BAB IV INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT WOTAY. moritari, penulis membahas bagaimana nilai-nilai penting moritari dapat menggerakkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT WOTAY. moritari, penulis membahas bagaimana nilai-nilai penting moritari dapat menggerakkan"

Transkripsi

1 BAB IV INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT WOTAY 4.1. Pengantar. Integrasi masyarakat Wotay perlu dipahami dalam perspektif integrasi sosial. Dalam perspektif ini, budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian integrasi sosial masyarakat Wotay. Dengan mengacu pada nilai-nilai penting yang terkandung dalam moritari, penulis membahas bagaimana nilai-nilai penting moritari dapat menggerakkan terwujudnya integrasi sosial masyarakat Wotay. Integrasi sosial masyarakat Wotay bukan suatu proses yang mudah dalam konteks perubahan sosial yang sedang dialami masyarakat setempat. Oleh karena itu, penulis juga memaparkan tantangan-tantangan integrasi sosial masyarakat Wotay. Sehingga bab ini akan membahas dua topik utama yaitu moritari: pemaknaannya bagi masyarakat Wotay, moritari: tantangan integrasi sosial masyarakat Wotay Moritari: Pemaknaannya Bagi Masyarakat Wotay. Moritari merupakan budaya masyarakat Wotay yang hanya dapat berfungsi dengan baik jika dimaknai dengan baik oleh masyarakat penganutnya. Sebagai sebuah sistem budaya, pemaknaan terhadap moritari berdampak bagi pelaksanaan bentuk-bentuk moritari dalam pergaulan hidup masyarakat setempat. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, moritari memiliki nilai-nilai penting 1 yang mengandung dua makna terdalam. Pemaknaan terdalam moritari identik dengan pemaknaan atas kebenaran dan kebaikan hidup bersama berdasarkan sejarah masyarakat Wotay. Kebenaran dan kebaikan bagi masyarakat setempat dinyatakan melalui perilaku yang tidak bertentangan dengan adat- 1 Lih. hlm

2 istiadat. Moritari sebagai bagian dari adat-istiadat masyarakat Wotay dimaknai sebagai budaya yang mengandung kebenaran tersebut. Karena itulah, jika masyarakat Wotay sudah tidak lagi memaknai dengan baik moritari, maka perilaku tersebut identik dengan sikap menentang kebenaran sejarah masyarakat Wotay dan menolak kebaikan hidup bersama. Di samping makna tersebut di atas, makna terdalam moritari adalah budaya yang hadir untuk merawat hidup. Ciri khas moritari sebagai budaya yang merawat hidup tercermin dari peran moritari untuk menjaga eksistensi masyarakat sekitar, dimulai sejak zaman leluhur yang hidup terisolasi di Pulau Nila hingga pascaperpindahan ke pemukiman baru yang lebih terbuka di Pulau Seram. Ciri khas itu menjadi bagian integral dalam diri setiap anggota masyarakat Wotay. Jati diri masyarakat Wotay tidak lepas dari filosofi dibalik nama Desa Wotay yang dalam bahasa setempat dikenal dengan Negeri Letwori Rei syara artinya negeri yang menghimpun dan menghidupkan masyarakat. Sebagai komunitas yang mendiami negeri yang menghimpun dan menghidupkan, merupakan tanggung jawab masyarakat Wotay untuk mewujudkan identitas mereka dalam tindakan aktual. Kekayaan nilai moritari dapat berfungsi untuk menciptakan integrasi sosial masyarakat Wotay. Menurut Ralph Linton, integrasi sosial adalah proses perkembangan progresif dalam rangka mewujudkan persesuaian yang sempurna antara unsur-unsur yang secara bersama mewujudkan persesuaian universal. 2 Sedangkan Soetrisno Kutoyo mendefinisikan integrasi sosial sebagai gambaran tentang terjadinya pembauran warga masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh dan bulat ke dalam satu kesatuan sosial. Dikatakan juga bahwa integrasi sosial atau integrasi masyarakat tidak lain adalah membuat masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh atau bulat. 3 Mengacu pada definisi di atas, terlihat bahwa integrasi sosial menitikberatkan proses perkembangan masyarakat, adanya pembauran antar warga masyarakat yang saling berbeda, 2 Linton, Antropologi: Suatu Penyelidikan, Kutoyo, Sosiologi,

3 terjadinya penyesuaian di antara unsur-unsur masyarakat yang berbeda itu, hingga akhirnya mencapai satu kebulatan atau kesatuan masyarakat. Dengan kata lain, integrasi sebagai proses dan hasil kehidupan sosial merupakan alat yang bertujuan mengadakan suatu keadaan homogen, yang mana jika homogenitas itu tercapai maka akan tercapai keberlangsungan hidup masyarakat. Jika memperhatikan konteks masyarakat Wotay masa kini, maka akan ditemukan adanya keanekaragaman kultural masyarakatnya. Komposisi masyarakat Wotay yang terdiri dari warga asli dan warga pendatang, baik warga yang menetap di Wotay karena ikatan dinas, warga yang mengalami perkawinan campur, serta warga korban konflik sosial Maluku tahun , memperlihatkan adanya tingkat heterogenitas tersebut. Mengacu pada perspektif integrasi, realitas ini memungkinkan terjadinya proses pembauran unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat setempat. Pembauran tersebut dimaksudkan agar anggota masyarakat Wotay yang berbeda itu dapat menyesuaikan diri satu sama lain sehingga pada akhirnya menciptakan keadaan masyarakat yang homogen, yang mana homogenitas tersebut bermanfaat bagi keberlangsungan hidup masyarakat Wotay. Keragaman masyarakat Wotay ini bila tidak dikelola dengan bijak akan memicu konflik. Menurut Astrid Susanto, 4 integrasi sosial dan konflik adalah gejala sosial yang saling berkaitan karena proses integrasi adalah sekaligus proses disorganisasi dan disintegrasi, di mana proses itu diawali dengan disorganisasi. Disorganisasi merupakan proses memudarnya nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan disintegrasi adalah memudarnya kesatuan dalam organisasi dan solidaritas kolektif, golongan/kelompok dalam masyarakat. Merujuk pada perspektif tersebut, dapat dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab konflik dalam masyarakat disebabkan oleh memudarnya nilai dan norma yang dipegang bersama. Dalam masyarakat yang masih berpegang pada adat-istiadat, nilai dan norma itu banyak 4 Susanto, Pengantar Sosiologi,

4 terkandung di dalam budaya lokal. Jika dikaitkan dengan konteks hidup masyarakat Wotay, maka terjadinya segregasi dan konflik juga dipengaruhi oleh memudarnya nilai-nilai moritari khususnya di kalangan generasi muda. Akibat dari memudarnya nilai-nilai moritari itu sendiri turut mempengaruhi solidaritas yang terbentuk antar anggota masyarakat maupun antar generasi masyarakat Wotay. Kondisi di atas terbukti dengan adanya perbedaan sikap masyarakat Wotay dalam berbagai aktivitas moritari. Perbedaan sikap dimaksud tidak hanya bersifat eksternal mencakup masyarakat asli dan masyarakat pendatang, tetapi juga bersifat internal mencakup perbedaan sikap di antara generasi masyarakat asli Wotay. Terkait dengan perbedaan sikap antar masyarakat asli Wotay dengan masyarakat pendatang, ditemukan bahwa masyarakat pendatang dinilai tidak memiliki pemahaman yang baik tentang moritari dibanding masyarakat asli Wotay. Sedangkan dalam masyarakat asli Wotay sendiri generasi tua dinilai masih mempertahankan moritari dalam berbagai aktivitas, sedangkan generasi muda cenderung mengabaikannya. Merujuk pada pandangan Susanto dikatakan bahwa makin tinggi konflik intra kelompok, makin kecil integrasi. Sebaliknya makin besar permusuhan dengan kelompok luar (out-group/theygroup), makin besar integrasi (in-group solidarity). 5 Meminjam pandangan William Graham Sumner, 6 disebutkan juga bahwa orang cenderung mempertentangkan kelompoknya sendiri (in-groups) dengan kelompok luar (out-groups) sehingga melahirkan etnosentrisme. Hal ini berdampak pada solidaritas yang terbentuk di antara mereka. Berdasarkan pemaparan data pada bab sebelumnya, diketahui bahwa masyarakat Wotay memiliki dua perspektif berbeda dalam memandang kehadiran anggota komunitas lain pada aktivitas moritari. Selain dianggap dapat mempengaruhi munculnya konflik, orang luar atau masyarakat pendatang justru memiliki pengaruh besar bagi perkembangan masyarakat 5 Susanto, Pengantar Sosiologi, Sumner, Folkways,

5 Wotay. Hal ini dibuktikan oleh adanya partisipasi masyarakat pendatang untuk pembangunan Desa Wotay yang dikerjakan dalam bingkai moritari. Kondisi tersebut tidak menimbulkan sikap pertentangan atau permusuhan dari masyarakat Wotay terhadap masyarakat pendatang, sebaliknya masyarakat setempat justru merangkum para pendatang dalam wilayah adat atau tradisi yang berlaku di Wotay seperti tercermin dari keberadaan soa/matarumah (mutu). Sikap penerimaan ini mengindikasikan bahwa solidaritas intra kelompok (in-group solidarity) yang berlaku di tengah-tengah masyarakat Wotay bukanlah solidaritas yang bercorak permusuhan terhadap kelompok luar, sebaliknya itu merupakan solidaritas yang merangkul dan menerima orang luar. Solidaritas dimaksud telah tercermin dalam moritari yang tergambar dari sikap dan kepedulian masyarakat sekitar untuk siap-sedia memberikan pertolongan terhadap saudara-saudara mereka yang membutuhkan bantuan dan dukungan. Nilai solidaritas tersebut menjadi penanda relasi dengan sesama anggota masyarakat yang terdiri dari elemen-elemen berbeda, namun berinteraksi secara bersama di dalam lingkungan Desa Wotay. Situasi ini merupakan faktor penting yang dapat meminimalisir segregasi atau konflik dalam berbagai aktivitas hidup masyarakat Wotay. Merujuk pada perspektif Durkheim tentang prinsip totem yang berkaitan dengan kesadaran kolektif dan pembentukan solidaritas kelompok dikatakan bahwa dalam masyarakat tradisional, satu kelompok yang memiliki kedudukan istimewa adalah marga. Anggota-anggota marga terikat oleh hubungan kekerabatan yang khas, yang tidak melulu terbentuk karena ikatan darah melainkan secara kolektif mereka ditandai dengan nama atau kata yang sama. Anggota kelompok marga menganggap satu sama lain sebagai bagian dari keluarga karena mereka memegang tanggung jawab timbal-balik yang identik, yang telah ditanamkan kepada setiap anggota marga. 7 7 Durkheim, The Elementary Forms,

6 Dalam kehidupan adat masyarakat Wotay soa/matarumah (soa/matarumah Fotayten na dan soa/matarumah Sereral na) merupakan kelompok tradisional atau kelompok adat yang memiliki kedudukan istimewa. Dikatakan istimewa karena kelompok soa/matarumah memainkan peran besar untuk menghimpun persekutuan dan menjaga ketertiban hidup masyarakat Wotay. Anggota kelompok ini adalah setiap anggota masyarakat Wotay yang terikat dalam hubungan kekeluargaan yang sangat khas, bukan karena adanya ikatan darah atau kesamaan latar kultural, melainkan karena mereka dikenal dengan nama yang sama yaitu sebagai orang Wotay. Jika memperhatikan realitas masyarakat Wotay, maka dapat dikatakan bahwa soa/matarumah di Wotay memiliki totem dalam arti sistem, kepercayaan kelompok, tanda, arti, representasi, dan penandaan yang melekat pada setiap anggotanya. Dalam konteks masyarakat Wotay unsur-unsur itu telah tertuang di dalam moritari. Karena moritari memiliki arti budaya persekutuan hidup yang rukun dalam bingkai kekeluargaan, maka moritari menjadi totem kelompok yang dipercayai oleh masyarakat Wotay sebagai media yang ampuh untuk merawat relasi setiap anggota soa/matarumah sekaligus seluruh anggota masyarakat Wotay. Moritari sebagai budaya masyarakat Wotay sekaligus menjadi representasi dari orang-orang Wotay, sehingga eksistensi masyarakat Wotay tanpa moritari adalah penyangkalan terhadap sistem kepercayaan, solidaritas kelompok, dan identitas dirinya. Durkheim mengemukakan bahwa dalam kehidupan sosial, masyarakat memberikan pengaruh moral atas individu. Hal ini karena masyarakat dan individu merupakan dua bagian yang berbeda. Masyarakat dipandang sebagai yang superior di mana individu menggantungkan kepercayaannya. Masyarakat dan individu memiliki tujuan yang berbedabeda, namun karena masyarakat tidak dapat mencapai tujuannya tanpa kerjasama dari individu maka masyarakat mengikat individu dengan segala bentuk privasi dan kekangan 79

7 demi tercapainya kehidupan sosial. Oleh karena itu, individu harus patuh terhadap aturanaturan tingkah laku tersebut yang sebenarnya bertentangan dengan keinginan dasariah individu. Masyarakat menjadi objek rasa hormat individu, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat memberikan daya moral atas individu. Daya moral itulah yang akhirnya membentuk kesadaran kolektif individu. 8 Terkait dengan perspektif tersebut, terwujudnya kehidupan sosial masyarakat Wotay tidak lepas dari tanggung jawab individu untuk turut terlibat di dalamnya. Setiap anggota masyarakat Wotay memiliki andil dalam aktivitas moritari. Jika individu/anggota masyarakat lalai untuk memenuhi tanggung jawab mereka dalam aktivitas moritari atau melakukan suatu tindakan amoral, maka individu tersebut dianggap tidak hidup sesuai moritari sehingga menimbulkan adanya sanksi sosial terhadap individu tersebut. Sanksi sosial itu dipercayai oleh masyarakat Wotay baik berupa kegagalan atau kemalangan dalam aktivitas individu maupun berbagai sanksi adat. Solidaritas yang tumbuh antar anggota masyarakat Wotay sangat berkaitan dengan kerja masyarakat setempat. Kenyataan tersebut terlihat dari perjumpaan para leluhur masyarakat Wotay di sebuah pulau kecil yang terisolir bernama Pulau Nila, yang menghubungkan mereka untuk saling bekerjasama mempertahankan eksistensi hidup. Hal serupa juga berlanjut dalam perjumpaan antara masyarakat asli Wotay dengan masyarakat pendatang di Pulau Seram. Terkait dengan hal ini, menurut Durkheim masyarakat terintegrasi dalam pembagian kerja yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan solidaritas mereka. Dikatakan pula bahwa masyarakat yang tradisional/primitif masih menganut solidaritas organis yang ditandai dengan tingkat homogenitas yang tinggi. Sedangkan masyarakat modern/maju menganut solidaritas mekanis yang ditandai dengan adanya pembagian kerja. 9 8 Durkheim, The Elementary Forms, Durkheim, The Division of Labor,

8 Mengacu pada perspektif evolusioner yang dikemukakan oleh Rahardjo, 10 dapat dikatakan bahwa masyarakat Wotay adalah masyarakat desa yang sedang mengalami perkembangan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat postmodern. Hal tersebut disebabkan karena selain masih memegang teguh nilai-nilai tradisional, masyarakat Wotay masa kini juga telah tersentuh dengan kemajuan sebagai dampak dari postmodernisasi. Dalam paradigma inilah, masyarakat Wotay terintegrasi karena adanya kesalingtergantungan di antara unsur-unsur masyarakat yang berbeda guna mencapai tujuan bersama. Karena itulah, solidaritas yang terbentuk di antara mereka bukan disebabkan adanya kesamaan antar anggota masyarakat, melainkan karena tujuan objektif bersama. Adapun tujuan objektif bersama yang dimaksudkan ialah tercapainya pembangunan masyarakat Wotay secara menyeluruh. Dikatakan secara menyeluruh karena dampak dari pembangunan itu sendiri tidak hanya menyentuh kehidupan masyarakat asli Wotay, tetapi juga warga pendatang yang tinggal di Wotay. Di samping itu, pembangunan dimaksud tidak hanya berorientasi di bidang sosio-ekonomi, tetapi juga bidang religius masyarakat setempat. Hal ini disebabkan karena kandungan nilai-nilai moritari sangat berperan besar dalam memupuk ikatan sosio-religius masyarakat Wotay sebagai masyarakat adat sekaligus jemaat Kristen. Solidaritas kelompok yang telah terbina di antara anggota masyarakat Wotay mendorong mereka untuk saling berinteraksi dan berintegrasi. Meskipun demikian, untuk mencapai integrasi sosial bukanlah sebuah proses yang mudah. Terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh individu/kelompok untuk dapat berintegrasi satu dengan lainnya. Menurut Susanto, 11 integrasi sosial dapat melalui empat fase atau tahapan yaitu fase akomodasi, fase kerjasama (cooperation), fase koordinasi (coordination), dan fase asimilasi. Susanto menyebutkan bahwa dasar dari proses integrasi itu sendiri adalah konsensus. 10 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan, Susanto, Pengantar Sosiologi,

9 Meminjam pandangan Marswadi Rauf, 12 konsensus terjadi apabila ada kesepakatan dalam hubungan antara dua orang/kelompok atau lebih yang ditandai dengan ditemukannya kemungkinan-kemungkinan di dalam diri semua pihak untuk mengadakan perubahan terhadap pendapat yang dianutnya dengan bersedia menerima pendapat dari pihak lain. Adapun konsensus yang dipegang bersama oleh masyarakat Wotay sebagai dasar interaksi mereka ialah budaya moritari. Hal ini disebakan karena moritari mengandung nilai-nilai yang sifatnya universal, tidak hanya bermanfaat secara internal meliputi masyarakat asli Wotay, tetapi juga secara eksternal meliputi masyarakat pendatang. Fase akomodasi sebagai tahapan awal integrasi oleh Ogburn dan Nimkoff 13 diartikan dengan kerjasama aktual individu atau kelompok terlepas dari perbedaan atau permusuhan. Sedangkan fase kerjasama (cooperation) diartikan sebagai suatu bentuk proses sosial di mana dua atau lebih perorangan/kelompok mengadakan kegiatan bersama guna mencapai tujuan bersama. Dikatakan juga bahwa melalui cara ini masyarakat mikro maupun makro, masyarakat lokal, nasional, dan internasional dapat mempertahankan eksistensinya dan sekaligus juga menambah kemajuannya. Mengacu pada perspektif ini, dapat dikatakan bahwa sebuah kerjasama memerlukan kebersatuan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Dalam konsep totemik sebagai sistem, kepercayaan kelompok, arti, representasi, dan penandaan seperti yang dikemukakan oleh Durkheim 14 dan yang telah dijelaskan oleh penulis pada bagian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa moritari merupakan ideologi masyarakat Wotay untuk berinteraksi satu dengan yang lain. Jika diibaratkan sebagai bangsa Indonesia yang tersusun atas keragaman masyarakatnya, maka pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai yang berfungsi bagi integrasi sosial bangsa Indonesia. Masyarakat Wotay yang dapat diasosiasikan dengan miniatur Indonesia tersebut, juga 12 Rauf, Konsensus dan Konflik, Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, A Handbook of Sociology, Durkheim, The Elementary Forms,

10 memiliki ideologi yang dianut secara bersama-sama oleh masyarakat setempat yaitu moritari. Di dalam ideologi moritari itu sendiri telah tertuang nilai-nilai penting yang berfungsi bagi integrasi masyarakat Wotay. Karena kerjasama merupakan aspek penting yang ditekankan dalam integrasi sosial masyarakat, maka dalam konteks masyarakat Wotay, moritari menjadi ideologi pemersatu masyarakat setempat yang tersusun atas elemen-elemen berbeda. Moritari menyatukan setiap komponen masyarakat Wotay dengan berbagai kekuatan yang dimiliki demi membangun hidup secara bersama-sama. Moritari dapat membebaskan masyarakatnya dari pola berpikir parsial berdasarkan fanatisme suku, ras, dan ikatan darah. Kerjasama yang dimaksud dalam konteks hidup masyarakat Wotay telah berlangsung cukup lama, dimulai dari realitas para leluhur di lakpona hingga terus bertahan pascaperpindahan ke pemukiman baru. Dalam konteks keberagaman masyarakat Wotay masa kini, kerjasama itu masih tetap berlangsung namun dengan cara yang lebih modern untuk tujuan yang lebih luas. Kondisi ini terlihat dari sistem gotong-royong masyarakat Wotay yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, tetapi juga untuk membangun desa. Mengacu pada pendapat Hendropuspito, dikatakan bahwa dalam fase kerjasama nilai sosial yang tumbuh karena pertalian darah dapat menumbuhkan rasa persatuan dan persaudaraan yang makin kuat. 15 Dalam konteks masyarakat Wotay, berlangsungnya kerjasama antar elemen masyarakat yang berbeda itu selalu dilihat dalam nuansa persaudaraan. Hal ini dikarenakan moritari sebagai ideologi bersama mengandung nilai solidaritas yang tidak harus tumbuh karena adanya hubungan darah. Sebagai masyarakat yang ditandai dengan budaya moritari, setiap anggota masyarakat Wotay memandang satu sama lain sebagai saudara yang saling menolong dalam situasi apapun. Kerjasama antara masyarakat asli Wotay dengan masyarakat pendatang telah berlangsung cukup lama hingga menyentuh berbagai eksistensi masyarakat setempat, dan 15 Hendropuspito, Sosiologi,

11 akhirnya menimbulkan situasi di mana individu atau kelompok mengharapkan dan mempunyai kesediaan untuk bekerjasama. Mengacu pada kebiasaan kerjasama masyarakat Wotay yang telah cukup lama terbentuk itulah, melahirkan situasi di mana setiap unsur masyarakat Wotay merasa membutuhkan satu dengan yang lain. Dalam kondisi ini, masyarakat setempat berada dalam fase koordinasi yakni terjadinya penyatupaduan sasaransasaran dan kegiatan-kegiatan dari bagian atau bidang fungsional dari suatu kelompok. Dapat dikatakan juga bahwa koordinasi berfungsi untuk mengadakan kesatuan, keterpaduan, serta keharmonisan di antara pihak-pihak yang saling bekerjasama. Seperti yang telah dikemukakan, kerjasama yang terbina di antara masyarakat Wotay telah menyentuh berbagai eksistensi hidup masyarakat setempat, termasuk di bidang ekonomi. Jika mengacu pada perspektif di atas serta memperhatikan pandangan Durkheim tentang solidaritas mekanis dalam kaitannya dengan pembagian kerja, 16 maka terlihat bahwa dalam masyarakat yang heterogen solidaritas organis yang timbul karena adanya kesalingtergantungan menciptakan kesatuan dari keseluruhan bagian-bagian yang berbeda dan saling berhubungan itu, sehingga masing-masing membantu mencapai tujuan keseluruhan. Merujuk pada pandangan tersebut, masyarakat Wotay dalam konteks keragaman penduduk serta keanekaragaman sumber daya yang dimiliki dapat saling bersinergi untuk mencapai tujuan bersama. Masyarakat asli Wotay dengan sumber daya yang dimiliki sangat diperlukan oleh masyarakat pendatang untuk menunjang kelangsungan hidupnya.sebaliknya, masyarakat pendatang dengan berbagai sumber daya yang dimiliki juga sangat diperlukan oleh masyarakat Wotay untuk membangun hidup yang lebih layak. Jika ditelusuri dari segi ekonomi, budaya moritari memiliki nilai ekonomis dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan perekonomian masyarakat Wotay. Mengacu pada realitas hidup masyarakat Wotay masa kini, maka integrasi sebagai sebuah 16 Durkheim, The Division of Labor,

12 proses sosial merujuk pada proses penyatuan karakter serta penyesuaian-penyesuaian terhadap kebutuhan bersama di tengah masyarakat yang lebih plural termasuk kebutuhan ekonomi. Dalam pespektif seperti ini, dapat dikatakan bahwa terjadi benturan kebudayaan di mana dari segi budaya, kerja masyarakat Wotay maupun masyarakat TNS sejak dahulu kala lebih banyak mengarah pada bidang kelautan sehingga keberadaan komunitas ini di tengahtengah masyarakat yang kerjanya lebih berorientasi ke hutan menghendaki mereka untuk secara cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan masyarakat sekitar. Hal ini membuat masyarakat setempat mengalami perubahan yang sangat berarti. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan wilayah kerja tersebut turut berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat setempat yang hingga kini semakin baik. Indikasi dari kesuksesan masyarakat baik masyarakat Wotay maupun masyarakat TNS pada umumnya dapat ditemukan dalam kemampuan mereka mengelola lahan-lahan pertanian yang dimiliki sehingga dapat memberikan hasil yang baik bagi peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Dalam kerangka ini, moritari memainkan perannya sebagai wadah untuk mengakomodir dan mendistribusi berbagai kekuatan sehingga tercipta keseimbangan antara warga yang berekonomi kuat dan lemah. Melalui moritari kelompok masyarakat marginal menemukan makna kehadiran orang lain dalam kehidupan mereka. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang berkelebihan juga menemukan makna hidupnya dalam perjumpaan dengan kelompok masyarakat lain yang kurang beruntung. Pergaulan yang intensif antara masyarakat asli Wotay dengan warga pendatang yang berlangsung cukup lama akan menghantarkan masyarakat setempat pada fase akhir dari proses integrasi sosial yaitu fase asimilasi. Susanto mengartikan tahapan ini sebagai proses di mana individu atau kelompok yang dahulunya tidak sama menjadi dikenal dalam pembangunan dan cara berpikir. Dikatakan juga bahwa proses integrasi merupakan proses dua arah (two-ways process), yang mana dari segi pendatang atau kelompok yang mengalami 85

13 pengintegrasian terjadi proses belajar yaitu belajar peraturan-peraturan yang formal sekaligus belajar norma-norma masyarakat yang dimasuki. Sementara itu, dari segi penerima diperlukan pengakuan bahwa individu atau kelompok pendatang sudah sama dengan dirinya, sehingga pendatang sudah sama dengan anggota in-group. 17 Terkait dengan pandangan ini, menurut hemat penulis masyarakat asli Wotay sementara berproses untuk menumbuhkan pengakuan bahwa warga pendatang sudah sama dengan dirinya. Proses pengakuan itu sendiri sangat berkaitan dengan eksistensi moritari bagi masyarakat pendatang, yang mana hal tersebut bergantung pada cara masyarakat pendatang belajar dan menghayati moritari, serta cara dan kemampuan mereka menyesuaikan diri dengan pola hidup moritari masyarakat Wotay. Meskipun moritari lahir dari realitas sosio-ekonomi, namun dimensi religius moritari dapat ditemukan dari adanya sikap tolong-menolong, persekutuan, penghargaan, dan solidaritas yang mengarah pada segi spiritual masyarakat Wotay. Semenjak masuknya Injil di wilayah ini, moritari semakin mendapat tempat yang baik dalam realitas keagamaan masyarakat Wotay. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan nilai-nilai moritari dalam pergaulan hidup masyarakat Wotay sekaligus merupakan bentuk perwujudan nyata dari nilainilai religius (Injili) masyarakat setempat. Melalui nilai-nilai penting yang terkandung di dalam moritari inilah, anggota masyarakat Wotay dapat mengembangkan kehidupannya, sekaligus mengaktualisasikan kepercayaannya kepada Tuhan pencipta langit dan bumi (Upler Lapna Manyapi) Moritari: Tantangan Integrasi Sosial Masyarakat Wotay. Aktualisasi nilai-nilai moritari memiliki segi-segi tertentu yang dapat dipandang melestarikan sekaligus melemahkan sistem nilai hidup masyarakat Wotay. Penyebabnya 17 Susanto, Pengantar Sosiologi...,

14 karena tidak selalu aktivitas masyarakat yang berdasar atas moritari berjalan sesuai harapan. Situasi tersebut dipengaruhi oleh kondisi perubahan sosial yang saat ini dialami oleh masyarakat Wotay. Menurut Roberth H. Lauer, 18 perubahan sosial merupakan suatu konsep inklusif yang menunjuk pada perubahan gejala sosial berbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari individu sampai global. Mengacu pada perspektif ini, perubahan sosial masyarakat Wotay dapat dipahami sebagai suatu situasi di mana terjadi perbedaan keadaan yang signifikan pada unsur-unsur dalam masyarakat Wotay sekarang ini dibanding dengan keadaan sebelumnya. Jika menelusuri dinamika hidup masyarakat Wotay saat masih berada dalam komunitas kecil di Pulau Nila dan membandingkannya dengan kondisi masyarakat sekitar di wilayah pemukiman baru, maka dapat ditemukan adanya perbedaan signifikan pada berbagai bidang hidup masyarakat Wotay. Mengacu pada perspekif perubahan sosial sebagai sebuah kemajuan (progress) sekaligus sebuah kemunduran (regress), 19 diketahui bahwa sebagai sebuah kemajuan perubahan sosial masyarakat Wotay yang diimbangi dengan semakin terbukanya akses informasi dan transportasi menyebabkan adanya perbaikan di berbagai bidang hidup masyarakat Wotay sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. 20 Sedangkan perubahan sosial sebagai sebuah kemunduran (regress) menyebabkan semakin melemahnya sistem nilai yang dianut oleh masyarakat Wotay sebagai masyarakat adat. Kondisi tersebut ditemukan dengan jelas pada berbagai bentuk aktivitas moritari yang banyak mengalami pergeseran. Salah satu bentuk pergeseran itu ditandai dengan munculnya segregasi maupun konflik dalam aktivitas moritari yang seharusnya diwarnai dengan nuansa kekeluargaan dan persekutuan. 18 Lauer, Perspektif Tentang Perubahan, Susanto, Pengantar Sosiologi, Lih.hlm

15 Berdasarkan hasil penelitian (bab III), diketahui bahwa pola hidup persekutuan, kekeluargaan, dan gotong-royong yang terkandung dalam moritari semakin ditinggalkan oleh komunitas masyarakat Wotay masa kini akibat sentuhan modernisasi. Belum lagi berubahnya lingkungan kerja masyarakat setempat yang sebelumnya berorientasi di bidang kelautan dan pertanian, kini berubah dengan semakin beragamnya orientasi mata pencaharian penduduk menyebabkan peningkatan harapan dan tuntutan masyarakat. Akibatnya akar-akar tradisionalisme yang terkandung di dalam moritari menjadi terancam. Tradisionalisme itu telah terkontaminasi oleh modernisasi. Kondisi di atas menempatkan masyarakat Wotay dalam dua pilihan. Di satu sisi masyarakat Wotay memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan budaya daerahnya sekaligus mengembangkan kehidupannya. Akan tetapi di sisi yang lain perkembangan masyarakat akibat modernisasi dapat mendorong ditinggalkannya nilai-nilai lama dalam budaya lokal yang dipandang sudah ketinggalan zaman. Akibatnya aspek persekutuan, harmoni sosial, dan integrasi masyarakat yang termanifestasi dalam moritari telah terkikis dan digantikan oleh nilai-nilai baru yang seringkali mengabaikan harmoni sosial serta integrasi masyarakat. Penulis menemukan beberapa faktor penting yang mempengaruhi eksistensi moritari dalam kehidupan masyarakat Wotay. Masing-masing faktor memiliki segi tertentu yang dapat dipandang menguatkan atau melemahkan moritari. Faktor-faktor tersebut adalah faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), faktor ekonomi, faktor lingkungan masyarakat, faktor pemuda, faktor kurangnya sosialisasi, faktor religius, dan faktor perbedaan sikap. 88

16 Faktor Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Mengacu pada perspektif perubahan sosial seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, sebagai suatu kemajuan perubahan sosial mendorong perkembangan masyarakat Wotay dalam arti perubahan sosial memberi ruang bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan pembangunan desa menjadi setara dengan masyarakat pedesaan lainnya yang telah maju. Perkembangan ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan baru, terbukanya akses perekonomian dan pemerintahan, serta jalur transportasi pasca pindah ke wilayah pemukiman baru di Pulau Seram merupakan bentuk-bentuk angin segar perubahan yang saat ini dirasakan oleh masyarakat Wotay. Mirisnya, perubahan sosial juga sekaligus mendatangkan suatu kemunduran (regress) karena bersama dengan perubahan yang terjadi mengakibatkan lunturnya nilai-nilai gotong royong yang terkandung di dalammoritari. Menurut Susanto 21 situasi kemunduran tersebut berkaitan dengan kemajuan dan perubahan IPTEK (technical change) yang berdampak pada mental manusia berupa perubahan pendapat/penilaian terhadap suatu bentuk penemuan baru yang dianggap mutlak. Hal ini menyebabkan kemunduran yang ditandai dengan manusia menemukan sistem nilai dan filsafat yang baru, serta tidak dapat mengambil sikap atau keputusan terhadap suatu keadaan baru itu. Susanto juga menambahkan bahwa perubahan sosial masyarakat desa menyebabkan terganggunya kesatuan antarwarga masyarakat dan dapat mengubah pola masyarakat itu. Apalagi dengan semakin mudahnya akses masyarakat terhadap teknologi serta nilai-nilai baru yang diperoleh melalui lembaga-lembaga pendidikan formal maupun jaringan internet dipandang sebagai suatu hal mutlak dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi eksistensi moritari, sebab perhatian masyarakat Wotay yang lebih tertuju pada nilai-nilai baru mengakibatkan melemahnya nilainilai moritari. 21 Susanto, Pengantar Sosiologi,

17 4.3.2.Faktor Ekonomi. Dalam berbagai bentuk aktivitas moritari selalu ada dukungan dari anggota masyarakat baik yang bersifat materil maupun non-materil dalam rangka menopang satu sama lain. Bentuk dukungan tersebut dalam bahasa sekitar dikenal dengan istilah puli atau tanggungan. Puli juga dapat dipandang sebagai bentuk dukungan ekonomi masyarakat setempat terhadap anggota masyarakat lainnya. Melalui puli masyarakat Wotay dapat membantu meringankan kondisi ekonomi sesamanya saat diperhadapkan dengan berbagai situasi. Meskipun puli tidak hanya dikumpulkan bagi golongan masyarakat yang kurang mampu, tetapi juga bagi golongan masyarakat yang mampu, namun melaluinya masyarakat Wotay dapat memaknai keberadaannya untuk sesama. Di samping itu, melalui media tersebut golongan masyarakat yang kuat dapat menopang sesama mereka yang lemah, sebaliknya golongan masyarakat yang lemah merasa diberdayakan dengan topangan sesama mereka yang kuat Faktor Lingkungan Masyarakat. Lingkungan masyarakat yang dimaksudkan adalah masyarakat Wotay masa kini yang telah berbaur dengan warga pendatang. Pengaruh lingkungan masyarakat dapat digolongkan atas pengaruh eksternal yang berasal dari masyarakat pendatang, dan pengaruh internal yang berasal dari masyarakat asli Wotay sendiri. Dari sisi eksternal, keterlibatan masyarakat pendatang dalam aktivitas moritari dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap eksistensi budaya ini. Secara positif kehadiran para pendatang dalam aktivitas moritari dilihat sebagai bentuk keikutsertaan mereka terhadap tradisi masyarakat setempat. Keterlibatan tersebut merupakan bentuk penghargaan masyarakat pendatang terhadap budaya masyarakat sekitar. Di samping itu, kehadiran mereka menjadi bukti tidak adanya pembedaan di antara golongan pendatang 90

18 dengan golongan masyarakat asli Wotay sekalipun keduanya berasal dari latar belakang historis yang berbeda. Dari sisi lain, kehadiran para pendatang dalam aktivitas moritari memiliki dampak negatif karena keterbatasan pengetahuan dan pemaknaan mereka tentang moritari yang dianggap berbeda dari masyarakat asli. Di samping itu, adanya perbedaan sentimen karena perbedaan latar belakang kultural dan historis juga menjadi pemicu perbedaan sikap dalam pelaksanaan moritari. Secara internal, masyarakat asli Wotay sebagai pemangku moritari memberi pengaruh yang sangat besar bagi eksistensi budaya ini. Salah satu indikasi melemahnya eksistensi moritari ditandai dengan makin terkikisnya pemahaman masyarakat Wotay terhadap nilainilai moritari. Salah satu unsur negatif yang seringkali melemahkan moritari yaitu adanya konsumerisme yang berlebihan dari anggota masyarakat pada saat berlangsungnya aktivitas moritari, misalnya dalam pesta adat maupun hajatan keluarga. Konsumerisme yang kurang terkontrol itu bahkan tidak jarang mengurangi partisipasi masyarakat Wotay di bidang lain. Selain membawa dampak yang dapat melemahkan sistem hidup masyarakat setempat, sikap penerimaan masyarakat Wotay terhadap golongan pendatang merupakan salah satu segi yang menguatkan eksistensi moritari. Masyarakat pendatang dianggap sebagai saudara yang harus dihimpun dalam persekutuan hidup orang basudara masyarakat Wotay. Aktualisasi dari pemahaman tersebut adalah keikutsertaan masyarakat Wotay dalam menopang hidup anggota masyarakat pendatang, merangkum masyarakat pendatang dalam soa/matarumah asli Wotay, serta mengikutsertakan golongan pendatang dalam pembangunan desa dan berbagai bentuk aktivitas moritari. 91

19 4.3.4.Faktor Pemuda. Bertahannya moritari juga ditopang oleh pemahaman generasi muda masyarakat Wotay. Apalagi generasi muda pada dasarnya merupakan aset berharga bagi pembangunan masyarakat setempat. Kurangnya pemaknaan generasi muda terhadap moritari menjadi salah satu penghambat terlaksananya pembangunan masyarakat di berbagai lini. Fenomena tersebut jelas terlihat dari sikap generasi muda yang hanya mengutamakan hura-hura dalam aktivitas moritari. Akibatnya generasi muda masyarakat Wotay dinilai kurang produktif dalam menyikapi berbagai aktivitas yang berdasar atas semangat kekeluargaan dan persaudaraan. Kondisi ini menyebabkan melemahnya eksistensi moritari Faktor Kurangnya Sosialisasi dalam Keluarga. Pemahaman generasi muda masyarakat Wotay sangat dipengaruhi oleh tingkat sosialisasi nilai-nilai moritari dari generasi tua kepada generasi muda. Menurut Stephen K.Sanderson, secara sederhana sosialisasi yaitu proses di mana manusia berusaha menyerap isi kebudayaan yang berkembang di tempat kelahirannya. 22 Dalam konteks moritari sosialisasi budaya dari satu generasi ke generasi yang lain penting untuk mempertahankan nilai-nilai budaya lokal. Sementara itu, kebudayaan sendiri berproses dalam suatu mekanisme dimana budaya diterima dan diteruskan melalui proses pembelajaran yang disadari maupun yang tidak disadari. Pola perilaku yang mencakup aspekaspek biologis, sosial, transendental dan menghasilkan kebudayaan tersebut sebagian besar diajarkan atau dipelajari baik melalui proses yang disengaja maupun yang tidak disadari. Sosialisasi moritari dapat berlangsung dalam paradigma ini, dan melaluinya generasi tua masyarakat Wotay dapat mengajarkan nilai-nilai moritari lewat penuturan dan sikap/teladan 22 Stephen K.Sanderson, Makro Sosiologi; Suatu Pendekatan Terhadap Realitas Sosial Edisi Kedua (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2003),

20 hidup. Sebaliknya generasi muda masyarakat Wotay dapat belajar, mengetahui, dan memaknai nilai-nilai moritari dari generasi tua. Dalam konteks sosialisasi moritari dewasa ini menunjukan kurangnya pewarisan nilai-nilai moritari dari generasi tua kepada generasi muda bahkan dalam lingkungan kecil sekalipun semisal lingkungan keluarga. Padahal, dalam proses sosialisasi agen terpenting yang berpengaruh bagi pewarisan nilai-nilai budaya adalah orang-orang terdekat yaitu lingkungan keluarga. Kondisi ini secara perlahan tetapi pasti dapat melemahkan eksistensi moritari Faktor Religius. Faktor religius merupakan salah satu faktor yang dapat melestarikan serta menguatkan moritari. Kenyataan ini didukung oleh adanya pemahaman masyarakat Wotay tentang nilainilai kepercayaan kepada Tuhan pencipta alam semesta (Upler Lapna Manyapi) yang juga terkandung dalam moritari. Masyarakat Wotay percaya bahwa melalui moritari, masyarakat Wotay sebagai masyarakat adat sekaligus Jemaat Kristen telah mengamalkan nilai-nilai Injil. Meskipun nilai-nilai moritari tidak bertentangan dengan nilai-nilai religius (Kekristenan), namun ada segi-segi tertentu dalam aktivitas moritari di masa kini yang perlu dikurangi. Hal ini tampak dari adanya sedikit peringatan yang diberikan oleh gereja untuk mengurangi konsumsi miras secara berlebih dalam setiap pelaksaan moritari. Di samping dapat memicu segregasi, mengonsumsi miras secara berlebih dapat mengganggu ketenteraman hidup bersama, sehingga melemahkan nilai-nilai religius yang terkandung di dalam moritari. 93

21 Faktor Perbedaan Sikap Antar Generasi. Kurangnya pewarisan moritari dari generasi tua kepada generasi muda yang berdampak pada kurangnya pemaknaan menyebabkan terganggunya aktivitas moritari. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan fakta bahwa terjadinya konflik pada saat berlangsungnya aktivitas moritari tidak selalu disebabkan adanya pengaruh para pendatang. Seringkali konflik malah disebabkan oleh kurangnya kontrol masyarakat asli Wotay sendiri terhadap emosi mereka yang berlebih saat berlangsungnya aktivitas moritari. Kebanyakan kekacauan terjadi karena adanya perbedaan sikap antara generasi tua dan generasi muda dalam memandang moritari. 23 Keadaaan tersebut dapat mempengaruhi melemahnya nilainilai moritari Kesimpulan Integrasi sosial masyarakat Wotay yang berlangsung di dalam bingkai moritari memerlukan adanya penyatuan unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat Wotay. Karena moritari dalam dirinya mengandung nilai-nilai penting yang bermanfaat bagi interaksi masyarakat setempat, maka moritari memainkan peran penting dalam proses interaksi antara masyarakat asli Wotay dan masyarakat pendatang. Di mana melalui interaksi itu, terjadi proses pembauran antara unsur-unsur masyarakat yang berbeda sehingga menjadi satu kesatuan sosial yang dikenal sebagai masyarakat Wotay. Integrasi masyarakat Wotay tidak dapat dipisahkan dari pengaruh perubahan sosial sebagai sebuah kemajuan sekaligus kemunduran. Karena integrasi sosial masyarakat Wotay mengharuskan adanya interaksi antara masyarakat asli dan masyarakat pendatang, maka dengan adanya perubahan sosial sebagai sebuah kemunduran, proses integrasi itu sendiri dapat mengalami tantangan. Adapun tantangan integrasi sosial selain dipandang sebagai segi 23 Lih.hlm

22 melemahkan moritari, namun bila disikapi secara bijak dapat menjadi segi menguatkan moritari. Salah satu unsur masyarakat yang sangat mempengaruhi eksistensi moritari secara internal adalah generasi muda. Namun karena generasi muda Wotay telah tersentuh dengan nilai-nilai baru yang diperoleh lewat perubahan sosial masyarakat setempat, maka tradisionalisme yang terkandung dalam moritari mulai terkikis. Terciptanya integrasi sosial masyarakat Wotay berkaitan dengan adanya kerjasama. karena itulah, moritari menjadi ideologi yang mendorong terjadinya kerjasama demi tujuan objektif bersama yaitu pembangunan secara holistik. 95

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote yang penuh dengan keanekaragaman dalam berbagai

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

Salah satu faktor yang memengaruhi memudarnya sikap nasionalisme adalah kurangnya pemahaman siswa tentang sejarah nasional Indonesia.

Salah satu faktor yang memengaruhi memudarnya sikap nasionalisme adalah kurangnya pemahaman siswa tentang sejarah nasional Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, salah satunya memudarnya semangat nasionalisme. Para pemuda pada zaman kolonialisme rela

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan apabila ada interaksi sosial yang positif, diantara setiap etnik tersebut dengan syarat kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gotong royong merupakan salah satu budaya yang mencerminkan kepribadian luhur bangsa Indonesia yang keberadaannya meluas di seluruh wilayah Indonesia, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki

Lebih terperinci

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7 DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI...1 BAB 1 PENDAHULUAN...2 1.1 Latar Belakang Masalah...2 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB 2 PEMBAHASAN...4 2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa...4

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat kita sering mendengar tentang sistem nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat kita sering mendengar tentang sistem nilai yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat kita sering mendengar tentang sistem nilai yang merupakan konsensus yang dijadikan pegangan hidup untuk bersosialisasi. Namun seiring perkembangan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kawasan Gunung Jati sebagai suatu tempat terjadinya interaksi dalam masyarakat suku Muna, memiliki karakteristik yang khas dari masing-masing masyarakat yang

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA Nama : M. Akbar Aditya Kelas : X DGB SMK GRAFIKA DESA PUTERA Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keberadaan gotong royong tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Secara turun temurun gotong royong menjadi warisan budaya leluhur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN. 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN. 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan Perkawinan Masyarakat Aimoli Masyarakat di kampung Aimoli meyakini bahwa mereka adalah satu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,

Lebih terperinci

Bayu Setiyo Pamungkas Universitas Sebelas Maret

Bayu Setiyo Pamungkas Universitas Sebelas Maret Peranan Pemuda Karang Taruna dalam Kegiatan Gotong Royong Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat Desa Kerjo Kidul, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri) Bayu Setiyo Pamungkas Universitas Sebelas Maret Abstrak:

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data. 219 BAB VI PENUTUP Dari hasil analisa terhadap ulos dalam konsep nilai inti berdasarkan konteks sosio-historis dan perkawinan adat Batak bagi orang Batak Toba di Jakarta. Juga analisa terhadap ulos dalam

Lebih terperinci

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK MASING-MASING SUB STRUKTUR BERJALAN DENGAN SISTEMNYA MASING-MASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat

Lebih terperinci

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal dalam keluarga, komunitas suatu suku, atau suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. informal dalam keluarga, komunitas suatu suku, atau suatu wilayah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa Indonsia adalah suatu kekayaan yang tak ternilai harganya, oleh karenanya perlu mendapat dukungan serta kepedulian bersama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel 1 PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel Abstrak Setiap etnik atau ras cenderung memunyai semangat dan ideologi yang etnosentris,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

MASYARAKAT DAN KESADARAN BUDAYA. Oleh: Resti Nur Laila, Atika Widayanti, Krissanto Kurniawan

MASYARAKAT DAN KESADARAN BUDAYA. Oleh: Resti Nur Laila, Atika Widayanti, Krissanto Kurniawan MASYARAKAT DAN KESADARAN BUDAYA Oleh: Resti Nur Laila, Atika Widayanti, Krissanto Kurniawan Budaya merupakan suatu hal yang dihasilkan masyarakat dari kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya mengkristal atau

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah provinsi kepulauan dengan ciri khas sekumpulan gugusan pulau-pulau kecil di bagian timur wilayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini BAB V KESIMPULAN Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini yang dimaksud adalah Nufit Haroa yaitu Tuun En Fit yang terdiri dari tujuh ohoi) yang berada di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan lagi, dimana arus modernisasi tidak mengenal batasan antar kebudayaan baik regional, nasional

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman, BAB IV KESIMPULAN Masyarakat yang plural atau majemuk merupakan masyarakat yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku,

Lebih terperinci

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengidentifikasikan perubahan

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri diatas keberagaman suku,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri diatas keberagaman suku, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri diatas keberagaman suku, agama, ras, etnis, bahasa, adat istiadat, tradisi, serta budaya yang disatukan dalam konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan Instruksional Khusus Sosiologi Tujuan Instruksional Khusus Agar mahasiswa mengenal, mengerti, dan dapat menerapkan konsep-konsep sosiologi dalam hubungannya dengan psikologi SUMBER ACUAN : Soekanto, S. Pengantar Sosiologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat).

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1 Identifikasi Masalah Manusia entah sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam lingkup kehidupannya. Manusia akan selalu berhadapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan proses akulturasi budaya Sabu di Sumba yang telah dilakukan sebelumnya, maka melalui penelitian ini

Lebih terperinci

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1 WAWASAN NUSANTARA Dewi Triwahyuni Page 1 WAWASAN NUSANTARA Wawasan Nusantara adalah cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional di Indonesia, harus didahului dengan pengetahuan tentang latar

BAB I PENDAHULUAN. nasional di Indonesia, harus didahului dengan pengetahuan tentang latar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman mengenai peranan pendidikan dalam pembangunan nasional di Indonesia, harus didahului dengan pengetahuan tentang latar belakang sosial budaya bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan 2016 2019 PUSKAMUDA Isu Strategis dalam Kerangka Strategi Kebijakan 1. Penyadaran Pemuda Nasionalisme Bina Mental Spiritual Pelestarian Budaya Partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI Disusun oleh : Alfredo Pamungkas Jagad Gumelar 11.12.6232 Kelompok J Dosen : Junaidi, M.HUM JURUSAN SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS STMIK

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata

Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata Hanifah Gunawan 1, Karim Suryadi 2, Elly Malihah 3 1 SMA Negeri 2 Cianjur 2 Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi 3 Dosen

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti 231 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti rumuskan suatu kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang

Lebih terperinci

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, 2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Jika seseorang mendengar kata pura maka asosiasinya adalah pulau Bali dan agama Hindu. Jika seseorang mengaku berasal dari Bali maka asosiasi yang muncul adalah orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2014 Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2014 Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan khas dan nilai-nilai budaya yang berbeda. Keragaman budaya

Lebih terperinci

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro KEMITRAAN SEKOLAH Workshop Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang bersifat majemuk dan heterogen, yaitu terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang tersebar mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak berdomisili di daerah Sumatera Utara. Etnik Batak ini terdiri dari enam sub etnik yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persatuan. Di dalam tubuh negara Indonesia terdapat nilai-nilai kemanusiaan yang

BAB I PENDAHULUAN. persatuan. Di dalam tubuh negara Indonesia terdapat nilai-nilai kemanusiaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan Negara yang besar akan jati dirinya sebagai Negara persatuan. Di dalam tubuh negara Indonesia terdapat nilai-nilai kemanusiaan yang senantiasa menjadi

Lebih terperinci

Bab Tiga Belas Kesimpulan

Bab Tiga Belas Kesimpulan Bab Tiga Belas Kesimpulan Kehidupan manusia senantiasa terus diperhadapkan dengan integrasi, konflik dan reintegrasi. Kita tidak dapat menghindar dari hubungan dialektika tersebut. Inilah realitas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan banyaknya pulau tersebut Indonesia memiliki beragam budaya yang sangat banyak sekali. Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Bagi orang Asia, adat merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan melekatnya identitas sebagai masyarakat suku. Hampir setiap suku mengenal adat sebagai bagian integral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam sejarah masyarakat Maluku, budaya sasi merupakan kearifan lokal masyarakat yang telah ada sejak dahulu kala dan merupakan komitmen bersama baik oleh masyarakat, tokoh

Lebih terperinci