Sumber: Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 12, No. 3, 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sumber: Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 12, No. 3, 2010"

Transkripsi

1 A. Public Private Partnership (PPP) 1. Pengertian Public Private Partnership (PPP) Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) dapat diterjemahkan sebagai: Sebuah perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan keahlian dan kemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada publik di mana kerjasama tersebut dibentuk untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk publik (America s National Council on Public Private Partnership, 2010). Dalam PPP, meskipun aktor swasta seringkali memiliki tanggung jawab utama untuk melakukan manajemen operasional sehari-hari, sektor publik terus berperan pada pengelolaan korporasi dan tingkat manajemen harian. Dalam melakukan kerjasama ini, resiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta. Sinergi tersebut secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut: Pemerintah pusat/pemda Loan Bank Special Purpose Company Pelayanan Publik Desain Kontruksi Pemeliharaan Operasional Gambar 6.4 Sinergi dalam Public Private Partnership (PPP) Sumber: Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 12, No. 3, 2010 Dalam pengertian lain, PPP merupakan kemitraan antara pemerintah dan swasta yang melibatkan investasi yang besar. Untuk menciptakan sebuah hubungan/kerjasama yang sukses maka sangat penting untuk memahami tujuan dan kepentingan dari masing-masing pelaku dalam PPP. Dalam PPP, sedikitnya terdapat 7

2 faktor yang merupakan kesatuan proses dari model PPP yang merupakan pendukung keberhasilan program PPP, diantaranya adalah: - Networking - Cooperation/collaboration - Coordination - Willingness - Trust - Capability - A conductive environment. Sementara berdasarkan kajian yang pernah dilakukan oleh Pusat Kajian Strategis Pelayanan Jasa Perhubungan (PKSPJP) tentang Kajian Percepatan Pembangunan Infrastruktur Transportasi Melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta, sedikitnya terdapat 5 (lima) aspek atau variabel yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan penerapan PPP di daerah, yaitu: Kebijakan, Sumber Daya, Karakteristik Pelaku, Komunikasi, dan Kecenderungan Lembaga Pelaksana (Kurniawan dkk, 2009). Sehingga dengan mendasarkan pada teori-teori tersebut di atas, ditentukan variabel dan sub variabel penelitian yang digunakan sebagai instrumen pengukuran tingkat potensi penerapan kebijakan PPP dalam pengembangan infrastruktur transpotasi padat modal dimana sektor swasta membiayai, membangun, dan mengelola prasarana dan sarana, sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan, dalam hal ini tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama. Bentuk hubungan PPP meliputi kegiatan umum negara dengan kompetisi sektor swasta melalui kerjasama antara publik dan sektor swasta untuk usaha investasi dalam pengadaan infrastruktur, contoh yang paling mudah adalah jalan tol. Dalam kerjasama tersebut melibatkan perusahaan swasta untuk tujuan tertentu, sedangkan risiko ditanggung bersama-sama. Singkatnya, fitur kunci dari PPP dapat dicirikan sebagai kemitraan antara sektor publik dan swasta yang biasanya melibatkan sektor swasta untuk melakukan investasi proyek-proyek yang secara telah dilaksanakan dan dimiliki oleh sektor publik. 2. Perkembangan PPP di Indonesia Di Indonesia, sejatinya konsep PPP ini dipilih sebagai alternatif oleh pemerintah semenjak pembangunan infrastruktur mulai agak tersendat karena datangnya krisis moneter pada tahun Begitu kondisi Indonesia semakin terpuruk

3 karena krisis, saat itu Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil. Apalagi, kondisi moneter dalam negeri saat itu belum stabil sehingga terjadi capital flight yang cukup besar. Hingga pada tahun 2005, Pemerintah mulai serius untuk menerapkan konsep PPP. Diawali dengan diselenggarakannya Indonesia Infrastructure Summit I pada pertengahan Januari Saat itu, ada sebanyak 91 proyek yang ditawarkan pemerintah kepada investor swasta untuk menjadi proyek kerjasama Pemerintah- Swasta. Sedangkan pada Indonesia Infrastructure Summit II (Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition 2006) pemerintah menawarkan 111 proyek (termasuk 10 model proyek yang diunggulkan). Ternyata, untuk mengawal proyek-proyek tersebut supaya layak dikerjasamakan membutuhkan kerja super keras pemerintah. Banyak hal yang harus diperbaiki atau dibentuk. Secara garis besar, terdapat tiga hal yang harus segera diselesaikan pemerintah. Pertama, membentuk kelembagaan baru yang mendukung pelaksanaan PPP; kedua, melakukan harmonisasi, reformasi dan revisi terhadap berbagai aturan yang bertentangan dan yang menghambat masuknya investasi; dan ketiga, meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk tugas pertama, pemerintah telah membentuk apa yang disebut dengan Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian pada Mei Selain KKPPI, beberapa institusi pendukung dalam rangka PPP juga sedang dan telah dibentuk seperti : - Departemen Keuangan telah membentuk Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal (Risk Management Unit) dan Badan Investasi Pemerintah. - Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral masing-masing telah membentuk Simpul PPP (PPP Node). - Pemerintah juga membentuk Pusat Pengembangan PPP Pada intinya, pelaksanaan PPP akan semakin baik ketika pemerintah mampu menyediakan iklim kondusif yang mampu mendukung PPP. Situasi yang kondusif untuk PPP antara lain: - Peraturan yang mendukung - Kerangka kebijakan yang berpihak

4 - Prosedur yang jelas, dan terinci - Budaya kompetisi yang sehat - Transparansi dalamsetiap transaksi - Pasar modal yang baik - Pemerintah yang cukup paham tentang PPP Dalam 3 dan 5 tahun kedepan sejumlah kota-kota Metropolitan di Indonesia seperti, Jakarta, Bandung, Semarang, Denpasar dan Banjarmasin berpandangan sama bagaimana mengatasi masalah terbatasnya penyediaan infrastruktur bagi daerahnya, dengan terbatas pula dari sisi pembiayaan pemeintah daerah. Hal tersebut tentunya dapat diupayakan secara komperhensif dengan memobilisasi pendekatan pembiayaan investasi dari swasta melalui PPP, yang akan didukung oleh peraturan dan aturan yang ada. Sekalipun nantinya swasta akan memperoleh kesempatan bekerjasama dalam pembangunan infrastruktur yang merupakan utilitas umum perlu dikendalikan oleh pemerintah, maka rambu-rambu bagi penyelenggaraan kerjasama pun perlu diatur agar tidak merugikan kedua belah pihak, serta tidak mengurangi hak-hak penguasaan Pemerintah dalam penyelenggaraan kepentingan bagi harkat hidup orang banyak. Pola kerjasama dalam PPP dapat dicari setelah dilakukan kajian terhadap pengalaman beberapa negara dalam melakukan kerjasama pembangunan dengan pihak swasta, yaitu dapat berupa BOT (Built, Operate, Transfer) yang dipandang cocok diterapkan dalam investasi jangka panjang, selama masa konsesinya dengan membiayai, membangun dan mengoperasikan. Bentuk badan usaha yang melakukan kerjasama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk joint venture (usaha patungan) atau joint operation (kerjasama operasi gabungan). Biaya pengadaan tanah lahan yang dibutuhkan ditanggung oleh Pemerintah atau sekaligus oleh pihak Swasta yang akan diperhitungkan dalam masa konsesi, hal tersebut telah dilakukan sejak tahun 1994 karena terbatasnya dana APBN/APBD. 3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam PPP Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan kerjasama antara pemerintah dan swasta antara lain adalah (Kurniawan dkk, 2009): - Penting bagi semua pihak untuk saling memahami, misi, fungsi dan tugas, hak, kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan. - Melakukan persepsi dalam negoisasi kegiatan kemitraan, sangat diperlukan keterbuakaan, komitmen dari para pelaku pembangunan dengan dicapainya hasil yang saling menguntungkan.

5 - Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah Daerah, DPRD, masyarakat, karyawan dll. - Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan konsisten. - Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik tingkat Pusat, Propinsi ataupun Daerah (Kabupaten/Kota). - Kriteria persyaratan lelang/negoisasi yang jelas, transparan dan konsisten. - Struktur dan tugas tim negoisasi yang jelas dan kemampuan dalam penguasaan materi bidang Hukum, Teknis dan Keuangan. 4. Landasan Hukum Pelaksanaan PPP di Indonesia PPP unit atau Badan yang bertugas secara aktif untuk memfasilitasi Kerjasama pemerintah dan swasta saat ini adalah BAPPENAS, direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS). Adapun peraturanperaturan yang mendasari KPS dapat dilihat di PP No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, juga terutama di Perpres No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Perpres ini telah diperbaiki menjadi Perpres No. 13 Tahun Salah satu aspek penting dalam perpres ini adalah apresiasi terhadap ide atau inovasi dari pihak swasta dalam proposal yang diajukan, dalam bentuk nilai atau score tambahan bila proposal tersebut dilelangkan. Hal ini tentunya juga perlu direspons sebelumnya dengan siapnya grand strategy dari pemerintah agar ide-ide yang akan dilaksanakan tidak menyimpang dari grand strategy. Untuk lebih jelas, berikut merupakan beberapa peraturan sebagai landasan hokum PPP: Indonesia: Tabel di bawah ini memberikan gambaran peraturan terkait pelaksanaan PPP di

6 Tabel 6.1 Landasan Hukum Pelaksanaan PPP/KPS di Indonesia Sumber: BAPPENAS, 2013 Peraturan Lintas Sektor - Perpres 13/ Perpres 67/ Perpres 42/2005 (KKPPI) - PMK 38/2006 tentang (dukungan pemerintah) - Permenko 3/2006 (Tata Cara Penyusunan Daftar Prioritas Proyek) - Permenko 4/2006 (Tata Cara Evaluasi Proyek yang Membutuhkan duk. Pem) Peraturan Lintas Sektor - Perpres 13/ Perpres 67/ Perpres 42/2005 (KKPPI) - PMK 38/2006 tentang (dukungan pemerintah) - Permenko 3/2006 (Tata Cara Penyusunan Daftar Prioritas Proyek) - Permenko 4/2006 (Tata Cara Evaluasi Proyek yang Membutuhkan duk. Pem) Peraturan KPS Peraturan Sektor - Jalan Tol (PP 15/2005) - Kereta Api (UU 23/2007) - SPAM (PP 16/2005) - Listrik (UU 15/1985) - Pelabuhan (UU 17/2008 tentang Pelayanan) - Telekomunikasi (UU 36/1999) - Bandara (UU 1/2009) Peraturan KPS Peraturan Sektor - Jalan Tol (PP 15/2005) - Kereta Api (UU 23/2007) - SPAM (PP 16/2005) - Listrik (UU 15/1985) - Pelabuhan (UU 17/2008 tentang Pelayanan) - Telekomunikasi (UU 36/1999) - Bandara (UU 1/2009) Peraturan Terkait Lain - PP 6/2006 (Pengelolaan BMN/D) - PP 50/2007 (Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah) - PP 1/2008 (Investasi Pemerintah) - PP 38/2007 (Pembagian Urusan Pemerintahan) - Perpres 38/2005 diubah oleh perpres 65/2006 dan Per Ka BPN 3/2007 (Pengadaan Tanah) - Permendagri 22/2009 (Juknis Tata Cara Kerjasama Daerah) Peraturan Terkait Lain - PP 6/2006 (Pengelolaan BMN/D) - PP 50/2007 (Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah) - PP 1/2008 (Investasi Pemerintah) - PP 38/2007 (Pembagian Urusan Pemerintahan) - Perpres 38/2005 diubah oleh perpres 65/2006 dan Per Ka BPN 3/2007 (Pengadaan Tanah) - Permendagri 22/2009 (Juknis Tata Cara Kerjasama Daerah) Peraturan Terkait Non- KPS Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Keppres 80/2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah UU 17/2003 tentang Keuangan Negara UU 25/2007 tentang Penanaman Modal Peraturan Terkait Non- KPS Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Keppres 80/2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah UU 17/2003 tentang Keuangan Negara UU 25/2007 tentang Penanaman Modal

7 Dalam praktek PPP di Indonesia, banyak terdapat pembangunan fisik diperuntukkan untuk fasilitas publik, yang dalam pengerjaannya menggunakan pola PPP. Berbagai kendala juga terjadi selama implementasi kerjasama, antara lain investor tidak mendapat profit seperti yang diharapkan, yang disebabkan tidak stabilnya kondisi perekonomian di Indonesia. Terjadinya pemutusan kontrak oleh investor sebelumnya yang telah menjalani masa konsesi selama jangka waktu tertentu, dengan alasan tidak tercapainya tujuan investor juga terjadi. Namun hal itu belum tercakup dalam klausul perjanjian kerjasama, sehingga aturan tambahan jika hal-hal seperti tersebut diatas terjadi, belum ada klausul yang mengatur dan memerlukan perjanjian tambahan. Dari fenomena tersebut, maka perlu kiranya diidentifikasi faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pada pelaksanaan PPP sehingga dapat menjadi pedoman bagi kontrak PPP selanjutnya. 5. Prinsip, Manfaat, dan Tujuan pelaksanaan PPP Pelaksanaan PPP dilakukan diantaranya berdasarkan prinsip: adil, terbuka, transparan, dan bersaing. Dengan adanya pengadaan yang mengedepankan transparansi dan persaingan, manfaat yang dapat diraih adalah: - Meningkatkan penerimaan publik terhadap proyek PPP. - Mendorong kesanggupan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan tanpa sovereign guarantees. - Mengurangi risiko kegagalan proyek. - Dapat membantu tertariknya bidders yang sangat berpengalaman dan berkualitas tinggi. - Mencegah aparat pemerintah dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. - Jaminan harga pasar, tol, retribusi, dan sebagainya yang terendah. - Memperbaiki kemungkinan diterimanya proyek tersebut oleh masyarakat umum. - Meningkatkan kesediaan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan, sedapat mungkin tanpa jaminan pemerintah. - Menurunkan biaya pendanaan. - Mengurangi resiko kegagalan proyek. - Meningkatkan kemudahan memperoleh perijinan untuk proyek. - Membantu untuk menarik pihak swasta yang lebih berkualitas dan berpengalaman. - Melindungi pejabat pemerintah dari tuduhan melakukan KKN.

8 - Meningkatkan investasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, tujuan pelaksanaan PPP adalah untuk: - Mencukupi kebutuhan pendanaaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta. - Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat. - Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan infrastruktur. - Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan daya beli pengguna. 6. Bentuk Kerjasama dalam PPP Menurut NCPPP (2013), bentuk-bentuk kerjasama dalam PPP adalah: a. Build, Operate, Transfer (BOT) atau Build, Transfer, Operate (BTO) Bentuk ini merupakan bentuk kerjasama P3 dimana pihak swasta membangun fasilitas sesuai dengan perjanjian tertentu dengan pemerintah, mengoperasikan selama periode tertentu berdasarkan kontrak, dan kemudian mengembalikan fasilitas tersebut kepada pemerintah. Pada banyak kasus yang lain, swasta selalu menyediakan sebagian atau seluruh dana pembiayaan pembangunannya sehingga pada periode kontrak harus sesuai dengan perhitungan dalam pengembalian investasi melalui pengguna fasilitas tersebut. Pada akhir kontrak, pihak pemerintah dapat menilai tanggung jawab pengoperasian, memperpanjang masa kontrak dengan pihak yang sama, atau mencari pihak (swasta) baru sebagai mitra untuk mengoperasikan atau memelihara. BTO hampir sama dengan BOT. Perbedaannya terletak pada waktu pengembalian atau penyerahan fasilitas. Kalau BOT dari pihak swasta mengembalikan setelah memiliki dalam jangka waktu tertentu, sebaliknya, pada BTO, pihak swasta menyerahkan fasilitas kepada pemerintah setelah proyek pembangunan selesai. b. Build, Own, Operate (BOO) BOO merupakan bentuk kerjasama PPP dimana konstraktor swasta membangun dan mengoperasikan fasilitas tanpa harus mengembalikan kepemilikan kepada pemerintah. Dengan kata lain, dari pemerintah menyerahkan hak dan tanggung jawabnya atas suatu prasarana publik kepada mitra privat untuk membiayai,

9 membangun, memiliki dan mengoperasikan suatu prasarana publik baru tersebut selama-lamanya. Transaksi BOO dapat berstatus bebas pajak apabila semua persyaratan kantor pajak terpenuhi. c. Buy, Build, Operate (BBO) BBO merupakan sebuah bentuk penjualan aset yang mencakup proses rehabilitasi atau pengembangan dari fasilitas yang sudah ada. Pemerintah menjual aset kepada swasta dan kemudian swasta melakukan upaya peningkatan yang dibutuhkan fasilitas tersebut untuk menghasilkan keuntungan dengan mekanisme yang menguntungkan pula. d. Contract Services - Operations and Maintanance Mitra publik (pemerintah negara bagian, badan-badan/instansi pemerintah lokal) melakukan kontrak/perjanjian kerjasama dengan swasta untuk menyediakan dan/atau memelihara jasa atau layanan tertentu. Berdasarkan pada pilihan operasi dan pemeliharaan yang telah diberikan kepada swasta, mitra publik mempertahankan kepemilikan dan seluruh manajemen fasilitas umum atau sistem. - Operations, Maintanance, Management Mitra publik melakukan kontak kerjasama dengan swasta untuk mengoperasikan, memelihara, dan mengelola fasilitas atau sistem untuk meningkatkan pelayanan. Berdasarkan kontrak/perjanjian ini, mitra publik mempertahankan kepemilikan tetapi pihak swasta boleh menginvestasikan modalnya pada fasilitas atau sistem tersebut. Swasta manapun sangat berhatihati dalam memperhitungkan investasi pada setiap kerjasama dengan sistem operasional yang efisien dan tabungan selama waktu kontrak. Dengan kontrak yang rata-rata lebih lama, pihak swasta memiliki kesempatan besar untuk memperoleh keuntungan dan pengembalian yang sesuai. Pemerintah di Amerika Serikat biasanya menggunakan bentuk kerjasama ini untuk pelayanan perawatan sampah cair. e. Design, Build (DB) DB merupakan bentuk kerjasama dimana pihak swasta menyediakan desain dan membangun sesuai desain proyek yang memenuhi persyaratan yang standard dan kinerja yang dibutuhkan yang ditetapkan oleh pemerintah. Bentuk kerjasama ini dapat menghemat waktu, dana, jaminan yang lebih jelas, dan membebankan

10 risiko tambahan kepada swasta. Selain itu bentuk ini juga dapat mengurangi konflik karena pembagian tanggung jawab yang jelas dan sederhana. f. Design, Build, Maintain (DBM) Bentuk DBM merupakan bentuk kerjasama yang hampir sama dengan DB dengan pengecualian pada pemeliharaan fasilitasnya selama beberapa waktu dalam perjanjian menjadi tanggung jawab pihak swasta. Keuntungan juga hampir sama dengan DB dengan risiko selama pemeliharaan dibebankan kepada mitra swasta ditambah dengan garansi selama periode pemeliharaan juga oleh swasta. g. Design, Build, Operate (DBO) DBO merupakan bentuk kerjasama dimana kontrak tunggal diberikan untuk mendesain, membangun, dan mengoperasikan. Kepemilikan fasilitas dipertahankan untuk sektor publik kecuali jika proyek tersebut berupa design, build, operate, transfer atau design, build, own, operate. Metode kontrak kerjasama ini sangat berbeda dengan pendekatan yang biasanya digunakan di Amerika Serikat. Metode ini melibatkan satu kontrak dengan seorang arsitek atau insinyur, diikuti dengan kontrak yang berbeda dengan pemborong, kemudian diikuti pengambil-alihan oleh pemilik dan mengoperasikannya. h. Concession Konsesi memberikan peluang tanggung jawab yang lebih besar kepada privat tidak hanya untuk mengoperasikan dan memelihara aset tersebut namun juga berinvestasi. Kepemilikan aset masih berada ditangan pemerintah, tetapi keseluruhan hak guna berada ditangan privat hingga berakhirnya kontak (biasanya tahun). Konsesi biasanya ditawarkan melalui lelang dengan penawaran terendah akan keluar sebagai pemenang. Konsesi diatur dengan kontrak yang mencakup kondisi seperti target kinerja (kualitas), standar kinerja, perjanjian investasi modal, mekanisme penyelarasan tarif, dan penyelesaian arbritase atau peselisihan yang berpotensi muncul. Keuntungan bentuk konsesi adalah seluruh pengelolaan dan investasi dilakukan oleh private untuk tujuan efisiensi. Konsesi sesuai untuk menarik investasi dalam skala besar. i. Enhanced Use Leasing (EUL) EUL di Amerika merupakan pengelolaan aset-aset pada Departemen Urusan Veteran (Veterans Affairs-VA) yang meliputi beberapa perjanjian sewa-menyewa (seperti lease, develop, operate, atau build, develop, operate). EUL juga memungkinkan pada departemen ini mengontrol sewa properti dalam jangka

11 panjang dengan pihak swasta atau instansi pemerintah untuk keperluan di luar Departemen Urusan Veteran. j. Lease, Develop, Operate (LDO) atau Build, Develop, Operate (BDO) LDO atau BDO merupakan kerjasama swasta menyewa atau membeli prasarana publik dari pemerintah, dan mengembangkannya serta melengkapinya, lalu mengoperasikan berdasarkan kontrak dalam waktu tertentu. Selama kontrak berlangsung, pihak swasta dapat mengembangkan prasarana yang ada dan mengoperasikannya sesuai dengan perjanjian kontrak. k. Lease/Purchase Bentuk kerjasama ini terjadi ketika pemerintah membuat kontrak dengan swasta untuk merancang dan membiayai serta membangun prasarana publik, tetapi setelah selesai dibangun prasarana tersebut menjadi milik pemerintah. Lalu pihak swasta tersebut menyewa prasarana tersebut kepada pemerintah untuk dioperasikan dalam periode waktu tersebut sesuai dengan perjanjian. Berdasarkan perjanjian ini pengoperasian fasilitas dapat dilakukan oleh kedua belah pihak (pemerintah-swasta) selama masa sewa. Lease/purchase sudah digunakan pada General Service Administration pada pembangunan gedung kantor pemerintah negara bagian dan pembangun gedung-gedung penjara di Amerika Serikat. l. Sale/Leaseback Sale/leaseback merupakan bentuk kerjasama pengaturan keuangan dimana pemilik fasilitas menjual kepada pihak lain, dan setelah itu menyewa kembali dari pemilik baru tersebut. Baik pemerintah maupun swasta dibolehkan ikut masuk didalam pengaturan sale/leaseback meskipun dengan banyak pertimbangan. Inovasi penggunaan bentuk kerjasama ini adalah penjualan fasilitas umum kepada sektor publik atau perusahaan swasta dengan pertimbangan pembatasan kewajiban dari pemerintah. Berdasarkan dari kesepakatan tersebut, pemerintah yang menjual fasilitas menyewanya kembali dan melanjutkan pengoperasiannya. m. Tax, Exempt Lease/Turnkey Turnkey merupakan bentuk kerjasama dimana pemerintah membiyai suatu proyek dan pihak swasta melaksanakan perancangan, pembangunan dan pengoperasian dalam waktu yang telah disepakati bersama. Persyaratan standard dan untuk Kinerja ditetapkan oleh pemerintah dan kepemilikan tetap ditangan pemerintah.

12 Bentuk-bentuk kerjasama PPP di atas dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya dengan kriteria-kriteria sebagai berikut: - Kepemilikan aset. Kepemilikan aset merupakan hak atas kepemilikan terhadap aset yang dikerjasamakan, apakah aset itu berada ditangan pemerintah atau swasta, selama jangka waktu tertentu. Semakin besar keterlibatan pihak swasta dalam kepemilikan aset maka akan semakin menarik minat mereka bekerjasama/berinvestasi. Kepemilikan aset dapat dibedakan apakah menjadi milik pemerintah, milik swasta, atau milik pemerintah dan swasta (kepemilikan bersama). - Operasional dan pengelolaan asset. Operasional dan pengelolaan aset merupakan kriteria yang mengindentifikasikan pendelegasian tanggung jawab untuk mengelola aset yang dikerjasamakan selama kurun waktu tertentu. Pihak yang mengelola berpeluang untuk memperoleh pendapatan dari aset kerjasama. Operasional dan kepemilikan aset dapat dibedakan menjadi tanggung jawab pemerintah, swasta, atau tanggung jawab bersama. - Investasi modal atau penanam modal. Investasi modal merupakan kriteria berkaitan dengan siapa yang akan menanamkan modal tersebut pada aset yang akan dikerjasamakan. Investasi modal dapat dibedakan menjadi investasi pemerintah, swasta, atau investasi dengan modal bersama. - Resiko-resiko yang akan terjadi. Risiko komersial merupakan kriteria yang berhubungan siapa yang akan dibebani dengan risiko-risiko komersial tersebut yang nanti akan muncul selama pembangunan dan pengelolaan aset yang dikerjasamakan. Risiko komersial yang akan terjadi dapat dibebankan kepada pemerintah, swasta, atau menjadi beban bersama. - Durasi kerjasama Durasi kerjasama merupakan kriteria yang berkaitan dengan jangka waktu kerjasama yang disepakati. Semakin lama jangka waktu kerjasama akan memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembalian. Durasi kerjasama dapat dibedakan menjadi jangka pendek, jangka menengah, atau jangka Dari keseluruhan bentuk kerjasama PPP diatas, tidak semua bentuk kerjasama dilakukan di Indonesia, berikut adalah kerjasama yang dilakukan di Indonesia: a. BOT (Build, Operate, Transfer)

13 Swasta membangun, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir. - Jalan Tol - Terminal Udara (Airports) - Bendungan&bulk water supply - Instalasi Pengolahan Air (water/wastewater treatment plant) - Pelabuhan Laut (Sea Ports) - Fasilitas IT (Information Technology) - Pembangkit Listrik (Independent Power Producer/IPP) b. BTO (Build, Transfer, Operate) Swasta membangun, menyerahkan asetnya kepemerintah dan mengoperasikan fasilitas sampai masa konsesi/kontrak berakhir. c. ROT (Rehabilitate, Operate, Transfer) Swasta memperbaiki, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir. d. BOO (Build, Own, Operate) Swasta membangun dan memiliki fasilitas serta mengoperasikannya. Beberapa contoh BOO adalah: - Pelabuhan Udara (keseluruhan atau sebagian) - Jalan Tol - Pelabuhan Laut - Penyediaan dan distribusi air bersih - Rumah Sakit - Fasilitas olahraga e. O & M (Operation and Maintenance) Berlaku untuk kasus khusus, pemerintah membangun, swasta mengoperasikan dan memelihara. Terdapat masa kontrak untuk bentuk BOT dan BTO, dan jika masa kontrak telah berakhir maka proyek harus diserahkan ke pemerintah dan selanjutnya pemerintah bisa mengelola sendiriatau ditenderkan lagi. PPP di Indonesia sebenarnya sudah dilaksanakan sejak tahun 1974 yaitu sejak adanya Undang-Undang yang mengatur tentang pembangunan jalan tol. Sampai saat ini,pelaksanaan PPP ini masih fokus pada pembangunan infrastruktur yang ditangani oleh pemerintah

14 pusat.persiapan yang perlu dilakukan dalam proses PPP biasanya meliputi Pra Sudi Kelayakan, Desain Awal, AMDAL, Sosialisasi, Kelayakan Keuangan, Pengadaan/ Pelelangan. Sedangkan kriteria yang dipergunakan dalam proses pengadaan/tender adalah: biaya, tarif, desain, dan proses pemeliharaan. Setelah infrastruktur tersebut terbangun, kinerja dari KPS ini pun bisa dilihat berdasarkan: (1) revenue atau pendapatan yang diperoleh, (2) efisiensi yang dihasilkan, (3) penanganan resiko, dan (4) inovasi yang dihasilkan. 7. Syarat Proyek PPP Agar suatu proyek dapat dibiayai oleh PPP, proyek yang dibiayai oleh kerjasama Pemerintah dan Swasta, maka proyek tersebut harus merupakan proyek seperti yang tercantum pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, seperti dibawah ini - Infrastruktur transportasi, meliputi pelayanan jasa kebandarudaraan, penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan, sarana dan prasarana perkeretaapian. - Infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol. - Infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku. - Infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum. - Infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan. - Infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi jaringan telekomunikasi dan infrastruktur e-government. - Infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, termasuk pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi, atau distribusi tenaga listrik. - Infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi transmisi dan/atau distribusi minyak dan gas bumi. Infrastruktur-infrastruktur tersebut, dikerjasamakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di sektor bersangkutan. Syarat lainnya agar PPP dapat terlaksana yaitu, dari segi ekonomis semua pihak (pemerintah dan swasta) memperoleh keuntungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Infrastruktur Infrastruktur merupakan prasarana publik paling primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah DIREKTORAT PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA, DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah Jakarta, 26 November 2007 Outline

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PRINSIP DAN STRATEGI PENERAPAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI

PRINSIP DAN STRATEGI PENERAPAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI PRINSIP DAN STRATEGI PENERAPAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI Dwinanta Utama Kedeputian Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian

2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 24 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME KERJASAMA ASET DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 24 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME KERJASAMA ASET DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 24 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME KERJASAMA ASET DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN P EMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1998 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PEMBANGUNAN DAN ATAU PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN NO : 14 / LD/2009 SALINAN NO : 14 / LD/2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 SERI : D.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

No. 17/ 11 /DKSP Jakarta, 1 Juni 2015 SURAT EDARAN. Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

No. 17/ 11 /DKSP Jakarta, 1 Juni 2015 SURAT EDARAN. Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia No. 17/ 11 /DKSP Jakarta, 1 Juni 2015 SURAT EDARAN Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015

Lebih terperinci

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS FREQUENTLY ASKED QUESTIONS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11 1 11/DKSP TANGGAL 1 JUNI 2015 PERIHAL KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA A. UMUM 1. Apa saja pertimbangan

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA SALINAN WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2016 EKONOMI. Penyediaan Infrastruktur. Prioritas. Percepatan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Percepatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model

Lebih terperinci

CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2010 SERI. E CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Infrastruktur berperan penting, tidak hanya sebagai penunjang ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari penyediaan pelayanan dasar yang diperlukan dalam rangka mencapai standar

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan infrastruktur juga meningkat. Perkiraan pemerintah pada 5 (lima) tahun yaitu pada tahun 2010-2014

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa kondisi infrastruktur

Lebih terperinci

National Summit 2009

National Summit 2009 National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 29 30 Oktober 2009 Percepatan Pembangunan Infrastruktur 2009 2014 Komisi Infrastruktur KADIN INDONESIA 1 KERANGKA PEMIKIRAN Peraturan PERUNDANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN PIHAK KETIGA DALAM PENGELOLAAN POTENSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMER 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kebutuhan Pembangunan

Lebih terperinci

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 29 30 Oktober 2009 Percepatan Pembangunan Infrastruktur 2009-2014 Komisi Infrastruktur KADIN INDONESIA Kerangka Pemikiran Peraturan PERUNDANGAN KONDISI

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

No.18/6/DKEM Jakarta, 22 April 2016 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA

No.18/6/DKEM Jakarta, 22 April 2016 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA No.18/6/DKEM Jakarta, 22 April 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG of 33 06/11/2014 11:19 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH REFORMASI PERATURAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SERTA PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM MELALUI KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN SWASTA (KPS) (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan

Lebih terperinci

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan dengan tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana tujuan Negara Indonesia yang termaktub

Lebih terperinci

INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Ir. M. Saiful Imam, MM. Mantan Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk email: m.saiful.imam@gmail.com; saiful@adhi.co.id ABSTRAK Pada makalah ini akan

Lebih terperinci

KEPPRES 81/2001, KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

KEPPRES 81/2001, KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 81/2001, KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR *50281 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 81 TAHUN 2001 (81/2001) TENTANG KOMITE KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 193 Tahun 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -100- BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. Arah Kebijakan Pendanaan Pembangunan Daerah Arah kebijakan pembangunan daerah diarahkan dengan memanfaatkan kemampuan keuangan daerah secara efektif, efesien,

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan Kemitraan PDPS Surabaya dengan PT AIW IV-1

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan Kemitraan PDPS Surabaya dengan PT AIW IV-1 BAB IV PENUTUP Berdasarkan dengan hasil temuan data yang telah diperoleh dilapangan yang telah disajikan dan dianalisis serta diinterpretasikan pada bab III, maka dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa

Lebih terperinci

Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan

Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan Oleh: Zulkifli Zaini, B.Sc., M.B.A Presiden Direktur PT Bank Mandiri Tbk Overview Sektor Infrastruktur Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA/ PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA/ PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA/ PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR A. Latar Belakang Dalam Infrastructure Asia Exhibition pada 14-17 April 2010, Pemerintah memperkenalkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN MATERI PEMBAHASAN MATERI PEMBAHASAN RAPAT: LATAR BELAKANG POKOK DISKUSI PERBANDINGAN KERANGKA

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA

KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2000 T E N T A N G KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339 PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PERUBAHAN PENGATURAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

POKOK-POKOK PERUBAHAN PENGATURAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH POKOK-POKOK PERUBAHAN PENGATURAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH No Pokok Pengaturan PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014 Keterangan 1. Siklus pengelolaan BMN/D a. Ruang

Lebih terperinci

PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (KEMITRAAN PUBLIK-PRIVAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA TAMANGAPA KOTA MAKASSAR) Oleh :

PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (KEMITRAAN PUBLIK-PRIVAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA TAMANGAPA KOTA MAKASSAR) Oleh : PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (KEMITRAAN PUBLIK-PRIVAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA TAMANGAPA KOTA MAKASSAR) Oleh : Ahmad Sulton Arlyansyah 135030107113039 Abdul Hamid Mauludy 135030107113041 Egi Fadli

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN Oleh: Soritaon Siregar, M. Soc. Sci. Kepala Pusat Investasi Pemerintah, Kementerian

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kebutuhan tenaga listrik dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa energi listrik memiliki peran yang strategis dalam mendukung kehidupan

Lebih terperinci

MODEL PENDANAAN KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN WISATA TELAGA SARANGAN MAGETAN

MODEL PENDANAAN KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN WISATA TELAGA SARANGAN MAGETAN MODEL PENDANAAN KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN WISATA TELAGA SARANGAN MAGETAN DOSEN PEMBIMBING : CHRISTIONO UTOMO, ST, MT, Ph.D. Ir. RETNO INDRYANI, MT. Oleh : ROKHMAT ZAINUDDIN NRP. 3109207701 ISI 1. Pendahuluan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur, merata baik materil maupun spiritual. Negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur, merata baik materil maupun spiritual. Negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata baik materil maupun spiritual. Negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA BAB 4 4.1 INDIKASI PROGRAM Indikasi program merupakan penjabaran lebih lanjut kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perencanaan ke dalam program-program atau proyek-proyek pembangunan. Penyusunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Sehubungan dengan rencana investasi beberapa ruas Jalan Tol di Indonesia dan adanya kebijakan baru Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan pembangunan di Indonesia, maka beberapa puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build Operate and Transfer

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 20 /PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 20 /PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 20 /PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT 1. UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah 2. PP 121/2015 tentnag Pengusahaan Sumber Daya Air 3. PP 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum 4. Perpres 38/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH A. Pengertian Pengelolaan Barang Kata pengelolaan dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan. 8 Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dengan pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5.8%. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.92, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Barang Milik Negara. Barang Milik Daerah. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) PERATURAN

Lebih terperinci

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH kreditgogo.com I. Pendahuluan Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, pemerintah perlu menyelenggarakan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN POTENSI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan amanat

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO Dipersiapkan untuk Market Sounding Proyek KPBU: Pengembangan Rumah Sakit Kanker Dharmais sebagai Pusat Kanker Nasional dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA/KOPERASI DALAM PEMBANGUNAN DAN ATAU PENGELOLAAN POTENSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH Oleh : Marsuki Disampaikan dalam acara Workshop Inn Red International dengan Tema : Manajemen Pembiayaan Infrasturktur Regional Pemerintah Daerah. Hotel

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1998 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PEMBANGUNAN DAN ATAU PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa ketersediaan infrastruktur

Lebih terperinci

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Seminar Nasional Sosialisasi Produk Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bandung, 11 November 2010 1 Infrastruktur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu mengenai hal skema penjaminan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu mengenai hal skema penjaminan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu mengenai hal skema penjaminan dari P.T. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dan berdasarkan hasil analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui APBN maupun APBD dalam penyediaan dana untuk pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. melalui APBN maupun APBD dalam penyediaan dana untuk pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang melaksanakan pembangunan dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tujuan Negara Republik

Lebih terperinci

OBLIGASI DAERAH MEMBERI PELUANG MEMBANGUN PRASARANA TRANSPORTASI DALAM MEMAJUKAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

OBLIGASI DAERAH MEMBERI PELUANG MEMBANGUN PRASARANA TRANSPORTASI DALAM MEMAJUKAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA OBLIGASI DAERAH MEMBERI PELUANG MEMBANGUN PRASARANA TRANSPORTASI DALAM MEMAJUKAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA Ramli Abstrak Implementasi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

Undang-Undang No. 2 tahun 2012 BAPPENAS Undang-Undang No. 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum D A F T A R I S I : Jenis Kepentingan 1 Umum Pokok-pokok 1 Tahapan 2 Perencanaan 2 Ganti Kerugian

Lebih terperinci