BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akar dilapisi oleh sementum, yang terdiri dari 50% volume hydroxyapathite dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akar dilapisi oleh sementum, yang terdiri dari 50% volume hydroxyapathite dan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Gigi Gigi secara anatomis, dibagi menjadi mahkota dan akar (Gambar 2.1) mahkota dilapisi oleh enamel, yang terdiri dari 95% volume dari kristal hydroxyapathite. Enamel adalah jaringan yang paling keras dalam tubuh manusia. Akar dilapisi oleh sementum, yang terdiri dari 50% volume hydroxyapathite dan matriks kolagen. Dentin, merupakan bagian yang terluas dan membentuk sebagian besar gigi, dilapisi oleh enamel dan sementum. Dentin terdiri 70% mineralisasi dengan kristal hydroxyapathite dan matriks organik terdiri dari sebagian besar kolagen berserat. Pulpa gigi adalah jaringan lunak, yang berfungsi mempertahankan vitalitas gigi, terletak di dalam ruang pulpa yang terbungkus dentin (Dofka, 2000) Tanduk pulpa Enamel Dentin Mahkota Pulpa Saluran akar Dentin sementum Akar Gambar 2. 1 Struktur gigi (Dofka, 2000) 9

2 Enamel Enamel dibentuk oleh sel ameloblas, yang berasal dari embryonic germ layer dikenal sebagai jaringan ektodermal. Enamel terdiri dari struktur kristal mineral, 95-98% mengandung bahan inorganik. Hidroksiapatit dalam bentuk kristal latik (crystalline lattice) merupakan jumlah mineral terbesar sehingga enamel merupakan jaringan yang paling keras dari tubuh manusia. Ketebalan lapisan enamel semakin menipis secara berurutan dari bagian insisal/oklusal ke daerah servikal sampai pada batas cement enamel junction. Warna enamel dipengaruhi oleh ketebalan enamel dan warna dentin di bawahnya. Warna translucent berhubungan dengan derajat kalsifikasi dan homogenitas. Struktur enamel lainnya adalah bahan organik 1% dan air 4% dalam ukuran berat dan mineral lainnya serta trace elements dalam jumlah sedikit. Enamel tersusun dari jutaan enamel rods atau enamel prismata yang berjalan dari perbatasan enameldentin kepermukaan luar gigi (Lundeen et al.,2000) Kompleks dentin-pulpa Bersama-sama, dentin dan pulpa membentuk kompleks dentin-pulpa (gambar 2.2). Odontoblas, terletak pada lapisan terluar jaringan pulpa, membatasi jaringan pulpa dan predentin dan merupakan sel yang membentuk mineralisasi matriks dentin.

3 11 Gambar 2. 2 Kompleks dentin pulpa ( Bergenholtz et al., 2010) Para peneliti menyatukan dentin dan pulpa menjadi kompleks dentin pulpa karena keduanya berasal dari jaringan ikat mesodermal yang dibentuk dari dental papilla benih gigi. Kompleks pulpa-dentin oleh beberapa peneliti dianggap sebagai satu jaringan. Odontoblas merupakan bagian dari dentin maupun pulpa karena badan sel berada pada ruang pulpa dan sel prosesus sitoplasmik meluas ke dalam tubulus dentin pada bagian dentin yang bermineral. Kedua jaringan ini termasuk jaringan hidup yang mampu bereaksi oleh karena stimuli dan patologik. 1. Odontoblas Sel yang berperan sebagai pembentuk dentin, berasal dari undifferentiated ectomesenchym dental papilla dan neural crest yang berdiferensiasi jadi odontoblas. Pertumbuhan normal diproduksi oleh ekspresi signaling molecule dan growth factor di dalam sel. Odontoblas mengekpresikan gen yang mensekresi dentin matriks protein. Selain itu bertanggung jawab pada morfologi gigi sampai erupsi selesai. Bila tidak berkontak dengan ektodermal oral untuk membentuk epitel enamel, neural crest cell tidak akan berdiferensiasi membentuk dentin. Odontoblas, sel yang bertanggung jawab

4 12 untuk pembentukan dentin, terletak di sepanjang pinggiran ruang pulpa sebagai lapisan sel tunggal. Bentuk adalah memanjang (gambar 2.3). Selama perkembangan, odontoblas prekursor bermigrasi dari puncak saraf sebagai bagian dari sel ectomesenchymal. Pra-odontoblas dalam siklus sel, berdiferensiasi menjadi odontoblas, karena sinyal timbal balik dengan sel yang berdekatan dan matriks ekstraselular dari epitel gigi. LAPISAN ODONTOBLAS TUBULI DENTIN PREDENTIN Gambar 2. 3 Sel odontoblas jaringan pulpa (Nurul, 2012) Penelitian Couble et al (2000) kultur odontoblas mempunyai morfologi seluler yang khas secara in vitro. Sel ini juga membentuk dentin seperti zona mineralisasi (Couble et al., 2000). Odontoblas mungkin berperan dalam respon imun gigi. Hipotesis ini didukung oleh temuan bahwa odontoblas konsisten memproduksi komponen inate immunity dan imunitas adaptif (Veerayutthwilai et al., 2007; Dommisch et al., 2005) dan odontoblas dapat diinduksi untuk mengekspresikan sitokin dan kemokin (Veerayutthwilai et al., 2007). Odontoblas merupakan sel paling utama jaringan pulpa membentuk suatu lapisan di daerah perifer dan mensitesis matriks dan akan termineralisasi, disebut dentin. Odontoblas yang berada di ruang pulpa relatif besar berbentuk kolumnar.

5 13 odontoblas bagian servikal dan tengah akar berbentuk hamper seperti kubus (cuboidal) dan didaerah apeks cenderung terlihat pipih (Squamous). Odontoblas terdiri dari dua komponen struktural dan fungsional utama yaitu badan sel dan prosesus. Badan sel terletak tepat di bawah matriks dentin yang tidak termineralisasi. Odontoblas baru, berdiferensiasi dari sel mesenkhim pulpa dalam waktu kira-kira 15 hari yang mengandung serabut kolagen tidak bermineral (Lundeen et al., 2000). Pemahaman deferensiasi odontoblas tidak hanya dimengerti pada pertumbuhan sel normal tetapi juga diperlukan pada awal perbaikan dentin. Membran basalis dari epitel internal enamel penting pada diferensiasi odontoblas. Membran basalis mengandung kolagen tipe I, molekul non kolagen yaitu laminin, fibronektin, dan heparin sulfat prostaglandin (Trowbridge et al., 2002). Dental papilla berdeferensiasi menjadi preodontoblas yang berlokasi di membran basalis, kemudian preodontoblas membulat dengan sedikit protrusi dan menajdi odontoblas terpolarisasi. Sel memanjang, membesar dan inti terletak di bagian basal dari sel yang dikenal dengan bentuk kolumnar (Berkovitz et al.,2002), juga terjadi perubahan pada membran sel yaitu meningkatnya ekspresi protein yang mengikat fibronektin. Jumlah odontoblas antara /mm 2 dan tinggi 5 m pada dentin bagian koronal dan akan berkurang pada dentin bagian akar Jumlah odontobals berhubungan dengan jumlah tubulus dentin yang bervariasi tergantung tipe gigi dan lokasi. Molekul biologi yang diproduksi sel untuk mengawali proses proliferasi, migrasi dan deferensiasi dari bermacam jenis sel, serta mengontrol pertumbuhan

6 14 dan memperbaiki kerusakan sel disebut growth factor (GF). Selama diferensiasi odontoblas, pada epitel internal enamel mengandung TGF-β, IGF dan BMP. Molekul biologi tersebut terlibat sinyaling hubungan epitel dan mesenkhim sehingga morfogenesis gigi dan deferensiasi sel diregulasi, misalnya EGF mempunyai fungsi pada pertumbuhan gigi, menstimulasi proliferasi sel pembentuk enamel dan preodontoblas. Fungsi TGF-β1 sebagai regulasi komposisi dan struktur ECM, FGF berperan pada determinasi dan deferensiasi odontoblas, meskipun hal ini masih merupakan hipotesis (Trowbridge et al., 2002; Sri Kunarti, 2005). Diduga GF yang disintesis membran basalis berperan pada preodontblas, memodulasi ekspresi gen yang terlibat pada sitoskeleton. Pada proses mitosis preodontoblas menjadi odontoblas juga melibatkan famili TGFβ (Berkovitz et al., 2002; Sri Kunarti, 2005). Pada saat gigi erupsi sempurna, odontoblas akan membentuk dentin sekunder sepanjang hidup pada gigi vital. Odontoblas mampu merespons dengan membentuk dentin sekunder lebih cepat, apabila terkena jejas atau karies. Odontoblas merupakan sel yang tidak dapat membelah, dan bila mengalami jejas yang menyebabkan kematian odontoblas, maka akan berdiferensiasi dan mengalami pembelahan sel. Sel yang mengalami pembelahan adalah sel sub odontoblas yaitu sel anak (daughter cell) odontoblas. Sel yang membentuk pertahanan dan disebut dentin tersier (Nanci, 2003). TGF mempunyai fungsi penting sebagai pengontrol aktivitas sintesis selama pertumbuhan. Reseptor membran untuk TGF diekspresikan pada odontoblas sehat maupun cidera, lebih tinggi dibandingkan sel lain di pulpa pada gigi yang sehat maupun cedera.

7 15 2. Dentin Pembentukan dentin oleh odontoblas yang berasal dari ektomesenkim. Dentin dan pulpa berasal dari dental papilla benih gigi. Odontoblas terletak pada bagian perifer dentin sebelum enamel dibentuk oleh ameloblas. Dentin adalah jaringan ikat mineral, dan mempunyai karakteristik sebagian besar ditentukan oleh matriks ekstraseluler yang mengalami mineralisasi. Dentin terdiri dari 50% mineral (terutama hydroxyapathite), matriks organik 30% dan air 20%. Distribusi konstituen ini bervariasi di berbagai bagian dan jenis dentin. Proses pembentukan dentin disebut dentinogenesis. Dentin primer, selama fase pembentukan dentin secara fisiologis dan merupakan bagian terbesar dari struktur gigi. Dentin matriks secara bertahap terorganisasi dan mengalami mineralisasi. Dentin merupakan jaringan hidup mengandung odontoblas, prosesus odontoblas dan dentin matriks yang dibentuk oleh kolagen dan kompleks mukopolisakarida. Kolagen berperan sebagai matriks dari mineral. Badan sel odontoblas terbentang di perifer permukaan pulpa. Komposisi dentin terdiri dari bahan inorganik 75% dalam bentuk kristal hidroksiapatit (Ca 10 (PO4) 6 (OH) 2 ), bahan organik berupa serabut kolagen terutama kolagen tipe I dan tipe V (dalam jumlah sedikit) sebesar 20%, sedangkan 5% air dan bahan lain. Kandungan mineral pada dentin lebih kecil dibanding enamel tetapi lebih banyak jika dibandingkan sementum dan tulang (Lundeen et al., 2000). Komponen dentin (gambar 2.4) menyerupai tulang, tidak mengandung pembuluh darah sehingga tidak dapat remodeling. Proses kalsifikasi berlangsung secara lambat gigi vital.

8 16 Predentin yang merupakan matriks organik dentin yang tidak mengandung mineral. Predentin mengandung kolagen tipe I dan II. Sedangkan nonkolagen adalah proteoglikan, glikoprotein, glikosaminoglikan, gla-protein dan fosfoforin. Molekul-molekul tersebut merupakan molekul spesifik dengan fosforilasi yang tinggi, yang dihasilkan odontoblas dan dibawa ke daerah dentin yang bermineral (Trowbridge et al., 2002; Sri Kunarti, 2005). Karakteristik dentin manusia adalah 20-30% volume dentin mengandung tubulus yang merupakan tempat prosesus odontoblas, berjalan dari dentino enamel junction/ cemento enamel junction kearah pulpa berbentuk huruf S, menyempit di bagian koronal makin ke pulpa semakin lebar. Bagian lateral Tubulus mempunyai cabang dari prosesus odontoblas utama yang merupakan jalur pergerakan bahan antara prosesus dan matriks. Arah cabang tersebut mempengaruhi fibril kolagen di dalam dentin intertubular (Lundeen et al., 2000; Sri Kunarti, 2005). Dentin Predentin Odontoblas Nervus Tubuli dentin Sel dendrit Gambar 2. 4 Dentin (Bergenholtz et al., 2010) Tubulus dentin dibatasi dentin peritubular. Matriks peritubular dentin berbeda dengan intertubular. Sedangkan jumlah fibril kolagen pada peritubular dentin lebih sedikit tetapi mengandung lebih banyak sulfat proteoglikan, sehingga

9 17 matriks peritubular lebih mudah larut oleh asam. Jumlah mineral pada intertubular lebih banyak menyebabkan lebih keras sehingga gigi lebih kuat (Lundeen et al.,2000; Trowbridge et al.,2002). Ada 3 jenis dentin yaitu dentin primer, sekunder dan tersier. Dentin primer terbentuk pada saat gigi belum erupsi sampai erupsi. Dentin sekunder dentin dibentuk pada saat gigi erupsi sampai mencapai kontak oklusal dan terletak pada daerah di bawah dentin primer. Dentin tersier menggambarkan pembentukan dentin akibat rangsangan eksternal, terbentuk di bawah daerah cedera, dan tingkat deposisinya sebanding dengan tingkat cedera (Mjor et al., 2001). Dentin tersier disebut dentin reaksioner apabila dibentuk oleh odontoblas selama cedera, atau dentin reparatif apabila dibentuk oleh pengganti odontoblas (odontoblast like cells), dari sel pulpa yang bermigrasi ke lokasi cedera (Garant 2003a, Smith 2002). Matriks organik dentin terdiri dari kolagen, protein, glikoprotein, proteoglikan, lipid dan nonkolagenus ( Goldberg & Smith 2004). Kolagen adalah protein yang paling umum terdapat pada matriks ekstraselular dentin (90%), sedangkan yang terbanyak adalah kolagen tipe I (Goldberg & Smith 2004). Kolagen tipe III, V dan VI jumlahnya lebih sedikit dan terdapat di predentin atau dentin (Goldberg & Smith 2004). Protein nonkolagen mempunyai fungsi penting untuk mengendalikan mineralisasi fibril kolagen dan pertumbuhan kristal selama pembentukan dentin. Faktor pertumbuhan yang terdapat pada dentin adalah TGF-β1-3, Insulin Growth factor (IGF), Bone Morphogenetic Protein (BMP). Faktor pertumbuhan dapat disekresi pada proses kerusakan dentin, misalnya karies (Smith, 2003).

10 18 3. Jaringan Pulpa Jaringan pulpa berasal dari sel-sel ektomesenkhim. Jaringan ini disebut pulpa gigi setelah sel-selnya matang dan dentin telah terbentuk (Walton & Torabinejad,1996). Jaringan pulpa membentuk, mendukung dan dikelilingi dentin dan bagian tepi dikelilingi oleh lapisan selular dari odontoblas dentin. Jaringan pulpa terdiri dari jaringan ikat lunak mengandung pembuluh darah dan saraf, dan berfungsi mempertahankan vitalitas kompleks dentin-pulpa. Jenis sel paling banyak adalah fibroblas, selain itu juga mengandung sel endotel, serabut saraf, sel mesenchymal dan berbagai sel imunokompeten (Goldberg & Smith 2004). Pada pulpa bagian korona, fibroblas membentuk zona sel-kaya (sel Höhl, sel subodontoblastik) yang dipisahkan dari lapisan odontoblas oleh sel dalam zona bebas (zona Weil). Zona Weil mengandung kapiler darah, jaringan yang kaya serabut saraf unmyelinated dan fibroblas. Jaringan pulpa pusat, yang dikenal sebagai pulpa terdiri dari fibroblas, pembuluh darah besar dan saraf, terletak ke dalam dari zona sel-kaya (rich zone) (Okiji 2002). Sel mensenkim,terdiri dari sel progenitor pulpa yang dianggap mampu membedakan fibroblas atau odontoblas, didistribusikan di seluruh jaringan pulpa dan sering terletak perivascularly (Okiji 2002, Mjor et al., 2001). Beberapa jenis sel imunokompeten, termasuk sel dendritik, odontoblas, makrofag dan T-dan B-limfosit, telah terdeteksi di pulpa (gambar 2.5)

11 19 Gambar 2. 5 Struktur jaringan pulpa (Garg, 2010) P ada matriks ekstraseluler pulpa (ECM), terdapat fibroblas, kolagen, proteoglikan dan glikoprotein, dan komposisi mirip dengan yang di jaringan ikat lunak lain (Okiji, 2002). Sebagian besar adalah kolagen tipe I dan III, kolagen terdiri dari 95% dari kolagen total, sementara non-kolagen V dan VI, ditemukan dalam jumlah lebih rendah. Pembuluh darah dan saraf masuk pulpa melalui foramen apikal atau foramina akar, dan cabang koronal (Mjor et al., 2001). Pembuluh darah paling banyak didapatkan pada daerah subodontoblastik, dan beberapa kapiler bahkan memasuki lapisan odontoblas, tetapi tidak pada dentin. Saraf sensorik dan simpatik pada jaringan pulpa terutama mengikuti pembuluh darah, berakhir di bagian subodontoblastik dan di periodontoblastik sedangkan tubulus dentinalis memperluas 0,1 mm ke dentin di mahkota (Mjor et al., 2001). Serabut saraf sensoris terutama banyak dekat ujung tanduk pulpa. Odontoblasts dan daerah subodontoblastik biasanya tidak inervasi oleh saraf simpatik.

12 Sementum Sementum adalah jaringan keras gigi yang melapisi anatomi akar gigi, berasal dari sel sementoblas yang berkembang dari undifferentiated mesenchymal cells pada dental follicle.karakteristik sementumberwarna kuning terang dan sedikit lebih terang dari pada warna dentin. Mengandung fluorida yang tinggi pada seluruh jaringan yang mengandung mineral. Komposisi kimia sementum mengandung bahan organik (hidroksi apatit) 45% - 50% dalam berat dan 50% - 55% dalam berat adalah bahan organik dan air. Komposisi utama bahan organik adalah kolagen dan protein polisakharida. Struktur sementum terdiri dari sharpey s fibers. Sharpey s fibers adalah bagian dari principal fibers of the periodontal ligament sebagai tempat perlekatan antara sementum dengan tulang alveolus untuk melekatkan gigi ke tulang alveolus. Sementum selalu terbentuk selama hidup, ada dua jenis sementum aselular dan selular. Lapisan aselular dari sementum terletak pada setengah akar gigi menuju koronal dan lapisan selular terletak pada setengah apikal. Cementodentinal junction adalah daerah yang halus merupakan pertautan antara dentin dan sementum. Pertautan antara sementunm dengan enamel disebut cementoenamel junction, yang terletak pada garis servikal, tetapi kadang-kadang ditemukan enamel dan sementum tidak bertemu yang akan menyebabkan gigi menjadi sensitif (10%). Sifat fisik sementum mempunyai kekerasan lebih rendah dari dentin tetapi sementum juga mempunyai sifat permeabel terhadap bermacammacam bahan.

13 Pembentukan matriks dentin Matriks dentin atau predentin terbentuk pada masa aposisi dari pertumbuhan gigi. Odontoblas berdiferensiasi, mensekresi matriks organik, yang mengandung kolagen tipe I dengan jumlah yang terbanyak di matriks dentin yang masuk ke predentin. Predentin terdiri dari kolagen tipe III, nonkolagen dan beberapa protein diantaranya adalah dentin phosphophoryn/ phosphoprotein merupakan molekul spesifik dengan fosforilasi tinggi berperan pada proses mineralisasi. Odontoblas mensintesis dentin phosphoprotein (DPP) dan dentin sialoprotein (DSP) melalui prosesus odontoblas. Selain odontoblas, DPP dan DSP juga disekresi oleh preameloblas dari epitel internal enamel. Pada jaringan gigi hanya terdapat DSP dan ekspresinya terbatas pada odontoblas yang sedang berdiferensiasi. DPP dan DSP merupakan pembelahan DSPP (dentin sialophosphoprotein) yang terdapat di gen kromosom 4 (About et al., 2000; Sri Kunarti, 2005) Mineralisasi dentin` Kecepatan pembentukan mineral menentukan pola klasifikasi. Bila proses mineralisasi berjalan cepat maka terjadi kalsifikasi globular. Kalsifikasi globular/calcopheric terjadi oleh deposisi kristal pada beberapa tempat dari matriks kolagen. Kristal tumbuh terus dan terbentuk masa globular. Bila proses mineralisasi berjalan lambat maka terjadi kalsifikasi linear (Nanci, 2003). Ada 2 mekanisme pembentukan mineralisasi pada dentin reparatif (Nanci, 2003; Sri Kunarti, 2005):

14 22 1. Mekanisme matrix vesicle. Pada awal mineralisasi, terjadi kristalit diantara vesicle. Apabila tidak ada, maka matriks vesicle tidak dapat memulai mineralisasi. 2. Mekanisme heterogenous nucleation. Pembentukan kolagen merupakan dasar dari mineralisasi jaringan, penyimpanan kristal apatit. Kolagen selain berikatan dengan kristal hidroksiapatit, juga berikatan dengan nonkolagen (glikoprotein, proteoglikan, bone sialoprotein dan fosfoprotein) tetapi mekanisme ikatan tersebut belum diketahui. Mineralisasi terjadi apabila odontoblas. Odontoblas mengawali, mengontrol mineralisasi, memproduksi matriks, sehingga terjadi mineralisasi, mengontrol transport dan pelepasan ion kalsium, dan menentukan pembagian komponen matriks yang akan mengawali dan memodulasi proses tersebut. Kalsium diambil dan disimpan di distal bodi dan prosesus, terikat pada organel dari sitosol (cairan intraseluler). Konsentrasi kalsium yang tinggi, toksik terhadap sel tetapi tidak untuk odontoblas. Ion kalsium berikatan dengan odontoblas menjadi kristal mineral pada dentin. Penyimpanan terjadi pada tempat yang dibentuk oleh kolagen tipe I dan di bawah control predominant non-colagen protein di dentin (Nanci, 2003) Penyimpanan mineral sangat erat kaitannya dengan serabut kolagen. Awal mineralisasi terbentuk diantara membran (matrix vesicle) (Fernando-Jose et al., 2009). Gelembung matriks mempunyai peranan penting pada proses ekstraseluler matriks dan mineralisasi jaringan (Spoto et al., 2001). Mineralisasi dimulai pada dentin, dari matriks dentin

15 23 membentuk mantel dentin. Kristal kalsium fosfat mulai menumpuk pada gelembung matriks didalam predentin. Gelembung matriks menyebar di predentin, paling banyak terdapat dipada basal lamina. Kristal hidroksiapatit berkembang dengan cepat di gelembung matriks dan gelembung pecah, kristal hidroksiapatit terlepas dan menyatu dengan kristal diluar gelembung membentuk globules kecil. Globulus terus meluas sampai seluruh matriks termineralisasi. Kemudian kristal hidroksiapatit pada permukaan dan fibril kolagen membentuk mineral sehingga mineral dentin meningkat. Peranan Gelembung matriks sangat penting pada proses ECM dan mineralisasi jaringan. ALP memulai deposisi mineral dan kalsifikasi jaringan (Trowbridge et al., 2002; Sri Kunarti, 2005) Alkali fosfatase Pada fibroblas pulpa terdapat konsentrasi ALP yang tinggi. Pada sel pulpa yang sedang tumbuh didapatkan konsentrasi ALP yang rendah dan meningkat apabila sel mengalami proliferasi. Pada pulpitis reversibel, konsentrasi ALP lebih tinggi dibandingkan gigi sehat dan pulpitis ireversibel. ALP terdeteksi pada sel di bawah lapisan odontoblas. Pada mekanisme perbaikan dan penyembuhan jaringan pulpa mempunyai aktivitas ALP yang tinggi juga dentinogenesis serta apabila pulpa cedera. Penelitian imunohistokimia pada pulpa normal, ditemukan ALP hanya sedikit pada daerah predentin dan tidak terdapat sama sekali pada sel pulpa (Sri Kunarti, 2005). Pada pulpitis reversible, aktivitas ALP yang diffuse pada ektraseluler stroma dan tidak terdapat pada odontoblas dan lapisan sub odontoblas. Pada pulpitis ireversibel, aktivitas ALP terdapat pada makrofag, sel plasma dan neutrophil.

16 24 Pada dentinogenesis aktivitas yang tinggi dari ion kasium mengaktifkan ALP, hal ini menunjukkan aktivitas odontoblas. Pada penelitian aktivitas ALP, menunjukkan bahwa pada pulpitis reversibel terjadi peningkatan aktivitas ALP (diagnosis klinis dan mikroskopik), sedangakan terjadi penurunan aktivitas ALP yang tajam pada pulpitis ireversibel. Hal ini berhubungan dengan mediator sistem imun sel inflamasi yang mempunyai efek menghambat sintesis ALP. ALP berfungsi pada permulaan respons pulpa terhadap cedera (Spoto et al., 2001). Konsentrasi ALP pada odontoblas dan sub odontoblas like cell lebih tinggi daripada konsentrasi ALP dari undifferentiated mesenchym sel pulpa. Pada keadaan normal sel pulpa tidak memproduksi ALP. Aktivitas ALP berubah bila sel memulai program diferensiasi terminal selama pembentukan dentin. ALP adalah enzim nonspesifik yang dapat memecah ion fosfat dari substrat organik pada ph alkali. Enzim ALP mempunyai lebih dari satu fungsi pada sel membran, aktivitas ALP tidak mengganggu transport kalsium (Nanci, 2003). Aktivitas ekstraseluler ALP pada mineralisasi terjadi pada saat pertumbuhan kristal hidroksiapatit. Kristal ini bila kontak dengan cairan jaringan tidak dapat tumbuh karena ion pirofosfat berada di permukaan menghambat pertumbuhan lebih lanjut. ALP berfungsi sebagai pemecah pirofosfat (fosfat inorganic) sehingga kristal dapat tumbuh terus. ALP akan meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 7-14, konstan sampai hari ke 20 (David, 2004) Dentin Matrix Protein 1 (DMP1) Dentin Matrix Protein 1 (DMP1) merupakan komponen penting dari matriks non-kolagen ekstraselular pada pembentukan gigi dan tulang. DMP1 adalah protein matriks dentin yang kaya serin dan asam aspartat serta

17 25 memfosforilasi, terutama untuk kelompok kinase dari kasein kinase II. Pola ekspresi DMP1 selama perkembangan gigi konsisten dengan peranan penting untuk protein dalam mineralisasi dentin. Odontoblas mengalami diferensiasi ditunjukkan dengan peningkatan ekspresi DMP 1 sampai dengan hari ke 11 dan kemudian akan konstan (David et al., 2004) DMP1 antibodi digunakan untuk menentukan lokalisasi kondisi normal. DMP1 terlokalisasi dalam inti sel dan pada keadaan mineralisasi maka DMP1 mampu tranlasi dari inti ke dalam matriks ekstraseluler (David et al., 2004) Fibroblas pulpa Fibroblas merupakan sel yang paling banyak ditemukan di dalam pulpa dan terbanyak di daerah kaya sel (gambar 2.5). Fibroblas merupakan diferensiasi dari sel mesenkhim. Fibroblas setelah berdiferensiasi, bereplikasi melalui proses mitosis. Gambar 2. 6 Sel fibroblas jaringan pulpa (Nisha & Amit, 2010) Fibroblas mensekresi kolagen serta bahan dasar yang kemungkinan akan kehilangan kolagen selama proses penyembuhan. Odontoblas yang mengandung organel sitoplasmik dapat berubah sesuai dengan aktivitasnya. Bentuk fibroblas

18 26 yang tidak aktif memanjang dengan sitoplasma yang sedikit dan intinya mengandung kromatin yang padat (Nisha & Amit, 2010). Fibroblas aktif, berbentuk oval, intinya pucat dan sitoplasmanya lebih luas. Fibroblas bergerak dan berkontraksi selama pembentukan jaringan ikat, remodeling dan perbaikan luka (Nanci, 2003). Fibroblas bergerak melalui bahan dasar dan dipisahkan satu sama lain oleh komponen ECM, sehingga tidak terdapat intercellular junction, tetapi mempunyai kontak khusus yang disebut fibronexus yang terdapat di sitoplasma di tepi sel membran dan intracellular actin filament yang dihubungkan fibronektin. Fibroblas mensitesis dan mensekresi bermacam molekul ekstraseluler termasuk molekul biologi aktif seperti proteinase, sitokin dan growth factor. kolagen tipe I, tipe III (reticulr fibers), diantara kedua tipe tersebut terdapat tipe V. Fibroblas muda membentuk fibril kolagen dan bahan dasar setengah padat yang mengandung sedikit asam hialuronat (Nanci. 2003). Benttuk sel fibroblas muda relatif besar, bulat panjang, mempunyai juluran sitoplasma yang tumpul dan kadang bercabang. Inti ovoid, butir kromatin halus (open face type), sitoplasma berwarna basofil, bentuk seperti bintang sehingga disebut stellate fibroblast. Sitoplasma menjulur saling berhubungan membentuk suatu anyaman. Fibroblas tua atau fibrodsis/fibrosit, intinya dense chromatine type dan seakan telanjang, berbentuk ovoid, sitoplasma berwarna asidofilik (Bergenholtz, 2010). Fibroblas mensekresi dua makromolekul utama yaitu proteoglikan dan glikoprotein. Sifat penting dari permukaan sel dan proteoglikan adalah mempunyai kemampuan mengikat growth factor, sitokin dan biologi molekul aktif lainnya. Didalam ECM, growth factor terikat pada proteoglikan yang

19 27 bertindak sebagai cadangan dari molekul aktif yang dapat mempengaruhi sel didekatnya (Bergenhltz, 2010). Fibroblas merupakan sel yang tersebar pada jaringan ikat tak bermineral. Di dalam pulpa berbentuk jaringan longgar, yang melekat satu sama lain dengan adheren type junction dan gap junction. Fibroblas mensekresi komponen dari ECM dan terlibat pada degradasi. Fibroblas diproduksi oleh lebih mirip tulang daripada Mineral yang dentin. Fibroblas pulpa mampu memproduksi growth factor dan sitokin yang berperan sebagai pengontrol pertumbuhan dan respon terhadap jejas (Avery, 2000, Berkovitz et al., 2002, Nanci, 2003; Sri Kunarti, 2005) Extra Cellular Matrix Extra cellular matrix (ECM) pulpa serupa dengan bahan dasar jaringan ikat lainnya, terutama terdiri dari glikosaminoglikan, glikoprotein dan air. Lingkungannya berupa suatu sol-gel yang menunjang sel-sel dan bertindak sebagai media untuk transportasi bahan gizi dan metabolisme. Perubahan komposisi ECM yang disebabkan oleh usia atau penyakit dapat mengganggu aktivitas sel dan dapat menyebabkan ketidakteraturan fungsi sel dan deposisi mineral. ECM kelihatannya berbentuk amorf tetapi mengandung campuran yang kompleks dari makromolekul yang mempunyai fungsi penting. Makromolekul berinteraksi dengan sel dan komponen fibrous dari matriks yang terlibat pada adhesi dan pensinyalan (Nanci, 2003). Jaringan ikat terdiri dari sel dan serabut yang keduanya tertanam di dalam bahan dasar. Sel memproduksi serabut jaringan ikat juga mensitesis sebagian besar unsur utama ECM. Bentuk cenderung berbentuk gel daripada bentuk sol dan

20 28 berbeda dengan cairan jaringan. ECM bertanggung jawab terhadap keseimbangan air dari jaringan ikat. Matriks melekat pada sel dan berikatan dengan bermacammacam regulatory molecules seperti growth factor, membuat suatu jaringan yang akan menunjukkan fungsi sel yang masuk dan berkontak (Bergenholtz, 2010) Kolagen Protein yang terbanyak di dalam tubuh adalah Kolagen. Famili kolagen paling sedikit terdiri dari 30 gen yang berbeda dan diketahui memproduksi 19 tipe kolagen. Fibroblas, odontoblas, dan cementoblas merupakan produser kolagen yang besar. Jenis sel yang lain (epitel, endotel, otot dan Schwann) juga mensitesis kolagen walaupun dalam jumlah dan jenis yang sedikit. Kolagen tipe I,II,III,V, dan XI bergabung dalam ekstraseluler membentuk fibril. Kolagen tipe I banyak terdapat pada jaringan ikat, sedangkan tipe III (serabut reticular) dan tipe V biasanya terdapat diantara tipe I dan III yang diduga mengatur diameter fibril (Nanci, 2003; Sri Kunarti, 2005). Dentin mengandung kolagen tipe I paling dominan (86%), sedangkan di dalam pulpa dapat ditemukan kolagen tipe I dan kolagen tipe III. Koalgen tipe I disintesis dan disekresi oleh odontoblas, masuk ke matriks dentin. Fibroblas memproduksi kolagen tipe I dan tipe III didalam pulpa (Nanci, 2003). Avery (2000), menyatakan bahwa di dalam pulpa terdapat kolagen tipe I dan tipe II. Kolagen tipe I berasal dari odontoblas karena terdapat di dalam dentin dan tipe II kemungkinan diproduksi oleh fibroblas. Sejak pulpa berkembang hingga menjadi matang produksi kolagen tetap konstan, tetapi menjadi lebih nyata karena kolagen dalam kumpulan bundel tidak sebagai serabut tunggal. Dalam keadaan normal, bagian apeks pulpa mengandung

21 29 kolagen lebih banyak daripada bagian koronal. (Nanci, 2003). Pembentukan dentin ditandai oleh fibril kolagen dengan diameter yang besar (1-2 m) disebut Von Korrff;s fiber yang mengandung kolagen tipe III dan fibronektin. terdapat diantara odontoblas meluas menuju inner dental epithelium. Pertumbuhan odontoblas menghasilkan sel odontoblas dengan ukuran yang bertambah besar dan memproduksi kolagen tipe I yang lebih kecil yang nantinya sejajar dengan dentin enamel junction (Nanci, 2003; Sri Kunarti, 2005). 2.2 Karies Gigi Mikroflora pada karies gigi sangat kompleks dan bervariasi antara individu. kelompok dominan dapat bergantung pada diet, saliva, dan kronisitas dari lesi. Kelompok streptococcus, seperti Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus, dan Lactobacilli penting dalam inisiasi dan perkembangan karies (Hahn & Lieweh, 2007). Mikroorganisme bersifat acidogenic (memproduksi asam) oleh fermentasi karbohidrat diet, yang mengakibatkan demineralisasi dari enamel maupun dentin dan juga bersifat aciduric (toleran asam), yang memberikan mereka hidup kompetitif. Di antara bakteri acidogenic, adalah strain Streptococcus dan Lactobacilli (bakteri yang dapat menghasilkan dasar dari arginin dan sehingga menghasilkan baik penurunan dan peningkatan ph). Bakteri Streptococcus dan Lactobacilli mampu invasi dalam intratubular dentin dengan mengikat kolagen tipe I (Grady et al., 2005). Lesi belanjut melibatkan sebagian besar dentin (deep caries), didominasi oleh bakteri Lactobacilli yang merupakan bakteri Gram-positif, fakultatif anaerob,dan mempunyai faktor virulensi Lipoteichoic Acid (LTA). Lesi karies akan

22 30 berlanjut dan akhirnya mencapai jaringan pulpa, sehingga terjadi inflamasi pulpa dan mempunyai gejala klinis adanya rasa sakit. 2.3 Bakteri Lactobacillus acidophilus Lactobacillus acidophilus adalah bakteri gram-positif, non-spora berbentuk batang yang lurus ukurannya 0,5-1 µm x 1,5-5 µm. Lactobacillus acidophilus termasuk golongan homofermentatif yaitu bakteri yang sebagian besar hasil metabolismenya terhadap karbohidrat adalah asam laktat dan tumbuh atau bertahan hidup pada tingkat keasama yang sangat rendah, dibawah ph 4,5. Dengan komposisi basa DNA kurang dari 53%, mereka mampu tumbuh pada keadaan anaerob dan aerob (anaerob aerotolerant), dengan kadar oksigen yang rendah (5%-10%, CO 2 ) tetapi umumnya mereka tumbuh anaerobik (Parvaneh & Maryam, 2011) Lactobacillus acidophilus merupakan flora normal rongga mulut dan tidak bersifat patogen tetapi dikaitkan sebagai bakteri penyebab karies gigi. Hal ini disebakan bakteri ini mempunyai afinitas transport dalam pengambilan substrat walaupun pada keadaan ph rendah, keadaan ini memungkinkan dapat bertahan dalam plak dan lokasi karies gigi sehingga akan merusak struktur jarinagan keras gigi. Lactobacillus acidophilus mempunyai kemampuan untuk memetabolisme karbohidrat menjadi asam dan menurunkan ph dan bertahan hidup dalam ph rendah serta memproduksi polisakarida ekstra seluler yang berperan dalam pembentukan matriks plak (Samarayakane, 2002).

23 Struktur sel Lactobacillus acidophilus Lactobacillus acidophlus terdiri dari membran sitoplasma, dinding sel. Dinding sel membentuk dan mengelilingi membran sitoplasma yang melindungi dari lingkungan. Juga terdapat pili dan flagella, yang berasal dari membran sitoplasma dan menonojl melalui dinding ke luar dan membantu Lactobacillus acidophilus untuk bergerak dan menempel pada substrat tertentu. Dinding sel terdiri empat komponen penting termasuk peptidoglikan, asam teichoic, S-layer, dan polisakarida (Gambar 2.6) Gambar 2. 7 Struktur dinding sel bakteri Lactobacillus acidophilus (Parvani & Marjam, 2011) Peptidoglikan Peptidoglikan (murein) adalah komponen penting dan spesifik dari sel bakteri Lactobacillus acidophilus dinding (bakteri gram positif). Ini merupakan polimer yang terdiri dari gula dan asam amino yang membentuk lapisan di luar membran plasma.

24 32 Fungsi peptidoglikan utama adalah untuk melestarikan integritas sel dengan menahan turgor. setiap penghambatan biosintesis atau degradasi spesifik selama pertumbuhan sel akan mengakibatkan lisis sel. Peptidoglycan adalah sel yang unik dan penting dinding komponen hampir semua bakteri. Pola yang paling penting, reseptor untuk peptidoglikan adalah: CD14 dan Toll like reseptor 2 (TLR2): CD14 fungsi sebagai ko-reseptor makrofag (bersama dengan TLR4 dan MD-2) (Dziarski & Gupta 2005; Konstantinov et al., 2008). TLR2 adalah reseptor sel-activating untuk gram-positif bakteri dan peptidoglikan dan komponen lipoteichoic acid (LTA). TLR2 terutama diekspresikan pada monosit, makrofag, sel dendritik, sel B, dan untuk tingkat lebih rendah, pada neutrofil dan sel lainnya. TLR2 dan CD14 adalah aktivasi dari transduksi sinyal jalur yang menghasilkan aktivasi faktor transkripsi NF-kB, yang diperlukan untuk aktivasi transkripsi dan sekresi kemokin dan beberapa sitokin (Dziarski & Gupta, 2005;. Vidal et al., 2002) Teichoic asam (TA) Lactobacillus acidophilus Dinding sel Lactobacillus acidophilus terdiri dari asam teichoic yang dapat terdiri dari lebih dari 50% dari berat dinding. Asam teichoic cukup beragam. Asam teichoic berkontribusi dalam banyak hal dengan fungsi dinding sel (Delcour et al., 1999) dan tampaknya dalam beberapa bentuk: (i) Asam teichoic (TA) dan asam teichuronic (TUA) yang terikat secara kovalen dengan peptidoglikan, dan (ii) Asam lipoteichoic (LTA) dan poglycans (LG) yang masih melekat pada membran sitoplasma, tetapi sebagian kecil dari mereka yang

25 33 ditemukan bebas di dinding sel atau bahkan dilepaskan ke dalam medium Lipoteichoic Acid (LTA) LTA merupakan molekul amphiphilic terdiri dari sebuah polyglycerolphosphate dengan kelompok glycolipid kompleks yang mempunyai kekuatan hidrofobik pada membran sel bakteri Gram-positif. LTA diproduksi dalam jumlah besar oleh bakteri kariogenik dengan tersedia sukrosa dan dapat diekspor ekstrasel ketika bakteri tumbuh pada ph rendah. LTA merupakan reseptor ekstraseluler oleh Gram-positif, bakteri acidogenic bisa menyebar ke pulpa dan menimbulkan respon imunitas. LTA mengaktifkan sistem imunitas tubuh bawaan dengan mekanisme yang sama. mengaktifkan sinyal reseptor (TLRs), dan menginduksi sitokin proinflamasi seperti nekrosis tumor-alfa (TNF- ), interleukin-1 (IL-1), interlukin- 8 (IL-8), interleukin-12 (IL-12), dan sitokin anti-inflamasi interleukin-10 (IL-10) ( Hahn dan Lieweh,2007). LTA berikatan dengan TLR2 di permukaan makrofag yang akan memicu penggabungan MyD88 dengan domain TIR membentuk kompleks IRAK-1. IRAK-1 akan mengaktifkan TRAF-6 (TNF Receptor Associated Factor-6) dan mengaktivasi TAK-1 (TGF β Activated Kinase). Kemudian TAK-1 akan mengaktivasi Iκ-β (IKK) untuk mengaktifkan jalur NF-kB, IKK memfosforilasi Iκ-β sehingga terjadi pelepasan NF-kB yang akan mengaktifkan mediator pro inflamatori memproduksi sitokin IL1, IL6, IL8 dan TNF-α (Hahn dan Liewehr, 2007; Bratawidjaya & Rengganis, 2009) Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa Bacillus LTA merangsang odontoblas,mengekspresikan TLR2 dan menginduksi sekresi kemokin (CCL2

26 34 dan CXCL2) (Gambar 2.7). LTA Lactobacillus menginduksi TNF- melalui TLR2. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa ekspresi TGF-β terjadi pada saat odontoblas terpapar LTA. TGF-β merupakan sitokin anti inflamasi yang dapat merangsang mineralisasi dentin untuk membentuk dentin reparatif (Durand et al., 2006). LTA juga menginduksi makrofag mengekspresi sel endotel vaskular faktor pertumbuhan (VEGF). VEGF adalah sebuah inducer kuat dari angiogenesis dan permeabilitas vaskular. Kemampuan VEGF untuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah diperkirakan kali lebih tinggi dari histamin Selanjutnya, VEGF adalah disajikan dalam matriks dentin dan berkaitan dengan kemampuan penyembuhan jaringan pulpa. LTA dapat secara signifikan mengurangi respon imunitas tubuh secara umum. Gambar 2. 8 Sifat LTA sebagai pro inflamasi dan anti inflamasi (Hahn, 2007) 2.4 Toll-like Receptors dan Imunitas Innate Dalam menghadapi patogen, mamalia memiliki 2 tipe imunitas, yaitu imunitas innate dan imunitas adaptif. Imunitas innate berperan sebagai sensor atau eliminasi patogen primer; sedangkan imunitas adaptif yang kemudian menimbulkan memori imunologis. Toll-like receptors adalah membran signaling

27 35 receptor yang berperan penting dalam pertahanan tubuh alami terhadap mikroba. Fungsi tersebut sangat tergantung pada peran dari PRR (pattern recognition receptors) untuk mengenali pathogen-associated molecular patterns (PAMPs) yang spesifik untuk tiap mikroba. PRR secara fungsional dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelas, yaitu singnaling dan non signaling PRR (pattern recognition receptors) yang meliputi faktor soluble dan faktor protein trans-membran (Carpenter dan O Neill, 2007). Signaling PRR meliputi protein trans-membran dan protein sitosolik. Protein non-sinyaling PRR trans-membran yang terkenal adalah TLRs yang terdiri dari komponen ekstraseluler yang kaya leucin (terdiri dari 550 sampai 980 asam amino dan berkapasitas mengikat ligan) dan komponen intraseluler yang dikenal sebagai TIR (Toll/IL-1R-like) dengan panjang sekitar 200 asam amino, berfungsi meneruskan sinyal untuk respon selanjutnya (Kaisho dan Akira, 2006). Protein sitosolik dari sinyaling PRR contohnya adalah nucleotide binding oligomerization domain (NOD) yang terdiri dari NOD1 dan NOD2 (Hiroyuki et al, 2005). Berbagai TLRs (TLR2 dan TLR4) serta NODs (NOD1 dan NOD2) juga didapat pada epitel rongga mulut. TLR binding site untuk ligan mikroba berbeda-beda dan saat ini ditemukan sampai TLR11. Menurut lokasinya, TLR terdapat di plasma membran dan endosomal membran. TLR yang terletak di plasma membran adalah TLR1, 2, 3, 4, 5 dan 6; sedangkan pada endosomal membran adalah TLR7, 8 dan 9. Makrofag, sel mast, basofil, neutrofil dan berbagai sel imunokompeten akan mengenal mikroba dalam darah dan jaringan ekstravaskuler melalui reseptor permukaan yang spesifik untuk produk mikroba. Ada bermacam jenis TLR yang

28 36 spesifik untuk komponen mikroba yang berbeda-beda, seperti TLR4 untuk sebagian besar LPS atau endotoksin bakteri, TLR 2 esensial untuk merespon peptidoglikan bakteri, lipoprotein, mycobacterial lipoarabinomannan, dan atipikal LPS seperti pada LPS Porphyromonas gingivalis. TLR5 untuk komponen flagellin bakteri, TLR6 untuk lipotechoic dan lipopeptida bakteri, TLR7 dan 8 untuk viral stranded RNA dan TLR9 untuk viral dan bacterial unmethylated CpG DNA (gambar 2.8) Gambar 2. 9 Toll-like receptors dan respons pro-inflamasi (Carpenter & O Neill, 2007). Signaling TLR diinisiasi oleh patogen tertentu. Patogen tersebut menggunakan adaptor protein yang berbeda untuk mengaktivasi faktor transkripsi. TLR2, TLR4 dan TLR11 menggunakan MAL dan MyD88 untuk mengaktivasi NF-kB. Setelah adaptor berada pada tempat yang tepat, terjadi rekruitmen IRAK1, IRAK4 dan TRAF6. Kemudian terjadi aktivasi kompleks IkB yang akan melakukan fosforilasi IkB sehingga terjadi pelepasan NF-kB untuk translokasi ke nukleus dan memicu produksi sitokin pro-inflamasi. TLR3 dan TLR4 menggunakan TRIF untuk mengaktivasi IRF3. IKKε dan TBK-1 direkrut oleh TRIF dan TRAM untuk secara bersama-sama mengaktivasi IRF3 yang menginduksi promoter IFN-β untuk meningkatkan IFN-inducible genes. TLR7/8/9 merekruit MyD88 dan menyebabkan fosforilasi IRF3 dan produksi sitokin misalnya IFN-α.

29 Peran Odontoblas dalam Sistem Imunitas Pulpa Gigi TGF-β1 mempunyai fungsi beragam dalam perbaikan jaringan, tetapi perannya dalam pertahanan gigi oleh mikroba yang tidak dipahami dengan baik. Odontoblasts merupakan sel pertama dalam menerima tranduksi sinyal TGF-β1 proses pada dentin yang mengalami karies (Horst et al., 2009). Odontoblas menanggapi bakteri karies gigi melalui reseptor TLR2 dan TLR4. Bakteri gram-negatif (misalnya P.gingivalis, P.intermedia dan Nucleatum F) merangsang baik TLR2 dan TLR4, melalui komponen dinding sel lipopeptida (LP) dan lipopolisakarida (LPS), sedangkan bakteri gram-positif (misalnya, S.mutans, L. casei dan E. faecalis) hanya melalui TLR2 dengan komponen LP dan asam lipoteichoic (LTA). TGF-β1 dilepaskan dari dentin pada gigi karies dan sebagai anti-inflamasi dengan menghambat ekspresi TLR2, TLR4, dan sitokin inflamasi, IL-8 dan TNF-α. Terjadinya pulpitis mungkin disebabkan ketidak seimbangan antara sinyal proinflamasi TLR dan antiinflamasi TGF-β1 (gambar 2.9). Gambar Diagram pengaruh reseptor TLR (TLRs) dan TGF-β1 pada inflamasi pulpa (Horst et al., 20. Interaksi bakteri dan odontoblasts pada proses karies gigi manusia

30 Inflamasi Pulpa Inflamasi merupakan mekanisme penting yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari bahaya seperti kerusakan jaringan, invasi mikroorganisme, antigen dan bahan asing yang mengganggu keseimbangan yang juga dapat memperbaiki gangguan struktur dan fungsi jaringan. Penyebab iritasi jaringan pulpa dapat disebabkan berbagai hal misalnya adalah bakteri, mekanis, kimia dan termis menyebabkan respons yang dikenal dengan inflamasi. Iritasi oleh bakteri karies pada enamel, dentin mengakibatkan inflamasi pada pulpa. bakteri memproduksi toksin yang berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubuli dentin. Selama proses karies, ditemukan antibodi di dalam saliva, cairan pulpa dan cairan dentin. Hal ini menunjukkan bahwa saliva, dentin dan pulpa dapat memberikan respons imunologik. Pada saat melakukan preparasi kavitas, dapat menyebabkan iritasi pulpa. Trauma yang ringan pada dentin dengan apeks gigi belum menutup sempurna masih mempunyai kesempatan lebih baik untuk mempertahankan hidup dibandingkan pulpa yang terkena cedera atau trauma yang parah pada apeks telah terbentuk sempurna (Sri Kunarti, 2005). Jaringan pulpa yang mengalami inflamasi disebut pulpitis. Inflamasi merupakan respon protektif yang sangat diperlukan oleh gigi untuk mengembalikan pada keadaan sebelum dan sesudah terkena trauma untuk memperbaiki diri. Respon inflamasi jaringan pulpa gigi sangat tergantung pada pembuluh darah dan sel serta cairan yang beredar dalam pembuluh darah. Apabila tubuh berhasil mempertahankan homeostasis dari pengaruh lingkungan

31 39 yang merugikan, maka terjadi perbaikan jaringan yang rusak (pulpitis reversibel). Sedangkan bila rangsangan berjalan terus atau intensitasnya meningkat, maka akan terjadi inflamasi yang parah, disebut pulpitis ireversibel yang akhirnya dapat menyebabkan kematian pulpa atau nekrosis pulpa (Trownbridge, 2002). 2.7 Siklus Sel Siklus sel dibagi dalam 4 fase. 1. Fase G 1 terjadi dalam waktu 9-10 jam dan merupakan sel sedang aktif mensitesis RNA (Transkripsi) dan mensitesis protein (translasi). G 1 akan memasuki fase S dengan masa aktif mensitesis DNA (replikasi), sehingga terbentuk bahan genetis baru mempunyai susunan sama dengan DNA yang lama (6-10 jam), kemudian masuk ke Fase G Fase G2, sitoplasma siap untuk membelah, semua bahan sitoplasma dan organel menjadi rangkap dua, berlangsung 4-5 jam. 3. Fase M (mitosis) melalui 4 tahap : profase, metaphase, anafase, dan telofase. Profase sampai dengan telofase adalah proses kariokinesis, (pembentukan inti baru), dan sitoplasma pada setiap inti disebut sitokinesis. Propase, metaphase,anaphase dan telofase menghasilkan 2 sel muda yang berlangsung 30 menit 1 jam. Mitosis selesai, sel muda memasuki siklus sel G1 dan selanjutnya mengalami mitosis lagi. Siklus sel ini berjalan selama jam. Sel yang telah berdeferensiasi tidak pernah masuk kembali ke siklus sel untuk bereplikasi lagi disebut postmitotic cel (sel syaraf, sel dari lensa mata) keluar dari fase G 1 memasuki fase istirahat atau fase G 0 yang dapat menetap selama berhari-hari, atau berminggu-minggu

32 40 bahkan sepanjang hidup tanpa berproliferasi lagi. Sel yang berdeferensiasi kembali (fibroblas, limfosit) dari fase G 0 memasuki sel siklus dan bereplikasi. Sel akan memasuki siklus lagi bila ada stimulasi. Replikasi sel dikendalikan oleh complex network dari jalur pensinyalan ekstraseluler dengan sinyal intraseluler tentang ukuran sel dan program pertumbuhan (Vean, 2000; Sri Kunarti, 2005) Progresivitas antar fase berikutnya dikendalikan oleh formasi, aktivasi dan degradasi atau modifikasi beberapa cyclin yang disebut cyclin dependent kinase (Cdk). Pada kondisi tertentu terdapat protein penghambat cyclin dependent kinase inhibitor (Cdki) yang dibutuhkan transduksi sinyal untuk koordinasi pada setiap fase dalam siklus sel (Sri Kunarti, 2005). G 0 menuju G 1 disebut fase transisi atau fase kompetensi replikatif (potensi proliferasi). Transisi antara jenjang fase ditentukan oleh pengendali ekstrinsik dan intriksik yang ditentukan dari beberapa cekpoin sebagai konfirmasi berakhirnya reaksi suatu jenjang sebelum memasuki jenjang berikutnya. Aktifitas seluler yang terjadi pada cekpoin tidak dapat berlangsung tanpa enzim yang disebut Cyclin dependent kinase (Cdk). Pada fase G 1 adalah fase yang sering berubah dalam fase ini kesalahan DNA dapat dikoreksi sebelum masuk ke fase berikutnya dan diatur oleh gen p53, cyclin dependent Inhibitor dan p21. Pemberian ekstrak propolis dapat mengaktifkan p53 untuk menstimulasi p21 dan cdki mengikat cycklin cdk kompleks (cyclind-cdk4 dan cyclin E-cdk2) sehingga proliferasi sel berjalan normal siap untuk memasuki jenjang

33 41 berikutnya. Disamping itu ekstrak propolis yang mempunyai sifat antioksidan, maka peranan sel oksidan dalam sel akan diregulasi sehingga kerusakan intra sel menurun yang menyebabkan sintesis Hsp 70 teregulasi. Kondisi tersebut akan berfungsi sebagai chaperon yang menginduksi faktor transkipsi untuk meningkatkan sintesis protein seperti cdk dan cyclin. Setelah memasuki tahap proliferasi sel, sel mengalami mitosis. Apabila tidak terdapat GF, maka sel istirahat di fase G 0. Tetapi bila ada maka dalam waktu jam sel akan masuk G 1 sebelum masuk fase S. 4. Fase S, sel harus melalui restriction point (titik pada siklus sel dimana sel harus berkomitmen untuk memasuki fase S dan menyelesaikan siklus sel. Lama terjadinya fase G 1 tidak tetap, tetapi fase S, fase G 2 dan fase M berlangsung dengan waktu yang relatif konstan ( Lodish et al., 2000; Sri Kunarti, 2005). 2.8 Transforming Growth Factor Beta (TGF-β) Transforming Growth Factor beta (TGF-β) adalah protein yang mengendalikan proliferasi, diferensiasi selular, dan fungsi lain di sebagian besar sel. TGFβ memainkan peran dalam sistem kekebalan, kanker, penyakit jantung, diabetes, dan sindrom Marfan. TGF-β bertindak sebagai faktor anti proliferasi normal dalam sel-sel epitel dan pada tahap awal onkogenesis..dalam kaitannya dengan kesehatan gigi, TGF-β merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang secara ketat mengatur rangkaian peristiwa molekuler maupun seluler pada pembentukan dentin tersier. Dentin tersier adalah dentin yang terbentuk pada

34 42 proses patologis yang diklasifikasikan menjadi dentin reaksioner dan dentin reparatif (Mitsiadis & Ratziotis, 2004) Peranan TGF-β dalam pembentukan dentin reaksioner mempengaruhi terbentuknya komponen matriks ekstraseluler termasuk kolagen pada dentin. Disolusi jaringan gigi seperti pada lesi karies menyebabkan sekresi TGF-β oleh sel-sel odontoblas yang mengawali aktivitasnya dalam mensintesis matriks dentin (Butler, 2003). TGFβ-1 berdifusi ke dalam tubuli dentalis menuju daerah tanduk pulpa serta berfungsi untuk menginduksi matriks dentin. TGFβ-1 juga menstimuli pembentukan komponen matriks dentin yang lain yaitu dentin sialoprotein (DSP), proteoglycan dectorin dan byglican. TGF-β2 diduga menstimuli diferensiasi odontoblas pada proses pematangan dentin untuk meningkatkan laju aposisi mineral. TGF-β3 menstimulasi odontoblas secara in vitro untuk deposisi predentin dan menstimulasi diferensiasi sel-sel pulpa. Pembentukan dentin reparatif jauh lebih kompleks dibandingkan dengan pembentukan dentin reaksioner karena adanya keterlibatan progenitor sel yang bermigrasi dan mengalami diferensiasi untuk membentuk odontoblast-like cell yang mensintesis dentin reparatif (Sloan & Smith,1999) TGF-β bersama-sama dengan Bone Morphogenetic Protein (BMPs), Fibroblast Growth Factor (FGFs), dan Insulin Growth Factor (IGF) membentuk TGFβ superfamily, yang dengan reseptor permukaan sel berfungsi dalam pengaturan perkembangan gigi serta perbaikan kerusakan yang terjadi pada gigi. TGF-β superfamily merupakan kelompok faktor pertumbuhan yang mempunyai aktivitas dalam meregulasi pertumbuhan sel, diferensiasi, induksi embrional, dan morfogenesis pada sel dan jaringan. TGF-β superfamily dibagi menjadi beberapa

35 43 subdivisi yaitu TGF-β subfamily β1, β2, β3, dan βs; activin subfamily, BMP family, dan divergent genes (Sloan & Smith,1999) TGF-β1, β2, β3 merupakan faktor pertumbuhan yang berperan penting pada rangkaian proses pembentukan dentin tersier dengan cara menstimuli diferensiasi odontoblas dan odontoblast-like cell dan pembentukan komponen matriks dentin organik maupun anorganik setelah terjadinya jejas. Kelompok TGF-β berperan penting dalam perkembangan dan perbaikan gigi. Pada awal perkemnbangan gigi, TGF-β kemungkinan disekresikan oleh sel-sel epitel untuk menginduksi diferensiasi sel mesenkim (Tziafas et al.,2000). Pada gigi yang sudah dewasa TGF-β diekspresikan oleh odontoblas yang akan mengawali terbentuknya matriks dentin. TGF-β dapat dilepaskan selama proses demineralisasi jaringan dan berperan sebagai faktor stimuli pada regenerasi jaringan gigi. Pulpa dan dentin dapat mengalami jejas akibat adanya karies gigi, prosedur restoratif maupun trauma. Selama terjadinya jejas ini, odontoblas akan terlokalisir pada daerah yang mengalami kerusakan dan menaikkan regulasi aktivitas sekresi dentin. Jejas yang lebih parah dapat mengakibatkan kematian odontoblas. Sel-sel ini akan digantikan oleh odontoblast-like cells, yang berdiferensiasi dari sel progenitor pulpa dan mensekresi matriks dentin (Deng et all., 2005). TGF-β yang terdapat dalam matriks dentin menyediakan sumber endogen dari cell signalling molecules untuk menstimuli dentinogenesis reaksioner maupun reparatif setelah terjadi jejas pada gigi. Molekul-molekul matrik ekstraseluler (ECM) menginduksi pembentukan dentin bridge dan juga menginduksi area mineralisasi yang luas pada atap pulpa. Molekulmolekul ECM juga merangsang penutupan total pulpa pada saluran akar. Pada

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita *

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita * FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah

Lebih terperinci

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita *

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita * PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa gigi dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu masalah gigi dan mulut yang sering terjadi dan berpotensi untuk menyebabkan masalah gigi dan mulut lainnya. Prevalensi karies gigi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi luar

DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi luar PULPO DENTINAL KOMPLEKS Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering terjadi pada manusia dan terdapat di seluruh dunia tanpa memandang usia, ekonomi, maupun bangsa (Taringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit gigi dan mulut termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi

I. PENDAHULUAN. Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi keduanya tergantung pada konsentrasi dalam plasma darah. Metabolisme ion kalsium dan fosfat dalam tubuh

Lebih terperinci

Salah satu bagian gingiva secara klinis

Salah satu bagian gingiva secara klinis Salah satu bagian gingiva secara klinis adalah: 1... (jawaban yang ditanyakan adabagian gingiva yang dibatasi oleh alur gusi bebas dan batas mukosa gingiva dari bagian gingiva lain dan mukosa alveolar)

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) MENURUNKAN ESKPRESI IL-1β MELALUI PENGHAMBATAN EKSPRESI SELULER NF-Kβ PADA PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Rattus Novergicus ABSTRAK

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Telah diketahui bahwa irigasi saluran akar memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan perawatan saluran akar. Jumlah bakteri yang ditemukan setelah instrumentasi pada

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di Membran Inti Inti sel atau nukleus sel adalah organel yang ditemukan pada sel eukariotik. Organel ini mengandung sebagian besar materi genetik sel dengan bentuk molekul DNA linear panjang yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera saraf tepi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pasca trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan maksilofasial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI PULPA

STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI PULPA STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI PULPA Disusun oleh: Nathania Astria 021211133059 Christopher 021211133060 Eghia Laditra A 021211133061 Intan Ayu Rizki P 021211133062 Ainani Dwi Hapsary 021211133063 Karissa

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada daerah apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal dapat berawal dari infeksi pulpa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27

BAB 6 PEMBAHASAN. pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27 64 BAB 6 PEMBAHASAN Fibroblas merupakan elemen utama pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27 Hasil uji Kruskal-Wallis pada jumlah fibroblas

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1 Pendahuluan Ameloblastoma (berasal dari bahasa Inggris yaitu amel berarti email dan bahasa Yunani blastos yang berarti benih ), merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik. Tumor ini pertama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. odontoblast. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga. pertahanan (Walton & Torabinejad, 2008).

BAB II TINJUAN PUSTAKA. odontoblast. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga. pertahanan (Walton & Torabinejad, 2008). BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pulpa Pulpa gigi adalah suatu jaringan lunak yang terletak di daerah tengah pulpa. Jaringan pulpa membentuk, mendukung, dan dikelilingi oleh dentin. Fungsi

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

Gambar 1. Kelenjar saliva 19 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan yang terdiri atas sekresi yang berasal dari kelenjar saliva dan cairan sulkus gingiva. 90% dari saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1 Pendahuluan Teori infeksi fokal, yang populer pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebutkan bahwa fokus dari suatu kondisi spesies bertanggung jawab terhadap inisiasi dan berkembangnya sejumlah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari 300 spesies dapat diidentifikasi dalam rongga mulut. Spesies yang mampu berkoloni dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan oleh pasien (Kidd dkk., 2003). Kondisi akut penyakit pulpitis menyebabkan nyeri sehingga

Lebih terperinci

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Signal Transduction Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Konsep umum signal transduction Komunikasi sel Tipe-tipe reseptor Molecular signaling Komunikasi antar sel Umumnya diperantarai oleh molekul sinyal ekstraseluler

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulpitis merupakan salah satu penyakit pulpa (Ingle dkk., 2008) yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Trombosit 1. Asal Trombosit Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang dengan cara melepaskan diri (fragmentasi) dari perifer sitoplasma sel induknya (megakariosit) melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR merupakan modifikasi dari semen ionomer kaca dan monomer resin sehingga bahan ini memiliki sifat fisis yang lebih baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel A. Pengertian Sel Sel adalah unit strukural dan fungsional terkecil dari mahluk hidup. Sel berasal dari bahasa latin yaitu cella yang berarti ruangan kecil. Seluruh reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh

Lebih terperinci