Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang)"

Transkripsi

1 Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang) Tesis Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Oleh : FIBRY JATI NUGROHO Fakultas Teologi Program Studi Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

2 Kupersembahkan karya tulis ini kepada : Segenap Pendamping Pastoral diberbagai tempat, khususnya kepada Sinode JKI dan segenap civitas akademika STT Sangkakala dan juga setiap orang yang bersedia membaca karya tulis ini 2

3 MOTTO Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. ( Pengkhotbah 3: 11 ) ****************** Pray Hard, Work Hard and Play Hard 3

4 KATA PENGANTAR Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugrah-nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Harapan Penulis, biarlah karya tulis ini dapat berguna bagi kemajuan pelayanan pastoral, serta dapat menyumbangkan pemikiran-pemikiran yang baru bagi gereja-gereja dan pelaku pastoral. Tanpa dukungan dari berbagai pihak, karya tulis ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu, Penulis hendak menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam berbagai hal. Penulis berterima kasih kepada : 1. Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan secara khusus kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama (PPs MSA) yang telah menyediakan berbagai fasilitas sebagai tempat menimba ilmu. 2. Segenap Dosen yang telah membagikan ilmunya, serta Staf administrasi PPs MSA yang telah menjadi rekan Penulis selama studi. 3. Kedua Dosen pembimbing, Ibu Pdt. Dr. Retnowati, M.Si. dan Bapak Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M. yang telah dengan sabar memberikan bimbingan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ini. 4. Segenap Pengurus Sinode JKI dan STT Sangkakala, yang telah memberikan dukungan baik doa maupun dana, sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi di PPs MSA UKSW. 4

5 5. Bp. Alex Siswoyo, Ibu Magdalena Sri Iriani, Priscilia, dan Angelina sebagai orang tua dan adik adik, yang telah memberi dukungan dan berdoa bagi Penulis selama studi. 6. Segenap pendeta beserta jemaat GBI Bawangan di Semarang, atas dukungan semangat dan doa kepada Penulis. 7. Teman-teman PPsMSA 2010 yang selalu kompak dan saling memotivasi. 8. Rekan-rekan di STT Sangkakala atas dukungan doa dan tak henti-hentinya memberi semangat kepada Penulis selama studi, serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhir kata, Penulis berharap karya tulis ini berguna bagi siapapun yang membacanya. Semuanya hanya untuk kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus. 5

6 ABSTRAKS Gereja yang kuat terbentuk dari jemaat yang kuat. Jemaat yang kuat didapat dari pendampingan pastoral yang secara aktif menyentuh keseluruhan kehidupan warga gerejanya. Karya tulis ini merupakan sebuah studi tentang pendampingan pastoral yang dilakukan oleh Gereja Jemaat Kristen Indonesia (JKI) Injil Kerajaan di Kota Semarang. Gereja tersebut telah berusaha mengembangkan pendampingan pastoral holistik kepada jemaatnya. Berbagai program telah dibuat untuk mencapai sebuah pendampingan pastoral holistik. Jemaat yang sangat banyak disertai permasalahan yang kompleks, mengharuskan para pelaku pastoral mengatur strategi dan menyusun model untuk dapat memberikan pelayanan pendampingan pastoral holistik kepada warga gerejanya. Konsep pendampingan pastoral holistik dari beberapa tokoh akan digunakan sebagai alat analisis dari pendampingan pastoral di gereja JKI Injil Kerajaan. Kerangka konseptual tersebut akan dipadukan dengan model pastoral yang dikembangkan oleh Pastor David Yonggi Cho di Yoido Full Gospel Church. Konsep dan model pendampingan pastoral holistik saling menopang serta menjadi pisau bedah dari pendampingan pastoral yang telah dilakukan di JKI Injil Kerajaan. Dalam rangka melakukan pendampingan pastoralnya, JKI Injil Kerajaan memakai model kelompok kecil atau biasa disebut Mezbah keluarga, sebagai sarana memberikan layanan pastoral secara maksimal kepada jemaatnya. Jemaat yang sangat banyak mengharuskan gereja membaginya ke dalam kelompok-kelompok kecil. Oleh karena itu, model ini dipakai sebagai sarana guna mengerti kebutuhan di dalam jemaat. Di dalam Mezbah Keluarga, jemaat dapat saling berbagi dan berinteraksi dengan jemaat yang lain. Komunitas tersebut dipakai juga sebagai sarana untuk menyampaikan uneg-unegnya, baik berkaitan masalah pribadi maupun masalah gereja. Model pendampingan pastoral ini cukup efektif untuk dikembangkan di megachurch, karena jemaat yang sedemikian banyak mendapat perhatian dengan baik, sehingga dapat membentuk jemaat yang kuat. 6

7 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I PENDAHULUAN... 9 A. Latar Belakang Masalah... 9 B. Rumusan dan Batasan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Signifikansi Penelitian E. Tinjauan Pustaka F. Metode Penelitian G. Konsep Operasional BAB II KERANGKA KONSEPTUAL PENDAMPINGAN PASTORAL HOLISTIK A. Jemaat B. Dasar Teologis Pendampingan Pastoral Holistik C. Konsep Wiryasaputra D. Konsep Clinebell E. Model Pastoral Yoido Full Gospel Church BAB III BENTUK-BENTUK PENDAMPINGAN PASTORAL DI JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN I. Demografi Kota Semarang A. Letak Geografis B. Kependudukan II. Profil JKI Injil Kerajaan A. Cikal Bakal JKI Injil Kerajaan B. Struktur Organisasi C. Pandangan Teologis D. Jumlah Warga Gereja E. Usia Jemaat F. Latar Belakang Etnis G. Mata Pencaharian dan Status Sosial Ekonomi Jemaat H. Latar Belakang Pendidikan Jemaat I. Program Gereja J. Kendala-Kendala Pendampingan Pastoral K. Strategi Pendampingan Pastoral Bagi Jemaat L. Pendampingan Pastoral Bagi Jemaat

8 BAB IV PENDAMPINGAN PASTORAL HOLISTIK A. Pendampingan Pastoral di JKI Injil Kerajaan B. Model Pendampingan Pastoral di Gereja JKI Injil Kerajaan... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Rekomendasi Kepustakaan Lampiran: Pedoman Penelitian Lapangan

9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah gereja mencatat, pada tahun 1900-an muncul sebuah gelombang baru dalam kekristenan di Amerika. Model tersebut dikenal dengan istilah gereja super besar (megachurch). Salah satu ciri model gereja ini adalah kuantitas jemaat yang hadir dalam tiap ibadahnya mencapai 2000 orang lebih. Trend megachurch muncul di Semarang. Megachurch terbesar di Semarang pada saat ini adalah Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan, dan selanjutnya akan disebut sebagai JKI Injil Kerajaan. Gereja ini terletak di jalan Arteri Utara, Kompleks Grand Marina Semarang. JKI Injil Kerajaan mulai dirintis pada tahun Cikal bakal gereja ini dimulai hanya dengan 25 orang warga di gedung sewaan. Pada tahun 1992, kebaktian mulai berpindah di Jalan Permata Hijau 25 A. Gereja ini bertumbuh dengan sangat cepat. Pada tahun 1999 jemaatnya berkembang pesat menjadi 2000 orang lebih. 1 Perkembangan selanjutnya, dalam kurun waktu 18 tahun anggota jemaatnya sudah mencapai orang 2. Hal menarik lain yang ada di JKI Injil Kerajaan adalah demonstrasi kuasa Illahi yang dimunculkan dalam ibadahnya. Tidak jarang pada ibadahnya dilakukan demonstrasi kesembuhan Illahi dan pengusiran kuasa kegelapan. Gereja juga 1 Diunduh dari 13 Mei 2011, WIB 2 Data Direktori Sinode Jemaat Kristen Indonesia

10 membuat acara khusus untuk memberikan pelayanan kepada jemaat, misalnya pemulihan pribadi, pelepasan dan ibadah mujizat. Guna mendukung acara tersebut, banyak pendeta dari luar negeri yang diundang untuk memberikan pengajaran dan melakukan demonstrasi kuasa Illahi. Dampaknya, banyak orang yang berbondongbondong datang mengikuti setiap acara, untuk dapat merasakan kuasa Illahinya. Jemaat JKI Injil Kerajaan tersebar di Semarang. Hampir di seluruh penjuru kota itu terdapat anggota jemaat JKI Injil Kerajaan. Bahkan ada pula jemaat yang berasal dari luar kota Semarang. Pihak gereja menyediakan bus, guna menjemput warga jemaat yang tidak memiliki transportasi untuk datang beribadah ke gereja. Alat transportasi juga disediakan bagi jemaat luar kota yang hendak datang ke gereja. Minat warga gereja untuk berbondong bondong datang ke gereja tersebut, tidak terlepas dari suguhan acara acara yang menarik, daya tarik dari kemegahan megachurch itu sendiri, dan didukung dengan ketersediaan alat transportasi dari pihak gereja. Kemudahan transportasi yang disertai dengan daya tarik gereja membuat kuantitas jemaat semakin meningkat. Jemaat yang bertambah banyak, mengharuskan pelaku pastoral memberikan perhatian ekstra kepada seluruh warga gerejanya. Kompleksitas warga gereja menjadi permasalahan utama dalam pendampingan pastoralnya. Banyak aspek yang mempengaruhi kehidupan manusia, memunculkan permasalahan yang kompleks pula. Adapun manusia sendiri mempunyai empat aspek yang mempengaruhi kehidupan, yaitu fisik, mental, sosial, dan spiritual. Keempat aspek tersebut sangat berpengaruh dalam permasalahan hidup manusia. Bila dikaitkan 10

11 dengan kehidupan bergereja, pendampingan pastoral merupakan sebuah upaya dalam rangka menolong sesama manusia yang mengalami berbagai permasalahan hidup. Istilah pendampingan pastoral tidak asing lagi dalam kehidupan bergereja. Tidak jarang banyak gereja yang mulai memasukkan pendampingan pastoral sebagai program gereja. Akan tetapi, seringkali perhatian gereja hanya terfokus dalam segi spiritualnya saja, dan mengesampingkan aspek lain dalam hidup manusia. Apabila seseorang datang meminta saran atau solusi atas masalahnya, pihak gereja cenderung hanya memberi solusi berdasarkan analisis aspek kerohanian saja. Jika gereja tidak memperhatikan keempat aspek manusia tersebut secara menyeluruh, maka pendampingan yang dilakukan tidak dapat menyentuh kehidupan secara utuh. Jemaat yang sangat banyak memerlukan perhatian ekstra dari pihak gereja. Kuantitas dan kompleksitas dari manusia menuntut kerja keras dari pendeta jemaat. Oleh sebab itu, diperlukan formulasi khusus dalam mengadakan pendampingan pastoral holistik di megachurch. Dalam kajian ini, penulis berusaha mengamati permasalahan yang timbul dalam megachurch dari kacamata pendampingan pastoral. Mengingat kuantitas jemaat yang sangat banyak, apakah pendampingan pastoral yang dilakukan mengacu kepada keutuhan manusia yang terdiri dari fisik, mental, spiritual, dan sosial dapat dilaksanakan secara maksimal? Apabila pihak gereja menyatakan bahwa mereka telah mampu membangun manusia secara utuh, bagaimanakah model pastoral mereka dalam melakukan pendampingan pastoral kepada seluruh jemaatnya secara holistik? Permasalahan inilah yang akan penulis angkat dalam karya ilmiah ini. 11

12 B. Rumusan dan Batasan Masalah Menilik jumlah jemaat dari JKI Injil Kerajaan yang begitu besar, serta melihat eksistensi dari seorang manusia yang beragam, apabila dilihat dari kacamata pastoral akan memunculkan pertanyaan : 1. Apakah pendampingan pastoral di gereja JKI Injil Kerajaan merupakan pendampingan pastoral holistik? 2. Bagaimanakah model pendampingan pastoral holistik di gereja JKI Injil Kerajaan? Pada bagian awal, penulis telah menyampaikan bahwa keutuhan manusia terdiri atas empat aspek di dalamnya, yaitu fisik, mental, spiritual, dan sosial. Agar penelitian ini terfokus dengan baik, maka dalam kajian ini penulis akan lebih menyoroti perihal pendampingan pastoral gereja JKI Injil Kerajaan, dalam kaitannya dengan aspek sosial dan spiritual. C. Tujuan Penelitian Pada penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu : Pertama, penulis ingin mendeskripsikan model pastoral yang dikembangkan oleh JKI Injil Kerajaan, dalam melakukan pendampingan pastoral holistik dalam jemaat, khususnya di aspek sosial dan spiritual. Kedua, penulis hendak membangun sebuah model pendampingan pastoral holistik yang dapat dikembangkan di megachurch. 12

13 D. Signifikansi Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat ganda, yaitu berkenaan dengan aspek teoretis dan aspek praktis. Adapun manfaat dari kedua aspek tersebut adalah 1. Aspek teoretis Pada aspek teoretis, penelitian ini dapat memperkaya khazanah teori pendampingan pastoral holistik, serta dimanfaatkan sebagai salah satu rujukan bagi peneliti yang akan datang, terutama berkaitan dengan pendampingan pastoral holistik bagi jemaat megachurch. 2. Aspek praktis Pada aspek praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi gereja megachurch, atau gereja yang hendak mengarah ke megachurch dalam mengembangkan pelayanan pendampingan pastoral holistik kepada jemaat. E. Tinjauan Pustaka Pada tahun 1900-an, muncullah di Amerika sebuah gelombang baru bagi kekristenan. Sebuah model gereja mulai muncul di sana. Model tersebut dikenal dengan istilah gereja super besar (megachurch). Salah satu ciri dari model gereja ini adalah kuantitas jemaat yang hadir dalam tiap ibadahnya mencapai 2000 orang lebih. Berdasarkan survey dari Hartford Institute, pada tahun 1900 di Amerika hanya terdapat sepuluh gereja megachurch, tetapi pada tahun 1990 jumlah itu tumbuh menjadi sekitar 300. Pada tahun 2000 mereka tumbuh lagi menjadi sekitar 600, dan 13

14 dalam waktu lima tahun lebih dari dua kali lipat menjadi Sekarang ada sebuah gereja besar dalam sembilan puluh menit berkendara, delapan puluh persen dari populasi AS. 3 Senada dengan hal ini, sebuah jurnal tentang megachurch menuliskan Megachurches are growing not only in number but also in size. On average, megachurch attendance increased over the past five years by 50 percent. 4 Laju perkembangan megachurch yang begitu pesat membuat banyak daerah melirik trend megachurch di Amerika. Imbas dari adanya trend megachurch di Amerika telah sampai di Indonesia. Gereja gereja megachurch mulai bermunculan di Indonesia. Banyak tokoh gereja, terutama dari kalangan karismatik, mulai berbondong bondong belajar dari Amerika berkenaan dengan trik dan tips menjadi megachurch, sehingga Amerika dijadikan sebagai kiblat dari perkembangan megachurch di Indonesia. Salah satu tugas gereja, termasuk megachurch adalah memperhatikan jemaatnya. Gembala sidang atau pendeta mempunyai tugas untuk memperhatikan setiap jemaatnya. Seorang pendeta dalam panggilannya di tengah jemaat bertugas sebagai pelayan warga gereja. Dalam kaitannya dengan tugas pendeta, muncullah istilah pelayanan pastoral. Salah satu tujuan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh para abdi Allah di dalam gereja adalah membuat suatu transformasi atau perubahan di dalam hidup jemaat yang dilayaninya. Sudah barang tentu perubahan yang dimaksud 3 Diunduh dari 20 Maret 2011, Wib. 4 Malloy, Patrick "Rick Warren Meets Gregory Dix: The Liturgical Movement Comes Knocking at the Megachurch Door." Anglican Theological Journal 92, no. 3: Academic Source Complete, EBSCOhost (accessed April 2, 2011). 14

15 adalah suatu perubahan seseorang ke arah yang positif atau yang lebih baik. 5 Lebih lanjut Johan Janse van Rensburg berpendapat bahwa The driving force behind the church s involvement would be primarily the need for empowerment. Since this term is loaded with political intention and many congregation members instinctively resent the political connotation to a theology of revolution, a clear understanding of what is understood by empowerment within the context of the church s action would be necessary. Some of the participants in this research used alternative words, such as mentorship, leadership and the church acting as catalyst for processes of change and healing. 6 Namun, perhatian yang diberikan oleh kebanyakan gereja lebih cenderung dalam aspek spiritual saja. Jemaat kurang diberdayakan oleh gereja dalam berbagai aspek kehidupannya. Memang tidak dapat disangkal bahwa gereja merupakan lembaga yang membina spiritualitas manusia. Akan tetapi, jemaat merupakan seorang manusia yang holistik, dalam arti ia mempunyai aspek aspek lain bagi kehidupannya. Apabila gereja hanya menekankan aspek spiritual saja, maka aspek-aspek yang lain dalam diri manusia tidak akan terawat dengan baik. Alhasil, akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam hidupnya. Manusia merupakan makhluk yang lengkap, oleh sebab itu ia disebut sebagai makhluk sempurna. Bila diamati secara cermat, seluruh aspek hidup manusia dapat digolongkan ke dalam empat aspek utama, yakni fisik, mental, spiritual, dan sosial. 7 Pendampingan pastoral yang baik hendaknya tetap memperhatikan keempat aspek 5 Agung Gunawan, Teori Perubahan: Pelayanan Pastoral Yang Transformatif, Jurnal Theologia Aletheia (September 2004) : 4 6 Janse van Rensburg, J., 2009, Poverty and pastoral counselling: Design for an extensive research project, Verbum et Ecclesia 30(2), Art. #180, 8 pages. DOI: / ve.v30i Academic Source Complete, EBSCOhost (accessed April 2, 2011). 7 Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care, (Yogyakarta:Galang Press, 2006), 39 15

16 dari manusia tersebut, sehingga seseorang dapat terbangun secara utuh. Mesach Krisetya (2007) menuliskan bahwa setiap kali kita menjumpai suatu pelayanan, maka layanannya harus didekati secara holistik, artinya memandang pribadi yang menghadapi masalah itu tidak secara terpecah-pecah, tetapi harus didekati sebagai kesatuan, keutuhan, yaitu secara fisik, mental, sosial dan spiritual. 8 Totok S.Wiryasaputra juga gemar menyerukan tentang konsep pendampingan pastoral holistik. Pada beberapa tulisan dan pengajarannya, tampak sekali konsistensi tentang konsep manusia sebagai makhluk holistik. Ia berpandangan bahwa permasalahan manusia tidak dapat diselesaikan secara parsialistik, tetapi harus dilihat secara keseluruhan hidup manusia. Sebagai contoh pandangan parsialistik, misalnya seorang hanya dilihat aspek fisik tanpa memperhatikan aspek kehidupan yang lain seperti mental, spiritual dan sosial. Terlebih lagi, manusia dianggap sama seperti mesin secara mekanis yang tidak memiliki kemampuan inheren, kepercayaan, nilai, motivasi, sejarah, hubungan dan interaksi dengan lingkungannya. 9 Oleh sebab itu, dalam melakukan pendampingan pastoral kepada seseorang harus tetap mengacu kepada keutuhan dari manusia. Keempat aspek hidup manusia saling berkaitan satu dengan yang lain, serta saling mempengaruhi secara sistemik dan sinergik membentuk eksistensi manusia sebagai keutuhan dan bertumbuh kepada aktualisasi dirinya. Clinebell menekankan bahwa melalui penggembalaan yang dilakukan oleh gereja, jemaat dapat menemukan keutuhan di dalam hidupnya. Oleh sebab itu, 8 Mesach Krisetya, Teologi Pastoral, Diktat Kuliah UKSW Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care, 36 16

17 penggembalaan dan konseling harus bersifat holistik (menyeluruh) artinya berusaha untuk memungkinkan penyembuhan dan pertumbuhan keutuhan manusia dalam dimensinya. Pola itu berorientasi pada sistem-sistem, artinya keutuhan orang dilihat dalam keterlibatannya dalam segala hubungan-hubungannya yang penting dan saling ketergantungannya dengan orang-orang, kelompok-kelompok dan institusiinstitusi. 10 Keutuhan hidup manusia merupakan tujuan dalam pendampingan pastoral. Dimensi dimensi dalam kehidupan manusia harus dioptimalkan, demi terwujudnya keutuhan hidup manusia. Pelayanan pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja hendaknya memungkinkan pembebasan manusia secara penuh. Pada proses pendampingan pastoral, seorang manusia hendaknya dipandang sebagai makhluk yang mempunyai suatu kekayaan yang masih belum ditemukan dan kekuatan kekuatan, modal modal dan sumber sumber yang masih belum dikembangkan. 11 Bila gereja dapat melihat hal ini, maka jemaat jemaat yang ada akan dapat dimaksimalkan kemampuannya menuju keutuhan hidup. F. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Whitney menyatakan bahwa metode penelitian 10 Howard Clinebell,ed.Anne Homes, Tipe Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 2002),33 11 Ibid, 37 17

18 deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat, situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. 12 Berkaitan dengan pokok kajian penelitian ini, maka penulis berusaha mengamati pendampingan pastoral yang dilakukan oleh JKI Injil Kerajaan, beserta dengan cara pendampingan pastoral tersebut dapat dilakukan di dalam jemaat megachurch. 2. Teknik Pengumpulan Data Perihal pengumpulan data, penulis akan melakukan wawancara secara mendalam (depth interview) kepada orang-orang kunci di JKI Injil Kerajaan, yang turut terlibat dalam proses pendampingan pastoral. Di samping itu, penulis juga akan melakukan pengamatan lapangan disertai dengan catatan lapangan yang dijumpai di gereja JKI Injil Kerajaan, berkaitan dengan pendampingan pastoral kepada jemaatnya. Penulis juga akan menggunakan dokumen baik cetak dan elektronik yang dapat mendukung, berkenaan dengan proses pastoral dalam gereja tersebut. 3. Sasaran Informan Kunci Guna mendapatkan informasi yang valid tentang pendampingan pastoral, maka informan kunci yang pertama adalah gembala (pendeta) senior dari gereja tersebut. Pendeta senior merupakan informan kunci, dikarenakan salah 12 Moh.Nasir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005),54 18

19 satu ciri khas dari megachurch adalah one man show, sehingga pendeta seniorlah yang memimpin serta memutuskan segala kegiatan, program dalam gereja, dan terlibat dalam perkembangan gereja sejak dari awalnya. Dari informasi pendeta senior tersebut akan diketahui orang-orang kunci lain dalam proses pendampingan pastoral kepada jemaat. Sasaran informan yang lain adalah beberapa jemaat yang diambil secara acak untuk dapat dimintai keterangan berkaitan dengan pandampingan pastoral dari megachurch. Informasi dari jemaat tersebut dapat menjadi penyeimbang atau keterangan yang dapat menguatkan atau melemahkan informasi dari pihak pemimpin gereja. 4. Lokasi Penelitian Penulis akan melakukan penelitian di gereja JKI Injil Kerajaan. Gereja ini beralamat di jalan Arteri Utara, Kompleks Grand Marina Semarang. 5. Teknik Analisis Data Penulis akan menggunakan pendekatan kualitatif, oleh sebab itu teknik analisis data lebih bersifat mengolah data kualitatif. Adapun analisis data sendiri merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 13 Pada penelitian ini penulis menggunakan metode perbandingan tetap atau biasa disebut Grounded Research. Pengolahan data yang akan dilakukan meliputi reduksi data yaitu mengidentifikasi tiap satuan data, yang kemudian 13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2010),

20 akan diberi kode untuk mempermudah mengenali data. Langkah selanjutnya adalah melakukan kategorisasi guna memilih bagian-bagian yang memiliki kesamaan, untuk kemudian dapat dilakukan sintesisasi yaitu mencari kaitan antar kategori. Hal yang terakhir adalah menyusun hipotesis kerja, guna merumuskan suatu pernyataan yang proporsional. Melalui penyusunan hipotesis kerja ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian. G. Konsep Operasional Pada karya ilmiah ini akan memakai kata pendampingan pastoral, holistik dan megachurch. Agar tidak menimbulkan salah persepsi, maka penulis hendak menuliskan beberapa pengertian berkaitan dengan kata-kata tersebut, yang digunakan sebagai titik tolak dalam penelitian ini. 1. Konsep pendampingan pastoral Pada dasarnya, masyarakat tradisional telah mengenal apa yang disebut dengan pendampingan. Dalam masyarakat tradisional, seluruh anggota terlibat dalam pendampingan. Seluruh anggota masyarakat bersedia membantu kehidupan sesamanya dalam suka dan duka. Meskipun masyarakat tradisional belum mengenal pendidikan formal dalam proses pendampingan, tetapi kepedulian dan pendampingan merupakan hasil proses kultural, dan diperoleh dari pengalaman semata. Dapat dikatakan, dalam masyarakat tradisional hubungan antara orang yang menolong dengan yang ditolong berdasarkan pada kepercayaan. Prinsip ini kemudian dikembangkan menjadi prinsip pendampingan pastoral. 20

21 Istilah pendampingan sangat erat kaitannya dengan kegiatan mendampingi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mendampingi merupakan kegiatan menemani, atau menyertai dalam jarak dekat, baik suka maupun duka. 14 Dalam kaitannya dengan hubungan antar personal, pendampingan merupakan hubungan covenantal, kurang formal, kurang terstruktur dan dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. 15 Pengertian pendampingan dengan demikian memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani, membagi / berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan. 16 Pendampingan pastoral merupakan proses pendampingan yang secara sadar dilandasi oleh nilai-nilai kekristenan. Landasan kekristenan sendiri muncul dari pemakaian kata pastoral. Secara etimologis kata pastoral berasal dari kata pastor (bahasa Latin) dan poimen dalam bahasa Yunani yang mempunyai arti gembala. Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi kita hal ini merupakan tugas pendeta yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau dombanya. 17 Titik tolak dari pemakaian istilah gembala mengacu pada diri Yesus Kristus yang disebutkan sebagai seorang gembala yang baik (Yoh.10). Yesus menjadi suri teladan pendampingan pastoral bagi para gembala yang memperhatikan kawanan dombanya (jemaat). Bila boleh menyimpulkan dari ulasan tersebut di atas dan menjadi landasan penelitian ini, maka secara prinsip pendampingan pastoral merupakan kegiatan dalam membantu sesama untuk menemukan kehidupannya secara utuh, hubungan secara 14 Zain Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994) 15 Penjelasan Totok S. Wiryasaputra pada kuliah Teori Pastoral Magister Sosiologi Agama Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2007), 9 17 Ibid, 10 21

22 vertical (Tuhan) dan hubungan horizontal (sesama). Ini berkaitan dengan cara atau alat gereja memelihara seluruh umat-nya, dalam segala aspek kehidupannya. 2. Konsep Holistik Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sangat lengkap. Ini dikarenakan, dari semua ciptaan Tuhan, hanya manusia yang memiliki jiwa, tubuh dan roh. Dari kelengkapannya tersebut, maka permasalahan yang menerpa merupakan masalah yang sangat kompleks. Oleh sebab itu, solusi atau cara yang ditawarkan dalam memberikan jawaban atas permasalahannya harus tepat pada sasaran, berkenaan dengan keutuhan manusia tersebut. Manusia merupakan makhluk holistik. Kata holistik berasal dari kata sifat wholistic (huruf w tidak terbaca dalam penuturannya) dalam bahasa Inggris. Kemudian dalam bahasa Inggris logat Amerika disederhanakan menjadi holistic (dalam beberapa dialek lokal Amerika huruf h tidak terbaca dalam penuturannya). Dalam bahasa Indonesia menjadi holistik. 18 Kata ini mempunyai arti lengkap, utuh, dan sempurna. Dalam kaitannya dengan menolong sesama, pertolongan yang diberikan hendaknya merupakan suatu pertolongan yang lengkap dan utuh, sesuai dengan eksistensinya sebagai manusia. Pada dunia kesehatan, pengertian tentang manusia holistik tampak nyata dalam Deklarasi Alma Ata (1948). Kemudian pada era 1950 ide dasar deklarasi itu diterima resmi oleh World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan se-dunia sebagai pengertian dasar tentang kesehatan. WHO menyatakan bahwa sehat 18 Ibid, p.35 22

23 bukan berarti hanya tidak ada keluhan atau penyakit, melainkan kondisi sejahtera, secara fisik, mental dan sosial. 19 Selain ketiga hal tersebut, manusia mempunyai aspek spiritual yang menghubungkan rasa kemanusiaannya dengan Tuhan atau sesuatu yang lebih kuat di luar dirinya. Aspek spiritual ini akan sangat nampak dalam keadaan terdesak. Manusia akan mencari pertolongan yang lebih kuat dari luar dirinya. Hal ini terlihat bahwa betapa kompleksnya permasalahan yang harus diselesaikan dalam kehidupan manusia. Dalam upaya melakukan pendampingan pastoral, fokus dan sasaran pelayanan tetap kepada satu acuan pandangan tentang keutuhan dari manusia. Pendampingan yang dilakukan tidak hanya melihat penyakit atau permasalahan yang ada atau terlihat pada waktu itu, melainkan keseluruhan aspek kehidupan yang terlibat dalam penyakit atau masalah tersebut. Penyakit atau masalah yang timbul dalam diri manusia, dapat merupakan dampak dari apa yang terjadi dalam aspek fisik, mental, sosial dan spiritualnya. Oleh sebab itu, dalam menangani kasus atau penyakit manusia hendaknya memperhatikan pula faktor-faktor yang memiliki hubungan tentang eksistensi manusia. Di antaranya menyangkut kepercayaan, sejarah hidup, unfinished business, kebutuhan jasmaninya dan interaksi dengan lingkungannya. Berkaitan dengan penelitian ini, penulis bermaksud meneliti tentang pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja JKI Injil Kerajaan, dalam hubungannya dengan aspek spiritual melalui keterlibatan jemaat dalam setiap kegiatan gerejani dan aspek sosial, 19 Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care, ( Yogyakarta : Galangpress, 2006), 33 23

24 yang terwakili dengan kondisi ekonominya, lewat kelayakan pendidikan dan pekerjaan. 3. Konsep Megachurch Gereja merupakan tempat berkumpulnya jemaat untuk beribadah bersamasama. Di dalam gereja pula terdapat interaksi dengan sesama. Gereja juga sebagai tempat jemaat melepaskan keluh kesahnya kepada Tuhan. Tidak jarang juga pendeta sebagai tempat jemaat mencurahkan isi hati guna mencari solusi atas permasalahan kehidupannya. Pada tahun 1990-an, berkembanglah sebuah pergerakan baru yang dikenal dengan sebutan megachurch. Pergerakan ini mulai menyebar ke berbagai belahan dunia, sampai akhirnya sampai di Indonesia. Istilah megachurch biasanya ditujukan secara spesifik kepada sebuah gereja Protestan yang sangat besar yang memiliki beberapa ciri khusus. Gereja seperti ini umumnya memiliki kriteria sebagai berikut 20 : a. Memiliki 2000 jemaat atau lebih yang menghadiri ibadah setiap minggu b. Memiliki pelayanan dengan gaya karismatik c. Memiliki kegiatan yang sangat aktif selama 7 hari seminggu d. Memiliki pelayanan yang menjangkau segala segi baik sosial ataupun misi e. Serta memiliki struktur organisasi yang lebih kompleks Megachurch biasanya mengembangkan ukurannya dalam periode waktu yang sangat singkat. Biasanya di bawah sepuluh tahun dan di bawah kepemimpinan seorang 20 Diunduh dari 15 Maret 2011, WIB 24

25 pendeta senior. Kebanyakan pendeta megachurch adalah laki-laki, dan memiliki karisma yang kuat sehingga menarik banyak jemaat. Pendeta senior memiliki otoritas penuh atas pengkhotbah dan administrasi gereja. Seorang pemimpin yang dominan dibutuhkan dalam model megachurch. Guna mendukung kepemimpinan pendeta senior, dibentuklah sebuah tim yang terdiri atas 5 hingga 25 orang sebagai rekan pelayanan, dan tidak lupa juga ada ratusan staf fulltime yang melayani. 21 Megachurch merupakan lembaga yang selalu up date dengan teknologi terbaru. Sebuah jurnal teknologi yang mengamati penggunaan teknologi di megachurch menyatakan, Megachurches are also adopting technology more aggressively than smaller churches. The increased affordability of screens, projection equipment, personal computers and PowerPoint style software has made technologies attractive to large and small congregations. For many churches, media ministry the incorporation of multimedia elements to augment or replace more traditional elements of Christian worship is fast becoming the norm 22. Hasil analisis dari jurnal tersebut mengindikasikan bahwa megachurch memakai sarana teknologi terbaru, guna mendukung ibadah dan sarana pelayanan lainnya. Pada penelitian ini, penulis mengamati tentang gereja JKI Injil Kerajaan yang terletak di jalan Arteri Utara, Kompleks Grand Marina Semarang. Gereja JKI Injil Kerajaan biasa disebut orang sebagai megachurch. Ini disebabkan karena gereja JKI Injil Kerajaan mempunyai ciri ciri seperti apa yang disebut di atas. 21 ibid 22 Susan P. Wyche, Exploring the Use of Large Displays in American Megachurches, CHI 2007, April 28 May 3, 2007, San Jose, California, USA. ACM /07/0004,. Education Research Complete, EBSCOhost (accessed March 11, 2011). 25

26 BAB II KERANGKA KONSEPTUAL PENDAMPINGAN PASTORAL HOLISTIK A. Jemaat Gereja terbentuk dari kumpulan orang orang yang datang untuk beribadah kepada Tuhan. Orang yang sehati untuk menghadap Tuhan akan bersama sama berkumpul dan membentuk komunitas tersendiri. Komunitas tersebut akan saling berinteraksi satu dengan lainnya. Dalam konteks kekristenan, kumpulan tersebut akan membentuk sebuah gereja. Orang orang yang berkumpul dan bersekutu dalam sebuah gereja sering disebut dengan jemaat atau warga gereja. Secara etimologis, kata jemaat adalah istilah serapan dari bahasa Arab. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi kata jemaat adalah 'himpunan umat''. 23 Dalam Perjanjian Baru (PB), jemaat dituliskan dengan kata "ekklesia" (Bahasa Yunani). Kata tersebut merupakan bentukan dari kata depan "ek" (keluar dari) dan kata kerja "kaleo" (panggil). Dari hal tersebut didapat makna harfiahnya adalah "orang-orang yang dipanggil keluar", yaitu keluar dari kegelapan dunia kafir masuk ke dalam terang kehadiran Allah. Secara umum, kata ekklesia dalam bahasa aslinya mempunyai arti "pertemuan". Namun, dalam kitab-kitab Perjanjian Baru istilah 23 Zain Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994,

27 "ekklesia" digunakan dalam konteks Kristen yang khusus. Dalam konteks pemakaiannya sebagai istilah Kristen, "ekklesia" lebih merujuk pada: 1. Hal bersekutu, yakni persekutuan/pertemuan orang-orang percaya. 2. Hal pemilikan, yaitu: mereka yang menjadi milik Tuhan. Persekutuan orang percaya tersebut terpola dalam sebuah gereja. Pada perkembangannya, istilah jemaat menjadi populer dipakai di kalangan kekristenan. Berdasarkan fungsinya, jemaat mempunyai tempat yang penting di dalam kerangka pendampingan pastoral. Jemaat bukan saja sebagai obyek, tetapi juga menjadi subyek dari pelayanan pendampingan pastoral. Thurnesysen seorang tokoh teologi pastoral memberi penjelasan bahwa secara prinsipal percakapan pastoral berlangsung dalam ranah jemaat. Setiap percakapan pastoral harus memimpin jemaat menuju kepada pengenalan akan Tuhan. Pelayanan pastoral dilakukan melalui pemberitaan Firman Allah, pengudusan, pembenaran dan persekutuan. Semua kegiatan pastoral tersebut terintegrasi dan berorientasi pada kerajaan Allah. Di sisi lain, teolog Lutheran yaitu Trillhaas berpendapat bahwa pelayanan pastoral adalah pelayanan jemaat sebagai tubuh Kristus. Paradigma ini didasarkan dari landasan Kristus sebagai kepala dan jemaat adalah anggota tubuhnya. Pelayanan pastoral sendiri merupakan sebuah pemeliharaan jiwa dari manusia kepada manusia. Bentuk pemeliharaan jiwa ini termaktub di dalam terpeliharanya relasi antar jemaat, yang berujung pada sikap saling menolong dalam kehidupannya sehari hari. Berbeda dengan teolog yang lain, kaum teolog pastoral Amerika tidak menyebut pastoral sebagai bagian dari tujuan pelayanan gereja. Akan tetapi, 27

28 paradigma yang berkembang adalah pelayanan pastoral merupakan sebuah usaha membantu manusia dalam mengatasi berbagai macam problemanya. Para teolog pastoral berpendapat bila seseorang telah terbantu problemanya, maka ia akan menjadi anggota gereja yang baik dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu, problema diantara jemaat harus diatasi dengan baik agar dapat menghasilkan warga gereja yang baik pula. Beberapa pandangan tokoh tesebut di atas, tampak bahwa jemaat mendapatkan tempat penting dalam sebuah gereja. Gereja yang kuat terbentuk dari jemaat yang kuat. Untuk membentuk jemaat yang kuat, diperlukan pendampingan pastoral holistik yang dikembangkan oleh gereja. Jemaat yang mendapatkan perhatian secara holistik dari pelaku pastoral akan berkontribusi pula dalam perkembangan gereja. Oleh sebab itu, pendampingan pastoral holistik mendapat tempat yang vital dalam kehidupan sebuah gereja. Kata holistik sendiri acapkali dihubungkan dengan istilah kesehatan. Bila dikaitan dengan istilah kesehatan, keadaan yang dianggap sehat secara holistik adalah sehat secara menyeluruh. Holistik sendiri mencakup aspek fisik, mental, spiritual dan sosial. Keempat aspek tersebut tidak bisa dipisah pisahkan, mereka memiliki keterkaitan yang erat-tak terpisahkan. 24 Aspek aspek inilah yang merupakan bentuk dari keutuhan dari manusia. 24 Mesakh Krisetya, Diktat Teologi Pastoral, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2006), 29 28

29 B. Dasar Teologis Pendampingan Pastoral Holistik Dari berbagai pandangan perihal konsep holistik, secara teologis dimensi holistik telah tampak melalui istilah shalom dalam perjanjian lama. Istilah ini mempunyai arti yang sangat luas berkenaan dengan keadaan sejahtera pada seseorang. Secara literal, kata shalom mempunyai arti sehat, aman, dan sejahtera. Bila menilik akar kata Ibrani, kata shalom berasal dari kata sh-l-m. Menurut Evans, ada tiga konsep dalam kata shalom, yaitu totality (the adjective shalem is translated whole ), well-being, and harmony. 25 Konsep tersebut merupakan cakupan dari kata shalom, yang menyangkut keseluruhan aspek hidup manusia secara total, tetapi tetap selaras dengan ciptaan Tuhan, baik sesama dan alam sekitar. Shalom menunjuk pada waktu yang sama secara keseluruhan, berdasarkan fakta yang utuh. Aspek holistik lain pada manusia tampak dalam kisah penciptaan yang tertuang dalam Kejadian pasal 1. Pada kisah tersebut tampak dengan jelas bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan unik dan disertai dengan berbagai macam aspek kemanusiaannya. Wirsyasaputra menuliskan bahwa The biblical world-view is theocentric-anthropocentric. In creating human existence, God used a special act, special intervention (Genesis 1:27 and 2:7). 26 Dari sejak semula, manusia dibentuk sebagai makhluk yang spesial dengan beragam aspek di dalam dirinya. Pada kitab Kejadian terutama dalam kisah penciptaan, manusia merupakan tokoh sentral yang ditonjolkan. Nats dalam Kejadian 2:7, memberi kesaksian 25 Evans, C.F., Peace. A Theological Word Book of the Bible. 1950, Totok Sumartho Wiryasaputra, The Social Responsibility Of Pastoral Care Ministry At The Hospital Setting In Indonesia, Master Thesis, Columbia Theological Seminary, 14 29

30 berkenaan dengan substansi dari manusia. Kesatuan dari manusia itu terdiri dari pneuma-psikologi-somatis. Menurut Eka Darma Putera, susunan kesatuan manusia itu adalah 1. Manusia adalah debu (adama) atau aspek fisik Ia adalah tubuh, materi. Allah yang membuat itu! Allah juga amat memperhatikan kebutuhan fisik manusia (Kejadian 2:9). 2. Manusia adalah jiwa (psykhe) atau aspek mental Mempunyai kebutuhan-kebutuhan kejiwaan dan Allah juga amat memperhatikan kebutuhan kejiwaan manusia. Ia tidak membiarkan manusia kesepian (2:18). Manusia diberi kebebasan (2:16). Manusia dikaruniai kepercayaan dan tanggung jawab (2:15). 3. Manusia adalah roh atau disebut dengan aspek spiritual Allah memberi 'nafas hidup', bahkan menghembuskan itu dari 'nafas hidup' Allah sendiri (2:7). Inilah yang membuat hubungan yang amat istimewa antara manusia dengan Allah. "Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat" (Maz 8:6). Manusia diciptakan sebagai 'gambar Allah' sendiri (1:26, 27). Artinya, ia mempunyai harkat dan martabat yang amat mulia. Pelayanan holistik memperhatikan semua dimensi ini: keterbatasan tetapi sekaligus juga martabat manusia Diunduh dari Selasa, 23 Agustus 2011, WIB 30

31 C. Konsep Wiryasaputra Konsep manusia sebagai makhluk holistik tidak dapat dikesampingkan. Berbagai gejala yang terjadi dalam hidup manusia, baik berupa permasalahan maupun penyakit selalu berhubungan dengan beberapa aspek dalam hidup manusia. Wiryasaputra mencoba memformulasikan keberagaman aspek hidup manusia ke dalam empat hal, yaitu: 1. Aspek fisik : aspek ini berkaitan dengan bagian yang tampak dari hidup manusia. Aspek fisik mengarah kepada apa yang dapat disentuh, dilihat dan diraba. Hal ini berkaitan pula dengan kebutuhan jasmani dari manusia. Bila dirinci maka aspek ini meliputi: pangan, papan, sandang, kebersihan tubuh, keutuhan tubuh, pelayanan medis, sistemik tubuh atau metabolisme tubuh, gerak badan, rileks-istirahat, dan lingkungan alam sekitar. 2. Aspek Mental : aspek ini berkaitan dengan pikiran, emosi dan kepribadian manusia. Hal ini juga menyangkut dengan cipta, rasa, karsa, motivasi, dan integrasi diri manusia. Bagian ini meliputi pula pada hubungan seseorang dengan bagian dalam dirinya (batin, jiwa). Adapun rincian dalam aspek ini adalah kasih sayang baik memberi atau menerima, kedewasaan emosional, integritas diri, kemampuan intelektual, kreativitas diri, ekspresi diri, kebanggaan diri, rasa keindahan atau estetika, identitas seksualitas, dan perasaan aman serta nyaman. 3. Aspek Spiritual : bagian ini menyangkut tentang hubungan dengan jati diri manusia. Manusia secara khusus dapat berhubungan dengan sang pencipta sejati. Aspek ini mengacu kepada sesuatu yang berada jauh di luar jangkauannya. Pada bagian ini memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia lain (gaib). Bila dirinci, maka bagian ini meliputi, doa, kontemplasi, rasa manunggal bersekutu dengan sang maha kuasa, pengharapan akan masa depan, visi hidup, rasa bersyukur, identifikasi komunitas, relasi dengan komunitas percaya, nilai nilai mulia, dan kesalehan. 4. Aspek sosial : Aspek ini berkaitan dengan keberadaan manusia yang tidak mungkin berdiri sendiri. Manusia harus dilihat dalam hubungannya dengan pihak luar secara horizontal, yakni dunia sekelilingnya. Manusia dalam kaitannya dengan aspek sosial tidak dapat terlepas dari relasi dan interaksi. Aspek sosial meliputi: kondisi ekonomi yang memungkinkan seseorang hidup layak, kemampuan keuangan dan pekerjaan, kualitas pendidikan untuk 31

32 menopang kehidupan, kondisi perpolitikkan yang memungkinkan seorang bertumbuh guna mengekspresikan diri, identifikasi kultural, kondisi adat istiadat, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan teman, hubungan dengan lingkungan sosial, serta keterlibatan dalam aktivitas lingkungan. 28 Keempat aspek tersebut di atas saling berkaitan satu dengan yang lain, serta saling mempengaruhi secara sistemik dan sinergik membentuk eksistensi manusia sebagai keutuhan dan bertumbuh kepada aktualiasasi dirinya. Gambaran dari kesatuan aspek tersebut tampak dalam diagram berikut : 1.1 Diagram holistik Pada keempat aspek tersebut ada beberapa bagian yang saling berimpitan. Gambar di atas menunjukkan bahwa aspek aspek hidup manusia dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Keempat aspek itu saling berkaitan dan mempengaruhi. 29 Oleh sebab itu, dalam melakukan pendampingan, hendaknya melibatkan berbagai pihak guna menangani manusia secara holistik dengan segala persoalannya yang multidimensional Ibid, Ibid, Ibid, 44 32

33 Pendampingan pastoral merupakan cara dalam melakukan pendampingan kepada seseorang. Namun, acapkali masyarakat mempunyai konotasi negatif ketika melihat seseorang didampingi oleh seorang konselor. Asumsi ini muncul disebabkan karena orang yang sedang didampingi terlibat suatu masalah yang besar, atau sedang dalam keadaan berdosa. Asumsi lain yang berkembang di masyarakat yaitu orang merasa takut didampingi oleh seorang konselor, karena mereka takut dihakimi oleh konselor tersebut. Bila menilik kembali arti dari pendampingan, maka orang yang didampingi bukanlah merupakan obyek, melainkan berada sejajar dengan konselor dan sebagai sesama yang wajib untuk ditolong secara utuh (holistik). D. Konsep Clinebell Dunia gerejawi mengenal pendampingan pastoral hanya sebagai tugas pendeta. Pendeta dijadikan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam penggembalaan. Seiring dengan perkembangan zaman, permasalahan manusia yang semakin kompleks dan pertumbuhan jemaat yang semakin meningkat, maka paradigma tentang pendampingan pun semakin berkembang agar dapat menjawab tantangan dan kebutuhan jemaat. Clinebell memberi pernyataan, bahwa pendampingan pastoral mencakup pelayanan yang saling menyembuhkan dan menumbuhkan di dalam suatu jemaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan hidup mereka. 31 Senada dengan hal ini, Janse van Rensburg berpendapat bahwa This means that pastoral care and the other aspects of ministry, including Christian charity, 31 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, ( Yogyakarta: Kanisius, 2002 ), p 32 33

34 evangelism and actions of empowerment should be seen as aspects of the same action, being, as the expression goes, two sides of the same coin. 32 Dari pendapat kedua tokoh tersebut semakin memperkuat bahwa diperlukan orang lain yang membantu pendeta dalam melakukan pendampingan pastoral secara utuh. Demi mewujudkan pendampingan secara utuh, maka diperlukan sebuah paradigma yang menjadi landasan dalam pergerakannya. Van Beek mengemukakan beberapa anggapan tentang paradigma pendampingan pastoral yang berkembang di Indonesia, yaitu : 1. Pembinaan, yaitu tugas membentuk watak seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid Kristus yang baik. 2. Pemberitaan firman Allah, yakni pada setiap pertemuan membahas firman Allah. 3. Pelayanan sakramen, merupakan bentuk perhatian kepada setiap jemaat. 4. Pelayanan penyembuhan, terutama di kalangan karismatik merupakan pelayanan rohani yang berdampak pada penyembuhan fisik. 5. Pelayanan kepada masyarakat, yaitu pelayanan sosial dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan. 6. Penyampai interaksi antara Allah dan manusia, ini merupakan sebuah penantian suatu penyataan dari Allah. 7. Pelayanan konseling pastoral, merupakan pelayanan yang memakai teknik teknik khusus yang dipinjam dari ilmu-ilmu manusia, khususnya psikologi. 33 Berbeda dengan van Beek, Clebsch dan Jaekle memformulasikan fungsi pendampingan dalam empat bagian 34, yaitu : 32 Janse van Rensburg, J., 2010, A holistic approach to pastoral care and poverty, Verbum et Ecclesia 31(1), Art. #386, 7 pages. DOI: / ve.v31i1.386,. Education Research Complete, EBSCOhost (accessed March 11, 2011). 33 Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral William A. Clebsch, Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Perspective, ( USA: Aronson, 1964) 34

35 1. Menyembuhkan adalah fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan, dan menuntun dia ke arah yang lebih baik daripada kondisi sebelumnya. 2. Menopang yaitu menolong orang lain yang terluka untuk bertahan dan melewati suatu keadaan, yang didalamnya mengandung unsur pemulihan kepada kondisi semula atau penyembuhan dari penyakitnya tidak mungkin atau tipis kemungkinannya. 3. Membimbing berarti membantu orang-orang yang kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif, jika pilihan-pilihan tersebut dipandang sebagai yang mempengaruhi keadaan jiwanya sekarang dan yang akan datang. 4. Mendamaikan merupakan upaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan Allah. Seorang tokoh pastoral yang lain yaitu Clinebell, menambahkan fungsi mengasuh sebagai bentuk pengembangan dan pertumbuhan secara holistis. 35 Bentuk yang dikemukakan oleh Clinebell banyak dipakai oleh orang yang bergerak di bidang pendampingan untuk menciptakan model pendampingan secara holistik. Clinebell merupakan tokoh konseling pastoral yang gemar mendengungkan pendampingan pastoral holistik. Beberapa tulisannya, Clinebell menyatakan bahwa pendampingan dan konseling pastoral harus menekankan pada pembebasan dan 35 Aart van Beek, Pendampingan Pastoral 12 35

36 pertumbuhan diri manusia secara menyeluruh. Clinebell menyatakan pemikirannya dalam bukunya yang berjudul Growth Counseling bahwa ada enam dimensi dalam pertumbuhan manusia. Adapun dimensi itu meliputi inner growth enlivening One s Mind, revitalizing one s body, renewing our relationships, growth in relating to the biosphere, growth in relation to organizations and institutions, spiritual growth. 36 Clinebell berpendapat bahwa keenam dimensi ini yang merupakan dimensi yang harus ditumbuhkan dengan seimbang guna terwujudnya keutuhan dalam diri manusia. Clinebell menekankan bahwa melalui pendampingan yang dilakukan oleh gereja, jemaat dapat menemukan keutuhan di dalam hidupnya. Oleh sebab itu, Pendampingan pastoral dan konseling harus bersifat holistik (menyeluruh) artinya berusaha untuk memungkinkan penyembuhan dan pertumbuhan keutuhan manusia dalam dimensinya. Model itu berorientasi pada sistem-sistem, artinya keutuhan orang dilihat dalam keterlibatannya dalam segala hubungan-hubungannya yang penting dan saling ketergantungannnya dengan orang-orang, kelompok-kelompok dan institusi-institusi. 37 Keutuhan tersebut dapat diperoleh, apabila paradigma pendampingan pastoral ini dimengerti pula oleh pendeta. Pendeta merupakan pelatih yang bertanggung jawab untuk memampukan anggota jemaat saling melayani, di samping menjalankan pelayanannya diri sendiri yang unik dan berharga. 38 Jemaat yang dilatih dan diperlengkapi membuat gereja tersebut hidup, serta dapat memaksimalkan potensi yang ada di dalam jemaat. 36 Howard Clinebell, Growth Counseling, (Nashville:Abingdon, 1982),19 37 Howard Clinebell,ed.Anne Homes, Tipe Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 2002),33 38 ibid 36

37 Clinebell mengemukakan, bahwa keenam aspek dalam kehidupan manusia tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu aspek belum dapat terpenuhi, maka akan berdampak pada laju pertumbuhan hidup seseorang. Pendampingan pastoral yang dilakukan gereja dimaksudkan membantu seseorang untuk dapat menemukan keutuhan dalam kehidupan. Oleh sebab itu, penanganan yang dilakukan oleh gereja harus meliputi keenam aspek hidup manusia. Clinebell membuat formulasi dalam bentuk diagram berkenaan dengan peranan gereja dalam melayani jemaatnya. Berikut gambaran dari Clinebell : 1.2 Diagram holistik Teori Clinebell menyatakan bahwa pendampingan pastoral holistik merupakan tugas dari gereja, yang membawa keutuhan dalam kehidupan manusia. 37

Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang)

Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang) Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang) Tesis Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB II GEREJA DAN PASTORAL

BAB II GEREJA DAN PASTORAL BAB II GEREJA DAN PASTORAL 2.1. Pengertian Gereja Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada ditengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PASTORAL HOLISTIK: SEBUAH USULAN KONSEPTUAL PEMBINAAN WARGA GEREJA

PENDAMPINGAN PASTORAL HOLISTIK: SEBUAH USULAN KONSEPTUAL PEMBINAAN WARGA GEREJA PENDAMPINGAN PASTORAL HOLISTIK: SEBUAH USULAN KONSEPTUAL PEMBINAAN WARGA GEREJA Fibry Jati Nugroho Sekolah Tinggi Teologi Sangkakala Getasan, Kab. Semarang E-mail: fibryjatinugroho@gmail.com ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi. BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA 4.1 Pelayanan holistik di Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen

BAB IV ANALISA 4.1 Pelayanan holistik di Gereja Pentakosta di Indonesia Pondok Diakonia Yayasan Sosial Harapan Bawen BAB IV ANALISA Pada Bab IV ini, penulis akan menganalisis bagaimana pelayanan holistik yang dilakukan oleh gereja terhadap anak autis dengan menggunakan teori yang ada bab II serta model yang ditemukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing

Lebih terperinci

Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat

Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat FAKULTAS TEOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013 Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat TESIS: Diajukan kepada: Program

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL Lenda Dabora Sagala STT Simpson Ungaran Abstrak Menghadapi perubahan sosial, Pendidikan Agama Kristen berperan dengan meresponi perubahan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 04Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Kristen Protestan GEREJA SESUDAH ZAMAN PARA RASUL (2) Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro,M.M. A. Latar Belakang Dalam kepercayaan Iman Kristen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan berkembangnya jaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Maka kehidupan manusia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka berikut ini penulis mencoba memaparkan beberapa kesimpulan serta mengusulkan beberapa saran, yaitu : 5.1 KESIMPULAN GKJ (Gereja

Lebih terperinci

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M RAMBU SOLO SEBAGAI TINDAKAN PASTORAL TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) OLEH: Yekhonya F.T. Timbang 75 2011 033 Pembimbing:

Lebih terperinci

GEREJA DAN POLITIK. Tesis

GEREJA DAN POLITIK. Tesis GEREJA DAN POLITIK STUDI MENGENAI SIKAP POLITIK GEREJA TORAJA TERHADAP PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN TANA TORAJA Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT?

