BAB III KONSEP KEADILAN DALAM BUDDHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KONSEP KEADILAN DALAM BUDDHA"

Transkripsi

1 BAB III KONSEP KEADILAN DALAM BUDDHA A. Keadilan Menurut Buddha Sang Buddha sebelumnya bernama Siddharta Gautama yang tinggal di Utara India hampir 2500 tahun yang lalu. Beliau dikenal sebagai inspirasi spiritual dan pendiri aliran religius yang sekarang disebut agama Buddha. Buddha sebenarnya merupakan sebutan dan bukanlah sebuah nama. Kata ini berarti orang yang tersadarkan atau tercerahkan akan kodrat hidup dan maknanya. Buddha merupakan sebutan yang diberikan sebagai tanda bagi pencapaian spiritual tertinggi dan kebahagiaan abadi. 1 Sang Buddha hidup sekitar tahun SM (kaum terpelajar masih mendebatkan masa hidup dan ajaran Sang Buddha ini). Konon ia dilahirkan pada waktu bulan purnama di Taman Lumbini, Utara India, pada sebuah bukit di kaki pegunungan Himalaya, di dekat wilayah yang sekarang dikenal sebagai Nepal. Ia menikmati kehidupan yang nyaman sejak dilahirkan sebagai Pangeran, tetapi kemudian tertarik untuk mempelajari kebenaran spiritual setelah menyadari penderitaan yang menyertai kehidupan. 2 Dalam versi lain, Huston Smith menceritakan: Fakta historis mengenai kehidupan beliau kira-kira seperti berikut: beliau dilahirkan sekitar tahun 560 Sebelum Masehi di India Utara, kira-kira seratus mil dari Benares. Ayahnya seorang raja. Namun, karena pada waktu itu India belum bersatu, lebih tepat kiranya menganggap ayahnya sebagai seorang bangsawan feodal. Lingkungan hidup putranya itu mirip dengan suasana Puri bangsawan Skotlandia dalam abad pertengahan. Nama lengkap beliau adalah Siddharta Gautama dari Sakya. Siddharta adalah nama kecilnya, Gautama adalah nama keluarganya, dan Sakya adalah nama marga keluarganya. 3 1 Gillian Stokes, Seri Siapa Dia Buddha, alih bahasa, Frans Kowa, Erlangga, Jakarta, 2001, hlm Ibid 3 Huston Smith, Agama-Agama Manusia, Terj. Safrudin Bahar, Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI, Jakarta, 2001, hlm

2 53 Dalam konteksnya dengan sejarah Sang Buddha, menarik diketengahkan pendapat Karen Armstrong yang menyatakan; Saat kita berusaha meneliti tentang kehidupan Buddha, kita bergantung pada risalah-risalah agama Buddha yang banyak sekali jumlahnya, yang ditulis dalam berbagai bahasa yang ada di Asia yang bila dikumpulkan bisa memenuhi rak buku di perpustakaan. Tak mengejutkan, sejarah penulisan ajaran-ajaran Buddha ini sangat kompleks dan banyak isi di antara sumber-sumber itu yang kontroversial. Tapi secara umum terdapat kepercayaan bahwa teksteks keagamaan ajaran Buddha yang paling berguna (sebagai rujukan) adalah yang ditulis dalam bahasa Pali, sebuah bahasa berdialek India utara dengan asal yang tidak jelas yang tampaknya serumpun dengan ragam bahasa Magadha, bahasa yang mungkin digunakan oleh Gautama sendiri. 4 M. Arifin dalam bukunya memaparkan tokoh Sang Buddha dengan paparan sebagai di bawah ini: Agama ini timbul pada abad ke VI SM di India Utara (Daerah Kerajaan Magadha). Diajarkan oleh Sang Gautama atau Siddharta (hidup 560 SM s/d 480 SM), seorang putra Raja Magadha bernama Suddodhana. Menurut riwayat hidupnya, Gautama mula-mula beragama Hindu sebagaimana orang tuanya. Untuk mencegah pengaruh kehidupan masyarakat sekitar yang mungkin dapat melemahkan kepercayaan/keimanannya dalam agama, maka dia tidak diizinkan melihat kenyataan hidup di luar istana. Dia mengalami pendidikan isolatif dari masyarakat luas luar istana. 5 Siddharta Gautama adalah putera Raja Sudhodana dari kerajaan kecil Kapilawastu di India Utara yang berbatasan dengan Nepal. Ia dilahirkan di taman Lumbini yang letaknya sekitar 150 km dari Benares, pada masa wilayah India terpecah-pecah di bidang sosial politik dan agama, di mana kehidupan rakyat banyak yang susah. Sampai umur 16 tahun Siddharta Gautama hidup dalam kemewahan istana, setelah itu ia dikawinkan dengan saudara sepupunya. Walaupun ia tidak boleh keluar dari istana namun ia masih dapat melihat dari jendela keadaan rakyat yang miskin, yang hidup 4 Karen Armstrong, Buddha, Terj. T.Widyantoro, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2003, hlm. vii. 5 M. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-Agama Besar, CV. Sera Jaya, Jakarta, 1991, hlm. 79.

3 54 terkapar di jalan-jalan, banyak yang menderita penyakit. Akhirnya ia berpikir keadaan ini harus diubah. 6 Pada umur 29 tahun ketika puteranya sudah lahir dengan diam-diam ditinggalkannya anak dan isterinya Puteri Yasodhara menuju ke sungai Anoma, dan bermukim di tempat itu selama 7 hari 7 malam. Selanjutnya ia menuju Rajagraha ibukota kerajaan Magadhada, didekat kota itu ia belajar pada dua orang Brahmana yaitu, Alara Kelama dan Udnata ramaputera, tetapi pelajaran agama yang diterimanya tidak memuaskan hatinya. Ia lalu masuk ke dalam hutan Uruwela dan menetap di situ untuk bertapa. Kemudian menjadi terkenallah ia sebagai pertapa suci sehingga ia diikuti oleh lima orang muridnya yaitu Kondana, Bodiya, Wappa, Mahanama dan Asaje. Selama 6 tahun mereka bersama menahan lapar dan haus tidak makan minum, sehingga kondisi badan mereka semakin lemah. 7 Tiba-tiba Siddharta Gautama jatuh pingsan dan dikira para muridnya ia sudah mati. Namun ia sadar kembali dan menyadari bahwa apa yang ia lakukan menyiksa diri seperti itu tidak ada manfaatnya. Ia lalu kembali berbuat sebagai manusia biasa, maka goncanglah para muridnya dan meninggalkannya sendiri di hutan itu. 8 Sedangkan ajaran pokok yang disampaikan oleh Buddha Gautama kepada mjurid-muridnya berupa empat kebenaran mulia yang disebut Catur Arya Satyani yang terdiri dari a. Dukkha, atinya penderitaan Maksudnya bahwa hidup di dunia adalah penderitaan seperti terasa sakit menjadi tua, mati, dan berpisah dari segala yang dicintai dan tidak tercapai apa yang dicita-citakan. Oleh karena itu kesenangan sebenarnya pangkal penderitaan b. Samudya, artinya sebab penderitaan 6 Romdhon, et.al, Agama-Agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988, hlm HM. Arifin, op.cit, hlm Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, bagian 1, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1993, hlm. 210.

4 55 yang meneyebabkan penderitaan adalah keinginan untuk hidup yang disebuit tanha c. Nirodha, artina pemadaman Maksudnya bahwa cara pemadaman atau menghilangkan penderitaan itu dengan jalan menghapuskan Tanha. d. Margha, artinya jalan untuk menghilangkan tanha Bila tanha telah dihilangkan maka seeseorang akan mencapai nirwana yaitu alam kesempurnaan dimana ia akan merasakan kenikmatan yang abadi. Untuk menghilangkan tanha manusai harus menempuh delapan jalan yang mulai yang disebut Astha, Arya, Margha yaitu: a. kepercayaan yang benar b. niat dan pikiran yang benar c. perkataan yang benar d. perbuatan yang benar e. mata pencaharian yang benar f. usaha yang benar g. kesadaran yang benar h. semedi yang benar. 9 Buddha mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki hakikat ke- Budha-an di dalam dirinya. Shakyamuni (rahib atau yang bijaksana dari kaum Shakya) menganggap kebaikan dan potensi-potensinya di dalam hakikat manusia tidak terikat dengan tubuh jasmani. Walaupun ajaran Buddha mengandung ajaran yang terbuka bagi penafsiran yang negatif, namun dia tetap memiliki konsep positif tentang kearifan dan cinta kasih tak terbatas yang terdapat di dalam pikiran manusia. Cinta kasih Buddha demikian luas dan menyentuh aspek keadilan sosial. Inilah yang kemudian dikembangkan menjadi ajaran Enam Paramita: 1) Dana-Paramita persembahan yang sempurna 2) Sila-Paramita aturan yang sempurna 9 Moh.Rifa'i, Perbandingan Agama, PT Wicaksana, Semarang, 1980, hlm. 95.

5 56 3) Ksanti-Paramita tekad yang sempurna 4) Virya-Paramita usaha yang sempurna 5) Dhyana-Paramita meditasi yang sempurna 6) Prajna-Paramita kearifan yang sempurna 10 Menurut ajaran Budha, yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya adalah watak mereka yang dibentuk oleh tingkah laku sehari-hari. Sedangkan etika sosial Budha' menekankan bahwa setiap orang harus melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan kedudukan sosialnya, yang ditentukan oleh hubungannya dengan warga masyarakat lain, berdasarkan prinsip-prinsip moral. Dengan demikian orang akan mencapai kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan dalam masyarakat. Sebaliknya orang yang tidak menjalankan kewajiban, kedudukan dan tanggung jawabnya dalam masyarakat tidak pantas diakui atau dihargai kedudukan sosialnya. Untuk menjalankan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, agama Budha berpegang dan melaksanakan ajaran-ajaran tentang kebaikan (dharma). Lebih dari itu norma-norma tingkah laku sosial merupakan akar atau landasan yang akan menghasilkan apa yang disebut emosi sosial yang membangkitkan kesadaran sosial pada manusia, membina ikatan moral dan spiritual dalam hubungan sosial, memupuk dan memperkuat hubungan sosial, dan dengan demikian menciptakan kebahagiaan hidup dalam masyarakat. Di tengah-tengah masyarakat luas bangsa Indonesia, umat Budha Indonesia sebagai suatu kelompok umat beragama yang berpedoman kepada Dhamma Vinaya ajaran Sang Budha Gautama sebagaimana tercantum dalam Kitab Suci Tripitaka (Pali) sesungguhnya telah memiliki suatu ajaran serta pegangan hidup yang sempurna, guna membina kehidupan jasmani dan rohani yang luhur dan sejahtera, baik secara pribadi maupun secara bersama-sama di kalangan umat Budha sendiri. 10 Ryuho Okawa, Hakikat Ajaran Budha, Jalan Menuju Pencerahan, Penerbit Saujana, Jogjakarta, 2004, hlm. 85.

6 57 Dengan keadilan, umat Buddha Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama. Dalam rangka menciptakan keadilan sosial maka perlu dikembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Di dalam Sigalavada Sutta, Sang Budha Gautama telah membabarkan patokan bagi Umat Budha untuk melaksanakan pergaulan dengan sesama manusia yang berbeda kelompok, kedudukan dan peranannya, yaitu hubungan timbal balik antara anak dan orang tua, guru dan siswa, suami dan istri, teman dengan sahabat, majikan dengan pekerja, para bikhhu dengan umat, yang pada hakekatnya mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain. Demikian pula dipupuk sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan agar dapat berdiri sendiri. Demikian juga dipupuk sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. B. Konsep Keadilan Gender dalam Buddha Buddha bersabda: "Perempuan, dari perumah tangga sampai yang telah meninggalkan keduniawian, dapat mencapai tingkat Pemenang-Arus (tingkat kesucian pertama), Tingkat yang kembali sekali lagi (tingkat kesucian kedua), Tingkat Yang Tak Kembali (tingkat kesucian ke-tiga), Tingkat Arahat (tingkat kesucian terakhir). Oleh karenanya perempuan seharusnya diperlakukan sama dan mendapat kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki. Pandangan Buddha pada kemampuan pencapaian Pencerahan oleh perempuan dirangkum dengan baik oleh seorang murid perempuan beliau bernama Soma. Kodrat sebagai perempuan tidaklah berperan Tatkala batin tenang dan kokoh Tatkala pengetahuan berkembang hari ke hari Dan ketika dia merenungkan Dhamma. Seseorang yang berpikir seperti ini: Oleh

7 58 karena "Saya perempuan " atau "Saya pria" Ataupun setiap pikiran "Saya adalah..."mara (penggoda) akan dapat menyapanya. 11 Buddha mengajarkan, bahwa perempuan sebagai halnya laki-laki bebas untuk memilih perannya; sebagai ibu, isteri, pengusaha, biarawati, dan lainnya. Kedudukan perempuan dalam Budha Dharma adalah sangat istimewa. Sang Budha memberikan kebebasan penuh kepada kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang religius. Sang Budha adalah guru spiritual pertama yang memberikan kebebasan religius kepada kaum perempuan. Keadaan spiritual tertinggi dapat diraih baik oleh laki-laki atau perempuan. Tidak hanya dalam hal spiritual, tetapi juga dalam hal duniawi. Sang Budha membebaskan perempuan dari konsep bahwa perempuan harus menikah atau harus mempunyai anak laki-laki. Langkah Sang Budha untuk mengizinkan perempuan memasuki kehidupan suci termasuk sangat radikal untuk masa itu. Sekalipun begitu Sang Budha memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk membuktikan bahwa mereka juga mempunyai kapasitas untuk mencapai tingkatan tertinggi dalam kehidupan religius. 12 Dalam naskah Budhis, ajaran Sang Budha menganjurkan dengan kuat kesamaan antara perempuan dan laki-laki dalam moral spiritual dan kemampuan sosial. Sasana atau persaudaraan Budhis terdiri dari Bhikkhu, Bhikkhuni, Upasaka dan Upasika, baik organisasi Bikkhu dan Bhikkhuni memiliki status yang sama. Disamping perempuan yang meninggalkan keduniawian menjadi bikkhuni, upasika, dalam masyarakat Budhis juga aktif dan sangat kuat dalam jalan spiritual mereka. Sang Budha menyatakan bahwa untuk keduanya laki-laki dan perempuan diperlukan praktek yang sama yang membawa seorang ke Nirwana. 13 Keadaan spiritual tertinggi dapat diraih baik laki-laki maupun perempuan dan tidak membutuhkan pertolongan laki-laki 11 Bhikkhuni Sasanakosalla Santini, Kebodohan dan Egoisme Penyebab Ketidaksetaraan, dalam Jo Priastana (ed), Buddhadharma dan Kesetaraan Gender, Yasodhara Puteri, Jakarta, 2004, hlm Yayasan PMVBI, Wanita dan Budha Dharma, Karania, Jakarta,1990, hlm Ibid., hlm. 7

8 59 atau perantara pendeta untuk mencapainya, tidak ada arti jenis kelamin dalam melaksanakan Dharma jika orang memiliki kebijaksanaan, pengetahuan dan ketenangan. Dalam periode Rg-Veda, perempuan kelihatan mempunyai tempat terhormat dalam masyarakat India, tetapi selanjutnya bersamaan dengan dominasi masyarakat oleh kasta pendeta Brahmana, trend posisi perempuan yang menurun mulai nyata. Hukum Brahmana, yang dikatakan hukum yang paling kejam dan anti perempuan. Ada kepercayaan yang sangat kuat bahwa hanya anak laki-laki yang dapat menjaga kelangsungan garis keluarga. Perempuan yang menikah tergantung apakah ia dapat melahirkan seorang anak laki-laki atau tidak, seorang gadis muda yang tidak menikah dianggap rendah oleh masyarakat dan dijadikan sebagai obyek kecaman mereka. Dipercaya bahwa perempuan tidak mempunyai kapasitas untuk mencapai surga melalui kebaikannya sendiri, tetapi hanya dapat melalui kepatuhan mutlak kepada suaminya. Sudah jelas bahwa posisi perempuan dalam ajaran Budhis berbeda dengan yang dijelaskan diatas. Tidak hanya dalam hal spiritual, tetapi juga dalam hal duniawi. Sang Budha membebaskan perempuan dan konsep bahwa perempuan harus menikah atau harus mempunyai anak laki-laki. Dalam Sigalovada Sutta Budha mengajarkan hubungan antara suami dan istri dalam kehidupan berumah tangga, menekankan pentingnya hubungan timbal balik saling mengisi pada tugas dan tanggung jawab yang sama penting dengan laki-laki dalam kehidupan keluarga. 14 Dalam naskah Budhis, Sang Budha mengajarkan kelemahan umat manusia tidak dilihat dan jenis kelamin. Perhatian Sang Budha bukan pada kelemahan laki-laki atau perempuan, tetapi kelemahan seluruh umat manusia tanpa memperhatikan jenis kelamin. Secara fisik, laki-laki dan perempuan berbeda, seperti yang dinyatakan oleh Alisan Jaggar tidak ada hal yang begitu murni seperti "kewanitaan". Seseorang tidak hanya produk jenis kelamin, tetapi merupakan produk golongan, kebudayaan, pendidikan, masyarakat, 14 Ibid., hlm. 9

9 60 ekonomi, ras, kepribadian, dan sebagainya. jenis kelamin hanyalah sebagian lagi yang kita punya. Sang Budha membuang semua label ini dan mengungkapkan sifat alami manusia itu sendiri. Perhatian utama Budha Dharma adalah pada bagaimana mengubah kelemahan dari laki-laki dan perempuan yaitu seperti sikap egois, keramahan/kebencian, keserakahan dan ketidak tahuan. 15 Abad ini diwarnai dengan berbagai tantangan dan perombakan tata dunia yang lebih baik, yang membutuhkan persepsi dan sikap baru manusia, timbulnya emansipasi perempuan yang kemudian mendalami jati dirinya dalam gerakan feminis merupakan hal baru dalam kehidupan perempuan yang juga merupakan perjuangan untuk meningkatkan harkatnya sebagai manusia yang terhormat pula. Studi perempuan dan peranannya dewasa ini menjadi penting, terutama setelah adanya pertemuan-pertemuan para wali perempuan di dunia internasional untuk bersama meningkatkan peranan dan harkat martabat dari berbagai segi. Suatu analisis baru berdasarkan agama yang dipelopori oleh kaum theologi feminis mulai berkembang dan merintis suatu studi kaitan antara agama dan peran perempuan dalam cahaya kitab suci masing-masing. Banyak perubahan terjadi dari institusi keagamaan dengan makin banyak ditahbiskannya pendeta-pendeta dan ulama perempuan, partisipasinya yang makin bertambah dalam lembaga keagamaan maupun bergesernya pandangan terhadap norma dan nilai keagamaan yang merugikan perempuan. Karena agama merupakan dasar perilaku manusia yang dianut, maka banyak masalah timbul dari kaum perempuan apabila dalam pengabdiannya dibatasi oleh peraturan yang merugikan kemajuan jiwanya. Umumnya masyarakat masih dipengaruhi oleh interpretasi pemuka agama yang umumnya kaum laki-laki, yang tentu saja akan tetap memantapkan kekuasaannya Ibid., hlm Parwati Soepangat, Makalah disampaikan pada seminar "Agama dan Masalah Gender" oleh Perhimpunan Pesantren dan Masyarakat dan Yayasan persahabatan Indonesia- Kanada, Jakarta, 23 Desember 1993, hlm, 3

10 61 Sebenarnya penampilan perempuan dalam agama-agama di dunia telah banyak ditulis dengan peringatan yang ditunjukkan kepada para perempuan yang dianggap pelopor atau suci di abadnya. Terbukti kemajuan kepada makhluk perempuan atau Dewi yang melambangkan kesucian sudah ada semenjak berabad-abad lampau dalam sejarah manusia. Mulai Mesir purba, Yunani purba sampai berkembangnya agama dan kepercayaan diberbagai benua, selalu ada sosok atau simbol kesucian perempuan yang dipuja. Di abad dua puluh ini dengan timbulnya emansipasi perempuan, maka mulailah tergerak dari kalangan kaum agama terutama tokoh perempuannya untuk mengadakan studi yang mendalam tentang hakikat perempuan ditinjau dari segi agama, dengan ini dikatakan, kalau perempuan sudah beremansipasi, ia seharusnya menyelami jati dirinya inilah yang disebut feminisme, mencari hakiki sebagai manusia. Posisi signifikan perempuan dalam Budha seperti dicontohkan oleh Prajapati Gautami sebagai Theolog Feminis Budhis Abad 5 SM. Putri Gautami dikenal sebagai Maha Prajapati, lahir sebelum Sang Budha lahir, ia sebagai putri dari raja Suppabudha. Kakaknya adalah Putri Mahamaya yang menikah dengan Raja Sudhodana, sebagai ibu dari pangeran Sidharta. Karena permaisuri Mahamaya wafat raja Sudhadana menikahi Gautami dan memelihara Sidharta sejak bayi dengan penuh kasih sayang. Sesudah Sidharta menjadi Budha, maka banyak para bangsawan mengikuti jejak kesucian menjadi Bikkhu. Pada suatu waktu Sang Budha berkhotbah kepada lima ratus putri bangsawan di tepi sungai Rohini. Sesudah mendengarkan Dhamma semua putri bangsawan tersebut ingin ditahbiskan menjadi anggota Sangha, ialah perkumpulan para Bikkhu. Banyak yang meminta izin suami mereka yang kemudian menganjurkan agar meminta nasehat ibu suri Prajapati Gautami. Semula Budha menolak permintaan tersebut (sebagai Sanghal), karena tidak ada tempat untuk perempuan dalam Sangha (perkumpulan Bikkhu). Untuk kedua kalinya diulangi permohonan tersebut, dan masih juga ditolak. Dengan segala cara dilakukan oleh Gautami dan kelima ratus pengikutnya, sampai melakukan tindakan pencukuran rambut

11 62 dan memakai jubah kuning, dengan tujuan Budha bisa mengizinkan masuk pada perkumpulan Bikkhu. Seorang Bikkhu senior, Thera Ananda melihat itu semua terharu dan ikut memperjuangkan permohonan Prajapati Gautami yang tanpa menyerah itu sebagai simpati rohaniawan laki-laki kepada wanita. Dan Thera Anandapun bertanya kepada Budha "Yang mulia Budha, apakah perempuan dapat pula mempunyai kemampuan untuk menaiki titian kesucian sebagai Sotupanna, anagami dan Arahat apabila ia membebaskan din dari keduaniwian kearah pembebasan agung Nirvana dibawah disiplin yang diajarkan Sang Budha? Jawab Sang Budha "Bila Prajapati Gautami bisa menerima peraturanperaturan, dapatlah ia diakui sebagai bentuk pentahbisannya". Kemudian diuraikan peraturan tersebut dalam Vinaya bagi para Bikkhu, Gautami menyatakan bahwa bersedia mengikutinya. Selesai mengucapkan ditahbiskanlah Gautami sebagai Bikkhuni pertama, yang kemudian diikuti oleh kelima ratus pengikutnya. Dengan demikian terbentuklah Sangha Bikkhuni. Organisasi wanita yang demokratis pertama dalam kalangan umat Budhis, ketuanya dipilih dari mereka yang mahir dalam Dharma, bukan karena kedudukan atau asal-usul. Kemudian diajarkan pula oleh Budha, bahwa martabat manusia ditentukan oleh perbuatannya, oleh amal dan kebijakannya dan bukan oleh keturunan, suku atau jenis kelamin. 17 Dengan terbukanya tingkat kesucian, lembaga latihan bagi kaum perempuan, maka kedudukannya menjadi berubah. Persepsi terhadap perempuan tidak lagi sebagai makhluk biologis untuk pemuas nafsu, tetapi dapat dihormati layaknya rohaniawan yang dapat mengajarkan agama dan menjadi tauladan membawa kesejahteraan batiniah bagi masyarakat dan bangsa. Aktualisasi diri wanita sebagai manusia yang dapat mencapai puncak pencapaian kemanusiaan mendapat wadah kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki. Sejak itu Sangha (perkumpulan) Bhikkhuni meluas diberbagai negara. Putri Sanghamita anak raja Asoka dengan restu ayahnya pergi ke Sri Langka untuk menahbskan para Bhikkhuni sejak abad 35 SM, perkumpulan 17 Ibid., hlm. 54

12 63 Bhikkhuni mendapat pengikut di Cina, Korea, Taiwan dan sekitarnya, di Indonesia menurut Moh. Yamin, Candi Sewu merupakan asrama dari ratusan Bhikkhuni sejak abad kedelapan masehi. 18 Dalam ajaran Buddha dikenal istilah Enam Paramita. Disiplin pertama dalam Enam Paramita adalah "Dana Paramita", yang juga disebut "persembahan yang sempurna". Ajaran tentang persembahan ini adalah salah satu ajaran terpenting Shakyamuni. Memberi persembahan adalah cara orang Budha mengekspresikan cinta, dan sama dengan ide cinta-kasih dalam ajaran Kristiani. Persembahan yang sempurna dijadikan disiplin pertama dari Enam Paramita membuktikan arti penting yang diberikan Shakyamuni pada konsep cinta, atau lebih khusus lagi, perasaan sayang terhadap orang lain baik pada tetangga maupun masyarakat. Dalam hal ini cinta kasih dapat diwujudkan dengan selaku berlaku adil pada semua makhluk tanpa memandang jenisnya. Ada berbagai macam persembahan. Yang paling umum adalah persembahan harta-benda misalnya, pakaian, barang perabotan atau perhiasan kepada para pencari kebenaran, pemimpin agama atau orang miskin. Mempersembahkan sesuatu kepada orang lain adalah wujud cinta, bahkan sekalipun tidak memberikan berupa barang, orang dapat memberikan senyuman. Senyuman di wajah akan membantu dunia menjadi lebih baik. Senyuman harus diberikan pada semua orang tanpa memandang status sosial. Persembahan berupa ajaran adalah tingkatan yang lebih tinggi, karena ini merupakan persembahan spiritual. Cara memberi persembahan ajaran, dengan kata lain, mengajarkan kebenaran, adalah persembahan cinta kasih yang terbaik kepada orang-orang yang kurang secara spiritual; seperti gurun pasir yang merindukan siraman kebenaran untuk menghilangkan dahaga spiritualnya. Di zaman Shakyamuni, orang-orang awam biasanya mempersembahkan berbagai macam barang kepada para biksu atau biarawati, tapi apa yang mereka terima kemudian jauh lebih berharga dari apa yang mereka berikan. Para pencari kebenaran mengungkapkan rasa terima kasih mereka kepada orang-orang awam dengan cara mengajarkan kebenaran. 18 Ibid., hlm. 55

13 64 Sementara orang-orang awam yang telah mengikuti ajaran Budha menjelaskan ajaran ini kepada mereka yang belum tersadarkan keyakinannya. Ini pun dapat dianggap sebagai Persembahan Ajaran dan cinta kasih yang besar. Jenis persembahan yang lain adalah mempersembahkan kedamaian pikiran kepada orang yang sedang cemas dan takut, menderita atau bersedih hati dengan jalan mencarikan jalan keluar bagi persoalan yang mereka hadapi. Persembahan dalam bentuk harta-benda, ajaran atau kedamaian pikiran disebut "Tiga Persembahan" yang sangat besar maknanya dalam hubungannya dengan cinta kasih pada semua makhluk. Dalam konteksnya dengan cinta kasih bahwa wujud konkret cinta kasih Buddha terlihat misalnya jika membuka kembali perjalanan semedi sang Buddha. Pada suatu malam di bulan Waisak ketika bulan purnama, di tepi sungai Neranjara, ketika ia sedang mengheningkan cipta di bawah pohon Assatta (pohon Bodi) dengan duduk padmasana melakukan meditasi dengan mengatur pernafasannya, maka datanglah petunjuk kepadanya, sehingga ia mendapatkan ilmu pengetahuan yang tinggi yang meliputi hal berikut : a. Pubbenivasanussati, yaitu pengetahuan tentang kehidupan dan proses kelahiran kembali, b. Dibacakkhu, yaitu pengetahuan dari mata dewa dan mata batin, c. Cuti upapatana, yaitu pengetahuan bahwa timbul dan hilangnya bentukbentuk kehidupan, baik atau buruk, bergantung pada prilaku masingmasing, d. Asvakkhayanana, pengetahuan tentang padamnya semua kecenderungan pada Avidya, tentang menghilangkan ketidaktahuan. 19 Dengan pengetahuan tersebut, ia mendapatkan penerangan yang sempurna, pengetahuan sejati dan kebebasan batin yang sempurna. Dia telah mendapatkan jawaban teka-teki kehidupan yang selama ini dicarinya, dengan pengertian penuh sebagaimana tercantum dalam empat Kasunyatan mulia 19 Ibid, hlm. 211.

14 65 yaitu Penderitaan, Sumber Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan delapan cara yang utama menuju lenyapnya penderitaan itu. 20 Dengan telah tercapainya penerangan tersebut maka Siddharta Gautama telah menjadi Buddha pada umur 35 tahun, ia telah menjadi Accharya Manusa atau guru dari manusia. Satu minggu setelah mendapatkan penerangan sejati itu, ia terus saja duduk di bawah pohon Bodi menikmati pengalaman rohaninya. Pada Minggu terakhir melalui perenungan mendalam, ia berhasil mengetahui sebab akibat dari rangkaian penderitaan. Yaitu Karena adanya Karma maka terjadilah bentuk karma, karena adanya bentuk karma maka terjadi kesadaran; karena terjadi kesadaran, terjadilah bentuk batin karena adanya keinginan, terjadi ikatan terjadi proses dumadi, karena proses dumadi terjadilah tumimbal lahir, karena tumimbal lahir, terjadilah umur tua, kelapukan, kesusahan, rapat tangis, kesakitan, kesedihan, kematian, dan sebagainya. 21 Pada saat kedua malam ia menemukan sebab akibat yang saling tergantungan terbalik, misalnya bila tidak ada ini tidak ada itu dan seterusnya, karena lenyapnya proses dumadi, lenyaplah umur tua, kelapukan, kesusahan, ratap tangis, dan lenyaplah semua rangkaian penderitaan. Pada saat malam ketiga Buddha merenungkan sebab akibat yang saling bergantungan itu dengan cara langsung dan terbalik sekaligus. 22 Kemudian setelah tujuh Minggu menetap dengan tujuh kali bergeser tempat di sekeliling pohon Bodi, maka hari terakhir dari peristiwa-peristiwa yang suci itu, datanglah dua saudara, Tapusa dan Bhaluka yang terpesona melihat wajah Sang Buddha. Keduanya lalu mempersembahkan nasi, jajan dan madu serta memohon menjadi pengikutnya. Itulah pengikut Buddha yang pertama. Setelah itu Sang Buddha masih ragu-ragu untuk menyampaikan darmanya kepada orang lain, karena darmanya hanya dapat diterima orang arif 20 Abdurrrahman, Agama-Agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press, PT Hanindita offset, Yogyakarta, 1988, hlm Ibid,hlm Hilman Hadikusuma, op. cit, hlm. 212

15 66 bijaksana. Jadi kepada siapakah darma itu harus diajarkan, kepada bekas gurunya, mereka sudah mati, kepada bekas muridnya barang kali, maka ia pergi ke Benares untuk menemukan murid-muridnya. Pada mulanya para murid itu ragu, tetapi setelah melihat keagungan Buddha maka kelima muridnya bersedia kembali mengikuti ajarannya. Kepada mereka lalu diajarkan empat kasunyatan itu. 23 Tentang pengembaraan dia ketika bermeditasi untuk mencapai pencerahan bahwa apa yang ditempuh Sang Buddha dalam hidupnya adalah rangka menebarkan cinta kasihnya kepada semua makhluk. Buddha pernah disakiti orang, kemudian tidak membalasnya tetapi ia minta pengampunan Peristiwa-peristiwa tersebut di atas sangat penting di dalam agama Buddha, yang disebut dharma cakra pravartana sutera, yaitu pemutaran roda dharma yang selalu diperingati oleh para penganut agama Buddha. Begitu juga Taman Isipatana di Benares yang merupakan tempat asal mula kelahiran ajaran Buddha dan Sangha, para pemula penganut ajaran Buddha, merupakan tempat suci bagi ummat Buddha. Sejak peristiwa pemutaran roda dharma tersebut mulailah Siddharta Gautama yang telah menjadi Buddha itu, menyebarkan ajarannya di seluruh India mulai dari kota Rajagraha, yang berpokok pada empat kebajikan kebenaran, bahwa: - Kehidupan manusia itu pada dasarnya tidak bahagia, sebab-sebab tidak bahagia karena memikirkan kepentingan diri sendiri, terbelenggu oleh nafsu, - pemikiran kepentingan diri sendiri dan nafsu dapat ditekan habis jika semua nafsu dan hasrat dapat ditiadakan, yang dalam ajaran Buddha adalah Nirwana, - menimbang benar, berpikir benar, berbuat benar, mencari nafkah yang benar, berusaha yang benar, mengingat yang benar, meditasi yang benar Agus Hakim, Perbandingan Agama, CV Diponegoro, Bandung, hlm Michael H. Hart, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Terj. H. Mahbub Junaidi, Pustaka Jaya, Jakarta, 1982, hlm. 49..

16 67 Selama 45 tahun lamanya Buddha menyampaikan ajaran-ajarannya sehingga dari sekitar 60 orang anggota Sangha kemudian menjadi ribuan orang banyaknya yang memerlukan banyak Wihara. Pada akhirnya dalam umur 80 tahun wafat di Kusiwara yang letaknya sekitar 180 km dari kota Benares. Ia meninggal tanpa menunjuk siapa yang menjadi penerusnya, sehingga di kemudian hari ajarannya terpecah menjadi dua golongan yaitu Theravada (Hinayana) dan Mahasangika (Mahayana). 25 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif Buddha tampaknya keadilan tidak jauh artinya dengan pengertian secara umum yaitu esensinya adalah persamaan hak antara pria dan wanita dalam berbagai aspek kehidupan. Demikian pula dalam masalah gender ditemukan konsep yang tidak membedakan antara pria dengan wanita baik dalam menempuh kesucian diri maupun dalam keterlibatannya pada peran-peran sosial, negara dan bangsa. 25 Hilman Hadikusuma, op. cit, hlm. 213

Dharmayatra tempat suci Buddha

Dharmayatra tempat suci Buddha Dharmayatra tempat suci Buddha 1. Pengertian Dharmayatra Dharmayatra terdiri dari dua kata, yaitu : dhamma dan yatra. Dharmma (Pali) atau Dharma (Sanskerta) artinya kesunyataan, benar, kebenaran, hukum,

Lebih terperinci

MUNCULNYA AGAMA HINDU

MUNCULNYA AGAMA HINDU MUNCULNYA AGAMA HINDU di INDIA Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Aria (cirinya kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa (Peradaban Lembah Sungai Indus)

Lebih terperinci

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama Kata agama berasal dari kata dalam bahasa Pali atau bisa juga dari kata dalam bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata gacc, yang artinya adalah pergi

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi Instrumen

SILABUS PEMBELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi Instrumen SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMP Kelas : VIII (Delapan) Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA Semester : 1 (Satu) Aspek : Sejarah Standar : 1. Mengungkapkan sejarah Pangeran Siddharta pada masa bertapa

Lebih terperinci

Agama Buddha. i. Ia berasal dari negara India pada kurun ke-6 SM dan diasaskan oleh Gautama Buddha sebagai salah satu interpretasi agama Hindu.

Agama Buddha. i. Ia berasal dari negara India pada kurun ke-6 SM dan diasaskan oleh Gautama Buddha sebagai salah satu interpretasi agama Hindu. BAB 7: ETIKA BUDDHA Agama Buddha i. Ia berasal dari negara India pada kurun ke-6 SM dan diasaskan oleh Gautama Buddha sebagai salah satu interpretasi agama Hindu. ii. Ia menolak sistem Veda serta sistem

Lebih terperinci

本師釋迦牟尼佛. (Ben shi shi jia mou ni fo) Sakyamuni Buddha

本師釋迦牟尼佛. (Ben shi shi jia mou ni fo) Sakyamuni Buddha 本師釋迦牟尼佛 (Ben shi shi jia mou ni fo) Sakyamuni Buddha Hyang Buddha Sakyamuni adalah pendiri agama Buddha, beliau mengajarkan bagaimana manusia melepaskan penderitaannya, mengajarkan hal-hal yang baik dan

Lebih terperinci

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Instrumen. Mengidentifikasi delapan anugerah yang diminta. Tes Lisan. Pangeran Siddharta

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Instrumen. Mengidentifikasi delapan anugerah yang diminta. Tes Lisan. Pangeran Siddharta SILABUS Sekolah : SMP NEGERI 4 TANJUNGPINANG Kelas : VIII (Delapan) Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA Semester : 1 (Satu) Aspek : Sejarah Standar Kompetensi : 1. Mengungkapkan sejarah Pangeran Siddharta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnik salah satunya adalah kelompok etnik Tionghoa. Kelompok etnik Tionghoa di Indonesia adalah salah satu kelompok etnik yang

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya Pendidikan Agama Buddha 2 Hari Raya Agama Buddha Petunjuk Belajar Sebelum belajar materi ini Anda diharapkan berdoa terlebih dahulu dan membaca materi dengan benar serta ketika mengerjakan latihan soal

Lebih terperinci

Mengapa bhikkhu harus dipotong rambutnya? Mengapa bhikkhu itu tidak boleh beristeri? Mengapa anak perempuan tidak boleh dekat bhikkhu?

Mengapa bhikkhu harus dipotong rambutnya? Mengapa bhikkhu itu tidak boleh beristeri? Mengapa anak perempuan tidak boleh dekat bhikkhu? TENTANG SANG BUDDHA 1. Apa arti kata Buddha? Kata Buddha berarti "Yang telah Bangun" atau "Yang telah Sadar", yaitu seseorang yang dengan usahanya sendiri telah mencapai Penerangan Sempurna. 2. Apakah

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1266 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tengah menunjuk pada cara pandang dan bersikap. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. tengah menunjuk pada cara pandang dan bersikap. Dalam kehidupan sehari-hari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencerahan dalam Budhisme tidak terlepas dari ajaran jalan tengah dan pengertian tentang mata rantai sebab akibat kehidupan manusia. Ajaran jalan tengah sebagai

Lebih terperinci

Oleh: D. Tiala CARA PANDANG KONSEP AGAMA (RELIGION) MENURUT SIGMUD FREUD DAN AJARAN (DOKTRIN) BUDDHISME

Oleh: D. Tiala CARA PANDANG KONSEP AGAMA (RELIGION) MENURUT SIGMUD FREUD DAN AJARAN (DOKTRIN) BUDDHISME CARA PANDANG KONSEP AGAMA (RELIGION) MENURUT SIGMUD FREUD DAN AJARAN (DOKTRIN) BUDDHISME Oleh: D. Tiala I. Konsep Agama menurut Sigmund Freud dalam artikel Religion and Personality. 1 1. Freud dan Psikoanalisis

Lebih terperinci

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD 28. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA - 178 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA KELAS VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

D. ucapan benar E. usaha benar

D. ucapan benar E. usaha benar 1. Keyakinan yang dituntut dalam agama Buddha adalah A. keyakinan tanpa dasar terhadap seluruh ajaran Buddha B. keyakinan yang muncul dari proses pembelajaran, pengalaman, dan perenungan C. keyakinan yang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pendidikan adalah upaya menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap insan. Potensi itu berupa kemampuan berbahasa, berfikir, mengingat menciptakan

Lebih terperinci

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur.

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur. book Bakti Kepada Bakti Kepada Orangtua merupakan paduan ajaran klasik Buddha yang inspiratif dengan tampilan modern yang atraktif, sehingga merupakan sarana efektif untuk: membelajarkan sifat luhur sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli

BAB I PENDAHULUAN. pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meditasi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memusatkan pikiran pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli meditasi disebut juga

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

E. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti

E. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti E. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti Satuan Pendidikan : SMP Kelas : VII (tujuh) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. KI 2 : Menghargai dan menghayati perilaku

Lebih terperinci

Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta)

Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta) 1 Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta) Demikianlah telah saya dengar. Suatu ketika Bhagavan sedang berada di Kalantakanivapa, Hutan Bambu, di Rajagaha. Kemudian Samana Vacchagotta

Lebih terperinci

SEJARAH AGAMA BUDDHA DAN PAKAR AGAMANYA. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Agama Dosen pengampu: Imamul Huda, M.Pd.I.

SEJARAH AGAMA BUDDHA DAN PAKAR AGAMANYA. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Agama Dosen pengampu: Imamul Huda, M.Pd.I. SEJARAH AGAMA BUDDHA DAN PAKAR AGAMANYA Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Agama Dosen pengampu: Imamul Huda, M.Pd.I. Disusun oleh: Nurul Fadillah (111-14-330) Muhammad Rofiq

Lebih terperinci

Dhamma Inside. Kematian Yang Indah. Orang-orang. Akhir dari Keragu-raguan. Vol September 2015

Dhamma Inside. Kematian Yang Indah. Orang-orang. Akhir dari Keragu-raguan. Vol September 2015 Dhamma Inside Vol. 22 - September 2015 Kematian Yang Indah Akhir dari Keragu-raguan Orang-orang Kematian Yang Indah Oleh : Bhikkhu Santacitto Kematian adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari oleh siapapun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama memiliki pengaruh besar terhadap tindakan dan prilaku manusia yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan aturan-aturan dan ideologi

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA. Oleh: Warsito. Abstrak:

STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA. Oleh: Warsito. Abstrak: STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA Oleh: Warsito Abstrak: Perkembangan Dharmaduta di Indonesia telah berkembang pesat sejak masa kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

Lebih terperinci

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Lebih terperinci

Mengatasi Prasangka dan Selalu Memikirkan Diri Sendiri (bagian pertama)

Mengatasi Prasangka dan Selalu Memikirkan Diri Sendiri (bagian pertama) AJARAN-AJARAN GATSAL Mengatasi Prasangka dan Selalu Memikirkan Diri Sendiri (bagian pertama) Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa setiap manusia yang kita temui pada dasarnya sama seperti kita: mereka

Lebih terperinci

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian Tidak Ada Ajahn Chan Kelahiran dan Kematian Latihan yang baik adalah bertanya kepada diri Anda sendiri dengan sungguh-sungguh, "Mengapa saya dilahirkan?" Tanyakan diri Anda sendiri dengan pertanyaan ini

Lebih terperinci

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015 Dhamma Inside Vol. 23 - Oktober 2015 Bersikap Ramah Standar Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri Bersikap Ramah Oleh : Bhikkhu Santacitto Pada umumnya, ramah dipahami sebagai sikap positif yang

Lebih terperinci

Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas)

Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas) 1 Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas) [Anguttara Nikaya 3.65] Demikianlah telah saya dengar. Bhagavan sedang melakukan perjalanan bersama orang-orang Kosala dengan sekumpulan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.1

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.1 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.1 1. Agama Hindu berasal dari wilayah India kemdian tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Berikut ini merupakan

Lebih terperinci

SĪLA-2. Pariyatti Sāsana hp ; pin!

SĪLA-2. Pariyatti Sāsana  hp ; pin! SĪLA-2 Pariyatti Sāsana www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin! 2965F5FD Murid-buangan (Upāsakacaṇḍāla) Vs Murid-permata (upāsakaratana) Murid buangan atau pengikut-yang-ternoda (upāsakamala) atau pengikut-kelas-bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang mensyari atkan pernikahan bagi umatnya. Menikah dalam Islam adalah salah satu sarana untuk menggapai separuh kesempurnaan dalam beragama.

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNADAKSA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNADAKSA - 1389 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNADAKSA KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNARUNGU

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNARUNGU - 567 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNARUNGU KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

Dhammacakka Pavattana Sutta!

Dhammacakka Pavattana Sutta! Khotbah Pertama Dhammacakka Pavattana Sutta! (S 5:420-424) Bagian1 Pariyatti Sāsana Yunior 2 www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin! 2965F5FD Bertemu Pertapa Telanjang Upaka Setelah 49 hari retret, Buddha

Lebih terperinci

Sutta Nipata menyebut keempat faktor sebagai berikut: Lebih lanjut, murid para

Sutta Nipata menyebut keempat faktor sebagai berikut: Lebih lanjut, murid para 1 Ciri-ciri Seorang Sotapanna (The Character of a Stream-enterer) Pada umumnya Tipitaka menjelaskan seorang Sotapanna sehubungan dengan empat faktor. Tiga faktor pertama dari keempat faktor Sotapatti ini

Lebih terperinci

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang

Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah. Tanggal Penulisan: M Latar Belakang SUPLEMEN MATERI KHOTBAH PELKAT 10 11 MARET 2017 Penulis : Yohanes Tema : Yesus, Putra Allah Tanggal Penulisan: 80-95 M Latar Belakang YOHANES 4 : 27 54 Injil Yohanes adalah unik di antara keempat Injil.

Lebih terperinci

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 245 Universitas Indonesia. Tempat duduk..., Yulie Pusvitasary, FIB UI, 2009

BAB 5 PENUTUP. 245 Universitas Indonesia. Tempat duduk..., Yulie Pusvitasary, FIB UI, 2009 BAB 5 PENUTUP Penelitian terhadap pengidentifikasian tempat duduk yang dipahatkan pada relief Lalitavistara Candi Borobudur telah dipaparkan secara sistematis pada bab sebelumnya. Bab 2 merupakan deskripsi

Lebih terperinci

o Di dalam tradisi Theravāda, pāramī bukanlah untuk Buddha saja, tetapi sebagai prak/k yang juga harus dipenuhi oleh Paccekabuddha dan sāvakā.

o Di dalam tradisi Theravāda, pāramī bukanlah untuk Buddha saja, tetapi sebagai prak/k yang juga harus dipenuhi oleh Paccekabuddha dan sāvakā. o Apakah yang dimaksud dengan pāramī? Pāramī adalah kualitas mulia seper/ memberi, dll., yang disertai oleh belas kasih dan cara- cara yang baik (upāya kosalla) serta /dak ternoda oleh nafsu- keinginan,

Lebih terperinci

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih Namo tassa bhagavato arahato sammā sambuddhassa. Pada kesempatan yang sangat baik ini saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh jajaran pengurus Dhammavihārī Buddhist Studies (DBS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA SELIBAT DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN PARA BIKKHU/BIKKHUNI DI BANDAR LAMPUNG

BAB IV MAKNA SELIBAT DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN PARA BIKKHU/BIKKHUNI DI BANDAR LAMPUNG BAB IV MAKNA SELIBAT DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN PARA BIKKHU/BIKKHUNI DI BANDAR LAMPUNG A. Makna Selibat Menurut Bikkhu/ Bikkhuni di Bandar Lampung 1. Sebagai sarana meningkatkan

Lebih terperinci

Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia. Musdah Mulia

Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia. Musdah Mulia 1 Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia Musdah Mulia Hari ini umat Baha i di seluruh dunia berada dalam suka cita merayakan dwiabad atau genap 200 tahun kelahiran Baha ullah. Untuk

Lebih terperinci

Revelation 11, Study No. 39 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 39, oleh Chris McCann

Revelation 11, Study No. 39 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 39, oleh Chris McCann Revelation 11, Study No. 39 in Indonesian Language Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 39, oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pemahaman Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka

Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka Oleh: U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) Seseorang harus benar-benar mempertimbangkan dan merenungkan penderitaan yang akan dijalaninya di neraka. Sewaktu Sang Buddha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

Written by Administrator Wednesday, 25 January :43 - Last Updated Saturday, 28 January :28

Written by Administrator Wednesday, 25 January :43 - Last Updated Saturday, 28 January :28 Ven. Ajahn Karuniko (Christopher John Woodfine) dilahirkan pada tahun 1953 dekat wilayah Manchester di Inggris. Beliau adalah lulusan Universitas Sheffield dengan gelar kehormatan di bidang Teknik Elektronika

Lebih terperinci

Kebahagiaan Berdana. Diposkan pada 02 Desember 2015

Kebahagiaan Berdana. Diposkan pada 02 Desember 2015 Kebahagiaan Berdana Diposkan pada 02 Desember 2015 Berdana dan melaksanakan Dhamma di dalam kehidupan sehari-hari, itulah berkah utama Kehidupan berlangsung terus dari waktu ke waktu. Hari berganti bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Buddha mengajarkan bahwa dalam hidupnya manusia akan selalu mengalami keempat hal, yaitu: kelahiran, sakit, usia tua, dan kematian. Keempat hal ini disebabkan

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD T. P. 2016/2017

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD T. P. 2016/2017 LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD T. P. 2016/2017 Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Hari, Tanggal : Rabu 8 Maret 2017 Kelas/Semester : XI/IV Alokasi Waktu : 120 menit Guru

Lebih terperinci

62 Pandangan Salah (6)

62 Pandangan Salah (6) 62 Pandangan Salah (6) Dari Brahmajāla Sutta dan Kitab Komentarnya Dhammavihārī Buddhist Studies www.dhammavihari.or.id PAHAM SPEKULATIF TENTANG MASA DEPAN (44) (APARANTAKAPPIKA) I. Paham tentang Pemusnahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013 Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN WAISAK NASIONAL TAHUN 2013, DI JI-EXPO KEMAYORAN,

Lebih terperinci

Pentahbisan Yasa dan Buddha Memulai Misinya. Pariyatti Sāsana Yunior 2 hp ; pin

Pentahbisan Yasa dan Buddha Memulai Misinya. Pariyatti Sāsana Yunior 2  hp ; pin Pentahbisan Yasa dan Buddha Memulai Misinya Pariyatti Sāsana Yunior 2 www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD Anattalakkhaṇa Sutta (S 3:67) Sutta tentang Karakteristik Bukan-diri dibabarkan 5 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran book Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran Buddha bisa kita sebar kepada banyak orang. KARMA Ajaran

Lebih terperinci

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu Oleh : Hj. A. Nirawana Abstract Menggapai nirwanan adalah sebuah tujuan spiritual dalam agama hindu. Tulisan berikut ingin menelusuri sejauhmana makna nirwana dan langkahlangkah pencapaiannya bagi penganut

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

PELAJARAN 1 UPACARA PEMBERIAN NAMA PANGERAN SIDDHARTA

PELAJARAN 1 UPACARA PEMBERIAN NAMA PANGERAN SIDDHARTA PELAJARAN 1 UPACARA PEMBERIAN NAMA PANGERAN SIDDHARTA 1. Raja Sudhodhana mengundang 108 pertapa/brahmana, diantara 108 pertapa itu ada 8 orang pertapa bijak 2. Salah satu orang bijak adalah Kondanya 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai Bab 5 Ringkasan Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai hadiah yang diberikan saat berbahagia. Dahulu temari juga dikenal sebagai bola kesayangan para ibu. Di sekitar

Lebih terperinci

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Hari ini kita akan melihat mengapa kita harus memberitakan Injil Tuhan? Mengapa harus repot-repot mengadakan kebaktian penginjilan atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat

Lebih terperinci

Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan beragam etnis, Bahasa dan budaya Suku 300 Etnik Bahasa pulau

Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan beragam etnis, Bahasa dan budaya Suku 300 Etnik Bahasa pulau Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan beragam etnis, Bahasa dan budaya 1.340 Suku 300 Etnik 1.211 Bahasa 17.504 pulau Berfikir dengan menggunakan disiplin berfikir yang tinggi Berfikir secara sistematis

Lebih terperinci

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, 2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

dia tak pernah melepas cadar yang menutupi wajah cantiknya.

dia tak pernah melepas cadar yang menutupi wajah cantiknya. PRINCESS Cerita ini diinspirasi oleh sebuah mimpi yang ku alami tahun 2007, tentang sebuah kerajaan islam di Indonesia. Namun masih ragu, benarkah ada cerita seperti dalam mimpi saya? Daripada salah dan

Lebih terperinci

Sutta Magandiya: Kepada Magandiya (Magandiya Sutta: To Magandiya) [Majjhima Nikaya 75]

Sutta Magandiya: Kepada Magandiya (Magandiya Sutta: To Magandiya) [Majjhima Nikaya 75] 1 Sutta Magandiya: Kepada Magandiya (Magandiya Sutta: To Magandiya) [Majjhima Nikaya 75] Magandiya, seandainya ada seorang penderita kusta yang dipenuhi luka- luka dan infeksi, dimakan oleh cacing, menggaruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

Jadwal Kagyu Monlam ke 30 21 December 2012 01 January, 2013

Jadwal Kagyu Monlam ke 30 21 December 2012 01 January, 2013 Jadwal Kagyu Monlam ke 30 21 December 2012 01 January, 2013 Sebagai program utama harian Monlam, His Holiness Gyalwang Karmapa dan para tulku senior lainnya dan para lama akan memimpin persamuan dari ribuan

Lebih terperinci

Kalender Doa Februari 2017

Kalender Doa Februari 2017 Kalender Doa Februari 2017 Berdoa Bagi Pernikahan Dan Pertalian Keluarga Alkitab memberi gambaran mengenai pengabdian keluarga dalam Kitab Rut. Bisa kita baca di sana bagaimana Naomi dengan setia bepergian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan: what is a good life?. Seringkali, kehidupan yang baik dihubungkan

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan: what is a good life?. Seringkali, kehidupan yang baik dihubungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jimenez (2008) menulis bahwa manusia selalu tertarik pada jawaban atas pertanyaan: what is a good life?. Seringkali, kehidupan yang baik dihubungkan dengan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Poligami memiliki akar sejarah yang panjang dalam perjalanan peradaban manusia, poligami merupakan permasalahan dalam perkawinan yang paling banyak diperdebatkan

Lebih terperinci

ASSIGNMENT AGAMA BUDDHA IBADAT & AMALAN

ASSIGNMENT AGAMA BUDDHA IBADAT & AMALAN ASSIGNMENT AGAMA BUDDHA IBADAT & AMALAN Name : Vickneshvaran A/L Rajasegaran Matric No :3142000611 Code : MPU2323 Subject : Agama-Agama Di Malaysia Group : 1 Lecture : Sir Ahmad Tarmizi Bin Zakari AGAMA

Lebih terperinci

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani * Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 24 Oktober 2015; disetujui: 29 Oktober 2015 Perilaku seks menyimpang hingga saat ini masih banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP WANITA DALAM AGAMA BUDDHA

BAB IV KONSEP WANITA DALAM AGAMA BUDDHA BAB IV KONSEP WANITA DALAM AGAMA BUDDHA A. Konsep Kepemimpinan dalam Agama Buddha Buddhisme adalah sebuah agama yang bermula pada abad keenam sebelum Masehi, di masa hidupnya seorang pangeran muda dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

Gatha Dasar Jalan Tengah (Mulamadhyamakakarika) The Fundamental Wisdom of the Middle Way oleh Arya Nagarjuna. Pengantar

Gatha Dasar Jalan Tengah (Mulamadhyamakakarika) The Fundamental Wisdom of the Middle Way oleh Arya Nagarjuna. Pengantar 1 Gatha Dasar Jalan Tengah (Mulamadhyamakakarika) The Fundamental Wisdom of the Middle Way oleh Arya Nagarjuna Pengantar Arya Nagarjuna yang hidup di India Selatan sekitar abad kedua Masehi, tak diragukan

Lebih terperinci

TRILOGI NOVEL MARITO

TRILOGI NOVEL MARITO TRILOGI NOVEL MARITO Izinkan Aku Memelukmu Ayah Dalam Pelarian Ketika Aku Kembali Marito, terlahir sebagai perempuan di suku Batak. Ia memiliki empat kakak perempuan. Nasibnya lahir di masa terpelik dalam

Lebih terperinci

Bacaan diambil dari Kitab Nabi Yesaya:

Bacaan diambil dari Kitab Nabi Yesaya: 1 Tahun A Hari Minggu Adven I LITURGI SABDA Bacaan Pertama Yes. 2 : 1-5 Tuhan menghimpun semua bangsa dalam Kerajaan Allah yang damai abadi. Bacaan diambil dari Kitab Nabi Yesaya: Inilah Firman yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

Mengapa berdana? Pariyatti Sāsana hp ; pin. Friday, April 12, 13

Mengapa berdana? Pariyatti Sāsana  hp ; pin. Friday, April 12, 13 Dāna-3 Mengapa berdana? Pariyatti Sāsana www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD 1 Pandangan Tentang Dāna Kaum materialis: Dāna tidak ada buah karena tidak ada kehidupan setelah ini. Kaum Theis:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Nama Kursus   : Pernikahan Kristen yang Sejati Nama Pelajaran : Memilih Pasangan Kode Pelajaran : PKS-P02                    Pelajaran 02 - MEMILIH

Lebih terperinci

Mempunyai definisi Tuhan yang jelas Mempunyai penyampai risalah (Nabi/Rasul) Mempunyai kumpulan wahyu dari Tuhan yang diwujudkan dalam Kitab Suci

Mempunyai definisi Tuhan yang jelas Mempunyai penyampai risalah (Nabi/Rasul) Mempunyai kumpulan wahyu dari Tuhan yang diwujudkan dalam Kitab Suci Pengertian Agama Samawi, Ardhi Agama samawi atau disebut juga agama langit, adalah agama yang dipercaya oleh para pengikutnya dibangun berdasarkan wahyu Allah. Beberapa pendapat menyimpulkan bahwa suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR 69 Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR Feryanto W. K. 1 1 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci