LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN II DAN III PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF.
|
|
- Budi Oesman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN II DAN III PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF Disusun oleh : Golongan B-2 Kelompok 4 Reva Medina Nurul Annisa (I1C015104) (I1C015106) Daina Yulianda (I1C015108) Maya Wulandari (I1C015110) Ariesta Riendrias (I1C015114) Tanggal Praktikum : 3 Mei 2016 Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Esti Dyah Utami, M.Sc., Apt. Nama Asisten Praktikum : Adnan dan Azah JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2016
2 PERCOBAAN 2 DAN 3 PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran organ dalam tubuh seseorang merupakan hal terpenting dalam proses ekresi obat. Obat yang masuk kedalam tubuh akan mengalami absorsi, distribusi, metabolisme dan yang terakhir eskresi. Dalam proses tersebut dibutuhkan organ yang sehat dan kuat jika tidak obat dapat menjadi racun dalam tubuh kita. Farmakologi mempelajari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, enzimenzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan sebagai petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya. Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsidan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), laman ya obat bekerja ( durationof action), intensitas kerja obat, respon farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respon tertentu. B. Tujuan Percobaan Mengenal,mempraktekkan,dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya,menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukurnya. Mempelajari dan mengamati pengaruh dari obat penekan syaraf pusat.
3 C. Dasar Teori Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. (Gunawan, 2009). Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, B.G, 1989). Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008). 1. Jalur Enternal Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral merupakanjalur pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral. 2. Jalur Parenteral Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal. (Priyanto, 2008) Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:
4 a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute. (Priyanto, 2008) Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari (Tjay, 2002). Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002). Obat-obat sedatif/sedativa pada dasarnya segolongan dengan hipnotik, yaitu obat-obat yang bekerja menekan reaksi terhadap perangsangan terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Bila obatobat hinotik menyebabkan kantuk dan tidur yang sulit di bangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Djamhuri,1995). Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995). Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu: depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan paraldehida tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturate sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturate "hang over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu.
5 Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002). Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik berikut: lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh pengaruhnya pada kegiatan esok hari kecepatan mulai bekerjanya bahaya timbulnya ketergantungan, efek "rebound insomnia pengaruhnya terhadap kualitas tidur interaksi dengan otot-otot lain toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2002). Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot. Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat tidur lainnya adalah tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat ini diduga tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa efek hipnotisnya semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur (Tjay, 2002). Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar (Ganiswarna dkk, 1995). Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan (Ganiswarna dkk, 1995). II. ALAT DAN BAHAN A. Alat
6 Pada percobaan menggunakan alat : spuit injeksi (0,1-2 ml), jarum sonde/ujung tumpul/membulat, labu ukur 10 ml, stop watch, timbangan tikus, neraca analitik, alat-alat gelas, rotarod (batang berputar). B. Bahan Pada percobaan menggunakan bahan : aquabidest, diazepam, fenobarbital, hewan coba (tikus), kapas dan alkohol. III. CARA KERJA A Pengaruh Cara Pemberian Obat Terhadap Absorbsi Obat Hewan Uji - Ditimbang bobot badannya Diazepam - Dihitung konversi dosis - Dihitung konsentrasi larutan stok obat - Dihitung jumlah obat yang diambil - Dihitung volume diazepam yang akan diberikan dengan Obat diberikan ke hewan Peror subkuta Intra Intra Intra Hewa Hasil - Diamati dan dicatat dengan seksama waktu mulai hilangnya reflek balik badan sampi dengan kembalinya reflek balik badan - Dihitung onset dan durasi waktu tidur diazepam dari masing-masing kelompok B Efek Sedatif Hewa - Diadaptasikan hewan uji di rotarod selama 5 menit
7 Phenobarbit - Diberi bahan obat secara intra muskular Hewa Hasil diazepa - Diberi bahan obat secara intra peritoneal - Dilakukan percobaan pada menit ke 15, 30, 45 dan 60 dengan meletakkan tikus di atas rotarod selama 2 menit - Diamati berapa kali terjatuh dari rotarod - Diamati refleks balik badan dan kornea - Diamati perubahan diameter pupil IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN A. Perhitungan 1. Phenobarbital diberikan Intra Muskular Dosis phenobarbital pada manusia : 30 mg/70 kg Konsentrasi sediaan : tablet 30 mg, injeksi 200 mg/2ml (100 mg/ml) Bobot tikus : 150 gram - Konversi dosis manusia ke tikus = 0,018 x 30 g = 0,54 mg/200 g - Konversi larutan stok = 0,54 mg/0,1 ml = 5,4 mg/ml - Pengenceran V1. M1 = V2. M2 V mg/ml = 10. 5,4 mg/ml V1 = 0,54 ml di add 10 ml - Volume pemberian = x 0.1 ml = 0,075 ml 2. Diazepam diberikan Intra Peritoneal Dosis diazepam pada manusia : 10 mg/70 kg Konsentrasi sediaan : tablet 2 mg, injeksi 10 mg/2m (5 mg/ml) Bobot tikus : 140 gram - Konversi dosis manusia ke tikus
8 = 0,018 x 10 g = 0,18 mg/200 g - Konversi larutan stok = 0,18 mg/5 ml = 0,036 mg/ml - Pengenceran V1. M1 = V2. M2 V1. 5 mg/ml = 10. 0,036 mg/ml V1 = 0,072 ml di add 10 ml - Volume pemberian = x 5 ml = 3,5 ml B. Hasil percobaan MENIT KE Kelompok Jumlah jatuh / 2 menit pada tikus Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok IV PO IM IV PO SC IP IM SC IP KELOMPOK Cara Pemberia Waktu pengamatan refleks balik badan n Onset Durasi 1 IV Menit ke-9 45 menit PO Menit ke menit 2 IM Menit ke-5 50 menit IV Menit ke menit 3 PO Menit ke-9 51 menit SC Menit ke menit 4 IP Menit ke menit IM Menit ke-9 15 menit 5 SC Menit ke-2 50 menit IP Menit ke-9 47 menit V. PEMBAHASAN
9 Pada praktikum kali ini yaitu tentang pengaruh cara pemberian terhadap absorbsi obat dan pengujian efek sedative pada tikus dengan menggunakan obat diazepam dan fenobarbital. Dari percobaan kali ini diharapkan dapat diketahui pengaruh cara pemberian obat terhadap daya absorbsi yang selanjutnya akan berpengaruh pada efek farmakologi obat. Salah satu cara untuk mengetahui pengaruh antara kedua variable tersebut, dengan membandingkan waktu durasi dan onsetnya. Onset adalah waktu dari obat untuk menimbulkan efek terapi. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Puncak,setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat,namun konsentrasi puncak puncak respon. Durasi kerja adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi dalam tubuh (Gunawan, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi suatu zat atau obat antara lain : Cara pemberian obat Sirkulasi darah ke tempat pemberian (semakin cepat aliran darah maka semakin cepat obat tersebut dibawa untuk diabsorbsi) Daya larut obat Derajat ionisasi obat Luas permukaan absorbsi obat Ukuran partikel molekul obat (semakin kecil ukuran partikel obat maka semakin cepat obat tersebut diabsorbsi) Formulasi obat (apabila obat tersebut berikatan dengan zat-zat kimia lain di dalam tubuh maka semakin sulit obat tersebut untuk diabsorbsi). (Depkes RI,1995). Dalam percobaan ini, hewan uji yang digunakan adalah 2 ekor tikus. Alasan digunakannya tikus sebagai hewan uji percobaan ini yaitu tikus memiliki sistem fisiologis yang mirip dengan manusia, Pengamatan tikus lebih mudah, lebih ekonomis (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002). Sebelum melakukan praktikum terlebih dahulu menyiapkan alat-alat dan bahan yang akan di gunakan. Obat yang digunakan adalah diazepam dan fenobarbital. Dimana diazepam ini termasuk golongan benzodiazepine dan fenobarbital termasuk golongan barbiturate. ( Ganiswarna, 2008 ). Ada beberapa cara pemberian obat yaitu sublingual, peroral, per rectal, pemakaian pada permukaan epitel( kulit, kornea, vagina, mukosahidung ),inhalasi, dansuntikan ( subkutan, intramuskuler, danintratekal ) (Depkes RI,1995). Namun dalam percobaan kali ini, kami hanya menggunakan rute pemberian intravena,peroral, intramuscular, subkutan, dan intraperitonial.
10 Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah dengan menimbang bobot tikus. Penimbangan bobot tikus yaitu menetapkan kadar yang sesuai bagi tikus agar tidak over dosis. Langkah tersebut dilakukan karena setiap cara pemberian obat memiliki volume maksimum masing-masing dan berbeda satu sama lain. Langkah kedua yang dilakukan adalah memberi tanda yang berbeda ke tikus untuk memudahkan dalam pengamatan. Berat tikus untuk diazepam sebesar 140 gr dan berat tikus untuk fenobarbital sebesar 150 gr. Lalu, kami membuat larutan sesuai perhitungan yang sudah di hitung. Larutan tersebut dibuat dengan cara mengencerkan volume yang sudah didapat sebanyak 0,072 ml untuk diazepam dan 0,54 ml untuk fenobarbital, kemudian ditambahkan HCL hingga 10 ml pada labu ukur. Setelah itu diambil 3,5 ml untuk diazepam dan 0,075 ml untuk fenobarbital dengan menggunakan jarum suntik. Langkah ketiga yang dilakukan adalah diazepam diinjeksikan ke dalam rongga perut tikus dan fenobarbital diinjeksikan ke otot daerah paha. Setelah diinjeksikan, diamati pada menit berapa tikus terlihat lemas dan dicatat waktu tersebut sebagai onset. Pengamatan dilakukan pada menit ke-15, 30, 45 dan 60. Diamati pula ketika tikus terlihat segar kembali, waktu tersebut adalah durasi. Pengamatan pertama pada menit ke-15,tikus dibalikkan badannya untuk mengamati reflex balik badannya lalu diletakkan di rotarod selama dua menit sambil dihitung berapa kali tikus jatuh. Perlakuan tersebut diulang pada menit ke-30, 45 dan 60. Berdasarkan pengamatan, onset yang paling cepat ialah intramuscular dan subcutan. Hal ini tidak sesuai dengan literature,dijelaskan bahwa rute intramuscular mengandung lapisan lemak kecil sehingga obat akan terhalang oleh lemak sebelum terabsorbsi dan rute subkutan mengandung lemak yang cukup banyak (Katzung, 1986). Pada literatur, onset yang paling cepat adalah pada rute pemberian obat intravena dan paling lambat pada pemberian obat per oral. Pada rute intravena, obat tidak melalui proses absorbsi melainkan langsung masuk ke pembuluh darah. Karena pemberian obat melalui rute intravena tidak mengalami absorpsi, kadar diperoleh dengan cepat, tepat, dan dapat disesuaikan respon serta dapat digunakan untuk larutan iritatif. Namun, cara pemberian intravena biasanya menyebabkan efek toksik mudah terjadi dan tidak dapat ditarik jika terjadi kesalahan perhitungan dosis, juga bagi obat yang larut dalam larutan minyak tidak boleh diberikan karena mengendapkan konstituen darah (Priyanto, 2008).
11 Rute intraperitonial memiliki waktu onset paling cepat kedua karena rongga perut mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah (Anief, 1990). Rute per oral memiliki waktu onset paling lama karena obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat (Gunawan, 2009). Meskipun pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama. Sedangkan menurut pengamatan durasi yang paling cepat ialah intravena. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan pada per oral didapatkan durasi terpendek, disebabkan karena per oral melewati banyak fase seperti perombakan dihati menjadi aktif dan tidak aktif. Semakin banyak fase yang dilalui maka kadar obat akan turun sehingga obat yang berikatan dengan reseptor akan turun dan durasinya pendek. Sedangkan pada pemberian secara intraperitonial, obat dengan kadar tinggi akan berikatan dengan reseptor sehingga akan langsung berefek tetapi efek yang dihasilkan durasinya cepat karena setelah itu tidak ada obat yang berikatan lagi dengan reseptor. Pada sub cutan memiliki durasi yang lama, hal ini disebabkan karena obat akan tertimbun di depot lemak/ jaringan di bawah kulit sehingga secara perlahan - lahan baru akan dilepaskan sehingga durasinya lama. Pada rute intramuskular terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat akan konstan dan lebih tahan lama (Anief, 1990). Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi dimana hubungannya dengan kecepatan dan kelengkapan absorbsi obat. Kecepatan absorbsi obat di sini berpengaruh terhadap onsetnya sedangkan kelengkapan absorbsi obat berpengaruh terhadap durasinya misalnya lengkap atau tidaknya obat yang berikatan dengan reseptor dan apakah ada faktor penghambatnya. Cara pemberian obat yang ideal adalah obat dengan onset cepat dan durasi panjang. (Ansel, 1986). Adanya ketidaksesuaian dengan literatur disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam mengamati gejala yang ditimbulkan oleh tikus dan praktikan belum memahami dengan jelas refleks balik badan yang benar pada tikus. VI. KESIMPULAN
12 Cara pemberian obat yang berbeda-beda dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat sehingga berpengaruh pada onset dan durasi. Rute pemberian yang dilakukan pada praktikum kali ini meliputi per oral, subkutan, intramuskular, intraperitoneal dan intravena. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil rute pemberian paling cepat menurut onsetnya yaitu intramuskular dan subkutan, sedangkan menurut durasinya yang paling cepat ialah intravena. Obat yang ideal adalah obat yang memiliki onset cepat dan durasi yang lama. VII. DAFTAR PUSTAKA Anief, M., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat Dalam Badan.Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 1. Ansel, Howard.C., 1986, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Depkes RI., 1995, Farmakope indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Djamhuri, A., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di klinik dan Perawatan. Jakarta: Hipokrates. Hal. 95. Ganiswarna, S., et al,1995, Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Ganiswara, Sulistia G (Ed)., 2008, Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi V. Jakarta : Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia Gunawan.,2009, Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia. Katzung, Bertram. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika Priyanto., 2008, Farmakologi Dasar Edisi II. Depok : Leskonfi Tjay, T. H. dan Rahardja K., 2002, Obat Obat Penting Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Elex Media Komputindo
13 Purwokerto,17 Mei 2016 Mengetahui, Ketua Kelompok, Dosen Pembimbing Praktikum ( Esti Dyah Utami, M.Sc., Apt ) ( Maya Siti Wulandari ) Gunawan.,2009, Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia. Katzung, Bertram. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika Priyanto., 2008, Farmakologi Dasar Edisi II. Depok : Leskonfi Tjay, T. H. dan Rahardja K., 2002, Obat Obat Penting Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Elex Media Komputindo
14 Purwokerto,17 Mei 2016 Mengetahui, Ketua Kelompok, Dosen Pembimbing Praktikum ( Hanif Nasiatul Baroroh, M.Sc., Apt ) ( Maya Siti Wulandari ) Gunawan.,2009, Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia. Katzung, Bertram. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika Priyanto., 2008, Farmakologi Dasar Edisi II. Depok : Leskonfi Tjay, T. H. dan Rahardja K., 2002, Obat Obat Penting Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Elex Media Komputindo Purwokerto,17 Mei 2016 Mengetahui, Ketua Kelompok,
15 Dosen Pembimbing Praktikum ( Ika Mustika Ningtias, M.Sc., Apt ) ( Maya Siti Wulandari )
ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA
ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA Disusun Oleh : Nama Mahasiswa : Linus Seta Adi Nugraha Nomor Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 9 Mei 2011 Hari Praktikum : Senin Dosen Pembimbing : Margareta Retno Priamsari,
Lebih terperinciCARA DAN RUTE PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN MENCIT
CARA DAN RUTE PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN MENCIT Disusun Oleh : Nama Mahasiswa : Linus Seta Adi Nugraha Nomor Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 25 April 2011 Hari Praktikum : Senin Dosen Pembimbing
