BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN
|
|
- Inge Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya hidup. Perbedaan-perbedaan tersebut berkaitan dengan desain permukiman dan rumah. Berikut ini temuan konsep-konsep yang merupakan jawaban atas permasalahan penelitian. A. Konsep Permukiman Tradisional Suku Makassar yang Berbasis Budaya dan Gaya Hidup di Wilayah Pesisir Konsep Budaya pada Permukiman dan Rumah Tradisional Suku Makassar Pembentukan permukiman dan rumah didasarkan pada budaya. Nilainilai budaya berperan penting dalam menyertai proses pembentukan permukiman dan rumah. Proses tersebut telah melalui perjalanan panjang dan terus dimodifikasi menyesuaikan diri dengan manusia, alam, dan lingkungan disekitarnya. Nilai-nilai budaya suku Bugis-Makassar yang berkaitan dalam desain permukiman dan rumah tradisional nelayan meliputi nilai falsafah, ekonomi/politik, status sosial, kesatuan hidup keluarga, estetika, dan ikatan kekerabatan. Nilai-nilai budaya tersebut memiliki dampak postif bagi masyarakat, seperti nilai falsafah yang bertujuan untuk menciptakan kedamaian, ketentraman, keamanan, kesehatan, dan kemakmuran. Nilai ekonomi politik dan status sosial bertujuan untuk mengangkat wibawa, harga diri, kehormatan keluarga dan pribadi pemilik rumah. Nilai tersebut akan mendorong seseorang atau keluarga untuk berusaha lebih keras dalam upaya mengangkangkat status. Nilai kesatuan hidup keluarga bertujuan menciptakan harmonisasi, kebersamaan dan kebahagian pada keluarga. Nilai estetika bertujuan menciptakan ketenangan dan kesenangan, yang diekspresikan oleh alam dan lingkungan terbangun kepada yang melihatnya. Terakhir adalah ikatan 385
2 kekerabatan yang bertujuan meningkatkan sifat gotong royong, kekeluargaan, dan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antarmasyarakat dan antarkeluarga. Selain memiliki dampak positif terhadap masyarakat, nilai-nilai budaya juga berdampak positif terhadap permukiman dan rumah, yaitu sebagai alat proteksi untuk tetap melestarikan wujud rumah tradisional sebagai karya arsitektur dari leluhur dan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Konsep Gaya Hidup pada Permukiman dan Rumah Tradisional Suku Makassar Gaya hidup juga berperan penting dalam proses perjalanan permukiman dan rumah tradisional nelayan suku Makassar selain budaya. Terdapat beberapa faktor penentu gaya hidup yang berkaitan dengan permukiman dan rumah, meliputi : pekerjaan, pendidikan, usia, status sosial ekonomi, aktivitas harian, dan kepercayaan masyarakat. Pekerjaan berperan dalam menentukan letak permukiman dan jenis fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, tujuannya untuk mendapatkan efisiensi, efektifitas, dan keamanan kerja nelayan. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat lebih banyak berdiam dalam permukiman dari pada di luar lingkungan permukiman, sehingga menyebabkan komunikasi semakin meningkat yang berdampak pada kedekatan antarpenghuni permukiman. Selain itu, pekerjaan juga berkaitan pada penggunaan ruang tertentu pada rumah dan menjadikan ruang tersebut sebagai tempat yang menyenangkan untuk bekerja. Pendidikan berperan terhadap kreatifitas, wawasan, dan kesempatan kerja nelayan yang berkontribusi kepada penghasilan. Penghasilan berkaitan dengan prioritas seseorang dalam permukiman, menyangkut kesempatan mendirikan rumah. Bagi kalangan berpendidikan rendah dengan penghasilan rendah yang jua rendah, letak, status, dan luas lahan, serta keamanan lingkungan permukiman tidak dipermasalahkan. Demikian pula dengan desain rumah dan identitas pribadi bukan masalah, yang terpenting adalah 386
3 kesempatan untuk dapat mendirikan rumah. Akibatnya tata letak rumah menjadi padat dan tidak teratur. Usia berperan terhadap letak rumah dalam permukiman dan prioritas pengembangan ruang tertentu. Semakin meningkat usia produktif, penghasilan semakin meningkat. Pada tahap tersebut letak rumah, status lahan, dan luas lahan, keamanan lingkungan, dan identitas pribadi mulai dipertimbangkan. Hasilnya, rumah semakin menjauh dari pantai dan mendekati jalan desa. Selain itu, usia juga berkaitan dengan prioritas pengembangan ruang tertentu pada rumah. Aktivitas harian memiliki kaitan dengan penggunaan ruang tertentu pada permukiman dan rumah. Aktivitas harian berbeda antara jenis kelamin dan usia yang melahirkan adanya perbedaan penggunaan ruang. Berdasarkan jenis kelamin dan usia, rumah dan ruang yang teduh, terlindung dan aman yang banyak digunakan wanita dalam beraktivitas. Pria dan anak-anak lebih banyak menggunakan ruang terbuka semi publik dan publik dalam beraktivitas. Kepercayaan berkaitan dengan kehadiran tempat atau ruang-ruang tententu di permukiman dan rumah. Kepercayaan membuat suatu tempat atau ruang menjadi bermakna dan dan bernilai. B. Hasil Evaluasi Permukiman Resettlement Untia dari Aspek Budaya dan Gaya Hidup Hasil evaluasi budaya dan gaya hidup di permukiman tradisional suku Makassar di wilayah pesisir terhadap budaya dan gaya hidup di permukiman resettlement Untia, menunjukkan bahwa nilai budaya masyarakat Bugis Makassar terkait dengan permukiman sangat kurang digunakan (hampir tidak digunakan) di permukiman resettlement Untia. Sedang pada rumah inti, nilai-nilai budaya tersebut kurang digunakan. Namun pada pengembangan rumah, justru nilai-nilai tersebut tampak penggunaanya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan penggunaan nilai budaya pada rumah tinggal di permukiman tersebut. 387
4 Sementara itu, konsep gaya hidup masyarakat di permukiman tradisional nelayan suku Makassar sangat kurang (hampir tidak) digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman resettlement Untia. Demikian pula dengan konsep gaya hidup yang digunakan pada rumah tradisional nelayan suku Makassar kurang digunakan pada rumah inti di permukiman resettlement Untia. Namun, konsep tersebut digunakan setelah rumah dikembangkan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa masyarakat selalu ingin memperlihatkan gaya hidup yang disimbolkan melalui rumah. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aspek budaya dan gaya hidup turut berkontribusi terhadap kegagalan permukiman resettlement Untia. Sehingga diperlukan suatu perbaikan konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir dari aspek budaya dan gaya hidup agar permukiman resettlement ke depan dapat lebih berhasil dan kehidupan masyarakat yang dipindah ke tempat baru dapat lebih baik dari tempat semula. C. Konsep Permukiman Tradisional Suku Makassar yang Berbasis Budaya dan Gaya Hidup di Wilayah Pesisir yang Dapat Menjadi Salah Satu Dasar Konsep Permukiman Resettlement ke Depan Temuan konsep permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup dapat dipakai sebagai dasar konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir ke depan, demikian pula dengan sisi positif yang dimiliki oleh permukiman resettlement Untia dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Konsep permukiman resettlement baru di wilayah pesisir:yang diusulkan adalah : Tanggap terhadap Budaya Konsep permukiman resettlement yang tanggap terhadap budaya, adalah konsep yang memasukkan nilai-nilai budaya sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman dan rumah. Nilai-nilai budaya yang sejalan dengan perkembangan zaman, tidak merugikan masyarakat, dan mendatangkan manfaat patut untuk dipertahankan. Budaya adalah produk yang dinamis dan akan selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan manusia dan lingkungan sekitar. Dalam penyesuaian tersebut akan selalu ada hal-hal 388
5 yang tetap dipertahankan dan ada yang berubah, namun bila terdapat perubahan maka hal tersebut memerlukan waktu yang lama. Penerapan nilai budaya dalam desain permukiman dan rumah mengandung nilai-nilai yang sangat baik bagi kehidupan masyarakat. Hal ini meliputi nilai falsafah, ekonomi/politik, status sosial, kesatuan hidup keluarga, estetika, dan kekerabatan. Nilai falsafah yang diterapkan pada permukiman dan rumah memperlihatkan kepatuhan terhadap tradisi, adat istiadat, penghargaan terhadap alam dan leluhur. Nilai ekonomi/politik dan status sosial, adalah nilai yang dapat memberi dorongan dan semangat kepada setiap orang untuk berusaha lebih baik dari sebelumnya, nilai yang mampu meningkatkan kualitas pribadi dan kelompok keluarga, sehingga mendapat penghormatan dan wibawa dalam masyarakat. Nilai kesatuan hidup keluarga, adalah nilai yang bertujuan menciptakan keharmonisan kehidupan keluarga terutama hubungan suami istri dalam sebuah rumah. Nilai estetika, adalah nilai yang dapat memperlihatkan keindahan dan image/citra yang dimiliki oleh permukiman dan rumah. Terakhir, nilai ikatan kekerabatan, adalah nilai yang bermanfaat untuk menciptakan persatuan, kebersamaan, meningkatkan semangat gotong royong kelompok keluarga atau masyarakat, dan dapat menciptakan keamanan lingkungan. Tanggap terhadap Gaya Hidup Konsep permukiman resettlement yang tanggap terhadap gaya hidup adalah konsep yang menyertakan gaya hidup masyarakat dalam pertimbangan desain permukiman dan rumah. Faktor penentu gaya hidup yang berkontribusi terhadap permukiman dan rumah meliputi pekerjaan, pendidikan, usia, aktivitas harian, dan kepercayaan. Tangap terhadap pekerjaan utama, adalah mempertimbangkan pekerjaan utama masyarakat dalam permukiman resettlement sehingga bermanfaat mendapatkan efisiensi dan efektifitas yang berdampak pada penghematan waktu, tenaga dan biaya operasional dalam bekerja. Selain itu, juga bermanfaat untuk keamanan peralatan penunjang pekerjaan. Tanggap terhadap pendidikan, adalah mempertimbangkan tingkat pendidikan masyarakat calon penghuni dan sumber 389
6 daya alam di lokasi permukiman resettlement, sehingga bermanfaat untuk menyajikan sistem pendidikan yang sesuai yang akan membantu masyarakat menambah wawasan dan pengetahuan tanpa merusak lingkungan sekitar. Tanggap terhadap usia, adalah mempertimbangkan usia dalam desain permukiman, menjadikan penghuni betah pada lokasi semula dan tidak berpikir untuk pindah ke tempat lain, hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat kedudukan lahan dan rumah (hak milik). serta penyediaan tempat yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dari semua usia. Tanggap terhadap aktivitas harian, adalah mempertimbangkan aktivitas harian calon penghuni, bermanfaat untuk menyiapkan wadah yang diperlukan masyarakat baik skala permukiman maupun rumah, sehingga permukiman dapat menjadi pusat aktivitas masyarakat dan rumah menjadi pusat aktivitas keluarga. Hal tersebut akan berdampak pada persatuan, kerjasama (gotong royong), dan keamanan. bermukim. Tanggap terhadap kepercayaan, adalah resettlement yang mempertimbangkan kepercayaan sebagai unsur yang penting dalam disain. Penyediaan fasilitas peribadatan sebagai pusat aktivitas spiritual masyarakat berpengaruh terhadap ketenangan dan kedamaian dalam bermukim. Dengan demikian dapat dikatakan pertimbangan gaya hidup dalam desain permukiman dan rumah bertujuan untuk memberikan ketenangan masyarakat dalam bermukim, meningkatkan kesejahteraan, keamanan lingkungan permukiman, dan keberlanjutan ekologi setempat. Konsep permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup sebagai dasar konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir, merupakan suatu konsep yang menyeimbangkan antara konsep budaya dan gaya hidup yang dianut oleh masyarakat di permukiman tradisional dengan konsep yang terencana buatan pemerintah. Konsep yang lahir dari masyarakat menempatkan dimensi manusia dan alam sebagai suatu kesatuan dan saling mempengaruhi. Sedang konsep pemerintah lebih menekankan pada aspek fisik dari lingkungan terbangun seperti penyesuaian dengan rencana tata ruang, ketersediaan lahan, harga lahan, dan aturan-aturan tata bangunan. Penggunaan konsep permukiman resettlement kedepan yang tanggap terhadap budaya, gaya hidup dan kepentingan pemerintah diharapkan akan dapat 390
7 menghadirkan ketenangan, kedamaian, dan kepuasan dalam bermukim, yang akan berujung kepada peningkatan kreatifitas, aktivitas, dan kesejahteraan pemukim, serta keberlanjutan lingkungan permukiman. Sumbangan Terhadap Teori Perumahan dan Permukiman Konsep yang telah ditemukan dapat menjadi sumbangan bagi teori-teori berikut : Aspek Manusia dalam Pembentukan Lingkungan Buatan Hasil penelitian tentang budaya dan gaya hidup memperkuat pandangan terhadap epit Forms follows culture oleh Parmono (1997), dimana dalam konsep ini menempatkan manusia dalam posisi yang sentra, dan aspek-aspek lainnya merupakan rusuk-rusuk penunjang, namun kedudukan penunjang tersebut kuat, karena jika salah satu rusuk penunjang tersebut dihilangkan, maka menghilangkan keseimbangan, dan menciptakan kondisi tidak ideal suatu tempat. Perencanaan Menghormati Lingkungan Alam Lingkungan alam berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat, jika lingkungan alam rusak atau terganggu keseimbanganya, akan berdampak sangat besar dalam kehidupan manusia. Hal inipula yang dialami oleh resettlement Untia, lingkungan alamnya mengalami gangguan (pendangkalan oleh lumpur), hutan mangrove yang semakin menipis tak mampu menahan aliran lumpur dari kedua sungai yang mengapitnya. Akibatnya kehidupan masyarakat terganggu yang kemudian mempengaruhi perubahan sikap masyarakat, sehingga diperlukan perencanaan permukiman wilayah pesisir yang terintegrasi antara lingkungan alam dengan buatan untuk mempertahankan keseimbangan ekologis. Hal ini diperkuat oleh teori dari Budiharjo (1987), Silas (1993), Komaruddin (1997), Altman and Chemers (1984), bahwa perencanaan permukiman harus menyeimbangkan antara manusia, lingkungan buatan, dan lingkungan alam disekitarnya. Perencanaan Partisipatif Permukiman tradisional di pedesaan melibatkan keputusan bersama seluruh anggota masyarakat melalui musyawarah. Perencanaan yang 391
8 mengikutsertakan masyarakat dalam proses pembuatannya dari sejak awal hingga akhir, inilah yang dimaksud perencanaan partisipatif. Perencanaan yang demikian akan menghasilkan karya (permukiman dan rumah) yang dapat menciptakan kepuasan dan ketenangan bermukim. Hal ini sangat didukung oleh teori Turner (1972) bahwa peran penghuni sangat dibutuhkan untuk terlibat dalam pembangunan permukiman, termasuk rumah tinggal. Pengaturan Kreatifitas Pada permukiman tradisional bentuk struktur rumah terlihat sama (typical). Hal ini terjadi karena adanya ikatan-ikatan masyarakat terhadap nilainilai, norma-norma, dan aturan-aturan tak tertulis yang dianut dan dipercaya bersama. Namun dalam penyelesaian tampak rumah, masyarakat bebas menentukan penggunan bentuk, ukuran, material, dan ornamen rumah yang tentunya disesuaikan dengan jati diri pemilik/penghuni rumah. Pengaturan kreativitas seperti ini dapat diterapkan pada permukiman resettlement. Calon penghuni ikut berpatisipasi dalam perencanaan bagian-bagian rumah diluar struktur utama (rumah inti) yang akan disesuaikan dengan kebutuhannya. Hal ini dapat memperlihatkan identitas (status sosial, ekonomi, dan politik). Selain itu, permukiman akan terlihat lebih variatif dan tidak monoton, sehingga penghuni akan merasa tidak pindah rumah, meskipun pindah permukiman. Selain sumbangan teori, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi kebijakan pemerintah sebagai berikut. Diperlukan studi pendahuluan pada permukiman lama tentang karakter fisik lokasi (lingkungan alam dan lingkungan terbangun), karakter kelompok target (budaya dan gaya hidup), setelah itu juga dilakukan studi pada lokasi-lokasi yang direncanakan untuk menjadi lokasi permukiman resettlement. Hal ini dilakukan agar permukiman lama dan resettlement tidak memiliki perbedaan yang sangat besar karena ini dapat menyebabkan permukiman resettlement akan gagal. Faktor lainnya yang juga sangat berpengaruh terkait dengan pengaturan kebijakan pemerintah adalah: 392
9 - Penegasan kedudukan lahan (bersertifikat) pada calon penghuni sebagai jaminan di permukiman resettlement, hal ini dapat menciptakan rasa aman dalam bermukim dan sebagai daya tarik untuk menempati tempat tersebut. - Penerapan asas keadilan bagi masyarakat di permukiman resettlement, dengan memberikan permukiman dan rumah yang sesuai dengan level yang dimiliki di permukiman lama, sehingga diperoleh kepuasan dalam bermukim dan tidak menimbulkan konflik kecemburuan sosial diantara sesama penghuni, karena hal tersebut dapat menyebabkan penolakan terhadap permukiman resettlement. SARAN Pengembangan Penelitian Lebih Lanjut Penelitian tentang permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup sebagai dasar konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir, dapat dikembangkan lebih lanjut ke permukiman-permukiman suku lainnya di Sulawesi Selatan yang berlokasi di wilayah pesisir yang masyarakatnya memiliki pekerjaan yang terkait dengan laut. Hal ini bertujuan agar diperoleh konsep tentang permukiman wilayah pesisir Sulawesi Selatan yang lebih terintegrasi, bukan hanya pada suku Makassar tapi juga suku lainnya yaitu Bugis dan Mandar yang juga memiliki wilayah pesisir yang luas. Dengan konsep yang terintegrasi sangat mungkin untuk membuat suatu konsep permukiman di wilayah pesisir dimanapun dalam wilayah Sulawesi Selatan. Adanya pengaruh air pasang dan musim yang ekstrim di wilayah sekitar pantai, serta kemungkinan perubahan iklim menyebabkan terjadinya pengendapan pada satu sisi dan erosi pada sisi lain dari area tersebut. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal berbatasan langsung dengan pantai harus mempersiapkan rumahnya untuk dibongkar dan dipindah. Diperlukan penelitian terapan yang melibatkan kreatifitas dan teknologi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, dan mempertimbangkan perubahan iklim. Konsep budaya dan gaya hidup suku Makassar di wilayah pesisir pedesaan ini dapat pula digunakan untuk meninjau permukiman resettlement nelayan lainnya yang ada di kota Makassar untuk mengetahui apakah unsur budaya dan 393
10 gaya hidup masyarakat yang dipindah juga dimasukkan sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman resettlement tersebut. 394
BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kawasan Gunung Jati sebagai suatu tempat terjadinya interaksi dalam masyarakat suku Muna, memiliki karakteristik yang khas dari masing-masing masyarakat yang
Lebih terperinci4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5
4. KARAKTERISTIK DESA Pertemuan 5 TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami berbagai karakteristik desa 2. Mahasiswa mampu menganalisa berbagai karakteristik desa KARAKTERISTIK DESA Secara umum dapat dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
- 1 - SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO
BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Di mana pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sesuatu masyarakat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Pada dasarnya hunian tidak dapat dilihat sebagai tempat hidup saja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Indonesia sebagai negara berkembang dengan kondisi kependudukan yang tidak stabil tercermin pada angka pertumbuhan penduduk yang tak terkendali. Hal tersebut tampak
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai Timur dan Pantai Barat. Salah satu wilayah pesisir pantai timur Sumatera Utara adalah Kota Medan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara
Lebih terperinciVISI DAN MISI CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI PEMALANG PERIODE
VISI DAN MISI CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI PEMALANG PERIODE 2016-2021 VISI : TERWUJUDNYA PEMALANG HEBAT YANG BERDAULAT, BERJATIDIRI, MANDIRI DAN SEJAHTERA MISI : 1. Menjunjung tinggi kedaulatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciLATAR BELAKANG. Universitas Sumatera Utara
EKSISTENSI MASYARAKAT WILAYAH PESISIR SUMATERA UTARA DALAM KEGIATAN PEMBANGUNAN * (Studi Kasus Masyarakat Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara) Sismudjito **
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permukiman informal terbentuk tanpa perencanaan pemerintah dan masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses urbanisasi besar-besaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata
6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang
Lebih terperinciRENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL
RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah
Lebih terperinciPOLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto
POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering diistilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 3-1972 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pengembangan kawasan pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan sebagai kawasan wisata yang diharapkan dapat menjadi salah satu sektor andalan dan mampu untuk memberikan konstribusi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan
Lebih terperinciBAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI
BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciIDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA
IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA Vippy Dharmawan 1, Zuraida 2 1+2 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo Nomor 59 Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional
Lebih terperinciBUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA
BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160.2015 KEMENDESA-PDT-TRANS. Desa. Pendampingan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun
Lebih terperinciMENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENDAMPINGAN DESA DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Namun, Perbedaan tersebut tidak menjadikan
Lebih terperinciMOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan permukiman untuk pelaksanaan aktivitas kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permukiman merupakan salah satu masalah esensial dalam kehidupan. Setiap manusia memerlukan permukiman untuk pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari. Permukiman
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
- 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015
Lebih terperinciBAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN
BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN Untuk memperoleh hasil pemrograman yang maksimal, proses analisa yang dilakukan sebaiknya bersumber pada data yang tersusun dengan sempurna. Data yang sudah terkumpul kemudian
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Perencanaan pengembangan drainase di wilayah Kota Batam khususnya di Kecamatan Batam Kota sangatlah kompleks. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR. TAHUN. TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAMEKASAN,
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR. TAHUN. TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang : a. bahwa usaha untuk menumbuhkembangkan inisiatif
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran otentik Kabupaten Rejang Labong dalam 5 (lima) tahun mendatang pada kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk periode RPJMD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Sejarah Suku Dayak Provinsi Timur, dikenal dengan keragaman suku asli pedalamannya. Jika kita mendengar Timur, pastilah teringat dengan suku Dayak dan rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal pewarisan. Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris di antaranya, waris menurut
Lebih terperinciBUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Estetika
4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari ujung Utara sampai Selatan dan Timur sampai ke Barat baik kebudayaan asli dari bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Proyek Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang pertumbuhan kotanya cenderung pesat. Sebagai ibukota negara, Jakarta menjadi pusat dari berbagai
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar
Lebih terperinciPola pemukiman berdasarkan kultur penduduk
Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses untuk menuju kedewasaan pada makhluk hidup yang bersifat kualitatif, artinya tidak dapat dinyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan
Lebih terperinciUU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)
UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI 1. Visi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Mengacu pada diskusi pada bab sebelumnya, dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: Kesimpulan Pertama, Nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Bugis secara umum tertuang
Lebih terperinciAR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2094,2014 KEMENDAGRI. Desa. Pembangunan. Pedoman. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah suatu tempat yang menyimpan benda-benda bersejarah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran dan pariwisata. Menurut KBBI edisi IV, Museum
Lebih terperinciKAJIAN TERHADAP KONSEP ELEMEN ALAMI DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TEPIAN PANTAI
KAJIAN TERHADAP KONSEP ELEMEN ALAMI DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TEPIAN PANTAI Aristotulus E. Tungka Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado Abstrak, Kota Manado merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar
Lebih terperinciBAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Contoh dari keanekaragaman tersebut adalah keanekaragaman adat istiadat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN
SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TRANSMIGRASI UMUM TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN
Lebih terperinciBAPPEDA KAB. LAMONGAN
BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah
Lebih terperinci