BIOAKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIINFLAMASI IN VITRO SERTA KANDUNGAN KURKUMINOID TEMULAWAK DAN KUNYIT ASAL SUKABUMI NI LUH PUTU EKA KARTIKA SARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOAKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIINFLAMASI IN VITRO SERTA KANDUNGAN KURKUMINOID TEMULAWAK DAN KUNYIT ASAL SUKABUMI NI LUH PUTU EKA KARTIKA SARI"

Transkripsi

1 BIOAKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIINFLAMASI IN VITRO SERTA KANDUNGAN KURKUMINOID TEMULAWAK DAN KUNYIT ASAL SUKABUMI NI LUH PUTU EKA KARTIKA SARI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRAK NI LUH PUTU EKA KARTIKA SARI. Bioaktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi In Vitro serta Kandungan Kurkuminoid Temulawak dan Kunyit Sukabumi. Dibimbing oleh WARAS NURCHOLIS dan LAKSMI AMBARSARI. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan kunyit (Curcuma domestica) adalah salah satu jenis tanaman obat dari famili Zingiberaceae yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Kedua rimpang ini memiliki kandungan kurkuminoid dan bermanfaat sebagai antioksidan, serta antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas antioksidan, antiinflamasi serta kadar kurkuminoid dari ekstrak etanol temulawak dan kunyit asal Sukabumi. Metode HPLC digunakan untuk mengukur kadar kurkuminoid. Aktivitas antioksidan (penangkapan radikal bebas) dengan menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Sedangkan, aktivitas antiinflamasi dianalisis dengan metode inhibisi enzim COX- 2 secara in vitro. Kadar kurkuminoid yang diperoleh pada temulawak sebesar mg/g dan kunyit sebesar mg/g. Aktivitas antioksidan pada kunyit lebih tinggi dari temulawak karena nilai IC 50 pada kunyit μg/ml sedangkan pada temulawak μg/ml. Nilai % inhibisi terhadap penghambatan enzim COX-2 diperoleh sampel kunyit sebesar % sedangkan temulawak %. Berdasarkan penelitian ini, disimpulkan bahwa ekstrak etanol rimpang kunyit asal Sukabumi memiliki kadar kurkuminoid, aktivitas antioksidan, dan antiinflamasi yang lebih tinggi dari pada rimpang temulawak Sukabumi. Kata kunci: kurkuminoid, antioksidan, antiinflamasi, temulawak, kunyit

3 ABSTRACT NI LUH PUTU EKA KARTIKA SARI. In Vitro Antioxidant and Anti- Inflamatory Bioactivities and Curcuminoid Contents of Indonesia Curcuma xanthorrhiza Roxb. and Curcuma domestica Val. Supervised by WARAS NURCHOLIS and LAKSMI AMBARSARI. Curcuma xanthorrhiza and Curcuma domestica are kind of medicinal plants which have many health benefits. Both of them have curcuminoid content which is useful as an antioxidant and anti-inflamatory. In this study, ethanol extracts of C. xanthorrhiza and C. domestica promising lines from Sukabumi, Indonesia were investigated for the presence of curcuminoids, antioxidant and anti-inflamatory activities. HPLC method were used to determined curcuminoids content. The antioxidant (radical scavenging) potential of the samples was evaluated using 2,2- diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) free radical method. While for the antiinflamatory activity, the in vitro cyclooxygenase 2 (COX2) inhibition method was used. The curcuminoid content of C. xanthorrhiza and C. domestica were mg/g and mg/g, respectively. IC 50 values for DPPH radical scavenging activity were μg/ml and μg/ml, with C. domestica having lowest value and most potent than C. xanthorrhiza. Percent inhibition values for COX2 inhibitor activity were % and %, with C. domestica having the highest value. In this study, the ethanol extracts of C. domestica promosing line from Sukabumi of Indonesia exhibited most in curcuminoids content, antioxidants properties and anti-inflamatory activity than C. xanthorrhiza promosing line. Keywords: curcuminoid, antioxidant, anti-inflamatory, curcuma xanthorrhiza, curcuma domestica

4 BIOAKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIINFLAMASI IN VITRO SERTA KANDUNGAN KURKUMINOID TEMULAWAK DAN KUNYIT ASAL SUKABUMI NI LUH PUTU EKA KARTIKA SARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 1 Judul Skripsi : Bioaktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi Secara In Vitro serta Kandungan Kurkuminoid Temulawak dan Kunyit Asal Sukabumi Nama : Ni Luh Putu Eka Kartika Sari NIM : G Disetujui Komisi Pembimbing Waras Nurcholis, S.Si, M.Si Ketua Dr.Laksmi Ambarsari, M.S Anggota Diketahui Dr. Ir. I Made Artika, M.App. Sc. Ketua Departemen Biokimia Tanggal lulus :

6 2 PRAKATA Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kemudahan dalam penyusunan karya ilmiah yang berjudul Bioaktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi In Vitro serta Kandungan Kurkuminoid Temulawak dan Kunyit Sukabumi. Penelitian ini dilakukan pada bulan November Maret 2012 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini didukung oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam kegiatan penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Unggulan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemetrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Waras Nurcholis dan Ibu Laksmi Ambarsari selaku komisi pembimbing atas bimbingan, arahan serta nasehat dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga dipersembahkan kepada kedua orang tua penulis, adik Gede Sanjaya Adi Putra atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman selaku Kepala Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor, serta seluruh staf laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, khususnya Ibu Nunu, Mbak Wiwik, Mas Endi, dan Pak Zaim atas bantuan teknis dan saran yang diberikan selama penelitian. Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Biokimia IPB atas bantuan dan saran yang telah diberikan. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Lusianawati, Vita, Yoan, Dita, Osa, Shelly, Annisa Rosyana, Nasodikin, Adit, Ucup, Reza, Faris, Iqbal Syukri atas saran dan dukungan yang telah diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada I.B Dharma Yoga Santosa, Lilik Pratami, Meyga Semarayani, Mita, Ayus, Debby, Made Ayu, Mayun, Wira, Dewa, Yuda, Joni atas doa, semangat, dukungan moril serta segala motivasi untuk selalu berusaha menjadi lebih baik. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembaca serta dapat menjadi langkah awal penulis untuk berjalan mencapai impiannya. Bogor, Juni 2012 Ni Luh Putu Eka Kartika Sari

7 3 RIWAYAT HIDUP Ni Luh Putu Eka Kartika Sari terlahir sebagai anak pertama dari Ketut Suryadi dan Komang Suardani pada tanggal 5 Mei Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di SMA Negeri 3 Denpasar, Bali pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNM-PTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar pada tahun ajaran 2011/2012. Pada tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan PKM-P (Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian) dengan judul karya ilmiah Fortifikasi Yogurt Susu Kerbau (Dadih) Dengan Bifidobacterium bifidum dalam Bentuk Tablet Hisap Effervescent. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Laboratorium Pangan dan Pakan Balai Pengawasan Mutu Barang (BPMB) dengan karya ilmiah yang berjudul Studi Perbandingan Metode Uji Komposisi Asam Lemak pada Minyak Goreng Secara Kromatografi Gas. Penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi internal dan eksternal kampus. Atas kemampuan organisasi yang baik, penulis pernah menjabat sebagai Ketua divisi Sosial dan Lingkungan (Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Institut Pertanian Bogor (KMHD IPB) tahun 2009, sekretaris KMHD IPB tahun 2010, bergabung dalam kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB) Kementrian Pendidikan pada tahun Kegiatan organisasi di luar kampus, penulis pernah menjabat sebagai sekretaris Brahmacarya Bogor pada periode kepengurusan 2009/2010 dan 2010/2011.

8 4 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak... 2 Kunyit... 3 Kurkuminoid... 3 Antioksidan... 4 Uji Antioksidan 2,2 Difenil-1-Pikril-Hidrazil... 5 Inflamasi... 5 High Performance Liquid Chromatography... 6 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 7 Metode Penelitian... 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Kunyit... 9 Kadar Kurkuminoid Ekstrak Rimpang Temulawak dan Kunyit Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rimpang Temulawak dan Kunyit Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Temulawak dan Kunyit SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 18

9 5 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Morfologi Tanaman (a) dan Rimpang Temulawak (b) Morfologi Tanaman (a) dan Rimpang Kunyit (b) Struktur Kimia Kurkuminoid Struktur Kimia DPPH Diagram Alir HPLC Format Micro plate Inhibisi COX Kadar Kurkuminoid Ekstrak Etanol Temulawak dan Kunyit Jenis Senyawa Kurkuminoid Pada Temulawak dan Kunyit Penghambatan Radikal Bebas DPPH Oleh Temulawak dan Kunyit Perubahan Warna DPPH Dalam Micro Plate Hasil Uji Antioksidan Ekstrak Temulawak dan Kunyit Penghambatan COX-2 oleh Temulawak dan Kunyit DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram Alir Penelitian Prosedur Ekstraksi Simplisia Temulawak dan Kunyit (BPOM 2005) Diagram Alir Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH Preparasi Larutan Untuk Uji Aktivitas Inhibisi COX Rendemen Hasil Ekstraksi Hasil Pengukuran Kadar Kurkuminoid Temulawak Dengan HPLC Hasil Pengukuran Kadar Kurkuminoid Kunyit Dengan HPLC Data Absorban Ekstrak Temulawak Sukabumi Data Absorban Ekstrak Kunyit Sukabumi Pengaruh Sampel Terhadap % Inhibisi Hasil Uji IC 50 Sampel Temulawak dan Kunyit Kurva Standar Uji Inhibisi COX Data Uji Inhibisi Ekstrak Rimpang Temulawak dan Kunyit Sukabumi... 33

10 1 PENDAHULUAN Penggunaan berbagai jenis tumbuhtumbuhan sebagai tanaman obat tradisional telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia jauh sebelum perkembangan obat-obatan sintetik. Penggunaan obat-obatan tradisional kembali meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan dari penggunaan obat-obatan sintetik sehingga masyarakat beralih dari konsumsi obat-obatan sintetik ke obat-obatan tradisional. Perkembangan konsumsi obatobatan tradisional sebagai alternatif dalam penyembuhan berbagai penyakit memicu banyaknya penelitian di bidang biofarmaka yaitu mengenai obat-obatan alami yang berasal dari tumbuhan. Indonesia dikenal sebagai negara dengan megabiodiversitas, yaitu suatu negara yang memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang sangat melimpah. Hal ini didukung oleh keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan ratarata tinggi sepanjang tahun. Sekitar jenis tumbuhan yang ditemukan di Indonesia, kurang lebih diantaranya memiliki khasiat sebagai obat. Beberapa jenis tanaman yang diketahui berpotensi sebagai obat fitofarmaka diantaranya temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan kunyit (Curcuma domestica Val.). Karakteristik tanaman sebagai obat fitofarmaka didasarkan pada potensi tanaman tersebut sebagai antimikroba, antioksidan, antifungi, antiinflamasi (Nuratmi et al. 1996). Temulawak merupakan salah satu jenis tanaman obat dari famili Zingiberaceae yang potensial untuk dikembangkan dan merupakan salah satu dari sembilan jenis tanaman unggulan dari Direktorat Jenderal Pengolahan Obat dan Makanan (Ditjen POM) yang memiliki banyak manfaat sebagai bahan obat (Hadipoentyanti & Syahid 2007). Rimpang temulawak memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai antimikroba (Hwang et al. 2000), antikarsinogenik (Huang et al. 1998), antioksidan (Masuda et al. 1992), antiinflamasi (WHO 1999), sedangkan kunyit biasanya digunakan sebagai zat pewarna, bahan baku industri, obat-obatan tradisional dan bumbu masak. Berbagai penelitian telah membuktikan manfaat yang dimiliki oleh kunyit, yaitu sebagai antihepatoksik, antikolesterol, obat tumor, dan kanker. Sama halnya dengan temulawak, kunyit juga berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antioksidan (Unnikrishnan & Rao 1995). Salah satu komponen senyawa aktif yang bertanggung jawab terhadap respon biologis yang dimiliki temulawak dan kunyit adalah kurkuminoid (Permadi 2008). Kurkuminoid adalah pemberi warna kuning pada rimpang temulawak dan kunyit. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik (Sidik et al. 1995). Salah satu efek farmakologi yang dimiliki kurkuminoid adalah sebagai antiinflamasi (Banerjee et al. 2003), antitumor (Khar et al. 1999). Menurut Jayaprakash et al. (2006) kurkuminoid berpotensi sebagai antioksidan (pertahanan terhadap serangan radikal bebas). Kondisi stres dan meningkatnya usia pada seseorang akan memicu pembentukan radikal bebas. Radikal bebas adalah senyawa yang mengganggu sistem kekebalan tubuh, pemicu beberapa penyakit degeneratif seperti kanker, katarak, diabetes melitus, dan penyakit jantung koroner. Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketika jumlah antioksidan tubuh kurang dari yang diperlukan untuk meredam efek buruk radikal bebas yang merusak kelangsungan hidup sel dan jaringan (Bagiada 2010). Serangan berbagai penyakit degeneratif di tubuh tidak terlepas dari mekanisme inflamasi. Proses inflamasi adalah respon proteksi dari tubuh apabila ada cedera jaringan atau infeksi akibat adanya agen-agen berbahaya. Namun, respon ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang bisa membawa kematian atau kerusakan organ sehingga proses inflamasi di tubuh harus dihambat melalui kerja enzim yang berperan agar sesuai dengan kebutuhan perlindungan tubuh (Hayes & Kee 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan, antiinflamasi serta kandungan kurkuminoid pada rimpang temulawak dan kunyit Sukabumi melalui uji antioksidan dengan metode DPPH untuk mendapatkan nilai Inhibition Concentration (IC 50 ) terbaik dari temulawak dan kunyit, uji antiinflamasi dengan Colorimetric COX Inhibitor Screening Assay, serta menentukan kandungan kurkuminoid dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Hipotesis penelitian adalah kedua ekstrak rimpang temulawak dan kunyit Sukabumi memiliki potensi bioaktivitas yang tinggi. Potensi bioaktivitas dilihat berdasarkan hasil uji antioksidan dan uji antiinflamasi pada sejumlah sampel yang dilakukan. Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai daerah sentra pembudidayaan rimpang temulawak dan rimpang kunyit yang memiliki potensi serta

11 2 kualitas metabolit sekunder yang baik terlihat dari potensinya sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Hasil penelitian terhadap potensi rimpang temulawak dan kunyit Sukabumi sebagai antioksidan, antiinflamasi serta kandungan kurkuminoid diharapkan mampu menjadikan daerah Sukabumi menjadi daerah pembudidayaan temulawak dan kunyit dengan kualitas metabolit sekunder yang baik. Kandungan metabolit sekunder yang baik tentunya meningkatkan potensi bioaktivitas dan efek farmakologis dari temulawak dan kunyit. TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu (Gambar 1). Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Jawa, Bali, dan Maluku. Curcuma berasal dari bahasa arab kurkum yang berarti kuning, sedangkan xanthorriza berasal dari bahasa Yunani xantos yang berarti kuning dan rhiza yang berarti akar. Sesuai dengan klasifikasi botani, temulawak termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospemae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, genus Curcuma dan nama spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Rukmana 2006). Tumbuhan temulawak adalah tumbuhan tahunan yang berbatang tegak dengan tinggi kurang lebih 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Pada Gambar 1a terlihat bahwa pada tanaman temulawak, tiap batangnya mempunyai daun 2 9 helai dengan bentuk bundar memanjang, berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap (Sidik et al. 1995). Sebagai tanaman monokotil, temulawak tidak memiliki akar tunggang. Akar yang dimiliki adalah rimpang. Akar rimpang temulawak terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang kuat. (Afifah 2003). Rimpang temulawak sering disebut umbi temulawak. Umbi batang temulawak berbentuk bulat telur sebesar telur ayam namun terkadang ada yang lebih besar (Gambar 1b). Umbi batang ini dinamakan rimpang yang penampang pinggirnya berwarna kuning muda, sedangkan bagian dalamnya berwarna kuning tua, aromanya tajam dan rasanya pahit (Darwis 1991). Kandungan kimia rimpang temulawak sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri atau bahan baku obat dapat dibedakan atas beberapa senyawa, yaitu pati, kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri (Sidik et al. 1995). Kadar seluruh fraksi kandungan bioaktif pada temulawak tersebut bervariasi diantaranya pati ( %), kurkuminoid ( %), dan minyak atsiri ( %) (Sidik et al. 1995). Rimpang temulawak telah digunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia untuk makanan, tujuan pengobatan, dan sebagai penambah energi Tanaman temulawak merupakan satu dari beberapa jenis Curcuma yang dikenal dan banyak dikonsumsi masyarakat. Tanaman temulawak memiliki kandungan flavonoid dan minyak atsiri yang berpotensi sebagai antioksidan (Rachman et al. 2008). Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang dari temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang temulawak dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta antiinflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antikolesterol, antiinflamasi, anemia, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba (Rukmana 2008). a b Gambar 1 Morfologi tanaman (a) dan rimpang temulawak (b)

12 3 Kunyit Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman rempah dan obat. Habitat asli tanaman kunyit meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Tumbuhan kunyit tergolong dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales, suku Zingiberaceae, genus Curcuma dan spesies Curcuma xanthorrhiza Val. Tanaman kunyit dapat hidup dengan baik pada suhu yang berkisar antara C dengan curah hujan mm/tahun (Rukmana 2008). Tanaman kunyit memiliki daun besar berbentuk lonjong dengan ujung yang meruncing dan berwarna hijau (Gambar 2a). Tanaman kunyit tumbuh pada daerah dataran rendah hingga 2000 meter diatas permukaan laut dan memiliki tinggi kurang lebih cm. Sama halnya dengan tanaman temulawak, tanaman kunyit tidak memiliki akar tunggang karena merupakan tumbuhan monokotil. Tanaman kunyit memiliki akar berupa rimpang. Khasiat terbaik rimpang kunyit yang digunakan sebagai obat terdapat pada rimpang induk yang warna bagian dalamnya kemerahan dan masih segar (Gambar 2b). Rimpang kunyit banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bagian dari rempahrempah untuk berbagai masakan, obat, dan bahan kecantikan. Rimpang kunyit juga mengandung tepung dan zat warna yang mengandung alkaloid kurkumin sehingga memiliki manfaat untuk bahan obat tradisional serta bahan baku industri jamu dan kosmetik, dan bahan bumbu masak. Selain itu rimpang tanaman kunyit juga bermanfaat sebagai antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antidiabetes, pencegah kanker, dan antitumor (Syukur 2010). Rimpang kunyit mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat yakni, senyawa kurkuminoid yang terdiri atas tiga senyawa yaitu: kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin. Beberapa kandungan senyawa lainnya dari rimpang kunyit adalah resin, oleoresin, dan minyak atsiri yang terdiri atas senyawa monoterpen, dan sesquiterpen meliputi zingiberin, α- tumeron, β-tumeron, tumerol, α-atlanton, dan linalool (Oomah 2000). Menurut Rustam et al. (2007), kurkuminoid yang terkandung di dalam kunyit sebagai senyawa isolasi maupun kurkuminnya mempunyai aktivitas yang sangat luas, diantaranya sebagai antioksidan (Hudayani 2008). a b Gambar 2 Morfologi tanaman (a) dan rimpang kunyit (b) Kurkuminoid Kurkuminoid merupakan senyawa golongan flavonoid. Peningkatan kadar kurkuminoid berhubungan dengan penurunan kadar protein. Kadar protein yang mengalami penurunan disebabkan karena protein diubah menjadi kurkuminoid pada rimpang yang akan digunakan untuk regenerasi. Pada umumnya metabolit sekunder akan meningkat apabila tanaman mengalami cekaman dari lingkungannya (Fatmawati 2008). Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan kunyit. Kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga, dan berbentuk serbuk dengan rasa pahit. Kurkuminoid larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Kurkuminoid tidak larut dalam air dan dietil eter. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan bersifat toksik (Sidik et al. 1995). Senyawa kurkuminoid pada rimpang temulawak terdiri dari dua komponen senyawa kurkuminoid, yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin. Lain halnya, dengan rimpang kunyit mengandung kurkuminoid yang terdiri dari tiga komponen senyawa turunan kurkuminoid, yaitu senyawa kurkumin, demetoksikurkumin, serta bisdemetoksikurkumin. Sifat menarik dari bisdemetoksikurkumin ini adalah aktivitas kerjanya tehadap sekresi empedu antagonis

13

14 5 antioksidan maksimal yang diperbolehkan dalam campuran makanan adalah sebesar 200 ppm (Hernani & Rahardjo 2005). Uji Antioksidan 2,2 Difenil-1-Pikril- Hidrazil Metode pengujian aktivitas antioksidan diklasifikasikan berdasarkan transfer atom hidrogen dan transfer elektron. Metode transfer elektron pengukurannya didasarkan pada kapasitas antioksidan dalam mereduksi senyawa oksidan yang ditandai dengan perubahan warna ketika direduksi. Terdapat beberapa metode untuk menentukan aktivitas antioksidan, diantaranya DPPH (2,2-difenil-1- pikrilhidrazil), Cupric Ion Reducing Antioxidant (CUPRAC) dan Ferric Reducing Ability of Plasma (FRAP) (Apak et al. 2007). Reagen atau senyawa DPPH yang digunakan dalam pengujian ini ditemukan pertama kali pada tahun 1922 oleh Goldschmidt dan Renn (Ionita 2003). Senyawa DPPH adalah komponen berwarna ungu yang tidak berdimerisasi dan berbentuk kristalin. Senyawa tersebut adalah radikal bebas yang stabil karena serapan delokalisasi elektron pada seluruh molekul. Delokalisasi yang terjadi pada senyawa radikal bebas terjadi karena adanya warna violet tua dengan panjang gelombang maksimum. Senyawa atau reagen DPPH merupakan senyawa yang tidak larut dalam air atau disebut dengan senyawa hidrofobik. Senyawa DPPH ini dapat berubah dari senyawa hidrofobik ke hidrofilik dengan cara melekatkan gugus CO maupun SO 2 pada DPPH. Berdasarkan karakteristiknya yang merupakan senyawa radikal bebas yang stabil maka reagen ini dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tentunya pada kondisi penyimpanan yang baik seperti tempat kering (Ionita 2003). Metode DPPH menggunakan reagen atau senyawa DPPH sebagai model radikal bebas. Selain sifat pengujiannya yang lebih sederhana, metode DPPH memiliki beberapa keunggulan lainnya, yaitu cepat, sensitif, dan hanya membutuhkan sedikit sampel (Apak et al. 2004). Penggunaan DPPH dalam pengujian antioksidan harus diperhatikan sifat DPPH terhadap pengaruh lingkungan penyimpanan. Pada penggunaan DPPH harus dilakukan secara hati-hati yang diinterpretasikan setelah direaksikan dengan senyawa antioksidan karena dapat didegradasi oleh cahaya, oksigen, ph, dan jenis pelarut. Metode DPPH dapat digunakan untuk screening berbagai sampel dalam penentuan aktivitas antioksidannya (Molyneux 2004). Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan prinsip spektrofotometri. Prinsip metode uji antioksidan DPPH didasarkan pada reaksi penangkapan hidrogen oleh reagen atau senyawa DPPH (Gambar 4) dari senyawa antioksidan. Senyawa yang aktif sebagai antioksidan mereduksi radikal bebas DPPH menjadi senyawa difenil pikril hidrazin (Amic et al. 2003). Reaksi yang terjadi ialah DPPH akan diubah menjadi DPPH-H (bentuk tereduksi DPPH) oleh senyawa antioksidan. Reduksi DPPH menjadi DPPH-H menyebabkan perubahan warna pada reagen DPPH dari warna semula ungu menjadi kuning (Lupea et al. 2006). Metode DPPH dapat memberikan informasi mengenai reaktifitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal yang stabil. Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan perubahan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil. DPPH hanya dapat mengukur senyawa antioksidan yang terlarut dalam pelarut organik. Pengukuran absorbansi DPPH dapat dilakukan pada kisaran panjang gelombang nm (Molyneux 2004). Gambar 4 Stuktur kimia DPPH (Kikuzaki et al. 2002) Inflamasi Inflamasi adalah respon protektif tubuh karena adanya cedera jaringan dan infeksi yang terjadi pada tubuh serta reaksi antara antigen dan antibodi. Antibodi merupakan sistem pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus, dan sel-sel asing lainnya yang dilakukan oleh sel darah putih. Sel antibodi akan menghadapi sel antibodi yang telah berubah menjadi antigen dan akan menyerang sendi serta organ eksternal lainnya, peristiwa tersebut dapat menyebabkan terjadinya inflamasi (Darlina & Wahyuni 2004). Ciri-ciri terjadinya inflamsi adalah timbul kondisi merah (rubor), panas (kalor), bengkak

15 6 (tumor), nyeri (dolor), dan akhirnya menyebabkan gangguan fungsi (fungtio lasea) (Hakim 2005). Penyebab inflamasi atau cedera jaringan antara lain karena pengaruh bahan kimia, mekanis atau fisika, seperti trauma radiasi, panas, benda asing serta trauma biologis seperti bakteri, fungi atau parasit. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera serta mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Mitchell 2006). Adanya pencederaan jaringan akan membebaskan berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin, dan sebagainya. Salah satu mediator inflamasi yaitu prostaglandin merupakan kelompok senyawa turunan asam lemak prostanoat (C 20 ). Asam arakidonat merupakan zat terpenting untuk mensintesis prostaglandin pada manusia (Kartasasmita 2002). Prostaglandin adalah senyawa lipida yang dibangun oleh 20 atom karbon sebagai pembentuk rantai utamanya dengan mengandung gugus hidroksil (-OH) pada strukturnya. Prostaglandin dihasilkan oleh jaringan yang sedang terluka atau sakit yang disintesis dari asam lemak arakidonat. Prostaglandin berperan penting terhadap timbulnya nyeri, demam, dan reaksi-reaksi inflamasi lainnya maka obat antiinflamasi berbasis non steroid melalui penghambatan (inhibisi) aktivitas enzim siklooksigenase mampu menekan gejala-gejala tersebut. Obat antiinflamasi non steroid dengan cara menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan (inhibisi) aktivitas enzim siklooksigenase (Dannhardt & Laufer 2000). Saat ini dikenal dua isoenzim COX (Siklooksigenase), yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 berfungsi sebagai enzim constitutive yaitu mengubah PGH2 menjadi berbagai jenis prostaglandin (PGI2, PGE2) dan tromboxan yang dibutuhkan dalam fungsi homeostatis. Enzim COX-2 yang terdapat di dalam sel-sel imun (makrofag dan lainnya), sel endotel pembuluh darah, dan fibroblas sinovial sangat mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme sehingga akan mengubah PGH2 menjadi PGE2 yang berperan dalam proses inflamasi, yaitu nyeri dan demam. Oleh karena itu, COX-2 dikenal sebagai enzim inducible. Pada kenyataannya, baik COX-1 dan COX-2 adalah isoenzim yang dapat diinduksi (Lelo 2001). Enzim COX-1 mengkatalisis pembentukan prostaglandin baik yang bertanggung jawab untuk menjalankan fungsi-fungsi regulasi fisiologis (Dannhardt & Laufer 2000). Sebaliknya, enzim COX-2 tidak ditemukan di jaringan pada kondisi normal, tetapi diinduksi oleh berbagai stimulus, seperti endotoksin, sitokin, mitogen, dan dihubungkan dengan produksi prostaglandin selama proses inflamasi, nyeri, dan respon piretik (Zhang et al. 2004). Enzim COX-2 dapat diinduksi apabila terdapat stimuli radang, mitogenesis atau onkogenesis (Dannhardt & Laufer 2000). Menurut Danhardt & Laufer (2000), inflamasi tidak akan terlepas dari adanya senyawa prostaglandin. Mekanisme inflamasi yang terjadi di dalam tubuh bermula pada membran sel atau jaringan yang mengalami sakit atau terluka. Enzim fosfolipase dalam tubuh dari membran sel menghasilkan asam arakidonat yang nantinya akan melalui dua jalur tahapan yaitu siklooksigenase dan lipoksigenase. Pada jalur siklooksigenase, akan terbentuk endoperoksida sedangkan pada jalur lipoksigenase terbentuk asam hidroperoksida. Setelah proses stimulasi, dua enzim siklooksigenase mulai mensintesis pembentukan modulator peradangan seperti halnya enzim COX-2 mengkatalisis pembentukan prostaglandin jahat yang menyebabkan radang (Dannhardt & Laufer 2000). High Performance Liquid Chromatography Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen yang ada pada larutan sampel. Komponen-komponen tersebut dipisahkan berdasarkan perbedaan sifat fisiknya. Salah satu jenis kromatografi adalah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang merupakan teknik kromatografi dengan fase gerak berupa cairan (Harvey 2000). Kromatografi cair kinerja tinggi dikembangkan pada pertengahan tahun 1970-an. HPLC terdiri dari beberapa bagian penting, yaitu: fase gerak, pompa, unit sistem penginjeksian sampel, kolom dan detektor. Cara kerja analisis sampel dari HPLC didasarkan pada bantuan pompa untuk fase gerak cair yang dialirkan melalui kolom ke detektor. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam aliran fase gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran dikarenakan perbedaan kekuatan interaksi antara larutan sampel terhadap fase diam.

16 7 Selanjutnya, sampel akan keluar kolom dan dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam pengolah data dalam bentuk kromatogram (Gambar 5) (Meyer 2004). Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak yang muncul menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran. Sistem komputerisasi digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran HPLC. Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan analit berdasarkan kepolarannya, dengan fase diam berupa kolom dan larutan tertentu sebagai fase geraknya. Teknik HPLC digunakan untuk memisahkan senyawasenyawa yang tidak mudah menguap tetapi mudah terurai oleh panas. HPLC digunakan untuk memisahkan golongan minyak, misalnya terpenoid tinggi, segala senyawa jenis fenol, alkaloid, lipid dan gula. Selain untuk pemisahan, metode ini juga digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatf seperti penentuan kadar kurkuminoid. Keuntungan menggunakan HPLC adalah jumlah contoh yang digunakan sedikit (mikroliter), waktu retensi hanya beberapa menit, dan batas deteksi sampai nanogram/liter (Hendayana et al. 1994). Injeksi sampel Wadah fase gerak Pompa Kolom Detektor Pengolah data Gambar 5 Diagram alir HPLC BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang temulawak dan kunyit asal Sukabumi, etanol 70 %, metanol, standar kurkuminoid (kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin), DPPH (2,2 difenil-1-pikril hidrazil), DMSO (Dimethyl Sulfoxyde), kit colorimetric COX inhibitor screenin assay No (Cayman Chem Com 2011), UltraPure water, aluminium foil. Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya gelas piala, gelas ukur, tabung reaksi, gelas arloji, labu takar, cawan petri, sudip, spatula, pipet mikro, tip, vortex, micro plate, oven, rotavapor, penggiling 100 mesh, freezer, neraca digital, dan micro plate reader. Persiapan Sampel Metode Penelitian Sampel basah terdiri atas 20 kg rimpang temulawak dan 20 kg rimpang kunyit. Masing-masing sampel dibersihkan dan dicuci menggunakan air mengalir sampai semua tanah dan kotoran yang menempel pada simplisia hilang. Semua simplisia yang telah bersih dipotong, selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari selama 5 hari. Kemudian setiap simplisia kasar dari masingmasing sampel digiling dengan ukuran 100 mesh. Ukuran serbuk simplisia masingmasing sampel yang digunakan adalah 100 mesh (telah menjadi simplisia kering dengan kadar air 10%). Penentuan Kadar Air (AOAC 2006) Cawan porselen kosong dikeringkan pada suhu C selama 30 menit di dalam oven. Cawan porselen tersebut selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang sebagai bobot kosong cawan. Sebanyak 2 gram simplisia dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan pada suhu C selama 3 jam. Setelah itu, cawan yang berisi simplisia didinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali sebagai bobot kering sampel. Perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Ekstraksi Sampel Rimpang (BPOM 2005) Pada teknik maserasi menggunakan pelarut etanol 70% dengan perbandingan simplisia dengan pelarut (b/v) adalah 1:10. Sebanyak 0,5 kg simplisia dan 5 L etanol 70% dimasukkan ke dalam maserator dan direndam sambil sesekali diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Selanjutnya, maserat dipisahkan dengan menyaring filtrat dengan menggunakan kertas saring Whatman tipe 4. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan rotavapor penguap vakum (BUCHI, R-250, Switzerland) pada suhu 50 0 C hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak simplisia

17 8 yang telah pekat siap digunakan untuk penelitian selanjutnya. Analisis Kadar Komponen Bioaktif Temulawak Menggunakan HPLC (Jayaprakasha et al. 2002) Sebanyak 25 mg ekstrak rimpang temulawak dan kunyit ditimbang dan dilarutkan ke dalam 5 ml metanol. Larutan disaring dengan kertas saring yang berukuran 0,45 μm dan ditempatkan pada vial HPLC. Sebanyak 10 μl dari larutan ekstrak sampel temulawak dan kunyit yang berasal dari Sukabumi diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Senyawa standar kurkuminoid yang digunakan memiliki konsentrasi sebesar 0,5 ppm. Kondisi HPLC untuk analisis ini digunakan jenis kolom C 18 detektor UV Vis dengan volume injeksi 10 μl, elusi gradien dan suhu kolom yang digunakan yaitu pada 48 0 C. Analisis kadar kurkuminoid dengan HPLC menggunakan fase gerak polar yaitu metanol. Analisis Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (Udenigwe et al. 2009) Ekstrak kental dari sampel temulawak dan kunyit Sukabumi dari hasil maserasi dilarutkan dengan metanol dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Modifikasi metode dilakukan dengan mengubah konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk analisis yaitu 12,5, 25, 50, 100, 200 ppm. Larutan induk untuk masing-masing sampel temulawak dan kunyit Sukabumi yaitu 200 ppm dibuat dengan menimbang 1 mg sampel dan ditambahkan dengan 5 ml metanol. Pembuatan larutan DPPH dilakukan dengan menimbang 1,23 mg DPPH kemudian diencerkan dengan metanol hingga 25 ml menggunakan labu takar. Larutan sampel dengan konsentrasi 12,5 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 200 ppm dimasukkan ke dalam masing-masing sumur (well plate) dan dilakukan masing-masing tiga kali ulangan sebanyak 100 μl setiap sampel dengan masing-masing konsentrasi tersebut. Pada masing-masing sumur ditambahkan 100 μl larutan DPPH 0,1 μm hingga volume akhir yang terdapat pada sumur yaitu 200 μl. Selanjutnya, diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 30 menit dan diukur serapannya menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 517 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mendapatkan persen penangkapan radikal bebas dan digunakan untuk mendapatkan persamaan regresi linier dengan rumus yaitu y = a + b ln x. Nilai IC 50 dihitung dengan menggunakan rumus persamaan regresi tersebut (Lampiran 11). Nilai IC 50 yang paling rendah menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling tinggi. Uji Daya Inhibisi Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak dan Kunyit Sukabumi terhadap Enzim COX-2 Secara In Vitro (Cayman Chemical Catalog No ). Ekstrak diuji daya inhibisinya terhadap enzim COX-2. Uji daya inhibisi dilakukan dengan metode ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay), dengan menggunakan COX Inhibitor Screening Assay Kit (Cayman Chemical Catalog No ) ) (Lampiran 4). Uji daya ekstrak etanol rimpang temulawak dan kunyit dilakukan pada micro plate yang telah disiapkan (Gambar 6). Selajutnya hasil reaksi inhibisi antara sampel rimpang temulawak dan kunyit Sukabumi terhadap enzim COX-2 dibaca serapannya menggunakan ELISA reader. Preparasi larutan-larutan yang digunakan pada uji aktivitas enzim COX-2 dapat dilihat pada Lampiran 4. Sebanyak 100 μl buffer Enzym ImmunoAssay (EIA) dimasukkan pada sumur Non Spesific Binding (NSB). Kemudian 50 μl buffer EIA pada sumur B 0. Larutan standar prostaglandin diisi ke dalam sumur S8-S1. Sumur BC diisi dengan 50 μl larutan background, sebanyak 50 μl larutan aktivitas awal COX-2 dengan pengenceran kali pada sumur (%), selanjutnya pada sumur inhibitor COX-2 diisi dengan larutan ekstrak etanol rimpang temulawak dan kunyit yang telah diencerkan kali. Tahap berikutnya, setiap sumur ditambahkan prostaglandin asetilkolinesterase (PG AchE tracer) kecuali pada sumur Total Activity (TA) dan Blk (Blanko), setiap sumur ditambahkan 50 μl antiserum prostaglandin kecuali sumur TA dan NSB kemudian plat ditutup dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu ruang. Setelah plate diinkubasi, plate dicuci dengan larutan penyangga pencuci, kemudian setiap sumur ditambahkan dengan pereaksi Ellman sebanyak 0,2 ml dan sumur TA diisi dengan larutan PG AchE tracer atau prostaglandin asetilkolinesterase (tracer) sebanyak 5 μl. Micro plate ditutup menggunakan plastik film dan dibiarkan bereaksi dengan diikubasi pada ruang gelap selama menit lalu diukur menggunakan Elisa reader dengan panjang gelombang 412

18 9 nm. Persiapan larutan untuk uji dapat dilihat pada Lampiran 4 yang sesuai dengan Cayman Chemical Catalog No ). Aktivitas antiinflamasi diperoleh dengan perhitungan absorbansi A Blk S1 S1 BC2 BC2 B Blk S2 S2 % % C NSB S3 S3 % % D NSB S4 S4 H H E B 0 S5 S5 H H F B 0 S6 S6 - - G B 0 S7 S7 - - H TA S8 S8 - - Gambar 6 Format Micro plate inhibisi COX-2 Keterangan gambar Blk : blanko TA : aktivitas total NSB : non specific binding B 0 : maksimum binding S1-S8 : standar 1-8 BC2 : background COX-2 % : 100% initial activity samples H : COX inhibitor samples Penentuan IC 50 (Udenigwe et al. 2009) Inhibition concentration 50 atau IC 50 merupakan nilai konsentrasi minimal ekstrak yang dapat menginhibisi enzim sampai 50%. Nilai IC 50 diperoleh dari masing-masing kurva ekstrak sampel dengan memasukkan nilai Y=50. Y = a + bx (fungsi linier) Y = ax 2 + bx +c (fungsi kuadratik) Y = a + b ln (x) (fungsi ln) Keterangan: a dan b = konstanta x = IC 50 Dipilih satu persamaan yang paling sesuai untuk masing-masing sampel dengan melihat nilai r 2 tertinggi yang diperoleh. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Kunyit Ekstraksi serbuk rimpang temulawak dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi adalah etanol 70%. Penggunaan etanol sebagai pelarut disebabkan beberapa hal di antaranya, kepolaran, toksisitas, dan mudah diperoleh. Sifat dari pelarut etanol yang tidak beracun menyebabkan etanol ditetapkan standar sebagai pelarut yang aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Etanol 70% digunakan karena memiliki dua gugus fungsi yang berbeda tingkat kepolarannya, yaitu gugus hidroksil (OH) yang bersifat polar dan gugus alkil (-R) yang bersifat non polar. Adanya kedua gugus tersebut diharapkan agar senyawa-senyawa kimia dengan tingkat kepolaran yang berbeda dalam simplisia sampel akan terekstrak ke dalam etanol (Khopkar 2003). Seperti halnya, kurkuminoid merupakan senyawa yang bersifat polar, kepolarannya disebabkan oleh gugus OH yang terdapat pada struktur senyawa kurkuminoid. Kurkuminoid larut dalam pelarut-pelarut yang mempunyai kepolaran hampir sama. Etanol memiliki kepolaran yang mirip dengan kurkuminoid sehingga cocok digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi rimpang temulawak dan kunyit. Metode maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Basalmah (2006) rendemen yang dihasilkan dari suatu proses ekstraksi akan meningkat seiring dengan peningkatan waktu ektraksi. Hal ini disebabkan semakin lama waktu ekstraksi, semakin lama waktu kontak antara pelarut dan bahan baku sehingga proses penetrasi pelarut ke dalam sel bahan (sampel) akan semakin baik yang menyebabkan semakin banyaknya senyawa yang berdifusi keluar sel. Rendemen ekstrak rata-rata dari 3 kali ulangan yang dilakukan diperoleh hasil dari penelitian ini yakni rendemen temulawak sebesar 11,78% dan kunyit 15,65% (Tabel 1). Berdasarkan hasil tersebut, rimpang kunyit (C. domesticae) memiliki persentase rendemen lebih tinggi dibandingkan temulawak. Rendemen ekstrak rimpang temulawak dan kunyit dari hasil penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Suwiah (1991), yakni sebesar %. Hal ini disebabkan karena beberapa hal diantaranya ukuran serbuk, suhu, dan kecepatan pengadukan yang digunakan berbeda. Suwiah (1991) melakukan ekstraksi dengan ukuran serbuk yang digunakan 60 mesh, suhu 70 o C dan kecepatan pengadukan dengan pengaduk magnet skala 7, sedangkan pada penelitian ini ukuran butir 100 mesh, suhu 50 o C, dan pengadukan yang hanya dilakukan sesekali. Pemilihan suhu penguapan sebesar 50 C pada proses ekstraksi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa etanol memiliki titik

19 10 didih sekitar 78 C dan bersifat volatil meskipun pada suhu ruang sehingga perlakuan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan penguapan pelarut yang lebih besar dan dapat merusak senyawa yang tidak tahan panas. Perbedaan jumlah rendemen pada ekstrak sampel temulawak dan kunyit dikarenakan pada ekstrak dengan rendemen tertinggi mengandung lebih banyak senyawa yang mudah larut dalam pelarut etanol 70%, sedangkan ekstrak dengan rendemen yang lebih rendah mengandung sejumlah senyawa yang kurang larut dalam pelarut etanol 70%. Pada penelitian ini rimpang temulawak dan kunyit yang digunakan adalah rimpang dari tanaman temulawak dan kunyit yang berumur kurang lebih 9 bulan. Menurut Wahid & Sudiarto (1985), mutu rimpang temulawak sangat tergantung pada umur, tempat tumbuh, dan jenis tanah. Umumnya pada tanaman berimpang, peningkatan karbohidrat terus meningkat secara cepat, kemudian makin lambat dengan bertambahnya umur tanaman tersebut. Panen rimpang dapat dilakukan pada saat kandungan karbohidrat tinggi, yaitu pada umur 9-10 bulan, ukuran rimpang sudah optimal dengan warna kuning kecoklatan (Rahmat 1995). Tabel 1 Persentase rendemen ekstrak temulawak dan kunyit Sukabumi Jenis sampel Rendemen ratarata (%) Temulawak Kunyit Kadar Kurkuminoid Ekstrak Rimpang Temulawak dan Kunyit Senyawa kurkuminoid umumnya terdapat pada tanaman jenis Curcuma dan telah dilaporkan memiliki aktivitas biologis seperti antioksidan dan antiinflamasi (Itokawa et al. 2008) Penetapan kadar kurkuminoid pada temulawak dan kunyit Sukabumi dilakukan dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi kurkuminoid pada ekstrak etanol rimpang temulawak lebih rendah dari rimpang kunyit. Kadar kurkuminoid pada ekstrak etanol temulawak adalah sebesar mg/g sedangkan kadar kurkuminoid pada ekstrak etanol kunyit yaitu sebesar mg/g. Jadi, kadar kurkuminoid pada kunyit lebih tinggi dibandingkan temulawak (Gambar 7). Kadar kurkuminoid yang lebih tinggi pada rimpang kunyit dibandingkan temulawak dikarenakan perbedaaan jumlah kandungan senyawa turunan kurkuminoid pada kunyit dan temulawak. Menurut Hernani & Rahardjo (2005), kadar senyawa kurkuminoid dalam rimpang temulawak yang terdiri dari kurkumin yaitu mg/g bahan dan demetoksikurkumin yaitu 9.93 mg/g bahan. Lain halnya dengan rimpang kunyit, yaitu kurkumin sebesar mg/g bahan, (Bermawie et al. 2006), demetoksikurkumin mg/g bahan, dan bisdemetoksikurkumin mg/g bahan. (Wardiyati et al. 2008). Berdasarkan hasil analisis kandungan kurkuminoid dengan HPLC untuk kunyit dan temulawak terlihat pada Lampiran 6 & 7 terlihat perbedaan kandungan senyawa turunan kurkuminoid yang sangat mencolok pada temulawak dan kunyit yaitu senyawa bisdemetoksikurkumin pada temulawak hanya sebesar 0,58 mg/g sedangkan pada kunyit 18,86 mg/g. Pada umumnya kunyit mengandung senyawa turunan kurkuminoid berupa senyawa kurkumin, senyawa demetoksikurkumin, dan senyawa bisdemetoksikurkumin sedangkan pada temulawak hanya mengandung senyawa kurkumin dan senyawa demetoksikurkumin (Lechtenberg et al. 2004) (Gambar 8). Namun pada beberapa jenis rimpang temulawak ditemukan senyawa bisdemetoksikurkumin dalam jumlah yang kecil. Hal ini dipengaruhi sifat genetis dan kondisi lingkungan dari rimpang temulawak. Pada dasarnya, untuk pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh sifat dan jenis tanaman yaitu adanya sifat-sifat genetik bawaan yang dimiliki oleh suatu spesies baik antara spesies yang sama maupun spesies yang berbeda. Kandungan kurkuminoid (mg/g) C. xanthorrhiza C. domestica Gambar 7 Kadar kurkuminoid ekstrak etanol temulawak dan kunyit

20

21 12 Pengukuran absorbansi pada 517 nm C. xanthorrhiza C. domestica Konsentrasi sampel (ppm) Gambar 11 Hasil uji antioksidan ekstrak temulawak dan kunyit Artinya, konsentrasi sampel yang semakin tinggi memiliki aktivitas antioksidan yang semakin tinggi pula sehingga mampu menghambat radikal bebas lebih banyak. Peghambatan radikal bebas ini ditandai dengan peluruhan warna warna ungu. Penurunan nilai absorban karena yang diukur oleh micro plate reader adalah warna ungu DPPH yang semakin pudar seiring dengan meningkatnya konsentrasi sampel. Hal ini disebabkan satu molekul dari senyawa antioksidan disumbangkan kepada senyawa DPPH dan mekanisme ini dibuktikan dengan perubahan warna DPPH (Naik et al. 2003). Perubahan warna DPPH diukur pada panjang gelombang 517 nm dengan menggunakan ELISA reader. Pemilihan panjang gelombang 517 nm disebabkan warna ungu larutan DPPH memiliki serapan yang kuat pada panjang gelombang 517 nm dalam bentuk teroksidasi (Masuda et al. 1999). Perbedaan aktivitas antioksidan pada temulawak dan kunyit disebabkan adanya perbedaan kadar senyawa kurkuminoid yang terkandung pada temulawak dan kunyit. Dari keseluruhan komponen senyawa bioaktif yang dimiliki temulawak dan kunyit, senyawa kurkuminoid memiliki peran yang sangat besar terhadap akvitas antioksidan pada kedua rimpang ini (Timmerman 1995). Pada kunyit, memiliki 3 jenis senyawa turunan dari kurkuminoid yaitu senyawa kurkumin, senyawa demetoksikurkumin, dan senyawa bisdemetoksikurkumin. Ketiga senyawa tersebut memiliki aktivitas tinggi sebagai antioksidan dan kadarnya dalam kunyit pun tinggi. Lain halnya, dengan temulawak yang hanya mengandung senyawa kurkumin dan senyawa demetoksikurkumin serta senyawa bisdemetoksikurkumin dalam kadar yang kecil. Namun, besarnya aktivitas antioksidan pada temulawak juga disebabkan ada senyawa bioaktif lain yang terkandung pada rimpang temulawak. Masuda et al. (1992) berhasil mengisolasi analog kurkumin baru dari rimpang temulawak, yaitu: 1-(4-hidroksi-3,5- dimetoksifenil)-7-(4 hidroksi-3-metoksifenil)- (1E.6E.)-1,6-heptadien-3,4-dion. Senyawa tersebut ternyata menunjukkan efek antioksidan. Nilai IC 50 rimpang temulawak dan kunyit sesuai dengan syarat aktivitas antioksidan yang baik karena berbagai senyawa bioaktif yang terkandung. Nilai IC 50 sebagai aktivitas antioksidan dari rimpang temulawak dan kunyit adalah suatu konsentrasi sampel kedua rimpang yang dibutuhkan untuk menghambat aktivitas radikal bebas (serapan radikal bebas) sebanyak 50 % (Molyneux 2004). Hal ini sangat penting diketahui untuk berbagai pengembangan produk berbasis antioksidan. Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Temulawak dan Kunyit Aktivitas antiinflamasi pada temulawak dan kunyit diukur dengan menggunakan metode COX Inhibitor Screening Assay Kit (Cayman Chemical Catalog No ). Aktivitas antiinflamasi dapat diketahui dengan besarnya nilai % inhibisi sampel temulawak dan kunyit terhadap aktivitas enzim Siklooksigenase-2 (COX-2). Penghambatan enzim COX-2 untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi suatu bahan (sampel) disebabkan ezim COX-2 memiliki peranan penting dalam mensintesis prostaglandin yang berperan penting dalam proses peradangan (Dannhardt & Laufer 2000).

22 13 Aktivitas penghambatan enzim COX-2 menggunakan konsentrasi sampel sebesar 100 ppm. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa nilai % inhibisi temulawak terhadap aktivitas enzim COX-2 sebesar 67.96% sedangkan kunyit 74.84% (Gambar 12). Adanya penghambatan aktivitas enzim Siklooksigenase-2 (COX-2) yang cukup tinggi pada konsentrasi inhibitor (sampel) yaitu 100 ppm menunjukkan bahwa ekstrak temulawak dan kunyit memiliki bioaktivitas sebagai antiinflamasi. Namun, data menyebutkan aktivitas antiinflamasi pada temulawak lebih kecil bila dibandingkan dengan kunyit. Hal ini tentunya disebabkan dari perbedaan senyawa bioaktif yang terkandung pada rimpang temulawak dan rimpang kunyit. Inhibisi COX-2 (%) C. domestica C. xanthorrhiza Gambar 12 Penghambatan COX-2 oleh temulawak dan kunyit Perbedaan nilai % inhibisi dari aktivitas antiinflamasi pada temulawak dan kunyit disebabkan kadar kurkuminoid yang berbeda pada kedua rimpang. Berdasarkan hasil pengujian kadar kurkuminoid dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) diperoleh bahwa kadar kurkuminoid pada kunyit jauh lebih tinggi dari temulawak yaitu mg/g dan mg/g. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan aktivitas antiinflamasi pada kedua sampel karena pada dasarnya yang berperan sebagai senyawa bioaktif untuk antiinflamasi ialah senyawa kurkuminoid. Timmerman (1995) melaporkan kurkuminoid memiliki aktivitas ynag tinggi terhadap penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Sama halnya dengan aktivitas antioksidan temulawak dan kunyit, pada aktivitas antiinflamasi ini nilai % inhibisi dipengaruhi oleh senyawa turunan kurkuminoid yang terkandung pada kedua rimpang ini. Kunyit mengandung kurkumin, demetoksikurkumin serta senyawa bisdemetoksikurkumin dengan kadar yang tinggi sedangkan temulawak hanya mengandung kurkumin, demetoksikurkumin serta senyawa bisdemetoksikurkumin dalam kadar yang rendah. Pada temulawak, selain kurkuminoid juga terkandung senyawa yang sangat berkhasiat yaitu xanthorrhizol yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri. Rahardjo (2010) menyebutkan bahwa minyak atsiri dari temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara in vitro memiliki daya antiinflamasi yang lemah. Sementara, Ozaki (1990) melaporkan bahwa efek antiinflamasi yang dimiliki temulawak disebabkan adanya germakron. Selanjutnya, Claeson et al. (1993) berhasil mengisolasi tiga jenis senyawa non fenolik diarylheptanoid dari ekstrak temulawak, yaitu trans-trans-1,7-difenil-1,3, - heptadien - 4 on (alnuston) ; trans1,7-difenil- 1-hepten-5-ol, dan trans, trans 1,7-difenil- 1,3 heptadien 5-ol. Senyawa tersebut telah diuji dan terbukti mempunyai efek antiinflamasi terhadap tikus percobaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa rimpang kunyit memiliki bioaktivitas lebih tinggi dari rimpang temulawak. Kadar kurkuminoid pada rimpang kunyit dari hasil pengukuran dengan HPLC ialah mg/g sedangkan rimpang temulawak mg/g. Uji aktivitas antioksidan diperoleh bahwa rimpang kunyit memiliki nilai IC 50 sebesar μg/ml dan temulawak μg/ml. Aktivitas antiinflamasi didasarkan pada nilai % inhibisi kedua ekstrak untuk enzim COX-2, nilai % inhibisi sampel kunyit sebesar 74.84% sedangkan temulawak bernilai 67.96%. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara spesifik efek yang ditimbulkan mengenai aktivitas antioksidan, antiinflamasi dan manfaat kurkuminoid kunyit serta temulawak di dalam tubuh yang diuji in vivo. Hal ini dilakukan untuk memahami reaksi yang terjadi dalam sistem organ tubuh sehingga dapat dilakukan analisis mendalam untuk aplikasinya di masyarakat.

Gambar 1 Morfologi tanaman (a) dan rimpang temulawak (b)

Gambar 1 Morfologi tanaman (a) dan rimpang temulawak (b) 2 kualitas metabolit sekunder yang baik terlihat dari potensinya sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Hasil penelitian terhadap potensi rimpang temulawak dan kunyit Sukabumi sebagai antioksidan, antiinflamasi

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi ini memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) Nazmy Maulidha*, Aditya Fridayanti, Muhammad Amir Masruhim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya dan merupakan suatu kelompok

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan jenis pendekatan eksperimen laboratorium. Pelaksanaannya dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) Hindra Rahmawati 1*, dan Bustanussalam 2 1Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tumbuhan jenis temu-temuan asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Temulawak mengandung senyawa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berumur sembilan bulan yang telah diiris dan dikeringkan. Temulawak tersebut

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU SAWO (HELIXANTHERE SP) HASIL EKSTRAKSI SOXHLETASI DAN PERKOLASI 1 Mauizatul Hasanah, 2 Febi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut : 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2012 dengan tempat penelitian sebagai berikut : 1. Laboratorium Mutu Giling Balai Besar

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan kegiatan penelitian diperlukan peralatan laboratorium, bahan serta prosedur penelitian yang akan dilakukan. Tiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS

PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Broiler Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

LATAR BELAKANG. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat LATAR BELAKANG kesehatan merupakan hal terpenting dan utama dalam kehidupan manusia dibandingkan lainnya seperti jabatan, kekuasaan, pangkat, ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data 1. Preparasi Sampel Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk) varietas kangkung yang diperoleh dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium,

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium, 36 BAB III METODELOGI PENELITIAN Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium, bahan, dan cara kerja penelitian. Dibawah ini adalah uraian mengenai tiga hal tersebut. 3.1

Lebih terperinci

Sampel basah. Dikeringkan dan dihaluskan. Disaring

Sampel basah. Dikeringkan dan dihaluskan. Disaring 34 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Sampel basah Determinasi Dikeringkan dan dihaluskan Serbuk kering Kadar air & kadar abu Maserasi dengan n-heksana Disaring Diuapkan Ekstrak n-heksana Residu Maserasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

Ros Sumarny, Ratna Djamil, Afrilia Indira S. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA email : rosaries15@yahoo.com ABSTRAK

Ros Sumarny, Ratna Djamil, Afrilia Indira S. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA email : rosaries15@yahoo.com ABSTRAK Kadar kurkumin dan potensi antioksidan ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe.), temu magga (Curcuma mangga Val et Zyp.) dan temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Ros Sumarny,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2014 yang sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS

PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

UJI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum)dengan METODE DPPH (1,1-diphenyl-2-picryhidrazyl)

UJI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum)dengan METODE DPPH (1,1-diphenyl-2-picryhidrazyl) Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 818 UJI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum)dengan METODE DPPH (1,1diphenyl2picryhidrazyl) FITOCHEMICAL TEST AND ANTIOXIDANT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath, termometer, spatula, blender, botol semprot, batang pengaduk, gelas kimia, gelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

THE EXPERIMENT ANTIOXIDANT ACTIVITY OF RUMPUT TEKI LEAVES (Cyperus rotundus L.) ETHANOLIC EXTRACT WITH DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl) METHOD

THE EXPERIMENT ANTIOXIDANT ACTIVITY OF RUMPUT TEKI LEAVES (Cyperus rotundus L.) ETHANOLIC EXTRACT WITH DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl) METHOD 23 THE EXPERIMENT ANTIOXIDANT ACTIVITY OF RUMPUT TEKI LEAVES (Cyperus rotundus L.) ETHANOLIC EXTRACT WITH DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl) METHOD Richa Yuswantina, Istianatus Sunnah, Enny Septiarni

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini melibatkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan sampel, tahap

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2010. Tempat penelitian di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi, tabung maserasi, rotary vaccum evaporator Sibata Olibath B-485, termometer,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit degeneratif merupakan penyakit tidak menular yang berlangsung kronis seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan lainnya. Penyakit ini telah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Abad 20 merupakan era dimana teknologi berkembang sangat pesat yang disebut pula sebagai era digital. Kemajuan teknologi membuat perubahan besar bagi peradaban

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci