BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Tematik Salah satu ciri dari Kurikulum 2013 yakni menggunakan pembelajaran tematik. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan BPSDMP dan KPMP (2013) pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Sesuai dengan karakteristik peserta didik dalam memahami berbagai konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya. Prastowo (2013: 117) model pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberi pengalaman bermakna pada siswa. Nuansa pembelajaran tematik selaras dengan tahap perkembangan siswa sehingga memudahkan siswa untuk mencapai kompetensi secara utuh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sutari (2012) yang menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran terpadu berbasis tematik dapat membantu meningkatkan hasil belajar membaca, menulis dan berhitung. 8

2 9 B. Pembelajaran Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 terdiri dari dua proses pembelajaran yakni pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung. Menurut Permendikbud No.81 A (2013: 4) proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan dimana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan ketrampilan psikomotorik melalui interaksi langsung.... Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Menurut Permendikbud No 81 A (2013: 4) pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak langsung berkaitan dengan nilai dan sikap yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2. Penentuan kompetensi ini mengacu pada teori tentang taksonomi yang dikelompokan dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Penjelasan ini secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 2.1 Taksonomi pengetahuan, sikap dan ketrampilan Pada kurikulum 2013 SIKAP PENGETAHUAN KETERAMPILAN Menerima Mengingat Mengamati Menjalankan Memahami Menanya Menghargai Menerapkan Mencoba Menghayati Menganalisis Menalar Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji Mencipta (Fadlillah, 2014: 178)

3 10 C. Pendekatan Saintifik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, ketrampilan dan pengetahuan peserta didik. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) memaparkan kriteria pembelajaran berbasis ilmiah : 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda atau dongeng semata. 2. Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir kritis, analitis, dan tepat mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. 4. Mendorong dan mengispirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. 6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

4 11 7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. 8. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Langkah-langkah pembelajaran Scientific menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2013) didasarkan pada penekanan proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap peserta didik tahu mengapa, pengetahuan peserta didik tahu apa, dan ketrampilan peserta didik tahu bagaimana sehingga, menghasilkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Sikap (Tahu Mengapa) Produktif Inovatif Kreatif Afektif Ketrampilan (Tahu Bagaimana) Pengetahuan (Tahu Apa) Bagan 2.1 Langkah-langkah pembelajaran Scientific Pendekatan Scientific mencakup tiga ranah yakni sikap, keterampilan dan pengetahuan. Ranah sikap memuat materi ajar agar peserta didik tahu mengapa sesuatu yang ia pelajari dapat terjadi, ranah keterampilan memuat materi ajar agar peserta didik tahu bagaimana, sedangkan ranah pengetahuan memuat materi ajar agar peserta didik tahu apa. Hasil akhirnya berupa peserta

5 12 didik yang memiliki kemampuan pada aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan, sehingga diharapkan mampu meningkatkan dan menyeimbangkan kemampuan untuk menjadi manusia yang baik, cakap dan memiliki pengetahuan yang baik. Sejalan dengan eksperimen yang dilakukan oleh Permata (2014) bahwa pendekatan saintifik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Marjan, Arnyana, dan Setiawan (2014) menyatakan berdasarkan hasil penelitan maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendekatan saintifik lebih baik dari pada model pembelajaran langsung dalam meningkatkan hasil belajar biologi dan keterampilan proses sains. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Mahzum (111: 2014) hasil penelitian menyatakan bahwa aplikasi pendekatan pembelajaran saintifik metode inquiry based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pendekatan Scientific dalam pembelajaran dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran (Kementrian Pendidikan Nasional, 2013) Observing (Mengamati) Questioning (Menanya) Mengumpulka n Informasi Mengasisiasia n/ mengolah informasi Mengkomunik asikan Bagan 2.2 Pendekatan Scientific dalam Proses Pembelajaran Bagan di atas merupakan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Scientific, dimana unsur tersebut tidak harus

6 13 dilakukan secara runtut. Abdullah (2014: 53) menyatakan tahapan aktivitas belajar yang dilakukan dengan pembelajaran saintifik tidak harus dilakukan melalui prosedur yang kaku, namun dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang hendak dipelajari. Berikut ini uraian kegiatan pembelajaran serta kompetensi yang harus dikembangkan pada setiap unsur pembelajaran scientific : 1. Melakukan Pengamatan atau Observasi Abdullah (2014: 54) observasi adalah menggunakan panca indra untuk memperoleh informasi. Sebuah benda dapat diobservasi untuk mengetahui karakteristiknya, misalnya : warna, bentuk, suhu, volume, berat, bau, suara, dan teksturnya. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2013) kegiatan belajarnya berupa melihat, membaca, mendengar, menyimak baik menggunakan alat maupun tidak. Kompetensi yang dikembangkan pada kegiatan ini berupa melatih kesungguhan, ketelitian, serta mencari informasi. Berdasarkan pendapat di atas maka pengamatan dapat dilakukan secara maksimal jika guru memfasilitasi peserta didik dalam menggunakan panca indranya, sehingga menitikberatkan pada kebermaknaan proses pembelajaran (meaningful learning). Ketika guru menyajikan media sebagai objek nyata, maka peserta didik senang, tertantang, dan mudah melakukan kegiatan pengamatan. tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang,

7 14 biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. (Kemendikbud, 2013) Pengamatan sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik untuk menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Menurut Kemendikbud (2013) Pengamatan dibagi dalam beberapa jenis sebagai berikut : a. Observasi biasa (Common Observation). Peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer) dan sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. b. Observasi terkendali (Controlled Observation). Peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Pada observasi terkendali pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. c. Observasi partisipatif (Participant observation). Peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Observasi semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Setiap pengamatan tentu harus melibatkan peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung. Jenis pengamatan/observasi yang digunakan tergantung pada materi dan kompetensi yang akan dikuasai.

8 15 Pengamatan yang cermat sangat dibutuhkan untuk dapat menganalisis suatu permasalahan atau fenomena. (Abdullah, 2014: 57) 2. Menanya Kegiatan menanya menurut Kemendikbud (2013) mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Kegiatan menanya dapat dilakukan baik oleh guru maupun siswa. Guru dapat mengajukan pertanyaan untuk meningkatkan keingintahuan siswa. Abdullah (2014: 57) mengungkapkan siswa perlu dilatih untuk merumuskan pertanyaan terkait dengan topik yang akan dipelajari. Siswa pada pendidikan dasar perlu dibimbing dalam menganalisis permasalahan yang dihadapi dengan melatih mereka mengajukan pertanyaan yang bersifat konvergen. Proses ini dilakukan dalam diskusi kelompok kecil dengan menerapkan metode curah pendapat (brainstorming) dalam mengumpulkan ide yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan (Abdullah,2014: 60). Menurut Abdullah (2014: 62) kegiatan bertanya dapat dilakukan di kelas atau di luar kelas. Pada pembelajaran di sekolah dasar, siswa perlu diminta untuk bertanya pada orang tua dirumah atau kerabatnya. Kegiatan mengajukan pertanyaan dapat mengembangkan kompetensi

9 16 peserta didik kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan dengan kritis. Saat guru bertanya, pada saat itu pula secara tidak langsung guru membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, maka ketika itu pula dia mendorong peserta didiknya untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. 3. Melakukan Eksperimen/ Mengumpulkan Informasi Menurut Abdullah (2014: 62) belajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah akan melibatkan siswa dalam melakukan aktivitas menyelidiki fenomena dalam upaya menjawab suatu permasalahan. Kemendikbud (2013) kegiatan belajarnya berupa melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian, aktivitas, wawancara dengan narasumber. Kegiatan mengumpulkan data dengan menggunakan berbagai aktivitas ilmiah dapat mengembangkan kompetensi berupa sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar sepanjang hayat. 4. Menalar/ Mengasosiasikan/ Mengolah Kemendikbud (2013) kegiatan belajarnya berupa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil mengamati dan kegiatan

10 17 mengumpulkan informasi. Menurut Abdullah (2014: 66) kemampuan mengolah informasi melalui penalaran dan berpikir rasional merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh siswa. Informasi yang diperoleh dari pengamatan atau percobaan yang dilakukan harus diproses untuk menemukan keterkaitan suatu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mengolah informasi diperoleh dari kegiatan mengamati dan mengumpulkan data. Mengolah informasi membutuhkan penalaran dan berpikir rasional yang secara langsung mampu mengembangkan kompetensi berupa pengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur, dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. 5. Mengembangkan Jaringan dan Mengkomunikasikan Kemendikbud (2013) kegiatan belajarnya berupa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Abdullah (2014: 71) kemampuan untuk membangun jaringan dan berkomunikasi perlu dimiliki oleh siswa karena kompetensi tersebut sama pentingnya dengan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengkomunikasikan dan mengembangkan hubungan antar konsep dapat

11 18 mengembangkan kompetensi berupa sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengumngkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Elemen Pembelajaran Saintifik Observasi/ Mengamati Menanya Mencoba/ mengumpulkan informasi/ eksperimen Menalar Networking/ Komunikasi Tabel 2.2 Skenario Pembelajaran Menggunakan Elemen Pendekatan Saintifik Kegiatan Belajar Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Mengumpulkan data melalui berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, wawancara atau kegiatan mengamati. Mengajukan pertanyaan atau masalah yang terkait dengan data dan informasi yang dikumpulkan. Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan bersifat hipotetik) Melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati kejadian. Membuat hipotesis dan merancang eksperimen untuk menguji hipotesis. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah : merumuskan hipotesis, membuat rancangan percobaan, melakukan percobaan sesuai rancangan, mengumpulkan data dengan pengamatan atau melakukan pengukuran parameter atau variabel yang ditetapkan dalam hipotesis. Data yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan percobaan harus dianalisis dengan melakukan penalaran. Peserta didik perlu menalar dengan proses sebagai berikut : Melihat hubungan antar variabel Mengamati pola Melakukan analisis, sintesis atas hubungan dan pola yang diamati Melakukan pengujian hipotesis berdasarkan analisis data hasil percobaan. Jaringan dikembangkan oleh peserta didik ketika melakukan investigasi. Kemampuan komunikasi dan keterampilan interpersonal sangat dibutuhkan dalam membangun jaringan. Peserta didik juga dapat melatih kemampuan komunikasi ketika menyampaikan informasi yang ditemukan baik melalui tulisan atau yang disampaikan secara lisan di depan kelas. Sumber : Abdullah (2014: 77) dan Permendikbud No. 81 A

12 19 D. Definisi Bahan Ajar Daryanto dan Dwicahyono (2014: 171) bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut Pusat Kurikulum (2008: 7) bahan ajar dapat dimaknai sebagai bentuk pengemasan, pemaparan, penjelasan tentang pengetahuan, pengalaman dan ilustrasi fakta secara sistematis dan logis yang dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran. National Center for Vocational Education Research Ltd/ National Center for Competency Based Training (Departemen Pendidikan Nasional,2008: 8) bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Hernawan, dkk ( mengemukakan bahan Pembelajaran (learning materials) merupakan seperangkat materi atau substansi pelajaran yang disusun secara runtut dan sistematis serta menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sungkono dkk. dalam Hermawan, dkk ( bahan pembelajaran adalah seperangkat bahan yang memuat materi atau isi pembelajaran yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Akbar (2013: 33) buku ajar adalah buku teks yang digunakan sebagai rujukan standar pada mata pelajaran tertentu. Ciri-ciri buku ajar adalah : 1) sumber materi ajar; 2) menjadi referensi buku untuk mata pelajaran

13 20 tertentu; 3) disusun sistematis dan sederhana; dan 4) disertai petunjuk pembelajaran. Berdasarkan uraian definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar (learning materials) adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, sehingga memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara utuh dan membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Bahan ajar tersebut memuat materi, pesan atau isi mata pelajaran yang berupa ide, fakta, konsep, prinsip, kaidah atau teori yang tercakup dalam mata pelatihan sesuai disiplin ilmu serta informasi lain dalam pembelajaran. E. Tujuan Penyusunan Bahan Ajar Menurut Depdiknas (2008: 11), Daryanto dan Dwicahyono (2014: 171) dan Prastowo (2013: 302) terdapat empat poin yang menjadi tujuan penyusunan bahan ajar, diantaranya sebagai berikut : 1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkann kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik; 2. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku teks yang terkadang sulit diperoleh; 3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran. 4. Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada gurunya.

14 21 F. Macam-macam Bahan Ajar Trianto dalam Prastowo (2014: 145) berdasarkan bentuk kegiatan pembelajarannya, maka bahan ajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis : pertama, bahan ajar untuk pengajar sebagai fasilitator dan siswa belajar sendiri; kedua, bahan ajar untuk pengajar sebagai sumber tunggal dan siswa belajar darinya; ketiga, bahan ajar untuk pengajar sebagai penyaji bahan ajar yang dipilihnya atau dikembangkannya. Pengembangan bahan ajar yang disusun termasuk dalam kategori bahan ajar yang dapat digunakan oleh pengajar sebagai penyaji. Daryanto dan Dwicahyono (2014:173) macam-macam bahan ajar adalah sebagai berikut : 1. Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed) seperti model/market. 2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. 3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. 4. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials). G. Prinsip Pengembangan Bahan Ajar Pusat Kurikulum (2008: 6) terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip tersebut meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.

15 22 1. Prinsip relevansi artinya keterkaitan Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai contoh, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan. 2. Prinsip konsistensi artinya keajegan Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengoprasian bilangan yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. 3. Prinsip kecukupan Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai materi kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008: 12) dan Prastowo (2013: 314) pengembangan bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Diantara prinsip pembelajaran tersebut adalah :

16 23 1. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak. Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di lingkungan mereka. Misalnya untuk menjelaskan konsep pasar, maka mulailah siswa diajak untuk berbicara tentang pasar yang terdapat di tempat mereka tinggal. Setelah itu, kita bisa membawa mereka untuk berbicara tentang berbagai jenis pasar lainnya. 2. Pengulangan akan memperkuat pemahaman. Pengulangan sangat diperlukan agar siswa lebih memahami suatu konsep. Walaupun maksudnya sama, sesuatu informasi yang diulangulang, akan lebih berbekas pada ingatan siswa. Pengulangan dalam penulisan bahan belajar harus disajikan secara tepat dan bervariasi sehingga tidak membosankan. 3. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa. Seringkali kita menganggap remeh dengan memberikan respon yang sekedarnya atas hasil kerja siswa. Padahal respon yang diberikan oleh guru terhadap siswa akan menjadi penguatan pada diri siswa. Perkataan seorang guru seperti ya benar atau ya kamu pintar atau, itu benar, namun akan lebih baik kalau begini... akan menimbulkan kepercayaan diri pada siswa bahwa ia telah menjawab atau mengerjakan sesuatu dengan benar. Sebaliknya, respon negatif akan mematahkan

17 24 semangat siswa. Oleh karena itu, jangan lupa berikan umpan balik yang positif terhadap hasil kerja siswa. 4. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar. Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam belajar. Oleh karena itu, salah satu tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar siswa mau belajar. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberikan motivasi, antara lain dengan memberikan pujian, memberikan harapan, menjelaskan tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun menceritakan sesuatu yang membuat siswa senang belajar, dan lain sebagainya. 5. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu. Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai suatu kompetensi inti yang tinggi. Oleh karena itu, guru perlu menyusun tujuan pembelajaran dengan tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa. Tahapan yang harus dilalui siswa tersebut dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator kompetensi. 6. Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus mencapai tujuan. Guru harus memberitahukan kepada peserta didik tujuan akhir pembelajaran yang hendak dicapai, bagaimana cara mencapainya dan memberitahukan pula kemampuan yang sudah dikuasai, sehingga setiap

18 25 peserta didik akan mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri, namun mereka semua akan sampai kepada tujuan meskipun dengan waktu yang berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip belajar tuntas. Menurut Akbar (2013: 34) terdapat delapan ciri-ciri buku ajar yang baik adalah sebagai berikut : 1. Akurat (Akurasi) Keakuratan antara lain dapat dilihat dari aspek kecermatan penyajian, benar memaparkan hasil penelitian, dan tidak salah mengutip pendapat pakar. Akurasi dapat pula dilihat dari dan teori dengan perkembangan mutakhir dan pendekatan keilmuan yang bersangkutan. 2. Sesuai (Relevansi) Buku ajar yang baik memiliki kesesuaian antara kompetensi yang harus dikuasai dengan cakupan isi, kedalaman pembahasan, dan kompetensi pembaca. Relevansi hendaknya juga menggambarkan adanya relevansi materi, tugas, contoh penjelasan, latihan dan soal, kelengkapan uraian, dan ilustrasi dengan kompetensi yang harus dikuasai oleh pembaca sesuai tingkat perkembangan pembacanya. 3. Komunikatif Komunikatif artinya isi buku mudah dicerna pembaca, sistematis, jelas, dan tidak mengandung kesalahan bahasa. Agar komunikatif, menurut Degeng angaplah anda sedang mengajar melalui tulisan. Bahasa yang anda gunakan tidak sangat formal, melainkan setengah lisan.

19 26 4. Lengkap dan Sistematis Buku ajar yang baik menyebutkan kompetensi yang harus dikuasai pembaca, memberikan manfaat pentingnya penguasaan kompetensi bagi kehidupan pembaca, menyajikan daftar isi dan menyajikan daftar pustaka. Uraian materinya sistematis, mengikuti alur pikir dari sederhana ke kompleks, dari lokal ke global. 5. Berorientasi pada Student Centered Pendidikan dengan kurikulum yang cenderung konstruktivis membutuhkan buku ajar yang dapat mendorong rasa ingin tahu siswa, terjadinya interaksi antara siswa dengan sumber belajar, merangsang siswa membangun pengetahuan sendiri, menyemangati siswa belajar secara berkelompok dan menggantikan siswa mengamalkan isi bacaan. 6. Berpihak pada Ideologi Bangsa dan Negara Keperluan pendidikan Indonesia, buku ajar yang baik adalah buku ajar harus mendukung ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa; mendukung nilai kemanusiaan; mendukung kesadaran akan kemajemukan masyarakat; mendukung tumbuhnya rasa nasionalisme; mendukung tumbuhnya kesadaran hukum dan mendukung cara berpikir logis. 7. Kaidah Bahasa Benar Buku ajar ditulis menggunakan ejaan, istilah dan struktur kalimat yang tepat.

20 27 8. Terbaca Buku ajar yang keterbacaannya tinggi mengandung panjang kalimat dan struktur kalimat sesuai pemahaman pembaca, panjang alineanya sesuai pemahaman pembaca. H. Bahan Ajar Tematik Prastowo (2013: 297) bahan ajar tematik adalah bahan ajar yang mengandung karakteristik pembelajaran tematik, sehingga mampu mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran tematik. Secara lengkap Prastowo (2014: 139) menjelaskan bahwa bahan ajar tematik merupakan segala bahan (baik informasi, alat maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa melalui proses pembelajaran yang mendorong keterlibatan siswa secara aktif dan menyenangkan, yakni tidak semata-mata mendorong siswa untuk mengetahui (learning to know), tetapi juga melakukan (learning to do), menjadi (learning to be) dan hidup bersama (learning to live together) serta holistik dan autentik, dengan tujuan sekaligus perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. I. Fungsi Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Tematik Bahan ajar dapat dijadikan pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. Prastowo (2013: ) dalam Pengembangan Bahan Ajar Tematik memaparkan fungsi bahan ajar dalam pembelajaran tematik, yakni :

21 28 1. Fungsi bahan ajar bagi guru adalah : (a) Menghemat waktu dalam mengajar; (b) mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi fasilitator; (c) meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif; (d) pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang semestinya diajarkan kepada siswa; 5) alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran. 2. Fungsi bahan ajar bagi siswa adalah : (a) Siswa dapat belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa yang lain; (b) Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki; (c) Siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing; (d) Siswa dapat belajar berdasarkan urutan yang dipilihnya sendiri; (e) Membantu potensi siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri; (f) Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya. J. Karakteristik Bahan Ajar Tematik Prastowo (2013: 313) Bahan Ajar Tematik harus memunculkan berbagai karakteristik dasar pembelajaran tematik yaitu 1) menstimulasi siswa agar aktif; 2) menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning); 3) menyuguhkan pengetahuan yang holistik (tematik); dan 4) memberikan pengalaman langsung (direct experiences) kepada siswa. Aktif, artinya bahan ajar memuat materi yang menekankan pada pengalaman belajar, mendorong keaktifan siswa dalam pembelajaran baik

22 29 secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional, guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa, sehingga mereka termotivasi untuk terus-menerus belajar. Menarik atau menyenangkan, artinya bahan ajar memiliki sifat mempesona, merangsang, nyaman dilihat, dan banyak kemanfaatannya sehingga siswa senantiasa terdorong untuk terus belajar dan belajar darinya. Holistik, artinya bahan ajar memuat kajian suatu fenomena dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotakkotak. Keberadaan bahan ajar tersebut memungkinkan siswa dapat memahami suatu fenomena dari segala sisi, menjadi lebih arif dan bijaksana. Autentik, artinya karakteristik dari bahan ajar tematik yang menekankan pada sisi autentik atau pengalaman langsung yang diberikan oleh suatu bahan ajar. Bahan ajar memberikan sebuah pengalaman dan pengetahuan yang dapat diperoleh oleh siswa sendiri. Selain itu, bahan ajar tersebut memberikan informasi yang kontekstual dengan kenyataan empiris atau fenomena sosial budaya di sekitar siswa. Hal ini berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari. K. Pengembangan Bahan Ajar Tematik Pusat Kurikulum (2008: 12) langkah-langkah yang dapat menjadi pertimbangan dalam mengembangkan bahan ajar adalah : 1. Memetakan dan menganalisis silabus secara lengkap. Langkah ini berguna untuk memberikan dasar dan tujuan pembelajaran. Selain itu, silabus juga memberikan gambaran umum tentang identitas tema, kompetensi dan

23 30 materi pokok yang akan dicapai dan dibahas serta proses pembelajaran untuk mencapai hal tersebut. Silabus akan membantu proses penataan struktur bahan yang akan disajikan dalam bahan ajar. 2. Merencanakan materi pokok atau substansi yang disusun dalam silabus kajian tambahan untuk mencapai suatu kompetensi dasar yang diinginkan. Struktur ini memberikan gambaran tentang arah dan konten serta proses pembelajaran yang diinginkan. Sekaligus memberikan gambaran utuh tentang kompetensi dan substansi kajian yang harus dikuasai. 3. Menulis gagasan pokok dari setiap materi pokok atau substansi kajian. Berdasarkan struktur kompetensi dan substansi kajian yang terdapat dalam silabus, pendidik dapat menuliskan garis besar uraian materi inti dari setiap substansi kajian inti sebagai penjelas dari substansi kajian menjadi awal pengembangan bahan ajar dari suatu proses pembelajaran yang dilakukan pendidik. 4. Menelaah gagasan pokok dari setiap materi pokok atau substansi kajian. Berdasarkan uraian pada langkah ketiga, pengembangan bahan ajar dapat dilanjutkan dengan menyusun dan menelaah berbagai ilustrasi penjelasan pada uraian pokok terdahulu. Ilustrasi penjelasan dapat memberikan pemahaman yang lebih kongkrit, jelas dan mendalam pada pembaca tentang berbagai konsep, hukum, prinsip atau prosedur tertentu. 5. Menulis dan mengembangkan bahan ajar secara lengkap. Setiap gagasan pokok yang telah ditulis kemudian diuraikan secara terperinci dan jelas.

24 31 Penulisannya dapat dilakukan dalam bentuk tekstual, naratif, eksplanatory, deskriptif, argumentatif dan perintah. 6. Menguji coba dan mengevaluasi keterbacaan, kecermatan isi dan perwajahan. Tahap uji coba ini merupakan proses untuk mengetahui efektifitas bahan ajar yang telah dikembangkan melalui beragam reaksi dari berbagai pihak terhadap bahan ajar tersebut. 7. Melakukan revisi. Proses evaluasi di atas diperlukan untuk memperbaiki bahan ajar, sehingga menjadi bahan ajar yang baik. Pusat Kurikulum (2008: 13) dalam memilih dan mengembangkan bahan ajar pada suatu mata pelajaran perlu diperhaikan beberapa persyaratan pokok, antara lain : 1. Kecermatan isi Suatu bahan ajar harus menujukkan kecermatan isi dalam struktur dan pemaparan yang memiliki landasan keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kecermatan isi merujuk pada validitas (ketepatan) bahan ajar dalam memberikan bahan secara logis, runtut dan dapat dipertanggung jawabkan secara konseptual (keilmuan) maupun fakta secara empiris. 2. Ketepatan cakupan Ketepatan cakupan berhubungan dengan keluasan dan kedalaman materi yang dipaparkan sesuai dengan struktur materi pokok atau substansi kajian yang dikehendaki dari suatu materi perkuliahan secara utuh.

25 32 3. Keterencanaan bahan (pemaparan, penyajian materi, ilustrasi, alat bantu, formating, penjelasan relevansi) Pemaparan bahan ajar seharusnya menyajikan materi dan berbagai ilustrasinya yang mudah dicerna dan dipahami oleh para pembaca. 4. Penggunaan Bahasa Bahan ajar yang baik seharusnya menggunakan gaya bahasa yang komunikatif, ringan dan mudah dipahami orang lain. Namun demikian, bahasa yang dipergunakan tetap menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. 5. Perwajahan atau Pengemasan Bagian yang tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan bahan ajar adalah perwajahan atau pengemasan bentuk dan isi. Pada bagian ini perlu diperhatikan penataan margins, pemaparan ilustrasi contoh serta penempatan data (seperti tabel, grafik dan sebagainya). Pusat Kurikulum (2008: 14) dalam pengembangan bahan ajar tetap mengacu pada tujuan untuk : 1. Memberikan panduan utama bagi pendidik tentang gagasan, pengetahuan atau konsep kunci yang harus dikuasai dalam proses pembelajaran. 2. Menuntun pendidik untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran secara kreatif sesuai dengan lingkungan sekitar dan kebutuhan. 3. Memberikan kesempatan pada pendidik untuk melakukan elaborasi bahan pembelajaran secara lebih dalam dan luas serta aplikatif dengan

26 33 menggunakan berbagai buku referensi atau bahan ajar lainnya yang melengkapi atau lebih lengkap. 4. Memberikan pemahaman tentang penyusunan dan pengembangan bahan ajar yang appropriate. 5. Membantu anak didik untuk menguasai kompetensi dasar dan menambah wawasan, keterampilan, dan sikap. L. Pengembangan Bahan Ajar Cetak : Handout Bahan ajar cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk, namun fokus penelitian ini adalah pengembangan bahan ajar cetak dalam bentuk handout. Depdiknas (2008: 14) handout adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Menurut kamus oxford (Depdiknas, 2008: 14) handout is prepared statement given. Handout adalah pernyataan yang telah disiapkan oleh pembicara. Mohammad (Prastowo, 2014: 78) memaknai handout sebagai selembar (atau beberapa lembar) kertas yang berisi tugas atau tes yang diberikan pendidik membuat ringkasan suatu topik, makalah suatu topik, lembar kerja siswa, petunjuk praktikum, tugas, atau tes, dan diberikan kepada peserta didik secara terpisahpisah, maka pengemasan materi pembelajaran tersebut termasuk dalam kategori handout. Prastowo (2014: 79) dalam Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif mengemukakan bahwa handout adalah bahan pembelajaran yang sangat ringkas. Bahan ajar ini bersumber dari beberapa literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang diajarkan kepada peserta

27 34 didik. Bahan ajar ini diberikan kepada peserta didik guna memudahkan mereka saat mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, bahan ajar ini tentunya bukanlah suatu bahan ajar yang mahal, melainkan ekonomis dan praktis. Steffen dan Peter Ballstaedt (Prastowo, 2014: 80), fungsi handout antara lain : 1. Membantu peserta didik agar tidak perlu mencatat 2. Sebagai pendamping penjelasan pendidik 3. Sebagai bahan rujukan peserta didik 4. Memotivasi peserta didik agar lebih giat belajar 5. Pengingat pokok-pokok materi yang diajarkan 6. Memberi umpan balik, dan 7. Menilai hasil belajar Prastowo (2014: 80) menambahkan dalam fungsi pembelajaran, pembuatan handout memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1. untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau materi pembelajaran sebagai pegangan bagi peserta didik 2. untuk memperkaya pengetahuan peserta didik 3. untuk mendukung bahan ajar lainnya atau penjelasan pendidik Handout sebagai salah satu bentuk bahan ajar memiliki struktur yang terdiri atas dua unsur yaitu judul dan informasi pendukung. Unsur pertama identitas handout yang meliputi nama sekolah, kelas, identitas pembelajaran, pertemuan ke-, jumlah halaman dan mulai berlakunya handout. Unsur kedua,

28 35 materi pokok atau materi pendukung pembelajaran yang akan disampaikan. (Prastowo: 2014). Jenis handout dibedakan menjadi dua, untuk lebih jelasnya perhatikan bagan berikut ini : Jenis Handout Menurut Mata Pelajaran Menurut Ketergantungann ya denga Bahan Ajar lain Handout Praktik Handout Teori Terlepas dengan Bahan ajar lain Bagian tak terpisahkan dari Bahan Ajar lain Bagan 2.3 Jenis-jenis Handout Prastowo (2014: 198) susunan handout mata pelajaran nonpraktik, \ dapat dibuat dengan ketentuan, sebagai berikut : sebagai acuan handout adalah SAP (Satuan Acara Pembelajaran) ; format handout terdiri dari bebas (slide, transparansi, paper based) dan dapat berbentuk narasi kalimat tetapi singkat atau skema atau flowchart dan gambar; tidak perlu menggunakan header maupun footer untuk setiap slide. Adapun berkaitan dengan kontent (isi) handout, meliputi overview materi dan perincian materi. Prastowo (2014: ) memaparkan bahwa berdasarkan ketergantungannya dengan bahan ajar lain, maka handout dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu handout yang terlepas sama sekali dari buku utamanya dan handout yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari buku atau modul yang digunakan untuk materi tertentu. Handout akan berisi materi

29 36 baru jika dalam perkembangan pembelajaran ditemukan konsep atau pemikiran atau masalah baru yang belum dibahas dalam modul atau buku sumber yang digunakan. Sementara itu, handout akan berisi penjelasan yang lebih lengkap dari materi yang sudah dibahas dalam modul atau buku atau diberikan dalam pembelajaran secara lisan. M. Langkah-langkah Pembuatan Handout Handout dapat dibuat berdasarkan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, penyusunan handout harus diturunkan dari kurikulum. Prastowo (2014: 199) adapun langkah-langkah penyusunannya, sebagai berikut : 1. Lakukan analisis kurikulum dengan menggunakan matrik analisis kurikulum. 2. Menentukan judul handout dan sesuaikan dengan kompetensi dasar dan materi pokok yang akan dicapai. Pada tahap ini, lakukanlah dengan berdasarkan penyusunan peta bahan ajar yang telah kita buat dengan mengidentifikasi materi pokok. 3. Mengumpulkan reverensi sebagai bahan penulisan. Upayakan referensi terkini dan relevan dengan materi pokoknya. 4. Dalam menulis usahakanlah agar kalimat yang digunakan tidak terlalu panjang. Bagi siswa di MI/SD, upayakan dengan kalimat yang sederhana dan diperkirakan jumlah kalimat per paragrafnya hanya antara 3-4 kalimat. Perlu diingat bahwa semakin efektif dan efisien itu justru lebih baik dan disarankan. Jadi ukurannya bukan banyaknya kalimat dalam satu paragraf,

30 37 tetapi bobot dari kalimat yang lebih diutamakan. Sehingga, penyajian paragraf bisa singkat namun mampu menjelaskan secara lengkap informasi yang ingin disampaikan kepada siswa. 5. Memperbaiki handout sesuai dengan kekurangan yang ditemukan. 6. Gunakanlah berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi handout, misalnya : buku, majalah, internet dan jurnal hasil penelitian. Handout sebagai bahan ajar haruslah menampilkan sebuah isi dan tampilan yang menarik dan menyenangkan sehingga siswa memiliki rasa ingin tahu ketika belajar. Prastowo (2014: 201) terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pengembangan handout tematik : 1) peta atau diagram konsep yang menghubungkan antartopik atau bagian dalam topik; 2) annotated bibliography, ini merupakan kumpulan abstrak dari sumber yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari. Handout yang memiliki kandungan annotated bibliography ini akan membantu peserta didik yang membutuhkan informasi lebih lanjut tentang materi ajar tertentu; 3) informasi tambahan untuk meluruskan kesalahan dan bias yang ada dalam bahan ajar; 4) memberikan contoh baru dan contoh tambahan untuk konsep yang sulit dipahami oleh peserta didik; 5) memberikan kasus untuk dipelajari dan diselesaikan, baik secara individual maupun kelompok. N. Kerangka Berpikir Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk memiliki kemampuan konseptual dan faktual melalui pembelajaran tematik berbasis saintifik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang mengaitkan

31 38 beberapa mata pelajaran dalam satu tema, sehingga dapat memberi pengalaman bermakna pada siswa. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang menggunakan langkah-langkah ilmiah meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi dan mengkomunikasikan. Permata, Mahrjan dan Mahzum (2014) telah melakukan penelitian tentang pendekatan saintifik. Ketiga penelitian tersebut menghasilkan bahwa saintifik baik untuk diterapkan. Siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkret dan pembelajaran tematik sesuai dengan tahap berpikir siswa. Hasil penelitian Sutari (2012) mengenai pembelajaran tematik dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil membaca, menulis dan berhitung. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tentu membutuhkan sumber belajar. Bahan ajar merupakan sumber belajar yang disusun secara sistematis sehingga, dapat dijadikan acuan oleh guru sebagai penunjang kegiatan pembelajaran. Kedudukan bahan ajar sangatlah penting dalam pembelajaran, namun bahan ajar yang telah disiapkan pemerintah ternyata masih belum maksimal. Kesenjangan yang terjadi antara kebutuhan dan keinginan diantaranya berupa : 1) guru masih kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran tematik, yakni dalam menghubungkan muatan pelajaran satu ke muatan pelajaran lain; 2) kurangnya kedalaman materi yang diakibatkan dari kegiatan saintifik yang tidak difasilitasi secara maksimal; 3) penyajian materi pada buku guru dan buku siswa masih berskala nasional.

32 39 Berdasarkan kajian teori, penelitian dan temuan di sekolah dapat disimpulkan bahwa pembelajaran belum memfasilitasi kebutuhan. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan Bahan Ajar Tematik Berbasis saintifik dengan pendalaman materi, pengembangan sajian materi berskala lokal, dan memfasilitasi kegiatan saintifik siswa yang diharapkan dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih baik. Landasan teori Penelitian-penelitian : Saintifik dapat meningkatkan hasil belajar siswa, aktivitas belajar siswa, ketrampilan proses sains, kemampuan berpikir kreatif, menuntun siswa berpikir logis, sistematis, dan mendalam. Siswa SD berada pada tahap operasional kongkret dan pembelajaran tematik sesuai dengan karakteristik belajar siswa yang kongkret, integratif, dan hierarkis. Pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar Calistung siswa SD. Temuan-temuan di sekolah : kesulitan guru melaksanakan pembelajaran tematik dalam mengalihkan antar muatan pelajaran. Kurangnya kedalam materi akibat dari kegiatan saintifik yang belum difasilitasi secara maksimal. Penyajian materi pada buku guru dan buku siswa masih berskala nasional, tidak adanya skala lokal yang dapat memudahkan siswa membangun pengetahuannya sendiri sesuai dengan teori belajar konstruktivisme. Pembelajaran belum memfasilitasi kebutuhan Pengembangan bahan ajar dengan pendalaman materi, pengembangan sajian materi berskala lokal, dan memfasilitasi kegiatan saintifik siswa. Tidak Layak Layak Digunakan dalam Pembelajaran Bahan ajar tematik berbasis Saintifik di SD Kelas IV Dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih baik Bagan 2.4 Kerangka Berpikir

33 40 O. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh Bahan Ajar Tematik Berbasis Saintifik terhadap prestasi belajar PKN. 2. Terdapat pengaruh Bahan Ajar Tematik Berbasis Saintifik terhadap prestasi belajar IPS. 3. Terdapat pengaruh Bahan Ajar Tematik Berbasis Saintifik terhadap prestasi belajar IPA.

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK PPT 2.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Saintifik Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR. Pengembangan Bahan Ajar. Sosialisasi KTSP 2008

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR. Pengembangan Bahan Ajar. Sosialisasi KTSP 2008 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR Pengertian Bahan Ajar 1. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Mengapa guru perlu

Lebih terperinci

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak PEMBELAJARAN BERMAKNA (MEANINGFUL LEARNING) PADA KURIKULUM 2013 (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah pentingnya menerapkan pembelajaran bermakna di kelas. Pembelajaran

Lebih terperinci

KONSEP KURIKULUM 2013

KONSEP KURIKULUM 2013 Oleh : Pratiwi Pujiastuti pratiwi@uny.ac.id KONSEP KURIKULUM 2013 Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

Lebih terperinci

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? 1 BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? Oleh : Jamaluddin, S.Kom., M.Pd Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil keputusan untuk mengubah (lagi) kurikulum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan Ajar 1. Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar Depdiknas, 2008: 6).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut UU No. 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan Ajar Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai

Lebih terperinci

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG (Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG UPT SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) KABUPATEN BANDUNG 2017 DESAIN PEMBELAJARAN Oleh: Yaya Sukarya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, BAB II Tinjauan Pustaka A. Media Pembelajaran Interaktif Media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahas Arab, media adalah perantara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab I yaitu seberapa baik penggunaan pendekatan saintifik dalam rencana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab I yaitu seberapa baik penggunaan pendekatan saintifik dalam rencana BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab masalah penelitian pada Bab I yaitu seberapa baik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI CHAPTER 2 Ruang Lingkup Bahan AJar Husni Mubarok, S.Pd., M.Si. Tadris Biologi IAIN Jember Coba Jelaskan A. Pengertian Bahan Ajar B. Karakteristik Bahan Ajar C. Tujuan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Cara Pengembangan Penelitian pengembangan modul Hidrosfer sebagai Sumber Kehidupan dengan pendekatan saintifik untuk pembelajaran geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah itu sendiri sehingga pembelajaran akan lebih terpusat pada siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. masalah itu sendiri sehingga pembelajaran akan lebih terpusat pada siswa untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan scientific merupakan pendekatan yang membantu siswa untuk menggali pengetahuannya sendiri dengan menemukan masalah dan memecahkan masalah itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengembangan Bahan Ajar a. Bahan ajar Menurut Depdiknas (2006: 4) bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 (BUKU SISWA) BUKU TEKS PELAJARAN SOSIOLOGI SMA/MA KELAS X

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 (BUKU SISWA) BUKU TEKS PELAJARAN SOSIOLOGI SMA/MA KELAS X DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 (BUKU SISWA) BUKU TEKS PELAJARAN SOSIOLOGI SMA/MA KELAS X I. KOMPONEN KELAYAKAN ISI A. Kelengkapan Materi Butir 1 Butir 2 Kelengkapan kompetensi Materi yang disajikan mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya perwujudan kompetensi siswa, dibangun oleh berbagai unsur, yaitu unsur

BAB I PENDAHULUAN. upaya perwujudan kompetensi siswa, dibangun oleh berbagai unsur, yaitu unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan aktifitas dalam upaya perwujudan kompetensi siswa, dibangun oleh berbagai unsur, yaitu unsur raw input (siswa)

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3a PENDEKATAN SAINTIFIK 2 PENGERTIAN (1/2) Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan tenaga pendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa dan negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Setiap bangsa yang ingin berkualitas selalu berupaya untuk meningkatkan tingkat

Lebih terperinci

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 1 PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 Pendahuluan Oleh: Bambang Prihadi*) Implementasi Kurikulum 2013 dicirikan dengan perubahan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan-kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan-kumpulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib dipelajari di SMP. IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN BUKU SISWA KELAS V TEMA PERISTIWA DALAM KEHIDUPAN DENGAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN TEMATIK DAN PENDEKATAN SAINTIFIK

ANALISIS KESESUAIAN BUKU SISWA KELAS V TEMA PERISTIWA DALAM KEHIDUPAN DENGAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN TEMATIK DAN PENDEKATAN SAINTIFIK ANALISIS KESESUAIAN BUKU SISWA KELAS V TEMA PERISTIWA DALAM KEHIDUPAN DENGAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN TEMATIK DAN PENDEKATAN SAINTIFIK (1) Nilamsari Damayanti Fajrin, (2) Sa dun Akbar, dan (3) Sutarno.

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum merupakan salah satu unsur sumber daya pendidikan yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI 10020021 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 1, April 2016 251 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SDN 1 DURENAN PADA TEMA PENGALAMANKU MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DI KECAMATAN DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajar terlebih dahulu sebelum mengikuti pembelajaran di kelas.

BAB I PENDAHULUAN. ajar terlebih dahulu sebelum mengikuti pembelajaran di kelas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran apabila dikembangkan sesuai kebutuhan guru dan siswa serta dimanfaatkan secara benar akan merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR Mei Fita Asri Untari mei_fita@ymail.com Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang ABSTRAK Pendekatan saintifik/ilmiah merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu Kurikulum 2013 yang sekarang ini mulai digunakan yaitu pembelajaran tematik terpadu.

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH A. TEKNIK PENYAJIAN I. KELAYAKAN PENYAJIAN Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Konsistensi

Lebih terperinci

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU Pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan yang terjadi pada dunia pendidikan pada saat ini adalah pergantian kurikulum 2013 dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Kurikulum merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

Sementara itu, Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford dalam

Sementara itu, Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Sejalan dengan itu, R. Gagne dalam Susanto (2013:1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2015

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2015 Brosur IPA Terpadu sebagai Bahan Ajar di SMP ditinjau dari Aspek Keterbacaannya MYCO HERSANDI Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPA Universitas Negeri Jember. Jl. Kalimantan 37 Tegal Boto E-mail: myco.hersandi41@gmail.com

Lebih terperinci

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang Nurchafsah dan Mardiah MI Darussalam Palembang japridiah@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Salah satunya menurut Duch (1995) dalam http://www.uii.ac.id pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

PANDUAN PENGEMBANGAN RPP

PANDUAN PENGEMBANGAN RPP PANDUAN PENGEMBANGAN RPP 1. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses pembelajaran banyak guru menggunakan media interaktif ketika menjelaskan materi pelajaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Saintifik Proses pembelajaran berbasis pendekatan saintifik sesuai dengan konteks kurikulum 2013, terutama pada mata pelajaran IPA. Menurut Daryanto (2014), pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menjadi sarana yang paling penting dan efektif untuk membekali siswa dalam menghadapi masa depan. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang bermakna sangat

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI

KURIKULUM 2013 KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI KURIKULUM 2013 GEOGRAFI Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013 KI dan KD Geografi untuk Peminatan Ilmu-ilmu Sosial SMA/MA 1 A. Pengertian Geografi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut sebagai proses humanisasi. Proses humanisasi ini diperoleh melalui berbagai pengalaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi

Lebih terperinci

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific Dasar Berpikir Seiring dengan implementasi Kurikulum 2013, guru dituntut untuk: mengubah maindsetnya dalam melaksanakan pembelejaran; menyesuaikan dan mengubah kebiasaan dalam merancang & melaksanakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BIOLOGI DAN RUANG LINGKUP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BIOLOGI DAN RUANG LINGKUP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BIOLOGI DAN RUANG LINGKUP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Yang Dibimbing Oleh Drs. Masjhudi, M.Pd. Oleh Kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatnya kemampuan siswa, kondisi lingkungan yang ada di. dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatnya kemampuan siswa, kondisi lingkungan yang ada di. dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, kondisi lingkungan yang ada di masyarakat, pengaruh informasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kurikulum Pendidikan 1. Pengertian Kurikulum Kurikulum dibuat untuk memperlancar proses kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan tujuan memperbaiki mutu dan kualitas pendidikan

Lebih terperinci

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih Artikel Publikasi: IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X IPS DI SMA NEGERI 3 PATI TAHUN AJARAN 2014/2015 Usulan Penelitian Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih berpikir logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan ilmiah. Oleh karena itu, salah satu

Lebih terperinci

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan Unit 4 Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak Isniatun Munawaroh Pendahuluan Bahan pembelajaran cetak merupakan bahan pembelajaran yang sudah umum digunakan bagi para guru tak terkecuali di tingkat Sekolah

Lebih terperinci

Ajeng Kusumaningrat S1 Pendidikan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya

Ajeng Kusumaningrat S1 Pendidikan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya Pengembangan Bahan Ajar berupa Cerpen Akuntansi sebagai Pendukung Implementasi Pembelajaran berbasis Scientific Approach pada Materi Persamaan Dasar Akuntansi di SMK NAHDLATUL ULAMA GRESIK Ajeng Kusumaningrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu sarana untuk membantu manusia menjadi insan yang lebih baik. Adapun tujuan pendidikan nasional menurut UUD Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Hasil dari penelitian dan pengembangan adalah modul pembelajaran biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK PENDIDIKAN TINGGI PAU-PPAI, UNIVERSITAS TERBUKA 2008

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK PENDIDIKAN TINGGI PAU-PPAI, UNIVERSITAS TERBUKA 2008 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK PENDIDIKAN TINGGI PAU-PPAI, UNIVERSITAS TERBUKA 2008 JENIS BAHAN AJAR 4 CETAK 4 NON - CETAK CETAK Buku Teks Bahan Ajar Mandiri = Modul = BAJJ Panduan = Petunjuk = Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak diberlakukannya kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak diberlakukannya kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa Indonesia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia Sejak diberlakukannya kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru harus menerapkan pendekatan komunikatif. Dengan pendekatan komunikatif

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH I. KELAYAKAN PENYAJIAN A. Teknik Penyajian Butir 1 Kekonsistenan sistematika Sistematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

Bagaimana memilih bahan ajar? Prinsip Kecukupan. Cakupan Bahan Ajar. Urutan Penyajian Bahan Ajar

Bagaimana memilih bahan ajar? Prinsip Kecukupan. Cakupan Bahan Ajar. Urutan Penyajian Bahan Ajar Teknik Pengembangan Bahan Ajar dan Perangkat Pembelajaran oleh: Pujianto *) Disarikan dari Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar, Depdiknas:2006 Mengapa perlu bahan ajar? Siswa memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan seseorang untuk menciptakan kegiatan belajar. Upaya-upaya tersebut meliputi penyampaian ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang bertujuan agar peserta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Ajar

Pengertian Bahan Ajar Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Ajar

Pengertian Bahan Ajar Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Scaffolding Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond (2001: 20) menyatakan bahwa: Bagian penting dalam setiap pembahasan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN yang mengadopsi langkah-langkah ilmiah dalam memecahkan suatu

I. PENDAHULUAN yang mengadopsi langkah-langkah ilmiah dalam memecahkan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendekatan ilmiah merupakan suatu pendekatan yang diamanatkan oleh kurikulum 2013 yang mengadopsi langkah-langkah ilmiah dalam memecahkan suatu masalah. Tim Penyusun (2013)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia yang lebih baik lagi dan berkualitas. Akibat pengaruh itupendidikan mengalami kemajuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH KELAS X

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH KELAS X DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH KELAS X I. KELAYAKAN ISI A. Kesesuaian uraian materi dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan pikirannya secara ilmiah dalam komunikasi ilmiah. Sarana yang digunakan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari mengenai alam dan fenomena alam yang terjadi, yang berhubungan dengan benda hidup maupun benda tak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 27 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 27 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang

Lebih terperinci