BAB I PENDAHULUAN. Isu para pencari suaka politik (asylum seeker 1 ) ke Australia menjadi
|
|
- Shinta Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu para pencari suaka politik (asylum seeker 1 ) ke Australia menjadi permasalahan nasional yang dihadapi oleh Australia. Gelombang kedatangan pencari suaka politik ke Australia telah membuat aparat keamanan negara Autralia kewalahan menghentikannya. Ratusan pencari suaka (Asylum Seekers) terus berdatangan ke Australia melalui jalur laut. Hal ini dapat dilihat dari hilir mudiknya Angkatan Laut Australia untuk menyelamatkan atau menjemput para pencari suaka politik yang masuk kawasan perairan Australia. Dari hasil patroli yang dilakukan oleh Angkatan Laut Australia total yang diselamatkan pada bulan Juli 2013 mencapai 6 perahu dengan jumlah penumpang yang mencapai kurang lebih 669 penumpang 2. Dari jumlah tesebut, mereka merupakan pencari suaka politik yang datang dari penjuru dunia yang ingin mendapatkan perlindungan dari Australia. Dalam sebulan terakhir tepatnya pada bulan Juli 2013, rata-rata pencari suaka yang merapat ke perairan Australia mencapai 700 sampai 800 orang per pekan, sehingga terkumpul sampai orang di Christmas Island. Tidak hanya 1 Istilah pencari suaka (asylum seekers) diberikan bagi orang-orang yang tiba di Australia (atau perairan Australia) dengan tanpa memiliki dokumen perjalanan resmi dan meminta status sebagai pengungsi. Jika pihak otoritas Australia memutuskan bahwa mereka memiliki klaim yang bisa dipertanggung jawabkan, maka status yang diberikan adalah pengungsi (refugees). Data ini dikutip dari Fatso, Pencari Suaka. Diakses dalam 30 Januari Harry Bhaskara,2013, Australia Kewalahan Hadapi Gelombang Pencari Suaka. Diakses dalam ng.pencari.suaka, tanggal 30 Januari
2 itu, sumber lain dari sebuah kapal patroli mengatakan, jumlah kru kapal penyelamat yang menderita stres (post-traumatic syndrome disorder) meningkat pesat. Penyebabnya diduga karena mereka tidak henti hentinya mengangkat orang dan mayat dari laut. Setidaknya terdapat empat pencari suaka tewas dari 144 orang yang lain diselamatkan ketika perahu mereka tenggelam. Lebih dari orang hilang di laut sejak Partai Buruh yang berkuasa melunakkan kebijakan mereka terhadap pencari suaka pada Partai Buruh berkuasa di Australia sejak Sejak tahun tersebut, sekurangnya pencari suaka tiba di pantai Australia. Sepertiga dari jumlah itu, orang tiba pada tahun Gelombang pencari suaka ke Australia sebagian besar datang dari Asia dan Timur Tengah. Mereka antara lain memanfaatkan Indonesia dan Timor Leste untuk sebagai batu loncatan mencapai negeri Kangguru itu. Fasilitas rudenim di Pulau Christmast hanya mampu menampung sekitar orang. Namun sekarang terdapat hampir orang 4. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan sudah tidak layak untuk dihuni serta diisi oleh para pengungsi kembali. Kedatangan para pencari suaka bukanlah tanpa alasan, hal ini didasarkan atas sebuah sejarah kejayaan para pengungsi dan imigran dimasa lampau yang kemudian menyebar di seantero dunia. Dimana dalam sejarah perkembangan pencari suaka di Australia dibagi beberapa kurun waktu. Pertama, sejak awal abad ke-19 Australia memang favorit menjadi tempat migrasi berbagai bangsa. 3 Ibid., 4 Sabar Subekti, 20 Juli 2013, Australia Kewalahan Mengahdapi Arus Pencari Suaka. Diakses dalam 30 Januari
3 Gelombang migrasi ini terus berubah dari waktu ke waktu. Pada awal tahun 1900an imigran China menjadi imigran besar setelah migrasi Eropa tahun 1800an. Tentu saja gelombang migrasi itu berbeda-beda tujuan dan motivasinya. Kalau para imigran kulit putih yang awalnya mendatangkan para mantan kriminal berobsesi ingin membangun negeri di selatan yang mereka anggap sebagai tanah air kedua, lain lagi ceritanya dengan gelombang imigran China. Imigran China yang cepat melebur ke pedalaman Australia, ketika emas ditemukan di Hinterland Australia seperti di Ballarat, Victoria. Selain karena ingin menikmati gold rush (motif ekonomi) juga ada bermotif kultural. Banyak peninggalan budaya China yang tersebar di sekitar Australia 5. Ketika demam emas berangsur-angsur mereda. Perang dunia pertama dan kedua mendorong banyak warga sipil yang menderita akibat perang berbondongbondong ke selatan mencari penghidupan baru dan masa depan yang lebih baik. Maka muncullah kelompok bangsa berbahasa Eropa di sepanjang state di Australia. Ini semakin memberi warna multikultural untuk Australia. Selesai perang dunia kedua, Vietnam dilanda perang saudara (komunis dan non komunis). Lagi-lagi jutaan manusia mencoba mencari kebebasan yang diimpikan di Australia. Maka jutaan orang yang sering disebut sebagai manusia perahu ini pun menggantungkan nasibnya di atas perahu-perahu sederhana menuju ke negeri berbentuk Kangguru itu. Banyak cerita sukses dan banyak pula cerita menyedihkan. Bagi yang sukses kini menjelma menjadi berbagai pengusaha yang 5 Nuni, 28 Oktober 2009, Australia Surga Pencari Suaka?. Diakses dalam tanggal 30 Januari
4 tersebar di Australia. Sementara yang tidak sukses selain tewas di perjalanan atau terpaksa berpisah dari keluarganya karena sakit, badai topan di lautan dan tak sanggup melewati penderitaan di negara persinggahan 6. Kedua, lepas dari imigran Asia, memasuki tahun 1980-an konflik di Timur Tengah, menjadi cerita baru pula untuk Australia. Banyak warga sipil yang tidak ingin menderita akibat konflik berkepanjangan itu mencari negeri baru yang penuh harapan. Maka mulailah gelombang imigran Timur Tengah menyusuri Australia. Kelompok imigran yang mayoritas berbahasa Arab, Turki dan Asiria (Iran/Irak) ini kembali menandai gelombang migrasi ke Australia. Begitu juga dengan perang antar genk narkoba di Amerika Latin pun sedikit banyak menyumbang gelombang imigran di Australia walau tak sebanyak pengungsi dari Negara lain 7. Ketiga, pada abad milenium terjadi gelombang imigrasi kembali mewarnai sejarah modern negeri Kangguru. Konflik yang terjadi di Irak, Iran, Afganistan dan negeri-negeri di sekitarnya mendorong banyak orang untuk mencari perlindungan di Australia 8. Cerita mengenai kesedihan dan kegagalan dari para pengungsi sebelumnya dalam mencari suaka politik tidak mendapat perhatian sebagian dari pencari suaka, kebanyakan dari mereka tetap mencoba peruntungan nasib mereka dengan datang ke Negara Kangguru dengan status sebagai 6 Ibid., 7 Ibid., 8 Ibid., 4
5 pengungsi 9. Dan akhir akhir ini gelombang pengungsi kembali marak terjadi, setelah adanya perang Syiria dan pecahnya konflik ras yang terjadi di Myanmar. Para korban tersebut kemudian berbondong bondong mendatangi Australia untuk mendapatkan visa sementara atau suaka politik. Banyaknya pencari suaka politik yang datang ke perairan Australia membuat Pemerintah Australia semakin geram dengan kedatangan pencari suaka politik. Kebanyakan pencari suaka masuk ke perairan Australia menggunakan perahu. Arus pencari suaka politik yang menggunakan perahu atau sering disebut dengan manusia perahu (boat people) semakin hari semakin bertambah jumlah kedatangannya dan tidak terkendali. Kebanyakan manusia perahu yang berhasil sampai ke Perairan Australia melakukan transit terlebih dahulu di Indonesia sebelum menuju negeri Kangguru tersebut. Para manusia perahu kemudian menyewa perahu nelayan Indonesia untuk dijadikan transportasi menuju perairan Australia. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Australia melakukan kerjasama bilateral dengan Papua New Guini (PNG). Kerjasama ini kemudian dikenal dengan Pasific Solution. Dipilihnya Papua New Guini sebagai mitra kerjasama bilateral dengan Australia dikarenakan letak geografis Papua New Guini yang berbatasan dengan Australia. Pertama kali kerjasama Pasific Solution ini dikenalkan oleh Perdana Menteri Australia Jhon Howard pada tahun Dalam perkembangannya 9 Berdasarkan Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 dan Protokol tahun 1967, seseorang disebut pengungsi ketika ia memiliki dasar dan ketakutan yang beralasan akan menjadi korban penyiksaan atas dasar ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu, ataupun karena opini politiknya, di mana ia kemudian berada di luar negara asalnya dan tak dapat ataupun tak ingin kembali ke negeri asalnya karena alasan akan menjadi korban penyiksaan (persecution). Dikuti dari Fatso. Op.Cit., 5
6 Pasific Solution mengalami perubahan yang dikarenakan dinamika politik domestik dan perkembangan issue yang dialami oleh Australia. Penelitian ini sangat menarik karena Pemerintah Australia sebagai negara penandatangan konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 terkait dengan pengungsi melibatkan Papua New Guini sebagai partner aktif dalam membendung masuknya asylum seeker yang menggunakan boat. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik dengan pengaruh apa yang timbul dari kebijakan Pasific Solution yang dibuat oleh Pemerintah Australia dengan Papua New Guini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di jelaskan di atas maka dapat diambil rumusan masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini: Bagaimanakah pengaruh kerjasama bilateral Pasific Solution dalam membendung pencari suaka politik (Asylum Seekers) masuk ke perairan Australia? 1.3 Tujuan Penelitian peneliti, yaitu: Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin diungkap oleh Untuk mengetahui perkembangan apa yang terjadi pada pencari suaka politik yang masuk ke Perairan Australia. 6
7 1.3.2 Untuk mengetahui prosedur apa saja yang terdapat dalam penanganan para pencari suaka politik terkait dengan kebijakan Pasific Solution Untuk mengetahui kerjasama bilateral antara Australia dengan Papua New Guini terkait dengan permasalahan Asylum Seeker atau pencari suaka politik 1.4 Kerangka Pemikiran Penelitian Terdahulu Penelitian Pertama dilakukan oleh Muhammad Rifqi Herdianzah dengan mengambil judul Kebijakan Pemerintah Australia Terkait Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun Dalam penelitian ini menceritkan masalah pemerintah Australia merespon kasus Irregular Maritime Arrivals dengan mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan - kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut di antaranya adalah Pasific Solution, kebijakan penahanan, pemberian Bridging Visas, pengembalian para pencari suaka ke negara asal, serta Malaysia Solution. Keseluruhan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Australia pada masa kepemimpinan Julia Gillard tersebut cenderung bersifat punitive atau menghukum pencari suaka yang datang dengan perahu dan tidak membawa dokumen resmi ke Australia. 10 Muhammad Rifqi Herdianzah, Kebijakan Pemerintah Australia Terkait Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun ,Jurnal Skripsi FISIP-Universitas Airlangga. Diakses dalam tanggal 12 Februari
8 Kebijakan-kebijakan tersebut dikeluarkan pemerintah Australia sebagai respon atas derasnya arus Irregular Maritime Arrivals selama tahun Dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah Australia mendapatkan pengaruh dari beberapa faktor yang mempunyai fungsi sebagai policy influencer. Dari empat faktor policy influencer yang disebutkan dalam hipotesis, tiga faktor diantaranya mempunyai pengaruh terhadap pengambilan keputusan, sementara hanya satu faktor yang tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Tiga faktor yang memiliki pengaruh terhadap pengambilan kebijakan tersebut diantaranya adalah faktor birokrasi, faktor partai, serta faktor massa. Sementara yang tidak mempunyai pengaruh adalah faktor kepentingan.faktor birokrasi atau bureaucratic influencer merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan bentuk-bentuk kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah Australia. Dalam kasus Irregular Maritime Arrivals, Perdana Menteri Julia Gillard sengaja membentuk Expert Panel yang ditugaskan untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah terkait bentukbentuk kebijakan yang efektif sebagai upaya dalam membendung arus kedatangan pencari suaka dengan menggunakan perahu ke Australia. Policy influencer kedua yang memberikan pengaruh terhadap pengambilan kebijakan terkait Irregular Maritime Arrivals adalah partisan influencer atau faktor pengaruh partai. Pada penelitian Rifqi menjelaskan bahwa permasalahan manusia perahu di Australia merupakan permasalahan yang sangat sensitif bagi masyarakat Australia sehingga kebijakan-kebijakan terkait permasalahan tersebut yang diambil oleh 8
9 pemerintah cenderung sarat dengan muatan politis. Hal tersebut dilakukan sematamata karena ingin menjaga dukungan dari konstituennya yang merupakan instrumen yang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan posisi partai di pemerintahan, sehingga perdana menteri terpilih cenderung menjaga kebijakannya sesuai dengan tuntutan masyarakat pada saat itu. Faktor ketiga yang juga mempunyai pengaruh terhadap pengambilan kebijakan pemerintah Australia terkait IMAs adalah peran media massa serta opini publik yang terbentuk dalam masyarakat Australia. Publik Australia menaruh perhatian yang sangat besar dalam melihat permasalahan manusia perahu. Hal ini dibuktikan dengan masuknya isu manusia perahu yang diangkat media ke dalam tiga isu teratas yang mendominasi pemilihan federal di tahun Dari pemberitaan-pemberitaan di beberapa media Australia, kemudian muncul tuntutan dari publik Australia kepada pemerintah agar memberlakukan kebijakan-kebijakan yang bersifat keras terhadap kedatangan para manusia perahu. Faktor-faktor di atas dipengaruhi oleh prasangka atau prejudice terhadap manusia perahu yang selama ini dianggap atau dinilai sebagai kelompok dari luar komunitas Australia yang membawa dampak negatif terhadap komunitas Australia pada umumnya. Berdasarkan data di atas, maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah Australia dibawah kepemimpinan Julia Gillard mengeluarkan kebijakan imigrasi yang tertutup terhadap Irregular Maritime Arrivals karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni pengaruh birokrasi, pengaruh partai, serta pengaruh massa dengan 9
10 berlandaskan pada pertimbangan prejudice yang melekat pada imigran yang datang dengan perahu sebagai rasionalisasi pengambilan kebijakan. Yang menjadikan pembeda dari penelitian Muhammad Rifqi Herdianzah yang menjelaskan faktor faktor yang menyebabkan pemerintah Gulia Gillard merespon begitu tegas dengan kedatangan para Irregular Maritime Arrivals yang masuk perairan Autralia. Penelitian ini lebih menekankan pada pengaruh beberapa faktor internal yang menjadikan Pemerintah Gulia Gillard tegas mengambil kebijakan seperti: pengaruh birokrasi, pengaruh partai, serta pengaruh massa. Sedangkan dalam penelitian saya tentang pengaruh kebijakan pasific solution dalam membendung manusia perahu sebutan lain dari asylum seeker dan Irregular Maritime Arrivals yang masuk periaran Australia. Perlu untuk diketehui bahwa kebijakan pasific solution diperkenalkan di depan publik Australia pada tahun 2001 oleh PM. John Howard setelah terpilih menjadi PM pada waktu itu. Langkah ini diambil atas tuntutan dosmetik untuk dapat membendung manusia perahu atau pencari suaka politik ke Australia. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Christa Mc Aulifee Suryo Puteri yang meneliti mengenai Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal ( ) dan Pemerintahan Kevin Rudd Dari Partai Buruh ( ) 11. Dalam penelitian 11 Christa Mc Aulifee Suryo Puteri ( ),2011, Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal ( ), Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, FISIP-Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah. Diakses dalam ULIFFE%20SURYO%20PUTER.FISIP.PDF, tanggal 12 Februari
11 yang dilakukan Christa ini menjelaskan mengenai pergantian pemerintahan di negara manapun termasuk Australia akan berdampak terhadap perubahan kebijakan. Namun demikian, perubahan tersebut tetap berupaya untuk menjaga kebijakan pemerintahan sebelumnya baik domestic maupun kebijakan terkait lingkungan eksternalnya. Hal ini juga terlihat dalam kebijakan luar negeri Australia ketika John Howard dari Partai Koalisi Liberal digantikan oleh Kevin Rudd dari Partai Buruh. Pada dasarnya, kebijakan luar negeri kedua Perdana Menteri dari dua Partai yang berbeda ini memiliki pedoman yang sama dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya, yakni bertujuan melindungi dan meningkatkan kepentingan nasional Australia. Namun, meski substansi dari politik luar negerinya sama ada perbedaan yang signifikan dalam nuansa penekanan pada politik luar negeri serta gaya kepemimpinan yang diambil kedua Perdana Menteri tersebut. Perbedaan tersebut pada kenyataannya sangat mempengaruhi tujuan dari politik luar negeri pemerintahan Howard dan pemerintahan Rudd. Sikap Howard yang kaku dan arogan terbawa dalam gayanya memimpin dan melaksankan kebijakan luar negeri Australia. Howard merupakan seorang yang lebih memilih kedekatan dengan AS karena ia memiliki empati yang sedikit terhadap Asia. Hal ini berdampak pula terhadap kebijakan luar negeri Howard terhadap Indonesia dalam berbagai masalah yang dihadapi kedua negara. Kurangnya pemahaman akan konsepsi kebijakan luar negeri membuatnya bertindak beradasarkan keyakinnanya yang memang sangat dipengaruhi oleh pandangan Partai Koalisi Liberal yang konservatif dan kedekatannya dengan AS. Sedangkan, Kevin Rudd 11
12 yang merupakan seorang Perdana Menteri dari Partai Buruh dan juga seorang diplomat karir sudah sangat mengerti tentang cara bernegosiasi, melakukan diplomasi yang baik dalam kebijakan luar negerinya terhadap Indonesia yang bertujuan untuk mencapai dan meningkatkan kepentingan nasionalnya. Selain pada masa pemerintahan Rudd perkembangan lingkungan regional dan internasional lebih stabil dibanding pada masa pemerintahan Howard, gaya kepemimpinan Rudd yang low profile memang merupakan ciri dari gaya pemerintahan Buruh yang tidak membedakannya dengan Whitlam dan Paul Keating, yakni lebih mengutamakan kerjasama dan diplomasi dalam pencapaian tujuan dan kepentingan nasional Australia serta lebih dekat ke Asia termasuk Indonesia yang merupakan negara tetangga terdekat dan terbesar Australia. Yang menjadi pembeda antara penelitian yang dilakukan oleh Christa yang lebih menekankan perbandingan PM. John Howard dengan Kevin Rudd dalam menjalankan kebijakan luar negeri Australia ke Asia pada khususnya Indonesia. Christa menjelaskan bahwa PM Howard dalam menjalankan kebijakan luar negerinya lebih dekat dengan AS dibandingkan dengan negara negara di Asia termasuk Indonesia, sehingga kerjasama dengan negara Asia dinilai tidak ada kemajuan. Sedangkan pada masa PM. Rudd, lebih dekat dengan negara negara di Asia khusunya pada Indonesia sehingga Rudd mampu mencapai kepentingan nasionalnya di kawasan Asia. Berbeda dengan penelitian Christa, dalam penelitian ini saya lebih mengfokuskan pada kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Pemerintah Australia terhadap negara Pasific khususnya Papua New Guini. Australia menggandeng PNG untuk menjadi mitra dalam mengatasi 12
13 permaslahan asylum seeker yang memakai perahu atau sering disebut dengan manusia perahu. Dalam kerja sama ini dinamakan pasific solution yang mana dalam perjanjiannya menjelaskan pemindahan pencari suaka politik yang tertangkap memasuki perairan Australia ditangkap dan dibawa ke Pulau Manus dan Nauru yang termasuk wilayah PNG. Penelitian terakhir dilakukan oleh M. Fathoni Hakim pada tahun 2010 yang mengangkat judul Parjanjian Keamanan Indonesia Australia; Upaya Indonesia Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur 12. Penelitian ini menjelaskan mengenai perjanjian keamanan Indonesia Australia sebagai upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur. Cakupan pembahasan dalam penelitian ini meliputi faktor apa saja yang melatarbelakangi Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia, terkait dengan upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur dan keuntungan apa yang diperoleh dari perjanjian keamanan itu. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui dan memahami latar belakang Indonesia melakukan perjanjian keamanan dengan Australia dalam upayanya mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur, serta untuk mengetahui dan memahami keuntungan apa saja yang diperoleh Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan denganaustralia. Hasil dari penelitian Fathoni menunjukkan bahwa faktor geografi merupakan poin penting dalam politik negara. Konfigurasi geografi Indonesia 12 M. Fathoni Hakim, 2010, Parjanjian Keamanan Indonesia Australia; Upaya Indonesia Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur,Tesis, FISIP- Universitas Indonesia Diakses dalam tanggal 12 Februari
14 yang terdiri atas pulau dan luas wilayah yang mencapai 7,9 juta km2, memiliki garis pantai yang panjangnya mencapai sekitar km, mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi sangat terbuka dan dapat dimasuki dari segala penjuru. Ketahanan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi semakin kompleks karena luasnya perairan dan menyebarnya wilayah daratan. Karakteristik geografi yang sedemikian rupa sangat rawan akan berbagai ancaman keamanan serta berpotensi terhadap infiltrasi asing. Pertimbangan kedua dari latar belakang perjanjian keamanan adalah sebagai respon atas perubahan lingkungan strategis di level global, regional dan nasional. Ancaman kejahatan yang muncul dari perubahan lingkungan strategis tersebut adalah penyelundupan senjata, perompakan, terorisme maritim, people smuggling, penyelundupan obat terlarang, yang mana erat kaitannya dengan eskalasi gerakan separatisme dan konflik komunal di Indonesia timur. Dengan adanya perjanjian keamanan ini, kedua negara mempunyai kepentingan nasional yang hendak dicapai. Bagi Indonesia, kepentingan itu adalah kedaulatan dan keamanan, sedangkan bagi Australia kepentingan itu adalah keamanan nontradisional, seperti teroris dan kejahatan transnasional. Pertimbangan ketiga latar belakang perjanjian keamanan adalah faktor politik, dimana Australia harus menghormati kedaulatan dan integritas wilayah kesatuan NKRI. Secara umum, perjanjian keamanan Indonesia-Australia ini berisi tentang kerangka kerjasama yang mencakup 21 kerjasama dalam 10 bidang kerjasama, yakni meliputi kerjasama di bidang: pertahanan, penegakan hukum, pemberantasan terorisme, intelijen, kerjasama maritim, keselamatan dan 14
15 keamanan penerbangan, pencegahan perluasan senjata pemusnah massal, tanggap darurat bencana, kerjasama organisasi multilateral dan membangun kontak dan saling pengertian masyarakat mengenai persoalan-persoalan di bidang keamanan. Sedang implementasi dari kerjasama keamanan tersebut diantaranya adalah pembangunan kapasitas (capacity building), operasi bersama, sharing intelijen dan informasi, joint exercises, yang kesemuanya itu dapat meningkatkan kapabilitas pertahanan dan keamanan Indonesia dalam merespon berbagai ancaman yang muncul, termasuk gerakan separatisme dan konflik komunal (intra-state conflict). Penelitian Fathoni menunjukkan bahwa fungsi perjanjian keamanan bagi Indonesia adalah pertama, sebagai peningkatan kontrol wilayah dan geografi Indonesia yang terbuka, kedua, perjanjian keamanan sebagai respon atas ancaman non-tradisional dan ketiga perjanjian keamanan sebagai upaya integrasi wilayah dan integrasi politik. Dari ketiga fungsi tersebut, maka perjanjian keamanan Indonesia Australia merupakan upaya Indonesia dalam mencegah proliferasi gerakan separatisme di Indonesia timur. Yang menjadikan pembeda antara penelitian Fathoni yang lebih menekankan pada faktor Pemerintah Indonesia bekerjasasama dengan Australia. Diketahui bahwa Indonesia melakukan kerjasama pertahanan dengan Australia karena faktor politik dan geografi. Faktor geografi yang menyebutkan jika Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana rentan terhadap ancaman dari eksternal mangakibatkan Indonesia melakukan kerjasama dengan pihak Australia sebagai negara tetangga. Sedangkan faktor politik, dimana pemerintah Indonesia menginginkan kedaulatan Indonesia NKRI diakui oleh Pemerintah Australia. Oleh 15
16 karena itu dalam perjanjian pertahanan yang dilakukan oleh kedua negara terdapat poin penjelasan dimana Australia mengakui kedulatan NKRI. Berbeda dengan penelitian saya, kerjasama yang dilakukan PNG dengan Ausralia merupakan bagian dari kerjasama keamanan perairan yang dilakukan oleh kedua negara. Kerjasama ini dijalankan karena PNG merupakan negara tetangga Australia, dimana PNG merupakan wilayah strategis untuk membendung pencari suaka politik yang masuk ke periaran Australia. Tabel 1.1 Posisi Peneliti JUDUL METODOLOGI HASIL Kebijakan Penelitian Rifqi Pemerintah Australia merespon Pemerintah Australia Herdianzah kasus Irregular Maritime Arrivals Terkait Permasalahan menggunakan dengan mengeluarkan beberapa Irreguler Maritime peneliian kebijakan, di antaranya Pasific Arrivals Periode eksplanatif dengan Solution, kebijakan penahanan, Kepemimpinan memakai teknik pemberian Bridging Visas, Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun Oleh Muhammad Rifqi Herdianzah penelitian kualitatif pengembalian negara asal, serta Malaysia Solution. Kebijakan yang dikeluarkan pada kepemimpinan Julia Gillard cenderung bersifat punitive atau menghukum pencari suaka yang datang dengan perahu dan tidak membawa dokumen resmi ke Australia. Dalam mengeluarkan kebijakan, pemerintah Australia mendapatkan pengaruh dari beberapa faktor yang mempunyai fungsi sebagai policy influencer. 16
17 Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal ( ) dan Pemerintahan Kevin Rudd Dari Partai Buruh ( ). Oleh Christa Mc Aulifee Suryo Puteri Parjanjian Keamanan Indonesia Australia; Upaya Indonesia Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur. Oleh M. Fathoni Hakim Penelitian Christa menggunakan penelitian deskriptif dengan teknik Kualitatif Penelitian Fathoni menggunakan jenis penelitian deskriptif dan teknik penelitian kualitatif Pergantian pemerintahan akan berdampak terhadap perubahan kebijakan. Hal ini juga terlihat dalam kebijakan luar negeri Australia ketika John Howard digantikan oleh Kevin Rudd. Pada dasarnya, kebijakan luar negeri kedua Perdana Menteri ini memiliki tujuan yang sama, yakni melindungi dan meningkatkan kepentingan nasional Australia. Namun, meski substansi dari politik luar negerinya sama ada perbedaan yang signifikan dalam nuansa penekanan pada politik luar negeri serta gaya kepemimpinan yang diambil kedua Perdana Menteri tersebut. Penelitian ini meneliti faktor yang melatarbelakangi Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia, terkait dengan upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur dan untuk mengetahui dan memahami keuntungan apa saja yang diperoleh Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia. 17
18 1.4.2 Landasan Teori atau Konsep Kebijakan Luar Negeri Kebijakan suatu negara seringkali mencerminkan perilaku negara tersebut. Begitu pula kebijakan luar negeri yang akan mencerminkan perilaku negara ketika berinteraksi dengan negara lain. Oleh sebab itu, muncul studi mengenai kebijakan luar negeri untuk dianalisa dan dibandingkan. Studi analisa mengenai kebijakan luar negeri sebagai area yang berbeda, menghubungkan studi hubungan internasional sebagai ilmu yang melihat bagaimana negara berhubungan satu sama lain dalam politik internasional, dengan studi politik domestik yang mempelajari peran pemerintah dan hubungan antara individu, kelompok dan pemerintah 13. Studi kebijakan luar negeri menjadi penting mengingat Bernard C. Cohen pernah menyebutkan bahwa is that foreign policy is more important than other policy areas because it concerns national interests, rather than special interests, and more fundamental values. Studi kebijakan luar negeri kemudian dilakukan dengan fokus utama untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan keamanan negara 14. Kebijakan luar negeri merupakan suatu strategi dalam menghadapi unit politik Internasional lainnya yang dibuat oleh pembuat keputusan negara (decision maker) dalam rangka mencapai tujuan spesifik nasional dalam terminologi 13 Kaarbo, Juliet et al, 2012, The Analysis of Foreign Policy in Comparative Perspective, Chapter 1 [online] Diakses dalam 20 Januari Breuning, Marijke,2007, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. New York: Palgrave MacMillan. 18
19 national interest. Rosenau menyebutkan pengertian kebijakan luar negeri sebagai upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Holsti menjelaskannya sebagai semua aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya memperoleh keuntungan, serta hirau akan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi aktivitas tersebut 15. Kebijakan luar negeri memiliki tiga konsep untuk menjelaskan hubungan negara dengan kondisi eksternalnya, yaitu: 1. Sebagai sekumpulan orientasi (as a cluster of orientation), merupakan pedoman untuk mengahadapi kondisi eksternal yang menuntut pembuat keputusan dan tindakan berdasar orientasi prinsip dan tendensi umum yang terdiri dari sikap, persepsi, dan nilai yang dijabarkan dari pengalaman sejarah dan kondisi strategis penentu posisi negara dalam politik Internasional. 2. Sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak (as a set of commitments to and plans for action), berupa rencana dan komitmen konkret termasuk tujuan dan alat yang spesifik untuk mempertahankan situasi lingkungan eksternal yang konsisten dengan orientasi kebijakan luar negeri. 3. Sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of behaviour), berupa langkah nyata berdasar orientasi umum, dengan komitmen dan sasaran 15 Perwita, A. A., & Yani, Y. M. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 19
20 yang lebih spesifik, yang berhubungan dengan kejadian dan situasi di lingkungan eksternal. 16 Sedangkan Couloumbis dan Wolfe mengklasifikasikan kebijakan politik luar negeri menjadi tiga kategori utama berdasarkan sifatnya, yaitu: 1. Bersifat pragmatis (terencana), yaitu keputusan besar yang mempunyai konsekuensi jangka panjang; membuat studi lanjutan, pertimbangan dan evaluasi yang mendalam mengenai seluruh opsi alternatif 2. Bersifat krisis, merupakan keputusan yang dibuat selama masa krisis, waktu untuk menanggapinya terbatas, dan ada elemen yang mengejutkan yang membutuhkan respon yang telah direncanakan sebelumnya 3. Bersifat taktis, yaitu keputusan penting yang biasanya bersifat pragmatis, memerlukan evaluasi, revisi, dan pembalikan 17. Tujuan politik luar negeri, dapat bersifat konkret dan abstrak (melekat pada national interest), merupakan citra kondisi masa depan suatu negara di mana decision maker mampu meluaskan pengaruhnya kepada negara-negara lain dengan mengubah atau mempertahankan tindakan negara lain. K. J. Holsti mengklasifikasikan tujuan politik luar negeri berdasarkan kriteria (1) nilai tujuan decision maker; (2) jangka waktu baik pendek, menengah, maupun panjang untuk 16 Ibid., Perwita, A. A., & Yani, Y. 17 Couloumbis, T. A., & Wolfe, J. H,1990, Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power, (M. Marbun, Trans.) Bandung: Abardin. 20
21 mencapai tujuan yang ditetapkan dan (3) tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain 18. Dalam penelitian ini Pemerintah Australia sudah mempertimbangkan berbagai hal terkait dengan konsekuensi dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Australia mengeluarkan kebijakan luar negeri menggandeng Papua New Guini sebagai partner dalam menyelesaiakan permasalahan para pencari suaka politik yang masuk ke perairan Australia. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah Australia guna memperoleh keuntungan dari luar negaranya dengan mempertahankan stabilitas keamanan dan politik Australia. Australia selama ini frustasi dengan terus melonjaknya permintaan suaka politik yang diajukan oleh para pencari suaka yang berasal dari penjuru dunia, terutama negara-negara yang sedang mengalami konflik Kerjasama Bilateral Pada hubungan Internasional, kerjasama banyak dilakukan secara bilateral. Konsep kerjasama bilateral mengacu pada adanya suatu hubungan kerjasama politik, budaya dan ekonomi antara 2 (dua) negara. Kerjasama bilateral yang dimaksud seperti kerjasama diplomatik, strategic partnership program, dan lain sebagainya. Kerjasama bilateral melibatkan kepercayaan normatif antara pembuat kebijakan dari kedua negara terutama harus ditangani oleh pemerintah. Pada umumnya kerjasama bilateral tidak melibatkan sector swasta, karena dalam hal sebagian urusan luar negeri. Secara khusus, dimensi ekonomi kerjasama bilateral 18 Ibid., Couloumbis, T. A., & Wolfe, J. H. hal
22 sama-sama menyimpan hal yang bersifat rahasia. Meskipun keduanya bekerja menuju tujuan bersama, kedua belah pihak tidak berarti sama dalam sumber daya yang dapat dikerahkan untuk mencapai masing-masing kepentingannya 19. Pada dasarnya, bilateralisme merupakan kerjasama yang dilakukan oleh dua negara (pemerintahan) yang memiliki kepentingan dalam peningkatan atas beberapa aspek mayor seperti ekonomi, politik, dan pertahanan. Kelebihan dari kerjasama bilateral adalah: (1) kerjasama ini cenderung mudah dilakukan karena negara yang terlibat hanya 2 dan aturan tidak begitu kompleks. (2) Bagi negara besar, dengan ada konsep kerjasama bilateral ini dapat menekan negara dari lawan kerjasamanya untuk mematuhi dan mengikuti aturan yang telah tersepakati. (3) Kemudian kalkulasi dan pencapaian pertimbangan tidak begitu rumit. Kerjasama bilateral dan multilateral disebabkan oleh banyak faktor, misalnya faktor geografis, faktor kesamaan kepentingan dan kesamaan permasalahan. Kedua negara menganggap bahwa melalui kerjasama dapat meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan (win-win solution), baik di sisi ekonomi, ekonomi pembangunan, dan lain sebagainya. Namun kerjasama bilateral memiliki kelemahan, yaitu ketika ada sekian banyak negara yang memiliki kepentingan yang sama maka kerjasama bilateralisme tidak akan efektif lagi karena tiap-tiap dari negara harus deal satu per satu. 19 Ellis S. Krauss dan TJ. Pempel, 2004, Beyond Bilateralism: US-Japan Relations in the New Asia Pacific, United States of America: Stanford University Press, hlm.34 22
23 Dalam penelitian saya ini kerjasama yang dilakukan antara Australia dengan Papua New Guini merupakan kerjasama Bilateral, karena dilakukan oleh kedua belah pihak tanpa melibatkan pihak ketiga. Kerjasama yang terjalin antara Australia dan PNG merupakan kerjasama Pasific Solution yang membahas mengenai permasalahan dan isu terkait dengan penanganan manusia perahu yang masuk perairan Australia. Australia melibatkan Papua New Guini sebagai rekan bagi Australia dalam penanganan pencari suaka politik. Dalam kebijakan ini Papua New Guini dilibatkan secara aktif untuk menyelesaikan permasalahan manusia perahu (boat people). 1.5 Metedologi Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif fokus pada pertanyaan dasar bagaimana dengan berusaha memdapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap tanpa banyak detail yang tidak penting. Penelitian deskriptif berhubungan dengan frekuensi, jumlah, dan karakteristik dari gejala yang diteliti. Oleh sebab itu, penelitian deskriptif memiliki berbagai tujuan antara lain; mendesskripsikan mengenai gejala atau ciri-ciri yang berkaitan dengan suatu 23
24 populasi tertentu, estimasi atau perkiraan mengenai proporsi populasi yang memiliki ciri-ciri tersebut Sumber Data Peneliti menggunakan data sekunder yang mana diperoleh dari berbagai sumber yang masih berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Data data tersebut diperoleh dari dokumentasi, telaah dari literatur-literatur, bahan bahan pustaka dan internet yang dapat dijadikan acuan dalam menjawab rumusan masalah yang berkaitan dengan kerjasama antara Australia dengan PNG dalam membendung Asyslum Seekers yang terus masuk ke perairan Australia sebagai negara yang meratifikasi prokotol PBB mengenai pengungsi Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan data sekunder yang mana teknik data tersebut dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan yakni pencairan data mengenai hal hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar, jurnal dan website yang diterbitkan oleh berbagai lembaga atau instasi yang masih berkaitan dengan judul penelitian ini. Setelah data terkumpul, data diseleksi dan dikelompokan kedalam beberapa bab pembahasan yang sesuai dengan sistematika penulisan. 20 Uber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama. 24
25 1.5.4 Teknik Analisa Data Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif. 21 Teknik analisa data dilakukan melalui analisa non statistik dimana data tabel, grafik angka yang tersedia diuraikan dan ditafsirkan ke dalam bentuk kalimat atau paragraf. Teknik analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan yakni klasifikasi data, mereduksi dan memberi intepretasi pada data yang telah diseleksi dengan menggunakan teori dan konsep tersebut Ruang Lingkup Penelitian Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya batasan waktu dan materi untuk membatasi waktu yang diteliti dan pembahasan agar tidak melebar sehingga didapatkan hasil penelitian yang tepat dan akurat Batasan Waktu Penelitian Peneliti memberi batasan waktu pada tahun , karena pada tahun ini kenaikan tingkat pencari suaka politik yang masuk ke wilayah negeri Kangguru meningkat secara signifikan Batasan Materi Penelitian Agar materi tetap fokus dan konsisten dalam pembahasan, maka peneliti memberi batasan materi sesuai dengan peniliti kehendaki. Peneliti ingin melihat 21 Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Adhitama, hal Ulber Op. Cit., hal
26 seluk beluk dalam kerjasama Pasific Solution yang dilakukan antara Australia dan PNG pada kurun waktu 2009 sampai Argumen Dasar Kerjasama Pasific Solution merupakan salah satu kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Australia dan Papua New Guini untuk membendung pencari suaka politik yang masuk wilayah Australia. Pasific Solution merupakan kebijakan berupa pemindahan para pencari suaka politik yang datang ke Australia ke pusat detensi yang tersebar di negara-negara kepulauan di Samudra Pasifik, dengan dalih mengizinkan mereka masuk ke daratan Australia. Kerjasama Pasific Solution ini sangat efektif dan berpengaruh bagi Australia dalam membendung para manusia perahu yang masuk ke wilayah Australia. Hal ini diperoleh dari data yang menunjukkan banyaknya pencari suaka politik yang ditangkap angkatan laut Australia di perairan Australia kemudian dibawa ke Pulau Manus dan Nauru yang termasuk wilayah PNG sebelum mendapatkan status Pengungsi dan mendapatkan perlindungan dari negeri Kangguru ini. 26
27 1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN BAB II KEBIJAKAN LUAR NEGERI AUSTRALIA DALAM PEMBERIAN SUAKA POLTIK KEPADA ASYLUM SEEKER BAB III PENGARUH KERJASAMA BILATERAL AUSTRALIA PAPUA NUGINI TERKAIT PENANGANAN ASYLUM SEEKERS BAB IV KESIMPULAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kajian Pustaka 1.5. Metedologi Penelitian 1.6. Argumen Dasar 1.7. Sistematika Penulisan 2.1. Kebijakan Australia Meratifikasi Konvensi PBB 1951 dan Protokol Perkembangan Isu Domestik Terkait Suaka Politik Bagi Rakyat dan Pemerintah Australia 2.3. Dampak Kebijakan Pemberian Suaka Politik Terhadap Masyarakat Multikultural Australia 2.4. Kebijakan Perdana Menteri Julia Gillard dan Tonny Abbot Terkait Dengan Pencari Suaka Politik 3.1. Perjanjian Kerjasama Bilateral Australia Papua New Guini Dalam Pasific Solution 3.2. Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Terhadap masuknya Asylum Seekers ke perairan Australia 4.1. Kesimpulan 4.2. Saran 27
BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. negara lain. Hak tersebut dikenal dengan The Right to Asylum yang diakui Persatuan
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia internasional, setiap individu yang mengalami ketakukatan maupun penyiksaan yang disebabkan oleh konflik atau perang serta ketidakadilan di negara asalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut
Lebih terperinciMUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM
MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Peristiwa terorisme pada tahun 2002 di Bali dikenal dengan Bom Bali I, mengakibatkan banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat
Lebih terperinciBAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km 2 serta terletak di posisi strategis yang diapit
Lebih terperincisebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.
BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting
Lebih terperinciuntuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang
Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro
Lebih terperinciBAB III POTENSI ANCAMAN YANG DIAKIBATKAN OLEH HADIRNYA IMIGRAN ILEGAL
BAB III POTENSI ANCAMAN YANG DIAKIBATKAN OLEH HADIRNYA IMIGRAN ILEGAL Luasnya wilayah perairan Indonesia menjadi salah satu pendorong marak terjadinya kasus imigran ilegal di Indonesia yang turut diikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh
BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek
BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan
Lebih terperinciKeterangan Pers Presiden RI pada acara Indonesia-Australia Annual Leaders Meeting, Bogor,5 Juli 2013 Jumat, 05 Juli 2013
Keterangan Pers Presiden RI pada acara Indonesia-Australia Annual Leaders Meeting, Bogor,5 Juli 2013 Jumat, 05 Juli 2013 KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA INDONESIA-AUSTRALIA ANNUAL
Lebih terperinciRechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan
Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia
Lebih terperinciTOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL
TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Cooperative Security: Studi Kasus Traktat Lombok antara Indonesia dan Australia TESIS
Cooperative Security: Studi Kasus Traktat Lombok antara Indonesia dan Australia TESIS Untuk memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Hubungan Internasional pada Program Magister Fakultas Ilmu Sosial
Lebih terperincimengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea
BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia
Lebih terperinciPengaruh Politik Domestik Terhadap Kebijakan Politik Luar Negeri Australia
Ciptahadi Nugraha 10/296341/SP/23828 Pengaruh Politik Domestik Terhadap Kebijakan Politik Luar Negeri Australia Seperti yang kita ketahui, dalam politik pemerintahan Australia terdapat dua partai yang
Lebih terperinciI. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciPidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016
Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan
Lebih terperinciMI STRATEGI
------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi, perpindahan atau pergerakan manusia dari negara asal ke negara yang baru bukanlah fenomena yang baru saja terjadi belakangan ini. Selama berabad-abad, jauh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan internasional itu mengacu terhadap hubungan yang terjadi antar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional Istilah Hubungan Internasional secara umum dapat didefinisikan bahwa hubungan internasional itu mengacu terhadap hubungan yang terjadi antar pemerintah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. B.J. Habibie merupakan suatu keputusan yang seperti pedang bermata dua.
BAB V KESIMPULAN Pemberian Referendum terhadap Timor-Timur yang dikeluarkan Presiden B.J. Habibie merupakan suatu keputusan yang seperti pedang bermata dua. Dimana satu sisi mendapat pertentangan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat dikatagorikan sebagai salah satu negara yang maju dari benua Eropa. Republik Perancis saat ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hubungan dengan dunia internasional sebagai centre of gravity kawasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dengan 17.499 pulau dan luas perairan laut mencapai 5,8 juta
Lebih terperinciturut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan berbagai aspek yang telah dinilai oleh pembuat kebijakan di Montenegro untuk bergabung dalam NATO, terdapat polemik internal dan eksternal yang diakibatkan oleh kebijakan
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal
BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pengungsi dan pencari suaka hingga saat ini menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia internasional. Ketimpangan pembangunan dan peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciTabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak
PERANG ASIMETRIS (Disarikan dari Nugraha, A & Loy, N 2013, Pembangunan Kependudukan untuk Memperkuat Ketahanan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Asymmetric War, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR
Lebih terperinciAlur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),
Lebih terperinciAncaman Terhadap Ketahanan Nasional
Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.
BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperincinegara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk
BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.
BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi
Lebih terperinciJURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA
UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena
Lebih terperinciUMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,
Lebih terperinciPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1
ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM
Lebih terperinciRESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,
RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (narkoba) merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan transnasional. Amerika Serikat, menurut
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan
Lebih terperinciPidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010
Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Parlemen selama 30 tahun. Kakek John Malcolm Fraser berasal dari Nova Scotia.
BAB VI KESIMPULAN Malcolm Fraser dilahirkan 21 mei 1930, dari keluarga petani dan peternak domba yang kaya, kakeknya Sir Simon Fraser adalah salah seorang pertama-tama dipilih sebagai senator mewakili
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciKONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI
KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,
Lebih terperinciKeterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011
Keterangan Pers Bersama Presiden RI dengan Perdana Menteri Perancis, Jakarta, 1 Juli 2011 Jumat, 01 Juli 2011 KETERANGAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PERDANA MENTERI PERANCIS, Y.M. FRANÃ
Lebih terperinciMENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL
MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN
Lebih terperinciBAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA
BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari
Lebih terperinciPenyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial
Ringkasan terjemahan laporan Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies (Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk
Lebih terperincimemperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.
BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya
Lebih terperinciPemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah Australia dalam mengatasi masuknya pengungsi secara ilegal melalui jalur laut adalah dengan mengusir perahu sebelum memasuki teritori laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun multilateral antar negara biasanya mengalami suatu kondisi dinamika pasangsurut yang disebabkan
Lebih terperincimerupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah
Lebih terperinciPOLITIK DAN PEMERINTAHAN AUSTRALIA
POLITIK DAN PEMERINTAHAN AUSTRALIA KEPENTINGAN NASIONAL AUSTRALIA DI NEGARA- NEGARA KAWASAN ASIA TENGGARA Dosen : Dr. Nur Azizah, M.Si. Disusun Oleh : 1. Aulia Rahma (A/ 20100510125)-TIDAK AKTIF 2. Martina
Lebih terperinciAPEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA
APEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA Penulis: : Suryo Sakti Hadiwijoyo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
Lebih terperinciIndonesia dalam Lingkungan Strategis yang Berubah, oleh Bantarto Bandoro Hak Cipta 2014 pada penulis
Indonesia dalam Lingkungan Strategis yang Berubah, oleh Bantarto Bandoro Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya berbagai bidang pada era globalisasi ini telah mempermudah manusia dalam melakukan berbagai kegiatan dan mengakses bermacam-macam hal dengan sangat mudah,
Lebih terperinciMISI BANTUAN AUSTRALIA DI PAPUA NUGINI TAHUN 2003 ABSTRAK SKRIPSI ADITYA AJI NUGRAHA ( )
MISI BANTUAN AUSTRALIA DI PAPUA NUGINI TAHUN 2003 ABSTRAK SKRIPSI ADITYA AJI NUGRAHA ( 151102012 ) JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan
Lebih terperinci2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses
Lebih terperinciPENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001
PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.
Lebih terperinci