Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING"

Transkripsi

1 Bab-6 EVALUASI DAMPAK PENTING Pada uraian Bab V Prakiraan Dampak Penting, telah dijelaskan dampak-dampak yang mungkin terjadi akibat adanya pengembangan lapangan PPGM, baik bagian hulu maupun bagian hilir di wilayah Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Masing-masing dampak dimungkinkan terjadi pada ke-4 (empat) tahapan kegiatan, yaitu tahap prakonstruksi, tahap konstruksi, tahap operasi dan tahap pasca operasi terhadap komponen lingkungan geofisikkimia, biologi, sosial dan kesehatan. VI-1

2 Di dalam KA-ANDAL telah disampaikan cara pengambilan keputusan suatu dampak lingkungan mana yang dikelola dan yang tidak dikelola melalui evaluasi dampak penting. Penetapan pengambilan keputusan tersebut menggunakan parameter besaran dampak dan tingkat kepentingan dampak hasil prakiraan dampak penting sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun Adapun kriteria pengambilan keputusan untuk menetapkan suatu dampak harus dikelola atau tidak dikelola disajikan berikut ini. Keputusan tentang jenis dampak hipotetik yang akan dikelola adalah jenis dampak yang termasuk kategori dampak penting yang dikelola () atau tidak dikelola (T) ditetapkan berdasarkan tiga kriteria sederhana berikut: a) Pada parameter lingkungan yang memiliki Baku Mutu Lingkungan tertentu: apabila tingkat kepentingan dampaknya ( P) 3 dan dampak negatif yang diprakirakan akan menyebabkan perubahan nilai pada parameter tertentu sehingga nilai itu akan melebihi baku mutu yang berlaku, maka kesimpulan dampaknya termasuk kategori dampak penting yang dikelola (). b) Pada parameter lingkungan yang tidak memiliki Baku Mutu Lingkungan: apabila ( P) 3 dan besaran angka prakiraan dampak (+/-) 2, maka kesimpulan dampaknya masuk kategori dampak penting yang dikelola (). c) Diluar kedua kriteria tersebut di atas masuk dalam kategori dampak tidak penting dan tidak dikelola (T). Berdasarkan pada kriteria tersebut, Tabel 6.1 menyajikan rekapitulasi besaran dampak dan tingkat kepentingan dampak, serta keputusan dampak-dampak apa saja yang dikelola dan yang tidak dikelola. Dampak-dampak lingkungan yang dikelola ditandai dengan singkatan (Penting dan Dikelola), sedangkan yang tidak dikelola dibri kode T (Dampak Tidak Penting dan Tidak Dikelola). Berikut ini disajikan dampak penting dari berbagai kegiatan baik yang ada di bagian hulu maupun di bagian hilir DAMPAK KEGIATAN DI BAGIAN HULU Rekapitulasi Derajat Besaran dan Tingkat Sifat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Bagian Hulu di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah disajikan pada Tabel 6.1. VI-2

3 Tahap Kegiatan PRA KONSTRUKSI SOSIAL Jenis Dampak Hipotetik Tabel 6.1. Rekapitulasi Derajat Besaran dan Tingkat Sifat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Bagian Hulu di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Sumber Dampak Besaran Dampak (+/ ) Tingkat Kepentingan Dampak Jumlah P % Bobot Keputusan/Kesimpulan Hasil Evaluasi (/T) Perubahan pola kepemilikan Pembebasan lahan dan tanam tumbuh ,67 lahan Gangguan proses sosial 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh ,67 2. Penerimaan tenaga kerja setempat ,33 T Perubahan sikap dan persepsi 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh ,67 2. Penerimaan tenaga kerja setempat ,33 T KONSTRUKSI GEOFISIK-KIMIA 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan ,00 tenaga kerja 2. Pembukaan dan pematangan lahan ,67 T Penurunan kualitas udara ambien 3. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF ,33 4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) ,00 T 5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) ,33 T 6. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,33 T 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan ,33 T tenaga kerja 2. Pembukaan dan pematangan lahan ,67 T Terjadi kebisingan 3. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF ,67 4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) ,00 T 5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) ,67 T 6. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,33 T Terjadi erosi tanah Pembukaan dan pematangan lahan ,67 Gangguan sistem irigasi dan drainase Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas ,00 VI-3

4 Tahap Kegiatan KONSTRUKSI Tabel 6.1. Lanjutan Jenis Dampak Hipotetik Penurunan kualitas air permukaan Penurunan kualitas air laut Transportasi darat (gangguan kelancaran lalulintas) Transportasi darat (gangguan keselamatan berlalulintas) Kerusakan jalan BIOLOGI Penurunan kelimpahan dan keanekaragaman vegetasi Gangguan satwa Penurunan keanekaragaman dan kelimpahan biota air tawar Penurunan keanekaragaman dan kelimpahan biota air laut Sumber Dampak Besaran Dampak (+/ ) Tingkat Kepentingan Dampak Jumlah P % Bobot Keputusan/Kesimpulan Hasil Evaluasi (/T) Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF ,00 1. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF ,33 T 2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,00 1. Pemasangan pipa penyalur gas ,33 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan ,67 tenaga kerja 2. Pemasangan pipa penyalur gas ,00 Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan ,00 tenaga kerja Pembukaan dan pematangan lahan ,00 1. Pembukaan dan pematangan lahan ,67 2. Konstruksi fasilitas produksi gas ,33 T 3. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) ,00 4. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) ,00 5. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,33 1. Konstruksi Block Station (BS) dan GPF ,00 2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas ,00 Pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,67 VI-4

5 Tahap Kegiatan KONSTRUKSI Tabel 6.1. Lanjutan Jenis Dampak Hipotetik SOSIAL Peningkatan pendapatan Adanya kesempatan berusaha Sumber Dampak Besaran Dampak (+/ ) Tingkat Kepentingan Dampak Jumlah P % Bobot Keputusan/Kesimpulan Hasil Evaluasi (/T) 1. Pembukaan dan pematangan lahan ,67 T 2. Kegiatan konstruksi BS dan GPF ,33 T 3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) ,67 TKP 4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) ,67 TKP 5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,67 TKP 1. Pembukaan dan pematangan lahan ,33 T 2. Kegiatan konstruksi BS dan GPF ,33 T 3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) ,33 T 4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) ,00 T 5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,00 T Gangguan proses sosial Perubahan sikap dan persepsi 1. Kegiatan konstruksi BS dan GPF ,67 2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) ,67 3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) ,67 4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,67 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan ,00 tenaga kerja 2. Konstruksi BS dan GPF ,67 3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) ,00 T 4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) ,00 T 5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) 0 00,00 T 6. Penglepasan tenaga kerja ,33 T KESEHATAN MASYARAKAT Penurunan sanitasi lingkungan 1. Konstruksi fasilitas produksi gas (BS dan GPF) ,00 2. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-1 dan alt-2) ,00 3. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) ,00 T VI-5

6 Tabel 6.1. Lanjutan Tahap Kegiatan OPERASI Jenis Dampak Hipotetik Sumber Dampak Besaran Dampak (+/ ) Tingkat Kepentingan Dampak Jumlah P % Bobot Keputusan/Kesimpulan Hasil Evaluasi (/T) GEOFISIK KIMIA Penurunan kualitas udara ambien 1. Pemboran sumur pengembangan ,67 TKP (debu dan gas) 2. Operasi fasilitas produksi (BS dan GPF) ,00 Peningkatan kebisingan 1. Operasi fasilitas produksi (BS dan GPF) ,67 T Penurunan kualitas air 1. Pemboran sumur pengembangan ,00 permukaan 2. Operasional produksi di GPF ,67 Penurunan kualitas air laut 1. Konstruksi fasilitas produksi gas BS dan GPF ,67 T 2. Pemboran sumur pengembangan ,67 T Gangguan keselamatan Pengangkutan kondensat dan sulfur dengan ,67 berlalulintas transportasi darat Kerusakan jalan dan jembatan Penyaluran kondensat dan sulfur dengan transportasi ,00 darat BIOLOGI Penurunan keanekaragaman dan 1. Pemboran sumur pengembangan ,67 kelimpahan biota air tawar 2. Kegiatan operasi fasilitas produksi (BS dan GPF) ,67 SOSIAL Perubahan kependudukan Penerimaan tenaga kerja ,67 T PeningkatanpPendapatan 1. Penerimaan tenaga kerja ,33 T 2. Pemboran sumur pengembangan ,33 T 3. Operasi produksi gas di GPF ,33 T Adanya kesempatan berusaha 1. Pemboran sumur pengembangan ,33 2. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (GPF) ,33 Gangguan proses sosial 1. Penerimaan tenaga kerja ,67 2. Kegiatan operasi produksi gas di GPF ,67 Munculnya pelapisan sosial Operasi produksi di GPF ,67 Perubahan sikap dan persepsi 1. Penerimaan tenaga kerja ,67 2. Kegiatan operasi produksi gas di GPF ,67 3. Penyaluran gas melalui pipa ,33 T VI-6

7 Tabel 6.1. Lanjutan Tahap Kegiatan PASCA OPERASI Jenis Dampak Hipotetik Sumber Dampak Besaran Dampak (+/ ) Tingkat Kepentingan Dampak Jumlah P % Bobot Keputusan/Kesimpulan Hasil Evaluasi (/T) KESEHATAN MASYARAKAT Penurunan sanitasi lingkungan Operasional fasilitas produksi gas di GPF ,67 T Penurunan tingkat kesehatan GEOFISIK KIMIA 1. Pemboran sumur pengembangan ,67 2. Kegiatan operasi produksi gas BS dan GPF ,67 Peningkatan kualitas udara Penghentian operasi produksi (BS dan GPF) ,67 T ambien Penurunan tingkat kebisingan Penghentian operasi produksi (BS dan GPF) ,33 T Peningkatan kualitas air laut Penghentian operasi produksi (BS dan GPF) ,33 T Gangguan keselamatan Pembongkaran dan demobilisasi peralatan ,00 berlalulintas Kerusakan jalan Pembongkaran dan demobilisasi peralatan ,33 BIOLOGI 2 Peningkatan keanekaragaman Revegetasi ,67 dan kerapatan vegetasi Peningkatan keanekaragaman Revegetasi ,67 dan kemelimpahan satwa SOSIAL Penurunan pendapatan Penglepasan tenaga kerja ,33 T Hilangnya kesempatan usaha Penghentian operasi produksi gas di GPF ,67 T Perubahan sikap dan persepsi 1. Pembongkaran dan demobilisasi peralatan ,67 T 2. Penglepasan tenaga kerja ,00 VI-7

8 Telaahan Terhadap Dampak Penting Pada dasarnya setiap tahap kegiatan atau rencana kegiatan pengembangan proyek pengembangan lapangan gas, baik pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi maupun pasca operasi akan menimbulkan dampak terhadap komponen lingkungan, baik bersifat negatif maupun positif. Rencana kegiatan yang merupakan sumber dampak dan banyak menimbulkan dampak penting terhadap komponen lingkungan yaitu: 1. Tahap Prakonstruksi adalah pembebasan lahan dan tanam tumbuh; 2. Tahap Konstruksi adalah mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja, pembukaan dan pematangan lahan, konstruksi BS dan GPF dan pemasangan pipa penyalur gas; 3. Tahap Operasi adalah penerimaan tenaga kerja, pemboran sumur pengembangan, operasi produksi di GPF, pengangkutan kondensat dan sulfur melalui transportasi darat; 4. Tahap Pasca Operasi adalah pembongkaran dan demobilisasi peralatan, revegetasi dan penglepasan tenaga kerja. Komponen lingkungan yang terkena dampak penting yaitu: 1. Komponen Geo-Fisik-Kimia adalah kualitas udara ambien, kebisingan, kualitas air permukaan, kualitas air laut, erosi tanah, sistem irigasi dan drainase, transportasi darat; 2. Komponen Biologi adalah vegetasi, fauna darat dan biota air tawar; 3. Komponen Sosial, yaitu kepemilikan lahan, kesempatan berusaha, proses sosial, pelapisan sosial dan sikap dan persepsi 4. Komponen Kesehatan Masyarakat, yaitu sanitasi lingkungan dan tingkat kesehatan Tahap Prakonstruksi Pada kegiatan prakonstruksi, dampak penting yang muncul adalah perubahan pola kepemilikan lahan akibat adanya kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh. Disamping pola kepemilikan lahan yang berubah, nantinya status kepemilikan dan pemanfaatan lahan juga berubah dari penggunaan semula, sehingga akan berpengaruh pula pada revisi terhadap tata ruang yang telah ada. VI-8

9 Tahap Konstruksi Kegiatan penyiapan/pembukaan lahan untuk pemboran sumur pengembangan, pemasangan pipa, konstruksi BS dan GPF, akan berdampak negatif terhadap pola aliran permukaan, erosi, penurunan vegetasi dan komunitas satwa. Kegiatan penyiapan lahan untuk pemasangan pipa akan mengganggu alur-alur sungai, walaupun akan dipasang gorong-gorong tetapi bila ukurannya tidak mempertimbangkan kapasitas alur-alur sungai akan menyebabkan timbulnya dampak penting berupa penggenangan di jalan karena aliran yang tidak tertampung oleh gorong-gorong. Di samping terjadinya penggenangan, aliran yang deras tidak tertampung gorong-gorong sehingga mengikis tanah yang menimbun gorong-gorong yang mengakibatkan kerusakan jalan (jalan terputus aliran). Pembuatan jalan kerja tanpa adanya saluran drainase di tepi jalan akan mengakibatkan aliran terkonsentrasi pada badan jalan. Aliran permukan yang terkonsentrasi tersebut menuju alur sungai akan mempercepat proses erosi di badan jalan dan semakin banyak air yang tidak tertampung oleh gorong-gorong. Curah hujan yang cukup tinggi akan meningkatkan resiko penggenangan dan dapat luber, sehingga mengakibatkan kerusakan jalan dan terganggunya aksesibilitas lokasi sekitarnya. Bila kegiatan penyiapan lahan dilakukan pada musim penghujan akan meningkatkan intensitas maupun variasi tipe erosi yaitu tipe erosi alur (rill erosion) dan erosi parit (gulley erosion). Erosi yang terjadi pada jalur-jalur pipa yang baru maupun pada tepitepi jalan akan menyebabkan peningkatan sedimentasi di sungai-sungai sekitarnya. Kegiatan penyiapan lahan untuk keperluan pemasangan pipa di beberapa lokasi akan memotong tebing sehingga menyebabkan terjadinya ketidakstabilan lereng sehingga meningkatkan resiko terjadinya longsoran tanah. Namun daerah yang terpengaruh longsoran relatif kecil dan material yang mengalami longsoran pada dasarnya berupa tanah, material batuan lapuk, maupun campuran antara tanah dan material batuan lapuk. Longsoran tanah ini terutama akan menyebabkan gangguan aksesibilitas jalan. Kegiatan pembersihan lahan, konsolidasi lahan, pembangunan jalan kerja untuk konstruksi pemasangan pipa dari sumur-sumur ke BS (di lapangan Donggi, Sukamaju dan Matindok- Maleoraja) dan konstruksi BS dan jalur trunkline BS Donggi-LNG Plant akan menyebabkan dampak negatif penting berupa penurunan populasi dan jenis tumbuhan. Pemasangan pipa itu sebagian besar melewati lahan perkebunan (karet dan kelapa sawit). Pada segmen yang melalui SM Bakiriang, pemasangan pipa direncanakan menggunakan 3 alternatif. Rencana jalur VI-9

10 alternatif-1 melewati SM Bakiriang yang kondisi faktual saat ini telah digarap untuk kebun campuran dan kelapa sawit, dan sebagian kecil lainnya merupakan hutan sekunder yang ditumbuhi sisa-sisa pohon alam. Lahan hutan SM Bakiriang ini dipertahankan sebagai habitat burung Maleo, namun kondisinya makin memprihatinkan karena jenis pepohonan alam yang menjadi sumber makanan burung Maleo semakin berkurang karena oleh digantikan dengan jenis pepohonan budidaya untuk perkebunan seperti karet, kakao dan bahkan untuk perkebunan sawit oleh perusahaan swasta. Jadi kegiatan pemasangan pipa jalur alternatif-1 dan alternatif-2 secara emperik tidak akan mengurangi komunitas vegetasi alam secara signifikan dan pemasangan pipa dalam tanah juga tidak akan mempengaruhi jalur migrasi burung Maleo ke pantai untuk bertelur, karena migrasinya dilakukan dengan terbang dari dalam kawasan hutan di bagian utara menuju pantai yang berada di bagian selatan. Walaupun demikian beberapa jenis hewan dilindungi di SM Bakiriang yang masih dijumpai antara lain babi rusa dan burung rangkong, maka keberadaannya di sekitar lokasi proyek perlu mendapat perhatian. Beberapa jenis satwa sensitif dan bersifat shy, sehingga menjauhi keramaian misalnya lalulalang kendaraan untuk konstruksi, sedangkan jenis-jenis toleran akan bertahan di sekitar proyek. Jalan inspeksi untuk pemeriksaan sarana pipa sering digunakan oleh (walaupun ilegal) untuk jalan dan lebih-lebih di lokasi pengembangan lapangan dan konstruksi BS Sukamaju yang berbatasan langsung dengan SM Bakiriang akan memicu kegiatan penduduk di sekitar hutan atau bahkan masuk dalam hutan dan pemburu juga menggunakan jalan itu untuk memasuki hutan yang dapat mempercepat pengurangan satwa di SM Bakiriang. Sementara itu pemasangan pipa jalur alternatif 3 yang dilakukan melalui pantai akan mempengaruhi keberadaan dan kelestarian burung Maleo. Jenis burung yang dilindungi ini melakukan migrasi dari SM Bakiriang ke pantai untuk bertelur, sehingga kegiatan ini dapat mengganggu kehidupan burung Maleo. Pemasangan jalur pipa alternatif-3 ini juga akan menyebabkan kerusakan terumbu karang di perairan tersebut. Kegiatan mobilisasi peralatan dan material sebagian besar bebannya dirasakan bagi lingkungan di sekitar lokasi pengembangan. Kegiatan mobilisasi material dan pekerja dari pelabuhan atau lokasi tempat hunian sementara pekerja ke lokasi kerja sebagian besar akan menggunakan ruas jalan Provinsi dan di pola konsentrasi pemukiman di Kabupaten Banggai memanjang di kanan kiri jalan raya itu, akan menganggu lalulintas warga dan juga menyebabkan penurunan kualitas udara akibat meningkatnya konsentrasi debu. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya persepsi negatif terhadap PPGM, karena kenyamanan mereka terganggu. VI-10

11 Di sisi lain, kegiatan-kegiatan pada tahap konstruksi ini akan memberikan manfaat bagi karena terbukanya kesempatan kerja/berusaha, sehingga akan terjadi peningkatan pendapatan bagi yang dapat secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam kegiatan tersebut. Namun demikian, tingkat pengangguran yang tinggi dan latar pendidikan yang kurang sesuai menyebabkan tidak semua angkatan kerja dapat tertampung dalam kegiatan tahap konstruksi sehingga menimbulkan kekecewaan bagi mereka yang berharap dapat terlibat namun tidak tertampung. Kekecewaan ini akan menimbulkan sikap dan persepsi negatif terhadap PPGM. Kegiatan-kegiatan pada tahap konstruksi ini akan mempengaruhi semua aspek lingkungan. Beberapa parameter lingkungan berpotensi akan melebihi baku mutu seperti kadar debu di lokasi-lokasi pemasangan pipa dan sarana produksi. Bila kegiatan ini berlangsung pada musim hujan tentu hasil itu tidak akan terjadi, namun sebaliknya tingkat erosinya dan sedimentasi meningkat. Sementara ini kegiatan land clearing, khususnya untuk BS di Sukamaju dan pemasangan pipa jalur alternatif-1 dan alternatif-2 terjadi pada lahan yang terbatas, namun bila tidak ditangani dengan baik dampaknya justru terjadi pada tahap selanjutnya karena akan memicu kegiatan untuk berusaha atau memanfaatkannya sehingga burung Maleo akan menjadi terganggu dan akan menempati habitat lebih masuk ke dalam hutan. Pemasangan pipa jalur alternatif-3 yaitu mengikuti jalur pantai SM Bakiriang menuju laut justru akan menganggu ekosistem terumbu karang yang ada, dan pada kegiatan konstruksi disamping mengakibatkan turunnya kualitas air laut, juga akan mengganggu lingkungan pantai yang menjadi habitat bertelur burung Maleo. Apabila dibandingkan dengan jalur alternatif lain, jalur pipa melalui pantai justru berdampak pada lingkungan biotik relatif lebih besar. Tahap konstruksi ini tidak akan berpengaruh secara signifikan pada penurunan fungsi ekologis lingkungan, karena area dampak yang terjadi relatif kecil dan lokasi kegiatan yang terpencarpencar. Sementara itu kemungkinan adanya sebagian kecil yang berharap terlalu tinggi akan terlibat dan mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan-kegiatan tahap konstruksi namun tidak terealisasi akan kecewa dan persepsinya menjadi negatif terhadap keberadaan PPGM, apabila dampak tidak ditangani dengan baik dampaknya akan berlanjut dan mempengaruhi tahapan selanjutnya yaitu kegiatan-kegiatan pada tahap operasi. VI-11

12 Tahap Operasi Kegiatan pemboran sumur pengembangan akan berdampak positif pada munculnya kesempatan berusaha bagi penduduk sekitar atau sepanjang jalan menuju ke lokasi pemboran (multiplier effects) sehingga dapat membantu dalam peningkatan pendapatan setempat. Namun pada sisi yang lain kegiatan pemboran sumur akan menimbulkan dampak negatif akibat kemungkinan adanya lumpur pemboran yang tercecer dan masuk ke perairan bebas sehingga akan berdampak terhadap menurunnya kemelimpahan biota air tawar. Kegiatan proses produksi di BS di Donggi, Sukamaju dan Matindok akan menyebabkan penurunan udara disebabkan oleh flare stack, emisi buang dari kompresor dan genset, serta kendaraan bermotor. Pengelolaan buang dengan flare stack masih diperlukan untuk mengantisipasi yang harus dibuang. Jenis polutan yang mungkin dikeluarkan dari kegiatan tersebut adalah HC, CO 2, CO, NO x, dan SO 2. Adanya pipa yang dialiri gas melintasi lahan-lahan milik penduduk akan menyebabkan timbulnya kekhawatiran penduduk, karena penduduk takut terjadi kebocoran atau sesuatu yang tidak diharapkan akan mungkin terjadi seperti kasus Lapindo. Walaupun alasan ini tidak akurat, namun pemahaman yang beragam, menyebabkan persepsi yang negatif bagi sebagian terhadap PPGM. Kegiatan produksi dan kegiatan pemeliharaannya menghasilkan limbah cair. Prosedur penanganan terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran terus diperbaiki dalam upaya untuk mengurangi kasus-kasus pencemaran air yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air permukaan. Bila upaya pengendalian mutu limbah cair tidak berhasil maka akan berdampak penting selanjutnya berupa penurunan densitas biota air. Kualitas air yang menurun berdampak langsung pada plankton dan benthos yang selanjutnya melalui rantai makanan akan berpengaruh pada keanekaragaman ikan. Sebagian kecil di dalam wilayah studi mengambil ikan-ikan di dalam lokasi proyek untuk konsumsi keluarga maupun dijual. Oleh karena itu, resiko terjadinya penurunan kualitas air misalnya akibat adanya kebocoran harus dihindari. Kegiatan operasi sangat didambakan oleh sebagian besar di Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom atau bahkan Kabupatan Banggai secara umum karena mereka berharap VI-12

13 mendapat kesempatan untuk bekerja/ atau mendapatkan kesempatan untuk berusaha. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan pada tahap operasi lebih dari 430 karyawan dan masa operasi yang panjang yaitu lebih dari 20 tahun akan menyebabkan peningkatan pendapatan yang dapat terserap langsung (menjadi karyawan) atau melalui beberapa kontraktor yang menjadi rekanan kerja atau mereka yang menangkap peluang usaha akibat keberadaan PPGM. Dampak langsung akan dirasakan penduduk sekitar proyek yang mempunyai akses sebagai buruh atau tenaga kerja tidak terampil pada setiap kegiatan proyek, sedangkan secara tidak langsung adalah terciptanya sektor-sektor informal untuk penyediaan kebutuhan karyawan perusahaan. Bila pendapatan karyawan mencukupi maka timbullah kegiatan ekonomi dan pembangunan lain seperti untuk perumahan sehingga diperlukan berbagai material seperti pasir, batukali, semen, tanah dan lainnya, disamping itu juga akan tumbuh kesempatan kerja bagi sebagian lainnya. Keterlibatan penduduk lokal dalam peluang usaha diduga mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga penduduk lokal, serta dapat memberikan kesejahteraan pendapatan bagi penduduk. Namun pertumbuhan ekonomi lokal tidak akan mungkin merata karena warga yang mempunyai lahan luas, pendidikan yang baik dan modal besar akan lebih mampu menangkap peluang yang ada. Kenyataan ini akan dapat menyebabkan terjadinya gesekan sosial dan munculnya stratifikasi atau kelas-kelas sosial yang baru dalam, yang pada akhirnya akan memunculkan sikap dan persepsi negatgif. Kegiatan-kegiatan pada tahap operasi ini akan mempengaruhi semua aspek lingkungan. Beberapa parameter lingkungan berpotensi akan melebihi baku mutu bila tidak ditangani atau dikelola dengan baik, seperti beberapa parameter kimia udara dan kimia air di lokasi-lokasi operasi produksi di Donggi, Sukamaju, Matindok. Kegiatan operasional ini berlangsung relatif lama sekitar 20 tahun. Limbah cair ini perlu dikelola dengan baik karena akan menyebabkan dampak turunan berupa penurunan komunitas biota air tawar dan biota air laut. Selain itu komponen lain yang akan terkena dampak adalah, apabila badan air digunakan untuk aktivitas dan beresiko terhadap penurunan kesehatan penggunanya. Sementara itu kemungkinan adanya sebagian kecil yang berharap terlalu tinggi akan dapat terlibat dan mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan-kegiatan tahap operasi namun ternyata tidak terealisasi akan kecewa dan persepsinya menjadi negatif terhadap keberadaan PPGM, sehingga dampak terhadap komponen fisik (udara dan air) perlu ditangani dengan baik agar persepsi negatif yang mungkin akan berkembang dapat dicegah. VI-13

14 Tahap Pasca Operasi Kegiatan penutupan sumur dan berhentinya operasi produksi akan memberikan dampak positif pada komponen udara, air dan vegetasi serta satwa liar sebagai akiba tidak adanya lagi sumber pencemaran air dan udara. Sementara itu dengan terbengkelainya sarana dan prasarana produksi serta tidak adanya kegiatan pemeliharaan akan menyebabkan vegetasi liar tumbuh dengan cepat sehingga lingkungan hijau bertambah. Namun demikian perubahan ini akan terjadi secara alami, sehingga tidak dapat dicegah atau dikembangkan. Sebaliknya akan terjadi dampak negatif terhadap kesempatan kerja dan berusaha, sehingga akan berpengaruh terhadap pendapatan. Masyarakat, terutama para eks pekerja, tentu akan gelisah karena walaupun mereka tahu akan ada proses penghentian kontrak kerja, namun belum tentu semua orang siap untuk menghadapinya atau menyesuaikan diri terhadap pola pengeluaran rumah tangganya dengan mudah. Tahap pasca operasi ini mulai terjadi bila gas dan gas cair tidak ekonomis diproduksi. Untuk dapat melihat secara holistik keterkaitan semua kegiatan yang telah diuraikan dengan dampak-dampak penting yang akan dikelola, secara lebih rinci hal tersebut dituangkan secara skematis masing-masing keterkaitan antara kegiatan dengan dampak lingkungan (primer, sekunder, tersier dan kuarter) yang akan dikelola seperti pada Gambar 6.1. Berdasarkan telaahan tersebut diperoleh jenis-jenis dampak penting yang perlu mendapatkan prioritas untuk dikelola, seperti disajikan pada Tabel 6.2. VI-14

15 Gambar 6.1. VI-15

16 Tabel 6.2. Jenis-Jenis Dampak Penting Yang Mendapat Prioritas Untuk Dikelola di Bagian Hulu Tahap Kegiatan Jenis Dampak Hipotetik Sumber Dampak PRA KONSTRUKSI KONSTRUKSI SOSIAL Keputusan/ Kesimpulan Hasil Evaluasi (/T) Perubahan pola kepemilikan lahan Pembebasan lahan dan tanam tumbuh Gangguan proses sosial Pembebasan lahan dan tanam tumbuh Perubahan sikap dan persepsi Pembebasan lahan dan tanam tumbuh GEOFISIK-KIMIA Penurunan kualitas udara ambien 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja 2. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF Peningkatan kebisingan Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF Terjadi erosi tanah Pembukaan dan pematangan lahan Gangguan sistem irigasi dan drainase Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Penurunan kualitas air permukaan Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF Penurunan kualitas air laut Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas melalui laut (alt-3) Transportasi darat (gangguan kelancaran lalulintas) Pemasangan pipa penyalur gas Transportasi darat (gangguan keselamatan berlalulintas) Kerusakan jalan BIOLOGI Penurunan kelimpahan dan keanekaragaman vegetasi Gangguan satwa Gangguan biota air tawar Gangguan Biota air laut (plankton, benthos, terumbu karang, ikan) SOSIAL Gangguan proses sosial 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja 2. Pemasangan pipa penyalur gas Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja Pembukaan dan pematangan lahan 1. Pembukaan dan pematangan lahan 2. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) 3. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) 4. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) 1. Konstruksi Block Station (BS) dan GPF 2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) 1. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF 2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) 3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) 4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) VI-16

17 Tabel 6.2. Lanjutan Tahap Kegiatan Jenis Dampak Hipotetik Sumber Dampak KONSTRUKSI OPERASI Perubahan sikap dan persepsi KESEHATAN MASYARAKAT Penurunan sanitasi lingkungan GEOFISIK KIMIA Kualitas udara ambien (debu dan gas) Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja 1. Konstruksi fasilitas produksi gas BS dan GPF 2. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-1 dan 2) Operasi fasilitas produksi (BS dan GPF) Keputusan/ Kesimpulan Hasil Evaluasi (/T) Penurunan kualitas air permukaan 1. Pemboran sumur pengembangan 2. Operasi produksi di GPF Gangguan keselamatan berlalulintas Pengangkutan kondensat dan sulfur dengan transportasi darat Kerusakan jalan dan jembatan Pengangkutan kondensat dan sulfur dengan transportasi darat BIOLOGI 1. Pemboran sumur pengembangan Gangguan biota air tawar 2. Kegiatan operasi fasilitas produksi (BS dan GPF) SOSIAL Adanya kesempatan berusaha 1. Pemboran sumur pengembangan 2. Operasi produksi di GPF Gangguan proses sosial 1. Penerimaan tenaga kerja 2. Operasi produksi di GPF Adanya pelapisan sosial Operasi produksi di GPF Perubahan sikap dan persepsi 1. Penerimaan tenaga kerja 2. Operasi produksi di GPF KESEHATAN MASYARAKAT Penurunan tingkat kesehatan PASCA OPERASI GEOFISIK KIMIA Gangguan keselamatan berlalulintas Kerusakan jalan BIOLOGI Peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi Peningkatan keanekaragaman dan kemelimpahan satwa SOS EKONOMI BUDAYA Perubahan sikap dan persepsi 1. Pemboran sumur pengembangan 2. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas BS dan GPF Pembongkaran dan demobilisasi peralatan Pembongkaran dan demobilisasi peralatan Revegetasi Revegetasi Penglepasan tenaga kerja VI-17

18 Telaahan dan Arahan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan hasil telahaan secara holistik diatas maka dihasilkan jenis-jenis dampak yang mendapatkan prioritas untuk dikelola. Dalam Tabel 6.3 disajikan arahan pengelolaan setiap jenis dampak yang mendapat prioritas untuk dikelola pada setiap tahap kegiatan. VI-18

19 Tabel 6.3. Ringkasan Arahan Pengelolan Lingkungan Kegiatan Proyek PPGM Bagian Hulu Tahap Kegiatan Komponen Kegiatan Penyebab Dampak PRA- Pembebasan lahan dan tanam KONSTRUKSI tumbuh KONSTRUKSI Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja Konstruksi fasilitas produksi Kegiatan mobilisasi peralatan dan demobilisasi peralatan, material, dan tenaga kerja Komponen Lingkungan yang Terkena Dampak Pola kepemilikan lahan Proses sosial Sikap dan persepsi Kualitas udara Kualitas udara Kebisingan Kualitas air permukaan Kelancaran lalulintas Arahan Pengelolaan Lingkungan Melaksanakan sosialisasi kepada tentang pembebasan lahan dan tanam tumbuh Mendata hak kepemilikan lahan yang akan dibebaskan Koordinasi dengan instansi terkait Melaksanakan sosialisasi kepada tentang pembebasan lahan dan tanam tumbuh Menetapkan harga penggantian lahan sesuai kesepakatan dengan pemilik lahan beserta proses pembayarannya Koordinasi dengan instansi terkait Melibatkan Tim 9 dan BPN dalam proses pembebasan lahan Mesin diesel generator dan lain-lain dilengkapi pengendali emisi standar Melakukan penyiraman di sepanjang jalur yang dilalui kendaraan mobilisasi, khususnya yang berdekatan dengan permukiman pada musim kemarau Penggunaan pengendali emisi standar pada mesin diesel generator dan BBM berkadar sulfur rendah Penggunaan dust suspresion control Melengkapi pekerja dengan saerana K3 (mis, masker) Aktivitas pembangunan yang menimbulkan kebisingan dilakukan pada siang hari Penggunaan earplug atau earmuff Melakukan pengelolaan terhadap semua buangan air uji hidrostatik sebelum dibuang ke lingkungan Pengaturan jadwal pengangkutan yang tidak bersamaan dengan jam sibuk pagi dan siang Penyuluhan kepada sopir angkutan untuk berhati-hati dan tetap menjaga kewaspadaan selama mengemudikan angkutan di jalan raya, khususnya bila melintasi daerah pemukiman dan kawasan perkotaan (Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat). VI-19

20 Tahap Kegiatan Tabel 6.3. Lanjutan Komponen Kegiatan Penyebab Dampak KONSTRUKSI Kegiatan pembangunan fasilitas produksi Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas yang memotong jalan umum Pembukaan dan pematangan lahan Komponen Lingkungan yang Terkena Dampak Keselamatan berlalulintas Kerusakan jalan dan jembatan Erosi tanah Vegetasi Arahan Pengelolaan Lingkungan Sosialisasi kepada warga yang bermukim di sekitar rute angkutan akan adanya lalulintas kendaraan proyek dengan menggunakan truk berukuran besar/trailer. Pembatasan kecepatan maksimum kendaraan angkutan, yaitu 40 km/jam Pemasangan rambu-rambu peringatan/tanda hati-hati yang dipasang sebelum masuk kawasan proyek pada setiap jarak 150 m dan 50 meter untuk dua arah. Pemasangan lampu penerangan untuk menerangi jalan di dalam kawasan Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas yang memotong jalan umum. Pemasangan rambu-rambu peringatan/tanda hati-hati yang dipasang sebelum masuk kegiatan proyek pada setiap jarak 150 m dan 50 meter untuk dua arah Pemasangan lampu penerangan untuk menerangi jalan di tempat pemasangan pipa Perbaikan ringan selama masih digunakan untuk lalulintas kendaraan angkutan material dengan cara diberi tanah urug/sirtu kemudian dipadatkan serta diberi lapis penutup latasir. Pembuatan penyangga jembatan untuk menambah kekuatan konstruksi Pengangkutan lewat jalur laut bila jembatan tidak memungkinkan untuk dilalui Pada jalur pemasangan pipa, sesegera mungkin ditanami rumput pioner (leguminose) Pada lokasii BS, GPF dibuatkan saluran sederhana dan sumur resapan untuk menampung aliran permukaan yang terjadi akibat bangunan tersebut tidak mengalir keluar lokasi BS, GPF Pada lokasi sumur gas, dibuatkan saluran drainase sederhana untuk menampung air prmukaan dan hasil erosi (material tanah) di sekeliling lokasi sumur. Revegetasi di sekitar lokasi kegiatan yang tidak mengganggu kegiatan konstruksi Revegetasi di sekitar lokasi kegiatan yang tidak mengganggu kegiatan konstruksi Satwa Mempertahankan habitat satwa darat diantaranya dengan meminimalkan pembukaan lahan terbatas pada lokasi yang digunakan untuk fasilitas produksi, jalur pipa, lokasi BS dan GPF Pemasangan pipa penyalur gas Sistem irigasi dan drainase Dipersiapkan terlebih dahulu sambungan pipa yang akan ditanam memotong saluran drainase atau alur sungai. Pada setiap perpotongan jalur pemasangan pipa dengan alur sungai, hendaknya sesegera Pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) Kegiatan konstruksi BS dan GPF Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Kaulitas air laut Biota air tawar Satwa Biota air laut mungkin pemasangan pipa penyalur gas dilakukan. Menempatkan pengawas lingkungan yang bertugas mengawasi jika terjadi tumpahan/ceceran minyak dari peralatan yang digunakan untuk segera dilakukan penanganan/pengelolaan Membatasi bidang/area lokasi pekerjaan konstruksi agar kekeruhan dapat diminimalkan Air sisa uji hidrostatik dari kegiatan konstruksi BS dan GPF serta pemasangan pipa sebelum dibuang ke sungai diolah terlebih dahulu apabila tidak memenuhi baku mutu lingkungan Pemasangan pipa konstruksi dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemasangan pipa JOB Fasilitas untuk konstruksi jangan menggunakan pantai Bakiriang untuk pelayanan konstruksi pipa Air sisa uji hidrostatik kegiatan pemasangan pipa sebelum dibuang ke laut, diolah terlebih dahulu Rehabilitasi terumbu karang di sekitar kegiatan VI-20

RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok Hulu -2

RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok Hulu -2 Lampiran 1a. Matriks Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Rencana Institusi 1. KUALITAS UDARA Penurunan kualitas

Lebih terperinci

Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Periode Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus

Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Periode Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus Lampiran 1b. Matriks Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Rencana Institusi 1. KUALITAS UDARA Penurunan kualitas

Lebih terperinci

Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN

Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN Bab-3 RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 3.1. BAGIAN HULU 3.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi a) Parameter Lingkungan yang Dikelola Kualitas udara khususnya SO 2, CO 2, NOx, PM 10, H 2 S dan debu.

Lebih terperinci

Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI

Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI 4.1. DAMPAK PENTING YANG DITELAAH Pada dasarnya dampak penting yang ditelaah dalam dokumen ANDAL ini adalah sama dengan dampak-dampak hasil pelingkungan dampak hipotetis dan prioritas

Lebih terperinci

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus Lampiran 1b. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) 1. KUALITAS UDARA Kualitas udara (SO 2, CO,dan debu)

Lebih terperinci

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus Tabel 8.2. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Jenis Parameter Indikator 1. KUALITAS UDARA Kualitas

Lebih terperinci

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan PERTAMINA EP -PPGM Tabel 8.1. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Hidup Rencana Frekuensi Institusi

Lebih terperinci

Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1. BAGIAN HULU 2.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi Kualitas udara (SO 2, CO, dan debu ) Menurunnya kualitas udara. Emisi gas buang dan debu dari kegiatan

Lebih terperinci

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan Lampiran 1a. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Hidup Rencana Frekuensi Institusi 1. KUALITAS

Lebih terperinci

Tabel Hasil Proses Pelingkupan

Tabel Hasil Proses Pelingkupan Tabel 2.50. Hasil Proses No. menimbulkan A. Tahap Pra 1. Sosialisasi Permen 17 tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam ProsesAMDAL dan Izin Lingkungan terkena Sosial Budaya Munculnya sikap Evaluasi

Lebih terperinci

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Akhirnya diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penyusunan laporan ini.

KATA PENGANTAR. Akhirnya diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penyusunan laporan ini. KATA PENGANTAR Penekanan tentang pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya dituangkan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING Bab-5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING 5.1. PRAKIRAAN DAMPAK PADA KEGIATAN HULU 5.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia 5.1.1.1. Kualitas Udara A. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan Besarnya dampak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan KATA PENGANTAR Penekanan tentang pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan tercantum dalam Undang-Undang No. 23 tahun1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya dituangkan

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL-RPL)

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL-RPL) BAB VI RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL-RPL) 6.1 RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 6.1.1 Tahap Pra-Konstruksi 6.1.1.1 Komponen Sosial-Ekonomi-Budaya 6.1.1.1.1 Penguasaan Lahan

Lebih terperinci

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW)

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana

Lebih terperinci

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT PERTAMINA EP - PPGM Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan

Lebih terperinci

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN A. Ketampakan Lingkungan Alam dan Buatan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam aspek ini memiliki nilai mean yang berada diantara angka 3,25-4. pembuangan air kotor yang dibuang ke septic tank.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam aspek ini memiliki nilai mean yang berada diantara angka 3,25-4. pembuangan air kotor yang dibuang ke septic tank. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan secara keseluruhan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengelolaan limbah padat dan cair. Dalam aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL)

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) RENCANA (RKL) PENGEMBANGAN PROYEK LAPANGAN UAP PUSAT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI KARAHA BODAS KABUPATEN KABUPATEN PROVINSI AKHIR NOVEMBER 2009 LAMPIRAN 1 RENCANA PENGEMBANGAN LAPANGAN UAP & PLTP PANAS BUMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009.

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009. Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya lapangan gas baru, PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Data Survei Dari survei menggunakan metode wawancara yang telah dilakukan di Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar RT 01,02,03 yang disebutkan dalam data dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA PT. ALNO AGRO UTAMA/PMA NAMA DOKUMEN Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Kebun Sumindo di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 DITERBITKAN DESEMBER 2008 DATA OKTOBER 2007 SEPTEMBER 2008 PEMERINTAH KOTA DENPASAR PROVINSI BALI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih Kerangka Acuan Kerja Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU)

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) A. Latar Belakang Sejalan dengan laju pertumbuhan pembangunan nasional, pembangunan sektor transportasi juga menjadi bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka konservasi sungai, pengembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PENCEMARAN Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) 101 KUESIONER PENELITIAN IDENTIFIKASI RISIKO DALAM ASPEK PRASARANA LINGKUNGAN PERUMAHAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA BIAYA DEVELOPER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : Mengingat : a. bahwa sungai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN Sub Kompetensi Mengerti komponen-komponen dasar drainase, meliputi : Pengantar drainase perkotaan Konsep dasar drainase Klasifikasi sistem drainase Sistem drainase

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH) DOKUMEN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP MATRIKS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PUSKESMAS KEBONDALEM 1. Kualitas Udara dan debu Sumber Aktivitas lalul lintas kendaraan diluar dan area parkir berpotensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1. Pengertian Yang dimaksud

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB III DAMPAK LINGKUNGAN YANG DITIMBULKAN DAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP SERTA UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB III DAMPAK LINGKUNGAN YANG DITIMBULKAN DAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP SERTA UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP DAMPAK LINGKUNGAN YANG DITIMBULKAN DAN UPAYA PENGELOLAAN SERTA UPAYA PEMANTAUAN BAB III DAMPAK LINGKUNGAN YANG DITIMBULKAN DAN UPAYA PENGELOLAAN SERTA UPAYA PEMANTAUAN 3.1 yang Ditimbulkan Tabel 3.1 yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (KA-ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (KA-ANDAL) Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (KA-ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1.

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa Oleh : Presiden Republik Indonesia Nomor : 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal : 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber : LN 1991/35; TLN NO. 3441 Presiden Republik

Lebih terperinci

PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta

PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci