LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI DAYA TERAPI ANTIDOTUM NATRIUM NITRIT DAN NATRIUM THIOSULFAT. Dosen Pengampu: Yane Dila Keswara, M.Sc.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI DAYA TERAPI ANTIDOTUM NATRIUM NITRIT DAN NATRIUM THIOSULFAT. Dosen Pengampu: Yane Dila Keswara, M.Sc."

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI DAYA TERAPI ANTIDOTUM NATRIUM NITRIT DAN NATRIUM THIOSULFAT Dosen Pengampu: Yane Dila Keswara, M.Sc.,Apt DISUSUN OLEH KELOMPOK B 1. Rostika I.M ( A) 2. M. Nur Azwadi ( A) 3. Masyitah Novia Y ( A) 4. Putri Rosita K ( A) 5. Rizky Maharani ( A) 6. Ani Nurchayati ( A) 7. Yuliati Lika A ( A) 8. Maria Theresa Baung ( A) 9. Anita Rorong ( A) 10. Ezra Desipa Sitohang ( A) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2016

2 I. TUJUAN Mahasiswa mampu memahami tujuan, sasaran, dan strategi terpi antidot berdasarkan contoh kemampuan sodiu nitrit dan natrium tiosulfat menawar racun sianida II. DASAR TEORI Tujuan terapi antidot ialah untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga bermanfaat untuk mencegah timbulnya efek berbahaya selanjutnya. Dengan demikian, jelas bahwa sasaran terapi antidot ialah intensitas efek toksik racun (Donatus, 2001). Pada dasarnya dalam praktek toksikologi klinik, terapi antidot dapat dikerjakan dengan metode yang tak khas atau yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar racun. Metode khas, ialah metode yang hanya digunakan bila senyawa yang kemungkinan bertindak sebagai penyebab keracunan telah tersidik, serta zat antidotnya ada (Donatus, 2001). Asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi sasaran, strategi dasar, cara, dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah penurunan atau penghilangan intensitas efek toksik racun. Intensitas efek ini ditunjukkan oleh tingginya jarak antara nilai ambang toksik (KTM) dan kadar puncak racun dalam plasma atau tempat aksi tertentu. Strategi dasar terapi antidote meliputi penghambatan absorpsi dan distribusi (translokasi), peningkatan eliminasi, dan atau penaikkan ambang toksik racun dalam tubuh (Donatus, 2001). Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti natrium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN) (Utama, 2006).Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006). Antidotum Sianida diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan meaknisme aksi utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion

3 tiosianatyang lebih tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung. Pengobatan pasti dari intoksikasi sianida berbeda pada beberapa negara, tetapihanya satu metode yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. Keamanandan kemanjuran dari tiap-tiap antidotum masih menjadi perdebatan yangsignifikan. Dan tidak terdapat konsensus antar seluruh negara untuk pengobatanintoksikasi sianida (Meredith, 1993). Natrium nitrit merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan sianida. Dosis awal standart adalah 3% larutan natrium nitrit 10 ml, memerlukan waktu kira-kira 12 menit untuk membentuk kira-kira 40% methemoglobin. Penggunaan natrium nitrat tidak tanpa risiko karena bila berlebihan dapat mengakibatkan methemoglobinemia yang dapat menyebabkan hipoksia atau hipotensi, untuk itu maka jumlah methemoglobin harus dikotrol. Penggunaan natrium nitrit tidak direkomendasikan untuk pasien yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6DP) dalam sel darah merahnya karena dapat menyebabkan reaksi hemolisis yang serius (Meredith, 1993). Sedangkan natrium nitrit bekerja dengan mekanisme penghambatan distribusi. Natrium nitrit akan menyebabkan pembentukan methemoglobin. Natrium nitrit akan mengoksidasi sebagian hemoglobin, sehingga di aliran darah akan terdapat ion ferri, yang oleh ion sianida akan diikat menjadi sianmethemoglobin. Hal ini akan menyebabkan enzim pernafasan yang terblok (tidak dapat digunakan) akan beregenerasi lagi. Reaksi : Nitrit+Hemoglobin Methemoglobin + Sianida Sianmethemoglobin Natrium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007). Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida. Antidot ini diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan oleh tiosulfat, namun tiosianat

4 memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP (Meredith, 1993). Natrium tiosulfat merupakan senyawa kimia yang bekerja dengan mekanisme percepatan eliminasi. Dalam tubuh sulfur persulfida akan berikatan dengan sianida diubah menjadi senyawa yang tidak toksik yaitu tiosianat. Kemudian tiosianat akan diekskresikan melalui urin. Reaksi : Na 2 S 2 O 3 + CN - Na 2 SO 3 + SCN - III. ALAT dan BAHAN IV. a. Alat: Spuit 1 ml Jarum injeksi Stopwatch Bekerglass Labu takar 10,0 ml b. Bahan : Larutan Natrium Nitrit 2% Larutan Natrium Tiosulfat 25% Larutan Kalium Sianida 1,5% c. Hewan Uji: d. Mencit jantan galur Wistar. e. CARA KERJA 1. Mencit I disuntik subkutan larutan sianida 0,03 ml. Kemudian catat saat mulai timbulnya gejala sianosis, hilang kesadaran,kejang, kegagalan pernapasan f. 2. Mencit I disuntik larutan sianida seperti I. Kemudian pada saat gejala sianosis mulai tampak, suntik intra peritoneal dengan larutn natrium nitrit 0,03 ml. catat saat timbulnya kejang, kegagalan pernapasan, dan timbulnya kematian g. 3. Mencit III diperlakukan sama seperti II. Bedanya penyuntikan larutan natrium nitrit dilakukan pada saat gejala kejang mulai napak.. kemudiaan catat saat timbulnya kematian 4. Mencit IV disuntikkan larutan sianida seperti I. kemudian pada saat gejala sianosis mulai Nampak suntik intra peritonel dengan larutan thiosulfate 0,01 ml h.

5 5. Diperlakukan sama seperti IV bedanya penyuntikan larutan thiosulfate dilakukan pada saat mulai gejala kejang. Kemudian catat saat timbulnya kematian i. j. Catatan : gejala sianosis ditandai dengan timbulnya warna biru pada leher, mata, k. perut, pantat V. HASIL PENGAMATAN l. Larutan stock sianida 1,5 % = 1500 mg 100 ml = 15 mg/ 1 ml m. Larutan stock natrium nitrit 2 % = n. Larutan stock thiosulfat 25 % = 2000 mg 100 ml = 20 mg/ 1 ml mg 100 ml = 250 mg/ 1 ml 1. Tikus 1 sebagai kontrol negatif o. Dosis BB tikus = 1000 x 15 mg = 3 mg / BB tikus p. 3 x 0,14 = 0,42 mg q. Dosis BB = 20 gram x 0,42 mg = 0,378 mg / 20 gram BB r. Dosis yang di suntikan = 0,378 mg 15mg 2. Tikus 2 ( segera diberikan antidotum larutan natrium nitrit 2 % ) a. Larutan sianida 1,5 % s. Dosis BB tikus = 1000 x 15 mg = 3 mg / BB tikus t. 3 x 0,14 = 0,42 mg u. Dosis BB = 20 gram x 0,42 mg = 0,378 mg / 20 gram BB v. Dosis yang di suntikan = 0,378 mg 15mg b. Larutan natrium nitrit 2 % w. Dosis BB tikus = 1000 x 20 mg = 4 mg / BB tikus x. 4 x 0,14 = 0,56 mg

6 y. Dosis BB = 20 gram x 0,56 mg = 0,504 mg / 20 gram BB z. Dosis yang di suntikan = 0,504 mg 20mg 3. Tikus 3 ( jika kejang diberikan antidotum larutan natrium nitrit 2% ) a. Larutan sianida 1,5 % aa. Dosis BB tikus = 1000 x 15 mg = 3 mg / BB tikus ab. 3 x 0,14 = 0,42 mg ac. Dosis BB = 20 gram x 0,42 mg = 0,378 mg / 20 gram BB ad. Dosis yang di suntikan = 0,378 mg 15mg b. Larutan natrium nitrit 2 ae. Dosis BB tikus = 1000 x 20 mg = 4 mg / BB tikus af. 4 x 0,14 = 0,56 mg ag. Dosis BB = 20 gram x 0,56 mg = 0,504 mg / 20 gram BB ah. Dosis yang di suntikan = 0,504 mg 20mg 4. Tikus 4 ( segera diberikan antidotum larutan thiosulfat 12,5 % ) a. Larutan sianida 1,5 % ai. Dosis BB tikus = 1000 x 15 mg = 3 mg / BB tikus aj. 3 x 0,14 = 0,42 mg ak. Dosis BB = 20 gram x 0,42 mg = 0,378 mg / 20 gram BB al. Dosis yang di suntikan = 0,378 mg 15mg b. Larutan thiosulfat 25 % am.dosis BB tikus = 1000 x 125 mg = 25 mg / BB tikus an. 25 x 0,14 = 3,5 mg

7 ao. Dosis BB = 20 gram x 3,5 mg = 3,15 mg / 20 gram BB ap. Dosis yang di suntikan = 3,15 mg 250 mg x 1 ml= 0,0126 ml aq. ar. 5. Tikus 5 ( jika kejang diberikan antidotum larutan thiosulfat 12,5 % ) a. Larutan sianida 1,5 % as. Dosis BB tikus = 1000 x 15 mg = 3 mg / BB tikus at. 3 x 0,14 = 0,42 mg au. Dosis BB = 20 gram x 0,42 mg = 0,378 mg / 20 gram BB av. Dosis yang di suntikan = 0,378 mg 15mg b. Larutan thiosulfat 25 % aw.dosis BB tikus = 1000 x 125 mg = 25 mg / BB tikus ax. 25 x 0,14 = 3,5 mg ay. Dosis BB = 20 gram x 3,5 mg = 3,15 mg / 20 gram BB az. Dosis yang di suntikan = 3,15 mg 250 mg x 1 ml= 0,0126 ml ba.

8 VI. PEMBAHASAN bb. Pada praktikum ini bertujuan untuk memahami tujuan, sasaran dan strategi terapi antidot Natrium Nitrit dan Natrium Tiosulfat dalam menawarkan racun sianida. Tujuan terapi antidotum sendiri ialah untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga bermanfaat untuk mencegah timbulnya efek berbahaya selanjutnya. Dengan demikian, jelas bahwa sasaran terapi antidot ialah penurunan atau

9 penghilangan intensitas efek toksik racun. Intensitas efek ini ditunjukkan oleh tingginya jarak antara nilai ambang toksik (KTM) dan kadar puncak racun dalam plasma atau tempat aksi tertentu. bc. Strategi dasar terapi antidotum meliputi penghambatan absorpsi dan distribusi (translokasi), peningkatan eliminasi dan atau penaikkan ambang toksik racun dalam tubuh. Keberadaan racun tersebut ditentukan oleh keefektifan absorpsi, distribusi dan eliminasinya. Jadi, pada umumnya intensitas efek toksik pada efektor berhubungan erat dengan keberadaan racun di tempat aksi dan takaran pemejanannya. bd. Pada praktikum kali ini zat beracun yang digunkan adalah sianida. Keracunan sianida sendiri berarti meningkatkan keberadaan zat beracun sianida di sel sasaran, di mana terjadi translokasi sianida dari jalan masuk ke tempat reseptornya. Hal ini menyebabkan perubahan sianida menjadi produk aktif yang stabil, sehingga dapat menimbulkan gejala efek toksik mulai dari jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang bahkan sampai kematian. Akibat yang ditimbulkan oleh racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan rute pemejanan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. be. Dalam tubuh, kalium sianida akan bereaksi dengan sejumlah enzim yang mengandung logam seperti enzim sitokrom oksidase. Sianida akan mengikat bagian aktif dari enzim sitikrom oksidase sehingga mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Metabolisme aerobik tergantung pada sistem enzim ini, karena enzim sitokrom oksidase merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen dalam jaringan. bf. Akibatnya selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan oleh jaringan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Keadaan ini mengakibatkan gejala efek toksik. Dari hasil pengamatan pada kontrol positif (sianida mg/g BB), ketoksikan akut sianida mengakibatkan efek toksik jantung berdebar, hilang kesadaran, kejang dan pada akhirnya efek mematikan. bg. Ada tujuh perlakuan terhadap hewan uji (tikus) dalam percobaan percobaan ini, antara lain : 1. Pada kelompok I diberikan perlakuan dengan menyuntikan sianida secara subcutan,larutan antidotum setelah tersebut sudah mengalami sianosis, hilangnya kesadaran,kejang, kegagalan pernafasan.

10 2. Pada kelompok II diberikan perlakuan dengan menyuntikan sianida secara subkutan dan natrium nitrit secara peritoneal yaitu pada rongga perut. 3. Pada kelompok III diberikan perlakuan dengan menyuntikan sianida secara subkutan, setelah menimbulkan gejala sianosis langsung disuntikan larutan natrium nitrit secara peritoneal yaitu pada rongga perut. 4. Pada kelompok IV diberikan perlakuan dengan menyuntikan sianida secara subkutan dan natrium thiosulfat secara peritoneal yaitu pada rongga perut. 5. Pada kelompok V diberikan perlakuan dengan menyuntikan sianida secara subkutan, setelah menimbulkan gejala sianosis langsung disuntikan larutan natrium thiosulfat secara peritoneal yaitu pada rongga perut. bh. Yang pada kelompok tersebut kami ingin membandingkan bagaimana kerja dari kedua antidotum (natrium tiosulfat dan natrium nitrit) sebagai penawar racun dalam fase distribusi. Dari hasil pengamatan pada tabel diperoleh hasil untuk kontrol negatif yaitu hanya diberikan sianida saja tanpa antidotum, dan dari hasil pengamatan ditemukan 3 mati dan 1 yang masih hidup. Seharusnya jika yang diberikan sianida saja maka persentase hewan uji untuk tetap hidup sangatlah rendah, namun pada hasil pengamatan yang kami lakukan hasilnya berbeda. bi. Data selanjutnya ditemukan bahwa 4 mati (semua mati) pada pemberian Na Nitrit yang diberikan langsung setelah pemberian sianida. Sedang pada pemberian Na Nitrit yang diberikan setelah mengalami kejang didapatkan jumlah yang mati sebanyak 2, dan ada 2 yang masih hidup. Hal ini menunjukan bahwa Na nitrit dapat menolong keracunan dalam fase distribusi karena untuk menentukan perbedaan antara sianosis dan kejang sangat tipis sekali. Sehingga sianida yang diperkirakan masih dalam tahap absobsi ternyata sudah memasuki tahap distribusi sehingga Na Nitrit menjadi tidak berguna lagi. Pada kedua yang hidup ini hanya satu yang mengalami gejala toksik berupa kegagalan pernapasan (sesak napas) sedangkan yang satunya tidak mengalami gejala apa-apa. bj. Pada pemberian antidotum Na Thiosulfat yang diberikan langsung setelah pemberian sianida, hasilnya 3 mati dan 1 masih bertahan hidup. Pada yang masih hidup tersebut sempat mengalami gejala toksik berupa gagal pernafasan, kejang, hilang

11 kesadaran, namun tersebut masih dapat bertahan hidup. Sedangkan pada pemberian antidotum Na Thiosulfat yang diberikan setelah mengalami kejang, hasilnya semua mati. Semakin cepat penanganan pemberian antidotum maka akan meningkatkan prosentase kehidupan. Seharusnya pemberian antidotum sesaat setelah terjadi keracunan lebih efektif meningkatkan prosentase kehidupan dibandingkan dengan pemberian antidotum setelah muncul efek kejang. Namun pada hasil praktikum kami malah pemberian antidotum yang setelah efek kejang memiliki persentase yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pemberian antidotum sesaat setelah pemberian sianida. bk. Hal yang menyebabkan data tidak valid bisa berupa penyuntikan yang tidak tepat, pengambilan volume yang tidak pas, penentuan gejala efek yang tidak pas serta faktor fisiologis dan daya tahan dari hewan uji yang kita pakai itu sendiri. bl. Kalium sianida dosis 200 mg/kg BB pada manusia menyebabkan keracunan akut yang berakibat pada kematian artinya pada dosis yang sama dengan konversi berat badan, dengan dosis mg/g BB juga menyebabkan kematian pada. Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata waktu yang dibutuhkan dari efek ketoksikan sampai efek mematikan tanpa diberikan antidotum adalah sebesar 215 detik. bm. Dengan adanya antidotum natrium tiosulfat, sianida akan mengikat sianida membentuk tiosianat yaitu suatu senyawa yang tidak toksik. Selain itu, tiosianat berbentuk ion sehingga dapat lebih mudah untuk diekskresikan. Setelah adanya percepatan eliminasi maka waktu eliminasinya menjadi lebih cepat (kurva eliminasi bergeser ke kiri) dan toksisitasnya juga menjadi berkurang (daerah di atas KTM menjadi lebih kecil). bn. Antidotum natrium nitrit bekerja dengan mekanisme hambatan bersaing (penghambatan distribusi). Natrium nitrit menghambat distribusi sianida dengan pembentukan produk sian methemoglobin yang kurang toksik dengan cara hambatan bersaing proses metabolisme sianida sehingga dapat mengaktifkan kembali aliran oksigen. Tetapi memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada sistem saraf pusat. Penggunaan dalam praktikum kali ini harus diseragamkan, baik jenis kelaminnya maupun bobotnya, supaya variabel-variabel yang mempengaruhi hasil dapat di kendalikan dari awal.

12 VII. Hewan uji juga harus dipuasakan minimal 18 jam supaya penyerapan sianida maupun antidotum yang diberikan dapat optimal dan tidak dipengaruhi faktor makanan. bo. KESIMPULAN bp. Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : Gejala-gejala keracunan sianida yang teramati pada hewan uji adalah sianosis, gagal nafas, kejang, hilang kesadaran, mati. Semakin cepat penanganan pemberian antidotum maka akan semakin meningkatkan prosentase kehidupan dari hewan uji. Antidotum Natrium nitrit lebih efektif dalam menawarkan racun sianida dibandingkan dengan antidotum natrium tiosulfat Natrium nitrit dapat berfungsi sebagai antidotum yang efektif pada praktikum ini karena terdapat 2 yang masih hidup meskipun telah diberikan sianida.

13 VIII. bv. bw. bz. DAFTAR PUSTAKA bq. br. bs. bt. bu. bx. by. BPOM Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesiano 7. Jakarta. Depkes Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Depkes RI. Donatus, I.A Toksikologi Dasar. Yogyakarta: Laboratotium Farmakologi dantoksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Loomis, I.A., 1978, Essentiale of Toxycologi, diterjemahkan oleh Imono Argo Donatus,Toksikologi Dasar, Edisi III, IKIP Semarang Press, Semarang. Ningsih dwi, yane DK, sunarti Buku Petunjuk Praktikum Toksikologi. Universitas Setia Budi.

MAKALAH TOKSIKOLOGI. Na Nitrit dan Na tiosulfat sebagai antidotum terhadap racun sianida

MAKALAH TOKSIKOLOGI. Na Nitrit dan Na tiosulfat sebagai antidotum terhadap racun sianida MAKALAH TOKSIKOLOGI Na Nitrit dan Na tiosulfat sebagai antidotum terhadap racun sianida Di susun oleh : 1. Afriandi B ( 0405001) 2. Anif dian ayu L ( 0405010) 3. Ardianto efendy ( 0405013 ) 4. Artin widiana

Lebih terperinci

Hari/Tanggal : Jumat 6 November 2014 KERACUNAN SIANIDA. Oleh :

Hari/Tanggal : Jumat 6 November 2014 KERACUNAN SIANIDA. Oleh : Hari/Tanggal : Jumat 6 November 2014 KERACUNAN SIANIDA Oleh : Vidi Saputra (B04110133) FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Pendahuluan Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan.

Lebih terperinci

JURNAL PERMATA INDONESIA Halaman : Volume 6, Nomor 1, Mei 2015 ISSN

JURNAL PERMATA INDONESIA Halaman : Volume 6, Nomor 1, Mei 2015 ISSN JURNAL PERMATA INDONESIA Halaman : 21-28 Volume 6, Nomor 1, Mei 2015 ISSN 2086 9185 UJI EFEKTIVITAS KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM NITRIT SEBAGAI ANTIDOTUM KETOKSIKAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH : NAMA NPM TANGGAL : : : YESSICA 1343050008 04 JUNI 2014 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA 2014 TUJUAN PERCOBAAN

Lebih terperinci

DATA MAHASISWA. : Nabila Balqish binti Azahar Tempat / Tarikh Lahir : Kg Kok Keli, Kelantan / 12 Juni 1988

DATA MAHASISWA. : Nabila Balqish binti Azahar Tempat / Tarikh Lahir : Kg Kok Keli, Kelantan / 12 Juni 1988 DATA MAHASISWA Nama : Nabila Balqish binti Azahar Tempat / Tarikh Lahir : Kg Kok Keli, Kelantan / 12 Juni 1988 Agama : Islam Alamat : Kg Kok Keli, Kelantan, Malaysia Riwayat Pendidikan : Sekolah Kebangsaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL...

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... LEMBAR PERSETUJUAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN.. PRAKATA.. ABSTRAK.. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Poliklinik Ibu Hamil Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2011.

LAMPIRAN. Poliklinik Ibu Hamil Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2011. LAMPIRAN FORMULIR A INFORMED CONSENT Kepada Yth : Calon Responden Penelitian Ibu, Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Akmal Bin Halim NIM : 080100348 Alamat : Jl. Intan, No.

Lebih terperinci

Kemampuan Menggunakan Kalimat Efektif Dalam Mengungkapkan Pengalaman Oleh Siswa Kelas VII SMP TPI Al-Hasanah Pematang Bandar

Kemampuan Menggunakan Kalimat Efektif Dalam Mengungkapkan Pengalaman Oleh Siswa Kelas VII SMP TPI Al-Hasanah Pematang Bandar Kemampuan Menggunakan Kalimat Efektif Dalam Mengungkapkan Pengalaman Oleh Siswa Kelas VII SMP TPI Al-Hasanah Pematang Bandar Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan USI Abstrak Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. : Nurdiyana Abdullah Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 11 Oktober 1985

RIWAYAT HIDUP. : Nurdiyana Abdullah Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 11 Oktober 1985 Lampiran 1 RIWAYAT HIDUP Nama : Nurdiyana Abdullah Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 11 Oktober 1985 Agama : Islam Alamat : Jl. Kangkung No. 36 Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sek Ren Keb Sultanah Asma

Lebih terperinci

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga A. PENGERTIAN Larutan penyangga atau dikenal juga dengan nama larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan nilai ph apabila larutan tersebut ditambahkan

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50)

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) 1. Tujuan percobaan Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah : a. Untuk mengetahui dosis suatu obat yang menimbulkan kematian 50% dari hewan percobaan. b. Untuk

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

Studi Zona Nilai Tanah di Sekitar Lokasi Pembangunan Pelabuhan Internasional Kalimireng

Studi Zona Nilai Tanah di Sekitar Lokasi Pembangunan Pelabuhan Internasional Kalimireng A708 Studi Zona Nilai Tanah di Sekitar Lokasi Pembangunan Pelabuhan Internasional Kalimireng Erlenda Prameswari Putri, Yanto Budisusanto, Udiana Wahyu D, Andy Dediyono Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 50 Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Dian Eriyanti Doloksaribu Tempat, Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 19 Mei 1993 Alamat : Jalan Jamin Ginting Gang Dipanegara No. 17C Agama : Protestan Jenis Kelamin

Lebih terperinci

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50 TOKSIKOMETRIK TOKSIKOMETRIK Toksikologi erat hubungannya dengan penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek toksik sehubungan dengan terpaparnya mahluk hidup. Sifat spesifik dan efek suatu paparan

Lebih terperinci

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DOSIS EFEKTIF NATRIUM TIOSULFAT YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN NATRIUM NITRIT DAN DIAZEPAM SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I BARU LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : RECOVERY FROM DEFORMATION MATERIAL CETAK ALGINAT Kelompok : A-7 Tgl. Praktikum : 25 Mei 2015 Pembimbing : Devi Rianti, drg., M.Kes No Nama Penyusun : NIM.

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1: KISI-KISI KUESIONER SIKAP DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

LAMPIRAN 1: KISI-KISI KUESIONER SIKAP DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 47 48 LAMPIRAN 1: KISI-KISI KUESIONER SIKAP DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA No Konsep Aspek Indikator Empiris 1 Sikap merupakan kecenderungan atau kesadaran seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

MAKALAH PROTEKSI RADIASI MAKALAH PROTEKSI RADIASI PENGERTIAN, FALSAFAH, DAN ASAS PROTEKSI RADIASI DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 NAMA : 1. A MUIS MUALLIM (15001) 2. ALMIN PRABOWO ANWAR (15002) 3. ANDI MUTMAINNAH IVADA DEWATA (15003)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam format yang terakumulasi inilah yang menyebabkan toksik. 2. Manifestasi klinis yang paling umum yaitu pada organ mata, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Asam format yang terakumulasi inilah yang menyebabkan toksik. 2. Manifestasi klinis yang paling umum yaitu pada organ mata, sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Metanol adalah senyawa alkohol paling sederhana yang didalam tubuh akan di metabolisme menjadi formaldehida kemudian menjadi asam format. 1 Asam format yang terakumulasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA MATERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA MATERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA MATERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa tarip-tarip dalam Aturan Bea Materai 1921, yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monosodium Glutamat (MSG) sudah lama digunakan diseluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam amino (Geha et al., 2000), dikarenakan

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada sistem biologik sehingga menimbulkan gangguan fungsi sistem itu bermanifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Boraks pada saat ini sering sekali diberitakan melalui media cetak maupun elektronik karena penyalahgunaannya dalam bahan tambahan makanan. Berdasarkan dari

Lebih terperinci

Oleh : Libertus Tintus H NIM :

Oleh : Libertus Tintus H NIM : DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA A. Pengertian Larutan Penyangga Larutan penyangga biasa disebut juga dengan larutan Buffer atau larutan Dapar. Dimana larutan penyangga merupakan larutan yang mampu

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari EFEK TOKSISITS SUBKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT BTNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR* Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sri.adi@unpad.ac.id Intisari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

LAMPIRAN A FREKUENSI SAMPEL PENELITIAN

LAMPIRAN A FREKUENSI SAMPEL PENELITIAN LAMPIRAN A FREKUENSI SAMPEL PENELITIAN Frequencies pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid bekerja 31 45.6 45.6 45.6 tidak bekerja 37 54.4 54.4.0 68 usia Frequency Percent Valid

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal 3.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal 3.2 1. Rhodamin-B termasuk bahan kimia yang bersifat... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal 3.2 Korosif Beracun Karsingenik Radioaktif Rhodamin B termasuk bahan kimia yang bersifat

Lebih terperinci

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 3, No 1 Januari 2018

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 3, No 1 Januari 2018 Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 3, No 1 Januari 2018 SUPERVISI AKADEMIK DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SMK NEGERI 1 BOJONG DALAM MEMBUAT ADMINISTRASI

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada 1

Universitas Gadjah Mada 1 IV. TOKSIKOKINETIK Sebelurn kita bicarakan tentang toksikokinetika terlebih dahulu perlu dikaji nasib atau kisah perjalanan za kimia beracun ( misalnya obat, pestisida, zat tambahan makanan ) di dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI CARA PEMBERIAN OBAT DISUSUN UNTUK MEMENUHI LAPORAN MATA KULIAH FARMAKOLOGI Disusun oleh : Bella Sakti Oktora (12010012) Darma Wijaya (120100 ) Fuji Rahayu (12010030) S-1 FARMASI

Lebih terperinci

Oleh : Brian Handoko Suciadi NIM :

Oleh : Brian Handoko Suciadi NIM : DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS HALAMAN SAMPUL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keracunan merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh bahan organik ataupun bahan anorganik yang masuk ke dalam tubuh sehingga menyebabkan tidak normalnya mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir- akhir ini sering dibicarakan tentang boraks yang terdapat pada beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran beberapa bahan

Lebih terperinci

simplisia buah Mahkota dewa (phaleria macrocarpa(scheff) Boerl.),

simplisia buah Mahkota dewa (phaleria macrocarpa(scheff) Boerl.), BAB III METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan-Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. sediaan uji suspensi teofilin, teofilin auhydrous diperoleh dari laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, papan, pangan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sayur-sayuran berupa bagian dari tanaman

BAB I PENDAHULUAN. semua itu sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sayur-sayuran berupa bagian dari tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayur-mayur merupakan makanan yang sangat menyehatkan bagi tubuh karena memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizinya meliputi mineral, lemak,

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia berbahaya pada makanan sering kita temui pada berbagai jenis produk seperti makanan yang diawetkan, penyedap rasa, pewarna makanan,

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era ini, masyarakat Indonesia mulai memanfaatkan berbagai tanaman sebagai ramuan obat seperti zaman dahulu yang dilakukan oleh nenek moyang kita. Munculnya kembali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921 PRESIDEN, Menimbang : bahwa tarip-tarip dalam Aturan Bea Meterai 1921, yang masih berlaku dewasa ini sudah

Lebih terperinci

ANALISIS GEJALA EFEK SAMPING AMINOFILLIN PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

ANALISIS GEJALA EFEK SAMPING AMINOFILLIN PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER ANALISIS GEJALA EFEK SAMPING AMINOFILLIN PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BERITA ACARA PENENTUAN DAN PENETAPAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) Tahun Pelajaran 2014/2015

BERITA ACARA PENENTUAN DAN PENETAPAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) Tahun Pelajaran 2014/2015 BERITA ACARA PENENTUAN DAN PENETAPAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) Tahun Pelajaran 2014/2015 Pada hari ini, Sabtu tanggal lima Bulan Juli Tahun dua ribu empat belas. a. Telah diselenggarakan Workshop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

VERSI PUBLIK. PARA PIHAK 2.1 Perusahaan pengambilalih: Fairfax Asia Limited 1

VERSI PUBLIK. PARA PIHAK 2.1 Perusahaan pengambilalih: Fairfax Asia Limited 1 PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 18/KPPU-Pat/VII/2017 TENTANG PENILAIAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT ASURANSI MULTI ARTHA GUNA TBK OLEH FAIRFAX ASIA LIMITED I. LATAR BELAKANG 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi (tekanan darah tinggi) sering dikatakan sebagai silent killer

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi (tekanan darah tinggi) sering dikatakan sebagai silent killer BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi (tekanan darah tinggi) sering dikatakan sebagai silent killer atau penyakit yang dapat menimbulkan kematian tanpa disertai dengan gejalagejala terlebih

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Secara umum nyeri dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan bahan pemanis di dalam bahan makanan dan minuman sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Bahan pemanis alami yang sangat umum digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Karbohidrat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam tubuh manusia. Senyawa ini memiliki peran struktural dan metabolik yang penting. 10 Selama proses pencernaan,

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga sekarang para

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat dari alam yang secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Pengobatan

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari EFEK TOKSISITS SUKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT TNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sumiwi@yahoo.co.id Intisari

Lebih terperinci

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan. PETA KONSEP LAJU REAKSI Berkaitan dengan ditentukan melalui Waktu perubahan Dipengaruhi oleh Percobaan dari Pereaksi Hasil reaksi Konsentrasi Luas Katalis Suhu pereaksi permukaan menentukan membentuk mengadakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci

PEMBUATAN LAPORAN PEMBUKUAN SIMPAN PINJAM

PEMBUATAN LAPORAN PEMBUKUAN SIMPAN PINJAM PEMBUATAN LAPORAN PEMBUKUAN SIMPAN PINJAM oleh: Drs. Wihandaru Sotya P, M.Si Pendahuluan Pembukuan merupakan pekerjaan yang tidak sulit namun memerlukan ketelitian, khususnya yang berkaitan dengan simpan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi saat ini telah menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya

Lebih terperinci

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I. Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H.0604041 UNIVERSITAS SEBELAS MARET I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu makanan ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

Soal-Soal. Bab 4. Latihan. Laju Reaksi. 1. Madu dengan massa jenis 1,4 gram/ cm 3 mengandung glukosa (M r. 5. Diketahui reaksi:

Soal-Soal. Bab 4. Latihan. Laju Reaksi. 1. Madu dengan massa jenis 1,4 gram/ cm 3 mengandung glukosa (M r. 5. Diketahui reaksi: Bab Laju Reaksi Soal-Soal Latihan. Madu dengan massa jenis, gram/ cm 3 mengandung glukosa (M r = 80) sebanyak 35 % b/b. Kemolaran glukosa dalam madu adalah... 0,8 M (D),7 M,8 M (E) 3,0 M, M. Untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

PETA KONSEP. Larutan Penyangga. Larutan Penyangga Basa. Larutan Penyangga Asam. Asam konjugasi. Basa lemah. Asam lemah. Basa konjugasi.

PETA KONSEP. Larutan Penyangga. Larutan Penyangga Basa. Larutan Penyangga Asam. Asam konjugasi. Basa lemah. Asam lemah. Basa konjugasi. PETA KONSEP Larutan Penyangga mempertahankan berupa ph Larutan Penyangga Asam mengandung Larutan Penyangga Basa mengandung Asam lemah Basa konjugasi Asam konjugasi Basa lemah contoh contoh contoh contoh

Lebih terperinci

ZONA NILAI TANAH KECAMATAN PONOROGO

ZONA NILAI TANAH KECAMATAN PONOROGO 95 96 Lampiran 1 ZONA NILAI TANAH KECAMATAN PONOROGO 1. Kelurahan Mangkujayan KODE KECAMATAN KELURAHAN ZNT JALAN PONOROGO MANGKUJAYAN AI JL ADI SUCIPTO JL ADI SUCIPTO GG III JL ADI SUCIPTO GG IV JL ADI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-40/PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-40/PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-40/PJ/2012 TENTANG PEMBUATAN BENCHMARK BEHAVIORAL MODEL DAN TINDAK LANJUTNYA www.infoperaturanpajak.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ribuan jenis tumbuhan yang diduga berkhasiat obat, sejak lama secara turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat obat ini adalah

Lebih terperinci

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA KERACUNAN KARBON MONOKSIDA Sering kita mendengar terjadi kematian di dalam mobil dan ini disebabkan ventilasi yang kurang baik sehingga pembuangan asap yang bocor masuk ke dalam mobil dan perlahanlahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin majunya zaman, mulai timbul berbagai macam penyakit tidak menular, yang berarti sifatnya kronis, dan tidak menular dari orang ke orang. Empat jenis penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERBAIKAN LINTASAN PRODUKSI DI BENGKEL PUSAT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II Enita Sonaria 1, Humala L. Napitupulu 2, Dini Wahyuni 2

PERANCANGAN PERBAIKAN LINTASAN PRODUKSI DI BENGKEL PUSAT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II Enita Sonaria 1, Humala L. Napitupulu 2, Dini Wahyuni 2 e-jurnal Teknik Industri FT USU Vol, No.3, April 03 pp. -7 PERANCANGAN PERBAIKAN LINTASAN PRODUKSI DI BENGKEL PUSAT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II Enita Sonaria, Humala L. Napitupulu, Dini Wahyuni Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analgesik (obat penghilang rasa nyeri) merupakan suatu senyawa yang dalam dosis terapetik dapat meringankan atau menekan rasa nyeri yang timbul tanpa memiliki kerja

Lebih terperinci