ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI"

Transkripsi

1 ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN GITA HERDIANI. Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Perbaikan Lingkungan Perumahan (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10). Dibimbing oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA Kehidupan manusia dipengaruhi lingkungan dan kondisi lingkungan pun dipengaruhi oleh perilaku manusia di sekitarnya. Interaksi yang tidak seimbang dan harmonis antara manusia dan lingkungan bisa menyebabkan terjadinya problema lingkungan. Kualitas rumah beserta lingkungan perumahan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena selalu berinteraksi dengan manusia dan dapat berdampak bagi kehidupan penghuninya. Maka dari itu penurunan kualitas lingkungan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah (1) mengetahui besarnya kesediaan masyarakat untuk ikut serta membayar biaya perbaikan lingkungan dan faktorfaktor yang mempengaruhinya serta (2) menilai besarnya kesediaan membayar (Willingness to Pay) masyarakat untuk memperbaiki faktor-faktor lingkungan di wilayah tempat tinggal mereka. Penelitian ini dilakukan di perumahan Bukit Cimanggu City Blok Q dan R (RW 10), Kelurahan Mekarwangi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor terhadap faktor-faktor lingkungan yang mengalami degradasi kualitas yaitu jalan dan saluran air (drainase). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor, jurnal-jurnal terkait, dan hasil penyusuran data melalui internet. Analisis kesediaan membayar dengan analisis deskriptif sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan regresi logit. Analisis besarnya WTP menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method dengan alat pengolah data Minitab 14. Sebanyak 56 responden bersedia membayar biaya perbaikan lingkungan sedangkan 14 responden lainnya tidak bersedia. Alasan responden tidak bersedia membayar biaya perbaikan lingkungan adalah (1) kondisi lingkungan yang ada saat ini tidak mempengaruhi kenyamanan responden sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan antara adanya perbaikan dengan tidak ada perbaikan (2) pembiayaan dari perbaikan lingkungan sepenuhnya merupakan tanggung jawab pihak pengembang perumahan Bukit Cimanggu City dan pemerintah daerah setempat (3) pembayaran dirasa memberatkan karena saat ini penduduk telah membayar biaya untuk keamanan dan kebersihan. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat membayara perbaikan lingkungan yaitu pendapatan, luas tempat tinggal, dan status tempat tinggal. Model yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup baik dengan R 2 sebesar 68%. Hasil analis Willingness To Pay didapat nilai dugaan rataan WTP sebesar Rp69.380,00 untuk setiap rumah tangga. Total WTP responden adalah sebesar Rp ,00 setiap bulannya, sehingga nilai WTP masyarakat untuk satu tahun adalah sebesar Rp ,00. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi nilai WTP masyarakat terhadap perbaikan lingkungan adalah pendapatan, tingkat pendidikan, luas tempat tinggal, dan lama tinggal. Nilai tersebut merupakan nilai perbaikan kualitas lingkungan (jalan dan drainase) di perumahan Bukit Cimanggu City RW 10 (blok Q dan R).

3 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 November Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan (alm.) Herman Mukdas dan Yani. Penulis menyelesaikan pendidikan TK di Trisula Bhakti Tangerang pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Karawaci Baru 1, Tangerang sampai kelas 2 SD, lalu menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar nya di SD Negeri No.06 Tuban, Bali. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor, dan masuk dalam program IPA pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan saat pemilihan jurusan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai staf divisi Produksi Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture Expression (UKM MAX!!) Periode 2005/2006, staf divisi Pengembangan Sumberdaya Masyarakat (PSDM) dari Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) Periode 2006/2007, Bendahara Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture Expression (MAX!!) periode 2006/2007, dan staf divisi Internal Development Resources and Environmental Economic Student Association (REESA) Periode 2007/2008.

4 KATA PENGANTAR Segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Lingkungan dan manusia memiliki kaitan yang sangat erat. Kondisi lingkungan sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia dan sebaliknya perilaku manusia pun dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Diperlukan instrumen ekonomi yang dapat mendekati nilai kesediaan masyarakat untuk menjaga agar kondisi lingkungan sekitar mereka tetap berada dalam kualitas yang baik. Hal ini salah satunya dapat didekati dengan analisis Willingness To Pay (WTP). Tidak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Bogor, September 2009 Penulis

5 UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen penguji utama. 3. Bapak Adi Hadianto, SP. sebagai dosen penguji wakil departemen. 4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB. 5. Pengembang perumahan Bukit Cimanggu City dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu selama penelitian. 6. Ibunda, kakak dan keluarga besarku tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan do a yang tulus. 7. Gian Yuniarto Wilo Harlan, atas semua bantuan dan dukungannya. 8. Sahabat-sahabatku, Rani, Ani, Meita, Danti, Asri, Ade, Andita, Hans, Rendy, Pram, Irvan, Maya, serta teman-teman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 42 untuk kebersamaan selama ini. You are priceless for me. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.

6 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i RIWAYAT HIDUP... ii KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Rumah dan Perumahan Landasan Kebijakan Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman Persyaratan Kesehatan Kualitas Lingkungan Perumahan Persyaratan Dasar Pembangunan Lingkungan Perumahan Ketentuan umum Persyaratan Lokasi Persyaratan Fisik Penelitian Terdahulu yang Relevan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Valuasi Ekonomi Lingkungan Perumahan Sebagai Barang Publik... 27

7 Kesedian untuk Membayar atau Willingness to Pay terhadap Perbaikan Lingkungan Konsep Perbaikan Lingkungan Persyaratan Sistem Prasarana dan Sarana Lingkungan Perumahan Perbaikan Lingkungan Perumahan Dasar Pemilihan Variabel Hipotesa Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan Responden Jenis dan Sumber Data Metode dan Analisis Data Kesediaan atau Ketidaksediaan Penduduk untuk Membayar Biaya Perbaikan Lingkungan Pengujian Model Regresi Logit Interpretasi Koefisien Valuasi Ekonomi Perbaikan Lingkungan dengan metode Contingent Valuation Method (CVM) Kelebihan dan Kekurangan CVM Organisasi dalam Pengoperasian CVM Pendugaan Besarnya Nilai WTP Penduduk terhadap Perbaikan Kualitas Lingkungan Aplikasi CVM dalam Penentuan WTP Analisis Fungsi WTP V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis dan Topografi Perumahan Bukit Cimanggu City Pembangunan Perumahan Bukit Cimanggu City... 63

8 Fasilitas dan Kondisi Lingkungan Perumahan Bukit Cimanggu City Karakteristik Responden VI. ANALISIS TINGKAT KESEDIAAN RESPONDEN TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN 6.1. Analisis Kesediaan/Ketidaksediaan Responden Membayar Biaya Perbaikan Lingkungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Responden terhadap Perbaikan lingkungan VII. ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PERBAIKAN LINGKUNGAN MASYARAKAT TERHADAP 7.1. Analisis Nilai Willingness to Pay (WTP) Masyarakat terhadap Perbaikan Lingkungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP Responden terhadap Perbaikan lingkungan VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Saran IX. DAFTAR PUSTAKA... 92

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng Bagian Jaringan Drainase Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendapatan Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Luas Tempat Tinggal Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Lama Tinggal Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Status Tempat Tinggal Hasil Analisis Regresi Logistik (bersedia atau tidak bersedia) Membayar Biaya Perbaikan Lingkungan Distribusi WTP Responden terhadap Perbaikan Lingkungan Total WTP Masyarakat terhadap Perbaikan Lingkungan Hasil Analisis Regresi Berganda Fungsi WTP Responden Terhadap Perbaikan Lingkungan... 86

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Transformasi Logit... 45

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuesioner Penelitian Analisis Regresi Berganda Analisis Regresi Logit Surat Izin Residual Plot WTP Bagian-Bagian Jalan

12 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan bagian dari suatu ekosistem sehingga manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang sangat erat. Lingkungan dapat dipandang sebagai aset utama yang menyediakan kebutuhan dan sistem pendukung kehidupan umat manusia. Usaha untuk mengatasi proses depresiasi dari aset lingkungan bukan hanya untuk kepentingan konservasi dan pelestarian lingkungan tetapi juga untuk kepentingan aktivitas ekonomi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan umat manusia baik generasi sekarang maupun yang akan datang (Yakin, 1997). Manusia (cara hidupnya) dipengaruhi oleh lingkungan dan pada saat yang sama aktivitas manusia tersebut akan mempengaruhi karakter lingkungan tersebut (Arifin, 2006). Menurut Yakin (1997) masalah lingkungan timbul dari hasil interaksi antara aktivitas ekonomi manusia dan sumber daya alam, atau secara lebih tepat adalah adanya mekanisme permintaan dan penawaran akan lingkungan. Interaksi yang tidak seimbang dan harmonis antara kedua aspek tersebut bisa menyebabkan terjadinya problema lingkungan, untuk itu lingkungan perlu dikelola agar memiliki keseimbangan antara ketiga komponen lingkungan hidup; yakni lingkungan hidup biologi (alami), lingkungan hidup buatan serta lingkungan hidup sosial. Hakikatnya pengelolaan lingkungan hidup oleh manusia adalah bagaimana manusia tersebut melakukan upaya agar kualitas mereka semakin membaik, sementara kualitas lingkungan tidak menurun. Lingkungan perumahan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena selalu berinteraksi dengan manusia. Kurang lebih separuh

13 hidup manusia akan berada di rumah sehingga kualitas rumah beserta lingkungannya akan sangat berdampak terhadap kondisi kesehatan penghuninya. Oleh karena itu, kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal manusia harus berada dalam kondisi yang baik sesuai dengan standar yang berlaku. Persoalan kualitas lingkungan baik dalam skala perkotaan maupun perumahan tidak terlepas dari preferensi dan dinamika kebutuhan masyarakat (Abadi, 2006). Salah satu pendekatan untuk mendefiniskan dan menentukan kualitas lingkungan adalah kepuasan penghuni atau pengguna terhadap manfaat lingkungannya (Rogerson dalam Abadi (2006). Kepuasan terhadap lingkungan perumahan didefinisikan oleh Varady dan Preiser dalam Abadi (2006) sebagai kesenjangan yang diterima antara kebutuhan dan aspirasi pemilik dengan realita kondisi hunian saat ini. Kepuasan tersebut mencakup kepuasan terhadap unit hunian, ketetanggaan dan lingkungan sekitarnya. Perumahan sebagai salah satu tempat terjadinya interaksi dalam masyarakat, tentunya memiliki karakteristik yang khas dari masing-masing masyarakat yang ada di dalamnya. Hal tersebut sangat bergantung pada faktorfaktor pendukungnya, baik dari kondisi sosial budaya masyarakatnya, maupun dari bentuk adaptasi terhadap lingkungan di sekitar permukiman. Sebuah pemukiman yang baik harus bisa memenuhi kebutuhan penduduknya baik sarana dan prasarana maupun menyediakan faktor-faktor lingkungan tertentu yang dibutuhkan penduduk dalam suatu kawasan pemukiman dengan kualitas dan kondisi yang baik. Saat ini, sebesar 38,6% atau Ha dari luas seluruh wilayah Kota Bogor sudah dipergunakan untuk perumahan atau permukiman. Pendekatan

14 pengembangan dan pembangunan perumahan di kota Bogor didasarkan pada kondisi bahwa Kota Bogor, yang akan berkembang menjadi kota jasa, secara konstelasi regional termasuk dalam wilayah penyangga Jakarta sehingga perkembangan penduduk Kota Bogor terus meningkat. Perkembangan penduduk tersebut akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan rumah, sedangkan lahan yang tersedia bagi pengembangan dan pembangunan perumahan dan permukiman terbatas, sehingga diperlukan suatu penataan kawasan. Keterbatasan ini membuat keterlibatan pihak swasta sangat diperlukan dalam upaya mengatasi kebutuhan perumahan sekaligus melengkapi kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasana yang menunjang kawasan perumahan dan permukiman (Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor, 2008). Para pengembang (developer) perumahan tentunya berusaha menyediakan faktor-faktor lingkungan yang dibutuhkan di setiap perumahan yang mereka dirikan, dengan maksud memberikan rasa nyaman bertempat tinggal bagi penduduknya. Namun biasanya para pengembang perumahan kurang memperhatikan dan cenderung lepas dari tanggung jawab terhadap kondisi lingkungan pemukiman yang telah lama dibangun oleh mereka. Hal ini mengakibatkan kondisi dan kualitas lingkungan yang ada semakin menurun kualitasnya. Padahal semua penduduk, baik yang baru menghuni sebuah tempat tinggal maupun yang telah bermukim cukup lama, sama-sama membutuhkan kualitas dan kondisi yang baik bagi faktor-faktor lingkungan yang terdapat disekitar tempat mereka bermukim. Bukit Cimanggu City merupakan salah satu perumahan di Kota Bogor yang berdiri sejak tahun Perumahan ini menyediakan fasilitas lengkap

15 untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya. Sejumlah fasilitas yang dibangun pengembang perumahan ini adalah layanan security 24 jam, Sport Center (Marcopolo Water Adventure Park), function room, meeting room, karaoke room, kafe dan restoran serta foodcourt. Pada awal pembangunan perumahan Bukit Cimanggu City, pihak pengembang sangat memperhatikan kondisi lingkungan di perumahan ini, namun seiring bertambahnya luas area, bangunan-bangunan baru, dan padatnya penduduk yang bermukim di perumahan tersebut, pengembang semakin kurang memperhatikan kondisi rumah-rumah yang berlokasi jauh dari kantor pemasaran dan telah dibangun lebih dari sepuluh tahun, sehingga kondisi lingkungan terlihat terabaikan dan kualitas beberapa faktor lingkungan yang ada terlihat lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi lingkungan di sekitar rumah-rumah yang baru di bangun dan berada tidak jauh dari kantor pemasaran. Padahal setiap penduduk yang bermukim di perumahan tersebut menginginkan kondisi lingkungannya tetap dalam kualitas terbaik sehingga kebutuhan mereka akan faktor-faktor lingkungan dari sebuah tempat tinggal dapat terpenuhi dan mereka tetap merasa nyaman untuk tinggal di wilayah tersebut Perumusan Masalah Saat ini jumlah penduduk di Kota Bogor terus meningkat. Permintaan lahan untuk tempat tinggal turut meningat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk karena tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan primer manusia selain pangan dan sandang. Tingginya permintaan akan rumah di Kota Bogor menarik minat pengembang perumahan untuk berlomba-lomba

16 menyediakan prouk perumahan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal sehingga menarik minat konsumen untuk membelinya. Salah satu perumahan yang telah cukup lama menguasai pangsa pasar perumahan di Kota Bogor yaitu perumahan Bukit Cimanggu City. Perumahan Bukit Cimanggu City merupakan salah satu perumahan besar di Kota Bogor dengan luas area mencapai 150 hektar (Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor, 2008). Perumahan ini terletak di Kecamatan Tanah Sareal dan telah berdiri selama 19 tahun sejak tahun 1990 dengan pengembang PT.Perdana Gapura Prima. Pesatnya pembangunan perumahan dan pertumbuhan penduduk di perumahan ini ternyata menimbulkan munculnya suatu permasalahan lingkungan, yaitu adanya penurunan kualitas beberapa faktor lingkungan di sekitar rumah-rumah yang telah lama dibangun (lebih dari 10 tahun) dan berada di blok belakang yang memiliki jarak cukup jauh dengan lokasi kantor pemasaran Bukit Cimanggu City. Masyarakat menganggap pihak developer kurang tanggap terhadap permasalahanpermasalahan yang terkait dengan prasarana lingkungan padahal masyarakat telah melaporkan keluhan mereka kepada pihak developer. Wilayah RW 10 (blok Q dan R) merupakan wilayah yang menghadapi masalah lingkungan paling berat, karena wilayah ini berbatasan dengan tanggul penahan air dari dataran yang lebih tinggi sehingga apabila curah hujan yang turun sangat tinggi, air akan masuk ke wilayah ini. Seringnya air masuk ke wilayah ini dan merendam jalan menyebabkan jalan menjadi cepat tergerus dan menjadi rusak. Berdasarkan wawancara dengan ketua RT dan RW setempat diperoleh informasi bahwa faktor-faktor lingkungan yang mengalami penurunan

17 kualitas diantaranya adalah kondisi jalan yang rusak dan saluran drainase yang tersumbat. Hubungan antara pihak developer dan masyarakat saat ini kurang baik, masyarakat menilai bahwa pihak developer kurang tanggap terhadap keluhankeluhan yang mereka ajukan. Sedangkan pihak developer berpendapat bahwa masyarakat kurang berpartisipasi dalam memelihara faktor-faktor lingkungan yang ada. Masyarakat RW 10 (blok Q dan R) pada umumnya menginginkan adanya perbaikan lingkungan, namun saat ini pihak developer belum bisa memperbaiki kerusakan lingkungan (jalan dan drainase) jika pembiayaan tersebut dibebankan sepenuhnya kepada mereka. Pihak developer mengharapkan masyarakat juga ikut bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan di perumahan tersebut, karena masyarakat merupakan pengguna utama dari prasarana lingkungan. Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam uraian di atas kemudian timbul beberapa rumusan pertanyaan yang menarik untuk diangkat dalam penelitian ini dan dikaji lebih lanjut, seperti: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat perumahan Bukit Cimanggu City RW 10 (blok Q dan R) terhadap upaya perbaikan lingkungan di wilayah tempat tinggal mereka. 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi besarnya Willingness to Pay (WTP) masyarakat perumahan Bukit Cimanggu City RW 10 (blok Q dan R) untuk memperbaiki lingkungan di wilayah tempat tinggal mereka? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

18 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan membayar masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan di wilayah tempat tinggal mereka. 2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi WTP masyarakat dan menilai besarnya WTP masyarakat terhadap perbaikan lingkungan di wilayah tempat tinggal mereka. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian mengenai perbaikan lingkungan di perumahan Bukit Cimanggu City adalah : 1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pengembang (developer) Bukit Cimanggu City terkait dengan perbaikan faktor-faktor lingkungan di perumahan tersebut. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintahan dalam menerapkan kebijakan mengenai lingkungan perumahan di kota Bogor. 3. Informasi bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat Bukit Cimanggu City memperoleh informasi yang penting dan berguna untuk perbaikan kualitas lingkungan permukiman mereka. 4. Sebagai rujukan bagi penelitian-penelitian lain yang sejenis Ruang Lingkup Penelitian Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wilayah dan objek penelitian adalah kawasan wilayah RW 10 (blok Q dan blok R) perumahan Bukit Cimanggu City. 2. Responden adalah rumah tangga yang tinggal di wilayah RW 10 (blok Q dan R) perumahan Bukit Cimanggu City.

19 3. Faktor lingkungan yang dijadikan objek penelitian adalah jalan perumahan dan drainase yang berada di wilayah RW 10 (blok Q dan R) perumahan Bukit Cimanggu City.

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan untuk Membayar atau Willingness to Pay (WTP) Kesediaan untuk membayar atau Willingness to Pay (WTP) adalah kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan. WTP menghitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan standar yang diinginkan. WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa lingkungan (Hanley dan Spash, 1993). Yakin (1997) mendefinisikan keinginan untuk membayar sebagai jumlah uang yang ingin diberikan oleh seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan dan menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sedangkan menurut Hufschmidt, et.al (1987) penilaian kualitas lingkungan oleh konsumen demikian pula oleh produsen dapat diukur dengan nilai uang berdasarkan pembayaran berupa kompensasi bagi kerusakan pada hak milik atau orang atau bagi dampak negatif lainnya pada lingkungan. Nilai pasar dapat memberikan perkiraan dari segi biaya, dimana pengeluaran pencegahan serta biaya penggantian yang dikeluarkan oleh perseorangan menjadi ukuran tak langsung permintaan akan kualitas lingkungan yang lebih baik Landasan Kebijakan Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman pasal 1 ayat 1, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Undang-Undang ini

21 mendefinisikan perumahan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Penyusunan arahan untuk penyelenggaraan perumahan dan permukiman, sesungguhnya secara lebih komprehensif telah dilakukan sejak Pelita V dalam bentuk Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan, namun penekanannya masih terbatas kepada aspek perumahan saja. Dalam perjalanannya, acuan tersebut dirasakan kurang sesuai lagi dengan berbagai perkembangan permasalahan yang semakin kompleks, sehingga diperlukan pengaturan dan penanganan yang lebih terintegrasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan berlandaskan kepada UU No. 4 Tahun 1992 maka telah dikeluarkan Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman Tahun 1999, sebagai acuan pokok di dalam penyelenggaraan bidang perumahan dan permukiman (Suprijanto, 2004). Seiring dengan perkembangan sosial politik yang ada, tuntutan reformasi, perubahan paradigma penyelenggaraan pembangunan nasional, dan dalam upaya menjawab tantangan serta agenda bidang perumahan dan permukiman ke depan, maka Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (KIMPRASWIL) memandang perlu untuk menyempurnakan Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman yang telah ada, sekaligus merupakan reformasi

22 dalam bidang perumahan dan permukiman. Kebijakan baru tersebut antara lain dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri KIMPRASWIL, No. 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (Puslitbang Permukiman Departemen KIMPRASWIL, 2004). Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) merupakan acuan dan landasan bagi Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman dalam melaksanakan program pembangunan perumahan dan permukiman yang mampu mendorong pemberdayaan kapasitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat dan responsif. KSNPP dibuat dengan maksud untuk mendukung pelaksanaan dan sinkronisasi program dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi setempat sesuai dengan propenas dan propeda. Selain itu beberapa landasan yang lain yang harus diperhatikan dalam membahas aspek kebijakan perumahan dan permukiman di Indonesia yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan (SNI ), Undang-Undang Pokok Agraria No.5/1960, Undang-Undang No. 4/1982 tentang lingkungan hidup, Undang-Undang No.24/1992 tentang penataan ruang dan Undang-Undang No. 4/1992 tentang perumahan dan permukiman 1. Sedangkan dasar hukum penataan bangunan dan lingkungan di wilayah Kota Bogor Kecamatan Tanah Sareal diantaranya adalah: 1. Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang diakses pada tanggal 23 Mei 2009

23 2. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.06 /PRT/M/2007 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 3. Peraturan Walikota No.13 Tahun 2004 Tentang Perubahan Keputusan Walikota Bogor No.62 Tahun 2003 Tentang Super Blok di Kawasan Perdagangan dan Jasa di Jalan Raya Pajajaran, Jalan Sudirman, dan Jalan Sholeh Iskandar. 4. Keputusan Walikota Bogor No.69 Tahun 2003 tentang RDTRK Kecamatan Tanah Sareal Persyaratan Kesehatan Kualitas Lingkungan Perumahan Kualitas lingkungan perumahan merupakan suatu kemampuan lingkungan perumahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Lingkungan permukiman merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena selalu berinteraksi dengan manusia. Kurang lebih separuh hidup manusia akan berada di rumah sehingga kualitas rumah akan sangat berdampak terhadap kondisi kesehatannya 2. Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut : 1. Lokasi 1) tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya. 2) tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang. 2 diakses pada tanggal 1 Mei 2009

24 3) tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan. 2. Kualitas udara Kualitas udara di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut: 1) gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi; 2) debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimum 150 µg/m3 3) gas SO2 maksimum 0,10 ppm 4) debu maksimum 350 mm 3 /m 2 per hari. 3. Kebisingan dan getaran 1) kebisingan dianjurkan < 45 db.a, maksimum 55 db.a 2) tingkat getaran maksimum 10 mm/detik 4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman 1) kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg 2) kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg 3) kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg 4) kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg 5. Prasarana dan sarana lingkungan 1) memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan. 2) memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit.

25 3) memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata. 4) tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan. 5) pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan. 6) pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan. 7) memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya. 8) pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya. 9) tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan. 6. Vektor penyakit 1) indeks lalat harus memenuhi syarat. 2) indeks jentik nyamuk dibawah 5%. 7. Penghijauan

26 Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam. Penduduk yang memiliki kesadaran akan pentingnya kualitas lingkungan akan membentuk lingkungan permukiman yang sehat. Permukiman tersebut dicirikan dengan penataan rumah yang baik, ketersediaan tersedia prasarana dan sarana lingkungan yang dibutuhkan dalam suatu lingkungan perumahan serta kenyamanan dalam bertempat tinggl bagi penduduknya. Selain itu, diperlukan kesadaran penduduk untuk terus menjaga lingkungannya agar kualitas lingkungannya tetap terjaga dalam kondisi yang baik Persyaratan Dasar Pembangunan Lingkungan Perumahan Ketentuan umum Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI, 2004) mengenai tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan, pembangunan perumahan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan umum sehingga perlu dikembangkan secara terpadu, terarah, terencana serta berkelanjutan. Beberapa ketentuan umum yang harus dipenuhi dalam merencanakan lingkungan perumahan di perkotaan adalah: 1. Lingkungan perumahan merupakan bagian dari kawasan perkotaan sehingga dalam perencanaannya harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen rencana lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota atau Kabupaten. 2. Untuk mengarahkan pengaturan pembangunan lingkungan perumahan yang sehat, aman, serasi secara teratur, terarah serta berkelanjutan, harus

27 memenuhi persyaratan administrasi, teknis, dan ekologis, setiap rencana pembangunan rumah atau perumahan, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan usaha perumahan. 3. Perencanaan lingkungan perumahan kota meliputi perencanaan sarana hunian, prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan perumahan perkotaan yang serasi, sehat, harmonis dan aman. Pengaturan ini dimaksudkan untuk membentuk lingkungan perumahan sebagai satu kesatuan fungsional dalam tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya. 4. Perencaaan pembangunan lingkungan perumahan harus dilaksanakan oleh kelompok tenaga ahlinya yang dapat menjamin kelayakan teknis, yang keberadaannya diakui oleh peraturan yang berlaku. 5. Penyediaan prasarana dan sarana lingkungan perumahan merupakan bagian dari sistem pelayanan umum perkotaan sehingga dalam perencanaannya harus dipadukan dengan perencanaan lingkungan perumahan dan kawasan-kawasan fungsional lainnya. 6. Perencanaan pembangunan lingkungan perumahan harus menyediakan pusat-pusat lingkungan yang menampung berbagai sektor kegiatan (ekonomi, sosial, budaya), dari skala lingkungan terkecil (250 penduduk) hingga skala terbesar ( penduduk), yang ditempatkan dan ditata terintegrasi dengan pengembangan desain dan perhitungan kebutuhan sarana dan prasarana lingkungan. 7. Pembangunan perumahan harus memenuhi persyaratan administrasi yang berkaitan dengan perizinanan pembangunan, perizinan layak huni dan

28 sertifikasi tanah, yang diatur oleh Pemerintah Kota atau Kabupaten setempat dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8. Rancangan bangunan hunian, prasarana, dan sarana lingungan harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan dan keselamatan sesuai Standar Nasional Indonesia atau ketentuan-ketentuan lain yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah serta Pedoman Teknis yang disusun oleh instansi terkait. 9. Perencanaan lingkungan perumahan juga harus memberikan kemudahan bagi semua orang, termasuk yang memiliki ketidakmampuan fisik atau mental seperti para penyandang cacat, lansia, dan ibu hamil, penderita penyakit tertentu, atas dasar pemenuhan azas aksesibilitas (sesuai dengan Kepmen No.1998), yaitu: 1) kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan; 2) kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan; 3) keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang; dan 4) kemandirian, yaitu setiap orang harus dapat mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.

29 10. Dalam menentukan besaran standar untuk perencanaan lingkungan perumahan kota yang meliputi perencanaan sarana hunian, prasarana, dan sarana lingkungan, menggunakan pendekatan besaran kepadatan penduduk. 11. Dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana lingkungan, didasarkan pada beberapa ketentuan khusus yaitu: 1) besaran standar ini direncanakan untuk kawasan dengan kepadatan penduduk <200 jiwa per hektar; 2) untuk mengatasi kesulitan mendapatkan lahan, beberapa sarana dapat dibangun secara bergabung dalam satu lokasi atau bangunan dengan tidak mengurangi kualitas lingkungan secara menyeluruh; 3) untuk kawasan yang berkepadatan >200 jiwa per hektar diberikan reduksi 15-30% terhadap persyaratan kebutuhan lahan; dan 4) perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan harus direncanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan keberadaan prasarana dan sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas secara menyeluruh. 12. Dalam menentukan besaran standar untuk perencanaan kawasan perumahan baru di kota (new development area) yang meliputi perencaaan sarana hunian, prasarana dan sarana lingkungan, pengembangan desain dapat mempertimbangkan sistem blok atau grup, bangunan atau cluster untuk memudahkan dalam distribusi sarana lingungan dan manajemen sistem pengelolaan administratifnya. Apabila dengan sistem blok/ grup bangunan/cluster ternyata pemenuhan sarana hunian, prasarana dan sarana

30 lingkungan belum dapat terpenuhi sesuai besaran standar yang ditentukan, maka pengembangan desain dapat mempertimbangkan sistem radius pelayanan bagi penempatan sarana dan prasarana lingkungan, yaitu dengan kriteria pemenuhan distribusi sarana dan prasarana lingkungan dengan memperhatikan kebutuhan lingkungan sekitar terdekat. 13. Perencanaan lingkungan permukiman untuk hunian bertingkat ( rumah susun) harus mempertimbangkan sasaran pemakai yang dilihat dari tingkat pendapatan KK penghuni Persyaratan Lokasi Lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi katentuan sebagai berikut: 1. Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukkann lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, dengan kriteria sebagai berikut: 1) kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi; 2) kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah yang mempuyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam; 3) kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (intenal atau eksternal,

31 langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasaranan dan sarana lingkungan tersedia); 4) kriteria keindahan, keserasian, dan keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh rawa atau danau, setu, sungai, kali dan sebagainya; 5) kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan fisik atau pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana; 6) kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana utilitas lingkungan; dan 7) kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional atau lokal setempat. 2. Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis. 3. Keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam disekelilingnya, dengan mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuh dan usia yang dicapai,

32 serta pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin tumbuh di kawasan yang dimaksud Persyaratan Fisik Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktorfaktor berikut ini: 1. Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa/ penyelesaian teknis. 2. Kemiringan lahan tidak melebihi 15% (untuk lebih jelas lihat tabel) dengan ketentuan: 1) tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar landai dengan kemiringan 0-8%; dan 2) diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemirinan 8-15%. Tabel 1. Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng, 2004 Peruntukkan Lahan Kelas Sudut Lereng (%) >40

33 Jalan raya Parkir Taman bermain Perdagangan Drainase Permukiman Trotoar Bidang resapan septik Tangga umum Rekreasi Sumber : Standar Nasional Indonesia, Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian mengenai permukiman cenderung terfokus pada permasalahan yang terkait dengan harga lahan permukiman atau faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memilih lokasi untuk dijadikan tempat tinggal seperti penelitian yang dilakukan Wahyuningsih (2003). Dalam penelitiannya, Wahyuningsih berusaha mengetahui pola preferensi konsumen dalam memilih lokasi rumah tinggal perkotaan dan faktor-faktor yang dimiliki oleh suatu lokasi dengan menggunakan analisis Kuantifikasi Hayashi II, Analisis Regresi Berganda, dan Analisis Deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola preferensi relatif konsumen dalam memilih lokasi rumah tinggal perkotaan di kompleks perumahan real estate atau sisi permintaan dipengaruhi oleh daerah asal (dengan nilai korelasi parsial tertinggi yaitu 7,4233), waktu ke Central Business District (CBD), biaya transportasi, tanggungan keluarga, harga rumah dalam kompleks,

34 pekerjaan, tujuan membeli, pendapatan, harga tanah, dan pendidikan. Faktor lokasi tanah (sisi penawaran) dipengaruhi oleh luas tanah, fasilitas listrik, saluran limbah, persampahan, ancaman banjir, sarana ibadah, tempat bermain anak, jarak terhadap Mesjid raya Baiturrahman, jalan kolektor, angkutan kota, dan perdagangan serta bangunan dipengaruhi oleh luas, konstruksi, atap, dinding, dan lantai. Penelitian tentang kesediaan membayar masyarakat atau Willingness to Pay (WTP) terhadap perbaikan kualitas lingkungan di suatu permukiman biasanya hanya ditujukan untuk perbaikan satu aspek atau satu faktor lingkungan saja seperti penelitian Selan (2003) mengenai WTP masyarakat untuk menurunkan tingkat kebisingan di perumahan sekitar bandar udara Soekarno-Hatta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kuantitatif. Pendekatan penelitian ini menggunakan persepsi langsung masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat memiliki kaitan yang sangat erat dengan tingkat WTP mereka untuk mengurangi tingkat kebisingan. Variabel tingkat penghasilan dan tingkat pendidikan memiliki koefisien korelasi (r) paling tinggi yaitu sebesar masing-masing 0,886 dan 0,814 menunjukkan bahwa penghasilan dan pendidikan sangat berhubungan erat dengan tingakat WTP seseorang. Sedangkan variabel perbedaan masa tinggal dan status kepemilikan rumah berkaitan cukup erat dengan tingkat WTP mereka untuk mengurangi tingkat kebisingan. Nilai ekonomi dengan menggunakan metode contingent valuation memperoleh WTP masyarakat dalam menurunkan tingkat kebisingan di perumahan Bandara Mas sebesar Rp50.000,00 sampai dengan Rp ,00.

35 Penelitian yang terkait dengan lingkungan pemukiman dilakukan oleh Dimyati (2006) mengenai Willingness to Pay masyarakat terhadap program pembangunan rumah susun di permukiman Bantaran Sungai Ciliwung, Kelurahan Kampung Melayu, DKI Jakarta menggunakan pendekatan CVM untuk memperoleh nilai WTP dan analisis regresi linier berganda untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi nilai WTP. Hasil penelitian mengenai persepsi responden terhadap keadaan lingkungan di kelurahan Kampung Melayu memperoleh hasil bahwa sebagian besar responden beranggapan bahwa wilayahnya tergolong kotor. Sebagian besar responden mengetahui dampak negatif dari kerusakan lingkungan diantaranya banjir. Persepsi responden terhadap program pembangunan rumah susun dipengaruhi oleh jumlah tanggungan, luas tempat tinggal, dan rasio sewa dengan pendapatan. Hasil penelitian menggunakan regresi logit menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan dan ketidaksediaan masyarakat terhadap program pembangunan rumah susun adalah jumlah tanggungan, pendidikan, rasio sewa dengan pendapatan. Sedangkan hasil penelitian menggunakan CVM didapatkan nilai WTP adalah sebesar Rp ,00,00. Secara agregat nilai WTP (TWTP) adalah sebesar Rp ,00. Berdasarkan analisis regresi linier berganda nilai WTP dipengaruhi oleh rasio sewa dengan pendapatan dan lama tinggal. Penelitian yang terkait dengan lingkungan pemukiman dan dikaji dari aspek ekonomi dilakukan Yavanica (2009) dengan menganalisis nilai kerusakan lingkungan dan kesediaan membayar masyarakat terhadap program perbaikan lingkungan di pemukiman Bantaran Sungai Ciliwung. Metode yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa

36 total kerugian yang diterima masyarakat ketika terjadi banjir adalah Rp ,00. Nilai ini mencerminkan total biaya yang dikeluarkan responden untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan masih rendah, namun sebagian besar masyarakat (81%) menyatakan setuju bila dilakukan perbaikan lingkungan, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah jumlah tanggungan, lama tinggal, status kependudukan, dan jenis kelamin. Nilai rataan WTP responden sebesar Rp ,00 untuk setiap orang (KK) yang membayar perbaikan lingkungan dan totalnya adalah sebesar Rp ,00. Besarnya nilai WTP ini dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan luas tempat tinggal. Penelitian yang hampir sejenis dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Whittington D. dan J. Davis (1994), data yang diperoleh dikumpulkan dengan menggunakan teknik CVM dan digunakan untuk memperkirakan sebuah fungsi penilaian, hubungan fungsional antara kemampuan membayar responden terhadap barang atau jasa dengan karakteristik sosial ekonomi dan demografi responden. Penelitian ini dilakukan di Lugazi, Uganda selama bulan Juli Survei rumah tangga digunakan untuk mendapatkan informasi tentang penggunaan air dan sanitasi responden saat ini, karakteristik sosial ekonomi dan demografi, dan kemampuan membayar untuk perbaikan air dan sanitasi. Penyesuaian masyarakat digunakan untuk mendapatkan persepsi responden terhadap air dan sanitasi yang sudah ada, dan untuk menyediakan informasi tentang kemungkinan jenis-jenis perbaikan. Dalam kasus ini perbedaan antara survei rumah tangga dan penyesuaian masyarakat tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan. Data yang diperoleh dengan penggunaan WTP sangat

37 kuat bahwa range dari pencarian tiap penilaian pertanyaan adalah kecil, bahkan dengan adanya pengurangan ukuran contoh yang lebih dari 70%. Penelitian ini merupakan langkah awal perbandingan pendekatan penelitian participatory yang berbeda. Penelitian tambahan diperlukan untuk menentukan jika sistematik yang berbeda sering digunakan, dimana data yang dikumpulkan menggunakan teknik yang berbeda dan jika pendekatan secara khusus menghasilkan keakuratan dan informasi yang reliabel bagi peneliti. Beberapa penelitian terdahulu mengenai lingkungan dan permukiman biasanya dilakukan di daerah pemukiman kumuh atau bantaran sungai. Padahal masalah mengenai lingkungan permukiman tidak hanya terjadi di pemukiman kumuh ataupun bantaran sungai tetapi juga di perumahan besar di perkotaan yang penduduknya memiliki status ekonomi menengah ke atas dan memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Pendidikan yang cukup tinggi mengindikasikan kemampuan mereka untuk memahami pentingnya kualitas lingkungan yang cukup tinggi pula, sedangkan kemampuan ekonomi membuat masyarakat lebih bersedia untuk membayar biaya perbaikan lingkungan demi memperoleh kenyamanan bertempat tinggal yang mereka inginkan. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian di suatu perumahan besar di kota Bogor, yang mengalami permasalahan lingkungan, dengan pemahaman bahwa kenyamanan bertempat tinggal dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan kemampuan ekonomi serta tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempengaruhi penilaian seseorang terhadap lingkungan maka diharapkan upaya perbaikan lingkungan dapat dilakukan lebih optimal.

38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Valuasi Ekonomi Lingkungan Perumahan Sebagai Barang Publik Barang publik adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Ada dua ciri utama dari barang publik ini. Pertama, barang ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan (joint supply) dan tidak bersaing dalam mengkonsumsinya (non-rivalry in consumption). Ciri kedua adalah tidak ekslusif (non-exclusion) dalam pengertian bahwa penawaran tidak hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya (Yakin, 1997). Barang demikian ini dikatakan sebagai non-marketable goods atau suatu komoditi yang tidak memiliki nilai pasar atau tidak dapat dipasarkan. Barang publik secara fisik kuantitatif tidak dapat terukur, menurut Yakin (1997) satu-satunya mekanisme yang membedakannya adalah dengan menetapkan harga (nilai moneter) terhadap barang publik tersebut sehingga menjadi barang privat (dagang) sehingga benefit yang diperoleh dari harga itu bisa dipakai untuk mengendalikan atau memperbaiki kualitas lingkungan itu sendiri, karena ciricirinya tersebut barang publik tidak diperjualbelikan sehingga tidak memiliki harga. Sifat barang publik yang tidak ekslusif dan merupakan konsumsi umum mendorong masyarakat sebagai free rider (pengenyam gratis), yaitu jika orang lain sudah menangani suatu permasalahan lingkungan maka hilanglah beban dan tanggung jawabnya dalam menyediakan atau memperbaiki sarana lingkungan tersebut, karena tidak mungkin memaksa semua orang yang menikmati manfaat perbaikan kualitas lingkungan untuk membayarnya. Oleh karena itu, penanganan

39 masalah lingkungan atau perbaikan kondisi lingkungan memerlukan kesadaran seluruh masyarakat. Kualitas lingkungan sering dapat digolongkan ke dalam barang publik yang keberadaan dan kualitasnya tergantung dari prilaku masyarakat. Jika aktivitas masyarakat lebih banyak yang merusaknya daripada yang memperbaikinya, maka kondisi lingkungan tersebut akan mengalami degradasi dari waktu ke waktu. Begitu pula dengan kondisi lingkungan dari suatu perumahan. Kondisi lingkungan dalam suatu perumahan sangat dipengaruhi oleh perilaku dan interaksi dari masyarakat yang menghuninya. Keadaan ini menyebabkan harus adanya kesadaran seluruh masyarakat untuk memelihara kondisi lingkungan mereka dan memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak karena kondisi lingkungan perumahan yang buruk akan memberikan dampak negatif bagi kehidupan penduduknya terutama dalam aspek kenyamanan. Menurut Fauzi (2006) secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Konsep pengukuran ini dapat menerjemahkan nilai ekologis ekosistem ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok (Garrod dan Willis, 1999). Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana WTP terungkap melalui model revealed

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PEDAMPINGAN UNTUK MENGATASI MASALAH SANITASI PADA PEMUKIMAN KUMUH DI KAMPUNG SANGER, SARIO MANADO

IDENTIFIKASI DAN PEDAMPINGAN UNTUK MENGATASI MASALAH SANITASI PADA PEMUKIMAN KUMUH DI KAMPUNG SANGER, SARIO MANADO IDENTIFIKASI DAN PEDAMPINGAN UNTUK MENGATASI MASALAH SANITASI PADA PEMUKIMAN KUMUH DI KAMPUNG SANGER, SARIO MANADO Herawaty Riogilang Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi hera28115@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Data Survei Dari survei menggunakan metode wawancara yang telah dilakukan di Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar RT 01,02,03 yang disebutkan dalam data dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah diikuti pula dengan laju pertumbuhan permukiman. Jumlah pertumbuhan permukiman yang baru terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Oleh : FAHMA MINHA A14303054 PROGRAM

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga.

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga. Pokok Bahasan Konsep Sanitasi Lingkungan Proses pengelolaan air minum; Proses pengelolaan air limbah; Proses pengelolaan persampahan perkotaan; Konsep dasar analisis system informasi geografis (GIS) untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK OLEH PALUPI SRI NARISYWARI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan tertuang dalam Undang- Undang No 36 Tahun 2009. Kesehatan merupakan suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan. Parameter rumah yang dinilai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2014

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2014 BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang sering terjadi di suatu negara yang tingkat pembangunannya tidak merata. Fenomena urbanisasi menyebabkan timbulnya pemukimanpemukiman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 61 TAHUN 2006 TENTANG PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

STRATEGI HARGA PADA UKM KERAJINAN KERAMIK Studi Kasus pada CV. Munti Bali, Bogor. Oleh RISKA PRATIWI H

STRATEGI HARGA PADA UKM KERAJINAN KERAMIK Studi Kasus pada CV. Munti Bali, Bogor. Oleh RISKA PRATIWI H STRATEGI HARGA PADA UKM KERAJINAN KERAMIK Studi Kasus pada CV. Munti Bali, Bogor Oleh RISKA PRATIWI H24104131 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK Riska

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan

I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemukiman sering menjadi masalah bagi setiap individu karena individu membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan pemberi ketentraman hidup.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH

Lebih terperinci

TINGKAT PENDAPATAN PENDUDUK TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KESEHATAN BALITA DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013

TINGKAT PENDAPATAN PENDUDUK TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KESEHATAN BALITA DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013 TINGKAT PENDAPATAN PENDUDUK TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KESEHATAN BALITA DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013 Disusun oleh: Khoirunnisa K5409034 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan pemukiman. Pada awalnya lingkungan mungkin hanyalah lahan kosong, rawarawa, atau bahkan hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

kabel perusahaan telekomunikasi dan segala macam (Setiawan, 2014).

kabel perusahaan telekomunikasi dan segala macam (Setiawan, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi yang sangat pesat menyebabkan kemajuan di segala bidang, dan sekaligus menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Dampak kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) 101 KUESIONER PENELITIAN IDENTIFIKASI RISIKO DALAM ASPEK PRASARANA LINGKUNGAN PERUMAHAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA BIAYA DEVELOPER

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 33 IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Peta Lokasi Penelitian a. Letak Geografis Jakarta Timur Kecamatan Ciracas dan Jatinegara merupakan salah satu kecamatan yang terletak di jakarta

Lebih terperinci