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? JTA 4/6 (Maret 2002) 15-24 KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? Agung Gunawan D i pertengahan tahun 30an, ada beberapa pemimpin gereja mulai tertarik dalam bidang konseling untuk dipakai di dalam pelayanan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG Pada Bab ini, penulis akan menggunakan pemahaman-pemahaman Teologis yang telah dikemukakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat dalam Menyelesaikan Stratum

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama kata gereja yang diberikan oleh banyak kamus, khususnya kamus daring (online),

Lebih terperinci

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Dalam hidup ini mungkinkah kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki kebanggaan-kebanggaan yang tidak bernilai kekal? Mungkinkah orang Kristen

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA

TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA DI SUSUN OLEH ENDANG AYU PURWANINGTYAS (752013020) MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN

BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN Setiap manusia pasti mengalami kematian, hal ini karena kematian merupakan bagian dari hidup manusia yang tidak bisa dihindari. Walaupun setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perasaan khawatir pada umumnya dikenal sebagai perasaan takut atau cemas. Tetapi perasaan khawatir akan lebih tepat apabila dimaknai sebagai perasaan cemas

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai jemaat dewasa di GKJ, pasti mengenal tentang istilah pamerdi. 1 Jemaat awam menganggap bahwa pamerdi adalah semacam perlakuan khusus yang diberikan kepada

Lebih terperinci

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS Gereja Tubuh Kristus GEREJA YESUS SEJATI Pusat Indonesia Jl. Danau Asri Timur Blok C3 number 3C Sunter Danau Indah Jakarta 14350 Indonesia Telp. (021) 65304150, 65304151 Faks.

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

Renungan Harian Kampus

Renungan Harian Kampus Renungan Harian Kampus (Pandangan Mahasiswa Fakultas Teologi UKSW tentang Renungan Harian Kampus Tahun 2012 sebagai Sarana Pengembangan Spiritualitas) Oleh, IZAAC ALFONS 712009024 TUGAS AKHIR Dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

FINDING YOUR LIFE PURPOSE #3 - MENEMUKAN TUJUAN HIDUPMU #3 GROWING IN THE FAMILY OF GOD BERTUMBUH DALAM KELUARGA ALLAH

FINDING YOUR LIFE PURPOSE #3 - MENEMUKAN TUJUAN HIDUPMU #3 GROWING IN THE FAMILY OF GOD BERTUMBUH DALAM KELUARGA ALLAH FINDING YOUR LIFE PURPOSE #3 - MENEMUKAN TUJUAN HIDUPMU #3 GROWING IN THE FAMILY OF GOD BERTUMBUH DALAM KELUARGA ALLAH PEMBUKAAN: Hari ini saya ingin melanjutkan bagian berikutnya dalam seri khotbah Menemukan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147 IV. PERAN MAJELIS JEMAAT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PEMBERDAYAAN WARGA JEMAAT 4.1 Pemberdayaan sebagai Pembangunan Gereja Dalam Tata Gereja GKI Pemberdayaan berarti memampukan, memberi kesempatan, dan mengijinkan,

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014 PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014 KEPEMIMPINAN PENDETA BERETNIS TIONGHOA (Studi Kasus Pada Gereja-gereja Aliran Pentakosta di Kota Salatiga)

Lebih terperinci

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PENDAHULUAN Allah tertarik pada anak-anak. Haruskah gereja berusaha untuk menjangkau anak-anak? Apakah Allah menyuruh kita bertanggung jawab terhadap anak-anak?

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

UKDW. Bab I PENDAHULUAN Bab I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 1.1 Krisis Dalam Pelayanan Jemaat Dalam kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan. Krisis dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam

Lebih terperinci

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS BAB V REFLEKSI TEOLOGIS Menurut Kejadian 1:27, 1 pada dasarnya laki-laki dan perempuan diciptakan dengan keunikan masing-masing. Baik laki-laki dan perempuan tidak hanya diberikan kewajiban saja, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan

Lebih terperinci

REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA

REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : 34 40 DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA Tesis Diajukan kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1.

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1. BAB V PENUTUP Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1. Kesimpulan Teologi pluralisme agama memang simpatik karena ingin membangun teologi

Lebih terperinci

TESIS. Diajukan Kepada Magister Sosiologi Agama Fakultas Teologi UKSW untuk Memperoleh Gelar Magister Sains. Nirmala Ch. W. Sinaga

TESIS. Diajukan Kepada Magister Sosiologi Agama Fakultas Teologi UKSW untuk Memperoleh Gelar Magister Sains. Nirmala Ch. W. Sinaga MAMBERE NAMALUM UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA SEBAGAI PENDAMPINGAN DAN KONSELING PASTORAL BERBASIS BUDAYA TESIS Diajukan Kepada Magister Sosiologi Agama Fakultas Teologi UKSW untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA KONFLIK INTERNAL GEREJA (Studi Kasus Terhadap Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Konflik Internal Antara

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah serius yang sedang diperhadapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi mulai dari yang bersifat

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,

Lebih terperinci

PENGARUH KEARIFAN LOKAL TERHADAP SIKAP ETNIS NIAS DALAM MENGHADAPI PARA PENDATANG DI KOTA GUNUNGSITOLI

PENGARUH KEARIFAN LOKAL TERHADAP SIKAP ETNIS NIAS DALAM MENGHADAPI PARA PENDATANG DI KOTA GUNUNGSITOLI PENGARUH KEARIFAN LOKAL TERHADAP SIKAP ETNIS NIAS DALAM MENGHADAPI PARA PENDATANG DI KOTA GUNUNGSITOLI TESIS Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 01Fakultas Psikologi GEREJA DAN HAKIKATNYA Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Program Studi Psikologi HAKEKAT GEREJA A.pengertian Gereja Kata Gereja berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Rasa sakit ternyata tidak hanya dipahami sebagai alarm bagi tubuh kita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa teologi (frater) pada beberapa rumah

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order HARI 1 JEJAK-JEJAK PEMURIDAN DALAM SURAT 1-2 TIMOTIUS Pendahuluan Surat 1-2 Timotius dikenal sebagai bagian dari kategori Surat Penggembalaan. Latar belakang

Lebih terperinci

Kuasa Persekutuan Kecil

Kuasa Persekutuan Kecil April 2010 1 Kisah Para Rasul 2:44; 5:12-16 Kuasa Persekutuan Kecil Dapat memahami tentang Care Group. Dapat hidup dalam komunitas/icare Group IFGF GISI Mukjizat dan tanda menyertai kehidupan jemaat mula-mula

Lebih terperinci

Gereja Menyediakan Persekutuan

Gereja Menyediakan Persekutuan Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Sehat merupakan dambaan dari semua orang. Dengan sehat orang dapat melakukan segala aktivitas untuk mencapai apa yang diinginkan. Bahkan secara makro negara

Lebih terperinci

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH Wagner-Modified Houts Questionnaire (WMHQ-Ed7) by C. Peter Wagner Charles E. Fuller Institute of Evangelism and Church Growth English offline version: http://bit.ly/spiritualgiftspdf

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA

LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Teologi untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol) Oleh David Sarman H Pardede Nim

Lebih terperinci

TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017

TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat GIDEON Kelapadua Depok TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017 h a l, 1 PERSIAPAN Doa pribadi warga jemaat Pengenalan lagu-lagu

Lebih terperinci

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang SUPLEMEN MATERI KHOTBAH PELKAT 10 11 MARET 2017 Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah Tanggal Penulisan: 80-95 M Latar Belakang YOHANES 4 : 27 54 Injil Yohanes adalah unik di antara keempat Injil.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci