitu komponen kognitif dan komponen afektif, dimana komponen kognitif berfungsi sebagai proses pengevaluasian dari kepuasan hidup, sedangkan komponen afektif yaitu berupa pemberian refleksi pengalaman dasar dalam peristiwa yang terjadi di kehidupan seseorang. Ada beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi SWB: a. Faktor genetik Diener dkk. (2005) menjelaskan bahwa walaupun peristiwa di dalam kehidupan mempengaruhi SWB, seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan kembali kepada set point atau level adaptasi yang ditentukan secara biologis. Adanya stabilitas dan konsistensi di dalam SWB tejadi karena ada peran yang besar dari

16 7 komponen genetis; jadi ada sebagian orang yang memang lahir dengan kecenderungan untuk bahagia, dan ada juga yang tidak. Faktor genetik tampaknya mempengaruhi karakter respon emosional seseorang pada kondisi kehidupan tertentu. b. Kepribadian SWB adalah sesuatu yang stabil dan konsisten, dan secara empiris berhubungan dengan konstruk kepribadian. Lykken dan Tellegen (dalam Diener & Lucas, 1999) menyatakan bahwa kepribadian mempunyai efek terhadap SWB saat itu (immediate subjective wellbeing) sebesar 50%, sedangkan pada jangka panjangnya, kepribadian mempunyai efek sebesar 80% terhadap SWB. Sisanya adalah efek dari lingkungan. Dua traits kepribadian yang ditemukan paling berhubungan dengan SWB adalah extraversion dan neuroticism (Pavot & Diener, 2004). Extraversion mempengaruhi afek positif, sedangkan neuroticism mempengaruhi afek negatif. Menurut Pavot & Diener (2004), banyak peneliti beragurmen bahwa extraversion dan neuroticosm berhubungan dengan subjective well-being karena kedua traits tersebut mencerminkan temperamen seseorang. Di sisi lain, trait lain dalam model kepribadian the big five trait factors, yaitu agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience menunjukkan bahwa hubungan yang lebih lemah dengan subjective well-being (Watson & Clark dalam Diener & Lucas, 1999). Scidlitz (dalam Diener & Lucas, 1999) mengatakan bahwa hubungan tersebut lebih lemah karena trait terbentuk dari reward oleh lingkungan,

17 8 dan bukannya oleh reaktivitas faktor biologis terhadap lingkungan. Hubungan extraversion, conscientiousness dan neuroticism dengan subjective well-being ditengahi oleh self-esteem. Sedangkan relational esteem (kepuasan terhadap keluarga dan teman ) menjadi moderator bagi hubungan agreeableness dan extraversion dengan subjective well-being (Benet-Martinez & Karakitapoglu-Aygun; Kwan, Bond, & Singelis dalam Ozer &Benet-Marinez, 2006). c. Faktor demografis Secara umum, Diener (dalam Diener, Lucas, dan Oishi, 2005) mengatakan bahwa efek faktor demografis (misalnya pendapatan, pengangguran, status pernikahan, umur, jenis kelamin, pendidikan, ada tidaknya anak) terhadap SWB biasanya kecil. Faktor demografis membedakan antara orang yang sedang sedangn saja dalam merasakan kebahagiaan (tingkat SWB sedang), dan orang yang sangat bahagia (tingkat SWB tinggi). Diener, dkk. (2005) menjelaskan bahwa sejauh mana faktor demografis tertentu dapat meningkatkan SWB tergantung dari nilai dan tujuan yang dimiliki seseorang, kepribadian, dan kultur. Penjelasan lain mengenai hubungan antara faktor demografis dan SWB adalah dengan menggunkan teori perbandingan sosial. Teori tersebut menyebutkan bahwa kepuasan seseorang tergantung pada apakah ia membandingkan dirinya dengan seseorang yang statusnya ada di atas dia atau ada di bawah dia. Berikut ini adalah beberapa pengaruh demografis terhadap SWB:

18 9 1. Pendapatan Pendapatan secara konsisten berhubungan dengan SWB dalam analisis pada tingkat dalam suatu Negara (intra-nation) dan antar Negara (inter-nation), namun dalam analisis di dalam individu itu sendiri dan dalam tingkat nasional, perbedaan pendapatan di dalam selang waktu tertentu mempunyai efek yang kecil pada SWB (Diener dkk, 2005). 2. Pengangguran Adanya periode pengangguran dapat menyebabkan berkurangnya SWB, walaupun akhirnya orang tersebut dapat bekerja kembali (Clark, Georgellis, Lucas, & Diener dalam Pavot & Diener, 2004). Pengangguran adalah penyebab besar adanya ketidakbahagiaan, namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengangguran mengalami ketidakbahagiaan (Argyle, 1999). Argyle mengungkapkan lebih lanjut bahwa beberapa penyebab penganggur tidak bahagia adalah karena berkurangnya afek positif, self-esteem, kepuasan terhadap uang, kesehatan, dan tempat tinggal, serta munculnya apati. 3. Status pernikahan Pernikahan diduga berhubungan timbal balik dengan SWB (Heady, Veenhoven, & Wearing, 1991). Menikah memang meningkatkan SWB, tetapi apabila orang menikah tersebut mempunyai SWB yang rendah, maka pernikahannya cenderung untuk menjadi buruk (Heady, dkk., 1991).

19 10 4. Umur dan jenis kelamin Umur dan jenis kelamin berhubungan dengan SWB, namun efek tersebut juga kecil, dan tergantung kepada komponen mana dari SWB yang diukur (Diener dkk., 2005). 5. Pendidikan Pendidikan berhubungan dengan SWB apabila ditengahi oleh status di dalam pekerjaannya. Apabila status pekerjaannya di control, efek pendidikan menjadi kecil atau hilang sama sekali (Glenn & Weaver dalam Argyle, 1999). Apabila pendapatan yang dikonstankan, maka pendidikan mempunyai efek negatif, karena pendidikan memberi ekspektasi akan didapatkannya pendapatan yang lebih besar (Clark & Oswald dalam Argyle, 1999). 6. Ada tidaknya anak Diener (dalam Daunkantantie, 2006) mengatakan bahwa keberadaan anak dalam keluarga mempunyai efek negatif atau tidak ada efek terhadap SWB, namun penemuan tersebut masih simpang siur dan respondennya terdiri dari berbagai usia dan gender. d. Hubungan sosial Diener & Seligman (dalam Pavot & Diener, 2004) menemukan bahwa hubungan sosial yang baik merupakan sesuatu yang diperlukan, tapi tidak cukup untuk membuat SWB seseorang tinggi. Artinya,

20 11 hubungan sosial yang baik tidak membuat seseorang dengan SWB yang tinggi mempunyai ciri-ciri berhubungan sosial dengan baik. e. Dukungan sosial Dukungan sosial dikatakan oleh Arygle (dalam Heady dkk., 2001) merupakan salah satu variabel determinan dari SWB. Dalam hubungannya dengan komponen SWB, Walen dan Lachman (2000) mengatakan bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan dapat menjelaskan sebagian besar varians pada kepuasan hidup dan afek positif. Penemuan Walen dan Lachman (2000) tersebut didukung oleh Goodwin dan Plaza (2000) yang menemukan bahwa ada korelasi yang signifikan (r = 0,59) antara dukungan sosial yang dipersepsikan secara global dengan kepuasan hidup. f. Pengaruh masyarakat atau budaya Diener (dalam Pavot & Diener, 2004) mengatakan bahwa perbedaan SWB dapat timbul karena perbedaan kekayaan Negara. Adanya hubungan antara masyarakat dan budaya dengan SWB dapat dijelaskan pula dengan adanya perbedaan persepsi masyarakat di Negara masing masing mengenai konsep kebahagiaan (Diener & Suh, 1999). Diener & Suh (1999) juga mengatakan ada variabel lain di dalam konteks masyarakat yang berhubungan dengan SWB yang lebih tinggi, yaitu stabilitas politik di suatu Negara. Perbedaan norma kultural juga dapat mempengaruhi afek positif dan afek negatif. Diener, Suh, Oishi, dan Shao (dalam Diener & Lucas, 1999) mengatakan bahwa afek positif lebih dipengaruhi oelh norm

21 12 kultural dibandingkan afek negatif. Selain membuat adanya perbedaan SWB antara satu Negara dengan Negara lain, norma kultur juga dapat mempengaruhi hal hal yang berhubungan dengan SWB (Diener dkk., 2005). Contohnya, hubungan self-esteem dengan SWB lebih kuat pada Negara individualis daripada Negara kolektivis (Diener & Diener dalam Ryan & Deci, 2001). g. Proses kognitif Disposisi kognitif seperti harapan (Synder dalam Diener dkk., 2005), kecenderungan seseorang untuk optimis (Scheier & Carver dalam Diener dkk., 2005), dan kepercayaan bahwa dirinya mempunyai kendali ditemukan mempengaruhi SWB (Grob, Stetensko, Sabatier, Botcheva, & Macek dalam Diener dkk., 2005). Perbedaan SWB juga dihasilkan dari perbedaan individu dalam bagaimana ia berpikir tentang dunia (Diener dkk., 2005). h. Tujuan (goals) Emmons, Little, Freund, dan Klinger (dalam Diener & Scollon, 2003) menyatakan bahwa mempunyai sebuah tujuan merupakan hal yang penting bagi seseorang, dan kemajuan terhadap pencapaian tujuan tersebut adalah hal yang penting bagi SWB-nya. Cantor (dalam Diener & Scollon, 2003) menekankan pada pentingnya mengetahui tugas yang diahadapi dalam tahap perkembangan seseorang, dimana kultur juga berperan dalam menentukan tujuan tertentu untuk tiap tahap. Pada jaman modern dan berteknologi tinggi seperti sekarang ini, banyak wanita yang lebih termotivasi untuk mengaktualisasikan dirinya. Para wanita lebih

22 13 menitikberatkan pada karir atau pekerjaan dan cenderung terkesan menunda pernikahan (Rubianto, 2000). Para wanita modern sekarang ini tidak terlalu memikirkan untuk menikah muda, mereka lebih ingin berkarir dahulu. Ketika sendiri (belum terikat pernikahan) wanita merasa lebih bebas berkarya, bebas menentukan karirnya, bebas dalam memenuhi kebutuhannya, dll. Mereka tidak harus tergantung terhadap suaminya, mereka tidak harus terikat dengan suaminya. Pada era Globalisasi ini pendidikan dan karir untuk wanita semakin terbuka sehingga wanita bersemangat dalam meraih karir yang lebih baik. Wanita muda pada usia dewasa awal yang ingin fokus pada pekerjaan memilih untuk menunda pernikahan karena pernikahan terkadang menjadi penghambat bagi wanita untuk mencapai cita citanya dalam berkarir. Hurlock (1998) mengungkapkan, alasan terbesar wanita melajang adalah rasa ingin menikmati kebebasan karena dapat meluangkan waktu dan energy untuk karir. Sekarang ini beberapa perusahaan menyeleksi pekerjaan tidak hanya berdasarkan pengalaman dan pendidikannya tetapi juga status perkawinannya, yaitu lebih menyukai status lajang (Hewlett, 2006). Laswell & Laswell (1987) menyebutkan wanita lajang adalah para wanita yang berada dalam suatu masa yang dapat bersifat temporary (sementara) atau jangka pendek, yaitu biasanya dilalui sebelum menikah atau dapat juga bersifat jangka panjang jika merupakan pilihan hidup. Melajang bagi wanita bisa menjadi pilihan hidup bisa juga karena belum menemukan pasangan hidup padahal ada keinginan untuk menikah. Pada dasarnya wanita yang melajang sudah memikirkan masa depannya, mereka mencari pekerjaan demi menghidupi dirinya sendiri. Wanita yang memang memilih dan memutuskan sendiri untuk hidup melajang pasti sudah memikirkan segala kemungkinan

