PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR"

Transkripsi

1 PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan melakukan telaah dampak yang terjadi, dalam bentuk dokumen AMDAL. Dokumen tersebut merupakan salah satu bentuk studi kelayakan dari sudut pandang aspek lingkungan. Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diikuti dengan peraturan perundangundangan dibawahnya yang lebih rinci, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1996 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan kajian AMDAL guna mengantisipasi terjadinya dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positifnya. Kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang berkepentingan dengan adanya rencana usaha/kegiatan tersebut dapat memberikan saran/pendapat guna memperbaiki dokumen ini. Jakarta, November 2007 General Manajer PPGM, Suryasumirat i

2 PT. PERTAMINA EP - PPGM DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii v viii x BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I Tujuan dan Manfaat I Tujuan Manfaat Peraturan I-3 BAB 2. RUANG LINGKUP STUDI 2.1. Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah dan Alternatif Komponen Rencana Kegiatan II Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah II Status Studi AMDAL II Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang II-2 Setempat Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak II Uraian Umum Rencana Kegiatan II Rencana Kegiatan yang Diduga Akan Menimbulkan II-36 Dampak Kegiatan-Kegiatan yang ada di Sekitar Rencana Lokasi Kegiatan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan II Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal II Komponen Geo-Fisik-Kimia II Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan II Fisiografi dan Geologi II Hidrologi dan Kualitas Air II Kondisi Hidro-Oseanografi II Ruang, Lahan dan Tanah II Transportasi II Komponen Biologi II Biota Darat II Biota Air II Komponen Sosial II Kependudukan II Sosial Ekonomi II Sosial Budaya II-119 ii

3 PT. PERTAMINA EP - PPGM Komponen Kesehatan Masyarakat II Sumberdaya Kesehatan II Derajat Kesehatan Masyarakat II Kesehatan Lingkungan II Pelingkupan II Proses Pelingkupan II Hasil Pelingkupan II Dampak Penting Hipotetik II Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian II-167 BAB 3. METODE STUDI 3.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data III Komponen Geo-Fisik-Kimia III Iklim, Kualitas udara Ambien, Kebisingan, Kebauan dan III-2 Getaran Iklim III Kualitas udara, kebisingan dan kebauan III Fisiografi dan Geologi III Hidrologi dan Kualitas Air III Hidrologi III Kualitas Air III Hidro-Oseanografi III Ruang, Lahan dan Tanah III Transportasi Darat III Komponen Biologi III Biota Air Tawar III Plankton III Benthos III Nekton III Biota Air Laut III Terumbu Karang III Nekton III Vegetasi Alami dan Budidaya III Satwa Liar III Komponen Sosial III Demografi III Sosial Ekonomi III Sosial Budaya III Komponen Kesehatan Masyarakat III Metode Prakiraan Dampak Penting III Prakiraan Besaran Dampak III Prakiraan Sifat Penting Dampak III Metode Evaluasi Dampak Penting III-63 iii

4 PT. PERTAMINA EP - PPGM BAB 4. PELAKSANA STUDI 4.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL IV Pemrakarsa IV Identitas Penyusun AMDAL IV Biaya Studi IV Waktu Studi IV-4 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

5 PT. PERTAMINA EP - PPGM DAFTAR TABEL 1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar Pelaksanaan Studi I-4 AMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah 2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasarana dan Sarana Lain II Komposisi Gas Hasil Produksi Gas Blok Matindok (dalam % mol) II Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok II Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok II Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pemboran Per Sumur II-37 Pengembangan 2.6. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan BS dan GPF II Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Transmisi Gas II Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangungan GPF II Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Kilang LNG II Peralatan Konstruksi Kilang LNG II Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Operasional dalam Satu Unit II-58 GPF Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Penyaluran Gas dan Kondensat II Emisi Udara Kilang LNG II Data Iklim Wilayah Studi II Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan II-75 Kebauan Konversi ISPU Menjadi Skala Kualitas Lingkungan II Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan II Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara & Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan II Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan II Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Tanah II Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk II Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk II Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Sungai II Hasil Analisis Kualitas Air Sungai II Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai II Debit Harian Rata-Rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai II Konstanta Pasut Yang Diperoleh Dari Pengukuran 15 Hari II Jumlah Penduduk Menurut Rasio dan Jenis Kelamin di Wilayah Studi Tahun 2004 II Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi di Wilayah II-108 Studi Tahun 2004 v

6 PT. PERTAMINA EP - PPGM 2.30 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan di Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 II Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Per Kecamatan di II-110 Wilayah Studi Tahun Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Pekerjaan per II-111 Kecamatan di Wilayah Studi Tahun Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas Dasar Harga Berlaku II-114 Menurut Lapangan Usaha Tahun (juta rupiah) Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas Dasar II-115 Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun (%) Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 II Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Kecamatan di Wilayah studi Tahun 2004 II Jumlah sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana dan Status Kepemilikan di Kab. II-123 Banggai Tahun Banyaknya Dokter Menurut Kecamatan di Kab. Banggai Tahun 2003 II Persentase Sepuluh Besar Penyakit di Kab. Banggai Tahun 2003 II Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik Rencana Kegiatan Proyek II-166 Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial Rencana Kegiatan Pengembangan II-169 Gas Matindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi Kegiatan Pengembangan Gas II-170 Matindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah 3.1. Penggolongan Tipe Iklim III Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data untuk Kualitas Udara, III-7 Kebisingan dan Kebauan 3.3. Aspek-aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang Erat Antara Topografi, III-8 Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif 3.4. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi III Parameter, serta Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidrologi III Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan diukur (Sesuai PERMENKES III /MENKES/SK/VII/2002) 3.7. Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan diukur (Sesuai PP RI No. 82 Tahun III ) 3.8. Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi Metode Pengujian Kualitas Air III Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan (Sesuai dengan III-20 KEPMENLH No. 51 Tahun 2004) Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidro-Oseanografi III Perbandingan Koefisien Pecah Gelombang dan Faktor Skala Pecah Gelombang III Faktor Penyesuaian Lebar Jalur III Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan Dengan Bahu (FCsf) III Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan dengan Kereb (FCsf) III Faktor Penyesuaian Ukuran Kota III Faktor Penyesuaian Distribusi Arah (Jalan tanpa median) III Kapasitas Dasar (Co) III Skala Kualitas Lingkungan Penutupan Terumbu Karang III Metode Sampling/Analisis Data dan Peralatan Untuk Pengamatan Komponen III-36 Biologi Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Sosial III-37 vi

7 PT. PERTAMINA EP - PPGM Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Demografi, Sosial Ekonomi III-42 dan Sosial Budaya Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Kesehatan Masyarakat III Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kesehatan Masyarakat III Komponen/Parameter Lingkungan, Metode Pengumpulan dan Lokasi III-46 Pengambilan Data Ringkasan Hasil Analisis Data dan Skala Kualitas Lingkungan Awal Masingmasing III-54 Parameter Lingkungan Yang Terkena Dampak Metode Prakiraan Besaran Dampak Untuk Masing-Masing Parameter Lingkungan III-55 Pada Jenis-Jenis Dampak Hipotetik Ringkasan Hasil Prakiraan Besaran Dampak Rencana Kegiatan Proyek III-57 Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Pembobotan Paramater Penentu Tingkat Kepentingan Dampak III Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak III Ringkasan Hasil Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek III-62 Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting III Susunan Tim Pelaksana Studi AMDAL IV Jadwal Rencana Penyusunan Studi AMDAL PT. Pertamina EP-Matindok Sulawesi Tengah IV-5 vii

8 PT. PERTAMINA EP - PPGM DAFTAR GAMBAR 2.1. Peta Rencana Lokasi Kegiatan PPGM II Peta RTRW Kabupaten Banggai yang Termasuk Dalam Wilayah Studi II Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1 II Skema Rencana Pengembangan Tahap 2 II Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026 II Stratigrafi Regional Cekungan Banggai Sula, Lengan Timur Sulawesi II Lokasi Block Station Donggi dan Flowline II Lokasi Block Station Matindok dan Flowline II Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline II Lokasi Block Station Sukamaju dan Flowline II Lokasi Block Station Minahaki dan Flowline II Flowline Diagram II Diagram Alir Block Station/Gathering Station II Skema Kerja Dehydration Plant II Diagram Alir Acid Gas Removal Unit II PFD Acid Removal dan Sulvur Recovery Unit (Claus Process) II Disain Peletakan Pipa Sejajar Jalan Raya II Disain Peletakan Typical Highway Crossing II Disain Peletakan Typical River Crossing Di Bawah Dasar Sungai II Peta Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan II Peta Geologi Daerah Batui II Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900 II Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan II Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali II Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi II Mawar Gelombang Maksimum II Mawar Arus Pasang Surut II Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Banggai II Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat II Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan Pengembangan Gas II-131 Matindok PT Pertamina di Kab. Banggai Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Rencana Kegiatan Pengembangan gas II-132 Matindok PT Pertamina di Kab. Banggai Peta Batas Wilayah Studi AMDAL II Poligon Thiessen III Grafik Penentuan Tipe Hujan Menurut Schmidt dan Fergusson (1951) III Peta Rencana Pengambilan Sampel III- 45 viii

9 PT. PERTAMINA EP - PPGM DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Pengumuman Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Berita Acara Konsultasi Masyarakat Proyek Pengembangan Gas Matindok Foto-foto Kegiatan Konsultasi Masyarakat Daftar Peralatan Berat dan Ringan Peta Peta Kuesioner Komponen Sosial dan Kesehatan Masyarakat Riwayat Hidup Penyusun Dokumen AMDAL Lain-lain (Kep. MPE No. 300K/38/MPE/1997, Codes and Standards) Gambar-Gambar Pelabuhan Khusus Kilang LNG Gambar Diagram Alir Kilang LNG Donggi-Senoro yang Disederhanakan List of Code, Standard, and Reference Skala Kualitas Lingkungan Tanggapan Notulensi Rapat Tim Teknis dan Komisi Penilai AMDAL Pusat Pembahasan KA-ANDAL PPGM Surat Persetujuan KA. ANDAL ix

10 Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut, dibentuk Pengelola yaitu Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM). Pada saat penyusunan dokumen ini, peran PT PERTAMINA mengalami perubahan sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, di mana tugas manajemen Kegiatan Minyak dan Gas Bumi Hulu dipindahkan dari Pertamina menjadi tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tersebut PT PERTAMINA (Persero) membentuk anak perusahaan yaitu PT Pertamina-EP yang khusus menangani dalam Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PT Pertamina - EP dibentuk berdasarkan Akta Notaris nomor 4 pada tanggal 13 September I-1

11 PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta akan berperan penting dalam mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara pengekspor LNG terbesar di dunia. Pembangunan PPGM sangat tepat waktu karena akan meningkatkan kontribusi sektor minyak dan gas bumi dalam menyumbangkan devisa bagi negara dan kemungkinan sebagian untuk substitusi BBM dalam negeri. LNG Arun yang terdapat di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sedang mengalami penurunan produksi. Oleh karena itu, Proyek LNG ini akan memperkuat produksi LNG Indonesia yang dapat dipasarkan dan akan menjadi pusat ekspor LNG keempat di Indonesia. PPGM diharapkan akan beroperasi pada tahun Proyek Pengembangan Gas Matindok merupakan kegiatan pembangunan fasilitas yang lengkap mulai dari memproduksi gas bumi dari sumur yang telah dieksplorasi maupun dari rencana sumur pengembangan yang berasal dari 5 lapangan gas bumi, yaitu: lapanganlapangan gas Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju, dan Minahaki. Kemudian gas tersebut disalurkan melalui pipa menuju kilang LNG, untuk kemudian gas tersebut dipasarkan melalui pelabuhan menggunakan kapal tanker LNG. Kemampuan produksi gas dari Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat ± 850 bopd, dan air yang terikut diproduksikan diperkirakan ± 2500 bwpd, dengan prakiraan umur produksi 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas yang ada dan hasil kajian keekonomian pengembangan lapangan. Gas yang diproduksi mengandung CO 2 ± 2,5%, Total Sulfur ± ppm dan kemungkinan juga mengandung unsur yang lainnya TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Tujuan Proyek ini adalah memproduksi gas bumi, menyalurkan gas ke kilang LNG, memproses gas menjadi Liquid Natural Gas (LNG), serta mengangkut LNG dan hidrokarbon cair (kondensat) ke pasaran. Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu maka PPGM merencanakan akan melakukan kegiatan pengembangan Sumur Gas, pembangunan Block Station (BS) atau Fasilitas Pemrosesan Gas (Gas Processing Facility, disingkat GPF), pemasangan Pipa Penyalur Gas dan pembangunan Fasilitas Kilang LNG, termasuk fasilitas pelabuhan laut khusus. Pelabuhan laut khusus tersebut direncanakan akan dibangun pada dua alternatif lokasi yaitu di daerah Kecamatan Batui dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. I-2

12 Manfaat Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini sangat bermanfaat secara ekonomi, sosial dan teknologi bagi kepentingan lokal, regional, dan nasional. Manfaat PPGM itu antara lain: 1. Tersedianya Gas, Liquid Natural Gas (LNG), hidrokarbon cair (kondensat) dan belerang (sulphur) 2. Peningkatan pendapatan bagi Kabupaten Banggai (tingkat lokal), Provinsi Sulawesi Tengah (tingkat regional) dan tingkat nasional melalui pajak dan royalti dari hasil penjualan LNG, kondensat dan belerang (sulphur). 3. Memberikan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal, regional dan nasional 4. Peningkatan kemampuan bangsa dalam penguasaaan teknologi produksi gas. Selain bermanfaat secara ekonomi, sosial dan teknologi, pelaksanaan Proyek Pengembangan Gas Matindok ini diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap beberapa komponen lingkungan hidup. Oleh karena itu PT Pertamina EP PPGM bermaksud melaksanakan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sebelum dilakukan pembangunan fisik di lapangan. Hal ini sesuai dengan komitmen perusahaan untuk berpartisipasi mewujudkan perlindungan terhadap lingkungan pada setiap kegiatan yang dilakukan. Disamping itu, terkait dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Hasil studi AMDAL pada dasarnya berupa informasi tentang berbagai komponen kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting yang bersifat positif dan negatif, penilaian kelayakan lingkungan dari rencana kegiatan tersebut PERATURAN Di bawah ini adalah daftar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan rencana kegiatan dan peraturan sebagai dasar pelaksanan studi AMDAL (Tabel 1.1). I-3

13 Tabel 1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar Pelaksanaan Studi AMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah A. Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan 1. Undang-Undang No. 5 Pokok-pokok Agraria Terkait dengan pengadaan lahan Tahun Undang-Undang No. 4 Perikanan Terkait dengan kegiatan pemasangan pipa di Tahun 1985 dasar laut 3. Undang-Undang No. 5 Konservasi Sumberdaya Alam Terkait dengan keberadaan berbagai ekosistem Tahun 1990 Hayati dan Ekosistemnya alam dan adanya Cagar Alam Bangkiriang di sekitar rencana kegiatan 4. Undang-Undang No. 14 Lalulintas dan Angkutan Jalan Penggunaan jalan Provinsi dan jalan-jalan umum Tahun 1992 untuk kegiatan proyek 5. Undang-Undang No. 21Pelayaran Terkait dengan adanya rencana pengangkutan Tahun 1992 LNG dengan moda kapal laut 6. Undang-Undang No. 23 Kesehatan Terkait dengan pemeliharaan kesehatan pekerja Tahun 1992 dan masyarakat sekitar rencana kegiatan 7. Undang-Undang No. 26 Penataan Ruang Terkait dengan kesesuaian lokasi rencana Tahun 2007 kegiatan dengan tata ruang 8. Undang-Undang No. 5 Pengesahan Konvensi Internasional Terkait dengan upaya pengelolaan keanekaragaman Tahun 1994 mengenai Keanekaragaman Hayati hayati yang ada di beberapa bagian lokasi proyek 9. Undang-Undang No. 1 Perseroan Terbatas Terkait dengan status hukum institusi Tahun 1995 pemrakarsa 10. Undang-Undang No. 23 Pengelolaan Lingkungan Hidup Terkait dengan arti penting Studi AMDAL Tahun Undang-Undang No. 41 Kehutanan Terkait dengan keberadaan lahan yang akan Tahun 1999 digunakan oleh proyek yang dikuasasi oleh Departemen Kehutanan dan perkebunan 12. Undang-Undang No. 22 Minyak dan Gas Bumi Terkait dengan operasional usaha peminyakan Tahun 2001 dan gas bumi 13. Undang-Undang No. 65 Pajak Daerah Terkait dengan kewajiban pemrakarsa untuk Tahun 2001 membayar pajak untuk daerah 14. Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 Ketenagakerjaan Terkait dengan tatacara dan pengaturan rekrutmen dan hak serta kewajiban pemrakarsa terhadap tenaga kerja 15. Undang-Undang No. 19 Badan Usaha Milik Negara Terkait dengan status pemrakarsa sebagai Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara 16. Undang-Undang No. 7 Sumberdaya Air Terkait dengan hubungan Pemrakarsa menggunakan Tahun 2004 sungai untuk kegiatan pemboran gas 17. Undang-Undang No. 16 Perikanan Terkait dengan hubungan pemrakarsa menggunakan Tahun 2004 air laut sebagai tempat pelabuhan gas 18. Undang-Undang No. 32 Pemerintahan Daerah Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengan Tahun 2004 kewenangan pemerintah daerah sebagai daerah 19. Undang-Undang No. 33 Perimbangan Keuangan antara Tahun 2004 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah otonom Terkait dengan pengaturan kewajiban pemrakarsa untuk membayar pajak untuk daerah dan pemerintah pusat I-4

14 B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang 1. PP No. 19 Tahun 1973 Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Terkait dengan tata cara pengaturan dan pengawasan untuk keselamatan kerja di bidang pertambangan Pertambangan 2. PP No. 35 Tahun 1991 Sungai Terkait dengan keberadaan banyak sungai yang terpotong oleh pemasangan pipa dan penggunaan air sungai dalam kegiatan proyek. 3. PP No. 41 Tahun 1993 Angkutan Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasan moda angkutan darat yang digunakan dalam proyek 4. PP No. 43 Tahun 1993 Prasarana dan Lalulintas Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasan prasarana dan lalulintas kendaraan darat yang digunakan dalam proyek 5. PP No. 47 Tahun 1997 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 6. PP No. 62 Tahun 1998 Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang Kehutanan Kepada Daerah Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang Terkait adanya kemungkinan penyerahan sebagian urusan pemerintah di bidang kehutanan kepada daerah yang terkait dengan rencana kegiatan 7. PP No. 68 Tahun 1998 Konservasi Sumberdaya Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Terkait dengan upaya konservasi di sekeliling wilayah studi 8. PP No. 85 Tahun 1999 Perubahan PP. No. 18 Tahun 1999 Terkait dengan pengaturan dan pengawasan Tentang Pengelolaan Limbah limbah B3 yang dihasilkan oleh rencana Bahan Berbahaya dan Beracun kegiatan 9. PP No. 19 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Pengaturan dan pengendalian pencemaran dan/ dan/atau Perusakan Laut atau perusakan laut yang terkait dengan kegiatan di pantai 10. PP No. 27 Tahun 1999 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Terkait dengan arti penting pelaksanaan studi AMDAL 11. PP No. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara Terkait dengan pengaturan dan pengendalian pencemaran udara yang mungkin ditimbulkan oleh rencana kegiatan 12. PP No. 82 Tahun 1999 Angkutan di Perairan Pengaturan dan pengawasan tentang lalulintas kapal laut yang digunakan dalam rencana kegiatan 13. PP No. 81 Tahun 2000 Kenavigasian Terkait dengan operasional dermaga 14. PP No. 150 Tahun PP No. 74 Tahun 2001 Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Terkait dengan pengaturan dan pengendalian kerusakan tanah yang ditimbulkan oleh proyek untuk produksi biomasa Terkait dengan pengaturan, penanganan dan pengawasan limbah B3 yang dihasilkan oleh rencana kegitan I-5

15 B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang 16. PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 17. PP No. 42 Tahun 2002 Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Terkait dengan pengaturan dan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air oleh rencana kegiatan, terutama pada tahap operasional. Terkait dengan hak dan kewajiban Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam pembinaan kegiatan migas oleh pemrakarsa. 18. PP No. 51 Tahun 2002 Perkapalan Terkait dengan operasional dermaga 19. PP No. 20 Tahun 2006 Irigasi Pengaturan dan pengawasan terhadap pemboran yang akan mencemari irigasi masyarakat 20. PP No. 109 Tahun Penanggulangan Keadaan Darurat Terkait dengan upaya penanggulangan 2006 Tumpahan Minyak di Laut tumpahan minyak di laut 21. PP No. 6 Tahun 2007 Tata Hutan dan Penyusunan Pengaturan yang terkait dengan adanya Rencana Pengelolaan, Pemanfaatan penggunaan sebagian kawasan hutan untuk dan Penggunaan Kawasan Hutan kegiatan migas 22. PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerin-tahan antara Pemerintah, Pemerintah Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengan kewenangan Pemerintah Daerah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota C. Keputusan Presiden Republik Indonesia 1. Keppres No. 18 Tahun Keppres No. 46 Tahun Keppres No. 32 tahun Keppres No. 43 Tahun Keppres No. 102 Tahun Perpres No. 65 Tahun 2006 Tentang Ratifikasi International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (CLC 1969) Pengesahan Convention for the Prevention of Pollution from Ships (Marpol 1973/1978 Annex I & II) Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Terkait dengan pengaturan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak Terkait dengan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran air laut yang diakibatkan oleh kegiatan lalulintas kapal laut Pengelolaan Kawasan Lindung Terkait dengan pengaturan pengelolaan kawasan lindung yang terpengaruh oleh rencana kegiatan. Konservasi Energi Terkait dengan upaya-upaya konservasi energi yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam operasionalisasi proyek. Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Terkait dengan pengaturan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak Pengaturan dan pengawasan pengadaan tanah bagi pemrakarsa yang terkait untuk kepentingan umum. I-6

16 D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan 1. Kep.Men Perhubungan Pengadaan Fasilitas Penampungan Terkait adanya kewajiban pemrakarsa untuk No. 215/N.506/PHB-87 Limbah dari Kapal mengadakan fasilitas penampungan limbah dari 2. Kep.Men.Neg Kependudukan dan Lingkungan Lingkungan Pedoman Penetapan Baku Mutu Hidup No. 02/MEN KLH/I/ Kep.Men.Hub. No. KM Usaha Salvage dan/atau Pekerjaan 23 Tahun 1990 Bawah Air (PBA) 4. Kep.Men Perhubungan Pencegahan Pencemaran Minyak No. KM 86 Tahun 1990 dari Kapal-kapal 5. Kep. MPE No. 06P/0746/M.PE/ Kep. MNLH No. Kep- 35/ MENLH/10/1993 Pemeriksaan Keselamat-an Kerja Untuk Instalasi, Peralatan, dan Teknis Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor 7. Kep.Men PU No. Batas Badan Sungai, Per-untukan 63/PRT/ 1993 Sungai, Daerah Pengawasan Sungai dan Bekas Sungai 8. Kep.Men Hub No. KM Tata Cara Pemeriksaan Teknik dan 67/ 1993 Laik Jalan Kendaraan Bermotor di Jalan 9. Kep.Men Hub No. KM Penyelenggaraan Angkutan Barang 69/ 1993 di Jalan 10. Kep. MPE No. 103.K/ 008/ MEM/ Kep.Men LH No. 13/ MENLH/1995 Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan Dalam Bidang Pertambangan dan Energi Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak 12. Kep. MNLH No. Kep- Baku Tingkat Kebisingan 48/ MENLH/ 11/1996 kapal-kapal. Terkait dengan batas Baku Mutu Lingkungan untuk berbagai parameter lingkungan yang harus diacu oleh pemrakarsa Terkait dengan pekerjaan pemasangan pipa Terkait dengan upaya-upaya pengaturan, pengawasan dan pencegahan terjadinya pencemaran minyak dari kapal-kapal. Adanya kewajiban untuk melakukan pemeriksaan keselamatan kerja untuk instalasi, peralatan dan teknis secara rutin. Adanya batasan emisi gas buang bagi kendaraan bermotor yang digunakan oleh pemrakarsa Terkait dengan pengaturan dan pengawasan penggunaan badan dan air sungai yang digunakan oleh pemrakarsa Terkait dengan pemeriksaan kelaikan jalan kendaraan bermotor yang digunakan oleh pemrakarsa Adanya pedoman yang harus diikuti oleh pemrakarsa dalam penyelenggaraan angkutan barang di jalan RKL dan RPL nanti akan dilaksanakan dan dilaporkan dengan tertib oleh pemrakarsa, karena pelaksanaan dan laporan itu akan selalu dievaluasi oleh institusi pembina kegiatan migas. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak ini akan diacu dalam setiap operasi alat non mobil yang mengeluarkan emisi Baku mutu tingkat kebisingan ini akan diacu dalam setiap operasi alat yang mengeluarkan kebisingan I-7

17 D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan 13. Kep. MNLH No. Kep- Baku Mutu Tingkat Getaran 49/ MENLH/ 11/ Kep. MNLH No. Kep- Kebauan 50/ MENLH/ 11/ Kep. MPE No. Keselamatan Kerja Pipa Penyalur 300.K/38/ M/ PE/ 1997 Minyak dan Gas Bumi 16. Kep. MESDM No Pedoman Teknis Pengelolaan K/ 38/MEM/2000 Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi 17. Kep.Men.Neg. LH No. 4 Tahun 2001 Kriteria Baku & Pedoman Penentuan Kerusakan Terumbu Karang 18. Kep.Men.Hub. No. KM Tatanan Kepelabuhanan 53 Tahun Kep.Men.Hub. No. KM Pengelolaan Pelabuhan Khusus 55 Tahun Kep.Men.Hub. No. KM Organisasi Tata Kerja Kantor 63 Tahun 2002 Pelabuhan (KANPEL) 21. Kep.Men.Kes. No. 876/ Pedoman Analisis Dampak Men.Kes/SK/VII/2001 Kesehatan Lingkungan 22. Permen Kesehatan No. Syarat-syarat dan Penga-wasan 416 Tahun 1990 Kualitas Air Bersih 23. Kep. MNLH No. 112 Baku Mutu Air Limbah Domestik Tahun Kep. MNLH No. 128 Tatacara dan Persyaratan Teknis Tahun 2003 Pengelolaan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis 25. Kep. MNLH No. 129 Baku Mutu Emisi Usaha dan atau Tahun 2003 Kegiatan Minyak dan Gas Bumi 26. Per.Men.Hut No. Kolaborasi Pengelolaan Kawasan 19/Men.Hut-11/2004 Suaka Alam dan Pelestarian Alam 27. Per.Men.Hub. No. KM 7 Sarana Bantu Navigasi Pelayanan Tahun 2005 (SBNP) 28. Kep.Men.LH No. 51 Baku Mutu Air Laut Tahun Kep.MN.LH No. 45 Pedoman Penyusunan Laporan Tahun 2005 Pelaksanaan RKL dan RPL 30. Per. Men. Negara Pedoman Penyusunan Analisis Lingkungan Hidup Mengenai Dampak Lingkungan No. 08 Tahun 2006 Hidup. 31. Kep.Men. PU No. 63 PRT Tahun 1993 Batas Badan Sungai, Peruntukan Sungai, Daerah Pengawasan Sungai dan Bekas Sungai Baku mutu tingkat ini akan diacu dalam setiap operasi alat atau kegiatan penyebab getaran. Baku mutu kebauan ini akan diacu dalam setiap operasi kegiatan yang menimbulkan kebauan. Pedoman ini akan dijadikan acuan bagi pemrakarsa dalam pemasangan pipa Pedoman ini akan menjadi pertimbangan penting dalam penyusunan Dokumen AMDAL Terumbu karang merupakan salah satu komponen lingkungan hidup yang terkena dampak kegiatan Terkait dengan operasional dermaga Terkait dengan operasional dermaga Terkait dengan operasional dermaga Pedoman untuk mengkaji aspek kesehatan masyarakat dalam AMDAL Terkait dengan syarat-syarat pengawasan kualitas air untuk keperluan domestik Terkait dengan pengaturan mutu air limbah domestik yang keluar dari IPAL rencana kegiatan Pedoman ini akan digunakan oleh pemrakarsa dalam penanganan tanah yang kemungknan terkontaminasi oleh kegiatan Pedoman ini akan dijadikan acuan dalam upaya pengendalian emisi dari kegiatan operasional Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengan kawasan lindung Terkait dengan operasional dermaga Pedoman dalam pengelolaan kualitas air laut Pedoman dalam penyusunan laporan pelaksanaan RKL dan RPL Pedoman ini digunakan acuan dalam penyusunan dok. AMDAL Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalam menjelaskan peruntukan sungai I-8

18 D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan 32. Per. Men. Negara Jenis Rencana Usaha dan atau Lingkungan Hidup No. Kegiatan yang Wajib Dilengkapi 11 Tahun 2006 dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup 33. Per.Men. ESDM No. 045 Tahun Per.Men.Hut No. 64/Men. Hut-11/2006 E. Keputusan/Peraturan Kepala BPN, Bapedal dan lainnya 1. Petunjuk Pelaksanaan No. Pol. Juklak 29/VII/ Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun Keputusan Kepala BPN No. 22 Tahun 1993 Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor pada kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi Perubahan Permen Hut No. P.14/MENHUT-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan Tentang Pengawasan, Pengendalian dan Pengamanan Bahan Peledak Non Organik ABRI Tatacara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak-Hak Atas Tanah Untuk Perusahaan Petunjuk Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun Kep.Ka. Bapedal No. Pedoman Mengenai Ukuran 56/ BAPEDAL/ 1994 Dampak Penting 5. Kep.Ka. Bapedal No. Tatacara dan Persyaratan Teknis 01/ BAPEDAL/09/1995 Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun B3 6. Kep.Ka. Bapedal No. 02/ BAPEDAL/09/ Kep.Ka. Bapedal No. 03/ BAPEDAL/09/ Kep.Ka. Bapedal No. 04/BAPEDAL/09/1995 Berdasarkan Peraturan ini rencana kegiatan PPGM termasuk dalam rencana kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Dokumen AMDAL Sebagai acuan dalam pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor yang dihasilkan kegiatan ini Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengan kawasan hutan. Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Bahan peledak kemungkinan akan digunakan terutama dalam pelaksanaan konstruksi. Prosedur yang harus diikuti pemrakarsa dalam memperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanah untuk perusahaan Petunjuk ini merupakan penjelasan dari tatacara yang harus diikuti pemrakarsa dalam memperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanah untuk perusahaan Pedoman ini akan diacu untuk menentukan dampak penting dalam studi AMDAL Akan diacu oleh pemrakarsa dalam penyimpanan sementara dan pengumpulan limbah B3 Dokumen Limbah B3 Akan diacu dalam sistem pelaporan penyimpanan dan penanganan Limbah B3 Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3 Tatacara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3 Hanya sebagai pertimbangan bahwa persyaratan teknis pengolahan limbah B3 sangat berat, sehingga kemungkinan pengolahan limbah B3 oleh pemrakarsa akan diserahkan pihak ketiga yang berkompeten. Hanya sebagai pertimbangan bahwa persyaratan teknis pengolahan limbah B3 sangat berat, sehingga kemungkinan pengolahan limbah B3 oleh pemrakarsa akan diserahkan pihak ketiga yang berkompeten I-9

19 E. Keputusan/Peraturan Kepala BPN, Bapedal dan lainnya 9. Kep.Ka. Bapedal No. 05/ BAPEDAL/09/ Kep.Ka. Bapedal No. 255/ BAPEDAL/01/ Kep.Ka. Bapedal No. 205/ 1996 Tentang Simbol dan Label Limbah B3 Tata Cara & Persyaratan Penyimpanan dan pengumpulan Minyak Pelumas Bekas Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Simbol dan Label Limbah B3 yang akan diacu oleh pemrakarsa Sebagai pedoman dalam pengelolaan minyak pelumas bekas Metode Pemantauan Emisi Udara Pedoman dan metode ini akan diikuti oleh pemrakarsa dalam pelaksanaan pemantauan emisi udara akibat rencana kegiatan dan tertuang dalam dokumen RPL 12. Kep.Ka. Bapedal No. Pedoman Teknis Kajian Aspek 229/11 /1996 Sosial Dalam Penyusunan AMDAL 13. Kep.Ka. Bapedal No. Tatacara dan Persyaratan 255/BAPEDAL/08/ 1996 Penyimpanan dan Pengumpulan 14. Kep.Ka BAPEDAL No. 124/12/ Kep. Ka BAPEDAL No. 08 Tahun 2000 Minyak Pelumas Bekas Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat Dalam Penyusunan AMDAL Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Pedoman ini akan diacu dan untuk pertimbangan dalam proses penyusunan dok. AMDAL Prosedur ini akan diikuti oleh pemrakarsa dalam mekanisme penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas Pedoman ini akan diacu dan untuk pertimbangan dalam proses penyusunan dok. AMDAL Pedoman ini diacu dalam pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan konsultasi masyarakat F. Peraturan Daerah 1. Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Panduan dalam penetapan keterkaitan lokasi Propinsi Sulawesi Propinsi Sulawesi Tengah rencana kegiatan dengan rencana tata ruang Tengah No. 2 Tahun wilayah di daerah 2004 G. Lain-lain Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan 1. Panduan Pengelolaan Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalam Lumpur Bor penanganan lumpur bor PERTAMINA-BPPKA Tahun Standard Sistem Perpipaan Transmisi dan Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalam Pertambangan Migas Distribusi Gas pembangunan dan pemeliharaan sistem No perpipaan transmisi dan distribusi gas 3. Codes and Standards Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsan dalam pelaksanaan kegiatan dalam proyek PGM. (Lihat Lampiran 8) 4. Protokol 1996 atas Konvensi tentang Pencegahan Pencemaran Laut oleh Dumping Limbah dan Bahan lain, 1972 dan Resolusi yang diadopsi oleh Sidang Khusus Pedoman dalam upaya pencegahan pencemaran laut oleh berbagai bahan pencemar I-10

20 Bab-2 RUANG LINGKUP STUDI 2.1. LINGKUP RENCANA KEGIATAN YANG AKAN DITELAAH DAN ALTERNATIF KOMPONEN RENCANA KEGIATAN Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang akan ditelaah Status Studi AMDAL Secara umum status studi AMDAL yang sedang dikerjakan ini dilakukan setelah studi kelayakan ekonomi selesai dan dilakukan bersamaan dengan studi kelayakan teknis. Sejauh ini PPGM telah melakukan sejumlah kajian atau penyelidikan dan aktivitas, termasuk: Pemboran seismic, eksplorasi dan delineasi guna mengidentifikasi lapangan gas alam yang ada untuk menentukan cadangan yang tersedia. Seleksi lokasi Kilang LNG yang diusulkan. Konsultasi Publik Baseline study (pengumpulan data meteorologis, geologi, kelautan dan lingkungan sosial ekonomi yang spesifik untuk lokasi pemilihan pelabuhan). Studi gempa bumi dan tsunami Studi pemilihan material dan pemilihan teknologi, dan Kajian Permulaan Pekerjaan Desain. II-1

21 Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang Setempat Lokasi rencana kegiatan PPGM meliputi wilayah yang termasuk dalam Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili dan Kecamatan Batui, dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai (Gambar 2.1). Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah No 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah (Lampiran 5.1) serta sesuai pula dengan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun (Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan di Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan dan bersinggungan dengan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Rencana struktur ruang wilayah untuk masing-masing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbedabeda, dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal (KPKL), ibukota Kecamatan Batui akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah (KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Khusus (KPKK). Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi proyek juga berbeda-beda. Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan permukiman, lokasi perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi perusahaan, tanaman pangan, permukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Sementara itu bagian wilayah Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa Bangkiriang), kawasan lindung, transmigrasi, permukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan perkebunan. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banggai secara detil disajikan pada Gambar 2.2. Jadi secara umum lokasi rencana kegiatan PPGM sesuai dengan tata ruang (RTRW) Kabupaten Banggai (Bappeda Kab. Banggai, 2003) yang saat ini masih berlaku, kecuali rencana jalur pipa yang melewati Suaka Margasatwa Bangkiriang. Oleh karena itu perlu adanya alternatif jalur pipa yang tidak memotong kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Pihak PPGM telah melakukan penanganan bersama dengan Dinas Kehutanan Pusat pada tanggal 6 Juli 2007 untuk membicarakan perihal tersebut di atas dan hasilnya masih menunggu keputusan dari Direktorat Jenderal Kehutanan Pusat. II-2

22 Gambar 2.1. II-3

23 Gambar 2.2. II-4

24 Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak Uraian Umum Rencana Kegiatan A. Jenis Prasarana dan Luas Kebutuhan Lahan Tabel berikut adalah kebutuhan luas lahan masing-masing prasarana. Tabel 2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasarana dan Sarana Lain No Prasarana Satuan Luas Lahan 1. Manifold station (MS) 2 6 Ha 12 Ha 2. Block station (BS) 3 15 Ha 45 Ha 3. Jalur pipa flow line 4. Jaur pipa trunk line dari 2 BS LNG Plant 5 lokasi, lebar 8 m, panjang 35 km Lebar 20 m, panjang 60 km 14 Ha 120 Ha 5. Kilang LNG 1 unit 200 Ha 6. Pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah Lebar 6-8 m, panjang ada untuk pemboran sumur-sumur pengembangan sekitar 15 km 7. Pelabuhan dan sarananya berupa pembangunan Jetty Lebar 200 m, panjang (100 m) sekitar 500 m Luas total lahan yang diperlukan Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, Ha ± 10 Ha 461 Ha Catatan: *) Ada dua kemungkinan data mengenai luas lahan karena adanya dua alternatif lokasi pemasangan pipa gas Lahan yang diperlukan untuk pembangunan fasilitas manifold station di dua lokasi yaitu adalah lebih kurang 2 x masing-masing lokasi 6 ha (12 ha); untuk pembangunan BS di tiga lokasi seluas 45 ha; jalur pipa flowline di lima lokasi tersebut adalah membutuhkan lahan 8 meter lebar x 35 kilometer panjang flowline (14 ha); Kompleks Kilang LNG seluas lebih kurang 200 ha; dan sistem pemipaan gas 20 meter lebar x 60 km panjang pipa (120 ha). Lokasi ini perlu dipersiapkan sebelum pemboran sumur-sumur pengembangan, yaitu dengan pembuatan jalan masuk lokasi (pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada) dengan panjang kumulatif dari semua sumur ± 15 km dengan lebar 6 8 m II-5

25 (sekitar 60 ha). Selain itu pembangunan pelabuhan dermaga dan sarananya (Jetty) akan mebutuhkan lahan seluas ± 10 Ha. Jadi luas lahan yang diperlukan untuk tapak proyek sekitar 461 ha. Lahan yang dipergunakan akan menggunakan lahan milik masyarakat atau lainnya. Pelaksanaan pengadaan lahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. Kapasitas Produksi Rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh PT. PERTAMINA EP, Proyek Pengembangan Gas Matindok adalah mulai dari kegiatan pemboran sumur pengembangan untuk sarana memproduksikan gas di Blok Matindok, pembangunan Block Station (BS)/ fasilitas pemrosesan gas (GPF) dan membangun pipa transmisi gas (flowline dantrunkline), membangun Kilang LNG berikut Pelabuhan untuk membawa LNG maupun Sulfur yang diproduksi ke luar Kabupaten Banggai. Kapasitas produksi gas di Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat ± 850 bopd dan air produksi ± 2500 bwpd, dan diprakiraan umur produksi lebih kurang 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas dan hasil kajian ekonomi. Gas yang diproduksi mengandung CO 2 ± 2,5%, Total Sulfur ± ppm dan adanya kemungkinan unsur lainnya. Fasilitas produksi gas yang akan dibangun terdiri dari Sumur Gas, Flowline, Gathering Line, Block Station. Pipa transmisi dari GPF menuju ke Kilang LNG direncanakan berukuran Ø 34 sepanjang ± 25 km dengan lintasan sebagian besar berada sekitar 500 m menjauhi pantai sejajar jalan raya. Kandungan unsur yang ada di dalam gas hasil produksi selengkapnya disajikan pada Tabel 2.2. II-6

26 Tabel 2.2. Komposisi Gas Hasil Produksi Sumur-sumur Gas Blok Matindok (Dalam % mol) DONGGI 1 DONGGI 1 DONGGI 1 DONGGI 2 DONGGI 3 SUKA- MAJU-1 MALEO RAJA-1 MINA HAKI-1 MATIN DOK MENTA WA-1 KP. BALI A KP. BALI A DST-3 DST-4 DST-5 DST-1 DST-2 DST-3 DST-1 DST-2 Hydrogen Sulphide H 2 S Alkyl Merkaptan RSH Carbonyl Sulphide COS Nitrogen N Carbon Dioxyde CO Methane CH Ethane C 2 H Propane C 3 H Iso-Butane i-c 4 H Normal-Butane n-c 4 H Iso-Pentane i-c 5 H Normal-Pentane n-c5h Hexane C 6 H Heptane plus C 7 H Mercury Hg E E E E E E E E E % 7E-09 Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005 II-7

27 C. Umur Kegiatan Kegiatan pengembangan dibagi kedalam beberapa tahapan, yaitu prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok No. Tahap Kegiatan Tahun Prakonstruksi **************** 2. Konstruksi ************ 3. Operasi a. Pemboran b. Operasi prod. gas ************ **************** 4. Pasca operasi ***** Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005 Pada tahap awal, kilang LNG akan memproduksi LNG maksimum sampai dengan 2 juta metrik ton per tahun dengan pasokan gas alam antara 300 hingga 350 standar kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day, disingkat MMSCFD) yang berasal dari Blok Matindok sebesar 100 MMSCFD dan dari Blok Senoro sebesar 200 MMSCFD. Selain itu, juga akan dihasilkan kondensat maksimum sampai barel oil per hari. Pembangunan proyek yang meliputi pembangunan Gas Processing Facilities di darat, jaringan pipa gas untuk menyalurkan gas menuju lokasi Kilang LNG, tanki penyimpanan LNG, pelabuhan laut khusus untuk pengiriman LNG serta fasilitas pendukung Kilang. Bahan baku gas akan dipasok dari 6 lokasi sumber gas dengan penambahan sumur gas hingga mencapai 25 sumur produksi selama 20 tahun periode operasi. Jadwal kegiatan konstruksi direncanakan akan dimulai akhir tahun Rencana kegiatan ini dilakukan secara bertahap, dimana secara garis besar, dasar perencanaan fasilitas produksi diringkaskan seperti disajikan pada Gambar 2.3, Gambar 2.4, dan Gambar 2.5. II-8

28 Gambar 2.3. Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1 Gambar 2.4. Skema Rencana Pengembangan Tahap 2 34 x26500 Gambar 2.5. Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026 II-9

29 D. Jenis Sumber Energi dan Sumber Air yang Diperlukan di Lokasi Rencana Kegiatan Jenis sumber energi utama untuk mendukung pengoperasian fasilitas produksi adalah: 1. Bahan bakar gas diperlukan untuk pengoperasian berbagai fasilitas seperti Pengering Gas, Gas Treating Unit, pencairan gas menjadi LNG Penggerak Kompresor dan Penggerak Generator listrik. Bahan bakar gas akan diambil dari hasil produksi sendiri. 2. Unit generator berbahan bakar minyak, yang disediakan untuk keadaan darurat di masing-masing BS, Kilang LNG dan Dermaga/Pelabuhan. Bahan bakar minyak didatangkan dari Kilang Pertamina. 3. Energi listrik yang berasal dari genset berbahan gas untuk penerangan dan penggerak motor listrik. Keperluan air cukup besar, untuk pemboran sekitar 420 m 3 per sumur, hydrotest saluran pipa sekitar m 3 dan kebutuhan air untuk operasi setiap unit BS sekitar 25 m 3 /hari. Kebutuhan air tawar untuk konstruksi tersebut di atas, akan diambil dari air sungai atau genangan air tawar terdekat. Kebutuhan air untuk operasional Kilang LNG plant memerlukan air sebesar 75 m 3 /hari. Untuk keperluan operasional tersebut akan menggunakan air tanah dalam. E. Sosialisasi dan Konsultasi Publik 1. Sosialisasi Pengumumam rencana kegiatan telah dilakukan melalui media cetak, poster, radio siaran swasta setempat dan spanduk. Pengumuman di media massa lokal dan nasional, poster dan spanduk disampaikan pada Lampiran I. 2. Konsultasi Publik Dalam rangka penyusunan Kerangka Acuan (KA) ANDAL, telah dilaksanakan konsultasi publik di 2 (dua) tempat, yaitu pada hari Selasa tanggal 23 Mei 2006 di Kecamatan Batui dan Rabu tanggal 24 Mei 2006 di Kecamatan Toili antara PT Pertamina-EP dengan masyarakat Kabupaten Banggai. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi PT Pertamina-EP, wakil dari Kementrian Lingkungan, dari Ditjen Migas, Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai, Tim Penyusun Dokumen AMDAL dari PSLH UGM - PPLH UNTAD, serta masyarakat Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat di Kabupaten Banggai. II-10

30 Berdasarkan pengamatan dan evaluasi terhadap saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat, Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait dengan rencana kegiatan pengembangan, terdapat beberapa masukan yang perlu menjadi perhatian sebagai berikut: Pembebasan lahan dan kompensasi tanam tumbuh Ketenagaan kerja lokal Program pemberdayaan masyarakat Keberadaan terumbu karang di lepas pantai Keberadaan Suaka Margasatwa Bangkiriang Semua saran, rekomendasi dan gagasan tersebut akan dipertimbangkan dalam desain proyek tersebut dan apabila tidak bertentangan akan dimasukkan ke dalam naskah studi AMDAL. Berita acara konsultasi publik dan wakil masyarakat yang hadir disajikan pada Lampiran 2. F. Kegiatan Pemboran 1. Pemboran Sumur Secara geologi daerah Blok Matindok dan sekitarnya terletak di Cekungan Banggai yang berada di sebelah selatan dari lengan bagian timur Pulau Sulawesi. Cekungan Banggai merupakan bagian utama dari offshore depression sepanjang pantai sebelah selatantimur dari bagian tangan sebelah timur laut Sulawesi yang berbentuk tidak simetris dengan kemiringan sepanjang garis pantai dan berorientasi dengan arah N60ºE. Cekungan ini termasuk pada klasifikasi cekungan transform refted yang merupakan cekungan active margin basin or collision related basin. Stratigrafi regional Cekungan Banggai dapat dilihat pada Gambar 2.6, dimana daerah ini mempunyai potensi hidrokarbon dan telah terbukti menghasilkan hidrokarbon di batuan karbonat Formasi Tomori dan Formasi Minahaki. Sampai dengan bulan Februari 2006, telah dilakukan 12 pemboran sumur di Blok Matindok, dimana 9 sumur berhasil menemukan gas di lima struktur (Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju dan Minahaki) dan 3 sumur kering. Pemboran sumur masih mungkin dilakukan di Blok Matindok ini, karena berdasarkan analisa Geologi dan Geofisika masih terdapat beberapa prospek dan lead yang kemungkinan mempunyai potensi kandungan hidrokarbon. II-11

31 Gambar 2.6. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai Sula, Lengan Timur Sulawesi 2. Pemboran Sumur Pengembangan Dari hasil beberapa pemboran sumur eksplorasi yang telah dilakukan di Blok Matindok ini terdapat lima buah struktur yang mempunyai kandungan gas, dimana 5 buah struktur tersebut di onshore. Cadangan gas (terambil) yang telah disertifikasi dari ke enam struktur tersebut diperkirakan mencapai 696 BSCF gas (P1). Berdasarkan analisa Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) dari ke enam struktur tersebut direncanakan untuk melakukan pemboran 18 sumur pengembangan (Tabel 2.4), dengan kemungkinan ada sumur yang kering. Jenis kegiatan pekerjaan sumur meliputi pemboran sumur pengembangan (18 sumur), work over/kerja ulang (6 sumur), stimulasi, perawatan sumur, dan penutupan sumur. II-12

32 Tabel 2.4. Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok No. LAPANGAN SUMUR JENIS KEGIATAN 1 Donggi Donggi-1 Donggi-2 Donggi-3 KPB-1 DNG-A DNG-B DNG-C DNG-D 2 Minahaki Minahaki-1 MHK-A MHK-B MHK-C 3 Sukamaju Sukamaju-1 SJU-A 4 Matindok Matindok-1 MTD-A MTD-B MTD-C MTD-D MTD-E MTD-F 5 Maleoraja Maleo Raja-1 MLR-A MLR-B Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005 Work Over Work Over Work Over Work Over Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Work Over Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Work Over Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Peralatan pemboran dan kapasitasnya disesuaikan dengan target pemboran. Selain itu, masih digunakan pula peralatan pendukung operasi lainnya seperti air compressor, cement mixer and pump, cement storage tanks, electric wire logging unit, mud pump, mud logging equipment, desender and desilter, truck and trailers, pompa air, blow out preventer, dan lain sebagainya. 3. Sumur Produksi Setelah pemboran selesai, selanjutnya dilakukan penyelesaian sumur (well completion) sesuai dengan program yang telah disusun, antara lain dengan pemasangan production string, well head and Christmas tree. II-13

33 G. Sistem Pemipaan Gas 1. Jalur pipa Hasil produksi gas dari tiap-tiap sumur dialirkan melalui pipa produksi (flowline) dengan diameter yang sesuai menuju Blok Station (BS) dan Gas Processing Facility (GPF). Lebar lahan yang akan digunakan untuk pipa produksi tersebut sekitar 8 meter dengan panjang kumulatif ± 35 km untuk 18 sumur. Layout masing-masing lokasi Block Station dan flowline diringkaskan seperti pada Gambar Flowline Jarak (m) DNG - 1 to BS DONGGI 1,208 DNG - 2 to BS DONGGI 2,132 DNG - 3 to BS DONGGI 4,569 DNG - 5 to BS DONGGI 2,518 DNG - AA to BS DONGGI 1,268 DNG - BB to BS DONGGI 1,637 DNG - CC to BS DONGGI 2,087 Gambar 2.7. Lokasi Block Station Donggi dan Flowline II-14

34 Flowline Jarak (m) MTD- 1StoBSMATINDOK 1,208 MTD- AAto BSMATINDOK 2,132 MTD- BBto BSMATINDOK 4,569 MTD- CCtoBSMATINDOK 2,518 MTD- DDtoBSMATINDOK 1,268 MTD- EEto BSMATINDOK 1,637 MTD- FFtoBSMATINDOK 2,087 Gambar 2.8. Lokasi Block Station Matindok dan Flowline Flowline Jarak (m) MLR - 1 to BS MALEORAJA 100 MLR - AA to BS MALEORAJA 1,435 MLR - AA to BS MALEORAJA 676 Gambar 2.9. Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline II-15

35 Flowline Jarak (m) SJU - 1 to BS SUKAMAJU 100 SJU - 1 to BS SUKAMAJU 500 Gambar Lokasi Block Station Sukamaju dan Flowline Flowline Jarak (m) MHK - AA to BS MINAHAKI 100 MHK - 1S to BS MINAHAKI 886 MHK - BB to BS MINAHAKI 912 MHK - CC to BS MINAHAKI 1,827 Gambar Lokasi Block Station Minahaki dan Flowline II-16

36 Desain flowline tersebut berdasarkan ASME/ANSI B (keterangan Code dan Standard, lihat Lampiran 11) dan GPSA Hand Book. WELL DNG Well RBT-A SDV-1 WELL MHK Well RBT-B WELL MTD Well KTB-1 SDV-2 SDV-3 HP Manifold MP Manifold Test Manifold WELL MLR Well KTB-2 SDV-4 Well Next SDV-5 Gambar Flowline Diagram Selanjutnya gas dari MS dialirkan dengan pipa 14, 16, 18, 20 (yang sesuai) ke fasilitas processing gas. Gas dari BS Donggi-Minahaki, gas dari BS Matindok-Maleoraja dialirkan ke LNG Plant. Sedangkan gas dari BS Sukamaju diproses lebih lanjut dan langsung dijual ke IPP Banggai. Gas yang telah diproses di BS di Donggi dan Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Pengiriman gas dari BS Donggi dilakukan melalui pipa berdiameter 16 sepanjang lebih dari 40 km sampai di Junction selanjutnya dialirkan melalui pipa berdiameter 34 sampai ke Kilang LNG. Sedangkan BS Matindok, gas dialirkan melalui pipa diameter 16 sepanjang sekitar 3 km sampai di Junction selanjutnya di alirkan pada jalur pipa 34 yang sama ke LNG Plant. Untuk memperoleh tekanan sebesar 773 psi pada pipa berdiameter 34 maka perlu dipasang kompresor di BS Donggi dan Matindok II-17

37 2. Disain Pipa Disain pipa dan pemasangan pipa akan mengacu pada beberapa standard nasional (misalnya Departemen Pertambangan dan Energi tentang Insatalasi Minyak dan Gas Bumi No. 01/P/M/Pertamb/1980 dan Peraturan Dirjen MIGAS: Stadar Pertambangan MIGAS (SPM, 1992) ) dan internasional (antara lain API 5 SL Specification for Line Pipe, API 1104 Welding of Pipeline and Related facilities, ASME B31.8 Gas Distrbution and Tranportation Piping System). Adapun daftar code, standar dan acuan selengkapnya yang akan digunakan tercantum pada Lampiran 8. Secara teknis disain pipa mampu digunakan selama minimal 30 tahun. Penyambungan pipa dilakukan oleh tenaga yang memiliki sertifikat khusus. 3. Proteksi Korosi (Corrosion Protection) pipa Proteksi korosi luar pipa gas dilakukan dengan sistem proteksi katodik (anoda karbon) yang diharapkan mampu mengendalikan semua bentuk korosi luar di bawah tanah agar dapat melindungi pipa dari korosi luar. Selain itu pipa dilengkapi dengan pembalut luar pipa yang juga berfungsi melindungi pipa dari korosi luar. Sedangkan proteksi korosi internal dilakukan dengan menginjeksi corrosion inhibitor ke dalam pipa gas secara berkala. Untuk memudahkan dalam pengukuran potensial dan arus yang mengalir pada pipa, maka dipasang test box pada setiap jarak ± 1 km. H. Block Station (BS) Gas dari sumur produksi dialirkan ke 5 Stasion Pengumpul (Gathering station/block Station) yang terletak di masing-masing lapangan (Donggi, Matindok, Minahaki, Sukamaju dan Maleoraja). Di dalam BS terdapat Unit separasi, Unit dehydrasi, Unit kompresi, Tangki penampung, Unit utilitas dan Unit pengolah limbah (Flaring system dan IPAL). Berikut ini adalah unit-unit operasi yang digunakan untuk pemrosesan gas di BS. Seluruh Blok Station atau Stasiun Pengumpul Gas di Blok Matindok terdiri dari Stasion Pengumpulan (Gathering System) dan sistem separasi gas bumi yang terdiri dari separator, tangki kondensat, dan unit dehidrasi. Unit dehidrasi diperlukan untuk mengurangi kandungan air dalam gas bumi agar tercapai spesifikasi gas pipeline yaitu maksimum 7 lb/mmscf. II-18

38 1. Unit Separasi Hidrokarbon dari sumur produksi mengandung kondensat, air dan gas dimana jumlah terbesar adalah gas. Langkah awal untuk memisahkan kondensat, air dan gas adalah dengan menggunakan separator gas. Di dalam alat tersebut kondensat dan air terpisah dari gas. Kondensat dan air akan mengalir dari bagian bawah separator sedangkan gas akan mengalir dari bagian atasnya. Proses pemisahaan di dalam alat tersebut hanya merupakan proses fisika dan tanpa penambahan bahan kimia. Kondensat dan air dipisahkan dengan prinsip ketidak-saling-larutan dan perbedaan berat jenis. Kondensat ditampung di tangki penampung, sedangkan air diproses lebih lanjut dalam sistem pengolah air (waste water treatment). Apabila tekanan gas dari sumur berkurang akibat penurunan tekanan reservoir secara alami, maka akan dilakukan pemasangan kompresor di Gathering Station/ Block Station guna menjaga stabilitas tekanan gas yang masuk ke System CO 2 / H 2 S Removal maupun ke konsumen gas tetap stabil. Kondensat ditampung di tangki penampung untuk dikirim ke Kilang LNG di Batui menggunakan mobil tangki. Gambar 2.13 menunjukkan sistem kerja dari gathering station/block station. Gambar Diagram Alir Block Station/Gathering Station. Keterangan: HP (high pressure), MP (medium pressure), LP (low pressure), KO (knock out), AGRU (acid gas removal unit) II-19

39 2. Dehydration Plant Setelah gas keluar dari unit separasi, gas tersebut selanjutnya dialirkan ke Dehydration Unit. Dehydration plant berfungsi untuk mengeringkan gas, yaitu untuk menyempurnakan pengurangan air yang terikut di dalam gas. Proses yang berlangsung di dalamnya adalah proses absorbsi (penyerapan) air dengan menggunakan bahan kimia triethyleneglycol (TEG), yang mana TEG dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari air secara fisis (close cycle). Hasil dari proses tersebut adalah gas yang sudah memenuhi syarat untuk dikirim ke konsumen. Gambar 2.14 memperlihatkan skema kerja dehydration plant. V-2 To Flare Sales Gas Glycol Contactor Glycol Cooler Cold Glycol Exchanger Glycol Stripping Column Reboiler AGRU V-1 Glycol/ Condensate Skimmer Hot glycol Exchanger Glycol Surge Drum Glycol Make-up Pump Glycol Filter Glycol Injection Pump Gambar Skema Kerja Dehydration Plant 3. Tangki Penampung Tangki penampung dipakai untuk menampung kondensat yang berasal dari separator, sebelum diangkut ke Batui. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah dengan kapasitas masing-masing sebesar ± 1300 m 3. Kondensat akan diangkut dari Block Station ke kilang LNG di Batui dengan menggunakan road tank atau mobil tangki. II-20

40 4. Kompresor Kompresor yang akan dipergunakan untuk menjaga tekanan keluar dari Block station tetap sebesar 900 psig. Kompresor ini dipasang di block station dan pemasangannya setelah tekanan dari sumur gas sudah berada kurang dari 900 psig. Jumlah kompresor yang ditempatkan di Block Station rata-rata 3 unit per lokasi. Hal ini dikarenakan pada umumnya tekanan gas yang keluar dari sumur akan mengalami penurunan secara alamiah selama proses produksi, sehingga diperlukan tambahan kompresor baru di Gathering Station/block station. 5. Unit pengolah air Unit pengolah air atau Unit Effluent Treatment atau Instalasi Pengolah Limbah Air (IPAL) dipakai untuk mengolah limbah cair yang berasal dari separator dan lain-lain. 6. CO 2 / H 2 S Removal (AGRU) Gas yang mengalir dari Block station sebelum masuk ke Kilang LNG akan dikurangi kandungan CO 2 dan H 2 S nya dengan proses absorbsi menggunakan larutan MDEA (Methyl DiethanolAmine) dalam Acid Gas Removal Unit (AGRU). Prinsip kerja unit tersebut adalah penyerapan gas CO 2 dan H 2 S di dalam absorber dan melepaskannya lagi di dalam menara stripper atau column, sehingga diperoleh sweet gas dengan kandungan CO 2 dan H 2 S yang rendah. Gambar 2.15 menunjukkan diagram alir Acid Gas Removal Unit. Gas dari 5 Block Station dialirkan melalui pipa ke Acid Gas Removal Unit yang terletak di GPF di Kayowa atau di Kilang LNG. II-21

41 DHP SRU Outlet Gas Scrubber Condenser Amine Contactor Amine Circulation Pump Amine Filter Lean Amine Cooler Amine booster Pump Still Stripping Column GATHERING STATION Inlet Gas Scrubber Amine Flash Tank Lean-Rich Amine Exchanger Acid Gas Removal Unit (AGRU) Gambar Diagram Alir Acid Gas Removal Unit Reboiler Fungsi utama dari AGRU adalah pembuangan karbon dioksida. Pembuangan karbon dioksida diperlukan untuk mencegah timbulnya masalah pembekuan dan penyumbatan pada suhu yang sangat rendah yang dipakai dalam Unit liquifaction. Konsentrasi karbon dioksida dalam aliran gas akan dikurangi sampai 50 bagian per sejuta volume (ppmv) dengan cara penyerapan dengan menggunakan larutan dasar-amina (amine-based solution). Kegiatan ini merupakan pengolahan lingkaran tertutup (closed-loop) dan regeneratif sehingga karbon dioksida yang terserap akan terangkat dari larutan yang mengandung (banyak) karbon dioksida. Karbon dioksida yang terangkat akan dilepas ke udara, dan larutan amina yang sudah bebas dari karbon dioksida dikembalikan pada langkah penyerapan. Larutan dasar-amina yang dipakai dalam semua AGRU juga akan menghilangkan seluruh campuran sulfur yang telah berkurang yang mungkin masih tertinggal (sebagai contoh, hydrogen sulfida, merkaptan, dan lain-lain). Namun demikian, analisis bersifat komposisional yang ada menunjukkan bahwa sulfur yang tertinggal dalam ransum (feed) gas alam hanya sedikit sekali atau tidak ada sama sekali. II-22

42 7. Sulfur Recovery Unit (SRU) Sulfur recovery dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan dan perundangan- undangan lingkungan sesuai dengan nilai ambang batas yang diizinkan pada Kepmen LH No.129 Tahun Terdapat beberapa proses yang tersedia untuk memproduksi sulfur dari hydrogen sulfide. Beberapa proses didesain dengan maksud untuk memproduksi sulfur dan beberapa proses juga dikembangkan dengan tujuan utama untuk menghilangkan kandungan H 2 S dari gas bumi dengan produksi sulfur hanya sebagai hasil dari proses lanjutan yang harus dilakukan. Mengingat masih terdapat 2 kemungkinan kandungan sulfur dalam Gas Alam yang diproduksikan dari sumur2 gas di blok Matindok, maka Teknologi Proses yang dipertimbangkan untuk sulfur recovery ada dua yaitu ; a. Proses Claus Proses Claus dipilih apabila kandungan sulfur dalam gas alam mencapai lebih dari 5000 ppm. Dari banyak teknologi yang ada, proses Claus adalah yang paling terkenal dan paling banyak diaplikasikan di seluruh dunia. Proses Claus menggunakan prinsip oksidasi menggunakan oksigen atau udara pada suhu sekitar 1200 o C melalui reaksi sebagai berikut ; H 2 S + O 2 SO 2 + H 2 O H 2 S + SO 2 S + H 2 O Proses Clauss dapat memproduksi sulfur dari umpan gas yang mengandung 15% - 100% H 2 S. Terdapat berbagai macam skema alir dari proses Clauss dimana perbedaan utamanya terletak pada susunannya saja. Gas asam dikombinasikan secara stoikiometri dengan udara untuk membakar 1/3 dari total H 2 S menjadi SO 2 dan semua hidrokarbon menjadi CO 2. Pembakaran H 2 S terjadi di burner dan kamar reaksi. Aliran massa bertemperatur tinggi hasil dari pembakaran dilairkan ke waste heat boiler dimana panas akan dibuang dari gas hasil pembakaran tersebut. Aliran gas selanjutnya diumpanakan ke reactor dimana akan terjadi reaksi yang akan mengubah SO 2 menjadi sulfur. Hasil reaksi selanjutnya didinginkan di kondenser pertama dan sulfur cair yang dihasilkan dipisahkan. Gas yang keluar condenser pertama selanjutnya dipanaskan dan diumpankan ke reactor kedua. Dalam reactor ini terjadi reaksi yang sama dengan reaksi dalam reactor pertama. Produk yang keluar dari reactor kedua selanjutnya didinginkan dalam condenser kedua dan sulfur cairnya dipisahkan. II-23

43 b. Proses Shell Paques Untuk kandungan sulfur dalam gas alam dibawah 5000 ppm, maka akan dipilih teknologi dari Shell Paques. Proses Shell Paques adalah proses biologi untuk removal H 2 S dari umpan gas sangat sesuai untuk kapasitas produksi sulfur ton/hari. Larutan yang digunakan untuk menyerap H 2 S adalah larutan soda yang mengandung bakteri sulfur. Penyerapan H 2 S terjadi pada kolom absorber dan larutan yang keluar dari absorber diregenerasi di tangki aerator dimana hidrogen sulfida secara biologi dikonversi menjadi elemen sulfur oleh bakteri sulfur. Konsentrasi H 2 S yang bisa dicapai oleh proses ini dibawah 5 ppmv. Tekanan operasi proses Shell Paques adalah barg. c. Tail Gas Treating Dalam Tail Gas Treating Unit, senyawa H 2 S yang tidak terkonversi dalam unit sulfur recovery dikonversi menjadi senyawa sulfur sehingga gas buang yang dihasilkan memenuhi spesifikasi lingkungan. Secara keseluruhan, proses pemisahan gas asam dan proses sulfur recovery untuk mencapai spesifikasi gas pipeline ditunjukkan oleh Gambar Gambar PFD Acid Removal dan Sulfur Recovery Unit (Claus Process) II-24

44 I. Kilang LNG Rencana lokasi Kilang LNG di dua tempat yaitu pantai desa Uso (Kecamatan Batui) atau Desa Padang (Kecamatan Kintom). Gas yang telah diproses di BS/GPF di Donggi dan BS/GPF di Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas dari GPF Donggi dilakukan langsung ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Sedangkan Pengiriman gas dari GPF Matindok dilakukan melalui junction pada pipa jalur Donggi-Kilang LNG di Batui atau Kintom. Secara garis besar fasilitas di kilang LNG akan terdiri dari unit proses, unit penampung, unit utilitas, unit pengolah limbah, unit pelabuhan dan infrastruktur. Diagram alir Kilang LNG disederhanakan seperti pada Lampiran Unit Proses Unit Proses terdiri dari Fasilitas Penerimaan Gas, Fasilitas Pemurnian Gas dan Fasilitas Pencairan Gas. a. Fasilitas Penerima Gas Kapasitas design dari fasilitas ini direncanakan sebesar minimum 300 MMSCFD yang terdiri dari knock out drum, separator dan slug chatcer. Dari fasilitas ini gas akan dialirkan ke fasilitas pemurnian gas (Acid Gas Removal Unit/AGRU) melalui unit kompresi. Kondensat yang terkumpul dari unit ini akan dialirkan ke unit stabilisasi kondensat dari Fasilitas Pencairan Gas Bumi. b. Fasilitas Pemurnian Gas Kilang LNG dapat dipastikan akan terdiri dari dua bagian umum: bagian pemurnian gas dan bagian pencairan/liquifaction gas. Bagian pemurnian gas diringkaskan di bawah dan bagian pencairan gas dalam bagian berikutnya. Masing-masing dari kedua train pemurnian yang hampir sama itu meliputi AGRU, Unit Pengeringan dan Unit Pembuangan Merkuri (MRU). Pemurnian gas diperlukan untuk menghindari masalah karat dan pembekuan dalam Unit Liquifaction. Dehydration Unit Tujuan dari Unit Pengeringan ini adalah untuk mengeringkan gas jenuh-air dari AGRU untuk menghindari masalah pembekuan dan penyumbatan (formasi hidrat) pada temperatur sangat dingin yang dipakai dalam Unit Pembekuan. Kadar air dalam gas alam akan dikurangi sampai tidak lebih dari 1 ppmv. II-25

45 Pengeringan akan dicapai dengan cara dua-langkah. Tumpukan air akan dibuang dengan mendinginkan gas alam kasren (sweet) sampai 23 C dan pemisahan cairan yang dipadatkan. Setelah langkah pembuangan tumpukan air, tingkat residu air (sudah berkurang ke tingkat 1 ppmv) akan dibuang dengan penyerapan pada saringan molekul. Penyerapan saringan molekul merupakan kegiatan siklus yang melibatkan regenerasi periodik saringan setelah saringan dipenuhi air. Regenerasi ini dilaksanakan dengan melewatkan aliran gas yang dipanaskan (gas alam kasren dari AGRU) melalui dasar untuk melepaskan air yang tertahan sebelumnya. Gas water-laden regenerant kemudian didinginkan agar mencair untuk mendapatkan kembali air yang terkandung. Setelah pemisahan air, gas water-laden regenerant akan diteruskan ke sistem gas bahan bakar. Air yang diperoleh akan diteruskan ke Unit Effluent Treatment. Unit Pembuangan Merkuri (MRU) MRU menghilangkan kuantitas kecil merkuri yang mungkin masih ada dalam gas alam yang diproduksi. Kandungan merkuri ini harus ditekan sampai di bawah ambang batas baku mutu, untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan utama dari unit pencairan gas yang sebagian besar terbuat dari aluminium. MRU diadakan sebagai tindakan pencegahan karena merkuri dapat bereaksi dengan aluminium pada Unit Pencairan, yang dapat menyebabkan tidak berfungsinya alat penukar panas (heat exchanger). Dengan dibuangannya merkuri tersebut maka akan terjadi penyerapan merkuri secara kimia pada dasar katalis non-regeneratif untuk diproses ulang. c. Fasilitas Pencairan Gas Alam Tujuan utama dari Fasilitias Pencairan adalah untuk mencairkan gas alam menjadi produk LNG. Sebelumnya dilakukan pemisahan kandungan hydrokarbon berat untuk menghindari terjadinya pembekuan dalam pipa-pipa pencairan gas. Fasilitas tersebut akan meliputi Unit Pendinginan/Pencairan, Unit Pemecahan (fractionation) dan Unit Stabilisasi, dengn kapasitas fsilitas mencapai 2 juta mtpa. Unit Pendinginan/Pencairan Pencairan dilakukan dalam dua langkah. Langkah pertama meliputi pendinginan awal gas alam sampai mencapai suhu lebih kurang minus 17 C sampai minus 34 C. II-26

46 Setelah pendinginan awal, gas alam akan didinginkan sampai mencapai suhu yang sangat dingin yaitu minus 164 C untuk menyempurnakan proses pencairan. Kemudian LNG yang dihasilkan akan dialirkan ke tempat penyimpanan LNG. Penggerak utama untuk kompresor pendingin direncanakan menggunakan turbin gas. Pemilihan jenis turbin gas, jumlah turbin yang dibutuhkan serta pemakaian tenaga listrik keseluruhan akan bergantung pada proses pendinginan yang akhirnya dipilih. Unit Fraksinasi Unit ini akan memisahkan komponen yang lebih berat yang diperoleh dari gas alam menjadi tiga jenis: metana dan etana; gas propana dan butana cair (LPG) serta kondensat. Pemisahan akan dilakukan dalam kolom deethanizer yang akan melepaskan gas metana dan etana, kolom depropanizer yang menghasilkan propana (refrigerant grade propane), dan unit debutanizer yang akan memisahkan komponen sisa menjadi satu jenis komponen butana dan pentana dan komponen yang lebih berat. Gas metana yang diperoleh akan dikirim ke sistem bahan bakar dari kilang di mana gas etana dan propana dapat dipakai sebagai bahan pendingin. Gas butana dan semua kelebihan fraksi yang lebih ringan akan dialirkan kembali ke dalam produk LNG. Gas pentana dan fraksi lebih berat (kondensat) akan diteruskan ke Unit Stabilisasi. Unit Stabilisasi Unit Stabilisasi akan membuang setiap komponen ringan sisa yang mungkin terdapat dalam aliran kondensat. Pembuangan komponen ringan ini diperlukan untuk menjaga tekanan uap air kondensat sebelum disimpan. Hidrokarbon ringan yang berasal dari unit ini akan dialirkan ke sistem gas bahan bakar. d. Kompresor Kompresor yang akan dipergunakan untuk menaikkan tekanan dari 450 psig menjadi tekanan 750 psig yang ditempatkan di Kilang LNG dan Jumlah kompresor yang ditempatkan di area Kilang LNG sebanyak 3 unit dengan kapasitas 150 MMSCFD/unit. Tekanan masuk (suction) ± 450 psig, sedangkan tekanan keluar (discharge) ± 750 psig. II-27

47 2. Fasilitas Penyimpanan Gas Fasilitas Penyimpanan Gas akan terdiri dari sistem-sistem berikut: Sistem Penyimpanan dan Pemuatan LNG Sistem Penyimpanan dan Pemuatan Kondensat Sistem Penyimpanan Bahan Pendingin (refrigerant) Sistem Pembakaran Gas Buangan Sistem Pencegahan Kebakaran Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah Fasilitas tersebut di atas diringkaskan sebagai berikut: Penyimpanan dan Pemuatan LNG Produk LNG dari Unit Pendingin/Pencairan akan disimpan pada tekanan mendekatitekanan-atmosfir dalam tanki penyimpanan LNG dan kemudian secara berkala dimuat ke tanker LNG pengangkut. Sistem pemuatan kapal akan dirancang untuk memindahkan m³ dalam waktu lebih kurang 12 jam. Sistem penyimpanan LNG akan terdiri dari 2 tanki yang masing-masing berkapasitas lebih kurang m³. Penyimpanan dan Pemuatan Kondensat Produk kondensat dari Unit Stabilisasi akan disimpan dalam tanki kondensat dan secara berkala dimuat kekapal kondensat untuk di ekspor melalui dermaga kondensat. Sistem pemuatan kapal kondensat secara tentatif akan dirancang untuk memuat kapal berkapasitas antara DWT. Tanki kondensat akan mempunyai kapasitas lebih kurang m³. Penyimpanan Bahan Pendingin Gas propana yang berfungsi sebagai bahan pendingin akan disimpan dalam bullet penyimpanan bahan pendingin bertekanan. Ukuran dari bullet penyimpanan ini akan ditentukan selama masa pengembangan rancang bangun. II-28

48 Sistem Pembakaran gas buangan (Wet dan Dry Flare) Sistem Pembakaran Gas buangan akan digunakan untuk membuang gas hidrokarbon dari train pengolahan Kilang LNG dan fasilitas offsites selama operasi normal, keadaan pada waktu ada kerusakan peralatan maupun dalam keadaan darurat akan dibuang dan dibakar langsung ke udara. Sistem Penglepasan dan pembuangan gas (Flare) akan didisain tiga menara pembakaran yaitu Dry Flare untuk train pengolahan Kilang LNG, Wet Flare untuk Acid Gas Removal Unit dan fasilitas offsites serta Marine Flare untuk Kapal tanker pengangkut LNG pada saat memuat LNG ke Kapal. Sistem Pencegahan Kebakaran Sistem Pencegahan Kebakaran dapat dipastikan akan terdiri dari tiga komponen dasar yaitu (1) alat pemantau dan alarm, (2) persyaratan pencegahan kebakaran pasif, dan (3) peralatan dan sistem pemadam kebakaran aktif. Kilang LNG akan dilengkapi dengan alat pemantau yang bekerja terus-menerus untuk memberi tanda kepada personil kilang mengenai terjadinya kebakaran dan untuk memberikan indikasi yang jelas mengenai lokasi dan keadaannya. Pencegahan kebakaran pasif, yang mengacu kepada ketentuan rancangan yang digabungkan dalam rancangan kilang, akan dipakai sejauh mungkin secara konsisten dengan batasan-batasan ekonomis. Pencegahan kebakaran pasif meliputi: membuat insulasi selubung bejana (vessel skirts) dan kolom/struktur rak pipa tahan-api. pelindung percikan untuk flanges atau komponen lain dengan tingkat kebocoran tinggi. spacing peralatan dan pengurungan tumpahan (spill containment) yang tepat sesuai dengan standar internasional yang layak yang berlaku (seperti NFPA 59A). Peralatan/sistem pemadaman kebakaran aktif adalah alat-alat (items) yang akan dipakai secara aktif untuk mengawasi/memadamkan keadaan kebakaran/bahaya sebenarnya. Pemadaman kebakaran aktif meliputi items dimaksud seperti: Sistem distribusi air pemadam-api bertekanan udara untuk seantero daerah pengolahan kilang termasuk cadangan dari pompa, hidran kebakaran, pemantau kebakaran, gulungan/rak slang dan sistem distribusi perpipaan; II-29

49 Sistem penggenangan CO 2 untuk semua ruangan turbin gas, mesin diesel dan ruang pengawas tak-berorang; Sistem penggenangan pemadam kebakaran non-halon (non-halon fire supressant) untuk semua ruang pengawasan yang secara rutin ada orangnya; Sistem busa dengan busa ekspansi tinggi untuk mengurangi tumbulnya uap untuk tumpahan LNG terkurung dan busa ekspansi rendah digunakan untuk tumpahan hidrokarbon berat; Mobil kebakaran; Pemadam bubuk kering tersedia dalam bentuk unit paket (contohnya, untuk katup pembuang tekanan tanki penyimpan LNG) serta unit-unit portabel dan beroda yang ditempatkan di keseluruhan kilang pemadam kebakaran tangan portabel. Effluent Treatment Unit atau Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) Sistem Effluent Treatment akan diadakan untuk mengumpulkan dan mengolah arus limbah lembab terkontaminasi yang berasal dari Kilang LNG. Liquid waste effluents dari fasilitas akan terdiri dari air limbah berminyak pengolahan, air hujan tak-tertampung dan air pencucian lantai yang terkontaminasi secara potensial, limbah bersih, dan jika mungkin, penawaran air asin. Untuk mengurangi kuantitas genangan air permukaan yang akan diolah, maka areal kontaminasi permukaan potensial (daerah rawan kebocoran minyak) akan diawasi, untuk mencegah run on dan run off, dan dialirkan ke kilang pengolahan limbah. Air hujan tak-tertampung dari jalur hijau dan areal kilang yang tidak terkontaminasi oleh limbah akan dibuang langsung ke laut. 3. Fasilitas Kebutuhan Utilitas Semua utility yang diperlukan untuk menunjang kegiatan kilang akan disediakan sesuai dengan kebutuhan. Kilang LNG akan ditunjang oleh seperangkat sistim utilitas yang terdiri dari antara lain: Sistem Pembangkit Tenaga Listrik Sistem Bahan Bakar Sistem Uap Tekanan Rendah Sistem Air Kilang dan Peralatan Sistem Nitrogen Sistem Suplai Air II-30

50 Sistem Pembangkit Tenaga Listrik (Normal dan Darurat) Semua kebutuhan tenaga listrik akan diproduksikan sendiri tanpa mendatangkan tenaga listrik dari luar. Pembangkit tenaga listrik untuk operasi normal akan dicapai dengan cara pembangkit turbin gas. Sumber bahar bakar untuk pembangkit turbin tersebut adalah bagian dari gas alam yang diproduksi dan dimurnikan. Kebutuhan tenaga listrik kilang diperkirakan sebesar kira-kira 58 mega watt akan diproduksi sendiri atau menggunakan gas sebesar 10 MMCFD. Jika terjadi kegagalan tenaga listrik utama, pembangkit diesel darurat akan disiapkan untuk menjamin keberlangsungan fungsi instrumentasi dan kontrol, serta untuk menyediakan penerangan darurat selama shutdown berkala. Sistem kelistrikan kilang akan dilengkapi dengan peralatan start dan pemindahan (transfer) otomatis sehingga kehilangan tenaga listrik akan segera menghidupkan pembangkit dan memindahkan muatan yang penting ini ke sistem tenaga listrik darurat. Sistem Bahan Bakar Sistem bahan bakar gas akan diadakan untuk memasok bahan bakar untuk menjalankan turbin pada kompresor pendingin, turbin pembangkit tenaga listrik, dan beberapa penggerak mekanis lainnya di dalam Kilang LNG. Sumber utama bahan bakar gas adalah aliran yang diambilkan dari suplai gas alam, ekstrak gas dari tanki penyimpanan LNG, dan gas metana yang didapat dari demetanizer. Bahan bakar diesel akan berfungsi sebagai sumber bahan bakar untuk kapal-kapal tunda dan kapal-kapal lainnya, pompa air-pemadam-api darurat, Kompresor udara cadangan dan pembangkit tenaga listrik darurat. Kuantitas bahan bakar diesel yang tersedia setiap saat akan mencukupi untuk menjamin tersedianya suplai untuk menjalankan pompa air-pemadam-api untuk waktu yang lama. Bahan bakar diesel akan disimpan dalam satu atau lebih tanki penyimpanan. Sistem Uap Tekanan Rendah 1 Unit Boiler didesign untuk menyediakan kebutuhan uap bertekanan rendah akan berfungsi sebagai media panas untuk peralatan reboiler di unit gas treating. II-31

51 Sistem Udara Kilang dan Peralatan Udara untuk kilang dan peralatan akan dipasok oleh kompresor udara yang digerakkan oleh motor listrik yang menyediakan udara untuk kebutuhan peralatan instrumentasi dan kebutuhan lainnya seperti pemeliharaan kilang. Kompresor udara cadangan yang digerakkan oleh mesin diesel juga akan diadakan untuk memungkinkan shut down berkala dari setiap kompresor. Sistem Produksi Nitrogen Nitrogen dibutuhkan sebagai komponen dari bahan pendingin campuran, untuk pembersihan peralatan dan perpipaan sebelum dibuka untuk perawatan dan untuk aplikasi gas lapisan tertentu. Nitrogen akan didapat dari sistem udara kilang oleh kilang pemisahan udara dan kemudian sebagian dicairkan untuk penyimpanan sebagai nitrogen cair. Rancang-bangun dari unit penyimpanan dan penguapan nitrogen akan direka untuk menyediakan jumlah nitrogen yang cukup untuk melayani kebutuhan satu train LNG dalam waktu 10 jam selain untuk memenuhi kebutuhan lainnya kilang. Sistem Suplai Air Berbagai ciri air dari dari sumber-sumber yang secara potensial berbeda akan disediakan untuk kilang yang meliputi yang berikut: Sistem Air Tawar Sistem Air Pemboran Sistem Air Perawatan Sistem Air Tingkat-murni-tinggi (High-purity Water) Sistem Air Isian Pemanas (Boiler Feed Water) Sistem Air Minum (Potable/Drinking Water) Air tawar akan berfungsi sebagai sumber pasokan air, setelah pengolahan yang memadai, untuk pelayanan, pemurnian-tinggi dan pemanasan dan sebagai suplai air minum. Sumber air tawar sejauh ini belum ditetapkan dan masih dikaji sebagai studi alternatif dalam ANDAL. Beberapa alternatif yang masih dalam pertimbangan adalah dari sumber air bawah tanah, air permukaan, atau jika pilihan yang tepat tidak ada akan melakukan pemurnian air laut. Air untuk pemboran akan dipasok ke unit pemboran untuk penyiapan lumpur air tawar. Air pemboran juga akan dipakai pada anjungan bor sebagai air pembersih. II-32

52 Air untuk pelayanan akan dipakai untuk pendingin bearing, kompresor dan turbin, untuk melengkapi sistem air-pemadam-api, dan untuk kegunaan umum kilang seperti pembersih lantai, pencuci perlengkapan, dan pengujian tekanan. Air demineraliser diperlukan utuk memasok air pada AGRU dan untuk penyiapan pelarut pembuang gas asam. Air ini akan dihasilkan dengan cara demineralisasi pertukaran ion (ion exchange demineralization). Air minum akan dipasok untuk keperluan minum selain untuk keperluan lain seperti untuk tempat mandi dan cuci muka yang aman, pancuran ruang ganti, wc, penyiapan makanan dan lain-lain. Air minum akan diproses untuk memenuhi undang-undang kesehatan dan standar mutu yang berlaku. 4. Fasilitas Pelabuhan Khusus (Dermaga Khusus LNG) Pemuatan Produk LNG Produk LNG akan dimuat dari dermaga LNG dengan Kapal LNG berukuran sampai m³ diperkirakan akan singgah di pelabuhan ini untuk memuat LNG yang diproduksi dengan frekuensi antara tiga hingga empat kapal per bulan. Proyek LNG Donggi Senoro membutuhkan fasilitas pelabuhan khusus untuk kebutuhan transportasi dan suplai proyek (Gambar-gambar dermaga LNG disajikan pada Lampiran 9). Ada dua alternatif lokasi dermaga dan kilang LNG yang direncanakan yaitu: (1) terletak di Uso Kecamatan Batui dan (2) di Padang Kecamatan Kintom. Pelabuhan khusus ini merupakan pelabuhan yang akan dipergunakan dan dikelola sendiri untuk kepentingan operasi Kilang LNG dan Fasilitas Produksi Gas Proyek LNG Donggi Senoro serta tidak diperuntukan untuk masyarakat umum. Kegiatan pelabuhan khusus dilakukan dalam skala kecil dan hanya untuk keperluan proyek dan tidak akan digunakan untuk keperluan komersial lainnya atau pembuatan kapal laut. Berbeda dengan pelabuhan laut pada umumnya, kegiatan pelabuhan laut khusus ini hanya terdiri dari jembatan (trestles) dan daerah berlabuh. Pelabuhan khusus LNG terdiri dari pelabuhan muat LNG jembatan (trestles) dan lintasan (causeways). Lokasi rencana pelabuhan khusus ini mengikuti rencana lokasi untuk Kilang LNG yaitu di dua alternatif lokasi yaitu pantai di Desa Uso Kecamatan Batui atau pantai Desa Padang Kecamatan Kintom. Kedua lokasi alternatif dermaga khusus LNG ini ditetapkan ditetapkan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: II-33

53 a) Kedalaman laut cukup untuk tanker LNG (13 m di bawah permukaan surut terendah). b) Jarak dari lokasi dermaga ke pantai merupakan jarak terdekat, sehingga biaya kontruksi jembatan ke dermaga lebih murah. c) Berdasarkan studi, sedimentasi yang terjadi di sekitar dermaga cukup rendah sehingga tidak memerlukan pengerukan kolam pelabuhan selama operasi. d) Jarak dermaga LNG ke kilang LNG merupakan jarak terdekat, sehingga biaya pemipaan untuk LNG dan utilitas lebih murah. e) Jarak dermaga LNG cukup jauh dari fasilitas lainnya sehingga cukup aman bagi kegiatan lainnya jika terjadi kebocoran LNG di dermaga. Pada saat ini terdapat 1 (satu) pelabuhan umum di Luwuk ibukota Kabupaten Banggai. Pada umumnya, lalu lintas kapal yang berhubungan dengan pelabuhan ini terdiri dari kapal barang dari/ke Luwuk, kapal penumpang Tilong Kabila jurusan Indonesia Timur milik PELNI. Letak pelabuhan umum ini sekitar 50 km dari pelabuhan khusus Proyek LNG Donggi Senoro diperkirakan tidak akan menggangu lalu lintas kapal dari pelabuhan Luwuk. Tidak ada pra-investasi yang diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan perluasan fasilitas pelabuhan khusus Proyek LNG Donggi Senoro, namun perencanaan harus mempertimbangkan kemungkinan untuk menambah maximum dua train kilang LNG lagi tanpa harus mempengaruhi kegiatan operasi produksi kilang LNG dan eskpor LNG melalui pelabuhan khusus tersebut. Pada tahap operasi, daerah dengan radius sekitar 620 meter pada semua sisi dermaga LNG akan dijadikan sebagai Kawasan Tertutup bagi lalu lintas kapal lainnya guna kepentingan keselamatan (safety exclusion zone). Gambar Dermaga (lampiran 9) menunjukkan kawasan tertutup untuk keselamatan dermaga khusus LNG dan Dermaga combo. Luas daerah kawasan tertutup untuk keselamatan telah diperkirakan berdasarkan hasil studi penyebaran Gas LNG dan kondensat yang mungkin bocor selama kegiatan pengisian ke tanker. Di samping kawasan tertutup untuk keselamatan pada kedua dermaga, daerah perairan dengan diameter 750 m di depan dermaga LNG juga diperlukan untuk manuver tanker LNG (tanker manuver basin). II-34

54 5. Infrastruktur Kilang Infrastruktur In-Plant Fasilitas infrastruktur in-plant adalah yang bukan merupakan bagian dari sistem pengolahan inti, offsites ataupun utility. Fasilitas infrastruktur in-plant terutama terdiri dari bangunan-bangunan, barak-barak serta pagar. Diharapkan bahwa kilang akan meliputi namun tidak terbatas pada ruang-ruang berikut ini: Ruang Pengawasan Bengkel perawatan Gudang Laboratorium Ruang istirahat/sholat Pos kebakaran dan darurat Infrastruktur Umum Infrastruktur umum meliputi semua fasilitas yang diperlukan untuk menunjang personil dibutuhkan untuk operasi dan perawatan GPF dan Kilang LNG. Infrastruktur umum adalah fasilitas-fasilitas yang terdapat di luar kilang. Infrastruktur umum akan meliputi, namun tidak terbatas pada fasilitas di bawah ini: Bangunan administrasi Kilang Fasilitas Pengobatan Kantin Fasilitas keagamaan Fasilitas rekreasi/atletik Kelengkapan air dan listrik Fasilitas pengumpulan dan pembuangan limbah kering dan basah Kegiatan pengamanan Komunikasi umum Kegiatan Otorita Banda bea cukai dan keimigrasian Fasilitas pelatihan II-35

55 Kegiatan yang Diduga Akan Menimbulkan Dampak A. Tahap Prakonstruksi Komponen rencana kegiatan pada tahap prakonstruksi yang berpotensi menimbulkan dampak adalah kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh dan pemanfaatan tenaga kerja. 1. Pembebasan Lahan dan Tanam Tumbuh Pada lokasi untuk sumur pengembangan, pemasangan pipa dan unit produksi akan dilakukan pembebasan dan tanam tumbuh. Lahan yang akan digunakan diusahakan bukan lahan permukiman. Proses pembebasan lahan dan pemberian kompensasi tanam tumbuh akan dilaksanakan melalui panitia sembilan. Pengadaan lahan yang akan dilakukan pada tahap kegiatan ini akan dilakukan secara jual-beli, sewa menyewa atau dengan cara lain sesuai dengan kesepakatan bersama. Pengadaan lahan yang dimiliki oleh masyarakat dan perusahaan dilakukan dengan cara jual-beli. Sedangkan pengadaan lahan yang dimiliki oleh Departemen Kehutanan akan dilakukan dengan sistem pinjam pakai. 2. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia. Pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Personil setempat yang telah memenuhi kualifikasi untuk pekerjaan tertentu akan direkrut. Ada kemungkinan sejumlah tenaga kerja akan didatangkan dari daerah lain bila tenaga dengan kualifikasi yang sama tidak dapat dipenuhi dari penduduk lokal. Selama masa konstruksi akan dibangun dan dioperasikan camps untuk menyediakan tempat tinggal, makanan, air, perawatan medis, dan kebutuhan penting pekerja yang lain. Tenaga kerja untuk pemboran sumur pengembanga n diperkirakan ± 118 pekerja dengan berbagai macam keahlian (skill). Jumlah, persyaratan dan spesifikasi kebutuhan tenaga pemboran sumur pengembangan disajikan pada Tabel 2.5. Sedangkan kebutuhan spesifikasi dan jumlah tenaga kerja pembangunan Block Station disajikan pada Tabel 2.6. II-36

56 Tabel 2.5. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pemboran Per Sumur Pengembangan No 1. Spesifikasi/Jabatan Company Man Sertifikasi yang harus dimiliki AP-3 Jumlah (orang) 2 2. K2LL 2 3. Rig Superintendent AP Wallsite Supevisor AP Wireline Service Company 5 6. Cementing Service Company 6 7. Mud Logging Service Company 6 8. Well testing Service Company 4 9. Mud Engineering Service Company Casing Crew Service Company Administration Rig General Service Company Camp Service Catering Service Security Service Tool Pusher AP Driller JB Floorman OBL Derrickman (operator Menara Bor) OMB Crane Operator SLO Store Keeper Roustabout OLB Medical Chief Mekanik Mecanic Welder Min. G Electrician 2 Total 118 II-37

57 Tabel 2.6. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan BS atau GPF No Spesifikasi Jumlah Total A PEMBANGUNAN BS 1. Tenaga Un-Skill a. Penjaga malam b. Office boy c. Pembantu rumah tangga d. Tukang gali e. Pembantu tukang pekerjaan sipil f. Tukang-tukang pekerjaan sipil g. Tukang las pipa air h. Sopir kendaraan penumpang 2. Tenaga Skill a. Engineer project b. Drafter c. Foreman d. Operator alat berat e. Operator mesin berputar f. Mekanik g. Sopir kendaraan berat Jumlah Jumlah Total 112 Pembangunan transmisi gas akan membutuhkan tenaga kerja baik tenaga skill maupun non skill. Jumlah dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 156 orang dengan spesifikasi dan jumlah masing-masing jenis dan spesifikasi tenaga disajikan pada Tabel 2.7. II-38

58 Tabel 2.7. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Transmisi Gas No Spesifikasi Jumlah Total A PEMBANGUNAN Pipe Line 1. Tenaga Un-Skill a. Tukang gali b. Labor pipa c. Office boy d. Sopir kendaraan ringan 2. Tenaga Skill a. perator peralatan berat b. Welder (tukang las bersertifikat) c. Foreman d. Engineer e. Suveyor (Juru Ukur) f. Sopir kendaran berat Jumlah Jumlah Total 156 Fabrikasi pipa dan peralatan konstruksi lain yang dilakukan di luar lokasi kegiatan juga secara tidak langsung akan menyerap tenaga kerja, baik tenaga skill maupun nonskill. Jumlah dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 112 orang untuk pembangunan Manifold Station (MS) di Minahaki yaitu dengan spesifikasi dan jumlah masing-masing jenis spesifikasi tenaga disajikan pada Tabel 2.8, sedangkan jumlah dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 112 orang untuk pembangunan Kilang LNG dengan spesifikasi dan jumlah masing-masing jenis spesifikasi tenaga disajikan pada Tabel 2.9. II-39

59 Tabel 2.8. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan MS No Spesifikasi Jumlah Total A PEMBANGUNAN MS 1. Tenaga Un-Skill a. Penjaga malam b. Office boy c. Pemantu rumah tangga d. Tukang gali e. Pembantu tukang pekerjan sipil f. Tukang-tukang pekerjan sipil g. Tukang las pipa air h. Sopir kendaraan penumpang 2. Tenaga Skill a. Engineer project b. Drafter c. Foreman d. Operator alat berat e. Operator mesin berputar f. Mekanik g. Sopir kendaraan berat Jumlah Jumlah Total 112 II-40

60 Tabel 2.9. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Kilang LNG. No Spesifikasi Jumlah Total A PEMBANGUNAN GPF 1. Tenaga Un-Skill a. Penjaga malam b. Office boy c. Pemantu rumah tangga d. Tukang gali e. Pembantu tukang pekerjaan sipil f. Tukang-tukang pekerjaan sipil g. Tukang las pipa air h. Sopir kendaraan penumpang 2. Tenaga Skill a. Engineer project b. Drafter c. Foreman d. Operator alat berat e. Operator mesin berputar f. Mekanik g. Sopir kendaraan berat Jumlah Jumlah Total 3000 Diperkirakan bahwa akan ada ± 3000 lebih personil di lokasi pada saat aktivitas konstruksi Kilang LNG puncak, yang akan bertambah secara bertahap, kemudian akan berkurang dengan selesainya pekerjaan. Pemrakarsa menyadari bahwa angkatan kerja sebesar ini perlu dikelola dengan ketat seperti berikut ini: 1) Pedoman yang komperhensif bagi Kesehatan, Keselamatan dan perlindungan Lingkungan. 2) Pedoman yang komprehensif bagi hubungan masyarakat. II-41

61 3) Orientasi lokasi pada saat kedatangan. 4) Kesejahteraan camp, penetapan standard minimum yang dapat diterima. 5) Cek kesehatan pra-kerja, skrining terhadap obat-obatan terlarang dan alkohol dan uji petik. 6) Fasilitas rekreasi camp. 7) Penyediaan fasilitas penunjang medis yang memadai, dan rencana tanggap darurat. 8) Persyaratan jam kerja di lokasi dan cuti pulang ke rumah. 9) Transportasi di lokasi. 10) Fasilitas Ibadah. 11) Pengelolaan limbah camp dan konstruksi. 12) Keamanan dan perlindungan masyarakat setempat. 13) Hubungan dengan masyarakat setempat. Hal-hal tersebut di atas akan dirinci dalam dokumen lingkup kerja Pertamina EP untuk ditaati sub-kontraktor. Pemrakarsa juga akan memastikan bahwa para sub-kontraktor tingkat bawah dan tenaga kerja terampil menyadari dan tunduk terhadap aturan dan prosedur yang berlaku. Kontraktor pengelolaan camp yang akhli yang berpengalaman luas akan dipekerjakan oleh kontraktor Pertamina EP untuk melaksanakan hal tersebut diatas, sesuai standard yang ditetapkan Pemilik. Dengan melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam kegiatan pemboran sumur pengembangan ini, maka kemungkinan besar tenaga kerja untuk tahap kegiatan ini tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat banyak membutuhkan tenaga kerja yang harus memiliki kualifikasi dan sertifikasi tertentu. Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia. Personil setempat yang memenuhi kualifikasi pekerjaan tertentu akan direkrut. Diperkirakan bahwa akan ada 3000 lebih personil di lokasi pada saat aktivitas konstruksi puncak, yang dimulai sesuai kebutuhan selanjutnya akan bertambah secara bertahap mencapai puncak, kemudian akan berkurang dengan selesainya pekerjaan. Dengan melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam kegiatan pemboran II-42

62 sumur pengembangan, pembangunan fasilitas produksi, pemipaan dan kilang LNG dan fasilitas terkait lainnya, maka kemungkinan tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat banyak membutuhkan tenaga kerja yang harus memiliki spesifikasi, kualifikasi dan sertifikasi tertentu. B. Tahap Konstruksi Konstruksi Pengembangan Lapangan Matindok dapat digolongkan menjadi aktivitas yang saling terkait sebagai berikut: 1) Konstruksi untuk persiapan pemboran 2) Konstruksi MS di Minahaki, BS di Donggi, Sukamaju dan Matindok, termasuk saluran pipa penyalur di darat, lepas pantai dan unit-unit pengolahan. 3) Konstruksi Kilang LNG di Uso atau padang, termasuk fasilitas pelabuhan khusus, unitunit pengolahan, unit-unit penyimpanan & pengangkutan, unit-unit utility, dan infrastruktur. Selama keseluruhan kegiatan konstruksi, suatu program akan dilaksanakan untuk mengawasi pembuangan limbah konstruksi dengan cara yang sesuai dengan aturan dan peraturan lingkungan hidup Indonesia. Pemrakarsa akan mengadakan perencanaan sebagai program pemantauan, sesuai dengan prosedur pengelolaan limbah Kontraktor Pertamina EP, untuk memastikan dilaksanakannya aturan dan peraturan tersebut. 1. Mobilisasi dan Demobilisasi Peralatan, Material dan Tenaga Kerja Kegiatan pengangkutan alat dan bahan serta tenaga kerja untuk pengembangan lapangan akan menggunakan jasa angkutan laut dan darat ke lokasi rencana kegiatan pemipaan dan fasilitas produksi serta LNG. Peralatan dan material yang diangkut volumenya sangat besar. Sebagai peralatan konstruksi utama yang tipikal bagi konstruksi Kilang LNG berikut fasilitas yang terkait disajikan dalam Tabel Pengaturan mobilisasi dan demobilisasi yang tepat dari peralatan, kuantitas puncak, total jangka waktu di lokasi, dan sumber peralatan konstruksi akan tergantung dari strategi pelaksanaan konstruksi yang tepat dari kontraktor utama, dari jadual dan ketersediaan peralatan. II-43

63 Tabel Peralatan Konstruksi Kilang LNG Kuantitas Uraian Puncak Ambulans 2 Backhoe/loaders 2 Bus 100 Kompresor udara, 100 cfm sampai 600cfm 16 Derek, 15 ton kebawah 10 Derek, 22 ton sampai 40 ton 15 Derek, 50 ton 10 Derek, 110 ton 6 Derek, 225 ton 3 Derek, 1200 ton 1 Tower Crane 1 Forklif 10 Generator, 220 kw ke bawah 4 Generator, 360 kw 6 Generator, 1.0MVA 8 Lampu, kilang dan menara 6 Prime movers 10 Tangker Bahan Bakar 2 Tangker Air 2 Traktor/truk 10 Trailer 30 Truk 30 Mesin Las, diesel 80 Mesin Las, listrik 65 Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005 Kegiatan pengangkutan alat dan bahan serta tenaga kerja untuk pengembangan lapangan akan menggunakan jasa angkutan laut dan darat ke lokasi rencana kegiatan pemipaan dan fasilitas produksi gas serta LNG. Kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan berat dan material yang sangat banyak diangkut dengan kendaraan berbadan besar. II-44

64 2. Pembukaan dan Pematangan Lahan Kegiatan pembukaan dan penyiapan lahan mencakup: a. Penebangan dan pembersihan pohon dan semak belukar pada lokasi tapak proyek, yang luasnya sesuai dengan keperluan peruntukan lahannya. b. Perataan dan penimbunan dilakukan untuk pematangan lahan yang akan digunakan sebagai lokasi tapak sumur, perpipan dan fasilitas produksi dan kilang LNG. Dalam pemenuhan material penimbunan, tidak didatangkan dari luar, tetapi memanfaatkan material hasil perataan areal yang bergelombang di sepanjang ROW pipa secara cut and fill. c. Pada ROW yang memotong drainase alami dan/atau sungai, akan dipasang goronggorong dan jembatan agar tidak menghambat pola aliran air. Gorong-gorong akan dipasang pada drainase alami dan/atau anak sungai yang lebarnya lebih besar atau sama dengan 2 m. Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan akan dilakukan sebagai berikut: 1) Pembukaan - Perataan dan Pengerasan Lahan-Pembukaan untuk fasilitas (base camp, jalan, laydown area) akan dilaksanakan dengan penebangan dan perataan sedikitnya footprint yang diperlukan untuk medukung pekerjaan yang sedang berlangsung secara aman. Diantisipsi bahwa tidak akan mendatangkan bahan untuk pengurukan. Pemotongan lebih, apabila ada akan disimpan di lokasi atau dibuang di suatu daerah offsite yang ditunjuk. 2) Pengerukan - Pengerukan mungkin diperlukan untuk pembangunan dermaga dalam Kilang LNG. Apabila hal tersebut diperlukan, maka bahan pengerukannya akan ditimbun di daratan pantai sekitarnya untuk digunakan kembali apabila diperlukan. 3) Limbah sanitasi - Limbah sanitasi yang berasal dari camp pekerja akan dikelola di lokasi. 4) Sampah - Limbah Padat yang berasal dari camp pekerja akan ditimbun di TPS untuk kemudian dikelola lebih lanjut. 5) Gas Buang dari Mesin Diesel Tenaga listrik untuk camp pekerja akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi pengendali emisi baku dan akan menggunakan solar berkadar belerang rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida. II-45

65 6) Emisi knalpot Mesin dan Kendaraan Pengoperasian peralatan konstruksi dan kendaraan personil akan menghasilkan emisi knalpot dalam jumlah sedikit. 7) Pembukaan, Perataan dan Pemadatan Lahan Pembukaan, Perataan dan Pemadatan untuk Kilang LNG Induk dan fasilitas terkait akan dilaksanakan dengan cara: a) Pemotongan dan pengambilan footprint minimum untuk menopang pekerjaan yang sedang berlangsung secara aman. Kurang-lebih meter kubik material harus dipotong untuk mempersiapkan lokasi kilang LNG, di mana mayoritas material yang dipotong terkait dengan persiapan tempat tangki penimbun LNG. b) Pengurukan dan pemadatan bidang tanah yang rendah untuk mendapatkan daerah yang rata yang diperlukan untuk tapak bangunan berbagai fasilitas. Tanah yang hasil pemotongan digunakan untuk menguruk, sehingga dampak lingkungan akibat sisa meterial tanah dapat diminimasi. 3. Kegiatan Konstruksi Manifold Station (MS) dan Block Station (BS) (atau Fasilitas Pemrosesan Gas (GPF) Fasilitas produksi gas meliputi pembangunan Manifold Station (MS) di Minahaki dan Block Station (BS) di 3 lokasi yaitu Donggi, Sukamaju dan Matindok. Secara umum kegiatan ini meliputi: a. Pembangunan fondasi struktur dan perlengkapannya b. Pendirian bangunan-bangunan dan pemasangan peralatan c. Pekerjaan Piping System d. Pekerjaan electrical dan peralatan ( instrument) Konstruksi fasilitas penunjang produksi gas di darat berakibat timbulnya limbah-limbah berikut ini: 1) Air Hydrotest Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah beberapa kali hydrotest, maka air yang kurang-lebih meter kubik, akan dialirkan ke sungai yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama atas semua air buangan uji hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan. II-46

66 2) Gas buang dari Mesin Diesel Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida. 3) Pembersihan Peralatan Sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest. 4) Buangan Uap dari generator/ventilasi bejana Operasi generator pembangkit listrik dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas ke udara. 5) Grit (material sand blasting) Sejumlah kecil grit dari operasi sand blasting akan terlepas ke lingkungan. 6) Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat Tumpahan dari lokasi kegiatan akan disimpan dan dikumpulkan untuk pembuangan akhir. 7) Pengerukan Sisa hasil pengerukan tanah akibat kegiatan konstruksi akan ditimbun di tempat yang ditentukan yang kemungkinan akan dapat digunakan kembali untuk penimbunan. 8) Puing dari Pembuangan Bebatuan Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat urukan tanah yang ditentukan 9) Limbah Sanitasi Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard yang berlaku sebelum dibuang ke sungai. 4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas Secara garis besar jalur pipa yang dipakai untuk mengalirkan gas dari sumur - block station (BS) Kilang LNG. Ada tiga alternatif yang diajukan dalam kegiatan pemasangan pipa penyalur gas yaitu: (1) pemasangan pipa penyalur gas sejajar SM Bangkiriang secara normal, (2) pemasangan pipa penyalur gas sejajar SM Bangkiriang secara horisontal direction drilling, dan (3) pemasangan pipa penyalur gas sejajar garis pantai. Jalur pipa trunkline akan dibuat tiga jalur alternatif yaitu: jalur alternatif-1, pemasangan pipa trunkline dari BS/GPF Donggi melintasi SM Bangkiriang berdampingan jalan provinsi, penggelaran pipa ditanam sedalam 2 meter kemudian ditimbun kembali atau alternatif-2 dilakukan dengan sistem pemboran horinzontal, dengan maksud untuk menghindari gangguan pada lahan SM Bangkiriang. Jalur alternatif-3, pemasangan trunkline dari GPF Donggi akan dilakukan melalui pantai dengan penambahan panjang pipa ± 4 km. II-47

67 Ditinjau dari sisi tingkat kesulitan teknis pemasangan dan biaya perawatan, jalur alternatif-3 relatif lebih mahal. Di jalur darat sebagian besar dipasang dengan jarak ±200 m dari jalan provinsi pada kedalaman 2 m. Jalur pipa di darat ada yang sejajar jalan raya, memotong jalan raya dan memotong sungai Gambar 2.17 menunjukkan konstruksi penanaman pipa normal sejajar dengan jalan raya, sedangkan Gambar 2.18 menggambarkan bagaimana teknik pemasangan pipa gas memotong jalan raya. Pada prinsipnya teknik pemasangan pipa pada kedua kondisi tersebut sama yakni pipa ditanam sedalam 2 meter dari permukaan sekitar jalan raya (general common level) dan dibalut dengan isolator dan pipa casing. Apabila jalur pipa tersebut memotong alur sungai, pipa ditanam memotong sungai dan dipasang minimal 2 meter di bawah dasar sungai (Gambar 2.19). Pembuatan desain pipa transmisi telah memperhatikan pada code dan standard dan peraturan pemerintah yang berlaku, komposisi gas, kelas lokasi, faktor laju korosi dan faktor desain kekuatan yang lebih tinggi, sehingga diharapkan pipa memiliki kemampuan dan kehandalan yang tinggi. Selain itu pipa juga diproteksi katodik dan diberi pembalut luar pipa (external coating) untuk melindungi pipa dari korosi luar. Pada setiap segmen pipa tertentu terdapat flare yang apabila terjadi kondisi tidak normal seperti pipa bocor/pecah saat operasional, maka dengan sistem kontrol yang tersedia, gas yang masih berada di dalam pipa akan mengalir ke flare stack secara otomatis dan segera terbakar. Upaya yang dilakukan yaitu akan melokalisir dan mengamankan area sepanjang jalur pipa yang bocor tersebut sesuai prosedur SOP dan ketentuan yang berlaku. Desain pipeline juga berdasarkan Kep. Men PE No. 300K tahun 1997 dan Code and Standard. II-48

68 Jl. Raya GROUND LEVEL 2.0 M MIN 5 M MIN.6M Gambar Disain Peletakan Pipa Sejajar Jalan Raya VENT BADAN JALAN RAYA RAYAPERMUKAAN TANAH VENT TOP CASING 2 MTR BOP CASING Gambar Disain Peletakan Typical Highway Crossing II-49

69 2 m 2 m 2 m Jalur pipa Gambar Disain Peletakan Typical River Crossing Di Bawah Dasar Sungai Setelah kegiatan pembersihan lahan dan pematangan lahan selesai, maka kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dilaksanakan dengan urutan pekerjaan berikut ini: 1) Penggalian tanah yang akan ditanami pipa, 2) Pengelasan pipa di lokasi pemipaan, 3) Uji radiografi, 4) Penurunan pipa, 5) Penanaman pipa, 6) Hydrotest, 7) Pembersihan/pengeringan dalam pipa (pigging). Penggelaran pipa untuk lokasi sumur Sukamaju dibuat 2 alternatif, yaitu pipa digelar di samping jalan yang sudah ada (alternatif-1) atau gas dijual langsung ke PLN di lokasi sumur (alternatif-2). II-50

70 Fasilitas fabrikasi di darat dan kemudian diangkut ke lokasi menggunakan tongkang. Sumber-sumber daya untuk keperluan usaha konstruksi sebagian besar akan tersedia di tongkang-tongkang dan kapal-kapal pendukung dan hanya sedikit logistik dan material akan dibutuhkan dari tim di darat. Diperkirakan hanya beberapa sumber daya dari pangkalan di darat diperlukan seperti bahan bakar dan barang pakai lainnya termasuk fasiltas camp sementara. Namun demikian, instalasi dan konstruksi jalur pipa di pantai akan memerlukan sebuah tim kecil yang akan berpangkalan di lokasi di darat. Aktivitas konstruksi yang terkait dengan pembangunan pipa lepas pantai dapat dibagi menjadi fabrikasi dan pemasangan jalur pipa di pantai. Pekerjaan konstruksi akan dibagi menjadi fase-fase utama berikut ini: a. Fabrikasi di Darat. Bagian-bagian struktural pipa akan difabrikasi, dirakit dan dites sebagai unit fungsional lengkap di bengkel fabrikasi di darat. b. Angkutan ke Lokasi Pipa yang telah di-pra-rakit akan diangkut dari tempat-tempat fabrikasi ke lepas pantai SM Bangkiriang menggunakan tongkang khusus untuk tujuan tersebut. c. Instalasi di Lepas Pantai Fase konstruksi marine ini melibatkan pemancang fondasi, dan pemasangan pipa. Setelah memancang tiang pemancang fondasi kemudian semua komponen pipa dan peralatan akan disambung dan dipersiapkan untuk tujuan komisioning. Akan tersedia sebuah kapal pendukung pekerjaan penyelaman apabila diperlukan pekerjaan di bawah laut. Pipa untuk pipa penyalur akan difabrikasi, di-corrosion coated dan concrete coated di tempat-tempat fabrikasi dan kemudian diangkut ke lokasi untuk dikonstruksi. Terdapat tempat-tempat di dasar laut yang terdiri dari gelombang pasir dan mungkin akan diperlukan pengerukan beberapa bagian gelombang pasir tersebut. Pipa penyalur akan diletakkan di dasar laut secara langsung atau di tempat-tempat yang telah dikeruk. Platform risers mungkin telah di-pra-instalasi pada pipa penyalur, tergantung dari enginiring dan penilaian rinci kondisi lingkungan. Pipa penyalur lepas pantai disalurkan ke fasilitas di darat melalui suatu bagian yang lazim disebut shore approach pipa penyalur. Tempat ini biasanya merupakan transisi antara pipa penyalur bawah laut di garis pantai dan pipa penyalur di darat. Shoreline approach pipa penyalur dibangun menggunakan metode parit terbuka konvensional. II-51

71 Akan dibuat parit dari dataran lumpur dekat pantai ke suatu lokasi di darat. Pipa penyalur akan dipasang di dalam parit tersebut dan diuruk kembali menggunakan tanah setempat atau batu-batuan rekayasa. Sesuai peraturan Indonesia, pipa penyalur di shore approach harus diberi parit dan dikubur sampai kedalaman 2 m sampai kedalaman air 12 m. Metode-metode konstruksi shore approach pipa penyalur sedang diteliti untuk memperoleh alternatif. Pra-Komisioning Pipa Penyalur. Pipa penyalur akan dibersihkan dan diukur sebelum air dikeluarkan. Pengeluaran air akan dlilakukan menggunakan udara, kompresor dan serangkaian pig trains. Kegiatan Pembangunan Instalasi Jalur Pipa & Shore Approach berpotensi menimbulkan limbah berikut: 1) Air Hydrotest Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah hydrotest, maka air yang kurang-lebih m 3, akan dialirkan ke laut lepas. Sebelum dilepas air tersebut akan dilakukan analisis seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan. 2) Akan dilakukan analisis secara seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa air buangan tersebut sudah memenuhi baku mutu untuk dibuang ke lingkungan. 3) Gas buang dari Mesin Diesel Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida. 4) Pembersihan Peralatan sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest. 5) Gas Buang dari generator/ventilasi bejana Operasi generator pembangkit listrik dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas gas buang ke udara yang secara periodik akan dipantau. 6) Grit (material sand blasting) Sejumlah kecil grit dari operasi sand blasting akan terlepas ke lingkungan. 7) Barang Terjatuh Akan dilaksanakan aktivitas konstruksi penyalur dan kemungkinan akan ada barang terjatuh dari barge sekalipun relatif sedikit. II-52

72 8) Pengerukan Untuk mentaati peraturan Indonesia tentang penimbunan pipa penyalur di shore approach, maka akan terdapat volume material dasar laut dan dataran lumpur yang signifikan yang dikeruk, kira-kira sampai meter kubik selama konstruksi pipa penyalur. Mungkin akan terjadi pengerukan dasar laut lebih lanjut di lokasi gelombang pasir apabila dianggap membahayakan integritas struktural pipa penyalur. 9) Puing penimbunan bebatuan Pipa penyalur mungkin terkubur di bawah tanah asli atau bebatuan rekayasa. Kapal-kapal Penimbun bebatuan akan diseleksi secara seksama guna memastikan bahwa penimbunan bebatuan akan se-akurat mungkin, namun diperkirakan bahwa beberapa bagian dasar laut akan tertutup puing bebatuan. 10) Pengerukan pengerukan akibat instalasi pipa penyalur akan ditimbun di tempat yang ditentukan di bagian pantai yang lebih dalam. 11) Puing dari pembuangan bebatuan puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat urukan tanah yang ditentukan di darat yang lebih dalam. 12) Limbah sanitasi air limbah sanitasi pekerja akan dikelola agar tidak mencemari lingkungan pantai. 13) Lain-lain berbagai barang, seperti bahan tali baja, dan sebagainya mungkin akan terjatuh ke dalam laut secara tidak sengaja. 5. Kegiatan Konstruksi Kompleks Kilang LNG Setelah pembebasan lahan untuk Lokasi Kilang LNG dan penyelesaiaan pembukaan serta perataan lahan, maka dilakukan konstruksi Kilang LNG dan fasilitas dermaga. Kegiatan kontruksi Kilang LNG terkait meliputi: a. Pembangunan camp konstruksi b. Pengembangan daerah laydown kontruksi dan jalan akses sementara c. Aktivitas konstruksi sipil (pekerjaan tanah, jalan, saluran pembuangan, fondasi dan gedung) d. Pengerukan (apabila diperlukan) e. Pemasangan baja struktural f. Pemasangan tangki LNG g. Fabrikasi dan instalasi pipa. h. Instalasi peralatan i. Instalasi junction box, cnduit dan kabel listrik/instrumen II-53

73 j. Pendirian gedung CPP k. Pendirian gedung kilang l. Uji coba mekanis sistim peralatan/pemipaan m. Pendirian bangunan fasilitas terkait Kilang LNG seperti fasilitas dermaga n. Aktivitas pra-komisioning. Pekerjaan konstruksi lokasi akan dibagi menjadi lingkup bidang khusus, seperti Marine, trains LNG, Utilities, Offsites, tangki-tangki LNG, dan sebagainya. Secara tipikal, subkontrak-subkontrak akan mencakup: 1) Pekerjaan sipil (pekerjaan tanah, jalan, saluran pembuangan, fondasi dan pekerjaan beton, serta dermaga) 2) Pemasangan rangka baja 3) Instalasi dan uji coba pemipaan 4) Instalasi peralatan 5) Listrik dan instrumentasi 6) Isolasi Guna meminimasi pekerjaan di lokasi dan guna mengoptimasi biaya dan jadual, maka akan banyak digunakan pra-fabrikasi, pra-perakitan dan modulisasi pemipaan, peralatan dan bangunan. Untuk tujuan ini, akan digunakan bengkel-bengkel di dekat lokasi atau jauh dari lokasi. Secara tipikal hal ini akan mencakup yang berikut ini: 1) Rangka baja struktural 2) Fabrikasi spool pipa 3) Pra-isolasi pipa dan peralatan 4) Sand-blasting dan pengecatan 5) Penggunaan unit yang skid mounted (peralatan, pipa, listrik, dsb) 6) Pra-fabrikasi dan instalasi rak pipa 7) Bangunan modular Tanggung jawab atas konstruksi, dan komisioning fasilitas kilang LNG dan GPF serta fasilitas dermaga (marine fasility) akan ditugaskan kepada kontraktor utama PT. Pertamina EP. Kontraktor tersebut akan mengontrol fungsi-fungsi penting termasuk program keselamatan, pengendalian mutu, pengendali proyek, logistik, tenaga kerja, jasa-jasa teknis, dan hubungan masyarakat. Subkontraktor yang memiliki sumber daya, II-54

74 fasilitas dan tenaga kerja Indonesia akan dimanfaatkan secara maksimum untuk pelaksanaan konstruksi Kilang LNG. Lingkup paket-paket subkontrak masing-masing akan ditetapkan sesuai dengan faktor-faktor seperti wilayah kilang, spesialitas pekerjaan (mekanis, listrik, sipil, tangki LNG, marine, dsb.), dan ukuran lingkup yang bersifat relatif. Pelaksanaan proyek akan didasarkan pada pasokan material sebanyak mungkin yang tersedia dari Indonesia, dan pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan tenaga kerja dan subkontraktor lokal untuk hal-hal yang khusus. Hampir semua keperluan sumber daya seperti peralatan, material, jasa-jasa dan tenaga kerja Kontraktor tersedia di Indonesia, namun kemungkinan besar tidak tersedia di sekitar proyek, misalnya dalam penyediaan bahan bakar, pelumas, dan beberapa material konstruksi. Pasir, agregat, dan papan kayu mungkin tersedia dari sumber-sumber di Kabupaten Banggai dan sekitarnya. Secara ringkas, maka program konstruksi dermaga di komplek LNG mencakup lingkup kerja berikut ini: 1) Mobilisasi kontraktor konstruksi marine di lokasi 2) Mendirikan pangkalan konstruksi dan wilayah kerja di sepanjang pantai 3) Membuat jembatan dok cargo dan tempat tambat. 4) Membuat dry-dock untuk pra-fabrikasi bangunan intake. Sebagai alternatif diatur supaya dibuat di luar lokasi. 5) Membangun jetty LNG, kepala jetty, tempat tambatan dan berthing dolphins 6) Membuat dan menempatkan jetty head superstructure 7) Menyesaikan intake air pendingin dan bangunan outlet 8) Mengubah pangkalan konstruksi marine untuk operasi marine Dalam pekerjaan ini, pengerukan kanal sementara di dataran berlumpur ke pantai mungkin diperlukan guna memungkinkan pembongkaran peralatan sampai dibangunnya dok cargo permanen dan/atau untuk memungkinkan pembangunan LNG pipeway trestle. Jalan urukan padat digunakan di air dangkal (0-2 m pada air pasang) di dok cargo atau trestle LNG. Jalan tersebut akan ditempatkan dan dirancang supaya tidak menganggu proses alami pesisir di pantai. Di air yang lebih dalam akan digunakan trestles terbuka. Jetty LNG, kepala jetty, tempat tambatan dan berthing dolphins yang II-55

75 akan dibangun mempunyai spesifkasi. Berikut ini spesifikasi dermaga khusus LNG (sedangkan gambar-gambar selegkapnya pada Lampiran 9). a. Ukuran : ± 15 x 1000 m b. Konstruksi : Quary wall, pancang plat baja (sheet steel pile FSP IV) kedalaman 15 meter, pada bagian atas di cor sebagai apron stage. c. Fender : H. Beam 300 ditambah karet, dipasang setiap jarak 5 meter, d. Kapasitas : ± DWT e. Kedalaman : - 10 s.d. 15 meter f. Ukuran panjang jetty : ± 250 m. Setelah penyelesaian aktivitas konstruksi dan uji coba mekanis peralatan dan komponen, maka komponen fasilitas akan secara progresif diserah-terimakan kepada personil komisioning dan operasi kilang. Akan terjadi sedikit tumpang tindih antara tenaga kerja konstruksi yang bertanggung jawab atas penyelesaian fasilitas dan personil komisioning dan operasi yang bertanggung jawab atas startup dan operasi fasilitas tersebut. Setelah semua fasilitas dikomisioning, maka kilang tersebut akan mengalami uji coba pelaksanaan menyeluruh sebelum penerimaan akhir dan serah-terima resmi kepada grup operasi. Kontraktor yang dipilih PT. Pertamina EP harus memberikan jaminan kepada pemrakarsa suatu rencana pengelolaan limbah yang komperhensif yang memperinci prosedur-prosedur yang akan digunakan untuk pengelolaan dan pembuangan limbah konstruksi. Limbah yang ditimbulkan selama konstruksi Kilang LNG dan fasilitas terkait harus ditangai dengan baik. Sumber-sumber limbah berbahaya harus tetap terpisah dari jenis limbah yang tidak berbahaya untuk dikelola sesuai peraturan lingkungan hidup Indonesia. Pembangunan Kilang LNG dan fasilitas terkait akan menimbulkan limbah sebagai berikut: 1) Air Hydrotest Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah beberapa kali hydrotest, maka air yang kurang-lebih meter kubik, akan dialirkan ke sungai yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan. 2) Air Pencucian Peralatan Sebelum komisioning, semua peralatan akan dicuci secara internal. Air cucian tersebut akan dipelakukan sama seperti air hydrotest. II-56

76 3) Limbah Sanitasi Limbah Sanitasi yang ditimbulkan camp konstruksi akan diolah dalam sebuah kilang pengolahan paket di lokasi sebelum dibuang. 4) Sampah Limbah padat yang berasal dari camp perintis akan dibuang di tempat pengurukan atau pembakaran sampah di lokasi. 5) Gas buang dari Mesin Diesel Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida. 6) Gas buang Mesin dan Kendaraan Pengoperasian peralatan konstruksi dan kendaraan personil hanya akan menimbulkan emisi knalpot dalam jumlah kecil. 7) Kelebihan Konstruksi Surplus Kelebihan (surplus) material konstruksi seperti bahan isolasi, bahan cat, bekas pemotongan baja akan ditampung, diklasifikasi dan dibuang di luar lokasi. 8) Aliran Stormwater Aliran Stormwater untuk tempat-tempat yang bersih akan dibiarkan mengalir sebagai air permukaan atau melalui selokan alamiah atau buatan ke kuala. Aliran dari tempat-tempat yang cenderung terkena kontaminasi akan dialirkan ke sebuah bak penampung. Air yang tertampung dalam bak tersebut akan di tes sebelum pembuangan akhir. Apabila diketahui dapat dibuang langsung, maka isi bak-bak tersebut akan dilepas ke kuala. Apabila diketahui tidak cocok untuk dibuang langsung, maka air tersebut akan diolah sebelum dibuang. 9) Tumpahan-tumpahan umum Tempat-tempat yang menggunakan atau menyimpan bahan bakar atau cat akan diberi pembatas untuk mencegah aliran air masuk/keluar, dan semua mesin yang digerakkan diesel akan diperlengkapi dengan drip trays. Tumpahan-tumpahan dari tempat penyimpanan dan drip pans akan dibuang dengan absorben kering atau disiram menuju ke sebuah tempat penampungan (sump) untuk dibuang di kemudian hari. 10) Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat Tumpahan dikumpulkan untuk pembuangan akhir. 11) Pengerukan Pengerukan akibat instalasi pipa penyalur akan ditimbun di tempat yang ditentukan di bagian pantai yang lebih dalam. 12) Puing dari Pembuangan Bebatuan Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat urukan tanah yang ditentukan di darat yang lebih dalam. II-57

77 13) Limbah Sanitasi Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard yang berlaku sebelum dibuang ke laut. 14) Serbaneka Berbagai barang, seperti bahan sea-fastening, panel grating, tali baja, dan sebagainya mungkin akan terjatuh ke dalam laut secara tidak sengaja. C. Tahap Operasi 1. Penerimaan Tenaga Kerja Tenaga kerja untuk operasional produksi gas dan kilang LNG sangat besar, sebagian merupakan tenaga ahli dengan skill yang memenuhi persyaratan perusahaan, dan sebagian lainnya bukan tenaga ahli. Pelaksanaan penerimaan tenaga kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jumlah personil yang dibutuhkan dan spesifikasinya untuk mengoperasikan masing-masing BS atau GPF lebih kurang 26 orang (Tabel 2.11). Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja untuk operasional transmisi gas yang akan dibutuhkan hanya ±28 orang (Tabel 2.12). Tabel Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Operasional dalam Satu Unit GPF No Spesifikasi Jumlah Total Tenaga Un-skill a. Office-Boy b. Cleaning services c. Sopir kendaraan Penumpang d. Security Tenaga Skill a. Opertor produksi b. Foreman produksi Jumlah 8 4 Jumlah Total 26 Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005 II-58

78 Tabel Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Penyaluran Gas dan Kondensat No Spesifikasi Jumlah Total Tenaga Un-skill a. Office-Boy b Sopir kendaraan ringan Tenaga Skill a. Pipa checker b. Operator peralatan berat c. Foreman b. Sopir kendaran berat Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, Jumlah Jumlah 8 20 Total 28 Sementara itu jumlah personil yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kegiatan dua train awal kilang LNG dan fasilitas darat terkait diperkirakan 200 personil kilang. Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia. Personil setempat yang memenuhi kualifikasi pekerjaan tertentu akan direkrut. Jumlah personil yang dibutuhkan pada tahap operasi ini lebih kecil bila dibandingkan dengan tahap konstruksi. Dengan melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam kegiatan mengoperasikan GPF, BS, Kilang LNG, dermaga dan pemeliharaan pipa transmisi gas dan kondensat serta transportasi kondensat melalui darat, maka kemungkinan tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat banyak membutuhkan tenaga kerja yang harus memiliki spesifikasi, kualifikasi dan sertifikasi tertentu. Jumlah tenaga kerja terbanyak adalah untuk operasional kilang, dimana jumlah personil yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kilang LNG dan fasilitas darat terkait diperkirakan lebih kurang 300 personil. Pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. II-59

79 2. Pemboran Sumur Pengembangan Sumur-sumur pengembangan di Donggi, Minahaki, Matindok, Sukamaju, dan Maleoraja dibor dengan menggunakan land-rig yang kapasitasnya sesuai dengan kedalaman yang akan dicapai. Peralatan pemboran telah dilengkapi dengan pencegahan semburan liar (blow out preventer), Standard Operation Procedure (SOP), dan penanggulangan keadaan darurat (emergency respon plan). Peralatan berat yang telah selesai digunakan kemudian dimobilisasi dan didemobilisasi dengan kendaraan berat. Hal-hal penting terkait dengan kegiatan operasi pemboran sumur pengembangan sebagai berikut ini: a. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan pemboran. b. Penggunaan lumpur pemboran Semua sumur akan dibor menggunakan lumpur yang water-based dan tidak beracun untuk kedalaman bagian atas pengembangan sumur. Pemboran reservoar akan dilakukan menggunakan low-toxicty, synthetic oilbased atau water-based mud. Water-based mud tersebut dapat dipergunakan ulang untuk semua sumur yang dibor dari setiap anjungan. Apabila semua sumur telah dieselesaikan, maka water-based mud tersebut akan dialirkan ke mudpit. Kira-kira 2000 sampai 2500 bbl water-based mud diperkirakan akan dibuang dari masing-masing sumur, atau total kira-kira bbl. Apabila digunakan, synthetic oil-based mud akan digunakan jenis low toxicity oilbased mud. Logam-logam berat tidak akan digunakan pada sistem lumpur manapun, kecuali apabila terdapat kemungkinan bahwa akan ditemukan Hidrogen Sulfida (H 2 S). Dalam hal itu, dapat digunakan Zinc Carbonate sebagai pengikat H 2 S. c. Cuttings Cuttings yang akan dihasilkan selama pemboran kira-kira bbl, dan cuttings akan dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku. d. Air Hydrotest Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah 1 kali hydrotest, maka air yang kurang-lebih meter kubik, akan dibuang di sungai yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan. e. Gas buang dari Mesin Diesel Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida. II-60

80 f. Pembersihan Peralatan Sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest. g. Gas Buang dari generator/ventilasi bejana Operasi generator pembangkit listrik dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas gas buang ke udara yang secara periodik akan dipantau. h. Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat Tumpahan dari lokasi kegiatan akan disimpan dan dikumpulkan untuk pembuangan akhir. i. Pengerukan Sisa hasil pengerukan tanah akibat kegiatan konstruksi akan ditimbun di tempat yang ditentukan yang kemungkinan akan dapat digunakan kembali untuk penimbunan. j. Puing dari Pembuangan Bebatuan Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat urukan tanah yang ditentukan k. Limbah Sanitasi Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard yang berlaku sebelum dialirkan ke sungai. 3. Operasi Produksi di BS atau GPF Seluruh produksi dari sumur-sumur gas dialirkan ke masing-masing Block Station (3 unit BS), setelah melalui Header Manifold (karena jarak ke BS di Donggi relatif jauh, khusus untuk gas dari sumur-sumur di Minahaki lokasi Manifold Station-nya di Minahaki) gas akan masuk ke dalam separator (gas/liquid separation) untuk memisahkan gas, kondensat dan air yang ikut terproduksi. Selanjutnya, gas yang sudah mengalami pemisahan pada tahap awal akan dialirkan dan diproses lebih lanjut. Gas yang sudah mengalami pemisahan pada tahap awal akan dialirkan ke CO 2 and H 2 S removal plant untuk menurunkan kadar H 2 S, selanjutnya gas dikeringkan di Unit TEG dehydratiion dan kelembabannya di kontrol menggunakan DEW Point Control. Gas yang telah memenuhi standar gas sale diukur melalui fasilitas metering dan dialirkan melalui pipa ke Kilang LNG. Sulfur (belerang) hasil pemisahan dari gas alam dalam bentuk padat/tepung, ditampung di pelataran (yard) belerang untuk penanganan selanjutnya, sedangkan kondensat langsung dialirkan ke tangki penimbun kondensat untuk selanjutnya dikirim dengan mobil tangki ke Tangki Penampung Kondensat milik JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Bajo. Flare didisain untuk menangani dua proses, yaitu untuk mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi tidak normal (blowdown), dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang yang didalamnya masih mengandung partikel gas CO 2 rendah. II-61

81 Limbah yang berasal dari Pengoperasian Fasilitas Produksi Gas, misalnya : 1) Limbah mengandung gas a) Emisi gas dari penggerak peralatan utama. Peralatan utama, seperti kompresor, genset dan pompa-pompa menggunakan mesin berbahan bakar gas. Gas buang hasil pembakaran akan dilepas ke udara terbuka. b) Emisi gas dari penggerak mesin Cadangan tenaga listrik menggunakan mesin pembangkit berbahan bakar diesel. Mesin diesel akan dipakai hanya sewaktu pembangkit turbin gas utama tidak bekerja. Limbah dari mesin dalam bentuk gas buang akan dilepas ke udara terbuka. c) Gas cerobong pemanas regenerator glycol Regenerator glycol yang dipakai pada unit pengering adalah dengan cara menguapkan air yang diserap dalam pemanas semburan-gas. Gas cerobong pemanas akan dilepas ke udara terbuka. d) Emisi suar api (flare stack) Suar api didisain untuk menangani dua proses, yaitu untuk mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi tidak normal atau darurat, dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang yang di dalamnya masih mengandung partikel gas masam yang mengandung CO 2 rendah. Emisi dapat meningkat secara signifikan selama operasi tidak normal, namun jangka waktunya pendek. 2) Limbah cair a) Air Terproduksi Fasilitas pengolahan meliputi pemisahan setiap air terproduksi. Ada dua nalternatif dalam pemisahan air terproduksi yakni dengan cara (1) menginjeksikan kembali ke perut bumi (re injection), dan (2) air terproduksi akan ditangani tersendiri di instalasi pengelolaan air limbah (IPAL), sampai kualitasnya memenuhi ketentuan yang ditetapkan untuk air buangan sebelum dilepas ke badan air. b) Limbah Domestik Cair Limbah dari Kakus akan diproses dalam septic tank. Sementara limbah dari kamar mandi, air dari dapur langsung dialirkan ke sungai. c) Limbah dari Pengeringan Permukaan Air yang berasal dari hujan yang menimpa kompleks GPF, air yang digunakan untuk pembersihan dan pencucian lantai dan atau fasilitas produksi yang tidak mengandung polutan akan dialirkan melalui saluran drainase dan dialirkan ke sungai. Sementara air untuk pengeringan yang mengadung polutan akan dialirkan IPAL. II-62

82 3) Limbah padat a) Limbah Domestik Padat Limbah padat organik yang mudah terbakar dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS) dan selanjutnya dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) yang telah ditentukan kemudian dibakar. Sementara sampah padat umum yang tidak mudah terbakar yang tidak membahayakan kesehatan seperti gelas, plastik, fiber akan dipisah-pisahan, kemudian akan ditangani lebih lanjut. b) Limbah Padat Industri Bahan kimia yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan untuk proses atau sisa proses seperti filter-filter bekas, potongan waste baskets, besi, kawat, lampu, aki, drum plastik bekas kemasan bahan kimia, oli bekas dikumpulkan dan ditampung sementara pada lokasi yang telah disiapkan khusus, dan kemudian akan ditangani lebih lanjut oleh pihak ketiga yang mempunyai ijin pengelolaan limbah B3. 4. Penyaluran Gas Melalui Pipa Gas yang telah diproses di GPF di Donggi dan GPF di Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas dari GPF Donggi dilakukan melalui pipa berdiameter 16 sampai Fasilitas Bersama JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Senoro (tekanan gas di Senoro sekitar 784 psig) yang kemudian dengan pipa berdiameter 34 sepanjang sekitar 25 km disalurkan ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Sedangkan Pengiriman gas dari GPF Matindok dilakukan melalui pipa berdiameter 16 sampai junction (tekanan gas di junction ini ± 773 psig) pada pipa jalur Senoro -Kilang LNG di Batui atau Kintom (tekanan gas di Kilang ± 750 psig). Produksi gas yang dikirim rata-rata 300 MMSCFD. Pada inlet pipa, terdapat fiscal metering untuk mengetahui jumlah gas yang dikirim. Jalur pipa gas dirancang sedemikian rupa, untuk melindungi pipa dan lingkungan dari bencana dan pencemaran, sedapat mungkin menghindari daerah-daerah yang padat permukiman. Pipa diberi lapisan pembungkus (coating), pencegahan korosi dan ditanam dalam tanah untuk melindungi dari kemungkinan bocor akibat kerusakan. Aliran dan tekanan gas dipantau secara terus-menerus terhadap adanya indikasi kebocoran pipa. II-63

83 Apabila terdeteksi adanya gejala kebocoran, operator akan segera melaksanakan SOP yang telah ditentukan sesuai dengan jenis kejadian yang berlangsung, terutama tindakan pengamanan operasi dan sistem isolasi. Untuk keselamatan jalur pipa, di sekitar pertengahan jalan dipasang valve station dilengkapi dengan vent flare. Untuk kepentingan pembersihan dan tujuan operasi teknis lainnya, di kedua ujung saluran gas dilengkapi pig launcher and receiver. 5. Penyaluran Kondensat dengan Transportasi Darat Kondensat yang berasal dari separator Block Station ditampung dalam Tangki Penampung sebelum diangkut ke Tangki Penampung Kondensat milik JOB Pertamina- Medco Tomori Sulawesi di Bajo. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah dengan kapasitas masing-masing sebesar ± 1300 m 3. Minyak/ kondensat akan diangkut dari Block Station ke Bajo dengan menggunakan road tank atau mobil tangki berukuran besar. 6. Operasional Kilang LNG dan Fasilitas Pendukungnya Operasi awal didasarkan pada Kilang LNG dua-train dengan kapasitas produksi sebesar 2 juta metrik ton LNG per tahun. Kebutuhan gas feedstock terkait adalah sebesar lebih kurang 300 MMSCFD, yang pada awalnya akan didapatkan dari dua lapangan gas yaitu Matindok dan Senoro. Proyek Pengembangan Gas Matindok akan dirancang, dibangun dan dioperasikan dengan memperhatikan semua limbah yang mengandung gas, cairan dan padat yang berasal dari fasilitas yang terkait akan dikelola sepenuhnya tunduk pada Perundangundangan Indonesia secara Nasional, Regional dan Lokal. Program Manajemen Lingkungan dan Program Pemantauan Lingkungan akan dipersiapkan untuk proyek ini untuk menetapkan persyaratan dan prosedur lingkungan khusus. Program resmi kesadaran lingkungan akan diberlakukan untuk semua pegawai dan kontraktor untuk meningkatkan kebijakan pengolahan secara bertanggungjawab dari sumber daya lingkungan yang terkena pengaruh operasi untuk memastikan dikuranginya setiap pengaruh lingkungan yang secara potensial merugikan. II-64

84 Limbah yang Berasal dari Pengoperasian Kilang LNG dan Fasilitas Terkait Sumber limbah mengandung gas, limbah cair dan padat berikut diperkirakan akan berasal dari Kilang LNG dan fasilitas dermaga. 1) Limbah mengandung Gas a) Emisi limbah dari penggerak turbin gas Penggerak utama untuk kompresor pendingin pada Unit Pendingin/Pencair dan pembangkit tenaga utama kilang adalah turbin gas. Limbah dari turbin akan dilepas ke udara terbuka. b) Emisi limbah dari penggerak diesel Pompa air-pemadam-kebakaran darurat cadangan dan pembangkit tenaga darurat akan digerakkan oleh diesel. Penggerak-diesel darurat cadangan hanya akan dipakai jika motor atau penggerak-turbin gas utama tidak bekerja (seperti, selama tidak ada tenaga listrik). Kapal-tunda, kapal-kapal lain, mobil, bus, truk, crane dan peralatan perawatan lain juga akan digerakkan dengan diesel. Bahan bakar diesel dengan kiandungan sulfur rendah akan dipakai, dengan pengawasan emisinya sesuai dengan standar yang berlaku. Limbah dari penggerak diesel tersebut akan dilepas ke udara terbuka. c) Gas cerobong dari pendidih uap Uap bertekanan rendah berfungsi sebagai sumber medium kilang selain sebagai daya gerak untuk penggerak turbin uap pembantu starter dari turbin pendingin. Uap bertekanan rendah dihasilkan dalam pendidih semburan-gas. Gas cerobong dari pendidih tersebut akan dilepas ke udara terbuka. d) Emisi suar api (flare stack) Suar api didisain untuk menangani dua proses, yaitu untuk mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi tidak normal atau darurat, dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang yang di dalamnya masih mengandung partikel gas masam yang mengandung CO 2 rendah. Emisi dapat meningkat secara signifikan selama operasi tidak normal, namun jangka waktunya pendek. Perkiraan dari emisi yang mengandung gas dari operasi Kilang LNG adalah seperti diringkaskan dalam Tabel Perkiraan emisi ini harus dianggap sebagai permulaan, tergantung pada verifikasi dan perbaikan yang mungkin ada sejalan II-65

85 dengan perbaikan disain fasilitas. Emisi pada masa datang akan meningkat secara proporsional sejalan dengan meningkatnya jumlah train. Sumber Tabel Emisi Udara Kilang LNG Emisi yang Diperkirakan (metrik ton per tahun) SO (sebagai SO x ) NO (sebagai NO x ) CO Total Sulfur (sebagai H 2 S) 1. Gas Limbah AGRU x Penggerak Turbin Gas untuk x 4 -- Kompresor Pendingin 3. Penggerak Turbin Gas untuk Pembangkitan Tenaga Listrik x 4 -- Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, ) Limbah cair a) Air limbah kontak langsung adalah air yang berasal dari operasi atau peralatan dimana air berhubungan langsung dengan cairan pengolahan (seperti air formasi, air pengolahan). Air limbah kontak langsung akan dialirkan di IPAL untuk diolah sampai sesuai dengan standar mutu aliran yang berlaku sebelum dialirkan ke sungai. b) Limbah kimia basah Limbah asam dan alkalin basah dari sistem utility akan dialirkan melalui sistem pengumpul terpisah ke kolam netralisasi untuk penyesuaian ph-nya sebelum diteruskan ke Effluent Treatment Unit sebelum dibuang. c) Limbah pengeringan permukaan dari daerah unit pengolahan dan penyimpanan (air hujan, air pencucian, dan sebagainya) - Limbah pengeringan permukaan dari daerah unit pengolahan dan penyimpanan yang terancam pencemaran potensial akan dikumpulkan dan diteruskan ke Effluent Treatment Unit sebelum dibuang. Limbah pengeringan dari daerah yang bersih dan tidak mengadung polutan akan langsung dialirkan ke saluran dan diteruskan ke sungai. d) Limbah Domestik Cair Limbah dari Kakus akan diproses dalam septic tank. Sementara limbah dari kamar mandi, air dari dapur langsung dialirkan ke sungai. II-66

86 3) Limbah padat a) Limbah Padat Industri - Saringan molekul bekas, filter karbon dan damar pengganti ion dan limbah padat lainnya akan dikumpulkan sementara sebelum ditangani lebih lanjut. Karbon aktif tercemar merkuri dari MRU akan dikumpulkan dan dibuang ke luar ke fasilitas pembuangan limbah berbahaya yang telah disetujui atau dikembalikan ke pabrikan katalis untuk diproses ulang. Bahan kimia yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan untuk proses atau sisa proses seperti filter-filter bekas, potongan waste baskets, besi, kawat, lampu, aki, drum plastik bekas kemasan bahan kimia, oli bekas, dan bermacammacam limbah padat lain dari kegiatan pembersihan tanki, exchanger dsb dikumpulkan dan ditampung sementara pada lokasi yang telah disiapkan khusus, dan kemudian akan ditangani lebih lanjut oleh pihak ketiga yang mempunyai ijin pengelolaan limbah B3. b) Limbah Domestik Padat Limbah padat organik yang mudah dibakar dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS) dan selanjutnya dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) yang telah ditentukan kemudian dibakar. Bahan sampah padat umum yang tidak mudah seperti gelas, plastik, fiber akan dikumpulkan dalam tong yang memadai dan ditampung di tempat penimbunan untuk sementara, kemudian akan ditangani lebih lanjut dengan mendaur ulang limbah tersebut dalam bentuk lain pemanfaatan. Kegiatan operasi Kilang LNG dan fasilitas yang ada di kompleks dalamnya menghasilkan limbah yang berpotensi menimbulkan dampak negatif pada lingkungan berikut ini. a) Limbah gas Emisi limbah dari penggerak turbin gas untuk kompresor pendingin pada Unit Pendingin/Pencair dan pembangkit tenaga utama kilang akan dilepas ke udara terbuka; emisi limbah dari penggerak diesel untuk pompa air-pemadamkebakaran darurat cadangan dan pembangkit tenaga darurat, mobil, bus, truk, crane dan peralatan perawatan berbahan bakar diesel dengan konsentrasi sulfur rendah akan akan dilepas ke udara terbuka; gas cerobong dari pendidih uap sumber medium kilang dan untuk penggerak turbin uap pembantu starter dari II-67

87 turbin pendingin akan dilepas ke udara terbuka; emisi suar api pengolahan gas dan pembakar cairan kering juga akan dilepas ke udara terbuka. Perkiraan dari emisi yang mengandung gas dari operasi Kilang LNG dua train adalah seperti diringkaskan dalam Tabel 2.13 di atas. b) Limbah cair Limbah cair berasal dari air formasi setelah diolah di Effluent Treatment Unit (IPAL) kemudian dialirkan ke laut; air hydrotest yang dipergunakan untuk pengujian tekanan bejana dan perpipaan yang mungkin mangandung kuantitas residu dari biosida, oxygen scavangers dan sebagainya. akan diolah di IPAL dan selanjutnya dialirkan ke laut; limbah pengeringan permukaan dari daerah unit pengolahan dan penyimpanan (air hujan, air pencucian, dan sebagainya) - Limbah pengeringan akan dikumpulkan dan diteruskan ke IPAL sebelum dialirkan ke laut; sedangkan limbah asam dan alkalin basah dari sistem utility akan dialirkan melalui sistem pengumpul terpisah ke kolam netralisasi untuk penyesuaian ph-nya sebelum diteruskan ke IPAL sebelum dialirkan ke laut; limbah sanitasi baik dari Kilang LNG maupun dari masyarakat sekitar akan diolah pada unit pengolahan biologis tertutup sebelum dialirkan ke laut. Limbah cair dari kegiatan-kegiatan di atas yang telah diolah di IPAL dan telah memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan air yang disyaratkan, kemudian air dialirkan ke laut. c) Limbah padat Limbah saringan molekul bekas, filter karbon dan damar pengganti ion dan barang-barang bekas akan dikumpulkan untuk dibuang ke luar ke tempat penimbunan sampah, atau jika berbahaya, ke tempat pembakaran sampah. Berbagai macam limbah padat dari kegiatan seperti pembersihan tanki, exchanger atau jaringan pipa akan dikumpulkan dan di buang ke luar ke tempat penimbunan sampah, atau jika berbahaya, ke tempat pembakaran sampah. Sampah umum baik dari Kilang LNG maupun dari masyarakat sekitar akan dibuang ke tempat penimbunan atau pembakaran sampah. Sementara itu limbah padat karbon aktif tercemar merkuri dari MRU akan dikumpulkan dan dikirim ke luar lokasi sesuai prosedur dan persyaratan tentang penanganan limbah B-3. II-68

88 7. Pemeliharaan Fasilitas Produksi Kegiatan pemeliharaan fasilitas produksi waktunya secara berkala, tergantung dari masing-masing jenis peralatan produksi, antara lain perawatan terhadap kompresor, generator, pompa, tangki timbun kondensat, sumur produksi, pipa dan jalan. Kegiatan pemeliharaan tersebut dapat bertujuan untuk pembersihan kotoran, perbaikan dan atau penggantian. Perawatan tangki timbun akan dilakukan sekitar 10 tahun sekali, dan akan menghasilkan sludge. Penanganan terhadap sludge akan dilakukan dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 Jo. PP N0. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan peralatan dan pemrosesan air, diantaranya gas corrosion inhibiitor, gas dehydrator, reverses demulsifier, portable water desinfectant (calcium hypochloride), potable water coagulant, potable water neutralizer (caustic soda) dan cleaner. Mitigasi dampak lingkungan akibat kebocoran pipa, telah disusun suatu rencana tanggap darurat (emergency response plan). Dengan prosedur tersebut, apabila diketahui kebocoran/pencemaran dapat ditanggulangi secara dini. Penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas pemrosesan gas meliputi: gas corrosion inhibitor, gas dehydrator, reverses demulsifier, potable water desinfectant (calcium hypochloride), potable water coagulant, potable water neutralizer (caustic soda) dan cleaner. D. Tahap Pasca Operasi 1. Penutupan Sumur Penutupan operasi sumur dilakukan dengan sumbat semen dan bridge plug dipasang sesuai dengan ketentuan dan dilakukan uji tekanan. Pada kegiatan ini jenis pekerjaannya mencakup antara lain: isolasi zona lubang terbuka, isolasi pada lubang terbuka, penyumbatan atau pengisolasian interval perforasi, penyumbatan tunggul selubung/linier, penyumbatan selubung 9, pengujian sumbat, pemotongan dan pengangkatan selubung 9 yang tidak bersemen, pemotongan bagian atas casing sampai sekitar 5 m di bawah permukaan tanah dan mud line suspension diangkat, dan pemasangan sumbat semen permukaan (penutup). Laporan peninggalan sumur disampaikan ke Ditjen MIGAS. II-69

89 2. Penghentian Operasi Produksi Gas dan Kilang LNG Penghentian operasi penyaluran gas dilakukan dengan pembersihan pipa transmisi dari sisa gas dengan cara flarring. Sementara itu penutupan operasi GPF dan kilang LNG dilakukan dengan mengikuti prosedur, untuk menjamin keamanan yang tinggi untuk menghindari bahaya semburan liar, tumpahan kondesat, kebakaran dan kecelakaan kerja. Elemen-elemen yang dapat menyebabkan adanya bahaya tersebut akan diidentifikasi dan tolok ukur pencegahan yang tepat dalam menerapkan standar dan kode yang berlaku. Laporan peninggalan jalur pipa, GPF dan Kilang LNG serta fasilitas lain disampaikan ke Ditjen MIGAS. 3. Demobilisasi Peralatan Pada waktu rampungnya rentang masa operasi produksi gas dan kilang LNG yang diharapkan (diperkirakan sekurang-kurangnya 25 tahun), peralatan, jaringan pipa dan fasilitas yang sudah tidak dipergunakan akan dibongkar dan dipindahkan ke tempat yang telah ditentukan. Laporan peninggalan lokasi ini disampaikan kepada Ditjen Migas. Penanganan terhadap bekas lokasi fasilitas yang telah dibongkar yang meliputi pembersihan dan rehabilitasi lahan terbuka akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada waktu rampungnya rentang masa operasi produksi gas dan kilang LNG, peralatan dan fasilitas yang sudah tidak tidak dipergunakan akan dibongkar, ditinggalkan atau dipindahkan ke tempat yang telah ditentukan. 4. Penglepasan Tenaga Kerja Pada akhir operasi produksi gas dan kilang LNG, tenaga kerja dilepaskan secara berangsur-angsur sampai dengan berakhirnya kontrak kerja di unit kerja masingmasing. Pelaksanakan Penglepasan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Pada akhir operasi produksi gas dan kilang LNG, tenaga kerja dilepaskan secara brangsur-angsur sampai dengan berakhirnya kontrak kerja di unit kerja masing-masing. Pelaksanakan Penglepasan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Pada prinsipnya lahan dan aset-aset lain bekas kegiatan PPGM setelah pasca operasi akan diserahkan kembali ke negara. Adapun secara lebih detail mekanisme seperti tertuang dalam dokumen kontrak. II-70

90 Kegiatan-Kegiatan yang Ada Di Sekitar Rencana Lokasi Kegiatan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Areal rencana kegiatan secara administratif termasuk dalam 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui. Berikut ini adalah kegiatan masyarakat yang menonjol dalam pemanfaatan lahan di wilayah itu. Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar rencana kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak pada rencana kegiatan atau sebaliknya, recana kegiatan Pengembangan Gas Matindok berpotensi menimbulkan dampak pada kegiatan lain yang telah ada yang relevan tertuang di bawah ini. a. Pertambangan JOB Pertamina Medco E&P Tomori Sulawesi di Senoro dan sekitarnya telah melakukan kegiatan eksplorasi migas, telah melakukan pemboran beberapa sumur. Berbagai bahan pencemar dari kegiatan ini seperti emisi gas buang, limbah pemboran, ceceran minyak dan oli dari aktivitas dermaga dan pemeliharaan fasilitas produksi akan dapat menurunkan kualitas lingkungan wilayah studi. Oleh karena lokasi kegiatannya berhimpitan, jenis kegiatannya sejenis dan pengelolannya dilakukan juga oleh Pertamina, maka pemrakarsa akan melakukan koordinasi dan kerja sama saling mengun-tungkan antara JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi dengan Pertamina- PPGM dalam melaksanakan kegiatan migas di wilayah tersebut. b. Perkebunan Areal kerja perkebunan yang sebagian tanahnya akan terkena rencana pengembangan Lapangan Gas Matindok, termasuk jaringan pipa transmisi seperti perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh unit pengolahan milik PT Kirana Luwuk Sejati. Dengan adanya upaya pemanfaatan kembali berbagai limbah yang dihasilkan dari kegiatan perkebunan ini maka dampaknya terhadap lingkungan hidup relatif dapat diminimalkan. Dalam upaya pemanfaatan lahan untuk pipa tersebut diperlukan perundingan segitiga antara pengelola perkebunan - Pemerintah Kabupaten Banggai/Pusat Pertamina-PPGM. c. Pertanian Pada daerah bagian hilir kabupaten Banggai merupakan dataran rendah berupa dataran aluvial dan dataran aluvial pantai yang intenisf digunakan oleh masyarakat petani sebagai lahan pertania. Lahan sawah tersebut mendapatkan airnya dengan menggunakan sistem irigasi teknis dan non teknis di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili II-71

91 dan Batui. Upaya peningkatan produksi diantaranya dilakukan dengan penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Bila penggunaan kedua jenis bahan kimia tersebut tidak dibatasi, akan berdampak terhadap produktivitas lahan dan tercemarnya lingkungan pertanian di daerah tersebut. d. Suaka Margasatwa Bangkiriang Jalur pipa akan melewati kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang (SMB). Walaupun kondisi di kawasan Suaka sudah diusahakan oleh penduduk untuk bercocok tanam bahkan telah dijadikan perkebunan kelapa sawit, namun secara de jure kawasan tersebut masih merupakan kawasan konservasi, maka Pertamina-PPGM perlu mengkoordinasikan pemanfaatan sebagian lahan SMB dengan Menteri Kehutanan dan Perkebunan di tingkat pusat. Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan ini tergambar dalam Gambar II-72

92 Gambar PETA Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan II-73

93 2.2. LINGKUP RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL. a) Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran, fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, hidrooceonografi, ruang, lahan dan tanah serta transportasi. b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air. c) Komponen sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat Komponen Geo-Fisik-Kimia Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan 1. Iklim Menurut klasifikasi ikllim Schmidt dan Ferguson, daerah Banggai bertipe iklim B, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah (Q) adalah 5, atau termasuk wilayah cukup basah. Data curah hujan stasiun meterologi bandar Udara Bubung Luwuk selama pencatatan 16 tahun (tahun ) menunjukkan bahwa musim hujan berlangsung dari bulan Maret sampai Juli dengan jumlah curah hujan berkisar dari 115 mm pada bulan Mei sampai 169 pada bulan Juli. Musim kemarau berlangsung dari bulan Agustus sampai Februari, dengan curah hujan berkisar dari 41 mm pada bulan Oktober sampai 85 mm pada bulan Desember. Suhu udara rata-rata bulanan berkisar dari 25,9 o C pada bulan Juli sampai 28,3 o C pada bulan November. Suhu udara maksimum terendah 28,9 o C pada bulan Juli dan yang tertinggi 30,0 o C pada bulan Maret. Suhu udara berkisar dari 22,9 o C pada bulan Juli sampai 24,5 o C pada bulan Februari. Tabel Data Iklim Wilayah Studi Unsur Iklim B u l a n Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Setahun 1. Curah hujan (mm) Suhu udara ( o C) Rata-rata 28,1 28,1 27,1 27,7 27,2 26,6 25,9 26,0 27,0 28,1 28,3 28,1 27,4 Maksimum 31,6 31,6 32,0 30,8 30,2 29,6 28,9 29,1 30,2 30,9 31,7 31,6 31,6 Minimum 24,2 24,3 24,1 24,2 23,9 23,4 22,9 23,0 23,2 23,7 24,0 24,2 23,8 3. Kelembaban Nisbi Udara (%) Kecepatan angin rata-rata (knot) 4,5 4,6 4,6 4,3 5,1 5,6 6,0 6,5 6,5 5,5 4,4 4,1 5,1 (Sumber data: St. Meteorologi Bandara Bubung Luwuk), Keterangan : ٠Curah hujan (rata-rata ), ٠Suhu udara dan kelembaban nisbi udara (rata-rata ), ٠Kecepatan angin (rata-rata ) II-74

94 Wilayah studi merupakan daerah pesisir sehingga kelembaban nisbi udara cenderung tinggi. Kelembaban udara rata-rata bulanan ± 73 % pada bulan oktober yang bertepatan dengan musim kemarau sampai 81% pada bulan Juni dan Juli yang bertepatan dengan musim hujan. 2. Kualitas Udara, Kebisingan dan Getaran Hasil pengamatan sesaat di lokasi-lokasi sekitar rencana kegiatan secara kualitatif kondisi udara, tingkat kebisingan dan tingkat getaran masih sangat baik. Kualitas udara Gambaran umum tingkat kualitas udara di wilayah sekitar Proyek masih baik. Hal itu didasarkan atas data sekunder dari hasil pengukuran kualitas udara yang telah dilakukan sebelumnya di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleo Raja (MLR), Matindok (MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB). Jumlah dan lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel Tabel Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan Kebauan No. Kode Sampel Desa / lokasi 1. MLR-1 Tapak proyek Maleo raja 2. MLR-2 Jalan masuk lokasi Maleo raja 3. MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV 4. MTD-1 Tapak proyek Matindok 5. MTD-2 Jalan masuk lokasi Matindok 6. MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu 7. DNG-1 Tapak proyek Donggi 8. DNG-2 Jalan masuk lokasi Donggi 9. DNG-3 Pasar Sindang sari 10. ANB-1 Tapak proyek Anoa besar 11. ANB-2 Permukiman penduduk desa Kamiwangi 12. ANB-3 Jalan raya Anoa besar Sumber : 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng II-75

95 Parameter yang diteliti, cara pengambilan sampel, metode analisis setiap parameter telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No /1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990 dan mengacu pada Compendium Methods dari USEPA (United States Environmental Protection Agency) dengan nomor EPA/625/R-96/01, July Pengolahan data hasil analisis laboratorium, dilakukan dengan mengacu pada Kep.Ka.BAPEDAL No. Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) serta berpedoman pada National Ambient Air Quality Standards (NAAQS) yang ditentukan oleh USEPA. Hasil perhitungan ISPU dikonversi menjadi skala kualitas lingkungan atau Rona Lingkungan Awal. Konversi ISPU menjadi skala kualitas lingkungan disajikan pada Tabel Skala Kualitas Lingkungan (SKL) secara seragam digunakan untuk perhitungan pada tahap prakiraan dampak rencana kegiatan terhadap lingkungan sekitarnya. ISPU Tabel Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan Kategori Skala Kualitas Lingkungan Kategori 1 50 Baik 5 Sangat baik Sedang 4 Baik Tidak sehat 3 Buruk Sangat tidak sehat 2 Sangat buruk > 300 Berbahaya 1 Sangat buruk sekali Sumber: USEPA, 1999 Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara rona lingkungan awal berdasarkan data sekunder tersebut pada Tabel 2.15 di sekitar lokasi rencana kegiatan (sebanyak 12 lokasi), disajikan pada Tabel Rekapitulasi hasil pengolahan data dengan besaran skala kualitas lingkungan rona awal, disajikan pada Tabel II-76

96 Tabel Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan No. Parameter MLR-1 MLR-2 MLR-3 MTD-1 MTD-2 MTD-3 DNG-1 DNG-2 DNG-3 ANB-1 ANB-2 ANB-3 1 Sulfur Dioksida, SO 2 1,82 2,43 2,53 1,29 2,14 2,63 5,12 2,88 5,10 2,40 2,52 3, Karbon Monoksida, CO 10,50 14,00 15,36 8,61 13,10 14,42 18,20 12,45 19,67 8,76 9,18 15, Nitrogen Dioksida, NO 2 3,10 4,13 4,59 3,21 3,87 3,85 6,09 3,73 6,20 3,15 3,31 4,35 92,5 4 Oksidan, O 3 0,07 0,10 0,13 0,03 0,08 0,09 0,06 0,06 0,06 0,05 0,07 0, Amoniak 0,06 0,08 0,10 0,06 0,08 0,09 0,095 0,045 0,048 0,03 0,05 0, Hidrogen Sulfida 0,02 0,02 0,04 0,02 0,02 0,03 0,025 0,018 0,028 0,01 0,02 0, Dust TSP *) Kep.Gub.KDH TK I Sulawesi Tengah No. Kep /1443/Ro.BKLH Sumber : 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002 Baku Mutu *) II-77

97 Tabel Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara dan Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan Kode Lokasi SKL Keterangan MLR-1 Tapak proyek maleo raja 5 MLR-2 Jalan masuk lokasi maleo raja 5 MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV 5 MTD-1 Tapak proyek matindok 5 MTD-2 Jalan masuk lokasi matindok 5 MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu 5 DNG-1 Tapak proyek donggi 5 DNG-2 Jalan masuk lokasi donggi 5 DNG-3 Pasar sindang sari 5 ANB-1 Tapak proyek anoa besar 5 ANB-2 Permukiman penduduk desa kamiwangi 5 ANB-3 Jalan raya anoa besar 5 Sumber: Hasil analisis Data dari Tabel 2.17 Tingkat kualitas udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia maupun hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan maupun nilai estetika Dari hasil analisis kualitas udara dan kebisingan, terlihat bahwa rona lingkungan awal kualitas udara dan kebauan di sekitar lokasi kegiatan tergolong sangat baik (SKL= 5). Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi db. Gambaran umum tingkat kebisingan di daerah itu diambil dari data sekunder yang telah ada yang merupakan hasil pengukuran di sekitar lokasi sumur Maleoraja (MLR), Matindok (MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB). Jumlah dan lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan dan mengacu pada Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No /1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan, disajikan pada Tabel II-78

98 Lokasi pengukuran tingkat kebisingan merupakan lingkungan kegiatan perumahan dan permukiman serta ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, hasil pengukuran dibandingkan terhadap Baku Tingkat Kebisingan untuk Kawasan Permukiman dan Perumahan (55 db) dan Ruang Terbuka Hijau (50 db). Berdasarkan data sekunder hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 2.19 terlihat bahwa semua lokasi berada di bawah ambang batas baku tingkat kebisingan. Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua lokasi = 5 atau kategori sangat baik. Tabel Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Kode Lokasi Tingkat Kebisingan (db) MLR-1 Tapak proyek maleo raja MLR-2 Jalan masuk lokasi maleo raja MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV MTD-1 Tapak proyek matindok MTD-2 Jalan masuk lokasi matindok MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu DNG-1 Tapak proyek donggi DNG-2 Jalan masuk lokasi donggi DNG-3 Pasar sindang sari ANB-1 Tapak proyek anoa besar ANB-2 Permukiman penduduk desa kamiwangi ANB-3 Jalan raya anoa besar Sumber : 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng, UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng, Fisiografi dan Geologi Geomorfologi daerah penelitian secara umum merupakan daerah pantai dengan lebar pantai sekitar 100 m sampai 1 km. Pada sisi bagian barat dijumpai adanya rangkaian perbukitan yang membujur searah dengan garis pantai dengan ketinggian berkisar antara 50 sampai dengan 450 meter, dengan kelerengan berkisar antara 5 o - 40 o. Sistem aliran sungai yang berkembang disini adalah paralel, yang seluruhnya bermuara di Selat Peleng. Aliran sungainya ada yang bersifat perenial dan ada juga yang intermiten. Proses pelapukan dengan disertai erosi pada daerah ini cukup intensif. Ketebalan lapisan tanahnya cukup tebal, yaitu antara 3-4 meter. II-79

99 Stratigrafi daerah Luwuk sampai Batui terdiri atas Formasi Bongka, Formasi Kintom, Satuan Terumbu Koral Kuarter dan Satuan Aluvium. Formasi Bongka terdiri atas konglomerat, batupasir, lanau, napal dan batugamping. Formasi ini melampar dari bagian utara sampai selatan dimana terkosentrasi pada bagian barat, dengan luas sekitar 40% dari daerah penelitian, umur dari formasi ini adalah Miosen Akhir hingga Plistosen. Di daerah penelitian Formasi Bongka ini tersingkap di sebelah barat dari Kintom dan Mendono. Formasi Kintom sering pula disebut dengan Formasi Batui, terdiri dari napal pasiran dan batupasir. Formasi ini melampar pada bagian utara kota Batui, dengan luas penyebaran adalah 20% dari daerah penelitian. Batuan yang menyusun formasi ini sebagian besar adalah batugamping koral bersisipan napal dan sebagian batupasir Berdasarkan kandungan fosil yang ditemukan di Matindok-1 well yaitu Globigerinoides extremus, maka umur Formasi Kintom adalah Miosen Akhir sampai Pliosen Awal, sedangkan lingkungan pengendapannya adalah outer neritic hingga upper bathyal. Formasi ini melampar di sebelah barat dari Formasi Bongka. Satuan Terumbu Koral Kuarter, terdiri dari batugamping terumbu dan sedikit napal, umur dari satuan ini adalah Kuarter (Holosen), dan melampar di sebagian besar dari daerah penelitian di sepanjang tepi pantai. Satuan aluvium ini ditemukan pada daerah di dekat muara sungai dari Batui hingga Luwuk. Terdiri atas batuan lepas yang berukuran lempung hingga kerakal dan ditemukan pula hasil endapan teras sungai yang banyak ditemui di Batui river basin. Ketinggian dari teras sungai adalah antara meter, hal ini mengindikasikan bahwa pengangkatan di daerah ini masih berlangsung. Satuan ini hanya terdapat di sekitar muara-muara sungai seperti di Muara Sungai Kuala Batui di Batui. II-80

100 Gambar Peta Geologi Daerah Batui (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) Struktur geologi daerah penelitian cukup komplek. Hal ini diakibatkan karena daerah ini merupakan zone kolosi antara microkontinen Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut barat daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut-tenggara dengan panjang yang bervariasi (Gambar 2.21). 1. Kondisi Geologi pada Jalur Pipa Secara umum rencana jalur pipa berada pada morfologi pantai dimana ketinggiannya tidak berbeda jauh dengan ketinggian muka air laut, namun ada beberapa ruas yang lokasinya sangat dekat dengan perbukitan. Satuan batuan di wilayah ini antara lain adalah satuan batupasir, satuan konglomerat, satuan batugamping-konglomerat karbonatan dan endapan pasir lempungan. Sedangkan struktur geologi yang dijumpai pada rencana jalur pipa ini terdiri atas sesar-sesar minor (minor faults) yang secara umum berarah barat laut-tenggara dan Utara-Selatan. II-81

101 Di daerah Batui (km 57), rencana jalur pipa akan melewati singkapan dimana pada bagian atas merupakan tanah lapukan setebal 0,5 meter, kemudian pada bagian bawah batugamping konglomeratan dengan tebal 1,5 meter, kemudian batu pasir dengan tebal lebih dari 1,5 meter. Batugamping konglomeratan berwarna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 20 cm terdiri dari koral (5 20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm 1 cm). Sedangkan batupasir berwarna putih kecoklatan dan bersifat non karbonatan. Selanjutnya jalur pipa di daerah Kasambang melewati singkapan batugamping konglomeratan setebal 5,80 meter di km 53 dengan sisipan paleosoil. warna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 20 cm terdiri dari koral (5-20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm 1 cm). Makin ke atas fragmen makin dominan dan berubah menjadi paleosoil. Sementara ke arah utara makin banyak dijumpai fosil jejak. Paleosoil warna coklat kehitaman, ukuran butir lempungpasir, tebal 30 cm. Sedangkan pada km 50 jalur pipa akan melewati singkapan batugamping dengan warna lapuk abu-abu cerah, warna segar putih kecoklatan, ukuran butir pasir, grainsupported, tersemenkan kuat (grainstone), mengalami karstifikasi lanjut dengan tebal singkapan 8m. Pada satu meter bagian atas mengalami pelarutan yang paling tinggi. Pada barat jalan Batui - Kintom, m dari tugu km 42 ke arah Luwuk rencana jalur pipa melewati singkapan batugamping pada tebing setebal m. Pada bagian bawah (+ 3 m) dan atas (9 m), tersusun oleh batugamping warna putih, ukuran butir 2 mm 8 cm, fragmen dominan forambesar, gastropoda, pelecypoda dan pecahan koral (rudstone). Diantaranya tersusun oleh batugamping setebal 3 m, warna putih, ukuran butir 2 mm 20 cm dan tersusun oleh tubuh utuh koral berbentuk bulat (framestone). Kondisi geologi regional daerah Batui dan sekitarnya (Lampiran 5) yang cukup kompleks ini menyebabkan sering terjadinya gempa bumi. Untuk mengurangi kerusakan akibat adanya gempa tersebut, pembangunan jaringan pipa akan dilakukan pada struktur yang lentur sehingga dapat mengantisipasi adanya getaran yang ditimbulkan oleh gempa tersebut. Selain itu rencana peletakan pipa juga mempertimbangkan jalur sesar (faults) yang ada di wilayah itu. Agihan litologi dan struktur geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Lampiran 5. II-82

102 2. Kondisi Geologi pada Rencana Lokasi Kilang a. Rencana Lokasi Kilang di Kawasan Uso Terletak di sebelah barat jalan Batui-Luwuk ( ; ). Morfologi hampir sama dengan kondisi di Desa Solan yakni berupa dataran aluvial pantai lebar kurang lebih 750 m. Dataran aluvial pantai ini tersusun atas endapan aluvial dan koluvial yang berasal dari daerah perbukitan di sebelah baratnya. Material penyusun bentuklahan ini pada umumnya terdiri dari pasir lempungan dengan warna coklat kehitaman, ukuran butir lempung-pasir, dengan fragmen batuan penyusunnya berasal dari rombakan batuan beku dan metamorf, dan tidak mengandung gamping. Ke arah pantai endapan berubah menjadi kerakal dengan komposisi rombakan batuan andesit, kuarsit, serpentinit dan gabro. Topografi datar, dan dijumpai muka air tanah sangat dangkal yakni sekitar 3,5 m dari permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan dari sumur penduduk, pada kedalaman ± 2,6 m dijumpai lapisan konglomerat, dengan ukuran butir kerikil sampai kerakal. Ketinggian loksi berkisar 1 15 m dai permukaan laut. Geologi dan litologi yang berupa pasir kerikil agak kompak ini pada umumnya mempunyai nilai daya dukung berkisar antara kg/m 2. Daerah ini cukup untuk pendirian lokasi LNG. Dengan kondisi dan data tersebut dapat diperkirakan berapa beban konstruksi yang masih dapat diterima oleh batuan. Perlu dipertimbangkan sistem pembangunan konstruksi pada daerah ini, misal dengan menggunakan pondsi tapak ataupun pondasi rakit. Hal ini untuk mengantisipasi adanya penurunan akibat pemadatan (compaction) dalam jangka panjang yang akan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan serius atau mempengaruhi fungsi struktur. Daerah rencana tapak LNG ini termasuk daerah yang rawan bencana tsunami, sehingga perlu diperhatikan tindakan preventif dan antipasinya. Mengingat daerah yang datar dan elevasi rendah, penimbunan tanah (land fill) dapat dilakukan di daerah ini untuk meninggikan elevasi permukaan tanah, sehingga mengurangi resiko terlanda banjir dari sungai maupun dari pasang air dari laut. Bangunan penahan pasang air laut ataupun tsunami perlu dibangun mengingat jarak lokasi ini dari pantai dekat dan seringnya timbul gempa di daerah ini. II-83

103 b. Rencana Lokasi Kilang di Desa Padang Calon lokasi kilang ini di sekitar 200 meter ke arah barat dari tugu km 47 mengikuti aliran sungai ( ; ) berada pada teras sungai berupa endapan konglomerat batupasir yang belum kompak. Konglomerat berwarna abu-abu putih, struktur gradasi normal, memotong lapisan batupasir-konglomerat di bagian bawahnya, ukuran butir 2 mm 10 cm, rounded, kemas tertutup, tersusun atas kuarsit, batuan beku dan karbonat/batugamping. Batupasir warna coklat, ukuran pasir sedang-kasar, rounded, non karbonatan. Pada tubuh sungai terdapat endapan berukuran kerakal. Selain itu pada daerah meter dari tugu km 47 ke arah utara dijumpai kontak morfologi dataran dengan perbukitan ( ; ). Pada dataran tersusun oleh endapan pasir warna coklat kehitaman berukuran dominan pasir sedang-kasar, tersusun oleh fragmen batuan beku dan metamorf. Pada pantai endapan berubah menjadi endapan kerakal. Lebar dataran + 80 meter, makin ke arah selatan lebar dataran < 80 meter. Perbukitan dengan tinggi 5 15 meter dan slope o tersusun oleh lempung pasiran dengan fragmen batugamping berukuran 2 20cm. Batugamping berupa packstone, grainstone, dan rudstone atau framestone yang telah mengalami pelarutan intensif. Selain itu dibeberapa tempat dapat teramati batugamping konglomeratan dengan warna coklat muda, struktur gradasi normal walau tidak tegas, ukuran butir matrik pasir dan fragmen 2-4 cm. Di sekitar tugu perbatasan Kintom-Batui ( ; ) pada tepi barat jalan Batui- Luwuk dijumpai singkapan batugamping warna putih, tersusun oleh massa dasar berukuran pasir dan fragmen > pasir (tersusun oleh koral yang dominan berbentuk nodular). Batugamping sudah mengalami karsifikasi intensif. Strike/dip N 68 o E/9 o, jumpai pula adanya kekar dengan arah 80 o /195 dan 80 o /46. Distribusi keruangan formasi geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Peta Geologi Lampiran Gempa dan Tsunami Kondisi Geologi di daerah penelitian yang merupakan zone kolosi antara microkontinen Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari II-84

104 mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut barat daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut- tenggara dengan panjang yang bervariasi. Gambar Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900 (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) Berdasarkan data tersebut maka di daerah penelitian dimungkinkan sering terjadi gempa tektonik. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 2.22, yang memperlihatkan Peta Seismisitas dengan skala magnitud 5 dan terjadi sejak tahun Dari gambar tersebut memperlihatkan banyaknya episentrum gempa di sekitar daerah penelitian, yaitu di sekitar Pulau Banggai. Kedalaman episentrum gempa sebagian besar adalah pada kedalaman antara 0 33 km, yang termasuk dalam kategori gempa dangkal, dan juga pada kedalaman antara km. Data lain berdasarkan Peta Seismotektonik Indonesia yang dibuat pada tahun 1992, memperlihatkan bahwa di sebelah tenggara Batui (Teluk Tolo) diperkirakan adanya sesar naik. Sesar naik ini dimungkinkan bila aktif akan dapat menimbulkan adanya II-85

105 tsunami. Namun melihat dari letaknya yang ada di sebelah selatan dari lokasi rencana kilang, maka bila terjadi tsunami maka arus atau gelombang yang sampai di lokasi rencana kilang tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan, gelombang terbesar bila terjadi tsunami arahnya pasti sejajar dengan pusat gempa. Pusat gempa yang dimungkinkan terjadi (yang merupakan daerah sesar) letaknya ada di selatan lokasi rencana kilang dan berjarak dari Batui sekitar km. Oleh karena itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya gelombang tsunami ini. Kondisi umum yang akan mempengaruhi atau yang akan menjadi kendala dalam rencana pembangunan di tiga lokasi alternatif adalah ancaman bahaya yang datang dari berbagai arah Hidrologi, Kualitas dan Kuantitas Air 1. Hidrologi Pada wilayah studi terdapat beberapa sungai besar yang mengalir sepanjang tahun berurutan dari barat daya ke timur laut yaitu S. Toili, S. Sinorang, S. Kayowa/Matindok, S. Bakung, S. Batui, S. Omolu, S. Tangkiang dan S. Kintom. Semua sungai mengalir kea rah barat laut menuju muaranya di tenggara. Selain sungai-sungai tersebut terdapat juga sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari sungai besar atau sungai sendiri yang bermuara langsung ke laut seperti S. Bangkiriang. Sedikit dijumpai rwa permanen kecuali rawa belakang (back swamp) di Suaka Margasatwa Bangkiriang. Sistem drainase dan jaringan irigasi persawahan di Kecamatan batui dan Toili teratur dan tertata dengan baik, bahkan jaringan atau saluran-saluran irigai tersier dibangun sesuai dengan aturan irigasi teknis dan setengah teknis. Pada perbukitan dan pegunungan diantara Kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat dapat diperoleh air bawah tanah yang cukup dengan kedalam aquifer diperkirakan tidak terlalu dalam (shallow groundwater). Wujud sumberdaya air tersebut adalah pada atau hamparan lahan sawah yang sangat luas dengan irigasi teknis di dataran dan pelelbaban di ketiga kecamatan tersebut. II-86

106 2. Kualitas air a. Kualitas air tanah Gambaran umum kualitas air tanah diketahui berdasarkan data sekunder hasil pengukuran terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah dilakukan di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur maleo raja (MLR), matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Lokasi pengambilan sampel sebanyak 5 titik. Tabel Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Tanah No. Kode Sampel Desa/lokasi 1. BTI Air sumur penduduk desa Batui IV 2. SPA Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu 3. SDS Air sumur penduduk desa Sindang Sari 4. KMW-1 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1 5. KMW-2 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2 Sumber : 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng Data sekunder hasil pengukuran disajikan pada Tabel Cara pengukuran dan perhitungan dan pedoman kualitas air tanah mengacu pada Permenkes RI No.416 tahun 1990 untuk air minum. II-87

107 Tabel Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk No. Parameter BTI SPA SDS KMW-1 KMW-2 Baku Mutu Satuan 1 BOD 5 1,75 2,39 2,34 4,26 3,28 - mg/l 2 Zat padat terlarut, TDS mg/l 3 COD 6,80 6,29 7,12 12,56 10,57 - mg/l 4 Suhu udara/air 30/26 28/26 32/26 31/28 31/ Amoniak <0,001 0,011 0,01 0,006 0,002 0,5 mg/l 6 Air raksa, Hg <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001 mg/l 7 Arsen, As <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 8 Besi, Fe 0,022 0,022 0,012 0,032 0,014 0,3 mg/l 9 Fluorida, F <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1,5 mg/l 10 Cadmium, Cd <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,005 mg/l 11 Hexavalent Kromium, Cr 6+ <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 12 Mangan, Mn 0,028 <0,001 <0,001 0,022 0,022 0,1 mg/l 13 Nitrat (NO 3 -N) <0,001 <0,001 0,005 <0,001 <0, mg/l 14 Nitrit (NO 2 -N) <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 mg/l 15 ph 7,10 7,29 7,38 7,62 7,02 6,5-8,5-16 Seng, Zn 0,012 <0,001 <0,001 0,013 <0,013 5 mg/l 17 Sianida, CN <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 18 Hidrogen Sulfida, H 2 S <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 19 Tembaga, Cu <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 mg/l 20 Timbal, Pb <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/l 21 Fenol <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 - mg/l 22 Senyawa biru metilen, MBAS <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 - mg/l 23 Zat Organik (KMnO 4 ) 4,69 2,99 7,12 6,72 2,45 10 mg/l 24 Minyak dan lemak - - <0,001 <0,001 <0,001 - mg/l Sumber: 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002 Hasil analisis kualitas air sumur penduduk dibandingkan terhadap baku mutu air minum, kemudian untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979) yang selengkapnya disajikan pada Tabel II-88

108 Tabel Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk Kode Parameter yang Lokasi Sampel melebihi BML BML SKL BTI Air sumur penduduk desa Batui IV Suhu 4 Suhu 3 4 SPA Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu SDS Air sumur penduduk desa Sindang Sari Suhu 6 Suhu 3 4 KMW-1 Air sumur penduduk desa Kamiwangi KMW-2 Air sumur penduduk desa Kamiwangi Sumber: Analisis Data dari Tabel b. Kualitas Air Sungai Kualitas air sungai pada lokasi penelitian, diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran kualitas air sungai di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleoraja (MLR), matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air sungai yang telah dilakukan tersebut telah mengikuti pedoman Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men.LH No. 42 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi. Hasil analisis kualitas air tersebut selanjutnya dibandingkan dengan Kriteria Kualitas Air Sungai sesuai Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No / 1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret Lokasi pengambilan sampel sebanyak 6 titik, seperti disajikan pada Tabel Tabel Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Sungai No. Kode Sampel Desa / lokasi 1. SKH-1 Sungai Kayowa Hulu 2. SKH-2 Sungai Kayowa Hilir 3. SBH-1 Sungai Boiton Hulu 4. SBH-2 Sungai Boiton Hilir 5. SSS Sungai Sindang Sari 6. SDG Sungai Dongin Sumber: 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002 II-89

109 Hasil pengukuran disajikan pada Tabel Untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979), dan hasil selengkapnya disajikan pada Tabel Analog dengan perhitungan kualitas udara, hanya dihitung skala kualitas lingkungan berdasar parameter yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya. No. Parameter Tabel Hasil Analisis Kualitas Air Sungai SKH -1 SKH -2 SBH -1 SBH -2 SSS SDG Baku mutu Satuan 1 BOD 5 2,04 2,80 6 mg/l 2 Zat padat terlarut, TDS mg/l 3 COD 8,20 9,00 50 mg/l 4 Suhu udara/air 30/27 30/ Amoniak 0,038 0,042 0,5 mg/l 6 Air raksa, Hg <0,001 <0,001 0,001 mg/l 7 Arsen, As <0,001 <0,001 0,05 mg/l 8 Besi, Fe 0,254 0,269 5 mg/l 9 Fluorida, F 0,029 0,031 1,5 mg/l 10 Cadmium, Cd <0,001 <0,001 0,01 mg/l 11 Hexavalent Kromium, Cr 6+ <0,001 <0,001 0,05 mg/l 12 Mangan, Mn 0,018 0,024 0,5 mg/l 13 Nitrat (NO 3 -N) 0,45 0,51 10 mg/l 14 Nitrit (NO 2 -N) 0,008 0,011 1 mg/l 15 ph 7,15 7, Seng, Zn 0,032 0,048 5 mg/l 17 Sianida, CN <0,001 <0,001 0,05 mg/l 18 Hidrogen Sulfida, H 2 S 0,014 0,022 - mg/l 19 Tembaga, Cu <0,001 <0,001 1 mg/l 20 Timbal, Pb <0,001 <0,001 0,05 mg/l 21 Fenol <0,001 <0,001 0,002 mg/l 22 Senyawa biru metilen, MBAS 0,014 0,018 0,5 mg/l 23 Zat Organik (KMnO 4 ) 6,77 6,88 - mg/l 24 Minyak dan lemak - mg/l Sumber: 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002 II-90

110 Tabel Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai Kode Sampel Lokasi Parameter yang melebihi BML BML SKL SKH-1 Sungai Kayowa Hulu SKH-2 Sungai Kayowa Hilir SBH-1 Sungai Boiton Hulu SBH-2 Sungai Boiton Hilir SSS Sungai Sindang Sari SDG Sungai Dongin Sumber: Hasil analisis Data Tabel Dari hasil pengukuran tersebut pada Tabel 2.24 dan rekapitulasi skala kualitas lingkungan pada Tabel 2.25, terlihat bahwa kualitas air di semua lokasi berada di bawah baku mutu lingkungan (BML) kualitas air sungai. Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua lokasi = 5 atau kategori sangat baik. c. Kuantitas Air Sungai Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas Matindok yang cukup besar, diperlukan data ketersediaan debit air permukaan, dalam hal ini debit air sungai yang ada di daerah penelitian. Dari data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006), beberapa sungai besar dengan data debit sesaat yang berada di wilayah penelitian, adalah: Sungai Singkoyo (64 m 3 /dtk), Sungai Mansahang (41 m 3 /dtk), Sungai Toili (40 m 3 /dtk), Sungai Batui (85,2 m 3 /dtk), Sungai Sinorang (24 m 3 /dtk), Sungai Mendono (60 m 3 /dtk), Sungai Tangkiang (60 m 3 /dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut diperkirakan sekitar 1.895,78 x 10 6 m 3 /tahun. Dari sekian banyak sungai di daerah penelitian, data debit yang dipantau secara periodik adalah Sungai Batui. Data yang digunakan berupa data sekunder hasil pengukuran dan pencatatan tinggi muka air sungai serta perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun Luas daerah aliran sungai Batui sekitar 240 km 2. Penentuan besarnya debit aliran sungai didasarkan pada hasil perhitungan persamaan garis lengkung (rating curve) Q = 50,978(H-0.010) 2,750 yang diperoleh dari perhitungan tinggi muka air dan debit sungai mulai dari hasil pencatatan debit 1990 sampai II-91

111 dengan Tabel 2.26 menyajikan hasil perhitungan debit aliran Sungai Batui yang diukur dikampung Sambang 57 km dari kota Luwuk kejurusan Toili. Lokasi stasiun pencatat tinggi muka air otomatis (AWLR) tersebut terletak pada koordinat S, 122 o BT. Tabel Debit Harian Rata-rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai Debit aliran (m 3 /detik) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Rt Hrn Sumber: Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun Dengan demikian dapat dikatagorikan bahwa kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik. Kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik diperkirakan sekitar sekitar m 3. Apabila diperhitungkan debit sungai Batui rata-rata harian maka akan diperoleh sebesar m 3 /hari. Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, maka apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar m 3 dan hanya sekali, maka tidak akan ada pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila pelaksanaan uji hidrostatik dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit sungai adalah mempunyai aliran stabil. II-92

112 d. Kuantitas Air Tanah Keberadaan air tanah suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan yang terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah tahunan adalah sebesar 387 X 10 6 m 3 /tahun atau X 10 6 m 3 /hari. Debit air tanah tersebut termasuk dalam jumlah yang sangat besar di daerah tersebut. Dengan memperhatikan cadangan kuantitas (debit) air tanah tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m 3 /sumur), operasional BS (25 m 3 /hari), dan kilang LNG (75 m 3 /hari), maka kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah Kondisi Hidro-Oseanografi 1. Batimetri Kedalaman perairan di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah 20 m dicapai pada jarak kurang lebih 50 m hingga 100 m dari garis pantai. Jarak 100 m dari garis pantai kedalaman laut relatif curam dengan kedalaman mencapai 100 m. Di beberapa pantai dijumpai karang baik yang sudah mati maupun yang masih hidup. Di daerah Sekitar Tanjung Batui terdapat karang di beberapa tempat, namun tidak pada sepanjang garis pantai. Topografi garis pantai sepanjang lokasi studi secara umum dapat dikatakan landai. Ketinggian lokasi pantai berkisar antara 1 sampai 5 m di atas muka air laut. Jalan raya berjarak kurang lebih 200 sampai 500 m dari garis pantai, kecuali di dua tanjung yaitu Tanjung Kanali dan Tanjung Uling yang berjarak kurang lebih 500 m sampai 1000 m. II-93

113 Gambar Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) 2. Pasang surut Pasang surut di perairan pantai calon lokasi kilang dan dermaga mempunyai fase dan tinggi yang hampir sama. Beda tinggi air pasang dan air surut berkisar antara cm. Tipe pasang surut daerah tersebut adalah campuran condong ke harian ganda (mixed semidiurnal) dengan dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, dengan konstanta pasang surut yang diperoleh dari pengukuran selama 15 hari sebagai berikut. II-94

114 Tabel Konstanta Pasut yang Diperoleh dari Pengukuran 15 hari No Nama Konstanta Amplitudo Phase (mm) (derajat) 1 ZO MSF O K M S M SK M MS S MK SK M MS SM MK M (Sumber: Baseline Study Pproyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) Bilangan formal: untuk menentukan tipe pasang surut. K O 1 1 F tipe campuran condong ke harian ganda (mixed semi-diurnal) M S 2 2 F < 0,25 : semi diurnal 0,25 < F < 1,50 : campur tetapi dominan semi diurnal 1,50 < F < 3,00 : campur tetapi dominan diurnal F > 3,00 : semi diurnal Datum terhadap MSL (ZO) No Nama Elevasi 1 HAT HHWL HWL MSL 0 5 LWL LLWL LAT II-95

115 1800 Tinggi muka air (mm) :30 17:30 0:30 7:30 14:30 21:30 4:30 11:30 manual tide g Waktu (jam) Gambar Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) 3. Studi gelombang Kondisi gelombang di lokasi studi relatif kecil dan sangat tenang. Gelombang terlihat antara 0,1 m sampai 0,5 m terjadi di sekitar sore hari. Berdasarkan data angin dari bandara Bubung, kecepatan angin rata-rata harian 3-6 knot. Arah angin dominan sebagaimana dalam mawar angin tergambar utamanya dari selatan, disusul dari timur dan kemudian tenggara. Kecepatan angin maksimum harian berkisar antara 3 sampai 27 knot dengan arah dominan dari Selatan. Mawar angin berdasarkan pencatatan jam-jaman antara tahun Stasiun Meteorologi Bandara Bubung seperti Gambar II-96

116 Gambar Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) Dari data angin dan data panjang seret gelombang (fecth) dari masing-masing arah dapat dihitung tinggi dan periode gelombang dengan menggunakan persamaan SMB seperti yang telah disebutkan di atas. Hasil hitungan data gelombang digambarkan dalam bentuk grafis berupa mawar gelombang seperti pada Gambar Berdasarkan hasil hitungan tersebut gelombang maksimum yang terjadi sebesar 1.5 m. Gelombang tersebut terjadi pada saat angin musim Timur dan Tenggara atau terjadi pada bulan April sampai bulan Agustus. Berdasarkan persyaratan (OCDI, 1991) untuk ketenangan kolam labuh (calmness of basin) untuk ukuran kapal sedang dan besar maka ketinggian gelombang kritis untuk cargo yang diizinkan adalah 0,5 m, sehingga diperlukan bangunan pemecah gelombang. II-97

117 Gambar Mawar Gelombang Maksimum (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007) 4. Arus Data arus di daerah surf zone diambil di perairan pantai Sekitar Tanjung Batui. Pengukuran arus digunakan cara float tracking. Sementara untuk peramalan arus di laut dalam (offshore zone) akibat pasang surut dilakukan pengukuran di 2 (dua) titik masing-masing pada kedalaman berbeda (0,2d; 0.6d; 0,8d) dengan interval pengambilan setiap 1 jam selama 25 jam. Pengambilan arus pasang surut dilakukan di lokasi yang hampir sama dengan pengambilan lokasi arus di daerah surf zone, hanya pada kedalaman 20 m. Pada kedalaman tersebut, gelombang belum pecah. Secara umum arus di daerah studi relatif kecil berkisar antara 0,1 sampai 0,9 m/det. Hasil pencatatan arus digambarkan dalam bentuk mawar arus seperti Gambar II-98

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut,

Lebih terperinci

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan

Lebih terperinci

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT PERTAMINA EP - PPGM Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan

Lebih terperinci

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009.

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009. Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya lapangan gas baru, PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Akhirnya diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penyusunan laporan ini.

KATA PENGANTAR. Akhirnya diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penyusunan laporan ini. KATA PENGANTAR Penekanan tentang pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya dituangkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan KATA PENGANTAR Penekanan tentang pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan tercantum dalam Undang-Undang No. 23 tahun1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya dituangkan

Lebih terperinci

RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok Hulu -2

RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok Hulu -2 Lampiran 1a. Matriks Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Rencana Institusi 1. KUALITAS UDARA Penurunan kualitas

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1. Pengertian Yang dimaksud

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pengelolaan hidup adalah upaya

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP #5 tgl. 21 Aug 2003 Arie Pujiwati PT. BENEFITA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ANALISIS

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

Peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup

Peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup Peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup 1. Undang undang RI 2. Fatwa mahkamah agung 3. Peraturan pemerintah 4. Keputusan presiden 5. Keputusan menteri 6. Peraturan daerah tk I 7. Keputusan gubernur

Lebih terperinci

A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN)

A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN) A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN) PENGERTIAN, MANFAAT DAN PROSES Dr. Elida Novita, S.TP, M.T Lab. Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW)

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana

Lebih terperinci

Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1. BAGIAN HULU 2.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi Kualitas udara (SO 2, CO, dan debu ) Menurunnya kualitas udara. Emisi gas buang dan debu dari kegiatan

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih Kerangka Acuan Kerja Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

RKL- RPL Tambahan. PT. Pertamina EP PPGM

RKL- RPL Tambahan. PT. Pertamina EP PPGM PERTAMINA EP RKL- RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah Oktober 2011

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Dasar Hukum yang Digunakan dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Dasar Hukum yang Digunakan dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Dasar Hukum yang Digunakan dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Beberapa peraturan yang berhubungan dengan penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 I. UNDANG-UNDANG DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 1. Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Undang-undang Acara Pidana (KUHP) 2. Undang-undang Republik Indonesia No.5

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Dasar Pemikiran Sejak satu dasawarsa terakhir masyarakat semakin

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 Tentang : Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Menimbang : MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI

Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI 4.1. DAMPAK PENTING YANG DITELAAH Pada dasarnya dampak penting yang ditelaah dalam dokumen ANDAL ini adalah sama dengan dampak-dampak hasil pelingkungan dampak hipotetis dan prioritas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus Lampiran 1b. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) 1. KUALITAS UDARA Kualitas udara (SO 2, CO,dan debu)

Lebih terperinci

TERMINAL JATIJAJAR KOTA DEPOK

TERMINAL JATIJAJAR KOTA DEPOK Jl. Tole Iskandar Komplek Ruko Sukmajaya No. 17 Telp. 021-77823891 Fax. 021-77823891 T O R Term Of Reference (T O R) KEGIATAN PENYUSUNAN DOKUMEN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) TERMINAL

Lebih terperinci

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus Tabel 8.2. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Jenis Parameter Indikator 1. KUALITAS UDARA Kualitas

Lebih terperinci

( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) Eko Sugiharto PSLH UGM

( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) Eko Sugiharto PSLH UGM ( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) Eko Sugiharto PSLH UGM 0811283602 pslh@ugm.ac.id ekosugiharto@jogjamedianet.com Apa yang dimaksud dengan AMDAL? Ada berapa jenis AMDAL? Bagaimana proses persetujuan

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan PERTAMINA EP -PPGM Tabel 8.1. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Hidup Rencana Frekuensi Institusi

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR TETAP PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR TETAP PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 10/E, 2009 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR TETAP PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN WALIKOTA MALANG, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA Dampak pencemaran udara debu dan lainnya Keluhan-keluhan tentang pencemaran di Jepang (Sumber: Komisi Koordinasi Sengketa Lingkungan) Sumber pencemaran udara Stasiun

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan BAB 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan BAB 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bijih besi merupakan salah satu jenis cadangan sumber daya alam dan sekaligus komoditas alternatif bagi Pemerintah Kabupaten Kulon progo yang dapat memberikan kontribusi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING 5.1. PRAKIRAAN DAMPAK PADA KEGIATAN HULU 5.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia 5.1.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan Besarnya dampak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) Pengertian AMDAL Kriteria wajib AMDAL Proses AMDAL Jenis AMDAL Contoh kasus AMDAL AMDAL Lahan Basah Fungsi AMDAL Pengertiang AMDAL Adalah kajian mengenai dampak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

CATATAN : - Peraturan Daerah ini memiliki 7 halaman penjelasan. - Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 25 Februari 2015.

CATATAN : - Peraturan Daerah ini memiliki 7 halaman penjelasan. - Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 25 Februari 2015. PENGELOLAAN SAMPAH PERDA KAB. KETAPANG NO. 1. LD. SETDA KAB. KETAPANG: 24 HLM. PERATURAN DAERAH KAB. KETAPANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH : - Pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) Definisi AMDAL adalah singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 272, 2015 KEMENHUB. Keselamatan Pelayaran. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KESELAMATAN PELAYARAN DENGAN

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta

PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut,

Lebih terperinci

Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING

Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING Pada uraian Bab V Prakiraan Dampak Penting, telah dijelaskan dampak-dampak yang mungkin terjadi akibat adanya pengembangan lapangan PPGM, baik bagian hulu maupun bagian hilir

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN

Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 3.1. BAGIAN HULU 3.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi a) Parameter Lingkungan yang Dikelola Kualitas udara khususnya SO 2, CO 2, NOx, PM 10, H 2 S dan debu.

Lebih terperinci

Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Periode Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus

Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Periode Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus Lampiran 1b. Matriks Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Rencana Institusi 1. KUALITAS UDARA Penurunan kualitas

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 188.44 / 62 / 2012 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUMUR PANDANWANGI LUAS AREAL

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

1. Apa kepanjangan dari AMDAL..? a. Analisis Masalah Dalam Alam Liar b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan c. Analisis Mengenai Dampak Alam dan

1. Apa kepanjangan dari AMDAL..? a. Analisis Masalah Dalam Alam Liar b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan c. Analisis Mengenai Dampak Alam dan 1. Apa kepanjangan dari AMDAL..? a. Analisis Masalah Dalam Alam Liar b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan c. Analisis Mengenai Dampak Alam dan Lingkungan d. Analisis Masalah Dampak Lingkungan e. Analisa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

E. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1. Uraian Kegiatan

E. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1. Uraian Kegiatan KERANGKA ACUAN KERJA PENYUSUNAN DOKUMEN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL UPL) RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN A. LATAR BELAKANG Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan 2 PP No. 27 Tahun 202 tentang Izin Lingkungan http://www.menlh.go.id/sosialisasi-pp-nomor-27-tahun-202-tentang-izinlingkungan/ http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundangan&id=3583&task=detai

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

(Pendugaan Dampak, Pegelolaan Dampak dan Pemantauan) Dosen: Dr. Tien Aminatun

(Pendugaan Dampak, Pegelolaan Dampak dan Pemantauan) Dosen: Dr. Tien Aminatun (Pendugaan Dampak, Pegelolaan Dampak dan Pemantauan) Dosen: Dr. Tien Aminatun AMDAL mrp alat utk merencanakan tindakan preventif thd kerusakan lingk yg akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas pembangunan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN TATA KERJA KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR / 71 /KUM/2013

BUPATI BARITO KUALA KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR / 71 /KUM/2013 BUPATI BARITO KUALA IZIN LINGKUNGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DAN OPERASI FLOATING STORAGE PT. LINTAS SAMUDRA BORNEO LINE DI DESA SUNGAI PITUNG, KECAMATAN ALALAK KABUPATEN BARITO KUALA, PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG TUGAS POKOK FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT BADAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROPINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan Lampiran 1a. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Hidup Rencana Frekuensi Institusi 1. KUALITAS

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional.

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional. - 583 - BB. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1. Mineral, Batu Bara, Panas Bumi, dan Air Tanah 1. Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 218 /KPTS/013/2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 218 /KPTS/013/2011 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 218 /KPTS/013/2011 TENTANG KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci