I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kacang Gude ( Cajanus cajan (L.) Millsp.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kacang Gude ( Cajanus cajan (L.) Millsp.)"

Transkripsi

1 I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kacang Gude (Cajanus cajan (L.) Millsp.) Kacang gude atau pigeon pea memiliki banyak nama lokal di Indonesia yaitu kacang hiris (Sunda), kacang Bali, ritiklias (Sumatera), kacang kayu (Jawa), kance (Bugis), kacang kaju (Madura), kacang undis (Bali), lebui, legui, kacang iris, kacang turis, puwe jai (Halmahera), dan fou hate (Ternate dan Tidore). Tanaman ini diduga berasal dari Afrika. Pusat keanekaragaman yang kedua adalah India, dan sekarang sudah tersebar hingga Negara-Negara tropika dan sub tropika. Daerah penanaman kacang gude di Indonesia adalah Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Bondowoso, Malang, Probolinggo, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Susila et al., 2012). Klasifikasi kacang gude adalah sebagai berikut (Anon., tt): Kingdom : Plant Sub Kingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Cajanus Adans Spesies : Cajanus cajan (L.) Millsp. Kacang gude dapat tumbuh pada ketinggian m di atas permukaan laut, ph tanah 5-7, suhu lingkungan C. Tanaman ini cukup toleran terhadap kekeringan. Penanaman dilakukan menggunakan benih dengan jarak tanam 40 x 30 cm. Pemberian unsur S dapat meningkatkan hasil panen. Sebenarnya tanaman dapat menghasilkan sampai 3 5 tahun, namun hasilnya akan lebih kecil dibandingkan panen tahun pertama (Susila et al., 2012). Tanaman dan biji kacang gude dapat dilihat pada Gambar 1. 5

2 6 Gambar 1. Tanaman Kacang Gude (Emefiene et al.,2014) Kacang ini memiliki kandungan protein sebesar 21% dan karbohidrat sebesar 62% (Damardjati dan Widowati, 1985). Kandungan senyawa-senyawa tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ; varietas, kemasakan biji, iklim, dan pemupukan (Makfoeld, 1977). Kandungan gizi kacang gude polong muda dan biji tua dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi kacang gude polong muda dan biji tua No. Kandungan Gizi Proporsi (banyaknya) dalam : Polong Muda Biji Tua Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bagian yang dapat dimakan (%) 123,00 8,40 0,60 21,80 66,00 174,00 1,80 195,00 0,41 31,00 67,30 69,00 336,00 20,70 1,40 62,00 12,50 275,00 4,00 250,00 0,48 5,00 12,20 100,00 Sumber : Anon., (1981) Protein kacang gude tersusun atas asam amino esensial dan asam amino non esensial. Odeny (2007), melaporkan bahwa kacang gude merupakan salah satu sumber asam amino yang baik. Salah satu asam amino esensial yang secara signifikan menyusun protein kacang gude adalah sistin dan metionin. Komposisi asam amino yang menyusun protein kacang gude dapat dilihat pada Tabel 2.

3 7 Tabel 2. Komposisi asam amino penyusun protein kacang gude No. Asam Amino Persentase (%) Arginin Sistein* Histidin Isoleusin* Leusin* Lisin* Methionin* Fenilalanin* Threonin* Tirosin* Valin* Asam Aspartat Asam Glutamat Alanin Glisin Prolin Serin 6,7 1,2 3,4 3,8 7,6 7 1,5 8,7 3,4 2,2 5 9,8 19,2 6,4 3,6 4,4 5 Sumber : Duke (1981) Keterangan : * Asam amino esensial 1.2 Konsentrat Protein Konsentrat protein adalah produk pekatan protein yang memiliki kandungan protein minimal 70% (Koswara, 2009). Konsentrasi gula yang rendah menyebabkan konsentrat protein lebih mudah dicerna dan lebih sedikit menyebabkan flatulensi (Riaz, 2004). Spesifikasi konsentrat protein secara umum dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi konsentrat protein Item Range Protein (%) 65-75% Lemak (%) 0,3-1,2% Air (%) Maksimal 9% Abu (%) 4-6% Polisakarida tak larut (%) 15-25% Sumber : Cheftel et al., (1985) Konsentrat protein dapat diproduksi dari berbagai bahan pangan yang merupakan sumber protein baik hewani (misalnya susu, ikan dan daging) maupun nabati (misalnya kacang-kacangan dan serelia). Beberapa jenis kacang-kacangan yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan konsentrat protein yaitu kacang

4 8 kedelai, kacang tanah, kanola, kacang almond, wijen, dam kacang methe (cashew nut) (Garba dan Kaur, 2014). Kadar protein bahan yang dijadikan sebagai bahan baku pembuatan konsentrat protein cukup bervariasi. Baberapa bahan tersebut yaitu kacang merah dengan kadar protein 21-27% (Rusiani, 2016), chasew nut dengan kadar protein 21% (Ogunwolu et al., 2009), wijen dengan kadar protein 20-25% (Onsaard, 2012), shorgum dengan kadar protein 10% (Illaningtyas et al., 2012), dedak padi dengan kadar protein 14-16% (Wang et al., 2015) dan lain sebagainya. 1.3 Isolasi Protein Konsentrat protein dapat diperoleh dari proses isolasi (pemisahan) protein dalam bahan pangan. Natarajan (1980) menyebutkan bahwa isolasi protein pada prinsipnya terdiri dari tahap-tahap ekstraksi protein dalam medium pengekstrak, penghilangan bahan tidak larut dengan sentrifugasi, filtrasi atau kombinasinya, pengendapan, pencucian dan pengeringan konsentrat. Isolasi protein dapat dilakukan pada bahan berupa tepung yang sudah dihilangkan lemaknya (defatted flour) maupun tepung yang belum dihilangkan lemaknya (full fat flour). Penghilangan lemak bisa dilakukan dengan menggunakan pelarut organik misalnya n-hexan dan petroleum eter. Perbandingan bahan dengan pelarut organik disesuaikan dengan kadar lemak dalam bahan. Budijanto et al., (2011), melaporkan bahwa dengan kandungan lemak sebesar 17,51% - 21,75% pada biji kecipir, dihilangkan melalui proses defatting menggunakan pelarut n-hexan dengan perbandingan bahan dan pelarut 1 : 5. Kandungan lemak pada kacang komak yang lebih kecil yaitu 0,8% dihilangkan menggunakan pelarut n-hexan dengan perbandingan 1 : 1,5 (Purwitasari et al., 2014). Pemisahan protein menggunakan pelarut alkali (alkaline extraction) yang diikuti dengan proses pengendapan protein pada ph isoelektrik (isoelectric precipitation) adalah cara yang banyak dilakukan sekarang ini (Wang et al., 1999). Kemampuan ekstraksi protein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas sebelumya, rasio pelarutan serta suhu, ph, dan kekuatan ion dari medium pengekstrak (Kinsella, 1979).

5 9 Menurut Cheftel et al., (1985) pemilihan suasana basa sebagai ph selama ekstraksi berdasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar asam amino akan bermuatan negatif pada ph di atas titik isoelektriknya, muatan yang sejenis cenderung untuk tolak menolak, hal ini menyebabkan minimnya interaksi antara residu-residu asam amino yang berarti kelarutan protein akan meningkat. Oleh sebab itu, kelarutan protein lebih besar pada suasana basa dibandingkan pada suasana asam. Sugijanto dan Manullang (2001), menyatakan bahwa jenis basa yang digunakan untuk mengekstrak protein yaitu NaOH (basa kuat) dan NH 4 OH (basa lemah). Penggunaan NaOH jauh lebih efisien dari segi jumlah penggunaannya dan tidak menimbulkan bau dibandingkan NH 4 OH. Menurut Saunders et al., (1975), penggunaan NH 4 OH bermanfaat ketika produk atau residu hasil ekstrak diberikan sebagai pakan ternak. NH 4 OH memiliki kelemahan yaitu jumlah yang digunakan untuk mencapai kondisi ekstraksi lebih banyak dibandingkan NaOH, bau ammonia yang ditimbulkan selama proses tetap tertinggal di dalam produk, walaupun produk sudah dikeringkan, dan senyawa N pada NH 4 OH dapat memberikan tambahan % N pada penentuan kadar protein metode kjeldahl. Tahapan setelah ekstraksi adalah sentrifugasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Prinsip dari proses isoelectric precipitation adalah pengendapan seluruh protein bahan pada titik isoelektriknya. Suciono (1995), menyebutkan bahwa dalam larutan asam (ph rendah), gugus amino bereaksi dengan H + sehingga protein bermuatan positif dengan gugus bermuatan negatif. Interaksi elektrostatik antar asam amino akan maksimum karena muatan yang tidak sejenis cenderung untuk tarik menarik, fenomena ini dapat diamati dengan terjadinya koagulasi protein. Koagulasi dan pengendapan dilakukan dengan penambahan asam, agar mencapai ph tertentu (ph isoelektrik), terjadi penggumpalan, dan endapan (protein). Koagulan yang digunakan dalam proses isoelectric precipitation dapat merupakan asam kuat. Salah satu asam kuat yang biasa digunakan adalah asam klorida. ph isoelektrik adalah ph dimana protein bermuatan nol sehingga protein

6 10 cenderung saling tarik menarik membentuk agregat dan mengendap. ph isoelektrik protein sangat tergantung pada komposisi asam amino penyusunnya (Garba dan Kaur, 2014). Protein dibangun dari rangkaian 20 asam amino yang berikatan kovalen dalam urutan yang khas. Semua asam amino yang ditemukan pada protein mempunyai ciri sama yaitu gugus karboksil sama, dan gugus amino yang sama serta gugus R (rantai samping) yang bervariasi dalam struktur, ukuran, muatan listrik, dan kelarutannya dalam air. Gugus R pada asam amino bervariasi polaritasnya, mulai dari gugus R yang sama sekali tidak polar atau hidrofobik sampai bersifat amat polar atau hidrofilik. Menurut Suhardi (1991), ph isoelektrik berkisar antara 4,8 6,3. Beberapa nilai ph presipitasi isoelektrik yang menghasilkan rendemen dan kadar protein optimum berbagai jenis konsentrat protein kacang yaitu kacang kedelai 4,2 (Garba dan Kaur, 2014), kacang merah 4,5 (Rusiani, 2016), kecipir 3,45 (Budijanto et al., 2011), koro benguk 4,4 (Sudradjat et al., 2016), dan lain sebagainya. Pengelompokan dan ph isoelektris masing-masing asam amino dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengelompokan dan ph isoelektrik asam amino Kelompok Asam Amino ph Isoelektris Non polar gugus R alifatik Glisin Alanin Valin Leusin Isoleusin Metionin 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 5,7 Netral gugus R aromatik Fenilalanin 5,5 Non polar gugus R aromatik Tirosin 5,7 Polar gugus R bermuatan Basa gugus bermuatan positif Asam gugus bermuatan negatif Sumber : Kusnandar (2010) Triptofan Serin Treonin Sistein Prolin Asparagin Glutamin Lisin Arginin Histidin Asam aspartat Asam glutamat 5,9 5,7 6,2 4,6 6,3 5,4 5,7 7,6 11,2 7,6 2,8 3,2

7 11 Pengeringan konsentrat protein dilakukan pada suhu 45 0 C menggunakan pengering oven. Krisnantoko (2012), melaporkan bahwa pada kondisi suhu rendah < 50 0 C sudah mulai terjadi reaksi Maillard, namun reaksi tersebut berjalan lambat. Perlakuan pemanasan dapat memberikan pengaruh terhadap terjadinya pencoklatan Selama proses pengeringan dan pemanasan tepung, kadar gula reduksi akan meningkat tajam, sehingga terjadilah reaksi pencokelatan (Maillard) yang semakin meningkat (Gil et al., 1994). 1.4 Sifat Fisik Kimia dan Fungsional Sifat fisik Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk tersebut secara keseluruhan. Suatu bahan dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak menarik untuk dipandang dan memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 2004). Salah satu alat yang digunakan untuk uji warna adalah colorimeter. Terdapat 3 parameter yaitu nilai L, a, dan b dimana L memiliki interval antara untuk warna kecerahan, a memiliki interval untuk warna hijau hingga merah dan b untuk interval biru hingga kuning. Pada parameter L apabila semakin positif (+), warna semakin cerah. Apabila nilai L semakin positif (+), warna akan semakin cerah. Parameter a apabila semakin negatif (-) warnanya semakin hijau dan positif (+) warnanya semakin merah. Parameter b semakin negatif (-), warna semakin biru dan semakin positif (+) warnanya semakin kuning. Dalam sistem pembacaan colorimeter akan keluar 4 digit dimana 4 digit tersebut dibagi 100 untuk hasil kuantitatifnya Sifat kimia Reaksi kimia yang terjadi pada tahap-tahap proses pengolahan menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan pangan, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Proses pengolahan dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan peningkatan nilai gizi bahan pangan (misalnya karena terjadinya dekstruksi senyawa anti-nutrisi, terjadinya denaturasi molekul, sehingga meningkatkan daya cerna dan ketersediaan zat gizi). Akan tetapi proses pengolahan dengan suhu tinggi bila tidak terkontrol akan menurunkan nilai gizi bahan pangan (misalnya terjadi reaksi reaksi antar molekul nutrien, hancurnya

8 12 nutrien yang tidak tahan panas, atau terbentuknya molekul kompleks yang tidak dapat diuraikan atau dicerna oleh enzim tubuh) (Muchtadi, 1989). Faktor-faktor yang berpengaruh dalam ekstraksi protein juga dapat mempengaruhi sifat kimia konsentrat protein yang dihasilkan Sifat fungsional Sifat fungsional protein dapat didefinisikan sebagai sifat-sifat fisiko-kimia di luar sifat nutrisi yang memungkinkan protein menyumbang karakteristik yang diinginkan pada makanan (Cheftel et al., 1985), yang didasarkan pada komponen protein bila berinteraksi dengan komponen lain dalam sistem pangan yang kompleks (Phillips dan Beuchat, 1981). Sifat-sifat fungsional protein dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sifat intrinsik, faktor lingkungan, dan perlakuan selama proses. Menurut Demodaran dan Kinsella (1982) yang termasuk sifat intrinsik adalah komposisi protein, bentuk protein, jumlah penyusun protein serta keragaman komponen penyusun protein. Adanya air, ion, lemak, gula, suhu, dan ph lingkungan merupakan faktor lingkungan, sedangkan perlakuan selama proses pembuatan produk yang mempengaruhi sifat fungsionalnya adalah pemanasan, pengeringan, pendinginan, serta modifikasi protein. Dalam suatu sistem pangan, sifat fungsional protein penting untuk diketahui. Tabel 5. menyajikan beberapa sifat fungsional konsentrat protein, jenis reaksi yang terjadi dan contoh penggunaanya dalam sistem pangan. Konsentrat protein kedelai juga banyak digunakan untuk memproduksi daging analog seperti meatless ham, meatless bacon, dan meatless hot dog untuk para vegetarian (Koswara, 2009). Masing-masing sifat fungsional protein tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan satu sama lain. Keberadaan sifat-sifat fungsional protein kedelai sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam industri pangan, seperti daya serap air, daya serap minyak, kapasitas dan stabilitas emulsi serta kapasitas dan stabilitas buih.

9 13 Tabel 5. Jenis-jenis sifat fungsional protein dalam sistem pangan Sifat Fungsional Jenis Reaksi Contoh Produk Pangan Kelarutan Kelarutan protein tergantung Minuman pada ph Penyerapan air dan pengikatan air Ikatan hidrogen, dan penjeratan air Daging, sosis, roti, dan cake Kekentalan Pengentalan, dan pengikatan Sop dan gravi air Gelasi Pembentukan matriks protein dan pengendapan Daging, curd, dan keju Kohesi-Adhesi Sifat kohesif dan adhesif Daging, sosis, bakery, dan protein pasta Elastisitas Ikatan hidrofobik gluten, dan ikatan disulfida dalam gel Daging dan bakery Emulsifikasi Pembentukan dan stabilitas Sosis, sop, dan cake lemak Penyerapan lemak Pengikatan lemak bebas Daging, sosis, dan donat Pengikatan citarasa Pengikatan dan penjeratan Bakery Pembentukan buih Pembentukan film stabil untuk Whipped toppings dan menjerat gas cake Sumber : Kinsella dan Srinivasan (1981) a. Daya serap air (water holding capacity) Daya serap air suatu protein didefinisikan sebagai kemampuan untuk menahan air melawan perlakuan gravitasi dan fisikokimia. Air berinteraksi dengan protein dalam beberapa cara dan sejumlah signifikan air terikat oleh protein melalui ikatan hidrogen. Interaksi antara molekul air dan gugus hidrofilik pada rantai protein terjadi melalui ikatan hidrogen. Pengikatan air dengan protein dipengaruhi oleh gugus hidrofilik polar seperti imino, amino, karboksil, hidroksil, karbonil, dan sulfihidril. Kapasitas protein untuk menahan air dipengaruhi oleh jenis dan jumlah dari gugus polar pada rantai polipeptida protein (Zayas, 1997). Asam amino diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya untuk mengikat air yaitu : 1) asam amino polar dengan daya pengikatan air paling tinggi, 2) asam amino yang tidak mengion, mengikat sejumlah air dalam jumlah yang medium, 3) gugus hidrofobik yang hanya dapat mengikat sedikit air atau tidak sama sekali. Gugus asam amino polar pada molekul protein adalah sisi utama dalam interaksi protein-air (Zayas, 1997). Penyerapan air oleh beberapa jenis protein dapat mengakibatkan pembengkakan. Pembengkakan mencerminkan pengambilan air oleh jaringan protein

10 14 sambil melonggarkan polipeptida. Tingkat pembengkakan dipengaruhi oleh gayagaya antar molekul, ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik antara polipeptida yang berdekatan dan fasilitas tertentu yang dengannya air akan memberikan gangguan dan menggantikan ikatan protein-protein dengan protein-air (Muchtadi, 1991). Penambahan protein kedelai ke dalam adonan produk panggang akan meningkatkan penyerapan air yang membantu menahan kelembaban produk, sehingga menjaga kesegaran produk lebih lama. Ini penting untuk jenis-jenis makanan yang memiliki umur simpan pendek seperti roti. Pada produk pudding dan yoghurt, daya serap air sangat berperan dalam menghasilkan tekstur yang kental dan mencegah terjadinya pemisahan. Selain itu, protein juga dapat meningkatkan rendemen akhir produk seperti pada produk daging olahan. Hal ini karena protein akan mengikat air yang ditambahkan sehingga mengurangi penyusutan saat pemasakan (Wolf dan Cowman, 1971). b. Daya serap minyak (oil holding capacity) Daya serap minyak merupakan pengikatan minyak secara fisik oleh protein. Kemampuan penyerapan minyak/lemak tergantung pada struktur protein. Struktur yang bersifat lipofilik disebabkan oleh kandungan cabang protein nonpolar yang lebih dominan, sehingga berkontribusi terhadap meningkatnya daya serap minyak. Protein hidrofobik yang tidak larut air memiliki kemampuan menyerap lemak dalam jumlah besar (NAS, 1981 ). Daya serap minyak suatu protein dipengaruhi oleh sumber protein, ukuran partikel protein, kondisi proses pengolahan, zat tambahan lain, suhu, dan derajat denaturasi protein. Ukuran partikel dan tekstur yang lebih halus, lebih seragam dan lebih porus menyebabkan isolat protein lebih mudah menyerap dan mengikat minyak. Denaturasi protein dapat meningkatkan kemampuan protein mengikat minyak. Hal ini dikarenakan terbukanya struktur protein sehingga memaparkan asam-asam amino nonpolar. Namun, denaturasi protein yang berlebihan akan menurunkan daya serap minyak karena rusaknya rantai hidrofobik protein (Zayas, 1997). Protein hidrofobik efektif pada tegangan permukaan yang lebih rendah dan mengikat banyak materi lipofilik seperti lipid, emulsifier, dan materi flavor. Kapasitas protein untuk mengikat lemak sangat penting dalam produksi meat extenders dan replacer, dimana penyerapan lemak oleh protein meningkatkan retensi flavor dan

11 15 meningkatkan mouth feel. Lemak diserap terutama melalui pemerangkapan secara fisik. Penyerapan lemak dapat ditingkatkan jika protein dimodifikasi secara kimia untuk meningkatkan densitas kambanya (Pomeranz, 1991). Daya serap minyak oleh protein kedelai pada produk daging olahan seperti frankfurters atau luncheon meat, dapat memperbaiki formasi serta menstabilkan emulsi dan matriks gel yang menghalangi migrasi lemak kepermukaan. Pada produk lainnya seperti pancake dan donat, penambahan tepung kedelai dapat membantu menjaga kelebihan lemak selama penggorengan. Hal ini akibat denaturasi protein yang membentuk barrier untuk menahan lemak di permukaan donat (Wolf dan Cowman, 1971). c. Kapasitas dan stabilitas emulsi Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarutkan, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula tersebut dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi (Muchtadi, 1991). Daya emulsi merupakan kemampuan protein untuk menurunkan tegangan permukaan antara dua fase (tegangan interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi. Kemampuan ini disebut kemampuan protein sebagai emulsifier. Menurut Subarna, et al. (1990), daya emulsi ini dipengaruhi oleh konsentrasi protein, kecepatan pencampuran, jenis protein, jenis lemak, dan sistem emulsi. Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak (nonpolar) maupun air (polar). Emulsifier mengandung dua gugus yaitu gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Di dalam molekul emulsifier, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polar lebih dominan, maka molekul emulsifier tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Demikian juga sebaliknya jika gugus nonpolar lebih dominan, maka molekul emulsifier akan lebih kuat diadsorpsi oleh minyak dibandingkan dengan air (Muchtadi, 1991). Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Bila emulsifier lebih terikat pada air (polar)

12 16 maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w) seperti pada susu. Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak (nonpolar) maka akan terbentuk dispersi air dalam minyak, contohnya mentega dan margarin (Kartika, 2009). Suryani (2000), menyebutkan bahwa suatu sistem emulsi pada dasarnya adalah suatu sistem yang tidak stabil, karena masing-masing partikel mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lainnya. Kekuatan dan kekompakan lapisan antar muka adalah sifat yang penting yang dapat membentuk stabilitas emulsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem emulsi akan berdampak apabila dilakukan perubahan atau modifikasi pada lapisan antar muka tersebut. Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna dan konsistensi tetap. Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter terpenting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi ketika dipasarkan. d. Kapasitas dan Stabilitas Buih Buih suatu protein yaitu suatu struktur terdispersi yang mengandung cairan koloid yaitu larutan protein sebagai medium pendispersi dan udara atau gas sebagai fase terdispersi (Subarna, et al.,1990 dalam Hapsari, 2009). Kapasitas buih protein berarti kemampuan protein untuk membentuk lapisan film tebal pada permukaan gas-cair sehingga sejumlah besar gelembung udara dapat bergabung dan terstabilkan. Sedangkan stabilitas buih berarti kemampuan protein untuk menstabilkan buih melawan gravitasi dan stres mekanis (Damodaran, 1996). Pembentukan buih terjadi dengan tiga tahap yaitu pertama protein globular yang larut berdifusi ke antar fasa udara dan air, mengalami peningkatan konsentrasi dan menurunkan tegangan permukaan. Kedua protein membuka pada antar fasa dengan orientasi molekul polar ke air, dan ketiga polipeptida berinteraksi membentuk film. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan stabilitas buih protein meliputi kelarutan, laju difusi ke arah permukaan dan penyerapan. Faktor-faktor tersebut tergantung pada sifat-sifat hidrofobik, orientasi dan asosiasi polipeptida, viskoelastisitas, kesetimbangan agregasi konjugasi, muatan permukaan dan hidrasi (Pomeranz, 1991).

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang mudah didapatkan di pasar Semarang. Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa) merupakan protein nabati yang harganya lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti daging, unggas,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi Masalah (1.2.), Maksud dan Tujuan Penelitian (1.3.), Manfaat Penelitian (1.4.), Kerangka Pemikiran (1.5.), Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein II. TUJUAN Tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Menganalisis unsur-unsur yang menyusun protein 2. Uji Biuret pada telur III. DASAR

Lebih terperinci

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan PROTEIN Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan 2-2015 Contents Definition Struktur Protein Asam amino Ikatan Peptida Klasifikasi protein Sifat fisikokimia Denaturasi protein Definition Protein adalah sumber asam-asam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. II. Tujuan : Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. III. Alat dan bahan : Rak tabung reaksi Tabung reaksi Gelas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 24 Sesi NGAN Review IV A. KARBOHIDRAT 1. Di bawah ini adalah monosakarida golongan aldosa, kecuali... A. Ribosa D. Eritrosa B. Galaktosa E. Glukosa C. Fruktosa

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I UJI ASAM AMINO UJI MILLON UJI HOPKINS-COLE UJI NINHIDRIN Oleh LUCIANA MENTARI 06091010033 PROGRAM PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap orang. Berbagai produk olahan pangan baik pangan nabati maupun hewani beredar luas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BIOMOLEKUL II PROTEIN

BIOMOLEKUL II PROTEIN KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 22 Sesi NGAN BIOMOLEKUL II PROTEIN Protein dan peptida adalah molekul raksasa yang tersusun dari asam α-amino (disebut residu) yang terikat satu dengan lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein. Tri Rini Nuringtyas

Asam Amino dan Protein. Tri Rini Nuringtyas Asam Amino dan Protein Tri Rini Nuringtyas Protein Molekul yg sangat vital untuk organisme terdapt di semua sel Polimer disusun oleh 20 mcm asam amino standar Rantai asam amino dihubungkan dg iktn kovalen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk minuman susu fermentasi yang populer di kalangan masyarakat. Yoghurt tidak hanya dikenal dan digemari oleh masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI

KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.net KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI Oleh: C. Budimarwanti Staf Pengajar Jurdik Kimia FMIPA UNY Pendahuluan Susu adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan harus mampu mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang berperan dalam proses pertumbuhan, menjaga berat badan, mencegah penyakit defisiensi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KORO BENGUK Kacang koro benguk (Mucuna pruriens L.) termasuk dalam famili Fabaceae. Di Indonesia, budidaya kacang ini masih terbatas. Koro benguk dapat tumbuh di daerah yang kurang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi guna menunjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lemak dan kolesterol tinggi (Astiti dkk., 2008). Bahan pangan hewani sebagai

I. PENDAHULUAN. lemak dan kolesterol tinggi (Astiti dkk., 2008). Bahan pangan hewani sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan produk pangan olahan yang disukai oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, baik anak-anak, dewasa maupun orang tua. Dengan demikian, pembuatan bakso dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang

PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang dikonsumsi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku 4.1.1. Analisis Proksimat Granda et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi bahan pangan mempengaruhi jumlah pembentukan senyawa akrilamid. Komponen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI II. TINJAUAN PUSTAKA A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI Salah satu bentuk protein kedelai yang banyak digunakan di industri adalah isolat protein kedelai. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Protein adalah senyawa organik besar, yang mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa diantaranya mengandung sulfur, fosfor, besi atau

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut

I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut tertangkap saat panen raya/ penangkapan ikan (Murtijo, 1997). Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki pembuluh darah, limpa dan syaraf. Tulang terdiri atas bagian tulang yang kompak atau padat dan bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran dan Bobot Ikan Patin Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam budidaya, Dramaga, Bogor. Ikan patin yang digunakan berupa sampel segar utuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pisang Raja Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH CAMPURAN KONSENTRAT PROTEIN JAGUNG DAN TEPUNG TEMPE TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL MI TAPIOKA

PENGARUH CAMPURAN KONSENTRAT PROTEIN JAGUNG DAN TEPUNG TEMPE TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL MI TAPIOKA PENGARUH CAMPURAN KONSENTRAT PROTEIN JAGUNG DAN TEPUNG TEMPE TERHADAP ANGKA LEMPENG TOTAL MI TAPIOKA Nanda Triandita Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Universitas Garut E-mail

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfermentasi kedelai (Nakajima et al., 2005); tempe yang biasa dikenal oleh

BAB I PENDAHULUAN. memfermentasi kedelai (Nakajima et al., 2005); tempe yang biasa dikenal oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe adalah makanan fermentasi tradisional Indonesia yang dibuat melalui aktivitas mikrobia tertentu dengan melepaskan berbagai enzim untuk memfermentasi kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci