BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang sudah ada, sehingga pada akhirnya menciptakan perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang dilalui oleh sungai, daerah aliran sungai (DAS) menjadi tempat berkembangnya permukiman kumuh, hal ini tentu saja menimbulkan dampak negatif, yaitu degradasi lingkungan, bahaya banjir, dan permukiman yang tidak berizin. Tingginya perkembangan perekonomian di Jakarta, menyebabkan semakin tingginya tingkat urbanisasi yang terjadi. Urbanisasi berdampak pada semakin banyaknya alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman, industri, dan gudang. Hal ini diperparah dengan semakin tingginya permintaan lahan oleh penduduk yang tidak sebanding dengan ketersediaan lahan sehingga semakin banyak permukiman kota menjadi permukiman kumuh dengan kepadatan tinggi yang didirikan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Permasalahan permukiman kumuh di kota - kota besar seperti di Jakarta merupakan masalah yang sangat kompleks, karena erat kaitannya dengan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Bila dilihat dari sudut pandang masyarakat yang menghuni permukiman kumuh tersebut merupakan sebuah kenyataan sehari - hari yang tidak lagi disebut sebagai masalah oleh mereka, sedangkan dari sudut 1

2 pandang lainnya permukiman kumuh merupakan suatu permasalahan yang harus segera diselesaikan secepat mungkin. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh harus melibatkan banyak pihak (stakeholders), termasuk masyarakat yang tinggal disana. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta luasan kawasan kumuh di DKI Jakarta pada tahun 2011 adalah sebesar Ha. Kepadatan penduduk yang cukup tinggi menjadikan banyak kawasan di Jakarta Timur yang menjadi pemukiman kumuh, salah satunya Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara. Kampung Pulo merupakan kawasan permukiman yang padat dan berdiri di tanah negara, sehingga kualitas lingkungan semakin menurun. Warga tetap bertahan di Kampung Pulo karena lokasi Kampung Pulo yang cukup strategis, di sekitar kawasan ini sudah cukup tersedia sarana dan prasarana penunjang. Gambar 1.1. Peta Kawaasan Kampung Pulo Sumber : Google Earth 2

3 Selain itu Kampung Pulo juga dilewati oleh aksesibilitas yang baik, yaitu dilewati oleh jalan Jatinegara Barat yang menghubungkan area Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan sebagai jalan primer. Kampung Pulo juga terletak berseberangan dengan Kawasan Jatinegara, pusat kegiatan sekunder bidang perdagangan dan jasa DKI Jakarta. Lokasi yang berdekatan dengan pasar Jatinegara sehingga Kampung Pulo bisa dijadikan salah satu tempat tinggal bagi pedagang yang berjualan dipasar tersebut. Sekalipun memiliki lokasi yang strategis, namun Kampung Pulo memiliki berbagai persoalan kawasan perumahan seperti buruknya kondisi prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) Menurut Pemda DKI dan FTUI dalam Sarwono 1992, biasanya di pusat kota tumbuh daerah kumuh (slum) yang juga disebut sebagai daerah kumuh dengan ciri-ciri : a) Kepadatan penduduk lebih dari 500 jiwa/ha. Prioritas I (yang tergawat) adalah yang berpenduduk lebih dari jiwa/ha, prioritas II jiwa/ha, dan prioritas III jiwa/ha. b) Bangunan buruk ditinjau dari segi konstruksi, bahan, dan kondisi. c) Keadaan lingkungan : tidak cukup ruang terbuka untuk penghijauan / rekreasi, sering banjir, tak ada pembuangan air kotor, tak ada sumber air bersih, tak ada MCK (Mandi Cuci Kakus) yang bersih dan pembuangan sampah tidak memenuhi syarat kesehatan. d) Tidak ada fasilitas sosial seperti tempat pendidikan, puskesmas, pasar dan tempat ibadah. 3

4 Jumlah penduduk yang menghuni Kampung Pulo adalah 5126 jiwa dengan luas wilayah 8 hektar sehingga kepadatan penduduk Kampung Pulo adalah 671 jiwa/ha. Selain itu Kampung Pulo juga memiliki lingkungan yang kurang bersih dimana banyak terdapat sampah-sampah disaluran air dan juga merupakan termasuk kedalam daerah rawan banjir sehingga dapat dikatakan Kampung Pulo masuk kedalam kategori daerah gawat atau kumuh. Selain berada ditanah negara, permasalahan utama Kampung Pulo adalah karena berbatasan langsung dengan Sungai Ciliwung yang seharusnya daerah yang bebas dari lahan terbangun. Karena adanya lahan terbangun menyebabkan Daerah Aliran Sungai Ciliwung menjadi tidak maksimal fungsinya. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rawan bencana banjir, jika air Sungai Ciliwung meningkat maka dipastikan Kampung Pulo akan terendam oleh banjir, namun warga tetap memilih tinggal dan menolak untuk direlokasi. Hal ini tidak diimbangi dengan upaya masyarakat untuk menjaga lingkungan yang mereka tempati sehingga menjadi lingkungan yang kumuh. Banjir merupakan sudah menjadi permasalahan yang sudah lama melanda Jakarta, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya banjir kanal yang sudah ada sejak lama dan diadopsi hingga sekarang. Namun permasalahan banjir tersebut semakin kompleks dikarenakan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dan semakin berkurangnya lahan terbuka sebagai area resapan air. Kampung Pulo merupakan permukiman dengan kepadatan yang sangat tinggi seperti permukiman kumuh lainnya. Dengan luas wilayah 8 Ha mayoritas pemanfaatan yang ada hampir sepenuhnya untuk lahan terbangun. Selain itu, 4

5 mayoritas permukiman di Kampung Pulo sebagian besar bangunan berlantai 2, hal ini dipengaruhi oleh tingkat kerawanan banjir yang tinggi. Fungsinya adalah bila banjir tiba maka penduduk dapat mengungsi kelantai 2. Menurut Rosidyie (2013) banjir merupakan sebuah genangan pada lahan yang biasanya kering seperti pada lahan pertanian, permukiman, maupun pusat kota. Banjir juga bisa terjadi karena debit / volume air yang mengalir pada suatu sungai atau saluran drainase melebihi kapasitias pengalirannya. Banjir menjadi sebuah permasalahan bila terjadi di tempat manusia melakukan aktivitas. Bencana banjir dapat menimbulkan kerugian material, diantaranya : a) Korban jiwa. b) Kehilangan atau kerusakan harta benda yang dimiliki oleh penduduk. c) Kerusakan rumah, sekolah ataupun bangunan lainnya. d) Rusaknya fasilitas umum, seperti jalan yang berlubang atau jembatan yang runtuh. e) Terganggunya aktivitas masyarakat dikarenakan transportasi yang juga ikut terganggu. f) Terganggunya aktivitas budidaya yang dilakukan oleh masyarakat, seperti sawah dan tambak. Selain kerugian material yang dialami oleh masyarakat, bencana banjir juga memberikan kerugian non-material, yaitu wabah penyakit seperti demam berdarah, kerawanan sosial seperti rumah yang dimaling pada saat ditinggal mengungsi, terjadinya degradasi lingkungan, dan menurunnya kenyamanan hidup yang dirasakan oleh masyarakat. 5

6 Banjir yang seolah sudah bersifat rutin membuat keadaan masyarakat seperti terbiasa dengan banjir yang datang. Masyarakat sudah melakukan strategi adaptasi dalam menghadapi banjir yang ada. Adaptasi dilakukan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan strategi untuk bertahan hidup pada permukiman mereka yang termasuk kedalam permukiman rawan banjir. Dengan adanya adaptasi yang dilakukan masyarakat menyebabkan adanya perbedaan fungsi dan pemanfaatan ruang yang ada pada kondisi tidak banjir dengan kondisi banjir, sehingga menyebabkan terjadinya fleksibilitas fungsi dan pemanfaatan ruang yang ada. Kampung Pulo memiliki variasi ketinggian permukaan tanah yang beragam, sehingga apabila mengalami banjir maka ketinggian banjir juga akan berbeda. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan fleksibilitas pemanfaatan ruang antara rumah yang memiliki ketinggian permukaan tanah yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi. Contohnya adalah pemanfaatan ruang pada lantai 1 berupa ruang tamu, pada keadaan normal ruang tamu memiliki fungsi sebagai menerima tamu atau tempat bersantai penghuni rumah pada siang hari dan tempat menyimpan kendaraan pada malam hari, akan berubah fungsi dan pemanfaatannya tergantung ketinggian banjir yang sedang terjadi. Selain itu, banjir juga menyebabkan terjadinya fleksibilitas fungsi dan pemanfaatan terhadap ruang publik yang ada di Kampung Pulo. Karena keterbatasan ruang dalam rumah yang dimiliki oleh penduduk, terjadinya pemanfaatan ruang publik yang cukup bervariasi. Misalnya adalah ruang publik berupa jalan dimanfaatkan oleh penduduk untuk tempat bermain anak, tempat berjualan, parkir motor, tempat jemuran, tempat menaruh hewan peliharaan, dll. 6

7 Namun apabila terjadi banjir, maka penduduk akan mencari ruang lainnya sebagai pengganti ruang publik tersebut. Sehingga penelitian yang berjudul FLEKSIBILITAS PEMANFAATAN RUANG PADA PERMUKIMAN RAWAN BANJIR KAMPUNG PULO, JAKARTA TIMUR perlu untuk diteliti. 1.2 Rumusan Permasalahan Banjir yang terjadi di Kampung Pulo memiliki frekuensi yang tinggi khususnya pada musim hujan, hal ini dikarenakan : a) Kampung Pulo memiliki permukaan tanah yang lebih rendah dari pada Sungai Ciliwung. b) Kepadatan bangunan yang sangat tinggi menyebabkan tidak adanya daerah resapan air hujan. c) Curha hujan yang tinggi di daerah hulu, di daerah Bogor yang merupakan hulu sungai dari Sungai Ciliwung memiliki curah hujan yang sangat tinggi setiap tahunnya. d) Pendangkalan Sungai Ciliwung yang disebabkan oleh sampah penduduk maupun penyebab lainnya. Penelitian ini lebih berfokus melihat dampak banjir terhadap fungsi dan pemanfaatan ruang yang ada dipermukiman rawan banjir seperti Kampung Pulo. Salah satu dampaknya adalah adanya perbedaan antara keadaan normal dengan keadaan banjir. Dengan latar belakang bencana banjir dapat mempengaruhi fungsi dan pemanfaatn ruang maka rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah 7

8 1. Bagaimana pemanfaatan ruang dalam keadaan banjir dan tidak banjir di permukiman rawan banjir? 2. Bagaimana fleksibilitas pemanfaatan ruang yang terjadi di permukiman rawan banjir? 1.3 Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah 1. Mengetahui pemanfaatan ruang dalam keadaan banjir dan tidak banjir di permukiman rawan banjir di Kampung Pulo. 2. Menemukan fleksibilitas pemanfaatan ruang yang ada di permukiman rawan banjir di Kampung Pulo. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai ilmu lingkungan perumahan ataupun permukiman yang terkena dampak gangguan eksternal khususnya banjir serta melihat bagaimana gangguan eksternal berupa banjir dapat mempengaruhi fungsi dan pemanfaatan ruang yang ada disuatu kawasan. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lainnya yang akan meneliti dengan fokus yang sama tetapi dengan lokus yang berbeda. 8

9 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai banjir sudah banyak dilakukan oleh berbagai peneliti dan para ahli dibidang banjir dengan menggunakan berbagai macam bidang ilmu seperti hidrologi, lingkungan, teknik sipil, geografi maupun lainnya. Penelitian penelitian tersebut diantaranya : Penelitian berupa disertasi yang dilakukan oleh Mangapul Parlindungan Tambunan pada tahun 2014 yang berjudul pola spasial dan temporal daerah sasaran banjir di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang berfokus terhadap lokasi daerah sasaran banjir potensial dan aktual, karakteristik banjir dan pola persebaran spasial dan temporal daerah sasaran banjir. Kedua adalah penelitian tesis yang dilakukan oleh Woro Utami pada tahun 2015 yang berjudul penggunaan ruang publik berbasis kebersamaan di permukiman Kampung Balong Kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi penggunaan ruang publik dan mengidentifikasi nilai nilai yang mendasari masyarakat menggunakan ruang publik di Kampung Balong Kelurahan Sudiroprajan Surakarta. Ketiga adalah penelitian tesis yang dilakukan oleh Susanti Widyastuti pada tahun 2002 yang berjudul strategi adaptasi penghuni guna mengatasi genangan banjir pada tempat tinggal di Kawasan Perumahan Kota Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola / strategi coping yang dipilih oleh individu di dalam proses adaptasinya untuk mengatasi lingkungan yang terkena gangguan atau ancaman banjir dan mengkaji faktor faktor apa yang mempengaruhi keputusan / 9

10 perilaku individu dalam beradaptasi untuk tetap bertahan dalam mengatasi gangguan / ancaman banjir di lingkungan tempat tinggalnya. Keempat adalah penelitian skripsi yang dilakukan oleh Devita Laraswati P. Pada tahun 2013 yang berjudul Kajian Tentang Penyebab Masyarakat Memilih Tetap Bermukim Di Wilayah Rawan Banjir. Studi Kasus Di Kelurahan Ledok Wetan Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab masyarakat memilih tetap bermukim di wilayah rawan banjir di Kelurahan Ledok Wetan. Kemudian strategistrategi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi permasalahan yang terjadi akibat banjir. dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani permasalahan banjir yang selalu terjadi di Kelurahan Ledok Wetan. Kelima adalah penelitian skripsi yang dilakukan oleh Osmar Shalih pada tahun 2012 yang berjudul adaptasi penduduk Kampung Melayu Jakarta terhadap banjir tahunan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola adaptasi berdasarkan karakteristik banjir di Kelurahan Kampung Melayu dan mengetahui faktor apa saja yang membentuk adaptasi tersebut. 10

11 1. Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya Mengenai Banjir Dan Pemanfaatan Ruang No. Peneliti Tahun Asal Judul Mangapul Parlindungan Tambunan 2014 Disertasi Geografi UGM Pola Spasial dan Temporal Daerah Sasaran Banjir Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2. Woro Utami 2014 Tesis MPKD Penggunaan Ruang Publik Berbasis Kebersamaan Di 3. Susanti Widyastuti 2002 UGM Tesis MPKD UGM Permukiman Kampung Balong Kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebre Surakarta Strategi Adaptasi Penghuni Guna Mengatasi Genangan Banjir Pada Tempat Tinggal Di Kawasan Perumahan Kota Surabaya 4. Devita Larasati P Skripsi UNESA Kajian Tentang Penyebab Masyarakat Memilih Tetap Bermukim Di Wilayah Rawan Banjir. Studi Kasus Di Kelurahan Ledok Wetan, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro. 5. Osmar Shalih 2012 Skripsi UI Adaptasi Penduduk Kampung Melayu Jakarta Terhadap Banjir Tahunan 11