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI CARA PEMBERIAN OBAT DISUSUN UNTUK MEMENUHI LAPORAN MATA KULIAH FARMAKOLOGI Disusun oleh : Bella Sakti Oktora (12010012) Darma Wijaya (120100 ) Fuji Rahayu (12010030) S-1 FARMASI
Lebih terperinciLaboratorium Farmakologi Program Studi S1 Farmasi
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I PERCOBAAN I PENGARUH CARA PEMBERIAN OBAT TERHADAP ABSORBSI OBAT Disusun Oleh: Mudrika Yulianti E0014016 Tingkat IA Laboratorium Farmakologi Program Studi S1 Farmasi
Lebih terperinciRute Pemberian Obat. Indah Solihah
Rute Pemberian Obat Indah Solihah Rute Pemberian Jalur Enteral Jalur Parenteral Enteral Oral Sublingual Bukal Rektal Oral Merupakan rute pemberian obat yg paling umum. Obat melalui rute yg paling kompleks
Lebih terperinciNASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt
NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan
Lebih terperinciPengantar Farmakologi
Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT Disusun oleh: KELOMPOK 3 Kelas C2 Kamis Pagi Avi Rahmadiah 1306376995 Ertika Festya 1306480420
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DASAR PERCOBAAN I PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT OLEH : NAMA : NIRMALA SARI NIM : O1A114098
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DASAR PERCOBAAN I PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT OLEH : NAMA : NIRMALA SARI NIM : O1A114098 KELAS : C 2014 KELOMPOK : IV (EMPAT) ASISTEN : FUAD FADRIAWAN JURUSAN
Lebih terperinciKinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:
FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah
Lebih terperincimenghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non
BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan untuk menjaga proses homeostasis tubuh, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan fisiologis
Lebih terperinciParadigma dalam pengembangan obat. Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1
Paradigma dalam pengembangan obat Tahapan pengembangan obat Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1 Aspek Sasaran kerja obat Desain obat Sintesis In the past
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperinciObat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keracunan merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh bahan organik ataupun bahan anorganik yang masuk ke dalam tubuh sehingga menyebabkan tidak normalnya mekanisme
Lebih terperincidiperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.
BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran
Lebih terperinciFaktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda
Lebih terperinciTujuan Instruksional:
Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1.menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya.diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya
Lebih terperinciOBAT-OBATAN DI MASYARAKAT
OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul
Lebih terperinciMAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN
MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN 5390033 POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN DIII FARMASI TAHUN 205 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan
BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
Lebih terperinciPENGANTAR FARMAKOLOGI
PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG
Lebih terperinciAPLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH
APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penemuan obat baru telah banyak ditemukan seiring dengan perkembangan dunia kesehatan dan informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin
Lebih terperinciNasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)
Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Apa yang terjadi pada obat setelah masuk ke tubuh kita? Pharmacokinetics: science that studies routes of administration, absorption* and distribution*, bioavailability,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginjeksian medikasi adalah prosedur invasi yang melibatkan deposisi obat melalui jarum steril yang diinsersikan kedalam jaringan tubuh. Teknik aseptic harus dipertahankan
Lebih terperinciKonsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes
Konsep Dasar Pemberian Obat Basyariah Lubis, SST, MKes PENGERTIAN OBAT Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit. JENIS DAN BENTUK OBAT 1. Obat obatan
Lebih terperinciLAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%
LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI
Lebih terperinciDRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )
DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI (12330713) PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin
Lebih terperinciMedication Errors - 2
Medication error Masalah dalam pemberian obat Pencegahan injury (error) pengobatan Tujuan, manfaat pemberian obat Standar obat Reaksi obat, faktor yang mempengaruhi reaksi obat Medication Errors - 2 Medication
Lebih terperinciTujuan Instruksional:
Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1. menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat
Lebih terperinciPENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT
PERCOBAAN I PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT I. TUJUAN PERCOBAAN Mengenal, mempraktekan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorpsinya, menggunakan analisis ANAVA
Lebih terperinci2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio.
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau
Lebih terperinciAbsorbsi obat berdasarkan tempat pemberian
Absorbsi obat berdasarkan tempat pemberian Absorpsi melalui sublingual mukosa yang tervaskularisasi, baik rongga mulut maupun rongga tenggorokan, memiliki sifat absorpsi yang baik untuk senyawa yang terionisasi
Lebih terperinciGiving Effect Tomato Fruit Juicer ( Solanum lycopersicum L) To Sedation Effect In Male Mice Strain BALB/C
Giving Effect Tomato Fruit Juicer ( Solanum lycopersicum L) To Sedation Effect In Male Mice Strain BALB/C Richa Yuswantina, Sikni Retno K, Yudi Hari Endar Purwana ABSTRACT Tomato fruit (Solanum lycopersicum
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6 UJI EFEKTIVITAS ANTELMINTIK Dosen Pembimbing Praktikum: Fadli, S.Farm, Apt Hari/tanggal praktikum : Senin, 29 Desember 2014 Disusun oleh: KELOMPOK 5 / GOLONGAN
Lebih terperinciOBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH
OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
Lebih terperincimempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan
BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,
Lebih terperincibanyak digunakan dalam pengobatan akut dan jangka panjang dari asma bronkial, bronkitis kronis, emfisema dan penyakit paru obstruktif kronik dengan
BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya teknologi farmasi, penggunaan obat secara per oral dapat dikembangkan menjadi penggunaan obat secara buccal. Penggunaan obat pada buccal, merupakan rute alternatif
Lebih terperinciperiode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).
BAB 1 PENDAHULUAN Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda. Rute pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topikal, rektal, intranasal, intraokular,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien
Lebih terperinciPROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)
PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan
Lebih terperincimengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan
BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan
Lebih terperinciAKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus)
AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus) Novita Sari, Islamudin Ahmad, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS
Lebih terperinciMATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR
MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat
Lebih terperinciFARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL
Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Farmakologi. Copyright 2002, 1998, Elsevier Science (USA). All rights reserved.
Prinsip-prinsip Farmakologi Prinsip-prinsip Farmakologi Obat Zat kimia yang mempengaruhi proses dalam organisme hidup. Prinsip-prinsip Farmakologi Farmakologi Studi atau ilmu tentang obat Prinsip-prinsip
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat
Lebih terperinciDOSIS OBAT. Dra. Helni. MKes, Apt
DOSIS OBAT Dra. Helni. MKes, Apt DOSIS OBAT Jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat atau satuan isi atau unit-unit lainnya Satuan berat : mikrongram (µg), miligram (mg), gram (g)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian
Lebih terperinciHUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt
HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari proses belajar, mengingat dan mengenal sesuatu. Semua proses tersebut akan berjalan dengan baik apabila melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada sistem biologik sehingga menimbulkan gangguan fungsi sistem itu bermanifestasi
Lebih terperinciMENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL
MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
Lebih terperinciPEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh. Pemberian obat melalui parenteral dapat dilakukan
Lebih terperinciUJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) ABSTRAK
UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) *) Program Studi DIII STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK Telah dilakukan penelitian
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 Suci Baitul Sodiqomah Feby Fitria Noor Diyana Puspa Rini
Lebih terperinci10/22/2012 PERIHAL OBAT. Oleh: Joharman BATASAN OBAT. Aktif secara fisiologis. Zat kimia. Racun
PERIHAL OBAT Oleh: Joharman BATASAN OBAT Aktif secara fisiologis Zat kimia Racun 1 Kep. MenKesRI No. 193/Kab/B.VII/71 Obat : bahan/paduan bahan untuk menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau dengan rangsangan lain. Tidur
Lebih terperinciDefinisi: Suatu proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, meliputi: absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi.
Farmakokinetika Definisi: Suatu proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, meliputi: absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi. Atau dalam arti sempit: farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan2x
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk
Lebih terperinciIMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1
IMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1 RINA ANGGRAINI INDAH SETYAWATI PSIK FK UNLAM 2010 PERAN PERAN : tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi
Lebih terperinciPengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi
Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan
Lebih terperinciEffect of Ethanol Extract of Pomegranate Leaves (Punica granatum L) to the Sedative Effect on Mice BALB/C
Effect of Ethanol Extract of Pomegranate Leaves (Punica granatum L) to the Sedative Effect on Mice BALB/C Niken Dyah Ariesti, Sikni Retno K, Lale Reta Utami ABSTRACT Pomegranate Leaves (Punica granatum
Lebih terperinciObat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral
Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro et al.,2005).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Kegunaan dan manfaat yang dihasilkan tanaman obat beraneka macam. Salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Saat ini semakin banyak obat herbal yang beredar di dunia, khususnya Indonesia. Bahan baku utama dari obat herbal itu sendiri adalah tanaman obat. Tanaman
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
40 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan pretest - posttest control group design (Campbell & Stanly, 1996). Skema
Lebih terperinciBABf PENDAHULUAN Latar Belakang
BABf PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidur merupakan fungsi fisiologis yang menarik, karena kebanyakan orang menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya untuk tidur. Namun demikian ditulis bahwa Rata-rata
Lebih terperincirelatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan
BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung
Lebih terperinciDalam bentuk tablet, kaplet, pil, sirup, kapsul, atau puyer. Kelemahannya : Aksinya lambat, tidak dapat digunakan pada keadaan gawat.
Dalam bentuk tablet, kaplet, pil, sirup, kapsul, atau puyer. Kelemahannya : Aksinya lambat, tidak dapat digunakan pada keadaan gawat. Waktu absorsinya 30-45 menit, efek puncak setelah 1-1,5 jam. Rasa dan
Lebih terperincitanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 1. WAKTU DAN TEMPAT Praktikum dilakukan pada hari selasa, 15 November 2016 pada pukul 18:00-21:00 WIB, bertempat di Laboratorium
Lebih terperinciDi bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :
Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat
Lebih terperinciEFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL
EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL Edy Suwarso 1, dan Dewi Nur Anggraeni 2 1) Departemen Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan 2) Fakultas
Lebih terperinciSediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow
Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,
Lebih terperinciTahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.
I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,
Lebih terperinci/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu
BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak
BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, pekerjaan semakin sibuk dan berat. Kadang beberapa aktivitas dari pekerjaan memberikan resiko seperti rematik dan nyeri. Nyeri adalah mekanisme
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara internasional obat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh
Lebih terperinciPENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT
PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT KONTRAK BELAJAR Mahasiswa 4S (Senyum Semangat Sopan SAntun) Pakaian sopan dan rapi, kemeja berkerah, dan bersepatu HP silent, tidak diperkenankan smsan ato OL saat kelas
Lebih terperinci6/3/2011 DOKTER FARMASIS PERAWAT. 1. Independen 2. Interdependen 3. Dependen 4. Peneliti
Mengidentifikasi peran perawat dalam terapi obat Mengidentifikasi langkah-langkah proses keperawatan dalam terapi obat Menentukan prinsip-prinsip pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan rencana terapi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan metode rancangan eksperimental sederhana (posttest only control group design)
Lebih terperinciThe Effect of Ethanol Extract of Leuchaena glauca Benth Leaves Toward the Sedative Effect on Mice BALB/C
The Effect of Ethanol Extract of Leuchaena glauca Benth Leaves Toward the Sedative Effect on Mice BALB/C Richa Yuswantina, Oni Yulianta Wilisa, Gatot Budihandoko ABSTRACT Leuchaena glauca Benth, has ben
Lebih terperinci