23 14 dan konsekuensi yang akan diterimanya, seperti kesepian, kurangnya relasi intim dengan orang lain, dan kekuatiran akan hari tua (Gunadi, 2001). Tidak dipungkiri bahwa wanita sekarang ini lebih banyak yang mengejar karir setinggi tingginya, karena kembali lagi bahwa pada era globalisasi, aktualisasi diri menjadi aspek yang sangat penting. Wanita tidak mau lagi terlalu bergantung kepada laki laki. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, subjek menceritakan bahwa dirinya enjoy dengan keadaan dirinya saat ini. Dia tidak peduli dengan kata kata orang lain tentang hidupnya yang sampai saat ini belum mempunyai pasangan. Subjek juga mengatakan bahwa dirinya tidak terlalu memikirkan tentang kehadiran pasangan hidupnya, subjek sudah nyaman dengan kesendiriannya. Subjek juga lebih banyak waktu bersama dengan keluarga dan teman temannya. Dari hasil penelitian sebelumnya mengenai Subjective well-being pada wanita karir usia dewasa madya yang masih lajang diperoleh hasil bahwa penyebab wanita karir usia dewasa madya masih melajang karena subjek merasa nyaman dan menikmati hidupnya dan subjek terlalu memikirkan karirnya sehingga melupakan kehidupan pribadinya serta keluarga subjek memberikan kebebasan untuk subjek dalam menentukan hidupnya. Gambaran subjective well-being pada wanita karir usia dewasa madya adalah subjek lebih banyak merasakan afek positif seperti perasaan sukacita, bersyukur, perhatian terhadap keluarga, berbagi terhadap sesama dan mencoba memperbaiki keadaan walaupun kadang subjek pernah merasakan afek negatif seperti kegagalan dan putus asa, serta subjek juga memiliki kepuasan hidup. Faktor faktor menyebabkan subjective well-being pada subjek adalah faktor sifat ekstrovert (terbuka), optimis, hubungan yang positif, kontak sosial serta pemahaman tentang arti dan tujuan.

24 15 Pada penelitian yang lain mengenai Subjective well-being pada wanita dewasa akhir yang hidup melajang didapatkan hasil bahwa gambaran subjective well-being terlihat dari penilaian positif tentang kehidupan melajang, adanya hubungan positif dengan lingkungannya, serta memiliki job satisfaction. Faktor faktor yang mempengaruhi subjective well-being terlihat dari adanya dukungan dari orang orang terdekat, peristiwa positif dalam hidup, kegiatan religiusitas dan kondisi finansial yang memadai. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat gambaran subjective well-being pada wanita karir yang melajang. Selain itu, peneliti ingin melihat apa saja faktor - faktor yang mempengaruhi subjective well-being pada wanita karir yang melajang. Yang membedakan adalah pada usia subjek yang akan diteliti. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang mendalam (in-depth), berorientasi pada kasus dari sejumlah kecil kasus, termasuk satu studi kasus (Morissan, 2012). Peneliti dalam mengambil data penelitian menggunakan teknik wawancara mendalam. Kemudian konsep berpikir yang digunakan oleh peneliti adalah dengan cara induktif. Subjek Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita karir yang melajang. Kriteria dari subjek yang digunakan adalah sebagai berikut :

25 16 a. Seorang wanita yang sudah bekerja b. Wanita yang belum menikah (melajang) c. Wanita usia di atas 40 tahun. Alasan memilih subjek wanita karir yang melajang usia di atas 40 tahun adalah pertimbangan usia kritis dimana seorang wanita sudah dianggap sangat siap untuk memiliki keluarga, dan tekanan dari orang orang sekitar yang semakin banyak. Prosedur Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi dari pasrtisipan. Metode ini mencakup cara yang dipergubakan seseorang untuk suatu tujuan tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendapat secara lisan langsung dari seseorang atau informan. Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang komplek, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara atau gabungan yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena, dan secara maksimal memungkinkan interpretasi tema (Boyatzis dalam Poerwandari, 2001). Uji Keabsahan Data Menurut Alsa (2004), validitas penelitian kualitatif adalah kepercayaan terhadap data yang diperoleh dan analisis yang dilakukan peneliti secara akurat dalam mempresentasikan dunia sosial di lapangan. Peneliti menanyakan kebenaran

26 17 atas penyataan (jawaban) yang telah disampaikan oleh partisipan kepada teman dekat partisipan. Dalam proses pengambilan data terlebih dahulu peneliti juga membangun rapport dengan subjek penelitian, agar dalam proses pelaksanaan penelitian nanti antara peneliti dan responden sudah terjalin hubungan yang baik. Demi memperoleh validitas data, wawancara penelitian ini direkam dengan menggunakan tape recorder. Selain itu peneliti juga menjaga kode etik psikologi dalam penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 sampai dengan 27 bulan November tahun Wawancara dilakukan satu kali untuk partisipan pertama dan dua kali untuk partisipan kedua. Partisipan pertama, wawancara dilakukan di kantor beliau tepatnya di Gedung Rektorat UNS dan dilaksanakan pada tanggal 18 November Dan untuk partisipan kedua, wawancara dilakukan di rumah beliau pada t7anggal 19 dan 27 November Partisipan pertama (P1) beinisial H, partisipan lahir dan dibesarkan di kota Surakarta, Jawa Tengah pada tahun H menganut agama Islam. H merupakan anak kedua dan mempunyai dua adik, dia mempunyai seorang kakak yang sudah meninggal. H saat ini tinggal bersama ibu, kedua adiknya dan satu keponakan. Ayah H sudah meninggal dunia, dan ibu H merupakan seorang ibu rumah tangga. Saat ini H merupakan pegawai bagian administrasi Universitas Sebelas Maret (UNS). Setelah lulus SMEA, H memutuskan untuk bekerja dahulu. H mempunyai hobi berenang, membaca dan nonton.

27 18 Partisipan kedua (P2) berinisial S, partisipan lahir di Pati pada tanggal 10 Oktober 1963, S kecil pernah tinggal di Semarang. Pada saat SD, S pindah ke Solo dan tinggal di Solo hingga sekarang. S menganut agama Kristen, orang tua dan kedua adik S menganut agama Islam. S merupakan putri pertama dan memmiliki dua adik laki laki, yang salah satunya sudah menikah. Saat ini S bekerja sebagai guru PKN di salah satu SMP di Surakarta. S mempunyai hobi membuat karya seni seperti: kristik, membuat pernak pernik dari manik manik, selain itu S juga mempunyai hobi menyanyi. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kedua partisipan mempunyai gambaran SWB yang tinggi. Selain itu gambaran SWB pada kedua partisipan hampir sama, walaupun mereka memiliki selisih usia 6 tahun, dan salah satu dari mereka masih ingin untuk memiliki keluarga. Gambaran SWB tersebut dapat dilihat dari dimensi yang digunakan oleh penulis yaitu dimensi umum dari Diener (dalam Eid & Larsen). 1. Dimensi kognitif Kedua partisipan mempunyai penilaian yang tidak jauh berbeda mengenai hidup mereka, yang dalam dimensi ini dibagi ke dalam dua evauasi. a. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global (life satisfaction). P1 mengatakan bahwa dirinya sudah cukup puas dengan kehidupannya saat ini, P1 senantiasa bersyukur atas apa yang sudah didapatkannya baik itu materi maupun non materi. P1 tidak merasa statusnya saat ini (melajang) Untuk kehidupannya masa lalu, P1 hanya menyayangkan mengapa dulu dia seenaknya sendiri pada waktu sekolah. sedangkan untuk P2, partisipan belum merasa puas dengan kehidupannya saat ini. P2 merasa belum bisa membahagiakan kedua adiknya karena kedua orang tuanya sudah

28 19 tiada. P1 dan P2 mensyukuri apa yang sudah terjadi pada diri mereka. P1 dan P2 berusaha yang terbaik untuk kehidupannya di masa yang akan datang, mereka berusaha memperbaiki apa yang kurang di masa lalu. P1 belum memiliki pasangan hingga saat ini hanya karena P1 belum menemukan seseorang yang pas dengan dirinya. P1 mengatakan bahwa dia ingin segera menikah dengan laki laki pilihannya, tetapi teman dekatnya mengatakan bahwa P1 selalu mengatakan hal yang sama ketika di tanya mengenai pasangan hidupnya. Sedangkan P2 mempunyai pengalaman masa lalu yang membuatnya trauma hingga sekarang. Trauma yang dirasakan oleh P2 adalah takut jika apa yang dialami oleh kedua orang tuanya dahulu terjadi pada dirinya juga. Keluarga P2 bukanlah keluarga yang harmonis, ayah P2 sering menelantarkan ibu P2. P2 mengatakan bahwa sang ayah tidak memenuhi kebutuhan dari sang ibu, seperti contoh yang disampaikan oleh P2, sang ayah tidak membelikan baju baru untuk ibunya ketika lebaran. P2 juga mengatakan bahwa ibunya sering mendapat tindak kekerasan dari ayahnya. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab mengapa P2 tidak menikah hingga saat ini, P2 takut jika hal yang dialami ibunya juga terjadi pada dirinya. Mengenai penilaian orang lain terhadap kehidupan partisipan, kedua partisipan hampir sama dalam menyikapi hal tersebut. P1 dan P2 cenderung tidak peduli dengan perkataan atau penilaian orang lain terhadap mereka, apalagi ditambah dengan status mereka saat ini. P2 mengatakan bahwa dirinya sudah terbiasa, sehingga dia tidak mau memikirkan perkataan orang lain, dia cenderung membuat segalanya happy. P1 dan P2 seseorang yang

29 20 hampir sama mereka mempunyai cukup banyak teman di sekeliling mereka. Selain banyak teman, P1 saat ini masih memiliki hubungan dengan seorang laki laki yang. P1 dan P2 termasuk yang memiliki banyak mantan pacar, mereka mempunyai tipe laki laki yang mereka sukai. Tetapi untuk P2 saat ini sudah menutup diri, jika dia dekat laki laki lebih baik seseorang itu menjadi saudara. P2 mengatakan bahwa dirinya dahulu cukup sering diajak untuk menikah, tetapi dirinya tidak mau. Alasan yang cukup kuat adalah karena P2 sudah trauma, disamping itu P2 selalu menjalin hubungan dengan seseorang yang berbeda agama. P1 dan P2 menerima keadaan dirinya saat ini dengan senang hati, P1 dan P2 sangat bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan kepada mereka. P1 menerima dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, P2 happy dengan yang dia miliki saat ini. Walaupun P1 dan P2 tidak sempurna tetapi mereka tidak menjadikan itu sebagai kelemahan mereka. b. Evaluasi terhadap kepuasan pada domain tertentu P1 dan P2 memiliki persamaan yaitu mereka sama sama PNS. P1 Mengatakan bahwa dirinya saat ini sudah cukup puas dengan pekerjaannya, karena menurut dia menjadi seorang PNS itu adalah sesuatu yang dia cari. Mengenai penghasilan P1 merasa penghasilannya sudah cukup, dia menggunakan uang tersebut dengan belanja pintar. Sedangkan untuk P2 mengatakan bahwa dirinya belum puas, belum puas disini karena dia menganggap bahwa tujuan pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai. Dia mengatakan bahwa keadaan dunia pendidikan sekarang ini sangat memprihatinkan. P2 sangat menyayangkan mengapa pendidikan moal di

30 21 Indonesia saat ini tidak ada, mengapa pendidikan PMP harus digantikan dengan PKN yang tidak ada pendidikan moralnya. P2 sangat memikirkan nasib anak anak jaman sekarang, P2 mengatakan bahwa dirinya akan merasa puas dalam pekerjaannya jika dia bisa berkontribusi dalam mewujudkan tujuan bangsa dan Negara Indonesia. P1 dan P2 mempunyai keluarga yang sangat mendukung mereka. Ibu dari P1 memang sering menanyakan mengenai kehidupan asmaranya dan juga sering menanyakan kapan mau menikah, tetapi ibu P1 tidak memberikan target untuk cepat cepat menikah. P1 tidak pernah merasa terganggu dengan pertanyaan pertanyaan sang ibu, dia merasa hal tersebut wajar jika terjadi. Dan juga keluarga P2 mendukung segala keputusannya, memang dahulu ketika orang tua P2 masih ada, mereka sering bertanya tetapi juga tidak memberikan target. Saat ini P2 tinggal bersama adik adiknya, mereka tidak pernah menyuruh kakaknya untuk menikah, karena adiknya juga tahu apa yang dirasakan oleh P2. Adik P2 sangat menyayanginya, hal ini bisa dibuktikan dengan adik adik P2 masih tinggal bersama dengan dirinya, meskipun salah satu adiknya sudah berkeluarga. Kedua partisipan memiliki keluarga yang hanya sehingga mereka sangat dekat dengan keluargya, hal tersebut yang membuat mereka merasa sangat mendapat dukungan dari keluarganya. Salah satu tujuan hidup mereka adalah membahagiakan keluarganya yang masih ada saat ini. P1 dan P2 sama sama sibuk bekerja, mereka bekerja dari pagi hingga sore hari bahkan terkadang hingga malam hari. P1 memanfaatkan waktu luang yang ada untuk melakukan hobinya, selain itu terkadang ia juga

31 22 berkumpul bersama teman teman atau keluarganya, terkadang dia mengerjakan pekerjaan yang belum selesai. Dia tidak pernah merasa kesepian karena ketika dia sendirian banyak sekali hal hal yang bisa dikerjakan, dia bisa malakukan hobinya yaitu : nonton, membaca dan berenang. Untuk P2 waktu luang digunakan juga untuk melaksanakan hobinya dalam bidang kesenian. P2 sangat menyukai karya seni seperti: kristik, membuat pernak pernik dari manik manik. Selain untuk melaksanakan hobinya P2 juga menggunkan waktu luangnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti: mencuci pakaian, masak, dan juga merawat cucu dari adiknya. P1 dan P2 mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai riwayat sakit yang serius. Hanya beberapa penyakit ringan yang sering menyerang mereka, seperti: flu, terlalu capek dan kurang istirahat saja. P1 rutin berolahraga renang, dia sering pergi renang bersama dengan teman dekatnya. Sedangkan P2 hampir tidak pernah berolahraga kecuali ketika ada senam di sekolah tempat dia bekerja. Mengenai kondisi keuangan, P1 dan P2 mengaku cukup dengan apa yang sudah dapat dari hasil bekerja mereka. Mereka memanfaatkan uang tersebut untuk membeli kebutuhan sehari hari, dan menyampingkan keinginan mereka. P1 mengatakan metode dia berbelanja adalah belanja pintar. Selain untuk berbelanja kebutuhan, mereka juga menyisakan sedikit uang mereka untuk ditabung, dan memberikan sedikit kepada keluarganya. Mereka mensyukuri apa yang sudah mereka dapatkan, dan mereka tidak suka meminta kepada orang lain apabila kekurangan. P2 mengatakan bahwa

32 23 lebih baik dia berusaha dan sabar jika tidak punya uang sama sekali atau langsung pinjam di bank daripada harus tutup lubang, buka lubang ke orang orang yang dia kenal. 2. Dimensi Afeksi Kedua partisipan sering menunjukkan perasaan perasaan yang menunjukkan emosi ketika suatu peristiwa terjadi. a. Afek positif P1 sangat tenang dan santai ketika menceritakan segala hal yang terjadi pada dirinya. P1 tidak merasakan adanya sesuatu yang bisa membuatnya sangat terpuruk, walaupun beberapa peristiwa yang menyedihkan terjadi. P1 sangat enjoy dalam menyikapi suatu hal, dan dia menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Begitu juga P2, dia selalu terlihat tenang dan selalu tersenyum ketika brcerita. Dia mengatakan bahwa dia selalu menyerahkan segala hal yang terjadi kepada Tuhan, dia mengatakan bahwa setiap yang terjadi dalam hidupnya itu kehendak Tuhan, dan Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar. b. Afek Negatif Kedua partisipan pasti mengalami keterpurukan tetapi mereka tidak menunjukkan emosi negatif yang berlebihan. P2 mengatakan bahwa dirinya bisa bangkit dari keterpurukan setelah satu minggu. Setelah itu, dia merasa seperti biasa, bisa enjoy lagi dan gembira lagi seperti biasanya.

33 24 Selain dimensi dimensi di atas, hasil wawancara juga menunjukkan beberapa faktor yang memengaruhi SWB kedua partisipan, yaitu: a. Faktor genetik Kedua partisipan lahir dalam keluarga yang sangat mendukung mereka. Karena dukungan keluarga yang besar, kedua partisipan sangat mudah beradaptasi dengan keadaan yang menimpa mereka. Ketika mereka mendapatkan suatu masalah, mereka langsung cerita kepada keluarga dan meminta pendapat kepada keluarganya. b. Faktor kepribadian Kedua partisipan mempunyai afek positif yang baik, mereka selalu menunjukkan emosi positif dimanapun mereka berada. Mereka sangat terbuka dengan keadaan di lingkungan sekitar mereka. Mereka tidak menutupi hal hal yang terjadi pada dirinya kepada orang orang terdekat mereka. c. Faktor demografis Faktor demografis yang nampak pada kedua partisipan adalah pendapatan dan pendidikan. P1 dan P2 saat ini sudah mempunyai pendapatan yang tetap, mereka merasa apa yang didapat sekarang ini sudah cukup. Mereka bisa memenuhi segala kebutuhan sehari hari mereka. Selain itu, kedua partisipan menempuh pendidikan yang tinggi. P1 adalah lulusan S1 jurusan ekonomi, dan P2 saat ini sedang menempuh pendidikan S1-nya di Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan. Mereka mempunyai pemikiran yang luas akan beberapa hal, hal tersebut menjadikan mereka seseorang yang melihat sesuatu tidak hanya dari satu sisi saja.

34 25 d. Hubungan sosial P1 dan P2 mempunyai hubungan sosial yang baik, mereka mempunyai banyak teman di sekitar mereka. Mereka mudah bergaul dengan siapa saja yang ada. Mereka tidak pernah membeda bedakan satu orang dengan orang lain. e. Dukungan sosial Kedua partisipan memiliki dukungan sosial yang sangat besar, tidak hanya dari keluarganya tetapi juga dari orang orang di sekitarnya. Mereka tidak pernah merasakan kesepian atau hal hal yang membuat mereka sedih terlalu lama. f. Proses Kognitif P1 dan P2 memiliki pemikiran yang sangat optimis dalam segala hal. Mereka selalu bersyukur atas segala hal yang telah mereka dapatkan. P2 cenderung menyerahkan segalanya kepada Tuhan, dan jika dia ingin sesuatu dia pasti berpikir bahwa suatu saat nanti dia akan memilikinya. P1 dan P2 memiliki pemikiran yang luas tentang hal hal di sekitar mereka. g. Tujuan Kedua partisipan mempunyai tujuan hidup yang jelas, yang bisa memotivasi mereka untuk melakukan hal hal yang lebih baik dari hari ini. P2 sangat bersemangat untuk memajukan bangsa dan Negara. Mungkin apa yang mereka cita citakan dari kecil tidak terpenuhi, tetapi semangat mereka dalam pekerjaannya saat ini sangat kuat.

35 26 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada dua dimensi subjective well-being pada wanita karir yang melajang yaitu dimensi kognitif dan dimensi afeksi dari kedua partisipan terpenuhi. Kedua partisipan pastinya mempunyai masalah dan cara mengatasinya sendiri sendiri. Kedua partisipan sangat menikmati dan enjoy dalam menghadapi hidupnya dan dalam menyikapi statusnya yang melajang. Kedua partisipan menyerahkan segala hidupnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan begitu mereka merasa lebih nyaman dalam menjalani hidup mereka. Dengan berpegang kepada Tuhan, kedua partisipan menjadi kuat dan lebih tenang dalam menjalani kehidupannya bersama dengan orang orang yang mereka sayangi. Dari kedua partisipan, mempunyai faktor faktor yang sama dalam meningkatkan subjective well-being mereka. Faktor faktor yang berpengaruh diantaranya adalah pendapatan, dukungan sosial, hubungan sosial. Kedua partisipan mengaku puas dengan kehidupannya dalam beberapa hal, tetapi tetap ada hal hal yang mereka masih ingin capai karena manusia pasti akan selalu merasa kurang. SARAN Sesuai dengan hasil penelitian dan berdasarkan pemahaman dan kesimpulan yang ada, maka penulis memberikan beberapa saran, yaitu: 1. Bagi kedua partisipan diharapkan dapat meningkatkan subjective well-being pada dirinya dengan cara lebih mempertahankan dan meningkatkan relasi terhadap Tuhan dan lingkungan sekitar.

36 27 2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih jeli melihat faktor faktor lain yang mempengaruhi subjective well-being pada partisipan. 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih selektif dalam memilih partisipan.

37 28 Daftar Pustaka Bartram, D., & Boniwell, L The science of happiness: Achieving sustained psychological well being. Positive Psychology in Practice. Baumgardner, S. R., & Crothers, M. K Positive psychology. Prentice Hall/Person Education. Burns, D. D Counseling singles. Christian Counseling, A Comprehensive Guide, Word Publishing. Continuing Psychology Education Subjective well being (happiness). San Diego, California: Author. Christie, Y., Hartanti & Nanik Perbedaan Kesejahteraan Psikologis pada Wanita Lajang Ditinjau dari Tipe Wanita Lajang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya vol. 2 no.1 Diener, E The Science of Well-Being The Collected Works of Ed Diener. USA: Springer Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S Subjective Well-Being. Handbook of positive psychology. Diener, E., Oishi, S., & lucas, R. E Subjective Well-Being : the science of happiness and life satisfaction. In S J Lopez & C.R. Snyder (Eds.), Oxford handbook of positive psychology. New York : Oxford University Press. Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L Subjective Well-Being : Three decades of progress. Psychological bulletin,. Gunadi, P Kehidupan lajang dari perspektif wanita. Retrieved 1, 2001, from Hanggoro, Yohanes Penelitian Deskriptif : Subjective Well-Being pada Biarawati di Yogyakarta. Skripsi Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dilihat 09 Oktober 2016 Kapteyn, A., Smith, J. P., & Van Soest, A Life satisfaction. Laswell, M. & Laswell, T Marriage & the family. Belmont, California: Wadworth, Inc. Lopez, S. J., Pedrotti, J. T., & Snyder, C. R Positive psychology: The scientific and practical explorations of human strengths. Sage Publications. Mujamiasih, Murti Subjective Well-Being (SWB) : Studi Indigenous pada PNS dan Karyawan Swasta yang Bersuku Jawa di Pulau Jawa. Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

38 29 Rubianto, G Wanita lajang di kota besar, tuntutan jaman ataukah soal kejiwaan?. Dilihat 09 Oktober Retrived November 22, 2000, from Santrock, W.J Life span development (9 th Cmpany. ed). New York: Mc Grow Hill Sugiyono, Prof., Dr Metode Penelitian Kuanttatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Subjective well-being merupakan evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Subjective Well-Being 2.1.1. Pengertian Subjective Well-Being Menurut Deiner dan Pavot subjective well-being (SWB) merupakan kategori yang luas mengenai fenomena yang menyangkut

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F100110101

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya dindanatasyaa@yahoo.com Abstrak - Guru mengalami berbagai masalah dalam menjalankan profesinya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Subjective Well-Being Ibu yang memiliki Anak Autis di Rumah Autis Bandung Descriptive Study of Subjective Well-Being Mothers Who Have Autistic Children

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton

Lebih terperinci

Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Keinginan Berpindah pada Karyawan (Sales) Nissan Ahmad Yani Surabaya. Oleh, Olivia Ellen Junita

Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Keinginan Berpindah pada Karyawan (Sales) Nissan Ahmad Yani Surabaya. Oleh, Olivia Ellen Junita Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Oleh, 802007135 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi : Psikologi, Fakultas : Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk mencari kebahagiaan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan anggota

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Internal dan External Locus of Control pada Karyawan Departemen Produksi di Bagian Weaving PT.

Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Internal dan External Locus of Control pada Karyawan Departemen Produksi di Bagian Weaving PT. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Internal dan External Locus of Control Weaving PT. TIMATEX Salatiga Oleh 802007130 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi,Fakultas Psikologi guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

akan menjadi lebih bahagia. Faktor internal juga menjadi penentu penting yang individu miliki untuk menentukan kebahagiaan mereka khususnya saat

akan menjadi lebih bahagia. Faktor internal juga menjadi penentu penting yang individu miliki untuk menentukan kebahagiaan mereka khususnya saat BAB V PENUTUP 5.1. Pembahasan Indonesia merupakan negara dengan beraneka-ragam budaya. Indonesia yang terikat dengan adat Timur berbeda secara budaya dengan negara-negara lain di dunia khususnya bagian

Lebih terperinci

PERBEDAAN SELF EFFICACY DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING. Oleh Sandra Dewi TUGAS AKHIR

PERBEDAAN SELF EFFICACY DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING. Oleh Sandra Dewi TUGAS AKHIR PERBEDAAN SELF EFFICACY DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING Oleh 802007125 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi,Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Oleh : Fredika Feybe Soetjiono Program Studi Psikologi

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Oleh : Fredika Feybe Soetjiono Program Studi Psikologi Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Oleh : 802007119 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buruh gendong merupakan orang yang bekerja untuk orang lain dengan cara menggendong barang dibelakang punggung untuk mendapatkan upah dari usahanya tersebut.

Lebih terperinci

PERBEDAAN KESTABILAN EMOSI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN. Oleh, Herdiana Soentpiet TUGAS AKHIR

PERBEDAAN KESTABILAN EMOSI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN. Oleh, Herdiana Soentpiet TUGAS AKHIR PERBEDAAN KESTABILAN EMOSI DITINJAU DARI JENIS Oleh, 802004118 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikolgi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Topik Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing menurut Diener (2005) teori digunakan untuk memberikan gambaran mengenai subjective

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu penelitian dengan menggunakan dua pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subjective well-being merupakan sejauh mana individu mengevaluasi kehidupan yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

Lebih terperinci

Karakteristik Pekerjaan dan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi CV. Cita Nasional Salatiga

Karakteristik Pekerjaan dan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi CV. Cita Nasional Salatiga Karakteristik Pekerjaan dan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi CV. Cita Nasional Salatiga TUGAS AKHIR Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata I Untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi OLEH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI Fakhrunnisak, Hazhira Qudsyi Program Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Univesitas Islam Indonesia e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 3 JATIPURNO-WONOGIRI. Oleh : KARTIKA SETYA WIJAYANI TUGAS AKHIR

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 3 JATIPURNO-WONOGIRI. Oleh : KARTIKA SETYA WIJAYANI TUGAS AKHIR HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 3 JATIPURNO-WONOGIRI Oleh : KARTIKA SETYA WIJAYANI 802007014 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD SIDOREJO LOR 1 SALATIGA TUGAS AKHIR. Oleh: Dian Setyorini

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD SIDOREJO LOR 1 SALATIGA TUGAS AKHIR. Oleh: Dian Setyorini HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD SIDOREJO LOR 1 SALATIGA TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut pasal 15 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada kategori orang dewasa. Masa remaja merupakan tahap perkembangan kehidupan yang dilalui setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah satunya untuk perubahan lingkungan maupun untuk dirinya sendiri yang bertujuan meningkatkan dan merubah kualitas

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian dan saran yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School

Lebih terperinci

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental p-issn e-issn

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental  p-issn e-issn INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental http://e-journal.unair.ac.id/index.php/jpkm p-issn 2528-0104 e-issn 2528-5181 ARTIKEL PENELITIAN KEPUASAN PERKAWINAN DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari : pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, alat ukur penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Subjektif 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada bagaimana orang menilai hidup secara positif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

SOSIALISASI. Oleh: TUGAS AKHIR. Psikologi. guna

SOSIALISASI. Oleh: TUGAS AKHIR. Psikologi. guna SOSIALISASI GENDER DALAM KELUARGA MISKIN Oleh: 802006065 TUGAS AKHIR Diajukan kepadaa Program Studi: Psikologi, Fakultas: Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjanaa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga 2.1.1 Definisi Keluarga Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah sekelompok orang dengan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang berbeda mulai dari gender hingga tuntutan sosial yang masing-masing diemban. Meskipun memiliki

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMITMEN ORGANISASI ANTARA KARYAWAN KEPRIBADIAN TIPE A DAN TIPE B DI PT DUNIA SETIA SANDANG ASLI TEKSTIL SURAKARTA

PERBEDAAN KOMITMEN ORGANISASI ANTARA KARYAWAN KEPRIBADIAN TIPE A DAN TIPE B DI PT DUNIA SETIA SANDANG ASLI TEKSTIL SURAKARTA PERBEDAAN KOMITMEN ORGANISASI ANTARA KARYAWAN KEPRIBADIAN TIPE A DAN TIPE B DI PT DUNIA SETIA SANDANG ASLI TEKSTIL SURAKARTA Oleh : 802007040 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program studi: Psikologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud (dalam Arikunto, 2006) penelitian komparatif merupakan suatu penelitian yang dapat menemukan

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-Efficacy dan Keaktifan Berorganisasi dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Salatiga Oleh :

Hubungan antara Self-Efficacy dan Keaktifan Berorganisasi dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Salatiga Oleh : Oleh : 802008105 TUGAS AKHIR Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia merupakan periode perkembangan yang dimulai pada usia 65 sampai kematian. Neugarten (dalam Whitbourne & Whitbourne, 2011) membagi lansia ke dalam 3 tahapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN INTENSITAS PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AWAL DI GEREJA MAWAR SHARON DOUBLE R SEMARANG

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN INTENSITAS PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AWAL DI GEREJA MAWAR SHARON DOUBLE R SEMARANG HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN INTENSITAS PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AWAL DI GEREJA MAWAR SHARON DOUBLE R SEMARANG Oleh, NIM: 802007016 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi : Psikologi, Fakultas :

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being) BAB II Landasan Teori A. Kesejahteraan Subjektif 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being) Kesejahteraan subjektif merupakan analisa ilmiah tentang bagaimana seseorang mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Selain itu juga Allah memerintahkan manusia untuk mencari kebahagiaan seperti firman Allah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, terlebih mapan secara finansial. Hal itu seolah-olah sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Pertiwi Bandung Descriptive Study of Subjective Well-Being In The Elderly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya mendambakan kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dewasa yaitu usia tahun. Sedangkan seorang gadis yang masih berusia dibawah

BAB II LANDASAN TEORI. dewasa yaitu usia tahun. Sedangkan seorang gadis yang masih berusia dibawah BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Pengertian Wanita Istilah wanita diberikan kepada seseorang gadis yang telah mencapai usia tertentu pada masa perkembangannya yaitu pada usia memasuki tahap perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia menginginkan apa yang disebut dengan kebahagiaan dan berusaha menghindari penderitaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Seligman, 2011: 27) berpendapat

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY 1 RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY Brian Shendy Haryanto, Sri Hartati Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro brianlagiapa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial membuat manusia bertemu dan berhubungan dengan berbagai macam orang.

Lebih terperinci

KONFLIK PERAN PADA ANAK LAKI-LAKI SULUNG USIA DEWASA AWAL PASCA KEMATIAN AYAH

KONFLIK PERAN PADA ANAK LAKI-LAKI SULUNG USIA DEWASA AWAL PASCA KEMATIAN AYAH KONFLIK PERAN PADA ANAK LAKI-LAKI SULUNG USIA DEWASA AWAL PASCA KEMATIAN AYAH Oleh 802005057 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi: Psikologi, Fakultas: Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah

Lebih terperinci

Hubungan Persepsi Terhadap Bahaya Merokok Dengan Frekuensi Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh : Handoko

Hubungan Persepsi Terhadap Bahaya Merokok Dengan Frekuensi Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh : Handoko Oleh : 802006704 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan merupakan dambaan setiap manusia dalam hidupnya. Kesejahteraan dapat dikatakan sebagai suatu kondisi ketika seluruh kebutuhan manusia terpenuhi. Terpenuhinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Subjective Well-being ditinjau dari faktor demografi pada petani sawit di Desa Rawa Bangun

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Subjective Well-being ditinjau dari faktor demografi pada petani sawit di Desa Rawa Bangun BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yang bertujuan untuk membandingkan Subjective Well-being ditinjau dari faktor demografi pada petani sawit di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya penelitian kuantitatif, perlu secara jelas diketahui variabel-variabel apa saja yang akan diukur dan instrumen seperti apa yang akan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Alat Ukur

LAMPIRAN A. Alat Ukur LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci